semen padang

Upload: lintang-putri-mahardhika

Post on 19-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

g

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1.1. Bahan Baku

Bahan baku untuk pembuatan semen diperlukan untuk pemenuhan sumber komponen kimia semen Portland yang terdiri dari CaCO3, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 yang secara implisit tersusun secara kimia sebagai persenyawaan mineral (mineral compound) semen portland.

Bahan baku utama yang dipakai pada pembuatan semen adalah batu kapur, tanah liat dan gypsum. Berikut penjelasan mengenai ketiga bahan baku sebagai berikut :

A. Bahan Baku Utama

Bahan baku utama merupakan bahan baku yang mengandung komposisi kimia oksida oksida kalsium, silika dan alumina. Bahan baku utama yang digunakan yaitu batu kapur (Lime Stone) dan tanah liat (Clay).1. Batu Kapur (Limestone)

Kalsium karbonat (CaCO3) di alam sangat banyak terdapat di berbagai tempat. Kalsium karbonat berasal dari pembentukan geologis yang pada umumnya dapat dipakai untuk pembuatan semen Portland sebagai sumber utama senyawa Ca. batu kapur murni biasanya berupa Calspar (kalsit) dan aragonite. Struktur kristal kalsit adalah hexagonal.

Berat jenis kalsit dan aragonite adalah sekitar 2,7 dan 2,95. Kekerasan batu kapur antara 1,8 3,0 skala Mesh, warna pada batu kapur dipengaruhi oleh tingkat kandungan unsur unsur besi, clay (tanah liat), dan MgO. Batu kapur ini memberikan kandungan CaO dan sedikit mengandung MgO.2. Tanah Liat (Clay)Tanah liat (Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O) merupakan bahan baku semen yang mempunyai sumber utama senyawa silikat dan aluminat dan sedikit senyawa besi. Tanah liat memiliki berat molekul 796,40 g/gmol dan secara umum mempunyai warna cokelat kemerah merahan serta tidak larut dalam air.Tabel 3. dibawah ini merupakan sifat sifat fisik dan kimia dari limestone dan clay :

Tabel 3. Sifat Sifat Fisika Bahan Baku UtamaNoSifat Sifat BahanKomponen Bahan Baku

Batu KapurTanah Liat

1

2

3

4

5

6Rumus kimia

Berat molekul

Densitas

Titik leleh

Warna

KelarutanCaCO3100,09 g/gmol

2,71 g/ml

1339 oC

Putih keabu abuan

Larut dalam air, asam NH4ClAl2O3.K2O.6SiO2.2H2O

796,40 g/gmol

2,9 g/ml

Terurai pada 1450 oC

Coklat kemerah merahan

Tidak larut dalam air, asam, pelarut lain

Sumber : Perry, R. H, tahun 19B. Bahan Baku Koreksi

Bahan baku korektif adalah bahan tambahan pada bahan baku utama apabila pada pencampuran bahan baku utama komposisi oksida oksidanya belum memenuhi persyaratan secara kualitatif dan kuantitatif.

Pada umumnya, bahan baku korektif yang digunakan mengandung oksida silika, oksida alumina dan oksida besi yang diperoleh dari pasir silika (silica sand) dan pasir besi (iron sand).

1. Pasir silika (silica sand)

Pasir silika digunakan sebagai pengkoreksi kadar SiO2 dalam tanah liat yang rendah.

2. Pasir besi (iron sand)Pasir besi digunakan sebagai pengkoreksi kadar Fe2O3 yang biasanya dalam bahan baku utama masih kurang. Bahan baku penunjang memiliki sifat fisik dan kimia yang diuraikan pada table 6. sebagai berikut:

Tabel 6. Sifat Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Penunjang

NoSifat Sifat BahanKomponen Bahan Baku

Pasir SilikaPasir Besi

1

2

3

4

5

6

7Rumus kimia

Berat molekul

Densitas

Titik leleh

Titik didih

Warna

KelarutanSiO2

60,06 g/gmol

1,32 g/ml

1710 oC

2230 oC

Coklat keputihan

Tidak larut dalam air, alkali tetapi larut dalam HFFe2O3159,70 g/gmol

5,12 g/ml

Terurai pada 1560 oC

-

Hitam

Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam HCl

Sumber : Perry, R. H, tahun 1989C. Bahan Baku Tambahan

Bahan baku tambahan adalah bahan baku yang ditambahkan pada terak atau klinker untuk memperbaiki sifat sifat tertentu dari semen yang dihasilkan. Bahan baku tambahan yang biasa digunakan untuk mengatur waktu pengikatan semen adalah Gypsum. Berikut table 7. adalah sifat fisik dan kimia dari gypsum :

Tabel 7. Sifat Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Tambahan

NoSifat Sifat BahanGypsum

1

2

3

4

5

6

7Rumus kimia

Berat molekul

Densitas

Titik leleh

Titik didih

Warna

KelarutanCaSO4. 2H2O

172,17 g/gmol

2,32 g/ml

128 oC

163 oC

Putih

Larut dalam air, gliseril, Na2S2O3 dan garam NH4

Sumber : Perry, R. H, tahun 1989Sistem kiln merupakan suatu unit dimana terjadi proses pengeringan, pembakaran, pemanasan, pencampuran, pendinginan terhadap kiln feed yang berupa campuran limestone, tanah liat, pasir silika dan pasir besi menjadi klinker. Klinker adalah batuan buatan yang dihasilkan dari kiln feed (raw meal) melalui proses yang terjadi di dalam kiln pada suhu sekitar 1400oC. Selama proses pemanasan di dalam kiln, akan terjadi reaksi fisika dan kimia secara bersamaan dan interaksi antar molekul yang membentuk senyawa klinker.2.1 Unit Sistem KilnMenurut (Rudi, 1992) unit sistem kiln ini terdiri dari 3 bagian utama, yaitu : Suspension preheater, Rotary kiln dan Grate cooler.a. Suspension Preheater

Suspension Preheater merupakan suatu susunan empat buah cyclon dan satu buah calsiner yang tersusun menjadi satu string. Suspension Preheater yang digunakan umumnya terdiri dari dua bagian yaitu: in-line calsiner(ILC) dan separate line calsiner(SLC) atau disebut suspension preheaterdengan dua string. Sampai pertengahan tahun 1980, jenis ini merupakan sistem dengan konsumsi bahan bakar terendah. Preheaterjenis ini dibuat dalam beberapa konfigurasi dengan kapasitas sampai 4500 ton/hari yang kebanyakan dikombinasikan dalam bentuk single atau twin cyclone stage. Gas keluaran kiln masih dapat digunakan untuk mengeringkan raw material dengan kandungan air sampai 1% jika mill beroperasi bersamaan dengan kiln sehingga suhu gas sisa (exhaust gas) yang relatif tinggi tidak dianggap sebagai kehilangan panas.Gambar dibawah ini merupakan salah satu dari suspension preheater yang ada di industri semen.

Gambar 1. Suspension Preheaterpada Pabrik Semen

Sumber : PT. Semen Baturaja (Persero) (2012)

Sistem preheaterdipasang di dalam menara yang terbuat dari baja atau beton dengan ketinggian sekitar 60-120 m (6 tingkat) di atas inlet kiln. Preheater dengan 4-6 tingkat merupakan jenis yang paling sesuai untukmenghadapi masalah sirkulasi material yang konsentrasinya berlebih sehingga dapat menyebabkan masalah penyumbatan (clogging) pada sistem preheater. Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk pemanasan awal bahan baku sebelum masuk rotary kiln.

Pada preheater, bahan baku akan terbawa aliran gas membentuk aliran sentrifugal dimana gas akan keluar ke atas cyclone sedangkan material jatuh ke bawah. Dengan adanya kontak antara gas panas dan material menyebabkan terjadinya proses pengeringan kadar air dan reaksi kalsinasi mencapai 90 % terhadap bahan baku. Hal ini secara tidak langsung meringankan beban kerja dari kiln.

b. Rotary Kiln

Rotary kiln merupakan peralatan paling utama pada proses pembuatan semen. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat terjadinya kontak antara gas panas dan material umpan kiln sehingga terbentuk senyawa-senyawa penyusun semen yaitu C3S, C2S, C3A dan C4AF. Pada unit ini juga terjadi proses pemanasan dan kalsinasi lanjutan hingga 100%.

Rotary kiln ini berbentuksilinder yang terbuat dari baja yang dipasang secara horisontal dengan kemiringan 2, berdiameter 4,5 m, panjang 75 m dan kecepatan putar 3 rpm. Rotasi menyebabkan umpan secara bertahap bergerak dimana umpan akan keluar pada kondisi lebih panas daripada umpan masuk. Alat ini mampu membakar umpan dengan kapasitas 4000 - 4300 ton/jam hingga menjadi terak klinker.

Rotary kiln diperkenalkan pada tahun 1890 dan meluas di awal abad ke-20, yang dapat produksi secara kontinyu dan produk yang lebih seragam dalam jumlah besar. Alat ini dilengkapi dengan preheatersebagai pemanas awal dan prekalsiner. Gerakan antara material dan gas panas hasil pembakaran batubara berlangsung secara counter current. Karena panas yang ditimbulkan batubara tinggi maka rotary kiln perlu dilapisi batu tahan api pada bagian dalamnya untuk mencegah agar baja tidak meleleh. Gambar dibawah ini merupakan gambar dari Rotary Kiln.

Gambar 2. Rotary Kiln

Sumber : PT. Semen Baturaja (Persero)(2012)Saat ini, semua industri penghasil klinker menggunakan rotary kilnkarena rotary kiln merupakan satu-satunya cara yang layak untuk mengatur proses dengan suhu tinggi dan material dengan beragam sifat. Komponen dasar dari rotary kiln ialah kiln shell, refractory lining, tyres and roller dan drive gear.

1) Kiln Shell

Kiln shell umumnya terbuat dari pelat baja dan berbentuk silinder panjang.2) Refractory Lining

Refractory lining ialah batu tahan api yang melapisi bagian dalam shell kiln. Fungsinya melindungi shell kiln dari temperatur operasi yang tinggi dan melindungi baja shell kiln dari sifat korosif material. Batu bahan api yang digunakan seperti brick alumina (high, medium dan low type), brick fire clay, basic brick dan brick khusus ziroon. Masing masing jenis mempunyai fungsi tertentu dan letaknya di dalam shell kiln. Ketebalan bricks yang digunakan ialah 20 cm.3) Tyres and Roller

Tyres atau ban yang melekat pada shell kiln untuk membantu gerakan termal. Putaran ban ini dipasang dengan rol baja. Roller yang digunakan harus mendukung kiln dengan memungkinkan rotasi yang seimbang dan gesekan yang tidak kuat. Jumlah roller yang digunakan akan semakin banyak dengan semakin panjangnya ukuran kiln. Bantalan roller harus dapat menahan beban statis dan beban besar yang ditimbulkan oleh putaran kiln.

4) Drive Gear

Gear ini terhubung melalui kereta gear ke motor listrik berkecepatan yang bervariasi. Gear ini mempunyai torsi awal yang tinggi untuk memulai memutar kiln dengan beban eksentrik besar. Kecepatan aliran material didalam kiln sebanding dengan kecepatan rotasi dan variable speed drive.

c. Grate Cooler

Grate cooler yaitu clinker cooler dengan efek pendinginan yang terjadi karena adanya udara yang dihembuskan oleh beberapa fan/blower ke permukaan lapisan klinker di atas grate plate. Pada awal perkembangannya pemakaian grate cooler dimaksudkan untuk mendapatkan laju pendinginan yang cepat dengan tujuan mengurangi pengaruh kristal periclase sehingga diperoleh kualitas klinker yang baik. Tetapi pada kenyataannya diperoleh juga perpindahan panas yang sangat baik sehingga cooler jenis ini bisa menerima klinker dengan temperatur 1360 oC 1400 oC. Dengan penggunaan udara berlebih, klinker yang keluar bisa mencapai temperatur sampai dengan 65oC diatas temperatur udara sekitar sehingga bisa langsung digiling. Perpindahan panas terjadi pada kondisi cross current dan counter current antara klinker dengan udara pendingin. Peralatan Grate Cooler tidak bisa dipisahkan letaknya dari kiln karena terpasang langsung menyambung pada outlet kiln. Grate cooler langsung menampung atau menerima klinker yang keluar dari kiln dan akan mendinginkan klinker seperti yang terlihat pada Gambar dibawah ini.

Gambar 3. Grate Cooler Sumber : PT. Semen Baturaja (Persero)(2012) Prinsip Kerja Grate Cooler

Menurut (Rudi, 1992) prinsip kerja dari grate cooler sebagai berikut :

1) Klinker yang keluar dari kiln jatuh di atas grate plate bagian depan (mulden plate) membentuk suatu tumpukan (bed) dengan ketebalan tertentu.2) Udara pendinginan klinker ditiup dengan sejumlah fan dari bawah plate menembus kisi-kisi grate plate dan bed klinker di atas grate plate. Sehingga terjadi kontak antara udara pendingin dengan klinker panas, dengan adanya kontak tersebut maka terjadi pepindahan panas (efek pendinginan klinker). Sisa udara pendinginan masuk ke dalam kiln sebagai udara bakar (udara sekunder) dan udara pendingin masuk ke dalam calsiner (udara tersier) dan selebihnya dihisap oleh fan sebagai udara buang setelah terlebih dahulu melalui alat penangkap debu (EP).3) Grate plate dipasang dengan susunan baris selang-seling antara baris yang statis dan baris yang bergerak maju mundur, dengan adanya gerakan tersebut klinker bergerak terdorong ke belakang dan seterusnya menuju ke clinker crusher selanjutnya ke chan conveyer.

4) Grate plate digerakkan dengan hydraulic drive. Klinker yang berukuran halus akan turun ke bawah menembus kisi-kisi grate plate dan ditampung di dalam hopper yang dilengkapi dengan flap damper dan sensor level. Flap damper akan membuka secara automatis apabila hopper penuh dan klinker jatuh diterima drag chain menuju chain conveyer.

5) Untuk menjaga ketebalan material di atas grate cooler (grate plate) konstan di pasang satu buah fan pendingin khusus jika tekanan fan naik secara automatis grate plate akan bergerak lebih cepat demikian pula sebaliknya.

6) Untuk material yang berukuran besar masuk pada breaker/crusher untuk dipecah dan hasilnya akan keluar bercampur dengan material dari grate plate cooler menuju alat transportasi.

Fungsi Grate Cooler

Menurut (Rudi, 1992) Great cooler mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah :

1) Proses QuenchingYaitu proses pendinginan klinker yang mendadak, efek pendinginan yang timbul karena adanya hembusan dari beberapa cooling air fan yang langsung kontak dengan klinker outlet kiln.

Efek pendinginan yang terjadi akan mengakibatkan klinker turun temperaturnya secara drastis yaitu dari 1350oC menjadi 90 oC. Sasaran yang dikehendaki dari quenching adalah untuk memperoleh klinker yang berbentuk granular/bulat dan rapuh, sehingga memudahkan pada proses penggilingan selanjutnya. Disamping itu berpengaruh terhadap mutu semen yang dihasilkan.2) Menaikan temperatur udara bakar

Udara bakar ini berasal dari udara sisa pendinginan klinker. Sebagian udara yang masih mempunyai temperatur tinggi akan ditarik IDF masuk ke kiln dan kalsiner dan sebagian lagi yang temperaturnya rendah akan dikeluarkan melewati saluran udara buang menuju ESP (EP grate cooler). Sasaran yang dikehendaki dengan naiknya temperatur udara bakar yaitu untuk efisiensi pemakaian bahan bakar pada proses pembakaran di kiln dan kalsiner.

3) Alat transportasiUntuk mengeluarkan material dari kiln menuju alat transportnya untuk kemudian di simpan pada silo klinker.2.2 Jenis Proses Pembuatan Semena. Proses basah

Bahan baku pada waktu penggaliannya mengandung lebih dari 20 25 % kadar airnya, maka pada proses basah adalah pilihan yang tepat. Demikian juga bahan mentah yang banyak mengandung mineral yang sangat sulit dipisahkan didalam proses kering, misalnya flint, maka satu satunya jalan adalah pengolahan didalam proses basah.

Disamping proses basah mempunyai keuntungan dalam pengurangan kadar alkalis dibandingkan yang mungkin didapat dari proses kering yang paling ekonomis, seperti kiln dengan sistem preheater. Umpan masuk pada suhu lingkungan dalam bentuk slurry. Kiln proses basah panjangnya bisa mencapai 200 m dengan diameter mencapai 6 m. alat dibuat panjang karena banyak air yang akan diuapkan dan mengoptimalkan proses perpindahan panas. Slurry mengandung sekitar 40% air. Hal ini membutuhkan banyak energi untuk menguapkan dan berbagai perkembangan dari proses basah ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dari umpan. Proses basah telah bertahan selama lebih dari satu abad karena bahan baku banyak yang cocok untuk pencampuran slurry.

Semen yang tebentuk berupa terak (klinker) dengan temperatur kilnmencapai 1450o C dan selanjutnya didinginkan secara tepat dengan suatu alat pendingin dan disimpan pada storage kilnker, lalu ditambah dengan gypsum(3-5 %) dan digiling secara kering. Kebutuhan panas pada proses basah 1200-1300 kcal/kg kilnker.

Gambar dibawah ini merupakan gambaran umum proses basah pembuatan klinker.

Gambar 3. Gambaran Umum Proses Basah Pembuatan KlinkerSumber : PT. Semen Baturaja (Persero)(2012)b. Proses Semi Basah dan Semi Kering

Pada proses semi basah, kadar air pada bahan baku berkisar antara 17-21 % dan umpan yang berupa slurry. Sebelum diumpankan ke kiln, bahan baku harus disaring dahulu supaya terbentuk filter cake. Pada proses semi kering, kadar air pada raw meal antara 1-12 % dan bahan baku ini berupa butiran yang lembab. Keuntungan proses antara ialah: Panas yang digunakan pada waktu pembakaran tidak terlalu besar dibandingkan proses basah, ukuran klinker yang keluar kiln umumnya seragam.c. Proses KeringDalam proses kering bahan baku mengandung kadar air kurang dari 1% dan masuk kiln melalui preheater. Pada proses kering ini, gas panas (exhaust gas) dari kiln, digunakan untuk ,memanaskan umpan. Dan batubara yang akan digunakan. Akibatnya, umpan sudah panas sebelum masukkiln. Proses kering jauh lebih efisien termal dari proses basah karena umpan dalam bentuk kering dan sehingga hanya ada sedikit air yang harus diuapkan. Kemudian proses transfer panas jauh lebih efisien.

Kiln pada proses kering dilengkapi suspension preheater. Alat ini adalah menara dengan serangakain siklon yang bergerak cepat dengan gas panas yang menjaga umpan melayang di udara. Sepanjang waktu, umpan akan lebih panas dan gas akan lebih dingin sampai umpan berada pada suhu hampir sama dengan gas. Heat consumption untuk memproduksi klinker pada proses kering ini membutuhkan lebih kurang 800 kkal per kg klinker (dengan 4 stage cyclone). (Sumber : Erlinawati, dkk. 2010. Proses Industri Kimia I)2.3 Proses Klinkerisasi

Proses klinkerisasi merupakan sistem reaksi yang kompleks dikarenakan :

a. Membutuhkan energi tinggi

b. Laju reaksi rendah

c. Mineral klinker tidak stabil pada temperatur ambien

d. Kualitas klinker ditentukan oleh :

1) Komposisi kimia klinker

2) Mikrostruktur klinkerReaksi yang terjadi di klin system

a. Pengeringan

1) Penguapan kandungan air bebas, temperatur ambient sampai dengan 2000C 2) Pelepasan air kristal (dehidrasi), temperatur berkisar 100 400 oC

H2O(l) ------- > H2O(g) (Pers. 1)

b. Pra Pemanasan

Reaksi dekomposisi, temperatur berkisar 400 900 oC 1) Al2O3.2SiO2.2H2O ------- > Al2O3 + 2SiO2 + 2H2O...(Pers. 2)2) (AlFe)2O3.3SiO2.nH2O ------- > Al2O3 + Fe2O3 + 3SiO2 + nH2O...(Pers.3)c. Kalsinasi

Reaksi dekomposisi Carbonat, temperatur 400 900 oC 1) CaCO3(l) CaO(l) + CO2(g) (Pers. 4)2) MgCO3(l) MgO(l) + CO2(g)...(Pers. 5)d. Sintering

Reaksi pengikatan, temperature berkisar 1260 1310 oC 1) CaO + 2CaO.SiO2 ------- > 3CaO.SiO2 (C3S)(Pers. 6)2) 4CaO + Al2O3 + Fe2O3 ------- > 4CaO.Al2O3.Fe2O3 (C4AF) (Pers. 7)3) 2CaO + SiO2 ------- > 2CaO.SiO2 (C2S)(Pers. 8)4) 3CaO + Al2O3 --------> 3CaO. Al2O3 (C3A)(Pers. 9)e. Cooling

Pendinginan cepat (Quenching)1) Mencegah peruraian dari 3CaO.SiO2 ------- > 2CaO.SiO2 + CaO(Pers.10) (Sumber : Erlinawati, dkk. 2010. Proses Industri Kimia I)Reaksi rekasi yang terjadi pada proses klinkerisasi diatas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Reaksi Klinkerisasi

Temperatur (0C)Proses yang terjadi Reaksi

0-100

100-600

600-1000

700-900

1100-1200

1200-1450Penguapan air dalam Roller MillPenguapan air hidrat dari tanah liat

Penguraian senyawa karbonat (proses kalsinasi) terutama jenis magnesium karbonat sedangkan karbonat dari senyawa kalsium akan terurai pada suhu 900 0C.

Mulai terbentuknya senyawa C3A, C2S, C2AF

Pembentukan senyawa C2S, C4AF, C3A maksimum

Pembentukan C3S dan pengurangan CaO bebas pada temperatur 1260 0C, terbentuk fase cair (Liquid Phase) yang apabila didinginkan menjadi terakH2O( l ) H2O( g )Al2O3.2SiO2.2H2O ------- > Al2O3 + 2SiO2 + 2H2O(Al,Fe)2O3.3SiO2.nH2O ------> Al2O3 + Fe2O3 + 3SiO2 + nH2OCaCO3 CaO + CO2

MgCO3 MgO + CO2Al2O3+ 3CaO 3CaO.Al2O3

SiO2 + 2CaO 2CaO.SiO2Al2O3 + 2CaO + Fe2O3 2CaO.Al2O3.Fe2O3Al2O3 + 4CaO + Fe2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3SiO2 + 2CaO 2CaO.SiO23CaO + Al2O3 3CaO.Al2O33CaO + SiO2 3CaO.SiO2

Sumber : PT. Semen Baturaja (Persero) (2012) Parameter Utama Operasi KilnBanyak indikator yang dipasang sebagai pedoman bagi operator dalam menjalankan kiln, akan tetapi ada beberapa parameter utama yang mutlak harus ada dan sangat dibutuhkan pada saat mengoperasikan Kiln. Parameter utama tersebut antara lain, yaitu: Temperatur cyclone Stage terbawah, Burning Zone Temperature, Free Lime, CO, O2 dan NOx. Berikut merupakan penjelasan dari masing masing parameter.

a. Temperatur Cyclone Stage terbawah Pengontrolan temperatur di Cyclone Stage terbawah berdasarkan jumlah batu bara yang diumpankan ke Calciner, temperatur di Stage ini dijaga sekitar 850 900 oC, untuk mendapatkan tingkat kalsinasi 90 96 %. Karena bahan bakar yang diumpan ke Calciner dapat mencapai 60 %, maka apabila terjadi fluktuasi pengumpanan akan sangat mengganggu operasional calciner dan kiln system secara keseluruhan. Temperatur minimum harus diatur untuk memperingatkan kepada operator agar menstabilkan temperatur untuk mengamankan kalsinasi tetap seperti yang diharapkan, dan juga harus dilengkapi alarm temperatur maksimum untuk menjaga agar kalsinasi tidak mencapai > 99 %, dimana hal ini akan menyebabkan terjadinya blocking di Cyclon stage terbawah.b. Burning Zone TemperatureBurning zone temperature menyatakan kesempurnaan reaksi pembakaran batu bara didalam kiln. Burning zone yang dikehendaki adalah temperatur setinggi mungkin dan panjang area sependek mungkin. Untuk mendapatkan pembakaran sempurna harus didukung oleh system burner yang baik, High efficiency burner merupakan solusi yang tepat untuk kesempurnaan pembakaran.

Demikian juga design dari pendingin sehingga dapat menghasilkan udara sekunder dengan temperatur yang tinggi. Parameter yang perlu diperhatikan pada burning zone antara lain adalah BZ load yang menyatakan jumlah panas yang dapat dibebankan ke kiln persatuan luas per jam, biasanya dalam range 2,8 6,0 kcal/h/m2.

c. Primary Air

Dari segi neraca panas sebetulnya primary air ini tidak menguntungkan, karena temperatur primary air sedikit saja diatas ambient temperatur, sehingga mendinginkan Kiln dibanding secondary air yang mempunyai temperatur ( 1000(C. Akan tetapi primary air sangat berguna untuk memungkinkan bahan bakar dapat terdisfersi sempurna, mixing yang baik antara udara dan bahan bakar dan bahkan sebagai faktor utama untuk membentuk flame yang baik. Selain itu primary air juga berfungsi sebagai pendingin untuk burner.

Bertitik tolak pada 2 hal yang berlawan tersebut maka, burner-burner yang modern berusaha mengurangi jumlah primary air dengan menaikan tekanan sampai 150 lembar dengan kecepatan linier s/d 150m/detik. Pada umumnya jumlah primary air adalah berkisar antar 5 15% dari jumlah udara total yang dibutuhkan . Makin modern cenderung menggunakan jumlah udara antara 7 9 Nm3 tiap Kg coal. Dalam pengoperasian, biasanya primary air tidak banyak diubah-ubah terkecuali ada maksud misalnya untuk memanjangkan flame, karena temperatur flame di sekitar outlet kiln naik, dapat juga dilakukan apabila ada perubahan kualitas bahan bakar.d. Tertiary Air

Yang dimaksud dengan tertiary air adalah udara pembakar yang berasal dari pendinginan klinker yang dipakai sebagai udara pembakaran di Calciner. Seperti yang kita ketahui udara yang berasal dari pendingin ini masih mempunyai temperatur yang cukup tinggi.

Makin jauh jaraknya dari Inlet Cooler temperatur gas makin rendah, yang paling dekat dengan kiln discharge mempunyai temperatur 1.000-1.200 0C dan masuk kedalam kiln sebagai udara sekunder, sebagian lagi masuk kesaluran diluar kiln (tertiary air duct) dan menuju ke SP untuk membakar bahan di Calciner. Sudah barang tentu ini hanya dimungkinkan pada kiln yang mempunyai pendingin system greate cooler.

Temperatur tertiary air ini berbeda-beda tergantung ditempat mana udara tersier ini diambil ( tergantung section point ). Dalam operasi, udara tersier ini juga dapat bisa diatur jumlahnya dengan membuka atau menutup damper SP fan atau ada juga sistem yang memiliki damper tersendiri.

Pada kiln dengan sistem pembakaran di kiln SP, kadar O2 dan CO di kiln inlet sangat penting untuk dipakai pedoman seberapa besar porsi bahan bakar di kiln dan di SP. Apabila CO naik di kiln inlet dan O2 turun, ada kemungkinan bahan bakar di kiln relatif terlalu banyak dan harus dilakukan adjusment segera. Sedangkan kadar CO2 dan O2 di outlet Top SP biasanya mencerminkan adanya ketidak seimbangan bahan bakar di SP system, akan tetapi dapat dilakukan juga dengan menaikkan kadar O2 di kiln inlet menjadi > 3 %. Ini bisa terjadi pada sistem planetary cooler kapasitas tinggi, atau kiln ILC-E dimana udara pendingin masih kurang bila hanya sekedar membakar bahan bakar di kiln. Idealnya memang seluruh jumlah udara pendingin klinker pada Planetary Cooler harus tepat jumlahnya untuk membakar bahan bakar di kiln.

Ada beberapa parameter yang harus diperhatikan pada tertiary air, yaitu :

Temperatur

Jumlah

Tingkat Dusty-nya Bila temperaturnya jauh dibawah temperatur sumbernya kemungkinan disebabkan oleh kebocoran besar pada duct tersebut, ini harus dicari dan di tutup. Jumlah udara bisa dikatakan cukup dengan melihat hasil pembakaran di kiln dan cara pendinginannya. Apabila dustnya terlalu banyak akan mudah terakumulasi di duct dan draft di ujung duct akan naik.

e. Free Lime

Free lime didalam klinker mencerminkan tingkat kesempurnaan pembakaran. Free lime adalah CaO bebas yang belum bereaksi menjadi senyawa potensial (C3S, C2S). Free lime yang baik adalah < 1%, tetapi dengan pertimbangan ekonomis free lime biasa dibuat range antara 0,5-1.5 %

f. CO, O2, NOXIndikator CO, O2, menyatakan tingkat kesempurnaan pembakaran bahan bakar. Range O2 dan CO ini sangat penting untuk mengetahui apakah pembakaran bahan bakar berlangsung sempurna dan juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kebocoran di kiln system. Idealnya dalam gas hasil pembakaran mengandung CO = 0 %, tapi ini hampir tidak mungkin. Juga O2 tidak mungkin 0 (nol) untuk dapat bereaksi sempurna, dalam kenyataanya O2 harus dilebihkan atau biasa disebut O2 excess sekitar 2-3 % tergantung pada tingkat kebocoran di kiln system dan type burner yang dipakai.

Disamping itu pada pabrik-pabrik modern dilengkapi dengan NOX yang menyatakan kondisi burning zone, nilai NOX ini dapat dipakai sebagai indikator awal dari kondisi burning zone, artinya bila kecendrungan Nox berubah misalnya temperatur burning zone sudah cenderung turun, akibat dari pembakaran mulai menuju kurang baik maka Nox akan berubah lebih cepat sebelum indikator O2 atau CO berubah. Nilai yang biasa dipakai adalah trendnya, dimana harus didefinisikan range optimum dari NOX yang menyatakan kondisi burning zone yang optimal di kiln. Apabila CO diatas 0,2 % sebaiknya jangan dilakukan penambahan bahan bakar dulu agar tidak menambah CO yang akan dapat membuat EP trip.

2.4 Pengendalian Pembakaran

Produksi klinker yang baik ialah klinker yang tidak underburned maupun overburned, berkadar free CaO yang memadai dengan berat per liter optimum. Sedangkan satbilitas operasi yang kontinu harus diberi arti yang lebih dibandingkan dengan produksi yang maksimum. Karena dalam operasi yang stabil dan terus menerus akan lebih bernilai daripada memaksakan kiln untuk mencapai produksi maksimumnya. Jika dipaksakan sampai tingkat produksi maksimum maka, akan menyebabkan gangguan operasi. Disamping itu, perlu diingat operasi kiln yang stabil akan memperpanjang life time dari brick, mempertinggi efisiensi bahan bakar dan menghasilkan kualitas klinker yang seragam.

Pengertian kondisi yang stabil ialah kondisi operasi dimana hanya perubahan perubahan kecil atau tanpa ada perubahan yang harus dilakukan dalam mempertahankan kondisi yang telah berjalan dengan baik. Kemampuan seorang operator kiln harus diukur dari kemampuannya menjelaskan keadaan operasi dan bukan berdasarkan atas lamanya dia mempertahankan kondisi yang stabil.

Setelah ketiga persyaratan diatas terpenuhi, barulah seorang operator mencoba menaikkan produksi dan mulai mengkonsentrasikan pikirannya pada effisiensi bahan bakar. Setiap tindakan kearah effisiensi harus dilakukan secara perlahan untuk menghindari terganggunya stabilitas operasi kiln.

Ada 4 macam pengendalian yang selalu diperhatikan oleh operator kiln, yaitu :a. Pengendalian exit gas (exhaust gas) dari kiln

Untuk menjamin pembakaran yang sempurna dari bahan bakar, kiln harus selalu beroperasi dengan udara berlebih (misal excess 5 %), dengan demikian kadar oksigen didalam exhaust gas akan berkisar antara 0,7 1,5 %. Terlalu kecil kadar oksigen seperti < 0,4 % akan banyak sekali bahan bakar yang tidak terbakar dengan sempurna. Sebaliknya terlalu tinggi kadar oksigen (> 2,5 %) pasti akan merugikan, karena bahan bakar akan terbuang percuma hanya untuk memanasi udara, panasnya tak akan termanfaatkan dengan baik.

b. Pengendalian bahan bakar

Operator tidak boleh memaksakan penambahan bahan bakar atau memperbesar fan feed untuk mempertinggi rate bahan bakar. Operasi seperti ini akan menimbulkan kesulitan karena akan memepngaruhi profile panas dibagian belakang burning zone. Temperatur disini tidak boleh dibiarkan berfluktuasi terlalu banyak.

Apabila operator membuat suatu perubahan baik terhadap fan maupun terhadap rate bahan bakar, operator harus memperkirakan terlebih dahulu kemungkinan reaksi apa yang akan terjadi. Karena setiap penambahan bahan bakar tadi, pasti akan menyebabkan kadar oksigen yang turun di exhaust gas dan naiknya temperature di burning zone. Kenaikan speed fan akan menyebabkan naiknya kadar oksigen di exhaust gas, menurunnya temperatur di burning zone.

c. Pengendalian rate umpan (raw meal)

Kebanyakan rotary kiln modern, pengumpanannya selalu disinkronkan dengan speed kiln. Hal ini kaan menjamin ketebalan feed bad seragam pada semua tingkat kecepatan kiln. Penampang dari material didalam kiln secara otomatis akan selalu sama, selama feed to kiln ratio tidak berubah. Tetapi harus juga dipertimbangkan jumlah abu yang kembali kedalam kiln dan kemungkinan terbentuknya ring didalam kiln. Ring seperti ini sering kali mengganggu ketenangan arus dari umpan kedalam kiln.

d. Pengendalian speed kilnKiln tidak selamanya stabil terus menerus, karena selalu ada perubahan perubahan. Suatu ketika pasti kiln harus diatur speednya dengan mempertahankan produksi klinker yang baik. Bila terjadi rush dari material menuju ke burning zone maka harus diperhatikan beberapa parameter seperti memperthitungkan kadar oksigen, temperatur di belakang (cyclone teratas) dan kondisi pendingin.

Harus diingat sesudah kiln dilambatkan maka, mula mula inlet akan naik dan untuk ini harus sudah ada tindakan perbaikan seperti pengurangan speed dari fan (induced draft). Selanjutnya akan mengakibatkan kekurangan oksigen dan akhirnya operator harus mengurangi pemakaian bahan bakar. Setelah kiln berjalan lambat, maka untuk mempercepat kiln harus dilakukan perlahan dan bertahap.

2.5 Bahan Bakar yang Digunakan

Secara umum, berdasarkan wujudnya, bahan bakar dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu bahan bakar padat, cair dan gas. Contoh bahan bakar padat adalah batu bara, arang, kayu, pet coke, dan lain-lain. Untuk bahan bakar cair misalnya IDO, minyak solar, bensin, minyak tanah, bahan bakar sintetik, dan lain-lainnya. Sedangkan yang wujudnya gas antara lain LPG, gas alam, dan lainnya. Dalam diskusi selanjutnya kita batasi lingkup bahasan yang kita kaji terutama untuk bahan bakar yang banyak digunakan di pabrik semen di Indonesia.a. Batubara

Batubara diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan pada sifat-sifat dan umur terbentuknya antara lain lignit, bituminous, anthracite, dan lain-lain. Beberapa sifat yang membedakan antara beberapa jenis batubara tersebut antara lain didasarkan pada umur terbentuknya batubara mulai dari yang termuda dengan kadar volatile yang tinggi, berumur menengah seperti bituminous hingga yang paling tua yaitu anthracite dengan kadar volatile yang rendah. Kandungan volatile ini mempunyai pola kecenderungan yang sama dengan kadar air.

Dengan umur batubara yang lebih tua maka kandungan airnya akan semakin sedikit dan unsur padatan lainnya semakin kompak. Namun untuk kandungan ash (debu) dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kadarnya bukan merupakan fungsi dari umur batubara. Oleh sebab itu kandungan debu perlu diketahui melalui uji laboratorium.

Semakin tua umur batubara kadar elemen yang berbentuk gas seperti hidrogen, nitrogen, dan oksigen mengecil dan sebaliknya kadar karbonnya akan meningkat. Apabila dibandingkan dengan bahan bakar minyak dan gas, kadar hidrogen pada batubara relatif lebih rendah (hanya berkisar antara 2 5% H), sehingga gas hasil pembakarannya akan mengandung uap air yang lebih sedikit dan perbedaan antara gross dan net heating value adalah kecil (berkisar antara 200 300 kkal/kg).

Nilai kalor batubara sangat tergantung pada kandungan air dan debu. Akan tetapi kadar volatile juga berpengaruh secara kompleks pada nilai kalor ini. Karena rangkaian hidrokarbon pada batubara menghasilkan nilai kalor yang lebih tinggi dibanding karbon bebas, maka pada umumnya untuk batubara dengan umur menengah hingga tua kenaikan kadar volatile akan meningkatkan nilai kalornya. Namun untuk lignite yang memiliki kadar gas tinggi, hal sebaliknya justru yang diperoleh karena proporsi unsur nitrogen dan oksigen dalam volatile matter meningkat , dan seperti kita ketahui bahwa kedua unsur ini tidak menghasilkan kalor pada proses pembakaran bahkan justru menurunkan temperatur adiabatiknya.

Kadar belerang dalam batubara bervariasi tergantung pada asal tambang batubara tersebut. Beberapa tempat mengandung kadar sulphur rendah, namun di lain tempat bisa tinggi. Kandungan sulphur ini sangat berpengaruh pada operasi pembakaran di kiln, mengingat sifat-sifatnya yang kurang menguntungkan antara lain dapat mempengaruhi fluiditas raw mix dan lainnya. Oleh karena itu biasanya diinginkan batubara dengan kadar belerang yang rendah untuk operasi kiln kita.

Untuk mengetahui beberapa sifat penting yang dimiliki oleh bahan bakar padat, khususnya batubara, perlu dilakukan beberapa pengujian laboratorium antara lain:

1) Proximate analysis untuk menentukan kadar volatile matter, moisture (total dan hygroscopic) dan debu (ash).

2) Ultimate analysis untuk menentukan kadar karbon, hidrogen, belerang, nitrogen, dan oksigen. Dari hasil ultimate test ini akan dapat diperkirakan nilai kalor (heating value) dari bahan bakar.

3) Analisis kimia untuk menentukan element apa saja yang terkandung didalam ash (debu). Apabila elemen dan kadarnya dapat diketahui akan lebih meningkatkan presisi kita dalam melakukan raw mix desain.

4) Analisis fisika untuk menentukan nilai kalor kotot yang diikuti dengan perhitungan nilaikalor netto berdasarkan kadar air yang ada di dalam bahan bakar serta H2O yang akan dihasilkan dalam proses pembakaran.

5) Tes lainnya yang biasanya dilakukan antara lain untuk mengetahui indeks kekerasan yang berguna pada untuk proses grinding bahan bakar, indeks abrasi untuk keperluan perkiraan material peralatan grinding dan transport serta perkiraan keausannya, serta kehalusan butir hasil coal mill untuk keperluan kemudahan bahan bakar tersebut saat dibakar.

Untuk memperoleh proses pembakaran yang baik dan api yang cocok dengan proses pembentukan klinker di dalam kiln, kehalusan butir batubara merupakan parameter yang penting. Pada umumnya untuk batubara dengan kadar volatile rendah, semakin lembut ukuran butir proses pembakaran akan berjalan lebih cepat. Namun untuk batubara dengan kadar volatile tinggi, sebaiknya ukuran butir dibuat lebih kasar untuk mengatur laju keluarnya gas dari padatan sehingga tidak terlalu membahayakan proses pembakaran dan dapat dikontrol dengan lebih baik. Jika keluarnya gas dari padatan terlalu cepat, percampurannya dengan udara akan menyulitkan pengaturan proses pembakaran seperti terjadi pada proses pembakaran bahan bakar gas. b. Bahan Bakar Minyak

Bahan bakar minyak masih banyak digunakan di pabrik semen di Indonesia walaupun bukan merupakan bahan bakar utama. Pada umumnya bahan bakar minyak digunakan saat heating up karena sifatnya yang mudah dibakar dan kestabilan apinya walaupun proses pembakaran berlangsung pada kondisi lingkungan yang masih dingin atau pada kondisi dimana terdapat problem dengan batubara. Banyak sekali jenis bahan bakar minyak ini, misalnya IDO, HFO, dan lain-lain.

Kadar belerang bahan bakar minyak tergantung pada asal sumber minyak tersebut. Kadar belerang ini bisa mencapai sekitar 4,5%. Sifat specific gravity penting untuk minyak ini karena terkorelasi dengan nilai kalor bahan bakar. Pada umumnya semakin tinggi nilai specific gravity semakin rendah nilai kalornya.c. Bahan Bakar Gas

Bahan bakar gas, diperoleh dari berbagai sumber dalam bentuk gas. Yang umum dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari diperoleh dari dalam bumi dalam ujud gas alam atau gas dari minyak bumi (LPG). Gas alam merupakan bahan bakar yang baik sekali untuk proses produksi semen karena memerlukan instalasi yang tidak rumit dan mudah dikontrol kaena biasanya memiliki komposisi kimia yang relatif stabil serta bersih. Problem utama dalam pembakaran bahan bakar gas adalah ledakan (explosion) sehingga memerlukan penanganan khusus untuk keamanan instalasinya.

Perlu dicatat bahwa pada umumnya kandungan belerang pada gas alam sangat rendah. Selain itu volume gas hasil pembakaran relatif tinggi karena kandungan hidrogen yang tinggi, sehingga panas terbuang bersama exhaust gas lebih tinggi dibanding hasil pembakaran bahan bakar lainnya. Titik nyala gas alam cukup tinggi yaitu sekitar 600oC, sehingga memerlukan perlakuan khusus bila digunakan untuk heating up kiln karena temperatur dinding kiln belum tinggi sehingga radiasi dari dinding untuk memanaskan bahan bakar dan udara belum cukup.

Pada umumnya kiln dengan bahan bakar gas memiliki konsumsi panas spesifik yang relatif rendah dibanding dengan kiln berbahan bakar selain gas karena untuk bahan bakar gas ini udara primer dapat dijaga pada persentase yang rendah sehingga panas rekuperasi pada pendingin tinggi. Walaupun demikian udara primer tetap diperlukan khususnya untuk mendinginkan burner. Biasanya tekanan gas yang datang ke pabrik kita cukup tinggi sehingga perlu diturunkan sebelum dibakar.

Pada umumnya tekanan gas alam cukup untk menghasilkan momentum percampuran dengan udara. Di indonesia tidak banyak pabrik yang memanfaatkan gas alam sebagai bahan bakar utamannya. Hal ini barangkali lebih dikarenakan oleh harganya yang relatif mahal dibanding batubara selain tidak semua sumber gas alam berdekatan dengan lokasi pabrik.

_1455554281.unknown