sharifuddin bin
DESCRIPTION
ikhtyologiTRANSCRIPT
Iktiologi
SHARIFUDDIN BIN ANDY OMAR
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2011
KATA PENGANTAR
Bahan ajar ini disusun untuk menambah wawasan mahasiswa Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, yang
mengambil mata kuliah Iktiologi. Penulis mengakui bahwa bahan ajar ini belum
mampu menjawab seluruh permasalahan yang berkaitan dengan Iktiologi. Namun
demikian, bahan ajar ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk
mengetahui dasar-dasar pengetahuan yang berkenaan dengan ikan, sebagai
bahan kajian pokok dari Iktiologi, untuk selanjutnya digunakan dalam kegiatan
pembelajaran di dalam ruang kuliah maupun di laboratorium.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada
Universitas Hasanuddin, khususnya para staf Pusat Kajian dan Pengembangan
Aktivitas Instruksional Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (PKPAI –
LKPP), karena terbitnya buku ajar ini merupakan bantuan yang diberikan
olehUniversitas Hasanuddin melalui Hibah Penulisan Buku Ajar Bagi Tenaga
Akademik Universitas Hasanuddin tahun 2011, sesuai dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Pekerjaan No. 61/H4.21.2.4/UM.16/2011. Penulis menyadari bahwa
bahan ajar ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Untuk itu, dengan
segala kerendahan hati penulis memohon kritikan yang dapat penulis gunakan
untuk perbaikan di masa mendatang.
Akhirnya, semoga bahan ajar yang sederhana ini dapat memberikan
manfaat bagi pemakainya.
Makassar, 25 Nopember 2011.
Penulis
DAFTAR ISI halaman
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
I. PENDAHULUAN 1
II. IKAN 9
A. Sasaran Pembelajaran 9B. Pengertian Iktiologi 9C. Nomenklatur / Tata Nama 10D. Kedudukan Ikan dalam Dunia Hewan 14E. Jumlah Spesies Ikan 15F. Distribusi Ikan 19G. Daerah Distribusi Ikan-ikan di Indonesia 23H. Sistem Klasifikasi Ikan 26I. Soal-soal Latihan 29J. Daftar Pustaka 30
III. MORFOLOGI IKAN 32
A. Sasaran Pembelajaran 32B. Bagian-bagian Tubuh Ikan 32C. Bentuk-bentuk Tubuh Ikan 34D. Kepala Ikan 38E. Badan Ikan 43F. Anggota Gerak 48G. Ekor Ikan 50H. Soal-soal Latihan 55I. Daftar Pustaka 55
IV. MORFOMETRIK DAN MERISTIK 57
A. Sasaran Pembelajaran 57B. Morfometrik 57C. Meristik 64D. Soal-soal Latihan 71E. Daftar Pustaka 72
V. IDENTIFIKASI 74
V
halamanA. Sasaran Pembelajaran 74B. Identifikasi 74C. Catatan 79D. Soal-soal Latihan 79E. Daftar Pustaka79
VI. ANATOMI IKAN 82
A. Sasaran Pembelajaran 82B. Pengertian Anatomi 82C. Prosedur Pembedahan 85D. Istilah-istilah Anatomi 85E. Gelembung Berenang 87F. Soal-soal Latihan 89
G. Daftar Pustaka89
VII. SISTEM INTEGUMEN 90
A. Sasaran Pembelajaran 90B. Kulit dan Derivat Kulit 90C. Ikan Beracun 96D. Soal-soal Latihan 99E. Daftar Pustaka 100
VIII. SISTEM ALAT GERAK 101
A. Sasaran Pembelajaran 101B. Otot atau Urat Daging Ikan 101C. Sistem Rangka 109D. Soal-soal Latihan 111E. Daftar Pustaka 111
IX. SISTEM PENCERNAAN 116
A. Sasaran Pembelajaran 116B. Alat Pencernaan 116C. Sistem Pencernaan 121D. Soal-soal Latihan 122E. Daftar Pustaka 122
X. SISTEM PERNAPASAN 124
A. Sasaran Pembelajaran 124B. Organ Pernapasan 124C. Organ Pernapasan Tambahan 126D. Soal-soal Latihan 128E. Daftar Pustaka 128
vi
halamanXI. SISTEM PEREDARAN DARAH 132
A. Sasaran Pembelajaran 132B. Jantung 132C. Darah 134D. Saluran Pembuluh Darah 134E. Limfa (Lien) 141F. Soal-soal Latihan 141G. Daftar Pustaka 141
XII. SISTEM UROGENITAL 143
A. Sasaran Pembelajaran 143B. Sistem Uropoetica (Sistem Ekskresi) 143C. Sistem Genitalia (Sistem Kelamin) 144D. Soal-soal Latihan 150E. Daftar Pustaka 150
XIII. SISTEM SARAF 151
A. Sasaran Pembelajaran 151B. Sistem Saraf 151C. Jenis-jenis Saraf 151D. Otak 152E. Saraf Cranial 157F. Soal-soal Latihan 158G. Daftar Pustaka 158
LAMPIRAN (Glosarium) 160
vi
DAFTAR TABEL
Nomor halaman
1. Jumlah peserta mata kuliah Iktiologi pada Semester Awaltahun akademik 2010/2011 dan 2011/2012 2
2. Identitas dan Garis-garis Besar Rencana Pembelajaranmata kuliah Iktiologi 3
3. Distribusi jumlah spesies ikan berdasarkan ordo, famili danGenera 17
4. Periode zaman dan umur bumi 23
5. Hasil pengukuran dan perbandingan berbagai ukuranpada tubuh ikan 63
6. Kadar racun pada beberapa organ dalam ikan 99
Vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor halaman
1. Persentase komposisi spesies Vertebrata 16
2. Ikan Schindleria brevipinguis, kerabat ikan gobi berukurankecil yang ditemukan di Great Barrier Reef, Australia 20
3. Daerah distribusi ikan secara geografis 22
4. Wilayah distribusi ikan-ikan di Indonesia, terdiri atas daerahpaparan Sunda (di sebelah barat garis Wallace), daerahWallace (di antara garis Wallace dan garis Weber), dandaerah paparan Sahul (di sebelah timur garis Weber) 24
5. Bagian-bagian tubuh ikan secara morfologi 33
6. Bentuk-bentuk tubuh ikan 35
7. Bentuk-bentuk tubuh kombinasi 37
8. Tulang-tulang tambahan tutup insang 39
9. Bentuk-bentuk mulut 40
10. Mulut yang dapat dan tidak dapat disembulkan 40
11. Letak mulut ikan 42
12. Letak, bentuk, dan jumlah sungut ikan 42
13. Bentuk-bentuk sisik ikan 44
14. Berbagai bentuk garis rusuk pada ikan 46
15. Beberapa ciri khusus pada badan ikan 47
16. Posisi sirip-sirip pada tubuh ikan 49
17. Modifikasi sirip pada ikan 51
18. Letak sirip perut pada tubuh ikan 52
19. Tipe-tipe sirip ekor 52
20. Bentuk morfologi ekor ikan 54
21. Berbagai ukuran pada tubuh ikan 60
Ix
Nomor halaman
22. Berbagai ukuran pada kepala ikan 61
23. Jari-jari sirip 65
24. Jari-jari pokok dan jari-jari cabang 67
25. Jumlah jari-jari pokok 67
26. Perbedaan jari-jari pada sirip ikan 67
27. Sisik di atas dan di bawah garis rusuk 70
28. Sisik pada pipi 70
29. Letak organ dalam pada ikan Osteichthyes 83
30. Letak organ dalam pada ikan Chondrichthyes 84
31. Prosedur pembedahan tubuh ikan 86
32. Berbagai posisi tubuh ikan 88
33. Gelembung berenang 88
34. Bagian-bagian sisik ikan 92
35. Jenis-jenis sisik ikan 93
36. Jari-jari sirip 95
37. Penampang melintang otot ikan 103
38. Tipe otot pada ikan 104
39. Otot-otot pada bagian kepala ikan Osteichthyes 105
40. Otot-otot pada bagian di bawah kepala ikan Osteichthyes 105
41. Otot-otot pada bagian punggung ikan Osteichthyes 106
42. Otot-otot pada sirip dada ikan Osteichthyes 106
43. Otot-otot pada sirip perut ikan Osteichthyes 107
44. Otot-otot pada sirip ekor ikan Osteichthyes 107
45. Otot-otot appendicular dan branchiomeric pada ikanChondrichthyes 108
x
Nomor halaman
46. Otot-otot hypobranchial pada ikan Chondrichthyes 108
47. Rangka ikan Teleostei tampak lateral 112
48. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak lateral 112
49. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak dorsal 113
50 Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak ventral 113
51 Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak caudal 114
52. Tulang belakang ikan Teleostei tampak depan 114
53. Letak gigi pada ikan Osteichthyes 118
54. Bentuk-bentuk gigi ikan 118
55. Alat pencernaan ikan carnivora dan gizzard 119
56. Alat pencernaan ikan omnivora 119
57. Alat pencernaan ikan cucut 120
58. Alat pernapasan pada larva 125
59. Bagian-bagian insang ikan Teleostei 125
60. Insang pada ikan herbivora dan carnivora 125
61. Tulang penutup insang pada ikan Teleostei 127
62. Celah insang pada ikan cucut 127
63. Labyrinth pada ikan betok (Anabas testudineus) 129
64. Organ arborescent pada ikan lele (Clarias batrachus) 129
65. Diverticula pada ikan gabus (Ophiocephalus striatus) 130
66. Struktur jantung Osteichthyes 133
67. Struktur jantung Chondrichthyes 133
68. Sistem peredaran darah di bagian kepala ikan Osteichthyes 135
69. Sistem peredaran darah pada organ dalam bagian kananikan Osteichthyes 135
xi
Nomor halaman
70. Sistem peredaran darah pada organ dalam bagian kiri ikanOsteichthyes 136
71. Sistem peredaran darah pada aorta dorsalis ikanOsteichthyes 136
72. Sistem peredaran darah pada ginjal ikan Osteichthyes 137
73. Sistem peredaran darah pada insang ikan Chondrichthyes 137
74. Sistem peredaran darah pada aorta dorsalis ikanChondrichthyes 138
75. Sistem peredaran darah pada organ pencernaan ikanChondrichthyes 139
76. Sistem peredaran darah pada daerah ginjal ikanChondrichthyes 140
77. Diagram sistem urogenital pada ikan Osteichthyes 146
78. Sistem urogenital ikan Chondrichthyes betina 147
79. Sistem urogenital ikan Chondrichthyes jantan 149
80. Cara pembedahan untuk melihat otak ikan 153
81. Otak ikan Osteichthyes tampak samping 155
82. Otak ikan Osteichthyes tampak dorsal dan ventral 155
83. Otak ikan Chondrichthyes tampak dorsal 156
xii
I. PENDAHULUAN
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan (Prodi MSP) merupakan salah satu di antara lima program studi yang terdapat di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin, Makassar. Program Studi MSP telah memperoleh status akreditasi B sesuai hasil pemeriksaan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Status akreditasi BAN tersebut terlampir dalam Sertifikat No. 0239/Ak-II.1/UHCMZS/XII/1998 tertanggal 22 Desember 1998. Pada tanggal 17 April 2003, BAN-PT mengeluarkan Sertifikat Akreditasi No. 05374/Ak-VI-S1-007/UHCMZS/IV/2003 untuk Prodi MSP dengan status akreditasi B. Selanjutnya, melalui Keputusan BAN-PT No. 015/BAN-PT/Ak-XII/S1/VI/2009, Prodi MSP kembali memperoleh akreditasi B, yang berlaku hingga 19 Juni 2014.
Jumlah peminat Prodi MSP selama enam tahun terakhir cenderung mengalami penurunan, yang menunjukkan keketatan persaingan melemah. Namun demikian, jumlah yang diterima mengalami fluktuasi dalam kisaran yang cukup sempit, yaitu 46 – 57 orang. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, keketatan persaingan peminat Prodi MSP tidak menjamin kualitas indeksprestasi kumulatif (IPK) dan masa studi lulusan, tetapi keragaman daerah sekolah menengah asal yang tinggi berpengaruh terhadap perbaikan IPK dan masa studi lulusan. Untuk menjadi seorang sarjana Prodi MSP, total sks sesuai kurikulum yang harus dilulusi oleh mahasiswa adalah 144 sks. Jumlah sks tersebut dapat diselesaikan dalam watu empat tahun (delapan semester) jika seorang mahasiswa Prodi MSP memiliki indeks prestasi semester rata-rata 2,00 – 3,00, dan mengambil 20 sks matakuliah setiap semester.
Selama lima tahun terakhir, total mahasiswa baru yang diterima sebanyak 310 orang dan telah diluluskan 209 orang. Perincian masa studi lulusan tersebut adalah: 1.8% lulus dengan masa studi dibawah 4 tahun, 43.1% dengan masa studi sekitar 5 tahun, dan 58.9% dengan masa studi diatas 5 tahun. Namun demikian, masih terdapat sejumlah mahasiswa yang terdaftar secara aktif dan telah melampaui target kurikulum Prodi MSP.
Iktiologi merupakan salah satu mata kuliah di FIKP Universitas Hasanuddin, bernilai 3 sks, dan diberikan pada Semester Ketiga. Sebelumnya, mata kuliah ini terbagi atas dua, yaitu mata kuliah Iktiologi Sistematik (3 sks) yang wajib diikuti oleh mahasiswa dari Prodi Ilmu Kelautan, MSP, Pemanfaatan Sumberdaya
1
Perikanan, dan Sosial Ekonomi Perikanan; dan mata kuliah Iktiologi Fungsional (3 sks) yang wajib diikuti oleh mahasiswa dari Prodi MSP dan Budidaya Perairan. Sejak Semester Awal Tahun Akademik 2010/2011, mata kuliah ini wajib diberikan kepada seluruh mahasiswa di FIKP. Jumlah peserta mata kuliah Iktiologi dua tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah peserta mata kuliah Iktiologi pada Semester Awal tahun akademik 2010/2011 dan 2011/2012
Program studi studi Awal 2010/2011 Awal 2011/2012Ilmu Kelautan 33 50Manajemen Sumberdaya Perairan 31 35Budidaya Perairan 42 56Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 50 34Sosial Ekonomi Perikanan 22 28
Jumlah 178 203
Pada Semester Awal 2010/2011, mahasiswa didistribusikan ke dalam empat kelas paralel, dan masing-masing kelas diampu oleh dua orang dosen. Oleh karena keterbatasan ruang perkuliahan akibat banyaknya jumlah mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa FIKP pada Semester Awal 2011/2012, maka jumlah kelas dikurangi menjadi tiga kelas paralel dan masing-masing kelas diampu oleh tiga orang dosen. Setiap kelas berisi gabungan mahasiswa yang berasal dari kelima program studi di FIKP. Untuk menambah wawasan mahasiswa maka selain proses pembelajaran di dalam kelas, juga diberikan kegiatan praktikum di Laboratorium Biologi Perikanan, Jurusan Perikanan, FIKP.
Berdasarkan nilai akhir mata kuliah Iktiologi pada Semester Awal 2010/2011, maka mahasiswa yang lulus di kelas A sebanyak 71.43%, di kelas B 89.19%, di kelas C 87.76%, dan di kelas D 68.59%. Distribusi nilai mahasiswa yang memperoleh nilai A berkisar 4.08 – 10.81%, A– berkisar 2.70 – 26.53%, B+ berkisar 2.13 – 22.45%, B berkisar 6.12 – 45.95%, B– berkisar 4.08 – 20.41%, C+ berkisar 5.41 – 10.64%, C berkisar 2.70 – 25.53%, D berkisar 2.04 – 2.13%, dan E berkisar 10.81 – 31.91%.
Sistem pembelajaran yang diterapkan di FIKP adalah sistem yang berbasis student-centered learning atau SCL. Sistem ini telah berlangsung dengan baik di FIKP berkat ketersediaan sarana pendukung yang cukup memadai. Namun,
2
akibat jumlah peserta yang cukup banyak pada setiap kelas (lebih dari 40 orang) maka efektivitas proses pembelajaran menjadi berkurang. Oleh karena itu, agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif diperlukan sarana penunjang, satu di antaranya adalah buku ajar. Buku ajar yang diberikan dapat menjadi salah satu bahan acuan mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman terhadap mata kuliah Iktiologi.
Adanya buku ajar Iktiologi dapat membantu mahasiswa untuk memahami proses pembelajaran yang sedang berlangsung dan menambah wawasannya terhadap Iktiologi. Keberadaan buku ajar Iktiologi juga dapat menciptakan interaksi yang lebih intens antara mahasiswa dan dosen sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih efektif. Materi yang tercantum di dalam buku ajar disesuaikan dengan Garis-garis Besar Rencana Pembelajaran mata kuliah tersebut (Tabel 2).
Tabel 2. Identitas dan Garis-garis Besar Rencana Pembelajaran mata kuliah Iktiologi
a. Identitas mata kuliah Iktiologi
1. Unit Kerja : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin 2. Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan 3. Nama Mata kuliah : Iktiologi 4. Kode Mata kuliah : 202 L003 5. Semester : Ganjil (III) 6. Prasyarat dari Mata kuliah : Biologi Dasar 7. Nama Dosen : Prof. Dr. Ir. Sharifuddin Bin Andy Omar, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Farida G. Sitepu, MS Prof. Dr. A. Iqbal Burhanuddin, ST, M.Fish.Sc. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si. Dr. Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si. Ir. Muh. Arifin Dahlan, MS Ir. Suwarni, M.Si. A. Aliah Hidayani, S.Si., M.Si.
8. Kategori Kompetensi : Utama
3
b. Format Garis-garis Besar Rencana Pembelajaran mata kuliah Iktiologi
1. Kompetensi utama: a. menguasai ilmu-ilmu dasar mengenai bioekologi perikanan b. menguasai prinsip-prinsip dasar, potensi, nilai ekonomi, dan
masalahan sumberdaya perairan 2. Kompetensi pendukung:
a. mampu membuat evaluasi efek aktivitas manusia dan alam terhadap sumberdaya perairan
b. mampu mengembangkan strategi dan teknologi pengelolaan sumberdaya perairan
3. Kompetensi lainnya: a. mampu membuat dasar-dasar perencanaan program pengelolaan
sumberdaya perairan b. mampu menerapkan konsep dasar pelestarian dan restorasi fungsi
perairan untuk mendukung peningkatan produksi perikanan secara berkelanjutan (penekanan pada sea ranching).
4. Sasaran Belajar: Setelah mengikuti matakuliah ini, mahasiswa memiliki wawasan tentang ikan dan aspek-aspek yang berkaitan dengan sistematika dan organ ikan
4
MingguKe Sasaran Pembelajaran Materi Pembelajaran Strategi
Pembelajaran Kriteria Penilaian BobotNilai (%)
1, 2,dan 3
Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian iktiologi, ikan, sistematika, nomenklatur / tata nama, kedudukan ikan di dalam dunia hewan, jumlah spesies ikan, distribusi ikan, dan sistematika ikan
- Pengertian iktiologi - Nomenklatur / Tatanama - Kedudukan ikan dalam dunia hewan - Jumlah spesies ikan - Distribusi ikan - Daerah distribusi ikan- ikan di Indonesia - Sistem klasifikasi ikan
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menyebutkan ruang lingkup iktiologi, nomenklatur, kedudukan ikan dalam dunia hewan, jumlah spesies ikan di dunia, pengertian dan teori distribusi, faktor-faktor penghalang distribusi, dan distribusi ikan di Indonesia
20
4 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian tubuh ikan, bentuk-bentuk tubuh ikan, bagian-bagian kepala ikan, bagian-bagan badan ikan, anggota gerak pada ikan, dan bagian-bagian ekor ikan
- Bagian-bagian tubuh ikan
- Bentuk-bentuk tubuhikan
- Kepala ikan - Badan ikan - Anggota gerak - Ekor ikan
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menyebutkan bagian-bagian tubuh ikan, bentuk-bentuk tubuh ikan, bagian-bagian kepala ikan, bagian-bagan badan ikan, anggota gerak pada ikan, dan bagian-bagian ekor ikan
10
5 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian morfometrik meristik
- Morfometrik - Meristik
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menjelaskan pengertian morfometrik meristik
10
6 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara melakukan identifikasi ikan berdasarkan data morfometrik dan meristik, cara-cara menyusun kunci identifikasi serta cara-cara
- Identifikasi - Kunci identifikasi - Hirarki taksonomi
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menjelaskan cara-cara melakukan identifikasi ikan berdasarkan data morfometrik dan meristik,cara-cara menyusun kunci identifikasi serta cara-cara menyusun hirarki taksonomi
10
5
MingguKe Sasaran Pembelajaran Materi Pembelajaran Strategi
Pembelajaran Kriteria Penilaian BobotNilai (%)
menyusun hirarki dari kategori-kategori taksonomi.
7 UJIAN TENGAH SEMESTER8 Agar mahasiswa mampu
memahami dan menjelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan anatomi dan cara-cara melakukan pengamatan organ dalam ikan (anatomi ikan)
- Istilah-istilah anatomi - Gelembung berenang
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menjelaskan pengertian beberapa istilah yang berkaitan dengan anatomi dan cara-cara melakukan pengamatan organ dalam ikan
10
9 Agar mahasiswa mampu mengenali beberapa organ kelengkapan tubuh yang terdapat pada bagian integumen, bagian-bagian dan jenis-jenis sisik pada ikan, serta menunjukkan posisi derivat-derivat kulit lainnya pada tubuh ikan.
- Kulit - Derivat-derivat kulit- Ikan beracun
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam mengenali beberapa organ kelengkapan tubuh yang terdapat pada bagian integumen, bagian-bagian dan jenis-jenis sisik pada ikan, serta menunjukkan posisi derivat-derivat kulit lainnya pada tubuh ikan.
5
10 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian dari sebuah urat daging atau otot ikan, letak urat daging, bagian-bagian dari rangka ikan, serta letak dan nama-nama tulang ikan
- Otot - Sistem rangka
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menjelaskan bagian-bagian dari sebuah urat daging atau otot ikan, letak urat daging, bagian-bagian dari rangka ikan, serta letak dan nama-nama tulang ikan
10
11 Agar mahasiswa mampu mengenali dan mengetahui posisi organ-organ pencernaan beserta modifikasinya, fungsi
- Alat pencernaan - Sistem pencernaan
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menjelaskan fungsi organ-organ pencernaan beserta modifikasinya serta fungsi kelenjar pencernaan
5
6
MingguKe Sasaran Pembelajaran Materi Pembelajaran Strategi
Pembelajaran Kriteria Penilaian BobotNilai (%)
organ-organ pencernaan beserta modifikasinya, serta fungsi kelenjar pencernaan
12 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem pernapasan,serta mengenali bagian-bagian dari organ pernapasan dan alat pernapasan tambahan.
- Sistem pencernaan - Organ pernapasan - Alat pernapasan
tambahan
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menjelaskan sistem pernapasan,serta mengenali bagian-bagian dari organ pernapasan dan alat pernapasan tambahan.
5
13 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem peredaran darah sertafungsi-fungsi bagian dari jantung ikan
- Sistem peredaran - darah - Jantung
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menjelaskan sistem peredaran darah serta fungsi-fungsi bagian dari jantung ikan
5
14 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem urogenital, mengenali organ yang berperan dalam ekskresi (ginjal) dan reproduksi (gonad), serta menjelaskan perbedaan antara gonad jantan dan betina
- Sistem urogenital - Ginjal - Gonad
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menjelaskan sistem urogenital, mengenali organ yang berperan dalam ekskresi (ginjal) dan reproduksi (gonad), serta menjelaskan perbedaan antara gonad jantan dan betina
5
15 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem saraf atau systema nervorum serta mengenali otak dan bagian-bagiannya
- Sistem saraf - Otak
Ceramah dan diskusi
Ketepatan dalam menjelaskan sistem saraf atau systema nervorum serta mengenali otak dan bagian-bagiannya
5
16 UJIAN AKHIR SEMESTER
7
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia. Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa. Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi.
Periplus Editions Limited, Hong Kong. Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New
York. Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New
Jersey. Nikolsky, C.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, London. Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta. Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San
Francisco.
8
II. IKAN
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian iktiologi,
ikan, sistematika, dan nomenklatur/tata nama
2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kedudukan ikan di
dalam dunia hewan
3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jumlah spesies ikan
4. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan distribusi ikan
B. Pengertian Iktiologi
Iktiologi merupakan cabang dari Ilmu Hayat (Biologi), atau secara tepatnya
merupakan cabang dari Ilmu Hewan (Zoologi). Iktiologi dalam arti singkat berarti
suatu ilmu yang khusus mempelajari tentang ikan.
Perkataan “iktiologi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ichthyologia.
Ichthyes berarti ikan, sedangkan logos berarti ajaran atau ilmu. Dengan demikian,
ichthyologi (iktiologi) adalah suatu ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari
ikan dan dengan segala aspek kehidupannya.
Pada Bab I Ketentuan Umum ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan yang ditetapkan pada tanggal 19 Juni
1985 tercantum pengertian ikan, yaitu: sumber daya ikan adalah semua jenis ikan
termasuk biota perairan lainnya. Tanggal 6 Oktober 2004 ditetapkan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Pada Bab I
Ketentuan Umum, Bagian Kesatu, Pasal 1 ayat 4 undang-undang ini tercantum
pengertian bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian
dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Pengertian yang sama
seperti di atas tercantum kembali pada Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang ditetapkan
pada tanggal 29 Oktober 2009.
Berdasarkan pengertian yang tercantum di dalam undang-undang di atas,
yang dimaksud dengan ikan termasuk spons (filum Porifera), ubur-ubur dan bunga
karang (filum Coelenterata), siput, kerang, dan cumi-cumi (filum Moluska),
bulubabi, bintang laut, dan teripang (filum Echinodermata), udang, kepiting, dan
9
rajungan (filum Crustacea), bahkan penyu (kelas Reptilia), duyung dan paus
(kelas Mamalia). Istilah ini sering dikenal sebagai “ikan menurut undang-undang”.
Arti yang kedua adalah ikan merupakan binatang vertebrata yang berdarah dingin
(poikilotherm), hidup dalam lingkungan air, pergerakan dan kesetimbangan
badannya terutama menggunakan sirip, dan umumnya bernapas dengan
menggunakan insang. Istilah untuk arti yang kedua ini dikenal sebagai “ikan
secara taksonomi”.
Kata “sistematika” berasal dari bahasa Latin, yaitu systema. Kata systema
biasa digunakan sebagai suatu cara atau sistem untuk mengelompokkan
tumbuhan dan binatang. Istilah ini digunakan pertama kali oleh Carolus Linnaeus
pada saat menulis bukunya Systema Naturae pada tahun 1773.
Selain istilah sistematika, juga dikenal istilah “taksonomi” yang berasal dari
bahasa Yunani, yaitu taxis yang berarti susunan dan nomos yang berarti hukum.
Istilah ini diusulkan oleh Candolle pada tahun 1813 yang dimaksudkan sebagai
teori mengklasifikasikan tumbuhan.
Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan di atas, maka sistematika
atau taksonomi adalah ilmu yang digunakan untuk mengklasifikasikan biota. Saat
ini, baik istilah sistematika maupun istilah taksonomi, dipakai saling bergantian
dalam bidang klasifikasi tumbuhan dan hewan. Selanjutnya, iktiologi sistematika
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jenis dan keanekaragaman
ikan serta segala hubungan di antara mereka.
C. Nomenklatur / Tata-nama
Istilah “nomenklatur” berasal dari bahasa Latin, yaitu nomenklatural, yang
berarti pemberian nama/tata-nama/penamaan. Pada umumnya ada tiga macam
sistim penamaan yang sering digunakan, yaitu:
1. Valid scientific name atau Scientific name:
adalah nama ilmiah dari suatu binatang dan nama ilmiah ini merupakan
nama yang sah atau diakui.
Selain itu, adapula nama ilmiah lainnya yang tidak sah atau tidak diakui dan
disebut nama synonym atau nama persamaan untuk suatu jenis ikan.
Contoh:
Scientific name : Carassius auratus auratus (Linnaeus, 1758)
Synonym : Carassius auratus cantonensis Tchang, 1933
10
Carassius chinensis Gronow, 1854
Carassius discolor Basilewsky, 1855
Scientific name : Sarda sarda (Bloch, 1793)
Synonym : Thynnus brachipterus Cuvier, 1829
Sarda pelamis (Brünnich, 1768)
Scomber palamitus Rafinesque, 1810
2. Standard common name atau Common name:
adalah nama umum yang lazim digunakan untuk nama sesuatu binatang
atau ikan. Pada setiap negara biasanya memiliki nama-nama umum untuk
sesuatu ikan dan hal ini tergantung kepada bahasa nasional negara tersebut.
Namun demikian, nama-nama umum tersebut sering pula berlaku untuk
seluruh dunia, terutama jika mempergunakan bahasa Inggris, Perancis,
Jerman, Jepang, atau Hawaii.
Contoh:
Scientific name : Thunnus alalunga (Bonnaterre, 1788)
Common name : Albacora (di Argentina, Brasil, Colombia, Cuba,
Dominica, Meksiko, Panama, Peru, Portugal, Puerto
Rico, Spanyol, Swedia, Uruguay, Venezuela).
Albacore (di Afrika Selatan, Alaska, Amerika Serikat,
Barbados, Denmark, Filipina, India, Inggris, Kanada,
Selandia Baru).
Tuna (di Fiji, Malaysia, Namibia, Serbia).
Scientific name : Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758
Common name : Common carp (di Australia, Amerika Serikat,
Bangladesh, Filipina, Hong Kong, India, Kenya,
Malaysia, Meksiko, Namibia, Rwanda, Sri Lanka,
Taiwan, Uruguay, Uzbekistan).
Carpe (di Belgia, Perancis, Quebec, Swiss).
Carpa (di Argentina, Brasil, Cili, Portugal, Uruguay). 3. Vernacular name atau Local common name:
adalah nama daerah atau nama lokal untuk sesuatu binatang atau ikan.
Biasanya nama lokal sesuatu binatang di dalam suatu negara sangat
11
bervariasi. Keanekaragaman nama lokal ini tergantung kepada banyak
tidaknya variasi bahasa daerah yang terdapat di dalam negara tersebut.
Contoh:
Nama umum (Indonesia) : ikan mas, karper
Nama local : masmasan, tombro, wangkang (Jawa); kumpai
lauk mas, cingkeuk (Bandung); rayo, ameh
(Padang).
Nama umum (Indonesia) : betok
Nama local : betik, krucilan (Jawa); pepeuyeuh, pupuyu
(Kalimantan); betrik, boreg (Bandung); puyu-
puyu ( Padang); bale balang (Makassar), bale
oseng (Bugis).
Sistim penamaan modern telah dirintis oleh Carolus Linnaeus (1707-1778),
dalam karyanya Systema Naturae (edisi sepuluh, 1758). Penamaan ini
menggunakan sistim binomial atau sistim nama dengan memakai dua kata. Kata
pertama ditujukan untuk nama genus (jamaknya: genera) yang maksudnya untuk
menunjukkan sifat umum dari binatang tersebut. Kata ini selalu diawali dengan
huruf kapital atau huruf besar. Misalnya: Atropus, Barbonymus, Channa. Kata
kedua ditujukan untuk nama spesies (jamaknya: spesies) yang menunjukkan sifat
khusus dari binatang tersebut. Kata kedua ini biasanya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya: Atropus atropos, Barbonymus gonionotus, Channa striata.
Dalam perkembangan nomenklatur selanjutnya, sistim binomial mungkin
saja berkembang menjadi sistim trinial atau sistim penamaan dengan memakai
tiga kata. Kata ketiga di sini menunjukkan nama subspesies atau varietas, karena
dalam hal ini didapatkan sifat-sifat yang lebih khusus lagi daripada sifat spesies.
Misalnya: Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758 dan Auxis thazard thazard
(Lacepede, 1800).
Biasanya di belakang nama ilmiah dari sesuatu ikan, dicantumkan pula
nama penemunya. Nama tersebut dikenal sebagai authority name atau descriptor
name. Nama author bukanlah merupakan suatu hadiah, melainkan nama orang
yang bertanggung jawab atau merupakan keterangan tambahan untuk tempat
deskripsi asli dari ikan yang diusulkannya. Biasanya nama author tersebut tidak
disingkat, tetapi ditulis secara lengkap, kecuali bagi nama author yang sudah
12
terkenal atau mempunyai ketentuan lain untuk mempermudah penulisan saja.
Misalnya: Cyprinus carpio carpio L. atau Cyprinus carpio carpio Linn. yang berasal
dari nama Linnaeus; serta Ctenopharyngodon idellus (C.V.) yang merupakan
singkatan dari Cuvier dan Valenciennes.
Apabila suatu spesies dipindahkan ke dalam suatu genus yang berbeda
dengan genus tempat dia pertama kali ditempatkan, maka nama author yang asli
ditulis dalam kurung. Misalnya: Cheilopogon katoptron (Bleeker), Clarias
batrachus (L.). Penggunaan kurung juga dipakai bila terdapat seorang author yang
menerangkan satu spesies baru, kemudian menghubungkan pada genus yang
salah atau apabila genus yang dimaksud telah dipecah menjadi beberapa genera,
sehingga suatu spesies berada dalam genus baru, maka nama author spesies tadi
diberi tanda kurung ( ).
Penulisan nama ilmiah ikan yang paling baik adalah jika selain nama ilmiah
itu sendiri juga terdapat nama author dan tahun ketika ikan tersebut pertama kali
dideskripsi. Misalnya nama ilmiah untuk salah satu spesies ikan terbang adalah
Cypselurus poecilopterus (Valenciennes, 1846). Jika sebuah ikan memiliki nama
ilmiah yang sama tetapi berbeda nama author, maka nama author yang
mendeskripsikan lebih awal dinyatakan sebagai nama ilmiah (valid scientific
name) sedangkan deskripsi yang belakangan dianggap sebagai synonym (nama
persamaan). Sebagai contoh, nama ilmiah ikan kiper yang sah adalah
Scatophagus multifasciatus Richardson, 1844, dan nama persamaannya adalah
Scatophagus multifasciatus Bleeker, 1855.
Pada bagian belakang dari nama genus atau genera, sering pula ditrulis
suatu singkatan: sp., spp., atau n.sp. Singkatan “sp.” artinya jika satu jenis ikan
belum diketahui spesiesnya dengan tepat atau analisanya belum lengkap. Arti
“spp.” adalah jika ada beberapa jenis ikan yang termasuk dalam satu genus tetapi
nama spesiesnya belum diketahui secara lengkap atau analisanya belum lengkap.
Seringkali ditemukan pustaka yang mencantumkan nama ikan dan diikuti dengan
tulisan “n.gen.” dan “n.sp.”, yang merupakan singkatan dari “new genus” dan “new
species”. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tersebut termasuk spesies dan genus
yang baru. Sebagai contoh misalnya ikan Celestichthys margaritatus n.gen., n.sp.
yang ditemukan di Myanmar (Roberts, 2007).
13
D. Kedudukan Ikan dalam Dunia Hewan
Dalam dunia hewan (kingdom Animalia) terdapat kira-kira 22 fila, 68 kelas,
dan 350 ordo. Menurut Storer dan Usinger (1957), dunia hewan dapat dibedakan
atas dua subkingdom, yaitu Protozoa (unicellulair animals) dan Metazoa
(multicellulair animals atau tissue animals).
Subkingdom Metazoa terdiri atas 21 fila, satu di antaranya adalah filum
Chordata. Ciri khas filum Chordata antara lain mempunyai chorda dorsalis atau
batang penguat tubuh. Filum Chordata dapat dibagi atas dua grup yang meliputi
lima subfila, yaitu:
Grup A. Acrania
Subfilum: Hemichordata
Subfilum: Urochordata (Tunicata)
Kelas: Larvacea / Appendicularia
Kelas: Ascidiacea
Kelas: Thaliacea
Subfilum: Cephalochordata
Grup B. Craniata atau Vertebrata
Subfilum: Agnatha (vertebrata tanpa rahang)
Kelas: Ostracodermi (sudah punah)
Kelas: Cyclostomata / Marsipobranchii / Monorhina
(Lamprey dan hagfishes)
Subfilum: Gnathostomata (vertebrata yang berahang)
Superkelas: Pisces
Kelas: Placodermi (sudah punah)
Kelas: Chondrichthyes (ikan bertulang rawan)
Kelas: Osteichthyes (ikan bertulang sejati)
Superkelas: Tetrapoda
Kelas: Amphibia
Kelas: Reptilia
Kelas: Aves
Kelas: Mammalia
Recce et al. (2011) menyatakan bahwa saat ini telah diketahui sekitar 1,3
juta spesies yang termasuk ke dalam 23 fila. Fila tersebut adalah: Porifera (5500
14
spesies), Placozoa (1 spesies), Cnidaria (10 000 spesies), Ctenophora (100
spesies), Acoela (400 spesies), Platyhelminthes (20 000 spesies), Rotifera (1800
spesies), Ectoprocta (4500 spesies), Brachiopoda (335 spesies), Acanthocephala
(1100 spesies), Cycliophora (1 spesies), Nemertea (900 spesies), Annelida (16
500 spesies), Moluska (93 000 spesies), Loricifera (10 spesies), Priapula (16
spesies), Onychophora (110 spesies), Tardigrada (800 spesies), Nematoda (25
000 spesies), Arthropoda (1 000 000 spesies), Echinodermata (7000 spesies),
Hemichordata (85 spesies), dan Chordata (52 000 spesies), Secara filogeni
berdasarkan data molekuler, Recce et al. (2011), membedakan filum Chordata
atas: Cephalochordata (lancelets), Urochordata (tunicata), Myxini (hagfishes),
Petromyzontida (lamprey), Chondrichthyes (ikan bertulang rawan), Actinopterygii
(ikan bersirip sejati), Actinistia (coelacanth), Dipnoi (lungfishes), Amphibia, Reptilia
(termasuk burung), dan Mammalia.
Klasifikasi dunia hewan yang lain dikemukakan oleh Raven et al. (2011)
dan membagi dunia hewan ke dalam 22 fila. Fila tersebut adalah: Porifera,
Cnidaria, Ctenophora, Acoela, Micrognathozoa, Rotifera, Cycliophora,
Platyhelminthes, Brachiopoda, Bryozoa (Ectoprocta), Annelida, Moluska,
Nemertea, Loricifera, Kinorhyncha, Nematoda, Tardigrada, Arthropoda,
Onychophora, Chaetognatha, Echinodermata, dan Chordata, Di dalam klasifikasi
ini, filum Chordata dibedakan atas tiga subfila, yaitu Urochordata,
Cephalochordata, dan Vertebrata. Selanjutnya, subfilum Vertebrata terdiri atas:
Myxini (hagfishes, 30 spesies), Cephalaspidomorphy (lamprey, 35 spesies),
Chondrichthyes (cartilaginous fishes, 750 spesies), Actinopterygii (ray-finned
fishes, 30 000 spesies), Sarcopterygii (lobe-finned fishes, 8 spesies), Amphibia,
Mammalia, Testudines, Lepidosauria, Crocodilia, dan Aves.
E. Jumlah Spesies Ikan
Jumlah spesies/jenis ikan adalah yang terbanyak jika dibandingkan dengan
jumlah spesies hewan vertebrata lainnya. Menurut Lagler et al. (1977), jumlah
spesies ikan yang telah diberi nama diperkirakan sekitar 15 000 – 17 000 jenis,
dari sekitar 40 000 jenis ikan yang ada. Persentase spesies hewan menurut Lagler
et al. (1977) dari lima kelas Vertebrata adalah sebagai berikut (Gambar 1): Pisces
20 000 spesies (48,1%), Aves 8600 spesies (20,7%), Reptilia 6000 spesies
(14,4%), Mammalia 4500 spesies (10,8%), dan Amphibia 2500 spesies (6,0%).
15
Gambar 1. Persentase komposisi spesies Vertebrata (Lagler et al., 1977)
16
Menurut taksiran Nelson (1976), Pisces terbagi atas 46 ordo, 450 famili,
4032 genera, dan 18 818 spesies (6851 di antaranya merupakan spesies air
tawar). Ordo-ordo yang seluruhnya hidup di air tawar, antara lain: Amiiformes,
Ceratodiformes, Cypriniformes, Indostomiformes, Semionotiformes, Lepidosireni-
formes, Osteoglossiformes, Percopsiformes, Polypteryformes, dan Mormyri-
formes. Jumlah spesies ikan tersebut meningkat terus seiring dengan
pertambahan waktu, yaitu menjadi 21 723 spesies dalam 445 famili (Nelson,
1984), 24 618 spesies dalam 482 famili (Nelson, 1994). Klasifikasi yang terakhir
(Nelson, 2006) menunjukkan saat ini terdapat 27 977 spesies yang termasuk
dalam 62 ordo dan 515 famili (Tabel 3). Jumlah spesies Vertebrata yang telah
diketahui saat ini adalah 54 771 spesies dan jumlah spesies ikan yang
dikemukakan oleh Nelson (2006) jauh lebih banyak dibandingkan jumlah spesies
gabungan Vertebrata lainnya (Tetrapoda), yaitu 27 977 spesies berbanding 26
734 spesies.
Tabel 3. Distribusi jumlah spesies ikan berdasarkan ordo, famili dan genera
(Nelson, 2006)
17
Tabel 3. Lanjutan
18
Di antara 515 famili tersebut di atas, terdapat 9 famili yang memiliki jumlah
spesies lebih dari 400, dengan jumlah total seluruhnya mencapai 9302 spesies
atau sekitar 33% dari seluruh spesies ikan. Sekitar 66% dari spesies tersebut
(6106 spesies) merupakan spesies air tawar. Kesembilan famili tersebut adalah
Cyprinidae, Gobiidae, Cichlidae, Characidae, Loricariidae, Balitoridae, Serranidae,
Labridae, dan Scorpaenidae. Lebih lanjut pada klasifikasi yang terakhir terdapat
64 famili yang hanya memiliki satu spesies, 33 famili yang memiliki dua spesies,
dan 67 famili yang memiliki 100 spesies atau lebih, bahkan tiga famili di antaranya
memiliki lebih dari 1000 spesies.
Ikan terkecil yang pernah diketemukan adalah Paedocypris progenetica
Kottelat, Britz, Tan & Witte, 2006. Ikan ini termasuk kerabat ikan mas, hidup di
perairan rawa gambut Sumatera. Panjang maksimum ikan jantan 9,8 mm dan ikan
betina 10,3 mm. Ikan betina pertama kali matang gonad pada ukuran 7,9 mm
(Kottelat et al., 2006). Ikan Photocorynus spiniceps Regan, 1925 merupakan
anggota dari subordo Ceratoidei yang hidup di laut dalam. Ikan jantan matang
kelamin memiliki panjang tubuh 6,2 mm dan hidup parasit pada ikan betina yang
memiliki panjang tubuh 46 mm (Pietsch, 2005). Ikan Schindleria brevipinguis
Watson & Walker, 2004 merupakan kerabat ikan gobi yang hanya ditemukan di
Great Barrier Reef, Australia (Gambar 2). Ikan betina matang kelamin pada
ukuran panjang 7 – 8 mm, sedangkan yang jantan pada ukuran 6,5 – 7 mm.
Spesimen terbesar yang pernah ditemukan memiliki panjang tubuh 8,4 mm
(Watson dan Walker, 2004). Ikan terbesar yang pernah didapatkan adalah ikan
cucut Rhincodon typus Simth, 1828 (whale shark) yang mempunyai ukuran
panjang tubuh sampai mencapai 20 m dan bobot tubuh 34 000 kg (Rohner et al.,
2011). Ikan bertulang sejati terbesar adalah Mola mola (Linnaeus, 1758) atau
ocean sunfish yang memiliki panjang tubuh 3,3 m dan bobot tubuh 2300 kg
(Summers, 2007).
F. Distribusi Ikan
Distribusi adalah suatu peristiwa penyebaran organisme pada suatu tempat
dan pada suatu waktu tertentu. Berdasarkan unsur tempat dan waktu, Storer dan
Usinger (1957) membedakan distribusi binatang sebagai berikut: distribusi
geografis, distribusi ekologis, dan distribusi geologis.
19
Gambar 2. Ikan Schindleria brevipinguis, kerabat ikan gobi berukuran kecil yang
ditemukan di Great Barrier Reef, Australia (Watson & Walker, 2004)
20
1. Distribusi geografis:
adalah distribusi spesies hewan berdasarkan daerah di mana hewan tersebut
diketemukan. Berdasarkan distribusi geografis, Bond (1979) menyatakan ada
enam daerah distribusi hewan atau zoogeographic realms (Gambar 3), yaitu:
a. Australian: meliputi Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan
beberapa pulau di Samudera Atlantik.
b. Oriental: meliputi Asia Selatan dari Himalaya, antara lain India,
Srilanka, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan
Filipina.
c. Neotropical: meliputi daerah Amerika Selatan dan Amerika Tengah,
Dataran Mexico, dan Hindia Barat.
d. Ethiopian: meliputi Afrika, termasuk Gurun Pasir Sahara,
Madagaskar, dan pulau-pulau di sekitarnya.
e. Nearctic: meliputi daerah Amerika Utara, Dataran Tinggi Mexico
sampai ke Greenland.
f. Palearctic: meliputi daerah Eurasia menuju ke Selatan sampai ke
Himalaya, Afghanistan, Persia, dan Afrika bagian Utara Gurun
Sahara.
2. Distribusi ekologis:
adalah persebaran spesies hewan yang berhubungan dengan keadan
lingkungan (habitat) di mana mereka berada. Secara ekologis, distribusi
hewan tersebut dapat digolongkan antara lain: habitat air laut, air tawar,
hutan, padang rumput, dan padang pasir. Berkaitan dengan hal ini, ikan
termasuk hewan air, sehingga distribusi ekologisnya terbatas pada air, baik
air tawar maupun air laut.
3. Distribusi geologis:
merupakan distribusi suatu spesies organisme yang berhubungan dengan
waktu atau zaman dan periode umur bumi di mana spesies hewan itu
diketemukan. Pembagian zaman dan periode umur bumi secara geologis
dapat dilihat pada Tabel 4.
21
Gambar 3. Daerah distribusi ikan secara geografis (Bond, 1979)
22
Tabel 4. Periode zaman dan umur bumi (Storer dan Usinger, 1957)
Ikan yang pertama kali hadir di atas permukaan bumi dan diperkirakan
hidup pada zaman Paleozoic periode Ordovician (kira-kira 400 juta tahun yang
lalu) adalah ikan Ostracodermis. Spesies ikan yang ada sekarang ini terdapat
sekitar 50 juta tahun yang lalu sampai sekarang (Lagler et al. 1977).
G. Daerah Distribusi Ikan-ikan di Indonesia
Jumlah spesies ikan yang mendiami perairan di Indonesia diperkirakan
kurang lebih 6000 spesies. Menurut Alamsjah (1974), berdasarkan hasil penelitian
Wallace (dalam karya taksonomi Pieter Bleeker) yang dibukukan oleh Weber dan
de Beaufort, serta hasil penelitian zoogeografi Molengraff dan Weber (1919),
daerah distribusi ikan-ikan di Indonesia dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Ikan-ikan daerah Paparan Sunda (Sundaplat)
Paparan Sunda merupakan bagian dari benua Asia pada zaman dahulu
(Gambar 4). Hal ini menyebabkan ikan-ikan yang terdapat di Pulau
Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, sangat mirip dengan ikan yang berasal
dari daerah-daerah di daratan Asia bagian tenggara.
23
Gambar 4. Wilayah distribusi ikan-ikan di Indonesia, terdiri atas daerah paparan Sunda (di sebelah barat garis Wallace), daerah Wallace (di antara garis wallace dan garis Weber), dan daerah paparan Sahul (di sebelah timur garis Weber)
24
Ikan air tawar yang terdapat di rawa-rawa, sungai-sungai, dan danau-danau,
di ketiga pulau tersebut, kira-kira sebanyak 500 spesies. Pada umumnya
perairan di ketiga pulau tersebut dihuni oleh jenis-jenis ikan karnivor dan
omnivor, serta hanya sedikit sekali ikan herbivor.
Contoh ikan-ikan yang menghuni daerah perairan dataran rendah adalah: lais
(Kryptopterus spp.), gabus (Channa spp.), jambal (Wallago spp.), patin
(Pangasius spp.), dan belida (Notopterus spp.). Perairan sungai dataran
rendah antara lain dihuni oleh: nilem (Osteochillus spp.), jelawat
(Leptobarbus spp.), dan hampal (Hampala spp.). Sebaliknya, ikan-ikan
penghuni daerah rawa-rawa antara lain: sepat (Trichogaster spp.), tambakan
(Helostoma spp.), dan betok (Anabas spp.). Ikan-ikan yang mendiami sungai-
sungai dan danau-danau di daerah dataran tinggi (ketinggian di atas 500 m)
antara lain adalah ikan arengan (Labeo spp.) dan ikan sengkaring
(Labeobarbus spp.), namun ikan-ikan ini tidak suka hidup bersama dengan
jenis-jenis ikan lainnya.
2. Ikan-ikan daerah Wallacea
Daerah Wallacea meliputi daerah Nusa Tenggara dan Sulawesi. Spesies
ikan air tawar tidak terlalu banyak dan juga tidak terdapat ikan-ikan herbivor
dan ikan-ikan pemakan epifit (famili Cyprinidae), demikian juga ikan-ikan
karnivor dari famili Siluridae. Daerah ini didominasi oleh jenis sidat (Anguilla
spp.), jenis betok (Anabas spp.), dan dua jenis beloso (famili Eleotridae).
3. Ikan-ikan daerah Paparan Sahul (Sahulplat)
Spesies ikan belum banyak diketahui karena belum begitu banyak penelitian
yang dilakukan di daerah ini. Spesies ikan yang diketahui di daerah ini
berdasarkan hasil penelitian Hardenberg pada tahun 1950, dan hanya
terbatas pada daerah pesisir Irian Jaya, sebagian besar termasuk dalam
famili Gobiidae dan Siluridae
Walaupun berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut di atas diketahui
bahwa ketiga daerah tersebut masing-masing mempunyai penghuni yang khas,
akan tetapi pemasukan ikan dari satu daerah ke daerah yang lain dapat saja
25
terjadi. Hal ini terjadi karena adanya campur tangan manusia atau oleh faktor
distribusi lainnya.
H. Sistem Klasifikasi Ikan
Saat ini telah banyak dipublikasikan sistem klasifikasi ikan. Sistem-sistem
klasifikasi tersebut memiliki perbedaan dan persamaan antara satu dan yang
lainnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh perbedaan kedudukan hirarki berbagai
kategori, perbedaan perincian di dalam kategori yang sama, perbedaan ciri-ciri
dalam penentuan dasar penamaan, dan perbedaan penggolongan di dalam
kategori (Sjafei et al., 1989).
Setiap sistem klasifikasi ikan yang telah dikemukakan oleh seorang ahli
sistematika biasanya memiliki pengikut. Pengikut-pengikut tersebut tidak saja
berasal dari kawasan yang sama dengan ahli tersebut, tetapi juga berasal dari
kawasan lain. Di Indonesia dan wilayah-wilayah lainnya di kawasan Indo Pasifik,
sistem klasifikasi ikan yang sering digunakan adalah sistem Bleeker yang telah
direvisi oleh Sunier, Weeber dan de Beaufort. Beberapa sistem klasifikasi ikan
yang pernah digunakan antara lain yaitu:
1. Sistem Boulenger, digunakan di Inggris dan bekas jajahannya, selain
penggunaan sistem J. R. Norman.
2. Sistem Schultz, digunakan di Jerman dan bekas jajahannya, selain
penggunaan sistem Bleeker.
3. Sistem H. H. Newman, digunakan di Amerika, selain penggunaan sistem D.
S. Berg dan sistem Jordan.
4. Sistem Bleeker, digunakan di Belanda, Belgia, Perancis, dan bekas
jajahannya.
5. Sistem Ian S. R. Munro, digunakan di Sri Lanka, merupakan modifikasi
sistem L. S. Berg.
6. Sistem Chote Suvatti, digunakan di Thailand.
7. Sistem Nikolsky, digunakan di Rusia.
Perbedaan jumlah hirarki kategori pada beberapa sistem klasifikasi ikan
yang pernah digunakan dapat dilihat dalam publikasi Berg (1965), Lagler et al.
(1977), Saanin (1984), dan Sjafei et al. (1989). Berikut ini diberikan sistem
klasifikasi Bleeker yang telah direvisi oleh Sunier, Weber dan de Beuafort seperti
26
tercantum dalam Saanin (1986) dan sistem klasifikasi Lagler et al. (1977). Di
dalam penulisan berikut ini, nama ordo diurut berdasarkan abjad.
1. Sistem klasifikasi Bleeker yang telah direvisi
Kelas Pisces
Subkelas Elasmobranchii
Ordo Hatoidei
Ordo Selachii
Subkelas Chondrostei
Subkelas Dipnoi
Subkelas Teleostei
Ordo Allotriognathi
Ordo Anacanthini
Ordo Apodes
Ordo Berycomorphi
Ordo Blennoidea
Ordo Discocephali
Ordo Gobioidea
Ordo Heteromi
Ordo Heterosomata
Ordo Hypostomides
Ordo Labyrinthici
Ordo Malacopterygii
Ordo Microcyprini
Ordo Myctophoidea
Ordo Ophistomi
Ordo Ostariophysi
Ordo Pediculati
Ordo Percesoces
Ordo Percomorphi
Ordo Plectognathi
Ordo Scleroparei
Ordo Solenichthys
Ordo Synbranchoidea
27
Ordo Sypnentognathi
Ordo Xenopterygii
2. Sistem klasifikasi Lagler et al.
Golongan Agnatha (tidak memiliki rahang bawah)
Kelas Cephalaspidomorphi
Subkelas Cyclostomata
Ordo Myxiniformes
Ordo Petromyzontiformes
Golongan Gnathostomata (memiliki rahang bawah)
Kelas Chondrichthyes
Subkelas Holocephali
Ordo Chimaeriformes
Subkelas Elasmobranchii (Selachii)
Ordo Heterodontiformes
Ordo Hexanchiformes
Ordo Pristiophoriformes
Ordo Rajiformes (Batoidei)
Ordo Squaliformes
Kelas Osteichthyes
Subkelas Crossopterygii
Ordo Coelacanthiformes
Subkelas Dipnoi
Ordo Dipteriformes
Subkelas Actinopterygii
Ordo Acipenceriformes
Ordo Amiiformes
Ordo Anguilliformes
Ordo Beloniformes
Ordo Beryciformes
Ordo Cetomiformes
Ordo Clupeiformes
Ordo Cypriniformes (Ostariophysi)
Ordo Cyprinodontiformes
28
Ordo Dactylopteryformes
Ordo Elopiformes
Ordo Gadiformes (Anacanthini)
Ordo Gasterosteiformes
Ordo Gobiesociformes
Ordo Gonarynchiformes
Ordo Lampridiformes
Ordo Lepisosteiformes
Ordo Lophiiformes
Ordo Mastacembeliformes
Ordo Mugiliformes
Ordo Myctophiformes
Ordo Notacanthiformes (Heteromi)
Ordo Osteoglossiformes
Ordo Pegasiformes
Ordo Perciformes
Ordo Percopsiformes (Salmopercae)
Ordo Pleuronectiformes
Ordo Polypteriformes
Ordo Salmoniformes
Ordo Scorpaeniformes
Ordo Synbranchiformes
Ordo Tetraodontiformes
Ordo Zeiformes
I. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10
menit tugas berikut ini.
1. Carilah deskripsi ikan-ikan yang berasal dari perairan Indonesia sepuluh
tahun terakhir ini.
2. Apa sebabnya ikan-ikan yang berada di perairan sebelah timur Indonesia
agak mirip dengan ikan-ikan yang berada di wilayah Australia?
29
J. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.
Kottelat, M., Britz, R., Hui, T.H., and Witte, K.-E., 2006, Paedocypris, a new genus of Southeast Asian cyprinid fish with a remarkable sexual dimorphism, comprises the world’s smallest vertebrate, Proceedings of the Royal Society of London B 273, 895-899;
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Nelson, J.S. 1976. Fishes of the World. Wiley-Interscience, New York. 416 p.
Nelson, J.S. 1984. Fishes of the World. Second edition. John Wiley and Sons, New York. 523 p.
Nelson, J.S. 1994. Fishes of the World. Third edition. John Wiley and Sons, New York. 600 p.
Nelson, J.S. 2006. Fishes of the World. Fourth edition. John Wiley and Sons, Inc. New York. 601 p.
Pietsch, T.W., 2005, Dimorphism, parasitism, and sex revisited: modes of reproduction among deep-sea ceratioid anglerfishes (Teleostei: Lophiiformes), Ichthyological Research 52, 207-236;
Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Raven, P.H., G.B. Johnson, K.A. Mason, J.B. Losos, and S.R. Singer. 2011. Biology. Ninth edition. McGraw-Hill Companies, Inc., New York. 1406 p.
30
Recce, J.A., L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky, and R.B. Jackson. 2011. Campbell Biology. Ninth edition. Benjamin Cummings, Boston. 1472 p.
Roberts, T.R. 2007. The “celestial pearl danio”, a new genus and species of colorful minute cyprinid fish from Myanmar (Pisces: Cypriniformes). The Raffles Bulletin of Zoology 55(1): 131-140.
Rohner, C.A., Richardson, A.J., Marshall, A.D., Weeks, S.J., and Pierce, S.J., 2011, How large is the world’s largest fish? Measuring whale sharks, Rhyncodon typus, with laser photogrammetry, Journal of Fish Biology 78: 378-385.
Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Storer, T.J. and R.L. Usinger. 1957. General Zoology. McGraw Hill Book Company, Inc., New York.
Summers, A., March 2007, No bones about ‘em. Natural History 116(2): 36-37.
Watson, W., and Walker, H.J. Jr., 2004, The world’s smallest vertebrate, Schindleria brevipinguis, a new paedomorphic species in the family Schindleriidae (Perciformes: Gobioidei), Records of the Australian Museum 56: 139-142
31
III. MORFOLOGI IKAN
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian
tubuh ikan
2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bentuk-bentuk
tubuh ikan
3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian
kepala ikan
4. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagan
badan ikan
5. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anggota gerak
pada ikan
6. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian
ekor ikan
B. Bagian-bagian Tubuh Ikan
Pada umumnya tubuh ikan terbagi atas tiga bagian (Gambar 5), yaitu:
1. Caput: bagian kepala, yaitu mulai dari ujung moncong terdepan sampai
dengan ujung tutup insang paling belakang.
Pada bagian kepala terdapat mulut, rahang atas, rahang bawah, gigi, sungut,
hidung, mata, insang, tutup insang, otak, jantung, dan sebagainya.
2. Truncus: bagian badan, yaitu mulai dari ujung tutup insang bagian belakang
sampai dengan permulaan sirip dubur.
Pada bagian badan terdapat sirip punggung, sirip dada, sirip perut, serta
organ-organ dalam seperti hati, empedu, lambung, usus, gonad, gelembung
renang, ginjal, limpa, dan sebagainya.
3. Cauda: bagian ekor, yaitu mulai dari permulaan sirip dubur sampai dengan
ujung sirip ekor bagian paling belakang.
Pada bagian ekor terdapat anus, sirip dubur, sirip ekor, dan kadang-kadang
juga terdapat scute dan finlet.
Bagian tubuh ikan mempunyai ukuran yang sangat bervariasi. Ukuran
bagian badan pada ikan tambakan (Helostoma temminckii Cuvier, 1829) sangat
32
Gambar 5. Bagian-bagian tubuh ikan secara morfologi (Bond, 1979)
33
pendek, sirip dubur sangat panjang, dan permulaan sirip dubur tidak jauh dari
bagian kepala. Sebaliknya, ukuran bagian badan pada ikan belut sangat panjang.
C. Bentuk-bentuk Tubuh Ikan
Bentuk tubuh ikan biasanya berkaitan erat dengan tempat dan cara mereka
hidup. Secara umum, tubuh ikan berbentuk setangkup atau simetris bilateral, yang
berarti jika ikan tersebut dibelah pada bagian tengah-tengah tubuhnya (potongan
sagittal) akan terbagi menjadi dua bagian yang sama antara sisi kanan dan sisi
kiri. Selain itu, ada beberapa jenis ikan yang mempunyai bentuk non-simetris
bilateral, yang mana jika tubuh ikan tersebut dibelah secara melintang (cross
section) maka terdapat perbedaan antara sisi kanan dan sisi kiri tubuh, misalnya
pada ikan langkau (Psettodes erumei (Bloch & Schneider, 1801)) dan ikan lidah
(Cynoglossus bilineatus (Lacepède, 1802)).
Bentuk tubuh simetris dapat dibedakan atas (Gambar 6):
1. Fusiform atau bentuk torpedo (bentuk cerutu), yaitu suatu bentuk yang
sangat stream-line untuk bergerak dalam suatu medium tanpa mengalami
banyak hambatan. Tinggi tubuh hampir sama dengan lebar tubuh,
sedangkan panjang tubuh beberapa kali tinggi tubuh. Bentuk tubuh hampir
meruncing pada kedua bagian ujung.
Contoh: Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) kembung lelaki
Euthynnus affinis (Cantor, 1849) tongkol
Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758) cakalang
2. Compressed atau pipih, yaitu bentuk tubuh yang gepeng ke samping. Tinggi
badan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan tebal ke samping (lebar
tubuh). Lebar tubuh juga lebih kecil daripada panjang tubuh.
Contoh: Gerres filamentous Cuvier, 1829 kapas-kapas
Gazza minuta (Bloch, 1795) peperek bondolan
Parastromateus niger (Bloch, 1795) bawal hitam
3. Depressed atau picak, yaitu bentuk tubuh yang gepeng ke bawah. Tinggi
badan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan tebal ke arah samping
badan (lebar tubuh).
Contoh: Rhynchobatus djiddensis (Forsskål, 1775) pare kekeh
Himantura uarnak (Gmelin, 1789) pare totol
Pastinachus sephen (Forsskål, 1775) pare kelapa
34
Gambar 6. Bentuk-bentuk tubuh ikan. A. Fusiform; B. Compressed; C. Depressed; D. Anguilliform; E. Filiform; F. Taeniform; G. Sagittiform; H. Globiform (Bond, 1979)
35
4. Anguilliform atau bentuk ular atau sidat atau belut, yaitu bentuk tubuh ikan
yang memanjang dengan penampang lintang yang agak silindris dan kecil
serta pada bagian ujung meruncing/tipis.
Contoh: Anguilla celebesensis Kaup, 1856 sidat
Monopterus albus (Zuiew, 1793) belut
Plotosus canius Hamilton, 1822 sembilang
5. Filiform atau bentuk tali, yaitu bentuk tubuh yang menyerupai tali.
Contoh: Pseudophallus straksii (Jordan & Cuvier, 1895) pipefish
Nemichthys scolopaceus Richardson, 1848 snipe eel
6. Taeniform atau flatted-form atau bentuk pita, yaitu bentuk tubuh yang
memanjang dan tipis menyerupai pita.
Contoh: Trichiurus brevis Wang & You, 1992 ikan layur
Pholis laeta (Cope, 1873)
7. Sagittiform atau bentuk panah, yaitu bentuk tubuh yang menyerupai anak
panah.
Contoh: Esox lucius Linnaeus, 1758 pike
8. Globiform atau bentuk bola, yaitu bentuk tubuh ikan yang menyerupai bola.
Contoh: Diodon histrix Linnaeus, 1758 buntal landak
Cyclopterus lumpus Linnaeus, 1758 lumpfish
9. Ostraciform atau bentuk kotak, yaitu bentuk tubuh ikan yang menyerupai
kotak.
Contoh: Tetraodon baileyi Sontirat, 1989 hairy puffer
Lagocephalus sceleratus (Gmelin, 1789) toadfish
Tidak semua ikan mempunyai bentuk tubuh sebagaimana yang telah
disebutkan di atas. Beberapa jenis ikan mempunyai bentuk tubuh yang berbeda,
misalnya pada ikan Eurypegasus draconis (Linnaeus, 1766) dari famili Pegasidae,
ikan sapi Acanthostracion quadriformis (Linnaeus, 1758)(famili Ostraciidae), ikan
tangkur kuda Hippocampus kuda Bleeker, 1852 (famili Syngnathidae)(Gambar 7).
Bentuk tubuh ikan Ictalurus punctatus (Rafinesque, 1818) dari famili Ictaluridae
dan golongan lele Clarias batrachus (Linnaeus, 1758) merupakan kombinasi dari
beberapa bentuk tubuh, yaitu bagian kepala berbentuk picak, bagian badan
berbentuk cerutu, dan bagian ekor berbentuk pipih (Gambar 7-C).
36
Gambar 7. Bentuk-bentuk tubuh kombinasi. A. Famili Pegasidae; B. Famili Ostraciidae; C. Famili Ictaluridae; D. Famili Syngnathidae (ikan Tangkur kuda)(Bond, 1979)
37
D. Kepala Ikan
Kepala ikan umumnya tidak bersisik, tetapi ada juga yang bersisik. Bagian-
bagian pada kepala ikan yang penting adalah:
1. Tulang-tulang tambahan tutup insang.
Jika dilihat dari arah luar, celah insang tertutup oleh tutup insang (apparatus
opercularis). Tulang-tulang tutup insang (Gambar 8) terdiri dari:
- Os operculare, berupa tulang yang paling besar dan letaknya paling
dorsal.
- Os preoperculare, berupa tulang sempit yang melengkung seperti sabit
dan terletak di depan sekali.
- Os interoperculare, juga merupakan tulang yang sempit dan terletak di
antara os operculare dan os preoperculare.
- Os suboperculare, bagian tulang yang terletak di bawah sekali.
Pada bagian bawah tulang-tulang penutup insang terdapat suatu selaput tipis
yang menutupi tulang-tulang di atasnya, disebut membrana branchiostega.
Membrana ini diperkuat oleh radii branchiostega yaitu berupa tulang-tulang
kecil yang terletak pada bagian ventral dari pharynx.
2. Bentuk mulut.
Ada berbagai macam bentuk mulut ikan dan hal tersebut berkaitan erat
dengan jenis makanan yang dimakannya. Bentuk mulut ikan dapat dibedakan
atas (Gambar 9):
- Bentuk tabung (tube like), misalnya pada ikan tangkur kuda
(Hippocampus histrix Kaup, 1856)
- Bentuk paruh (beak like), misalnya pada ikan julung-julung
(Hemirhamphus far (Forsskål, 1775))
- Bentuk gergaji (saw like) misalnya pada ikan cucut gergaji (Pristis
microdon Latham, 1794)
- Bentuk terompet, misalnya pada Campylomormyrus elephas (Boulenger,
1898)
Berdasarkan dapat tidaknya mulut ikan tersebut disembulkan, maka bentuk
mulut ikan dapat dibedakan atas (Gambar 10):
38
Gambar 8. Tulang-tulang tambahan tutup insang (Andy Omar, 1987)
Gambar 9. Bentuk-bentuk mulut (Afandi et al., 1992)
39
Gambar 10. Mulut yang dapat dan tidak dapat disembulkan (Affandi et al., 1992)
40
- Mulut yang dapat disembulkan, misalnya pada ikan mas (Cyprinus carpio
carpio Linnaeus, 1758)
- Mulut yang tidak dapat disembulkan, misalnya pada ikan lele (Clarias
batrachus (Linnaeus, 1758))
3. Letak mulut.
Letak atau posisi mulut ikan dapat dibedakan atas (Gambar 11):
- Inferior, yaitu mulut yang terletak di bawah hidung, misalnya pada ikan
pare kembang (Neotrygon kuhlii (Müller & Henle, 1841)) dan ikan cucut
(Chaenogaleus macrostoma (Bleeker, 1852)).
- Subterminal, yaitu mulut yang terletak dekat ujung hidung agak ke bawah,
misalnya pada ikan kuro/senangin (Eleutheronema tetradactylum (Shaw,
1804)) dan ikan setuhuk putih (Makaira indica (Cuvier, 1832)).
- Terminal, yaitu mulut yang terletak di ujung hidung, misalnya pada ikan
tambangan (Lutjanus johni (Bloch, 1792)) dan ikan mas (Cyprinus carpio
carpio Linnaeus, 1758).
- Superior, yaitu mulut yang terletak di atas hidung, misalnya pada ikan
julung-julung (Hemirhamphus far (Forsskål, 1775)) dan ikan kasih madu
(Kurtus indicus Bloch, 1786).
4. Letak sungut.
Sungut ikan berfungsi sebagai alat peraba dalam mencari makanan dan
umumnya terdapat pada ikan-ikan yang aktif mencari makan pada malam
hari (nokturnal) atau ikan-ikan yang aktif mencari makan di dasar perairan.
Ikan-ikan yang memiliki sungut antara lain adalah ikan sembilang (Plotosus
canius Hamilton, 1822), ikan lele (Clarias batrachus (Linnaeus, 1758)), dan
ikan mas (Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758).
Letak dan jumlah sungut juga berguna untuk identifikasi. Letak, bentuk, dan
jumlah sungut berbeda-beda. Ada yang terletak pada hidung, bibir, dagu,
sudut mulut, dan sebagainya. Bentuk sungut dapat berupa rambut,
pecut/cambuk, sembulan kulit, bulu, dan sebagainya. Ada ikan yang memiliki
satu lembar sungut, satu pasang, dua pasang, atau beberapa pasang
(Gambar 12).
41
Gambar 11. Letak mulut ikan (Bond, 1979)
Gambar 12. Letak, bentuk, dan jumlah sungut ikan (Affandi et al. 1992)
42
E. Badan Ikan
Seluruh badan ikan umumnya mempunyai sisik (squama). Sisik disebut
juga rangka dermal, yang berhubungan dengan rangka luar (exoskeleton). Sisik
atau squama membentuk rangka luar terutama pada ikan-ikan primitif, misalnya
pada ikan tangkur kuda (Hippocampus histrix Kaup, 1856.) yang memiliki sisik
sangat keras.
Sisik yang sangat fleksibel ditemukan pada ikan-ikan moderen. Ikan-ikan
yang tidak mempunyai sisik antara lain Ameiurus nebulosus (Lesueur, 1819) dari
famili Ictaluridae, Lampetra tridentata (Richardson, 1836) dari famili
Petromyzontidae, dan ikan belut Monopterus albus (Zuiew, 1793) dari famili
Synbranchidae. Beberapa ikan hanya mempunyai sisik hanya pada bagian-bagian
tubuh tertentu saja, misalnya Polyodon spathula (Walbaum, 1792) dan ikan
cakalang Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758).
Menurut bentuknya, sisik ikan dapat dibedakan atas beberapa tipe
(Gambar 13), yaitu:
- Cosmoid, terdapat pada ikan-ikan purba yang telah punah
- Placoid, merupakan sisik tonjolan kulit, banyak terdapat pada ikan yang
termasuk kelas Chondrichthyes.
- Ganoid, merupakan sisik yang terdiri atas garam-garam ganoin, banyak
terdapat pada ikan dari golongan Actinopterygii.
- Cycloid, berbentuk seperti lingkaran, umumnya terdapat pada ikan yang
berjari-jari sirip lemah (Malacopterygii).
- Ctenoid, berbentuk seperti sisir, ditemukan pada ikan yang berjari-jari
sirip keras (Acanthopterygii)
Pada bagian tengah badan ikan, sebelah kanan dan kiri, mulai dari kepala
sampai ke pangkal ekor, terdapat suatu bangunan yang kelihatannya seperti garis
memanjang, yang disebut garis rusuk atau gurat sisi (linea lateralis). Garis rusuk
dapat ditemukan baik pada ikan yang mempunyai sisik maupun tidak bersisik.
Pada ikan yang bersisik, garis rusuk ini dibentuk oleh sisik yang memiliki pori-pori.
Garis rusuk berfungsi sebagai indera keenam pada ikan, yaitu untuk mengetahui
perubahan tekanan air yang terjadi sehubungan dengan aliran arus air, untuk
mengetahui jika ikan itu mendekati atau menjauhi benda-benda keras, dan untuk
osmoregulasi.
43
Gambar 13. Bentuk-bentuk sisik ikan (Bond, 1979)
44
Garis rusuk yang biasa disingkat dengan “L.l.” berbeda dengan garis sisi
(linea transversalis) yang biasa disingkat dengan “L.tr.” atau “l.l.”. Sisik-sisik yang
dilalui oleh garis rusuk mempunyai lubang di tengah-tengahnya sedangkan sisik-
sisik yang dilalui oleh garis sisi tidak mempunyai lubang atau pori
Setiap jenis ikan mempunyai garis rusuk yang berbeda-beda. Gambar 14
memperlihatkan beberapa contoh garis rusuk yang ditemukan pada berbagai
jenis ikan. Ada yang hanya memiliki satu dan ada yang lebih, ada yang lengkap
tetapi ada pula yang terputus-putus, ada yang berbentuk garis lurus dan ada pula
yang bengkok, ada yang menyerupai garis melengkung ke atas dan ada pula yang
seperti garis melengkung ke bawah.
Selain beberapa bagian-bagian yang telah disebutkan di atas, pada badan
ikan juga sering ditemukan (Gambar 15):
- Finlet (jari-jari sirip tambahan), merupakan sembulan-sembulan kulit
yang tipis dan pendek, umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang
mempunyai satu jari-jari. Finlet terletak di antara sirip punggung dan
sirip ekor, dan di antara sirip dubur dan sirip ekor. Finlet ditemukan
misalnya pada ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma
(Bleeker, 1851)) dan ikan tenggiri (Scomberomorus commerson
(Lacepède, 1800))
- Scute (skut, sisik duri), merupakan kelopak tebal yang mengeras dan
tersusun seperti genting. Skut yang ditemukan pada daerah perut
disebut abdominal scute (misalnya pada Clupeoides hypselosoma
Bleeker, 1866), sedangkan skut yang terdapat pada daerah pangkal
ekor disebut caudal scute (misalnya pada ikan selar, Caranx heberi
(Bennet, 1830)).
- Keel (kil, lunas), merupakan rigi-rigi yang pada bagian tengahnya
terdapat puncak yang meruncing, ditemukan pada bagian batang ekor
ikan. Kil misalnya terdapat pada ikan tongkol (Thunnus tonggol
(Bleeker, 1851)), ikan slengseng (Scomber australasicus Cuvier, 1832),
dan ikan-ikan lain dari famili Scomberidae.
- Adipose fin (sirip lemak), merupakan sembulan kulit di belakang sirip
punggung dan sirip dubur, agak panjang dan tinggi tetapi agak tipis
sehingga serupa dengan selaput tebal dan banyak mengandung lemak.
45
Gambar 14. Berbagai bentuk garis rusuk pada ikan (Affandi et al., 1992)
46
Gambar 15. Beberapa ciri khusus pada badan ikan (Affandi et al., 1992)
47
Sirip lemak ini misalnya terdapat pada ikan keting (Ketengus typus
Bleeker, 1847) dan ikan jambal (Pangasius pangasius (Hamilton,
1822)).
- Interpelvic process (cuping), merupakan pertumbuhan kulit yang
menyerupai lidah-lidah yang terdapat di antara kedua sirip perut. Cuping
ini ditemukan misalnya pada ikan tongkol (Auxis thazard thazard
(Lacepède, 1800)) dan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis (Linnaeus,
1758).
F. Anggota Gerak
Anggota gerak pada ikan berupa sirip-sirip. Ikan dapat bergerak dan berada
pada posisi yang diinginkannya karena adanya sirip-sirip tersebut. Sirip ini ada
yang berpasangan (bersifat ganda) dan ada juga yang tunggal.
Sirip yang berpasangan adalah:
- Sirip dada (pinnae pectoralis = pinnae thoracicae = pectoral fins),
disingkat dengan P atau P1
- Sirip perut (pinnae abdominalis = pinnae pelvicalis = pinnae ventralis =
pelvic fins = ventral fins), disingkat dengan V atau P2
Sirip yang tidak berpasangan atau sirip tunggal adalah:
- Sirip punggung (pinna dorsalis = dorsal fin), disingkat dengan D. Jika
sirip punggung terdiri atas dua bagian, maka sirip punggung pertama (di
bagian depan) disingkat dengan D1, sedangkan sirip punggung kedua
(yang di belakang) disingkat dengan D2
- Sirip dubur (pinna analis = anal fin), disingkat dengan A.
- Sirip ekor (pinna caudalis = caudal fin), disingkat dengan C.
Ikan-ikan yang mempunyai baik sirip-sirip yang berpasangan maupun sirip-
sirip tunggal disebut ikan bersirip lengkap (Gambar 16). Namun demikian ada
juga ikan-ikan yang tidak bersirip lengkap. Ikan buntal (Triodon macropterus
Lesson, 1831) tidak mempunyai sirip perut, sedangkan ikan bawal
(Parastromateus niger (Bloch, 1795)) juvenil memiliki sirip perut tetapi pada saat
dewasa sirip ini tidak berkembang dan bahkan tereduksi.
Pada beberapa jenis ikan, ada sirip yang mengalami modifikasi menjadi
semacam alat peraba, penyalur sperma, penyalur cairan beracun, dan lain-lain.
48
Gambar 16. Posisi sirip-sirip pada tubuh ikan (Lagler et al., 1977)
49
Ikan gurami (Osphronemus gouramy Lacepède, 1801) mempunyai sirip perut
yang bermodifikasi menjadi alat peraba. Sirip punggung pertama pada ikan
remora (Remora remora (Linnaeus, 1758)) berubah fungsinya menjadi alat
penempel. Jari-jari mengeras sirip dada ikan lele (Clarias batrachus) berfungsi
sebagai alat penyalur cairan beracun. Ikan terbang (Hyrundichthys oxycephalus
(Bleeker, 1852)) memiliki sirip dada yang sangat panjang sehingga ikan ini dapat
terbang di atas permukaan air (Gambar 17).
Setiap sirip disusun oleh “membrana”, yaitu suatu selaput yang terdiri dari
jaringan lunak, dan “radialia” atau “jari-jari sirip” yang terdiri dari jaringan tulang
atau tulang rawan. Radialia ini ada yang bercabang dan ada pula yang tidak,
tergantung pada jenisnya.
Berdasarkan letak sirip perut terhadap sirip dada, dapat dibedakan empat
macam letak sirip perut (Gambar 18), yaitu:
- Abdominal, yaitu jika letak sirip perut agak jauh ke belakang dari sirip
dada, misalnya pada ikan bulan-bulan (Megalops cyprinoides
(Broussonet, 1782) dan ikan japuh (Dussumieria acuta Valenciennes,
1847).
- Subabdominal, yaitu jika letak sirip perut agak dekat dengan sirip dada,
misalnya pada ikan kerong-kerong (Therapon theraps Cuvier, 1829) dan
ikan karper perak (Hypophthalmichthys molitrix (Valenciennes, 1844))
- Thoracic, yaitu jika sirip perut terletak tepat di bawah sirip dada,
misalnya pada ikan layang (Decapterus russelli (Rüppell, 1830)) dan
ikan bambangan (Lutjanus sanguineus (Cuvier, 1828)).
- Jugular, yaitu jika sirip perut terletak agak lebih ke depan daripada sirip
dada, misalnya pada ikan kasih madu (Kurtus indicus Bloch, 1786) dan
ikan tumenggung (Priacanthus tayenus Richardson, 1846).
G. Ekor Ikan
Kent (1954) membagi bentuk ekor ikan atas empat macam seperti terlihat
pada Gambar 19. Pembagian ini berdasarkan perkembangan arah ujung belakang
notochord atau vertebrae, yaitu:
- Protocercal, ujung belakang notochord atau vertebrae berakhir lurus
pada ujung ekor, umumnya ditemukan pada ikan-ikan yang masih
embrio dan ikan Cyclostomata.
50
Gambar 17. Modifikasi berbagai sirip pada ikan (Affandi et al., 1992)
51
Gambar 18. Letak sirip perut pada tubuh ikan. A. Abdominal; B. Subabdominal; C. Thoracic; D. Jugular (Bond, 1979)
Gambar 19. Tipe-tipe sirip ekor. A. Heterocercal; B. Heterocercal (abbreviate); C. Homocercal; D. Isocercal (Bond, 1979)
52
- Heterocercal, ujung belakang notochord pada bagian ekor agak
membelok ke arah dorsal sehingga cauda terbagi secara tidak simetris,
misalnya pada ikan cucut.
- Homocercal, ujung notochord pada bagian ekor juga agak membelok ke
arah dorsal sehingga cauda terbagi secara tidak simetris bila dilihat dari
dalam tetapi terbagi secara simetris bila dilihat dari arah luar, terdapat
pada Teleostei.
- Diphycercal, ujung notochord lurus ke arah cauda sehingga sirip ekor
terbagi secara simetris baik dari arah dalam maupun dari arah luar,
terdapat pada ikan Dipnoi dan Latimeria menadoensis Pouyaud,
Wirjoatmodjo, Rachmatika, Tjakrawidjaja, Hadiaty & Hadie, 1999..
Jika ditinjau dari bentuk luar sirip ekor, maka secara morfologis dapat
dibedakan beberapa bentuk sirip ekor (Gambar 20), yaitu:
- Rounded (membundar), misalnya pada ikan kerapu bebek (Cromileptes
altivelis (Valenciennes, 1828)).
- Truncate (berpinggiran tegak), misalnya pada ikan tambangan (Lutjanus
johni (Bloch, 1792)).
- Pointed (meruncing), misalnya pada ikan sembilang (Plotosus canius
Hamilton, 1822).
- Wedge shape (bentuk baji), misalnya pada ikan gulamah (Argyrosomus
amoyensis (Bleeker, 1863)).
- Emarginate (berpinggiran berlekuk tunggal), misalnya pada ikan lencam
merah (Lethrinus obsoletus (Forsskål, 1775)).
- Double emarginate (berpinggiran berlekuk ganda), misalnya pada ikan
ketang-ketang (Drepane punctata (Linnaeus, 1758)).
- Forked / Furcate (bercagak), misalnya pada ikan cipa-cipa (Atropus
atropos (Bloch & Schneider, 1801)).
- Lunate (bentuk sabit), misalnya pada ikan tuna mata besar (Thunnus
obesus (Lowe, 1839)).
- Epicercal (bagian daun sirip atas lebih besar), misalnya pada ikan cucut
martil (Eusphyra blochii (Cuvier, 1816)).
- Hypocercal (bagian daun sirip bawah lebih besar), misalnya pada ikan
terbang (Exocoetus volitans Linnaeus, 1758).
53
Gambar 20. Bentuk morfologi ekor ikan. 1. Rounded; 2. Truncate; 3. Pointed; 4. Wedge shape; 5. Emarginate; 6. Double emarginate; 7. Forked; 8. Lunate; 9. Epicercal; 10. Hypocercal (Affandi et al., 1992)
54
H. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10
menit tentang modifikasi bentuk dan fungsi masing-masing sirip ikan.
Di dalam laboratorium, masing-masing kelompok diskusi memeriksa sisik
yang dilalui oleh gurat sisi (linea lateralis) dan yang tidak dilalui oleh garis
tersebut. Sebutkan kesimpulannya.
I. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Allen, G.R. 1985. FAO Species Catalogue. Volume 6. Snappers of the World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Lutjanid Species Known to Date. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Volume 6. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico, Bandung.
Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Species Hewan Vertebrata. Armico, Bandung.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Kent, G.G. 1954. Comparative Anatomy of the Vertebrates. McGraw Hill Book Company, Inc., New York.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.
55
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Mayr, E. and P.D. Ashlock. 1991. Principles of Systematic Zoology. Second edition.McGraw Hill International Edition, New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Nikolsky, C.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, London.
Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta.
Scott, J.S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry of Agriculture, Federation of Malaya.
Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
56
IV. MORFOMETRIK DAN MERISTIK
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian
morfometrik
2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian meristik
B. Morfometrik
Setiap ikan mempunyai ukuran yang berbeda-beda, tergantung pada umur,
jenis kelamin, dan keadaan lingkungan hidupnya. Faktor-faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi kehidupan ikan di antaranya adalah makanan, derajat
keasaman (pH) air, suhu, dan salinitas. Faktor-faktor tersebut, baik secara sendirisendiri
maupun secara bersama-sama, mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun dua ekor ikan
mempunyai umur yang sama namun ukuran mutlak di antara keduanya dapat
saling berbeda.
Morfometrik adalah ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan
(measuring methods). Ukuran ikan adalah jarak antara satu bagian tubuh ke
bagian tubuh yang lain. Karakter morfometrik yang sering digunakan untuk diukur
antara lain panjang total, panjang baku, panjang cagak, tinggi dan lebar badan,
tinggi dan panjang sirip, dan diameter mata (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin,
1999).
Satuan ukuran yang digunakan di dalam morfometrik sangat bervariasi. Di
Indonesia, satuan ukuran yang umum digunakan adalah sentimeter (cm) atau
milimeter (mm), tergantung kepada keinginan peneliti. Ukuran-ukuran ini disebut
ukuran mutlak. Untuk memperoleh pengukuran yang lebih teliti, sebaiknya
menggunakan jangka sorong (calipper). Adalah suatu hal yang tidak mungkin
untuk memberikan ukuran bagian-bagian ikan dalam ukuran mutlak (misalnya cm)
pada saat melakukan identifikasi. Ukuran yang digunakan untuk identifikasi
hanyalah merupakan ukuran perbandingan. Seekor ikan yang memiliki panjang
total 25 cm dan panjang kepala 5 cm, maka perbandingan yang dinyatakan di
dalam buku-buku identifikasi adalah panjang kepala sama dengan seperlima
panjang total tubuhnya.
57
Berbagai ukuran bagian tubuh ikan yang sering digunakan di dalam
identifikasi ikan adalah (Gambar 21 dan 22):
a. Panjang baku (panjang biasa), yaitu jarak garis lurus antara ujung bagian
kepala yang paling depan (biasanya ujung salah satu dari rahang yang
terdepan) sampai ke pelipatan pangkal sirip ekor.
b. Panjang cagak (fork length), adalah panjang ikan yang diukur dari ujung
kepala yang terdepan sampai ujung bagian luar lekukan cabang sirip ekor.
c. Panjang total, adalah jarak garis lurus antara ujung kepala yang terdepan
dengan ujung sirip ekor yang paling belakang.
d. Tinggi badan, diukur pada tempat yang tertinggi antara bagian dorsal
dengan ventral, dimana bagian dari dasar sirip yang melewati garis
punggung tidak ikut diukur.
e. Tinggi batang ekor, diukur pada batang ekor di tempat yang mempunyai
tinggi terkecil.
f. Panjang batang ekor, merupakan jarak miring antara ujung dasar sirip
dubur dengan pangkal jari-jari tengah sirip ekor.
g. Panjang dasar sirip punggung dan sirip dubur, merupakan jarak antara
pangkal jari-jari pertama dengan tempat selaput sirip di belakang jari-jari
terakhir bertemu dengan badan. Jarak ini diukur melalui dasar sirip.
h. Panjang di bagian depan sirip punggung, merupakan jarak antara ujung
kepala terdepan sampai ke pangkal jari-jari pertama sirip punggung.
i. Tinggi sirip punggung dan sirip dubur, diukur dari pangkal keping pertama
sirip sampai ke bagian puncaknya.
j. Panjang sirip dada dan sirip perut, adalah panjang terbesar menurut arah
jari-jari dan diukur dari bagian dasar sirip yang paling depan atau terjauh
dari puncak sirip sampai ke puncak sirip ini. Sambungan sirip berupa
rambut atau benang halus, oleh beberapa ahli juga ikut diukur, sehingga
harus lebih waspada. Pengukuran panjang sirip dada hanya dilakukan jika
bentuk sirip dada itu tidak simetris.
k. Panjang jari-jari sirip dada yang terpanjang, pengukuran ini hanya
dilakukan jika jari-jari yang terpanjang terletak di tengah-tengah atau di
bagian tengah sirip. Pengukuran dilakukan mulai dari pertengahan dasar
sirip sampai ke ujung jari-jari tersebut. Jika jari-jari lain yang dimaksudkan
dan bukan jari-jari tengah maka hal ini harus dinyatakan.
58
l. Panjang jari-jari keras dan jari-jari lemah. Panjang jari-jari keras adalah
panjang pangkal yang sebenarnya sampai ke ujung bagian yang keras,
walaupun ujung ini masih disambung oleh bagian yang lemah atau
sambungan seperti rambut. Panjang jari-jari lemah diukur dari pangkal
sampai ke ujungnya.
m. Panjang kepala, adalah jarak antara ujung termuka dari kepala hingga
ujung terbelakang dari keping tutup insang. Beberapa peneliti melakukan
pengukuran sampai ke pinggiran terbelakang selaput yang melekat pada
tutup insang (membrana branchiostega) sehingga diperoleh panjang kepala
yang lebih besar.
n. Tinggi kepala, merupkan panjang garis tegak antara pertengahan pangkal
kepala dan pertengahan kepala di sebelah bawah.
o. Lebar kepala, merupakan jarak lurus terbesar antara kedua keping tutup
insang pada kedua sisi kepala.
p. Lebar / tebal badan, adalah jarak lurus terbesar antara kedua sisi badan.
q. Panjang hidung, merupakan jarak antara pinggiran terdepan dari hidung
atau bibir dan pinggiran rongga mata sebelah ke depan.
r. Panjang ruang antar mata, merupakan jarak antara pinggiran atas dari
kedua rongga mata (orbita).
s. Panjang bagian kepala di belakang mata, adalah jarak antara pinggiran
belakang dari orbita sampai pinggir belakang selaput keping tutup insang
(membrana branchiostega).
t. Tinggi bawah mata, merupakan jarak kecil antara pinggiran bawah orbita
dan rahang atas.
u. Tinggi pipi, merupakan jarak tegak antara orbita dan pinggiran bagian
depan keping tutup insang depan (os preoperculare).
v. Panjang antara mata dan sudut keping tutup insang depan (os
preoperculare), adalah panjang antara sisi rongga mata dengan sudut os
preoperculare. Pada saat pengukuran, senantiasa juga turut diukur panjang
duri yang mungkin ada pada sudut os preoperculare tersebut.
w. Panjang atau lebar mata, adalah panjang garis menengah orbita (rongga
mata).
x. Panjang rahang atas, adalah panjang tulang rahang atas yang diukur mulai
dari ujung terdepan sampai ujung terbelakang tulang rahang atas.
59
Gambar 21. Berbagai ukuran pada tubuh ikan. PT. Panjang total; PB. Panjang baku; PC. Panjang cagak; PK. Panjang kepala; A. Sirip dubur; C. Sirip ekor; D1. Sirip punggung depan; D2. Sirip punggung belakang; P. Sirip dada; V. Sirip perut; 1. Moncong; 2. Sungut; 3. Tutup insang; 4. Sisik pada linea lateralis; 5. Scute batang ekor; 6. Sisik di atas linea lateralis; 7. Sisik di bawah linea lateralis; 8. Sisik tambahan (auxillary scales); 9. Scute pada bagian perut; 10. Filamen (rambut) yang dapat bergerak sendiri; 11. Kell; 12. Sirip lemak; 13. Filamen (Affandi et al., 1992)
60
Gambar 22. Berbagai ukuran pada kepala ikan. a. Panjang hidung; b. Panjang kepala di belakang mata; c. Panjang antara mata dengan sudut os preoperculare; d. Tinggi pipi; e. Tinggi di bawah mata; f. Lebar mata; g. Panjang rahang atas; h. Panjang rahang bawah; i. Panjang di depan mata; j. Tinggi kepala; 1. Maxilla; 2. Premaxilla; 3. Dentary; 4. Hidung; 5. Os interoperculare; 6. Os preoperculare; 7. Os operculare; 8. Os suboperculare; 9. Membrana branchiostega (Affandi et al., 1992)
61
y. Panjang rahang bawah, adalah panjang tulang rahang bawah yang diukur
mulai dari ujung terdepan sampai pinggiran terbelakang pelipatan rahang.
z. Lebar bukaan mulut, merupakan jarak antara kedua sudut mulut jika mulut
dibuka selebar-lebarnya.
Selain pengukuran secara langsung, juga dilakukan nisbah atau
pembandingan beberapa ukuran tubuh seperti tersebut di bawah ini dan hasilnya
ditabulasikan seperti terlihat pada Tabel 5.
(a) Indeks panjang kepala, yaitu perbandingan antara panjang total dan
panjang kepala
(b) Indeks panjang bahu, yaitu perbandingan antara panjang total dan panjang
bahu
(c) Indeks tinggi badan, yaitu perbandingan antara panjang total dan tinggi
badan
(d) Indeks sirip punggung, yaitu perbandingan antara panjang total dan
panjang dasar sirip punggung
(e) Indeks sirip dubur, yaitu perbandingan antara panjang total dan panjang
dasar sirip dubur
(f) Indeks batang ekor (1), yaitu perbandingan antara panjang total dan
panjang batang ekor
(g) Indeks batang ekor (2), yaitu perbandingan antara panjang batang ekor dan
tinggi batang ekor
(h) Indeks tinggi kepala, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan tinggi
kepala
(i) Indeks lebar mata, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan lebar
mata
(j) Indeks rahang atas, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan panjang
rahang atas
62
Tabel 5. Hasil pengukuran dan perbandingan berbagai ukuran pada tubuh ikan
63
C. Meristik
Berbeda dengan karakter morfometrik yang menekankan pada pengukuran
bagian-bagian tertentu tubuh ikan, karakter meristik berkaitan dengan
penghitungan jumlah bagian-bagian tubuh ikan (counting methods). Variabel yang
termasuk dalam karakter meristik antara lain jumlah jari-jari sirip, jumlah sisik,
jumlah gigi, jumlah tapis insang, jumlah kelenjar buntu (pyloric caeca), jumlah
vertebra, dan jumlah gelembung renang (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin, 1999).
1. Menghitung jari-jari sirip
Untuk menentukan rumus suatu sirip tertentu, terlebih dahulu harus
dicantumkan huruf kapital yang menentukan sirip yang dimaksud. Sirip punggung
disingkat dengan D, sirip ekor dengan C, sirip dubur dengan A, sirip perut dengan
V, dan sirip dada dengan P.
Menghitung jari-jari sirip yang berpasangan dilakukan pada sirip yang
terletak pada sisi sebelah kiri, kecuali jika ada ketentuan khusus. Pada saat
melakukan pemeriksaan, harus diingat bahwa ikan diletakkan dengan kepala
menghadap ke sebelah kiri dan perut mengarah ke bawah.
Jari-jari sirip dapat dibedakan atas dua macam, yaitu jari-jari keras dan jarijari
lemah. Jari-jari keras tidak berbuku-buku, pejal (tidak berlubang), keras, dan
tidak dapat dibengkokkan. Jari-jari keras ini biasanya berupa duri, cucuk, atau
patil, dan berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri.
Jari-jari lemah bersifat agak cerah, seperti tulang rawan, mudah
dibengkokkan, dan berbuku-buku atau beruas-ruas. Bentuknya berbeda-beda
tergantung pada jenis ikannya. Jari-jari lemah ini mungkin sebagian keras atau
mengeras, pada salah satu sisinya bergigi-gigi, bercabang, atau satu sama lain
saling berlekatan.
Perumusan jari-jari keras digambarkan dengan angka Romawi, walaupun
jari-jari itu pendek sekali atau rudimenter. Sirip punggung ikan yang terdiri dari 10
jari-jari keras maka rumusnya ditulis D.X.
Untuk jari-jari lemah, perumusan digambarkan dengan memakai angka
Arab (angka biasa). Jari-jari lemah yang mengeras, seperti yang terdapat pada
ikan mas (Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758), harus digambarkan tersendiri
(Gambar 23-A). Jika pada ikan mas terdapat 4 jari-jari lemah yang mengeras dan
sekitar 16 – 22 jari-jari lemah, maka rumusnya harus ditulis D. 4.16 – 22.
64
65
Cara perumusan semacam ini juga dipergunakan untuk menggambarkan
jumlah cabang jari-jari yang bersatu menjadi satu “jari-jari keras”. Jari-jari seperti
ini misalnya ditemukan pada ikan baung (Hemibagrus nemurus (Valenciennes,
1840)), ikan lundu (Mystus gulio (Hamilton, 1822)), dan sebagainya.
Jika pada satu sirip terdapat jari-jari keras dan jari-jari lemah maka jumlah
tiap-tiap jenis jari-jari harus digambarkan berdampingan. Pada Gambar 23-B
terlihat sirip punggung yang disusun oleh 10 – 12 jari-jari keras dan 12 – 15 jarijari
lemah, maka rumusnya adalah D.X-XII.12-15.
Seandainya bagian sirip punggung pertama yang berjari-jari keras jelas
sekali terpisah dari bagian sirip punggung kedua yang berjari-jari lemah, atau
dengan kata lain terdapat dua buah sirip punggung, maka untuk ikan tersebut di
atas mempunyai rumus D1.X-XII. D2.12-15.
Pada Gambar 24 terlihat perbedaan antara jari-jari pokok dan jari-jari
cabang. Biasanya yang umum digambarkan adalah hanya jumlah pangkal jari-jari
yang nyata terlihat. Hal ini penting dilakukan karena cabang jari-jari tidak mudah
ditentukan dan jumlahnya pun berbeda-beda.
Untuk ikan-ikan dari famili Cyprinidae, jumlah jari-jari pokok senantiasa
sama dengan jumlah jari-jari bercabang ditambah dengan satu jari-jari tidak
bercabang, karena hanya satu jari-jari tidak bercabang yang begitu panjangnya
sehingga mencapai pinggiran atas dari keping sirip (Gambar 25). Jika yang
dimaksudkan hanya jumlah jari-jari yang bercabang saja, maka hal ini harus
dinyatakan pula.
Pada saat menghitung jumlah jari-jari yang tidak bercabang, harus selalu
diingat untuk menganggap satu jari-jari lemah yang secara morfologi agak
mengeras. Jari-jari bercabang adalah semua jari-jari yang mempunyai cabang,
walaupun terlihat kurang begitu jelas (Gambar 26).
Dua jari-jari yang terakhir pada sirip punggung dan sirip dubur dihitung
sebagai satu jari-jari pokok. Jari-jari pokok yang terakhir ini sering tampak sebagai
dua duri yang berdekatan. Cara menghitung seperti ini biasa dilakukan pada
penghitungan jari-jari yang nyata bercabang. Sebaliknya cara ini tidak dapat
dipakai pada ikan yang berjari-jari tidak bercabang.
Rumus sirip ekor biasanya menggambarkan jumlah jari-jari pokok. Pada
ikan yang sirip ekornya berjari-jari yang bercabang maka jumlah jari-jari sirip ini
ditetapkan sebanyak jumlah jari-jari yang bercabang ditambah dua.
66
Gambar 24. Jari-jari pokok dan jari-jari cabang (Andy Omar, 1987)
Gambar 25. Jumlah jari-jari pokok (Andy Omar, 1987)
Gambar 26. Perbedaan jari-jari pada sirip ikan (Andy Omar, 1987)
67
Pada sirip yang berpasangan, semua jari-jari dihitung, termasuk yang
terkecil dan terletak pada sisi paling bawah atau paling sebelah dalam dari
pangkal sirip. Kadang-kadang untuk keperluan ini digunakan sebuah kaca
pembesar. Seringkali jari-jari yang kecil kadang-kadang merapat pada jari-jari
yang besar, sehingga harus dipisahkan terlebih dahulu sebelum menghitung
jumlah jari-jari. Jari-jari kecil ini ikut dihitung jika kita menghitung jumlah jari-jari
sirip dada, tetapi untuk sirip perut tidak perlu.
Jika kedua sirip perut bertaut menjadi satu sirip perut maka biasanya hal ini
dapat diketahui. Kedua sirip asal masih terlihat jelas karena bersatu kurang
lengkap atau kelihatan simetri pada kedua bagian yang membentuknya. Pada
keadaan tersebut di atas ini, jumlah jari-jari sirip hanya dihitung pada salah satu
bagian saja.
Pada ikan-ikan yang bersirip perut kurang sempurna, kadang-kadang satu
jari-jari mengeras hanya ada sebagai suatu penunjang yang terletak di bawah
selaput pembungkus dari jari-jari lemah pertama. Dengan menggunakan kaca
pembesar, hal ini dapat diketahui karena adanya buku-buku pada jari-jari tersebut
dan struktur kembar secara keseluruhan.
2. Menghitung jumlah sisik
Garis rusuk dibentuk oleh sisik-sisik yang berlubang atau berpori. Di bawah
sisik ini terletak seutas urat syaraf yang disebut neuromast. Jika garis rusuk tidak
ada maka dihitung jumlah sisik pada garis dimana biasa garis rusuk berada.
Penghitungan berakhir pada permulaan pangkal ekor, atau pada ruas tulang
belakang bagian ekor yang terakhir. Tempat ini dengan mudah dapat ditetapkan
yaitu dengan cara menggoyang-goyangkan sirip ekor, dan pada pelipatan pangkal
sirip ekor itu terletak ruas tulang belakang yang dimaksud. Sisik yang berada di
atas pelipatan ini tidak ikut dihitung, demikian juga sisik pada pangkal sirip ekor,
walaupun sisik-sisik ini berlubang. Sisik garis rusuk yang paling depan ialah sisik
di belakang lengkung bahu yang sama sekali tidak menyentuh lagi lengkung bahu
ini.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung sisik-sisik di atas
dan di bawah garis rusuk, yaitu:
- dengan cara menjatuhkan garis tegak dari permulaan sirip punggung
pertama (D1) sampai ke pertengahan dasar sirip perut, kemudian
68
menghitung jumlah sisik-sisik yang dilalui oleh garis tersebut (lihat
Gambar 27-A).
- jika cara di atas tidak mungkin dilakukan karena garis tersebut melalui
dasar sirip perut, maka harus diambil garis tegak dari ujung dasar sirip
perut sampai ke punggung dan kemudian menghitung jumlah sisik-sisik
yang dilalui oleh garis ini (lihat Gambar 27-B).
- cara yang lain yaitu jumlah sisik di atas garis rusuk dihitung mulai dari
permulaan sirip punggung pertama terus ke bawah dan ke belakang,
sedangkan untuk jumlah sisik di bawah garis rusuk dimulai pada
permulaan sirip dubur dan dihitung miring naik ke atas dan ke muka
(Gambar 27-C).
Pada penghitungan jumlah sisik-sisik seperti tersebut di atas ini, jumlah
sisik pada garis rusuk sendiri tidak ikut dihitung.
Jumlah sisik di muka sirip punggung adalah jumlah semua sisik yang
dikenai oleh garis yang ditarik dari permulaan sirip punggung sampai ke belakang
kepala. Biasanya sisik ini dihitung pada ikan yang garis pangkal kepalanya
merupakan garis perbatasan antara kuduk yang bersisik dan kepala yang tidak
bersisik. Jumlah baris sisik di muka sirip punggung (biasanya lebih kecil daripada
jumlah sisik di muka sirip punggung) adalah jumlah baris sisik pada suatu sisi dari
garis antara permulaan sirip punggung dengan kuduk.
Untuk mengetahui jumlah sisik pipi, terlebih dahulu dibuat sayatan garis
yang ditarik dari mata ke sudut keping tulang insang depan atau os preoperculare.
Selanjutnya, jumlah sisik pipi adalah jumlah baris sisik yang melewati garis
sayatan tersebut (Gambar 28).
Jumlah sisik di sekeliling badan dapat diketahui dengan cara menghitung
jumlah semua sisik yang dikenai oleh suatu garis yang mengelilingi badan dan
terletak di muka sirip punggung. Jumlah sisik ini sangat penting untuk digunakan
dalam mengidentifikasi famili Cyprinidae.
Jumlah sisik batang ekor adalah jumlah sisik yang dikenai oleh suatu garis
yang mengelilingi batang ekor.
69
Gambar 27. Sisik di atas dan di bawah garis rusuk (Andy Omar, 1987)
Gambar 28. Sisik pada pipi (Andy Omar, 1987)
70
3. Jumlah finlet
Finlet merupakan sirip-sirip tambahan rudimenter yang terpisah-pisah dan
terletak di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Contoh ikan yang mempunyai
finlet di antaranya adalah ikan tenggiri (Scomberomorus commerson (Lacepède,
1800)) dan ikan layang (Decapterus russeli (Rüppel, 1830)). Jumlah finlet perlu
diketahui karena sangat penting untuk identifikasi.
4. Insang
Insang terdiri dari tapis insang, tulang lengkung insang, dan lembaran atau
daun insang. Lengkung insang terdiri dari lengkung atas dan lengkung bawah.
Untuk identifikasi biasanya digunakan jumlah tapis insang pada lengkung insang
yang pertama pada satu sisi badan, kecuali jika ada ketentuan lain. Jumlah tapis
insang ialah jumlah seluruh tapis insang pada lengkung insang pertama pada satu
sisi badan, termasuk yang rudimenter.
5. Organ-organ Dalam
Beberapa organ dalam sebagai ciri taksonomis dapat dijadikan pegangan
untuk kepentingan identifikasi. Organ-organ dalam tersebut di antaranya adalah
jumlah vertebra, jumlah pilorik kaeka (pyloric caeca), bentuk gelembung renang
(vesica natatoria), dan posisi gelembung renang.
D. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10
menit tugas di bawah ini.
1. Deskripsi ikan betok (Anabas testudineus (Bloch, 1792)) adalah sebagai
berikut: jari-jari keras sirip punggung: 16 - 20; jari-jari lemah sirip punggung:
7-10; jari-jari keras sirip dubur 9 - 11; dan jari-jari lemah sirip dubur: 8 - 11.
Setiap kelompok membuat rumus jari-jari sirip ikan tersebut.
2. Rumus jari-jari sirip ikan Eleutheronema tetradactylum (Shaw, 1804) berikut
ini: D. VIII; I-II, 13-15 A. I-II, 15-17 TL 2000. Jelaskan kesimpulan kelompok
masing-masing
71
E. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Allen, G.R. 1985. FAO Species Catalogue. Volume 6. Snappers of the World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Lutjanid Species Known to Date. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Volume 6. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Carpenter, K.E. and V.H. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras and Bony Fishes Part 1 (Elopidae to Linophrynidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 6. Bony Fishes Part 4 (Labridae to Latimeriidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
72
Direktorat Jenderal Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Hubbs, C.L. and K.F. Lagler. 1958. Fishes of the Great Lakes Region. Universityof Michigan Press, Ann Arbor, Michigan.
Kent, G.G. 1954. Comparative Anatomy of the Vertebrates. McGraw Hill Book Company, Inc., New York.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Nikolsky, C.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, London.
Parin, N.V. 1999. Exocoetidae, pp. 2162-2179. In Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta.
Scott, J.S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry of Agriculture, Federation of Malaya.
Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
73
V. IDENTIFIKASI
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara
melakukan identifikasi ikan berdasarkan data morfometrik dan meristik.
2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara menyusun
kunci identifikasi.
3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara menyusun
hirarki dari kategori-kategori taksonomi.
B. Identifikasi
Identifikasi adalah tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomik
individu yang beraneka ragam dan memasukkannya ke dalam suatu takson.
Pengertian identifikasi berbeda sekali dengan pengertian klasifikasi. Identifikasi
berkaitan erat dengan ciri-ciri taksonomik dan akan menuntun sebuah sampel ke
dalam suatu urutan kunci identifikasi, sedangkan klasifikasi berhubungan dengan
upaya mengevaluasi sejumlah besar ciri-ciri. Menurut Mayr dan Ashlock (1991),
klasifikasi merupakan penataan hewan-hewan ke dalam kelompok-kelompok
berdasarkan kesamaan dan hubungan di antara mereka. Ditinjau dari segi ilmiah,
identifikasi sangat penting artinya karena seluruh urutan pekerjaan selanjutnya
tergantung kepada hasil identifikasi yang benar dari suatu sampel yang sedang
diteliti.
Pada saat melakukan identifikasi ikan-ikan yang berasal dari perairan di
Indonesia, diperlukan bantuan buku-buku identifikasi. Beberapa buku kunci
identifikasi yang dapat digunakan antara lain adalah:
- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1911. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume I. E. J. Brill, Leiden.
- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1913. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume II. E. J. Brill, Leiden.
- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1916. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume III. E. J. Brill, Leiden.
- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1922. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume IV. E. J. Brill, Leiden.
74
- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1929. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume V. E. J. Brill, Leiden.
- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1931. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume VI. E. J. Brill, Leiden.
- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1936. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume VII. E. J. Brill, Leiden.
- de Beaufort, L. F. 1940. The Fishes of the Indo – Australian
Archipelago. Volume VIII. E. J. Brill, Leiden.
- de Beaufort, L. F. and W. M. Chapman. 1951. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume IX. E. J. Brill, Leiden.
- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1953. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume X. E. J. Brill, Leiden.
- de Beaufort, L. F. and J. C. Brigss. 1962. The Fishes of the Indo –
Australian Archipelago. Volume XI. E. J. Brill, Leiden.
- Munro, I. S. R. 1955. The Marine and Freshwater Fishes of Ceylon.
Department of External Affairs, Canberra.
- Scott, J. S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry
of Agriculture, Federation of Malaya.
- Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2.
Bina Cipta, Jakarta.
- Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993.
Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus
Editions Limited, Hong Kong.
- Carpenter, K. E. and V. H. 1998. FAO Species Identification Guide for
Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central
Pacific. Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and
Sharks. FAO, Rome
- Carpenter, K. E. and V. H. 1999. FAO Species Identification Guide for
Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central
Pacific. Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras and Bony Fishes Part 1
(Elopidae to Linophrynidae). FAO, Rome
- Carpenter, K. E. and V. H. 1999. FAO Species Identification Guide for
Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central
75
Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). FAO,
Rome.
- Carpenter, K. E. and V. H. 2001. FAO Species Identification Guide for
Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central
Pacific. Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae).
FAO, Rome
- Carpenter, K. E. and V. H. 2001. FAO Species Identification Guide for
Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central
Pacific. Volume 6. Bony Fishes Part 4 (Labridae to Latimeriidae). FAO,
Rome.
Pada buku-buku identifikasi tampak bahwa pada setiap nomor terdapat dua
sampai empat pilihan yang berbeda. Kita harus memilih salah satu pilihan sesuai
dengan ciri-ciri yang terdapat pada sampel ikan yang kita amati. Jika pilihan
pertama sesuai dengan ciri-ciri yang terdapat pada sampel tersebut maka kita
dapat meneruskan sesuai dengan nomor yang berada di sebelah kanan pilihan
tersebut. Sebaliknya, jika pilihan pertama tidak sesuai maka kita harus mengambil
pilihan kedua, ketiga, atau keempat. Pada nomor ini kita juga dapat meneruskan
sesuai dengan nomor yang berada di sebelah kanan.
Salah satu contoh dalam menggunakan buku kunci identifikasi, berikut di
bawah ini diberikan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi
ikan opudi, salah satu ikan endemik yang terdapat di Danau Matano, Sulawesi
Selatan. Langkah-langkah identifikasi ini berdasarkan buku identifikasi Saanin
(1984).
1. d Rangka terdiri dari tulang benar; bertutup insang.
sub classis TELEOSTEI. 3
3. b Kepala simetris. 4
4. c Badan tidak seperti ular. 6
6. c Badan bersisik atau tidak, kadang-kadang seluruhnya atausebagian tertutup oleh kelopak-kelopak tebal. 7
7. d Garis rusuk jika ada, di atas sirip dada. 9
9. c Tidak demikian. 10
76
10. c Lebih dari dua jari-jari sirip punggung keras. 12
12. a Dua sirip punggung yang nyata berpisahan.ordo PERCESOCES. 57
57. b Ordo PERCESOCESSirip dada biasa tidak memakai rambut-rambut di bawahnya 58
58. b Garis rusuk tidak ada atau tak sempurna, tulang rahangatas tidak bertulang tambahan; mulut sedang atau kecil;sirip dada pertengahan tinggi atau di atasnya. 59
59. b Sirip punggung pertama berlainan, sirip dubur dengan satujari-jari yang mengeras; tulang punggung lebih dari 30.
familia ATHERINIDAE. 622
622. b Familia ATHERINIDAEPermulaan sirip dubur sedikit di belakang sirip punggungpertama. Perut terletak pada setengah yang di belakangdari jarak antara hidung dan sirip ekor. Permulaan sirippunggung pertama di muka perut. Batang ekor lebih pendekdaripada sirip dubur; 15 – 20 buah tulang saringan insangyang panjang. A. I. 11 – 13.
genus THELMATHERINA. 625625. a Hidung sama panjang dengan atau lebih pendek dari lebar
mata. Kurang panjang 626
626. a A. I. 13 – 15. Sisik antara D. dan V 71/2 – 8 baris. Siripdada sepanjang kepala tidak dengan hidung.
Telmatherina celebensis Blgr.
Huruf-huruf yang tercantum sesudah nomor-nomor di sebelah kiri masingmasing
menunjukkan pilihan yang tercantum pada nomor-nomor tersebut. Huruf a
menunjukkan pilihan pertama, huruf b untuk pilihan kedua, huruf c untuk pilihan
ketiga, dan huruf d untuk pilihan keempat.
Berdasarkan langkah-langkah yang telah dilakukan di atas, maka kunci
identifikasi ikan opudi berdasarkan buku identifikasi Saanin (1984) adalah:
Kelas PISCES – 1d – sub classis TELEOSTEI – 3b – 4c – 6c – 7d – 9c –
10c – 12a – ordo PERCESOCES – 57b – 58b – 59b – famili ATHERINIDAE
– 622b – genus THELMATHERINA – 625a – 626a – Thelmatherina
celebensis Blgr.
77
Setelah memperoleh kunci identifikasi maka selanjutnya dapat disusun
hirarki dari kategori-kategori taksonomi. Hirarki ini pertama kali dicetuskan oleh
Carolus Linnaeus dan hanya meliputi lima kategori dalam dunia hewan, yaitu:
kelas, ordo, genus, spesies, dan varietas (Mayr dan Ashlock 1991). Jika
menggunakan kunci identifikasi sebagaimana tersebut di atas, maka kategori
taksonomi ikan opudi adalah sebagai berikut:
Kelas PISCES
Subkelas TELEOSTEI
Ordo PERCESOCES
Famili ATHERINIDAE
Genus THELMATHERINA
Spesies Thelmatherina celebensis Blgr.
Menurut Mayr dan Ashlock (1991), kategori yang umum digunakan dewasa
ini adalah sebagai berikut:
Dunia (kingdom)
Filum (phylum)
Subfilum
Superkelas
Kelas
Subkelas
Cohort
Superordo
Ordo
Subordo
Superfamili
Famili
Subfamili
Suku (tribe)
Genus
Subgenus
[Superspesies]
Spesies
Subspesies
78
Pada bidang iktiologi, nama ordo mempunyai akhiran –formes, subordo
dengan –idei, superfamili dengan –oidea, famili dengan –idea, subfamili dengan
kata – inae, dan suku atau tribe dengan kata –ini. Pengertian varietas, subspecies
(anak jenis), dan spesies (jenis) dapat dilihat pada Glosarium.
C. Catatan
Untuk melakukan identifikasi, terlebih dahulu harus disiapkan buku-buku
kunci identifikasi. Buku kunci identifikasi yang sering digunakan di Indonesia
adalah buku-buku identifikasi yang disusun oleh Saanin dan buku-buku yang
disusun oleh Weber dan de Beaufort sebagaimana yang telah disebutkan
sebelumnya. Selain itu, saat ini sangat banyak buku-buku identifikasi yang
dikeluarkan oleh FAO berdasarkan kelompok ikan-ikan tertentu. Salah satu contoh
buku tersebut adalah tentang ikan merah yang tertulis dalam buku FAO Species
Catalogue Volume 6 (Allen, 1985).
D. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok). Di dalam laboratorium, setiap kelompok menentukan kunci identifikasi
dan kategori taksonomi ikan lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) dengan
menggunakan buku Saanin (1968). Presentasikan hasil masing-masing kelompok.
E. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Allen, G.R. 1985. FAO Species Catalogue. Volume 6. Snappers of the World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Lutjanid Species Known to Date. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Volume 6. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.
79
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Carpenter, K.E. and V.H. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras and Bony Fishes Part 1 (Elopidae to Linophrynidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 6. Bony Fishes Part 4 (Labridae to Latimeriidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
de Beaufort, L.F. 1940. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume VIII. E. J. Brill, Leiden.
de Beaufort, L.F. and J.C. Brigss. 1962. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume XI. E. J. Brill, Leiden.
de Beaufort, L.F. and W.M. Chapman. 1951. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume IX. E. J. Brill, Leiden.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
80
Mayr, E. and P.D. Ashlock. 1991. Principles of Systematic Zoology. Second edition.McGraw Hill International Edition, New York.
Munro, I.S.R. 1955. The Marine and Freshwater Fishes of Ceylon. Department of External Affairs, Canberra.
Munro, I.S.R. 1967. The Fishes of New Guinea. Department of Agriculture, Stock and Fisheries, Port Moresby, New Guinea.
Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rifai, M.A. 1999. Kamus Biologi. Balai Pustaka, Jakarta.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta.
Scott, J.S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry of Agriculture, Federation of Malaya.
Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1911. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume I. E. J. Brill, Leiden.
Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1913. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume II. E. J. Brill, Leiden.
Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1916. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume III. E. J. Brill, Leiden.
Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1922. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume IV. E. J. Brill, Leiden.
Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1929. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume V. E. J. Brill, Leiden.
Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1931. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume VI. E. J. Brill, Leiden.
Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1936. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume VII. E. J. Brill, Leiden.
Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1953. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume X. E. J. Brill, Leiden.
81
VI. ANATOMI IKAN
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan beberapa istilah
yang berkaitan dengan anatomi
2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara
melakukan pengamatan organ dalam ikan (anatomi ikan).
B. Pengertian Anatomi
Anatomi merupakan salah satu cabang dari Ilmu Hayat (Biologi) yang
mempelajari organ-organ dalam suatu organisme. Anatomi suatu spesies ikan
sangat penting untuk diketahui karena merupakan dasar dalam mempelajari
jaringan tubuh, penyakit dan parasit, sistematika, dan sebagainya.
Bentuk dan letak setiap organ dalam antara satu spesies ikan dapat saja
berbeda dengan spesies ikan lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
bentuk tubuh, pola adaptasi spesies ikan tersebut terhadap lingkungan tempat
mereka hidup, atau stadia dalam hidup spesies tersebut.
Beberapa organ yang dapat diamati secara anatomis pada tubuh ikan
antara lain: otak, rongga mulut, insang, jantung, hati, empedu, alat pencernaan
makanan, limpa, kelenjar kelamin, gelembung renang, dan lain-lain (Gambar 29
dan 30).
Ada dua tindakan pengamatan yang dilakukan untuk mengamati anatomis
ikan yaitu:
a. Inspectio = mengamati dengan tidak mempergunakan alat bantu.
b. Sectio = membuka dinding badan untuk mengamati bagian dalam tubuh
ikan.
Agar organ-organ yang diamati berada pada kondisi yang baik dan tetap
berada pada posisi masing-masing, maka sebaiknya ikan yang diamati adalah
ikan-ikan yang telah diawetkan sebelumnya. Jika sampel ikan telah diawetkan
maka organ-organ yang lunak dan mudah rusak seperti otak, jantung, hati, dan
lain-lain, telah menggumpal atau mengeras dan tidak akan terganggu pada saat
dilakukan pembedahan. Bahan pengawet yang digunakan adalah larutan formalin
10%.
82
Gambar 29. Letak organ dalam pada ikan Osteichthyes (Affandi et al., 1992)
83
Gambar 30. Letak organ dalam pada ikan Chondrichthyes (Affandi et al., 1992)
84
C. Prosedur Pembedahan
Untuk melakukan pembedahan yang baik haruslah dilakukan dengan
urutan sebagai berikut (Gambar 31):
1. Ikan yang akan diamati, diletakkan di atas papan bedah atau baki bedah
dengan kepala menghadap ke sebelah kiri dan bagian punggung terletak di
bagian atas.
2. Dengan menggunakan pisau atau gunting yang tajam dibuat sayatan
membujur, dimulai dari pertengahan mulut kemudian terus ke arah bagian
atas kepala sehingga otak akan tampak.
3. Jika sayatan telah melewati daerah tengkuk (kuduk) maka penyayatan
harus dilakukan dengan hati-hati agar ujung pisau tidak melewati dasar
tulang punggung. Hal ini dimaksudkan agar organ yang berada di bawah
tulang punggung tidak terganggu.
4. Penyayatan atau pembedahan harus diarahkan ke bagian bawah pada saat
pisau bedah telah mendekati bagian ekor. Ujung sayatan kemudian
berakhir di daerah belakang anus.
5. Dengan menggunakan gunting bedah, bagian dasar tubuh (dasar perut)
kemudian digunting mengarah ke bagian depan sehingga otot-otot yang
membungkus organ-organ dalam dapat dibuka secara keseluruhan.
6. Bagian yang dikelupas (telah dibuka) hanya bagian sebelah depan saja
sehingga dengan demikian letak organ dalam, mulai dari organ-organ yang
terletak di bagian kepala sampai ke organ-organ yang terletak di bagian
belakang, akan nampak jelas terlihat.
7. Organ-organ yang tidak nampak dalam preparat dapat dicari dengan cara
menelusuri dan membandingkannya dengan pustaka.
D. Istilah-istilah Anatomi
Beberapa istilah anatomi yang sering ditemukan adalah:
- cranial = ke arah kepala
- caudal = ke arah ekor
- superior = ke arah atas (atas)
- inferior = ke arah bawah (bawah)
- dorsal = ke arah punggung
- ventral = ke arah perut
85
Gambar 31. Prosedur pembedahan tubuh ikan (Andy Omar, 1987)
86
- abdominal = ke arah dalam perut
- thoracal = ke arah dada
- anterior = ke arah muka
- posterior = ke arah belakang
- dexter = sebelah kanan
- sinister = sebelah kiri
- lateral = ke arah sisi/samping
- medial = ke arah tengah
- proximal = lebih mendekati ke arah batang tubuh
- distal = lebih menjauhi ke arah batang tubuh
Untuk menentukan kedudukan atau posisi organ-organ, maka badan ikan
dapat dibagi atas bidang-bidang (Gambar 32) sebagai berikut:
- Bidang medial, yaitu bidang yang jalannya memotong garis tengah dan
berjalan dari bagian dorsal ke ventral
- Bidang sagittal, yaitu bidang yang jalannya sejajar dengan bidang median,
di sebelah kanan dan kiri garis tengah
- Bidang frontal, yaitu bidang yang jalannya tegak lurus bidang median dan
memotong bidang median dengan sudut 90º dari cranial ke caudal.
- Bidang transversal, yaitu bidang yang jalannya tegak lurus bidang frontal.
E. Gelembung Berenang
Pada beberapa ikan tertentu ditemukan gelembung berenang (vesica
natatoria = pneumatocyst). Gelembung berenang berfungsi sebagai alat
hidrostatik, untuk menentukan tekanan air sehubungan dengan kedalaman
perairan.
Pneumatocyst terdapat di bagian dorsal rongga badan, yaitu di sebelah
ventral dari ren, aorta abdominalis, dan columna vertebralis. Umumnya berbentuk
oval dengan warna keputih-putihan, terdiri atas dua bagian yang tidak sama
besar. Dari bagian anterior, tepat di perbatasan antara bagian anterior dan bagian
posterior, keluar sebuah saluran yang menghubungkan pneumatocyst dengan
esophagus. Saluran ini disebut ductus pneumaticus dan berfungsi sebagai jalan
keluar masuknya udara ke dalam pneumatocyst (Gambar 33).
87
Gambar 32. Berbagai posisi tubuh ikan (Andy Omar 1987)
Gambar 33. Gelembung berenang (Bond, 1979)
88
Berdasarkan ada tidaknya ductus pneumaticus, ikan-ikan dapat dibedakan
atas dua golongan yaitu:
- Physostomi, adalah ikan-ikan yang memiliki ductus pneumaticus, misalnya
ikan karper (Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758)
- Physoclysti, adalah ikan-ikan yang tidak memiliki ductus pneumaticus,
misalnya ikan mujair (Oreochromis mossambicus (Peters, 1852))
F. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok). Selanjutnya, setiap kelompok melakukan penelusuran pustaka dan
carilah lima jenis ikan yang termasuk golongan physostomi dan physoclisti.
Presentasikan tugas tersebut di dalam kelas.
G. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
89
VII. SISTEM INTEGUMEN
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu mengenali beberapa organ kelengkapan tubuh
yang terdapat pada bagian integumen
2. Agar mahasiswa mampu mengenali bagian-bagian dan membedakan jenisjenis
sisik pada ikan.
3. Agar mahasiswa mampu mengenali dan menunjukkan posisi derivat-derivat
kulit lainnya pada tubuh ikan.
B. Kulit dan Derivat Kulit
Integumen merupakan bagian tubuh ikan yang terletak paling luar. Sistem
integumen atau systema integumentum terdiri dari kulit dan derivat-derivatnya.
Derivat-derivat kulit tersebut adalah sisik, jari-jari sirip, scute (skut), keel (kil),
kelenjar lendir, dan kelenjar racun.
1. Kulit
Kulit merupakan pembungkus luar dan berfungsi sebagai alat pertahanan
pertama terhadap serangan penyakit serta juga dapat mencegah pengaruh faktorfaktor
luar terhadap tubuh ikan. Dalam beberapa hal, kulit juga dapat berfungsi
sebagai alat respirasi, alat ekskresi, dan alat osmoregulasi.
2. Sisik (squama)
Ada ikan yang mempunyai sisik, tetapi ada juga yang tidak memiliki.
Umumnya, ikan-ikan yang tidak bersisik mempunyai lapisan lendir yang lebih tebal
pada bagian kulitnya dibandingkan ikan-ikan yang memiliki sisik.
Sisik yang terdapat di sebelah bawah epidermis tersusun seperti genteng
dimana satu sisik menutupi sebagian sisik di belakangnya. Bagian sisik yang
tampak dari luar yaitu yang tidak tertutup oleh sisik lain disebut ‘exposed part’
(bagian terbuka), sedangkan bagian yang tidak tampak karena tertutup oleh sisik
di depannya disebut ‘embedded part’ (bagian tertutup). Bagian yang terbuka
tersebut merupakan bagian posterior dari sisik dan pada bagian ini terdapat butirbutir
zat warna (pigmen, chromatophora), sedangkan pada bagian yang
menempel pada kulit (bagian anterior) tidak memiliki pigmen.
90
Sel-sel pigmen yang terdapat pada sisik ikan umumnya berbentuk seperti
bintang, mengandung pigmen hitam yang disebut melanophora. Selain itu, juga
dijumpai kristal-kristal guanin yang tampak mengkilap, kebiru-biruan seperti
pelangi, yang terdapat di dalam guanophora (iridocyt), serta garis-garis konsentris
dan garis-garis radiair (Gambar 34). Garis-garis konsentris pada sisik ikan juga
disebut garis pertumbuhan. Di daerah ugahari (temperate, bermusim empat),
garis-garis konsentris ini digunakan sebagai alat untuk menduga umur ikan dan
disebut annulus (jamaknya: annuli).
Sisik ikan dapat dibedakan atas lima tipe, yaitu (Gambar 35):
a. Cosmoid, umumnya terdapat pada ikan-ikan primitif, misalnya Latimeria
chalumnae.
b. Ganoid, berbentuk menyerupai kubus dan terdiri atas dua lapisan, yaitu
lapisan basal yang homolog dengan sentin dan dibuat oleh corium serta
lapisan luar yang homolog dengan email dan terdiri atas guanin dan dibuat
oleh epidermis. Sisik ini ditemukan pada ikan sturgeon.
c. Placoid, berbentuk belah ketupat, pipih dengan bentuk seperti duri mencuat
di tengah-tengahnya dan menghadap ke belakang (caudal). Banyak
dijumpai pada ikan-ikan bertulang rawan (Chondrichthyes), misalnya ikan
cucut.
d. Cycloid (sisik lingkaran), berbentuk bulat pipih dengan garis-garis
konsentris dan garis-garis radiair, mengandung kristal-kristal guanin dan
pigmen melanophora. Ditemukan pada ikan-ikan berjari-jari lemah
(Malacopterygii), misalnya ikan mas, ikan hampal, dan sebagainya.
e. Ctenoid (sisik sisir), bentuknya agak mirip dengan sisik cycloid, tetapi pada
bagian posterior terdapat ‘ctenii’ (duri halus berupa rigi-rigi). Ditemukan
pada ikan-ikan berjari-jari keras (Acanthopterygii), misalnya ikan tambakan,
ikan tawes, ikan belanak, dan lain-lain.
3. Jari-jari Sirip (Radialia)
Setiap sirip disusun oleh selaput yang terdiri atas jaringan lunak yang
disebut membrana dan rangka yang terdiri atas jaringan tulang atau tulang rawan
(cartilago) yang disebut jari-jari sirip atau radialia. Ada radialia yang bercabang
dan ada juga yang tidak, tergantung pada jenisnya. Radialia ini bersendi pada
suatu basalia. Pada sirip yang letaknya di median, basalia berhubungan langsung
91
Gambar 34. Bagian-bagian sisik ikan (Andy Omar, 1987)
92
Gambar 35. Jenis-jenis sisik ikan (Bond, 1979)
93
dengan ruas-ruas tulang belakang (vertebrae), yaitu pada spina neuralis atau
pada spina haemalis. Sebaliknya, pada sirip yang lain, basalia bersendi pada
tulang lain yang disebut cingulum. Pada pinna caudalis, basalia berhubungan
langsung dengan spina vertebra caudalis.
Jari-jari sirip pada ikan dapat dibedakan atas (Gambar 36):
a. Jari-jari keras, dengan ciri-ciri: sulit dibengkokkan, pejal, tidak berbukubuku.
Jari-jari keras ini dapat berupa cucuk, duri, atau patil.
b. Jari-jari lemah, mempunyai ciri-ciri: mudah dibengkokkan, berbuku-buku,
nampak transparan, dan biasanya bercabang pada bagian ujungnya.
c. Jari-jari lemah mengeras, dengan ciri-ciri seperti yang terdapat pada jari-jari
lemah, tetapi mengalami pengerasan sehingga agak sulit dibengkokkan.
4. Lendir
Lendir pada ikan dihasilkan oleh kelenjar lendir yang terdapat pada bagian
epidermis kulit. Kelenjar ini menghasilkan mucin (glikoprotein) yang jika
bercampur dengan air akan membentuk lendir. Fungsi lendir pada ikan antara lain:
a. untuk mengurangi gesekan
b. untuk mencegah infeksi
c. untuk mencegah kekeringan
d. untuk mempertahankan diri
e. untuk membantu dalam proses reproduksi
f. untuk osmoregulasi
5. Kelenjar Racun
Pada beberapa jenis ikan terdapat kelenjar racun yang merupakan derivate
dari kulit. Kelenjar ini akan mensekresikan zat yang bila disuntikkan kepada
manusia akan menyebabkan rasa sakit, bahkan dapat menimbulkan kematian.
Beberapa contoh ikan yang mempunyai kelenjar racun adalah:
a. Cucut (Heterodontus francisci (Girard, 1855)), memiliki kelenjar racun pada
duri sirip punggung.
b. Pari (Pteroplatytrygon violacea (Bonaparte, 1832)), memiliki kelenjar racun
pada duri yang terdapat di sirip ekor.
c. Sembilang (Plotosus lineatus (Thunberg, 1787)), memiliki kelenjar racun
pada duri di bagian kepala.
94
Gambar 36. Jari-jari sirip (Andy Omar, 1987)
95
C. Ikan Beracun
Ikan beracun adalah ikan-ikan yang menyebabkan berbagai gangguan
saluran pencernaan dan syaraf bila daging atau anggota tubuh ikan itu dimakan
oleh manusia. Secara umum, ikan beracun (poisonous fishes) ditujukan kepada
ikan-ikan yang jaringannya, baik sebagian maupun secara keseluruhan, bersifat
toksik (beracun). Ikan berbisa (venomous fishes) biasanya terbatas hanya pada
ikan-ikan yang mampu menghasilkan racun dan menyebarkan racun tersebut
pada saat menggigit atau menusuk korbannya. Kenyataannya, semua ikan
berbisa adalah beracun tetapi tidak semua ikan beracun adalah berbisa. Ikan-ikan
yang secara nyata mempunyai organ berbisa (venom apparatus) disebut
phanerotoxic, sedangkan ikan-ikan yang jaringan tubuhnya mengandung racun
disebut cryptotoxic.
Ikan-ikan beracun dapat dibedakan atas:
a. Ichthyosarcotoxic fishes = ikan-ikan yang mengandung racun di antara otot,
viscera, atau kulit
b. Ichthyootoxic fishes = ikan-ikan yang menghasilkan racun terbatas hanya
pada gonad. Umumnya pada ikan-ikan air tawar. Termasuk ikan-ikan yang
mempunyai telur-telur yang beracun.
c. Ichthyohemotoxic fishes = ikan-ikan yang mempunyai racun di dalam
darahnya. Ditemukan pada belut air tawar dan beberapa ikan laut.
d. Ichthyocrinotoxic fishes = ikan-ikan yang menghasilkan racun melalui
sekresi kelenjar, tetapi tidak mempunyai organ berbisa. Misalnya boxfishes,
trunkfishes, hagfishes, dan lampreys, yang seluruhnya memproduksi
substansi beracun pada kulitnya dan kadang-kadang melepaskan racun
tersebut ke lingkungan perairan tempat mereka ditemukan.
Ichthyosarcotoxism adalah peristiwa keracunan akibat memakan ikan yang
mengandung racun di dalam otot, kulit, atau kotoran tubuhnya. Meliputi antara
lain: ciguatera poisoning, tetraodon poisoning, scombroid poisoning, clupeoid
poisoning, elasmobranch poisoning, hallucinatory poisoning, cyclostomes
poisoning, chimaera poisoning, dan gempylid poisoning. Ichthyocrinotoxism
adalah peristiwa keracunan akibat terserang oleh ikan-ikan yang memiliki racun
pada kulitnya.
96
Ciguatera poisoning adalah peristiwa keracunan ikan yang menimbulkan
gangguan pada alat pencernaan dan syaraf. Merupakan sebuah bentuk rasa
mabuk yang menimbulkan rasa mual, muntah, sakit perut, panas dingin, dan mati
rasa pada mulut. Gejala-gejala lainnya termasuk sakit kepala, kejang, pusing atau
pening, dan kadang-kadang kulit tangan dan kaki melepuh. Istilah ini pertama kali
dipakai pada peristiwa keracunan yang disebabkan oleh Livona picta, sejenis
cacing laut, di Laut Karibia.
Ciguatera poisoning umumnya disebabkan oleh ikan-ikan yang hidup di
terumbu karang daerah tropis dan ikan-ikan laut yang semipelagis; hidup di dasar
tetapi jarang ditemukan pada kedalaman 200 kaki; di antara 35°LU dan 34°LS;
pemakan alga bentik, ikan bentik, atau organisme bentik lainnya, dan jarang yang
bersifat plankton-feeder. Ada sekitar 440 spesies ikan laut yang bersifat
ciguatoxic. Racun ini juga ditemukan pada beberapa Echinodermata, Moluska,
dan Arthropoda, yang hidup di laut. Sebagian besar ikan laut di perairan tropis
dapat menyebabkan ciguatera poisoning, walaupun beberapa spesies dapat
bersifat toksik di lokasi geografis tertentu sedangkan di lokasi lainnya tidak.
Ikan-ikan yang sering menyebabkan ciguatera poisoning antara lain adalah:
morays (Muraenidae), barracuda (Sphyraenidae), snappers (Lutjanidae), groupers
(Serranidae), jack (Carangidae), milkfish (Chanidae), tarpons (Elopidae), herrings
(Clupeidae), anchovies (Engraulidae), lizardfishes (Synodontidae), conger eels
(Congridae), flyingfishes (Exocoetidae), squirrelfishes (Holocentridae),
surgeonfishes (Acanthuridae), butterflyfishes (Chaetodontidae), mackerels dan
tuna (Scombridae), trunkfishes (Ostraciidae), puffer (Tetraodontidae),
porcupinefishes (Diodontidae), goatfishes (Mullidae), porgies (Sparidae), wrasses
(Labridae), parrotfishes (Scaridae).
Tetrodotoxin adalah racun yang terdapat di viscera ikan buntal dan
kerabatnya (Tetraodontidae, Diodontidae, dan Molidae). Ovari dan hati merupakan
organ yang paling toksik, sedangkan perut dan usus dapat menyebabkan
kematian, demikian juga mata dan ginjal. Beberapa spesies ikan buntal
mempunyai kulit, jaringan sub-cutaneous, dan testis yang beracun. Struktur kimia
tetrodotoxin mirip dengan tarichatoxin, racun yang ditemukan pada kadal air
Taricha torosa. Tetraodon poisoning merupakan peristiwa keracunan disebabkan
oleh makan ikan buntal (viscera, khususnya ovari dan liver) dan kerabatnya.
Tetrodotoxin (TTX) disebut juga puffer poison atau fugu poison ditemukan
pada
97
beberapa puffers, ocean sunfishes, porcupinefishes, triggerfishes, spikefishes,
trunkfishes, dan filefishes. Sekitar 75 spesies bersifat racun.
Scombroid poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh makan
ikan tongkol dan cakalang (mackerel, tuna, skipjack, bonito, dan Japanese saury
Cololabis saira). Jika ikan scombroid diawetkan, substansi beracun terbentuk di
dalam ototnya, dikenal dengan istilah saurine. Substansi tersebut dibentuk oleh
aksi enzim dan bakteri pada saat ikan mati. Clupeoid poisoning merupakan
peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikan tembang (herrings, anchovies,
tarpons, bonefishes dan slickheads). Toksisitas racun berasosiasi dengan rantai
makanan.
Beberapa peristiwa keracunan lainnya yang disebabkan oleh karena
memakan ikan antara lain adalah:
- Fish poisoning atau ichthyotoxism adalah keracunan karena makan ikan
(bersifat umum).
- Elasmobranch poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh
makan daging, viscera, gonad, dan hati ikan cucut dan ikan pari. Ikan cucut
yang beracun di antaranya adalah requiem sharks (Carcharhinidae), cow
sharks (Hexanchidae), dogfish sharks (Squalidae), dan mackerel sharks
(Lamnidae).
- Hallucinatory poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh
makan ikan belanak dan kuro
- Cyclostome poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh makan
ikan lamprey dan hagfishes.
- Gempylid poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh makan
daging ikan famili Gempylidae. Daging tersebut mengandung wax
(semacam lilin) dalam konsentrasi yang tinggi. Wax terdiri atas cetyl dan
ester oleyl berasal dari asam oleat dan asam hidroksi-oleat.
Berdasarkan asal dari racun yang terdapat di dalam tubuh ikan, maka
terdapat beberapa istilah berkaitan dengan hal tersebut, antara lain yaitu:
- Ichthyotoxin adalah racun yang berasal dari ikan (secara umum)
- Ichthyosarcotoxin adalah racun yang terdapat pada daging ikan, tidak
termasuk racun-racun yang disebabkan oleh aktivitas bakteri
- Ichthyohemotoxin adalah racun yang terdapat di dalam darah ikan
98
- Ichthyootoxin adalah racun yang ditemukan hanya pada telur-telur ikan
- Ichthyoacanthotoxin adalah racun yang disekresikan oleh organ-organ
beracun (venom apparatus), seperti spina, alat penyengat, atau gigi ikan.
- Ichthyocrinotoxin adalah racun yang berasal dari kelenjar kulit yang
dihasilkan oleh ikan hagfishes, lampreys, morays (Muraenidae), soapfishes
(Grammistidae), puffer (Tetraodontidae), dan porcupinefishes (Diodontidae).
- Ostracitoxin adalah substansi racun yang berasal dari kulit ikan Ostracion
lentiginosus (ikan buntal, boxfish atau trunkfish) untuk membunuh ikan atau
hewan laut lainnya. Racun ini disebut juga pahutoxin.
Kadar racun yang terdapat pada organ dalam ikan berbeda-beda,
tergantung kepada jenis ikan dan organnya. Namun demikian, ovari dan hati
merupakan organ-organ yang sangat berbahaya (Tabel 6).
Tabel 6. Kadar racun pada beberapa organ dalam ikan
D. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok). Selanjutnya, setiap kelompok melakukan penelusuran pustaka dan
99
carilah lima jenis ikan ikan-ikan air tawar yang beracun yang terdapat di lokasi
anda. Carilah pula lima jenis ikan-ikan air laut yang beracun. Presentasikan tugas
tersebut di dalam kelas.
E. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.
Djamali, A., Burhanuddin, dan M. Hutomo. 1994. Fauna Ikan-ikan Laut Berbisa dan Beracun di Indonesia. Proyek Pemasyarakatan dan Pembudayaan IPTEK, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Halstead, B.W. 1988. Poisonous and Venomous Marine Animals of the World. Second edition. Darwin Press, Darwin. 1168 p.
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
100
VIII. SISTEM ALAT GERAK
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian dari
sebuah urat daging atau otot ikan.
2. Agar mahasiswa mampu menunjukkan letak urat daging atau otot-otot ikan.
3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian dari
rangka ikan.
4. Agar mahasiswa mampu menunjukkan letak dan nama-nama tulang ikan
B. Otot atau Urat Daging Ikan
Dibandingkan dengan vertebrata lainnya, ikan mempunyai susunan otot
yang relatif jauh lebih sederhana. Berdasarkan histologisnya, otot pada tubuh ikan
dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu:
- otot licin (smooth muscle)
- otot bergaris melintang atau otot rangka (skeletal / striated muscle)
- otot jantung (cardiac muscle)
Berdasarkan cara kerjanya, otot-otot yang terdapat pada tubuh ikan
dibedakan atas dua golongan yaitu:
- voluntary muscle, yaitu otot yang bekerja karena dipengaruhi oleh
rangsang, misalnya otot bergaris melintang atau otot rangka
- involuntary muscle, yaitu otot yang bekerja tanpa dipengaruhi oleh
rangsang, misalnya otot licin dan otot jantung
Urat daging pada ikan tersebar hampir di seluruh tubuh sehingga setiap
urat daging tersebut mempunyai peranan atau fungsi tersendiri sesuai dengan
tempat dimana dia terdapat. Namun demikian, secara umum urat daging
mempunyai fungsi untuk menggerakkan bagian-bagian tertentu dari tubuh ikan
sehingga secara keseluruhan menyebabkan ikan mampu bergerak (berenang).
Untuk melihat dengan jelas bagian-bagian urat daging, maka perlu dibuat
sayatan melintang pada tubuh ikan agak ke caudal (potongan tegak lurus melalui
tulang punggung). Setelah terpotong dua maka tampaklah otot-otot yang tersusun
dalam lingkaran-lingkaran konsentris. Potongan otot yang berupa lingkaran
101
lingkaran konsentris ini disebabkan karena otot-otot tersebut tersusun secara rapi
dari cranial ke caudal oleh lapisan-lapisan otot yang berbentuk kerucut dan
disebut coni musculi. Coni musculi ini tersusun secara segmental dan disebut
myomer atau myotome. Antara satu myomer dengan myomer lainnya dipisahkan
oleh suatu pembungkus yang disebut myocommata atau myoseptum. Otot-otot
yang terletak di bagian sebelah kiri dan kanan tubuh dipisahkan oleh suatu sekat
yang disebut septum vertical. Oleh suatu sekat yang disebut septum horizontale
atau horizontale skeletogenous septum, otot-otot pada tubuh ikan terbagi atas dua
daerah yaitu (Gambar 37):
- musculi dorsalis atau musculi epaxialis, yaitu kumpulan otot-otot yang
terdapat di sebelah dorsal septum horizontale
- musculi ventralis atau musculi hypaxialis, yaitu kumpulan otot-otot yang
terletak di sebelah ventral septum horizontale
Pada daerah septum horizontale terdapat jaringan otot berwarna merah
dan banyak mengandung lemak yang disebut mud stripe (red muscle) atau
musculus lateralis superficialis.
Jika dilihat dari arah lateral maka bentuk otot-otot bergaris melintang
(lateral skeletal musculature) dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu (Gambar 38):
- tipe cyclostomine, ditemukan pada ikan-ikan Agnatha
- tipe piscine, didapatkan pada Chondrichthyes dan Osteichthyes
Otot-otot yang terdapat pada tubuh ikan Osteichthyes dapat ditemukan
pada bagian kepala (Gambar 39), pada bagian di bawah kepala (Gambar 40),
pada bagian punggung (Gambar 41), pada sirip dada (Gambar 42), pada sirip
perut (Gambar 43), dan pada sirip ekor (Gambar 44). Pada ikan Chondrichthyes,
otot-otot tersebut dapat dibedakan atas: otot-otot appendicular, otot-otot
branchiomeric, dan otot-otot hypobranchial (Gambar 45 dan 46).
102
Gambar 37. Penampang melintang otot ikan (Andy Omar, 1987)
103
Gambar 38. Tipe otot pada ikan (Andy Omar, 1987)
104
Gambar 39. Otot-otot pada bagian kepala ikan Osteichthyes (Affandi et al., 1992)
Gambar 40. Otot-otot pada bagian di bawah kepala ikan Osteichthyes (Andy Omar, 1987)
105
Gambar 41. Otot-otot pada bagian punggung ikan Osteichthyes (Affandi et al., 1992)
106
Gambar 43. Otot-otot pada sirip perut ikan Osteichthyes (Andy Omar, 1987)
Gambar 44. Otot-otot pada sirip ekor ikan Osteichthyes (Andy Omar, 1987)
107
Gambar 45. Otot-otot appendicular dan branchiomeric pada ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)
Gambar 46. Otot-otot hypobranchial pada ikan Chondrichthyes (Wischnitzer,
1972)
108
C. Sistem Rangka
Yang termasuk ke dalam sistem rangka antara lain tulang belakang, tulang
sejati, tulang rawan, jaringan pengikat (connective tissue), sisik-sisik, komponenkomponen
gigi, jari-jari sirip, dan penyokong sel pada sistem saraf. Rangka
merupakan struktur yang berfungsi sebagai penyokong tegaknya tubuh dan dapat
dibedakan atas:
- rangka luar (exoskeleton), berupa sisik (squama)
- rangka dalam (endoskeleton), berupa tulang-tulang yang menyusun rangka
tubuh ikan
Tulang banyak mengandung garam kalsium, fosfor, magnesium, dan
sebagainya. Pada ikan bertulang sejati (Osteichthyes), tulang yang keras
sebenarnya berasal dari tulang rawan. Proses pembentukan tulang dari tulang
rawan menjadi tulang sejati disebut osifikasi.
Rangka pada ikan mempunyai fungsi antara lain:
- memberi bentuk kepada tubuh
- sebagai penunjang tubuh
- melindungi bagian tubuh sebelah dalam, seperti otak, jantung, hati, alat
pencernaan, dan lain-lain
- menghasilkan garam kalsium
- sebagai alat gerak pasif
- sebagai salah satu tempat pembuatan darah
- berfungsi sebagai alat penyalur sperma pada beberapa jenis ikan tertentu
Berdasarkan jenisnya, rangka tulang dapat dibedakan atas dua golongan,
yaitu:
- osteum (tulang sejati, tulang benar), yaitu tulang-tulang yang terdapat pada
ikan golongan Osteichthyes
- cartilago (tulang rawan), yaitu tulang-tulang yang terdapat pada ikan
golongan Chondrichthyes dan juga ikan Osteichthyes yang masih muda
Berdasarkan letak dan fungsinya, rangka dapat dibedakan atas:
- rangka axial, terdiri dari tulang tengkorak, tulang punggung, dan tulang
rusuk
109
- rangka visceral, terdiri dari tulang lengkung insang dan derivat-derivatnya
- rangka appendicular, yaitu rangka anggota badan, seperti jari-jari sirip dan
tulang-tulang penyokongnya.
Untuk mengamati rangka ikan secara umum, terlebih dahulu harus dibuat
preparat tulang. Preparat tulang dibuat dari ikan yang berukuran cukup besar
sehingga memudahkan dalam pembuatannya. Ada tiga cara yang dapat dilakukan
untuk membuat preparat tulang, yaitu:
a. Cara fisik
Ikan Teleostei yang agak besar (misalnya ikan cakalang) dibersihkan,
termasuk sisik-sisik ikan tersebut jika ada. Setelah bersih, siramlah ikan itu
dengan air panas secara perlahan-lahan agar diperoleh rangka yang bagus dan
tidak rapuh. Otot-otot yang terdapat pada tubuh ikan dibersihkan dengan
menggunakan pinset dan pisau. Jika masih ada otot-otot yang tersisa melekat
pada tulang, dibersihkan dengan menggunakan sikat. Agar otot-otot yang tersisa
tidak mengalami pembusukan maka rangka tersebut dicelupkan ke dalam larutan
formalin selama 5 – 7 jam. Diusahakan agar pada saat merendam rangka tersebut
keadaan preparat dalam keadaan lurus seperti sebelum diberikan perlakuan.
Rangka hasil pengawetan tersebut dijemur di bawah sinar matahari selama 5 – 7
hari sambil dibersihkan jika masih ada otot-otot kecil yang melekat. Jika ada
potongan-potongan tulang yang terlepas selama proses penyikatan/penjemuran
maka potongan tersebut ditempel pada tempatnya semula dengan menggunakan
perekat. Preparat yang sudah selesai sebaiknya disimpan di dalam kotak agar
tidak terganggu.
b. Cara kimiawi
Ikan yang sudah bersih dan tidak bersisik lagi direbus selama 3 – 5 menit
dalam panci yang berukuran besar agar posisi ikan tersebut tidak bengkok.
Setelah direbus, ikan tersebut direndam dalam larutan NaOH 4% selama 8 – 12
jam sampai daging ikan tersebut mudah dikelupas. Jika masih sulit terkelupas,
ikan tersebut direndam kembali ke dalam larutan NaOH yang lebih encer. Setelah
otot-otot ikan tersebut terkelupas, rangka preparat disimpan pada wadah yang
aman.
110
c. Cara biologis
Pembuatan rangka ikan secara biologis dilakukan dengan membiarkan ikan
membusuk secara alami sehingga otot-ototnya habis dimakan oleh binatangbinatang
kecil. Ikan sampel yang akan diambil rangkanya ditanam ke dalam tanah
agar bau busuk tidak menyebar. Setelah satu minggu, preparat tersebut diamati
apakah otot-ototnya telah mengalami pembusukan atau belum. Jika proses
pembusukan berjalan sempurna maka yang tersisa hanyalah tulang-belulangnya.
Untuk pembersihan selanjutnya digunakan sikat. Agar rangka tersebut aman,
preparat tersebut disimpan di dalam kotak, diikat atau direkat supaya tidak
bergerak-gerak.
Secara umum untuk mengamati sistem rangka maka dapat dibedakan atas
rangka secara umum (Gambar 47), tulang-tulang tengkorak (Gambar 48, 49, 50,
dan 51), dan tulang belakang atau vertebra (Gambar 52).
D. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10
menit tentang mekanisme pergerakan otot ikan pada saat berenang dan mengapa
otot disebut alat gerak pasif dan tulang disebut alat gerak aktif?
E. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan.
Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
111
Gambar 47. Rangka ikan Teleostei tampak lateral (Chiasson, 1980)
Gambar 48. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak lateral (Chiasson, 1980)
112
Gambar 49. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak dorsal (Chiasson, 1980)
113
Gambar 50. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak ventral (Chiasson, 1980)
Gambar 51. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak caudal (Chiasson, 1980)
114
Gambar 52. Tulang belakang ikan Teleostei tampak depan (Andy Omar, 1987)
Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
115
IX. SISTEM PENCERNAAN
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu mengenali dan mengetahui posisi organ-organ
pencernaan beserta modifikasinya
2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fungsi organ-organ
pencernaan beserta modifikasinya.
3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fungsi kelenjar
pencernaan
B. Alat Pencernaan
Pencernaan pada ikan dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Fungsi alat
pencernaan adalah untuk menghancurkan zat makanan (molekul makro) menjadi
zat terlarut (molekul mikro) sehingga zat makanan tersebut mudah diserap dan
kemudian dapat digunakan pada proses metabolisme di dalam tubuh ikan. Proses
pencernaan pada ikan terjadi dalam dua bentuk yaitu secara fisik yang terjadi di
dalam rongga mulut dan lambung, dan secara kimiawi yang terjadi di dalam
lambung dan usus.
Alat pencernaan pada ikan sering berbeda antar satu spesies dengan
spesies lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam pola
adaptasi terhadap makanannya. Alat pencernaan yang sering mengalami adaptasi
adalah bibir, gigi, mulut, dan saluran pencernaan.
Alat pencernaan terdiri dari dua bagian, yaitu saluran pencernaan yang
meliputi mulut, rongga mulut, pharynx, esophagus, lambung, pylorus, duodenum,
intestinum, rectum, dan anus; serta kelenjar pencernaan yang terdiri dari hati,
empedu, dan pancreas.
Setiap alat pencernaan memiliki tugas masing-masing. Mulut berguna
untuk menangkap atau mengambil makanan. Adaptasi mulut ikan terhadap
makanannya menyebabkan ditemukannya beraneka macam bentuk mulut ikan.
Ikan-ikan yang biasanya mencari makanan dengan memangsa jenis ikan lain,
umumnya mempunyai mulut yang lebar, sedangkan ikan-ikan yang biasa
mengambil makanan dengan jalan mengisap organisme yang menempel pada
substrat (perifiton) biasanya mempunyai bentuk bibir yang tebal (misalnya ikan
tambakan, Helostoma temmincki). Sebaliknya ikan belanak (Liza sp.) yang
116
mencari makanan di dasar perairan mempunyai bibir yang tebal dan kadangkadang
mulutnya dapat disembulkan.
Rongga mulut berfungsi untuk tempat mencabik atau memotong-motong
makanan. Di dalam rongga mulut terdapat gigi-gigi. Berdasarkan letaknya,
terdapat tiga macam gigi pada ikan bertulang sejati, yaitu gigi mulut, gigi rahang,
dan gigi pharynx (Gambar 53). Sebaliknya berdasarkan bentuknya, gigi ikan dapat
dibedakan atas: cardiform (untuk merobek), villiform (untuk merobek), canine
(untuk mencengkeram), incisor, dan molariform (untuk menggerus)(Gambar 54).
Lambung merupakan tempat penampungan makanan. Pada dindingnya
terdapat kelenjar yang dapat menghasilkan enzim dan asam lambung dimana
cairan ini membantu proses pencernaan. Bentuk anatomi lambung sangat
bervariasi tergantung kepada kebiasaan makanan ikan tersebut. Lambung ikan
herbivora berbeda dengan lambung ikan carnivora. Ikan herbivora tidak
mempunyai lambung yang sebenarnya, kalaupun ada maka merupakan lambung
palsu yang merupakan penggelembungan usus bagian depan. Umumnya ikan
carnivora mempunyai lambung yang berbentuk seperti tabung (Gambar 55),
sedangkan pada ikan omnivora berbentuk seperti kantung (Gambar 56). Pada
beberapa ikan tertentu lambung mengalami modifikasi. Pada ikan belanak (Liza
sp.), lambung mengalami modifikasi menjadi gizzard yang berfungsi sebagai alat
untuk menggiling makanan (Gambar 55). Gizzard mempunyai dinding (lapisan
otot) yang lebih tebal dibanding dengan dinding lambung biasa. Pada ikan cucut,
usus mengalami modifikasi dimana pada bagian dalamnya membentuk spiral
(spiral valve). Dengan adanya spiral valve ini, daerah penyerapan zat-zat
makanan yang telah dicerna semakin luas (Gambar 57).
Pylorus terletak setelah lambung, berperan dalam mengatur keluarnya
makanan yang dicerna di lambung dan masuk ke dalam usus. Sedangkan usus
merupakan tempat proses penyerapan zat makanan yang telah tercerna, dan
selanjutnya sisa makanan dibuang melalui anus. Ikan-ikan herbivora yang tidak
mempunyai lambung, pencernaan yang intensif terjadi di dalam usus. Umumnya
ikan-ikan herbivora memiliki usus yang panjangnya beberapa kali panjang
tubuhnya, sedangkan ikan-ikan carnivora memiliki usus yang pendek atau sangat
pendek bila dibandingkan dengan panjang tubuhnya.
117
Gambar 53. Letak gigi pada ikan Osteichthyes (Bond, 1979)
Gambar 54. Bentuk-bentuk gigi ikan (Lagler et al., 1977)
118
Gambar 55. Alat pencernaan ikan carnivora dan gizzard (Afandi et al., 1992)
Gambar 56. Alat pencernaan ikan omnivora (Affandi et al., 1992)
119
Gambar 57. Alat pencernaan ikan cucut (Wischnitzer, 1972)
120
C. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan ikan umumnya terdiri dari:
a. Saluran pencernaan (tractus digestivus),
Walaupun bentuk saluran pencernaan ikan dari depan sampai ke belakang
hampir sama, tetapi masih dapat dibedakan masing-masing bagian, sebagai
berikut:
- rongga mulut (cavum oris), pada rahangnya terdapat gigi-gigi kecil.
- lidah (lingua), melekat pada dasar mulut dan tidak dapat digerakkan,
banyak mengandung kelenjar lendir (glandula mucosa) tetapi tidak memiliki
kelenjar ludah (glandula salivales).
- pangkal tenggorokan (pharynx), merupakan lanjutan rongga mulut yang
terdapat di daerah sekitar insang.
- kerongkongan (esophagus), sangat pendek dan merupakan lanjutan dari
pharynx, berbentuk seperti kerucut dan terdapat di belakang daerah insang.
- ventikulus (lambung), merupakan lanjutan dari esophagus dan berupa
saluran memanjang yang agak membesar. Batas dengan usus tidak terlalu
jelas. Pada beberapa spesies tertentu, di bagian akhir ventrikulus terdapat
tonjolan-tonjolan berbentuk kantong buntu yang disebut pyloric caeca
(appendices pyloricae). Kantong buntu ini berguna untuk memperluas
permukaan dinding ventrikulus agar pencernaan dan penyerapan makanan
dapat berlangsung lebih sempurna.
- usus (intestinum), berbentuk seperti pipa panjang yang berkelok-kelok dan
sama besarnya, berakhir dan bermuara keluar pada lubang anus. Usus ini
diikat oleh suatu alat penggantung yang disebut mesenterium, yang
merupakan derivat dari pembungkus rongga perut (peritonium).
b. Kelenjar pencernaan (glandula digestoria)
- hati (hepar), bentuknya besar, berwarna merah kecoklat-coklatan, letaknya
di bagian depan rongga badan dan meluas mengelilingi usus.
- kantong empedu (vesica fellea), bentuknya bulat bila berisi penuh,
berwarna kehijau-hijauan, terletak pada bagian depan dari hati, mempunyai
saluran yang disebut ductus cysticus yang bermuara pada usus. Kantong
empedu berfungsi untuk menampung dan menyimpan empedu (bilus) dan
121
mencurahkannya ke dalam usus bila diperlukan. Empedu berguna untuk
mencernakan lemak.
Suatu kelenjar pencernaan lain yang disebut pancreas tidak ditemukan
pada ikan karena bersifat mikroskopis. Limpa atau lien berwarna merah tua,
melekat pada mesenterium di antara usus dan gonad, tidak masuk ke dalam
sistem pencernaan melainkan termasuk dalam systema reticulo-endothelia.
Secara garis besarnya, perbedaan antara struktur alat pencernaan ikan
herbivora dan ikan carnivora adalah:
a. Untuk ikan herbivora:
- gigi tumpul dan kadang-kadang halus
- tidak memiliki lambung tetapi usus bagian depan membesar membentuk
lambung palsu
- panjang usus beberapa kali panjang tubuhnya
- tapis insang panjang dan rapat
b. Untuk ikan carnivora:
- gigi runcing (gigi taring)
- lambung memanjang
- panjang usus sama atau lebih pendek daripada panjang tubuhnya
- tapis insang pendek dan tidak rapat
D. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10
menit proses pencernaan pada ikan secara fisik dan kimiawi.
E. Daftar PustakaAffandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu
Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
122
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
123
X. SISTEM PERNAPASAN
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa yang dimaksud
dengan sistem pernapasan.
2. Agar mahasiswa mampu mengenali bagian-bagian dari organ pernapasan
dan alat pernapasan tambahan.
B. Organ Pernapasan
Pernapasan merupakan proses pengambilan oksigen dan pelepasan
karbon dioksida oleh suatu organisme hidup. Untuk dapat bernapas maka
diperlukan organ pernapasan. Pada ikan, proses pernapasan umumnya dilakukan
dengan menggunakan insang (branchia).
Insang ikan juga mengalami perkembangan sebagaimana organ-organ
lainnya. Pada stadia larva, insang belum sempurna dan belum dapat berfungsi.
Untuk dapat bernapas, larva ikan biasanya menggunakan kantung telur (yolk sac)
atau pada beberapa ikan tertentu menggunakan insang luar (Gambar 58).
Setiap insang ikan terdiri dari beberapa bagian, yaitu (Gambar 59):
- Filamen insang (hemibranchia = gill filament), berwarna merah, terdiri dari
jaringan lunak, berbentuk seperti sisir, melekat pada lengkung insang. Banyak
mengandung kapiler-kapiler darah sebagai cabang dari arteri branchialis dan
merupakan tempat terjadinya pengikatan oksigen terlarut dari dalam air.
- Tulang lengkung insang (arcus branchialis = gill arch), merupakan tempat
melekatnya filamen dan tapis insang, berwarna putih, dan memiliki saluran
darah (arteri afferent dan arteri efferent) yang memungkinkan darah dapat
keluar dan masuk ke dalam insang.
- Tapis insang (gill rakers), berupa sepasang deretan batang tulang rawan yang
pendek dan sedikit bergerigi, melekat pada bagian depan dari lengkung
insang, berfungsi untuk menyaring air pernapasan. Pada ikan-ikan herbivore
pemakan plankton, tapis insangnya rapat dan ukurannya panjang. Hal ini
sesuai dengan fungsinya sebagai alat penyaring makanan. Sedangkan pada
ikan-ikan carnivora, tapis insang tersebut jarang-jarang dan berukuran pendek
(Gambar 60).
124
Gambar 58. Alat pernapasan pada larva ikan (Affandi et al., 1992)
Gambar 59. Bagian-bagian insang ikan Teleostei (Andy Omar, 1987)
Gambar 60. Insang pada ikan herbivora (A) dan karnivora (B)(Affandi et al., 1992)
125
Ikan-ikan bertulang sejati memiliki insang yang ditutup oleh penutup insang
(apparatus opercularis). Tutup insang ini terdapat di sebelah kanan dan kiri bagian
belakang dari kepala, berbentuk seperti setengah membundar. Setiap tutup
insang terdiri atas (Gambar 61):
- Operculum, yang tersusun atas empat potong tulang, yaitu:
- os operculare, merupakan tulang yang paling besar dan letaknya paling
dorsal
- os preoperculare, merupakan tulang kecil yang melengkung seperti sabit
dan terletak paling cranial
- os interoperculare, merupakan tulang kecil yang terletak di antara os
operculare dan os preoperculare
- os suboperculare, merupakan bagian tulang yang terletak paling caudal
- Membrana branchiostega, merupakan selaput tipis yang melekat pada
operculum dan berakhir bebas di tepi belakang dari operculum. Berfungsi
sebagai klep untuk menahan agar supaya air tidak masuk ke dalam rongga
insang dari arah belakang.
- Radii branchiostega, merupakan tulang-tulang kecil yang terletak pada bagian
ventral pharynx, dan berfungsi untuk menyokong membrana branchiostega.
-
Ikan-ikan bertulang rawan (Chondrichthyes) tidak memiliki tulang-tulang
penutup insang. Insang ikan tersebut berada di dalam rongga dan berhubungan
keluar melalui celah-celah insang yang berjumlah sekitar 5 – 7 buah (Gambar 62).
C. Organ Pernapasan Tambahan
Ada beberapa jenis ikan tertentu yang selain bernapas dengan insang juga
menggunakan paru-paru sebagai organ pernapasannya. Ikan-ikan yang
mempunyai organ paru-paru adalah ikan paru-paru Australia (Neoceratodus
forsteri (Krefft, 1870)), ikan paru-paru Afrika Timur (Protopterus annectens
annectens (Owen, 1839)), dan ikan paru-paru Amerika Selatan (Lepidosiren
paradoxa Fitzinger, 1837).
Selain insang dan paru-paru, beberapa jenis ikan tertentu memiliki alat
pernapasan tambahan yang berupa:
a. Labyrinth, lipatan membran seperti bunga mawar yang merupakan derivate
dari lengkung insang.
126
Gambar 61. Tulang penutup insang pada ikan Teleostei (Andy Omar, 1987)
Gambar 62. Celah insang pada ikan cucut (Wischnitzer, 1972)
127
Pada ikan betok (Anabas testudineus (Bloch, 1792)), organ labyrinth
terletak di bagian atas insang dan terdapat saluran yang menghubungkan
labyrinth dan insang (Gambar 63).
b. Arborescent organ, berbentuk seperti bunga karang.,Pada ikan lele (Clarias
batrachus (Linnaeus, 1758)) alat pernapasan tambahan ini terletak di
bagian atas depan insang (Gambar 64).
c. Diverticula, lipatan kulit pada bagian mulut dan ruang pharynx, misalnya
pada ikan gabus (Channa striata (Bloch, 1793))(Gambar 65).
d. Alat pernapasan tambahan berupa tabung, misalnya pada ikan
Heteropneustes microps (Günther, 1864) dan jenis catfish lainnya.
e. Dinding bagian dalam dari operculum yang banyak mengandung pembuluh
darah, misalnya pada ikan blodok (Periophthalmus kalalo Lesson, 1831).
D. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok), kemudian masing-masing kelompok menjelaskan mengapa ikan
blodok (Periophthalmus argentilineatus Valenciennes, 1837) dapat bertengger
pada akar-akar pohon bakau. Presentasikan selama 10 menit.
E. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.
128
Gambar 63. Labyrinth pada ikan betok (Anabas testudineus)(Affandi et al., 1992)
Gambar 64. Organ arborescent pada ikan lele (Clarias batrachus)(Affandi et al., 1992)
129
Gambar 65. Diverticula pada ikan gabus (Ophiocephalus striatus)(Affandi et al., 1992)
130
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
131
XI. SISTEM PEREDARAN DARAH
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem peredaran
darah atau systema circulatoria.
2. Agar mahasiswa mampu mengenali dan menjelaskan fungsi-fungsi bagian
dari jantung ikan.
B. Jantung
Sistim peredaran darah pada ikan bersifat tunggal, artinya hanya terdapat
satu jalur sirkulasi peredaran darah. Pada sistem tersebut darah mengalir dari
jantung, menuju ke insang, kemudian ke seluruh tubuh, dan akhirnya kembali lagi
ke jantung.
Pada ikan, jantung umumnya terletak di belakang insang. Ikan bertulang
sejati (Osteichthyes) memiliki letak jantung relatif lebih ke depan dibandingkan
dengan ikan bertulang rawan (Chondrichthyes). Jantung disusun oleh otot jantung
yang bekerja tidak di bawah pengaruh rangsang (involuntary). Secara anatomis
terdapat sedikit perbedaan antara struktur jantung ikan bertulang sejati (Gamba
66) dan ikan bertulang rawan (Gambar 67). Namun demikian, fungsinya sama
yaitu memompakan darah yang kadar oksigennya rendah menuju ke insang untuk
mengikat oksigen dan selanjutnya diedarkan ke seluruh tubuh.
Jantung terdapat di dalam rongga pericardium. Jantung ini dibungkus oleh
suatu selaput yang disebut pericardium dan terdiri atas:
- Sinus venosus, berdinding tipis dan berwarna merah coklat, terdapat pada
bagian caudo-dorsal dari bagian jantung yang lain. Menerima darah dari vena
hepatica dan ductus Cuvier.
- Atrium (serambi), berdinding tipis dan berwarna merah tua, bersifat tunggal
dan menerima darah dari sinus venosus.
- Ventikel (bilik), berwarna merah muda karena dindingnya tebal, bersifat
tunggal, menerima darah dari atrium.
- Bulbus arteriosus (conus arteriosus), merupakan lanjutan dari ventrikel,
berwarna putih, menerima darah dari ventrikel dan mengalirkannya ke aorta
ventralis.
132
Gambar 66. Struktur jantung Osteichthyes (Chiasson, 1980)
Gambar 67. Struktur jantung Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)
133
C. Darah
Darah adalah cairan yang di dalamnya terkandung bahan-bahan terlarut
dan bahan-bahan tersuspensi. Darah tersusun dari dua komponen yaitu plasma
darah dan sel darah. Plasma darah antara lain tersusun atas air, mineral, nutrien,
gas terlarut, enzim, hormon, dan antibodi. Sel darah dapat dibedakan atas dua
bagian yaitu butir-butir darah merah (eryhtrocyte) dan butir-butir darah putih
(leucocyte). Selanjutnya, butir darah putih terdiri atas granulocyte (yang memiliki
granula) dan agranulocyte (yang tidak memiliki granula). Granulosit dapat
dibedakan atas tiga komponen berdasarkan kemampuannya menyerap warna,
yaitu acidophil, neutrophil, dan basophil. Sebaliknya, agranulosit yang merupakan
penyusun terbesar butir-butir darah putih terdiri atas lymphocyte, monocyte, dan
thrombocyte (Affandi et al., 1992).
Darah berfungsi untuk mengedarkan zat makanan ke seluruh tubuh,
mengambil sisa-sisa metabolisme untuk dibuang, mengedarkan enzim, hormon,
dan zat imunitas ke bagian tubuh yang memerlukannya. Butir darah merah
mengandung haemoglobine (Hb) yang memiliki kemampuan untuk mengikat
oksigen, yang selanjutnya akan digunakan untuk proses metabolisme. Pada ikan,
pembentukan dan pembersihan darah dilakukan pada organ limfa (spleen, lien).
Pada beberapa jenis ikan tertentu, darah dibuat pada bagian tubuh lainnya,
misalnya pada dinding usus.
D. Saluran Pembuluh Darah
Saluran pembuluh darah atau sistem pembuluh darah dalam tubuh ikan
dapat dibedakan atas (Gambar 68 – 76):
- Pembuluh utama, yaitu arteri dan vena, yang terdapat di sepanjang tubuh.
Arteri (pembuluh nadi) merupakan pembuluh darah yang mempunyai dinding
yang tebal dan kuat tetapi tidak mempunyai klep-klep, berfungsi untuk
membawa darah meninggalkan jantung. Vena (pembuluh balik) merupakan
pembuluh darah yang berdinding tipis dan mempunyai klep-klep pada setiap
jarak tertentu, berfungsi untuk membawa darah kembali ke jantung.
- Pembuluh cabang, yaitu cabang-cabang dari pembuluh utama yang menuju ke
kulit, rangka, otot, spina cord (sumsum tulang belakang), organ pencernaan,
dan lain-lain.
134
Gambar 68. Sistem peredaran darah di bagian kepala ikan Osteichthyes (Chiasson, 1980)
Gambar 69. Sistem peredaran darah pada organ dalam bagian kanan ikan Osteichthyes (Chiasson, 1980)
135
Gambar 70. Sistem peredaran darah pada organ dalam bagian kiri Osteichthyes (Chiasson, 1980)
Gambar 71. Sistem peredaran darah pada aorta dorsalis ikan Osteichthyes (Chiasson, 1980)
136
Gambar 72. Sistem peredaran darah pada ginjal ikan Osteichthyes (Chiasson, 1980)
Gambar 73. Sistem peredaran darah pada insang ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)
137
Gambar 74. Sistem peredaran darah pada aorta dorsalis ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)
138
Gambar 75. Sistem peredaran darah pada organ pencernaan ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)
139
Gambar 76. Sistem peredaran darah pada daerah ginjal ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)
140
Cabang-cabang pembuluh darah yang kontak langsung dengan sel-sel dari
organ-organ tubuh adalah kapiler darah. Pada kapiler darah inilah terjadi
pertukaran zat, baik bahan nutisi maupun gas.
E. Limfa (Lien)
Limfa berfungsi dalam pembentukan sel darah dan untuk mengembalikan
darah yang masuk jaringan ke sistim-sistim sirkulasi. Sistem limfatik adalah suatu
bagian penting dalam sirkulasi sehubungan dengan kembalinya plasma yang
keluar dari saluran darah dan masuk ke dalam jaringan. Fungsi sistem limfatik
selain mengumpulkan limfa juga untuk memurnikannya dan mengembalikannya
kepada saluran darah.
F. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok). Setiap kelompok menjelaskan pengaruh perbedaan ketinggian lokasi
terhadap ukuran dan jumlah butir-butir darah merah pada ikan pada saat
dipresentasikan.
G. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.
141
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
142
XII. SISTEM UROGENITAL
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa yang dimaksud
dengan sistem urogenital (uropoetica-genitalia)
2. Agar mahasiswa mampu mengenali organ yang berperan dalam ekskresi
(ginjal) dan reproduksi (gonad).
3. Agar mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan antara gonad jantan dan
betina
4.
B. Sistem Uropoetica (Sistem Ekskresi)
Organ utama dari sistem pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme adalah
ginjal (ren), tetapi ada juga pembuangan sisa-sisa metabolisme melalui usus dan
kulit. Pada ikan, pembuangan sisa-sisa metabolisme terutama melalui insang dan
ginjal.
Bahan yang dibuang tersebut sebagian besar berbentuk ammoniak (NH3)
dan yang lainnya dalam bentuk urine. Ammoniak merupakan hasil sisa dari
penguraian asam amino dan bersifat sangat toksik. Toksisitas NH3 ini dapat
dikurangi dengan cara merubahnya menjadi persenyawaan lain seperti urea,
asam urat, atau trimetil oksida (TMO), atau dengan pengenceran dalam air yang
cukup.
Organ-organ yang termasuk ke dalam sistem uropoetica adalah:
- Ginjal (ren), terdapat sepasang, berwarna merah kehitaman, terletak di luar
ruang peritoneum, menempel di bawah tulang punggung memanjang dari
dekat anus ke arah depan hingga ujung rongga perut, bentuknya tidak jelas.
Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan ammonia dan persenyawaanpersenyawaannya
yang non-toksik.
- Ureter (ductus mesonephridicus = saluran Wolffian), merupakan tempat
mengalirnya urine (air seni) yang berasal dari ginjal, terdapat di pinggiran
dorsal rongga badan dan menuju ke belakang. Pada ikan jantan, kedua
saluran ini terlihat merupakan tabung (tubulus) yang pendek, terentang dari
ujung belakang ginjal sampai kantung urine, sedangkan pada ikan betina ia
menuju ke sinus urogenitalia.
143
- Kantong urine (vesica urinaria), merupakan lanjutan dari ureter kiri dan kanan,
dan merupakan tempat penampungan urine sebelum dikeluarkan. Pada
beberapa jenis ikan, kantong urine dapat dilihat dengan jelas terletak dekat
anus dan bentuknya menyerupai kantung kecil.
- Urethra, merupakan saluran yang pendek, berasal dari kantong urine dan
menuju ke porus urogenitalia, merupakan jalan keluar urine dari dalam tubuh.
Pada ikan Chondrichthyes, ginjal berbentuk sepasang lembaran (pita)
sangat panjang berwarna kecoklatan yang terletak pada tiap sisi garis tengah atap
ruang pleuroperitoneum (posisi retroperitoneum). Pada beberapa bagian yang
berbeda, ketebalan ginjal berbeda. Bagian depan lebih tipis, sedangkan bagian
belakang lebih tebal dan berfungsi sebagai alat ekskresi. Bagian ginjal depan ikan
betina berdegenerasi. Kedua lembaran ginjal tersebut dihubungkan oleh sebuah
ligamen yang kuat. Badan-badan suprarenal (badan-badan chromaffin) berbentuk
sederetan bercak-bercak berwarna pucat terletak memanjang di dekat sisi tengah
ginjal-ginjal tersebut. Papilla urinaria berbentuk kecil dan runcing terletak di
sebelah dorsal lubang rectum. Pada bagian setengah dorsal dari cloaca disebut
coprodeum, sedangkan bagian setengah ventralnya disebut urodeum. Kedua
bagian ini terpisah oleh lipatan-lipatan kecil membujur di sepanjang tiap dinding
sisi luar dari cloaca. Ductus Wolffian (mesonephridicus) terletak di antara oviduct
dan ginjal-ginjal. Pada ikan betina muda, ductus-ductus ini susah ditemukan.
Sebaliknya pada ikan betina yang matang gonad, ductus-ductus ini terletak pada
garis penempel dari mesotubaria dan merupakan sebuah tabung yang kecil
menuju ke cloaca.
C. Sistem Genitalia (Sistem Kelamin)
Sistem kelamin pada ikan dapat dibedakan atas sistem kelamin betina dan
sistem kelamin jantan. Pada ikan bertulang sejati, sistem kelamin betina disusun
oleh (Gambar 77):
- Ovarium, pada ikan umumnya ada dua buah, tampak seperti agar-agar yang
jernih, terdapat bintik-bintik karena berisi sel telur (ova). Alat penggantung
ovarium disebut mesovarium.
144
- Saluran telur (oviduct), merupakan saluran tempat lewatnya ova, sangat
pendek dan bersatu pada bagian belakangnya untuk selanjutnya bermuara
pada porus genitalia.
Sistem kelamin jantan ikan disusun oleh (Gambar 77):
- Testes, terletak di bawah gelembung renang dan di atas intestinum. Bentuk
testes agak kompak dan berwarna putih. Di dalam testes dihasilkan
spermatozoa. Proses pembentukan spermatozoa disebut spermatogenesis.
Bentuk spermatozoa bermacam-macam tergantung kepada spesies ikan. Alat
penggantung testes disebut mesorchium.
- Vasa deferensia, merupakan dua buah saluran sperma yang bergabung pada
bagian belakangnya membentuk suatu ruang genital yang terbuka ke arah
luar, terletak di antara ureter atau papila urinaria dan anus.
- Lubang genital (porus genitalia), merupakan lubang yang terbuka ke arah luar
dan tempat pelepasan sperma.
Alat reproduksi ikan cucut betina (Gambar 78) adalah:
- Ovari, merupakan dua buah kelenjar yang halus, memanjang berwarna coklat
keputihan (krem), terletak pada tiap sisi dari lembaran-lembaran (lobi) hati.
Pada ikan yang matang gonad, pada ovari ini terdapat tonjolan-tonjolan yang
bulat pada sisi bagian atas. Tonjolan tersebut merupakan telur dari beberapa
stadia perkembangan. Ovari tergantung pada bagian atas ruang
pleuroperitonium dengan perantaraan mesovarium.
- Ostium (ostium tubae abdominale), merupakan sebuah celah yang tegak lurus
di antara dua lapisan ligamen yang berbentuk bulan sabit (falciform). Pada ikan
yang masih muda celah tertutup, sedangkan pada ikan dewasa ia terbuka dari
ruang pleuroperitoneum ke dalam saluran telur (oviduct) untuk memindahkan
telur dari ovari.
- Saluran telur (oviduct, tabung Fallopia, atau ductus Müller), adalah ruang
dimana ova biasanya dibuahi (karena pembuahan terjadi di dalam tubuh
induk).
- Kelenjar pembungkus (kelenjar nidamental), menghasilkan suatu lapisan tipis
pada beberapa telur.
145
Gambar 77. Diagram sistem urogenital pada ikan Osteichthyes (Affandi et al., 1992). 1a. ovarium, 1b. testes, 2. ginjal, 3a. oviduct, 3b. vasa deferensia, 4. ductus Wolffian, 5. sinus urogenitalia, 6. Vesica urinaria, 7. porus urogenitalia
146
Gambar 78. Sistem urogenital ikan Chondrichthyes betina (Affandi et al., 1992)
147
- Mesotubarium, jaringan ikat penggantung oviduct, kelenjar pembungkus, dan
uterus yang terletak di belakang.
- Uterus, adalah bagian dari oviduct yang membesar tempat telur-telur yang
telah dibuahi dikandung.
- Cloaca, merupakan ruangan atau tempat bermuara ujung saluran pencernaan,
ujung saluran urine, dan tempat keluarnya anak ikan.
Alat reproduksi ikan Chondrichthyes jantan adalah (Gambar 79):
- Testes, merupakan dua buah kelenjar yang halus, terletak di sebelah atas lobi
hati, berisi banyak sekali saluran-saluran halus (microtubuli) yang merupakan
suatu epitel yang disebut epitelium germinalis. Testes merupakan tempat selsel
kelamin jantan (spermatozoa) diproduksi. Testes tersebut tergantung pada
atap ruang pleuroperitoneum dengan perantaraan mesorchium (jamak =
mesorchia).
- Saluran-saluran efferen, merupakan saluran-saluran yang halus, terdapat lima
atau enam buah melalui mesorchia dari testes ke ginjal.
- Epididymis, bagian saluran penghubung sperma yang halus. Saluran-saluran
efferen dari testes bersambung dengan saluran halus epididymis dan
selanjutnya bergabung dengan ductus Wolffian (ductus mesonephridicus) yang
berfungsi sebagai saluran sperma. Pada ikan yang matang gonad, ductus ini
sangat berlipat; sedangkan pada yang muda lurus saja (seperti pada ikan
betina).
- Saluran deferens (ductus deferensia = ductus epididymis), merupakan tabung
yang bertingkat. Bagian dari saluran deferens yang terletak tepat di belakang
testes disebut kelenjar Leydig yang menghasilkan cairan yang diperlukan agar
spermatozoa dapat berfungsi dengan normal.
- Kantong seminalis (vesicula seminalis), merupakan bagian belakang dari
ductus deferensia yang lurus dan berkembang, tempat spermatozoa dan
tempat penghasil sekresi yang dimasukkan ke dalam saluran tersebut.
- Kantong sperma, merupakan ujung pelebaran dari kantong seminalis.
- Papilla urogenitalia, besar dan kadang-kadang pada ikan yang matang gonad
tampak melengkung (bengkok), sedangkan pada ikan betina lebih kecil dan
biasanya lurus.
148
Gambar 79. Sistem urogenital ikan Chondrichthyes jantan (Affandi et al., 1992)
149
- Sinus urogenitalia, tempat kedua saluran sperma pada bagian sebelah
belakang bertemu. Urine dan spermatozoa masuk ke dalam cloaca melalui
lubang pada ujung papilla.
- Saluran-saluran urine pembantu yang menerima urine dari tubuli uriniferi.
Saluran-saluran ini terletak sejajar sisi tengah dari ginjal, memasuki kantong
sperma melalui sebuah lubang kecil yang terdapat di tengah dari papilla
seminalis (kantong sperma). Pada ikan betina tidak terdapat saluran-saluran
pembantu ini.
D. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok). Masing-masing kelompok menjelaskan perbedaan sistem genital ikan
Osteichthyes dan Chondrichthyes, baik jantan maupun betina, dan presentasikan.
E. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
150
XIII. SISTEM SARAF
A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa yang dimaksud
dengan sistem saraf atau systema nervorum..
2. Agar mahasiswa mampu mengenali otak dan bagian-bagiannya.
B. Sistem Saraf
Ikan menerima rangsang dari lingkungannya melalui organ perasa.
Rangsangan tersebut selanjutnya diteruskan dalam bentuk impuls ke otak.
Respon yang diberikan oleh otak dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku.
Sel-sel saraf mulai berkembang sejak permulaan stadia embrio dan berasal
dari lapisan germinal terluar (ectoderm). Unit terkecil dari sistem saraf disebut
neuron (sel saraf). Setiap neuron terdiri atas inti dan jaringan (perpanjangan sel).
Perpanjangan sel terdiri atas dendrite (berfungsi sebagai penerima impuls) dan
axon (berfungsi sebagai penerus impuls). Pertemuan antara axon dan dendrite
dari sel saraf lainnya disebut synapse.
Sistem saraf pada vertebrata dapat dibedakan atas:
- Sistem saraf pusat (systema nervorum centrale), disusun oleh otak
(encephalon) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
- Sistem saraf tepi (systema nervorum periphericum), disusun oleh saraf otak
(nervi cerebralis) dan saraf spinal (nervi spinalis).
- Sistem saraf otonom, disusun oleh sistem saraf parasymphatic dan system
saraf symphatic.
- Organ perasa khusus (special sense organs), terdiri atas organ gurat sisi (linea
lateralis), hidung, telinga, dan mata.
C. Jenis-jenis Saraf
Berdasarkan pada fungsi organ yang dirangsang, saraf dapat digolongkan
atas:
- Saraf cerebrospinalis, yaitu saraf yang merangsang otot bergaris (striated
muscle).
- Saraf otonom (vegetatif), yaitu saraf yang merangsang jantung (cardiac
muscle), urat daging licin (smooth muscle), dan kelenjar-kelenjar.
151
Berdasarkan atas fungsi dari rangsang itu sendiri, saraf dapat digolongkan
atas:
- Saraf sensibel (afferent), yaitu saraf yang meneruskan rangsang dari perifer
(sistem saraf tepi) ke pusat (sistem saraf pusat).
- Saraf motoris (efferent), yaitu saraf yang meneruskan rangsang dari pusat ke
perifer.
- Saraf penghubung, yaitu saraf yang menghubungkan antara jenis saraf yang
satu dengan yang lainnya, misalnya antara saraf sensibel dengan saraf
motoris.
D. Otak
Otak ikan hanya dapat dilihat jika tulang-tulang pembungkusnya telah
dibuka. Untuk itu maka perlu terlebih dahulu dilakukan pembedahan secara hatihati
terhadap bagian kepala ikan agar otak yang akan diamati dapat terlihat
dengan jelas. Pembuatan preparat otak akan lebih mudah jika menggunakan ikan
yang sudah diawetkan karena otak tersebut telah mengeras.
Kepala ikan dipotong tepat pada bagian tengkuk dengan pisau yang tajam
sehingga kepala terlepas dari badan. Potongan kepala tersebut diletakkan secara
tegak dengan mulut terletak di sebelah atas. Kemudian pemotongan dilakukan
pada bagian atas kepala tersebut sampai pisau mencapai daerah sekitar mata.
Setelah itu, pisau diarahkan pada bagian pinggir saja untuk mencegah agar otak
tidak teriris. Bagian atas kepala tersebut dikuakkan sehingga otak ikan akan
nampak dari bagian atas (tampak dorsal)(Gambar 80).
Untuk melihat otak dari arah samping (tampak lateral), kepala digunting dari
arah mulut ke belakang secara hati-hati sehingga kepala terbelah dua. Jika bagian
kepala tersebut dikuakkan maka akan terlihatlah otak ikan dari arah samping.
Untuk melihat otak dari arah bawah (tampak ventral) maka otak tersebut harus
dikeluarkan dari rongganya. Pemotongan harus dilakukan secara hati-hati karena
harus menggunting beberapa urat saraf (nervus cerebralis), di antaranya saraf
optik (nervus opticus), saraf olfaktori (nervus olfactorius), dan beberapa saraf
lainnya.
152
Gambar 80. Cara pembedahan untuk melihat otak ikan (Affandi et al., 1992)
153
Bagian-bagian otak dari muka ke belakang adalah sebagai berikut (Gambar
81 – 83):
a. Telencephalon, adalah bagian otak yang paling depan, terdiri atas:
- Lobus olfactorius, merupakan bagian telencephalon yang paling anterior
- Tractus olfactorius, merupakan lanjutan dari lobus olfactorius dan berfungsi
sebagai nervus cerebralis I.
- Bulbus olfactorius, merupakan lanjutan dari tractus olfactorius dan berakhir
sebagai sepasang ‘bola’, mempunyai lanjutan sebagai benang-benang
halus yang menuju ke dinding lekuk hidung.
- Hemisphaerium cerebri, terdapat di bagian posterior lobus olfactorius.
Bagian dasarnya disebut corpus striatum, sedangkan bagian atap dan
dinding samping disebut pallium.
b. Diencephalon, terletak di sebelah belakang dari telencephalon bagian ventral.
Bersama-sama dengan telencephalon termasuk bagian dari otak muka
(prosencephalon). Pada diencephalon terdapat thalamus, hypothalamus, lobus
inferior, dan saccus vasculosus.
c. Mesencephalon, merupakan otak bagian tengah dengan organ utama yang
tampak menonjol adalah lobus opticus. Lobus opticus berbentuk bulat dan
besar, terletak di sebelah belakang bagian dorsal dari diencephalon. Di bagian
sebelah ventral terletak lobi inferior (bagian dari diencephalon) yang
merupakan tempat melekat hypophyse (hypothalamus). Pada bagian anterior
hypophyse terdapat persilangan dari nervus opticus (nervus cerebralis II) yang
disebut chiasma nervi optici. Selain lobus opticus, pada mesencephalon juga
terdapat torus semicircularis.
d. Metencephalon,disebutjugacerebellum, relatif besar dan terletak di belakang
mesencephalon.
e. Myelencephalon, disebut juga medulla oblongata, melanjutkan diri ke caudal
sebagai sumsum tulang belakang (medulla spinalis) yang berjalan di dalam
canalis vertebralis. Bersama-sama dengan cerebellum, medulla oblongata
termasuk bagian dari otak belakang (rhombexcephalon)
154
Gambar 81. Otak ikan Osteichthyes tampak samping (Chiasson, 1980)
Gambar 82. Otak ikan Osteichthyes tampak dorsal dan ventral (Chiasson, 1980).
155
Gambar 83. Otak ikan Chondrichthyes tampak dorsal (Wischnitzer, 1972)
156
E. Saraf Cranial
Dari otak, terdapat 11 saraf otak (nervi cerebralis) yang menyebar ke
organ-organ sensori tertentu dan otot-otot tertentu. Sebagian besar saraf otak
tersebut berhubungan dengan bagian-bagian kepala, tetapi ada juga yang
berhubungan dengan bagian-bagian tubuh.
1. Nervus terminalis (NC 0), saraf kecil yang bergabung dengan NC I,
berhubungan dengan otak depan, serabut-serabut sarafnya tersebar mengelilingi
bulbus olfactorius. Fungsinya mungkin meliputi sensori somati dan
sensori khusus.
2. Nervus olfactorius (NC I), menghubungkan organ olfactorius dengan pusat
olfactorius otak depan, berfungsi membawa impuls bau-bauan.
3. Nervus opticus (NC II), menghubungkan retina mata dengan tectum
opticum, berfungsi membawa impuls penglihatan.
4. Nervus oculomotoris (NC III), merupakan saraf motor somatik yang
mengatur otot mata musculus obliquus inferior, muculus rectus superior,
musculus rectus inferior, dan musculus rectus internal. Berhubungan
dengan otak mesencephalon.
5. Nervus trochlearis (NC IV), berhubungan dengan otak mesencephalon,
merupakan saraf motor somatik yang menginervasi otot mata musculus
obliquus superior.
6. Nervus trigeminalis (NC V), terbagi atas tiga cabang yaitu nervus
ophthalmicus dan nervus maxillaris (merupakan saraf sensori somatik)
serta nervus mandibularis (saraf sensori somatik dan saraf motor somatik).
Nervus ini menghubungkan bagian kepala dan rahang dengan medulla
oblongata. Fungsinya berkaitan dengan kepekaan kulit terhadap panas dan
sentuhan.
7. Nervus abducens (NC VI), merupakan saraf motor somatik yang
menghubungkan bagian depan medulla oblongata dengan otot mata
musculus rectus external. Fungsinya berhubungan dengan penarikan otot
penggerak biji mata.
8. Nervus facialis (NC VII), tersusun atas tiga cabang yaitu nervus
ophthalmicus superficialis, nervus buccalis, dan nervus hyomandibularis.
Saraf cabang ini berkaitan dengan saluran garis rusuk (linea lateralis) di
atas kepala, penerima rasa pada kepala dan tubuh, serta penerima
157
rangsangan sentuhan. Berhubungan dengan NC V dan NC VIII pada
medulla oblongata. Saraf ini punya komponen yang berkaitan dengan
sensori somatik, sensori visceral, dan fungsi motor visceral.
9. Nervus acousticus (NC VIII), sering dianggap sebagai cabang dari nervus
acousticofacialis pada ikan, mempunyai fungsi sensori somatik yang
berkaitan dengan telinga bagian dalam.
10. Nervus glossopharyngeal (NC IX), terdiri dari komponen sensori dan
motoris yang melayani bagian insang pertama. Fungsinya berkaitan
dengan garis rusuk, organ pengecap pada pharynx dan otot-otot insang.
11. Nervus vagus (NC X), memiliki beberapa percabangan. Cabang
supratemporal dan cabang garis rusuk melayani sistem garis rusuk.
Cabang branchial menuju ke bagian posterior celah insang. Caban
visceral melayani organ-organ internal. Cabang dorsal recurrent
menginervasi penerima rasa.
F. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok). Selanjutnya, setiap kelompok melakukan penelusuran pustaka dan
carilah urat saraf-urat saraf cranial yang menginervasi garis rusuk serta urat sarafurat
saraf cranial yang menginervasi mata. Presentasikan tugas tersebut di dalam
kelas.
G. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
158
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
159
LAMPIRANGlosarium
abdominal posisi sirip perut ikan yang agak jauh ke belakangdari sirip dada
ke arah dalam perut
adipose fin sembulan kulit di belakang sirip punggung dan siripdubur ikan, agak panjang dan tinggi tetapi agak tipissehingga serupa dengan selaput tebal dan banyakmengandung lemak (sirip lemak)
anak jenis lihat: subspecies
anatomi salah satu cabang dari Ilmu Hayat (Biologi) yangmempelajari organ-organ dalam suatu organisme
anguilliform bentuk tubuh ikan yang memanjang denganpenampang lintang yang agak silindris dan kecilserta pada bagian ujung meruncing/tipis (bentukular atau sidat atau belut)
anterior ke arah muka
apparatus opercularis penutup insang pada ikan bertulang sejati yangdisusun oleh beberapa keping tulang
arborescent organ organ pernapasan tambahan pada ikan yangberbentuk seperti bunga karang
arcus branchialis tempat melekatnya filamen dan tapis insang,berwarna putih, dan memiliki saluran darah (arteriafferent dan arteri efferent) yang memungkinkandarah dapat keluar dan masuk ke dalam insang
arteri pembuluh darah yang mempunyai dinding yangtebal dan kuat tetapi tidak mempunyai klep-klep,berfungsi untuk membawa darah meninggalkanjantung
atrium bagian jantung yang berdinding tipis dan berwarnamerah tua, bersifat tunggal, dan menerima darahdari sinus venosus
authority name nama orang yang bertanggung jawab ataumerupakan keterangan tambahan untuk tempatdeskripsi asli dari ikan yang diusulkannya
160
axon perpanjangan sel saraf yang berfungsi sebagaipenerus impuls
badan lihat: truncus
bilik lihat: ventrikel
bulbus arteriosus bagian jantung yang merupakan lanjutan dariventrikel, berwarna putih, menerima darah dariventrikel dan mengalirkannya ke aorta ventralis
caput bagian tubuh ikan mulai dari ujung moncongterdepan sampai dengan ujung tutup insang palingbelakang.
cartilago ulang-tulang yang terdapat pada ikan golonganChondrichthyes dan juga ikan Osteichthyes yangmasih muda
cauda bagian tubuh ikan mulai dari permulaan sirip dubursampai dengan ujung sirip ekor bagian palingbelakang
caudal ke arah ekor
clupeoid poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikantembang
ciguatera poisoning peristiwa keracunan akibat memakan ikan laut yangmenimbulkan gangguan pada alat pencernaan dansyaraf
common name lihat: standard common name
compressed bentuk tubuh yang gepeng ke samping (bentukpipih)
coni musculi susunan otot-otot ikan dari cranial ke caudal yangberbentuk kerucut
conus arteriosus lihat: bulbus arteriosus
cranial ke arah kepala
cryptotoxic ikan-ikan yang jaringan tubuhnya mengandungracun
cyclostome poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikanlamprey dan hagfishes
161
cyclostomine tipe otot yang ditemukan pada ikan-ikan Agnatha
dendrite perpanjangan sel saraf yang berfungsi sebagaipenerima impuls
depressed bentuk tubuh yang gepeng ke bawah (bentuk picak)
descriptor name lihat: authority name
dexter sebelah kanan
diencephalon bagian otak yang terletak di sebelah belakang daritelencephalon bagian ventral
distal lebih menjauhi ke arah batang tubuh
diverticula organ pernapasan tambahan ikan yang berupalipatan kulit pada bagian mulut dan ruang pharynx
dorsal ke arah punggung
double emarginate bentuk ekor ikan yang berpinggiran berlekuk ganda
ductus pneumaticus saluran yang menghubungkan pneumatocystdengan esophagus dan berfungsi sebagai jalankeluar masuknya udara ke dalam pneumatocyst
ekor lihat: cauda
elasmobranch poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makandaging, viscera, gonad, dan hati ikan cucut dan ikanpari
emarginate bentuk ekor ikan yang berpinggiran berlekuktunggal
epicercal bentuk ekor ikan dimana bagian daun sirip ataslebih besar daripada daun sirip bawah
erythrocyte butir-butir darah merah
filamen insang lihat: hemibranchia
filiform bentuk tubuh yang menyerupai tali (bentuk tali)
finlet sembulan-sembulan kulit yang tipis dan pendek,umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadangmempunyai satu jari-jari terletak di antara sirippunggung dan sirip ekor dan di antara sirip duburdan sirip ekor (jari-jari sirip tambahan)
162
flatted-form lihat: taeniform
forked bentuk ekor ikan yang bercagak
fork length panjang ikan yang diukur dari ujung kepala yangterdepan sampai ujung bagian luar lekukan cabangsirip ekor
fugu poison lihat: tetrodotoxin
furcate lihat: forked
fusiform bentuk yang sangat stream-line untuk bergerakdalam suatu medium tanpa mengalami banyakhambatan, hampir meruncing pada kedua bagianujung (bentuk torpedo atau cerutu)
garis rusuk lihat: linea lateralis
gempylid poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan dagingikan famili Gempylidae
gill arch lihat: arcus branchialis
gill filament lihat: hemibranchia
gill rakers berupa sepasang deretan batang tulang rawanyang pendek dan sedikit bergerigi, melekat padabagian depan dari lengkung insang, berfungsi untukmenyaring air pernapasan
globiform bentuk tubuh ikan yang menyerupai bola (bentukbola)
gurat sisi lihat: linea lateralis
hallucinatory poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikanbelanak dan kuro
hemibranchia bagian insang yang berwarna merah, terdiri darijaringan lunak, berbentuk seperti sisir, melekatpada lengkung insang. Banyak mengandungkapiler-kapiler darah sebagai cabang dari arteribranchialis dan merupakan tempat terjadinyapengikatan oksigen terlarut dari dalam air
horizontale skeletogenous sekat yang memisahkan kelompok otot-otot padaseptum tubuh ikan atas dua daerah, yaitu kelompok otot
sebelah dorsal dan kelompok otot sebelah ventral
163
hypocercal bentuk ekor ikan dimana bagian daun sirip bawahlebih besar daripada daun sirip atas
ichthyoacanthotoxin racun yang disekresikan oleh organ-organ beracun
(venom apparatus), seperti spina, alat penyengat,atau gigi ikan
ichthyocrinotoxic fishes ikan-ikan yang menghasilkan racun melalui sekresikelenjar, tetapi tidak mempunyai organ berbisa
ichthyocrinotoxin racun yang berasal dari kelenjar kulit yangdihasilkan oleh ikan hagfishes, lampreys, morays,soapfishes, puffer, dan porcupinefishes
ichthyocrinotoxism peristiwa keracunan akibat terserang oleh ikan-ikanyang memiliki racun pada kulitnya
ichthyohemotoxic fishes ikan-ikan yang mempunyai racun di dalamdarahnya
ichthyohemotoxin racun yang terdapat di dalam darah ikan
ichthyootoxic fishes ikan-ikan yang menghasilkan racun terbatas hanyapada gonad (termasuk telurnya)
ichthyootoxin racun yang ditemukan hanya pada telur-telur ikan
ichthyosarcotoxic fishes ikan-ikan yang mengandung racun di antara otot,viscera, atau kulit
ichthyosarcotoxin racun yang terdapat pada daging ikan, tidaktermasuk racun-racun yang disebabkan olehaktivitas bakteri
ichthyosarcotoxism peristiwa keracunan akibat memakan ikan yangmengandung racun di dalam otot, kulit, atau kotorantubuhnya
ichthyotoxin racun yang berasal dari ikan (secara umum)
ichthyotoxism keracunan karena makan ikan (bersifat umum)
identifikasi tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciritaksonomik individu yang beraneka ragam danmemasukkannya ke dalam suatu takson
ikan sumber daya ikan adalah semua jenis ikantermasuk biota perairan lainnya (UU RI no. 9 tahun1985 tentang Perikanan)
164
segala jenis organisme yang seluruh atau sebagiandari siklus hidupnya berada di dalam lingkunganperairan (UU RI no. 31 tahun 2004 tentangPerikanan dan UU RI no. 45 tahun 2009 tentangPerubahan atas UU RI no. 31 tahun 2004 tentangPerikanan)
binatang vertebrata yang berdarah dingin(poikilotherm), hidup dalam lingkungan air,pergerakan dan kesetimbangan badannya terutamamenggunakan sirip, dan umumnya bernapasdengan menggunakan insang
ikan beracun lihat: poisonous fishes
ikan berbisa lihat: venomous fishes
iktiologi ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari ikandan dengan segala aspek kehidupannya
iktiologi sistematika ilmu yang mempelajari tentang jenis dankeanekaragaman ikan serta segala hubungan diantara mereka
inferior posisi mulut ikan yang terletak di bawah hidungke arah bawah (bawah)
inspectio mengamati secara anatomis dengan tidakmempergunakan alat bantu
interpelvic process pertumbuhan kulit yang menyerupai lidah-lidahyang terdapat di antara kedua sirip perut ikan(cuping)
involuntary muscle otot yang bekerja tanpa dipengaruhi oleh rangsang,misalnya otot licin dan otot jantung
jari-jari keras jari-jari sirip yang sulit dibengkokkan, pejal, tidakberbuku-buku, dapat berupa cucuk, duri, atau patil.
jari-jari lemah Jari-jari sirip yang mudah dibengkokkan, berbukubuku,nampak transparan, dan biasanya bercabangpada bagian ujungnya
jari-jari lemah mengeras jari-jari sirip dengan ciri-ciri seperti yang terdapatpada jari-jari lemah, tetapi mengalami pengerasansehingga agak sulit dibengkokkan
165
jenis lihat: spesies
jugular posisi sirip perut ikan yang terletak agak lebih kedepan daripada sirip dada
keel rigi-rigi yang ditemukan pada bagian batang ekorikan dan pada bagian tengahnya terdapat puncakyang meruncing, (kil, lunas)
kepala lihat: caputklasifikasi penataan ikan ke dalam kelompok-kelompok
berdasarkan kesamaan dan hubungan di antaramereka
labyrinth lipatan membran seperti bunga mawar yangmerupakan derivat dari tulang lengkung insang
lateral ke arah sisi/samping
leucocyte butir-butir sel darah putih
linea lateralis suatu bangunan yang kelihatannya seperti garismemanjang pada bagian tengah badan ikan,sebelah kanan dan kiri, mulai dari kepala sampai kepangkal ekor, dan berfungsi untuk mengetahuiperubahan tekanan air yang terjadi sehubungandengan aliran arus air, untuk mengetahui jika ikanitu mendekati atau menjauhi benda-benda keras,dan untuk osmoregulasi (garis rusuk)
local common name lihat: vernacular name
lunate bentuk ekor ikan yang menyerupai sabit
medial ke arah tengah
membrana branchiostega selaput keping tutup insang
meristik penghitungan jumlah bagian-bagian tubuh ikan
mesencephalon otak bagian tengah
metencephalon bagian otak yang relatif besar dan terletak dibelakang mesencephalon, disebut juga cerebellum.
myelencephalon bagian otak di belakang metencephalonmelanjutkan diri ke caudal sebagai sumsum tulangbelakang (medulla spinalis) yang berjalan di dalamcanalis vertebralis, disebut juga medulla oblongata
166
morfometrik ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuhikan
mud stripe lihat: musculus lateralis superficialis
musculi dorsalis kumpulan otot-otot yang terdapat di sebelah dorsalseptum horizontale
musculi epaxialis lihat: musculi dorsalis
musculi hypaxialis lihat: musculi ventralis
musculi ventralis kumpulan otot-otot yang terletak di sebelah ventralseptum horizontale
musculus lateralis jaringan otot berwarna merah dan banyaksuperficialis mengandung lemak yang terdapat pada daerah
septum horizontale
myocommata s elaput pembungkus otot yang memisahkan antarasatu myomer dan myomer lainnya
myomer satu bongkahan otot ikan
myoseptum lihat: myocommata
myotome lihat: myomer
neuron sel saraf, unit terkecil dari sistem saraf
n.gen. singkatan dari new genus, menunjukkan bahwaikan tersebut termasuk genus yang baru
n.sp. singkatan dari new species, menunjukkan bahwaikan tersebut termasuk jenis yang baru
orbita rongga mata ikan
osifikasi proses pembentukan tulang dari tulang rawanmenjadi tulang sejati
osteum tulang-tulang yang terdapat pada ikan golonganOsteichthyes
ostraciform bentuk tubuh ikan yang menyerupai kotak (bentukkotak)
167
ostracitoxin substansi racun yang berasal dari kulit ikanOstracion lentiginosus (ikan buntal) untukmembunuh ikan atau hewan laut lainnya
pahutoxin lihat: ostracitoxin
panjang baku lihat: standard length
panjang cagak lihat: fork length
panjang total lihat: total length
pembuluh balik lihat: vena
pembuluh nadi lihat: arteri
phanerotoxic Ikan-ikan yang secara nyata mempunyai organberbisa (venom apparatus)
piscine tipe otot yang ditemukan pada Chondrichthyes danOsteichthyes
pneumatocyst lihat: vesica natatoria
pointed bentuk ekor ikan yang meruncing
poisonous fishes ikan-ikan yang jaringannya, baik sebagian maupunsecara keseluruhan, bersifat toksik (beracun) atauikan-ikan yang menyebabkan berbagai gangguansaluran pencernaan dan syaraf bila daging atauanggota tubuh ikan itu dimakan oleh manusia
posterior ke arah belakang
prosencephalon otak bagian depan, disusun oleh diencephalonbersama-sama dengan telencephalon
proximal lebih mendekati ke arah batang tubuh
puffer poison lihat: tetrodotoxin
radialia jari-jari sirip yang tersusun atas jaringan tulang atautulang rawan
radii branchiostega tulang-tulang kecil pada selaput keping tutup insang
red muscle lihat: musculus lateralis superficialis
rhombexcephalon otak belakang, disusun oleh cerebellum danmedulla oblongata
168
rounded bentuk ekor ikan yang membundar
sagittiform bentuk tubuh yang menyerupai anak panah (bentukpanah)
saraf cerebrospinalis saraf yang merangsang otot bergaris (striatedmuscle)
saraf motoris saraf yang meneruskan rangsang dari pusat keperifer.
saraf otonom saraf yang merangsang jantung (cardiac muscle),urat daging licin (smooth muscle), dan kelenjarkelenjar
saraf penghubung saraf yang menghubungkan antara jenis saraf yangsatu dengan yang lainnya
saraf sensibel saraf yang meneruskan rangsang dari perifer(sistem saraf tepi) ke pusat (sistem saraf pusat)
scientific name lihat: valid scientific name
scombroid poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikantongkol dan cakalang
scute kelopak tebal yang mengeras dan tersusun sepertigenting,. ditemukan pada daerah perut (abdominalscute) dan pada daerah pangkal ekor (caudalscute) (skut, sisik duri)
sectio membuka dinding badan untuk mengamati bagiandalam tubuh ikan.
septum horizontale lihat: horizontale skeletogenous septum
septum verticale sekat yang memisahkan kelompok otot-otot padatubuh ikan atas dua daerah, yaitu kelompok ototsebelah kanan dan kelompok otot sebelah kiri
serambi lihat: atrium
sinister sebelah kiri
sinus venosus bagian jantung yang berdinding tipis dan berwarnamerah coklat, terdapat pada bagian caudo-dorsaldari bagian jantung yang lain, menerima darah darivena hepatica dan ductus Cuvier.
169
sirip anggota gerak pada ikan untuk mengaturkeseimbangan tubuh
sistematika ilmu yang digunakan untuk mengklasifikasikan biotaberdasarkan persamaan dan perbedaan strukturdan fungsi bagian-bagian tubuh
sistem binomial sistim nama dengan memakai dua kata, katapertama ditujukan untuk nama genus yangmaksudnya untuk menunjukkan sifat umum dariikan tersebut dan kata kedua ditujukan untuk namaspesies yang menunjukkan sifat khusus dari ikantersebut
sistem integumen lihat: systema integumentum
sistem saraf pusat lihat: systema nervorum central
sistem saraf tepi lihat: systema nervorum periphericum
sisik lihat: squama
spesies kategori berperingkat dalam klasifikasi ikan,merupakan satuan dasar dalam sistematika biologi,terdiri atas kelompok-kelompok populasi yang dapatsaling kawin-mengawini secara bebas untukmenghasilkan keturunan yang sama dengantetuanya, serta dapat dikenal secara morfologi, danterisolasi secara reproduksi dari kerabat dekatnyasquama rangka dermal yang berhubungan dengan rangkaluar
standard common name nama umum yang lazim digunakan untuk namasesuatu binatang atau ikan
standard length jarak garis lurus antara ujung bagian kepala yangpaling depan (biasanya ujung salah satu darirahang yang terdepan) sampai ke pelipatan pangkalsirip ekor
subabdominal posisi sirip perut ikan yang agak dekat dengan siripdada
subspesies populasi biotipe yang mempunyai kawasan daerahpersebaran yang jelas berbeda dengan daerahpersebaran jenisnya, dengan sifat morfologi yangberbeda pula.
170
subterminal posisi mulut ikan yang terletak dekat ujung hidungagak ke bawah
superior posisi mulut ikan yang terletak di atas hidungke arah atas (atas)
synapse pertemuan antara axon dan dendrite dari sel saraflainnya
synonym nama ilmiah untuk suatu jenis ikan yang tidak sahatau tidak diakui dan disebut nama persamaan
systema integumentum sistem pelapis tubuh ikan yang terdiri dari kulit danderivat-derivatnya
systema nervorum sistem saraf yang disusun oleh otak (encephalon)centrale dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
systema nervorum sistem saraf yang disusun oleh saraf otak (nerviperiphericum cerebralis) dan saraf spinal (nervi spinalis)
taeniform bentuk tubuh yang memanjang dan tipismenyerupai pita (bentuk pita)
taksonomi lihat: sistematika
tapis insang lihat: gill rakers
telencephalon bagian otak yang paling depan
tetraodon poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikanbuntal (viscera, khususnya ovari dan liver) dankerabatnya
tetrodotoxin racun yang terdapat di viscera ikan buntal dankerabatnya
terminal posisi mulut ikan yang terletak di ujung hidung
thoracal ke arah dada
thoracic posisi sirip perut ikan yang tepat di bawah siripdada
total length jarak garis lurus antara ujung kepala yang terdepandengan ujung sirip ekor yang paling belakang
truncate bentuk ekor ikan yang berpinggiran tegak
171
truncus bagian tubuh ikan mulai dari ujung tutup insangbagian belakang sampai dengan permulaan siripdubur.
tulang lengkung insang lihat: arcus branchialis
tulang rawan lihat: cartilage
tulang sejati lihat: osteum
valid scientific name nama ilmiah dari suatu binatang dan nama ilmiah inimerupakan nama yang sah atau diakui.
varietas tingkatan takson di bawah subspesies, merupakanpopulasi beberapa biotipe dengan ciri-ciri morfologiyang jelas serta mempunyai daerah persebaransecara lokal yang tegas dalam daerah persebaranpopulasi jenisnya
vena pembuluh darah yang berdinding tipis danmempunyai klep-klep pada setiap jarak tertentu,berfungsi untuk membawa darah kembali kejantung
venomous fishes ikan-ikan yang mampu menghasilkan racun danmenyebarkan racun tersebut pada saat menggigitatau menusuk korbannya
ventral ke arah perut
ventrikel bagian jantung yang berwarna merah muda karenadindingnya tebal, bersifat tunggal, menerima darahdari atrium
vernacular name nama daerah atau nama lokal untuk sesuatu ikan.Biasanya nama lokal suatu jenis ikan di dalamsuatu negara sangat bervariasi tergantung kepadabanyak tidaknya variasi bahasa daerah yangterdapat di dalam negara tersebut
vesica natatoria berfungsi sebagai alat hidrostatik pada ikan untukmenentukan tekanan air sehubungan dengankedalaman perairan
voluntary muscle otot yang bekerja karena dipengaruhi olehrangsang, misalnya otot bergaris melintang atauotot rangka
wedge shape bentuk ekor ikan seperti baji
172