sejarah tradisi peresean di lombok.docx

15
SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK PERESEAN adalah olah raga tradisional yang dilakukan oleh masyarakat suku Sasak Lombok. Peresean dalam budaya lombok sering kita temukan, Lombok memiliki keragaman budaya dan unsur tradisi yang masih hidup dikalangan masyarakat. Tradisi ini bahkan sering kita temukan di kalangan masyarakat lombok. Orang yang biasanya ikut dalam lomba peresean ini serupa orang dewasa yang memiliki mental dan fisik yang kuat. Peresean dahulu kala biasanya dilakukan oleh masyarakat Lombok (suku Sasak) yaitu olah raga saling pukul dengan rotan yang diselenggarakan pada musim kemarau yang bertujuan untuk meminta hujan pada sang pencipta. Peresean artinya tameng (alat pelindung atau penangkis pukulan) lawan, alat pemukulnya tersebut disebut Penyalin yang biasanya terbuat dari rotan sedangkan alat penangkis disebut Ende yang terbuat dari kulit sapi. Para pemain yang bertanding disebut Pepadu sedangkan sistem pertandingan dipimpin oleh seorang wasit yang disebut Pekembar dan disamping pekembar dikenal juga tukang adu disebut Pengadok. Dalam Peresean, pertandingan akan langsung dihentikan jika salah satu Pepadu yang pada saat bertanding mengeluarkan darah (Bocor) akibat pukulan musuh. Pepadu yang menang maupun yang kalah tetap diberi hadiah yang disebut PERIS. Dalam Peresean juga dikenal sportifitas yang tinggi, kalah maupun menang tetap saudara artinya tidak dilanjutkan dendam diluar arena.

Upload: lanang-efron

Post on 01-Jan-2016

958 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

INI MERUPAKAN SEJARAH DARI SALAH SATU TRADISI YANG ADA DILOMBOK

TRANSCRIPT

Page 1: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK

PERESEAN adalah olah raga tradisional yang dilakukan oleh masyarakat suku Sasak

Lombok. Peresean dalam budaya lombok sering kita temukan, Lombok memiliki keragaman

budaya dan unsur tradisi yang masih hidup dikalangan masyarakat. Tradisi ini bahkan sering kita

temukan di kalangan masyarakat lombok. Orang yang biasanya ikut dalam lomba peresean ini

serupa orang dewasa yang memiliki mental dan fisik yang kuat.

Peresean dahulu kala biasanya dilakukan oleh masyarakat Lombok (suku Sasak) yaitu olah raga

saling pukul dengan rotan yang diselenggarakan pada musim kemarau yang bertujuan untuk

meminta hujan pada sang pencipta.

Peresean artinya tameng (alat pelindung atau penangkis pukulan) lawan, alat pemukulnya

tersebut disebut Penyalin yang biasanya terbuat dari rotan sedangkan alat penangkis disebut

Ende yang terbuat dari kulit sapi. Para pemain yang bertanding disebut Pepadu sedangkan sistem

pertandingan dipimpin oleh seorang wasit yang disebut Pekembar dan disamping pekembar

dikenal juga tukang adu disebut Pengadok.

Dalam Peresean, pertandingan akan langsung dihentikan jika salah satu Pepadu yang pada saat

bertanding mengeluarkan darah (Bocor) akibat pukulan musuh. Pepadu yang menang maupun

yang kalah tetap diberi hadiah yang disebut PERIS. Dalam Peresean juga dikenal sportifitas yang

tinggi, kalah maupun menang tetap saudara artinya tidak dilanjutkan dendam diluar arena.

Peresean biasanya diiringi dengan musik yang disebut Gendang (Gending) Peresean, alat-alat

musiknya terdiri dua buah Gendang, satu buah Petuk, satu set Rencek, satu buah Gong dan satu

buah Suling sebagai penghalus.

Jenis-jenis Gending Perisean dibagi 3 (tiga) macam :

1.     Gending Rangsang disebut Gending Ngadokang yaitu gending yang dimainkan pada saat

Pekembar dengan dibantu Pengadok mencari Pepadu dan lawan tandingnya yang akan

bertanding (bertujuan mengadu Pepadu yang satu dengan yang lain).

2.      Gending Mayuang yaitu gending yang bertujuan untuk memberi tanda bahwa telah ada Dua

Pepadu yang siap dan sama-sama berani untuk melakukan Peresean / setuju.

3.      Gending Beradu yaitu gending yang bertujuan untuk membangkitkan semangan Pepadu maupun

para penonton dan dimainkan selama pertandingan berlangsung ronde demi ronde

Page 2: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT DI JAWA TIMUR

Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di Jawa Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup populer di kawasan ini.

Kawasan pesisir barat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Kawasan ini mencakup wilayah Tuban, Lamongan, dan Gresik. Dahulu pesisir utara Jawa Timur merupakan daerah masuknya dan pusat perkembangan agama Islam. Lima dari sembilan anggota walisongo dimakamkan di kawasan ini.

Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari pusat kebudayaan Jawa: Surakarta dan Yogyakarta.

Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu.

Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan (upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan.

Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako'ake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. Masyarakat di pesisir barat: Tuban, Lamongan, Gresik, bahkan Bojonegoro memiliki kebiasaan lumrah keluarga wanita melamar pria, berbeda dengan lazimnya kebiasaan daerah lain di Indonesia, dimana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria selanjutnya akan masuk ke dalam keluarga wanita.

Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan kirim donga pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah kematian.

Page 3: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

SUKU DI JAWA TENGAH

Mayoritas penduduk Jawa Tengah adalah Suku Jawa. Jawa Tengah dikenal sebagai pusat budaya Jawa, di mana di kota Surakarta dan Yogyakarta terdapat pusat istana kerajaan Jawa yang masih berdiri hingga kini.

Suku minoritas yang cukup signifikan adalah Tionghoa, terutama di kawasan perkotaan meskipun di daerah pedesaan juga ditemukan. Pada umumnya mereka bergerak di bidang perdagangan dan jasa. Komunitas Tionghoa sudah berbaur dengan Suku Jawa, dan banyak di antara mereka yang menggunakan Bahasa Jawa dengan logat yang kental sehari-harinya.

Selain itu di beberapa kota-kota besar di Jawa Tengah ditemukan pula komunitas Arab-Indonesia. Mirip dengan komunitas Tionghoa, mereka biasanya bergerak di bidang perdagangan dan jasa.

Di daerah perbatasan dengan Jawa Barat terdapat pula orang Sunda yang sarat akan budaya Sunda, terutama di wilayah Cilacap, Brebes, dan Banyumas. Di pedalaman Blora (perbatasan dengan provinsi Jawa Timur) terdapat komunitas Samin yang terisolir, yang kasusnya hampir sama dengan orang Kanekes di Banten.

Bahasa

Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Solo-Jogja dianggap sebagai Bahasa Jawa Standar.

Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa; namun secara umum terdiri dari dua, yakni kulonan dan timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa Tengah, terdiri atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal; dialek ini memiliki pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa Standar. Sedang Timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas Dialek Solo, Dialek Semarang. Di antara perbatasan kedua dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua dialek; daerah tersebut di antaranya adalah Pekalongan dan Kedu.

Di wilayah-wilayah berpopulasi Sunda, yaitu di kabupaten Brebes bagian selatan, dan kabupaten Cilacap utara sekitar kecamatan Dayeuhluhur, orang Sunda masih menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-harinya.

Berbagai macam dialek yang terdapat di Jawa Tengah :

1. dialek Pekalongan2. dialek Kedu3. dialek Bagelen4. dialek Semarangan (Kota Semarang)5. dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)6. dialek Blora

Page 4: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

NAMA : I DEWA MADE YODI MAHAYATI

NO : 22

KLS : XI TKR 2

Page 5: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

Jenis, Peran dan Perkembangan Tari Nusantara

1.     Peran tari nusantaraBerdasarkan perannya, tari nusantara dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu tari upacara, tari hiburan( pergaulan) atadan tari totonan.

Tari upacaraPeran tari sebagai sarana upacara merupakan peran atau fungsi tertua di

Indonesia. Hmpir semua wilayah nusantara memiliki tari yang berfungsi sebagai sarana upacara ritual. Kedudukan tari dalam suatu upacara berfungsi sebagai media komunikasi antara masyarakat dengan sesuatu yang dikeramatkan (para dewa/dewi , roh leluhur atau nenek moyang).

Tari – tarian yang dipertunjukkan sebagai sarana upacara antara lain mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :

a.    Tempat pertunjukannya tidak sembarang tempat, biasanya pertunjukan dilakukan di tempat – tempat yang dianggap sakral, seperti pura, candi, hutan, atau tanah lapang.

b.    Pemilihan waktu atau saat pertunjukan biasanya dikaitkan dengan sesuatu yang dianggap sakral, seperti saat bulan purnama atau tengah malam.

c.    Penarinya dipilih, yaitu penari yang berada dalam keadaan bersih secara spiritual dan dianggap suci.

d.   Dalam pertunjukannya, tari tidak terlepas dari sesaji yang jenisnya banyak dan bermacam – macam.

e.    Pertunjukannya selalu dikaitkan dengan penyelenggaraan upacara tertentu, misalnya meminta hujan, berburu, atau peperangan.

f.     Dalam perrtunjukannya, penari menggunakan busana khusus.

Jenis tari nusantara yang berfungsi sebgai sarana upacara ritual, diantaranya sebagai berikut :

a.  Tari Tor – Tor dari Sumatra UtaraTari ini dipertunjukan pada saat prosesi upacara kematian suku Batak. Gerakan lengan dan tangan menjadi ragam gerak yang dominan dalam tari ini. Bentuk gerak tarinya seperti orang menyembah dan dipadukan dengan gerak ritmis dari kedua kaki yang diiringi lagu – lagu pujian.

b.  Tari Kayou dari Kalimantan TengahTari ini merupakan tari perang yang menceritakan kegagahan dan keterampilan kaum laki – laki suku Dayak, dalam menggunakan senjata khas sukunya, yaitu Mandau. Kayau berasal dari kata mengayou yang artinya memenggal kepala musuh, setiap

Page 6: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

kepala musuh yang berasil dipenggal mereka bawa ke pameranm “Damang” atau rakyat kampungnya.

c. Tari Dodot dari Banten Selatan

Tari ini berfungsi sebagai sarana upacara tanam dan panen padi. Tari ini dilaksanakan pada setiap tahapan dalam penanaman padi hingga panen.Ragam gerak yang dilakukan merupakan olah gerak kepala, lengan, badan, dan kaki yang disertai doa yang menjadikan suasana ritus.

d.    Tari meminta Hujan dari Nusa Tenggara TimurTari ini dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tari persembahan kepaada dewa langit agar dapat menurunkan hujan, terutama setelah musim kemarau yang berkepanjangan. Tari ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan denan ragam gerak menggambarkan peniruan gerak- gerak mega dan curah hujan.

e.   Tari Rejang dan Baris dari BaliTari yang lahir dan berkembang di Pulau Dewata ini, pertunjukannya dilakukan secara berkelompok dan berfungsi sebagai tari penyambutan para dewata yang diundang turun ke pura pada saat Upacara Piodalan. Tari Rejang ditarikan oleh perempuan sedangkan Tari Baris dit

Tarian yang berfungsi sebagai hiburan dan tontonan, di antarannya sebagai berikut :

a.     Tari Piring dari Sumatra BaratTarian ini lahir dan berkembang di Minangkabau, Sumatra Barat dan merupakan milik masyarakat yang tidak diketahui siapa penciptanya.Tari Piring dipentaskan pada aktivitas pertanian dan aktivitas sosial masyarakat lainnya dengan gerakan atraktif dan dinamis saat memainkan piring. Tari Piring dapat dimainkan dengan gaya darek ( darat ) dan gaya pasisia (pesisir).

b.    Tari Merak dari Jawa BaratTarian ini termasuk genre tari kreasi baru yang diciptakan atas permintaan Bung Karno. Keindahan burung merak terletak pada sayapnya yang memiliki motif khas dan berbagai gradasi warna. Tari Merak menyerupai gerak burung merak yang sedang memamerkan keindahan sayapnya dan ditarikan oleh perempuan.

c.      Tari Gambyong Pareanom dari Jawa TengahGambyong merupakan tari kreasi perkembangan dari Tari Tayub yang awalnya digunakan pada upacara ritual pertanian untuk memohon kesuburan dan panen yang melimpah. Dalam perkembangannya pihak Keraton Mangku Negara Surakarta menata ulang dan membakukan gerakannya menjadi tari penyambutan tamu - tamu kehormatan atau kenegaraan.

d.    Tari Trunajaya dari Bali

Page 7: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

Tarian ini lahir dan berkembang di tengah-tengah penganut Hindu. Gerakannya mendapat pengaruh dari budaya India yang memiliki kemiripan dengan gerak tribhangga. Tari ini menggambarkan keindahan dan kejayaan kaum muda yang penuh gejolak, penuh semangat, rasa ingin tahu, dan tercermin dalam gerakan yang sangat dinamis dan penuh ketegasan. Warna busananya dominan berwarna ungu sebagai simbul kewibawaan.

e.      Tari Blantek dari BetawiPada awalnya, tarian ini merupakan bagian dari pertunjukan teater rakyat atau lenong yang ditampilkan pada pembukaan cerita. Sekarang, Lenong sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Betawi. Namun, dalam perkembangannya, keberadaan tarian ini dikemas dan ditata ulang untuk kebutuhan pertunjukan atau hiburan dengan nama Tari Blantek.

f.      Tari Anak Perdamain dari PapuaMasyarakat Papua yang terbagi atas berbagai suku. Pada awalnya, mereka merupakan masyarakat pemburu. Sampai akhirnya, mereka bersepakat untuk membagi daerah perburuan. Sebagai konsekuensi, apabila ada yang melanggar, hal itu akan mengakibatkan perang antar suku. Upacara untuk kesepakatan atau perdamaian dilaksanakan setiap tahun. Tari ini termasuk jenis tari hiburan dan tontonan karena merupakan gambaran peristiwa masa lalu, khususnya penyelenggaraan upacara perdamaian tersebut.

2.       Tokoh – Tokoh Tari NusantaraHampir semua suku bangsa di indonesia memiliki tarian tradisional yang beraneka ragam. Beberapa tari Nusantara dan koreografernya, di antaranya sebagai berikut.

a.    Tari Piring dari Sumatra Barat, secara pasti penciptanya tidak diketahui, tetapi dalam perkembangannya tari ini diperkenalkan dan di tata ulang untuk kebutuhan pertunjukan atau hiburan oleh Ny. Huriah Adam.

b.   Tari Merak, yaitu tari yang beraal dari Jawa Barat diciptakan oleh Raden Tjetje Soemantri untuk kebutuhan seni pertunjukan atau hiburan.

c.    Pada awal keberadaannya, pencipta Tari Blantek tidak begitu jelas. Akan tetapi, dalam perkembangannya tari ini dikemas dan ditata ulang sebagai materi pertunjukan atau hiburan oleh seniman dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

d.   Tari Jaipongan, yaitu tari yang lahir dan berkembang di Jawa Barat, diciptakan oleh Gugum Gumbira.

e.    Tari Yapong, yaitu tari yang lahir dan berkembang di tengah masyarakat Jawa Tengah, diciptakan oleh koreografernya yang juga seorang pelukis, yaitu Bagong Kussudiardjo.

Page 8: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

f.     Tari Kecak dan Manuk Rawe, yaitu tari yang berasal dari Bali, diciptakan oleh I Wayan Dibya.

g.    Tari Ngremo yang berasal dari Jawa Timur, diciptakan oleh Munali Fatah.

h.   Tari Gambyong Pareanom, yaitu tari yang berkembang dikalangan masyarakat Jawa Timur diciptakan oleh S. Maridi.

3.     Klasifikasi dan Sejarah Perkembangan Tari NusantaraPada zaman kerajaan, tarian diciptakan untuk melengkapi upacara sakral

kerajaan. Pengklasifikasian tari kreasi daerah dapat ditelusuri berdasarkan sejarah atau periodisasi perkembangannya, yaitu sebagai berikut.

a) Sejarah Perkembangan Tari Tradisi

Tari Topeng dicatat sebagai cikal bakal tari tradisi di Jawa. Tari Topeng diperkirakan mengalami puncak perkembangan pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam Kitab Negarakertagama, dijelaskan adanya atraksi besar-besaran tari dan nyanyian di Kerajaan Majapahit. Dijelaskan pula adanya tokoh-tokoh punakawan (juru banyol) dan beberapa penari menggunakan tutup kepala (irah-irahan) yang disebut tekes. Sampai sekarang, tekes digunakan pada semua Tari Tradisi Topeng, terutama Tari Topeng Panji.

Selanjutnya, Tari Topeng juga mendapat perhatian dari Kerajaan Mataram tetapi, pada akhirnya tarian ini tersisihkan oleh Tari Bedhaya dan Tari Srimpi yang sekarang menjadi simbol keagungan dan budaya Kerajaan Mataram. Pada tahun 1918, Pangeran Tedjo Kusuma dan Pangeran Suryadiningrat mendirikan sekolah di Yogyakarta yang bernama Sekolah Tari Krida Beksa Birama. Kreator terkemuka yang berasal dari sekolah ini diantaranya, Wisnoe Wardhana dan Bagong Kussudiardjo.

Pada tahun 1961 muncul seni tari Jawa baru yang disebut Sendratari Ballet Ramayana, istilah ini dibuat oleh G.P.H Jatikusumo. Dari sini, muncul kreator tari diantaranya, Sardono W. Kusumo, Sal Mugiyanto, dan Retno Maruti.Di Bali sekitar 1930-an, I Ketut Mario menciptakan gaya kebyar dalam karawitan dan Tari Bali.

Terdapat dua seniman legendaris di Priangan (Jawa Barat) yang mengembangkan Tari Kupu-Kupu dan Merak, yaitu Martakusuma dan Raden Tjetje Soemantri. Selanjutnya tari ini mengilhamkan terciptanya Tari Merak gaya Bagong Kussudiardjo dan S. Maridi (Surakarta). Tahun 1975-1980, Gugum Gumbira menciptakan Tari Ketuk Tilu menjadi Tari Jaipongan.

Tokoh lainnya yang menciptakan tari kreasi diantaranya Suprapto Suryodarmono dan Sardono W. Kusumo yang menggunakan spirit (roh). Di Yogyakarta muncul Ben Suharto (alm) yang menggunakan konsep Mandala. Di Solo, Gendhon Humardani melakukan perubahan besar-besaran pada seni tari. Contohnya, pemadatan koreografi Tari Gambyong, Adaniggar, Bedhaya, Srimpi, dll.

Page 9: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

b)    Sejarah Perkembangan Tari Kreasi Baru

Diawali oleh I Ketut Mario tahun 1930-an, Bagong Kussudiardjo dan Wisnoe Wardhana tahun 1950-1958. Terdapat juga seniman baru, seperti Sal Murgiyanto, I Wayan Dibya, Gusmiati Suid, Endo Suanda, dan Sardono W. Kusumo.

Awalnya tema diambil dari derakan dasar tari tradisi. Namun, perkembangan selanjutnya tema diambil dari kejadian nyata yang tengah berkembang di masyarakat.

Pembaruan tari di Indonesia terus berkembang, terutama setelah para senior menimba ilmu di Amerika. Karya tari hasil pembaruan mereka, diantaranya Bedhaya Gendheng (1991), dan Lorong karya Bagong Kussudiardjo. Selain itu, Meta Ekologi dan Hutan Plastik karya Sardono W. Kusumo.

c)     Sejarah dan Perkembangan Tari KontemporerSejarah perkembangan tari kontemporer dimulai menjelang dasawarsa akhir 70-an.

Diperkenalkan oleh individu dan perguruan tinggi, seperti STSI Surakarta, dan ASTI Yogyakarta. Selain itu terdapat event-event yang mendukung perkembangan tari kontemporer

A.Keunikan Tari Nusantara dalam Konteks Budaya Masyarakat Setempat

1.     Observasi Pementasan Tari Daerah SetempatHal-hal yang harus disiapkan sebelum melakukan observasi pementasan adalah

beberapa peralatan yang diperlukan seperti : kamera, daftar pertanyaan, dan kesiapan fisik.

Hasil observasi berupa, skripsi ( tugas akhir S1), tesis (tugas akhir S2), dan disertasi ( tugas akhir S3).

2.     Keunikan Tari Daerah Setiap tarian daerah mempunyai keunikannya tersendiri. Keunikan tari sering sekali terletak pada aspek gerakannya. Namun, selain aspek gerakan, keunikan juga terdapat pada kostum yang digunakan, penataan panggung, dan pola penggarapannya.

3.     Nilai Estetis TariEstetis dapat diidentikan dengan keindahan yang tidak dapat dilepaskan dengan

konsep-konsep yang ada pada filsafat. Keindahan dapat dibagi menjadi 2, yaitu keindahan ciptaan Tuhan, diantaranya pelangi, awan, gunung, lembah, dll. Dan keindahan ciptaan manusia, diantaranya lukisan, patung, karya musik, tari dll.

Nilai estetik dalam sebuah karya tari harus memiliki tingkat kebaikan dan kegunaan. Nilai estetik tari merupakan ekspresi pengaturan rasa, pengalaman jiwa, dan sikap seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Sebuah karya tari yang di dalamnya mengandung nilai estetis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a.       Karya tari tersebut dapat mengungkapkan keharmonisan antara bentuk tari dan isi. b.      Karya tari tersebut menarik atau menggugah.

Page 10: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

c.       Karya tari tersebut dapat membawa penonton masuk ke dalam dunia khayal yang ideal.

d.      Karya tari tersebut dapat membebaskan penonton dari suasana ketegangan.e.       Karya tari tersebut menyajikan suatu kebulatan organik.f.       Karya tari tersebut dapat mendorong akal penonton menuju perpaduan mental dan

spiritual.

4.     Unsur-Unsur Tari

a.ragam gerakRagam gerak dapat dilihat dari kepala, diantaranya olahan gerak mata, gerak

kepala, dan olahan raut wajah. Sementara ragam gerak dari anggota tubuh bagian tengah, diantaranya ragam gerak tangan. Secara anatomi, lengan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu lengan atas, lengan bawah, telapak tangan, jari, dan ruas jari. Pembagian itu mempermudah ragam gerak tari. Ragam gerak kaki antara satu daerah dengan daerah lainnya hampir sama.

b.                Bentuk Iringan Bentuk iringan terbagi menjadi dua, yaitu jenis musik iringan tari internal yang

meliputi olahan vokal, suara, lagu, atau efek bunyi yang dihasilkan dari tubuh penari. Dan jenis musik eksternal meliputi pola-pola dari alat musik, contohnya di Bali yang terkenal adalah gamelan gong-nya.

c. KostumKostum tari merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari wujud tari.

Namun kostum tari untuk sarana upacara, berbeda dengan kostum untuk pertunjukan. Kostum tari-tarian untuk upacara tidak begitu mengutamakan estetika dan lebih sederhana, sedangkan kostum tari-tarian untuk kepentingan pertunjukan dirancang sedemikian rupa agar tercipta kesan mendalam bagi penonton.

d.    Pola LantaiPola lantai pada sebuah tarian adalah posisi yang dilakukan baik oleh penari tunggal

maupun kelompok. Pada tari-tarian yang berfungsi sebagai sarana upacara yaitu lebih sering dipakai pola lantai melingkar, karena lingkaran sebagai simbol alam duania dan dianggap sakral.

5.     Hasil Pengamatan Pertunjukan Tari

Tulisan hasil pengamatan pertunjukan tari diantaranya berisi data-data yang terdiri atas :

a.       Judul / nama tarianb.      Penciptanya / koreografernyac.       Sinopsisd.      Jumlah penarinyae.       Rias dan kostum yang digunakanf.       Iringan yang digunakan ( internal/ eksternal )g.      Bentuk dan setting panggung

Page 11: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx

NAMA : I DEWA MADE YODI MAHAYATI

NO : 22

KLS : XI TKR 2

Page 12: SEJARAH TRADISI PERESEAN DI LOMBOK.docx