seminar akademik
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karantina ikan merupakan instrumen dalam subsistem perdagangan
produk perikanan ditingkat nasional maupun internasional, melalui sertifikat
kesehatan ikan yang terpercaya. Bandara Internasional Soekarno-Hatta
merupakan salah satu tempat yang memiliki balai besar karantina ikan. Seluruh
aktivitas pengiriman dan pemasukan ikan yang melalui bandara tersebut akan
dikenakan tindakan karantina terlebih dahulu. Tindakan pemeriksaan pada ikan
yang dilintaskan merupakan salah satu upaya yang dilakauakan untuk mencegah
penyebaran dan masuknya hama dan penyakit ikan karantina dari luar negri,
dari satu area, ke area lain dalam negri, atau keluarnya hama dan penyakit ikan
dari dalam wilayah negara republik Indonesia.
Sebagaian besar lobster air tawar yang dilalulintaskan di balai besar
karantina ikan Soekarno-Hatta adalah fresh lobster (lobster hidup) dari jenis
Cherax sp. Lobster Air Tawar atau Freshwater, Crayfish adalah salah satu
genus yang termasuk dalam kelompok udang (Crustacea) lobster air tawar yang
secara alami memiliki ukuran tubuh relatif besar dan memiliki siklus hidup hanya
di lingkungan air tawar. Lobster air tawar (Cherax sp) merupakan salah satu
komuditas hasil budidaya perikanan yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup
tinggi dan dapat menghasilkan devisa bagi negara. Dalam perkembangan
budidayanya di berbagai negara terdapat banyak permasalahan antara lain
semakin menurunnya kualitas dan kuantitas udang yang dihasilkan akibat
terjangkit penyakit dan penggunaan benur yang berkualitas rendah. Secara
umum memang ditemukan beberapa penyakit udang yang disebabkan oleh
berbagai jenis jamur, bakteri maupun virus (Suyanto dan Takarina, 2009). Salah
satu cara untuk mendeteksi penyakit ikan yang disebabkan oleh virus adalah
dengan menggunkan PCR. Metode tersebut dilakuakan untuk memperkecil
peluang masuknya patogen berbahaya yang mungkin lolos dari pemeriksaan
mikroskopis.
1
Pentingnya kelembagaan karantina ikan ini, mendorong mahasiswa untuk
melaksanakan kuliah kerja profesi terkait dengan pemerikasaaan penyakit viral
yang menyerang lobster air tawar (Cherax sp) dengan menggunakan teknik
PCR dibalai besar karantina ikan soekarno-hatta.
1.2 Tujuan
1. Dapat mengetahui prosedur/tindakan karantina ikan di Balai Besar
Karantina Ikan Soekarno-Hatta.
2. Dapat mengetahui metode pemeriksaan penyakit viral penyebab penyakit
virus pada lobster air tawar (Cherax sp) dengan menggunakan PCR di
Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta
3. Dapat mengetahui jenis penyakit virus dengan menggunakan teknik PCR
pada lobster air tawar (Cherax sp) yang dilintaskan di Balai Besar
Karantina Ikan Soekarno-Hatta
1.3 Manfaat
Kuliah kerja profesi ini diharapkan dapat memperluas wawasan,
pengalaman praktek dan meningkatakan keterampilan kerja dalam bidang
perikanan, khususnya mengetahui prosedur tindakan karantina ikan dan
mengetahui metode pemeriksaan penyakit viral pada lobster air tawar (Cherax
sp) yang dilintaskan di balai besar karantina ikan soekarno-hatta, cengkareng,
Tanggerang Provinsi Banten
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kegiatan Operasional BBKIS-H
Kegiatan operasional karantina ikan meliputi tindak karantina ekspor,
impor dan antar area baik domestic masuk maupun domestic keluar. Kegiatan
karantina impor dilakukan tindak karantina pemeriksaan kelengkapan dan
keabsahan dokumen persyaratan teknis maupun persyaratan adminitrasi.
Pemeriksaan jenis, jumlah dan ukuran, pemeriksaan visual dilakukan diinstalasi
dan dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium disesuaikan
dengan target HPIK yang terdapat pada lampiran Keputusan Menteri Kelautan
dan perkembangan HPI/HPIK No. 17/MEN/2003. Selanjutnya juga dilakukan
pengamatan dan perkembangan HPI/HPIK di instalasi selama proses karantina.
Tindakan penahanan, penolakan dan pemusnahan sampel yang selama
ini dilakukan oleh pihak karantina dikarenakan tidak dilengkapinya persyaratan
administrasi karantina impor dan belum pernah didasarkan atas ditemukannya
HPIK golongan 1 atau HPIK golongan 2 yang tidak dibebaskan dengan tindakan
perlakuan. Pada kegiatan ekspor dilakukan pemeriksaan atau kunjungan di farm,
pemeriksaan manajemen dan sanitasi serta kondisi kesehatan ikan-ikan yang
dikirim. Sedangkan untuk kegiatan domestik masuk dilakukan uji klinis secara
visual untuk mendapatkan sertifikat pelepasan.
1 Prosedur Pemasukan Media Pembawa (Impor Atau Domestik Masuk)
Setiap media pembawa hama dan penyakit ikan karantina yang
dimasaukan keadalam wilayah negara Republik Indonesia wajib :
1. Dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi
ikan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain
2. Melalui tempat-tempat pemsasukan yang telah ditetapkan
3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina ditempat-tempat
pemasukan untuk keperluan tindakan karantina
3
Prosedur pemasukan media pembawa tidak impor maupun domestik
masuk yang dilakukan di BBKI-SH dimulai dengan pelaporan penerimaan sample
yang dilakukan oleh pemilik kepala petugas karantina disertai health certificate
atau surat rekomendasi. Waktu pelaporan adalah 2 hari sebelum sample datang
untuk ikan hidup, 5 hari sebelum sample datang untuk kiriman pos brupa ikan
mati, 1 hari sebelum sample datang untuk muatan berupa ikan mati serta pada
saat tiba untuk bdarang bawaan atau benda lain. Petugas karantina akan
melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran isi dokumen media
pembawa (jenis dan kesehatan). Apabila persyaratan lain tidak dipenuhi atau
jenis, jumlah dan ukuran media pembawa tidak sesuai, maka akan dilakukan
penahanan. Selama tiga hari pemilik diminta melengkapi dokumen, apabila
dalam awaktu tiga hari dokumen tersebut belum dipenuhi atau tidak diurus dan
tidak diketahui pemiliknya maka akan dilakukan penolakan dan dilakukan
pemusnahan terhadap media pembawa tersebut.
Jika dokumen tersebut terpenuhi atau bisa dipenuhi sebelum 3 hari maka
sample dibawa ke laboratorium untuk diperiksa parasit, bakteri, jamur dan virus
sesuai dengan permintaan. Pemeriksaan klinis dan laboratoris dilakukan oleh
petugas fungsional meliputi pengasingan dan pengamatan. Media pembawa
yang tertular hama penyakit ikan karantina (HPIK) akan langsung dibebaskan
dengan pemebrian sertifikat pelepasan. Media pembawa yang tertular hama
penyakit ikan karantina (HPIK) golongan II akan diberikan perlakuan sebelum
dibebaskan, sedangkan media pembawa yang tertular hama penyakit ikan
karantiana (HPIK) golongan I akan dimusnahkan.
2 Prosedur Pengeluaran Media Pembawa (Ekspor Atau Domestik Luar)
Setiap media pembawa hama dan penyakit ikan karantina yang dibawa
atau dikirim dari satu area ke area lain didalam wilayah negara Republik
Indonesia wajib :
1. Dilengkapi sertifikat kesehatan dari area asal dan negara transit bagi
ikan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain
2. Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan
3. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina ditempat-tempat
pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina
4
Prosedur pengeluaran media pembawa baik ekspor maupun domestik
luar yang dilakuakan di BBKI-SH dimulai dengan pelaporan penerimaan sample
yang dilakukan oleh pemilik kepala petugas karantina. Waktu pelaporan adalah
paling lamabat sebelum keberangkatan untuk ikan dalam bentuk barang bawaan
dan 1 hari sebelum dilakukan tindakan karantina bagi barang muatan, kiriman
pos dan benda lain. Petugas karantina akan melakukan pemeriksaan jenis,
jumlah, ukuran dan persayaratan kesehatan yang diinginkan penerima.
Pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran isis dokumen media pemabawa juga
dilakuakan untuk komodiatas yang dilindungi. Apabila persyaratan tidak dipenuhi
atau jenis,jumlah dan ukuran media pembawa tidak sesuai maka dilakukan
pemeriksaan lanjutan. Jiak masih belum memenuhi maka dilakukan perlakuan
untuk media pembawa yang diduga yang diduga tertular HPIK golongan II, jika
tidak bisa disembuhkan atau diduga tertular HPIK golongan II maka health
certificate tidak diterbitkan dan media pembawa tersebut tidak bisa
dilalulintaskan.
Tindakan penahanan, penolakan dan pemusnahan sampel yang selama
ini dilakukan oleh pihak karantina dikarenakan tidak dilengkapinya persyaratan
administrasi karantina impor dan belum pernah didasarkan atas ditemukannya
HPIK golongan 1 atau HPIK golongan 2 yang tidak dibebaskan dengan tindakan
perlakuan. Pada kegiatan ekspor dilakukan pemeriksaan atau kunjungan di farm,
pemeriksaan manajemen dan sanitasi serta kondisi kesehatan ikan-ikan yang
dikirim. Sedangkan untuk kegiatan domestik masuk dilakukan uji klinis secara
visual untuk mendapatkan sertifikat pelepasan.
2.2 Lobster Air Tawar (Cherax sp)
Lobster Air Tawar atau Freshwater, Crayfish adalah salah satu genus
yang termasuk dalam kelompok udang (Crustacea) air tawar yang secara alami
memiliki ukuran tubuh relatif besar dan memiliki siklus hidup hanya di lingkungan
air tawar. Beberapa nama internasional lobster air tawar ini adalah Crayfish,
Crawfish, dan Crawdad. Berdasarkan penyebarannya, didunia ini ada 3 famili
lobster air tawar, yakni famili Astacidae, Cambaridae, dan Parastacidae. Lobster
air tawar Astacidae dan Cambaridae tersebar dibelahan dunia utara, sedangkan
Parastacidae menyebar di dunia bagian selatan, seperti Australia, Indonesia
bagian timur, Selandia Baru, dan Papua Nugini. Berdasarkan penelitian dan
5
kajian ilmiah diketahui bahwa habitat alam lobster air tawar adalah danau, rawa,
atau sungai yang berlokasi didaerah pegunungan. Disamping itu, diketahui pula
bahwa lobster air tawar bersifat endemik karena terdapat spesifikasi pada
spesies lobster air tawar yang ditemukan di habitat alam tertentu (native).
2.3 Infeksi Virus
Saat ini budidaya udang yang menerapkan teknologi intensif terserang
penyakit infeksi yang disebabkan oleh organisme patogen berupa virus, bakteri,
parasit dan jamur. Secara alamiah organisme pathogen tersebut sudah berada
dalam perairan, dan akan merugikan biota perairan bila pada kondisi tertentu
yang kurang mendukung karena menurunnya kualitas lingkungan serta kualitas
pakan. Tingkat patogenitas (virulensi) masing-masing jenis organisme patogen
berbeda walaupun ditimbulkan oleh jenis yang sama. Hal tersebut sangat
bergantung pada jenis dan ukuran udang yang diserang, serta kondisi
lingkungan perairan lokasi serangan. Penyakit merupakan salah satu faktor
pembatas utama pada peningkatan produksi udang yang berkelanjutan. Penyakit
udang bisa dibagi atas menular dan tidak menular berdasarkan asalnya (Lightner
and Redman, 1998). Penyakit menular disebabkan oleh virus, bekteri, fungi, dan
parasit. Faktor biologi seperti keberadaan mikroba dalam kolam berperan atas
rentannya udang oleh patogen.
2.4 Polymerase Chain Reaction
Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah
suatu metode enzimatis untuk melipat gandakan secara eksponensial suatu
sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali
dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis seorang peneliti di
perusahaan CETUS Corporation. Metode ini sekarang telah banyak digunakan
untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik. Pada awal
perkembangannya metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul
DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula
untuk melipat gandakan dan melakukan kuantitasi molekul mRNA (Yuwono,
2006).
6
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Kuliah Kerja Profesi (KKP) dilaksanakan pada tanggal 1 Februari – 29
Februari 2012, yang bertempat di Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta.
Cengkareng-Tanggerang, Provinsi Banten
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan penyakit virus
menggunakan teknik PCR pada lobster air tawar (Cherax sp) dapat dilihat pada
Tabel 1. sebagai berikut :
Tabel 1. Alat dan Bahan PCR
No Alat Bahan
1Micropipet (0,2-2µl, 10, 20µl-100µl,
100-1000µl)
Preparasi : ethanol 70%
2 Mikrotip (10µl, 20-100µl, 100-1000µl) Tissue, Plastik
3 Sentrifugator Ekstraksi DNA : lysis buffer,
ethanol 95%, TAE buffer
Ekstraksi RNA : RNA ekstrak
solution, chlorofom,ethanol 75%,
DEPC
4 Alat elektroforesis
5 Vortex mixer
6 Thermoblock
7 Mikrotube (0,2 ml dan 1,5)
8 Thermalcycler Amplifikas : a. Master mix
b. Primer9 UV- iluminator
10 Minispin Elektroforesis :a. Agarose 2 %
b. 6x loding dey, c. DNA ladder
d. TAE Buffer
11 Alat bedah (pisau, gunting, pinset)
12 Cetakan Agar
13 Lemari es/Frezzer Staining dan Observasi Gel :
a. TAE Buffer,
b. Ethidium bromide, c. Kertas foto
14 Mortal
15 Alat tulis
7
3.3 Metode Kuliah Kerja Profesi
Metode yang digunakan dalam KKP ini adalah metode deskriptif Kuliah
Kerja Profesi dilakukan dengan ikut berpartisipasi langsung pada setiap kegiatan
yang berkaitan dengan tujuan dari pelaksanaan Kuliah Keraja Profesi. Partisipasi
ini mulai dari: 1). Ikut serta dalam setiap kegiatan pemeriksaan terhadap ikan
yang terindikasi terserang penyakit; 2). Ikut serta dalam kegiatan analisa virus
yang khususnya menggunakan PCR.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pada kegiatan KKP diperlu pendekatan terstruktur dalam usaha
memperoleh Data. Adapun metode pengumpulan Data yang digunakan penulis
adalah sebagai berikut :
1) Observasi
Kuliah Kerja Profesi dilakukan dengan cara observasi langsung terhadap
kegiatan-kegiatan di BBKI-SH Soekarno-Hatta yang berkaitan dengan analisa
virus dengan PCR. Diharapkan dari observasi ini dapat diperoleh gambaran
mengenai cara analisa virus dengan PCR khususnya virus yang biasa
menyerang udang.
2) Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pimpinan BBKI-SH berserta staf,
coordinator teknisi, teknisi lapangan, teknisi lab serta semua pihak yang
berkompeten secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan
Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang dilakukan. Wawancara ini bertujuan untuk
mengumpulkan data primer terkait dengan materi kegiatan Kuliah Kerja Profesi.
3) Studi Literatur
Studi literatur merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai
sumber seperti majalah, jurnal, data statistik, artikel, dan lain-lain yang
merupakan data pendukung pelaksanaan kegiatan Penelitian.
8
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Identifikasi virus target
Sampel lobster air tawar (Cherax sp) yang diperiksa selama pelaksanaan
Kuliah Kerja Profesi (KKP) merupakan lobster impor dan ekspor. Sampel lobster
yang diperiksa berdasarkan target virus berjumlah 2 jenis virus yaitu WSSV dan
TSV dari ke-2 target virus masing-masing virus diekstraksi sesuai dengan jenis
virusnya RNA dan DNA.
Tabel 1 Sampel lobster air tawar dan target virus yang diperiksa
No Tanggal Jenis sampel KodeTarget
VirusTarget Organ
1
10
februari
2012
CheraxIM 035
IM 036WSSV
kaki renang,
karapas,
hemolimph,
insang
2
13
Februari
2012
Caribina
CheraxIL 05
WSSV,
TSV
kaki renang,
karapas,
hemolimph,
insang
3
16
Februari
2012
CheraxIM 044
IM 045
WSSV,
TSV
kaki renang,
karapas,
hemolimph,
insang
4
17
Februari
2012
Cherax E 2073 WSSV
kaki renang,
karapas,
hemolimph,
insang
9
2. Visualisasi pita DNA
Berikut merupakan beberapa hasil pemerikasaan virus TSV dan WSSV
pada Lobster air tawar (Cherax sp) dengan teknik PCR
Gambar 2 Visualisai TSV
Pita DNA pada gel eletroforesis yang dipapar sinar UV pada
transiluminator. Keterangan : 1 = marker; 2= kontrol negatif ;3 = sampel virus
target TSV; 4= kontrol positif. Hasil visualisasi pita DNA pada gel agarose
menunjukan tidak adanya pita pada sampel lobter air tawar (Cherax sp). Hal ini
berarti sampel tersebut tidak terdeteksi adanya virus TSV yang berarti sampel
lobster air tawar (Cherax sp) negatif terserang virus TSV.
Gambar 3 Visualisasi WWSV
10
Pita DNA pada gel eletroforesis yang dipapar sinar UV pada
transiluminator. Keterangan : 1 = marker; 2= kontrol negatif ;3 = sampel virus
target WSSV; 4= kontrol positif. Hasil visualisasi pita DNA pada gel agarose
menunjukan tidak adanya pita pada sampel lobter air tawar (Cherax sp). Hal ini
berarti sampel tersebut tidak terdeteksi adanya virus WSSV yang berarti sampel
lobster air tawar (Cherax sp) negatif terserang virus WSSV.
4.2 Pembahasan
Laboratorium balai besar karantina ikan soekarno-hatta telah
melaksanakan kegiatan rutin pemeriksaan hama dan penyakit ikan terhadap ikan
impor, ekspor domestik masuk dan domestik keluar. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan penyakit ikan golongan parasit, jamur, bakteri
dan virus. Pemeriksaan penyakit golongan virus yang termasuk HPIK
menggunakan metode PCR.
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu reaksi berantai yang
menggunakan enzim polimerase, yaitu enzim yang secara alami berada dalam
tubuh mahluk hidup dan tugasnya adalah menyalin materi genetik. Selama
kuliah kerja profesi (KKP) di BBKISH , untuk mendeteksi virus Taura Syndrome
Virus (TSV) dan white spot syndrom virus (WSSV) menggunakan PCR. Uji PCR
terdiri dari beberapa tahap, yang sering dilakukan selama KKP adalah tahap
pemilihan organ dan ekstarksi sample, amplifikasi, elektroforesis dan observasi
menggunakan UV-transiluminator. Adapun prosedur untuk PCR, pada dasarnya
teknik PCR setiap siklusnya terdiri atas tiga tahap reaksi yaitu :
1. denaturation DNA, yaitu pemecahan DNA target (dalam hal ini DNA
WSSV) untaian ganda menjadi dua untaian tunggal yang identik. Seacra
umum untaian ganda DNA akan mengalamindenaturasi pada suhu 94oC,
waktu denaturasi yang baik untuk setiap putaran berkisar antara 30 detik
sampai 2 menit. Waktu denaturasi yang optimal untuk beberapa macam
cetakan adalah 1 menit.
2. annealing, yaitu pelekatan primer kepala DNA untai tunggal, dalam tahap
ini temperatur harus diturunkan secepat mungkin untuk mencegah
terjadinya pelekatan kembali anatara untai tunggal DNA. Suhu untuk
11
annealing 55oC. Waktu yang umumnya dipergunakan dalam proses
primer annealing berkisar antara 30 detik sampai 2 menit.
3. elongation, yaitu pemanajanagan primer denganbantuan enzim taq
polymerase menggunakan rantai komplementer sebagai tamplet dan
deoksiribonukleotida sebagai bahan utama untuk memebentuk untai DNA
yang lengkap. Kisaran temperatur untuk proses annealing adalah 70o-
80oC, sedangkan temperatur optimalnya 72oC sehingga pada akhir
proses ini, akan terbentuk 2 buah DNA untai tunggal yang baru yang
komplemen terhadap sequence (urutan) DNA target.
Tabel. 2 Siklus thermalcycler untuk amplifikasi TSV
No Reaksi Suhu Waktu Jumlah siklus
1 Reverse transcription 42oC 30 menit -
2 Pre-denaturation 95oC 5 menit -
3 Denaturation 94oC 30 menit 32 siklus
4 Annealing 55 oC 30 menit 32
5 Elongation 72 oC 30 menit 32
6 Fainal elongation 72 oC 7 menit 1
Taura syndrom virus (TSV) disebabkan oleh virus dari genus Cricket
paralysis like virus, famili Picornaviridae atau nodaviridae yang mempunyai arti
virus RNA berukuran keci. TSV merupakan RNA virus, yaitu virus yang
menggunakan RNA sebagai materi genetik untuk menyimpan informasi genetik
pada organisme hidup selama proses replikasi. Semua virus RNA memiliki
kemampuan bermutasi yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan virus DNA
(Anonim 2004). Selama kegiatan KKP lobster air tawar (Cherax sp) yang
diperiksa TSV bagian tubuh yang diperiksa adalah hemoliph, pleopad sebanyak
30 mg.
Tabel. 3 Siklus thermalcycler untuk amplifikasi WSSV
No Reaksi Suhu Waktu Jumlah siklus
1 Pre-denaturation 95 oC 2 menit -
2 Denaturation 94 oC 30 detik 35 siklus
3 Annealing 60 oC 30 detik 35 siklus
4 Elongation 72 oC 60 detik 35 siklus
12
5 Fainal Elongation 72 oC 7 menit 1 siklus
WSSV adalah virus DNA double stranded yang memiliki sirkuler yang
besar terdiri atas 300 Kbp dengan virion-virion yang menyerupai Baculoviridae.
Virus ini tampaknya menginfeksi semua spesies dari budidaya krustasea dan
juga bermacam-macam inang seperti serangga dan rotifer seperti juga Artemia.
Kematian di kolam mencapai hampir 100% dalam 3-10 hari setelah terlihatnya
tanda-tanda terinfeksi. Udang yang terinfeksi menunjukan gejala awal kurang
nafsu makan dan gerakan yang lambat. Gejala lain dari udang yang terinfeksi
adalah bintik-bintik putih pada karapas. Selama kegiatan KKP bagian tubuh
lobster air tawar (Cherax sp) yang diperikasa penyakit WSSV diambil adalah
kaki renang, karapas, hemolimph, insang sebanyak 10-20 mg.
Hasil pemeriksaaan penyakit golongan virus dari lobster air tawar (Cherax
sp) impor,ekspor dan domestik selama pelaksanaan kuliah kerja profesi (KKP)
dari tanggal 1 februari sampai 29 februari 2012 menunjukan hasil negatif TSV
dan negativ WSSV. Hasil negatif didapat setelah melalui rangkaian proses PCR
karena pita atau hand sample yang tingginya sejajar dengan kontrol negatif, hal
tersebut karena tidak adanya DNA target yang teramplifikasi.
Permasalahan dalam teknik PCR
Beberapa permasalahan yang sering ditemukan saat pembacaan hasil
PCR adalah sering ditemukan adanya usapan tipis (smear) yang dapat
mengganggu pembacaan pita DNA. Selain itu tidak terdapat pita DNA hasil
pelipat gandaan, dan munculnya pita-pita DNA yang nonspesifik, atau pita DNA
yang terlalu tipis. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain :
reagen yang digunakan dalam keadaan tidak baik, konsentrasi bahan yang
digunakan dalam PCR terlalu rendah, kualitas bahan yang digunakan dalam
keadaan tidak baik (kadaluarsa), dan tidak optimalnya suhu annealing dapat
menyebabkan pita DNA terlalu tipis atau munculnya pita-pita yang non spesifik
13
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Selama pelaksanaan kuliah kerja profesi (KKP) dalam pemeriksaan jenis
sample krustacea teknik PCR digunakan untuk mendeteksi virus TSV dan
WSSV pada lobster air tawar (Cherax sp)
2. Hasil pemeriksaan virus TSV dan WSSV pada lobster air tawar (Cherax
sp) selama pelaksanaan kuliah kerja profesi (KKP) dari tanggal 1 februari
sampai 29 februari 2012 menunjukan hasil negatif.
5.2 Saran
Analisa keberadaan virus menggunakan metode PCR sangat penting dan
bermanfaat untuk mendeteksi keberadaan virus. maka disarankan BBKI-SH
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaplikasian metode PCR
dalam mendiagnosa berbagai jenis penyakit ikan untuk mencegah masuknya
penyakit ikan ke dalam wilayah Republik Indonesia melalui jalur impor.
14