[seminar] redefinisi sistem pendidikan manajemen bencana di indonesia-final
TRANSCRIPT
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 1/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
Policy Paper S1 Teknik dan Manajemen BencanaDalam Penguatan Kapasitas Penanggulangan Bencana di DaerahOleh : Ardian Perdana PutraNIM : 1 2010 02 03 002Prodi : Disaster Management for National Defense
PendahuluanTsunami Aceh tahun 2004 telah banyak memberikan pelajaran dan sudut pandang baru
tentang sistem penanggulangan bencana di indonesia. Perwujudan nyata dari perbaikan sistemik
yang telah dilakukan antara lain ditandai dengan lahirnya BNPB di pusat dan BPBD di daerah-
daerah, sesuai amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Meski demikian, kehadiran BNPB
dan BPBD menimbulkan tantangan tersendiri karena harus berbenturan dengan kebutuhan SDM
dengan kompetensi yang memadai untuk mengisi peran-peran yang ada di BNPB dan BPBD.
Sebagai gambaran, dengan asumsi terdapat 1 BNPB di pusat, 33 BPBD tingkat propinsi, 450
BPBD tingkat kabupaten/kota dan masing-masing lembaga membutuhkan setidaknya 25 orang
staff, maka SDM yang dibutuhkan kurang lebih adalah 12.100 orang. Angka tersebut belum
termasuk unsur TNI, instansi pemerintah terkait, relawan dan lembaga non-pemerintah yang
perlu dilibatkan.
Makalah ini berisi kajian singkat tentang prospek pembentukan program S1 di bidang
manajemen bencana sebagai alternatif solusi yang efisien untuk menjawab kebutuhan SDM di
tataran teknis operasional. Kajian yang dilakukan terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu: Analisis
kebutuhan kompetensi SDM berdasarkan peraturan perundangan, bedah kurikulum program
pascasarjana kebencanaan dan analisis kelayakan program S1 Kebencanaan. Memangmetodologi yang digunakan masih amat debatable dan jauh dari sempurna untuk dapat
memberikan dasar argumentasi ilmiah yang cukup kokoh mengenai urgensi pendidikan S1
kebencanaan. Akan tetapi makalah ini diharapkan dapat mendorong suatu kajian yang lebih
mendalam mengenai sistem pendidikan manajemen bencana yang dapat menjawab kebutuhan
kompetensi standar SDM di semua lini penanggulangan bencana di Indonesia.
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 2/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
Bedah Kompetensi dalam Aturan PerundanganTahapan ini bertujuan memberikan batasan yang jelas tentang tanggung jawab dan
kewenangan apa saja yang didefinisikan sebagai bagian dari fungsi lembaga pemerintah dalam
penanggulangan bencana. Selain itu tahapan ini juga bertujuan untuk melihat sebaran kebutuhan
kompetensi SDM berdasarkan fase penanggulangan bencana. Selanjutnya, tanggung jawab dan
kewenangan yang telah terdefinisi diuraikan menjadi poin-poin kompetensi yang dibutuhkan
untuk menjalani tanggung jawab dan kewenangan tersebut. Acuan utama yang digunakan adalah
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 sebagai dasar hukum penyelenggaraan penanggulangan
bencana di Indonesia. Sebagai acuan tambahan adalah Peraturan Pemerintah No. 21/2008
(penyelenggaraan penanggulangan bencana) dan Peraturan Presiden No. 8/2008 (BNPB).
Definisi kompetensi menurut Spencer and Spencer (19931) adalah “...an underlying
characteristic’s of an individual which is causally related to criterion – referenced effective and
or superior performance in a job or situation...”, yaitu karakter yang mendasari efektifitas
kinerja individu dalam pekerjaannya. Sedangkan menurut KBBI, kompetensi diartikan:
kom·pe·ten·si /kompeténsi/ n 1 kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan
sesuatu); 2 Ling kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau batiniah
Adapun definisi kompetensi yang digunakan dalam makalah ini adalah disiplin keilmuan,
wawasan, kemampuan dan keterampilan teknis yang diperlukan dalam menjalankan suatu fungsi
dalam penanggulangan bencana.
Mengenai tanggung jawab dan wewenang pemerintah (pusat dan daerah) dalam
penanggulangan bencana tercantum dalam pasal 5-9 dari UU No. 24/2007. Dengan adanya pasal-
pasal tersebut, khususnya mengacu pada poin-poin pasal 6-9 dapat dilakukan pembatasan fokus
pembahasan pada poin-poin kompetensi yang tercakup dalam pasal-pasal tersebut. Jika
diringkas, maka tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah mencakup:
- Implementasi prinsip pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;
- perlindungan masyarakat dari dampak bencana;
- pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana;
- pemulihan kondisi dari dampak bencana;
1Spencer, L.M., Spencer, S.M., (1993). Competence at Work: Models for Superior Performance. Canada: John Wiley
& Sons, Inc.
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 3/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
-
pengalokasian anggaran penanggulangan bencana;- pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Sedangkan kewenangan dari pemerintah mencakup:
- penetapan kebijakan penanggulangan bencana yang selaras dengan kebijakan
pembangunan;
- pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana;
- penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
- penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain,
badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain;
- perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber
ancaman atau bahaya bencana;
- perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang
melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan
- pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang.
Dari poin-poin tanggung jawab dan wewenang diatas, dapat diidentifikasi kompetensi
SDM yang dibutuhkan, antara lain seperti yang tercantum dalam tabel 1. Sedangkan kebutuhan
kompetensi yang ada dalam setiap fase atau tahapan bencana dapat diuraikan dari sebaran fungsi
yang ada dalam setiap tahap (fase) penanggulangan bencana. Uraian mengenai tahapan (fase)
dalam penanggulangan bencana dibahas cukup detail dalam PP No. 21/2008. Hasil identifikasi
kompetensi berdasarkan tahapan penanggulangan bencana diuraikan pada tabel 2.
Fungsi Kompetensi yang dibutuhkan
T A N G G U N G J A W A B
- Implementasi prinsip pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan;
Analisis kebijakan, Wawasan PRB, Mitigasi, Analisis
Kerentanan Wilayah, Early Warning System
- perlindungan masyarakat dari dampak
bencana;
Antropologi, Psikologi Sosial, Mitigasi.
- pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi
yang terkena bencana;
Kesejahteraan Sosial, Kesehatan Masyarakat, Sosiologi,
Psikologi Sosial.
- pemulihan kondisi dari dampak bencana; Administrasi Publik, Planologi, Arsitektur, Teknik Sipil.
- pengalokasian anggaran penanggulangan
bencana;
Akuntansi, Project Mgmt., Ekonomi.
- pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan
kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
Sistem Informasi, Administrasi Publik.
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 4/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
W
E W E N A N G
-
penetapan kebijakan penanggulanganbencana yang selaras dengan kebijakan
pembangunan;
Kebijakan Publik, PRB, Analisis Risiko Bencana, StudiPembangunan.
- pembuatan perencanaan pembangunan yang
memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana;
Kebijakan Publik, Studi Pembangunan, Analisis Risiko
Bencana.
- penetapan status dan tingkatan bencana
nasional dan daerah;
Analisis Risiko Bencana, OMSP, CMR, Ilmu
Komunikasi
- penentuan kebijakan kerja sama dalam
penanggulangan bencana dengan negara
lain, badan-badan, atau pihak-pihak
internasional lain;
Hubungan International.
- perumusan kebijakan tentang penggunaanteknologi yang berpotensi sebagai sumberancaman atau bahaya bencana;
IT, Teknik Industri, Analisis Risiko Bencana.
- perumusan kebijakan mencegah penguasaan
dan pengurasan sumber daya alam yang
melebihi kemampuan alam untuk melakukan
pemulihan; dan
Kebijakan Publik, Teknik Lingkungan, Ekologi,
AMDAL.
- pengendalian pengumpulan dan penyaluran
uang atau barang.
Akuntansi, Administrasi Publik.
Tabel 1. Identifikasi Kebutuhan Kompetensi dalam Penanggulangan Bencana
berdasarkan UU No. 24/2007
Fase Bencana Fungsi yang berjalan Kompetensi yang dibutuhkan
Pra Bencana Perencanaan PB Geologi, Geofisika, GIS, Klimatologi,
Antropologi/Sosiologi, Statistika, Planologi,Psikologi Krisis, Manajemen.
Pengurangan Risiko Bencana Analisis Kebijakan, Antropologi.
Pencegahan Teknik Sipil, Planologi, Ekologi, Teknik
Lingkungan, IT, Sosiologi, Ilmu Pertahanan.
Kesiapsiagaan Perencanaan Tanggap Darurat, SistemPeringatan Dini (Sistem Informasi), MSDM
(psikologi), CMR, Psikologi sosial, GIS,Manajemen/Teknik Industri,
Peringatan Dini Early Warning System, Sistem Informasi, Ilmu
Komunikasi.
Mitigasi Bencana Planologi, Sosiologi, Manajemen Pelatihan
Tanggap Darurat Operasi Tanggap Darurat Rapid Assessment Procedure, OMSP,
Kesejahteraan Sosial, Kedokteran, Kesehatan
masyarakat, SAR, P3K, CMR.
Cukai, Imigrasi dan Karantina Imigrasi, Hubungan Internasional,
Administrasi Publik, Ilmu pertahanan.
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 5/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
Pasca Bencana Rehabilitasi Teknik Sipil, Planologi, Teknik Lingkungan,Arsitektur, Psikologi Krisis, Sosiologi,
Kebijakan Publik, Kesejahteraan Sosial,
Kesehatan Masyarakat, Ilmu Komunikasi,
Manajemen Proyek, Administrasi Publik,
Sistem Informasi, GIS.
Rekonstruksi Teknik Sipil, Teknik Elektro, Teknik Planologi.
Tabel 2. Distribusi Kebutuhan Kompetensi sesuai Tahapan Penanggulangan Bencana
dalam PP No. 21/2008 dan Perpres No. 8/2008
Hasil identifikasi kompetensi pada tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa penyelenggaraan
penanggulangan bencana melibatkan banyak bidang keilmuan dari domain yang sangat
bervariasi (multi-disiplin). Diantara bidang keilmuan tersebut ada yang masuk dalam domain
ilmu sosial, teknik dan sains terapan. Kebutuhan kompetensi yang bersifat multi disiplin tersebut
dapat menjadi suatu potensi masalah jika kita menggunakan asumsi setiap disiplin keilmuan
tersebut harus diisi oleh SDM yang berbeda. Permasalahan yang akan muncul setidaknya ada
tiga hal:
1. Membengkaknya jumlah SDM yang dapat berakibat pada penurunan efisiensi kerja dan
biaya operasional dari tim/lembaga secara keseluruhan.
2. Ketika SDM dengan kompetensi yang diharapkan pada suatu posisi tidak tersedia,
maka ada kemungkinan posisi tersebut akan diisi oleh SDM yang tidak menguasai
pekerjaannya. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam hal kinerja yang dapat
berakibat pada kinerja tim/lembaga secara keseluruhan.
3. Adanya hambatan komunikasi dan koordinasi dari SDM yang berasal dari latar
belakang keilmuan yang berbeda.
Berdasarkan analisis tersebut, maka diperlukan adanya SDM memiliki dasar keilmuan
yang bersifat generalis (tidak terlalu spesifik), multi disiplin (memiliki pemahaman pada
beberapa bidang keilmuan) dan dapat menjembatani komunikasi dari SDM yang berasal dari
berbagai latar belakang keilmuan. Karakter diatas lebih mendekati karakteristik output dari hasil
pendidikan S1/Sarjana, yang menurut Langi (20082) lebih memiliki sifat generalis. Selain itu,
2Langi, A.Z.R., (2008). Beda Program S1, S2 dan S3 di mana? , <http://azrl.wordpress.com/2008/04/25/beda-
program-s1-s2-s3-di-mana/>, diakses tanggal 25/07/2011.
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 6/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
jika dibandingkan dengan karakter dari pendidikan S2 yang dalam hal masa pendidikan lebihsingkat, maka pendidikan pada jenjang S1 lebih memungkinkan untuk menghasilkan suatu
pemahaman yang mendasar terhadap disiplin keilmuan yang ditekuni. Hal ini menjadi
argumentasi pertama bahwa jenjang S1 dibutuhkan untuk menyelesaikan kendala SDM dalam
penanggulangan bencana di Indonesia.
Bedah Kurikulum Pascasarjana KebencanaanHingga makalah ini dibuat, penulis belum sepenuhnya berhasil mendapatkan informasi
kurikulum program Pascasarjana Kebencanaan yang telah terselenggara. Baru tiga kampus yang
informasi kurikulumnya dapat diakses secara terbuka di internet, yaitu S2 Geo-Informasi untuk
Manajemen Bencana UGM, S2 Manajemen Bencana UNTAR dan S2 Mitigasi Bencana
Kerusakan Lahan IPB ditambah kurikulum S2 Manajemen Bencana untuk Keamanan Nasional
di almamater penulis sendiri (UNHAN). Metode analisis yang digunakan dalam bedah
kurikulum ini adalah metode clustering sederhana, yaitu mata kuliah yang ada diklasifikasikan
menjadi beberapa kelompok. Hasil klasifikasi kurikulum dari tiap kampus diperbandingkan
dengan hasil di kampus yang lain. Nilai bobot SKS dari tiap mata kuliah dimasukkan dalamperbandingan.
Ada dua jenis klasifikasi yang digunakan untuk melihat karakteristik pendidikan di setiap
program S2. Dalam klasifikasi pertama, matakuliah dikelompokkan dalam kategorisasi teori,
praktek, atau gabungan antara teori dengan praktek. Klasifikasi pertama bertujuan untuk melihat
penekanan dari program tersebut, apakah kepada pendalaman teori atau penguatan keterampilan
teknis (praktikal). Dalam klasifikasi kedua, mata kuliah dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu mata
kuliah dasar kebencanaan, mata kuliah dasar non-kebencanaan dan mata kuliah non-dasar.
Tujuan dari klasifikasi kedua ini adalah untuk melihat proporsi dari kompetensi kebencanaan
dalam keseluruhan perkuliahan. Hasil dari bedah kurikulum tergambar pada grafik dalam gambar
1 dan gambar 2.
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 7/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
Gambar 1. Perbandingan proporsi matakuliah teori, praktek dan gabungan teori+praktekdi empat program studi S2 Kebencanaan
Karakteristik khas yang membedakan program S1 dengan S2, adalah proporsi antara
materi teori dengan praktek atau gabungan dari keduanya. Program S1 cenderung untuk
memberikan dasar keilmuan yang kuat dalam satu atau beberapa bidang keilmuan, sehinggamatakuliah yang bersifat teori memiliki proporsi yang dominan. Sebagai contoh, seorang sarjana
teknik informatika dituntut untuk memiliki dasar yang kuat di ilmu eksak dasar (Matematika,
Fisika, Kimia) dan algoritma pemrograman, sedangkan seorang sarjana biologi harus memiliki
dasar yang kuat di ilmu eksak dasar (matematika, fisika dan kimia), biosistematika, fisiologi,
pertumbuhan, ekologi, mikrobiologi dan genetika. Tetapi menurut Langi (20083), di sisi lain,
mahasiswa S1 dituntut untuk dapat segera menerapkan ilmunya terutama pada tataran teknis
operasional, sehingga materi praktek cenderung diberikan di matakuliah yang berbeda, atau
setidaknya pada sesi yang terpisah dengan kuliah teori. Hal ini membuat kuliah yang bersifat
praktikal (praktek) cenderung berimbang atau sedikit dibawah proporsi matakuliah teori.
Sedangkan untuk pendidikan S2, kombinasi antara waktu kuliah yang singkat dan tuntutan
untuk dapat memposisikan diri pada suatu bidang spesialisasi tertentu, membuat materi kuliah
cenderung membahas dasar teori secara mendalam, tetapi proporsi praktek akan sangat terbatas.
3Langi, A.Z.R., (2008). Beda Program S1, S2 dan S3 di mana? , <http://azrl.wordpress.com/2008/04/25/beda-
program-s1-s2-s3-di-mana/>, diakses tanggal 25/07/2011.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
unhan ugm untar ipb
teori+prktk
praktek
teori
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 8/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
Hal ini umumnya disiasati dengan menghadirkan matakuliah yang menggabungkan teori danpraktek dalam satu sesi kuliah. Penekanan utama dari pendidikan S2 memang lebih pada
mengasah kemampuan analitis dan manajerial, sehingga dasar teori diperkuat tetapi diarahkan
untuk dapat diaplikasikan dengan keilmuan yang bersifat multi-disiplin. Hal inilah yang
membuat mahasiswa S2 dituntut untuk belajar secara mandiri untuk memperkaya dasar keilmuan
di bidang lainnya. Adapun untuk keterampilan teknis pada tataran S2 tidak terlalu ditekankan,
sehingga proporsi kuliah khusus praktek sangat terbatas.
Gambar 2. Perbandingan proporsi matakuliah dasar kebencanaan, dasar non-kebencanaan
dan non-dasar di empat program studi S2 Kebencanaan
Untuk klasifikasi kedua, matakuliah dikelompokkan menjadi matakuliah dasar
kebencanaan, dasar non-kebencanaan dan matakuliah non-dasar. Mata kuliah dasar kebencanaan
adalah materi kuliah yang secara spesifik membahas teori kebencanaan dan penerapannya secara
menyeluruh. Sedangkan matakuliah dasar non-kebencanaan adalah materi dari berbagai disiplin
keilmuan lain yang perlu untuk diperdalam oleh mahasiswa untuk mendukung studinya dibidang
kebencanaan, seperti statistika, GIS, ilmu kebumian, manajemen, teori perang, analisis kebijakan
dan disiplin ilmu lainnya. Matakuliah non-dasar mencakup matakuliah diluar dua kategori diatas
seperti penulisan proposal, seminar, tesis dan kuliah kerja. Dari grafik pada gambar 2, terlihat
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
unhan ugm untar ipb
non-dasar
dasar non-bencanadasar bencana
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 9/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
bahwa proporsi matakuliah dasar non-kebencanaan berada paling dominan dengan kisaran 40-60%. Ada dua kesimpulan yang dapat diambil dari hasil ini:
1. Hal ini menunjukkan ilmu kebencanaan sebagai suatu bidang keilmuan yang bersifat
multi-disiplin.
2. Dengan waktu kuliah yang singkat (1-1,5 tahun), terlalu banyak bidang yang butuh
untuk diperdalam oleh mahasiswa, sehingga penekanan dari tiap matakuliah akan lebih
pada pendalaman fundamental teorinya dan mengesampingkan sisi praktikal.
Di sisi lain, di kampus-kampus yang membuka Pascasarjana Kebencanaan (Manajemen
Bencana), masing-masing cenderung memiliki domain keilmuan yang sangat spesifik. Hal ini
dapat dilihat pada S2 Geo-Informasi untuk Manajemen Bencana UGM, yang sesuai namanya
lebih memfokuskan studi pada aspek Geospasial dari Bencana. S2 Manajemen Bencana UNTAR
lebih menekankan aspek manajerial sesuai kekuatan yang dimiliki oleh kampus tersebut dalam
disiplin keilmuan manajemen. Sedangkan S2 Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan IPB cenderung
mengkaji aspek kebencanaan yang terkait dengan pengaruhnya pada bidang agrikultura. Adapun
S2 Manajemen Bencana untuk Keamanan Nasional yang diselenggarakan UNHAN, lebih
memfokuskan kajian pada bencana sebagai bagaian dari masalah pertahanan nasional.
Adanya spesialisasi di setiap program pascasarjana tersebut menjadikan pendidikan S2
belum menjadi alternatif yang ideal sebagai solusi permasalahan SDM Penanggulangan Bencana
di Indonesia. Bukan berarti keberadaan program-program pascasarjana manajemen bencana
tersebut tidak dapat memberikan kontribusi signifikan bagi penanggulangan bencana di
Indonesia, tetapi program-program tersebut akan lebih tepat untuk mengisi kekosongan SDM
pada tataran analis dan manajerial sesuai spesialisasi masing-masing program. Namun demikian,
untuk menyediakan SDM yang memiliki dasar yang kuat di beberapa disiplin keilmuan danterampil di tataran teknis operasional, maka program pascasarjana belum menjadi solusi yang
tepat.
Analisis Prospek S1 KebencanaanJika kita melihat kembali pada daftar kompetensi/disiplin keilmuan yang ada dalam
penanggulangan bencana (pada tahap 1 dari kajian ini), mungkin akan muncul pertanyaan:
“ Bukankan sudah banyak program S1 yang mengakomodasi kebutuhan akan kompetensi-
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 10/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
kompetensi tersebut?”. Ya, memang program pendidikan yang di semua bidang kompetensi yangdibutuhkan sudah tersedia. Tetapi satu hal yang perlu dievaluasi dalam sistem pendidikan di
Indonesia yang kerentanannya terhadap bencana cukup tinggi adalah tidak terintegrasinya materi
seputar kebencanaan di dalam setiap program studi yang ada. Sehingga kompetensi lulusan yang
dihasilkan tersebut tidak dapat langsung diberdayakan di bidang penanggulangan bencana.
Kebijakan yang umum dilakukan saat ini adalah peningkatan kapasitas (upgrading) melalui
training serta kursus terkait kebencanaan yang diadakan oleh BNPB atau institusi-institusi
lainnya, akan tetapi hal ini belum mengarahkan pada pembentukan kerangka berfikir untuk
mengoptimalkan pemanfaatan dasar keilmuan masing-masing di perkuliahan S1 .
Selain itu, realita yang perlu kita akui, profesi di bidang kebencanaan bagi sebagian besar
lulusan dari berbagai program studi yang ada bukanlah pilihan utama bagi mereka. Hal ini
menyebabkan sangat sedikit dari lulusan S1 tersebut yang dengan sukarela terjun di profesi ini
benar-benar atas inisiatif pribadi, bukan karena desakan keadaan atau melihat satu-satunya
peluang yang tersedia adalah bidang ini. Bisa jadi kondisi ini turut terbentuk karena pengetahuan
dasar kebencanaan tidak terintegrasi dalam kurikulum pendidikan di berbagai program studi S1
diatas. Untuk itu, selama kebijakan memberikan suplemen pengetahuan kebencanaan di tingkat
S1 – dan strata pendidikan lainnya – belum terwujud, krisis kebutuhan SDM masih akan
membayangi penanggulangan bencana di Indonesia.
Disamping itu, masalah besar kedua dalam penanggulangan bencana di Indonesia selain
kompetensi SDM adalah koordinasi, baik di internal BNPB/BPBD maupun lintas
sektoral/instansi. Hipotesis dari penulis, masalah koordinasi ini diantaranya muncul dari
pemahaman parsial terhadap penanggulangan bencana yang berorientasi pada sektor kerja atau
dasar bidang keilmuannya masing-masing. Sebagai contoh, dalam fase rekonstruksi orang PUberorientasi pada permasalahan bangunan fisik saja, tanpa mempertimbangkan aspek sosiokultur
masyarakat atau ketika fase tanggap darurat orang BPK melihat aspek audit keuangan, tanpa
melihat kebutuhan sebenarnya di lapangan. Jika hipotesis ini terbukti benar, maka integrasi
pengetahuan kebencanaan dalam kurikulum pendidikan saja tidak cukup untuk menjadi solusi
akan hal ini.
Program S1 kebencanaan idealnya menyediakan karakteristik SDM yang memiliki dasar
pemahaman yang holistik seputar kebencanaan, memiliki dasar keilmuan yang memadai di
5/8/2018 [SEMINAR] Redefinisi Sistem Pendidikan Manajemen Bencana Di Indonesia-Final - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/seminar-redefinisi-sistem-pendidikan-manajemen-bencana-di-indonesia-final 11/11
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
School of Defense Research and Strategy
Disaster Management for National Defense Study Program
beberapa disiplin/bidang, memiliki keterampilan teknis yang memadai di berbagai aspek kebencanaan dan dapat menjembatani gap yang ada antar sektor. Kriteria tersebut tidak mungkin
atau sulit dicapai melalui program S2 kebencanaan. Disamping itu keberadaan program studi S1
Kebencanaan akan bermanfaat besar bagi perguruan tinggi yang menyelenggarakannya. Karena
program studi tersebut akan dapat membuka matakuliah-matakuliah wajib dan pilihan bagi
mahasiswa di program studi lainnya sehingga dapat menjadi pengayaan wawasan seputar
kebencanaan.
PenutupBerbagai langkah telah dilakukan untuk mencari solusi permasalahan SDM dalam
penanggulangan bencana. Selain pelatihan dan kursus yang diadakan oleh BNPB, kemunculan
program pascasarjana kebencanaan dibeberapa perguruan tinggi merupakan inisiatif dunia
pendidikan untuk mengisi kekosongan yang ada. Kampus yang telah membuka program
pascasarjana kebencanaan antara lain UNHAN, IPB, UGM dan UNTAR yang akan segera
disusul oleh UNSYIAH dan UNHAS. Yang perlu menjadi catatan khusus, program pascasarjana
memiliki fokus menyediakan SDM analis dengan disiplin keilmuan yang cenderung spesifik.Dengan karakteristik tersebut, keberadaan pendidikan pascasarjana kebencanaan masih
diragukan untuk dapat menjawab kebutuhan SDM untuk kerja teknis operasional seperti
penyelenggaraan Rapid Assessment, penyuluhan masyarakat, pengoperasian alat deteksi
bencana, survei lapangan dan pekerjaan teknis lainnya.
KesimpulanDari kajian singkat ini, kesimpulan yang dapat diambil antara lain, diperlukan adanya
karakteristik SDM yang memiliki dasar keilmuan yang bersifat generalis (tidak terlalu spesifik),
multi disiplin (memiliki pemahaman pada beberapa bidang keilmuan) dan dapat menjembatani
komunikasi dari SDM yang berasal dari berbagai latar belakang keilmuan. Sesuai kebutuhan
karakteristik tersebut, maka program pendidikan S1 merupakan bagian penting dari jalan menuju
solusi kebutuhan SDM Penanggulangan Bencana di Indonesia terutama ditataran teknis
operasional.