sejarah pertumbuhan hadis pada masa wahyu dan pembentukan (ashr al-wahyi wa al-takwin)

29
SEJARAH PERTUMBUHAN HADIS PADA MASA WAHYU DAN PEMBENTUKAN (As}r al-Wahyi wa al-Takwi>n) Makalah Diajukan Untuk Seminar Kelas Mata Kuliah Sejarah Perkembangan Hadis Dosen Pengampu DR. H. Idri, M.Ag Oleh M. Syukrillah NIM. F08213256 PROGRAM STUDI ILMU HADIS PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN AMPEL SURABAYA 2013

Upload: abuazzam-syukrillah

Post on 18-Sep-2015

253 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Dalam makalah ini akan dibahas secara ringkas namun padat tentang sejarah pertumbuhan hadis pada masa wahyu dan pembentukan (Asr al-Wahy wa al-Takwin) tersebut. Ada sejumlah persoalan menggelitik dan tidak jarang menjadi wacana yang kontroversial yang dikaji melalui kajian kepustakaan (library research) dalam makalah ini. Persoalan tersebut antara lain berkaitan dengan bentuk perhatian Nabi SAW terhadap sahabat dalam proses periwayatan hadis, pola dan motivasi interaksi para sahabat dengan Nabi SAW dalam melakukan periwayatan hadis, kuantitas periwayatan dan faktor yang mempengaruhinya, diskursus tentang hukum mencatat hadis serta pembuktian adanya pencatatan hadis di masa tersebut.

TRANSCRIPT

  • SEJARAH PERTUMBUHAN HADIS

    PADA MASA WAHYU DAN PEMBENTUKAN

    (As}r al-Wahyi wa al-Takwi>n)

    Makalah

    Diajukan Untuk Seminar Kelas

    Mata Kuliah Sejarah Perkembangan Hadis

    Dosen Pengampu

    DR. H. Idri, M.Ag

    Oleh

    M. Syukrillah

    NIM. F08213256

    PROGRAM STUDI ILMU HADIS

    PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

    SUNAN AMPEL SURABAYA

    2013

  • ABSTRAK

    M. Syukrillah, 2013. Sejarah Pertumbuhan Hadis Pada Masa Wahyu Dan Pembentukan (as}r al-wahyi wa al-takwi>n). Makalah, Konsentrasi Ilmu Hadis, Program Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

    Dosen Pengampu : Dr. H. Idri, M.Ag

    Pembentukan hadis (takwi>n) merujuk kepada aktivitas dinamis antara produksi hadis oleh Rasulullah SAW di masa pewahyuan dan

    proses dokumentasinya (al-hifz}) oleh para sahabat segala hal berupa perkataan Nabi SAWselain Al-Quran, perbuatan, persetujuan Nabi atas sesuatu hal (taqrir), sifat fisik (khalqiyah) dan akhlak (khuluqiyah) serta seluruh informasi yang terkait dengan Nabi SAW baik sebelum

    diutus sebagai Nabi (qabla al-bithah) atau sesudahnya (bada al-bithah), termasuk pula biografi (sirah) dan peperangan (ghazawa>t) yang terkait kehidupan dan dakwahnya.

    Dalam makalah ini akan dibahas secara ringkas namun padat

    tentang sejarah pertumbuhan hadis pada masa wahyu dan pembentukan

    (As}r al-Wahy wa al-Takwi>n) tersebut. Ada sejumlah persoalan menggelitik dan tidak jarang menjadi wacana yang kontroversial yang

    dikaji melalui kajian kepustakaan (library research) dalam makalah ini. Persoalan tersebut antara lain berkaitan dengan bentuk perhatian Nabi

    SAW terhadap sahabat dalam proses periwayatan hadis, pola dan

    motivasi interaksi para sahabat dengan Nabi SAW dalam melakukan

    periwayatan hadis, kuantitas periwayatan dan faktor yang

    mempengaruhinya, diskursus tentang hukum mencatat hadis serta

    pembuktian adanya pencatatan hadis di masa tersebut.

    Kata Kunci: tala>qiy, as}r al-wahy wa al-takwi>n, al-jamu wa al-tawfiq, hifz} fi al-sudu>r, hifz} fi al-sutu>r, al-tahammul wa al-ada, Sah}i>fah.

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Peradaban bangsa arab adalah peradaban bayani. Kesustraaan adalah

    bidang keilmuan utama yang paling diminati dan dihargai. Keindahan dan

    ketelitian dalam bidang bala>ghah, fas}a>hah, ija>z dan tas}wi>r lafdhi> menjadi

    keistimewaan bangsa Arab. Perkembangan pesat di bidang funun

    adabiyahditunjang oleh penyelenggaraan perlombaan seni sastra dan orasi dalam

    forum festival sastra tahunan di pusat keramaian kota seperti Pasar Ukaz dan

    Dzul Majaz. Karya-karya sastra unggulan yang menjadi pemenang dalam festifal

    tersebut didokumentasikan dan dipublikasikan dalam bentuk muallaqat di

    Kabah dan juga diriwayatkan dalam tradisi oral.1Dalam realitas tradisi tersebut,

    bangsa Arab lebih siap berinteraksi dengan bayan al-Quran dan Sunnah baik

    dalam penerimaan teks (tala>qiy), pemahaman maupun periwayatannya.

    Metode periwayatan informasi teks secara oral dan tulisan bukanlah

    kreasi dan inovasi yang muncul begitu saja di masa sahabat. Akan tetapi telah

    menjadi tradisi Bangsa Arab sejak era jahiliyyah. Setiap sastrawan Arab

    terkemuka memiliki riwayat dipelajari dan dihafalkan serta ditampilkan dalam

    momen tertentu.2 Bangsa Arab secara tradisi mengandalkan kekuatan memori

    hafalan dalam periwayatan sejarah dan sastranya. Puluhan bahkan ratusan bait

    sastra dihafalkan secara cermat. Demikian pula kisah sejarah dan nasab diri,

    keluarga dan kabilah serta leluhurnya.3 Kekuatan hafalan ini ditunjang dengan

    tradisi sikap menghargai kejujuran dan amanah serta menepati janji.4

    Walaupun bangsa Arab secara umum adalah bangsa yang ummy yang

    menjadikan tradisi oral dan hafalan menjadi mainstream. Namun, bukan berarti

    1 Hakim Ubaisan al-Mutairy. Tarikh Tadwin al-Sunnah wa Syubhah al-Mustasyriqin(Kuwait:

    Ja>miah al-Kuwait, cet. 1, 2002 M),10-12, Itr, Nuruddin. Manh}aj al-Naqd fi Ulu>m al-h}adith (Damaskus : Dar al-Fikr, Cet. 3, 1418 H/1997 M), 37 2Al-Mutairy.Tarikh Tadwin Sunnah, 12

    3 Azamy. Dirasatfi al-Hadith al-Nabawy wa Tarikh Tadwi>nih (Beirut: al-Maktab al-Islamy, 1400

    H/1980M) , 44 4 Hal ini tergambar dari Abu Sufyan bin Harb yang sangat membenci Nabi dan dakwahnya

    namun bersikap jujur tatkala beraudiensi dengan Heraklius yang membahas tentang kepribadian

    seorang Nabi baru bernama Muhammad. Lihat al-Bukhari. Al-Jami As-Sahi>h.Vol. 1.ed. Muhibuddin al-Khatib (Kairo: Al-Maktabah as-Salafiyah,Cet. 1, 1400 H), 16. Hadis nomor 6

  • bahwa bangsa Arab sama sekali tidak mengenal baca dan tulis.5 Kota Makkah

    sebagai pusat pertemuan bangsa-bangsa dalam ibadah dan perdagangan (ummul

    qura) memiliki sejumlah penduduk yang memiliki kemampuan tersebut.6 Mereka

    cukup menghargai keahlian menulis sebagai bentuk kesempurnaan pribadi

    seseorang.7 Bahkan bangsa Arab telah mengenal tulisan sebagai media mencatat

    hutang-piutang, perjanjian, teks-teks keagamaan, catatan nasab dan surat-surat

    pribadi.8

    Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi peradaban ilmu dengan

    menjadikan tradisi membaca sebagai tonggak pertama wahyu al-Quran. Nabi

    SAW memberi perhatian penuh dalam pengembangan kemampuan baca-tulis

    tersebut. Terutama ketika stabilitas masyarakat Islam terbentuk pascahijrah ke

    Madinah. Nabi menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas pengajaran dan

    keilmuan dan menugaskan beberapa sahabat yang memiliki keahlian membaca

    dan menulis untuk mengajarkannya.9 Kemudian tempat-tempat pengajaran

    menyebar ke lokasi lain. Bahkan dalam bentuk utusan untuk tugas belajar.10

    Di

    antara bukti cukup banyaknya para sahabat yang memiliki keahlian menulis

    adalah para sahabat yang terpilih menjadi ka>tib (sekretaris dan penulis

    Rasulullah) yang jumlahnya mencapai 50 orang.11

    Berarti sahabat yang bisa

    menulis lebih dari jumlah itu.12

    Dalam konteks realitas iklim intelektual Bangsa Arab semacam inilah

    sejarah pertumbuhan hadis dan pembentukannya berlangsung seiring dengan

    proses pewahyuan al-Quran. Sejarah pertumbuhan hadis dan pembentukannya

    tidak lepas dari interaksi simbiosis mutualism antara al-Quran dan hadis yang

    5Menurut penelitian pakar sejarah, Bangsa Arab telah mengenal tulisan sejak tiga abad sebelum

    kedatangan Islam atau sekitar tahun 200 M. lihat Muhammad Ajaj al-Khatib. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin, 295 dan Rishwan Abu Zaid Mahmud. Kitabah al-Hadith al-Sharif fi Ahdy al-Nabi SAW (Kairo: Dar al-Bas}air, cet. 1, 2008M), 9 6 Subhi al-S{a>lih.Ulum al-Hadith wa Must}alahuhu; Ard{un wa Dirasatun (Libanon: Matbaah al-

    Ulum, ttt), 14-16 7Lihat Azamy. Dirasat fi al-Hadith al-Nabawy wa tarikh wadwinihi, 42 8Ibid., 44-45

    9Azamy. Dirasat, 50-51, Rishwan. Kitabah al-Hadith, 11 10

    Ibid., 51-54. Seperti Zaid bin Thabit yang diperintahkan oleh Nabi SAW untuk mempelajari

    Bahasa Persia dan Ibrani sampai mahir dalam membaca dan menulisnya. Lihat Rishwan. Kitabah, 12 11

    Ibid., 54 12

    Rishwan.Kitabah, 11

  • tercermin dalam pribadi seorang Nabi dan kehidupannya bersama para sahabat.

    Hal ini secara normatif dan eksplisit ditegaskan oleh Nabi SAW :

    13.

    Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan al-Kitab dan sesuutu yang setara

    dengannya (yaitu al-hikmah berupa al-sunnah)

    Hadis bukan hanya berfungsi repetisi sebagai penguat dan penegas ulang

    keterangan Al-Quran. Namun, hadis juga berfungsi sebagai penjelasan

    (mubayyin) bagi al-Quran baik dalam bentuk perincian atas petunjuknya yang

    bersifat global (mujma>l), atau mengkhususkan (lex specialis) petunjuk yang

    bersifat umum (a>m) serta sebagai muqayyid (membatasi dengan persyaratan)

    sesuatu yang bersifat mutlak. Bahkan hadis juga secara independen memiliki

    kekuatan otoritas sebagai penetap hukum baru yang tidak disinggung oleh al-

    Quran (sunnah istiqla>liyyah). 14

    Dengan demikian, pembentukan hadis (takwi>n) merujuk kepada

    dokumentasi perkataan Nabi SAWselain Al-Quran, perbuatan, persetujuan

    Nabi atas sesuatu hal (taqrir), sifat fisik (khalqiyah) dan akhlak (khuluqiyah)

    serta seluruh informasi yang terkait dengan Nabi SAW baik sebelum diutus

    sebagai Nabi (qabla al-bithah) atau sesudahnya (bada al-bithah), termasuk pula

    biografi (sirah) dan peperangan (ghazawa>t) yang terkait kehidupan dan

    dakwahnya.15

    Adapun secara kandungan (content), hadis berkaitan petunjuk Nabi

    tentang segala aspek kehidupan kaum muslimin baik akidah, ibadah, jual-beli dan

    muamalah, ahwal shakhsiyah dan adab dalam kehidupan yang dipraktekan baik

    dalam keadaan damai dan perang, keadaan lapang ataupun darurat.16

    Hal inilah

    yang memotivasi kaum muslimin, khususnya para sahabat untuk memberi

    perhatian kepada periwayatan hadis.

    13

    Hadis nomor 4604, lihat Abu Dawud, Sulaiman bin al-Ashath bin Isha>q al-Azdy al-Sijasta>ny. Sunan Abu Da>wud.Vol. 4. Ed. Muhammad Muhy al-Di>n Abd al-H{ami>d (Beirut: al-Maktabah al-As{riyah, ttp), 200. 14

    Mustafa al-SibaI. Al-Sunnah wa Makanatuha fi tashri al-Islamy (Beirut: al-Maktab al-Islamy, cet.3, 1402 H/1982 M), 382 15Nuruddin itr, Manh}aj al-Naqd, 26. Abu Syuhbah, Muhammad bin Muhammad. Al-Wasi>t} fi Ulu>m wa Must}ola>h al-H{adi>th (Jeddah : Alam al-Marifah li an-Nasyr wa at-Tauzi, Cet. 1, 1403 H/1983 M), 15-16 16

    Muhammad Aja>j al-Khatib.As-Sunnah Qabla al-Tadwi>n(Kairo: Maktabah Wahbah, cet. 2, 1408 H/1988 M) 56

  • Dalam makalah ini akan dibahas secara ringkas tentang perkembangan

    dan pertumbuhan hadis di masa Rasulullah SAW. Pembahasan ini mencoba

    mengungkap kondisi hadis di masa Nabi dan informasi pencatatan hadis di masa

    tersebut yang sering menjadi wacana yang kontroversial.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana bentuk perhatian Nabi SAW terhadap sahabat dalam proses

    periwayatan hadis?

    2. Bagaimana interaksi para sahabat dengan Nabi SAW dalam melakukan

    periwayatan hadis dan faktor yang memotivasinya?

    3. Bagaimana keadaan kuantitas periwayatan para sahabat Nabi SAW dan

    faktor yang mempengaruhi perbedaannya?

    4. Apa diskursus yang muncul tentang hukum mencatat hadis di era Nabi

    SAW?

    5. Apa bentuk penjagaan hadis dan bukti adanya pencatatan hadis di masa

    Nabi SAW?

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Perhatian Nabi Terhadap Sahabat Dalam Periwayatan Hadis

    Nabi Muhammad SAW menyadari bahwa para sahabatnyalah yang akan

    menegakkan panji-panji Islam sepeninggalnya. Termasuk dalam hal ini sebagai

    pewaris sunnah dan pengemban amanah periwayatan hadis-hadisnya.17

    Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Muslim;

    . Gugusan bintang adalah perisai penjaga langit, apabila bintang-

    bintang itu lenyap maka langitpun tertimpa apa yang telah

    ditakdirkan atasnya. Aku adalah penjaga atas sahabat-sahabatku,

    apabila aku wafat, maka hilangkah sahabatku akan tertimpa apa yang

    telah ditakdirkan atas mereka. Sahabatku adalah penjaga atas

    umatku. Apabila mereka meninggal, maka umatku akan tertimpa apa

    yang telah dijanjikan dalam takdir mereka. 18

    Oleh karena itu, Nabi SAW bukan hanya memotivasi para sahabat untuk

    mencermati hadis-hadisnya. Namun juga, Nabi turut serta membantu para

    sahabat dalam mentranfer (talaqi) hadis dari beliau dan menghafalkannya.

    Di antara metode Nabi dalam penyampaian hadisnya yaitu:

    1. Penyampaikan hadis dalam berbagai kesempatan dan tempat, bukan

    hanya di tempat dan waktu yang tertentu. Nabi SAW menyampaikan

    hadis di masjid, di medan perang, di pasar, di jalan, dll. 19

    2. Penyampaikan hadis dengan redaksi (lafal) yang fasih. Kemudahan para

    sahabat dalam menghafal teks hadis ditunjang oleh kemampuan Nabi

    Muhammad SAW dalam berkomunikasi lisan. Rasulullah berasal dari

    Qurays yang merupakan kabilah yang paling fasih dalam kemampuan

    17

    Itr. Manhaj al-naqd, 38, Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-H{adi>th wa al-Muh{addithu>n (Riyadh: Al-Riasah al-Ammah li Idarat al-Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta wa al-Dawah wa al-Iryad, 1404 H/1984 M), 52 18

    Muslim bin al-Haja>j Abu al-Hasan al-Qushairi al-Naisa>bu>ry. Al-Musnad al-Sah}i>h al-Mukhtas}ar bi Naql al-Adl an al-Adl ila> Rasul Allah S{alla> Allah alaih wa Sallam.Vol. 4.Ed. Muhammad Fuad Abd al-Ba>qy.(Beirut: Dar Ihya> al-Turath al-Araby, ttp), 1961. Hadis nomor 2531 19

    Abu Zahuw. Al-Hadith wa al-Muhadithun, 50

  • berbahasa. Sementara, Rasul merupakan orang yang paling fasih lisan

    dan paling jelas bayannya di tengah kaumnya.20

    Bahkan bahasa (dialek)

    Nabi menyesuaikan kemampuan intelektual dan latar belakang orang

    yang mendengar. Contoh: ketika Ashim al- Asyari ( suku Asyari

    bertanya kepada nabi tentang hukum orang yang berpuasa dalam

    perjalanan, Nabi menjawab dengan dalam dialek mereka:

    21

    Bukankah suatu kebajikan, orang berpuasa dalam perjalanan

    Dalam riwayat lain Nabi menyampaikan sabda yang sama dengan

    dialek yang baku ( fushhah):

    22

    Bukankah suatu kebajikan, orang berpuasa dalam perjalanan

    3. Uslu>b hadis sering disampaikan dalam bentuk jawami al-kalim (redaksi

    yang ringkas, padat dan berbobot)23

    dan sering diulang-ulang agar

    dipahami. Anas bin Malik RApembantu dekat Nabi dan menemani

    Nabi selama 10 tahunberkata: Adalah Nabi SAW bila berkata atau

    menyampaikan suatu pernyataan, beliau mengulanginya tiga kali sampai

    bisa dipahami.( ) 24 Di antara

    contoh hadis Nabi SAW dalam ungkapan jawami al-kalim adalah:

    (Perang adalah siasat).25

    4. Penyampaikan redaksi hadis secara berangsur-angsur, perlahan-lahan

    dalam ritme dan tempo yang teratur, tidak terus-menerus memproduksi

    kalimat, sehingga mudah menancap dalam hafalan orang yang

    20

    Itr, Manhaj, 39 21

    Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal. Vol. 39. Ed. Shuaib al-Arnaut}, et.al (Beirut:Muassasah al-Risalah, Cet. 1, 1421 H/2001 M), 84. Hadis nomor 23679 22

    Al- Bukhari. Al-Jami al-Sahi>h. Vol. 2, 44. Hadis nomor 1946 23

    Al-Mutairy.Tarikh Tadwin, 13 24

    Al-Bukhari.Al-Jami al-Sahih. Vol 1,50-51. Hadis no. 95. Lihat pula hadis nomor. 93, 94 dan 96 25

    Al- Bukhari. Al-Jami al-S{ahi>h. Vol. 2, 366. Hadis nomor 3030. Muslim bin al-Hajja>j al-Qushairy al-Naisa>bu>ry, al-Musnad al-S{ahi>h al-Mukhtas}ar atau Sahih Muslim. Vol. 3. Ed.Muhammad Fuad Abd al-Ba>qy (Beirut: Dar Ihya> al-Turath al-Araby, tth), 1361

  • mendengarnya. Demikian pula, penyampaian dalam kalimat yang ringkas

    dan jelas sesuai maksud serta tidak bertele-tele.26

    Hal ini ditegaskan oleh

    Aisyah RA: Sesungguhnya Nabi SAW jika berkata dan ada yang

    mengitung perkataannya maka dia bisa mengitungnya (

    ).27 Hal ini tidak

    sebagaimana cara berbicara kebanyakan orang (

    ).28

    5. Sebagian teks hadis diajarkan oleh Rasulullah kepada sahabat

    sebagaimana pengajaran teks surat al-Quran.29 Didiktekan (imla) secara

    teliti dan cermat. Di antara contoh Nabi mengoreksi secara cermat

    hafalan para sahabat adalah ketika mengajarkan doa sebelum tidur

    sebagaimana riwayat al-Bara> bin A

  • sholatku ( ).31 Hal ini selaras

    dengan petuah Nabi kepada Sahabat: Shalatlah

    sebagaimana kamu melihat aku shalat 32

    7. Pemberian kesempatan bertanya kepada para sahabat. Seperti yang

    dilakukan oleh al-Harith bin Hisham yang bertanya tentang mekanisme

    turunya wahyu kepada Nabi SAW.33

    8. Penjelasan dengan metode tanya-jawab, seperti yang dilakukan dengan

    sahabat Muadz: Ya Muadz bin Jabal, ma> haqq Allah ala> al-ibad?

    Qa>la; Allah wa Rasu>luhu alam. Qala; An yabuduhu wala yushrikuhu

    bihi shaian....34 Bahkan metode ini pernah dilakukan dalam bentuk peragaan antara Nabi dan Malaikat Jibril yang datang dalam wujud pria

    asing yang bertanya tentang islam, iman, ihsan dan kiamat.35

    9. Nabi SAW mengajarkan hadis kepada utusan dari kabilah-kabilah yang

    datang kepadanya dan mengingatkan mereka untuk mengajarkan dan

    menyebarkannya. Sebagaimana Kabilah Abd al-Qais yang diajarkan

    Rasulullah tentang syariat Islam kemudian bersabda:

    (Hafalkanlah dan sampaikan kepada keluarga dan masyarakat

    kalian).36 Demikian pula yang Nabi lakukan ketika Malik bin al-

    Huwairith bersama rekan-rekannya datang menghadap Nabi dan belajar

    selama 20 hari, Nabi meminta mereka pulang untuk mengajarkan

    kembali apa yang telah mereka pelajari dari Rasulullah SAW:

    31

    Ibid., Vol. 1, 290. Hadis nomor 917, juga nomor 377, 447, 2093. 32

    Al-Bukhari. al-Jami Vol. 1, 212. Hadis nomor 631 33

    Ibid.Vol. 1,13. Hadis nomor 2 34

    Ibid.Vol. 4, 378. Hadis nomor 7373 35

    HR. Muslim Vol. 1, 87. Hadis no. 9 (al-Maktabah al-Shamilah) 36

    Al-Bukhari. Al-Jami. Vol. 1, 48. Hadis nomor 87.

  • (Kembalilah kepada keluarga kalian dan ajarkanlah

    mereka).37

    10. Penanaman motivasi. Rasulullah mengingatkan para sahabat bahwa

    kedudukan sunnah setara dengan al-Quran yang bersumber dari wahyu

    Allah.38

    Al-Quran dan Sunnah sebagai warisan pusakan Nabi yang wajib

    dipegang teguh.

    Aku telah tinggalkan (warisan) di tengah-tengah kalian dua

    perkara yang jika kalian berpegang teguh kepada keduanya maka

    kalian tidak akan tersesat. Keduanya adalah Kitab Allah dan

    sunnah Nabi-Nya. 39

    Rasulullah SAW memotivasi untuk memperhatikan periwayatan hadis-

    hadis yang disampaikannya baik perhatian berbentuk riwa>yah maupun

    dira>yah.40

    Hendaknya orang-orang di antara kalian yang hadir dan

    menyaksikan, menyampaikannya kepada yang tidak hadir.41

    11. Peringatan keras (tarh}i>b) Rasulullah terhadap kedustaan dalam periwayatan

    hadis. Nabi SAW bersabda:

    37

    Hadis dalam Tarjim al-Bab yaitu Bab (25) Tah}rid} al-Naby S}alallahu alaihi wa Sallam wafd Abd al-Qais ala an yahfaz}uw al-iman wa al-ilm wa yukhbiruw man wara>ahum. Wa qa>la Malik bin al-Huwairith: Qala al-Naby S}alallahu alaihi wa Sallam Irjiuw ila> ahli>kum wa allimu>whum, al-Jami al-Sahih. Vol 1, 48. Juga hadis nomor 685. Al-Jami Vol. 1, 227 38

    ( ) Abu Abd Allah Ibn Yazid Ibn Majah, nomor. 4604 39

    HR. Malik dalam al-Muwatha (2/899) secara mursal, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/93)

    secara mutashil marfu dan disahihkan al-Albani dalam Sahih al-Jami no. 2937. Merujuk takhrij Rabi bin Hady al-Madkhaly dalam Hujjiyah Khabar al-Ahad fi al-Aqaid wa al-Ahkam (Kairo: Dar al-Minhaj, cet. 1, 2005 M) h. 15 40

    Ilmu riwa>yah al-hadith adalah ilmu hadis yang berkaitan proses dan mekanisme transmisi

    (periwayatan) hadis. Sedangkan Ilmu dira>yah hadith adalah ilmu hadis yang berkaitan dengan cara mengetahui kondisi dan kualitas sanad (perawi) hadis dan matan (yang diriwayatkan)nya.

    Lihat Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Al-Wasi>t} fi Ulu>m wa Must}ola>h al-H{adi>th (Jeddah : Alam al-Marifah li an-Nasyr wa at-Tauzi, Cet. 1, 1403 H/1983 M), hlm. 24-25. Nuruddin itr, Manh}aj. 30-32 41

    Al-Bukhari, S{ahi>h al-Bukh>ari. Vol 1, 55. Hadis nomor 105

  • Sesungguhnya berdusta atas nama diriku tidak sama seperti kedustaan atas nama salah seorang di antara kalian. Barangsiapa yang berdusta atas

    namaku dengan sengaja, maka hendaklah dia menyiapkan tempat

    duduknya di neraka.42

    B. Interaksi Para Sahabat dalam melakukan talaqqy hadis

    Interaksi para sahabat dengan Nabi cukup intens selama berlangsungnya

    as}r al-wahy wa al-takwi>n (masa turunnya wahyu dan pembentukan sunnah).

    Peran Rasul SAW sebagai pembawa risalah dan contoh hidup (living guide)43

    menjadi magnet, episentrum dan inti yang menjadi poros kehidupan sahabat

    di sekitarnya. Hal ini melahirkan sikap al-ittiba wa al-iqtida yang kuat.

    Metode talaqqy hadis para sahabat dari Nabi SAW, paling tidak ada tiga

    macam yaitu;

    1- Metode al-musha>fahah wa al-sima (mendengar langsung apa yang

    disampaikan oleh Nabi SAW). Dalam periwayatannya, para sahabat

    menggunakan ungkapan (sighat), seperti: samitu Rasulullah SAW

    yaqu>lu, atau qa>la Rasulullah SAW atau Haddathana Rasulullah SAW.

    2- Metode al-Mushahadah (melihat dan mengamati langsung) terhadap

    perbuatan (afal), keadaan (ahwal) dan kesepakatan (taqrir) Nabi

    SAW. Dalam periwayatannya, para sahabat menggunakan ungkapan

    (sighat), seperti: ka>na Rasulullah SAW yafalu kadha, atau Raaitu

    Rasulullah SAW kadha.atau ka>na Rasulullah SAW.

    Untuk dua metode di atas, ada beberapa sahabat yang secara khusus

    selalu menyertai Nabi SAW untuk mendapatkan hadis-hadisnya

    seperti yang dilakukan Abu Hurairah.44

    Ada pula diantara sahabat

    berinisiatif untuk menanyakan suatu masalah kepada Nabi. Bahkan

    bagi orang yang tinggalnya jauh di luar kota Madinah melakukan

    rihlah menghadap Nabi untuk mendapatkan hadis sebagai solusi

    masalah mereka. Seperti yang dilakukan oleh Uqbah bin al-Harith.45

    42

    Ibid., Vol 1, 397-398. Hadis nomor 1291 43sebagaimana Aisyah menyebutnya kana khuluquhu al-Quran. 44

    Abu Zahwu. Al-Hadith wa al-Muhaddithun, 51 45

    HR. Al-Bukhari 1/48-49. Hadis nomor 88.

  • Para sahabat juga mengajarkan hadis langsung kepada anak-anaknya

    sebagaimana mereka mengajar ilmu menulis.46

    3- Metode al-tahamul bi al-wa>sitah (mendapatkan hadis Nabi melalui

    perantaraan para sahabat lain). Ketidakhadiran sebagian sahabat saat

    hadis disampaikan bisa disebabkan beberapa faktor, misalnya karena

    keterlambatan masuk Islam atau usia muda sehingga ada beberapa

    peristiwa yang tidak dialami bersama Rasulullah. Contohnya Abu

    Hurairah masuk Islam pada peristiwa Khaibar yaitu tahun ke-7 H.47

    Abu Hurairah RA selain langsung mendapatkan hadis dari Rasulullah

    SAW, juga mendapatkan sebagian hadis Nabi dari para sahabat senior

    seperti Abubakar, Umar, Abdullah bin Sala>m, Aisyah, dll.48

    Demikian juga, ada sahabat lain yang meriwayatkan hadis melalui

    perantaraan Abu Hurairah RA seperti Ibn Abbas, Anas bin Malik,

    Jabir bin Abdillah.49 Ada juga di antara para sahabat yang karena

    kesibukannya tidak bisa selalu menghadiri majlis ilmu Rasulullah

    SAW. Namun, mereka berusaha untuk tidak ketinggalan informasi

    hadis, sebagaimana Umar bin al-Khattab dengan tetangganya dari

    kalangan Ansar saling bergantian jadwal hadir dalam majelis Nabi

    kemudian saling menginformasikan hasilnya.50

    Dalam periwayatannya, para sahabat yang mendapatkan hadis Nabi

    SAW dengan cara ini terkadang melakukan irsal (meng-isnad-kan

    hadis langsung kepada Rasulullah SAW tanpa menyebutkan nama

    sahabat sebagai perantara) dengan menggunakan ungkapan (sighat),

    seperti: ka>na Rasulullah SAW...., atau qa>la Rasulullah SAW. Dalam

    46

    Sebagaimana Saad bin Abi Waqqas mengajarkan hadis seperti mengajarkan menulis kepada anak-anaknya Lihat hadis al-Bukhai 2/312 nomor 2822

    47

    Muhammad bin Hiban bin Ahmad,Abu Hatim al-Bustiy (w. 354 H). Masha>hir Ulama> al-Ams}a>r wa Ala>m Fuqaha> al-Aqt}a>r. Ed. Marzuq Ali Ibra>hi>m (al-Mans}urah: Darl-Wafa, Cet.1, 1411 H/1991 M), 35. Berbagai versi nama Abu Hurairah dapat dilihat dalam kitab ini. 48

    Abu al-Qa>sim Ali bin al-Hasan Ibn Asa>kir (w. 571). Ta>rikh Dimasq. Vol. 67, Ed.Amr bin Gharamah al-Maruf (Beirut : Dar al-Fikr, 1415 H/1995 M), 295 49 Yusuf bin Abd al-Rahman bin Yusuf al-Mizzy (w. 742 H). Tahdhi>b al-Kama>l fi Asma> al-Rija>l. Vol. 34. Ed. Basha>rAwwa>d f (Beirut: Muassasah al-Risalah, Cet.1, 1400 H/1980 M), 371. Biografi Abu Hurairah dalam Kitab ini dapat dibaca sejak halaman 366 50

    1/49 nomor 89

  • ilmu hadis, hal ini diperbolehkan khusus untuk para sahabat

    sebagaimana pendapat para imam ahli hadis51

    merujuk kaidah

    sahabat seluruhnya adil ( ) 52

    Yang menarik adalah adanya beberapa Sahabat Nabi SAW yang

    berstatus kafir ketika tahammul dan telah berstatus muslim ketika al-

    ada. Contohnya: Jubair bin Muthim53 dan Abu Sufyan54. Mereka

    mengingat dan menyampaikan peristiwa terkait Rasulullah SAW yang

    mereka alami saat belum masuk Islam dan menyampaikannya kepada

    perawi berikutnya saat berstatus muslim sebagai sahabat Rasulullah

    SAW.

    Semangat para sahabat dalam melakukan talaqqy hadis dari Nabi

    disebabkan beberapa faktor antara lain:

    1. Kekuatan motivasi religius dalam diri para sahabat.55 Keyakinan para

    sahabat terhadap kedudukan Rasul dan hadis-hadisnya dalam Islam.

    Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad sebagai utusan (Rasul)

    yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, menyucikan jiwa dan

    perilaku mereka serta mengajarkan ilmu al-kitab dan al-hikmah setelah

    sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.56

    Allah SWT

    telah menetapkan bahwa Rasululah sebagai pribadi agung57

    dan menjadi

    teladan (uswah h}asanah) yang harus dicontoh dan diikuti

    51

    Ibn Hajar al-Asqala>ny, al-Nukat ala Kitab Ibn al-S{alah.. Vol. 2. Ed. Rabi> bin Ha>dy al-Madkhaly (Madinah: Imadah al-Bahth al-Ilmy bi al-Ja>miah al-Islamiyah, Cet. 1, 1404 H/1984 M), 548 52 Ibrahim bin Musa bin Ayyu>b al-Abna>sy. Al-Shadh al-Fiya>h min Ulum Ibn S{alah.Vol. 2. Ed. S{ala>h Fathy Halal. (Beirut: Maktabah al-Rushd, Cet. 1, 1418 H), 294 53

    Hadis Nomor 1664 Shohih al-Bukhari, ed. Muhibuddin al-Khatib, 1/510. Dalam hadis ini, Jubair bin Muthim menceritakan tentang dirinyasaat masih jahiliyahyang kehilangan ontanya dan mencarinya hingga melihat Nabi yang saat itu wuquf di hari Arofah. Juga hadis no. 4023 Shohih al-Bukhari, ed. Muhibuddin al-Khatib, 3/95. Dalam hadis ini Jubair bin Muthimsaat masih kafirmendengar Rasulullah membaca Surat ath-Thuur pada saat sholat Maghrib dan saat itulah bibit iman mulai tumbuh dalam hatinya. 54

    Hadis panjang dari Abu Sufyan yang menceritakan kisahnya menghadap Heraklius dan

    menceritakan tentang Nabi Muhammad yang baru diutus. Hadis nomor 6 juz 1/hlm. 16-17 55

    Itr, 37 56

    Al-Quran, 3: 164, 62: 2 57

    Ibid., 68:4

  • perikehidupannya oleh orang-orang yang beriman.58

    Mengikutinya

    merupakan manifestasi cinta kepada Allah .59

    Allah SWT menetapkan

    pelimpahan otoritas kepada Rasulullah SAW untuk menjelaskan (tabyi>n)

    al-Quran.60

    Demikian pula, penetapan otoritas penetapan hukum (tashri)

    kepada Rasulullah.61

    Perintah untuk berhukum kepada keputusannya

    ketika terjadi perbedaan pendapat dan perselisihan.62

    Penetapan hak

    ketaatan kepada Rasulullah SAW. Kewajiban taat tersebut sebagaimana

    kewajiban mereka untuk taat kepada Allah SWT.63 Penegasan otoritas

    hukum dan hak ketaatan ini disertai ancaman penegasian iman64

    ,

    penetapan sifat hipokrit dalam keimanan (nifa>q) bagi mereka tidak

    mengakuinya.65

    Tentu saja, ayat-ayat tersebut melahirkan perubahan

    worldview baru dari jahily menjadi islamy, memotivasi interaksi yang

    intens para sahabat dengan sunnah Rasulullah dalam semua segi

    kehidupannya dan mengamalkannya sebagai way of life dan tradisi baru

    dalam peradaban mereka. Selanjutnya, mereka menjaga otentitas sunnah

    tersebut sebagai panduan dan hikmah kehidupan yang akan diwariskan

    kepada generasi berikutnya.

    2. Kekuatan motivasi (targhib) Rasulullah SAW untuk mengikuti

    sunnahnya, menghafal dan meriwayatkannya. Rasulullah SAW bersabda:

    Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengarkan sesuatu dari kami kemudian menyampaikannya seperti apa yang

    didengarnya. Boleh jadi orang yang disampaikan kepadanya

    sesuatu lebih paham dari orang yang mendengarnya (langsung dari

    sumber).66

    58

    Ibid., 33:21 59

    Ibid., 3: 31 60

    QS. 16: 44 61

    Ibid., 24: 63, 4: 65, 59: 7 62

    Ibid., 4: 59 63

    Lihat al-Quran, 3:: 64, 4: 59, 69, 80, 8: 60, dll. 64

    Ibid., 3: 65 65

    Ibid., 3: 61 66

    Muhammad bin Isa At-Tirmidzi. Sunan Al-Tirmi>dzi>, Juz 5, ed. Ahmad Muhammad Syakir, dkk. (Beirut: Dar Ihya Al-Turats al-Araby, tanpa tahun), 34

  • Motivasi juga berbentuk informasi tentang kedudukan yang mulia bagi

    para ahli hadis yang mengemban misi sebagai penjaga eksistensi sumber

    syariat dalam matan-matan riwayat. Rasulullah SAW bersabda:

    Ilmu ini akan diemban oleh orang-orang yang adil di setiap generasi. Mereka menolak penyimpangan yang dilakukakan orang-

    orang yang ekstrim, pemalsuan yang disisipkan (intih{a>l) dari para pendusta (al-mubt{ilu>n)dari sekte-sekte yang bidah dan interpretasi (tawi>l) dari orang-orang bodoh.67

    Kesadaran dan tanggung jawab untuk berpegang teguh kepada sunnahnya

    dan menjaga dan mendakwahkan selalu diingatkan oleh Rasulullah kepada

    para sahabat.

    C. Kuantitas Periwayatan Sahabat

    Masing-masing sahabat berbeda-beda kuantitas periwayatan hadisnya

    dari Rasulullah kepada generasi berikutnya (tabiin). Berikut daftar nama para

    sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis Rasulullah SAW: 68

    A. Sahabat yang menghafalkan hadits lebih dari 1000 hadis;

    1) Ab Hurayrah (Abdurrahman) Rad}iyallahu anhu, beliau wafat tahun 59

    H pada usia 78 tahun. Beliau meriwayatkan 5374 hadis. Murid beliau

    berjumlah hampir 800 orang. Al-Bukhari mencantumkan sekitar 1115

    hadisnya dalam al-Ja>mi al-S{ah}i>h}.

    2) Abdullah bin Abbas Rad}iyallahu anhu, beliau wafat tahun 68 pada usia

    71 tahun. Beliau meriwayatkan 2660 hadis. Al-Bukhari mencantumkan

    sekitar 780 hadisnya dalam al-Ja>mi al-S{ah}i>h}.

    67

    Sulaiman bin Ahmad al-Thobary. Musnad Al-Samiyin. Juz 1, ed. Hamdy bin Abdul Majid as-Salafy (Beirut: Muassasah ar-Risalah, Cet. 1, 1405 H/1984 M), 344. Hadis Hasan ghorib, lihat catatan Abu Muadz dalam Jalaluddin As-Suyuthi. Tadri>b al-Ro>wy fi Syarh taqri>b al-Nawawi>, Juz 1, (al-Riyadh: Dar al-Ashimah, 1423 H), 511 68

    Abdul Ghoffar al-Rehmani.Pengantar Sejarah Tadwin (Pengumpulan) Hadis.The Compilation of Hadeeth.Alih bahasa; Abu Salma bin Burhan Yusuf al-Atsary (Malang: Maktabah Abu Salma) dalam http://dear.to//abusalma., 11-13

  • 3) A`isyah ash-Shiddiqah Rad}iyallahu anha, beliau wafat tahun 58 pada

    usia 67 tahun. Beliau meriwayatkan 2210 hadis. Al-Bukhari

    mencantumkan sekitar 970 hadisnya dalam al-Ja>mi al-S{ah}i>h}.

    4) Abdullah bin Umar Rad}iyallahu anhu, beliau wafat tahun 73 pada usia

    84 tahun. Beliau meriwayatkan 1630 hadits. Al-Bukhari mencantumkan

    sekitar 570 hadisnya dalam al-Ja>mi al-S{ah}i>h}.

    5) Jabir bin Abdullah Rad}iyallahu anhu, wafat tahun 78 pada usia 94

    tahun. Beliau meriwayatkan 1560 hadits. Al-Bukhari mencantumkan

    sekitar 340 hadisnya dalam al-Ja>mi al-S{ah}i>h}.

    6) Anas bin Malik Rad}iyallahu anhu, wafat tahun 93 pada usia 103 tahun.

    Beliau meriwayatkan 1286 hadis.Al-Bukhari mencantumkan sekitar 800

    hadisnya dalam al-Ja>mi al-S{ah}i>h}.

    7) Ab Said al-Khudri Rad}iyallahu anhu, wafat tahun 74 pada usia 84

    tahun. Beliau meriwayatkan 1170 hadis. Al-Bukhari mencantumkan

    sekitar 152 hadisnya dalam al-Ja>mi al-S{ah}i>h}.

    B. Sahabat yang menghafalkan hadits antara 500 sampai 1000 hadits.

    1) Abdullah bin Amr bin Ash Rad}iyallahu anhu (w. 63H)

    2) Ali bin Abi Thalib Rad}iyallahu anhu (w. 40H), dan

    3) Umar ibn al-Khaththab Rad}iyallahu anhu (w. 33H).

    C. Sahabat yang meriwayatkan lebih dari 100 hadits namun kurang dari 500.

    1) Ab Bakr ash-Shiddiq Rad}iyallahu anhu (w. 13H)

    2) Utsman bin Affan Dzn Nrayni Rad}iyallahu anhu (w. 36H)

    3) Ummu Salamah Rad}iyallahu anha (w. 59H)

    4) Ab Msa al-Asyari Rad}iyallahu anhu (w. 52H)

    5) Ab Dzarr al-Ghifari Rad}iyallahu anhu (w. 32H)

    6) Ab Ayyb al-Anshari Rad}iyallahu anhu (w. 51H)

    7) Ubay bin Kaab Rad}iyallahu anhu (w. 19H), dan

    8) Muadz bin Jabal Rad}iyallahu anhu (w. 81H)

  • Faktor yang mempengaruhi banyaknya periwayatan hadis dari masing-

    masing sahabat, minimal dipengaruhi oleh dua hal yaitu: (a) faktor ketika al-

    tahammul, dan (b) faktor ketika al-ada>. Faktor yang mempengaruhi ketika al-

    tahammul misalnya lamanya menyertai kehidupan Nabi SAW (lama masuk

    Islam), kemampuan menghafal, keahlian menulis/mencatat hadis, kesempatan

    waktu untuk menyertai Nabi, konsentrasi untuk menuntut ilmu, dan doa khusus

    oleh Nabi SAW. Sementara faktor ketika al-ada> antara lain kesempatan untuk

    membuka majlis ilmu, umur (lama hidup di tengah masa tabiin), sikap pribadi

    terkait pembatasan periwayatan (taqli>l al-riwa>yah), kesibukan, kualitas dan

    kuantitas catatan dan hafalan, serta kuantitas dan kualitas para murid.

    D. Diskursus tentang hukum mencatat hadis di era Rasulullah SAW

    Polemik yang muncul berkaitan dengan hukum mencata hadis di masa

    Nabi SAW didasari adanya beberapa hadis yang kontradiktif antara melarang dan

    membolehkan.Di antara hadis yang melarang adalah hadis dari Abu Said al-

    Khudry RA bahwa Nabi SAW bersabda:

    .

    Janganlah kalian menulis dariku (selain al-Quran). Barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain al-Quran, hendaklah menghapusnya. Sampaikan hadis dariku dan tidak apa-apa. Barangsiapa yang berdusta

    atas namakuHimam berkata, aku menyangka beliau bersabdamaka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.

    69

    Sementara hadis yang menunjukkan kebolehan adalah hadis dari Abu

    Hurairah RA:

    70

    Tidak ada seorang sahabat Nabi SAW pun yang lebih banyak hadisnya

    dari padaku selain Abdullah bin Amr, karena dia menulis (hadis) sementara saya tidak menulis.

    69

    HR. Muslim Kitab al-Zuhd 3/ 2298 70

    Hadis riwayat Bukhari 1/57, Kitab al-ilm Bab Kitabah al-Ilm, hadis no. 113

  • Juga hadis dari Abdullah bin Amr bin al-Ash RA:

    Dulunya saya menulis semua (hadis) yang saya dengar dari Rasulullah

    SAW yang ingin saya jaga dan hafalkan. Tetapi orang-orang Qurays

    kemudian melarang saya melakukannya dan berkata: Apakah kamu hendak menulis semua yang kamu dengar dari Rasulullah SAW padahal

    beliau (juga) seorang manusia yang bisa saja bersabda dalam keadaan

    marah atau senang. Maka akupun menahan diri (untuk tidak menulis)

    hingga aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW, kemudian

    sambil berisyarat menunjuk bibirnya, Beliau bersabda: Tulislah, maka demi Zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, tidaklah keluar darinya

    selain kebenaran. 71

    Juga hadis tentang permintaan seorang pria dari Yaman yang bernama

    Abu Shah yang meminta catatan teks pidato Nabi SAW saat Fath al-Makkah

    kemudian Nabi bersabda:

    Tulislah untuk Abu Fulan (yaitu Abu Syah) 72

    Sejalan dengan pendapat Itr, bahwa keberadaan hadis-hadis baik yang

    menetapkan larangan mencatat hadis ataupun sebaliknya yang memberikan ijin,

    sama-sama valid, sehingga dari aspek thubu>t keduanya tidak diragukan

    kesahihannya.73

    Yang menjadi masalah adalah bagaimana solusi dari taa>rud}

    z}ahi>ry dalam dua versi hadis tersebut.74

    71

    HR. Abu Dawud dalam Sunannya Kitab al-Ilm bab Kitabah al-Ilm no. 3629. 72

    Al-Bukhari.Al-Jami al-Sahih.Vol. 1, 56. Hadis nomor 112 73

    Itr. Manhaj al-Naqd, 41. Muhammad Ajaj al-Khatib.menyebut 3 hadis tentang larangan menulis hadis dan 8 hadis tentang ijin dan kebolehan menulis. Lihat Al-Sunnah Qabla al-Tadwin, 303-305 74Taa>rud} ada dua macam yaitu al-taa>rud}} al-h}aqi>qi>y (kontradiksi substansial) dan al-taa>rudal-z}ahiry (kontradiksi tekstual). Taa>rud} hakiki terjadi jika memenuhi empat hal; (1) kontradiksi sempurna antara dua dalil, (2) hujjiyah dalam dua dalil yang kontradiksi, (3) kesamaan level antara dua dalil tersebut, (4) kesatuan waktu dan tempat yang menjadi konteks terjadinya

    kontradiksi. Mayoritas ulama usul, ahli hadis dan ulama fikih menegasikan kemungkinan adanya

  • Di antara dalil yang dikemukakan oleh ulama yang menolak adanya

    taa>rud haqiqy adalah:

    1- Hadis Nabi juga wahyu (QS.35: 3-4). Sementara wahyu dari Allah telah

    dinegasikan dengan tegas adanya saling berkontradiksi dalam Surat al-

    Nisa ayat 82.

    2- Adanya perintah mengembalikan urusan kepada Allah (al-Quran) dan

    kepada Rasul (sunnah) dalam menyelesaikan perselisihan masalah (QS,4:

    59) akan percuma jika secara hakiki kedua sumber tersebut kontradiktif.

    3- Jika terjadi taa>rud haqiqy antar sumber tashri maka implementasi dari

    pembebanan syariat menjadi di luar kemampuan manusia.

    4- Ulama us}ul menetapkan metode tarjih dan nashk dalam masalah taa>rud}

    adillah. Jika benar taa>rud terjadi secara hakiki, maka metode tersebut

    tidak valid dan tidak perlu ada.

    Idri mengkompilasikan beragam pendapat ulama untuk menjelaskan dua

    versi hadis yang tampak bertentangan tersebut, sebagai berikut:

    a) Larangan menulis hadis terjadi pada periode permulaan, sedangkan izin

    penulisannya diberikan pada periode akhir kerasulan;

    b) Larangan penulisan hadis itu ditujukan bagi orang yang kuat hafalannya

    dan tidak dapat menulis dengan baik, serta dikhawatirkan salah dan

    bercampur dengan al-Quran. Izin menulis hadis diberikan kepada orang

    yang pandai menulis dan tidak dikhawatirkan salah serta bercampur

    dengan al-Quran;

    taa>rud} h}aqi>qy antara nash-nash yang sahih. Taa>rud} yang mungkin terjadi adalah pada dhohir masalah dalam teks dan pada pandangan (perspektif) mujtahid. Imam Syafii yang menolak adanya pertentangan antara hukum-hukum Allah dan hukum-hukum Rasul-Nya beralasan bahwa

    semua hukum tersebut berjalan di atas satu konsep yang sama (mithal wahid). Ash-Shatiby yang juga menolak hal tersebut merujuk kepada keadaan masing-masing mujtahid yang tidak masum (terjaga) dari kesalahan dalam berpendapat sehingga muncul kemungkinan klaim taa>rud} antardalil itu dalam perspektif mereka. Demikian pula penolakan Imam syafii, Ibnu Khuzaimah,

    al-Qadi Abubakar al-Baqilany, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, dll. Lihat Ash-Shafii, Al-Risalah, ed. Ahmad Shakir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, ttp), 173, Sulaiman bin Muhammad al-Dabikhy. Ahadith al-Aqidah Allati Yuwham Z}ahiruha al-Taa>rud} fi> Sah{ih}ain; Dirasatun wa Tarjih (T{a>if: Maktabah Dar al-Bayan al-Hadithiyah, cet.1, 1422 H/2001 M ), 35-36, Nafiz Husain Hammad, Mukhtalaf al-Hadith baina al-Fuqaha wa al-Muhaddithin (al-Mashurah: Dar al-Wafa, cet. 1, 1414 H/1993 M), 26, Abdul Majid Muhammad Ismail, Al-Suwsuh, Abdul Majid Muhammad Ismail. Manhaj al-Taufiq wa al-Tarjih Baina al-Mukhtalaf al-Hadith wa Atharuhu fi al-Fiqh al-Islamy (ttp: Dar al-Nafais, ttt), 43,87

  • c) Larangan itu ditujukan bagi orang yang kurang pandai menulis

    dikhawatirkan tulisannya keliru, sementara orang yang pandai menulis

    tidak dilarang menulis hadis;

    d) Larangan menulis hadis dicabut (di-mansukh) oleh izin menulis hadis,

    karena tidak dikhawatirkan tercampurnya catatan hadis dengan al-Quran

    e) Larangan itu bersifat umum, sedangkan izin menulis hadis bersifat khusus

    kepada para sahabat yang dijamin tidak akan mencampurkan catatan

    hadis dan catatan al-Quran.

    f) Larangan ditujukan untuk kodifikasi formal sedangkan izin ditujukan

    untuk sekedar dalam bentuk catatan yang dipakai sendiri;

    g) Larangan berlaku ketika wahyu masih turun, belum dihafal dan dicatat,

    Adapun ketika wahyu yang turun sudah hafal dan dicatat maka penulisan

    hadis diizinkan.75

    Demikianlah, secara umum pendekatan yang ditawarkan oleh sejumlah

    ulama hadis adalah metode al-jamu wa al-tawfiq (kompromi) dan metode na>sikh

    wa al-mansu>kh (abrogasi).76 Metode al-jamu wa al-tawfiq dapat menggunakan

    perspektif a>>m-khas}. Larangan penulisan bersifat umum kepada para sahabat

    yang mayoritas masih ummy, sementara ijin diberikan secara khusus kepada

    beberapa sahabat yang memiliki keahlian menulis dengan catatan yang cermat

    dan teliti, seperti Abdullah bin Amr bin al-Ash.77 Interpretasi dengan perspektif

    a>>m-khas} juga menjelaskan bahwa larangan ditujukan bila penulisan dilakukan

    dalam catatan (sahifah) yang sama dengan al-Quran sementara kebolehan

    diberikan bila catatan dilakukan secara tersendiri. Hal ini untuk menghindari

    campur-baur (ikhtila>t}) dan kesamaran (shubhah) bagi yang membaca.

    Adapun dengan metode naskh (abrogasi) sunnah dengan sunnah dimakna

    bahwa larangan sebagai ketentuan awal kemudian dibolehkan seiring dengan

    semakin besarnya kuantitas hadis sehingga semakin sulit terjaga jika

    mengandalkan hafalan saja.78

    Al-Ramahurmudzimengutip Itrbahwa naskh

    75

    Idri, Studi Hadis (Jakarta: KencanaPrenada, 2010), 37-38 76

    Metode tarjih tidak ditempuh oleh para ulama hadis karena dari aspek thubut setara validitasnya. 77

    Ibid. Manhaj, 41 78Azamy. Dirasat, 79. Itr, 42

  • terjadi karena masalah kesibukan dan fokus perhatian dalam penjagaan al-Quran

    diawal hijrah, kemudian diperbolehkan setelah bebas dari kekhawatiran

    tersebut.79

    Walaupun demikian, pendekatan na>sikh-mansu>kh masih menyisakan

    persoalan karena kontroversi tersebut masih berlangsung di antara para sahabat

    dan tabiin setelah Nabi SAW wafat.80 Demikian pula sulit untuk memastikan

    kronologis waktu sejarah penetapan larangan dan kebolehan dalam hadis yang

    kontradiktif tersebut.81

    Oleh karena itu pendekatan yang paling tepat dalam masalah ini adalah

    al-jamu wa al-tawfiq (mengkompromikan).82 Dengan melihat bahwa masalah ini

    bukan terkait dengan ubudiyah dan larangan penulisan itu bukanlah keharaman

    pada substansi perbuatannya. Jika larangan menulis bersifat substansial, maka

    tidak akan ada ijin dipihak lain untuk menulisnya. Oleh karena itu, larangan dan

    ijin bersifat kondisional berkaitan dengan faktor sebab (illat) tertentu. Sementara

    hukum itu yadu>ru maa illatihi wujudan wa adaman. Menurut pendapat yang

    dipilih oleh Itr sebabnya adalah kekhawatiran terhadap melemahnya perhatian

    dan konsentrasi kepada penjagaan dan periwayatan al-Quran.83Azamy juga

    menguatkan sebab larangan pendapat ini dengan menyebut bahwa illat-nya

    adalah masalah iltibas catatan selain al-Quran dengan al-Quran. Agumennya

    adalah; (a) Adanya penulisan al-Quran dan hadis yang berlangsung dengan imla

    (dikte) dari Nabi. Aktivitas penulisan hadis berlangsung secara mutawa>tir di

    kalangan sahabat, seperti ketika Nabi meng-imla-kan surat-surat dan dokumen

    administrasi kenegaraan. Ini menunjukkan bahwa larangan tidak bersifat umum

    untuk seluruh penulisan hadis, tetapi hanya bentuk peringatan untuk tidak

    menulis sesuatu bercampur dengan penulisan al-Quran seperti catatan berkaitan

    79

    Itr, 42 80

    Menurut data yang disampaikan oleh Azamy dari al-Khatib al-Baghdady, terdapat beberapa sahabat yang tidak setuju dengan penulisan hadis, di antaranya; Abu Said al-Khudry, Abdullah

    bin Masud, Abu Musa al-Ashary, Abu hurairah, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar. Sementara dari kalangan tabiin tersebut nama; Abu al-Aliyah, Ibrahim al-Nakhay, al-Amashy, Ibn Sirin. Lihat Azamy. Dirasat, 74-75 81

    Penetapan waktu mana yang terlebih dahulu antara ketetapan larangan atau pembolehan masih

    bersifat asumtif dan interpretatif dari kalangan ulama yang setuju dengan solusi nasikh-mansukh.

    Lihat Rishwan. Kitabah, 144 82Lihat Itr, 43, Azamy, 79 83

    Ibid., 43

  • dengan tafsirnya agar tidak terjadi iltibas.(b) Adanya pembolehan pencatatan

    hadis oleh Nabi dalam sejumlah hadis sahih.84

    Pendapat kedua pakar tersebut dapat dibenarkan melihat perbedaan

    ijtihad para sahabat dan ulama berikutnya dalam menetapkan adanya illat ini

    pada realitas (wa>qi) setelah Rasul wafat. Para ulama yang tidak setuju penulisan

    apa saja selain al-Quran agar berkosentrasi sepenuhnya difokuskan kepada

    penulisan dan penjagaan al-Quran dan agar tidak terjadi percampuran teks al-

    Quran dengan teks lainnya dalam catatan naskah yang sama.85Sementara bagi

    ulama yang membolehkan juga tidak menolak alasan ini, namun mereka

    menempatkannya kekhawatiran ini secara proporsional dengan bersikap cermat,

    teliti dan hati-hati dalam pencatatan. Azamy merujuk pendapat Khatib al-

    Baghdady bahwa alasan ketidaksetujuan penulisan hadis berdasarkan pandangan

    pribadi dan kondisi spesifik yang melatarbelakangi. Pada umumnya karena

    penjagaan orisinalitas catatan al-Quran.86

    Pada masa Nabi, para sahabat mencatat untuk keperluan pribadi dan

    diwariskan kepada keluarganya serta tidak dipublikasikan secara umum. Setelah,

    masa kodifikasi al-Quran sukses dan telah menyebar secara massif, mulailah

    sahabat yang mencatat hadis mempublikasikan dan meriwayatkan hadis untuk

    umum.87

    E. Bentuk dan Bukti Pencatatan hadis di Masa Nabi SAW

    Pada masa Nabi SAW, metode pemeliharan atau penjagaan hadis (al-hifz})

    yang dilakukan oleh sahabat dilakukan dengan tiga cara yaitu penjagaan secara

    hafalan (hifz} fi al-sudu>r) dan penjagaan secara tertulis (hifz} fi al-sutu>r) serta

    penjagaan secara praktik (hifz} fi al-tat}bi>q al-amaly).

    Ketiga metode diatas saling menunjang dan saling menyempurnakan.

    Namun demikian, metode umum yang dipakai oleh mayoritas sahabat adalah

    dengan metode hafalan dan praktek. Namun demikian, para sahabat yang

    84Azamy, 79 85

    Rishwan.Kitabah, 146-147 86Azamy. Dirasat., 83 87

    Itr. Manhaj al-naqd, 45

  • menggunakan metode tulisan/catatan tidaklah sedikit.Menurut Itr, jumlah para

    sahabat yang mencatat hadis jumlahnya mencapai status mutawatir.88

    Namun,

    Itr tidak merinci jumlahnya. Dalam penelitiannya, Azamy menyampaikan data

    sebanyak 99 orang sahabat yang menulis hadis serta catatan hadis yang

    diriwayatkan dari mereka.89

    Pencatatan hadis di masa Nabi SAW secara umum ada dua macam, yaitu:

    Pertama, pencatatan dibawah perintah Nabi yaitu berupa dokumen resmi

    dan formal kenegaraan seperti kontrak sosial (al-wathi>qah), surat perjanjian (al-

    mua>hadah), surat kenegaraan yang dikirim kepada raja-raja (al-risa>lah).90

    Diantara contohnya adalah piagam Madinah (Wathi>qah al-Madi>nah) yang

    merupakan dokumen kenegaraan yang memuat aturan hubungan antarwarga

    negara di atas prinsip toleransi beragama dan kerjasama sosial. Piagam perjanjian

    dengan kaum Nasrani Najran Demikian pula tata aturan hukum pidana, keuangan

    negara, dll.91

    Demikian pula catatan tentang khutbah Nabi saat Fath al-Makkah

    untuk salah seorang penduduk Yaman yang hadir yang bernama Abu Shah.92

    Kedua, pencatatan berdasarkan ijin Nabi SAW. Diantara mereka yang

    mendapatkan ijin adalah;

    (a) Abdullah bin Amr bin al-Ash (w. 63 H). Abdullah bin Amr bin al-Ash

    adalah sahabat yang biasa menemani Rasulullah SAW karena beliau juga

    termasuk salah seorang pencatat wahyu (al-Quran). Abdullah bin Amr

    bin al-Ash meminta ijin kepada Rasulullah untuk menulis hadis dan Nabi

    mengijinkannya. Abdullah bin Amr bin al-Ash menulis langsung

    dihadapan Nabi setiap hadis yang didengarnya sehingga ditegur salah

    seorang tokoh tetapi setelah dikonfirmasi kepada Rasulullah, sikap

    Abdullah bin Amr bin al-Ash dibenarkan oleh beliau.93 Bahkan

    88Itr.Manhaj al-Naqd, 40 89

    Lihat Azamy. Dirasat, 92-142 90

    Sebagaimana yang diteliti oleh Muhammad Hamidullah dalam Majmuah al-Wathaiq al-Siyasiyah li al-Ahd al-Nabawy (Beirut: Dar al-Nafais, cet. 6, 1987), 57. Tarikh Tadwin al-Sunnah, 35. Itr.Manhaj al-Naqd, 47-48 91

    HR. Bukhari 1/449. Hadis no. 1454 mengenai aturan zakat di zaman Abubakar yang merujuk

    ketentuan Rasulullah SAW. Demikian pula sahifah Amr bin Hazm yang memuat tentang aturan

    zakat yang dicatat saat beliau diutus Rasulullah SAW ke Yaman. Tarikh Tadwin, 37 92

    HR. Al-Bukhari 1/56. Hadis nomor 112 93

    Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata: Kuntu aktubu kulla shaiin asmauhu min Rasulillah SAW uridu hifzahu... Nabi membenarkan dengan sabdanya:Uktub fawaladhiy nafsy biyadih ma>

  • banyaknya catatan Ibn Amr bin al-Ash diakui oleh Abu Hurairah.94

    Catatan hadis yang dikumpulkan oleh Abdullah bin Amr bin al-Ash

    dikenal dengan nama al-Sahi>fah al-Sa>diqah.95

    (b) Ali bin Abi T{alib RA yang mendokumentasikan hadis dalam sah}i>fah

    kecil yang berkaitan dengan masalah diyat dan tawanan perang.

    (c) Sah}i>fah Saad bin Ubadah yang berisi tentang keputusan hukum yang

    ditetapkan saat bertugas di Yaman. Sebagaimana hal ini tersebut oleh al-

    Tirmidzi dalam sunannya.96

    Adanya pemeliharaan hadis khususnya pencatatannya di masa Nabi SAW

    tersebut dapat dibuktikan dengan adanya riwayat-riwayat yang sahih dan

    penemuan manuskrip sahifah beberapa sahabat Nabi SAW. Beberapa argumen

    ilmiah dan bukti empiris eksistensi hadis di era wahyu dan pembentukan hadis

    (As}r al-Wahy wa al-Takwi>n) ini ditampilkan oleh para peneliti hadis

    kontemporer seperti Azhamy, Mustafa al-SibaI, Muhammad Hamidullah, dll

    untuk menjawab skeptisme para orientalis khususnya dan kelompok inkar al-

    sunnah pada umumnya.

    kharaja minny illa> h}aqq. HR.Abu Dawud hadis nomor 3646, Ahmad (2/162, 192, 207 dan 210), al-Darimy nomor 490, dll. Lihat takrij-nya dalam Tarikh Tadwin, 42 94

    HR. Bukhari 1/57. Hadis nomor 113. Abu Hurairah berkata: Ma min Ash}a>b al-Naby SAW ah}adun akthar h}adi>than anhu minny illa> ma> ka>na min Abdillah bin Amr, Fainnahu ka>na yaktubu wa la aktubu. 95

    Itr. Manhaj, 45-46 96

    Ibid, 46

  • BAB III

    PENUTUP

    Kesimpulan

    1. Penerimaan, pemahaman, pengamalan dan periwayatan hadis oleh para

    sahabat sangat diperhatikan oleh Rasulullah SAW. Dalam konteks ini,

    Rasulullah memperhatikan banyak aspek dalam penyampaian hadis-

    hadisnya.

    2. Interaksi para sahabat dengan Nabi SAW dalam melakukan talaqy hadis

    melalui beberapa macam cara antara lain al-musha>fahah wa al-sima, al-

    Mushahadah dan al-tahamul bi al-wasitah. Ada banyak faktor yang

    memotivasi para sahabat untuk aktif dalam periwayatan hadis, di samping

    karena faktor kesadaran secara pribadi atas dasar motivasi religius, juga

    karena kekuatan targhib khusus dari Rasulullah SAW.

    3. Kontradiksi tekstual hadis-hadis antara versi yang melarang penulisan

    hadis dengan yang mengijinkan dapat diselesaikan dengan metode al-

    nasikh wa al-mansukh dan al-jamu wa al-tawfiq yang melahirkan

    beragam pendapat ulama.

    4. Tidak sedikit para sahabat yang mencatat hadis pada masa Nabi SAW.

    Kuantitas periwayatan hadis oleh masing-masing sahabat berbeda-beda

    karena banyak factor yang mempengaruhi ketika proses al-tahammul wa

    al-ada.

    5. Bentuk penjagaan riwayat hadis di masa Rasulullah SAW dilakukan

    secara hafalan (hifz} fi al-sudu>r) dan penjagaan secara tertulis (hifz} fi al-

    sutu>r) serta penjagaan secara praktik (hifz} fi al-tat}bi>q al-amaly). Adanya

    pencatatan hadis di masa Nabi SAW tersebut dapat dibuktikan dengan

    adanya riwayat-riwayat yang sahih dan penemuan manuskrip sahifah

    beberapa sahabat Nabi SAW.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Azamy. Dirasat fi al-Hadith al-Nabawy wa Tarikh Tadwi>nih (Beirut: al-Maktab al-Islamy, 1400 H/1980M)

    Abdul Ghoffar al-Rehmani.Pengantar Sejarah Tadwin (Pengumpulan) Hadis.The Compilation of Hadeeth.Alih bahasa; Abu Salma bin Burhan Yusuf al-Atsary (Malang: Maktabah Abu Salma) dalam

    http://dear.to//abusalma.

    Abdul Majid Muhammad Ismail, Al-Suwsuh, Abdul Majid Muhammad Ismail. Manhaj al-Taufiq wa al-Tarjih Baina al-Mukhtalaf al-Hadith wa Atharuhu fi al-Fiqh al-Islamy (ttp: Dar al-Nafais, ttt)

    Abu al-Qa>sim Ali bin al-Hasan Ibn Asa>kir (w. 571). Ta>rikh Dimasq. Vol. 67, Ed.Amr bin Gharamah al-Maruf (Beirut : Dar al-Fikr, 1415 H/1995 M)

    Abu Dawud, Sulaiman bin al-Ashath bin Isha>q al-Azdy al-Sijasta>ny. Sunan Abu Da>wud.Vol. 4. Ed. Muhammad Muhy al-Di>n Abd al-H{ami>d (Beirut: al-Maktabah al-As{riyah, ttp)

    Abu Syuhbah, Muhammad bin Muhammad. Al-Wasi>t} fi Ulu>m wa Must}ola>h al-H{adi>th (Jeddah : Alam al-Marifah li an-Nasyr wa at-Tauzi, Cet. 1, 1403 H/1983 M)

    Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal. Vol. 39. Ed. Shuaib al-Arnaut}, et.al (Beirut:Muassasah al-Risalah, Cet. 1, 1421 H/2001 M)

    al-Bukhari. Al-Jami As-Sahi>h.Vol. 1.ed. Muhibuddin al-Khatib (Kairo: Al-Maktabah as-Salafiyah,Cet. 1, 1400 H)

    Ash-Shafii, Al-Risalah, ed. Ahmad Shakir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, ttp)

    Hakim Ubaisan al-Mutairy. Tarikh Tadwin al-Sunnah wa Syubhah al-Mustasyriqin(Kuwait: Ja>miah al-Kuwait, cet. 1, 2002 M),

    Ibn Hajar al-Asqala>ny, al-Nukat ala Kitab Ibn al-S{alah.. Vol. 2. Ed. Rabi> bin Ha>dy al-Madkhaly (Madinah: Imadah al-Bahth al-Ilmy bi al-Ja>miah al-Islamiyah, Cet. 1, 1404 H/1984 M)

    Ibrahim bin Musa bin Ayyu>b al-Abna>sy. Al-Shadh al-Fiya>h min Ulum Ibn S{alah.Vol. 2. Ed. S{ala>h Fathy Halal. (Beirut: Maktabah al-Rushd, Cet. 1, 1418 H)

    Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana Prenada, 2010)

    Jalaluddin As-Suyuthi. Tadri>b al-Ro>wy fi Syarh taqri>b al-Nawawi>, Juz 1, (al-Riyadh: Dar al-Ashimah, 1423 H)

    Muhammad Aja>j al-Khatib, As-Sunnah Qabla al-Tadwi>n(Kairo: Maktabah Wahbah, cet. 2, 1408 H/1988 M)

  • Muhammad Ajaj al-Khatib. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin, 295 dan Rishwan Abu Zaid Mahmud. Kitabah al-Hadith al-Sharif fi Ahdy al-Nabi SAW (Kairo: Dar al-Bas}air, cet. 1, 2008M)

    Muhammad bin Hiban bin Ahmad,Abu Hatim al-Bustiy (w. 354 H). Masha>hir Ulama> al-Ams}a>r wa Ala>m Fuqaha> al-Aqt}a>r. Ed. Marzuq Ali Ibra>hi>m (al-Mans}urah: Darl-Wafa, Cet.1, 1411 H/1991 M)

    Muhammad bin Isa At-Tirmidzi. Sunan Al-Tirmi>dzi>, Juz 5, ed. Ahmad Muhammad Syakir, dkk. (Beirut: Dar Ihya Al-Turats al-Araby, tanpa tahun)

    Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Al-Wasi>t} fi Ulu>m wa Must}ola>h al-H{adi>th (Jeddah : Alam al-Marifah li an-Nasyr wa at-Tauzi, Cet. 1, 1403 H/1983 M)

    Muhammad Hamidullah dalam Majmuah al-Wathaiq al-Siyasiyah li al-Ahd al-Nabawy (Beirut: Dar al-Nafais, cet. 6, 1987)

    Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-H{adi>th wa al-Muh{addithu>n (Riyadh: Al-Riasah al-Ammah li Idarat al-Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta wa al-Dawah wa al-Iryad, 1404 H/1984 M)

    Muslim bin al-Haja>j Abu al-Hasan al-Qushairi al-Naisa>bu>ry. Al-Musnad al-Sah}i>h al-Mukhtas}ar bi Naql al-Adl an al-Adl ila> Rasul Allah S{alla> Allah alaih wa Sallam.Vol. 4.Ed. Muhammad Fuad Abd al-Ba>qy.(Beirut: Dar Ihya> al-Turath al-Araby, ttp)

    Muslim bin al-Hajja>j al-Qushairy al-Naisa>bu>ry, al-Musnad al-S{ahi>h al-Mukhtas}ar atau Sahih Muslim. Vol. 3. Ed.Muhammad Fuad Abd al-Ba>qy (Beirut: Dar Ihya> al-Turath al-Araby, tth)

    Mustafa al-SibaI. Al-Sunnah wa Makanatuha fi tashri al-Islamy (Beirut: al-Maktab al-Islamy, cet.3, 1402 H/1982 M)

    Nafiz Husain Hammad, Mukhtalaf al-Hadith baina al-Fuqaha wa al-Muhaddithin (al-Mashurah: Dar al-Wafa, cet. 1, 1414 H/1993 M)

    Nuruddin Itr, Manh}aj al-Naqd fi Ulu>m al-h}adith (Damaskus : Dar al-Fikr, Cet. 3, 1418 H/1997 M)

    Rabi bin Hady al-Madkhaly, Hujjiyah Khabar al-Ahad fi al-Aqaid wa al-Ahkam (Kairo: Dar al-Minhaj, cet. 1, 2005 M)

    Subhi al-S{a>lih.Ulum al-Hadith wa Must}alahuhu; Ard{un wa Dirasatun (Libanon: Matbaah al-Ulum, ttt)

    Sulaiman bin Ahmad al-Thobary. Musnad Al-Samiyin. Juz 1, ed. Hamdy bin Abdul Majid as-Salafy (Beirut: Muassasah ar-Risalah, Cet. 1, 1405

    H/1984 M)

    Sulaiman bin Muhammad al-Dabikhy. Ahadith al-Aqidah Allati Yuwham Z}ahiruha al-Taa>rud} fi> Sah{ih}ain; Dirasatun wa Tarjih (T{a>if: Maktabah Dar al-Bayan al-Hadithiyah, cet.1, 1422 H/2001 M )

  • Yusuf bin Abd al-Rahman bin Yusuf al-Mizzy (w. 742 H). Tahdhi>b al-Kama>l fi Asma> al-Rija>l. Vol. 34. Ed. Basha>rAwwa>d f (Beirut: Muassasah al-Risalah, Cet.1, 1400 H/1980 M)