sempadan sungai
TRANSCRIPT
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 63 Tahun 1993
Tentang : Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat
Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
Menimbang :
a. bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang
sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, Perlu dijaga
kelestariannya dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah
sekitarnya.
b. bahwa berdasarkan pasal4, pasal 5 dan pasal6 Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai dalam Rangka penguasaan sungai
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengairan diberi wewenang
untuk mengatur lebih lanjut yang menyangkut penetapan garis sempadan
sungai, pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai,
daerah penguasaan sungai dan bekas sungai
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut,dan sebagai pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 perlu ditetapkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat
Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai;
4. Keputusan Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Organisasi Departemen;
5. Keputusan Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi
Departemen;
6. Keputusan Presiden R.I Nomor 64/M/1988 tentang Kabinet Pembangunan
V;
7. Keputusan Presiden R.I Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
8. Peraturan Menteri P.U. Nomor 39/PRT/1989 tentang Pembagian Wilayah
Sungai;
9. Peraturan Menteri P.U. Nomor 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan atas Air
dan atau Sumber Air.
10. Peraturan Menteri P.U. Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Izin Penggunaan Air dan atau Sumber Air.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG GARIS SEMPADAN
SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI
DAN BEKAS SUNGAI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. DirekturJenderal adalah Direktur Jenderal Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum;
2. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum;
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I / Daerah
Khusus / Daerah Istimewa;
4. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 /
Kepala Daerah Khusus / Kepala Daerah Istimewa;
5. Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pengairan atas
nama Menteri atau Gubernur Kepala Daerah;
6. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen
Pekerjaan Umum pada Propinsi yang bersangkutan;
7. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Tingkat I atau
Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi di Daerah Tingkat I;
8. Badan Hukum tertentu adalah badan hukum sebagaimana dimaksud
pada pasal 4 Undang-undang No.11 tahun 1974, yang berstatus
sebagai Badan Usaha Milik Negara dibawah Menteri PU, dan
mempunyai tugas pokok mengembangkan dan mengusahakan air
dan atau sumber air untuk digunakan bagi kesejahteran masyarakat
dengan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup;
9. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta
jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya
oleh garis sempadan;
10. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan
sungai;
11. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan
sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau /
waduk.
12. Daerah sempadan danau / waduk adalah kawasan tertentu
disekeliling danau / waduk yang mernpunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai;
13. Daerah manfaat sungai adalah mata air, palung sungai dan
daerah sempadan yang telah dibebaskan;
14. Daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah
retensi, bantaran atau daerah sempadan yang tidak
dibebaskan;
15. Bekas sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi;
16. Tepi sungai adalah batas luar palung sungai yang mempunyai variasi
bentuk seperti tergambar dalam lampiran peraturan ini;
17. Kawasan perkotaan adalah Wilayah kawasan yang mampunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, layanan sosial dan kegiatan ekonomi;
18. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan
persyaratan teknis tertentu untukmelindungi daerah sekitar sungai
terhadap limpasan air sungai.
19. Banjir rencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun
waktu tertentu.
Bagian Kedua
Lingkup Pengaturan
Pasal 2
Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini terdiri dari:
a. Penetapan garis sempadan sungai termasuk danau dan waduk.
b. Pengelolaan dan pemanfaatan pada daerah manfaat sungai.
c. Pemanfaatan lahan pada daerah penguasaan sungai.
d. Pemafaat lahan pada bekas sungai.
BAB II
GARIS SUNGAI
Bagian Pertama
Maksud danTujuan
Pasal 3
(1) Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya
agar kegiatan perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas
sumber daya yang ada pada sungai termasuk danau dan waduk
dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.
(2) Penetapan garis sempadan sungai bertujuan:
a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak
terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya.
b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai
manfaat sumber daya yang ada di sungai dapat memberikan
hasil secara optimal sekaligus menjaga ke fungsi sungai.
c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat
dibatasi.
Bagian Kedua
Tata cara Penetapan
Pasal 4
(1) Penetapan garis sempadan sungai dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Menteri,
batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan
Menteri berdasarkan usulan dan Direktur Jenderal.
b. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangannya
kepada Pemerintah Daerah, batas garis sempadan sungai
ditetapkan dengan Peraturan Daerah berdasarkan usulan dari
Dinas.
c. Untuk sungai-sungai yang dilimpah kewenangan
pengelolaannya kepada Badan Hukum tertentu, batas garis
sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri
berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu yang
bersangkutan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Melakukan survai.
b. Menentukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana
pembinaan sungai yang bersangkutan dari hasil survai sebagaimana
dimaksud dalam butir a, bagi sungai-sungai yang tidak jelas tepinya.
c. Penetapan batas garis sempadan sungai dimaksud dalam butir b
berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 sampai
dengan pasal 10.
(3) Garis sempadan sungai yang telah ditetapkan dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
(4) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) apabila dipandang perlu dapat disempurnakan setiap lima tahun.
Bagian Ketiga
Kriteria
Pasal 5
Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari:
a. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan.
b. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
c. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan.
d. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
Pasal 6
(1) Garis sempadan dari –sungai ’bertanggul ditetapkan sebagai
berikut:
a. Garis sempadan sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan d
itetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar
sepanjang kaki tanggul.
b. Garis sempadan sungai bertanggul didalam kawasan
perkotaan ditetapkan sekurang-kuranguya 3 (tiga) meter di
sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
(2) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperkuat, diperlebar, dan
ditinggikan yang dapat berakibat berfesernya letak garis sempadan sungai.
(3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan
untuk tapak tanggul baru sebagai akibat ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) harus dibebaskan.
Pasal 7
(1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar
kawasan perkotaan
a. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran
sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih.
b. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran
sungai seluas kurang dan 500 (lima ratus) Km2.
(2) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul diluar
kawasan perkotaan pada sungai besar dilakukan ruas per ruas
dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada
ruas yang bersangkutan.
(3) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan pada sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100
(seratus) m, sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya 50
( lima puluh) m. dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
Pasal 8
Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan didasarkan pada kriteria:
a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dan 3 (tiga)
meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnva 10
(sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan.
b. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih 3 (tiga) meter
sampai dengan 20 (duapuluh) meter, garis sempadan
ditetapkan sekurangkurangnya 15 (lima belas) meter dihitung
dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
c. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20
(dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-
kurangnya 30 (tigapuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada
waktu ditetapkan.
Pasal 9
(1)Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan
jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan kontruksi dan
penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan
sungai serta bangunan sungai.
(2)ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi,
maka segala perbaikan atas kerusakan yang tirnbul pada sungai dan
bangunan sungai menjadi tanggungjawab pengelola jalari.
Pasal 10
Penetapan garis sempadan danau,waduk,mata air,dan sungai yang
terpengaruh pasang surut air laut mengikuti kriteria yang
ditetapkan dalam Keputusan Presiden R.I. Nomor : 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sebagai berikut:
a. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan
sekurang-kurangnya 50 (hma puluh) meter dari titikpasang
tertinggi kearah darat.
b. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-
kurangnya 200 (dua ratus) meter disekitar mata air.
c. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus)
meter dan tepi sungai dan berfungsi sebagai jalur hijau.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Daerah Sempadan
Pasal 11
(1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dilakukan oleh masyarakat
untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagal berikut:
a. Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan.
b. Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan.
c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan,
serta rambu-rarnbu pekerjaan:
d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon, dan pipa air
minum.
a. e.Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan / jembatan
baik umum maupun kereta api.
e. Untuk penyelenggaraan yang bersifat sosial dan masyarakat yang
tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan
fungsi serta fisik sungai.
f. Untuk pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan
pengambilan dan pembuangan air.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat
yang ditunjuk olehnya, serta memenuhi syarat yang ditentukan.
(3) Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas didaerah
sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang
diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan
diselesaikan melalui pembebasan tanah.
Pasal 12
Pada daerah sempadan dilarang:
a. membuang sampah, limbah padat dan atau cair.
b. mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat
usaha.
B A B III
DAERAH MANFAAT SUNGAI
Bagian Pertama
Umum
Pasai 13
(1) Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan daerah manfaat sungai
dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, Pemerintah Daerah, dan Badan Hukurn
tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing terhadap
wilayah sungai yang bersangkutan.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan inventarisasi yang mencakup air.
a. Mata air, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi dan
debit air.
b. Palung sungai, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi,
panjang Dan kapasitas.
c. Daerah sempadan yang dibebaskan,memuat informasi antara lain
mengenal lokasi, luas, tahun pembebasan dan sumber dana.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan
oleh Direktur Jenderal, Dinas dan Badan Hukum tertentu.
(4) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilaporkan
sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun kepada Direktur Jenderal.
Bagian Kedua
Pemanfaatan
Pasal 14
(1) Masyarakat dapat memanfaatkan manfaat sungai dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
b. harus dengan izin pejabat yang berwenang.
c. mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal 11 dan pasal
12.
d. tidak mengganggu upaya pembinaan sungai.
(2) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada
wilayah sungai yang pembinaannya menjadi kewenangan Menteri, diberikan
oleh Direktur Jenderal atas nama menteri dengan memperhatikan saran dan
pertimbangan dari Kepala Kantor Wilayah yang terkait.
(3) izin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada
wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah dengan
rekomendasi teknis dari Dinas setelah berkonsultasi dengan Kepala Kantor
Wilayah.
(4) lzin pemanfaatan lahan didaerah manfaat sungai yang berada pada
wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Badan
Hukurn tertentu dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum
tertentu dan izin diberikan oleh :
- Gubernur Kepala Daerah dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir
pada satu Propinsi.
- Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam hal sungai yang bersangkutan
mengalir pada lebih dari satu propinsi.
(5) Masyarakat yang memanfaatkan Lahan didaerah manfaat sungai, dapat
dikenakan kontribusi dalam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai
yang dapat berupa uang atau tenaga.
BAB IV
DAERAH PENGUASAAN SUNGAI
Bagian Pertama
Pasal 15 (1) Penetapan daerah penguasaan sungai dimaksudkan agar
pejabat yang
berwenang dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal
mungkin bagi keselamatan umum.
(2) Batas daerah penguasaan sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan
100 (seratus) meter dari elevasi banjir rencana di sekeliling daerah
genangan, sedangkan yang berupa dataran banjir ditetapkan berdasarkan
debit banjir rencana sekurang-kurangnya periode ulang 50 (lima puluh)
tahunan.
(3) Pejabat yang berwenang mengatur rencana peruntukan daerah
penguasaan sungai dengan memperhatikan kepentingan instansi lain yang
bersangkutan.
Bagian Kedua
Pemanfaatan
Pasal 16
(1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan didaerah penguasaan sungai
untuk kegiatan / keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 ayat (3). (2) Izin pemanfaatan lahan
didaerah penguasaan sungai yang berada didaerah sempadan, diberikan
oleh pejabat yang Berwenang sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
(3) lzin pemanfaatan lahan penguasaan sungai yang berada diluar daerah
sempadan, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BABV
BEKAS SUNGAI
Pasal 17
(1) Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik negara yang
berada dibawah pembinaan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(2) Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk:
a. Mengganti lahan yang terkena alur sungai baru.
b. Keperluan pembangunan prasarana pengairan
c. Keperluan pembangunan lainnya, dengan cara tukar bangun.
d. Keperluan budidaya, dengan syarat tertentu.
(3) Permohonan pemanfaatan lahan bekas sungai diajukan kepada Direktur
Jenderal.
(4) Direktorat Jenderal melakukan inventarisasi lahan bekas sungai, dan
mengadakan pemutakhiran data inventarisasi sekurang-kurangnya
5(lima) tahun sekali.
B A B VI
PENGAWASAN
Pasal 18
(1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan didalam peraturan
ini dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani
sungai yang bersangkutan sesuai dengan Wewenang dan tanggung jawab
masing-masing.
(2) Laporan atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada:
a. Direktur Jenderal, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum
tertentu.
b. Dinas, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu.
(3) Pengusutan atas pelanggaran ketentuan didalam Peraturan ini dapat
dilakukan oleh :
a. Pihak kepolisian, dalam hal belum terbentuk Penyidik Pengawai Sipil
(PPNS) atau
b. Penyidik Pegawai Neger iSipil (PPNS) untuk selanjutnya diteruskan
kepada pihak kepolisian.
Pasal 19
(1)Masyarakat wajib mentaati ketentuan-ketentuan pemanfaatan
daerah sempadan, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan
sungai, bekas sungai yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang.
(2)Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian
dan pengamanan baik fungsi maupun fisik sungai.
BAB VII
SANKSI
Pasal 20
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11
ayat (2), Pasal 12, Pasal 14 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 19
Peraturan ini dapat dikenakan sanksi berupa:
a. Sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor
11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35
Tahun 1991 tentang Sungai, dan peraturan perundang-undangan lain
yang berlaku.
b. Sanksi adiministrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
(1)
B A B IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
(1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
(2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan
ditetapkan dengan keputusan tersendiri.
(3) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada yang bersangkutan untuk
diketahui dan atau dilaksanakan.
KAJIAN LEBAR SEMPADAN SUNGAI
(STUDI KASUS SUNGAI-SUNGAI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA)
PENDAHULUAN
Dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang SumberDaya Air, dinyatakan bahwa
sungai merupakan salahsatu bentuk alur air permukaan yang harus
dikelolasecara menyeluruh, terpadu berwawasan lingkungan hidup dengan
mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk
sebesar-besarnyakemakmuran rakyat. Dengan demikian sungai
harusdilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan
fungsi dan kemanfaatannya, dan dikendalikandampak negatif terhadap
lingkungannya. Dalamrangka mewujudkan kemanfaatan sungai
sertamengendalikan kerusakan sungai, perlu ditetapkan garis sempadan
sungai, yaitu garis batasperlindungan sungai. Garis sempadan sungai ini
selanjutnya akan menjadi acuan pokok dalam kegiatan pemanfaatan dan
perlindungan sungai sertasebagai batas permukiman di wilayah
sepanjangsungai.Lebar sempadan sungai, dapat ditentukanberdasarkan
hitungan banjir rencana dan berdasarkankajian fisik ekologi, hidraulik dan
morphologi sungai
langsung di lapangan. Penentuan lebar sempadansungai dengan metode
banjir rencana pada umumnyamengalami kesulitan implementasi di
masyarakat,karena masyarakat kesulitan dalam memahami arti hitungan
banjir rencana. Sementara di era otonomi, fihak yang berwenang tidak
dapatmengimplementasikan segala sesuatu tanpapersetujuan masyarakat.
Penentuan berdasarkan dataekologi, morphologi dan hidraulik, dapat
lebihmudah dimengerti oleh masyarakat, karena batasanmorphologi, ekologi
dan hidraulik dapat dilihatsecara langsung di lapangan.Penelitian diawali
dengan dengan inventarisasidan studi terhadap lebar sempadan sungai
yangbersumber dari berbagai literatur. Sumber iniselanjutnya disarikan dan
dipakai sebagiapertimbangan untuk melakukan penelitian penetapanlebar
sembadapan sungai. Selanjutnya dilakukankajian terhadap peraturan-
peraturan yang terkaitdengan sempadan sungai. Survei lapangan
dilakukanuntuk menemukenali keterkaitan lebar sempadansungai dengan
morphologi melintang sungai, ekologi tumbuhan pinggir sungai dan faktor
hidraulik muka air sungai. Hasil akhir penelitian adalah berupa
analisis deduktif-induktif dari studi literatur, peraturan-peraturan dan kajian
lapangan yang selanjutnya ditampilkan dalam tabel dan butir-butir
ketentuan dasar.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan tata urutan sebagai berikut:
1. Identifikasi lebar sempadan sungai berdasarkanstudi pustaka.
2. Identifikasi lebar sempadan sungai berdasarkanperaturan-peraturan
pemerintah Indonesia.
3. Survei lapangan dengan melakukan identifikasimorphologis tampang
melintang sungai,hidraulik muka air sungai dan karakteristikvegetasi pinggir
sungai.
4. Identifikasi tampang melintang sungai denganmelaukan pembuatan
sketsa tampang sungai.Dengan sketsa tersebut selanjutnyan dapatdipelajari
dan ditentukan dimana letak tepisungai dan lebar sempadan sungai.
5. Identifikasi jenis vegetasi, dipakai sebagai bahanpertimbangan apakah
lebar sempadan sungai yang ditetapkan memenuhi lebar yang diperlukan
bagi vegetasi pinggir sungai.
6. Kajian komprehensif lebar sempadan sungai danpenyajian lebar
sempadan sungai dalam bentuktabel.
STUDI PUSTAKA
A. Penentuan Lebar Garis Sempadan Sungai
Beberapa metode penetapan lebar sempadan sungai yang diperoleh dari
studi literatur adalah
sebagai berikut:
1. Lebar sempadan yang diperlukan untukperbaikan fungsi ekologi aquatik
dan terestrial,kualitas air, hidraulik dan morphologi sungai.
Hasil studi literatur mengenai sempadan sungaiberdasarkan fungsi ekologi,
kualitas air, hidraulikdan morphologi serta tujuan ditetapkannya
disajikandalam tabel 1, 2 dan 3 berikut ini.
Tabel 1. Lebar sempadan sungai untuk berbagai tujuan pada berbagai
publikasi
Lebar Sempadan (tidak termasuk bantaran keamanan) dengan tujuan
konservasi
Publikasi Lokasi
Perbaikan
kualitas air
Perbaikan
habitat
aquatik
Perbaikan
Habitat biota
terestrial
CRJC, 2000 Connecticut
river
30,48 m
(kemiringan ≤
15˚)
30,48 m 91,44 m
SCSRP,
2004
South
Carolina
(12,19 –
24,38) m
(tergantung
kemiringan)
- (30,48 -
91,44) m
Fischer &
Fischenich,
2000
- (5 – 30) m (3 – 10) m (30 – 500) m
Schueler,
1995
Urban
rivers
30,48 m
Resume (5 – 30) m (3 – 30,48)
m
(30 – 500) m
Sumber: Rancangan Naskah Akademis Lebar Sempadan Sungai,
Subdinas Pengairan Provinsi DIY, 2006, disempurnakan.
Tabel 2. Lebar sempadan sungai untuk berbagai
tujuan pada berbagai literatur
Lebar Sempadan Sungai terkait dengan
perlindungan kualitas air
Publikasi/autor
Lebar
Dasar
Keterangan
82 ft =
25 m
Menghilangkan 80% sedimen
150 ft =
45 m
Melindungi kualitas air dari sedimen dan
polusi
197 ft =
30 m
Menghilangkan suspended solid dan
nitrogin
Dasbonnet et al.
1994
279 ft =
80 m
Menghilangkan 80 % polutan
Wong &
McCuen, 1991
dalam
Divelbiss, 1994
150 ft =
45 m
Mengurangi angkutan sedimen 90%
Jacobs &
Gillram, 1985
15 m Menghilangkan nitrat dari air buangan
pertanian
Resume (15 – 80
) m
Meningkatkan kualitas air
Sumber: Rancangan Naskah Akademis Lebar Sempadan Sungai,
Subdinas Pengairan Provinsi DIY, 2006, disempurnakan.58 Kajian Lebar
Sempadan Sungai (Studi Kasus Sungai..................................... (Agus
Maryono)
Tabel 3. Lebar Sempadan Sungai terkait memberikan
ruang meandering dan perlindungan banjir
pada berbagai literatur.
Lebar sempadan sungai terkait pemberian ruang
untuk meandering dan perlindungan banjir
Publikasi/autor
Lebar Dasar Keterangan
Smardon &
Felleman, 1996
2 kali lebar
kanopi pohon
sisi sungai
Untuk memberikan ruang untuk
meandering
Verry, 1992
dalam Divelbiss,
1994
150 ft = 45 m Perlindungan banjir
Bertulli, 1981
dan Castelle et al
, 1994
(50-90) m Perlindungan banjir 100 tahunan
Lynch & Corbett,
1990
115 ft = 30 m Di daerah hutun dapat mengurangi
peningkatan fluktuasi maka air dan
suhu sungai karena penebangan
hutan.
Lewis,1998 120 ft = 36 m
(dua kali
diameter
kanopi pohon
= 2x 18 m =
36 m).
Menjaga stabilitas sistem aquatik
sungai di hutan, lebar sempadan
setara dengan dua kali lebar kanopi
pohon ( 2x18 m) di sempadan.
Resume (5 – 90) m Perlindungan gerakan meander dan
banjir
Sumber: Rancangan Naskah Akademis Lebar Sempadan Sungai,
Subdinas Pengairan Provinsi DIY, 2006, disempurnakan.
Kajian literatur pada tabel 1, 2 dan 3 tersebut
menunjukkan bahwa ketentuan lebar sempadan
sungai (dalam hal ini sungai kecil dan menengah
karena contoh-contoh sungainya adalah sungai kecil
dan menengah) dari berbagai sumber literatur masih
sangat bervariasi. Namun dari literatur-lieratur
tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat sempadan
sungai terhadap konservasi sungai (baik ekologi,
hidraulik dan morphologinya) sangat signifikan.
Lebar sempadan untuk konservasi perbaikan kualitas
air, dengan manfaat seperti ditunjukkan pada tabel 2,
adalah 5 m sampai 80 m, untuk konservasi habitat
aquatik 3 m sampai 30,48 m dan untuk konservasi
habitat terestrial adalah 30 m sampai 500 m.
Sedangkan untuk memberikan ruang meandering dan
perlindungan terhadap banjir diperlukan sempadan
sungai 5 m sampai 90 m. Dari literatur tersebut
dapat disimpulkan bahwa lebar sempadan sungai
yang memenuhi syarat untuk berbagai tujuan seperti
pada tabel 1, 2 dan 3 adalah antara 3 – 90 m. Khusus
untuk perlindungan vegetasi terestrial diperlukan
sempadan sungai dari 3 – 500 m.
2. Penetapan garis sempadan berdasarkan
morphologi melintang dan hidraulik banjir
sungai.
Lebar sempadan sungai menurut literatur pada
tabel 1, 2 dan 3 ditentukan secara langsung tanpa
membagi daerah sempadan sesuai dengan fungsi
bagian-bagianya. Sedang penetapan lebar sempadan
menurut Maryono (2005); didasarkan proses
perubahan fisik morphologi, hidraulik, ekologi dan
sosial/keamanan masyarakat. Sempadan sungai
selanjutnya dibagi menjadi bantaran banjir (flood
plain), bantaran longsor (sliding plain), bantaran
ekologi penyangga dan bantaran keamanan (Gambar
1).
Gambar 1. Korelasi kedalaman dan lebar sungai menurut
Maryono, 2005, dimodifikasi.
a. Bantaran banjir Lb ; adalah lebar antara titik batas
muka air normal sungai dengan titik batas pada
saat banjir (banjir yang paling sering terjadi).
Lebar bantaran banjir ditentukan dengan
memeriksa langsung potongan melintang sungai
di lapangan. Lebar bantaran banjir untuk masingmasing penggal sungai
dapat berbeda tergantung
morfologi melintang dan memanjang sungai.
Disamping itu terdapat juga sungai tanpa
bantaran banjir dan sungai dengan bantaran
banjir relatif sangat lebar dibandingkan dengan
tinggi tebing singai.
b. Bantaran longsor Ll
; ditentukan berdasarkan
sudut penyebaran beban (gambar 2), yaitu 45
(tg 45 = 1). Namun, untuk memberi keamanan
terhadap keruntuhan dengan angka aman 1,5 (arc
ctg 1,5 = 33,7 ), maka sudut aman tebing dapat
digunakan 33,7. Lebar bantaran longsor
minimal didapat satu setengah kali ketinggian
tebing dihitung dari kaki tebing (1,5 H).
Bantaran longsor ini sangat penting untuk
memberikan pengertian akan adanya daerah
potensi longsor di tebing sungai. Untuk sungai
tanpa tebing, bantaran longsornya tidak ada dan
tebing sungai termasuk dalam bantaran longsor.dinamika TEKNIK SIPIL,
Volume 9, Nomor 1, Januari 2009 : 56 - 66 59
Gambar 2. Penentuan bantaran longsor Ll
= 1,5 H , H
adalah tinggi tebing sungai
c. Bantaran ekologi penyangga Le
; adalah bantaran
ekologi yang terletak di luar bantaran longsor
yang fungsinya menjaga ekologi yang berada di
dalamnya yaitu ekologi di bantaran banjir dan
bantaran longsor. Besarnya bantaran ekologi
penyangga bervariasi tergantung jenis vegetasi
dan keanekaragaman hayati daerah tersebut.
Gambar 3. Labar bantaran ekologi penyangga, untuk
menjamin keberlangsungan organisme
aquatik dan memberi kesempatan dinamik
meandering pada sungai ( 1 H ≤ Le ≤ 2 H
atau 2 sampai 4 kali lebar kanopi pohon
pinggir sungai).
Berdasarkan pemeriksaan diameter kanopi
vegetasi besar pada sempadan sungai, maka lebar
bantaran ekologi penyangga untuk mempertahankan
fungsi aquatik sungai dan ditambah dengan lebar
sempadan guna memberi ruang untuk meandering,
dapat dipakai dua kali sampai 4 kali lebar diameter
kanopi vegetasi besar (Smardon & Felleman, 1996
dan Lewis, 1998 dalam Subdinas Pengairan DIY,
2006). Gambar 3 menjelaskan bahwa berdasarkan
analisis panjang akar vegetasi, diameter jangkauan
pajang akar kearah samping (Dr) sama dengan 1,5 –3
Dk atau Dr
= 2,25 Dk dimana Dk = diameter lebar
kanopi vegetasi yang bersangkutan (Morgan, 1995).
Selanjutnya panjang akar maksimum vertikal
kedalam tanah (Rv) sama dengan kedalaman garis
muka air tanah (H), karena akar tanaman selalu
diatas muka air tanah terendah yang berhubungan
dengan muka air sungai, maka Rv = H (Morgan,
1995). Pada kondisi dimana struktur tanahnya
homogen dengan tipe akar R-type, maka dapat
diasumsikan panjang pertumbuhan akar vertikal
kebawah minimal sama dengan diameter
pertumbuhan akar ke samping ( Rv= Dr
atau Dr= H).
Maka lebar diameter dari dua sampai empat kanopi
vegetasi (2 Dk sampai 4 Dk) dapat didekati dengan
lebar satu sampai dua kali kedalaman tebing sungai (
H sampai 2 H), dengan 4 Dk = (4/2,25) x H => 2 H
(periksa Gambar 3). Karena jenis vegetasi dan
struktur tanah pinggir sungai bervareasi, maka
pendekatan ini harus disesuaikan dengan kondisi riil
di lapangan dengan cara mengukur lebar kanopi
pohon besar yang ada. Lebar bantaran ekologi
diambil selebar dua sampai empat kali lebar kanopi
pohon besar diukur dari titik akhir bentaran longsor
(periksa Gambar 3).
d. Bantaran keamanan Lk ; adalah lebar areal
yang berfungsi sebagai ruang keamanan sungai
kaitannya dengan desakan masyarakat sosial.
Sehingga lebar bantaran keamanan ini sangat
dipengaruhi oleh situsi sosial pada penggal yang
ditinjau. Lebar bantaran keamanan ditentukan oleh
masyarakat dan pemerintah sendiri. Sampai saat
tulisan ini diturunkan belum ada penelitian tentang
bantaran keamanan. Sebagai acuan kasar dapat
dipakai lebar bantaran keamanan satu setengah
kedalaman tebing sungai (1,5 H). Dengan asumsi
bahwa jika terjadi erosi tebing sungai sampai
mencapai batas luar bantaran ekologi, maka masih
terdapat bantaran keamanan yang lebarnya sama
dengan bantaran longsor Ll
= 1,5 H (lihat analisis
bantaran longsor).
Tabel 4. Kriteria penetapan lebar sempadan sungai menurut Permen PU
63/1993
Di luar kawasa perkotaan Di dalam kawasan perkotaan
No Tipe sungai
Tipikal potongan
melintang sungai
Kriteria Lebar minimal Kriteria Lebar minimal
Pasal
1.
Sungai bertanggul (diukur
dari kaki tanggul sebelah
luar)
- 5 m 3 m Pasal 6
Sungai besar (luas
DPS < 500 KM2
)
100 m Kedalaman > 20 m 30 m Pasal 7 & 8
Kedalaman 3m sd.
20 m
2. 15 m Pasal 7 & 8
Sungai tak bertanggul
(diukur dari tepi sungai)
Sungai kecil (luas
DPS < 500 km
2
)
50 m Kedalaman sd. 3 m 10 m Pasal 7 & 8
5.
Sungai yang terpengaruh
pasang surut air laut (dari
tepi sungai)
- 100 m - 100 m Pasal 10
H
R H
v
V
D
r
Ll = 1,5 H
45°
33,7°
4Dk
Dk Dk
33,7°
1 H ≤ Le ≤ 2 H Ll
= 1,5 H60 Kajian Lebar Sempadan Sungai (Studi Kasus
Sungai..................................... (Agus Maryono)
3. Lebar sempadan sungai menurut Permen PU
63/1993:
Penentuan lebar sempadan didasarkan pada
lokasi di luar kawasan perkotaan, di dalam kawasan
perkotaan, sungai besar, sungai kecil, kedalaman
sungai, sungai bertanggul dan tidak bertanggul, dan
sungai yang terpengaruh pasang surut. Pembagian
lebar sempadan sungai berdasarkan geometri
tampang melintang sungai yang dijabarkan dalam
bentuk tabel merupakan pembagian sempadan sungai
yang relatif mudah dipahami dibanding dari berbagai
sumber literatur yang lain. Sampai sejauh ini belum
dapat ditemukan kajian akademis penetapan Permen
PU 63/1993 ini. Peraturan tersebut disajikan dalam
Tabel 4 sebagai berikut.
B. Penentuan Lebar Sempadan Sungai Menurut
Luas Daerah Aliran Sungai
Untuk menentukan lebar sempadan sungai, juga
diperluan penetapan definisi tentang sungai besar,
menengah dan kecil. Heinrich & Hergt (1999)
mengklasifikasikan sungai bersarkan luas DAS
menjadi sungai besar, menengah dan kali/sungai
kecil, seperti dalam tabel 5.
Menurut Permen PU 63/1993, sungai dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu sungai besar dan
sungai kecil. Disebut sungai besar jika mempunyai
luas DAS lebih dari 500 km
2
(luas DAS 500 km
2
)
dan sungai kecil dengan luas DAS kurang dari 500
km
2
(luas DAS < 500 km
2
). Masih banyak peneliti
lain yang mengklasifikasikan besar-kecilnya sungai
berdasarkan lebar sungai, debit dan kecepatan arus.
Dalam penelitian ini akan dipakai kombinasi antara
kriteria luas DAS dari Heinrich & Hergt (1999) baik
untuk sungai kecil, sedang dan besar.
Tabel 5. Klasifikasi sungai besar, menengah dan
kecil berdasar luas DAS
Nama Luas DAS Lebar Sungai
Kali kecil dari mata
air
0-2 km
2
0-1 m
Kali kecil 2-50 km
2
1-3 m
Sungai sedang 50-300 km
2
3-10 m
Sungai besar > 300 km
2
> 10 m
Sumber : Heinrich & Hergt, 1999.
C. Penentuan Sempadan Sungai yang
Terpengaruh Pasang Surut
Ketentuan lebar sempadan sungai pada sungaisungai yang terpengaruh
pasang-surut dapat
ditemukan pada Permen PU 63/1993. Lebar
sempadan sungai untuk sungai-sungai yang
terpengaruh pasang surut selebar 100 m dihitung dari
tepi sungai dan berlaku baik untuk kawasan
perkotaan maupun di luar kawasan perkotaan. Untuk
kawasan semi perkotaan tidak diatur dalam Permen
PU. Pada penelitian ini pengaruh pasang surut sungai
tidak diteliti. Perlu juga dimasukkan faktor kejadian
Tsunami, sehingga sempadan sungai di daerah muara
menjadi jauh lebih lebar dari ketentuan yang
ditetapkan pada Permen PU 63/1993.
D. Penentuan Tepi Sungai sebagai Titik Acuan
Garis Sempadan
Kajian literatur mengenahi tepi sungai masih
sangat terbatas. Menurut Permen PU 63/1993, tepi
sungai ditetapkan pada titik tertinggi tebing sungai
yang berbatasan dengan teras sungai. Tepi sungai
berada di luar bantaran banjir dan masih berada pada
bantaran longsor. Lebar sempadan sungai dihitung
dari tepi sungai ke arah luar. Tepi sungai pada sungai
dengan tepi yang tidak jelas seperti sungai-sungai
dengan tebing landai di daerah pantai, menurut
Permen tersebut tepi sungai ditetapkan berdasarkan
kondisi erosi yang ada dan hitungan banjir rencana.
Tepi sungai menurut Maryono (2005) ditetapkan
berdasarkan survei tampang melintang sungai. Tepi
sungai dapat ditentukan di lapangan berdasarkan alur
morphologi sungai dan berdasarkan analisis tampang
geometri sungai saat dilakukan pemeriksaan. Tepi
sungai dapat ditetapkan pada titik awal bantaran
banjir, yaitu garis batas air dengan tebing sungai
pada saat muka air normal atau ditetapkan pada titik
atas tebing sungai. Dalam menghitung lebar
sempadan perlu melihat dimana tepi sungai yang
ditetapkan.
Tepi sungai untuk daerah yang terpengaruh
pasang surut dan Tsunami sampai sekarang belum
ditemukan literatur dan peraturan yang baku. Hal ini
perlu dilakukan penelitian secara khusus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Daerah Sempadan Sungai
Berdasar Kajian Morphologi Tampang
Melintang Sungai
Guna mengetahui komponen morphologi,
hidraulik dan ekologi sepanjang sempadan sungai,
maka dilakukan survei lapangan di berbagai alur
sungai; alur sungai besar, sungai menengah/sungai
kecil, bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir.
Hasil survei kondisi riil sempadan sungai disajikan
dalam tabel 6. Data kondisi sempadan sungai hasil
survei ini selanjutnya digunakan untuk mempelajari
karakteristik bantaran banjir, bantaran longsor dan
bantaran ekologi penyangga. Dalam penelitian ini
hanya dilakukan pemeriksaan kualititif, tidak
dilakukan pengukuran secara detail lebar bantaranbantaran
tersebut.dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 1, Januari 2009 : 56 - 66
61
Tabel 6. Segmen Sempadan Sungai
No Sungai Segmen Nama Lokasi Foto Lokasi
Hulu Jembatan
Ngapak,
Desa Kembang,
Kecamatan
Nanggulan,Kab
.Kulonprogo
Kawasan luar
perkotaan.
Tengah Jembatan
Bantar,
Desa Sentolo,
Kecamatan
Sentolo, Kab.
Kulonprogo.
Kawasan luar
perkotaan.
1 Progo
(sungai
besar)
Hilir Jembatan
Srandakan,
Desa Brosot,
Kecamatan
Galur, Kab.
Kulonprogo.
Kawasan luar
perkotaan
Hulu Randusari,
Kecamatan
Prambanan,
Kab. Sleman.
Kawasan luar
perkotaan.
Tengah Dusun
Sepetmadu,
Desa
Tamanmartani,
Kecamatan
Kalasan, Kab.
Sleman.
Kawasan luar
perkotaan
2 Opak
(sungai
menen
gah)
Hilir Desa
Wukirsari,
Kecamatan
Imogiri, Kab.
Bantul.
Kawasan luar
perkotaan.
3 Oyo
(sungai
menen
gah)
Hulu Desa Bunder,
Kecamatan
Patuk, Kab.
Gunung Kidul.
Kawasan luar
perkotaan.
Tengah Jembatan Siluk
Desa
Selopamioro,
Kecamatan
Imogiri, Kab.
Bantul.
Kawasan luar
perkotaan.
Hilir Tempuran
Sungai Opak
dan Sungai
Oyo
Sebelah barat
Desa
Srihardono,
Kecamatan
Pundong, Kab.
Bantul.
4 Code
(sungai
menen
gah –
kecil)
Tengah Kota
Yogyakakarta.
Kawasan
perkotaan.
5 Winon
go
(sungai
menen
gahkecil)
Hulu
kota
Kota
Yogyakarta.
Kawasan suburban.
Hulu
kota
Jetis, Kab.
Sleman, DIY
Kawasan luar
perkotaan
6 Gadjah
Wong
(sungai
menen
gahkecil)
Hulu
kota
UIN (IAIN),
Kab. Sleman
DIY. Kawasan
perkotaan
Sumber : Hasil penelitian, 2006
Untuk menganalisis bentang melintang
morphologi bantaran sungai dipilih cara membagi
sempadan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil,
sehingga akan memudahkan dalam menganalisis
lebar sempadan yang dibutuhkan pada setiap
tampang melintang suatu sungai. Sedang lebar
sempadan yang didasarkan pada konservasi kualitas
air, gerakan meander, menanggulangi banjir dll.,
seperti dalam literatur pada table 1,2 dan 3
digunakan sebagai ketentuan pengontrol. Dalam
menentukan tepi sungai dilakukan berdasarkan cara
penentuan tepi sungai menurut Permen PU 63/1993,
karena cara ini lebih mudah dilakukan di lapangan.
Berikut ini disajikan hasil kajian sempadan dan
tepi sungai berdasarkan tampang melintang sungai di
berbagai lokasi penelitian dengan tipe-tipe sempadan
sungainya yang berbeda antara satu dengan lainnya
seperti juga disajikan pada tabel 6.
1. Sungai yang langsung bersinggungan dengan
tebing vertikal (kemiringan tebing 45) dan
tidak terdapat bantaran banjir, maka sempadan
sungai dibagi menjadi tiga daerah yaitu bantaran
longsor, bantaran ekologi penyangga dan bantaran
keamanan.62 Kajian Lebar Sempadan Sungai (Studi Kasus
Sungai..................................... (Agus Maryono)
2. Jika salah satu sisi berbatasan dengan tebing
berkemiringan 45 dan sisi yang lain
berbatasan dengan tebing berkemiringan 45,
maka pada sisi dengan tebing berkemiringan
45 perlu ada bantaran longsor yang diikuti
dengan bantaran ekologi penyangga dan bantaran
keamanan. Sedangkan pada sisi yang lain,
bantaran dibagi menjadi tiga daerah yaitu
bantaran banjir, bantaran ekologi penyangga dan
bantaran keamanan.
Gambar 5. Potongan melintang sungai dengan tebing landai sampai curam di
kedua sisi.
3. Sungai yang memiliki bantaran banjir pada satu
sisi dan tebing yang curam (kemiringan 33,7)
pada sisi yang lain, maka pada sisi dengan
tebing curam bantaran dibagi menjadi tiga
daerah yaitu bantaran longsor, bantaran ekologi
penyangga dan bantaran keamanan. Pada sisi
yang lain daerah sempadan mencakup bantaran
banjir, bantaran ekologi penyangga dan bantaran
keamanan.
Gambar 4. Potongan melintang sungai dengan tebing relatif vertikal pada
kedua sisidinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 1, Januari 2009 : 56 - 66
63
Gambar 6. Potongan melintang sungai dengan tebing curam (kemiringan
33,7) pada satu sisi
dan landai pada sisi lain dengan bantaran banjir.
4. Sungai yang memiliki bantaran banjir sebagai
akibat dari penurunan lahan di tepi sungai, dan
tebing sisi luar bantaran banjir. Pembagian
daerah sempadan terdiri dari empat daerah, yaitu
bantaran banjir, bantaran longsor, bantaran
ekologi penyangga dan bantaran keamanan.
Gambar 7. Sungai dengan bantaran banjir dan tebing longsor pada kedua
sisinya.
5. Sungai yang memiliki tebing dengan
kemiringan 33,7 pada kedua sisi, maka
daerah sempadan ditentukan menjadi tiga
wilayah yaitu, bantaran banjir, bantaran ekologi
penyangga dan bantaran keamanan.
Gambar 8. Sungai dengan kemiringan 33,7 pada kedua sisi.64 Kajian
Lebar Sempadan Sungai (Studi Kasus Sungai..................................... (Agus
Maryono)
Dari hasil analisis tampang melintang sungai,
maka dapat disimpulkan bahwa pembagian daerah
sempadan menurut Maryono (2005) dapat diterapkan
pada bergai kondisi morphologi melintang sungai.
Sedang penentuan tepi sungai, dapat dilakukan
langsung di lapangan menggunakan cara dari Permen
PU 63/1993. Perbandingan lebar sempadan sungai
berdasarkan permen PU 63/1993 dengan Maryono
(2005) dapat disajian dalam tabel berikut ini.
Tabel 7. Perbandingan lebar sempadan menurut
Permen PU 63/1993 dan Maryono, 2005.
Kriteria Kedalaman
Sungai (H)
Lebar Sempadan dan
Bantaran Sungai
Perbandingan lebar
sempadan menurut
Permen PU 63/1993
dan Maryono, 2005
H 3 m L ≥ 3 H
3 m < H < 20 m 1 H L 7 H
H > 20 m L 7 H
3 H < Ltotal < 7 H
diukur dari tepi
sungai,
(Permen PU
63/1993)
Bantaran banjir Lb = tergantung
morphologi sungai
Bantaran longsor 1,5 H < Ll (didasarkan
pada sudut penyebaran
beban dengan angka
aman 1,5)
Bantaran ekologi 1 H ≤ Le ≤ 2 H
(atau dipakai dua sampai
empat kali diameter
kanopi pohon besar yang
ada)
Bantaran keamanan 1,5 H < Lk
(berdasarkan analisis
bantaran longsor atau
ditentukan oleh
masyarakat)
4 H Ltotal 6 H
ditambah Lb , diukur
dari tepi sungai
pada tinggi muka air
tata-rata diluar
bantaran banjir,
diferifikasi dengan
kondisi lapangan
(studi pustaka Tabel
1,2, 3 dan 6 serta
Gambar 4-8)
Sumber : Hasil analisis data penelitian dan literatur
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa
ketentuan lebar sempadan sungai menurut Permen
PU 63/1993 (3 H < Lebar sempadan sungai < 7H)
relatif bersesuaian dengan lebar sempadan sungai
menurut Maryono ( 4 H < Lebar sempadan sungai <
6 H).
Kriteria lebar sempadan berdasarkan wilayah
perkotaan dan luar perkotaan seperti pada Permen
PU 63/1993, dalam penelitian ini dapat dikebangkan
menjadi daerah urban (perkotaan), sub-urban (periurban) dan rural
(pedesaan). Hal ini karena terdapat
perbedaan yang segnifikan antara ketiga daerah
tersebut seperti ditunjukkan pada tabel 6. Berdasar
pengamatan sempadan sungai di lapangan secara
langsung, diperoleh hasil kualitatif bahwa tingkat
kepadatan dan penetrasi ke sempadan sungai di
daerah peri urban lebih rendah dari daerah perkotaan
dan lebih tinggi dibanding daerah pedesaan. Maka
lebar sempadan daerah peri-urban sebagai
pendekatan awal dapat didekati dengan interpolasi
antara lebar sempadan daerah urban dan daerah
pedesaan.
B. Penentuan Kategori Sungai
Untuk pemakaian di DIY, dimana terdapat
sungai besar misal Progo dan Oya; sungai menengah
misalnya sungai Opak, Code, Winongo; dan sungai
kecil misalnya sungai Kuning dan Widuri, maka
klasifikasi sungai direkomendasikan menggunakan
klasifikasi sungai menurut Heinrich & Hergt (1999);
dimana sungai besar dengan luas DAS 300 km
2
,
sungai sedang dengan luas DAS antara 50 km
2
sampai dengan 300 km
2
(50 < luas DAS 300 km
2
),
dan sungai kecil dengan luas DAS < 50 km
2
.
Ketentuan tersebut sesuia dengan kondisi di Daerah
Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Sedang untuk
daerah lainnya seperti di Kalimantan dan Irian Jaya
perlu penelitian lebih lanjut.
C. Penentuan Tepi Sungai
Titik acuan sempadan sungai menurut permen
PU 63/1993 adalah tepi sungai, ditentukan melalui
kajian terhadap morfologi tampang melintang sungai,
khususnya untuk sungai yang masih alami (tidak
bertalud). Sedangkan untuk sungai bertalud, titik
acuan tepi sungai belum terdapat literatur pendukung
maupun peraturan yang berlaku. Oleh karena itu titik
acuan ditentukan berdasarkan pendekatan historis
tebing sungai sebelum dibangun talud. Hasil survey
lapangan yang disajikan pada tabel 6 selanjutnya
digambarkan potongan melintang sungainya. Tepi
sungai dapat ditentukan berdasarkan studi kualitatif
geometri tampang melintang sungai tersebut.
1. Sungai dengan tampang berbentuk “V” tanpa
bantaran banjir. Tepi sungai adalah titik
perubahan dari bidang tebing ke teras.
Gambar 9. Tipikal tepi sungai berbentuk tampang-V
2. Sungai dengan tampang-V dengan tebing curam
dan dengan sedikit atau tanpa bantaran banjir.
Tepi sungai adalah pada titik sudut perubahan
tebung ke teras sungai seperti gambar berikut
ini:
Gambar 10. Tipikal tepi sungai pada tampang sungai yang
memiliki sedikit bantaran banjirdinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 1,
Januari 2009 : 56 - 66 65
3. Sungai yang memiliki bantaran banjir pada satu
sisi dan tebing yang curam pada sisi yang lain,
tepi sungai ditentukan pada sudut bagian atas
tebing. Sedang tepi sungai lainnya adalah pada
berbatasan bantaran banjir.
Gambar 11. Tipikal tepi sungai pada tampang sungai
berbatasan langsung dengan tebing curam
pada satu sisi dan terdapat bantaran banjir di
sisi yang lain
4. Sungai yang memiliki bantaran banjir sebagai
akibat dari penurunan lahan di tepi sungai, dan
membentuk bantaran banjir dengan elevasi yang
lebih rendah, maka tepi sungai adalah titik
bagian atas tebing diluar bantaran banjir.
Gambar 12. Tepi sungai pada bagian atas tebing diluar
bantaran banjir
D. Hasil Kajian Lebar Sempadan Sungai
Berdasarkan kajian literatur, Permen PU, survei
lapangan dan metode interpolasi, lebar sempadan
sungai (Ls) disajikan pada tabel 8. Untuk
mendapatkan besaran lebar sempadan sungai untuk
kawasan peri urban dilakukan interpolasi linier
antara besaran sempadan sungai di kawasan
pedesaan dan perkotaan. Demikian juga lebar
sempadan pada sungai sedang merupakan interpolasi
linier lebar sempadan sungai besar dan sungai kecil.
Tabel 8. Hasil kajian lebar sempadan sungai
Kawasan Perdesaan
Kawasan
Peri Urban
(interpolasi antara
kawasan pedesaan
dan perkotaan
Kawasan Perkotaan
Lebar Sempadan
Sungai (Ls)
Kriteria Ls Kriteria Ls Kriteria Ls
Sungai
Bertanggul
(mengacu
Permen PU
63/1993)
Dari kaki tanggul
luar
5 m
Dari kaki
tanggul
luar
4 m Dari kaki tanggul luar 3 m
Lebar (L) Sungai mengacu
literatur pada tabel. 5
Kedalaman (H) Sungai,
mengacu Tabel 2,3,4, 5 dan
modifikasi Permen PU
63/1993
Kriteria Identik dengan
Permen PU 63/1993
Kriteria Identik
dengan Permen PU
63/1993 Kriteria
lebar
sungai (L)
Lebar
sempadan (Ls)
Kriteria
tinggi
tebing (H)
Lebar
sempadan (Ls)
Sungai besar,
DAS > 300 km2
100 m
DAS > 300
km2
75 m L >15 m 50 m H > 15 m
50 m
(3 H < Ls <7,5
H)
Sungai sedang, 50
< DAS < 300
km2 (interpolasi)
75 m
50 < DAS
< 300 km2
50 m
3 m L
15 m
25 m
3 m H
15 m
25 m (3 H
<Ls< 7,5 H)
Sungai didak
bertanggul
(identik Permen
PU 63/1993 dan
mengacu litertur
pada tabel 6,7
dan 8. Interpolasi
untuk luasan
DAS menengah
dan kawasan peri
urban)
Sungai kecil,
DAS < 50 km2
50 m
DAS < 50
km2
30 m L 3 m 10 m H 3 m
10 m (3 H <
Ls< 7,5 H)
Tepi sungai Tepi sungai dapat ditetapkan bersama masyarakat dengan
ketentuan sesuai dengan Gambar 9, 10, 11, 12.
Sungai
terpengaruh
pasang surut dan
tsunami
Belum dapat direkomendasikan, perlu penelitian khusus sempadan sungai
pada daerah terpengaruh pasang surut dan
tsunami66 Kajian Lebar Sempadan Sungai (Studi Kasus
Sungai..................................... (Agus Maryono)
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil-hasil tersebut, dapat ditarik
kesimpulan dan saran sebagai berikut ini :
1. Hasil kajian lebar sempadan sungai dapat
disajikan seperti pada Tabel 8. Penyajian lebar
sempadan dengan tabel dapat lebih memudahkan
dalam implementasi di lapangan.
2. Ketentuan tepi sungai dapat ditentukan langsung
di lapangan dengan kriteria seperti dijelaskan
pada Gambar 9, 10, 11,12.
3. Pembagian lebar sempadan sungai menjadi
bagian-perbagian dapat memberikan gambaran
situasi dan fungsi masing-masing bagian dengan
jelas (Gambar 4, 5, 6, 7 dan 8).
4. Lebar sempadan sungai pada daerah yang
terpengaruh pasang-surut dan Tsunami serta
lebar keamanan tidak bisa ditetapkan dengan
penelitian ini, diperlukan penelitian lanjutan
khusus untuk masalah ini.
5. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan penelitian
kualitatif lapangan guna memperbaiki hasil
sebelumnya.
6. Penelitian ini dapat diperluas untuk sungaisungai di luar DIY dengan
pengembangan
metode dan diarahkan kepada penelitian
kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Heinrich & Hergt, 1999, Atlas Oekologie, Deutsche
Verlag, Muenchen, Jerman.
Maryono, A, 2005, Menangani Banjir, Kekeringan
dan Lingkungan, Gama Press, 2005.
Morgan R. P.C, 1995, Slope Stabilization and
Erosion Control: A Bioengineering Approach, E
& FN SPON, London
Permen PU, No. 63, 1993, Peraturan Menteri PU
No. 63, tahun 1993. Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Subdin Pengairan, DIY, 2006, Rancangan Naskah
Akademik, Peraturan Sempadan Sungai, 2006.
Dinas Pekerjaan Umum, DIY, Yogyakarta.
Garis Sempadan Sungai
December 22, 2010 by admin
Filed under Aturan dan Perijinan
Leave a comment
Beberapa waktu lalu saya pernah menulis artikel Rumah Cantik di Tepi
Sungai mengenai pentingnya kita mengetahui Garis Sempadan Sungai,
yaitu jarak minimal bangunan dengan sungai.
Pada artikel kali ini saya akan bahas ketentuan-ketentuan dari dinasterkait
mengenai ijin mendirikan rumah di tepi sungai.
Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, ketentuan jarak
bangunan dari sungai ditentukan oleh kedalaman sungai tersebut.
Gambarannya sebagai berikut:
Kedalam Sungai Garis Sempadan Sungai
0 – 3 meter 10 meter
3 – 10 meter 15 meter
10 – 20 meter 30 meter
dst Silakan cek ke dinas setempat
Garis Sempadan Sungai dihitung mulai dari tepi atau bibir sungai, bukan
dari as atau tengah sungai. Tepi atau bibir sungai bentuknya bervariasi.
Apabila lerengnya terjal atau curam akan mudah menentukan tepi
sungainya, tetapi kalau tingkat kelerengannya cukup landai agak sulit
menentukan posisi tepi sungainya.
Di bawah ini gambaran penampang sungai dan Garis Sempadan
Sungai:
Contoh syarat-syarat rekomendasi sempadan sungai di DI. Yogyakarta