semiotika manusia berkepala binatang djenar maesa ayu
DESCRIPTION
SemiotikaTRANSCRIPT
Teori Sastra: Semiotika dalam “Mereka Bilang,Saya Monyet!”- Djenar Maesa Ayu Page 1
TUGAS TEORI SASTRA
SEMIOTIKA MANUSIA BERKEPALA BINATANG:
“MEREKA BILANG, SAYA MONYET!”
KARYA DJENAR MAESA AYU
Dibuat oleh :
Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.
2013940090
UNIVERSITAS DR. SOETOMO
PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA dan SASTRA INDONESIA
TAHUN AJARAN 2014-2015
Teori Sastra: Semiotika dalam “Mereka Bilang,Saya Monyet!”- Djenar Maesa Ayu Page 2
TUGAS TEORI SASTRA
SEMIOTIKA MANUSIA BERKEPALA BINATANG:
“MEREKA BILANG, SAYA MONYET!” KARYA DJENAR MAESA AYU
A. PENDAHULUAN
Sastra adalah sesuatu yang sangat menarik untuk dikupas, dibicarakan, dan untuk
dipelajari. Sastra merupakan insan kehidupan bagi para pecintanya. Pada mulanya
sastra diciptakan semenjak manusia masih hidup dalam alam budaya lisan. Tentunya,
wujudnya adalah sastra lisan. Kita telah mengenal bentuk sastra lisan, di antaranya cerita
rakyat, legenda dan mitos. Sesudah manusia memasuki alam budaya tulis, dalam arti
sudah menciptakan dan atau menggunakan huruf, timbullah sastra tulis. Kini kita
mengenal tiga jenis sastra tulis, yaitu puisi, prosa dan drama. Kali ini, penulis akan
memberbincangkan mengenai karya sastra yang ditulis dalam bentuk cerpen oleh Djenar
Maesa Ayu. Seorang sasatrawan yang penuh dengan kelugasan dan gaya bahasa yang
padat. Sebuah karya yang penuh dengan simbol. Dengan teori semiotika, yang mengupas
simbol menjadi sebuah makna, maka akan terbukalah tabir makna dari simbol-simbol
yang dibuat oleh Djenar Maesa Ayu. Dalam bukunya yang berjudul “ Mereka Bilang
Saya Monyet” terdapat 11 cerpen di dalamnya. Kali ini penulis akan fokus dengan salah
satu cerpennya yang berjudul “ Mereka Bilang, Saya Monyet!”.
B. PEMBAHASAN
Cerpen atau novel, jika diperhatikan dengan cermat sesungguhnya adalah sebuah
komposisi atau mirip dengan sebuh bangunan layaknya rumah. Sebuah bangunan disebut
rumah karena dibentuk oleh unsur-unsur yang membangunnya, seperti lantai, dinding,
atap, pintu, jendela, dan lain-lainnya. Andaikata unsur-unsur atau bagian-bagian itu
berdiri sendiri, tentulah kita tidak akan menyebutnya rumah. Kita menyebutnya rumah
setelah semua unsurnya membentuk satu kesatuan yang utuh dan padu. Eksistensi rumah
bukan ditentukan oleh bagian demi bagian dari unsurnya, melainkan oleh keutuhannya
dan kepaduannya.
Demikianlah s ebuah karya sastra, sebagaimana rumah, juga dibangun oleh unsur-
unsur yang mendukung keberadaannya. Unsur-unsur pembangun karya sastra lazimnya
orang menyebut unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Pada kesempatan kali ini,penulis
akan cenderung membahas unsur intrinsik, khususnya dalam penokohan. Mengapa?
Karena tokoh-tokoh yang digunakan pengarang dalam karyanya “Mereka Bilang, Saya
Teori Sastra: Semiotika dalam “Mereka Bilang,Saya Monyet!”- Djenar Maesa Ayu Page 3
Monyet!” menggunakan simbol dan simbol yang dipakai adalah simbol yang unik, yakni
nama-nama hewan atau binatang.
Paparan berikut akan menguraikan unsur-unsur yang membangun cerpen “Mereka
Bilang, Saya Monyet! “ karya Djenar Maesa Ayu:
1.1 Unsur Intrinsik
1.1.1 Tema
Cerpen karya Djenar ini mengangkat dunia politik, pejabat, penguasa, pengusaha
dengan tokoh yang disamarkan berupa sekelompok manusia berwajah binatang yang
nampaknya menyindir tingkah laku manusia yang berhati binatang.
“Sepanjang hidup saya melihat manusia berkaki empat. Berekor anjing, babi atau
kerbau. Berbulu serigala, landak atau harimau. Dan berkepala ular, banteng atau
keledai.
Namun tetap saja mereka bukan binatang. Cara mereka menyantap hidangan di depan
meja makan sangat benar. Cara mereka berbicara selalu menggunakan bahasa dan
sikap yang sopan. Dan mereka membaca buku-buku bermutu. Mereka menulis catatan-
catatan penting. Mereka bergaun indah dan berdasi. Bahkan konon mereka mempunyai
hati (2004: 1).”
1.1.2 Tokoh
a. Tokoh utama dalam cerpen ini adalah tentang seorang wanita yang dilambangkan
berupa seekor monyet. Monyet ini berkarakter baik, yaitu memerangi moral bejat yang
muncul di lingkungannya.
“Saya menunggu di dalam kamar mandi. Tidak lama pintu diketuk. Saya
membuka pintu. Si Kepala Buaya menyeruak masuk dan memberondong saya
dengan ciuman. Saya cekik lehernya dan saya sandarkan dia ke dinding. Saya
hajar mukanya seperti apa yang saya harapkan sebelumnya. Pintu kamar mandi
diketuk. Saya membuka pintu dan Si Kepala Ular sudah berdiri berkacak
pinggang di depan pintu. Saya mempersilakan ia masuk dan meninggalkan
mereka. Saya mendengar suara tamparan di pipi Si Kepala Buaya tempat saya
menghajar tadi (2004: 10).”
Dan dia juga berani mendobrak kepincangan yang terjadi di lingkungannya, hal
ini ditampilkan dalam cerpen yaitu dia yang biasa terkucil tidak ada seorang pun yang
peduli kepadanya, kini berani mengangkat kaki menuju ke panggung bernyanyi dengan
kepala dihentak-hentakkan sambil berjingkrak-jingkrak dan ternyata semua yang hadir
bersorak-sorai dan bertepuk tangan. Dia merasa kemerdekaannya kini mulai bangkit.
Teori Sastra: Semiotika dalam “Mereka Bilang,Saya Monyet!”- Djenar Maesa Ayu Page 4
“Si Kepala Serigala memanggil pelayan dan meminta bon untuk segera dibayar.
Si Kepala Serigala selalu mengeluarkan uang untuk kesenangan kami dan
mungkin karena itulah Si Kepala Anjing mengendus-endus kemaluannya. Saya
tahu pesta mereka sebentar lagi usai. Tapi saya juga tahu, pesta kemerdekaan
saya baru akan dimulai... (2004: 10).”
b. Sedangkan yang merupakan tokoh tambahan adalah Si Kepala Buaya, berekor
kalajengking, ia adalah seorang pria yang bermata keranjang.
“Kebutuhan saya untuk buang air kecil semakin mendesak. Pintu kamar mandi
masih terkunci. Saya mengetuk pintu pelan-pelan. Tidak ada jawaban dari dalam.
Tidak ada suara air. Tidak ada suara mengedan. Saya menempelkan telinga saya
di mulut pintu. Saya mendengar desahan tertahan. Saya kembali mengetuk pintu.
Desahan itu berangsur diam. Saya mengintip lewat lubang kunci bersamaan
dengan pintu dibuka dari dalam. Sepasang laki-laki dan perempuan keluar dari
dalam kamar mandi. Yang laki-laki lantang memaki, “Dasar binatang! Dasar
monyet! Gak punya otak ngintip-ngintip orang!”Seharusnya saya menghajar laki-
laki berkepala buaya dan berekor kalajengking itu. ... (2004: 3).”
c. Si Kepala Ular, ia adalah seorang wanita bejat yang sering berganti-ganti pasangan.
“Mata saya bertubrukan dengan mata Si Kepala Buaya yang berekor
kalajengking itu. Perempuan berkepala ularnya masih berasyik masyuk dengan
laki-laki berkepala buaya lain. Mungkin laki-laki itu gigolo, pikir saya. Mana
mungkin laki-laki sejati rela menyerahkan kekasihnya ke dalam pelukan laki-laki
lain? (2004: 8-9)”
d. Si Kepala Anjing, ia adalah seorang wanita yang sering berhubungan dengan banyak
lelaki padahal sudah bersuami, bahkan ia tertarik pula dengan Monyet yang notabene
sama-sama wanita seperti dirinya.
“Saya tahu persis siapa dirinya. Saya tahu persis Si Kepala Anjing berhubungan
dengan banyak laki-laki padahal ia sudah bersuami. Saya tahu persis Si Kepala
Anjing sering mengendus-endus kemaluan Si Kepala Srigala. Bahkan Si Kepala
Anjing juga pernah mengendus-endus kemaluan saya walaupun kami berkelamin
sama. Tapi tidak di depan umum (2004: 8).”
Dia juga seorang wanita yang cerewet, seperti dikisahkan dalam cerpen setelah Monyet
berada di atas panggung dan bertanya kepada Si Kepala Gajah, Si Kepala Serigala, Si
Kepala Babi, Si Kepala Kuda semua membisu, hanya Si Kepala Anjinglah yang berani
menggonggong.
“... . Hanya Si Kepala Anjing yang berani menggonggong. “Bagaimana kamu
mau disebut manusia? Wujudmu boleh manusia, tapi kelakuanmu benar-benar
monyet!” ... . Ia kembali menggonggong tertahan. “Susah bicara dengan makhluk
yang tidak punya otak! Sudahlah, kamu tidak akan pernah bisa mengerti apa
yang saya katakan dan maksudkan. Kamu tidak punya perasaan malu. Kamu
tidak punya akal untuk membedakan mana yang tidak dan mana yang pantas
untuk kamu lakukan.” (2004: 6-7)”
Teori Sastra: Semiotika dalam “Mereka Bilang,Saya Monyet!”- Djenar Maesa Ayu Page 5
Tokoh tambahan lainnya yang ada dalam kehidupan Si Monyet adalah Si Kepala
Serigala berwajah hitam yang selalu mengeluarkan uang untuk berpesta pora di kafe
mentraktir kelompoknya, Si Kepala Gajah berwajah abu-abu, Si Kepala
Harimau berwajah coklat, Si Kepala Babi, Si Kepala Kuda dan Si Kepala Sapi, yang
mana tokoh-tokoh tersebut menggambarkan manusia dengan karakternya.
C. PENUTUP
Kesimpulan
Buku yang merupakan kumpulan cerpen seorang sastrawan angkatan 2000-an ini
berisi begitu banyak simbol. Gaya bahasa metafora yang digunakan mengajak pembaca
untuk berpikir lebih dalam mengenai makna dari berbagai macam simbol yang
digunakan. Kadang pengarang menggunakan simbol nama-nama hewan, namun ada juga
yang menggunakan nama buah-buahan. Djenar Maesa Ayu dalam cerpennya
berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet!, merupakan suatu keberanian mengupas tentang
kehidupan dunia politik, pejabat, penguasa, pengusaha dengan tokoh yang disamarkan
berupa sekelompok manusia berwajah binatang yang nampaknya menyindir tingkah laku
manusia yang berhati binatang alias amoral. Dalam cerpen ini pengarang mengupas unsur
moral, sosial dan politik. Jika dikaitkan dengan subgenre fantastik, cerpen ini masuk
dalam kategori uncanny, karena dalam cerita tidak menemukan keraguan dan cerita dapat
dipahami isi atau jalan ceritanya secara kerangka natural.
Djenar Maesa Ayu menggunakan begitu banyak nama hewan atau binatang,
dimana masing-masing hewan tersebut melambangkan seorang manusia dengan karakter
yang tidak jauh dari binatang yang dicontohkan. Melalui karyanya yang mendapatkan
sanjungan dan kritik ini, Djenar ingin pembaca mengetahui bahwa ada pesan moral yang
ingin disampaikan dibalik kelugasan bahasanya. Seringkali, kita sebagai manusia tidak
mengakui bahkan pura-pura tidak tahu dan cenderung menutupi kemunafikannya.
Banyak manusia yang tidak mengenal dirinya sendiri. Mereka bersifat sok suci, sok
bermoral, berkoar-koar, bahkan menghakimi satu dengan yang lain tanpa terlebih dahulu
melihat dirinya sendiri. Melalui karyanya, Djenar ingin mengajak para insani untuk
bercermin dengan dirinya masing-masing. Kehidupan ini bukan bicara tentang benar atau
salah, tapi biarlah segala sesuatunya itu kembali kepada pemilikNya agar semuanya
saling melengkapi.
Teori Sastra: Semiotika dalam “Mereka Bilang,Saya Monyet!”- Djenar Maesa Ayu Page 6
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Maesa Djenar. 2004. Mereka Bilang, Saya Monyet!. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hardjana, Ande. 1994. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Prinsip-prinsip Kristik Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1994. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.