sgd dm

28
 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin bertambah usia manusia maka semakin tambah kemungkinan terkena  penyakit. Semakin bertambah usia maka sel-sel manusia bertambah tua dan  berkurang fungsi serta anatominya. Dengan demikian akan semakin dekat dan mudah terkena penyakit. Penyakit yang mungkin muncul adalah salah satunya diabetes melitus. Meskipun diabetes melitus mungkin juga terjadi pada usia anak dan muda tergantung jenis DM yang menjangkit. Diabetes Melitus penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun bisa dikendalikan. Untuk mengendalikan penyakit Diabetes Melitus diperlukan pengetahuan dan kemauan dari pasien. Untuk itu  pasien memerlukan bantuan dalam menghadapi penyakit Diabetes Melitus dengan asuhan yang komprehensif. Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. DM merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh  peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi). Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dalam makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau  pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti dibetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik

Upload: aribowo-ikdk

Post on 09-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

DM

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSemakin bertambah usia manusia maka semakin tambah kemungkinan terkena penyakit. Semakin bertambah usia maka sel-sel manusia bertambah tua dan berkurang fungsi serta anatominya. Dengan demikian akan semakin dekat dan mudah terkena penyakit. Penyakit yang mungkin muncul adalah salah satunya diabetes melitus. Meskipun diabetes melitus mungkin juga terjadi pada usia anak dan muda tergantung jenis DM yang menjangkit. Diabetes Melitus penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun bisa dikendalikan. Untuk mengendalikan penyakit Diabetes Melitus diperlukan pengetahuan dan kemauan dari pasien. Untuk itu pasien memerlukan bantuan dalam menghadapi penyakit Diabetes Melitus dengan asuhan yang komprehensif. Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. DM merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi). Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dalam makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti dibetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat mengakibatkan komplikasi mikrovaskular yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). DM juga meningkatkan insiden penyakit makrovaskuler yang mencakup insiden infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.

B. Rumusan Masalah1. Mengapa pada pasien mengeluh sering BAK pada malam hari, sering merasa lapar dan dahaga akhir - akhir ini ?2. Mengapa pasien mengalami penurunan berat badan?3. Apa hubungan keluhan pasien dengan pada gangguan mata, kaki, dan ginjal ?4. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan kelenjar tiroid pada pasien ?5. Bagaimana hasil pemeriksaan pada pasien ?6. Apa diagnosis pada pasien di scenario ?7. Anatomi dan fisiologi kelenjar pankreas?8. Penyakit diabetes mellitus?

C. Tujuan1. Untuk memahami penyakit Diabetes Mellitus

D. Mamfaat1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran mampu menerapkan pemahamannya tentang Diabetes Melitus ketika nantinya bertemu pasien.

BAB IIPEMBAHASANA. SkenarioSeorang wanita usia 49 tahun, datang ke poliklinik mengeluh sering BAK pada malam hari. Selain itu pasien juga mengeluh sering merasa lapar dan dahaga akhir - akhir ini. Berat badan dirasakan makin turun, dalam 2 bulan terakhir mengalami penurunan sebesar 10 kg. pasien juga sering mengeluh keluar keringat pada malam hari. Keluhan sering berdebar-debar disangkal. Pasien sangat khawatir dengan keadaannya mendengar pengakuan orang lain bahwa penyakit yang diderita pasien akan berdampak pada gangguan mata, kaki, ginjal dll. Pada pemeriksaan tidak didapatkan pembesaran kelenjar tiroid, tensi 120/90. Pemeriksaan urinalisa gula puasa (++), gula 2 jam PP (+++). Gula darah puasa 267 mg/dL & gula darah 2 jam post prandial 356 mg/dL.B. Terminologi dan Key Word Terminologi1. Pemeriksaan Post PrandialPemeriksaan kadar gula darah yang pengambilan material (darah) 2 jam setelah mendapatkan intake karbohidrat (glukosa). Kadar gula darah normal pada pemeriksaan gula darah post prandial adalah < 140 mg/dl.

2. Pemeriksaan urinalisaUrinalisa merupakan pemeriksaan laboratorium yang cukup sering dilakukan pada pasien anak untuk membantu menegakkan diagnosis seperti infeksi saluran kemih, dehidrasi, batu saluran kemih, kerusakan fungsi ginjal, cedera di saluran kemih, dan lain-lain.

Keywords1. Wanita usia 49 tahun2. Sering BAK, lapar dan dahaga 3. Berat badan turun setelah 2 bulan4. Keluar keringat malam hari5. Gula darah puasanya meningkat6. Post prandialnya meningkatC. Permasalahan1. Mekanisme buang air kecil, lapar dan hausMekanisme BAK :Terjadi defek insulin sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya gangguan kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel dan banyak beredar di pembuluh darah. Sebagian besar cairan di dalam sel ditarik oleh darah yg kental masuk ke dalam pembuluh darah. Sehingga terjadi peningkatan volume yang ketika dia disaring oleh ginjal akan menghasilkan urine (air kencing) yang banyak. Hal ini yang meneybabkan pasien sering buang air kecil.

Mekanisme terjadinya rasa lapar :Terjadi defek insulin sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya gangguan kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel . sehingga sel mengalami kekurangan pasokan gula, kemudian di laporkaan ke otak. Otak akan memerintahkan beberapa organ khususnya lambung untuk memproduksi asam lambung yang akan membuat kita menjadi lapar.

Mekanisme terjadinya rasa haus pada pasien:Terjadi defek insulin sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya gangguan kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel dan banyak beredar di pembuluh darah. Sebagian besar cairan di dalam sel ditarik oleh darah yg kental masuk ke dalam pembuluh darah. Sehingga menyebabkan sel akan mengalami kekurangan cairan. Sel akan melapor ke otak bahwa dia mengalami kekurangan cairan sehingga otak akan mengaktifkan beberapa hormon yang akan menimbulkan rasa haus.

2. Mekanisme terjadinya penurunan berat badan :Terjadi defek insulin sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya gangguan kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel otot dan jaringan lemak. Akibatnya untuk memperoleh sumber energi untuk kelangsungan hidup dan menjalankan fungsinya, maka otot dan jaringan lemak akan memecahkan cadangan energi yang terdapat dalam dirinya sendiri melalui proses glikogenolisis dan lipolysis. Proses glikogenolisis dan lipolisis berlangsung terus menerus pada akhirnya menyebabkan massa otot dan jaringan lemak akan berkurang dan terjadilah penurunan berat badan.

3. Hubungan keluhan pasien dengan pada gangguan mata dan ginjal :Keluhan pasien terjadi akibat kadar glukosa darah yang tinggi. Kadar glukosa yang tinggi ini nantinya akan mempengaruhi mata dan ginjal. Apabila kadar glukosa meningkat pada ginjal maka bisa menyebabkan rusaknya pembuluh darah kapiler ginjal dan terjadinya tekanan darah tinggi. Namun apabila terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah maka bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.

4. Dokter melakukan pemeriksaan kelenjar tiroid karena pasien menunjukkan bebrapa gejala yang biasa terjadi pada kasus hipertiroid seperti berat badan menurun dan sering berkeringat.

5. Pemeriksaan urinalisa gula puasa (++), gula 2 jam PP (+++). Gula darah puasa 267 mg/dL dan gula darah 2 jam post prandial 356 mg/dl. Evaluasi Gula darah ( mg / dl ):Konsensus DM tahun 2006Puasa2 jam pp

Normal70 110< 140

Baik80 10080 144

Sedang100 125145 179

Buruk> 126> 180

Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil pemeriksaan pasien pada skenario di atas menunjukkan hasil yang abnormal sebab terjadi peningkatan kadar glukosa di dala darah.6. Diagnosis penyakit pada pasien : Diabetes Melitus

7. Anatomi dan fisiologi kelenjar pancreasPankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dariatas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen dibelakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak danberlobulusPankreas berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin. Organ esokrin adalah asini yang fungsinya mensekresi getah pankreas. Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Dengan pewarnaan khusus, sel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam: Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau,mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas intikadang tidak teratur. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan selterbanyak dan membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak dibagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung kristaloidromboid atau poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar danbanyak. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian manasaja dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandunggelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogeny. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel Fberasal dari tonjolan pankreas ventral.(Anonymous, 2009) Pankreas menghasilkan hormon Insulin yang merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino (berat molekul = 5808) yang tersusun dalam 2 rantai; rantai terdiri dari 21 asam amino dan rantai mempunyai 30 asam amino. Antara rantai dan terdapat 2 gugus disulfida yaitu antar -7 dengan -7 dan -20 dengan -19. Selain itu masih terdapat gugus disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai (bila kedua rantai dipisahkan, maka aktivitas fungsional insulin akan hilang) (Farmakologi dan Terapi UI, 2009). Preparat insulin didapat dari ekstraksi pankreas babi atau sapi, berupa kristal putih tidak berbau. Struktur insulin berbagai spesies berbeda dalam susunan asam aminonya. Perbedaan tersebut tidak menyebabkan perbedaan aktivitas biologik tetapi menyebabkan perbeaan imunologik.Insulin disintesis oleh sel-sel Beta pada Pankreas dengan cara yang mirip dengan sintesis protein yang biasa dipakai oleh sel, yakni diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada reticulum endoplasma untuk membentuk praprohormon insulin (berat molekul = 11.500) yang kemudian dipecah di reticulum endoplasma menjadi proinsulin (berat molekul = 9000). Kemudian proinsulin ini akan terbelah di apparatus golgi untuk membentuk insulin dan fragmen peptide sebelum terbungkis dalam granula sekretorik. Akan tetapi seperenam dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin yang hampir tidak memiliki aktivitas insulin (Guyton, 2007).

Insulin disintesis oleh sel-sel beta dengan cara yang mirip dengan sintesis protein, yang biasanya dipakai oleh sel, yakni diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin. Preprohormon awal ini memiliki berat molekul kira-kira 11.500, namun selanjutnya akan melekat erat pada retikulum endoplasma untuk membentuk proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000; lebih lanjut sebagian besar proinsulin ini lalu melekat erat pada alat Golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula sekretorik. Akan tetapi, kira-kira seperenam dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin. Proinsulin ini tidak memiliki aktivitas insulin. Sintesis insulin akan menghasilkan efek samping rantai C-peptid. Perhitungan terhadap rantai C-peptid dapat digunakan sebagai perhitungan kadar insulin dalam darah. Insulin juga menyebabkan sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Insulin menghambat fosforilasi hati, yang merupakan enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen dalam hati menjadi glukosa. Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Insulin juga meningkatkan enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen. Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Insulin melakukannya terutama dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis. Kemudian insulin menghambat kerja lipase sensitif hormon. Enzim inilah yang menyebahkan hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah dakan terhambat. Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel-sel lemak dengan cara yang sama seperti insulin meningkatkan pengangkutan glukosa ke sel-sel otot. Beberapa bagian glukosa ini lalu dipakai untuk mensintesis sedikit asam lemak, tetapi yang lebih penting adalah, glukosa ini dipakai untuk membentuk sejumlah besar -gliserol fosfat. Bahan ini menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida yang merupakan bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, bila ada insulin, bahkan penyimpanan sejumlah besar asam-asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk lipoprotein hampir dihambat. (Guyton. 1997).Mekanisme kerja insulin dimulai dengan berikatnya insulin dengan reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel sasaran. Reseptor ini terdiri dari 2 subunit yaitu: Subunit yang besar dengan BM 130.000 yang meluas ekstraseluler terlibat pada pengikatan molekul insulin. Subunit yang lebih kecil dengan BM 90.000yang dominan di dalam sitoplasma mengandung suatu kinase yang akan teraktivasi pada pengikatan insulin dengan akibat fosforilasi terhadap subunit itu sendiri (autofosforilasi) (Indah, 2004).Reseptor insulin yang sudah terfosforilasi melakukan reaksi fosforilasi terhadap substrat reseptor insulin (IRS-1). IRS-1 yang terfosforilasi akan terikat dengan domain SH2 pada sejumlah proteinyang terlibat langsung dalam pengantara berbagai efek insulin yang berbeda. Dua jaringan sasaran insulin yang utama yaitu otot lurik dan jaringan adiposa, serangkaian proses fosforilasi yang berawal dari daerah kinase teraktivasi tersebut akan merangsang protein-protein intraseluler, termasuk Glukosa Transpoter 4 untuk berpindah ke permukaan sel. Jika proses ini berlangsung pada saat pemberian makan, maka akan mempermudah transport zat-zat gizi ke dalam jaringan-jaringan sasaran insulin tersebut.Kelainan reseptor insulin dalam jumlah, afinitas ataupun keduanya akan berpengaruh terhadap kerja insulin. Down Regulation adalah fenomena dimana jumlah ikatan reseptor insulin jadi berkurang sebagai respon terhadap kadar insulin dalam sirkulasi yang meninggi kronik, contohnya pada keadaan adanya korsitol dalam jumlah berlebihan. Sebaiknya jika kadar insulin rendah, maka ikatan reseptor akan mengalami peningkatan. Kondisi ini terlihat pada keadaan latihan fisik dan puasa. Apabila terdapat terdapat sejumlah besar makanan berenergi tinggi di dalam diet, terutama kelebihan jumlah karbohidrat, insulin akan diekskresikan dalam jumlah yang besar. Selanjutnya insulin memainkan peranan penting dalam penyimpanan kelebihan energi. Bila terdapat kelebihan karbohidrat, insulin menyebabkan karbohidrat tersimpan sebagai glikogen terutama di hati dan otot. Semua kelenihan karbohidrat yang tidak dapat disimpan sebagai glikogen juga diubah di bawah rangsangan insulin menjadi lemak dan disimpan di jaringan adipose. Dengan adanya kelebihan protein, insulin mempunyai efek langsung dalam memacu ambilan asam amino oleh sel dan pengubahan asam amino ini menjadi protein. Selain itu insulin menghambat pemecahan protein yang sudah didapat di dalam sel (Guyton, 2007).Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan di intestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi dari di vena porta. Jadi, hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemia atau hiperglikemia. Peran insulin dan glukagon penting pada metabolisme karbohidrat. Glukagon menyebabkan glikogenesis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilasi. Enzim fosforilase penting untuk glikogenolisis. Bila cadangan glikogen hati menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif.Masuknya glukosa ke sel B melalui glucose transporter 2 (GLUT2), suatu transporter yang spesifik. Kemudian glukosa ini mengalami fosforilasi oleh glukokinase. Enzim ini terutama terdapat di organ tempat terjadinya regulasi metabolisme glukosa seperti pada hepar atau sel B pankreas.Sekresi insulin sangat tergantung dari kadar Ca2+ intrasel. Metabolisme glukosa yang diinduksi oleh glukokinase menyebabkan perubahan rasio ATP/ADP, dan hal ini menyebabkan menutupnya kanal ion K+ yang sensitif ATP dan terjadi depolarisasi sel B. Sebagai kompensasi, terjadi aktivitas kanal Ca2+ dan ion ini akan masuk ke sel . Selanjutnya Ca2+ intrasel ini merangsang sekresi insulin dari granulanya (Farmakologi dan Terapi UI, 2009).Dalam metabolisme lemak, insulin berperan dalam: Insulin menghambat kerja lipase peka-hormon. Enzim inilah yang menyebabkan hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu pelepasan asam lemak dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi darah akan terhambat. Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membrane sel ke dalam sel-sel lemak dengan cara yang sama seperti insulin meningkatkan pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel otot. Sebagian glukosa ini lalu dipakai untuk mensintesis sedikit asam lemak, namun yang lebih penting adalah glukosa ini dipakai untuk membentuk sejumlah besar -gliserol fosfat. Zat ini menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida yang merupakan bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel adipose. Oleh karena itu bila tidak ada insulin, bahkan penyimpanan sejumlah besar asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk lipoprotein akan terhambat (Guyton, 2007). 8. Diabetes Melitus DefinisiDiabetes Melitus (berikutnya disebut DM) adalah sindrom kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena kurang insulin atau resistensi insulin pada jaringan yg dituju (Dorland. 2002). EtiologiDM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu : Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

KlasifikasiKlasifikass Etiologi Diabetes Melitus (ADA 1997 ) : Diabetes Tipe 1 ( destruksi sel beta , umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) Diabetes Tipe 2 ( berpariasi mulai yang terutama dominant resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin). Diabets Tipe Lain Diabetes Dalam Melitus Gestasional Patogenesis Diabetes MelitusDiabetes Melitus Tipe 1DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan namaInsulin Dependent Diabetes Mellitus(IDDM) DM tipe I adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan immunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus dengan memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin. Manifestasi terjadi jika 90% lebih sel-sel beta rusak. Pada tingkat yang lebih berat, sel-sel beta sudah dirusak semuanya sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolic yang berkaitan dengan defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetik DM tipe I adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe histokompatibilitas (Human Leukocyte Antigen [HLA]) spesifik. Tipe dari gen (DW3 dan DW4) adalah yang memberi kode kepada protein-protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein-protein ini mengatur respons sel T yang merupakan bagian normal dari sistem imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam pathogenesis perusakan sel-sel Pulau Langerhans. Juga terdapat bukti adanya peningkatan antibody-antibodi terhadap sel-sel Pulau Langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenic tertentu dari sel Beta. Kejadian pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik dapat berupa infeksi virus coxsackie B4 atau gondongan, atau virus lain. Obat-obat tertentu yang diketahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat memulai proses autoimun pada pasien-pasien DM tipe I (Epidemi DM tipe I awitan baru).

Diabetes Melitus Tipe 2DM tipe 2 merupakan 90% dari kaaus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependentDiabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerjadi jaringan perifer (insulin resistance dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidakmampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance . Keduahal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Ketidak normalan proreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dalam sel target. Hal ini disebabkan karena terdesaknya lokasi tempat reseptor oleh lemak. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa (Price. 2006).Diabetes Melitus Dalam KehamilanDM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus -GDM) adalah kehamilan normal yangdisertai dengan peningkataninsulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDMini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, danmakrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besarsehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5%dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.

Manifestasi klinisPasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapat pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.Sebaliknya, pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin mengalami polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap diekskresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen (Price. 2006). DiagnosisKeluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat, dll.Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tapi punya resiko DM (usia >45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi >4000 gr, kolesterol HDL = 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring.

Komplikasi Komplikasi diabetes melitus dibagi menjadi komplikasi metabolik akut dan komplikasi kronik janga panjang.1. Komplikasi Metabolik AkutKomplikasi metabolik merupakan perubahan yang relatif akut dari konsentrasi gula plasma. Komplikasi pada diabetes melitus tipe 1 yang paling serius adalah ketoasidosis diabetik (DKA). Komplikasi inilah yang dimungkinkan menyebabkan kematian pada anak pertama pasien. Lipolisis bertambah dan lipogenesis terhambat, akibatnya dalam jaringan banyak tertimbun asetil KoA, dan senyawa ini akan lebih banyak diubah menjadi zat keton karena terhambatnya siklus TCA (Tricarboxylic Acid Krebs Cycle). Zat keton sebenarnya merupakan sumber energi yang berguna terutama pada waktu puasa. Metabolisme pasien DM meningkat, karena jumlahnya yang terbentuk lebih banyak daripada yang dimetabolisme. Sistem buffer dalam tubuh berusaha menentralkan pH yang ditimbulkannya, tetapi bila ketosis yang timbul terlalu hebat maka pH darah akhirnya menurun juga. Keadaan ini di klinik ditandai dengan nafas yang cepat dan dalam, disebut pernapasan Kussmaul, disertai adanya bau aseton. Urin menjadi asam dan bila kemampuan ginjal untuk mengganti kation tetap dengan H atau NH4 terlampaui maka tubuh akan semakin banyak kehilangan kation tetap tersebut, terutama Na dan K. Kehilangan cairan dan elektrolit menyebabkan dehidrasi, hipovolemia, dan hipotensi. Kesadaran pasien menurun sampai terjadi koma dan menyebabkan kematian. Komplikasi pada Diabetes Melitus tipe 2 adalah hiperglikemi, hiperosmolar dan koma nonketotik (HHNK). Gejalanya dengan bergetar,berkeringat dan dapat mnyebakan kerusakan otak bila tidak ditangani. Pengobatan komplikasi metabolik lain dapat dengan rehidrasi, penggantian elektrolit dan insulin regular.1. Komplikasi Kronik jangka panjang1. Makroangiopati Komplikasi makroangiopati yang dapat timbul antara lain penyakit strok, jantung koroner, dan kaki diabetik. Dari pemeriksaan didapatkan bahwa tekanan darah pasien tinggi yakni 150/100 mmHg. Hal ini disebabkan karena glukosa dalam darah tinggi namun tidak dapat digunakan sebagai sumber energi sehingga yang dipakai adalah lipid. Sementara itu apabila kondisi lipid berlebih, maka dapat terjadi penyumbatan pada pembuluh darah. Bila kadar glukosa darah tinggi dan kronis baik dalam waktu yang lama pada diabetes melitus, pembuluh darah di berbagai jaringan di seluruh tubuh meulai mengalami gangguan fungsi dan perubahan struktur yang berakibat ketidakcukupan suplai darah ke jaringan. Hal ini akan meningkatkan risiko untuk terkena serangan jantung, stroke, dan gangren di tungkai. Mekanisme pasti yang menyebabkan kerusakan jaringan pada diabetes melitus belum dipahami sepenuhnya, namun agaknya melibatkan berbagai efek dari tingginya kadar glukosa darah dan kelainan metabolisme lainnya pada endotel dan sel otot polos vaskular dan jaringan lainyna. Selain itu, hipertensi akibat kerusakan ginjal dan aterosklerosis akibat kelainan metabolisme lipid, seringkali dijumpai pada pasien diabetes dan memperparah kerusakan jaringan yang timbul akibat peningkatan kadar glukosa darah.Selain itu daya tubuh juga sangat menurun karena pembentukan zat anti ikut terhambat. Hal inilah yang mengakibatkan mudahnya timbul infeksi serta susahnya penyembuhan infeksi pada penderita diabetes. Keadaan hiperglikemia dan glukosuria, inilah yang menyebabkan darah dan urin menjadi medium sangat baik untuk pertumbuhan kuman 1. MikroangiopatiDiabetes melitus bisa menyebabkan kerusakan syaraf seperti neuropati (gangguan fungsional/perubahan patologis sistem syaraf tepi) dan katarak yang disebabkan gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa). Hiperglikemia memicu peningkatan glukosa intraseluler yang dimetabolisme oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol poliol. Dalam proses ini NADPH intraseluler berfungsi sebagai kofaktor. NADPH juga diperlukan sebagai kofaktor oleh enzim glutathion reduktase untuk regenerasi glutathion (GSH). GSH merupakan antioksidan penting dalam mekanisme intraseluler, sehingga penurunan kadar GSH meningkatkan kerentanan sel terhadap stres oksidatif. Hiperglikemia diyakini sebagai penyebab komplikasi diabetes melalui reaksi glikasi, aktifasi Protein Kinase C, dan poliol pathway, selanjutnya produksi berlebihan reactive oxygen species dari mitokondria. Pada kenyataannya mekanisme ini saling mempengaruhi satu sama lain. Diketahui bahwa 3-Deoxyglucosone (3-DG )terbentuk dari fruktosa melalui poliol pathway sebagai glucose-derived glycated proteins. Selanjutnya ditemukan bahwa perkembangan komplikasi diabetes lebih cepat pada pasien dengan kadar serum 3-DG ekstrem tinggi. Highly reactive dicarbonyls khususnya 3-DG memicu stres oksidatif intraseluler dengan merusak bagian aktif dari enzim antioksidan. Sehingga paparan yang lama terhadap kadar 3-DG yang tinggi terhadap sel akan menyebabkan berbagai gangguan. Hal ini mendukung penemuan pada pasien diabetik dengan kadar 3-DG relatif tinggi berkembang menjadi komplikasi yang berat. Peningkatan kadar 3- DG diinduksi oleh hiperglikemia, sehingga pada pasien diabetik terdapat kadar 3- DG yang tinggi. Hal ini merupakan harapan baru sebagai target farmakologi untuk pencegahan progresivitas komplikasi diabetik, dengan menghambat pembentukan dicarbonyl compounds misal 3 DG. Gambar. Mekanisme terjadinya gangguan jalur poliol yang mengakibatkan stress oksidatif.Penimbunan sorbitol pada lensa juga dapat menyebabkan katarak dan kebutaan. Retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakura yang kecil)dari arteriola retina. Akibatnya perdarahan neovaskularisasi dan jaringan parut retina yang menyebebkan kebutaan Neuropati dapat menyebakan diare noktural, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural dan impotensi. Dari pemeriksaan juga didapat kalau pasien juga menderita kesemutan (polineuropati). Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwan dan menyebabkan hilangnya akson (Price, Wilson, 2003).

Penatalaksanaan Edukasi Perencanaan makan Latihan jasmani Obat-obatan

EdukasiPengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang. Diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Terapi giziTerapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Perencanaan modifikasi diet mulai dari sasaran kalori, konsistensi, komposisi makanan dengan karbohidrat 50-60%; protein 10-20%; lemak 25-30%; serat 25 g/1000 kkal; pemanis buatan, dan penggunaan alkohol harus dibatasi. Latihan jasmaniKegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. Olah raga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Intervensi farmakologiJika masih belum dapat memberikan hasil yang positif, barulah dipakai cara farmakologis yakni dengan OAD (Oral Anti Diabetik), yang terdiri dari golongan sulfonilurea, meglitinid, tiazolidinedion, penghambat enzim -glikosidase.Selain itu juga bisa dengan cara terapi insulin. Namun disini yang perlu diperhatikan adalah masing efek samping maupun kontraindikasi dari obat-obatan tersebut. Berikut ini adalah jenis terapi farmakologi yang diambil dari Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia, tahun 2006:

BAB III KESIMPULANDiabetes Melitus (berikutnya disebut DM) adalah sindrom kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena kurang insulin atau resistensi insulin pada jaringan yg dituju yang mana insulin ini dihasilkan oleh kelenjar pankreas.

DAFTAR PUSTAKA0. Clare-Sazler. M. J. J. M. Crawford, dan V. Kumar. 2007. Pankreas. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortrain, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi, Edisi 7. Volume 7. Terjemahan B.U. Pendit, Jakarta : buku Kedokteran EGC.0. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.0. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.0. Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005.Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC.0. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

28