senin, 7 maret 2011 | media indonesia mengubah … filebergabung dengan orang-orang yang sudah lebih...

1
Mengubah Perambah Menjadi Penanam Angkernya belantara ‘Pulau Penjara’ tidak menyurutkan nyali penjarah untuk menebang batang besar. Saat hutan lenyap, sebuah kelompok merangkul mereka untuk menanam. 9 N USANTARA SENIN, 7 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA LILIEK DHARMAWAN J IKA memandang Pulau Nusakambangan di lepas pantai Cilacap, Jawa Te- ngah, dari Laguna Segara Anakan, pulau itu terlihat hijau. Pepohonan tampak rimbun. Sayang, panorama berubah begitu Anda memutari laguna dan menyisir dari daerah Pla- wangan Barat, tempat Sungai Citanduy bermuara ke Sa- mudra Hindia. Situasi kontras sekali. Yang tampak di belahan barat dan selatan Pulau Nusakambangan justru dataran gundul yang tak menyisakan satu pun pohon be- sar. Kawasan itu disebut Selok Jero, Indralaya, Nusakambang- an Barat. Berlokasi tidak jauh dari kompleks LP Permisan, Nu- sakambangan, untuk sampai di tempat terpencil ini perlu wak- tu 3 jam menumpang perahu compreng dari Cilacap. Dari Majingklak, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, jaraknya relatif lebih dekat lagi. Hanya makan waktu 1 jam berperahu. Beberapa dekade lalu, ka- wasan ini masih diselimuti be- lantara yang menaungi aneka ora khas Pulau Nusakambang- an, antara lain wonokeling dan lalar, jenis pohon besar yang membuat ‘Pulau Penjara’ itu tampak angker. Toh, angkernya rimba tidak menyurutkan nyali penjarah yang datang ke kawasan un- tuk menebang batang besar. Dengan perahu-perahu kecil, mereka membawa kayu terse- but ke wilayah Cilacap bagian barat atau langsung ke Ciamis. Selama bertahun-tahun aksi penjarahan itu terjadi hingga akhirnya pohon besar tak ber- sisa. Atman, 62, mantan penjarah yang kini tinggal di wilayah Selok Jero, mengungkapkan bahwa aksi penjarahan dan perambahan hutan serta ladang berpindah menjadi pengalaman hidup yang tidak terlupakan. Dua puluh tahun lalu, dia datang ke kawasan itu de- ngan alasan sederhana, yakni merambah hutan untuk mem- bukanya menjadi ladang dan lahan sawah. Sebab di daerah asalnya, yakni Rawa Apu, Kecamatan Patimuan, Kabu- paten Cilacap, ia tidak memi- liki pekerjaan tetap. Terbujuk oleh rayuan kawan, lelaki itu berangkat ke Pulau Nusakam- bangan. Perambahan hutan “Kalau dikejar-kejar sama petugas, itu sudah biasa. Sama sekali belum pernah tertang- kap,” ujar Atman. Ucapannya diamini juga oleh Taryat Su- tarna, 41, yang kini menjadi penduduk di Ujung Gagak, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap. Kalau Taryat datang dari Ciamis sekitar 1990-an untuk bergabung dengan orang-orang yang sudah lebih dulu berada di kawasan Selok Jero. “Kami membuka lahan hutan untuk dijadikan sawah. Setelah panen, kami bergerak lagi ke wilayah lainnya di Nusakambangan dan merambah hutan lagi. Begitu terus selama bertahun- tahun,” katanya. Bagi Atman dan Taryat, pe- rambahan hutan adalah sum- ber periuk nasi mereka. Begitu hutan sudah mulai gundul, mereka mulai kesulitan, teru- tama untuk mencari air di kawasan itu. Sumber-sumber air menjadi minim, khususnya yang digunakan untuk warga Kecamatan Kampung Laut. Seorang tokoh lingkungan di Kecamatan Kampung Laut, Wahyono, mengatakan bahwa kawasan yang gundul di Nu- sakambangan bagian barat mengancam persediaan air, khususnya di dua sumber mata air, yakni Jongor Asu dan Karang Braja. Dua mata air tersebut meru- pakan sumber air utama untuk Klaces dan Ujung Gagak. “Setiap hari, warga dari kedua desa mengambil air untuk mencukupi kebutuhan mereka dari mata air ini,” kata Wah yono yang juga Ketua Kelompok Krida Wana Lestari Kampung Laut tersebut. Hutan gundul di daerah Nusakambangan Barat adalah sebuah fakta. Pun sekarang sudah ada 300-an warga yang dulunya menjadi perambah hutan dan kini bermukim di wilayah Selok Jero. Mereka merasa tidak mempunyai pi- lihan lagi selain menetap di tempat itu. “Kami masih ingin di sini karena tidak memiliki tempat lain. Saya sudah berjanji tidak lagi merambah,” kata Sa- kimin, warga lain. Kalau dulunya dikejar-kejar, saat sekarang sudah tidak lagi. Petugas dari LP Permisan telah mendata seluruh warga di ka- wasan itu dan penduduk yang ada kemudian diizinkan ting- gal, tetapi tidak boleh menjarah hutan dan bersedia mengikuti program konservasi. Koordinator pendamping masyarakat dari LP Permi- san, Sutrisno Ali Syahrudin, mengatakan bahwa wilayah Nusakambangan Barat yang gundul mencapai 900-an hek- tare sehingga memang harus ada gerakan penghutanan kem- bali. Gayung bersambut, tekad warga untuk ikut serta meles- tarikan lingkungan di kawasan Nusakambangan Barat menda- pat bantuan dari Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) yang dikomandani Romo Carolus. Romo Carolus Burrow bagi orang Kampung Laut khusus- nya, bukan warga asing. Dialah orang pertama yang mendam- pingi warga Kampung Laut sejak tahun 1980-an. Saat ini, Romo Carolus juga mulai mendampingi warga di Selok Jero dan dia memberikan bantuan berupa pohon untuk penghijauan. Banyak jenisnya, antara lain, pohon mangrove, pohon keras seperti wonoke- ling, dan kakao. “Kami meminta warga di sini untuk turut andil dalam kon- servasi khususnya di wilayah Selok Jero. Harapan kami, Nusakambangan bagian barat bisa hijau seperti dulu. Karena dampaknya akan dirasakan oleh seluruh penduduk Kam- pung Laut, terutama ketersedi- aan air,” kata Romo Carolus. Izin tinggal Pemegang otoritas Pulau Nu- sakambangan, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) Jateng cukup ber- hati-hati menyikapi adanya warga yang masih ada di pulau penjara tersebut. Kepala Kanwil Kemenkum dan HAM Jateng Chaeruddin Idrus mengatakan, untuk se- mentara, pihaknya dan warga memiliki tanggung jawab ber- sama, yakni menghijaukan Pulau Nusakambangan bagian barat yang gundul. Dengan konservasi lingkungan yang terencana, akan dapat disela- matkan mata air di Pulau Nu- sakambangan yang merupakan sumber utama air warga di Kampung Laut. Ia masih mengizinkan warga yang telah telanjur tinggal di kawasan Nusakambangan tersebut. Hanya saja, katanya, pihaknya bakal tegas kalau ada pendatang lain yang masuk ke Nusakambangan. “Kami tidak segan-segan untuk menindaknya. Jadi, yang boleh tinggal adalah penduduk yang sudah berdiam di sini. Oleh karena itu, kami juga minta warga juga ikut serta untuk mencegah orang masuk ke sini,” ujarnya. Sebab sesuai aturan, Pulau Nusakambangan merupakan ‘Pulau Penjara’ dan bukan untuk ditempati oleh penduduk. Meskipun begitu, gerakan konservasi yang mengikutser- takan mantan perambah hutan telah dimulai dari Nusakam- bangan. (N-3) [email protected] AMBIL AIR: Seorang warga Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah, dengan perahu compreng mengambil air dari mata air yang berada di Pulau Nusakambangan. Mata air di pulau penjara itu terancam habis akibat hutan yang gundul. MI/LILIEK DHARMAWAN GUNDUL: Seorang anak melintas di kawasan Selok Jero, Indralaya, Nusakambangan Barat, yang kini telah gundul karena hutan di wilayah itu habis ditebang dan dijadikan lahan pertanian. Kawasan setempat akan dihijaukan kembali dengan melibatkan para mantan perambah hutan. MI/LILIEK DHARMAWAN

Upload: lamminh

Post on 29-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SENIN, 7 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA Mengubah … filebergabung dengan orang-orang yang sudah lebih dulu berada di kawasan Selok Jero. “Kami membuka lahan hutan untuk dijadikan

Mengubah Perambah Menjadi Penanam Angkernya belantara ‘Pulau Penjara’ tidak menyurutkan nyali penjarah untuk menebang batang besar.

Saat hutan lenyap, sebuah kelompok merangkul mereka untuk menanam.

9NUSANTARASENIN, 7 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA

LILIEK DHARMAWAN

JIKA memandang Pulau Nusakambangan di lepas pantai Cilacap, Jawa Te-ngah, dari Laguna Segara

Anakan, pulau itu terlihat hijau. Pepohonan tampak rimbun.

Sayang, panorama berubah begitu Anda memutari laguna dan menyisir dari daerah Pla-wangan Barat, tempat Sungai Citanduy bermuara ke Sa-mudra Hindia.

Situasi kontras sekali. Yang tampak di belahan barat dan selatan Pulau Nusakambang an justru dataran gundul yang tak menyisakan satu pun pohon be-sar. Kawasan itu disebut Selok Jero, Indralaya, Nusakambang-an Barat.

Berlokasi tidak jauh dari kompleks LP Permisan, Nu-sakambangan, untuk sampai di tempat terpencil ini perlu wak-tu 3 jam menumpang pe rahu compreng dari Cilacap. Dari Majingklak, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, jaraknya relatif lebih dekat lagi. Hanya makan waktu 1 jam berperahu.

Beberapa dekade lalu, ka-wasan ini masih diselimuti be-lantara yang menaungi aneka fl ora khas Pulau Nusakambang-an, antara lain wonokeling dan lalar, jenis pohon besar yang membuat ‘Pulau Penjara’ itu tampak angker.

Toh, angkernya rimba tidak menyurutkan nyali penjarah yang datang ke kawasan un-tuk menebang batang besar. Dengan perahu-perahu kecil, mereka membawa kayu terse-but ke wilayah Cilacap bagian barat atau langsung ke Ciamis. Selama bertahun-tahun aksi penjarahan itu terjadi hingga akhirnya pohon besar tak ber-sisa.

Atman, 62, mantan penjarah yang kini tinggal di wilayah Selok Jero, mengungkapkan bahwa aksi penjarahan dan perambahan hutan serta ladang berpindah menjadi pengalaman hidup yang tidak terlupakan.

Dua puluh tahun lalu, dia datang ke kawasan itu de-ngan alasan sederhana, yakni

merambah hutan untuk mem-bukanya menjadi ladang dan lahan sawah. Sebab di daerah asalnya, yakni Rawa Apu, Kecamatan Patimuan, Kabu-paten Cilacap, ia tidak memi-liki pekerjaan tetap. Terbujuk oleh rayuan kawan, lelaki itu berangkat ke Pulau Nusakam-bangan.

Perambahan hutan“Kalau dikejar-kejar sama

petugas, itu sudah biasa. Sama sekali belum pernah tertang-kap,” ujar Atman. Ucapannya diamini juga oleh Taryat Su-tarna, 41, yang kini menjadi penduduk di Ujung Gagak, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap.

Kalau Taryat datang dari Ciamis sekitar 1990-an untuk bergabung dengan orang-orang yang sudah lebih dulu berada di kawasan Selok Jero. “Kami membuka lahan hutan untuk dijadikan sawah. Setelah panen, kami bergerak lagi ke wilayah lainnya di Nusakambangan dan merambah hutan lagi. Begitu terus selama bertahun-tahun,” katanya.

Bagi Atman dan Taryat, pe-rambahan hutan adalah sum-ber periuk nasi mereka. Begitu hutan sudah mulai gundul, mereka mulai kesulitan, teru-tama untuk mencari air di kawasan itu. Sumber-sumber

air menjadi minim, khususnya yang digunakan untuk warga Kecamatan Kampung Laut.

Seorang tokoh lingkungan di Kecamatan Kampung Laut, Wahyono, mengatakan bahwa kawasan yang gundul di Nu-sakambangan bagian barat mengancam persediaan air, khususnya di dua sumber mata air, yakni Jongor Asu dan

Karang Braja.Dua mata air tersebut meru-

pakan sumber air utama untuk Klaces dan Ujung Gagak.

“Setiap hari, warga dari kedua desa mengambil air untuk mencukupi kebutuhan mereka dari mata air ini,” kata Wah yono yang juga Ketua Kelompok Krida Wana Lestari Kampung Laut tersebut.

Hutan gundul di daerah Nusakambangan Barat adalah sebuah fakta. Pun sekarang sudah ada 300-an warga yang dulunya menjadi perambah hutan dan kini bermukim di wilayah Selok Jero. Mereka merasa tidak mempunyai pi-lihan lagi selain menetap di tempat itu. “Kami masih ingin di sini karena tidak memiliki

tempat lain. Saya sudah berjanji tidak lagi merambah,” kata Sa-kimin, warga lain.

Kalau dulunya dikejar-kejar, saat sekarang sudah tidak lagi. Petugas dari LP Permisan telah mendata seluruh warga di ka-wasan itu dan penduduk yang ada kemudian diizinkan ting-gal, tetapi tidak boleh menjarah hutan dan bersedia mengikuti program konservasi.

Koordinator pendamping masyarakat dari LP Permi-san, Sutrisno Ali Syahrudin, mengatakan bahwa wilayah Nusakambangan Barat yang gundul mencapai 900-an hek-tare sehingga memang harus ada gerakan penghutanan kem-bali.

Gayung bersambut, tekad warga untuk ikut serta meles-tarikan lingkungan di kawasan Nusakambangan Barat menda-pat bantuan dari Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) yang dikomandani Romo Carolus. Romo Carolus Burrow bagi orang Kampung Laut khusus-nya, bukan warga asing. Dialah orang pertama yang mendam-pingi warga Kampung Laut sejak tahun 1980-an.

Saat ini, Romo Carolus juga mulai mendampingi warga di Selok Jero dan dia memberikan bantuan berupa pohon untuk penghijauan. Banyak jenisnya, antara lain, pohon mangrove,

pohon keras seperti wonoke-ling, dan kakao.

“Kami meminta warga di sini untuk turut andil dalam kon-servasi khususnya di wilayah Selok Jero. Harapan kami, Nusakambangan bagian barat bisa hijau seperti dulu. Karena dampaknya akan dirasakan oleh seluruh penduduk Kam-pung Laut, terutama ketersedi-aan air,” kata Romo Carolus.

Izin tinggalPemegang otoritas Pulau Nu-

sakambangan, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) Jateng cukup ber-hati-hati menyikapi adanya warga yang masih ada di pulau penjara tersebut.

Kepala Kanwil Kemenkum dan HAM Jateng Chaeruddin Idrus mengatakan, untuk se-mentara, pihaknya dan warga memiliki tanggung jawab ber-sama, yakni menghijaukan Pulau Nusakambangan bagian barat yang gundul. Dengan konservasi lingkungan yang terencana, akan dapat disela-matkan mata air di Pulau Nu-sakambangan yang merupakan sumber utama air warga di Kampung Laut.

Ia masih mengizinkan warga yang telah telanjur tinggal di kawasan Nusakambangan tersebut. Hanya saja, katanya, pihaknya bakal tegas kalau ada pendatang lain yang masuk ke Nusakambangan.

“Kami tidak segan-segan untuk menindaknya. Jadi, yang boleh tinggal adalah penduduk yang sudah berdiam di sini. Oleh karena itu, kami juga minta warga juga ikut serta untuk mencegah orang masuk ke sini,” ujarnya. Sebab sesuai aturan, Pulau Nusakambangan merupakan ‘Pulau Penjara’ dan bukan untuk ditempati oleh penduduk.

Meskipun begitu, gerakan konservasi yang mengikutser-takan mantan perambah hutan telah dimulai dari Nusakam-bangan. (N-3)

[email protected]

AMBIL AIR: Seorang warga Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah, dengan perahu compreng mengambil air dari mata air yang berada di Pulau Nusakambangan. Mata air di pulau penjara itu terancam habis akibat hutan yang gundul.

MI/LILIEK DHARMAWAN

GUNDUL: Seorang anak melintas di kawasan Selok Jero, Indralaya, Nusakambangan Barat, yang kini telah gundul karena hutan di wilayah itu habis ditebang dan dijadikan lahan pertanian. Kawasan setempat akan dihijaukan kembali dengan melibatkan para mantan perambah hutan.

MI/LILIEK DHARMAWAN