sg 2 okt. bpk.docx

4
KULIAH UMUM KU-4078 STUDIUM GENERALE RESUME Peran BPK dalam Pemberantasan Korupsi di IndonesiaPembicara: Drs. Hadi Poernomo, Ak. Ketua Badan Pemeriksan Keuangan Republik Indonesia Nama : Priyo Atmaji NIM : 15011010 Program Studi : Teknik Sipil No. HP : 08197990280

Upload: reskyaranda

Post on 18-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

SG 2 Okt. BPK.docx

TRANSCRIPT

KULIAH UMUM KU-4078STUDIUM GENERALERESUMEPeran BPK dalam Pemberantasan Korupsi di IndonesiaPembicara:Drs. Hadi Poernomo, Ak.Ketua Badan Pemeriksan Keuangan Republik Indonesia

Nama : Priyo AtmajiNIM : 15011010Program Studi : Teknik SipilNo. HP : 08197990280

TEKNIK SIPILINSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG2013BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah lembaga auditor eksternal yang bukan merupakan bagian dari pemerintahan. Landasan hukum BPK dalam menjalankan tugasnya antara lain didapat dari Undang Undang Dasar 1945 pasal 23 E, F, G & 7 ayat, UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU 15/2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan Negara serta UU 15/2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan. Dalam ketatanegaraan RI, BPK berada setingkat dengan Presiden. Beliau juga menegaskan ada beberapa nilai penting yang dipegang kuat oleh BPK. Nilai nilai tersebut adalah independensi, integritas, dan profesionalisme.Dari landasan hukum yang ada, BPK memiliki kewenangan berupa memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas & mandiri ( Pasal 23E (1) UUD 1945). Kewenangan hukum yang dimiliki oleh BPK yang berupa pemeriksaan ini akan mengeluarkan hasil. Hasil tersebut bermacam macam bergantung kepada jenis pemeriksaan yang dilakukan. Contohnya adalah pemeriksaan terhadap : Laporan keuangan akan menghasilkan opini, Pemeriksaan terhadap kinerja akan menghasilkan rekomendasi dan kesimpulan, Pemeriksaan terhadap tujuan tertentu akan menghasilkan rekomendasi, serta Pemeriksaan investigatif akan menghasilkan indikasi adanya tindak pidana.Kewenangan yang dimiliki BPK akan turun menjadi sebuah kewajiban. Kewajiban tersebut yaitu memberikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Dalam satu tahun, BPK harus menyelesaikan kurang lebih 1250 LHP. LHP di sini terbagi ke dalam mandatori dan non mandatori. Jumlah mandatori berkisar 700 LHP/tahun sedangkan jumlah pemeriksaan non mandatori berkisar 550 LHP/tahun. Jumlah LHP yang harus diselesaikan tersebut tidaklah sebanding dengan jumlah personil BPK yang mengerjakannya.Dengan kondisi yang demikian, BPK membutuhkan kerja tambahan untuk dapat menuntaskan tugasnya. Pada dasarnya, penyebab terjadinya korupsi di Indonesia dikarenakan adanya niat dan kesempatan. Kedua penyebab ini dapat diatasi dengan monitoring yang kuat. Akan tetapi, di dalam proses monitoring yang kuat membutuhkan banyak hal penting mendasar yang harus dimiliki. Hal itu misalnya dasar hukum yang kuat, sinergi, dan konsistensi. Tujuan dari ketiga hal ini dapat dikatakan untuk dapat mewujudkan suatu Pusat Data Nasional. Inilah yang dimaksud sebagai kerja tambahan bagi BPK, yakni kerja tambahan dalam hal pembuatan Pusat Data Nasional yang benar.

Pusat Data Nasional bersumber dari 2 sektor yakni sektor keuangan private dan publik. Yang dimaksud dengan sektor keuangan private adalah laporan keuangan dan/atau laporan keuangan kegiatan usaha dari data data private. Dalam perjalanannya, BPK dapat menggunakan landasan hukum berupa pasal 35A UU 28/2007 KUP dan pasal 41C UU 28/2007 KUP untuk mendapatkan data data yang diperlukan dalam pemeriksaan. Data tersebut misalnya nasabah debitur, data transaksi keuangan, lalu lintas devisa, kartu kredit, laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain, dll. Sedangkan yang termasuk ke dalam keuangan publik misalnya APBN, APBD, CAPEX, OPEX, dll. Data data dari sektor keuangan private akan menjadi Pusat Data Pemerintah (PDP). Data data dari sektor keuangan publik akan menjadi Pusat Data BPK (PDB). Gabungan dari PDP dan PDB inilah yang kemudian akan disebut sebagai Pusat Data Nasional (PDN). Apabila Pusat Data Nasional telah tersedia, hal berikutnya dilakukan BPK adalah melakukan mapping, matching, serta converting. Jika ditemukan data yang tidak sesuai setelah dilakukan audit, akan dilanjutkan dengan audit yang lebih mendalam terhadap bidang tersebut. Hal ini dilakukan dikarenakan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi. Cara lain yang ditempuh BPK dalam memberantas korupsi di Indonesia adalah dengan men-generate laporan keuangan (tandingan). Hal ini dapat dilakukan karena BPK telah meletakkan Agen Konsolidator (AK) di masing masing entitas. Contoh dari penerapan hal tersebut adalah pemeriksaan pada perjalanan dinas pemerintah yang kerap kali dijadikan lahan korupsi. Dengan cara cara tersebut, BPK telah berhasil menyelamatkan triliunan rupiah. Jumlah uang negara yang telah diselamatkan oleh BPK dalam keberjalanannya sejak tahun 2009 2012 adalah 33,88 triliun rupiah.