serat panji jayengtilam: analisis struktural model
TRANSCRIPT
Serat Panji Jayengtilam: Analisis Struktural Model Aktansial dan
Fungsional Greimas
Fifi Ratna Ekasari, Amyrna Leandra Saleh
Sastra Daerah Untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Abstrak
Penelitian ini menganalisis sebuah cerita yang berjudul Panji Jayengtilam dengan menggunakan pendekatan model aktansial dan fungsional Greimas. Penelitian difokuskan kepada unsur yang terkandung dalam aktan pengirim, hubungan keempat aktan inti, dan fungsi tokoh dalam membangun alur cerita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur yang terkandung dalam peraga aktan pengirim sama. Cerita Panji Jayengtilam dapat disimpulkan sebagai karya sastra naratif berbentuk roman yang dalam skema aktansialnya terdapat kesamaan peraga aktan subjek dan penerima. Adapun peraga aktan objek juga menjadi pengirim unsur rasa cinta dan kasih sayang yang terkandung dalam peraga aktan pengirim. Kata kunci: aktan; Greimas; karya sastra berbentuk roman; strukturalisme
Serat Panji Jayengtilam: Analysis of Structural and Functional Actantial Model of Greimas
Abstract This research analyzes a story entitled Panji Jayengtilam by using actantial model and functional of Greimas approaches. This study is focused on the element contained in the actant sender, the relationship between four actantial basics, and the function of actor in the story. The results of this study revealed that the element contained in the actant sender are in the same. The story of Panji Jayengtilam is regarded as narrative romance story which in it’s actantial scheme there is a similarity of actor between actant subject and receiver. While the actor of actant object also becomes the element of love and affection which are contained in the actor of actant sender. Keywords: actant; Greimas; narrative romance story; structuralism
Pendahuluan
Zoetmulder membagi puisi dalam dunia Sastra Jawa menjadi tiga berdasarkan
periodisasi bahasa yang digunakan, meliputi puisi Jawa Kuna ‘kakawin’, puisi Jawa Tengahan
‘kidung’, dan puisi Jawa Baru ‘macapat’. Puisi tersebut sebagian ditemukan termuat dalam
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
naskah1 kuno. Teks berbentuk puisi yang terkandung dalam naskah kuno ditulis dengan
menggunakan tulisan tangan pada daun nipah, rontal, dluwang atau bambu, namun seiring
dengan berkembangnya zaman banyak teks dalam naskah Jawa yang dicetak dalam bentuk
buku, salah satunya adalah Serat Panji Jayengtilam karangan R. Ng. Ranggawarsita, pujangga
agung Kasunanan Surakarta, pada tahun 1834 M.
Masyarakat pada umumnya menyebut Serat Panji Jayengtilam sebagai cerita Panji.
Cerita Panji merupakan karya sastra asli Jawa yang menurut Poerbatjaraka (1940: 368),
muncul pada masa Jawa Tengahan, tepatnya pada masa Kerajaan Majapahit, yaitu sekitar
tahun 1400. Pada mulanya, cerita Panji ditulis dalam bahasa Jawa Tengahan dengan
menggunakan metrum kidung2. Kemudian, dalam perkembangannya cerita Panji ditulis
kembali dalam bahasa Jawa Baru dengan menggunakan metrum macapat.
Secara umum, cerita Panji mengisahkan seorang pangeran yang pergi mengembara
untuk mencari kekasihnya. Menurut Robson dan Zoetmulder, inti cerita Panji berupa kisah
cinta antara Raden Mantri dari Kahuripan dan Dewi Galuh dari Kediri. Cerita yang
mengisahkan percintaan Apanji dengan Dewi Galuh Candrakirana disebut cerita Panji karena
tokoh dalam cerita tersebut selalu menggunakan kata Panji di depan namanya.
Dalam cerita Panji Jawa, secara umum disebutkan empat kerajaan, yaitu Jenggala atau
Kahuripan, Daha atau Kediri atau Mamenang, Gegelang atau Ngurawan, dan Singasari.
Cerita-cerita Panji memiliki pola cerita yang mirip bahkan sama, tetapi seringkali dibumbui
dengan seluk beluk naratif yang berbeda-beda. Nama tokoh juga seringkali memiliki
kesamaan meskipun jalan cerita yang disampaikan berbeda. Menurut Ras (1973: 1), cerita
Panji mengisahkan cerita yang sama, hanya dengan cara yang berbeda.
Adapun pola cerita Panji menurut Poerbatjaraka (Barried, 1987: 3) adalah pelaku utama
adalah Inu Kertapati (putra Raja Kahuripan) dan Galuh Candrakirana (putri Raja Daha), Panji
bertemu dengan kekasih pertamanya yang berasal dari rakyat jelata ketika sedang berburu,
terbunuhnya kekasih pertama Panji, hilangnya Galuh Candrakirana, adegan-adegan
pengembaraan dua tokoh utama, bertemunya kembali Panji dan Galuh Candrakirana
kemudian dua tokoh utama tersebut menikah.
Akan tetapi, dalam cerita Panji Jayengtilam pola cerita Panji yang muncul agak
berbeda. Jika pada sebagian besar cerita Panji tokoh sang Panji diceritakan melakukan
1 Naskah adalah kumpulan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa pada masa lampau (Baried, 1994: 55). 2 Kidung adalah hasil kesusastraan Jawa Tengahan yang berbentuk puisi. Kidung juga dianggap sebagai tembang macapat tua (Poerbatjaraka, 1957: 75).
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
pengembaraan karena ingin mencari kekasihnya, yaitu Dewi Galuh Candrakirana yang
menghilang dari kerajaannya, namun dalam cerita Panji Jayengtilam yang hilang adalah
Panji. Kemudian Galuh Candrakirana pergi mengembara untuk mencari sang Panji. Pada awal
cerita sebagian besar cerita Panji, dikisahkan bahwa Raden Panji dan Dewi Galuh
Candrakirana belum menikah bahkan belum saling mengenal. Akan tetapi, dalam teks Panji
Jayengtilam dikisahkan Raden Panji dengan Dewi Galuh Candrakirana sudah menikah dan
memiliki seorang putra yang bernama Kuda Laleyan.
Menurut Kaeh (1989: 24), salah satu hal yang pasti terjadi dalam cerita Panji adalah
adanya penyamaran dan tokoh berganti nama. Pada cerita Panji Jayengtilam penyamaran dan
perubahan nama tokoh terjadi pada tokoh Dewi Galuh Candrakirana, Retna Jinoli, dan Raden
Wukirsari. Dewi Galuh Candrakirana menyamar sebagai seorang laki-laki kemudian berganti
nama menjadi Klana Madubrangta. Retna Jinoli juga menyamar sebagai seorang laki-laki
bernama Madukusuma. Raden Wukirsari menyamar sebagai Cantrik Ragagati.
Selain penyamaran dan perubahan nama, tokoh dalam cerita Panji biasanya memiliki
nama lebih dari satu. Dalam cerita Panji Jayengtilam tokoh Dewi Galuh Candrakirana juga
disebut dengan nama Dewi Sekartaji dan Galuh Sangkaningrat. Bahkan, dalam cerita ia lebih
sering disebut dengan nama Sekartaji. Tokoh Retna Jinoli juga memiliki banyak nama. Dalam
cerita sering kali juga disebut dengan nama Dewi Ragil Kuning dan Dewi Onengan.
Begitupula dengan tokoh Panji, ia juga disebut dengan nama Panji Inu Kartapati dan Panji
Asmarabangun. Dalam cerita Panji Jayengtilam tokoh Panji lebih sering disebut dengan nama
Panji Asmarabangun.
Tinjauan Teoritis
Teori struktural model aktansial dan fungsional Greimas merupakan buah pemikiran
seorang ahli bahasa dari Prancis bernama Algirdas Julien Greimas. Greimas menerapkan
teori aktansial dan fungsionalnya kepada cerita rakyat dan dongeng-dongeng Prancis. Dalam
teorinya, Greimas mengenalkan istilah aktan. Menurut Bal (1997: 198), aktan adalah
sekelompok aktor atau pelaku yang memiliki kualitas karakteristik yang sama.
Menurut Greimas (1983: xl), sebuah aktan dibangun dari kumpulan fungsi. Fungsi
adalah tindakan yang dilakukan oleh tokoh. Teori aktansial Greimas dapat dijabarkan melalui
sebuah skema seperti di bawah ini.
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
pengirim subjek penerima
penolong objek penentang
Berdasarkan skema di atas dapat dilihat bahwa dalam teori aktansial Greimas terdapat
enam buah aktan, yaitu subjek, objek, pengirim, penerima, penolong, dan penentang. Setiap
aktan memiliki fungsi yang berbeda. Subjek adalah seseorang yang mendapat perintah dari
pengirim untuk mendapatkan objek. Objek adalah sesuatu atau seseorang yang diinginkan
oleh pengirim dan juga dicari oleh subjek. Pengirim adalah seseorang atau sesuatu yang
memiliki kuasa untuk menggerakkan subjek dalam mencari objek. Penerima adalah seseorang
atau sesuatu yang menerima objek hasil pencarian subjek. Penolong adalah seseorang atau
sesuatu yang membantu subjek untuk mendapatkan objek. Penentang adalah seseorang atau
sesuatu yang menghalangi usaha subjek untuk mendapatkan objek.
Di dalam sebuah cerita, keenam aktan di atas akan diduduki oleh peraga atau pelaku.
Peraga yang mengisi aktan-aktan tersebut (kecuali subjek) tidak selalu berupa manusia (Bal,
1997: 197), tetapi dapat juga berupa benda mati atau sesuatu yang abstrak seperti mimpi atau
firasat, sedangkan aktan subjek selalu diduduki oleh manusia karena subjek adalah pelaku
tindakan.
Dalam suatu skema terkadang aktan penolong dan penentang tidak terisi. Pada skema
aktansial, sebuah aktan bisa diduduki lebih dari satu peraga. Begitu pula sebaliknya, satu
peraga bisa saja menduduki lebih dari satu aktan. Fungsi tiap peraga dapat berubah-ubah
tergantung siapa yang menjadi subjek atau pelaku tindakannya, namun pada dasarnya fungsi-
fungsi tersebut tetap sama, hanya peraganya saja yang akan berubah-ubah.
Perlu diketahui bahwa teori struktural model aktansial dan fungsional Greimas
merupakan pembaharuan dari teori struktural Vladimir Propp, strukturalis dari Rusia yang
juga menerapkan teorinya pada dongeng-dongeng. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Propp terhadap dongeng-dongeng di Rusia, ditemukan bahwa tindakan yang dilakukan
oleh tokoh-tokoh dalam cerita Rusia selalu sama, meskipun cerita dan nama tokohnya
berbeda.
Teori aktansial dan model fungsional memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama lain.
Hubungan antar aktan ditentukan oleh fungsi tiap aktan dalam membangun alur cerita.
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
Fungsi-fungsi tersebut muncul dari tindakan-tindakan aktan yang dapat dilihat dalam model
fungsional. Fungsi-fungsi tersebut dinyatakan dengan kata benda, seperti keberangkatan,
kedatangan, hukuman, dan seterusnya (Zaimar, 1992: 4).
Situasi Awal
Transformasi Situasi Akhir
Tahap Uji Kecakapan
Tahap Utama Tahap
Kegemilangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa model fungsional Greimas terdiri dari tiga
tahapan, yaitu tahap situasi awal, transformasi, dan situasi akhir. Tahap transformasi terdiri
dari tiga tahapan, yaitu tahap uji kecakapan, tahap utama, dan tahap kegemilangan.
Situasi awal ditandai dengan munculnya objek. Pengirim kemudian memberikan kuasa
kepada subjek untuk mendapatkan objek. Tahap uji kecakapan berisi usaha subjek melalui
tantangan yang ada untuk mendapatkan objek. Jika subjek mampu melewati tantangan yang
ada, maka tahapan akan berlanjut ke tahap utama. Pada tahap ini penentang dan penolong
juga muncul.
Tahap utama adalah tahap ketika subjek berhasil mendapatkan objek. Akan tetapi,
dalam tahap ini muncul pahlawan palsu yang mengambil objek dari subjek. Jika pahlawan
palsu tidak muncul sehingga subjek dapat langsung memberikan objek pada penerima, maka
tahap transformasi akan terhenti sehingga tahap kegemilangan tidak akan tercapai. Tahap
kegemilangan berisi usaha subjek untuk menyerahkan objek kepada penerima. Situasi akhir
merupakan tahap penyelesaian konflik. Objek telah diterima oleh penerima lalu terjadi
keseimbangan cerita yang menandakan berakhirnya cerita.
Tiga tahapan transformasi, yakni tahap uji kecakapan, tahap utama, dan tahap
kegemilangan, tidak selalu tercapai. Ada kalanya hanya satu atau dua tahapan saja yang
tercapai. Adapun, situasi awal dan situai akhir dalam struktur alur model fungsional akan
selalu terisi, meskipun pada situasi akhir keseimbangan cerita terkadang tidak terjadi.
Analisis juga ditekankan pada aktan pengirim yang diduga memiliki unsur sejenis.
Selain itu penulis juga akan mencari hubungan antara keempat aktan inti, yaitu subjek, objek,
pengirim, dan penerima. Menurut Greimas (1983: 203), dalam cerita naratif berbentuk roman
terdapat kecenderungan bahwa peraga aktan subjek juga merupakan peraga aktan penerima,
sedangkan peraga aktan objek juga merupakan seseorang yang menjadi pengirim cinta yang
terkandung di dalam aktan pengirim.
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
1. Rasa cinta Sekartaji
terhadap
Asmarabangun
“In a narrative that is only a common love story ending in marriage without the parents’ intervention, the subject is also the receiver, while the object is at the same time the sender of love” (Greimas, 1983: 203).
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah pendekatan objektif dan deskriptif
analisis. Metode pendekatan objektif menitik beratkan pada karya sastra itu sendiri (Teeuw,
2003: 43). Metode pendekatan objektif pada penelitian sastra lebih memfokuskan pengamatan
terhadap unsur-unsur intrinsik (Ratna, 2004: 73). Adapun metode deskriptif analisis adalah
metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang ada kemudian
menganalisisnya (Ratna, 2004: 53).
Pembahasan
1. Tokoh Dewi Sekartaji / Dewi Galuh Candrakirana / Dewi Sangkaningrat / Klana
Madubrangta
1.1 Skema Aktansial
Dewi Sekartaji
1. Retna Jinoli 1. Asmarabangun
2. Kuda Laleyan
3. Kili Suci
4. Bathara Narada
5. Penghuni kerajaan tertidur
6. Demang Pulung
7. Surat Permohonan Asmarabangun
8. Sri Danurwenda
9. Sri Gajaksana
10. Kerabat kerajaan Bali
1. Usaha bunuh diri
2. Semua pintu terkunci
3. Ketidaktahuan Sekartaji akan
keberadaan Asmarabangun
1. Sekartaji
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
Pada suatu malam Asmarabangun (objek) tiba-tiba menghilang dari kerajaan Jenggala.
Tidak ada satu pun orang yang mengetahui keberadaan Asmarabangun. Sekartaji (subjek)
sangat mencintai Asmarabangun (pengirim), maka ia bersedih saat Asmarabangun hilang.
Sekartaji sempat melakukan usaha bunuh diri (penentang) karena ia merasa tidak bisa hidup
tanpa Asmarabangun. Akan tetapi, usaha bunuh diri tersebut dapat digagalkan oleh Retna
Jinoli (penolong). Sekartaji mengurungkan niatnya untuk bunuh diri juga karena ia teringat
kepada Kuda Laleyan (penolong), anaknya yang masih berusia dua bulan.
Suatu hari Kili Suci (penolong) tiba di kerajaan Jenggala. Kili Suci memberitahu bahwa
Asmarabangun diculik oleh Prabu Basunonda karena Nawang Wulan, anak Prabu Basunonda,
ingin menikah dengan Asmarabangun. Malam harinya, Sekartaji berniat untuk mencari
Asmarabangun. Ia pergi secara diam-diam dari kerajaan Jenggala dengan membawa serta
Kuda Laleyan. Akan tetapi, ternyata semua pintu kerajaan sudah terkunci (penentang)
sehingga Sekartaji tidak bisa keluar, namun ia tidak putus asa. Sekartaji terus mencari cara
agar bisa keluar dari kerajaan. Pada akhirnya Sekartaji menemukan sebuah pintu belakang
yang tidak terkunci (penolong). Melalui pintu tersebut Sekartaji dapat keluar dari kerajaan.
Dalam perjalanannya mencari Asmarabangun (objek), Sekartaji bertemu dengan Retna
Jinoli (penolong). Setelah mengetahui bahwa Sekartaji pergi dari kerajaan Retna Jinoli
kemudian juga pergi meninggalkan kerajaan untuk mencari Sekartaji. Di tengah hutan
Sekartaji bertemu dengan Bathara Narada. Bathara Narada (penolong) datang untuk
memberikan petunjuk mengenai keberadaan Asmarabangun dan meminta Sekartaji
menyerahkan Kuda Laleyan kepada Batara Naradha. Kemudian, Sekartaji dan Retna Jinoli
juga harus bersedia diubah menjadi seorang laki-laki bernama Madubrangta dan Madukusuma
oleh Bathara Narada dan harus pergi ke Bali untuk menolong raja Bali Surya Legawa
melawan Raja Sewunagara.
Madubrangta (Sekartaji) berhasil mengalahkan Raja Sewunagara. Ia lalu diangkat
sebagai raja Bali menggantikan Raja Bali Surya Legawa. Madubrangta (Sekartaji) kemudian
mengangkat Madukusuma (Retna Jinoli) sebagai patih yang bernama Patih Jayengtilam.
Suatu hari Madubrangta (Sekartaji) mengusir Demang Pulung (penolong) dari Bali agar
Demang Pulung kembali melanjutkan perjalannya mencari Asmarabangun, kemudian
memberitahu Asmarabangun bahwa Sekartaji berada di Bali. Singkat cerita Demang Pulung
telah bertemu dengan Asmarabangun lalu Asmarabangun datang ke Bali.
Asmarabangun mengirim surat permohonan kepada Madubrangta (Sekartaji) yang berisi
permintaan Asmarabangun agar Madubrangta berkenan untuk mengembalikan Sekartaji. Jika
tidak, maka kerajaan Bali akan diserang dan Sekartaji akan diambil secara paksa.
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
Madubrangta (Sekartaji) tidak bersedia memberikan Sekartaji kepada Asmarabangun, maka
peperangan pun terjadi. Dalam peperangan Madubrangta (Sekartaji) dibantu oleh kerabat
kerajaan Bali. Di akhir peperangan Asmarabangun mengetahui bahwa Madubrangta adalah
Sekartaji yang ia cari.
Melalui surat permohonan (penolong) dari Asmarabangun, Sekartaji (Madubrangta)
dapat bertemu dengan Asmarabangun (objek) meskipun dalam peperangan. Akan tetapi, pada
saat berperang melawan Madubrangta (Sekartaji), Asmarabangun tidak mengetahui bahwa
Madubrangta adalah Sekartaji yang ia cari karena pada saat itu Sekartaji masih berwujud
sebagai Madubrangta.
Setelah dijabarkan mengenai skema aktansial tokoh Sekartaji selanjutnya akan dibahas
mengenai unsure yang terkandung dalam aktan pengirim. Unsur yang terkandung dalam aktan
pengirim adalah rasa cinta dna kasih sayang. Kali ini peraga aktan pengirim pada skema
Sekartaji berupa rasa cinta seorang istri (Sekartaji) terhadap suaminya (Asmarabangun).
Berdasarkan skema aktansial di atas juga dapat dilihat bahwa peraga aktan subjek sama
dengan peraga aktan penerima, yaitu Sekartaji. Adapun peraga aktan objek, yaitu
Asmarabangun, juga menjadi pengirim rasa cinta yang terkandung dalam aktan pengirim.
1.2 Model Fungsional
Situasi Awal
Cerita diawali dengan keceriaan kerabat Jenggala dalam pesta perayaan kelahiran Kuda
Laleyan. Kemudian, pada suatu malam Asmarabangun tiba-tiba menghilang. Sekartaji
bersedih karena Asmarabangun menghilang. Sekartaji merasa putus asa karena tidak ada satu
orang pun yang mengetahui keberadaan suaminya, lalu ingin bunuh diri. Akan tetapi, usaha
bunuh diri tersebut berhasil digagalkan oleh Retna Jinoli. Pada suatu hari Kili Suci tiba di
kerajaa Jenggala. Ia kemudian memberitahu Sekartaji bahwa Asmarabangun diculik oleh
Prabu Basunonda karena anak Prabu Basunoda ingin menikah dengan Asmarabangun. Pada
malam harinya Sekartaji secara diam-diam pergi dari kerajaan Jenggala untuk mencari
Asmarabangun.
Transformasi
a. Tahap Uji Kecakapan
Tahap uji kecakapan dimulai ketika Sekartaji bertemu dengan Retna Jinoli di tengah
hutan, lalu mereka didatangi oleh Bathara Narada. Bathara Narada mengubah Sekartaji
menjadi Madubrangta kemudian menyuruh Sekartaji (Madubrangta) pergi ke Bali untuk
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
1. Rasa Kasihan kepada
Nawang Wulan
2. Rasa cinta Asmarabagun
terhadap Sekartaji
membantu raja Bali Surya Legawa mengalahkan Raja Sewunagara. Setelah berhasil
mengalahkan Raja Sewunagara, Sekartaji (Madubrangta) diangkat sebagai Raja Bali.
Pada suatu hari Madubrangta (Sekartaji) mengusir Demang Pulung dari kerajaan Bali
untuk memancing Asmarabangun datang ke Bali. Selang beberapa hari Asmarabangun tiba di
Bali. Tidak berapa lama setelah kedatangan Asmarabangun, Sekartaji mendapat surat
permohonan dari Asmarabangun yang berisi permintaan agar Madubrangta menyerahkan
Sekartaji, namun Madubrangta tidak mengabulkannya, maka terjadilah perang.
b. Tahap Utama
Dalam peperangan Madubrangta (Sekartaji) bertemu dengan Asmarabangun.
Madubrangta (Sekartaji) tidak sanggup berperang melawan Asmarabangun karena selama
berperang Asmarabangun selalu menggendong Kuda Laleyan, maka Madubrangta (Sekartaji)
melarikan diri dari pertempuran.
c. Tahap Kegemilangan
Asmarabangun mengejar Madubrangta (Sekartaji) yang terus berlari hingga masuk ke
dalam kerajaan. Hingga pada akhirnya Madubrangta berubah wujud menjadi Sekartaji.
Situasi Akhir
Di Akhir cerita Asmarabangun mengetahui bahwa Madubrangta adalah Sekartaji.
Mereka pun saling melepas rindu, kemudian bersatu kembali.
Dari beberapa peristiwa fungsional di atas kemudian dapat diketahui bahwa tokoh
Sekartaji memiliki fungsi dominan sebagai subjek.
2. Tokoh Panji Asmarabangun
2.1 Skema Aktansial
1. Prabu Basunonda
2. Demang Pulung/Jurudeh
1. Nawang Wulan
2. Asmarabangun
Asmarabangun
1. Prabu Basunonda
2. Cuaca Buruk
3. Madubrangta /
Sekartaji
1. Menikahi Nawang Wulan
2. Sekartaji
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
3. Raden Wirun
4. Raden Andaka
5. Raden Kartala
6. Bathara Narada
7. Kuda Laleyan
8. Raden Wratsangka
9. Raden Warsaya
10. Patih Kudanawarsa
Asmarabangun (subjek) bersedia menikahi Nawang Wulan (penerima) karena rasa
kasihan Asmarabangun kepada Nawang Wulan (pengirim). Asmarabangun tahu bahwa
Nawang Wulan sangat mencintainya. Bahkan, Nawang Wulan rela mati jika tidak bisa
menikah dengan Asmarabangun. Asmarabangun merasa iba dengan Nawang Wulan sehingga
ia bersedia menikahi Nawang Wulan. Prabu Basunonda (penolong) pun merestui keinginan
Asmarabangun untuk menikahi anaknya. Pada suatu hari Asmarabangun (subjek) teringat
pada Sekartaji, lalu ia ingin pulang ke Jenggala. Akan tetapi, Prabu Basunonda (penentang)
tidak memperbolehkannya karena cuaca sedang buruk (penentang).
Suatu ketika datanglah Demang Pulung ke negeri Parang Kencana. Demang Pulung
(penolong) membawa kabar untuk Asmarabangun (subjek) bahwa Sekartaji (objek) saat ini
telah menjadi istri raja Bali bernama Madubrangta dan diangkat sebagai permaisurinya.
Asmarabangun kesal mendengar berita tersebut, lalu ia berangkat ke Bali untuk menemui
Sekartaji.
Saat rombongan Asmarabangun tiba di tengah hutan mereka bertemu dengan Raden
Wirun, Raden Andaka, dan Raden Kartala (penolong). Mereka bertiga datang menemui
Asmarabangun untuk menyerahkan Kuda Laleyan dan surat dari Sekartaji yang dititipkan
kepada Bathara Narada. Kemudian, rombongan Asmarabangun melanjutkan perjalanan
menuju Bali.
Saat sudah tiba di Bali, Patih Kudanawarsa (penolong) memberi saran kepada
Asmarabangun agar menulis surat kepada Madubrangta (Sekartaji). Isi dari surat tersebut
adalah meminta agar Madubrangta (Sekartaji) menyerahkan kembali Sekartaji. Jika tidak
maka Bali akan diserang. Asmarabangun kemudian menulis surat tersebut, lalu mengutus
Raden Wratsangka dan Raden Warsaya (penolong) untuk menyampaikan surat tersebut
kepada Madubrangta (Sekartaji).
15. Banu Putra
16. Prabu Antisura
17. Sinjanglaga
18. Prabu Astradarma
19. Prabu Udaka
11. Raden Wukirsari
12. Dewi Purnamasidhi
13. Nawang Wulan
14. Demang Palang/Prasonta
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
Madubrangta (penentang) ternyata tidak bersedia menyerahkan Sekartaji kepada
Asmarabangun, maka perang pun terjadi. Dalam peperangan melawan negara Bali
Asmarabangun dibantu oleh kerabat kerajaan Jenggala dan Parang Kencana (lihat pada skema
aktansial bagian aktan penolong no.11-18). Dalam peperangan pasukan Asmarabangun selalu
kalah karena pasukan Bali memiliki Patih Jayengtilam yang sangat sakti. Prajurit
Asmarabangun banyak yang mati di tangan Jayengtilam.
Suatu hari Asmarabangun memanggil Demang Palang (penolong) untuk mencaritahu
kelemahan Madubrangta (Sekartaji). Sesuai dengan saran Demang Palang, Asmarabangun
kemudian maju perang melawan Madubrangta dan Raden Wukirsari juga turut berperang
untuk melawan Patih Jayengtilam. Selama berperang melawan Madubrangta, Asmarabangun
selalu menggendong Kuda Laleyan (penolong). Madubrangta (Sekartaji) menjadi lemah saat
melihat Kuda Laleyan berada dalam gendongan ayahnya. Madubrangta (Sekartaji) kemudian
lari dari pertempuran, lalu berubah menjadi Sekartaji. Dengan demikian, Asmarabangun
mengetahui bahwa Madubrangta adalah Sekartaji.
Pada skema aktansial tokoh Asmarabangun muncul dua buah peraga aktan pengirim.
Akan tetapi, yang akan lebih diperhatikan adalah peraga aktan pengurim kedua yang berupa
rasa cinta Asmarabangun terhadap Sekartaji. Dalam aktan perngirim tersebut terkandung
unsur rasa cinta dan kasih sayang seorang suami (Asmarabangun) kepada istri (Sekartaji).
Berdasarkan skema aktansial di atas dapat diketahui bahwa tokoh Asmarabangun
menjadi peraga dari dua aktan sekaligus, yaitu peraga aktan subjek dan aktan penerima.
Adapun aktan objek dan aktan pengirim, keduanya juga memiliki keterkaitan. Aktan objek
diisi oleh tokoh Sekartaji dan aktan pengirim diisi oleh rasa cinta Asmarabangun terhadap
Sekartaji. Tokoh Sekartaji yang menyebabkan rasa cinta muncul di hati Asmarabangun,
sehingga dapat dikatakan bahwa Sekartaji adalah pengirim rasa cinta yang terkandung dalam
peraga aktan pengirim.
2.2 Model Fungsional
Situasi Awal
Asmarabangun dan seluruh kerabat kerajaan Jenggalamanik sedang bersuka cita
merayakan kelahiran Kuda Laleyan. Kemudian, pada suatu malam tiba-tiba Asmarabangun
diculik oleh Prabu Basunonda untuk dibawa negara Parang Kencana. Di Parang Kencana
Asmarabangun dipertemukan dengan Nawang Wulan. Nawang Wulan menyampaikan
keinginannya untuk menikah dengan Asmarabangun. Asmarabangun tidak tega saat Nawang
Wulan mengatakan bahwa ia rela mati jika tidak bisa menikah dengan Asmarabangun, maka
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
Asmarabangun bersedia menikahi Nawang Wulan. Pada suatu hari Asmarabangun teringat
kepada Sekartaji, lalu ia ingin pulang ke Jenggala untuk bertemu dengan Sekartaji.
Transformasi
a. Tahap Uji Kecakapan
Asmarabangun tidak bisa kembali ke Jenggalamanik karena cuaca buruk. Ia menunggu
cuaca membaik hingga suatu hari datanglah Demang Pulung ke Parang Kencana. Demang
Pulung datang untuk memberitahu Asmarabangun bahwa Sekartaji saat ini telah diperistri
oleh raja Bali. Asmarabangun lalu segera pergi ke Bali untuk menemui Sekartaji.
Sesampainya di Bali Asmarabangun mengirim surat permohonan kepada Madubrangta
(Sekartaji) agar bersedia mengembalikan Sekartaji.
b. Tahap Utama
Madubrangta tidak bersedia mengembalikan Sekartaji, maka terjadilah perang. Saat
berperang melawan Madubrangta (Sekartaji), Asmarabangun menggendong Kuda Laleyan.
Hal tersebut membuat Madubrangta (Sekartaji) lemah, kemudian melarikan diri dari
peperangan.
c. Tahap Kegemilangan
Madubrangta (Sekartaji) melarikan diri ke dalam kerajaan. Asmarabangun terus
mengejar Madubrangta (Sekartaji). Di dalam kerajaan ternyata Madubrangta berubah wujud
menjadi Sekartaji.
Situasi Akhir
Asmarabangun terkejut saat mengetahui bahwa Madubrangta adalah Sekartaji.
Keduanya lalu saling melepas rindu dan kembali hidup bersama.
Berdasarkan fungsi yang dimiliki tokoh Asmarabangun pada setiap peristiwa-peristiwa
penting yang dilaluinya, maka dapat dikatakan bahwa tokoh Asmarabangun memiliki fungsi
yang dominan sebagai subjek sekaligus objek.
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
3. Tokoh Retna Jinoli / Dewi Ragil Kuning / Dewi Onengan / Madukusuma /
Jayengtilam
3.1 Skema Aktansial
Retna Jinoli 1. Retna Jinoli
1. Resi Purwajati Sekartaji
2. Cantrik Ragagati/Raden Wukirsari
3. Tangisan Kuda Laleyan
Retna Jinoli (subjek) secara diam-diam pergi dari kerajaan Jenggala untuk menyusul
Sekartaji (objek). Rasa sayang Retna Jinoli kepada Sekartaji (pengirim) yang menjadi alasan
Retna Jinoli harus mencari Sekartaji. Retna Jinoli tidak mengetahui kemana Sekartaji pergi
(penentang) maka ia berjalan tak tentu arah hingga tiba di pertapaan Ngadhong Wukir.
Di pertapaan tersebut Retna Jinoli bertemu dengan Resi Purwajati (penolong). Resi
Purwajati memberitahu Retna Jinoli dimana Sekartaji berada. Ia memberitahu Retna Jinoli
bahwa saat ini Sekartaji sedang berada di tengah hutan. Setelah mengetahui keberadaan
Sekartaji (objek), Retna Jinoli (subjek) mohon diri kepada Resi Purwajati untuk melanjutkan
perjalanan mencari Sekartaji. Resi Purwajati mengizinkan, kemudian meminta Cantrik
Ragagati/Raden Wukirsari (penolong) dan dua abdinya untuk menemani perjalanan Retna
Jinoli.
Dalam perjalanan menuju tempat Sekartaji (objek) berada, Retna Jinoli (subjek) dikejar-
kejar oleh tentara Bugis (penentang) yang tergila-gila melihat kecantikan Retna Jinoli. Cantrik
Ragagati (penolong) bersedia membantu Retna Jinoli agar terlepas dari kejaran tentara Bugis
(penentang) jika Retna Jinoli bersedia menikah dengannya. Cantrik Ragagati/Raden
Wukirsari berhasil mengalahkan tentara Bugis. Setelah Cantrik Ragagati/Raden Wukirsari
berhasil mengalahkan tentara Bugis, penyamarannya terbuka. Retna Jinoli kemudian
melarikan diri karena ia tidak mencintai Raden Wukirsari. Kemudian, ia melanjutkan
perjalanan mencari Sekartaji seorang diri.
Retna Jinoli (subjek) sampai di tengah hutan, ia mendengar suara tangisan bayi
(penolong) yang sangat keras. Retna Jinoli (subjek) lalu mencari tahu sumber tangisan bayi
1. Ketidaktahuan Retna
Jinoli akan keberadaan
Sekartaji
2. Tentara Bugis
Rasa sayang Retna
Jinoli kepada
Sekartaji
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
tersebut. Terkejutlah dia ketika mengetahui bahwa bayi yang menangis adalah Kuda Laleyan.
Pada saat itu Sekartaji sedang pingsan sambil memeluk Kuda Laleyan.
Setelah dijabarkan mengenai skema aktansial tokoh Sekartaji selanjutnya akan dibahas
mengenai unsur yang terkandung dalam aktan pengirim. Unsur yang terkandung dalam aktan
pengirim adalah rasa cinta dan kasih sayang. Kali ini peraga aktan pengirim pada skema
Retna Jinoli berupa rasa cinta dan kasih sayang seorang adik (Retna Jinoli) kepada kakaknya
(Sekartaji).
Berdasarkan skema aktansial di atas dapat dilihat bahwa peraga aktan subjek sama
dengan peraga aktan penerima, yaitu Retna Jinoli. Adapun, aktan objek dan pengirim pada
skema ini juga memiliki keterkaitan. Aktan objek diisi oleh Sekartaji sebagai peraga. Aktan
pengirim diisi oleh rasa sayang Retna Jinoli terhadap Sekartaji. Pada skema ini Sekartaji
berfungsi sebagai objek yang dicari oleh Retna Jinoli (subjek) dan juga sebagai orang yang
menyebabkan munculnya rasa sayang pada diri Retna Jinoli. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Sekartaji merupakan pengirim rasa sayang yang terkandung dalam peraga aktan pengirim.
3.2 Model Fungsional
Situasi Awal
Retna Jinoli sangat panik saat mengetahui bahwa Sekartaji pergi dari kerajaan
Jenggalamanik. Kemudian, Retna Jinoli juga pergi dari kerajaan Jenggalamanik untuk
menyusul Sekartaji.
Transformasi
a. Tahap Uji Kecakapan
Retna Jinoli sampai di pertapaan Ngadhong Wukir, lalu ia bertemu dengan Resi
Purwajati. Resi Purwajati memberikan petunjuk kepada Retna Jinoli mengenai keberadaan
Sekartaji. Setelah mengetahui keberadaan Sekartaji, Retna Jinoli lalu melanjutkan perjalanan
dengan ditemani oleh Cantrik Ragagati/Raden Wukirsari dan dua abdinya. Di tengah hutan
Retna Jinoli dikejar oleh tentara Bugis. Cantrik Ragagati berusaha menyelamatkan Retna
Jinoli dengan syarat Retna Jinoli harus menikah dengannya. Akan tetapi, setelah berhasil
mengalahkan tentara Bugis, Retna Jinoli mengetahui bahwa Cantrik Ragagati adalah Raden
Wukirsari. Retna Jinoli tidak mencintai Raden Wukirsari, maka ia melarikan diri lalu
melanjutkan perjalanan mencari Sekartaji seorang diri.
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
b. Tahap Utama
Retna Jinoli berhasil menemukan Sekartaji di tengah hutan. Kemudian, Retna Jinoli
menemai Sekartaji melanjutkanperjalanannya mencari Asmarabangun.
Tahap kegemilangan dan situasi akhir tidak tercapai karena pada tahap utama Retna
Jinoli (subjek) langsung berhasil mendapatkan objek (Sekartaji) yang ia cari, kemudian dapat
langsung menyerahkan objek (Sekartaji) kepada penerima (Retna Jinoli). Tahapan situasi
akhir juga tidak tercapai karena keseimbangan cerita tidak terjadi dan cerita belum berakhir.
Alur cerita secara keseluruhan masih terus berlanjut. Hanya saja fungsi yang dimiliki oleh
Retna Jinoli telah berubah sebagai penolong sehingga tidak dibicarakan lebih lanjut pada
model fungsional ini. Berdasarkan tindakan yang dilakukan Retna Jinoli dalam model
fungsional di atas, dapat diketahui bahwa fungsi dominan yang dimiliki Retna Jinoli adalah
sebagai penolong.
4. Tokoh Prabu Basunonda
4.1 Skema Aktansial
Pada suatu malam Nawang Wulan (penerima) bermimpi menikah dengan
Asmarabangun (objek). Semenjak mengalami mimpi (pengirim) tersebut Nawang Wulan
(penerima) memiliki keinginan untuk menikah dengan Asmarabangun (objek). Akan tetapi,
keinginan Dewi Nawang Wulan untuk menikah dengan Panji Asmarabangun tidak dapat
begitu saja terwujud karena Nawang Wulan dan Asmarabangun tidak saling mengenal. Oleh
sebab itu, Nawang Wulan bersedih hatinya.
Prabu Basunonda (subjek), ayah Nawang Wulan, kemudian pergi ke Jenggalamanik
untuk menculik Asmarabangun (objek). Tindakan Prabu Basunonda tersebut digerakkan oleh
rasa cintanya kepada Nawang Wulan (pengirim). Dalam misinya menculik Asmarabangun,
Prabu Basunonda (subjek) dibantu oleh tentara Bugis (penolong) yang bertugas untuk
1. Rasa sayang Prabu Basunonda
Nawang Wulan
1. Kesaktian Prabu
Basunonda
2. Tentara Bugis
Panji Asmarabangun 1. Cahaya dari tubuh
Kuda Laleyan
2. Rasa bimbang
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
mengamankan kerajaan Jenggalamanik ketika penculikan berlangsung. Kesaktian (penolong)
Prabu Basunonda yang berupa mantra pangendra jala membuat penghuni kerajaan
Jenggalamanik tertidur pulas sehingga mempermudah Prabu Basunonda untuk menculik
Asmarabangun.
Saat menculik Asmarabangun, Prabu Basunonda sempat pingsan karena terkena cahaya
yang terpancar dari tubuh Kuda Laleyan (penentang). Setelah sadar Prabu Basunonda menjadi
bimbang (penentang) untuk menculik Asmarabangun. Ia merasa tidak tega karena
Asmarabangun memiliki anak yang masih bayi. Akan tetapi, pada akhirnya Prabu Basunonda
tetap menculik Asmarabangun dan membawanya ke Parang Kencana.
Setelah dijabarkan skema aktansial di atas, kemudian akan dibahas mengenai unsur yang
terkandung dalam aktan pengirim. Pada skema tokoh Prabu Basunonda unsur yang
terkandung dalm aktan pengirim berupa rasa sayang seorang ayah (Prabu Basunonda) kepada
anaknya (Nawang Wulan).
Berbeda dengan ketiga skema aktan sebelumnya, dalam skema ini tidak terdapat
hubungan keterkaitan antara peraga aktan subjek dan penerima, serta peraga aktan objek
bukan merupakan seseorang yang menjadi pengirim rasa cinta yang terkandung dalam aktan
pengirim.
4.2 Model Fungsional
Situasi Awal
Pada suatu malam Nawang Wulan bermimpi menikah dengan Asmarabangun. Sejak
mengalami mimpi tersebut Nawang Wulan tergila-gila pada Asmarabangun. Ia sangat ingin
menikah dengan Asmarabangun. Akan tetapi, Nawang Wulan bersedih karena tidak mengenal
Asmarabangun.
Transformasi
a. Tahap Uji Kecakapan
Prabu Basunonda bersedih melihat Nawang Wulan yang sangat tergila-gila pada
Asmarabangun hingga tidak mau makan dan tidur. Prabu Basunonda kemudian berkeinginan
menculik Asmarabangun untuk dibawa ke Parang Kencana. Keesokan harinya Prabu
Basunonda pergi ke Jenggalamanik. Saat menculik Asmarabangun, Prabu Basunonda pingsan
karena terkena cahaya yang keluar dari tubuh Kuda Laleyan.
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
b. Tahap Utama
Setelah tersadar dari pingsanya, hati Prabu Basunonda menjadi bimbang, namun ia tetap
menculik Asmarabangun untuk dipertemukan dengan Nawang Wulan.
c. Tahap Kegemilangan
Prabu Basunonda kemudian membawa Asmarabangun ke Parang Kencana. Setibanya di
Parang Kencana ia mempertemukan Nawang Wulan dengan Asmarabangun. Tidak disangka
ternyata Asmarabangun bersedia menikahi Nawang Wulan. Prabu Basunonda pun merestui
pernikahan tersebut.
Model fungsional di atas hanya sampai pada tahap kegemilangan. Tahap situasi akhir
tidak tercapai karena keseimbangan cerita belum tercapai. Setelah peristiwa tersebut alur
masih berjalan dan tokoh Prabu Basunonda masih muncul pada peristiwa selanjutnya.
Berdasarkan tindakan yang dilakukan Prabu Basunonda dalam model fungsional di atas
dapat diketahui bahwa fungsi dominan yang dimiliki Prabu Basunonda sebagai penolong.
Kesimpulan
Melalui analisis model fungsional dapat diketahui fungsi dominan dari keempat tokoh
penting dalam cerita yang berperan sebagai subjek. Tokoh Sekartaji merupakan tokoh utama.
Ia memiliki fungsi yang dominan sebagai subjek. Tokoh Asmarabangun juga memiliki fungsi
dominan sebagai subjek. Akan tetapi, perannya sebagai subjek masih kurang kuat jika
dibandingkan dengan tokoh Sekartaji karena kemunculan dan keterlibatan tokoh
Asmarabangun sebagai subjek dalam peristiwa fungsional lebih sedikit dari tokoh Sekartaji.
Tokoh Retna Jinoli dan Prabu Basunonda sama-sama memiliki fungsi dominan sebagai
penolong. Akan tetapi, fungsi tokoh Retna Jinoli sebagai penolong lebih menonjol dari tokoh
Prabu Basunonda karena intensitas keterlibatan tokoh Retna Jinoli pada peristiwa fungsional
lebih tinggi. Ia selalu muncul bersamaan dengan tokoh utama, yaitu Sekartaji, meskipun
hanya berfungsi sebagai penolong.
Dari fungsi tiap tokoh di atas kemudian diketahui bahwa dalam cerita Panji Jayengtilam
fungsi tokoh wanita lebih menonjol dibandingkan tokoh pria. Pada tahap transformasi dapat
dilihat bahwa tokoh Sekartaji dan Retna Jinoli mengalami peristiwa fungsional lebih banyak
dibandingkan tokoh Asmarabangun dan Prabu Basunonda. Dalam setiap peristiwa fungsional
yang terdapat pada tahap transformasi terlihat usaha tokoh Sekartaji dan Retna Jinoli yang
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
sangat maksimal dalam mencapai objek. Dari situ ditemukan bahwa Sekartaji dan Retna Jinoli
merupakan tokoh yang gigih dan memiliki semangat juang tinggi. Bahkan jika dibandingkan
dengan tokoh Asmarabangun, Sekartaji telihat lebih berjuang untuk mendapatkan objek.
Begitu pula dengan Retna Jinoli, ia juga terlihat lebih kuat dari Prabu Basunonda karena
perjuangan atau tindakan yang dilakukannya cukup tinggi. Retna Jinoli selalu hadir di dalam
peristiwa fungsional bersama dengan Sekartaji sebagai seorang penolong.
Fungsi tokoh wanita yang lebih menonjol dari tokoh pria juga terlihat dari penggunaan
salah satu nama tokoh wanita sebagai judul buku, yaitu Panji Jayengtilam. Panji Jayengtilam
adalah nama lain Retna Jinoli. Ia menggunakan nama tersebut ketika menjadi patih di
kerajaan Bali. Tokoh Retna Jinoli saat bernama Patih Jayengtilam terlihat memiliki peranan
yang penting dalam pergerakan alur cerita.
Selanjutnya, melalui analisis aktansial dapat diketahui bahwa empat dari enam aktan
pengirim yang terdapat pada empat skema aktan memiliki unsur yang sama. Unsur tersebut
adalah rasa cinta dan kasih sayang. Pada skema aktan tokoh Sekartaji aktan pengirim berupa
rasa cinta seorang istri kepada suami, yaitu rasa cinta Sekartaji terhadap Asmarabangun. Pada
skema aktan tokoh Asmarabangun aktan pengirim berupa rasa cinta seorang suami kepada
istrinya, yaitu rasa cinta Asmarabangun kepada Sekartaji. Pada Skema aktan tokoh Retna
Jinoli aktan pengirim berupa rasa sayang seorang adik kepada kakaknya, yaitu rasa sayang
Retna Jinoli kepada Sekartaji. Pada skema aktan tokoh Prabu Basunonda aktan pengirim
berupa rasa sayang seorang ayah kepada anaknya, yaitu rasa sayang Prabu Basunonda kepada
Nawang Wulan.
Selain wujud aktan pengirim yang memiliki unsur sejenis, melalui analisis aktansial juga
diketahui bahwa terdapat kesamaan antara peraga aktan subjek dan aktan penerima, serta
terdapat hubungan dan keterkaitan antara peraga aktan objek dan aktan pengirim. Peraga
aktan subjek juga merupakan peraga aktan penerima, sedangkan peraga aktan objek juga
merupakan pengirim rasa cinta dan kasih sayang yang termuat dalam peraga aktan pengirim.
Hubungan dan keterkaitan tersebut ditemukan pada skema aktan tokoh Sekartaji,
Asmarabagun, dan Retna Jinoli. Pada skema aktan tokoh Sekartaji, peraga aktan subjek dan
penerima adalah Sekartaji, sedangkan peraga aktan objek yang juga menjadi pengirim rasa
cinta yang terkandung dalam peraga aktan pengirim adalah Asmarabangun. Pada skema aktan
tokoh Asmarabangun peraga aktan subjek dan penerima adalah Asmarabangun, sedangkan
peraga aktan objek yang juga menjadi pengirim rasa cinta dan kasih sayang yang terkandung
dalam peraga aktan pengirim adalah Sekartaji. Pada skema aktan tokoh Retna Jinoli peraga
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
aktan subjek dan penerima adalah Retna Jinoli, sedangkan peraga aktan objek yang juga
menjadi pengirim unsur cinta dan kasih sayang pada peraga aktan pengirim adalah Sekartaji.
Dengan demikian, unsur yang terkandung dalam aktan pengirim sama, yaitu berupa rasa
cinta dan kasih sayang. Selain itu, cerita Panji Jayengtilam dapat disimpulkan sebagai karya
sastra naratif berbentuk roman yang dalam skema aktansialnya terdapat kesamaan peraga
aktan subjek dan penerima. Adapun peraga aktan objek juga menjadi pengirim unsur rasa
cinta dan kasih sayang yang terkandung dalam peraga aktan pengirim.
Daftar Referensi
Ranggawarsita, R. Ng. (1932). Panji Jayengtilam. Jakarta: Bale Pustaka.
Juynboll, H.H. (1923). Oudjavaansch-Hollandsche Woorden. Lijst: Leiden.
Bal, Mieke. (1997). Narratology: Introduction to the Theory of Narrative, Second Edition.
Toronto: University of Toronto Press.
Baried, Siti Baroroh. (1994). Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan
Publikasi Fakultas Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.
__________ (1987). Panji: Citra Pahlawan Nusantara. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta
Bratakesawa, R. Katrangan Tjandrasangkala. Djakarta: Balai Pustaka, 1952.
Greimas, Algirdas Julien. (1983). Structural Semantics. Terj. Daniele McDowell. Nebraska:
University of Nebraska Press.
Kaeh, Abdul Rohman. (1989). Panji Narawangsa. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur.
Poerbatjaraka, Prof. DR. R. M. Ng. (1940). Panji-Verhalen Onderling Vergelakan.
Bibliotheca Javanica 9. Bandung.
___________. Kapustakaan Djawa. (1957). Djakarta: Djambatan.
Ras, J.J. (1973). The Panji Romance and W.H. Rassers Analysis of Its Theme. Dalam BKI
CXXIX. Gravenhage: Martinus Nijhoff.
Ratna, Nyoman Kutha. (2004). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Teeuw, A. (2003). Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya.
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013
Zaimar, Okke. (1992). Analisis Dongeng Damarwulan dan Panji Semirang. Depok: FSUI.
Zoetmulder, P.J. (1983). Kalangwan Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Jakarta:
Djambatan.
Serat panji …, Fifi Ratna Ekasari, FIB UI, 2013