seminar “predestinasi menurut john wesley” medan, 17 ... · kehilangan memori akan...
TRANSCRIPT
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 1
Pemahaman Wesleyan Theology mengenai PREDESTINASI
Latar belakang
Methodisme sejak awalnya sebagai gerakan kebangunan rohani memang mempunyai
karakteristik yang lebih menekankan pada pembaruan rohani dan pertumbuhan kepada kekudusan.
Dalam “General Rules” orang Methodist mula-mula, John Wesley tidak mensyaratkan pengakuan
teologi atau doktrin tapi hati yang takut dan ingin diselamatkan dari murka Allah dan ingin bertumbuh
dalam kekudusan. Ini bukan berarti bahwa John Wesley dan Methodisme mula-mula adalah orang
yang tidak tahu teologi, bahkan khotbah-khotbah dan tulisan Wesley berisi pengajaran doktrin dan
teologi yang mendalam. Tetapi tak dapaat dipungkiri bahwa Methodisme sampai sekarang termasuk
di Indonesia masih membawa dan mempunyai karakteristik gereja yang secara praktis terjun dalam
pelayanan daripada membangun satu sistem teologi yang sistematik. Ini sisi positif sekaligus sisi
kelemahan dari Gereja Methodist di Indonesia. Methodisme di Indonesia memang dibawa oleh
misionaris dari gereja Methodist Episkopal dari Amerika Serikat tetapi pemahaman teologis dari
hamba-hamba Tuhan dan jemaat-jemaat Methodist di Indonesia lebih banyak diwarnai oleh
pemahaman Lutheran sebagai latar belakang jemaat Methodist dari kalangan orang Batak dan
pemahaman Injili Calvinisme yang mendominasi teologi di kalangan Methodist dari kalangan orang
China. GMI mempunyai dua sekolah teologi tetapi masih belum berhasil mendaratkan teologi dan
spirit Methodist sebagai dasar dan bangun teologi bagi hamba-hamba Tuhan di kalangan Methodist.
Bahkan menjadi satu ironi, karena ketidakjelasan teologi sendiri, akhirnya banyak hamba Tuhan dan
jemaat yang kemudian sadar atau tidak sadar mengambil pemahaman teologi yang lain dalam khotbah
dan pengajaran. Kehilangan memori akan doktrin-doktrin Methodist (doctrinal amnesia) 1 dan
1 Bandingkan dengan pengamatan William J. Abraham akan keadaan United Methodist Church di Amerika. William J.
Abraham, Waking from Doctrinal Amnesia: The Healing of Doctrine in the United Methodist Church (Nashville: Abingdon
Press, 1995).
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 2
kekurangjelasan pemahaman teologi Wesley (mungkin) adalah satu sebab kemunduran (stagnasi) dari
gereja Methodist di Indonesia.
Tantangan dari luar juga perlu kita sikapi dengan serius karena sedikit demi sedikit telah
mengerogoti gereja kita. Setelah puluhan tahun GMI khususnya yang berbahasa Mandarin menjadi
gereja yang dominan di Sumatera bagian Utara (1950 –an sd 1980-an) dengan jemaat yang tersebar
paling luas di hampir seluruh kota-kota di Sumatera Utara dan Aceh dengan jaringan sekolah
Methodist yang ada hampir di setiap kota, tetapi sejak tahun 1980-an ke atas telah mengalami
tantangan yang cukup berat dengan munculnya aliran-aliran gereja baru yang memberikan warna baru
dalam Berteologi dan berjemaat. Kita dapat menyebut dua aliran yang menarik banyak hamba Tuhan
dan jemaat kita adalah Calvinisme/Reformed dan teologi dan praktek-praktek karismatik. Di sisi lain,
teologi dan praktik berjemaat di dalam gereja Methodist dari kalangan Batak juga mendapat tantangan
baik dari teologi baru yang bersifat “liberal” yang diajarkan di sekolah-sekolah teologi Methodist.
Belum lagi kita berbicara mengenai perubahan zaman yang begitu cepat yang menghadirkan
informasi dan pemikiran yang sangat beragam di hadapan kita melalui teknologi internet telah
merubah gaya hidup dan memberi tantangan tersendiri bagi kehidupan kita secara umum maupun
pelayanan melalui gereja.
Maka menurut kami, tantangan yang bersifat internal (amnesia doktrin) dan tantangan dari
luar perlu kita sikapi dengan serius tapi bukan reaktif dan ofensif. Yang paling utama harus kita
lakukan bukanlah menyalahkan orang lain tetapi back to Jesus, back to bible, back to Wesley dan
mengkontekstualisasikan dalam tantangan dan kebutuhan zaman sekarang ini. Menurut pengamatan
kami, ketidakjelasan teologi dan spiritualitas adalah kelemahan utama dari gereja Methodist Indonesia
yang berdampak pada ketidakjelasan visi dan misi, kurangnya dorongan dalam pelayanan, menganggu
kesatuan dalam gereja, dan membuat kita berjalan di tempat (atau kalau tidak mundur dan digerogoti
oleh tantangan zaman). Perlu ada usaha-usaha yang nyata untuk berakar kembali kepada spirit
Methodist, bertumbuh dalam teologi Wesleyan, dan dengan pimpinan Roh Kudus dapat menjawab
tantangan zaman sekarang ini.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 3
Center for Wesleyan Theology and Spirituality didirikan untuk menjawab kebutuhan ini,
kami tidak bisa melakukan semua hal bahkan banyak hal, tetapi kami mencoba melakukan apa yang
bisa untuk sedikit memberikan sumbangsih bagi gereja Methodist. Seminar mengenai predestinasi
adalah langkah kecil pertama yang diharapkan dapat mendorong langkah-langkah selanjutnya yang
akan menjadi rangkaian kebangunan teologi, spiritualitas, pelayanan dan etika dalam gereja Methodist.
Predestinasi
Orang-orang Methodist dan Arminian sering sekali dituduh sebagai ajaran yang sesat karena
mengajarkan bukan anugerah tapi kehendak bebas manusia sama seperti Pelagius yang telah di dalam
sejarah gereja dicap sebagai penyesat. Bahkan ada juga yang mempunyai pemahaman bahwa selain
orang yang menganut konsep predestinasi (menurut versi Calvinism) adalah orang yang tidak
selamat.2 Ini adalah tuduhan-tuduhan yang sebenarnya didasarkan pada pemahaman yang kurang tepat
akan pengajaran John Wesley dan Methodist. Bagaimana sikap kita dan bagaiman kita menjawab
semua tuduhan dan kesalahpahaman ini? Apakah John Wesley menolak pengajaran predestinasi?
Apakah John Wesley adalah pengikut Pelagius yang mengajarkan bahwa manusia dengan free will
dan kemampuannya sendiri dapat mengapai keselamatan? Apakah kunci daripada Wesley
menghindarkan diri dari hyper-Calvinisme maupun Pelagianisme?
Apa itu predestinasi?
Dalam esai yang panjang mengenai predestinasi “Predestination Calmly Considered”, Wesley
mengutip beberapa pengajaran mengenai predestinasi yang dikategorikan High and Hyper Calvinism.3
2 Roger E. Olson, Arminian Theology: Myths and Realities (Downer Grove, Illinois: IVP Academic, 2006), 9.
3 Albert C. Outler, ed., John Wesley, A Library of Protestant Thought (New York: Oxford University Press, 1964), 428–429.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 4
Misalnya dari Konsili di Dort pada tahun 1618 yang dalam artikelnya yang ke-6 berbicara mengenai
predestinasi:
"Whereas in process of time, God bestowed faith on some, and not on others, this proceeds from his eternal decree; according to which, he softens the hearts of the elect, and leaveth them that are not elect in their wickedness and hardness.
"And herein is discovered the difference put between men equally lost; that is to say, the decree of election and reprobation.
"Election is the unchangeable decree of God, by which, before the foundation of the world, he hath chosen in Christ unto salvation a set number of men. This election is one and the same of all which are to be saved.
"Not all men are elected, but some not elected; whom God, in his unchangeable good pleasure, hath decreed to leave in the common misery, and not to bestow saving faith upon them; but leaving them in their own ways, at last to con- demn and punish them everlastingly, for their unbelief, and also for their other sins. And this is the decree of reprobation." (Article 6, et seq.)
Wesley juga mengutip tulisan John Calvin dalam “Christian Institutions”:
"All men are not created for the same end; but some are fore-ordained to eternal life, others to eternal damnation. So according as every man was created for the one end or the other, we say, he was elected, that is, predestinated to life, or reprobated, that is, predestinated to damnation." (Cap. 21, sec. 1.)
Demikian juga dalam Articles of Religion dari Gereja Anglikan di Inggris, article ke-17 juga memuat
pengajaran mengenai predestinasi yang lebih moderate (yang pada awalnya diterima oleh Wesley
tetapi sesudah pembaharuan rohani di Aldersgate, Wesley menolak baik Hyper maupun Moderate
Calvinism):
“Predestinatation to life is the everlasting purpose of God, whereby (before the foundations of the world were laid). He hath constantly decreed by His counsel, secret to us, to deliver from curse and damnation those whom He hath chosen in Christ out of mankind, and to bring them by Christ to everlasting salvation, as vessels made to honour. ….” 4
John Wesley pada mulanya bisa menerima mengenai konsep predestinasi yang moderate yaitu
“predestinasi untuk orang-orang yang diselamatkan” dan menolak high dan hyper calvinisme yang
mengajarkan mengenai double predestination baik untuk yang terpilih (elected) maupun yang ditolak
(reprobation). Wesley juga tidak bisa menerima variasi di dalam konsep predestinasi calvinisme baik
4 Allan Coppedge, Shaping the Wesleyan Message: John Wesley in Theological Debate (Nappanee, Indiana: Francis Asbury
Press, 2003), 17. Lihat juga W. H. Griffith Thomas, The Principles of Theology: An Introduction to the Thirty-Nine Articles
(Eugene, Oregon: Wipf & Stock Publishers, 2005), 426.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 5
yang Supralapsarias maupun Infralapsarians”. Alasan utama Wesley menolak adalah konsep mereka
semua mengenai absolute decree or predestination.5
Pemahaman John Wesley mengenai predestinasi.
Latar belakang gereja dan keluarga
Pastori di Epworth adalah “sekolah teologi” pertama bagi John Wesley . Kedua orang tuanya, Samuel
Wesley dan Susanna Wesley adalah pendeta dan pengikut ajaran dari gereja Anglikan tetapi mereka
sendiri mempunyai latar belakang keluarga Puritan yang bersifat Calvinisme. Kedua Tradisi ini
membentuk baik Samuel, Susanna dan anak mereka John Wesley mengambil posisi moderat di
tengah (via media) antara Katolik dan Protestant. Mengenai posisi teologis dari John Wesley, seperti
dikatakan oleh bahwa John Wesley berpatokan bahwa gereja Kristen mula-mula dari abad pertama
sampai ke empat adalah contoh ideal dari gereja Kristus di dunia ini. 6 Dalam hal pembentukan
teologinya, Wesley bukan hanya dipengaruhi oleh para Reformator Protestan tetapi juga Bapa-bapa
gereja sebelum Augustinus seperti Ireneus, Jerome, Ignatius, dll. 7
Samuel Wesley mempunyai pandangan mengenai universal redemption bahwa “Allah benar-benar
menginginkan keselamatan untuk semua manusia, Dia menawarkan pengampunan dosa dan hidup
5 Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 26–29 High Calvinism adalah orang yang menerima konsep TULIP tapi tidak
mengedepankan “unconditional reprobation”; Hyper Calvinism secara keras mengajarkan penentuan segala sesuatu oleh
Allah dan mengesampingkan peran dan tanggung jawab manusia: Supralapsarians adalah konsep bahwa penetapan Tuhan
adalah sebelum manusia jatuh dalam dosa, jadi dosa juga adalah penetapan Tuhan; sedangkan Infralapsarians
mengajarkan penetapan Allah adalah sesudah manusia jatuh dalam dosa, sehingga dosa bukanlah penetapan Allah.
6 Clarence Bence, “Salvation and the Church: The Ecclesiology of John Wesley,” in The Church: An Inquiry into Ecclesiology
from A Biblical Theological Perspective, ed. Melvin E. Dieter and Daniel N. Berg, vol. IV, Wesleyan Theological Perspectives
(Anderson, Indiana: Warner Press, Inc., 1984), 302. See also Wesley, Works 3: Sermons III, 71-114, 3:586.
7 Dapat dibaca dalam bukunya Ted A. Campbell, John Wesley and Christian Antiquity: Religious Vision and Cultural Change
(Nashville: Abingdon Press, 1991), 23–53; See also the article of Maddox Randy L. Maddox, “John Wesley and Eastern
Orthodoxy: Influences, Convergences, and Differences,” Asbury Theological Journal 45, no. 2 (1990): 29–53. The Primitive
church that Wesley means is the pre-Constantine church. Gwang Seoh Oh, John Wesley’s Ecclesiology: A Study in Its
Sources and Development, Pietist and Wesleyan Studies 27 (Lanham, Maryland: Scarecrow Press, 2008), 13. Lihat juga Don
Thorsen, Calvin vs Wesley: Bringing Belief in Line with Practice (Nashville: Abingdon Press, 2013), 25–26.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 6
dalam Kristus, kepada semua orang tanpa kecuali, berdasarkan iman dan penerimaannya akan
Kristus”. John Wesley juga dipengaruhi oleh ibunya yang menolak mengenai konsep bahwa double
atau hyper Calvinisme akan menjadikan Allah yang mahakudus sebagai Pencipta dari dosa. Susanna
mengatakan bahwa dia percaya bahwa Allah dari kekekalan telah memilih sejumlah orang untuk
memperoleh hidup kekal dalam Kristus, tetapi itu didasarkan pada pengetahuan sebelumnya
(foreknowledge) tetapi bukan penetapan sebelumnya ( foreordain). 8
Pada masa studi di Oxford dan sesudah ditahbiskan dan menjadi pendeta ke Georgia (1720-
1739), John Wesley memegang dan mengajarkan doktrin dari gereja Anglikan termasuk pengajaran
mengenai predestinasi seperti yang tercantum dalam Artikel ke-17 dari Articles of Religion of Church
of England, yang menekan pemilihan Allah untuk hidup kekal dalam Kristus bagi manusia (bukan
pemilihan Allah untuk kebinasaan) tetapi ketika Wesley mengedit Articles ini untuk Gereja Methodist
baik di Amerika (1784) maupun Inggris, dia mengeluarkan artikel mengenai predestinasi ini dari 25
Pokok-pokok Kepercayaan Methodist karena dia tidak menerima baik hyper-calvinism maupun
moderate Calvinism.9
Masa studi dan pelayanan ini juga, Wesley diyakinkan bahwa hidup Kristen yang sejati bukan
hanya dibenarkan oleh Allah tetapi harus bertumbuh dalam kekudusan. Penekanan pada kekudusan
dan ketidakmustahilan kesempurnaan Kristen juga mewarnai teologi Wesley di masa-masa akan
datang termasuk dalam pemahaman mengenai predestinasi.
Pengalaman Aldersgate dan permulaan Methodisme
8 Allan Coppedge, Shaping the Wesleyan Message: John Wesley in Theological Debate (Nappanee, Indiana: Francis Asbury
Press, 2003), 13–16. Dalam satu masa (1642-1660) Puritanisme pernah mewarnai gereja Anglikan, tetapi sesudah
kematian Oliver Cromwell dan kembalinya dinasti Kerajaan Inggris yang berafiliasi ke Perancis yang cenderung kepada
Armininisme dan Katolikisme. Kalangan evangelikal dan revival di Inggris dapat dikelompokkan dalam Arminianisme, High
Calvinisme, Hyper Calvinisme (yang memegang kuat double predestination), dan Moderate Calvinisme.
9 Thomas C. Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, vol. 2 (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2012), 159–
160.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 7
Peristiwa “hati yang dihangatkan” di Aldersgate (24 Mei 1748) membawa John Wesley kepada
pengalaman, pemahaman serta pelayanan yang baru bagi Wesley. Sejak saat itu, Wesley tidak henti-
hentinya memberitakan mengenai Injil Kristus yang berkuasa untuk menyelamatkan manusia berdosa.
Penebusan Kristus yang tersedia bagi semua orang.10 Visi dan fokus Wesley kepada penginjilan dan
pemuridan ini juga menjadi faktor utama yang mempengaruhi pandangan-pandangan teologinya
termasuk juga mengenai predestinasi. Pandangan-pandangan yang menghambat, memperlemah dan
bertentangan dengan semangat ini, dengan konsisten ditentang oleh Wesley termasuk dalam hal ini
mengenai pokok predestinasi.
Wesley kemudian segera bergabung dengan George Whitefield, teman dalam Holy Club di
Oxford, untuk memberitakan Injil kepada massa yang banyak dan mendatangkan rangkaian
kebangunan rohani di seluruh negeri Inggris. Keberhasilan dalam khotbah-khotbah penginjilan massal
ini kemudian menghasilkan kelompok-kelompok orang-orang percaya dari berbagai kelompok gereja
(Anglikan, Puritan, Lutheran, dll) yang sebenarnya mempunyai beberapa perbedaan dalam doktrin
tetapi sekarang diikat dalam satu kesatuan yaitu kebangunan rohani injili. Tetapi perbedaan kemudian
tidak bisa dihindari dalam kelompok-kelompok ini maupun antar pemimpin kebangunan rohani. John
Wesley dan George Whitefield akhirnya terlibat dalam pertentangan dan perdebatan yang panjang
mengenai pengajaran predestinasi. Whitefield memegang pandangan predestinasi yang moderat, yang
mengfokuskan pada doktrin pemilihan (election) dan ketekunan sampai akhir (final preseverence).
Penekanan Whitefield sebenarnya ingin menekankan bahwa keselamatan adalah semata-mata
anugerah bukan usaha manusia.11
Wesley menerbitkan satu khotbah pada tgl 28 April 1939 yang berjudul “Free Grace” (bukan free will)
kemudian tahun 1755 menerbitkan esai panjang membahas predestinasi “Predestination Calmly
Considered”, tahun 1773, Wesley kembali mengkhotbahkan tema ini dalam khotbahnya yang berjudul
“On Predestination”. Perdebatan ini kemudian terus berlanjut antara Wesley dan penerusnya dengan
10 Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 36.
11 Ibid., 64–67.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 8
Whitefield dan pengkhotbah Calvinist lainnya. Misalnya, perdebatannya dengan James Hervey
mengenai “the Imputed and Inherent Righteouness of Christ”, juga perdebatannya dengan Augustus
Toplady mengenai “God Sovereignity and Human Free Will”. Tulisan-tulisan Wesley selanjutnya
mengenai topik ini tersebar dalam berbagai bentuk seperti surat-surat, catatan harian, tafsiran Alkitab
PL dan PB, pembicaraan dan Notulen di Konferensi Tahunan, artikel-artikel yang diedit oleh Wesley
dalam Christian Library. Charles Wesley juga terlibat dalam perdebatan ini baik melalui khotbah dan
terutama melalui lagu-lagu yang dia ciptakan seperti “Universal Redemption” (1739) dan “The
Horrible Decree” (1741).
Dalam khotbah dan esainya ini, John Wesley memulai dengan satu pernyataan bahwa anugerah Tuhan
yang menjadi sumber dari keselamatan kita adalah “free in all” (tersedia cuma-cuma dalam semua
orang), and “free for all” (tersedia Cuma-Cuma kepada semua orang). Free in all mengaju pada
keselamatan itu diberikan bukan hasil dari perbuatan baik manusia (dalam hal ini Wesley mengambil
posisi yang sama dengan Calvinisme), tetapi Free for All berarti anugerah keselamatan itu diberikan
kepada semua orang tidak ada dikecualikan, bukan untuk sebagian orang seperti yang diajarkan oleh
Calvinisme. John Wesley memberikan argumentasi bahwa pengajaran predestinasi tidak bisa berkelit
mengatakan bahwa Allah hanya memilih dan menetapkan dari semula sebelum dunia diciptakan
sejumlah orang yang diselamatkan dan melewatkan atau membiarkan sebagian yang lain dalam dosa
mereka sehingga menerima kebinasaan. Bagi Wesley, itu sama saja mengatakan bahwa Tuhanlah
yang menetapkan secara semula sebagian orang masuk ke dalam kebinasaan yang kekal tanpa mereka
dapat memilih dan menolaknya, karena seseorang yang mau percaya, tidak mungkin bisa percaya
karena hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan mereka, tetapi Dia tak mau menyelamatkan mereka
bahkan Tuhan sudah menetapkan mereka untuk binasa.
Bagi Wesley pengajaran predestinasi memberikan efek yang sangat mengerikan (horrible
decree) baik secara praktis seperti seperti khotbah penginjilan menjadi sia-sia, kesucian hidup menjadi
tidak perlu, tidak ada sukacita, tidak ada dorongan untuk berbuat baik, membuat alkitab
berkontradiksi satu sama lain, menjadikan Kristus menjadi munafik karena menawarkan keselamatan
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 9
kepada semua orang tetapi rupanya hanya sebagian yang mendapatkannya, dan secara teologis, yang
paling menyedihkan adalah menjadikan Tuhan Allah lebih jahat, lebih kejam, dan tidak adil daripada
setan.12
Di akhir khotbah “on Predestination” ini, Wesley menguraikan kunci memahami predestinasi secara
benar adalah melihat election bukan ditetapkan sejak semula, tetapi diketahui sejak semula oleh
Allah. Yang terpilih adalah orang yang percaya, orang yang tidak tidak terpilih adalah orang yang
tidak percaya kepada Kristus.13
Pengajaran Wesley mengenai Predestinasi
1. Predestinasi adalah didasarkan pada pengetahuan sebelumnya (foreknowledge) dari Allah
bukan pada penetapan sebelumnya (fore-ordination) atau decree absolut dari Allah. Allah
yang mahatahu dan kekal adanya mengetahui segala sesuatu dalam sejarah terpampang di
hadapanNya (bagi Allah tidak ada masa lalu dan masa depan, tetapi hanya ada masa kini)
termasuk siapa yang percaya dan siapa yang tidak percaya. Pengetahuan Allah ini tidak harus
dipahami sebagai penyebab langsung daripada siapa yang percaya atau tidak percaya tetapi
Allah dengan kemahakuasaan-Nya berkarya dalam sejarah dengan milyaran kemungkinan
dan pilihan manusia dan lingkungannya dan memastikan bahwa apa yang dilihat dan
12 Wesley, Works: Sermons 71-114, 3:555–556. More false; because the devil, liar as he is, hath never said, "He willeth all
men to be saved:" More unjust; because the devil cannot, if he would, be guilty of such injustice as you ascribe to God,
when you say that God condemned millions of souls to everlasting fire, prepared for the devil and his angels, for continuing
in sin, which, for want of that grace he will not give them, they cannot avoid: And more cruel; because that unhappy spirit
"seeketh rest and findeth none;" so that his own restless misery is a kind of temptation to him to tempt others. But God
resteth in his high and holy place; so that to suppose him, of his own mere motion, of his pure will and pleasure, happy as
he is, to doom his creatures, whether they will or no, to endless misery, is to impute such cruelty to him as we cannot
impute even to the great enemy of God and man. It is to represent the high God (he that hath ears to hear let him hear!) as
more cruel, false, and unjust than the devil!”
13 John Wesley, The Works of John Wesley: Sermons II, 34-70, ed. Albert C. Outler, The Bicentennial Edition of The Works of
John Wesley, vol. 2 (Nashville: Abingdon Press, 1985), 413–421.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 10
diketahui itu pasti (exhaustive) akan terjadi. 14 Wesley menyatakan bahwa predestinasi
berdasarkan Roma 8:29-30, bahwa di dalam pengetahuan Allah dalam kekekalan Allah sudah
melihat siapa yang percaya dan tidak percaya kepada Kristus, dan berdasarkan
pengetahuannya itu Allah memilih dan menentukan orang-orang percaya untuk menerima
anugerah keselamatan, mereka dipanggil, dibenarkan, disucikan, dan akhirnya mendapatkan
pemuliaan. Jadi dapat disimpulkan Wesley memegang predestinasi untuk orang-orang yang
akan menerima hidup kekal (predestination for life) berdasarkan pengetahuan sebelumnya
(foreknowledge) bukan penetapan yang absolut.15
2. Keselamatan harus dipahami dan didasarkan dalam karya Kristus dan pada iman kepada
Yesus Kristus bukan didasarkan pada pemilihan dan penetapan Allah. Predestinasi
mempunyai arti yang tetap yaitu Allah telah memilih dan menetapkan Kristus sebagai
keselamatan bagi orang-orang yang percaya. Yang percaya kepada Kristus itulah orang-orang
yang terpilih; yang tidak percaya itulah orang-orang yang tidak dipilih.
3. Predestinasi dalam Alkitab dimaksudkan untuk orang-orang yang diselamatkan
(predestination for life) bukan untuk orang-orang yang ditetapkan untuk binasa kekal. 16
Wesley mengakui adanya sejumlah orang yang khusus yang memang ditetapkan untuk
melakukan tugas dan tanggung jawab yang khusus seperti Paulus dan para rasul lainnya,
Tuhan juga memilih dan menetapkan secara unconditional Israel dan gereja untuk menerima
keselamatan. Wesley bahkan mengatakan dia juga tidak menolak (walaupun tidak bisa
membuktikan) bahwa Tuhan secara tak dapat ditolak memilih beberapa orang untuk masuk ke
dalam keselamatan kekal. Tetapi Wesley menegaskan bahwa penetapan secara umum ini
14 Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:168–169.
15 Wesley, Works: Sermons 34-70, 2:419 Khotbah “On Predestination.” Lihat juga penjelasan Thomas Oden dalam, Oden,
John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:171.
16 Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:159.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 11
tidaklah unconditional tetapi conditional yaitu iman kepada Yesus Kristus.17 Wesley sangat
menolak double predestinasi yang mencakup reprobation seperti yang dipegang dan diajarkan
oleh John Calvin dan para High and Hypher-Calvinism. Tetapi pada akhirnya Wesley juga
menyatakan bahwa Moderat Predestination sebenarnya sama saja konsekuensi akhirnya
walaupun memakai kalimat yang lebih lembut seperti melewatkan/membiarkan bukan
menetapkan. Bagi Wesley juga penetapan yang tak dapat ditolak dari Tuhan untuk orang-
orang yang diselamatkan sama juga dan mempunyai konsekuensi penetapan yang absolut
untuk orang-orang yang ditetapkan untuk binasa. Manusia yang berdosa tidak mungkin bisa
selamat dan mempunyai hidup kekal dengan kekuatan sendiri, hanya oleh anugerah Tuhan itu
dimungkinkan, tetapi Tuhan menurut pertimbangan-Nya sendiri, Tuhan tidak mau dan tidak
bersedia memberikan anugerah itu kepada manusia, maka kaum yang ditolak baik melalui
penetapan maupun diabaikan/dilewatkan dari anugerah, tidak mungkin diselamatkan
walaupun mereka mau diselamatkan.
4. Wesley menolak baik Pelagianisme yang memberikan ruang perbuatan baik dan kehendak
bebas manusia dalam keselamatan yang menyebabkan manusia menjadi penentu keselamatan.
Wesley sama dengan para Reformator Protestant mengakui dan menerima Total Depravity
sebagai kondisi manusia yang tidak bisa tidak berdosa dan tidak bisa tanpa anugerah
menerima keselamatan. Wesley juga mengatakan bahwa dalam hal justification by faith, dia
tidak berbeda sehelai rambut pun dengan para Reformator, keselamatan adalah anugerah
semata dan karya Tuhan sepenuhnya dan manusia tidak ada bagian di dalamnya. tetapi
berbeda dengan Calvinisme, Wesley mengambil pengajaran dari bapa-bapa Gereja (misalnya
17 Ibid.; Dalam Esai “Predestination Calmly Considered”. Outler, John Wesley, 433–434.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 12
Jerome) 18 sebelum Augustinus mengenai “prevenient grace” sebagai kunci untuk
menghindarkan diri dari Pelagianisme maupun absolute predestination.19
5. Prevenient grace atau anugerah pendahuluan adalah pekerjaan dari Roh Kudus dalam diri
manusia berdosa yang menganugerahkan kepadanya karya Kristus di atas kayu salib yang
menghapuskan rasa bersalah (guilty) dan hukuman atas dosa asal (original sin), sekarang
tidak ada seorang manusia pun yang dihukum karena dosa asal dari Adam.20 Roh Kudus juga
bekerja membangkitkan dalam diri manusia kerinduan untuk mencari dan berkenan kepada
Allah, terang Kristus mulai menerangi hati nurani dan kemauannya, satu kecenderungan
kepada hidup, satu permulaan keluar dari kebutaan, kekerasan hati, dan ketidakpekaan
terhadap Allah dan hal-hal rohani. Bagi Wesley, prevenient grace ini adalah tidak bisa ditolak
(irresistible) dan tersedia bagi semua orang. Thomas Oden menjelaskan bahwa sama seperti
Tuhan Allah mencipta dari tidak ada menjadi ada (ex nihilo) dalam penciptaan demikian juga
Allah mencipta kembali kebebasan kita untuk mengasihi Allah dari kondisinya yang sudah
mati karena dosa.21 Dengan anugerah pendahuluan ini, maka manusia bisa berespon kepada
anugerah Tuhan yang membawa dia kepada keselamatan. Wesley mengatakan “God works in
18 Wesley, Works: Sermons 34-70, 2:157 Dalam catatan kaki oleh editor.
19 Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:184–185 Oden menjelaskan bahwa hampir semua tulisan Bapa-
bapa Gereja abad pertama sampai ke empat menolak pandangan absolute predestination. Lihat juga Coppedge, Shaping
The Wesleyan Message, 112.
20 Leo G. Cox, “Prevenient Grace: Wesleyan View,” Journal of the Evangelical Theological Society 12 (Summer 1969): 146.
Cox states : “Wesley had no difficulty in describing the fall of men in very black terms. The fall corrupted human nature and
made man utterly devoid of any of the moral glory with which he was created. By nature man is completely fallen. Original
sin involved man in guilt and exposed him to God's wrath. God's anger rested upon the human race because of the sin of
Adam. By nature all are the children of wrath. But while Wesley saw this black and dark side in man, he also saw this
prevenient grace given to all men, and setting aside the penalty for the guilt inherited from Adam.”Lihat juga penjelasan
dalam Kenneth J. Collins, The Theology of John Wesley: Holy Love and the Shape of Grace (Nashville: Abingdon Press, 2007),
264.
21 Thomas C. Oden, John Wesley’s Scriptural Christianity: A Plain Exposition of His Teaching on Christian Doctrine (Grand
Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1994), 249. Lihat juga Thomas C. Oden, Doctrinal Standards in the
Wesleyan Tradition (Grand Rapids, Michigan: Francis Asbury Press, 1987), 140–141 Article VIII. “The condition of man after
the fall of Adam is such that he cannot turn and prepare himself, by his own natural strength and works, to faith, and
calling upon God; wherefore we have no power to do good works, pleasant and acceptable to God, without the grace of
God by Christ preventing us, that we may have a good will, and working with us, when we have that good will.”
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 13
you, therefore you can work; God works in you, therefore you must work”.22 Gordon Rupp
mengatakan dengan tepat bahwa Wesley dengan tepat mengkombinasikan “a pessimism of
nature” dengan “ an optimism of grace”.23
6. Wesley juga mengajarkan bahwa kematian Kristus adalah untuk semua orang. Kematian
Kristus seorang cukup untuk menghapus dosa seluruh dunia, kematian Kristus sekali cukup
untuk setiap orang. Wesley menolak pengajaran “Limited Atonement” bahwa Kristus hanya
mati untuk orang-orang pilihan saja. Wesley menyatakan bahwa jelas dan tidak dapat
disangkal lagi bahwa Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Kristus mati untuk semua
manusia (2 Kor 5:14-15), Krsitus menanggung dosa seluruh dunia (1 John 2:2).24 Demikian
juga dalam khotbahnya mengenai “Justification by Faith”, Wesley menyatakan bahwa oleh
karena Adam kita semua jatuh dalam dosa, dalam hukuman, dan dimurkai Allah maka dalam
Kristus, Adam kedua, kita semua diperdamaikan. Di sini Wesley membandingkan Adam dan
Kristus sebagai representatif yang mewakili umat manusia. Anugerah dalam Kristus tentu
lebih tinggi, besar, dan luas daripada dosa dan kejatuhan Adam. Jikalau melalui Adam
seluruh manusia menjadi jatuh dalam dosa, maka dengan kematian Kristus, anugerah
keselamatan ada dan diberikan kepada seluruh manusia juga. 25 Penebusan Kristus adalah
untuk semua orang, tetapi tidak semua dalam realitanya menerima dan mendapat keselamatan
melalui penebusan Kristus. Penebusan Kristus cukup (sufficient) untuk semua orang, tetapi
22 Dalam khotbah berjudul “The Scripture Way of Salvation” Wesley, Works: Sermons 34-70, 2:157; Dalam khotbah “On
Working Out Our Own Salvation”. Wesley, Works: Sermons 71-114, 3:203–204. Lihat juga Cox, “Prevenient Grace:
Wesleyan View,” 146. Konsep prevenient grace biasanya didasarkan pada ayat-ayat alkitab Yoh 1:9, 10-12, Yoh 12:32;
Titus 2:9-11. Filipi 2:12-13. Prevenient grace dapat diartikan secara sempit yaitu preventing grace yang mendahului
justification, tetapi prevenient grace dapat juga diartikan secara luas yaitu pola di mana inisitiaf anugerah dari Tuhan yang
membangkitkan kesadaran, dan kemampuan untuk berespon terhadap anugerah baik dalam anugerah pembenaran
maupun pengudusan. Lihat Collins, Theology of John Wesley, 75. Lihat juga penjelasan Thomas Oden dalam Oden, John
Wesley’s Scriptural Christianity, 248.
23 Colin W. Williams, John Wesley’s Theology Today: A Study the Wesleyan Tradition in the Light of Current Theological
Debate (Nashville: Abingdon Press, 1960), 54.
24 Dalam Esai “Predestination Calmly Considered” Outler, John Wesley, 443.
25 Dalam Khotbah “Justification by Faith” John Wesley, The Works of John Wesley: Sermons I, 1-33, ed. Albert C. Outler, vol.
1, The Bicentennial Edition of The Works of John Wesley (Nashville: Abingdon Press, 1984), 186–187.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 14
hanya efektif untuk orang-orang yang benar-benar beriman kepada Yesus. 26 Wesley
mengajarkan Universal atonement yaitu penebusan adalah untuk dan tersedia bagi semua
orang, tetapi ini bukan universalism atau universal salvation.27
7. Kalau prevenient grace adalah irrestible grace maka justifying dan sanctying grace adalah
anugerah yang harus direspon oleh manusia. Dengan demikian tersedia ruang bagi manusia
untuk memilih taat dan menerima atau menolak anugerah itu. Apakah dengan demikian,
keselamatan itu akhirnya ditentukan oleh manusia? Tidak, karena tanpa anugerah yang
mendahului, manusia tidak mungkin memilih, ya, karena anugerah Tuhan tidak meniadakan
free will manusia. Wesley bahkan mengutip perkataan Augustinus yang menyatakan bahwa
Tuhan yang menciptakan manusia tanpa memerlukan manusia, tetapi Tuhan tidak akan
menyelamatkan kita tanpa kita (ikut bekerjasama dengan-Nya-tambahan penulis).28 Resistable
grace dan Conditional Election bagi Wesley adalah sesuai dengan kitab Suci yang
menghindarkan Allah sebagai pencipta dosa, kejahatan dan penyebab dari kebinasaan kekal.
Ini juga sesuai dengan gambaran hubungan Allah dan manusia yang bukan mekanis seperti
benda mati tetapi dinamis dan hidup seperti bapa dengan anak, mempelai laki-laki dengan
mempelai perempuan.29
8. Apakah orang yang sudah percaya dapat jatuh dan murtad serta kehilangan iman yang
menyelamatkan? Wesley menjawab bahwa ketekunan sampai akhir orang-orang kudus (the
Final Perseverance of the Saints) juga adalah conditional tergantung kepada iman dan
ketaatan terus menerus kepada Kristus. Dengan demikian ada kemungkinan, orang-orang
percaya bisa murtad dan kehilangan keselamatannya.30 Menurut Wesley, kalau pemilihan itu
26 Collins, Theology of John Wesley, 107.
27 Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:163.
28 Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 113.
29 Ibid., 113–114.
30 Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:188–189.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 15
didasarkan pada ketetapan Allah yang rahasia dalam kekekalan, maka manusia tidak bisa
mengetahui dia orang terpilih atau terbuang, maka sebenarnya ini kontradiksi dengan konsep
ketekunan sampai akhir orang-orang kudus. Tetapi Wesley sebaliknya mengajarkan bahwa
kalau kita mendasarkan keselamatan pada kenyataan iman dan ketekunan iman dalam Kristus,
maka kita dapat mempunyai satu keyakinan keselamatan melalui pekerjaan Roh Kudus dalam
hati kita. Dengan demikian karya Kristus objektif yang menjadi dasar pembenaran kita akan
dikonfirmasi oleh karya Roh Kudus yang bersaksi melalui hati kita.31
Premis-premis dasar yang mendasari predestinasi John Wesley
1. Allah yang berdaulat, adil, dan kasih
Wesley mengatakan penekanan pada kedaulatan (sovereignity) dan mengabaikan keadilan
(justice) and kasih (love) dari Allah, adalah kelemahan dari Calvinisme, yang pada akhirnya
menjadikan Tuhan sebagai perencana, sumber dan aktor dari dosa dan kebinasaan manusia.
Wesley memahami Tuhan Allah sebagai Pencipta, Penguasa, dan Bapa Surgawi. Sebagai
Pencipta, Allah menentukan segala sesuatu menurut kedaulatan kemauannya baik itu waktu,
tempat, dan segala alam, keluarga, bangsa-bangsa, kesehatan juga hal-hal spiritual. Dalam
perannya sebagai Pencipta, segala sesuatu terjadi dan dilakukan menurut kesenangan
kedaulatan Allah. Tetapi Allah adalah juga adalah Penguasa dan mengatur segala sesuatu
dalam keadilan dan kebenaran. Peran ketiga, Allah adalah Bapa, dalam hal ini secara khusus
dalam hubungan dengan manusia. Dia adalah Bapa sorgawi yang mengasihi manusia.
Kedaulatan dan kemahakuasaan Allah tidak pernah dapat dipisahkan dari atribut lain yaitu
keadilan dan kasih. Keselamatan dan inkarnasi Yesus, tidak bisa hanya dipahami sebagai
bentuk kedaulatan Tuhan, tetapi harus dikaitkan dengan keadilan dan kasih Allah bagi
manusia berdosa. Perdebatan dengan mengutip ayat-ayat dalam alkitab, tidak akan habis-
31 Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 116.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 16
habisnya, tetapi bagi Wesley, gambaran (image) tentang Allah yang lengkap haruslah
mewarnai segala penafsiran kita termasuk mengenai keselamatan. Apakah Allah
menginginkan semua manusia untuk diselamatkan? Ataukah memang Dia dengan keinginan-
Nya memang menetapkan bahwa sebagian orang untuk ditolak dan menerima kematian kekal
tanpa bisa menolak atau menerimanya? Apakah Allah menetapkan dosa dan neraka bagi
manusia? Wesley menjawab: tidak, itu bukan gambaran Allah dalam Alkitab bagaimana pun
kita menafsir ayat-ayat yang mendukung hal itu dalam Alkitab.32
2. Kedaulatan Allah yang memberikan Kebebasan Manusia. Dalam relasi Tuhan dengan
manusia, berbeda dengan hubungan Tuhan dengan ciptaan lainnya, maka Tuhan memberikan
ruang kepada manusia untuk mengekpresikan pemahaman (understanding), keinginan (will)
dan kebebasannya (liberty). Hanya jika manusia mempunyai kebebasan untuk memilih maka
manusia dapat bertanggung jawab secara moral atas apa yang dia putuskan. Tanpa pilihan dan
kebebasan, adalah tidak adil menuntut pertanggungjawaban dari sesuatu yang di luar
kemampuan dan kehendak manusia untuk memilihnya. Tanpa kebebasan tidak mungkin
adalah moralitas kebaikan atau kejahatan.33 Pemahaman ini berbeda dengan Calvinisme yang
teguh berpegang bahwa kedaulatan dan penetapan Allah atas segala sesuatu tidaklah
bertentangan (compabalitism) dengan kebebasan manusia. Manusia tetap harus bertangung
jawab atas tindakan dan keputusan yang dia ambil, walaupun memang Tuhan yang
menetapkan dan mengatur segala sesuatu untuk menwujudkan apa yang sudah ditetapkan-
Nya. Calvinisme berpegang teguh bahwa anugerah keselamatan itu benar-benar anugerah dan
pekerjaan Tuhan, manusia tidak ada andil sama sekali di dalamnya, anugerah keselamatan itu
tidak bersyarat dan tidak dapat ditolak dan karena itu tidak dapat hilang, karena semuanya ada
di tangan Tuhan bukan kehendak bebas manusia. Calvinisme mengakui itu menggabungkan
dua hal ini adalah paradoks yang harus diterima sebagai misteri hikmat dari Allah yang tak
32 Ibid., 103–106.
33 Outler, John Wesley, 481 Dalam Esai “Thoughts Upon Necessity.” Lihat juga perdebatan sengit antara Wesley dengan
Augustus Toplady mengenai free will manusia.Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 145–155.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 17
terselami oleh manusia. Wesley dan Arminianisme sering digugat sebagai kelompok yang
mengagungkan free will manusia dan mengecilkan kedaulatan Tuhan yang akan berakibat
kepada kekacauan dan ketidakpastian. Wesley menegaskan bahwa kedaulatan dan kemuliaan
Tuhan akan lebih nampak dan terwujud melalui pemberian kebebasan kehendak kepada
manusia daripada kedaulatan yang diterapkan dengan penetapan yang tanpa pilihan. 34
Kedaulatan dan kuasa Tuhan berbeda secara kualitatif dengan kehendak dan pilihan manusia,
pada akhirnya pastilah kehendak Tuhan yang terwujud. Predestinasi karena itu dapat
dipahami dalam perspektif pengetahuan yang sempurna dari Allah yang memberikan ruang
kepada kehendak bebas manusia, daripada penetapan yang absolut dan tak berubah, yang
tidak memberikan ruang kepada kehendak bebas manusia.
3. Predestinasi menurut Wesley harus didasarkan pada motif, tujuan, manfaat dari karya
keselamatan Kristus di dalam dunia ini. Predestinasi akan menjadi nyata dan mudah dipahami
jikalau didasarkan oleh Kristus, dalam Kristus, dan untuk Kristus. Siapa yang dipilih yaitu
mereka yang percaya kepada Kristus; yang tidak percaya kepada Kristus bukan ditolak atau
tidak dipilih tetapi memilih untuk binasa. Jikalau kita beriman oleh karena Kristus memberi
anugerah-Nya, kita tetap tinggal dalam Kristus, dan kita hidup untuk Kristus, maka kitalah
orang yang dipilih, dipanggil, ditebus, disucikan, dan menerima kemuliaan Kristus. Wesley
mengatakan bahwa kita dapat memahami mengenai predestinasi lebih baik dengan mulai
melihatnya dari realisasi keselamatan dalam hidup orang percaya mulai dari glorification-
sanctification-justification-calling-predestined-foreknowledge. Secara retorik, Wesley
bertanya demikian: “Siapakah orang-orang yang menerima kemuliaan di sorga-yaitu orang-
orang yang disucikan-siapakah orang-orang yang disucikan-yaitu orang yang dibenarkan-
siapakah orang-orang yang dibenarkan-yaitu mereka yang dipanggil-siapakah dipanggil yaitu
mereka yang sudah ditentukan untuk menjadi serupa dengan Kristus-siapakah mereka yang
34 Roger E. Olson, Against Calvinism (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2011), 129 Kutipan dari “Predestination Calmly
Considered.”
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 18
ditentukan (dipredestinasikan itu) yaitu mereka yang menurut pengetahuan Allah menerima
keselamatan itu.”
Sebaliknya, keselamatan dan predestinasi menjadi spekulasi kalaau didasarkan pada dasar
penetapan Allah sebelum dunia dijadikan, tidak ada seorang pun yang bisa tahu, bisa yakin
dipilih atau tidak, bahkan tidak bisa yakin akan terus menjadi orang yang selamat atau tidak,
karena memang kita tidak bisa memahami hikmat dan pengetahuan Tuhan dalam kekekalan
yang berada diluar batas pemikiran kita.
4. Dapat kita gambarkan mengenai proses keselamatan dalam hubungannya dengan predestinasi
sebagai berikut:
1) Tuhan mengetahui dan memilih di dalam Kristus semua orang yang akan percaya
kepada-Nya.
2) Kristus menebus dosa manusia
3) Anugerah pendahuluan diberikan oleh Allah kepada orang berdosa dengan
memanggil, menyakinkan, memberikan pencerahan, dan memampukan untuk
berespon terhadap anugerah Tuhan.
4) Pertobatan (pengakuan dosa dan iman)
5) Dilahir barukan, dibenarkan, diangkat sebagai anak-anak Allah, bersatu dengan
Kristus, dan menjadi tempat kediaman Roh Kudus
6) Mengalami penyucian
7) Pemuliaan di sorga.
Foreknowledge – Christ atonement – prevenient grace – repentance – justification - new
birth – sanctification – perfection - glorification
Bandingkan dengan ordo keselamatan Calvinisme:
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 19
Penetapan-Lahir Baru-iman-dibenarkan-penyucian-pemuliaan35
Foreordained-new birth-faith-justification-sanctification-glorification
Beberapa pemikiran akhir dan rekomendasi:
1. Perbedaan dengan kualitatif antara Tuhan sebagai pencipta, mahatahu, mahahadir, mahabaik,
mahakudus dengan manusia yang sebagai ciptaan, terbatas, dan berdosa, menjadi satu kesulitan
bagi kita untuk memahami konsep predestinasi karena di dalamnya kita harus memikirkan dan
menjelaskan natur Allah yang sebagian incommunicable (kekal, tak berubah, mahatahu) dalam
konteks pikiran dan sejarah manusia yang dibatasi oleh waktu dan tempat. Termasuk di dalam hal
ini, ketika kita memahami alkitab dan mencoba menafsirkan serta mengkaitkan ayat-ayat alkitab,
kita bertemu dengan dua kenyataan bahwa Alkitab yang memakai bahasa manusia, ditulis oleh
manusia, dalam sejarah manusia, berusaha mengungkapkan Allah yang tak terbatas. Memang
alkitab adalah ungkapan dari rencana, isi hati, karakter, tujuan dari Allah sendiri kepada umat-
Nya, tetapi tetap ada hal-hal yang tak terpahami sepenuhnya oleh kita manusia yang terbatas.
Dalam hal ini misalnya, para teolog Calvinist juga pada akhirnya sampai kesimpulan bahwa
adalah misteri Allah yang tak bisa dipahami sepenuhnya, persoalan mengenai bagaimana Allah
yang berdaulat penuh, menentukan siapa yang selamat atau binasa, dikaitkan dengan kebebasan
manusia untuk memilih dan menolak. Sebaliknya, bagi kesulitan bagi Arminianism termasuk
Wesleyan, menjelaskan bagaimana kehendak bebas manusia, apakah benar-benar kehendak bebas
ketika dihadapkan dengan rencana, kedaulatan dan kehendak Tuhan yang tidak berubah. Masing-
masing akan berakhir kepada apa yang disebut C.S. Evan sebagai ‘self-contradictory concept”
ketika dicoba untuk dirumuskan dengan logika manusia. 36 Akibatnya, baik Calvinist dan
35 R.C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, trans. Rahmiati Tanudjaja (Malang: Literatur SAAT, 2007), 224.
36 Yakub B. Susabda, Mengenal Dan Bergaul Dengan Allah: Sebuah Refleksi Iman Kristen Pada Allah Yang Hidup Di Dalam
Tuhan Yesus Kristus (Batam: Gospel Press, 2002), 235.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 20
Arminian cenderung mengutamakan ayat-ayat yang mendukung konsep mereka ataupun
menafsirkan ayat-ayat yang menantang konsep mereka dengan penafsiran yang dipaksakan.
Keterbukaan untuk belajar dari Tradisi yang berbeda dan melihat itu sebagai kekayaan dalam
gereja Tuhan, adalah sikap yang lebih bijaksana daripada secara apriori menolak semua yang
berbeda dengan kita.
2. Kita dapat belajar dari Wesley bahwa teologi bukanlah spekulasi dan perbincangan dalam menara
gading akademis tetapi harus dihubungkan dan diaplikasikan dalam gereja dan pelayanan. Wesley
memang tidak menulis teologi sistematika seperti Augustinus, Thomas Aquinas, Martin Luther,
John Calvin, tetapi dia tidak mengabaikan pentingnya doktrin dalam kehidupan gereja tetapi
doktrin yang memperlemah dan menghambat penginjilan, pertumbuhan iman, kekudusan, dan
penerapan kasih Tuhan dalam hidup orang percaya, haruslah dipertanyakan dan ditolak. Setiap
aliran teologi mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri karena setiap teologi sebenarnya juga
adalah usaha untuk menjawab tantangan zamannya dan karena itu sadar atau tidak sadar
dipengaruhi oleh Tradisi dan konteks. Wesley bukan saja berbeda pemikiran dengan Calvinism,
tetapi juga dengan Anglikan, Roma Katolik, Moravian dalam beberapa hal yang dianggap Wesley
dapat memperlemah iman dan pertumbuhan iman orang-orang percaya. Predestinasi seperti yang
dipegang oleh Calvinisme bagi Wesley akan mendorong atau setidaknya mempunyai ekses
memunculkan sikap apatis terhadap penginjilan dan kesaksian, memperlemah dorongan untuk
hidup kudus dan berbuat baik. Walaupun hal-hal ini dalam kenyataan tidak terbukti sepenuhnya
dalam kehidupan orang-orang Calvinist tetapi kecenderungan ke arah itu tetap ada. Calvinisme
bisa berakhir kepada determinisme dan fatalism, sebaliknya Arminianism bisa berakhir kepada
universalism.
3. Inkarnasi Kristus ingin mengungkapkan dan menwujudkan keselamatan dari Allah dari
kekekalan di dalam sejarah manusia. Keselamatan itu adalah inisiatif, anugerah dan berasal dari
Tuhan saja, tetapi keselamatan tidak pernah terwujud tanpa melibatkan manusia dan segala
sarana-sarana lain dalam dunia ini. Tugas kita yang utama bukanlah memikirkan dan ingin
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 21
mengetahui pikiran Allah mengenai pilihan dari kekekalan, itu urusannya Tuhan, menjadi tugas
kita sebagai orang percaya adalah memberitakan Injil kepada semua orang yang belum percaya
(karena setiap orang sampai akhir hidupnya, nafas terakhirnya, masih punya kesempatan untuk
mendengar Injil-ini juga adalah kenyataan yang tak terbantahkan bahwa anugerah Tuhan tersedia
kepada semua orang), membawa orang masuk dalam persekutuan umat Tuhan, mengajar dan
mendidik orang percaya untuk menjadi murid dan bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus
(sedangkan persoalan apakah orang-orang yang sudah percaya itu bisa kehilangan imannya atau
tidak-secara empiris yang terjadi adalah tetap ada kemungkinan kehilangan imannya. Setiap orang
yang bertahan dalam iman sampai akhir hidupnya-itulah orang pilihan, yang tidak bertahan
sampai akhir-bukan orang pilihan). Posisi Arminianisme adalah lebih sesuai dengan realita dalam
kehidupan nyata di dunia ini daripada Calvinisme yang mencoba mengetahui rahasia ilahi yang
tak terpahami. Pada akhirnya, baik Arminian maupun Calvinist yang injili setuju bahwa: siapa
yang percaya kepada Kristus itulah yang diselamatkan (dipilih), yang tidak percaya kepada
Kristus akan binasa (tidak terpilih). Michael Horton, seorang teolog Calvinist, menuliskan di
akhir bukunya “For Calvinism” demikian : “It is not God’s secret predestination but the revealed
gospel that is the province of the church’s proclamation. … We know that we are God’s elect,
redeemed to all eternity, because we rest in Christ alone for our salvation. ….”37
In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas
Medan, 17 Nopember 2013
37 Michael S. Horton, For Calvinism (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2011), 166–167.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 22
Daftar Kepustakaan
Abraham, William J. Waking from Doctrinal Amnesia: The Healing of Doctrine in the United
Methodist Church. Nashville: Abingdon Press, 1995.
Bence, Clarence. “Salvation and the Church: The Ecclesiology of John Wesley.” In The
Church: An Inquiry into Ecclesiology from A Biblical Theological Perspective, edited
by Melvin E. Dieter and Daniel N. Berg, IV:297–315. Wesleyan Theological
Perspectives. Anderson, Indiana: Warner Press, Inc., 1984.
Campbell, Ted A. John Wesley and Christian Antiquity: Religious Vision and Cultural
Change. Nashville: Abingdon Press, 1991.
Collins, Kenneth J. The Theology of John Wesley: Holy Love and the Shape of Grace.
Nashville: Abingdon Press, 2007.
Coppedge, Allan. Shaping the Wesleyan Message: John Wesley in Theological Debate.
Nappanee, Indiana: Francis Asbury Press, 2003.
Cox, Leo G. “Prevenient Grace: Wesleyan View.” Journal of the Evangelical Theological
Society 12 (Summer 1969): 143–49.
Horton, Michael S. For Calvinism. Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2011.
Maddox, Randy L. “John Wesley and Eastern Orthodoxy: Influences, Convergences, and
Differences.” Asbury Theological Journal 45, no. 2 (1990): 29–53.
Oden, Thomas C. Doctrinal Standards in the Wesleyan Tradition. Grand Rapids, Michigan:
Francis Asbury Press, 1987.
———. John Wesley’s Scriptural Christianity: A Plain Exposition of His Teaching on
Christian Doctrine. Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1994.
———. John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation. Vol. 2. 4 vols. Grand Rapids,
Michigan: Zondervan, 2012.
Olson, Roger E. Against Calvinism. Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2011.
———. Arminian Theology: Myths and Realities. Downer Grove, Illinois: IVP Academic,
2006.
Outler, Albert C., ed. John Wesley. A Library of Protestant Thought. New York: Oxford
University Press, 1964.
Seoh Oh, Gwang. John Wesley’s Ecclesiology: A Study in Its Sources and Development.
Pietist and Wesleyan Studies 27. Lanham, Maryland: Scarecrow Press, 2008.
Sproul, R.C. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Translated by Rahmiati Tanudjaja.
Malang: Literatur SAAT, 2007.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley” Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 23
Susabda, Yakub B. Mengenal Dan Bergaul Dengan Allah: Sebuah Refleksi Iman Kristen
Pada Allah Yang Hidup Di Dalam Tuhan Yesus Kristus. Batam: Gospel Press, 2002.
Thomas, W. H. Griffith. The Principles of Theology: An Introduction to the Thirty-Nine
Articles. Eugene, Oregon: Wipf & Stock Publishers, 2005.
Thorsen, Don. Calvin vs Wesley: Bringing Belief in Line with Practice. Nashville: Abingdon
Press, 2013.
Wesley, John. The Works of John Wesley: Sermons I, 1-33. Edited by Albert C. Outler. Vol. 1.
The Bicentennial Edition of The Works of John Wesley. Nashville: Abingdon Press,
1984.
———. The Works of John Wesley: Sermons II, 34-70. Edited by Albert C. Outler. The
Bicentennial Edition of The Works of John Wesley. Vol. 2. Nashville: Abingdon
Press, 1985.
———. The Works of John Wesley: Sermons III, 71-114. Edited by Albert C. Outler. The
Bicentennial Edition of The Works of John Wesley. Vol. 3. Nashville: Abingdon
Press, 1986.
Williams, Colin W. John Wesley’s Theology Today: A Study the Wesleyan Tradition in the
Light of Current Theological Debate. Nashville: Abingdon Press, 1960.