[seminar] redefinisi sistem pendidikan manajemen bencana di indonesia-final

11
      Policy Paper S1 Teknik dan Manajemen Bencana Dalam Penguatan Kapasitas Penanggulangan Bencana di Daerah Oleh : Ardian Perdana Putra NIM : 1 2010 02 03 002 Prodi : Disaste r Management for National De fense Pendahuluan Tsunami Aceh tahun 2004 telah banyak memberikan pelajaran dan sudut pandang baru tentang sistem penanggulangan bencana di indonesia. Perwujudan nyata dari perbaikan sistemik yang telah dilakukan antara lain ditandai dengan lahirnya BNPB di pusat dan BPBD di daerah- daerah, sesuai amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Meski demikian, kehadiran BNPB dan BPBD menimbulkan tantangan tersendiri karena harus berbenturan dengan kebutuhan SDM dengan kompetensi yang memadai untuk mengisi peran-peran yang ada di BNPB dan BPBD. Sebagai gambaran, dengan asumsi terdapat 1 BNPB di pusat, 33 BPBD tingkat propinsi, 450 BPBD tingkat kabupaten/kota dan masing-masing lembaga membutuhkan setidaknya 25 orang staff, maka SDM yang dibutuhkan kurang lebih adalah 12.100 orang. Angka tersebut belum termasuk unsur TNI, instansi pemerintah terkait, relawan dan lembaga non-pemerintah yang perlu dilibatkan. Makalah ini berisi kajian singkat tentang prospek pembentukan program S1 di bidang manajemen bencana sebagai alternatif solusi yang efisien untuk menjawab kebutuhan SDM di tataran teknis operasional. Kajian yang dilakukan terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu: Analisis kebutuhan kompetensi SDM berdasarkan peraturan perundangan, bedah kurikulum program pascasarjana kebencanaan dan analisis kelayakan program S1 Kebencanaan. Memang metodologi yang digunakan masih amat debatable dan jauh dari sempurna untuk dapat memberikan dasar argumentasi ilmiah yang cukup kokoh mengenai urgensi pendidikan S1 kebencanaan. Akan tetapi makalah ini diharapkan dapat mendorong suatu kajian yang lebih mendalam mengenai sistem pendidikan manajemen bencana yang dapat menjawab kebutuhan kompetensi standar SDM di semua lini penanggulangan bencana di Indonesia.

Upload: ardian-perdana-putra

Post on 07-Jul-2015

332 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 1/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

Policy Paper S1 Teknik dan Manajemen BencanaDalam Penguatan Kapasitas Penanggulangan Bencana di DaerahOleh : Ardian Perdana PutraNIM : 1 2010 02 03 002Prodi : Disaster Management for National Defense

PendahuluanTsunami Aceh tahun 2004 telah banyak memberikan pelajaran dan sudut pandang baru

tentang sistem penanggulangan bencana di indonesia. Perwujudan nyata dari perbaikan sistemik 

yang telah dilakukan antara lain ditandai dengan lahirnya BNPB di pusat dan BPBD di daerah-

daerah, sesuai amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Meski demikian, kehadiran BNPB

dan BPBD menimbulkan tantangan tersendiri karena harus berbenturan dengan kebutuhan SDM

dengan kompetensi yang memadai untuk mengisi peran-peran yang ada di BNPB dan BPBD.

Sebagai gambaran, dengan asumsi terdapat 1 BNPB di pusat, 33 BPBD tingkat propinsi, 450

BPBD tingkat kabupaten/kota dan masing-masing lembaga membutuhkan setidaknya 25 orang

staff, maka SDM yang dibutuhkan kurang lebih adalah 12.100 orang. Angka tersebut belum

termasuk unsur TNI, instansi pemerintah terkait, relawan dan lembaga non-pemerintah yang

perlu dilibatkan.

Makalah ini berisi kajian singkat tentang prospek pembentukan program S1 di bidang

manajemen bencana sebagai alternatif solusi yang efisien untuk menjawab kebutuhan SDM di

tataran teknis operasional. Kajian yang dilakukan terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu: Analisis

kebutuhan kompetensi SDM berdasarkan peraturan perundangan, bedah kurikulum program

pascasarjana kebencanaan dan analisis kelayakan program S1 Kebencanaan. Memangmetodologi yang digunakan masih amat debatable dan jauh dari sempurna untuk dapat

memberikan dasar argumentasi ilmiah yang cukup kokoh mengenai urgensi pendidikan S1

kebencanaan. Akan tetapi makalah ini diharapkan dapat mendorong suatu kajian yang lebih

mendalam mengenai sistem pendidikan manajemen bencana yang dapat menjawab kebutuhan

kompetensi standar SDM di semua lini penanggulangan bencana di Indonesia.

Page 2: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 2/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

Bedah Kompetensi dalam Aturan PerundanganTahapan ini bertujuan memberikan batasan yang jelas tentang tanggung jawab dan

kewenangan apa saja yang didefinisikan sebagai bagian dari fungsi lembaga pemerintah dalam

penanggulangan bencana. Selain itu tahapan ini juga bertujuan untuk melihat sebaran kebutuhan

kompetensi SDM berdasarkan fase penanggulangan bencana. Selanjutnya, tanggung jawab dan

kewenangan yang telah terdefinisi diuraikan menjadi poin-poin kompetensi yang dibutuhkan

untuk menjalani tanggung jawab dan kewenangan tersebut. Acuan utama yang digunakan adalah

Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 sebagai dasar hukum penyelenggaraan penanggulangan

bencana di Indonesia. Sebagai acuan tambahan adalah Peraturan Pemerintah No. 21/2008

(penyelenggaraan penanggulangan bencana) dan Peraturan Presiden No. 8/2008 (BNPB).

Definisi kompetensi menurut Spencer and Spencer (19931) adalah “...an underlying

characteristic’s of an individual which is causally related to criterion – referenced effective and 

or superior performance in a job or situation...”, yaitu karakter yang mendasari efektifitas

kinerja individu dalam pekerjaannya. Sedangkan menurut KBBI, kompetensi diartikan:

 kom·pe·ten·si /kompeténsi/ n 1 kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan

sesuatu); 2 Ling kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau batiniah

Adapun definisi kompetensi yang digunakan dalam makalah ini adalah disiplin keilmuan,

wawasan, kemampuan dan keterampilan teknis yang diperlukan dalam menjalankan suatu fungsi

dalam penanggulangan bencana.

Mengenai tanggung jawab dan wewenang pemerintah (pusat dan daerah) dalam

penanggulangan bencana tercantum dalam pasal 5-9 dari UU No. 24/2007. Dengan adanya pasal-

pasal tersebut, khususnya mengacu pada poin-poin pasal 6-9 dapat dilakukan pembatasan fokus

pembahasan pada poin-poin kompetensi yang tercakup dalam pasal-pasal tersebut. Jika

diringkas, maka tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah mencakup:

-  Implementasi prinsip pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;

-  perlindungan masyarakat dari dampak bencana;

-  pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana;

-  pemulihan kondisi dari dampak bencana;

1Spencer, L.M., Spencer, S.M., (1993). Competence at Work: Models for Superior Performance. Canada: John Wiley

& Sons, Inc.

Page 3: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 3/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

pengalokasian anggaran penanggulangan bencana;-  pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

Sedangkan kewenangan dari pemerintah mencakup:

-  penetapan kebijakan penanggulangan bencana yang selaras dengan kebijakan

pembangunan;

-  pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan

penanggulangan bencana;

-  penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;

-  penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain,

badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain;

-  perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber

ancaman atau bahaya bencana;

-  perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang

melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan

-  pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang.

Dari poin-poin tanggung jawab dan wewenang diatas, dapat diidentifikasi kompetensi

SDM yang dibutuhkan, antara lain seperti yang tercantum dalam tabel 1. Sedangkan kebutuhan

kompetensi yang ada dalam setiap fase atau tahapan bencana dapat diuraikan dari sebaran fungsi

yang ada dalam setiap tahap (fase) penanggulangan bencana. Uraian mengenai tahapan (fase)

dalam penanggulangan bencana dibahas cukup detail dalam PP No. 21/2008. Hasil identifikasi

kompetensi berdasarkan tahapan penanggulangan bencana diuraikan pada tabel 2.

Fungsi Kompetensi yang dibutuhkan

   T   A   N   G   G   U   N   G   J   A   W   A   B

-  Implementasi prinsip pengurangan risiko

bencana dengan program pembangunan;

Analisis kebijakan, Wawasan PRB, Mitigasi, Analisis

Kerentanan Wilayah, Early Warning System 

-  perlindungan masyarakat dari dampak 

bencana;

Antropologi, Psikologi Sosial, Mitigasi.

-  pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi

yang terkena bencana;

Kesejahteraan Sosial, Kesehatan Masyarakat, Sosiologi,

Psikologi Sosial.

-  pemulihan kondisi dari dampak bencana; Administrasi Publik, Planologi, Arsitektur, Teknik Sipil.

-  pengalokasian anggaran penanggulangan

bencana;

Akuntansi, Project Mgmt., Ekonomi.

-  pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan

kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

Sistem Informasi, Administrasi Publik.

Page 4: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 4/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

   W

   E   W   E   N   A   N   G

penetapan kebijakan penanggulanganbencana yang selaras dengan kebijakan

pembangunan;

Kebijakan Publik, PRB, Analisis Risiko Bencana, StudiPembangunan.

-  pembuatan perencanaan pembangunan yang

memasukkan unsur-unsur kebijakan

penanggulangan bencana;

Kebijakan Publik, Studi Pembangunan, Analisis Risiko

Bencana.

-  penetapan status dan tingkatan bencana

nasional dan daerah;

Analisis Risiko Bencana, OMSP, CMR, Ilmu

Komunikasi

-  penentuan kebijakan kerja sama dalam

penanggulangan bencana dengan negara

lain, badan-badan, atau pihak-pihak 

internasional lain;

Hubungan International.

-  perumusan kebijakan tentang penggunaanteknologi yang berpotensi sebagai sumberancaman atau bahaya bencana;

IT, Teknik Industri, Analisis Risiko Bencana.

-  perumusan kebijakan mencegah penguasaan

dan pengurasan sumber daya alam yang

melebihi kemampuan alam untuk melakukan

pemulihan; dan

Kebijakan Publik, Teknik Lingkungan, Ekologi,

AMDAL.

-  pengendalian pengumpulan dan penyaluran

uang atau barang.

Akuntansi, Administrasi Publik.

Tabel 1. Identifikasi Kebutuhan Kompetensi dalam Penanggulangan Bencana

berdasarkan UU No. 24/2007

Fase Bencana Fungsi yang berjalan Kompetensi yang dibutuhkan

Pra Bencana Perencanaan PB Geologi, Geofisika, GIS, Klimatologi,

Antropologi/Sosiologi, Statistika, Planologi,Psikologi Krisis, Manajemen.

Pengurangan Risiko Bencana Analisis Kebijakan, Antropologi.

Pencegahan Teknik Sipil, Planologi, Ekologi, Teknik 

Lingkungan, IT, Sosiologi, Ilmu Pertahanan.

Kesiapsiagaan Perencanaan Tanggap Darurat, SistemPeringatan Dini (Sistem Informasi), MSDM

(psikologi), CMR, Psikologi sosial, GIS,Manajemen/Teknik Industri,

Peringatan Dini Early Warning System, Sistem Informasi, Ilmu

Komunikasi.

Mitigasi Bencana Planologi, Sosiologi, Manajemen Pelatihan

Tanggap Darurat Operasi Tanggap Darurat Rapid Assessment Procedure, OMSP,

Kesejahteraan Sosial, Kedokteran, Kesehatan

masyarakat, SAR, P3K, CMR.

Cukai, Imigrasi dan Karantina Imigrasi, Hubungan Internasional,

Administrasi Publik, Ilmu pertahanan.

Page 5: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 5/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

Pasca Bencana Rehabilitasi Teknik Sipil, Planologi, Teknik Lingkungan,Arsitektur, Psikologi Krisis, Sosiologi,

Kebijakan Publik, Kesejahteraan Sosial,

Kesehatan Masyarakat, Ilmu Komunikasi,

Manajemen Proyek, Administrasi Publik,

Sistem Informasi, GIS.

Rekonstruksi Teknik Sipil, Teknik Elektro, Teknik Planologi.

Tabel 2. Distribusi Kebutuhan Kompetensi sesuai Tahapan Penanggulangan Bencana

dalam PP No. 21/2008 dan Perpres No. 8/2008 

Hasil identifikasi kompetensi pada tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa penyelenggaraan

penanggulangan bencana melibatkan banyak bidang keilmuan dari domain yang sangat

bervariasi (multi-disiplin). Diantara bidang keilmuan tersebut ada yang masuk dalam domain

ilmu sosial, teknik dan sains terapan. Kebutuhan kompetensi yang bersifat multi disiplin tersebut

dapat menjadi suatu potensi masalah jika kita menggunakan asumsi setiap disiplin keilmuan

tersebut harus diisi oleh SDM yang berbeda. Permasalahan yang akan muncul setidaknya ada

tiga hal:

1.  Membengkaknya jumlah SDM yang dapat berakibat pada penurunan efisiensi kerja dan

biaya operasional dari tim/lembaga secara keseluruhan.

2.  Ketika SDM dengan kompetensi yang diharapkan pada suatu posisi tidak tersedia,

maka ada kemungkinan posisi tersebut akan diisi oleh SDM yang tidak menguasai

pekerjaannya. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam hal kinerja yang dapat

berakibat pada kinerja tim/lembaga secara keseluruhan.

3.  Adanya hambatan komunikasi dan koordinasi dari SDM yang berasal dari latar

belakang keilmuan yang berbeda.

Berdasarkan analisis tersebut, maka diperlukan adanya SDM memiliki dasar keilmuan

yang bersifat generalis (tidak terlalu spesifik), multi disiplin (memiliki pemahaman pada

beberapa bidang keilmuan) dan dapat menjembatani komunikasi dari SDM yang berasal dari

berbagai latar belakang keilmuan. Karakter diatas lebih mendekati karakteristik output dari hasil

pendidikan S1/Sarjana, yang menurut Langi (20082) lebih memiliki sifat generalis. Selain itu,

2Langi, A.Z.R., (2008). Beda Program S1, S2 dan S3 di mana? , <http://azrl.wordpress.com/2008/04/25/beda-

program-s1-s2-s3-di-mana/>, diakses tanggal 25/07/2011.

Page 6: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 6/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

  jika dibandingkan dengan karakter dari pendidikan S2 yang dalam hal masa pendidikan lebihsingkat, maka pendidikan pada jenjang S1 lebih memungkinkan untuk menghasilkan suatu

pemahaman yang mendasar terhadap disiplin keilmuan yang ditekuni. Hal ini menjadi

argumentasi pertama bahwa jenjang S1 dibutuhkan untuk menyelesaikan kendala SDM dalam

penanggulangan bencana di Indonesia.

Bedah Kurikulum Pascasarjana KebencanaanHingga makalah ini dibuat, penulis belum sepenuhnya berhasil mendapatkan informasi

kurikulum program Pascasarjana Kebencanaan yang telah terselenggara. Baru tiga kampus yang

informasi kurikulumnya dapat diakses secara terbuka di internet, yaitu S2 Geo-Informasi untuk 

Manajemen Bencana UGM, S2 Manajemen Bencana UNTAR dan S2 Mitigasi Bencana

Kerusakan Lahan IPB ditambah kurikulum S2 Manajemen Bencana untuk Keamanan Nasional

di almamater penulis sendiri (UNHAN). Metode analisis yang digunakan dalam bedah

kurikulum ini adalah metode clustering sederhana, yaitu mata kuliah yang ada diklasifikasikan

menjadi beberapa kelompok. Hasil klasifikasi kurikulum dari tiap kampus diperbandingkan

dengan hasil di kampus yang lain. Nilai bobot SKS dari tiap mata kuliah dimasukkan dalamperbandingan.

Ada dua jenis klasifikasi yang digunakan untuk melihat karakteristik pendidikan di setiap

program S2. Dalam klasifikasi pertama, matakuliah dikelompokkan dalam kategorisasi teori,

praktek, atau gabungan antara teori dengan praktek. Klasifikasi pertama bertujuan untuk melihat

penekanan dari program tersebut, apakah kepada pendalaman teori atau penguatan keterampilan

teknis (praktikal). Dalam klasifikasi kedua, mata kuliah dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu mata

kuliah dasar kebencanaan, mata kuliah dasar non-kebencanaan dan mata kuliah non-dasar.

Tujuan dari klasifikasi kedua ini adalah untuk melihat proporsi dari kompetensi kebencanaan

dalam keseluruhan perkuliahan. Hasil dari bedah kurikulum tergambar pada grafik dalam gambar

1 dan gambar 2.

Page 7: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 7/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

Gambar 1. Perbandingan proporsi matakuliah teori, praktek dan gabungan teori+praktekdi empat program studi S2 Kebencanaan 

Karakteristik khas yang membedakan program S1 dengan S2, adalah proporsi antara

materi teori dengan praktek atau gabungan dari keduanya. Program S1 cenderung untuk 

memberikan dasar keilmuan yang kuat dalam satu atau beberapa bidang keilmuan, sehinggamatakuliah yang bersifat teori memiliki proporsi yang dominan. Sebagai contoh, seorang sarjana

teknik informatika dituntut untuk memiliki dasar yang kuat di ilmu eksak dasar (Matematika,

Fisika, Kimia) dan algoritma pemrograman, sedangkan seorang sarjana biologi harus memiliki

dasar yang kuat di ilmu eksak dasar (matematika, fisika dan kimia), biosistematika, fisiologi,

pertumbuhan, ekologi, mikrobiologi dan genetika. Tetapi menurut Langi (20083), di sisi lain,

mahasiswa S1 dituntut untuk dapat segera menerapkan ilmunya terutama pada tataran teknis

operasional, sehingga materi praktek cenderung diberikan di matakuliah yang berbeda, atau

setidaknya pada sesi yang terpisah dengan kuliah teori. Hal ini membuat kuliah yang bersifat

praktikal (praktek) cenderung berimbang atau sedikit dibawah proporsi matakuliah teori.

Sedangkan untuk pendidikan S2, kombinasi antara waktu kuliah yang singkat dan tuntutan

untuk dapat memposisikan diri pada suatu bidang spesialisasi tertentu, membuat materi kuliah

cenderung membahas dasar teori secara mendalam, tetapi proporsi praktek akan sangat terbatas.

3Langi, A.Z.R., (2008). Beda Program S1, S2 dan S3 di mana? , <http://azrl.wordpress.com/2008/04/25/beda-

program-s1-s2-s3-di-mana/>, diakses tanggal 25/07/2011.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

unhan ugm untar ipb

teori+prktk

praktek

teori

Page 8: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 8/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

Hal ini umumnya disiasati dengan menghadirkan matakuliah yang menggabungkan teori danpraktek dalam satu sesi kuliah. Penekanan utama dari pendidikan S2 memang lebih pada

mengasah kemampuan analitis dan manajerial, sehingga dasar teori diperkuat tetapi diarahkan

untuk dapat diaplikasikan dengan keilmuan yang bersifat multi-disiplin. Hal inilah yang

membuat mahasiswa S2 dituntut untuk belajar secara mandiri untuk memperkaya dasar keilmuan

di bidang lainnya. Adapun untuk keterampilan teknis pada tataran S2 tidak terlalu ditekankan,

sehingga proporsi kuliah khusus praktek sangat terbatas.

Gambar 2. Perbandingan proporsi matakuliah dasar kebencanaan, dasar non-kebencanaan

dan non-dasar di empat program studi S2 Kebencanaan 

Untuk klasifikasi kedua, matakuliah dikelompokkan menjadi matakuliah dasar

kebencanaan, dasar non-kebencanaan dan matakuliah non-dasar. Mata kuliah dasar kebencanaan

adalah materi kuliah yang secara spesifik membahas teori kebencanaan dan penerapannya secara

menyeluruh. Sedangkan matakuliah dasar non-kebencanaan adalah materi dari berbagai disiplin

keilmuan lain yang perlu untuk diperdalam oleh mahasiswa untuk mendukung studinya dibidang

kebencanaan, seperti statistika, GIS, ilmu kebumian, manajemen, teori perang, analisis kebijakan

dan disiplin ilmu lainnya. Matakuliah non-dasar mencakup matakuliah diluar dua kategori diatas

seperti penulisan proposal, seminar, tesis dan kuliah kerja. Dari grafik pada gambar 2, terlihat

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

unhan ugm untar ipb

non-dasar

dasar non-bencanadasar bencana

Page 9: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 9/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

bahwa proporsi matakuliah dasar non-kebencanaan berada paling dominan dengan kisaran 40-60%. Ada dua kesimpulan yang dapat diambil dari hasil ini:

1.  Hal ini menunjukkan ilmu kebencanaan sebagai suatu bidang keilmuan yang bersifat

multi-disiplin.

2.  Dengan waktu kuliah yang singkat (1-1,5 tahun), terlalu banyak bidang yang butuh

untuk diperdalam oleh mahasiswa, sehingga penekanan dari tiap matakuliah akan lebih

pada pendalaman fundamental teorinya dan mengesampingkan sisi praktikal.

Di sisi lain, di kampus-kampus yang membuka Pascasarjana Kebencanaan (Manajemen

Bencana), masing-masing cenderung memiliki domain keilmuan yang sangat spesifik. Hal ini

dapat dilihat pada S2 Geo-Informasi untuk Manajemen Bencana UGM, yang sesuai namanya

lebih memfokuskan studi pada aspek Geospasial dari Bencana. S2 Manajemen Bencana UNTAR

lebih menekankan aspek manajerial sesuai kekuatan yang dimiliki oleh kampus tersebut dalam

disiplin keilmuan manajemen. Sedangkan S2 Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan IPB cenderung

mengkaji aspek kebencanaan yang terkait dengan pengaruhnya pada bidang agrikultura. Adapun

S2 Manajemen Bencana untuk Keamanan Nasional yang diselenggarakan UNHAN, lebih

memfokuskan kajian pada bencana sebagai bagaian dari masalah pertahanan nasional.

Adanya spesialisasi di setiap program pascasarjana tersebut menjadikan pendidikan S2

belum menjadi alternatif yang ideal sebagai solusi permasalahan SDM Penanggulangan Bencana

di Indonesia. Bukan berarti keberadaan program-program pascasarjana manajemen bencana

tersebut tidak dapat memberikan kontribusi signifikan bagi penanggulangan bencana di

Indonesia, tetapi program-program tersebut akan lebih tepat untuk mengisi kekosongan SDM

pada tataran analis dan manajerial sesuai spesialisasi masing-masing program. Namun demikian,

untuk menyediakan SDM yang memiliki dasar yang kuat di beberapa disiplin keilmuan danterampil di tataran teknis operasional, maka program pascasarjana belum menjadi solusi yang

tepat.

Analisis Prospek S1 KebencanaanJika kita melihat kembali pada daftar kompetensi/disiplin keilmuan yang ada dalam

penanggulangan bencana (pada tahap 1 dari kajian ini), mungkin akan muncul pertanyaan:

“  Bukankan sudah banyak program S1 yang mengakomodasi kebutuhan akan kompetensi-

Page 10: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 10/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

kompetensi tersebut?”. Ya, memang program pendidikan yang di semua bidang kompetensi yangdibutuhkan sudah tersedia. Tetapi satu hal yang perlu dievaluasi dalam sistem pendidikan di

Indonesia yang kerentanannya terhadap bencana cukup tinggi adalah tidak terintegrasinya materi

seputar kebencanaan di dalam setiap program studi yang ada. Sehingga kompetensi lulusan yang

dihasilkan tersebut tidak dapat langsung diberdayakan di bidang penanggulangan bencana.

Kebijakan yang umum dilakukan saat ini adalah peningkatan kapasitas (upgrading) melalui

training serta kursus terkait kebencanaan yang diadakan oleh BNPB atau institusi-institusi

lainnya, akan tetapi hal ini belum mengarahkan pada pembentukan kerangka berfikir untuk 

mengoptimalkan pemanfaatan dasar keilmuan masing-masing di perkuliahan S1 .

Selain itu, realita yang perlu kita akui, profesi di bidang kebencanaan bagi sebagian besar

lulusan dari berbagai program studi yang ada bukanlah pilihan utama bagi mereka. Hal ini

menyebabkan sangat sedikit dari lulusan S1 tersebut yang dengan sukarela terjun di profesi ini

benar-benar atas inisiatif pribadi, bukan karena desakan keadaan atau melihat satu-satunya

peluang yang tersedia adalah bidang ini. Bisa jadi kondisi ini turut terbentuk karena pengetahuan

dasar kebencanaan tidak terintegrasi dalam kurikulum pendidikan di berbagai program studi S1

diatas. Untuk itu, selama kebijakan memberikan suplemen pengetahuan kebencanaan di tingkat

S1 – dan strata pendidikan lainnya – belum terwujud, krisis kebutuhan SDM masih akan

membayangi penanggulangan bencana di Indonesia.

Disamping itu, masalah besar kedua dalam penanggulangan bencana di Indonesia selain

kompetensi SDM adalah koordinasi, baik di internal BNPB/BPBD maupun lintas

sektoral/instansi. Hipotesis dari penulis, masalah koordinasi ini diantaranya muncul dari

pemahaman parsial terhadap penanggulangan bencana yang berorientasi pada sektor kerja atau

dasar bidang keilmuannya masing-masing. Sebagai contoh, dalam fase rekonstruksi orang PUberorientasi pada permasalahan bangunan fisik saja, tanpa mempertimbangkan aspek sosiokultur

masyarakat atau ketika fase tanggap darurat orang BPK melihat aspek audit keuangan, tanpa

melihat kebutuhan sebenarnya di lapangan. Jika hipotesis ini terbukti benar, maka integrasi

pengetahuan kebencanaan dalam kurikulum pendidikan saja tidak cukup untuk menjadi solusi

akan hal ini.

Program S1 kebencanaan idealnya menyediakan karakteristik SDM yang memiliki dasar

pemahaman yang holistik seputar kebencanaan, memiliki dasar keilmuan yang memadai di

Page 11: [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final

5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 11/11

 

  INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY 

School of Defense Research and Strategy

Disaster Management for National Defense Study Program 

beberapa disiplin/bidang, memiliki keterampilan teknis yang memadai di berbagai aspek kebencanaan dan dapat menjembatani gap yang ada antar sektor. Kriteria tersebut tidak mungkin

atau sulit dicapai melalui program S2 kebencanaan. Disamping itu keberadaan program studi S1

Kebencanaan akan bermanfaat besar bagi perguruan tinggi yang menyelenggarakannya. Karena

program studi tersebut akan dapat membuka matakuliah-matakuliah wajib dan pilihan bagi

mahasiswa di program studi lainnya sehingga dapat menjadi pengayaan wawasan seputar

kebencanaan.

PenutupBerbagai langkah telah dilakukan untuk mencari solusi permasalahan SDM dalam

penanggulangan bencana. Selain pelatihan dan kursus yang diadakan oleh BNPB, kemunculan

program pascasarjana kebencanaan dibeberapa perguruan tinggi merupakan inisiatif dunia

pendidikan untuk mengisi kekosongan yang ada. Kampus yang telah membuka program

pascasarjana kebencanaan antara lain UNHAN, IPB, UGM dan UNTAR yang akan segera

disusul oleh UNSYIAH dan UNHAS. Yang perlu menjadi catatan khusus, program pascasarjana

memiliki fokus menyediakan SDM analis dengan disiplin keilmuan yang cenderung spesifik.Dengan karakteristik tersebut, keberadaan pendidikan pascasarjana kebencanaan masih

diragukan untuk dapat menjawab kebutuhan SDM untuk kerja teknis operasional seperti

penyelenggaraan Rapid Assessment, penyuluhan masyarakat, pengoperasian alat deteksi

bencana, survei lapangan dan pekerjaan teknis lainnya.

KesimpulanDari kajian singkat ini, kesimpulan yang dapat diambil antara lain, diperlukan adanya

karakteristik SDM yang memiliki dasar keilmuan yang bersifat generalis (tidak terlalu spesifik),

multi disiplin (memiliki pemahaman pada beberapa bidang keilmuan) dan dapat menjembatani

komunikasi dari SDM yang berasal dari berbagai latar belakang keilmuan. Sesuai kebutuhan

karakteristik tersebut, maka program pendidikan S1 merupakan bagian penting dari jalan menuju

solusi kebutuhan SDM Penanggulangan Bencana di Indonesia terutama ditataran teknis

operasional.