serat panji jayengtilam: analisis struktural model

20
Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model Aktansial dan Fungsional Greimas Fifi Ratna Ekasari, Amyrna Leandra Saleh Sastra Daerah Untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya [email protected] Abstrak Penelitian ini menganalisis sebuah cerita yang berjudul Panji Jayengtilam dengan menggunakan pendekatan model aktansial dan fungsional Greimas. Penelitian difokuskan kepada unsur yang terkandung dalam aktan pengirim, hubungan keempat aktan inti, dan fungsi tokoh dalam membangun alur cerita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur yang terkandung dalam peraga aktan pengirim sama. Cerita Panji Jayengtilam dapat disimpulkan sebagai karya sastra naratif berbentuk roman yang dalam skema aktansialnya terdapat kesamaan peraga aktan subjek dan penerima. Adapun peraga aktan objek juga menjadi pengirim unsur rasa cinta dan kasih sayang yang terkandung dalam peraga aktan pengirim. Kata kunci: aktan; Greimas; karya sastra berbentuk roman; strukturalisme Serat Panji Jayengtilam: Analysis of Structural and Functional Actantial Model of Greimas Abstract This research analyzes a story entitled Panji Jayengtilam by using actantial model and functional of Greimas approaches. This study is focused on the element contained in the actant sender, the relationship between four actantial basics, and the function of actor in the story. The results of this study revealed that the element contained in the actant sender are in the same. The story of Panji Jayengtilam is regarded as narrative romance story which in it’s actantial scheme there is a similarity of actor between actant subject and receiver. While the actor of actant object also becomes the element of love and affection which are contained in the actor of actant sender. Keywords: actant; Greimas; narrative romance story; structuralism Pendahuluan Zoetmulder membagi puisi dalam dunia Sastra Jawa menjadi tiga berdasarkan periodisasi bahasa yang digunakan, meliputi puisi Jawa Kuna ‘kakawin’, puisi Jawa Tengahan ‘kidung’, dan puisi Jawa Baru ‘macapat’. Puisi tersebut sebagian ditemukan termuat dalam Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model Aktansial dan

Fungsional Greimas

Fifi Ratna Ekasari, Amyrna Leandra Saleh

Sastra Daerah Untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini menganalisis sebuah cerita yang berjudul Panji Jayengtilam dengan menggunakan pendekatan model aktansial dan fungsional Greimas. Penelitian difokuskan kepada unsur yang terkandung dalam aktan pengirim, hubungan keempat aktan inti, dan fungsi tokoh dalam membangun alur cerita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur yang terkandung dalam peraga aktan pengirim sama. Cerita Panji Jayengtilam dapat disimpulkan sebagai karya sastra naratif berbentuk roman yang dalam skema aktansialnya terdapat kesamaan peraga aktan subjek dan penerima. Adapun peraga aktan objek juga menjadi pengirim unsur rasa cinta dan kasih sayang yang terkandung dalam peraga aktan pengirim. Kata kunci: aktan; Greimas; karya sastra berbentuk roman; strukturalisme

Serat Panji Jayengtilam: Analysis of Structural and Functional Actantial Model of Greimas

Abstract This research analyzes a story entitled Panji Jayengtilam by using actantial model and functional of Greimas approaches. This study is focused on the element contained in the actant sender, the relationship between four actantial basics, and the function of actor in the story. The results of this study revealed that the element contained in the actant sender are in the same. The story of Panji Jayengtilam is regarded as narrative romance story which in it’s actantial scheme there is a similarity of actor between actant subject and receiver. While the actor of actant object also becomes the element of love and affection which are contained in the actor of actant sender. Keywords: actant; Greimas; narrative romance story; structuralism

Pendahuluan

Zoetmulder membagi puisi dalam dunia Sastra Jawa menjadi tiga berdasarkan

periodisasi bahasa yang digunakan, meliputi puisi Jawa Kuna ‘kakawin’, puisi Jawa Tengahan

‘kidung’, dan puisi Jawa Baru ‘macapat’. Puisi tersebut sebagian ditemukan termuat dalam

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 2: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

naskah1 kuno. Teks berbentuk puisi yang terkandung dalam naskah kuno ditulis dengan

menggunakan tulisan tangan pada daun nipah, rontal, dluwang atau bambu, namun seiring

dengan berkembangnya zaman banyak teks dalam naskah Jawa yang dicetak dalam bentuk

buku, salah satunya adalah Serat Panji Jayengtilam karangan R. Ng. Ranggawarsita, pujangga

agung Kasunanan Surakarta, pada tahun 1834 M.

Masyarakat pada umumnya menyebut Serat Panji Jayengtilam sebagai cerita Panji.

Cerita Panji merupakan karya sastra asli Jawa yang menurut Poerbatjaraka (1940: 368),

muncul pada masa Jawa Tengahan, tepatnya pada masa Kerajaan Majapahit, yaitu sekitar

tahun 1400. Pada mulanya, cerita Panji ditulis dalam bahasa Jawa Tengahan dengan

menggunakan metrum kidung2. Kemudian, dalam perkembangannya cerita Panji ditulis

kembali dalam bahasa Jawa Baru dengan menggunakan metrum macapat.

Secara umum, cerita Panji mengisahkan seorang pangeran yang pergi mengembara

untuk mencari kekasihnya. Menurut Robson dan Zoetmulder, inti cerita Panji berupa kisah

cinta antara Raden Mantri dari Kahuripan dan Dewi Galuh dari Kediri. Cerita yang

mengisahkan percintaan Apanji dengan Dewi Galuh Candrakirana disebut cerita Panji karena

tokoh dalam cerita tersebut selalu menggunakan kata Panji di depan namanya.

Dalam cerita Panji Jawa, secara umum disebutkan empat kerajaan, yaitu Jenggala atau

Kahuripan, Daha atau Kediri atau Mamenang, Gegelang atau Ngurawan, dan Singasari.

Cerita-cerita Panji memiliki pola cerita yang mirip bahkan sama, tetapi seringkali dibumbui

dengan seluk beluk naratif yang berbeda-beda. Nama tokoh juga seringkali memiliki

kesamaan meskipun jalan cerita yang disampaikan berbeda. Menurut Ras (1973: 1), cerita

Panji mengisahkan cerita yang sama, hanya dengan cara yang berbeda.

Adapun pola cerita Panji menurut Poerbatjaraka (Barried, 1987: 3) adalah pelaku utama

adalah Inu Kertapati (putra Raja Kahuripan) dan Galuh Candrakirana (putri Raja Daha), Panji

bertemu dengan kekasih pertamanya yang berasal dari rakyat jelata ketika sedang berburu,

terbunuhnya kekasih pertama Panji, hilangnya Galuh Candrakirana, adegan-adegan

pengembaraan dua tokoh utama, bertemunya kembali Panji dan Galuh Candrakirana

kemudian dua tokoh utama tersebut menikah.

Akan tetapi, dalam cerita Panji Jayengtilam pola cerita Panji yang muncul agak

berbeda. Jika pada sebagian besar cerita Panji tokoh sang Panji diceritakan melakukan

                                                                                                                         1 Naskah adalah kumpulan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa pada masa lampau (Baried, 1994: 55).  2 Kidung adalah hasil kesusastraan Jawa Tengahan yang berbentuk puisi. Kidung juga dianggap sebagai tembang macapat tua (Poerbatjaraka, 1957: 75).  

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 3: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

pengembaraan karena ingin mencari kekasihnya, yaitu Dewi Galuh Candrakirana yang

menghilang dari kerajaannya, namun dalam cerita Panji Jayengtilam yang hilang adalah

Panji. Kemudian Galuh Candrakirana pergi mengembara untuk mencari sang Panji. Pada awal

cerita sebagian besar cerita Panji, dikisahkan bahwa Raden Panji dan Dewi Galuh

Candrakirana belum menikah bahkan belum saling mengenal. Akan tetapi, dalam teks Panji

Jayengtilam dikisahkan Raden Panji dengan Dewi Galuh Candrakirana sudah menikah dan

memiliki seorang putra yang bernama Kuda Laleyan.

Menurut Kaeh (1989: 24), salah satu hal yang pasti terjadi dalam cerita Panji adalah

adanya penyamaran dan tokoh berganti nama. Pada cerita Panji Jayengtilam penyamaran dan

perubahan nama tokoh terjadi pada tokoh Dewi Galuh Candrakirana, Retna Jinoli, dan Raden

Wukirsari. Dewi Galuh Candrakirana menyamar sebagai seorang laki-laki kemudian berganti

nama menjadi Klana Madubrangta. Retna Jinoli juga menyamar sebagai seorang laki-laki

bernama Madukusuma. Raden Wukirsari menyamar sebagai Cantrik Ragagati.

Selain penyamaran dan perubahan nama, tokoh dalam cerita Panji biasanya memiliki

nama lebih dari satu. Dalam cerita Panji Jayengtilam tokoh Dewi Galuh Candrakirana juga

disebut dengan nama Dewi Sekartaji dan Galuh Sangkaningrat. Bahkan, dalam cerita ia lebih

sering disebut dengan nama Sekartaji. Tokoh Retna Jinoli juga memiliki banyak nama. Dalam

cerita sering kali juga disebut dengan nama Dewi Ragil Kuning dan Dewi Onengan.

Begitupula dengan tokoh Panji, ia juga disebut dengan nama Panji Inu Kartapati dan Panji

Asmarabangun. Dalam cerita Panji Jayengtilam tokoh Panji lebih sering disebut dengan nama

Panji Asmarabangun.

Tinjauan Teoritis

Teori struktural model aktansial dan fungsional Greimas merupakan buah pemikiran

seorang ahli bahasa dari Prancis bernama Algirdas Julien Greimas. Greimas menerapkan

teori aktansial dan fungsionalnya kepada cerita rakyat dan dongeng-dongeng Prancis. Dalam

teorinya, Greimas mengenalkan istilah aktan. Menurut Bal (1997: 198), aktan adalah

sekelompok aktor atau pelaku yang memiliki kualitas karakteristik yang sama.

Menurut Greimas (1983: xl), sebuah aktan dibangun dari kumpulan fungsi. Fungsi

adalah tindakan yang dilakukan oleh tokoh. Teori aktansial Greimas dapat dijabarkan melalui

sebuah skema seperti di bawah ini.

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 4: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

pengirim subjek penerima

penolong objek penentang

Berdasarkan skema di atas dapat dilihat bahwa dalam teori aktansial Greimas terdapat

enam buah aktan, yaitu subjek, objek, pengirim, penerima, penolong, dan penentang. Setiap

aktan memiliki fungsi yang berbeda. Subjek adalah seseorang yang mendapat perintah dari

pengirim untuk mendapatkan objek. Objek adalah sesuatu atau seseorang yang diinginkan

oleh pengirim dan juga dicari oleh subjek. Pengirim adalah seseorang atau sesuatu yang

memiliki kuasa untuk menggerakkan subjek dalam mencari objek. Penerima adalah seseorang

atau sesuatu yang menerima objek hasil pencarian subjek. Penolong adalah seseorang atau

sesuatu yang membantu subjek untuk mendapatkan objek. Penentang adalah seseorang atau

sesuatu yang menghalangi usaha subjek untuk mendapatkan objek.

Di dalam sebuah cerita, keenam aktan di atas akan diduduki oleh peraga atau pelaku.

Peraga yang mengisi aktan-aktan tersebut (kecuali subjek) tidak selalu berupa manusia (Bal,

1997: 197), tetapi dapat juga berupa benda mati atau sesuatu yang abstrak seperti mimpi atau

firasat, sedangkan aktan subjek selalu diduduki oleh manusia karena subjek adalah pelaku

tindakan.

Dalam suatu skema terkadang aktan penolong dan penentang tidak terisi. Pada skema

aktansial, sebuah aktan bisa diduduki lebih dari satu peraga. Begitu pula sebaliknya, satu

peraga bisa saja menduduki lebih dari satu aktan. Fungsi tiap peraga dapat berubah-ubah

tergantung siapa yang menjadi subjek atau pelaku tindakannya, namun pada dasarnya fungsi-

fungsi tersebut tetap sama, hanya peraganya saja yang akan berubah-ubah.

Perlu diketahui bahwa teori struktural model aktansial dan fungsional Greimas

merupakan pembaharuan dari teori struktural Vladimir Propp, strukturalis dari Rusia yang

juga menerapkan teorinya pada dongeng-dongeng. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Propp terhadap dongeng-dongeng di Rusia, ditemukan bahwa tindakan yang dilakukan

oleh tokoh-tokoh dalam cerita Rusia selalu sama, meskipun cerita dan nama tokohnya

berbeda.

Teori aktansial dan model fungsional memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama lain.

Hubungan antar aktan ditentukan oleh fungsi tiap aktan dalam membangun alur cerita.

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 5: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

Fungsi-fungsi tersebut muncul dari tindakan-tindakan aktan yang dapat dilihat dalam model

fungsional. Fungsi-fungsi tersebut dinyatakan dengan kata benda, seperti keberangkatan,

kedatangan, hukuman, dan seterusnya (Zaimar, 1992: 4).

Situasi Awal

Transformasi Situasi Akhir

Tahap Uji Kecakapan

Tahap Utama Tahap

Kegemilangan

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa model fungsional Greimas terdiri dari tiga

tahapan, yaitu tahap situasi awal, transformasi, dan situasi akhir. Tahap transformasi terdiri

dari tiga tahapan, yaitu tahap uji kecakapan, tahap utama, dan tahap kegemilangan.

Situasi awal ditandai dengan munculnya objek. Pengirim kemudian memberikan kuasa

kepada subjek untuk mendapatkan objek. Tahap uji kecakapan berisi usaha subjek melalui

tantangan yang ada untuk mendapatkan objek. Jika subjek mampu melewati tantangan yang

ada, maka tahapan akan berlanjut ke tahap utama. Pada tahap ini penentang dan penolong

juga muncul.

Tahap utama adalah tahap ketika subjek berhasil mendapatkan objek. Akan tetapi,

dalam tahap ini muncul pahlawan palsu yang mengambil objek dari subjek. Jika pahlawan

palsu tidak muncul sehingga subjek dapat langsung memberikan objek pada penerima, maka

tahap transformasi akan terhenti sehingga tahap kegemilangan tidak akan tercapai. Tahap

kegemilangan berisi usaha subjek untuk menyerahkan objek kepada penerima. Situasi akhir

merupakan tahap penyelesaian konflik. Objek telah diterima oleh penerima lalu terjadi

keseimbangan cerita yang menandakan berakhirnya cerita.

Tiga tahapan transformasi, yakni tahap uji kecakapan, tahap utama, dan tahap

kegemilangan, tidak selalu tercapai. Ada kalanya hanya satu atau dua tahapan saja yang

tercapai. Adapun, situasi awal dan situai akhir dalam struktur alur model fungsional akan

selalu terisi, meskipun pada situasi akhir keseimbangan cerita terkadang tidak terjadi.

Analisis juga ditekankan pada aktan pengirim yang diduga memiliki unsur sejenis.

Selain itu penulis juga akan mencari hubungan antara keempat aktan inti, yaitu subjek, objek,

pengirim, dan penerima. Menurut Greimas (1983: 203), dalam cerita naratif berbentuk roman

terdapat kecenderungan bahwa peraga aktan subjek juga merupakan peraga aktan penerima,

sedangkan peraga aktan objek juga merupakan seseorang yang menjadi pengirim cinta yang

terkandung di dalam aktan pengirim.

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 6: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

1. Rasa cinta Sekartaji

terhadap

Asmarabangun  

“In a narrative that is only a common love story ending in marriage without the parents’ intervention, the subject is also the receiver, while the object is at the same time the sender of love” (Greimas, 1983: 203).

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah pendekatan objektif dan deskriptif

analisis. Metode pendekatan objektif menitik beratkan pada karya sastra itu sendiri (Teeuw,

2003: 43). Metode pendekatan objektif pada penelitian sastra lebih memfokuskan pengamatan

terhadap unsur-unsur intrinsik (Ratna, 2004: 73). Adapun metode deskriptif analisis adalah

metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang ada kemudian

menganalisisnya (Ratna, 2004: 53).

Pembahasan

1. Tokoh Dewi Sekartaji / Dewi Galuh Candrakirana / Dewi Sangkaningrat / Klana

Madubrangta

1.1 Skema Aktansial

Dewi Sekartaji

1. Retna Jinoli 1. Asmarabangun

2. Kuda Laleyan

3. Kili Suci

4. Bathara Narada

5. Penghuni kerajaan tertidur

6. Demang Pulung

7. Surat Permohonan Asmarabangun

8. Sri Danurwenda

9. Sri Gajaksana

10. Kerabat kerajaan Bali

1. Usaha bunuh diri

2. Semua pintu terkunci

3. Ketidaktahuan Sekartaji akan

keberadaan Asmarabangun  

1. Sekartaji

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 7: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

Pada suatu malam Asmarabangun (objek) tiba-tiba menghilang dari kerajaan Jenggala.

Tidak ada satu pun orang yang mengetahui keberadaan Asmarabangun. Sekartaji (subjek)

sangat mencintai Asmarabangun (pengirim), maka ia bersedih saat Asmarabangun hilang.

Sekartaji sempat melakukan usaha bunuh diri (penentang) karena ia merasa tidak bisa hidup

tanpa Asmarabangun. Akan tetapi, usaha bunuh diri tersebut dapat digagalkan oleh Retna

Jinoli (penolong). Sekartaji mengurungkan niatnya untuk bunuh diri juga karena ia teringat

kepada Kuda Laleyan (penolong), anaknya yang masih berusia dua bulan.

Suatu hari Kili Suci (penolong) tiba di kerajaan Jenggala. Kili Suci memberitahu bahwa

Asmarabangun diculik oleh Prabu Basunonda karena Nawang Wulan, anak Prabu Basunonda,

ingin menikah dengan Asmarabangun. Malam harinya, Sekartaji berniat untuk mencari

Asmarabangun. Ia pergi secara diam-diam dari kerajaan Jenggala dengan membawa serta

Kuda Laleyan. Akan tetapi, ternyata semua pintu kerajaan sudah terkunci (penentang)

sehingga Sekartaji tidak bisa keluar, namun ia tidak putus asa. Sekartaji terus mencari cara

agar bisa keluar dari kerajaan. Pada akhirnya Sekartaji menemukan sebuah pintu belakang

yang tidak terkunci (penolong). Melalui pintu tersebut Sekartaji dapat keluar dari kerajaan.

Dalam perjalanannya mencari Asmarabangun (objek), Sekartaji bertemu dengan Retna

Jinoli (penolong). Setelah mengetahui bahwa Sekartaji pergi dari kerajaan Retna Jinoli

kemudian juga pergi meninggalkan kerajaan untuk mencari Sekartaji. Di tengah hutan

Sekartaji bertemu dengan Bathara Narada. Bathara Narada (penolong) datang untuk

memberikan petunjuk mengenai keberadaan Asmarabangun dan meminta Sekartaji

menyerahkan Kuda Laleyan kepada Batara Naradha. Kemudian, Sekartaji dan Retna Jinoli

juga harus bersedia diubah menjadi seorang laki-laki bernama Madubrangta dan Madukusuma

oleh Bathara Narada dan harus pergi ke Bali untuk menolong raja Bali Surya Legawa

melawan Raja Sewunagara.

Madubrangta (Sekartaji) berhasil mengalahkan Raja Sewunagara. Ia lalu diangkat

sebagai raja Bali menggantikan Raja Bali Surya Legawa. Madubrangta (Sekartaji) kemudian

mengangkat Madukusuma (Retna Jinoli) sebagai patih yang bernama Patih Jayengtilam.

Suatu hari Madubrangta (Sekartaji) mengusir Demang Pulung (penolong) dari Bali agar

Demang Pulung kembali melanjutkan perjalannya mencari Asmarabangun, kemudian

memberitahu Asmarabangun bahwa Sekartaji berada di Bali. Singkat cerita Demang Pulung

telah bertemu dengan Asmarabangun lalu Asmarabangun datang ke Bali.

Asmarabangun mengirim surat permohonan kepada Madubrangta (Sekartaji) yang berisi

permintaan Asmarabangun agar Madubrangta berkenan untuk mengembalikan Sekartaji. Jika

tidak, maka kerajaan Bali akan diserang dan Sekartaji akan diambil secara paksa.

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 8: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

Madubrangta (Sekartaji) tidak bersedia memberikan Sekartaji kepada Asmarabangun, maka

peperangan pun terjadi. Dalam peperangan Madubrangta (Sekartaji) dibantu oleh kerabat

kerajaan Bali. Di akhir peperangan Asmarabangun mengetahui bahwa Madubrangta adalah

Sekartaji yang ia cari.

Melalui surat permohonan (penolong) dari Asmarabangun, Sekartaji (Madubrangta)

dapat bertemu dengan Asmarabangun (objek) meskipun dalam peperangan. Akan tetapi, pada

saat berperang melawan Madubrangta (Sekartaji), Asmarabangun tidak mengetahui bahwa

Madubrangta adalah Sekartaji yang ia cari karena pada saat itu Sekartaji masih berwujud

sebagai Madubrangta.

Setelah dijabarkan mengenai skema aktansial tokoh Sekartaji selanjutnya akan dibahas

mengenai unsure yang terkandung dalam aktan pengirim. Unsur yang terkandung dalam aktan

pengirim adalah rasa cinta dna kasih sayang. Kali ini peraga aktan pengirim pada skema

Sekartaji berupa rasa cinta seorang istri (Sekartaji) terhadap suaminya (Asmarabangun).

Berdasarkan skema aktansial di atas juga dapat dilihat bahwa peraga aktan subjek sama

dengan peraga aktan penerima, yaitu Sekartaji. Adapun peraga aktan objek, yaitu

Asmarabangun, juga menjadi pengirim rasa cinta yang terkandung dalam aktan pengirim.

1.2 Model Fungsional

Situasi Awal

Cerita diawali dengan keceriaan kerabat Jenggala dalam pesta perayaan kelahiran Kuda

Laleyan. Kemudian, pada suatu malam Asmarabangun tiba-tiba menghilang. Sekartaji

bersedih karena Asmarabangun menghilang. Sekartaji merasa putus asa karena tidak ada satu

orang pun yang mengetahui keberadaan suaminya, lalu ingin bunuh diri. Akan tetapi, usaha

bunuh diri tersebut berhasil digagalkan oleh Retna Jinoli. Pada suatu hari Kili Suci tiba di

kerajaa Jenggala. Ia kemudian memberitahu Sekartaji bahwa Asmarabangun diculik oleh

Prabu Basunonda karena anak Prabu Basunoda ingin menikah dengan Asmarabangun. Pada

malam harinya Sekartaji secara diam-diam pergi dari kerajaan Jenggala untuk mencari

Asmarabangun.

Transformasi

a. Tahap Uji Kecakapan

Tahap uji kecakapan dimulai ketika Sekartaji bertemu dengan Retna Jinoli di tengah

hutan, lalu mereka didatangi oleh Bathara Narada. Bathara Narada mengubah Sekartaji

menjadi Madubrangta kemudian menyuruh Sekartaji (Madubrangta) pergi ke Bali untuk

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 9: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

1. Rasa Kasihan kepada

Nawang Wulan

2. Rasa cinta Asmarabagun

terhadap Sekartaji

membantu raja Bali Surya Legawa mengalahkan Raja Sewunagara. Setelah berhasil

mengalahkan Raja Sewunagara, Sekartaji (Madubrangta) diangkat sebagai Raja Bali.

Pada suatu hari Madubrangta (Sekartaji) mengusir Demang Pulung dari kerajaan Bali

untuk memancing Asmarabangun datang ke Bali. Selang beberapa hari Asmarabangun tiba di

Bali. Tidak berapa lama setelah kedatangan Asmarabangun, Sekartaji mendapat surat

permohonan dari Asmarabangun yang berisi permintaan agar Madubrangta menyerahkan

Sekartaji, namun Madubrangta tidak mengabulkannya, maka terjadilah perang.

b. Tahap Utama

Dalam peperangan Madubrangta (Sekartaji) bertemu dengan Asmarabangun.

Madubrangta (Sekartaji) tidak sanggup berperang melawan Asmarabangun karena selama

berperang Asmarabangun selalu menggendong Kuda Laleyan, maka Madubrangta (Sekartaji)

melarikan diri dari pertempuran.

c. Tahap Kegemilangan

Asmarabangun mengejar Madubrangta (Sekartaji) yang terus berlari hingga masuk ke

dalam kerajaan. Hingga pada akhirnya Madubrangta berubah wujud menjadi Sekartaji.

Situasi Akhir

Di Akhir cerita Asmarabangun mengetahui bahwa Madubrangta adalah Sekartaji.

Mereka pun saling melepas rindu, kemudian bersatu kembali.

Dari beberapa peristiwa fungsional di atas kemudian dapat diketahui bahwa tokoh

Sekartaji memiliki fungsi dominan sebagai subjek.

2. Tokoh Panji Asmarabangun

2.1 Skema Aktansial

1. Prabu Basunonda

2. Demang Pulung/Jurudeh

1. Nawang Wulan

2. Asmarabangun

Asmarabangun

1. Prabu Basunonda

2. Cuaca Buruk

3. Madubrangta /

Sekartaji

1. Menikahi Nawang Wulan  

2. Sekartaji  

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 10: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

3. Raden Wirun

4. Raden Andaka

5. Raden Kartala

6. Bathara Narada

7. Kuda Laleyan

8. Raden Wratsangka

9. Raden Warsaya

10. Patih Kudanawarsa

Asmarabangun (subjek) bersedia menikahi Nawang Wulan (penerima) karena rasa

kasihan Asmarabangun kepada Nawang Wulan (pengirim). Asmarabangun tahu bahwa

Nawang Wulan sangat mencintainya. Bahkan, Nawang Wulan rela mati jika tidak bisa

menikah dengan Asmarabangun. Asmarabangun merasa iba dengan Nawang Wulan sehingga

ia bersedia menikahi Nawang Wulan. Prabu Basunonda (penolong) pun merestui keinginan

Asmarabangun untuk menikahi anaknya. Pada suatu hari Asmarabangun (subjek) teringat

pada Sekartaji, lalu ia ingin pulang ke Jenggala. Akan tetapi, Prabu Basunonda (penentang)

tidak memperbolehkannya karena cuaca sedang buruk (penentang).

Suatu ketika datanglah Demang Pulung ke negeri Parang Kencana. Demang Pulung

(penolong) membawa kabar untuk Asmarabangun (subjek) bahwa Sekartaji (objek) saat ini

telah menjadi istri raja Bali bernama Madubrangta dan diangkat sebagai permaisurinya.

Asmarabangun kesal mendengar berita tersebut, lalu ia berangkat ke Bali untuk menemui

Sekartaji.

Saat rombongan Asmarabangun tiba di tengah hutan mereka bertemu dengan Raden

Wirun, Raden Andaka, dan Raden Kartala (penolong). Mereka bertiga datang menemui

Asmarabangun untuk menyerahkan Kuda Laleyan dan surat dari Sekartaji yang dititipkan

kepada Bathara Narada. Kemudian, rombongan Asmarabangun melanjutkan perjalanan

menuju Bali.

Saat sudah tiba di Bali, Patih Kudanawarsa (penolong) memberi saran kepada

Asmarabangun agar menulis surat kepada Madubrangta (Sekartaji). Isi dari surat tersebut

adalah meminta agar Madubrangta (Sekartaji) menyerahkan kembali Sekartaji. Jika tidak

maka Bali akan diserang. Asmarabangun kemudian menulis surat tersebut, lalu mengutus

Raden Wratsangka dan Raden Warsaya (penolong) untuk menyampaikan surat tersebut

kepada Madubrangta (Sekartaji).

15. Banu Putra

16. Prabu Antisura

17. Sinjanglaga

18. Prabu Astradarma

19. Prabu Udaka

 

11. Raden Wukirsari

12. Dewi Purnamasidhi

13. Nawang Wulan

14. Demang Palang/Prasonta

 

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 11: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

Madubrangta (penentang) ternyata tidak bersedia menyerahkan Sekartaji kepada

Asmarabangun, maka perang pun terjadi. Dalam peperangan melawan negara Bali

Asmarabangun dibantu oleh kerabat kerajaan Jenggala dan Parang Kencana (lihat pada skema

aktansial bagian aktan penolong no.11-18). Dalam peperangan pasukan Asmarabangun selalu

kalah karena pasukan Bali memiliki Patih Jayengtilam yang sangat sakti. Prajurit

Asmarabangun banyak yang mati di tangan Jayengtilam.

Suatu hari Asmarabangun memanggil Demang Palang (penolong) untuk mencaritahu

kelemahan Madubrangta (Sekartaji). Sesuai dengan saran Demang Palang, Asmarabangun

kemudian maju perang melawan Madubrangta dan Raden Wukirsari juga turut berperang

untuk melawan Patih Jayengtilam. Selama berperang melawan Madubrangta, Asmarabangun

selalu menggendong Kuda Laleyan (penolong). Madubrangta (Sekartaji) menjadi lemah saat

melihat Kuda Laleyan berada dalam gendongan ayahnya. Madubrangta (Sekartaji) kemudian

lari dari pertempuran, lalu berubah menjadi Sekartaji. Dengan demikian, Asmarabangun

mengetahui bahwa Madubrangta adalah Sekartaji.

Pada skema aktansial tokoh Asmarabangun muncul dua buah peraga aktan pengirim.

Akan tetapi, yang akan lebih diperhatikan adalah peraga aktan pengurim kedua yang berupa

rasa cinta Asmarabangun terhadap Sekartaji. Dalam aktan perngirim tersebut terkandung

unsur rasa cinta dan kasih sayang seorang suami (Asmarabangun) kepada istri (Sekartaji).

Berdasarkan skema aktansial di atas dapat diketahui bahwa tokoh Asmarabangun

menjadi peraga dari dua aktan sekaligus, yaitu peraga aktan subjek dan aktan penerima.

Adapun aktan objek dan aktan pengirim, keduanya juga memiliki keterkaitan. Aktan objek

diisi oleh tokoh Sekartaji dan aktan pengirim diisi oleh rasa cinta Asmarabangun terhadap

Sekartaji. Tokoh Sekartaji yang menyebabkan rasa cinta muncul di hati Asmarabangun,

sehingga dapat dikatakan bahwa Sekartaji adalah pengirim rasa cinta yang terkandung dalam

peraga aktan pengirim.

2.2 Model Fungsional

Situasi Awal

Asmarabangun dan seluruh kerabat kerajaan Jenggalamanik sedang bersuka cita

merayakan kelahiran Kuda Laleyan. Kemudian, pada suatu malam tiba-tiba Asmarabangun

diculik oleh Prabu Basunonda untuk dibawa negara Parang Kencana. Di Parang Kencana

Asmarabangun dipertemukan dengan Nawang Wulan. Nawang Wulan menyampaikan

keinginannya untuk menikah dengan Asmarabangun. Asmarabangun tidak tega saat Nawang

Wulan mengatakan bahwa ia rela mati jika tidak bisa menikah dengan Asmarabangun, maka

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 12: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

Asmarabangun bersedia menikahi Nawang Wulan. Pada suatu hari Asmarabangun teringat

kepada Sekartaji, lalu ia ingin pulang ke Jenggala untuk bertemu dengan Sekartaji.

Transformasi

a. Tahap Uji Kecakapan

Asmarabangun tidak bisa kembali ke Jenggalamanik karena cuaca buruk. Ia menunggu

cuaca membaik hingga suatu hari datanglah Demang Pulung ke Parang Kencana. Demang

Pulung datang untuk memberitahu Asmarabangun bahwa Sekartaji saat ini telah diperistri

oleh raja Bali. Asmarabangun lalu segera pergi ke Bali untuk menemui Sekartaji.

Sesampainya di Bali Asmarabangun mengirim surat permohonan kepada Madubrangta

(Sekartaji) agar bersedia mengembalikan Sekartaji.

b. Tahap Utama

Madubrangta tidak bersedia mengembalikan Sekartaji, maka terjadilah perang. Saat

berperang melawan Madubrangta (Sekartaji), Asmarabangun menggendong Kuda Laleyan.

Hal tersebut membuat Madubrangta (Sekartaji) lemah, kemudian melarikan diri dari

peperangan.

c. Tahap Kegemilangan

Madubrangta (Sekartaji) melarikan diri ke dalam kerajaan. Asmarabangun terus

mengejar Madubrangta (Sekartaji). Di dalam kerajaan ternyata Madubrangta berubah wujud

menjadi Sekartaji.

Situasi Akhir

Asmarabangun terkejut saat mengetahui bahwa Madubrangta adalah Sekartaji.

Keduanya lalu saling melepas rindu dan kembali hidup bersama.

Berdasarkan fungsi yang dimiliki tokoh Asmarabangun pada setiap peristiwa-peristiwa

penting yang dilaluinya, maka dapat dikatakan bahwa tokoh Asmarabangun memiliki fungsi

yang dominan sebagai subjek sekaligus objek.

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 13: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

3. Tokoh Retna Jinoli / Dewi Ragil Kuning / Dewi Onengan / Madukusuma /

Jayengtilam

3.1 Skema Aktansial

Retna Jinoli 1. Retna Jinoli

1. Resi Purwajati Sekartaji

2. Cantrik Ragagati/Raden Wukirsari

3. Tangisan Kuda Laleyan

Retna Jinoli (subjek) secara diam-diam pergi dari kerajaan Jenggala untuk menyusul

Sekartaji (objek). Rasa sayang Retna Jinoli kepada Sekartaji (pengirim) yang menjadi alasan

Retna Jinoli harus mencari Sekartaji. Retna Jinoli tidak mengetahui kemana Sekartaji pergi

(penentang) maka ia berjalan tak tentu arah hingga tiba di pertapaan Ngadhong Wukir.

Di pertapaan tersebut Retna Jinoli bertemu dengan Resi Purwajati (penolong). Resi

Purwajati memberitahu Retna Jinoli dimana Sekartaji berada. Ia memberitahu Retna Jinoli

bahwa saat ini Sekartaji sedang berada di tengah hutan. Setelah mengetahui keberadaan

Sekartaji (objek), Retna Jinoli (subjek) mohon diri kepada Resi Purwajati untuk melanjutkan

perjalanan mencari Sekartaji. Resi Purwajati mengizinkan, kemudian meminta Cantrik

Ragagati/Raden Wukirsari (penolong) dan dua abdinya untuk menemani perjalanan Retna

Jinoli.

Dalam perjalanan menuju tempat Sekartaji (objek) berada, Retna Jinoli (subjek) dikejar-

kejar oleh tentara Bugis (penentang) yang tergila-gila melihat kecantikan Retna Jinoli. Cantrik

Ragagati (penolong) bersedia membantu Retna Jinoli agar terlepas dari kejaran tentara Bugis

(penentang) jika Retna Jinoli bersedia menikah dengannya. Cantrik Ragagati/Raden

Wukirsari berhasil mengalahkan tentara Bugis. Setelah Cantrik Ragagati/Raden Wukirsari

berhasil mengalahkan tentara Bugis, penyamarannya terbuka. Retna Jinoli kemudian

melarikan diri karena ia tidak mencintai Raden Wukirsari. Kemudian, ia melanjutkan

perjalanan mencari Sekartaji seorang diri.

Retna Jinoli (subjek) sampai di tengah hutan, ia mendengar suara tangisan bayi

(penolong) yang sangat keras. Retna Jinoli (subjek) lalu mencari tahu sumber tangisan bayi

1. Ketidaktahuan Retna

Jinoli akan keberadaan

Sekartaji

2. Tentara Bugis

Rasa sayang Retna

Jinoli kepada

Sekartaji  

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 14: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

tersebut. Terkejutlah dia ketika mengetahui bahwa bayi yang menangis adalah Kuda Laleyan.

Pada saat itu Sekartaji sedang pingsan sambil memeluk Kuda Laleyan.

Setelah dijabarkan mengenai skema aktansial tokoh Sekartaji selanjutnya akan dibahas

mengenai unsur yang terkandung dalam aktan pengirim. Unsur yang terkandung dalam aktan

pengirim adalah rasa cinta dan kasih sayang. Kali ini peraga aktan pengirim pada skema

Retna Jinoli berupa rasa cinta dan kasih sayang seorang adik (Retna Jinoli) kepada kakaknya

(Sekartaji).

Berdasarkan skema aktansial di atas dapat dilihat bahwa peraga aktan subjek sama

dengan peraga aktan penerima, yaitu Retna Jinoli. Adapun, aktan objek dan pengirim pada

skema ini juga memiliki keterkaitan. Aktan objek diisi oleh Sekartaji sebagai peraga. Aktan

pengirim diisi oleh rasa sayang Retna Jinoli terhadap Sekartaji. Pada skema ini Sekartaji

berfungsi sebagai objek yang dicari oleh Retna Jinoli (subjek) dan juga sebagai orang yang

menyebabkan munculnya rasa sayang pada diri Retna Jinoli. Sehingga dapat dikatakan bahwa

Sekartaji merupakan pengirim rasa sayang yang terkandung dalam peraga aktan pengirim.

3.2 Model Fungsional

Situasi Awal

Retna Jinoli sangat panik saat mengetahui bahwa Sekartaji pergi dari kerajaan

Jenggalamanik. Kemudian, Retna Jinoli juga pergi dari kerajaan Jenggalamanik untuk

menyusul Sekartaji.

Transformasi

a. Tahap Uji Kecakapan

Retna Jinoli sampai di pertapaan Ngadhong Wukir, lalu ia bertemu dengan Resi

Purwajati. Resi Purwajati memberikan petunjuk kepada Retna Jinoli mengenai keberadaan

Sekartaji. Setelah mengetahui keberadaan Sekartaji, Retna Jinoli lalu melanjutkan perjalanan

dengan ditemani oleh Cantrik Ragagati/Raden Wukirsari dan dua abdinya. Di tengah hutan

Retna Jinoli dikejar oleh tentara Bugis. Cantrik Ragagati berusaha menyelamatkan Retna

Jinoli dengan syarat Retna Jinoli harus menikah dengannya. Akan tetapi, setelah berhasil

mengalahkan tentara Bugis, Retna Jinoli mengetahui bahwa Cantrik Ragagati adalah Raden

Wukirsari. Retna Jinoli tidak mencintai Raden Wukirsari, maka ia melarikan diri lalu

melanjutkan perjalanan mencari Sekartaji seorang diri.

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 15: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

b. Tahap Utama

Retna Jinoli berhasil menemukan Sekartaji di tengah hutan. Kemudian, Retna Jinoli

menemai Sekartaji melanjutkanperjalanannya mencari Asmarabangun.

Tahap kegemilangan dan situasi akhir tidak tercapai karena pada tahap utama Retna

Jinoli (subjek) langsung berhasil mendapatkan objek (Sekartaji) yang ia cari, kemudian dapat

langsung menyerahkan objek (Sekartaji) kepada penerima (Retna Jinoli). Tahapan situasi

akhir juga tidak tercapai karena keseimbangan cerita tidak terjadi dan cerita belum berakhir.

Alur cerita secara keseluruhan masih terus berlanjut. Hanya saja fungsi yang dimiliki oleh

Retna Jinoli telah berubah sebagai penolong sehingga tidak dibicarakan lebih lanjut pada

model fungsional ini. Berdasarkan tindakan yang dilakukan Retna Jinoli dalam model

fungsional di atas, dapat diketahui bahwa fungsi dominan yang dimiliki Retna Jinoli adalah

sebagai penolong.

4. Tokoh Prabu Basunonda

4.1 Skema Aktansial

Pada suatu malam Nawang Wulan (penerima) bermimpi menikah dengan

Asmarabangun (objek). Semenjak mengalami mimpi (pengirim) tersebut Nawang Wulan

(penerima) memiliki keinginan untuk menikah dengan Asmarabangun (objek). Akan tetapi,

keinginan Dewi Nawang Wulan untuk menikah dengan Panji Asmarabangun tidak dapat

begitu saja terwujud karena Nawang Wulan dan Asmarabangun tidak saling mengenal. Oleh

sebab itu, Nawang Wulan bersedih hatinya.

Prabu Basunonda (subjek), ayah Nawang Wulan, kemudian pergi ke Jenggalamanik

untuk menculik Asmarabangun (objek). Tindakan Prabu Basunonda tersebut digerakkan oleh

rasa cintanya kepada Nawang Wulan (pengirim). Dalam misinya menculik Asmarabangun,

Prabu Basunonda (subjek) dibantu oleh tentara Bugis (penolong) yang bertugas untuk

1. Rasa sayang   Prabu Basunonda

 

Nawang Wulan

 

1. Kesaktian Prabu

Basunonda

2. Tentara Bugis

Panji Asmarabangun 1. Cahaya dari tubuh

Kuda Laleyan

2. Rasa bimbang

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 16: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

mengamankan kerajaan Jenggalamanik ketika penculikan berlangsung. Kesaktian (penolong)

Prabu Basunonda yang berupa mantra pangendra jala membuat penghuni kerajaan

Jenggalamanik tertidur pulas sehingga mempermudah Prabu Basunonda untuk menculik

Asmarabangun.

Saat menculik Asmarabangun, Prabu Basunonda sempat pingsan karena terkena cahaya

yang terpancar dari tubuh Kuda Laleyan (penentang). Setelah sadar Prabu Basunonda menjadi

bimbang (penentang) untuk menculik Asmarabangun. Ia merasa tidak tega karena

Asmarabangun memiliki anak yang masih bayi. Akan tetapi, pada akhirnya Prabu Basunonda

tetap menculik Asmarabangun dan membawanya ke Parang Kencana.

Setelah dijabarkan skema aktansial di atas, kemudian akan dibahas mengenai unsur yang

terkandung dalam aktan pengirim. Pada skema tokoh Prabu Basunonda unsur yang

terkandung dalm aktan pengirim berupa rasa sayang seorang ayah (Prabu Basunonda) kepada

anaknya (Nawang Wulan).

Berbeda dengan ketiga skema aktan sebelumnya, dalam skema ini tidak terdapat

hubungan keterkaitan antara peraga aktan subjek dan penerima, serta peraga aktan objek

bukan merupakan seseorang yang menjadi pengirim rasa cinta yang terkandung dalam aktan

pengirim.

4.2 Model Fungsional

Situasi Awal

Pada suatu malam Nawang Wulan bermimpi menikah dengan Asmarabangun. Sejak

mengalami mimpi tersebut Nawang Wulan tergila-gila pada Asmarabangun. Ia sangat ingin

menikah dengan Asmarabangun. Akan tetapi, Nawang Wulan bersedih karena tidak mengenal

Asmarabangun.

Transformasi

a. Tahap Uji Kecakapan

Prabu Basunonda bersedih melihat Nawang Wulan yang sangat tergila-gila pada

Asmarabangun hingga tidak mau makan dan tidur. Prabu Basunonda kemudian berkeinginan

menculik Asmarabangun untuk dibawa ke Parang Kencana. Keesokan harinya Prabu

Basunonda pergi ke Jenggalamanik. Saat menculik Asmarabangun, Prabu Basunonda pingsan

karena terkena cahaya yang keluar dari tubuh Kuda Laleyan.

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 17: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

b. Tahap Utama

Setelah tersadar dari pingsanya, hati Prabu Basunonda menjadi bimbang, namun ia tetap

menculik Asmarabangun untuk dipertemukan dengan Nawang Wulan.

c. Tahap Kegemilangan

Prabu Basunonda kemudian membawa Asmarabangun ke Parang Kencana. Setibanya di

Parang Kencana ia mempertemukan Nawang Wulan dengan Asmarabangun. Tidak disangka

ternyata Asmarabangun bersedia menikahi Nawang Wulan. Prabu Basunonda pun merestui

pernikahan tersebut.

Model fungsional di atas hanya sampai pada tahap kegemilangan. Tahap situasi akhir

tidak tercapai karena keseimbangan cerita belum tercapai. Setelah peristiwa tersebut alur

masih berjalan dan tokoh Prabu Basunonda masih muncul pada peristiwa selanjutnya.

Berdasarkan tindakan yang dilakukan Prabu Basunonda dalam model fungsional di atas

dapat diketahui bahwa fungsi dominan yang dimiliki Prabu Basunonda sebagai penolong.

Kesimpulan

Melalui analisis model fungsional dapat diketahui fungsi dominan dari keempat tokoh

penting dalam cerita yang berperan sebagai subjek. Tokoh Sekartaji merupakan tokoh utama.

Ia memiliki fungsi yang dominan sebagai subjek. Tokoh Asmarabangun juga memiliki fungsi

dominan sebagai subjek. Akan tetapi, perannya sebagai subjek masih kurang kuat jika

dibandingkan dengan tokoh Sekartaji karena kemunculan dan keterlibatan tokoh

Asmarabangun sebagai subjek dalam peristiwa fungsional lebih sedikit dari tokoh Sekartaji.

Tokoh Retna Jinoli dan Prabu Basunonda sama-sama memiliki fungsi dominan sebagai

penolong. Akan tetapi, fungsi tokoh Retna Jinoli sebagai penolong lebih menonjol dari tokoh

Prabu Basunonda karena intensitas keterlibatan tokoh Retna Jinoli pada peristiwa fungsional

lebih tinggi. Ia selalu muncul bersamaan dengan tokoh utama, yaitu Sekartaji, meskipun

hanya berfungsi sebagai penolong.

Dari fungsi tiap tokoh di atas kemudian diketahui bahwa dalam cerita Panji Jayengtilam

fungsi tokoh wanita lebih menonjol dibandingkan tokoh pria. Pada tahap transformasi dapat

dilihat bahwa tokoh Sekartaji dan Retna Jinoli mengalami peristiwa fungsional lebih banyak

dibandingkan tokoh Asmarabangun dan Prabu Basunonda. Dalam setiap peristiwa fungsional

yang terdapat pada tahap transformasi terlihat usaha tokoh Sekartaji dan Retna Jinoli yang

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 18: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

sangat maksimal dalam mencapai objek. Dari situ ditemukan bahwa Sekartaji dan Retna Jinoli

merupakan tokoh yang gigih dan memiliki semangat juang tinggi. Bahkan jika dibandingkan

dengan tokoh Asmarabangun, Sekartaji telihat lebih berjuang untuk mendapatkan objek.

Begitu pula dengan Retna Jinoli, ia juga terlihat lebih kuat dari Prabu Basunonda karena

perjuangan atau tindakan yang dilakukannya cukup tinggi. Retna Jinoli selalu hadir di dalam

peristiwa fungsional bersama dengan Sekartaji sebagai seorang penolong.

Fungsi tokoh wanita yang lebih menonjol dari tokoh pria juga terlihat dari penggunaan

salah satu nama tokoh wanita sebagai judul buku, yaitu Panji Jayengtilam. Panji Jayengtilam

adalah nama lain Retna Jinoli. Ia menggunakan nama tersebut ketika menjadi patih di

kerajaan Bali. Tokoh Retna Jinoli saat bernama Patih Jayengtilam terlihat memiliki peranan

yang penting dalam pergerakan alur cerita.

Selanjutnya, melalui analisis aktansial dapat diketahui bahwa empat dari enam aktan

pengirim yang terdapat pada empat skema aktan memiliki unsur yang sama. Unsur tersebut

adalah rasa cinta dan kasih sayang. Pada skema aktan tokoh Sekartaji aktan pengirim berupa

rasa cinta seorang istri kepada suami, yaitu rasa cinta Sekartaji terhadap Asmarabangun. Pada

skema aktan tokoh Asmarabangun aktan pengirim berupa rasa cinta seorang suami kepada

istrinya, yaitu rasa cinta Asmarabangun kepada Sekartaji. Pada Skema aktan tokoh Retna

Jinoli aktan pengirim berupa rasa sayang seorang adik kepada kakaknya, yaitu rasa sayang

Retna Jinoli kepada Sekartaji. Pada skema aktan tokoh Prabu Basunonda aktan pengirim

berupa rasa sayang seorang ayah kepada anaknya, yaitu rasa sayang Prabu Basunonda kepada

Nawang Wulan.

Selain wujud aktan pengirim yang memiliki unsur sejenis, melalui analisis aktansial juga

diketahui bahwa terdapat kesamaan antara peraga aktan subjek dan aktan penerima, serta

terdapat hubungan dan keterkaitan antara peraga aktan objek dan aktan pengirim. Peraga

aktan subjek juga merupakan peraga aktan penerima, sedangkan peraga aktan objek juga

merupakan pengirim rasa cinta dan kasih sayang yang termuat dalam peraga aktan pengirim.

Hubungan dan keterkaitan tersebut ditemukan pada skema aktan tokoh Sekartaji,

Asmarabagun, dan Retna Jinoli. Pada skema aktan tokoh Sekartaji, peraga aktan subjek dan

penerima adalah Sekartaji, sedangkan peraga aktan objek yang juga menjadi pengirim rasa

cinta yang terkandung dalam peraga aktan pengirim adalah Asmarabangun. Pada skema aktan

tokoh Asmarabangun peraga aktan subjek dan penerima adalah Asmarabangun, sedangkan

peraga aktan objek yang juga menjadi pengirim rasa cinta dan kasih sayang yang terkandung

dalam peraga aktan pengirim adalah Sekartaji. Pada skema aktan tokoh Retna Jinoli peraga

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 19: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

aktan subjek dan penerima adalah Retna Jinoli, sedangkan peraga aktan objek yang juga

menjadi pengirim unsur cinta dan kasih sayang pada peraga aktan pengirim adalah Sekartaji.

Dengan demikian, unsur yang terkandung dalam aktan pengirim sama, yaitu berupa rasa

cinta dan kasih sayang. Selain itu, cerita Panji Jayengtilam dapat disimpulkan sebagai karya

sastra naratif berbentuk roman yang dalam skema aktansialnya terdapat kesamaan peraga

aktan subjek dan penerima. Adapun peraga aktan objek juga menjadi pengirim unsur rasa

cinta dan kasih sayang yang terkandung dalam peraga aktan pengirim.

Daftar Referensi

Ranggawarsita, R. Ng. (1932). Panji Jayengtilam. Jakarta: Bale Pustaka.

Juynboll, H.H. (1923). Oudjavaansch-Hollandsche Woorden. Lijst: Leiden.

Bal, Mieke. (1997). Narratology: Introduction to the Theory of Narrative, Second Edition.

Toronto: University of Toronto Press.

Baried, Siti Baroroh. (1994). Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan

Publikasi Fakultas Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.

__________ (1987). Panji: Citra Pahlawan Nusantara. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Jakarta

Bratakesawa, R. Katrangan Tjandrasangkala. Djakarta: Balai Pustaka, 1952.

Greimas, Algirdas Julien. (1983). Structural Semantics. Terj. Daniele McDowell. Nebraska:

University of Nebraska Press.

Kaeh, Abdul Rohman. (1989). Panji Narawangsa. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian

Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur.

Poerbatjaraka, Prof. DR. R. M. Ng. (1940). Panji-Verhalen Onderling Vergelakan.

Bibliotheca Javanica 9. Bandung.

___________. Kapustakaan Djawa. (1957). Djakarta: Djambatan.

Ras, J.J. (1973). The Panji Romance and W.H. Rassers Analysis of Its Theme. Dalam BKI

CXXIX. Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Ratna, Nyoman Kutha. (2004). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Teeuw, A. (2003). Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya.

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013

Page 20: Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model

Zaimar, Okke. (1992). Analisis Dongeng Damarwulan dan Panji Semirang. Depok: FSUI.

Zoetmulder, P.J. (1983). Kalangwan Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Jakarta:

Djambatan.

Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013