seloko sebagai media komunikasi dakwah di desa …repository.uinjambi.ac.id/3415/1/uk.160146_khoirun...
TRANSCRIPT
SELOKO SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI DAKWAH DI
DESA LIMBUR MERANGIN KECAMATAN PAMENANG
BARAT KABUPATEN MERANGIN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S. 1) dalam Prodi Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah
Disusun Oleh:
KHOIRUN NASBI
UK. 160146
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2020
i
ii
iii
iv
MOTTO
مبسم الله انشحمه انشحي
وانعصش. إن الإوسان نفي خسش. إلاانزيه آمىىا وعمهىاانصهحج وحىاصىا
بش } انعصش {‘بانحق وحىاصىابانص
“(1)Demi masa, (2)Sungguh, manusia Berada Dalam dalam kerugian,
(3)Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling
menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.”(QS. Al-
„Asr: 103: 1-3)1
1
Tim Penterjemah dan Penafsir Alqur‟an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta,
Departemen Agama RI, 2011), 913.
v
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realita yang terjadi di masyarakat yaitu
antara masyarakat di pedesaan yang masih mengimplementasikan seloko,
sebaliknya di daerah perkotaan seloko sudah mulai memudar sehingga baik
keberadaan maupun nilainya yang seharusnya tertanam dalam jati diri
masyarakatnya justru terjadi sebaliknya. Hal ini mendorong penulis untuk
meneliti tentang seloko sebagai media komunikasi dakwah, karena komunikasi
dakwah yang menggunakan seloko kemudian di format sesuai tuntutan budaya,
tempat dan zaman, akan membuat komunikasi dakwah memainkan peran
antisipatif yang berfungsi sebagai pengendali perubahan terkhusus transformasi
nilai sosial dan budaya, hal tersebut juga merupakan kaitan seloko dan dahwah
yang di dukung dengan kemampuan berbahasa. Sehingga tujuan untuk
mendeskripsikan manfa‟at dan mengetahui efektivitas seloko dalam penelitian ini
dapat tercapai.
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif
dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian dengan teori deskriptif merupakan
uraian sistematis teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel
yang akan diteliti. Adapun subjek penelitian ini menggunakan teknik porpusive
sampling. Porpusive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut
yang di anggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia
sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi
sosial yang di teliti. Penelitian ini menggunkan teknik analisis data dengan cara
mereduksi data lalu mendisplaykan data dan menarik kesimpulan serta verifikasi,
sehingga data tersebut menjadi kredibel. Untuk mendapatkan data yang akurat dan
relevan dengan objek penelitian maka penulis menerapkan tiga metode
pengumpulan data yaitu, observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi.
Adapun hasil yang diperoleh penulis adalah pertama, komunikasi dakwah
menggunakan seloko di nilai efektiv karna bisa membuat para komunikan menjadi
tertarik dan merasa nyaman, selain itu juga membuat substansi dari informasi
yang disampaikan dapat lebih mudah dipahami oleh para komunikan. Kedua,
komunikasi dakwah dengan seloko juga bermanfaat, karna kandungan seloko
sendiri berisi ungkapan yang meliputi peraturan bertingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari masyarakatnya dan kaedah-kaedah hukum atau norma-norma, yang
senantiasa dita‟ati dan di hormati oleh masyarakatnya karena mempunyai sanksi.
Menerapkan substansi dari seloko tersebut berarti sama saja menerapkan adat
yang berlaku di daerahnya masing-masing. Akhirnya penulis merekomendasikan
kepada masyarakat terkhusus para tokoh adat dan para da‟i agar selalu
menerapkan seloko, baik dalam rangka untuk melestarikannya maupun untuk
berdakwah, mengingat substansi dari seloko yang baik untuk menata akhlaq dan
kehidupan bermasyarakat.
Kata Kunci : Komunikasi, Dakwah, Seloko.
vi
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahrobbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat
limpahan Rahmat dan karunianya serta nikmat akal pikiran dan ilmu
pengetahuan, maka saya dapat menyelesaikan skripsi ini, semoga kita selalu
berada dibawah payung keridhoan-Nya. Sholawat beriring salam tak bosan-
bosannya kita sampaikan kepada putra Abdullah, buah hati Siti Aminah, intan
permata kota Makkah, yang bertitelkan Habibillah yakni Nabi Besar Muhammad
SAW. karna berkatnyalah kita bisa merasakan nikmat iman dan islamseperti yang
kita rasakan saat ini. Semoga kita mendapat syafa’atnya di hari akhir kelak.
Aamin.
Kupersembahkan skripsi ini
Untuk dua malaikat yang Allah titipkan disampingku
Mereka adalah ayahku Drs. Saleh Y dan ibuku Nur Azizah
Terimaksih telah tulus ikhlas merawat, membesarkan, mendidik dan memotivasi
dengan mencurahkan kasih sayang dan cinta untukku. Aku bangga memiliki
kedua pahlawan hidupku berkat mereka hari-hariku lebih berwarna dan berkat
mereka pula aku mengenal tuhanku. Tak akan terbalas semua pengorbanan dan
jasamu wahai ayah dan ibu, semoga ridho Allah selalu menyertai setiap tarikan
nafas dan denyutan nadimu, dan semoga dengan selesainya skripsiku ini bisa
menjadi salah satu kado istimewa dalam hidupmu.untuk kedua saudaraku Nasrul
Azmi dan Salsabila semoga Allah mempermudah segala uashamu.
Untuk kedua dosen pembimbingku
Ibu Dian Mursyidah dan ibu Nurbaiti
Terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan atas dedikasimu untuk menuntunku
memberikan tunjuk ajar, sehingga saya bisa menyelesaikan studi di kampus
tercinta.saya bangga menjadi salah satu mahasiswa bimbinganmu.
Terimakasih juga saya Ucapkan Untuk seluruh Guru-Guruku di Pondok
Pesantren As’ad Jambi, Utuk seluruh teman-teman kelas B prodi KPI angkatan
16. Untuk teman-teman posko 15. Untuk seluruh teman-teman Dewan Racana
STS-SS, juga seluruh anggota racana, para pembina dan pb pembina. Untuk
teman-teman IMPAAJA dan para senior yang terus memberi semangat. Untuk
saudara seperguruan dan untuk rekan-rekan Protokol Kwarda Jambi yang selalu
memotivasi.
vii
KATA PENGANTAR
مبسم الله انشحمه انشحي
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT. yang dengan
rahmat dan inayah-Nya kita masih diberi nikmat umur, kesehatan serta iman dan
islam. Kemudian sholawat dan salam selalu kita haturkan pada Nabi Muhammad
SAW. yang telah membawa kita dari alam kejahiliahan hingga ke alam yang
terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan
saat ini.
Skripsi yang berjudul “Seloko Sebagai Media Komunikasi Dakwah di
Desa Limbur Merangin Kecamatan Pamenang Barat Kabupaten Merangin”
adalah skripsi yang disisin dan di ajukan untuk memenuhi persyaratan Strata Satu
(S.1) dalam Prodi Komunikasi Penyiaran Islam pada Fakultas Dakwah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari
rintangan dan cobaan. Namun harus dijalani dan disyukuri karna semua itu akan
memberikan kita pengalaman dan lebih dewasa dalam menghadapi masalah.
Dalam proses penulisannya, penulis banyak mendapat arahan dan bimbingan
sehingga memperkaya isi dari skripsinya. Pada kesempatan ini penulis akan
menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Dr. Dian Mursyidah, M. Ag selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan petunjuk, arahan, bimbingan dan motivasi.
2. Ibu Nurbaiti, S.Ag, M, Fil selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan petunjuk, arahan, bimbingan dan motivasi.
3. Dr.Zulqarnin, M. Ag selaku penguji I yang telah memberi bimbingan dan
motivasi dalam skripsi saya.
4. Bapak Dr. A. Yunus, M.Pd.I selaku Penguji II yang telah memberi
bimbingan dan motivasi dalam skripsi saya.
5. Bapak Drs. Munsarida, M.Fil.I selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan.
6. Bapak M. Junaidi Habe, A.Ag,M.Si selaku Ketua Prodi Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI).
7. Bapak Dr.Zulqarnin, M. Ag selaku dekan Fakultas Dakwah UIN STS
Jambi.
8. Bapak Dr. D.I. Ansusa Putra, Lc, M.A. Hum selaku wakil Dekan Bidang
Akademik dan Kelembagaan Fakultas Dakwah UIN STS Jambi.
9. Bapak Arfan Aziz, Ph. D selaku wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,
Akutansi dan Keuangan Fakultas Dakwah UIN STS Jambi.
10. Bapak Dr. Samin Batubara, M.HI selaku wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Dakwah UIN STS Jambi.
11. Bapak Prof. Dr. Su‟aidi, MA. Ph. D selaku Rektor UIN STS Jambi.
viii
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
NOTA DINAS ........................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .......................................... ii
PENGESAHAN ........................................................................................................ iii
MOTTO .................................................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Batasan Masalah .......................................................................... 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................. 6
E. Kerangka Teori ............................................................................ 7
F. Metode Penelitian ........................................................................ 10
G. Pemeriksaan Keabsahan Data ..................................................... 15
H. Studi Relevan .............................................................................. 17
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Limbur Merangin .................................................. 19
B. Letak Geografis Desa Limbur Merangin ..................................... 43
C. Visi dan Misi Desa Limbur Merangin ......................................... 44
D. Struktur Organisasi ...................................................................... 45
BAB III PENERAPAN SELOKO SEBAGAI MEDIA DAKWAH DI
DESA LIMBUR MERANGIN
A. Pengertian, Tujuan serta Kaitan Seloko dan Dakwah ................. 48
B. Implementasi Seloko ................................................................... 58
C. Peran Lembaga Adat dan Da‟i .................................................... 61
BAB IV EFEKTIVITAS SELOKO SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI
DAKWAH TERHADAP TRANSMISI BUDAYA
A. Efektivitas Seloko Sebagai Media Dakwah ................................ 64
B. Respon Masyarakat ..................................................................... 65
C. Kendala Dalam Menyampaikan Seloko ...................................... 69
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 72
B. Implikasi ...................................................................................... 73
C. Kata Penutup ............................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Struktur Pemerintah Desa Limbur Merangin ............................................ 46
Tabel 2 : Struktur Pegawai Syara‟............................................................................ 47
Tabel 3 : Struktur Lembaga Adat ............................................................................. 47
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Peta Desa Limbur Merangin ................................................................ 44
xiii
TRANSLITERASI2
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
Th ط ` ا
Zh ظ B ب
a` ع T ت
Gh غ Ts ث
F ف J ج
Q ق Ch ح
K ك Kh خ
L ل D د
M م Dz ذ
N ن R ر
W و Z ز
H ه S س
؍ ء Sy ش
Y ى Sh ص
Dh ض
B. Vokal dan Harkat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
2 Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN
STS Jambi (Jambi :Fak.Ushuluddin Iain STS JAMBI, 2016),136-137.
xiv
Aa اى Aa ا A ا
Aw ا و Ii ا ى U ا
Ay ا ى Uu ا و I ا
C. Ta’ Marbutah
Transliterasi untuk ta’ marbutah ini ada dua macam:
1. Ta’ Marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka
transliterasinya adalah /h/.
Contoh:
Arab Indonesia
Salaah صلاة
Mir‟ah مراة
2. Ta’Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan
dammah, maka transliterasinya adalah /t/.
Contoh:
Arab Indonesia
Wizaarat al-Tarbiyah وزارةالتبية
الزمنمراة Mir‟at al-zaman
3. Ta’ Marbutah yang berharakat tanwin maka transliterasinya adalah
/tan/tin/tun.
Contoh:
Arab Indonesia
Fajannatan فجئة
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya, dari segi bahasa,
sastra, adat istiadat, suku bahkan agama yang beragam. Terkhusus di Provinsi
Jambi, dahulu Provinsi Jambi adalah pusat kebudayaan, ada dua kerajaan besar
yang berkembang di wilayah Jambi, yaitu kerajaan melayu dan Jambi. Tiap-tiap
kebudayaan menghasilkan kebudayaan sendiri-sendiri. Ada beberapa bentuk
peninggalan yang membuktikan hal tersebut seperti situs karang berahi di
Merangin, Candi Muaro Jambi, makam raja raja, dan bentuk stupa budha sebelum
zaman kerajaan ini, wilayah Jambi telah dihuni oleh manusia prasejarah beberapa
bentuk peninggalan dapat ditemukan di wilayah Jambi, seperti batu megalitik di
sekitar danau kerinci dan gua purba. Suku-suku bangsa asli Jambi juga memiliki
budaya yang khas dan indah. Sampai saat ini kebudyaan-kebudayaan itu ada yang
hidup terpelihara di tengah-tengah masyarakat. Sebagian lagi kebudayaan itu
sudah langka di temui.3
Pengaruh budaya melayu sangat terasa dalam budaya Jambi. Hal ini di
sebabkan latar belakang sebagian besar suku asli Jambi berasal dari suku bangsa
melayu. Mayoritas suku bangsa melayu Jambi menganut Agama Islam. Oleh
sebab itu, pengaruh budaya Islam sangat terlihat pada kebudayaan pada suku-suku
bangsa di Jambi. Ada juga pengaruh agama-agama lain seperti Hindu dan Budha.
Pemberian sesaji membakar kemenyan, bentuk stupa candi dan berbagai bentuk
upacara ada yang mempercayai adanya dewa adalah bukti pengaruh tersebut. Dari
berbagai unsur inilah terbentuk kebudayaan Provinsi Jambi yang khas dan unik.
Kebudayaan ini bernilai seni tinggi ada yang sudah terkenal sampai luar Provinsi
Jambi ada juga yang tersimpan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karna itu,
diperlukan kearifan tersendiri agar kebudayaan ini tidak tergerus budaya asing
yang belum tentu baik bagi masyarakat Provinsi Jambi.4
3 Hasip Kalimuddin Syam, Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah Jilid I Sejarah
Adat Jambi,(Lembaga Adat Provinsi Jambi, 2001) 15. 4 Ibid., 7.
2
Salah satu budaya Jambi yang sangat populer di tengah masyarakat adalah
seloko adat,yang mana seloko adat ini merupakan salah satu jenis sastra yang ada
dalam sastra Adat Jambi. Seloko adat Jambi adalah ungkapan yang mengandung
pesan, atau nasihat yang bernilai etik dan moral.5 Serta sebagai alat pemaksa dan
pengawas norma norma masyarakat agar selalu dipatuhi. Isi ungkapan seloko adat
Jambi meliputi peraturan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya
dan kaidah-kaidah hukum atau norma-norma senantiasa di ta‟ati dan di hormati oleh
masyarakat karna mempunyai sanksi.
Adapun di dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa sastra atau seloko ini sangat
baik untuk di gunakan karena sebagai salah satu cara untuk menyampaikan masalah
yang bersifat tegur sapa, peringatan dan lain-lain. Begitu pula dalam kegiatan yang
memakai upacara adat atau menggunakan prosesi adat, dialognya dilakukan dengan
bahasa sastra, yang disampaikan dalam bentuk seloko, dan bahkan pantun juga di
pakai sebagai salah satu jenis sastra adat. Pemakaian bahasa sastra atau seloko ini
dimaksudkan agar terdengar indah, menyentuh hati, kemudian agar tidak
menyinggung perasaaan bagi yang terkena sasaran dan maksud dari ungkapan seloko
tersebut, kemudian juga agar tidak terdengar kasar oleh khalayak yang hadir. 6
Beberapa seloko adat ini juga mengatur dalam pergaulan sehari-hari salah
satunya:
“[B]erjalan peliharo kaki jangan sampai tepijak kanti, becakap piaro lidah
jangan sampai kanti meludah. Musim elok ketiko baik, teluk tenang, rantau
selesai, padi menjadi, keayek cemetik keno, ke darat jerat keno, ke balik rumah
durian runtuh, naek ke rumah anak lah lahir, kedapur lemang lah tejulur, rumput
mudo kerbaunyo gemuk, aek jernih ikannyo jinak, apo yang di kehendak ado, apo
yang di cinto apo buleh, bibir tesungging senyum para dara di bawo gelak, ilang
lesung pipit di bawo gelak”.7
Salah satu contoh seloko adat yang digunakan pada masyarakat Desa Limbur
Merangin dalam memberikan nasihat kepada anak sebagai media komunikasi dakwah
5
Lembaga Adat Desa Lubuk Lawas, “ Seloko Adat Jambi” di akses melalui alamat
http://www.lubuklawas.desa.id/lembaga-adat/ pada hari Rabu, 04 Desember 2019, pukul 04.41 wib. 6 Hasip Kalimuddin Syam, Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah Jilid III Sastra
Adat Jambi,(Lembaga Adat Provinsi Jambi, 2001) 6. 7 Ibid., 10.
3
adalah “yang cerdik idak membuang kanti, yang dubalang idak mencari lawan, yang
kecik mendenga yang tuo, yang tuo jangan sekatonyo bae”, makna dari kalimat
seloko adat tersebut ialah orang yang pintar tentu tidak tidak akan mengkhianati
temannya karna ia tahu azab orang yang berkhianat itu sangat pedih, kemudian orang
yang kuat tentu tidak akan mencari lawan karna ia tahu satu musuh terlalu banyak
dan seribu kawan terlalu sedikit, kemudian salah satu adab seorang anak kepada
orang tua dan sebaliknya ialah anak patuh dan ta‟at kepada orang tua dan orang tua
tidak boleh seenak nya saja.8
Komunikasi merupakan hal pertama yang dilakukan manusia, untuk menunjang
komunikasi tersebut maka kemampuan berbahasa sangat penting untuk di kuasai.
Sebagaimana Adagium (peribahsa) adat yang berbunyi “Adat Bersendikan Syarak’
Syarak Bersendikan Kitabullah”, yang menjadi pegangan masyarakat Jambi baik
masyarakat tradisional dan modern dalam pergaulan sehari-hari.9 Maka komunikasi
dakwah dengan memanfaatkan seloko, tentunya bisa menjadi salah satu faktor
efektifnya penyampaian sebuah pesan.
Selain itu komunikasi dakwah yang menggunakan bahasa daerah setempat
yakni seloko, juga dapat menarik perhatian dan menjadi penyebab kedekatan
emosional daripada sang aktor komunikasi dengan para komunikan atau
pendengarnya, sehingga pesan yang di sampaikan pun dapat di serap dengan baik.
Dengan harapan selanjutnya substansi daripada pesan yang di sampaikan tersebut
dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka tujuan dari komunikasi dan
dakwah itu pula dapat tercapai. Pada akhirnya dakwah yang di format sesuai tuntutan
budaya, tempat dan zaman, akan membuat komunikasi dakwah yang memainkan
peran antisipatif yang berfungsi sebagai pengendali perubahan terkhusus transformasi
nilai sosial dan budaya.10
8 Observasi awal pada Masyarakat Desa Limbur Merangin 06 November 2019.
9 Hasip Kalimuddin Syam, Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah Jilid I Sejarah
Adat Jambi, 12. 10
Asep Saepul Muhtadi, Komunikasi Dakwah Teori, Pendekatan, dan Aplikasi, (Simbiosa
Rekatama Media, Bandung, 2012), 8.
4
Salah satu fungsi komunikasi ialah mewariskan nilai-nilai budaya. Seiring
perkembangan zaman, maka akhlaq manusia pun semakin bermacam-macam, di
pedesaan seloko masih terus di kembangkan dan dikomunikasikan, sebaliknya di
daerah perkotaan seloko sudah mulai memudar, maka hal ini juga berdampak pada
akhlaq masyarakat sedikit demi sedikit yang sudah mulai menurun. Maka dari itu
mengkomunikasikan seloko sebagai media komunikasi dakwah dianggap penting
supaya dapat mengontrol moral masyarakat yang di takutkan makin menurun seiring
perkembangan dzaman yang masyarakatnya mulai terpengaruh akan budaya baru
yang di anggap dapat merusak nilai-nilai positif yang telah di bangun sejak lama.
Para komunikator perlu menghidupkan seloko yang memiliki nilai syari‟at supaya
dapat menjadi pagar dan tameng untuk masyarakat terkhusus kalangan muda yang
menganggap seloko sebagai budaya yang kolot dan kuno, sehingga dengan adanya
hal tersebut diharapkan dapat merubah pola fikir mereka bahwa seloko yang memiliki
nilai syari‟at dapat menuntun hidup ke arah yang lebih baik.
Limbur Merangin merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan
Pamenang Barat, Kabupaten Merangin. Menurut salah seorang Tokoh Adat Desa
Limbur Merangin Haramaini, penamaan Limbur Merangin berasal dari nama Limbun
Bungin. Ada sebuah keluarga dan anak perempuannya yang berladang di Ujung
Tanjung, anak itu hilang dalam timbunan pasir (Limbun Bungin), karna anak itu
merasa sedih akibat dimarahi orang tuanya lalu menimbun dirinya dalam pasir. Orang
belanda sulit menyebut nama Limbun Bungin dan selalu menyebutkan salah. Mereka
selalu menyebut Limbur Merangin.11
Masyarakat Limbur Merangin merupakan masyarakat dari suku melayu, yang
mana hukum adat Jambi sudah ada sepanjang jalan setapak di dalam rimbo, dan
orang melayu ini beragama Islam.12
Jadi orang melayu sudah tentu beradat, dan orang
11
Website Resmi Desa Limbur Merangin, diakses melalui alamat
http://www.limburmerangin.id/page/sejarah-desa pada hari Selasa, 19 November 2019, pukul 03.13
wib. 12
Muchtar Agus Cholif, Seminar Seni Budaya Jambi LSHRP 15 Se-Sumbagsel, 5 September
2019.
5
yang beradat sudah tentu beragama Islam. Jikalau ada orang yang menyebut orang
Melayu Jambi tidak beradat tentu akan sangat menyinggung masyarakat melayu
Jambi terkhsus masyarakat Desa Limbur Merangin. Seloko berisi petuah nasehat
yang menjadi pengatur etika dan norma masyarakat sehingga, dalam kehidupan
sehari-hari aturan tersebut tetap dipakai selain untuk menjaga adat istiadat supaya
tetap lestari, seloko juga berguna agar akhlak masyarakat tidak menjadi akhlak
mazmumah. Maka Sudah seharusnya lembaga adat bersama pemerintah
menggalakkan adat yang dikomunikasikan lewat seloko yang berisi nasehat dan
mempunyai sanksi dan hal ini diharapkan bisa memperbaiki akhlaq dan moral
masyarakat, terkhusus generasi muda Desa Limbur Merangin sebagai penerus estafet
kepemimpinan di era mendatang.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan mengangkat sebuah judul : “Seloko Sebagai Media Komunikasi Dakwah di
Desa Limbur Merangin Kecamatan Pamenang Barat Kabupaten Merangin”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis jelaskan sebelumnya,
pokok masalah yang diangkat dalam penelitian ini ialah, Bagaimanana urgensi seloko
sebagai media komunikasi dakwah di Desa Limbur Merangin, Kecamatan Pamenang
Barat, Kabupaten Merangin?, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana Kaitan Seloko dengan Dakwah?
2. Bagaimana penerapan seloko sebagai media dakwah di Desa Limbur Merangin?
3. Bagaimana Efektivitas seloko sebagai media komunikasi dakwah terhadap
transmisi budaya?
C. Batasan Masalah
Agar mempermudah serta tidak menyalahi sistematika penulisan karya ilmiah
sehingga memberikan hasil yang dinginkan, maka penulis merasa perlu membatasi
masalah yang akan dibahas, maka penulis membatasi penelitian ini hanya membahas
6
tentang, Implementasi peran seloko sebagai media komunikasi dakwah di Desa
Limbur Merangin Kecamatan Pamenang Barat Kabupaten Merangin.
D. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Mengetahui kaitan seloko dengan dakwah
b. Mendeskripsikan penerapan seloko sebagai media dakwah
c. Mengetahui efektivitas seloko sebagai media komunikasi dakwah terhadap
trasmisi budaya
2. Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,baik secara teoritis
maupun praktis:
a. Aspek teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah minat dan
kesadaran untuk lebih mendalami seloko sebagai salah satu fungsi komunikasi yakni
mewariskan nilai-nilai budaya dan syarak. Serta melestarikan budaya berupa seloko
adat Jambi sehingga terus ada pada generasi – generasi selanjutnya.
b. Aspek Praktis
Bagi lembaga adat penelitian ini bisa jadi referensi dalam rangka kedepannya
sehingga membuat dan membangun tradisi seloko pada adat Jambi sebagai media
komunikasi dakwah, khususnya di Desa Limbur Merangin Kecamatan Pamenang
Barat Kabupaten Merangin, bisa di kenang oleh masyarakat luas bukan masyarakat
provinsi Jambi saja tetapi masyarakat di luar provinsi Jambi.
E. Kerangka Teori
1. Seloko
Seloko adat adalah ungkapan yang mengandung pesan, atau nasehat yang
bernilai etik dan moral, serta sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma
masyarakat agar selalu di patuhi. Dalam KBBI Adat berarti aturan (perbuatan dan
7
sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala.13
Jadi, Seloko adat
merupakan sastra adat Jambi yang berisikan petuah-petuah untuk keslamatan dan
kebaikan kehidupan bagi masyarakat.14
Isi ungkapan seloko adat meliputi peraturan
bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya dan kaedah-kaedah
hukum atau norma-norma, senantiasa dita‟ati dan di hormati oleh masyarakatnya
karena mempunyai sanksi. Ungkapan-ungkapan seloko adat dapat berupa peribahasa,
pantun atau petatah petitih. Seloko adat juga merupakan sarana masyarakatnya dalam
merefleksikan diri akan hakikat kebudayaan, pemahaman mendasar dari pesan dan
tujuan dari sebuah kebudayaan.
Seloko adat sebagai ekspresi bermakna ganda yaitu tidak terbatas pada struktur
naratif yang tersurat, tetapi ada dimensi-dimensi yang tersirat. Teks-teks seloko adat
tidak hanya di mengerti secara harfiah tetapi di tafsirkan secara simbolik dan
metafisik. Tujuannya adalah untuk mencari makna yang disampaikan lewat teks
tersebut yang berupa konsepsi filosofi (konsep paling dasariah mengenai hakikat
manusia, dunia, dan tuhan). Dengan kata lain dalam makna harfiah atau literal, primer
yang secara langsung di tunjukkan. Bersamaan dengan itu di tunjukkan pula makna
lain yang tidak langsung sekunder, kiasan hanya dapat di pahami berdasarkan makna
yang pertama.15
Berikut beberapa daftar seloko adat dalam pergaulan hidup sehari-hari :
NO Seloko Artinya
1. Tau de ereng dengan gendeng, bilo
telampau arif badan celako tidak arif
badan binaso.
Tau mano yang baik dan buruk
mako hdup harus gedang befikir
2. Kok ado yang beduso diantar ke pintu Kewajiban orang tua atau
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta, Balai Pustaka, 1993), 6. 14
Hasip Kalimuddin Syam, Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah Jilid III Sastra
Adat Jambi, 9. 15
Bahren Nurdin, “Seloko Adat Melayu Jambi Potret Zaman”, diakses melalui alamat
http://bahren13.wordpres.com/2014/01/12/seloko-adat-melayu-Jambi/ pada hari Kamis, 09 Mei 2019
pukul 01.09 WIB.
8
tobat, Kok ado yang mati diantar
ketanan yang layu
masyarakat
3. Pakailah ilmu padi, makin berisi
makin menunduk, kian tau kian
betanyo, kian pandai, kian beguru
Rendah hati, berbudi, santun
4. Menuhak kawan seiring, menggunting
dalam lipatan, telunjuk lurus
kelingking bekait.
Pengkhianatan/berkhianat terhadap
teman sendiri
5. Alim sekitab, cerdik secendikio,
batino samalu, jantan basopan
Adab kebersamaan dalam
bermasyarakat
2. Media Komunikasi
Media merupakan alat bantu yang memudahkan proses komunikasi. Media bisa
berupa indra manusia, telepon, surat, telegram, media massa (cetak elektronik),
internet, rumah ibadah, pesta rakyat dan alat bantu lainnya dalam menyebarkan pesan
komunikasi. Dengan demikian, media adalah alat bantu untuk memindahkan pesan
dari komunikator kepada penerima pesan.16
Adapun pengertian daripada komunikasi
menurut Everett M. Rogers adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka.17
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa Media
komunikasi adalah suatu alat atau perantara yang digunakan untuk menyampaikan
informasi dari sumber informasi oleh komunikator ke penerima informasi
(komunikan), contohnya televisi, komputer, koran, dan lain sebagainya. Alat-alat
tersebut merupakan media ketika hendak menyampaikan informasi yang akan
disampaikan. Misalkan seorang kepala desa hendak mengajak warganya kerja bakti
pada hari dan waktu tertentu, kemudian ia menuliskan informasi tersebut di papan
16
Nurudin, Ilmu Komunikasi Ilmiah dan Populer, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2016), 48. 17
Nurudin, Ilmu Komunikasi Ilmiah dan Populer, 38.
9
pengumuman, maka media yang digunakan oleh bapak kades tersebut adalah papan
pengumuman dan spidol untuk menulis info tersebut.
3. Dakwah
Perkataan dakwah berasal dari bahasa arab yang artinya, ajakan, seruan
panggilan, undangan. Beberapa makna dakwah secara bahasa adalah (a) An-Nida
artinya memanggil; da‟a fulanun ila fulanah, artinya si fulan mengundang si fulanah,
(b) Ad-du’a Ila syai’I artinya menyeru mendorong pada sesuatu, (c) Ad-da’wat ila
qadhiyat artinya menegaskan atau membelanya baik terhadap yang haq ataupun yang
batil.18
Selanjutnya pengertian dakwah secara umum ialah, suatu pengetahuan yang
mengajarkan seni dan tehnik menarik perhatian orang guna mengikuti suatu ideologi
dan pekerjaan tertentu, atau dengan kata lain ialah ilmu yang mengajarkan cara-cara
mempengaruhi alam fikiran manusia. dakwah berusaha menyebrangkan alam fikiran
manusia kepada suatu ideologi tertentu.
Adapun definisi dakwah dalam Islam adalah mengajak ummat manusia dengan
hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Syekh Ali
Mahfudh mengutarakan pengertian dakwah Islam ialah mendorong manusia agar
melakukan kebaikan dan mennuruti petunjuk, menyuruh mereka berbuat kebajikan
dan melarang mereka berbuat mungkar, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia
dan akhirat.19
Dalam pembahasan mengenai dakwah akan kita temui beberapa istilah
yang pengertiannya sama dengan dakwah diantaranya :
a. Tabligh: artinya penyampaian. Maksudnya penyampaian ajaran-ajaran Allah swt.
Kepada umat manusia. Orang yang menyampaikan disebut muballigh. Allah swt.
berfirman yang berbunyi :
انزيه يبه غىن سسالاث الله ويخشىوه ولايخشىن احذاإلاالله.
18
Jum‟ah Amin Abdul „Aziz, Fiqih Dakwah Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, (Solo,
Era Intermedia , 2005), 24. 19
Hamzah Ya‟qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership, (Bandung, c.v.
Diponegoro, 1986), 14.
10
“(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risallah Allah, dan mereka takut
kepada-Nya, dan tiada seorang pun yang mereka takuti selain Allah swt”.
(Q.S Al-Ahzab: 39).20
Sabda Rasulullah :
به غىاعى ي ونىأيت.
“Sampaikanlah daripadaku walaupun satu ayat ! ” ( H.R. Bukhari).21
b. Amar-ma‟ruf dan Nahi Mungkar : artinya memerintahkan kebaikan dan melarang
perbuatan jahat. Maksudnya dakwah sebagai media yang dapat membatasi
perbuatan manusia agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang menyesatkan.
Tersurat dalam Al-Qur‟an :
كىةوامشوابانمعشوف ووهىاعه انم هىةوآحىاانز ىهم فى الأسض اقامىاانص ك ىكش، انزيه ان م
عاقبتالأمىس. ولل
“Orang-orang yang jika kami tempatkan di bumi, mereka tetap mengerjakan sholat
dan membayarkan zakat dan menyuruh mengerjakan perbuatan baik, dan melarang
perbuatan yang salah dan kesudahan pekerjan mereka itu adalah urusan Allah
swt”. (Q.S. Al-Haj: 41).22
c. Maw‟idhah : artinya pengajaran. Maksudnya mengajar orang dengan cara yang
baik agar mereka sadar kembali ke jalan Allah swt. Allah berfirman yang artinya
:
ادع انى سبيم سب ك بانحكمتوانمىعظتانحسىت.
“Serulah manusia ke jalan Rabb-mu dengan bijaksana dan pelajaran yang baik”.
(Q.S. An-Nahl: 125).23
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
20
Tim Penterjemah dan Penafsir Al-Qur‟an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta, Departemen
Agama RI, 2011), 599. 21
Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi, Al-lu’lu’ Wal Marjan Himpunan Hadist Shahih Disepakati
oleh Bukhari dan Muslim jilid 2, (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1979), 1012. 22
Tim Penterjemah dan Penafsir Al-Qur‟an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta, Departemen
Agama RI, 2011), 469. 23
Ibid., 383.
11
Tipe penelitian yang digunkan dalam penelitian ini merupakan tipe penelitian
deskriftif dengan mengunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan teori
deskriptif merupakan uraian sistematis teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan
dengan variabel yang akan diteliti. Teori deskriptif adalah teori-teori yang relevan
yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan di teliti, serta
sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang di
ajukan dan penyusunan instrumen penelitian.24
Penelitian ini bertujuan Untuk
mendeskripsikan manfa‟at komunikasi seloko sebagai media dakwah, dan untuk
mengetahui efektivitas seloko sebagai media komunikasi dakwah terhadap transmisi
budaya.
Oleh karena itu nantinya penelitian ini akan berisi kutipan-kutipan data yang
diperoleh peneliti dari narasumber untuk memberikan informasi yang
menggambarkan penyajian sebagai laporan. Laporan tersebut dapat berasal dari
wawancara, catatan-catatan, foto-foto, dokumen, pribadi, catatan atau memo, dan
dokumen resmi lainnya. Pada penulisan penelitian, penulis menganalisis data tersebut
dan sejauh mungkin menggambarkan sebagaimana aslinya.
2. Setting dan Subjek Penelitian
Adapun dalam rangka meneliti seloko, peneliti tentunya harus turun langsung
ke lapangan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung teori dan
menambah wawasan akan informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini peneliti
menggunkan teori Spradley yakni situasi sosial agar memudahkan peneliti dalam
melakukan observasi dan mendapatkan data yang akurat sebagai bahan penelitian.
Setting dan subjek penelitian dalam penelitain kualitatif menurut Spradley dinamakan
:
[S]ituasi sosial, yang terdiri atas tiga elemen yaitu; tempat, pelaku dan aktivitas
yang berinteraksi secara sinergis. Obyek penelitian kualitatif, bukan semata-mata
pada situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen tersebut, tetapi juga bisa berupa
peristiwa alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, kendaraan, dan sejenisnya. Pada
24
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualittatif dan R&D, (Bandung, Alfabeta, 2016),
283.
12
situasi sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam
aktivitas orang-orang yang ada pada tempat tertentu.25
Subjek penelitian ini menggunakan teknik porpusive sampling. Porpusive
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang di anggap paling
tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga
memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang di teliti. Dalam hal
ini Peneliti menggunakan teknik tersebut karna merasa erat kaitannya antara subjek
dengan hal yang akan di teliti.
Setting penelitian ini dilakukan di Desa Limbur Merangin Kecamatan
Pamenang Barat Kabupaten Merangin. Pemilihan setting penelitian di dasarkan
pertimbangan rasional bahwa masih di lestarikannya seloko di desa tersebut. Subjek
penelitian ini berfokus kepada orang yang masih melestarikan seloko yang meliputi
komunikator, da‟i, tokoh adat, pemuda dan masyarakat desa. Mengingat bahwasanya
subjek yang baik adalah subjek yang terlibat aktif, mereka mengetahui, memahami
atas aktivitas yang akan di teliti, serta bisa memberikan informasi terkait dengan
benar dan akurat.
3. Sumber dan Jenis Data
Data adalah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi
atau keterangan baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukkan fakta.26
Dalam
hal ini peneliti menngunakan jenis data Kualitatif. Bila dilihat dari sumber datanya
maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sekunder. Sumber
Primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data,
dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.27
25
Ibid., 215. 26
Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, (Bandung, Alfabeta, 2011), 5. 27
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualittatif dan R&D, 225.
13
Sumber primer dalam penelitian ini ialah data-data yang berkenan dengan
Seloko sebagai media komunikasi dakwah di Desa Limbur Merangin Kecamatan
Pamenang Barat Kabupaten Merangin, yang dalam pengumpulan datanya
menggunakan teknik observasi, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil
observasi baik fenomena alam, masyarakat, adat istiadat, kegiatan desa akan disajikan
dalam penelitian. Adapun yang menjadi sumber data sekunder dalam penelitian ini
adalah wawancara dan literature-literature yang mendukung penelitian ini baik berupa
buku, koran, majalah, jurnal, maupun tulisan-tulisan lain yang dianggap penting
dalam mendukung penelitian ini.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Untuk mendapatkan data yang akurat yang
relevan perlu di perhatikan sumber data yang di peroleh dan metode pengumpulan
data data yang tepat. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Observasi Lapangan
Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian
untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Dalam penelitian ini menggunakan
observasi parsitipatif. Metode ini di lakukan dengan cara menjalin hubungan dengan
informan. Dalam observasi partisipatif peneiti terlibat dengan kegiatan keseharian
orang yang sedang di amati, sambil melakukan pengamatan peneliti ikut melakukan
apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan
demikian maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.28
Dalam pengumpulan data pada penelitian ini, akan dilakukan observasi
lapangan yang dilakukan di Desa Limbur Merangin, dengan mengamati berbagai hal
28
Ibid., 227.
14
yang berkaitan dengan seloko adat, baik dalam kegiatan masyarakatnya, para pemuda
serta pegawai syarak dan termasuk mengamati alam sekitar . Data tersebut
diharapkan dapat bermanfa‟at bagi orang banyak.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasi langsung dari sumbernya29
. Wawancara tahap pertama
biasanya hanya bertujuan untuk memberikan deskripsi dan orientasi awal periset
perihal masalah dan subjek yang dikaji. Tema-tema yang muncul pada tahap ini
kemudian diperdalam, dikonfirmasikan pada wawancara berikutnya. Dalam keadaan
berwancara tentang masalah yang mengandung titik minat, periset kualitatif dapat
melakukan loncatan materi wawancara kepada narasumber yang secara natural
memiliki informasi yang lebih banyak dan menjadi informasi yang lebih penting.30
Adapun sasaran wawancara yang nantinya akan di lakukan dalam penelitian ini
meliputi pemerintah Desa Limbur Merangin, tokoh adat, tokoh masyarakat, da‟i, dan
pemuda. Agar nantinya penelitian ini dapat berjalan sesuai rencana dan informasi
tersebut bisa menjadi teori pendukung penelitain.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data untuk memperoleh data
langsung dari tempat penelitian, yang meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-
peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, dan data penelitian yang
relevan.31
Data dokumentasi yang dimaksud yaitu data tentang responden dan seloko,
serta berbagai data yang dibutuhkan dalam penelitian ini untk melengkapi data yang
diperoleh dari wawancara dan observasi yang didapat. Demikian pula dalam
mengumpulkan data di lapangan peneliti akan mencari data tersebut dengan teknik
dokumentasi yang di peroleh dari dokumen Desa ataupun foto serta video kegaiatan
diDesa Limbur Merangin.
29
Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, 29. 30
Agus Salim,Teori & pradigma penelitian sosial,(Yogjakarta Tiara Wacana,2006), 17. 31
Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, 31.
15
5. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak pengumpulan data secara
menyeluruh. Data kemudian di cek kembali, secara berulang, dan untuk
mencocokkan data yang di peroleh, data disitematiskan dan di interprestasikan secara
logis, sehingga diperoleh data yang absah dan kredibel.
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu, maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Dalam teorinya semakin lama penulis ke
lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu,
perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian,
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mepermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dpat dibantu dengan peralatan elektonik
seperti komputer dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.32
Setelah data direduksi Maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini,
miles dan huberman (1984) menyatakan “yang paling sering digunakan unuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”.
33
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman ialah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti
yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka
32
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualittatif dan R&D, 247. 33
Ibid., 249.
16
kesimpulan yang dikemukakan meripakan kesimpulan yang kredibel (dapat
dipercaya).34
Teknik analisis data yang di gunakan meliputi data primer, sekunder, maupun
sumber-sumber yang dikumpul, dicatat serta di klasifikasikan dan di rumus untuk
mencari kebenaran yang berhubungan dengan analisis. Dari hal tersebut dijadikan
bahan untuk penulisan skripsi.
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
Agar memperoleh data yang terpercaya dan dapat di percaya, maka peneliti
melakukan teknik pemeriksaan keabsahan data yang didasarkan atas sejumlah
kriteria. Dalam penelitian kualitatif, upaya pemeriksaan keabsahan data dapat di
lakukan lewat empat cara yaitu :
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan di lakukan lewat keikutsertaan peneliti di lokasi
secara langsung dan cukup lama, dalam hal upaya mendeteksi dan memperhitungkan
penyimpangan yang mungkin mengurangi keabsahan data, karena kesalahan
penilaian data oleh peneliti atau responden, disengaja atau tidak disengaja. Distorsi
data dari peneliti dapat muncul karena adanya nilai-nilai bawaan dari peneliti atau
adanya keterasingan peneliti dari lapangan yang di teliti. Sedangkan distorsi data dari
responden, dapat timbul secara tidak sengaja, akibat adanya kesalahpahaman terhadap
pertanyaan, atau muncul dengan sengaja, karena responden berupaya memberikan
informasi fiktif yang dapat menyenangkan peneliti, ataupun untuk menutupi fakta
yang sebenarnya.
Distorsi data tersebut, dapat dihindari melalui perpanjangan keikutsertaan
peneliti dilapangan yang di harapkan dapat menjadikan data yang di peroleh memiliki
derajat realibilitas (ukuran) dan validitas (ketepatan) yang tinggi. Perpanjangan
34
Ibid., 252.
17
keikutsertaan peneliti pada akhirnya juga akan menjadi semacam motivasi untuk
menjalin hubungan baik yang saling mempercayai antara responden sebagai objek
penelitian dengan peneliti.35
2. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara
teliti, rinci dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol dalam
penelitian. Faktor tersebut selanjutnya ditela‟ah, sehingga peneliti dapat memahami
faktor tersebut. Ketekunan penelitian dilakukan dalam upaya untuk mendapat
karakteristik data yang benar-benar relevan dan terfokus pada objek penelitian,
permasalahan dan fokus penelitian. Dengan meningkatkan ketekunan pengamatan itu,
maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah
ditemukan itu salah atau tidak.36
3. Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu di luar data pokok, untuk keperluan pengecekan realibitas data melalui
pemeriksaan silang, yaitu lewat perbandingan berbagai data yang di peroleh dari
berbagai informan.
Terdapat tiga macam teknik triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian
ini, yaitu pemeriksaan menggunakan sumber, teknik, dan waktu. (1) triangulasi
sumber merupakan teknik yang dilaksanakan dengan membandingkan dan mengecek
kembali suatu derajat informasi yang didapat tersebut, (2) triangulasi teknik
pengumpulan dataa merupakan teknik pengecekan keabsahan data yang dilaksanakan
dengan mengecek informasi yang didapatkan bersama dengan teknik yang dilakukan,
(3) triangulasi waktu merupakan data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di
waktu narasumber masih segar, belum banyak masalah, sehingga akan memberikan
data yang lebih valid sehingga informasi yang didapatkan dapat dipercaya.37
35
Ibid., 270. 36
Ibid., 272. 37
Ibid., 274.
18
4. Diskusi dengan Teman Sejawat
Langkah akhir untuk menjamin keabsahan data, peneliti akan melakukan
diskusi dengan teman sejawat, guna memastikan data yang diterima konkret dan
bukan semata persepsi sepihak dari peneliti atau informan. Melalui cara tersebut
peneliti mengharapkan mendapat sumbangan, masukan dan saran yang berharga dan
membangan dalam meninjau keabsahan data.
H. Studi Relevan
Seloko yang berisi pesan-pesan yang mengajak kepada kebaikan serta menjadi
media komunikasi dakwah untuk memperbaiki akhlaq baik bagi masyarakat
tradisional dan masyarakat modern terus di galakkan supaya tidak tergerus oleh
zaman. Berdasarkan penelusuran penulis terdapat beberapa karya yang membicarakan
tentang pembahasan tersebut diantaranya, Skripsi yang ditulis oleh Zulkarnain,
Mahasiswa IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Fakultas Ushuluddin, Jurusan
Aqidah Filsafat, yang membahas tentang “Nilai-Nilai Filsafat Moral Dalam Seloko
Adat Perkawinan Jambi di Dusun Pulau Pinang Kecamatan Sarolangun Kabupaten
Sarolangun”. Skripsi ini membahas tentang prosesi adat perkawinan dan nilai nilai
moral yang terkandung dari prosesi adat perkawinan di Desa Pulau Pinang
Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun .38
Jurnal ilmiah Ade Rahima Dosen FKIP Universitas Batanghari Jambi dengan
judul “Nilai-Nilai Religius Seloko Adat Pada Masyarakat Melayu Jambi”. Jurnal ini
membahas tengtang nilai-nilai religius yang terkandung di dalam seloko adat, yang
mencangkup tentang hukum kebiasaan, aturan-aturan hukum yang mengatur segi-segi
kehidupan yang bersifat pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.39
38
Zulkarnain, “Nilai-Nilai Filsafat Moral Dalam Seloko Adat Perkawinan Jambi di Dusun
Pulau Pinang Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun”, Skripsi ( Program Strata satu Institut
Agama Islam Negeri Sulthan Taha Syaifuddin Jambi), 2016. 39
Ade Rahima, “Nilai-Nilai Religius Seloko Adat Pada Masyarakat Melayu Jambi”. Jurnal
Universitas Batanghari Jambi (2014), diakses melalui alamat https://media.neliti.com
/media/publication/225562-nilai-nilai-religius-seloko-adat-pada-ma-a196f55d.pdf , pada hari Kamis,
16 Mei 2019, pukul 00.36 WIB.
19
Jurnal yang ditulis oleh Abdoel Gafar Mahasiswa Universitas Negeri Jambi
dengan judul “Peranan Seloko Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat di
Kota Jambi” jurnal ini membahas tentang adat berseloko dalam upacara adat
perkawinan di Kota Jambi, dan bertujuan agar adat berseloko dalam perkawinan
memiliki arti penting dan menjadi ciri dan jati diri daerah Jambi.40
Sebagaimana terlihat pada studi relevan ini bahwa sudah banyak penelitian
yang membahas tentang seloko, tetapi diantara kajian ini belum ditemukan ada yang
membahas tentang “Seloko Sebagai Media Komunikasi Dakwah di Desa Limbur
Merangin, Kecamatan Pamenang Barat, Kabupaten Merangin”. Karya-karya diatas
adalah berbeda dengan karya yang sedang penilis rencanakan. Melihat adanya
perbedaan setting, tentu penelitian yang dihasilkan akan berbeda.
40
Abdoel Gafar “Peranan Seloko Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Di Kota
Jambi”. Jurnal Universitas Negeri Jambi (2012), diakses melalui alamat https://online-
journal.unja.ac.id/index.php/pena/article/view/1441/935 pada hari Sabtu, 30 November 2019, pukul
04.03 WIB.
20
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA LIMBUR MERANGIN
A. Sejarah Desa Limbur Merangin
Adapun asal nenek moyang orang limbur merangin sekarang tidak di ketahui
secara pasti, dari mana sumber yang saya dengar bermacam-macam pendapat. Ada
yang mengatakan asalnya dari Mataram beragama Hindu, ada pula yang mengatakan
dari Palembang dan sebagainya, yang jelas dua suku pendatang yang ada perbedaan
bahasanya. Mereka mendirikan rumah dan bermukim di Dusun Tuo. Jumlahnya
waktu itu ham 7 buah rumah. Menurut sahibul hikayat semasa buluh masih berbuah
ago, bakul nyiru, air sebelah sini hanyut ke ilir, sebelah sana hanyut ke mudik.
Setelah di sapa si Pahit Lidah, buluh tidak lagi berbuah ago, bakul, nyiru dan air
hanyut ke ilir semuanya. 41
Berapa lama mereka bermukim di Dusun Tuo tidak di ketahui, tanda mereka
cukup lama berada di sana adanya pendam pekuburan cukup banyak di Bukit Sungai
Nawa. Setiap warga Dusun Tuo ada yang meninggal jenazahnya di kebumikan di
Bukit Sungai Nawa. Kata pepatah mati di anta katanah layu. Kata pantun Saluko :
Lubuk mampun pendam sanawa
Kubung ngalayok dalam padi
Mabuk racun dapek di di tawa
Mabuk paruntung di bao mati
Sampai sekarang batu-batu njsan di Bukit Sungai Nawa masih dapat kita
jumpai bukti adanya peradaban nenek moyang masa silam yang di makamkan
penduduk Dusun Tuo masa itu. Daging ular biyang, ular biyung yang tinggal dan
bergelung di suatu bukit sebelah mudik Dusun Tuo sekitar dua kilo meter dari Dusun
Tuo. Setiap hari penduduk Dusun Tuo mudik membawa ambung tempat daging ular
biyang ular biyung Disamping penduduk Dusun Tuo, penduduk Pulau Jalia
41 Haramaini HY, Sejarah Terjadinya Desa Limbur Merangin, (Bukit Penantian, 2010), 4.
21
Tanjung Lamin juga ikut mengambil daging ular biyang ular biyung tersebut untuk di
makan. Konon setiap penduduk dua dusun tersebut datang mengambil daging ular itu
selalu berbunyi ular biyang ular biyung tidak darah daging ku ambil hati aku jangan
di lait (sayat). Beg‟itulah seterusnya di samping makan daging ular biyang ula biyung
mereka membuat pengek kalong dan pakasam pacat.
Pada suatu hari waktu mengambil daging ular biyang ular biyung salah seorang
orang Pulau Jalia sengaja melait(menyayat) sedikit hati ular biyang ular biyung
tersebut. Merasa hatinya di sayat melampau pantang yang setiap hati di pcringatkan,
maka pada malam hatinya hujan lebat, kilat sambar menyambar, guruh petir sambung
menyambung ular biyang membuka gelung. Kata pepatah baungkai simak tali,
babukak simak pintu lalu turun ke air terus balayia (berlayar) menghulu batang
mangin kabarnya masuk Danau Kerinci ular tersebut apa sekarang masih hidup atau
sudah mati wallahu a‟lam. Besok harinya penduduk Dusun Tuo terkejut melihat
jamban, biduk mereka terdampar di atas tebing, air Merangin sangat keruh. Apa
gerangan yang terjadi...? Maka berbondong-bondonglah orang Dusun Tuo mudik.
Setibanya di tempat ular biyang ular biyung tersebut ternyata ular besar tersebut telah
pergi meninggalkan tempat tinggalnya selama ini. Tanah tempat ia turun longsor, itu
yang membuat air sangat keruh. Sesuai kata pepatah kehuh ayik cingok ka ulu smak
ayik cingok ka moho.42
Bekas gelung ular biyang tersebut masih ada hingga kini. Kata orang yang
.pemah berladang di Bukit Ular Biyang di bekas gelung ular biyang itu waktu
mencam(menanam) padi turun lima gantang benjh, bukit itu sekarang di sebut bukit
biyang. Lama kelamaan penduduk Dusun Tuo merasa kehilangan makanan pokok
mereka selama inj yaitu daging ular biyang ular biyung. Sebagian benduduk Dusun
Tuo ing'm pindah mencari tempat baru maka yang asal 7 bubung rumah 4 bubung
pindah 1e hilir mereka membuat rumah baru yaitu di hilir Bukit Sungai Layang yaitu
di tebing tinggi, sementaxa yang 3 bubung masih tetap di Dusun Tuo. Cukup lama
42
Haramaini HY, Sejarah Terjadinya Desa Limbur Merangin, 5.
22
pula yang 4 bubung bermukim di tebing tinggi. Setiap warga Tebing Tinggi
meninggal jenazahnya di antar kebukit Sungai Nawa untuk di makamkan. Di antar
pakai biduk(perahu), atau pakai rakit. Tempat pendam orang Tebing Tinggi yaitu di
dataran tinggi(bukit) di dataran rendah itu pendam orang Dusun Tuo sebagai simbol
tempat orang Tebing Tinggi di atas makamnya hams di atas pula. Orang Dusun Tuo
tempatnya agak rendah maka makam keluarga harus rendah pula.
Di suatu sore seorang wanita Tebing Tinggi pergi mancing di sebuah lubuk.
Mancing di tetah pancing cucuk ke bawah. Waktu di tarik terasa berat, lalu di tarik
terus hingga sampaj ke atas di lihat yang kena pancing bukannya ikan tapi ujung
sebuah rantai yang terbuat emas yang mengikat lesung, antan(a1u) dan nyiru yang
juga terbuat dari emas. Karena berharap mendapat semua dan ingin menjadi kaya
raya maka wanita terebut berniat mengangkat semuanya ke biduk(perahu), burung
yang waktu itu ada di atas pohon berbunyi : teh...teh....teh... yang artinya teteh
(potong rantai emas tersebut). Tapi orang tersebut tidak menghiraukan, karena berat
akhimya perahu orang itupun karam dan emas yang mengikat lesung, antan (a1u) dan
nyiru yang juga terbuat dari emas itu kembali tenggelam kc dalam lubuk. Itu pula
sebabnya lubuk itu di namakan lubuk lesung. 43
Bekas peninggalan peradaban dusun Tebing Tinggi yang masih ada sampai
sekarang yaitu bekas jalan mobil (jalan babat). Lama kelamaan penduduk dusun
Tebing Tinggi ada yang ingin membuat pelak (ladang tanaman muda) yaitu di Ujung
Tanjung di dusun Renah Pelayang sekarang. Maka sebahagian mereka mulai „
membuat ladang di Ujung Tanjung. Tanaman yang di tanam waktu itu umumnya
tembakau. Penduduk dusun Tebing Tinggi pindah dari dusun keladang untuk
mengurus tanaman mereka merumput, melabuk(menggembur) dan sebagainya.
Cukup berhasil orang yang berkebun tembakau, hasilnya di samping untuk tembakau
rokok, tembakau sugi bagi ibu-ibu yang memakan sirih, di berikan untuk sanak
43
Ibid., 6.
23
kerabat, di jual atau di tukar dengan makanan-makanan yang di butuhkan. Hasil
tembakau melimpah ruah maka di sebutlah tanjung palepeh utang.
Pada suatu hari salah satu dari warga yang berladang di Ujung Tanjung
sebelum ke ladang dia melarang anaknya makan sebelum ayah ibunya pulang dari
ladang, ladang ini agak jauh dari rumah. Setelah ibu bapak si anak terebut keladang
anak yang bcrumur kira-kira 9 sampai 10 tahun ini tinggal di rumah sendirian.
Namanya anak-anak tidak bisa menahan lapar sementara ibu bapaknya pergi
keladang pagi pulang petang. Anak tersebut merasa lapar satu-satunya jalan harus
cepat di isi, makan nasi anak ini tidak berani takut di marah ibu bapaknya perutnya
semakin lapar maka anak ini turun dari rumah mencari apa yang baik di makan.
Kebetulan di sekitar rumahnya banyak tumbuh pua. Maka anak tersebut mencari buah
yang masak tapi tidak ada, maka di ambillah pua yang masih muda isinya masih putih
di bawa kerumah lalu dimakan. Sebagian isi pua yang putih itu berserakan di tengah
rumah. Sisa makan yang berserakan di sebut imah. Kata pepatah dakdo imah ngadah
sepai (sapu).44
Haripun masuk petang ibu bapaknya pulang dari ladang. Di lihat di tengah
rumah banyak berserakan imah nasi maka marahlah ibunya lalu pecut anak tersebut.
Ayahnyapun ikut marah. Walau anaknya mengaku tidak makan nasi orang tuanya
tetap tidak percaya. Karena sakit di pecut anak ini mengais tersedu-sedu. Setelah itu
ibu bapak anak ini mandj sebelah mudik, hari sudah mulai gelap. Merasa tidak
bersalah sepeninggal orang tuanya pergi mandi anak ini turun dari rumah duduk di
atas pasir(bungin), lalu di kaisnya pasir dengan menggunakan kedua tangannya untuk
menimbun tubuhnya sambil bemyanyi ngalimbak ngalimbua limbak aku limbunlah
aku kato induk aku makan nasi aku makan pua mudo. Begitulah sambil menimbun
badannya dia terus bemyanyi ngalimbak ngalimbua limbak aku limbunlah aku kato
induk aku makan nasi aku makan pua mudo.
44
Ibid., 6.
24
Sewaktu ayah ibunya pulang dari mandi hari sudah malam. Melihat anaknya
tidak ada di rumah, lalu dia memanggil tapi tidak menyahut, di cari di dalam kamar
tidak ada. Di lihat jelas-jelas yang memutih di atas lantai bukannya nasi tapi isi pua
muda. Di dengarnya pasat-pasat ada suara orang bemyanyi sayup-sayup antara
terdengar dengan tidak di arah pasir. Suara orang bernyanyi ngalimbak ngalimbua
limbak aku limbunlah aku kato induk aku memakan nasi aku makan pua mudo. Maka
turunlah dua orang tua suami isteri ini mencari di dalam gelap di mana suara orang
bemyanyi yaitu anaknya. Maka di kaisnya pasir dengan tangan, makin di kais
semakin sayup suara anaknya dan akhimya hilang suara anaknya. Maka terpekik
meraunglah ayah dan ibu anak ini sehingga tetangga mereka berladang pun datang
kerumah orang tua anak itu menanyakan apa gerangan yang tcrjadi. Maka di
ceritakanlah tentang anaknya yang hilang di limbun bungin (di timbun pasir) lari
setelah di marah sewaktu pulang dari ladang. Maka semalam suntuk kedua orang tua
ini tidak dapat tidur sepicingpun menengadah air mata tergenang, menunduk air mata
berderai. Air mata ibu bak nyelai jatuh ke kujang, air mata bapak nan bak beh ke
kekap nyesal marah anak sampai mecut.45
Sesuai kato pantun :
Bakir di hulu kerapatan
Bangsal durian gugur bunganya
Pikir dahulu pendapatan
Nyesal kemudian tak ada gunanya
Keesokan harinya pergilah kawan-kawan sesama bérladang, ada yang kc mudik
memberi tahu ke masyarakat Dusun Tuo ada pula yang ke hilir memberi kabar ke
Dusun Tebing Tinggi tentang anak sianu yang senja kemaren hilang di limbun bungin
(di timbun pasir). maka gemparlah orang tebing tinggi, terkejutlah orangorang dusun
tuo, orang dusun tuo keilir sedangkan orang dusun tebing tinggi kemudik, maka
berbaurlah orang yang hijrah ke Tebing Tinggi dengan orang yang menetap di Dusun
45 Ibid., 7.
25
Tuo berkumpul di ujung tanjung palapeh utang, mereka duduk bersama membuat
undang-undang adat undang talansung ilir taliti beranjak mudik bertemu ditanjung
samalindu, maka kacuplah tijak di bungin (pasir) mencari anak yang hilang, dari pagi
hingga malam berhari-hari mereka mencari anak tersebut namun tak ada tanda-tanda
untuk menemukan anak tersebut, direnung saabih akaJ ke air lah hilang riak ke darat
lah hilang unut, memanglah raib timbun tebing lah hilang di lincai pulau, memang
rajuk lah di bawa hilang seding(sedih) lah di bawa mati.46
Dari cerita anak hilang inilah, masyarakat Desa Limbur Merangin jika
mengadakan resepsi pernikahan dengan memotong kerbau selalu mengadakan
upacara adat yang dinamakan dengan mencari anak hilang hingga sampai saat ini,
sebagai simbol dari anak yang hilang di limbun bungin kejadian ratusan tahun yang
silam. Merasa anaknya tidak di temukan, sehingga kedua orang tua anak tersebut
putus asa. Mati basebab hilang bakarno, bapaknya pulang kerumah mengambil
tombak dan turun ke bawah lalu di tancapkan tombak tersebut ke tanah dengan posisi
terbalik ujung tombak sebelah atas dan pangkalnya menancap ke tanah lalu naik
kerumah dan melompat ke arah mata tombak melakukan bunuh diri. Ibunyapun
demikian, berlari ke arah sungai sambil membawa batu besar yang di ikat dengan tali
lalu di gantungkan ke leher lalu menyelam. Sehingga kedua orang tua anak ini mati
dalam keadaan pasik. Yang laki-laki mati basebab darah bakarno, yang perempuan
mati basapung batu ka lubuk ba undang teheh ka laut.
Misteri orang yang hilang di limbun bungin menjadi isi mulut orang Tebing
Tinggi dan Dusun Tuo. Melihat tanah di sini subur maka sepakatlah kedua Dusun inj
ingin bersatu kembali yang di mudik pindah ke hilir dan yang dihilirpun pindah ke
mudik. Maka di buatlah runding mupakat kata sailun yang di pimpin oleh 3 orang Rio
yaitu : Rio Alip, Rio Buncit dan Rion Gamalo. Mulailah membuat lambeh tempat
membuat dusun baru yaitu di Trassakti sekarang. Setelah menebas yang besar pakai
beliung yang kecil pakai parang, yang kecil telah tebas yang besar sudah tumbang
46
Ibid., 8.
26
tinggallah sebatang kayu yang belum di tebang yaitu batang jelatang yang babanea
tigo. Orang tidak mau menabang kayu tersebut sebab jika tagiseh (tersentuh) kulit
kena miyang(gatal), siapo taguyang (tersenggol) keno beh. Walau bagaimanapun
pohon jelatang tersebut harus di tebang maka bergilirlah mereka menebang pohon
jelatang yang babanea tiga itu. Mulai hari sabtu sampai rabu setiap hari. Konon bila
di lihat umbang dan kulit kayu itu yang telah badada bapunggung telah bertaut
kembali seperti belum ada bekas kapak. Pada hari kamis kata masyarakat dua dusun
Tebing Tinggi dan Dusun Tuo, hari ini kami meminta tiga Rio menebang pohon
Jelatang ini karena jika kami yang menebangnya tidak mau roboh. Sesuai pula
dengan baneanya tiga, Rio tigo sabanea surang.47
Maka berundinglah tiga rio ini mencari akal untuk menebang pohon jelatang
itu. Duduklak tiga Rio berunding. Kata Rio Alip : bagaimana pendapatmu Rio Buncit
kalau kita buat saIatnya sebelum menebang kayu ini, sebab kamu malin bakitab kalau
nyalah dalam agama. Kata Rio Buncit : iya kita membuat ikhtiar bagi hamba,
menurut pendapat ngan tidak apalah. Maka Rio Alip membakar kemenyan nan sacibit
membelah limau nan sabuah di pusung pohon jelatang itu tujuh keliling. Tegak pula
Rio Gamalo menghimbau pantang. Kata Rio Gamalo kalau iya kami ini asal cicak
asal bengkarung asal cacing gelang-gelang tuah raja turun temurun tuah puti pindah
memindah, kerarnat yang tidak boleh minjam tuah tidak dapat minta, rubuhkanlah
kayu jelatang hari ini.
Setelah itu mulailah tiga orang Rio menebang pohon jelatang sabanea surang.
Waktu matahari mulai condong ke barat waktu hari telah hamper senja hari kamis
petang jum‟at barulah pohon jelatang goyang lalu roboh kc tepi air. Elangkurik yang
menunggu pohon jelatang terbang ke seberang. Sarang elangpun jatuh ke air hanyut
serantau balik mudik. Setelah pohon jelatang terguling di atas tanah Rio Alip naik ka
tunggul jelatang babanea tigo pucuk di tunggu langkurik rubuh, di tebang gugur ke
air hanyut serantau berbalik mudik, kalau orang dagang menginjak jelatang ini jalan
47
Ibid., 8.
27
sapincang baulang balik, sarang elang balik mudik, sebab dalam sarang elang itu ada
buluh miyang merindu. Ada pula yang mengatakan :48
Batang jelatang babanea tiga
Rubuh membawa langkurik
Bila orang dagang menginjak di jelatang ini
Jalan sepincang pulang balik
Tentang ngalimbak ngalimbua limbaklah aku limbua lah aku kato induk aku
makan nasi aku makan pua mudo ado juga pendapat lain yaitu :
Bungin limbak bungin limbua
Limbak aku limbualah aku
Kato induk aku makan nasi
Aku makan pua mudo
Setelah orang Dusun Tuo dan Dusun Tebing Tinggi pindah, yang mudik pindah
ke ilir yang di ilir pindah ke mudik, nama dusun tidak lagi Dusun Tuo atau Tebing
Tinggi. Atas mufakat kedua suku asal Dusun Tuo tempo dulu itu pula penyebab
mereka kembali bersatu. Dengan adanya kejadian anak yang hilang di limbun bungin
tiga orang Rio sependapat dengan masyarakat pada masa itu nama dusun baru di
rubah pula menjadi Dusun Limbun Bungin.
Di malam harinya tiga orang Rio itu bermimpi di bawa elangkurik terbang
berangkat dari batang jelatang menuju sungai mangua terus ke kilometer 21 lalu ke
durian sebatang muara Sungai Langkap lalu Sungai Tanah terus ke Mepui Belahik
singgah di Campunek Gedang lalu Mangkuang Bantu pergi pula ke Mang Balayia
Ulu Mancang dari situ menuju Bukit Alai Tunggul Buto malayang Sungai Latau lalu
ke Kubang Gedang balik pula ke Tunggul Jelatang. Esok harinya rakyat Dusun
Limbun Bungin kumpul di sekitar tunggul jelatang yang roboh kemaren. Mereka
bemakap-cakap tentang kehebatan kayu jelatang yang akhirnya roboh ditebang tiga
48
Ibid., 9.
28
Rio mereka. Setelah di do‟a tolak bala‟ oleh Rio Buncit, setelah di pusung oleh Rio
Alip dengan asap kemenyan lengkap alat tepung tawanya, di imbau pula pantang oleh
Rio Gumalo. Tidak lama kemudian tiga orang Rio tiba pula di tempat rakyat yang
sedang brrkumpul di sekitar kayu jelatang yang telah tumbang. Masing-masing
membawa alat parang dia mau mengambil banea bekas yang di tebang kemaren.
Sambil duduk-duduk Rio Alip bercerita kami malam tadi mimpi di bawa elangkurik
terbang, Rio Buncit dan Rio Gumalo sama-sama meng-iyakan sambil mengangguk-
angguk. Rakyat yang hadir mcngangguk-angguk pula tanda kagum dan percaya. Lalu
Rio Alip menceritakan tentang mimpi mereka semalam kepada rakyatnya.49
Setelah tiga banea jelatang di ambil tiga orang Rio, sekitar seminggu kemudian
diajaklah rakyat Dusun Limbun Bungin pergi untuk melihat apa-apa yang di temukan
dalam mimpi tiga orang Rio tersebut. Kadahat di tuhut unut keyik di tuhut yak.
Segalanya bertemu dengan apa-apa yang terdapat dalam mimpi Rio mereka. Sepulang
dari berjalan jauh, apa yang nampak di mata maka berpesanlah tiga orang Rio kepada
rakyat Dusun Limbun Bungin. “Apa yang kita lihat itu semua adalah batas-batas
tanah. Ingat oleh kamu sampaikan ke anak cucu.” Kata Rio Alip wakil dari Rio
Buncit dan Rio Gumalo : “Sungai Mangua kilo meter 21 Durian Sebatang Muaro
Sungai Langkap itu batas tanah kita dengan Kanya (Karang Anyar), Sungai Tanah
Mepui Belahik Campunek Gedang itu batas dengan Papit, Mangkuang Buntu bateh
dengan Kamai (Karang Berahi), Mang Balayia Ulu Mancang bateh ilia dengan Tabir,
Bukit Alai Tunggul Buto Sungai Latau Kubang Gedang bateh dengan uhang(orang)
Pajalia Tanjung Lamin. Batas ilir dan batas mudik ingat oleh kamu nan dak lapuk di
hujan dak lekang wik paneh. Kalau hilang batas tanah di ambil orang maka hilang
tutur pasko dapat oleh orang lain.” Rio Buncit pun berkata menyambung cakap Rio
Alip : “untuk kita jangan di beri dan untuk orang jangan di ambil berdosa”. Bila
taambik(termabil) untuk kanti kata Rio Gumalo : “salah teguk di luah, salah bawa
49
Ibid., 10.
29
pulang(kembalikan), celako tanam kecik anggua gedang tebang.” Begitu pula kalau
orang mengambil untuk kita kata Rio Alip. 50
Tidak lama kemudian dapat perintah Raja Jambi jauh sebelum Sultan Thaha
menjadi Raja, supaya setiap dusun membuat kuto benteng pertahanan untuk menjaga
dusun dari serangan Belanda atau mnah isau (orang asing yang tidak di kenal). Maka
sepakatlah tiga Rio dengan rakyat Dusun Limbun Bungin membuat benteng kuto di
belakang dusun. Disitu di gali tanah tambak, diatasnya di tanam bambu serik.
Sesuai pantun :
Buluh serik belakang dusun
Tebang sebatang buluh lemang
Uhang baik tunggulah dusun
Kami menunggu ladang lengang
Di sebelah mudik lubuk tunjuk sebelah bukit di gali pula parit gedang('besar)
supaya air sungai merangin mengalir sampai Sungai Layang dan jika sungai merangin
banjir banyak ikan yang masuk ke pancuran itu. Setelah ikan masuk penduduk dusun
Limbun Bungin menutup jalan masuknya ikan dengan kayu rapat-rapat sehingga ikan
tidak bisa keluar mereka bersama-sama menangkap ikan untuk di jadikan lauk pauk.
Tempat menutup jalan masuknya ikan itu di namakan tebat. Setelah menjadi dusun
maka di abadikan nama tempat itu menjadi Dusun Pancuran Tebat.
Sesuai Pantun Saluko :
Dusun Limbua kepalak lubuk
Tebing Tinggi Pancuran Tebat
Hati siapo tidak kan mabuk
Unding di cari tidak dapat
50
Ibid., 10.
30
Di buat pula parit di mudik dusun dan Muara Bedah itu yang di sebut di bawah
kuto nan bajajua dilingkung pahit nan balingka. Di tempat-tempat lain ada pula yang
membuat kuto seperti di Desa Aur Duri. Desa Aur Duri itu diambil dari nama aur
yang di tanam sekeliling dusun sebagai benteng/kuto. Di Bungo yaitu di Desa Kuto
Jayo asal dari kuto, di Sungai Manau Desa Benteng dari kata kuto. Setelah dusun
Limbun Bungin membuat benteng, parit-parit besar maka banea jelatang. 51
Untuk Rio Alip di buat kancing pintu, kancing pasak dusun Limbun Bungin
sepotong di tanam sebelah mudik Pancuran Tebat, sepotong lagi di tanam di sebelah
ilir bukit Sungai Layang. Tanam melintang (sentung), artinya bila ada orang maling
membuka rumah peduduk dusun Limbun Bungin bukan orang dari luar melainkan
orang dari dusun Limbun Bungin itu sendiri. Sebab dusun lah bakunci sentung kok
rumah lah bakunci sentung timbal balik kok tali lah bakebat mati, itu pula sebabnya
orang Dusun Limbun Bungin tidak mempan di salih(Guna-guna) kubu (suku anak
dalam). Di samping bakunci sentung ilir dan mudik di seberang dusun di batas
sungai. Di dalam dusun ada orang berambut abang(merah). Yang sekerat di buat
batas-batas dalam rumah itu yang di paku ke bendul lebar dan di pahat ke tiang
panjang, selingkung bendul di tepi tempat menti duduk batamu, selahik bendul di
tengah tempat rajo duduk basilo.
Untuk Rio Buncit menjadi cintung (sendok) nasi dan tangkai sendok gulai itu
yang di sebut bacintung liba daun basenduk panjang tangkai batungku cakah bapiuk
gedang. Adat batamu ajak duduk adat berlek(hajatan) ajak makan. Untuk Rio Gamalo
menjadi galah dan pendayung biduk. Itu mudik sarentak galah/satang, ka ilir
sarengkuh dayung. Itulah sebabnya Rio Gamalo di sebut bakuto aho hilang sepanjang
teluk dan sepanjang rantau basua pedang sabilah.
Setelah Rio Alip, Rio Buncit dan Rio Gumalo wafat entah berapa kali berganti
Rio. Sesuai dengan kata pepatah :
Buhuk li bagentin li
51
Ibid., 11.
31
Lapuk pua jalipung tumbuh
Patah tumbuh hilang berganti
Hilang sikok bagentin sikok
Bak napuh di ujung tanjung.
Mulailah terasa :
Ilang tuo ilanglah tutua
Ilang Rajo ilanglah tembo
Ilang pulo lah adik munsanak
Maka terjadilah bak pantun :
Anak kadidi tigo ikok
Bao bakeja dalam padi
Nak ngaji suhatlah lapuk
Nak balaja gurulah mati
Terukir pula pantun untuk tiga orang Rio Limbun Bungin :
Rio Buncit Rio Gamalo
Rio Alip Hilang di laman
Lah nasib badan kito
Malang tasurat di tapak tangan 52
Dalam pantun diatas yaitu Rio Alip hilang di laman Ceritanya Suatu hari ada
suatu perkara di buka di halaman di tonton rakyat banyak karena perkara itu berat tak
seorangpun berani menjatuhkan hukum. Seorang Rio Alip tidak dapat hadir karena
beliau sakit parah. Akhimya sidang tidak ada yang berani memberi keputusan
akhirnya di jemputlah Rio Alip dengan cara di dukung (gendong) karena beliau
52
Ibid., 12.
32
sedang sakit parah. Setelah perkara itu di putuskan oleh Rio Alip beliau roboh lalu
meninggal dunia di tempat beliau memutuskan perkara di halaman. Itu pula sebab
sampai tersebut dalam pantun Rio Alip hilang di laman. Waktu itu rakyat dusun
Limbun Bungin bukan di pimpin oleh tiga Rio sebab masyarakat kala itu mematuhi
apa saja kata tiga orang Rio ini, apapun keputusan tiga orang Rio rakyat salalu
mengiyakannya. Pelajaran untuk anak cucu di belakang hari kalau mau memilih
pemimpin harus ada sifat tiga orang Rio terebut yaitu : Cerdas Rio-Alip ,
Alim/Agama-Rio Buncit, Hulubalang/berani-Rio Gumalo .53
Inilah kunci seorang pemimpin yang urusan agama sudah oleh Rio Buncit,
urusan perkara sudah oleh Rio Alip dan urusan orang yang ingkar janji sudah oleh
Rio Gumalo. Kesan yang selalu terukir pada tiga orang Rio yang selalu di ingat dari
generasi ke generasi. Cerdasnya Rio Alip : Lurus babentang tali patah makan siku-
siku. Alimnya Rio Buncit : tubuhnya penuh dengan ilmu agama penuh patuah dan
tegur sapa maka di gelar Rio Buncit. Dibalangnya Rio Gumalo tongkat tuah di
gelanggang panakik nan keheh panyudu nan lunak. Rio Alip di ilir, Rio Buncit di
tengah dan Rio Gumalo di mudik. Maka titisan Rio Alip cerdik-cerdik, titisan Rio
Buncit alim-alim dan titisan Rio Gumalo melawan-lawan sampai kini masih nampak
perbedaannya.
Lambang kebesaran Raja-raja Jambi yaitu keris Siginjai untuk itu pula tokoh
masyarakat dusun Limbun Bungin H. Muntahil (H. Mohammad Taher) mengajak
masyarakatnya mengumpulkan dana untuk membuat keris lambang kebesaran dusun
Limbun Bungin. keris pusaka itu masih ada hingga sekarang di perkirakan telah
berumur ratusan tahun. bila ada orang pengantin di dusun Limbun Bungin keris itu di
bawa oleh mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan, begitu juga khitanan
keris itu di pegang oleh anak yang akan di khitan.
Sebelum Sultan Thaha menjadi Raja Jambi Belanda sudah tahu bahwa di hulu
merangin ada sebuah dusun yang banyak ekstrimis, pemberontak yang melawan
53
Ibid., 13.
33
Penjajahan Belanda yang menjadi propokator yaitu penduduk Dusun Limbur
Merangin, yang di maksud Belanda Dusun Limbur Merangin adalah Dusun Limbun
Bungin. Pada tahun 1855 Sultan Thaha naik tahta menggantikan ayahnya Sultan
Pahrudin yang wafat tahun 1855. Sultan Thaha tidak mau tunduk kepada Belanda.
Belanda mengancam akan menangkap dan membuang dirinya ke Batavia. Ancaman
itu tidak di hiraukannya, dia menyiapkan pasukan perang. Maka terjadilah perang
besar melawan Belanda di Jambi yang di pimpin langsung oleh Sultan Thaha.
Sekitar tahun 1828 musyawarah pula masyarakat dusun Limbun Bungin ingin
mendirikan Masjid. Setelah rapat memilih tanah tempat masjid. tukang masjid di
jemput dari Rantau Panjang, (Syaikh Maulana Abdul Qodir Ibrahim) tukang itu telah
membuat masjid di dusun Ampelu Muaro Bungo. Tukang masjid datang sambil
membawa dua buah tong, satu berisi beras dan yang satunya lagi berisi pakaian
sembahyang dan alat-alat kerjanya dan sebatang tongkat dari besi. Kata tukang : tiang
masjid 4 batang kayunya besar. Maka diambillah tiang yang 4 batang itu di Rimbo
Dendang tanah adat dusun Limbun Bungin termasuk kayu-kayu yang di gunakan
untuk alat-alat membangun masjid. Kabamya 4 batang kayu besar itu di tarik oleh
gajah tingkih Ialu di bawa ke dusun. Setelah 4 batang tiang besar di gabung ujung
pangkalnya tukang mulai bekerja. Masyarakat dusun Limbun Bungin meggambil
kayu besar yang berlobang di tengahnya untuk dibuat beduk, di tutup lobang kayu
sebelah pangkal, dengan jangat jawi (kulit sapi), di ketang dengan rotan lalu di pasak
untuk mengencangkan jangat beduk. Lalu di ambil pula samambu atau pangkal
manau untuk pemukul beduk.54
Setelah masjid selesai beduk selesai isi tong betas tukangpun selesai, beduk di
bawa ke masjid, tukang mengisi dua tong dengan air, yang tempat betas di letakkan
dekat pintu masuk laki-laki, yang tempat alat sembahyang dan alat-alat kerjanya di
letakkan dekat pintu masuk perempuan dan tongkat besinya di letakkan dalam masjid
itu menjadi tongkat khatib membaca khutbah. Sebelum beduk di pukul timbul
54
Ibid., 14.
34
perdebatan tentang cara memukul beduk dusun kita. Pendapat yang pertama : kalau
pendapat ngan macam orang Dusun Papit, Tanjung Lamin mukul beduknyo macam
titik hujan banyak bunyinya macam itu kawan macam itu pula kita. Pendapat yang
kedua : Pendapat ngan tidak begitu kalau kita buat model sama dengan kanti kita pak
tuhut lain lubuk lain ikan lain padang lain pula belalangnya. Pendapat yang ketiga
cocok dengan pendapat yang kedua buat model lain dengan kanti(kawan) karena
tiang masjid kita 4 apa salahnya kita pukul 4 kali. Pedapat yang ke 4 cocok juga di
pukul 4 kali karena tiang masjid ini 4 dan dusun kita di jaga 4 pula.55
1. Di jago Batin nan megang ico pakai lahang pantang.
2. Di jago 4 datuk : 1 Datuk Dagang, dan 3 Datuk Neghi. Itu kusut tempat ba usai
keruh tempat bajenih.
Gelar Datuk Neghi :
1. Datuk Payung Alam
2. Datuk Pagar Alum
3. Datuk Malingkung Alam
4. Di jago Dukun. Kalau ada sakit peneng Obat gosok tampal itu pekeijaan dukun
5. Di jaga Pegawai Sara‟. Kalau ada yang mau menikah. Meninggal di kafan, di
sembahyangkan dan dikubur itu pekerjaan Pegawai Sara‟.
Di samping itu sesuai pula Balngo tempat menghancur tuba untuk kita :
1. Muaro Mampun
2. Tepian Pak Buyau
3. Lubuk Cemin
4. Lubuk Awo
Kemudian susuai jugatanah adat ado 4 :
1. Rimbo Dendang
2. NahTanjung
3. Nah Sei. Beringin
55
Ibid., 14.
35
4. Nah Tl kuluko
Pendapat yang pertama itu juga khusus untuk tabuh Jum'at, Hari Raya
Besar(Idul Fitri) dan Hari Raya Haji(ldul Adha). Di samping itu boleh Juga memukul
tabuh di hari lain jika ada:
Orang di terkam harimau
Orang mati hanyut(di bawa arus sungai)
Orang di tangkap buaya
Rumah terbakar dan hal penting lainnya
Inilah nama tabuh lahang atau tabuh ninek mamak. Di tambah pula bila tabuh
lahang berbunyi kita yang belum tahu apa halnya boleh membawa senjata seperti
kujua(tombak) pedang dan lain-lain, itu hal neghi. Kalu ada tabuh lahang lah
berbunyi orang lah gempar. Jika ada yang aman-aman saja seperti pura-pura tidak
tahu ataucuek maka orang itu di hutang seekor kambing dan beras 20 Kg. sebab orang
lah gempar ia tidak terkejut tidak tahu di hal orang. Sejak itu pula beduk waktu
sembahyang berbunyi 4 kali. Tukang masjid lamo hadir masa itu tapi dia diam saja
tidak ikut mengeluarkan pendapat takut di anggap mao cupak mao gantang.56
Setelah kerjanya selesai masjid yang dibuatnya agak mirip dengan masjid yang
di buatnya di Ampelu, dia berencana ingin kembali ke Rantau Panjang. Sebelum
pulang ke Rantau Panjang dia mengelilingi masjid yang di buatnya itu. Melihat-lihat
kalau ada kerjanya yang belum selesai. Sesampainya di sebelah kanan mihrab imam
tiba-tiba ia roboh lalu meninggal dunia secara mendadak. Rencana di manusia tapi
ketentuan yang pasti pada Allah Swt. Allah menghendaki tukang masjid itu wafat di
Dusun Limbun Bungin. Untuk mengenang jasa-jasanya maka jenazahnya
dimakamkan disebelah mihrab tempat imam masjid lama.
Pada masa itu ada pula masyarakat Limbun Bungin mempunyai pasko yaitu
gong. Mau di katakan hidup dia tak bemyawa, mau di katakan mati dia bergerak di
rumah tempat gong itu. Kadang-kadang tiba di sudut situ kadang-kadang tiba pula di
56
Ibid., 15.
36
sudut sini, kadang-kadang tiba pula di atas paho(loteng) tidak di pindahkan orang tapi
pindah dengan sendirinya. Akhirnya ada yang bermimpi gong itu minta di gantung di
atas menara masjid lamo. Setelah di gantung di menara masjid lamo bila ada orang
dewasa meninggal dunia gong itu sering berbunyi tanpa di pukul orang, bila kanak-
kanak meninggal dunia gong itu tidak ada bunyinya. Sejak itu pulalah setiap ada
orang dewasa meninggal dunia di bunyikan gong di atas menara masjid lamo
tersebut. Tangga menuju menara terbuat dari kayu bulian, anak tangganya juga dari
kayu bulian jumlahnya 17 buah anak tangga, artinya Al-Qur‟an turun tanggal 17
ramadhan perang Badar teljadi pada tanggal 17 ramadhan tahun kedua hijrah, shalat
lima waktu 17 raka‟at ada juga yang berfirasat waktu itu bahwa Negara kita akan
merdeka pada tanggal 17 pula, flrasat itu temyata benar, hari jum‟at jam 10 pagi di
jalan Pegangsaan Timur Presiden Sukarno memproklamirkan kemerdekaan RI 17
Agustus 1945.57
Jauh sebelum Belanda memasuki Merangin, pejuang-pejuang yang menjadi
hulubalang raja Mesumai umumnya pandai ilmu silat seni beladiri. Nama silat
diantaranya adalah : Kuntau, Kamiyan, Tembung dan lain-lain. Mereka mahir main
tangan, kaki, keris, pedang, kayu dan sebagainya. Setelah tamat mereka menuntut
ilmu batin seperti kebal, apung (tahan pukul), panheh (tinju bisa), rantai sakilan,
pancung ramayong dan banyak lagi yang lainnnya. Mereka menamakan diri budak
ulu. Bila ke Jambi ada yang dari Siau, Sungai Tenang, Jangkat, Serampas,
RantauPanjang, Sei. Manau, Merangin dan sekitarnya tak ketinggalan dari dusun
Limbun Bungin. Selain menjadi hulubalang raja banyak juga yang hobi menyabung
ayam. Mereka mengundang peningka(pendekar) dari Bungo, Kerinci, Palembang,
Mnah Isau(Orang buangan). Tempat mereka menyabung ayam yaitu di muara
merangin. Mereka membawa nasi bungkus dalam upih, ayam jago termasuk
membawa senjata keris, pisau, badik, pedang, kayu dan sebagainya. Sesampainya di
muara merangin mereka mulai menyabung ayam, bila salah satu ayam yang di adu
57
Ibid., 16.
37
ada yang kalah maka orang yang ayamnya kalah melompat masuk gelanggang sambil
mencabut senjatanya mencari lawan, maka orang yang ayamnya menang tersinggung
maka gayung bersambut kata berjawab melompat pulalah dia sambil mencabut
senjatanya.58
Mereka bertarung mati-matian. Banyak para pendekar mati basabung di muara
merangin. Mereka mati tidak terkubur sehingga tulang belulang dan tengkorak
mereka berserakan di atas tanah. Kepala manusia seperti niyoa tukak(buah kelapa
yang di makan tupai). Kata pepatah :
Mati di padang telentah imbo balung Kumpulan paku penyamunan
Mati di tangis ungko kelabu
Mati di atap langau ijau
Dak di pendam ba pakuburan
Dak di tanam puding dengan jaluang
Luko dak mintak pampeh
Mati dak mintak bangun
Sengaja balalap gadung matah
Batempah kapayang mabuk
Sampai sekarang paku yang tumbuh di tempat menyabung di muara merangin
kapan di ambil di cium masih berbau amis darah. Selain di muara merangin tempat
mereka menyabung ayam dan menyabung nyawa yaitu di Batu Penyabung Kabupaten
Sarolangun sekarang. Peningka(pendekar) dari dusun Limbun Bungin tak pernah
absen pergi menyabung. Umumnya budak ulu pada masa itu jarang yang luka apa
lagi sampai mati. Memang biduk lentik lah tahan di saing kaji baik lah tahan pulo
untuk di simak.
Suatu ketika sewaktu peningka dari ulu telah meletakkan ayamnya di
gelanggang begitu juga dengan peningka yang di undang. Ayam sudah berkokok siap
58
Ibid., 16.
38
berlaga timbullah kesadaran dari peningka yang di undang, maka di tangkapnya
ayamnya kembali. Berpantunlah penduduk sekitar itu. Katanya : 59
Teluk mansilang pulau balam
Batu penyabung jalan mandi
Pantun ayam sudah di bulang
Nak di sabung idak jadi
Bulang adalah jalu ayam yang terbuat dari besi lalu di ikat di kaki ayam.
Peningka undangan ada juga yang berpantun :
Pedang janawi memutus rantai
Pancung kudo mandi anak
Dari pado kito terus batikai
Baik mengaku adik musanak
Menjawab budak ulu :
Menuai padi sabilik
Di kisa dulu baru di tanak
Dik kamu babudi baik
Kito aku adik musanak
Lalu mereka bersalaman, berpelukan bahkan ada yang sampai menangis.
Setelah menjadi desa tempat itu di namakan Desa Batu Penyabung. Pada tahun 1901
Belanda ingin memasuki Merangin melalui Muara Tembesi, Sulthan Thaha pada
masa itu sudah berumur 84 tahun. Istananya yang berada di lokasi Masjid agung
Alfalah sekarang di bakar oleh Belanda dan di jadikan tangsi militer. Sultan Thaha
dengan keris Siginjainya pantang menyerah menghadapi penjajahan Belanda. Tersiar
kabar sampai ke Raja Ujung Tanjung Muara Mesumai bahwa Belanda akan
59
Ibid., 17.
39
memasuki merangin dengan 3O buah kapal perang siap dengan meriam dan
serdadunya yang di pimpin oleh Mayor Vanrangen. 60
Sebelum Belanda masuk dan menguasai Merangin di adakan rapat di Ujung
Tanjung Muara Mesumai yang di pimpin oleh Pangeran Tamenggung anak Raja
Mesumai. Banyak urusan ninek mamak tuo tau serta hulubalang wakil dari dusun
masing-masing di wilayah Merangin. Di hari yang di tetapkan maka di panggillah
segala cerdik pandai serta para hulubalang untuk menghadap Raja Mesumai di Ujung
Tanjung Muara Mesumai. Setelah rapat di buka oleh Raja Mesumai yang hadir ketika
itu mulai mengeluarkan pendapat tentang menghadapi Belanda yang akan menyerang
Merangin dan Bangko sampai ke Muara Bungo. Macam-macam pendapat yang di
hasilkan, ada yang mengatakan kita menyerah saja kepada Belanda usah di ungkit
batu lekat tamilang kita nang ka kupak. Ada pula yang mengatakan kita menyerah
dan mengibarkan bendera putih di Muara Merangin tanda tunduk, kalau menyerah
rakyat aman dan harta bendapun aman. Raja Mesumai diam saja mendengar pendapat
pendapat ninek mamak tuo tau.
Wakil dari Dusun Limbun Bungin juga hadir ketika itu yaitu H. Sukur Bapak
H. Ja‟far nenek H. Hamid mantan kades desa Limbur Merangin. H. Sukur terakhir
sekali mengeluarkan pendapat, katanya pendapat yang terdahulu tadi semuanya benar
kalau kita menyerah kita akan aman kalau perang kita akan rugi, tapi kalau pendapat
ngan kito cubo nungkek tuah di galanggang, nampin tahuh dengan kuyu, cubo
nungkat langit dengan talutuk, mungka gunung dengan tamilang lidi, kito cubo
nanam mumbang, kalu hidup jadi payung negeri, kito mueh hati nan sakali, nyenang
panano nan mabuk, lebih dari itu kita minta pula pendapat Raja sebab nyo nan
balidah masin bapahang tajam bajalan dulu salangkah bakato dulu sapatah nyo pula
nan tuah keris nan di tangkil, tuah pedang nan di sandang, nyo nan duduk di bawah
payung nan sakaki kembang diatas mahligai sabatang tegak, tuah puti pindah
60
Ibid., 18.
40
memindah tuah rajo turun temurun, duduk ngkoh nyadi rajo tegak nyadi hulubalang,
nyo nan megang tombak nan bacangkah lambing kekuasaan rajo masumai.
Setelah H. Sukur berhenti dari berbicara panjang lebar Raja Mesumai
termenung, menengadah dan menunduk di keribaannya. Tuanku raja telah basah oleh
air mata rupanya beliau menangis. Setelah lama raja merenung akhirnya dia berkata :
posisi kita kini sama dengan dang dangkek basahang di umpun buluh, di adang kito
luko empat kalu di ilak luko tujuh, kalau meminta pendapat dari ngan selaku raja
sesuai dengan pendapat wak H. Sukur dari dusun Limbun Bungin tadi. Minta
pendapat dari raja. Kalau menurut ngan kalau menyerah pada belanda yo ngan pahit
minum air merangin dari kita hidup dijajah, lebih baik mati bagalang tanah. Kalau
begitu kata Raja kalau berlek kita pungko(bermodal) perang kita junjung, celak
phang(perang) di pancung rajo, sengketo negeri di hukum batin, maka kita bunyikan
kemong/bende(gong) di panggil dibalang nan 4O bawa tentara sagantang bijan kita
songsong ke Muara Merangin sambil membawa semua senjata yang ada kita perang
sabil mempertahankan harga diri dan tanah pusaka, kok kereh(keras) sama kita takik
kok lunak sama kita sudu.61
Sebelum Belanda memasuki Merangin, rakyat di dusun-dusun di suruh pindah
(mengungsi) ke hutan. Rakyat Dusun Limbun Bungin pun demikian mereka pindah
ke hutan belantara yaitu di daerah payo(rawa) langantuk, payo ujo mereka bermukim
di tepi sungai. Sungai itu di namakan Sungai Suko Iram yang artinya tempat
bersenang-senang. Walaupun hidup di dalam hutan tetapi mereka merasa
bebas/merdeka. Dusun Limbun Bungin khususnya sudah lama di tinggalkan
penduduknya, saking lamanya di dusun telah menjadi padang langgui (rimbang,
terung pipit).
Di saat Belanda masuk Merangin berdentumlah bunyi bedil kedua belah pihak.
Bedil meletus bunyi maka babuluh. Tempat perang di Merangin yaitu di Mampun
Pamenang, Renah Pelayang Jelatang dan Lubuk Lesung Limbun Bungin. Karena
61
Ibid., 19.
41
marah pada para pejuang yang banyak membunuh serdadunya belanda ngapak
(membabat) tiang rumah orang dusun Limbun Bungin, tiang bulian bekas kapak
masih ada hingga sekarang yang menjadi tiang rumah Hj. Isyah Kapuk. Dua bulan
perang di air dan tiga bulan perang di darat akhirnya tentara kita kalah. Malang tak
dapat di tolak mujur tak dapat di raih karena bedil kita sepucuk dua Yang lain
membawa tombak, pedang, bambu runcing, umban dan sebagainya Sedangkan
Belanda lengkap senjatanya. Di Dusun Limbun Bungin ditangkaplah oleh Belanda H.
Sukur kakak dari Bakar Juhul. Karena kakaknya H. Sukur sudah tua Bakar bapak Mat
Bayat nyerah diri. Pak Limin meneruskan perang gerilya di butanhutan. Pejuang
Dusun Limbun Bungin yang di tangkap Belanda adalah : 62
1. Bakar ganti dari H. Sukur nenek Din Kader
2. H. Madat Rak Jenah nenek Majri Pak Timah
3. Sapi‟I Pak Ajil Bapak H. Mezen nenek dari H. Yusuf Jasim Badok
4. Alip Pak Teji nenek Patih Uzub.
Belanda membuang pejuang-pejuang Merangin pada tahun 1901 sampai 1916
termasuk yang dari Dusun Limbun Bungin. sebelum di buang Belanda Bakar Juhul
berpantun :
Bukit putih rimbo kaluang
Di rendam jagung dalam kuali
Hukum putuih kito tabuang
Entah kabalik tah idak gi
Menjawab pula Pak Teji membalas pantun bakar Juhul tadi :
Tinggi bukit Limbun Bungin
Tampak dari Dusun Tuo
Jugo di asing ka tempat lain
Hati halik kasiko jugo
62
Ibid., 20.
42
Sapi‟i Pak Ajil berkata :
Tenang be kito tu nang jantan
Kulub di imbau bapak kito
Kalu dak ji yo di kubung tupai
Dak napeh di tawan angina
Kito tetap balik ka Limbun Bungin
H. Madat diam saja
Cukup banyak hulubalang raja Tanjung Mesumai dari dusun Limbun Bungin
yang terkenal. Di antaranya : Pak Simpai, Pak Cingkok, Pak Sawang, Juaro Pilih, La
Bantai dan lain-lain. Waktu pejuang terbuang pada tahun 1901 perang di Jambi
umumnya masih berkobar. Meskipun banyak pejuang-pejuang Merangin yang gugur
mempertahankan tanah Merangin khususnya dan Jambi pada umumnya. Darah-darah
mereka menyirami persada bumi Merangin yang tercinta ini. Banyak pula pemimpin
perjuangan yang tertangkap termasuk 4 orang dari Dusun Limbun Bungin. Pangeran
Tamenggung Raja Mesumai tetap saja tidak mau menyerah kepada Belanda. Pada
bulan april 1904 Sultan Thaha gugur di desa Betung Bedarah Muara Tebo dalam usia
88 tahun. Setelah memimpin rakyat Jambi hampir 50 tahun menentang penjajahan
Belanda maka perang Jambi di lanjutkan oleh Raden Mattaher putra Sai Kamis
Melintang Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun. Bersama Raden Pamok. 63
Pada tahun 1903 dirinya diangkat oleh Sultan Thaha menjadi Panglima perang
Jambi. Walaupun Sultan Thaha telah gugur Pangeran Temenggung tetap tidak mau
menyerah kepada Belanda. Belanda sangat kesal pada Raja Mesumai ini. Kekesalan
itu di tunjukkan dengan di keluarkannya uang Belanda bergambar burung elang
terbang membawa seekor ular. Kiasannya burung elang itu Belanda dan ular yang
tertangkap itu adalah Pangeran Temenggung Raja Tanjung Mesumai.
Raden Mattaher gugur pada tahun 1907 jenazah beliau di makamkan di makam
Raja-raja Jambi Solok Sipin Kodya Jambi. Setelah Raden Mattaher gugur Belanda
63 Ibid., 21.
43
tetap tidak dapat menawan Raja Tanjung Mesumai. Belanda sangat benci pada Raja
ini. Kebencian itu di tunjukkan dengan beredarnya uang Belanda yang baru ganti dari
uang bergambar elang membawa seekor ular dengan uang bergambar tongkat (cap
tongkat). Kiasannya Belanda tidak perlu lagi khawatir pada Raja tanjung Mesumai
itu, dia sudah tua tegak dan berjalan harus di Bantu pakai tongkat. Begitulah
teguhnya hati seorang Raja memegang prinsip kalau ludah telah terbuang pantang di
jilat kembali. Sulthan Thaha pun demikian kalau dia bersedia berunding atau
menyerah kepada Belanda sama dengan menghilangkan pahala ibadalmya 4O hari.64
Konon di Tanjung Mesumai dari dulu hingga sekarang di daratan di jaga oleh
harimau kumbang dan di air di jaga buaya kumbang, benar tidaknya wallahu a‟lam.
Pada tahun 1916 pejuang-pejuang merangin yang terbuang ke Pulau Cilacap
termasuk yang 4 orang dari Limbun Bungin di bebaskan karena Belanda telah
melumpuhkan pejuang-pejuang yang sakti mandraguna takut timbul pemberontakan
Yang cukup di khawatirkan yaitu dari dusun Limbun Bungin banyak para tokoh-
tokoh masyarakat yang menjadi propokator untuk melawan penjajahan Belanda.
Maka atas Perintah Residen Belanda di Jambi di buatlah sebuah kantor penjagaan
Belanda kalau-kalau terjadi lagi ekstrimis yang banyak menewaskan serdadu
Belanda. Kantor itu berdiri di depan SDN No 7 Limbur Merangin 1 kantor itu
bernama Sanggrahan. Kantor itu karena rapuh termakan usia, Sanggrahan itu pun di
robohkan orang desa Limbun Bungin karena takut alat bangunan yang sudah tua itu
menimpa anak sekolah. Namun bekas pondasinya masih ada hingga sekarang.
Jauh sebelum Belanda masuk menguasai merangin bahwa di ulu merangin ada
sebuah dusun yang tokoh masyarakatnya sakti mandraguna membantu raja-raja Jambi
sebelum Sultan Thaha mereka pergi ke jambi masuk para pejuang yang di pimpin
raja-raja Jambi mengusir penjajahan Belanda dari bumi Sepucuk Jambi Sembilan
Lurah. Dusun yang di maksud Belanda Limbur Merangin Yaitu dusun Limbun
Bungin lidah orang-orang Belanda tidak bisa menyebut Limbun Bungin yang terucap
64
Ibid., 21.
44
tetap saja Limbur Merangin, Limbun tuan kata orang dusun Limbur kata orang
Belanda. Bungin tuan yang terucapnya merangin oleh mereka. Bagaimana juga di
ulang-ulang dia tidak bisa menyebut dusun Limbun Bungin yang terucap tetap saja
Limbur Merangin maka berubah pulalah nama dusun Limbun Bungin menjadi
Limbur Merangin sampailah sekarang.65
B. Letak Geografis Desa Limbur Merangin
Adapun batas lokasi desa Limbur Merangin ialah sebagai berikut :66
Utara : Desa Sungai Sahut dan Desa Bungo Antoi
Timur : Desa Papit dan Karang Anyar
Selatan : Desa Simpang Limbur
Barat : Desa Simpang Limbur dan Desa Tanjung Lamin
Luas Wilayah Desa Panglatan : 10,193Ha
Letak dan batas desa terletak pada posisi 115. 7.20 LS 8.7.10 BT dengan
ketinggian Kurang lebih 250 M diatas Permukaan Laut. Keadaan iklim Desa Limbur
Merangin termasuk yang beriklim tropis, disebabkan oleh keadaan cuaca yang tidak
terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin. Maka keadaan musim di Desa Limbur
Merangin mengalami dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
65
Ibid., 22. 66
Website Resmi Desa Limbur Merangin, diakses melalui alamat http://www.limburmerangin.
id/page/sejarah-desa pada hari Selasa, 28 Januari 2020, pukul 14.22 wib.
45
Gambar 1: Peta desa Limbur Merangin.
C. VISI dan Misi Pemerintah Desa Limbur Merangin
Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya, begitu pula dengan setiap
pemerintah mesti memiliki aturan dan tujuan yang ingin di capai dalam masa
kepemimpinannya. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu di perhatikan pertama , visi
dan misi kepala desa dan kedua visi dan misi desa Limbur Merangin. Adapun
bunyinya yaitu :67
Visi dan Misi Kepala Desa :
1. Pemberdayaan masjid desa
2. Pembuatan Batas Desa
3. Memperbaiki Adminitrasi dengan PT sawit di tanah adat Desa
67
Kepala Desa Limbur Merangin, H. Idris, wawancara, catatan lapangan, 24 Januari 2020.
46
Visi dan Misi Desa Limbur Merangin :
1. Menciptakan desa yang Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghafur
2. Membangun Infrastruktur Jalan
3. Membangun Infrastruktur Tower Jaringan 4G
4. Membangun Ifrastruktur Pasar Desa
5. Memperbaiki Ifrastruktur Jembatan Desa
Pemerintah Desa berharap dengan berjalannya semua visi dan misi tersebut
masyarakat bisa dengan mudah dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, serta dapat
mengembangkan perekonomian desa dengan baik. Sehingga pada akhirnya desa
Limbur Merangin dapat menuju desa yang makmur lagi baik.
D. Struktur Pemerintah Desa Limbur Merangin
Struktur merupakan suatu tatanan yang terbentuk dalam masyarakat untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini struktur pemerintahan terbentuk dengan
sebab dan tujuan untuk mempermudah koordinasi dan dapat menjalankan tugas
sesuai dengan tugas pokok serta fungsinya masing-masing dalam membangun sebuah
pemerintahan desa.Desa dan kelurahan adalah dua satuan pemerintahan terendah
dengan status berbeda. Desa adalah satuan pemerintahan yang diberikan hak otonomi
adat sehingga merupakan badan hukum. Berikut tabel struktur pemerintahan Desa
Limbur Merangin :
47
Tabel 1: Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Limbur Merangin
Periode 2018-2022.68
Tabel 2: Struktur Pegawai Syara‟.69
68
Dokumentasi , Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Limbur Merangin
Periode 2018-2022, 23 Januari 2020.
Kepala Desa
H. Idris H. Latip
Sekretaris Desa
Zik Faisal
Kasi Pemerintahan
Ibnu Sina
Kaur Keuangan
Hengki Cendra, S Pd.
Kaur Umum
M. Yusup
Kasi Kesejahteraan
M. Zuhdi
Kadus Trassakti
M. Najmi, S Pd.
Kadus RenahPelayang
Dedi Kurniawan
Kadus Pondok
A. Kamel
Kadus Bukit Penantian
Hamdi Kurnia
Kadus Jembatan Mungau
Alamsyah
Kadus Pancuran Tebat
A. Bakar, S Pd.
48
Tabel 3: Struktur Lembaga Adat.70
69
Dokumentasi , Struktur Organisasi Pegawai Syara‟ Periode 2018-2022, 12 Februari 2020 70
Dokumentasi , Struktur Organisasi Lembaga Adat Periode 2018-2022, 12 Februari 2020.
Imam
H. Ibrohim
Khotib
Gr. Haramai
Bilal
Tengku Zainol
Ketua
Abu Hasan
Datuk
H. Zen
Datuk
Ilyas
Datuk
Samsudin
Datuk
H. Hasim
49
BAB III
PENERAPAN SELOKO SEBAGAI MEDIA DAKWAH DI DESA LIMBUR
MERANGIN
A. Pengertian, Tujuan dan Kaitan Seloko dengan Dakwah
Sastra merupakan salah satu sistem komunikasi sosial yang sangat tua dalam
perkembangan masyarakat Melayu Jambi. Sastra adat Jambi sebagai bagian dari
sastra Melayu, dalam penerapannya selalu di komunikasikan oleh ahlinya dalam
berbagai macam acara, yang isinya mengandung nilai-nilai luhur memberikan arahan
bagi keselamatan manusia dalam menempuh kehidupannya dalam alam yang penuh
pancaroba.
Sastra terbagi dalam beberapa macam yakni karangan, sajak, hikayat, dan
drama. Adapun sastra adat Jambi itu terbagi menjadi tiga macam yaitu, Petatah-
petitih, pantun,dan seloko. Berbicara tentang sastra Hasip Kalimudin Syam dkk
menjelaskan :
[P]etatah-petitih adalah merupakan sastra Adat Jambi yang berisikan nasihat
dan pandangan-pandangan serta pedoman hidup yang baik, yang berisikan
petunjuk-petunjuk dalam melakukan hubungan sosial dalam masyarakat.
Kemudian Pantun adalah sastra adat Jambi, yang dipergunakan untuk
berkomunikasi, saling ajuk mengajuk yang dilakukan dengan berpantun.
Selanjutnya seloko adalah sastra adat Jambi yang berisikan petuah-petuah untuk
keselamatan dan kebaikan kehidupan bagi masyarakat. 71
Adat merupakan seperangkat kebiasaan baik dalam masyarakat yang dipelihara
dan dilaksanakan. Adat memiliki tujuan agar kehidupan masyarakat lebih baik dan
harmonis menuju keadaan yang makmur dan sejahtera. Dalam penerapannya di
kehidupan bermasyarakat atau berkampung suatu bangsa memiliki suatu aturan atau
kebiasaan nilai-nilai luhur yang dapat mengatur hubungan seseorang dengan orang
lain, yang senantiasa harus dita‟ati apabila ada yang dilanggar maka pelakunya akan
mendapat sanksi moral atas tindakannya. Seloko sebagai sastra lisan di gunakan
untuk keindahan berkomunikasi baik antara muda-mudi atau orang tua.
71
Hasip Kalimuddin Syam, Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah Jilid III Sastra
Adat Jambi,(Lembaga Adat Provinsi Jambi, 2001), 7 & 9.
50
Sebagaimana penjelasan sebelumnya mengenai adat yang berisi aturan tentang
kehidupan yang memiliki sanksi ketika di langgar, kemudian seloko sebagai sastra
adat hadir dengan memberikan pengajaran tentang kehidupan untuk mengarahkan
kepada manusia agar berbuat baik yang disampaikan lewat komunikasi dengan berisi
berbagai kias-kias dan perumpamaan, penuh dengan sapaan halus yang tanpa terasa
akan menyentuh sanubari para pendengarnya. Sehingga para pemangku adat dalam
memberikan sanksi atas pelanggaran adat selalu menggunakan bahasa sastra yaitu
seloko, karna penyampaiannya yang halus tidak akan membuat para pelakunya
menjadi tersinggung dan mudah di mengerti oleh akal dan diterima oleh hati.
Agama Islam juga mengajarkan baik selaku komunikator ataupun seorang dai
agar dapat menyampaikan sebuah pesan dengan perkataan yang lembut. Sebagaimana
prinsip dari sebuah sastra yang mengutamakan keindahan dalam berkomunikasi, lalu
menyampaikan pesan dengan ungkapan yang enak didengar dan nyaman di hati, yang
kemudian ungkapan tersebut dikenal dengan sebutan seloko. tentu hal ini menjadi
bukti bahwa ada keselarasan antara Syarak dan Adat. Hal tersebut juga sesuai dengan
Firman Allah yang berbunyi :
ني ىا نعهه يخز كشاويخشى .ار هبآإنى فشعىن إوه طغى . فقى لانه قىلا
“Pergilah kamu berdua kepada Fir‟aun karena benar-benar dia telah melampaui
batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut” (Q.S. Thaha: 20: 43-44).72
Ayat tersebut dapat memberi kesimpulan bahwa dalam menyampaikan suatu
pesan atau informasi hendaknya dengna lemah lembut, suara yang enak di dengar,
dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati bagi para pendengarnya.
Maksudnya dengan lemah lembut ialah dengan tidak meninggikan suara, apalagi
sampai membentak. Siapapun tidak akan suka dengan orang-orang yang kasar baik
ucapan terlebih perbuatannya. Sehingga apapun yang disampaikan tidak akan di
gubris, malah ummat akan menjauh dan mengakibatkan komunikasi yang dilakukan
72
Tim Penterjemah dan Penafsir Alqur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Jakarta, Departemen
Agama RI, 2011), 435.
51
tidak akan berhasil. Ustadz Adi hidayat dalam dakwahnya pernah manyampaikan
bahwasanya “untuk menyampaikan suatu ilmu harus dengan ilmu”, artinya untuk
menyampaikan suatu ilmu kita harus dengan akhlak yaitu dengan perkataan baik agar
ilmu tersebut dapat di terima oleh para Mad‟u.
Akhirnya dengan demikian komunikasi semaksimal mungkin untuk menhindari
pemakaian kata-kata kasar dan intonasi yang bernada keras dan tinggi. Selanjutnya
komunikasi yang disampaikan lewat seloko, berfungsi untuk memperindah bahasa,
tentunya akan membuat para pendengarnya senang dan komunikasi yang dilakukan
akan menjadi komunikasi yang efektif.
Adapun kaitan seloko dengan dakwah dapat kita lihat dalam kutipan firman
Allah Berikut :
سىل الابهسان قىمه نيبي ه نهم. ومآاسسهىامه س
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya
agar ia dapat memberikan penjelasan kepada mereka”(Q.S Ibrahim: 14: 4).73
Penggalan ayat tersebut menjelaskan bahwa dakwah harus di dukung dengan
kemampuan berbahasa. Hubungan seloko dan dakwah merupakan pengembangan
dakwah melalui jalur kultural. Dalam prosesnya, Islam menyebar pada suatu daerah
yang umumnya telah memiliki tradisi atau adat istiadat yang sudah berakar dan
diwarisi secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. para da‟i ketika
berhadapan dengan adat yang sudah mapan dituntut agar dapat menunjukkan suatu
kearifan (al- Hikmah), yang ditandai dengan pendekatan dakwah secara damai dan
perlahan, bukan sebaliknya dilakukan dengan cara frontal dan kekerasan.
Hal ini juga yang menjadi latar belakang di terimanya islam dengan mudah di
Indonesia. Menyampaikan materi dakwah namun dengan tidak menghilangkan adat
budaya setempat, tapi mengkolaborasikannya dalam materi dakwah sehingga proses
dakwanya pun menjadi menarik dan dapat mudah dipahami oleh masyarakat. Sebagai
salah satu bentuk hubungan dakwah dan seloko, di jambi dakwah di lakukan dengan
73
Tim Penterjemah dan Penafsir Alqur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 345.
52
mengkolaborasikan materi dakwah tersebut dengan seloko, sebagai penguatan
substansi dari meteri dakwah dan agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat.
Berikut merupakan daftar seloko adat dalam pergaulan hidup sehari-hari
sebagai pedoman untuk melaksanakan adat :74
1. Dimano bumi dipijak di situ langit di junjung, dimano tamilang di cacak di situ
tanaman tumbuh : dimana tinggal disana adat yang di junjung
2. Jangan membawo cupak dengan gantang : orang asing atau pendatang tidak
boleh menerapkan adat di negri orang lain.
3. Adat sepanjang jalan cupak sepanjang betung : kemanapun pergi adat sudah
menunggu .
4. Adat setapak lembago setuang : adat sama pemakaian lain-lain
5. Lain lubuk lain ikan lain padang lain belalang : lain kampung lain pula bahasa
lain pula ico pakai yang di pegang.
6. Mati di bangun luko di pampeh : mati dibangun atau di hutang kerbau 1 ekor
beras 100, luka di pampeh di obati dengan tepung tawa sampai sembuh.
7. Hati gajah samo di lapah Hati tungau samo di cicah : dapat sama di untung
hilang sama di rugi
8. Mencit sikuk panukul 100 : kita sendiri musuh banyak
9. Semak-semak diangkut imbun-imbun di tutuh : permasalahan telah selesai timbul
kembali
10. Tungau di sebrang lautan nampak, gajah berentak di pelupuk mato dak nampak
: salah orang lain tahu, salah sendiri tidak sadar.
11. Kalangit bulih di bubung kabumi bulih di timbang : ke mana pergi dia tetap
mengikuti tidak ada masalahnya.
12. Dakdo emas bungkul di asah, dak do kau jejang di keping : bila tiba masanya
tidak ada uang serupa uang.
74
Haramaini HY, Catatan Buya Haramaini Adat Nan Tasirat Nan Tasurat, (Limbur Merangin,
Sekdes, 2018), 11.
53
13. Ilang cicak beganti ciyai, ciyai beganti kangkung buto : setiap pergantian
pemimpin tidak ada kemajuan, malah bertambah parah ancua.
14. Bunyi gagak bunyi kuau : macam-macam pendapat.
15. Ihuk petai ihuk jehing galo buah kabau : ulah orang seorang, orang banyak ribut
dibuatnya.
16. Duduk baunding suhang tegak bafikir dewek : tidak punya saudara untuk
menyelesaikan masalah.
17. Ikuk ngeh kepak meranting terbang kemano sampai lagi : orang yang sudah tua
tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
18. Biduk ado mbuh babenang, kijang ado nak nguali nangko : ada jalan mudah tapi
memilih jalan sulit.
19. Ilia melebuh gajah, mudik mulipit tebing melebuh semut : kerja yang mudah tapi
rumit penyelesaiannya.
20. Mati uso karno kapak, mati kuau karno bunyi : seorang yang terbukti bersalah
tidak dapat mengelak.75
21. Singgah-singgah akit, minum-minum buhung : orang yang datang bertamu,
namun tuan rumah tidak bisa menjamu karna miskin.
22. Numpang imbun pado daun, numpang ambak pado dahan : mengharap rasa
kasihan orang lain.
23. Minum di ujung jahi, makan di telapak tangan : anak kesayangan orang
24. Kalu dakdo panyengat dak mungkin pintau basarang rendah : kalau ada orang
yang datang kepada kita, itu ada maunya.
25. Lum babuah capuho masak, tai cigak lah batabua alai : belum ada apa-apa
sudah senang padahal belum tentu kebenarannya.
26. Uhang ubo di timpo tuduh, uhang miskin di timpo utang : orang bodoh kalau
bermasalah, benarnya pun bisa jadi salah.
75
Ibid., Catatan Buya Haramaini Adat Nan Tasirat Nan Tasurat, 12.
54
27. Hitam tegak di kelam, tendah tegak di lekuk : orang buruk, miskin, tidak di
pandang.
28. Bakukuk ayam ahi siang, idak bakukuk ahi pun siang : adanya saya kerjaan
selesai tidak ada pun kerjaan selesai.
29. Beruk di imbo di pangku, penakan di ibo dibuang : orang lain jadi dusanak,
keluarga sendiri di lupakan.
30. Biduk lawan kapal manolah samo laju : orang miskin bersaing dengan orang
kaya, tentulah orang kaya yang di mulyakan.
31. Bagai durian dengan mentimun, digolek keno diguling keno : yang pintar, kayo,
gagah tetap menang, yang miskin, buruk, ubo selalu kalah.
32. Nak ngajo di rumah tuan rajo, nak nyerang di rantau jenang : orang yang
berkuasa di tempat yang bukan daerahnya.
33. Dak kuhik dak ngandun, dak tangkeh dak ngambua : orang yang sudah berani
berarti sudah siap.
34. Duduk di gunung intan hati jugo dak senang : walaupun hidup mewah tapi kita
selalu di hinakan apalah gunanya.76
35. Tau manaup bak benak ketam, tudung manudung bak daun sirih : saling bantu
membantu.
36. Ba emeh kuning ba perak putih : orang yang kaya raya.
37. Bak mencit jatuh ka bereh : diam seribu bahasa.
38. Pedih mato wek nyelam, singkek kuku wek mungaleh : sudah mencari kesana
kemari tapi tidak ketemu.
39. Ayam nunjuk tuah itu tidak tuah : orang yang mengaku hebat itu tidak hebat.
40. Dak intong uso wek tanduk, dak abih daging wek kisut : orang dermawan tidak
takut rugi.
41. Gedang menoh wek tinggi nyulut langit : orang yang sudah pantas berkeluarga.
76
Ibid., Catatan Buya Haramaini Adat Nan Tasirat Nan Tasurat, 13.
55
42. Andai talumpat sedang gilo kato tadorong sedang mabuk : cakap anak mudo
yang tidak bisa di percaya.
43. Buhuk li baganti li, lapuk pua jaluntung tumbuh, bak napuh ujung tanjung mati
sikuk buganti sikuk : pertukaran generasi ke generasi.
44. Macam cigak di ago imau : orang yang sangat takut berurusan.
45. Kecik tuah nan gedang tendah benso yang tinggi : orang besak mau menerima
orang kecil.
46. Ilang rajo ilang tembo, ilang tuo ilang tutua : bila ahli adat atau orang tua
meninggal tidak tau lagi hubungan tali darah.
47. Bak lang di dateh tunggul : melihat-lihat tidak berani menyapa.
48. Gajah bejuang besamo gajah, imau bajuang samo imau : orang kayo orang
pintar adu kekayaan dan kepintaran.
49. Pendek tangan dekat menjangkau, pendek kaki dekat melangkah : orang miskin
hidup sederhana.
50. Pucuk di cinto ulam pun tibo : yang jelekpun di ambil apalagi yang baik.
51. Lukah buhuk keno patin : orang jelek mendapat orang baik.77
52. Bak balam dengan katitia, sasngguk iyo sakato idak : hanya baik di mulut saja.
53. Padi rebah panapek balam : maksud seseorang sesuai kemauannya.
54. Nentang babilang kasau, nungkup babilang jalujua : berfikir habis-habis untuk
mencari solusi.
55. Dak nau nalak sigai, sigai nalak nau : tidak biasanya gadis mencari bujang, tapi
bujang yang mencari gadis ( butandang).
56. Dak mati tapso bulih : orang hampir mati karna ulahnya sendiri.
57. Sapo nak nguyang keno beh, sapo yang nak ngiseh keno miyang : siapa yang
melanggar hukum dia sendiri yang kena hukum.
58. Tatahik aua dahi ujung, tatahik unak dari pangkal : sesuatu pekerjaan yang tidak
bisa di selesaikan.
77
Ibid., Catatan Buya Haramaini Adat Nan Tasirat Nan Tasurat, 13.
56
59. Usah di sungkit batu lekek, tamilang go yang kupak : usaha yang tidak berhasil
atau sia-sia.
60. Ngengkuh kayu dak lemah, nitin kayu dak pandai : ingin menarik perhatian orang
tapi orang itu tidak mau.
61. Mungkuih tulang di daun keladi akhirnya tacukeh jugo : serapat-rapatnya
menimpan keburukan akan terbongkar juga.
62. Bagaluk bania go, badagang batulak aih : pedagang yang meminta hasil
perdagangan mencari keuntungan yang berlipat ganda.
63. Di mulut santan baguno di hati racun bumain : orang yang pandai memuji kita
padahal ingin menipu kita.
64. Wak ungkuh badan lah tuo, mato idak mulihat lagi : orang yang sudah tidak
memiliki kemampuan.
65. Gedang di lambun sahap, tinggi dilambun utang : hidup menjadi buruh harap di
upah yang sedikit.
66. Nyilo cendi ka lecak, mehah santan kalumpua : baik bercampur tidak baik.
67. Kilat bedenyeh tinggi, guhuh badentang sayup, dak kan ngujan ahi : orang yang
pandai berbicara tapi tidak ada buktinya.78
68. Bak kumbang putuih tali : sesuatu yang sudah lepas tidak akan kembali lagi.
69. Pagi ba biya, petang bakeja-keja : selalu menunda-nunda pekerjaan.
70. Dak urung tanjak ka pulau, dak luko bulu di cabut, dak pangkal ujungnyo keno,
dak induk anak tabao, dak karang batau balik : seseorang yang di nyatakan
bersalah tidak bisa lari dari hukum.
71. Cehi balik gadai bapulang : barang yang di pinjam di kembalikan ke pemiliknya.
72. Gamak pahang panjang pancungka aka putuih dateh, kapak kabuluh mudo
pecah kapak ka bumbum managlicia : berlagak bak orang kaya padahal miskin.
73. Talumpat salah titin, tadahung salah jalan : ragu karna banyak, lupa karna lama.
78
Ibid., Catatan Buya Haramaini Adat Nan Tasirat Nan Tasurat, 14.
57
74. Nak tau pado buah, tanyo pado tupai, nak tau macam-macam bungo tanyo
dengan kumbang : berguru pada ahlinya.
75. Dak gelak bibir nahik, kalu gelak hati baingau : kesenangan yang di buat-buat.
76. Mimpi puding babungo meh, jaluang babungo intan : senang luar biasa karna
mendapat sesuatu yang luar biasa.
77. Kasih aka punggua badaun, kasih batang tanawan tumbuh : saling melengkapi,
kesenangan mengharap uluran tangan orang lain.
78. Nungkat langit dengak ta lutuk, mungka gunung dengan tamilang lidi : orang
bodoh atau miskin meminta bantuan kepada orang besar, di bantu alhamdulillah
tidak di bantu apa boleh buat.
79. Ambik meh panimbang andai, lambat taimbang jiyo ilang : menimbang perasaan
atasan karna takut di pecat.
80. Abih saningkek wik sanekan , abih dubalang wik kesatria : mencari harta bawaan
pada hari H pernikahan.
81. Dikadah ayik mato mulinang, dikutung ayik mato menerai : perasaan sedih amat
dalam.
82. Kecik tapak tangan nyihu kami tadah, kecik nyihu halaman kami sapu :
penerimaan lamaran dengan perasaan suka cita.79
83. Dak ado empang penghalang, dak ado semut mampado : tidak ada yang
menghalangi pertunangn itu.
84. Ayik setitik minta jadi laut, tanah sekepal minta jadi gunung : pemberian sedikit
minta anggap banyak.
85. Duduk menepi-nepi duduk menyudut-nyudut : orang buruk miskin, dak berani
duduk dekat orang kayo gagah.
86. Apo kuhang balido, sisik banyak tulang belebih : orang kaya raya tidak ada
kekurangan.
79
Ibid., Catatan Buya Haramaini Adat Nan Tasirat Nan Tasurat, 15.
58
87. Kalu bapaknyo kuhik, anaknyo lebih jeleh intik : orang tua pintar anaknya pintar
pula.
88. Kalu samo tinggi kayu di imbo angin dak bisa lalu : kalau derajat orang sama,
siapa pemimpin siapa rakyat, siapa penjual siapa pembeli.
89. Kalo dak tahan di lantak jangan jadi solang ajo, dak tahan di lincak jangan
tegak di sihing pulau : kalo berani melamar anak orang berarti segala sesuatu
sudah siap.80
90. Sisih mencurak gagang, pinang nguahi bangi :perempuan masih gadis, laki-laki
masih perjaka.
91. Sihih siso penyusun, pinang siso penekai : perempuan sudah jando, laki laki
sudah duda.
92. Mintak sisik pado imbat mintak tulang dengan pacat : minta sesuatu pada orang
yang tidak punya.
93. Dak di tulak tuah yang datang, digileng tanduk tumbuh : orang memberi
penghormatan kepada kita tidak mungkin di tolak.
94. Dak sepucuk dateh-dateh nau, dak sebalai tepi ayik : kenangan yang tiada
bandingnya.
95. Makan sibudak palalu abih, madi si budak ayik kehuh : kelakuan anak-anak tak
boleh diherankan.
96. Imau mueh nantik mati : orang yang jahat akhirnya mati.
97. Mengadah mato ahi, manepik mato pedang : rakyat melawan pemimpin yang
tidak memiliki kesalahan.
98. Dak ado elang bialah pungguk menahi : tidak ada orang hebat orang biasa yang
tampil.
99. Tasanda di nau gadih, tapanjek di bayeh bujang tadaki di gunung basah :
bertemu dengan orang yang lenih hebat darinya.
100. Luluih lubang luluih panyuluk: orang yang jujur, yang iyo tetap iyo.
80
Ibid., Catatan Buya Haramaini Adat Nan Tasirat Nan Tasurat, 16.
59
B. Implementasi Seloko Sebagai Media Komunikasi Dakwah
Keragaman suku di Indonesia dapat dilihat dari berbagai macam budaya yang
di hasilkannya. Perbedaan itulah yang mesti di pelajari dan di terapkan agar nilai-nilai
yang terkandung dalam budaya tersebut tetap lestari dan tidak hilang. Ada banyak
budaya yang yang bisa kita pelajari beberapa diantaranya meliputi sistem nilai, sistem
sosial, dan produk budaya sehingga nantinya bisa implementasikan terhadap tindak
berbahasa. Untuk memahami budaya ini diperlukan penekanan pada pengertian yang
berkaitan dengan kemampuan menangkap kata-kata dan kemampuan menyusun
kalimat, kemampuan memahami emosi sendiri, serta kemampuan melukiskan suatu
konsep bahasa dan itu perlu diajarkan sejak dini, salah satunya dari lingkungan
keluarga. Tujuannya agar pemelajar dapat mempersepsi lingkungan dan
mengekspresikan konsep bahasa dan budaya dalam berkomunikasi.
Salah satu produk budaya yang dapat di pelajari untuk memperindah bahasa,
ialah seloko adat. Sebagai masyarakat melayu Jambi untuk berkomunikasi
menggunakan seloko tentu bukanlah hal yang mustahil karna dalam penerapannya
penggunaan seloko adat tersebut sudah di gunakan sejak zaman nenek moyangnya
dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa seloko yang berisi bahasa kiasan dan
perumpamaan juga biasa di pakai bersandingan dengan materi dakwah.
Dakwah yang secara bahasa berarti mengajak kepada berbuat baik, tentu serasi
jika disandingkan bersama seloko dengan materi ceramah para da‟i atau komunikator
untuk mengajak ummat kepada arah yang lebih baik dalam kehidupan. Dalam hal ini
Tengku iskandar pernah membawakan seloko dalam ceramahnya yaitu :
Dalam hidup kita tidak boleh memelihara sifat yang tidak baik, menggibah
apalagi sampai berbohong, sesuai kato seloko : “Titin binaso lapuk, kato binaso
mungkir”, kalau kita di cap sebagai orang yang suka berbohong maka kita tidak
akan di percaya lagi dalam masyarakat. “Mako dari itu yang io katokan iyo,
yang idak katokan idak, pagarlah adat dengan lembago tungkek juanglah
pusako nan usang peliharolah agam dengan syarak patuhi pemimpin dalam
negri, ta’ati pulo perintah Allah dengan Rasul. Orang padang membeli labu,
60
labu dijual di hari Jum’at, kerjokanlah sholat lima waktu, supayo selamat
dunio akhirat”.81
Seloko tidak hanya digunakan dalam kegiatan keagamaan saja, namun lebih
luas daripada itu. Mulai dari lingkungan keluarga seloko sudah mulai di kenalkan.
Antara orang tua dan anak, seloko di gunakan sebagai media komunikasi untuk
memberi nasehat. salah seloko yang berisi tentang nasihat kepada anak ialah “wahai
pemuda pemudi dengarkanlah pesan dari orang tuo, hiasilah diri dengan ilmu
pengetahuan, baik umum, lebih-lebih ilmu Agama, jangan hanyut di arus kenakalan
remaja, jangan tenggelam di laut kehancuran budi, jangan jatuh dibawah keruntuhan
akhlaq, tapi menyelamlah anda di lubuk budi, berenang di laut akal, berlabuhlah di
tepian sopan santun. Adat lembago jangan dipijak, agamo jangan dilangkah, siapo
memijak adat di kutuk pusako, siapo melangkah agamo dikutuk tuhan, binasolah
hidup diatas dunio, di akhirat masuk nerako82
”
Kemudian seloko juga digunakan oleh para muda-mudi sebagai media
komunikasi untuk mengungkapkan perasaannya, hal itu di lakukan dalam kegiatan
seperti berladang, dan bertandang. Selanjutnya dalam kehidupan bermasyarakat
seloko digunakan sebagai pemberi peringatan, karna seloko sendiri berisi tentang
petunjuk dan pedoman agar menjalani kehidupan yang baik. Serta dalam
pemerintahan seloko digunakan sebagai media komunikasi untuk memperkuat aturan
dan memberi sanksi bagi para pelanggar aturan untuk menjadi solusi dari berbagai
sebab akibat yang kemungkinan akan timbul dalam pergaulan hidup.
Sesuai dengan ungkapan seloko “bilo ado suatu masalah daam suatu kampun,
ataupun masalah dalam lingkungan anak kemenakan, harus dimusyawarahkan
bersama-sama, duduk besamo duduk belapang, duduk seorang duduk besempit,
musyawarah untuk mencari kato mufakat, mufakat untuk mencari kebulatan. Bulat
air dipembuluh bulat kato dimufakat, kok bulat nak sampai segulung, kok picak nak
81
Mudir Ponpes Mambaul Ulum Desa Limbur Merangin, Tengku Iskandar Manaf, wawancara,
catatan Lapangan 23 Januari 2020 82
Hasan Ali, Pidato Adat (Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah), (Bangko, 1990)
12.
61
sampai selayang, bilo lah bulat dapat digulingkan, picak lah boleh dilayangkan,
dikuncang idak bedekuk, dikirai idak mempirai, serahkan diri kepado Allah ”.83
Semua penjelasan tersebut telah di terapkan di desa Limbur Merangin Guru
Haramaini HY menjelaskan bahwa seloko ini di terapkan dalam berapa kegiatan
yaitu:
[T]radisi membuat lemang, magih pampeh, babantai, batandang dan dalam
ceramah. Tradisi di desa ini sebenarnya banyak tapi tidak semua tradisi itu
selalu di sampaikan seloko. hanya dalam acara tertentu saja seloko
disampaikan, beberapa contohnya seperti yang saya sebutkan sebelumnya.84
Penerapan seloko di lingkungan keluarga sering di lakukan ketika keluarga
sudah berkumpul seperti setelah makan malam, dan seloko lebih dominan
disampaikan oleh ayah kepada anak, hal ini sesuai pula dengan ungkapan “anak
berajo kepada bapak”, yaitu bapak sebagai panutan didalam keluarga baik perilaku
dan tutur bahasanya “pegi tempat betanyo balek tempat babarito”. Adapun
betandang lebih sering dilakukan malam hari, pada saat pemuda datang bertamu ke
rumah perempuan maka mereka saling berbalas kata dengan seloko, pemuda yang
tidak bisa membalas seloko dari perempuan ia akan merasa malu, jadi para pemuda
dan pemudi jika hendak bertandang seyogianya tau akan seloko.
Magih pampeh adalah kegiatan yang dilakukan masyarakat desa Limbur
Merangin ketika seseorang sembuh dari sebuah penyakit, sebelum acara dimulai ada
dua orang dari pihak lembaga adat yang akan saling berdialog dengan seloko, setelah
selesai barulah pampeh di berikan kepada yang sembuh dari penyakit dan dilanjutkan
dengan makan bersama sebagai bentuk rasa syukur terhadap Allah swt. karna telah di
sembuhkan dari balak. Selanjutnya Penyampaian seloko dalam ceramah akan banyak
dilakukan dalam acara peringatan hari besar Islam dan juga dalam acara pengajian
mingguan antara da‟i dan jama‟ah.
83
Ibid., 6. 84
Pegawai Syarak sebagai Khatib, Haramaini HY, wawancara, catatan lapangan, 23 Januari
2020.
62
Dalam penerapan seloko ini akan ada tiga hal yang akan kita capai : 85
1. Pikir, pikir itu pelita hati, dalam adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Berfikir itu adalah wajib (daya nalar berfikir) bukan sunnat dan bukan harus.
2. Tutur kata sopan dan santun.
3. Mimik dan gaya berbahasa.
Sehingga dalam implementasi seloko ini kita semua hendaknya berupaya,
berusaha dan berikhtiar yang di dorong oleh rasa tanggung jawab kita di tengah-
tengah masyarakat, lebih-lebih terhadap anak, keluarga, dan generasi muda sebagai
generasi penerus bangsa, sebagai upaya untuk menciptakan manusia-manusia yang
harus mempunyai adat istiadat, sopan santun budi pekerti hingga semuanya memiliki
apa yang disebut budi luhur, semuanya itu harus kita mulai sedini mungkin.
Hendaknya hal-hal yang sedemikian itu semua insan dapat menghayati, menjiwai,
dan mengamalkannya secara utuh dan sempurna.
C. Peran Lembaga Adat Dan Da’i Untuk Meningkatkan Eksistensi Seloko
Nabi Muhammad dalam sabdanya menjelaskan “sampaikanlah ilmu walau satu
ayat”, dalam menyampaikan informasi atau ilmu tentu ada seseorang yang berperan
sebagai aktornya, sehingga eksistensi atau keberadaan seloko di tengah masyarakat
tetap terpelihara dengan baik, agar sasarannya juga bisa merasakan efek dari seloko
tersebut. Di Desa limbur Merangin seloko di gunakan dalam beberapa kegiatan, baik
dalam kegiatan pemerintahan, kegiatan keagamaan dan dalam kegiatan adat. Dalam
berbagai kesempatan seloko tersebut selalu di sampaikan oleh orang yang ahli di
bidangnya sesuai kebutuhan dalam kegiatan bersangkutan. Dalam menyampaikan
seloko tersebut, tidak sembarang orang mampu menginterprestasikan seloko dengan
baik, karna dalam prosesnya seloko sejatinya bukan hanya sebatas penyampaian
pesannya, namun seloko juga harus di lengkapi dengan logat dan bahasa yang sesuai
dengan daerah setempat.
85
Raden Marjoyo Pamuk, Seloko Adat Dalam Pembangunan Dan Kehidupan Sehari-Hari,
(Lembaga Adat Provinsi Daerah Tingkat I Jambi, Jambi, 1995), 11.
63
Menurut penuturan Tengku Zainal Abidin selaku pegawai syarak bertugas
sebagai imam Desa Limbur Merangin, menjelaskan bahwa dalam meningkatkan
eksistensi seloko tersebut selalu di sampaikan melalui beberapa kegiatan yaitu :
[K]ami dalam beberapa acara keagamaan seloko di sampaikan dalam kegiatan
MTQ, PHBI, MDI (majelis dakwah islamiah), dan juga di sandingkan dengan
materi ceramah dalam berdakwah sebagai pendukung jikalau perihalnya ini
dalilnya dan ini selokonya. Agar nantinya seloko tetap ada dan tidak tergerus
zaman.86
Selaras dengan penjelasan dari pegawai syarak di atas maka dalam beberbagai
kegiatan keagamaan di Desa Limbur Merangin para da‟i sepakat dan setuju
mengkolaborasikan seloko dengan materi dakwah yang bersangkutan. Tengku
Iskandar Manaf seorang da‟i dari Desa Limbur Merangin, yang juga merupakan
kondang di Kabupaten Merangin, menuturkan bahwa,
[S]aya sering menggunakan seloko petatah-petitih adat dalam materi dakwah
saya, karna terkadang tidak semua mustami‟ itu mengerti dan paham materi
dakwah tersebut dari sisi keagamaan, namun ketika disampaikan menggunakan
seloko mereka bisa memahami dari sisi petatah-petitih adatnya. Maka dengan
terus di sampaikan lewat media dakwah ini seloko bisa tetap eksis di tengah
masyarakat.87
Setiap desa di Provinsi Jambi tentu memiliki sebuah wadah yang mengatur
tentang adat istiadat dalam desa tersebut. Di Desa Limbur Merangin adat istiadat
tersebut di atur oleh lembaga adat. Tujuan adat adalah untuk menciptakan
Masyarakat yang damai, aman, tentram dan patuh, sebagaimana seloko adat
mengatokan : “kedarat memikat burung , jangan ditebang kayu beduri, adat
seumpamo setangkai payung, untuk memayung anak negri”.88
86
Pegawai Syarak sebagai Imam, Tengku Zainal Abidin, wawancara, catatan lapangan 25
Januari 2020. 87
Mudir Ponpes Mambaul Ulum Desa Limbur Merangin, Tengku Iskandar Manaf, wawancara,
catatan Lapangan 23 Januari 2020. 88
Abdullah Gemoek, Materi Pembinaan Bagi Pengurus Lembaga Adat Melayu Jambi Bumi
Tali Undang Tambang Teliti Kabupaten Merangin,(Lembaga Adat Melayu Jambi Bumi Tali Undang
Tambang Teliti Kabupaten Merangin, Bangko, 2019) 2.
64
Berdasarkan hal tersebut maka adat yang di sampaikan lewat seloko sudah
seharusnya dapat kita pahami, Abu hasan selaku ketua lembaga adat Desa Limbur
Merangin menuturkan,
[D]alam rangka melestarikan tradisi adat, terkhusus seloko adat, maka di
selenggarakanlah beberapa kegiatan diantaranya berzanji marhaban setiap
malam selasa, seminar adat setiap malam jum‟at dan pencak silat setiap malam
minggu. Agar seloko tidak lenyap oleh pergeseran budaya, maka hal tersebut
perlu di terapkan dalam lingkungan keluarga, karna generasi muda merupakan
ujung tombak suatu bangsa di zaman yang akan datang.89
89
Ketua Lembaga Adat Desa Limbur Merangin, Abu Hasan, wawancara, catatan lapangan, 23
Januari 2020.
65
BAB IV
EFEKTIVITAS SELOKO SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI DAKWAH
TERHADAP TRANSMISI BUDAYA
A. Efektivitas Seloko Sebagai Media Komunikasi Dakwah
Efektiv di dalam Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) berarti dapat
membawa hasil, berhasil guna, keberhasilan.90
Sedangkan menurut Ravianto
pengertian efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana
orang orang yang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan.91
Dengan
demikian pengertian efektivitas seloko sebagai media komunikasi dakwah dapat
diartikan keberhasilan seorang da‟i atau komunikator dalam menyampaikan seloko
sebagai salah satu media agar para komunikan bisa lebih mudah dalam memahami
materi dakwah tersebut, dan semua itu dibuktikan dengan respon dan efek yang
timbul setelah dakwah itu di sampaikan.
Adapun hasil analisa peneliti di lapangan, bahwasanya dakwah dengan
mengkolaborasikan antara seloko dengan materi agama merupakan salah satu cara
yang efektiv, seperti halnya penuturan oleh Tengku Iskandar Manaf selaku da‟i dan
mudir Ponpes Mambaul Ulum Desa Limbur Merangin.
[M]enurut saya hasil survey dari pengalaman pribadi, menggunakan seloko
dalam berdakwah merupakan cara yang paling efektiv hari ini. Kalau hanya
semata-mata menyampaikan ayat Al-Qur‟an dan Hadist saja yang kita bahas,
bagi orang yang tidak belajar agama tidak akan begitu nyambung nanti.
Sebaliknya, kalau kita hanya berdakwah lewat seloko saja bagi orang yang
tidak memiliki background tersebut tidak akan begitu nyambung juga. Nah
kalau kita kolaborasikan keduanya itu, insyaAllah kalau mad‟u tidak paham di
bidang agama maka ia dapat memahami di bidang seloko. maka dari itu seorang
da‟i harus tau akan itu.92
90
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta, Balai Pustaka, 1993), 250. 91
Efektivitasadalah – Pengertian, Rumus, Contoh, Kriteria, Menurut Ahli dan Teori, diakses
melalui alamat https://www.dosenpendidikan.co.id pada hari Selasa, 04 April 2020, pukul 22.13 wib. 92
Mudir Ponpes Mambaul Ulum Desa Limbur Merangin, Tengku Iskandar Manaf, Wawancara,
catatan Lapangan 23 Januari 2020.
66
Komunikasi yang efektiv, baik yang personal maupun komunikasi kelompok
adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai dengan tujuan utama yang
hendak di capai. Penggunaan seloko sebagai media komunikasi dakwah merupakan
salah satu faktor pendukung agar para pendengar atau mad‟u bisa lebih paham
dengan materi yang disampaikan. Paham yang di maksud di sini adalah mad‟u
mampu memahami makna tersirat maupun tersurat yang kemudian di perkuat dengan
seloko yang memberi pemahaman terkait kehidupan bermasyarakat.
Mengenai komunikasi dakwah yang di lakukan dalam beberapa kegiatan
keagamaan, Tengku Zainal Abidin selaku pegawai syarak bertugas sebagai imam,
membenarkan bahwa hal demikian masih tetap berjalan dengan baik terlebih dalam
rangka peringatan hari besar Islam.
[M]asyarakat Desa Limbur Merangin setiap tahunnya selalu mengadakan
kegiatan peringatan hari besar Islam. Bahkan setiap dusun yang memiliki
langgar turut memeriahkannya dengan mengundang penceramah. Para
penceramah atau da‟i tersebut sering menyandingkan seloko dengan dalil yang
bersangkutan dengan materi yang dibawakan. Jika ini dalilnya ini selokonya,
karna adat dan syarak itu berdampingan. Karna upaya ini juga sebagai antisipasi
dari pengaruh buruk budaya luar yang di takutkan dapat mengikis adat dan
budaya setempat. Maka dari itu masyarakat dan anak muda dan para pelajar di
libatkan dalam acara tersebut supaya mereka dapat menumbuhkan rasa
Memiliki, diharapkan kedepan mereka yang menjaga agar tradisi tersebut tetap
ada dan tidak punah.93
Komunikasi akan menjadi menyenangkan dan mudah di pahami jika kita
memiliki keterampilan dalam berbahasa, para komunikan pun akan merasa memiliki
kedekatan emosional dan menjadi bersemangat untuk mendengarkan suatu informasi
yang di sampaikan, terlebih jika hal tersebut di padukan dalam dakwah maka lebih
efektiv dan efeknya akan lebih banyak dirasakan oleh komunikan.
B. Respon Masyarakat Atas Efektivitas Seloko Terhadap Transmisi Budaya
Suatu komunikasi bisa dikatakan efektiv apabila memiliki 6 unsur yaitu,
komunikator, pesan, media, komunikan, feedback (respon), dan dampak (efek).
93
Pegawai Syarak, Imam, Tengku Zainal Abidin, Wawancara, catatan lapangan 25 Januari
2020.
67
Namun dalam hal ini yang menjadi fokus pembahasan kita yakni mengenai respon
dan dampak. Respon merupakan jawaban komunikan atas pesan yang di berikan
oleh komunikator kepadanya. Sedangkan dampak atau efek merupakan perubahan
yang di alami oleh komunikan sebelum dan sesudah menerima pesan.
Komunikasi yang efektiv biasanya memiliki tujuan untuk memudahkan orang
lain dalam memahami pesan yang disampaikan oleh seseorang pemberi pesan.
Komunikasi dakwah dengan menggunakan seloko dinilai dapat memudahkan para
komunikator atau da‟i dalam menyampaikan dakwah dan komunikan dalam
memahami maknanya. Bahkan di desa Limbur Merangin penggunaan seloko sebagai
media komunikasi tak hanya di lakukan dalam kegiatan keagamaan saja namun
dalam lingkungan berkeluarga dan bermasyarakat acap kali di gunakan.
Membahas respon masyarakat mengenai penggunaan seloko dalam komunikasi
dakwah ini seorang da‟i dari desa Limbur Merangin Tengku Iskandar Manaf,
menjelaskan antusias dari para mad‟u ketika mendengar ceramah dari beliau bahkan
ia menjelaskan juga ada yang masih ingat materinya hingga tiga tahun kedepan.
[K]etika saya berdakwah masyarakat sering manyampaikan “Tengku kalau mau
ceramah besok jangan lupabawa seloko adatnya, kalau perlu lagu daerahnya,
suara Tengku itu bagus”, kadang-kadang orang akan mengenang itu ketimbang
ayat al-Qur‟an dan Hadist Nabi. Kadang-kadang musim maulid tahun ini
sampai tahun depan ia masih ingat. Ada saya menyampaikan ceramah di suatu
daerah tiga tahun yang lalu, ketika saya di undang lagi ia masih ingat dengan
apa yang saya sampaikan.94
Keadaan yang terjadi antara Tengku Iskandar dan para jama‟ahnya tersebut
dialam komunikasi antar agama dan budaya, di sebut dengan homofili. Homofili
adalah suatu keadaan yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang
berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifat (attribute), seperti dalam
kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan sebagainya. Prinsip Homofili adalah
sejauh mana pasangan yang berinteraksi itu mirip dalam ciri-ciri tertentu. Komunikasi
yang efektif seperti itu menyenangkan orang-orang yang terlibat didalamnya. Bila
94
Mudir Ponpes Mambaul Ulum Desa Limbur Merangin, Tengku Iskandar Manaf, Wawancara,
catatan Lapangan 23 Januari 2020.
68
dua orang bertukar makna, kepercayaan yang sama dan bahasa yang mereka
pergunakan sama, komunikasi antar mereka cenderung lebih lancar.
Kebanyakan orang meyakini kenikmatan berinteraksi dengan orang lain yang
sangat mirip dengannya. Berbincang dengan orang yang sangat berbeda dengan diri
kita sendiri memerlukan usaha keras agar komunikasi itu lancar. Komunikasi yang
tidak sama (heterofilus) bisa menyebabkan ketakserasian pandangan karena
seseorang dihadapkan pada pesan yang tidak cocok dengan perspektif mereka dan
bisa menyebabkan miss komunikasi. Oleh karna itu mengapa antara jama‟ah dan da‟i
yang disampaikan oleh tengku iskandar tersebut mereka sangat antusias dalam
mendengar materi ceramahnya karena ada kesamaan dalam bahasa.
Sedikit banyaknya pesan yang di sampaikan dalam materi ceramah tersebut
tentu memiliki dampak terhadap para komunikan, ini juga di jelaskan oleh Tengku
Iskandar Manaf dalam penuturannya.
[K]etika membahas mengenai cara berpakaian sesuai dengan syari‟at Islam,
contohnya seperti kerudung, jilbab, kalau bahasa dusun disebut tekuluk. Hal
tersebut, menurut hukum, itu adalah suatu kewajiban menurut seorang
perempuan, untuk keluar rumah ketika ia berhadapan dengan orang yang bukan
mahram itu harus menutup aurat, menutup kepala. Kemudian kita bahas dari
segi adat, bahwa salah satu fungsi tekuluk itu ialah pertama, untuk menutup
aurat sesuai dengan syari‟at, yang kedua menunjukkan bahwa kita ini orang
baik sementara orang tidak tau apa yang kita lakukan maka orang akan menilai
secara dzohir bahwa kita ini orang baik, yang ketiga fungsi tekuluk tadi ialah
tanda kita menghormati orang tua, maka anak kemenakan kita ketika datang ke
rumah mamaknya atau datuknya dengan tidak menggunakan tekuluk maka
secara tidak langsung ia tidak mengormati orang tua tersebut. setelah saya
dakwahkan masalah tersebut sejalan antara agama dengan adat dampaknya
alhamdulillah sekarang banyak orang yang berubah untuk menggunakan
kerudung atau tekuluk, paling tidak ketika lebaran, paling tidak ketika
undangan, yang hariannya ia belum menggunakan kerudung, tapi setelah hari
baik buan baik, ia datang kerumah mamaknya jadilah ia berubah secara
musiman dulu sebelum ia berubah total. Paling tidak pula ketika ia datang ke
ceramah bertemu saya dia malu sendiri jika tidak menggunakan tekuluk. Itulah
dampak positifnya.95
95
Ibid, Tengku Iskandar Manaf.
69
Adapun respon masyarakat mengenai penerapan adat melalui seloko, bang
Saipul Islami dalam penuturannya mendukung dan berharap seloko ini tidak hanya
sekedar di petatah petitihkan saja, namun hendaknya juga di amalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
[A]ntara agama dan adat itu hendaknya di satukan, lalu di jelaskan dengan
petatah petitih atau seloko supaya tujuannya untuk merubah adab dan akhlaqul
karimah serta bisa menumbuhkan sifat ta‟at bisa terwujud. Bagus jika petatah
petitih ini ketika di terapkan di masyarakat, walaupun masyarakat kita sudah
majemuk, telah bercampur suku jawa, melayu, minang dan lain sebagainya.
Tetapi walaupun bercampur, di sinilah letak penerapan nilai dari seloko yang
berbunyi “di mano bumi di pijak, di situ langit di junjung, di mano tamilang di
cacak, di situ tanaman tumbuh”, dari manapun asalnya jikalau sudah
berdomisili di Desa Limbur Merangin, maka mereka harus bisa mengikuti adat
yang berlaku di desa tersebut. Sehingga adat tersebut tidak mati dan anak
keturunan bisa menerapkannya bukan malah untuk di kenang.96
Seloko di nilai sangat bermanfa‟at karna maknanya yang berisi nasihat, dan
sangat berguna jika diterapkan dalam lingkungan bermasyarakat untuk mengenalkan
adat terhadap anak dan untuk memperbaiki akhlaq, hal tersebut di benarkan dalam
penjelasan ibu rumah tangga yang bernama NurAzizah.
[P]etatah petitih ini sangat berguna bagi masyarakat, dengan adanya petatah
petitih masyarakat Limbur Merangin tahu dengan adatnya, adab terhadap orang
tua, adab bermasyarakat, dan adab berkeluarga. Petatah petitih ini sangat
berdampak terhadap anak-anak dan masyarakat karna dengan adanya petatah-
petitih anak kita bisa mengenal adatnya.97
Sasaran daripada komunikasi seloko ini cukup bervariasi mulai dari anak muda
hingga orang dewasa, karna sifatnya yang universal cocok untuk segala kalangan
usia. Sehingga dampaknya pun tidak hanya di rasakan oleh orang dewasa saja,
seorang pemuda yang bernama Razan Ikram Amali, menjelaskan hal tersebut dalam
penuturannya.
[P]enggunaan seloko ini bagus, karna ia memiliki makna berupa nasihat,
petatah, kato nan tuo-tuo yang memberikan pengajaran kepada kita untuk
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Seloko ini digunakan bukan
96
Warga Desa Limbur Merangin, Saiful Islami, wawancara, catatan lapangan, 24 Januari 2020. 97
Warga Desa Limur Merangin, NurAzizah, wawancara, catatan lapangan, 24 Januari 2020.
70
hanya dalam upacara adat saja namun juga sering di gunakan dalam pengajian
tentunya untuk memberi petunjuk dan arahan kepada kita.98
Beberapa pernyataan dari berbagai narasumber tersebut, menerangkan
pentingnya menggunakan seloko dalam kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga,
karna selain untuk memperbaiki akhlaq, tapi juga untuk melestarikan adat supaya
tidak hilang di telan zaman. Sehingga anak keturunan kita tidak terpengaruh oleh
pergeseran budaya buruk dari luar yang dapat merubah tradisi baik yang sudah ada
sejak lama, serta tidak menganggap seloko sebagai suatu budaya yang kuno.
C. Kendala Yang Dihadapi Dalam Menyampaikan Seloko Sebagai Media
Komunikasi Dakwah
Ada faktor pendukung dalam sebuah proses komunikasi, sebaliknya ada pula
faktor penghambat atau kendala dalam komunikasi dakwah dengan seloko. Adapun
faktor penghambatnya ialah sebagai berikut :
Pertama guru Iskandar Manaf memberikan penjelasan terkait kendala ketika
berceramah dengan seloko yaitu:
[T]entu ada kendala ketika menyampaikan materi ceramah dengan seloko,
terus terang saya kekurangan bahasa tentang seloko kemudian kendala ketika
kita berdakwah di tempat orang lain, karna kadang-kadang seloko itu tidak
sama bunyinya ada juga yang berselisih paham dengan seloko itu, contohnya
begini “dianjak layu anggo mati” ini bahasa kita wilayah Pamenang, berbeda
dengan daerah Rantau Panjang “diasak layu dianggo mati” kemudian di daerah
orang Minang mereka bilang bukan “dianjak layu dianggo mati” itu tanaman
sementara adat itu “dianjak tidak layu dianggo tidak mati” ada penambahan
kata tidak, inilah yang menjadi kendala tapi kendala ini tidak menjadi masalah
yang fatal terkadang orang akan mengerti karna kita masih satu batang sungai.99
Komunikasi merupakan keterampilan paling penting dalam hidup setiap
manusia. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial sehingga tidak bisa hidup
sendiri dan membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala yang terjadi dalam
hidupnya. Dalam melakukan aktivitas sosial tersebut banyak sekali komunikasi yang
98
Warga Desa Limbur Merangin, Razan Ikram Amali, wawancara, catatan lapangan, 26 Januari
2020. 99
Mudir Ponpes Mambaul Ulum Desa Limbur Merangin, Tengku Iskandar Manaf, Wawancara,
catatan Lapangan 23 Januari 2020.
71
dilakukan. Namun, tak sekedar komunikasi saja yang di butuhkan tetapi pemahaman
atas pesan yang disampaikan oleh komunikator juga di perlukan. Jika tidak maka
komunikasi yang dilakukan tidak akan efektiv.
Pentingnya penguasaan tentang bahasa seloko ini akan, sangat membantu
proses komunikasi, sehingga pesan yang kita sampaikan dapat dengan mudah
diterima oleh masyarakat. Maka para pelaku komunikasi terkhusus da‟i, diharapkan
dapat menggali dan menguasai salah satu satra adat yaitu seloko ini, untuk
memperkuat dalil materi dakwahnya, karna hal tersebut merupakan salah satu cara
berdakwah paling jitu saat ini.
Kedua tidak ada usaha dari anak muda untuk mempelajari ilmu itu. Seiring
perkembangan zaman, maka semakin maju juga teknologi yang ada. Hal tersebut
memudahkan kita mengakses semua hal, termasuk dalam hal kebudayaan. Baik
dalam hal kebudayaan lokal dan kebudayaan asing. Sehingga dalam prosesnya
terciptalah sebuah akulturasi. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul
manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan
unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan
diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur
kebudayaan kelompok itu sendiri.
Akan tetapi sebuah akulturasi yang seharusnya memadukan dua kebudayaan
dengan tidak menghilangkan kebudayaan dari kelompoknya sendiri, malah terjadi
sebaliknya. Anak muda sebagai generasi penerus bangsa, yang akan melanjutkan
estafet dalam berbagai macam aspek kehidupan di masa mendatang. Karna proses
akulturasi, malah tidak sedikit pemuda merasa nyaman dengan kebudayaan baru
yang terbentuk, dan lambat laun malah berfikir kebudayaannya sendiri merupakan
suatu hal yang kuno.
Akibatnya minat untuk mempelajari kebudayaannya sendiri menjadi berkurang,
salah satunya untuk mempelajari seloko. Pelakunya malah lebih tertarik
berkomunikasi menggunkan bahasa asing dari pada menggunkan seloko yang
mengandung nasihat, karna bahasa asing di nilai lebih gaul, keren dan sesuai dengan
72
perkembangan zaman. Pegawai syarak Haramaini juga berpendapat faktor tersebut
menyebabkan tidak adanya upaya untuk mempelajari seloko dan tidak adanya rasa
memiliki, sehingga ketika gurunya meninggal ikut terkubur pula keahlian atau
bahasa indah tersebut dari mereka.100
Ketiga minimnya guru yang ahli terhadap seloko, faktor ini menjadi salah satu
kendala dalam penerapan komunikasi dakwah menggunakan seloko. kurangnya
antusias pemuda dalam mempelajari seloko, sehingga guru yang bisa dikatakan
senior dan ahli dalam komunikasi seloko ini, satu persatu meninggal seiring
perkembangan zaman, maka komunikasi seloko pun menjadi langka.
100 Pegawai Syarak sebagai Khatib, Haramaini HY, wawancara, catatan lapangan, 23 Januari
2020.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Seloko Sebagai Media Komunikasi
Dakwah Di Desa Limbur Merangin Kecamatan Pamenang Barat Kabupaten
Merangin maka dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut :
1. Seloko adat adalah sastra adat Jambi yang berisikan petuah-petuah untuk
keselamatan dan kebaikan kehidupan bagi masyarakat. Sedangkan dakwah
yang secara bahasa berarti mengajak kepada berbuat baik, sangat serasi jika
disandingkan bersama seloko dengan materi ceramah para da‟i atau
komunikator untuk mengajak ummat kepada arah yang lebih baik dalam
kehidupan. Keterkaitan antara seloko dan dakwah banyak digunakan oleh
komunikator dan da‟i untuk menyampaikan pesan atau materi ceramah.
Pemakaian bahasa sastra atau seloko ini di maksudkan agar terdengar indah,
menyentuh hati, kemudian agar tidak menyinggung perasaaan bagi yang
terkena sasaran dan maksud dari ungkapan seloko tersebut, kemudian juga
agar tidak terdengar kasar oleh khalayak yang hadir. seloko yang di
sandingkan dengan materi ceramah juga menjadi salah satu cara yang jitu
supaya para komunikan bisa memahami materi dakwah dari dua sisi, atau
minimal menjadi solusi jikalau sulit memahami materi dakwah dari sisi agama
bisa memahaminya dari sisi seloko.
2. Penerapan seloko di Desa Limbur Merangin tidak hanya terbatas pada
penerapan dalam materi ceramah saja, namun lebih luas dari itu. Mulai dari
lingkungan keluarga seloko sudah mulai di kenalkan. Antara orang tua dan
anak, seloko di gunakan sebagai media komunikasi untuk memberi nasehat.
Kemudian seloko juga digunakan oleh para muda-mudi sebagai media
komunikasi untuk mengungkapkan perasaannya, hal itu di lakukan dalam
kegiatan seperti berladang, dan bertandang. Selanjutnya dalam kehidupan
bermasyarakat seloko digunakan sebagai pemberi peringatan, karna seloko
74
sendiri berisi tentang petunjuk dan pedoman agar menjalani kehidupan yang
baik. Serta dalam pemerintahan seloko digunakan sebagai media komunikasi
untuk memperkuat aturan dan memberi sanksi bagi para pelanggar aturan
untuk menjadi solusi dari berbagai sebab akibat yang kemungkinan akan
timbul dalam pergaulan hidup.
3. Efektivitas seloko sebagai media komunikasi dakwah dapat diartikan
keberhasilan seorang da‟i atau komunikator dalam menyampaikan seloko
sebagai salah satu media agar para komunikan bisa lebih mudah dalam
memahami materi dakwah tersebut, dan semua itu dibuktikan dengan respon
dan efek yang timbul setelah dakwah itu di sampaikan. Kehadirannya juga
bukan hanya sekedar untuk memperindah bahasa namun juga diharapkan
sebagai tameng agar pengaruh buruk budaya asing tidak memperbudak
generasi muda. Maka para da‟i, pegawai syarak, dan lembaga adat terus
mengkomunikasikan seloko yang di gunakan dalam berbagai kegiatan dan
terus berupaya dalam mengadakan kegiatan yang menyangkut adat.
B. Implikasi Penelitian
Setelah menarik kesimpulan, melalui penelitian ini implikasi penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Kepada masyarakat Desa Limbur Merangin, melalui tulisan ini penulis akan
memberikan saran agar tetap berpegang kepada adat dan budaya, dimano
bumi dipijak disano langit di junjung, artinya kemanapun kita pergi jangan
pernah melupakan adat yang telah membesarkan kita sehingga menjadi
manusia yang bermanfat dan berbudi luhur. Dengan berpegang kepada adat
yang bersendi syarak insyaAllah pengaruh buruk daripada pergeseran budaya
akan dapat kita hindari.
2. Kepada para pemerintah Desa Limbur Merangin, para Da‟i, pegawai syara‟
dan lembaga adat, diharapkan tidak pernah bosan dalam menebar benih
kebaikan. Semoga apa yang kita tuai akan kita terima hasilnya di kemudian
hari.
75
3. Kepada seluruh pejabat maupun pegawai UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, Fakultas dakwah dan Prodi Komunikasi Penyiaran Islam. Penulis
mengharapkan agar selalu bersemangat dalam meningkatkan kinerja
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, agar seluruh mahasiswa UIN
umumnya dan terkhusus mahasiswa Prodi Komunikasi Penyiaran Islam
menjadi lebih baik dan berkualitas.
Selanjutnya penulis juga menyampaikan, bahwa penelitian ini tidak sepenuhnya
bisa menjawab ketidakpastian dalam penggunaan seloko sebagai media komunikasi
dakwah karna hanya melibatkan atau meneliti sebagian masyarakat di Desa Limbur
Merangin saja. Bagi penelitian selanjutnya, penggunaan teori dalam penelitian ini
sangat baik digunakan dalam meninjau aspek lainnya yang belum tersentuh dalam
penelitian ini secara lebih luas.
C. Kata Penutup
Segala puji bagi Allah, tuhan sekalian alam karena atas petunjuk rahmat sera
ridho-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala usaha dan penuh
tekad, walaupun terdapat beberapa rintangan dan hambatan yang dihadapi, tetapi
semua itu penulis anggap sebagai motivasi dalam menuntut ilmu dan meraih
kesuksesan. Dalam hal ini penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kata sempurna dan mungkin terdapat kekeliruan saat penulisan. Oleh karenanya
penulis sangat berharap agar kiranya pembaca dapat berkenan memberikan kritik dan
saran yang konstruktif agar dapat memperbaiki dan memperkaya isi dari skripsi ini.
Semoga apa yang dihasilkan oleh penulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
dan pembaca, serta dapat menjadi ladang amal ibadah bagi siapa saja yang
menerapkan ilmunya. Mudah-mudahan skripsi ini bisa menjadi sebab kita meraih
jannah-Nya dan dapat menjadi jembatan kita baik di dunia maupun di akhirat. Amin
ya robbal „alamin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Al-Qur’an
Tim Penterjemah dan Penafsir Alqur‟an. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta:
Departemen Agama RI, 2011.
B. Hadist
Baqi, Muhammad Fu‟ad Abdul. Al-lu’lu’ Wal Marjan Himpunan Hadist Shahih
Disepakati oleh Bukhari dan Muslim jilid 2. Surabaya : PT Bina Ilmu, 1979.
C. Buku
Ali, Hasan. Pidato Adat. Adat Bersendi Syarak. Syarak Bersendi Kitabullah.
Bangko, 1990.
„Aziz, Jum‟ah Amin Abdul. Fiqih Dakwah Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam.
Solo: Era Intermedia, 2005.
Gemoek, Abdullah. Materi Pembinaan Bagi Pengurus Lembaga Adat Melayu Jambi
Bumi Tali Undang Tambang Teliti Kabupaten Merangin. Lembaga Adat
Melayu Jambi Bumi Tali Undang Tambang Teliti Kabupaten Merangin,
Bangko, 2019.
Haramaini HY. Catatan Buya Haramaini Adat Nan Tasirat Nan Tasurat. Limbur
Merangin: Sekdes, 2018.
Haramaini HY. Sejarah Terjadinya Desa Limbur Merangin. Bukit Penantian, 2010.
Muhtadi, Asep Saepul. Komunikasi Dakwah Teori, Pendekatan, dan Aplikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012.
Nurudin. Ilmu Komunikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2016.
Pamuk, Raden Marjoyo. Seloko Adat Dalam Pembangunan Dan Kehidupan Sehari-
Hari. Lembaga Adat Provinsi Daerah Tingkat I Jambi, Jambi, 1995.
Riduwan. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2011.
Salim, Agus. Teori & pradigma penelitian sosial. Yogjakarta: Tiara Wacana, 2006.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualittatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2016.
Syam, Hasip Kalimuddin. Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah Jilid I
Sejarah Adat Jambi. Lembaga Adat Provinsi Jambi: 2001.
Syam, Hasip Kalimuddin. Pokok-Pokok Adat Pucuk Jambi Sembilan Lurah Jilid III
Sastra Adat Jambi. Lembaga Adat Provinsi Jambi: 2001.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
Tim Penyusun. Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin
IAIN STS Jambi. Jambi :Fak.Ushuluddin Iain STS JAMBI, 2016.
Ya‟qub, Hamzah. Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership. Bandung: c.v.
Diponegoro, 1986.
D. Skripsi
Zulkarnain. “Nilai-Nilai Filsafat Moral Dalam Seloko Adat Perkawinan Jambi di
Dusun Pulau Pinang Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun”. Skripsi.
Program Strata satu Institut Agama Islam Negeri Sulthan Taha Syaifuddin
Jambi, 2016.
E. Jurnal
Gafar, Abdoel.“Peranan Seloko Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Di
Kota Jambi”. Jurnal Universitas Negeri Jambi (2012), https://online-journal
.unja.ac.id/index.php/pena/article/view/1441/935, (diakses 30 November 2019).
Rahima, Ade.“Nilai-Nilai Religius Seloko Adat Pada Masyarakat Melayu Jambi”.
Jurnal Universitas Batanghari Jambi (2014), https://media.neliti.com
/media/publication/225562-nilai-nilai-religius-seloko-adat-pada-maa196f55d.
Pdf, (diunduh 16 Mei 2019).
F. Narasumber Cholif, Muchtar Agus. Seminar Seni Budaya Jambi LSHRP 15 Se-Sumbagsel, 5
September 2019.
Observasi awal pada Masyarakat Desa Limbur Merangin 06 November 2019.
G. Web-site
Efektivitasadalah – “Pengertian, Rumus, Contoh, Kriteria, Menurut Ahli dan Teori”,
https://www.dosenpendidikan.co.id, (diakses 04 April 2020).
Lembaga Adat Desa Lubuk Lawas, “ Seloko Adat Jambi”, http://www.lubuklawas
.desa.id/lembaga-adat/, (diakses 04 Desember 2019).
Nurdin, Bahren. “Seloko Adat Melayu Jambi Potret Zaman”, http://bahren13.
wordpres.com/2014/01/12/seloko-adat-melayuJambi/,(diakses 09 Mei 2019).
Website Resmi Desa Limbur Merangin, http://www.limburmerangin.id/page/sejarah-
desa, (diakses 19 November 2019).
H. Wawancara Kepala Desa Limbur Merangin, H. Idris, wawancara, catatan lapangan, 24 Januari
2020.
Ketua Lembaga Adat Desa Limbur Merangin, Abu Hasan, wawancara, catatan
lapangan, 23 Januari 2020.
Mudir Ponpes Mambaul Ulum Desa Limbur Merangin, Tengku Iskandar Manaf,
wawancara, catatan Lapangan 23 Januari 2020.
Pegawai Syarak sebagai Khatib, Haramaini, wawancara, catatan lapangan, 23
Januari 2020.
Pegawai Syarak sebagai Imam, Tengku Zainal Abidin, wawancara, catatan lapangan
25 Januari 2020.
Warga Desa Limbur Merangin, Saiful Islami, wawancara, catatan lapangan, 24
Januari 2020.
Warga Desa Limur Merangin, NurAzizah, wawancara, catatan lapangan, 24 Januari
2020.
Warga Desa Limbur Merangin, Razan Ikram Amali, wawancara, catatan lapangan,
26 Januari 2020.
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
SKRIPSI
“SELOKO SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI DAKWAH DI DESA LIMBUR
MERANGIN, KECAMATAN PAMENANG BARAT, KABUPATEN
MERANGIN”
No. JENIS DATA METODE SUMBER DATA
1. Letak Geografis Desa
Limbur Merangin
Observasi
Dokumentasi
Setting
Dokumen Geografis
2. Sejarah Desa Limbur
Merangin
Wawancara
Dokumentasi
Tokoh Masyarakat
Dokumen Sejarah
3. Visi, Misi, dan Tujuan Desa
Limbur Merangin
Dokumentasi Dokumen Visi, Misi
dan Tujuan Desa
4. Struktur Perangkat Desa Dokumentasi Bagan Struktur dan
nama-nama Perangkat
Desa
5. Sinergi Pegawai Syarak dan
Pemuda dalam
Menghidupkan Dakwah
Observasi
Wawancara
Dokumentasi
Pegawai Syarak dan
Pemuda
Kegiatan dakwah
6. Peran Lembaga Adat dalam
Mengimplementasikan
Seloko Adat
Observasi
Wawancara
Dokumentasi
Tokoh Adat Desa
Limbur Merangin
7. Efektivitas Seloko Sebagai
Media Dakwah
Observasi
Wawancara
Dokumentasi
Tokoh adat
Masyarakat
Dokumen Kegiatan
A. Panduan Observasi
No. Jenis Data Objek Observasi
1. Letak Geografis Desa Limbur
Merangin
Keadaan dan Letak Geografis
2. Sinergi Pegawai Syarak dan
Pemuda dalam Menghidupkan
Dakwah
Bentuk Kegiatan antara keduanya
3. Peran Lembaga Adat dalam
Mengimplementasikan Seloko
Adat
Metode yang di terapkan dalam
mengimplementasikan seloko
4. Efektivitas Seloko Sebagai Media
Dakwah
Dampak yang terjadi setelah dakwah
menggunakan seloko
B. Panduan Dokumentasi
No. Jenis Data Data Dokumenter
1. Letak Geografis Desa Limbur
Merangin, dan Sejarah Desa
Limbur Merangin
Data dokumentasi letak Geografis dan
Sejarah Desa
2. Visi, Misi, dan Tujuan Desa
Limbur Merangin, dan Struktur
Perangkat Desa
Data Dokumentasi mengenai hal
tersebut
3. Sinergi Pegawai Syarak dan
Pemuda dalam Menghidupkan
Dakwah
Data Dokumentasi Tentang Aktivitas
dan Kerjasama Pegawai Syarak Dalam
Kegiatan Dakwah
4. Peran Lembaga Adat dalam
Mengimplementasikan Seloko
Adat
Data Dokumentasi Mengenai Tokoh
Adat dalam Melakukan Kegiatan
Terkait seloko Adat
5. Efektivitas Seloko Sebagai Media
Dakwah
Data Dokumentasi Tentang Pengaruh
Seloko Adat Sebagai Media
Komunikasi Dakwah Terhadap
Masyarakat.
C. Butir-butir Wawancara
No. Jenis Data Sumber Data dan Substansi
Wawancara
1. Sejarah Desa Limbur Merangin Pak Kades/Tokoh Adat :
Bagaimana Sejarah Desa Limbur
Merangin?
2. Seputar Tentang Seloko Sebagai
Media Komunikasi Dakwah
Seloko Adat
Media Komunikasi
Bagaimana Kerjasama pegawai syarak
dan pemuda dalam menghidupkan
dakwah?
Apa Tujuan Seloko Sebagai Media
Komunikasi Dakwah?
Bagaimana cara Realisasi Seloko?
Bagaimana Respon masyarakat
terhadap Seloko sebagai media
komunikasi dakwah?
Apa saja kendala yang dihadapi dalam
mengimplementasikannya?
DOKUMENTASI FOTO
Penulis melakukan wawancara bersama Kepala Desa Limbur Merangin H. Idris
Penulis melakukan wawancara bersama Tengku Iskandar Manaf
selaku Mudir Ponpes Mambaul Ulum dan juga sebagai seorang Da‟i
Penulis wawancara bersama Buya Haramaini HY, selaku anggota pegawai syara‟ dan
tokoh adat Desa Limbur Merangin
Penulis melakukan wawancara bersama Abu Hasan selaku Ketua Lembaga Adat
Desa Limbur Merangin
Penulis Melakukan wawancara dengan Tengku Zainal Abidin selaku Anggota
pegawai syara‟ yang bertugas sebagai Imam.
Penulis melakukan wawancara bersama Saiful Islami
selaku warga Desa Limbur Merangin
Penulis melakukan wawancara dengan Razan Ikram Amali
selaku pemuda Desa Limbur Merangin
CURRICULLUM VITAE
A. Informasi Diri
Nama : Khoirun Nasbi
Tempat & Tanggal Lahir : Mandiangin, 08 Agustus 1998
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Belimbing No. 58 RT 19 RW. 05 Kelurahan
Pematang kandis Kecamatan Bangko
Kabupaten Merangin
B. Pendidikan
S1 UIN STS Jambi : 2016-2020
MAS AS‟AD Kota Jambi : 2013-2016
MTsN Bangko : 2010-2013
SDN 115 Bangko : 2004-2010
TK Merangin Jaya : 2003-2004
C. Karya Tulis : -
D. Penghargaan Akademis : -
E. Riwayat Organisasi :
1. Ketua Dewan Racana Sulthan Thaha Saifuddin Pangkalan UIN STS Jambi
Masa Bakti 2019-2020.
2. Protokol Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Jambi Masa Bakti 2017-2022.
3. Ketua Ikatan Mahasiswa Pemuda/Pemudi Alumni As‟ad Jambi Masa Bakti
2018-2019.
4. Pengurus Wilayah IV Sumatra Forum Komunikasi Mahasiswa Nasional –
Komunikasi dan Penyiaran Islam Divisi Internal Masa Bakti 2018-2019.
5. Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Dakwah Divisi Keagamaan
Masa Bakti 2018-2019.
6. Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ushuluddin Devisi
Keagamaan Masa Bakti 2018-2019.