siklus keuangan dalam era aliran modal … analisis full sampel (1984 s.d 2013) menunjukkan bahwa...
TRANSCRIPT
SIKLUS KEUANGAN DALAM ERA ALIRAN MODAL
BEBAS (FREE CAPITAL FLOW)
WORKING PAPER
G.A Diah Utari
Trinil Arimurti
Juli, 2014
WP/ 16 /2014
The conclusions, opinions and views of the authors in this paper are those of the
authors alone and do not constitute the official conclusions, opinions, and views
of Bank Indonesia.
.
Siklus Keuangan dalam Era Aliran Modal Bebas (Free Capital Flow)
G.A Diah Utari, Trinil Arimurti1
Abstrak
small open economy
1970, Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat pasca krisis global, yaitu aliran modal
dalam bentuk investasi portofolio yang bersifat volatile. Tingginya arus modal yang masuk
cenderung untuk berinteraksi dengan dan memperbesar siklus keuangan serta siklus
perekonomian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (i) karakteristik jangka pendek siklus
keuangan (indeks harga saham riil dan pertumbuhan kredit riil), (ii) keterkaitan antar siklus
keuangan baik domestik maupun global dan keterkaitan dengan siklus pertumbuhan ekonomi
serta (iii) perubahan karakteristik siklus keuangan yang dikaitkan dengan periodisasi aliran arus
modal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode bry boschan dari NBER untuk
menghitung turning point dalam analisis karakteristik siklus serta markov switching auto
regressive (MS-AR) untuk membedakan periodisasi aliran portfolio. Cakupan data meliputi
periode 1984 s.d 2013. Hasil analisis full sampel (1984 s.d 2013) menunjukkan bahwa kedua
siklus keuangan memiliki durasi dan amplitude periode ekspansi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan periode kontraksi. Gambaran tersebut menunjukkan sifat prosiklikal yang
cenderung lebih kuat pada periode ekspansi jika dibandingkan dengan periode kontraksi. Siklus
IHSG riil memiliki sinkronisasi yang kuat dan signifikan dengan Dow Jones US, STI- Singapore dan
Hang Seng-Hongkong. Siklus IHSG riil dan siklus pertumbuhan kredit riil memiliki sinkronisasi
yang cukup kuat dan signifikan dengan siklus pertumbuhan PDB riil. Namun, sinkronisasi antara
pertumbuhan PDB riil dan IHSG riil cenderung mengalami penurunan, sedangkan sinkronisasi
antara pertumbuhan PDB riildan pertumbuhan kredit riil mengalami peningkatan.
Panjang siklus dan amplitudo fase ekspansi IHSG riil meningkat pada saat aliran portfolio
tinggi jika dibandingkan dengan periode normal. Namun kondisi itu tidak terbukti pada siklus
kredit.Intervensi kebijakan BI seperti kebijakan GWM dan rasio LTV diperkirakan berhasil
mengendalikan perilaku prosiklikal perbankan pada era aliran modal tinggi. Semakin besarnya
pengaruh eksternal terhadap pergerakan harga saham domestik perlu diperhatikan dengan
seksama.Terkait dengan fungsi dan tugas bank sentral untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,
peran bank sentral untuk stabilitasi harga aset termasuk harga saham menjadi satu pemikiran
yang dapat dipertimbangkan.
Kata Kunci : total factor productivity, panel data
Klasifikasi JEL : D24,C23
1Peneliti Ekonomi di Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral.Tulisan dalam paper ini merupakan pandangan
penulis dan tidak mencerminkan pendapat Bank Indonesia. Ucapan terimakasih ditujukan kepada
pimpinan PRES Bpk. Iskandar Simorangkir, Bpk. Noer Azam, Ibu Siti Siti Astiyah dan rekan peneliti PRES
serta Departemen terkait atas masukan yang konstruktif. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Bella Herwanda atas bantuan pengolahan data. Peneliti dapat dihubungi di [email protected], dan trinil
@bi.go.id
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kondisi perekonomian secara alamiah mengalami suatu siklus yang terdiri atas periode
ekspansi, yang kemudian diikuti oleh periode resesi atau kontraksi dan periode kebangkitan
kembali. Pengalaman historis menunjukkan bahwa pergerakan siklus perekonomian memiliki
hubungan dengan pergerakan indikator di sektor keuangan,walaupun secara teoritis literatur
yang ada masih terbatas untuk menerangkan hubungan fundamental antara kedua sektor
tersebut (Claessens, et al, 2014). Salah satu peristiwa yang menjadi rujukan adalah The Great
Depression. Krisis ini dimulai pada Agustus 1929 ketika terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi
US. Efek krisis baru dirasakan secara meluas setelah terjadinya Wall Street Crash pada Oktober
1929, yaitu harga saham terjun bebas. Kondisi itu membuat pertumbuhan ekonomi US dan dunia
mengalami kontraksi signifikan yang ditandai dengan dekade tingginya pengangguran,
peningkatan kemiskinan serta deflasi. Walaupun penyebabnya masih diperdebatkan, penjelasan
umum menyatakan bahwa tingginya kredit konsumsi, lemahnya governance serta kurangnya
prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit oleh bank dan investor berkontribusi terhadap
spiral penurunan ekonomi dan berkurangnya kepercayaan terhadap prospek perekonomian ke
depan. Menurut Bernanke, peran faktor-faktor keuangan sangat dominan pada masa krisis
tersebut.
Demikian pula halnya dengan krisis keuangan Asia 1997/1998 dan krisis keuangan global
2008, pengabaian prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan sektor keuangan berdampak serius
pada sektor riil dan makro secara keseluruhan. Claessens (2011) juga menemukan bahwa
interaksi antara siklus perekonomian dan siklus keuangan berperan penting dalam menentukan
periode resesi dan recovery, terutama resesi yang berhubungan dengan gangguan di sektor
keuangan. Oleh karena itu, dengan semakin berkembangnya sektor keuangan beserta instrumen
yang digunakan, perumusan kebijakan bank sentral mustahil jika tidak mempertimbangkan
sektor keuangan. Sebagaimana dikemukakan dalam paper Borio (2012), ia mengatakan bahwa,
dalam dekade modern pemahaman terhadap fluktuasi siklus bisnis serta tantangan kebijakan ulit
dilakukan jika financial cycle tidak dipahami.
Tidak hanya kaitan antara siklus keuangan dan siklus perekonomian secara domestik yang
menjadi perhatian, melainkan kaitan antara siklus keuangan global dan domestik juga penting.
Liberalisasi sektor keuangan dan evolusi produk keuangan dalam perekonomian dunia dewasa
ini mengakibatkan integrasi sektor keuangan secara global menjadi tidak terelakkan. Kondisi itu
mendorong arus modal mengalir bebas antar negara dalam bentuk investasi di corporate dan
government bond sertaekuiti (saham), sejalan dengan perkembangan interest rate differential,
risiko investasi dan faktor lainnya.Rey (2013) mengemukakan bahwa faktor global merupakan
determinan utama dari pergerakan capital flow internasional.
Sebagai small open economy2capital account nya sejak tahun
1970, Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat pasca krisis global, yaitu aliran modal
dalam bentuk investasi portfolio yang bersifat volatile.Sebagaimana terlihat pada Grafik 1. net
jual beli saham oleh asing mengalami volatility yang cenderung lebih tinggi pada periode setelah
krisis global. Tingginya arus modal yang masuk (yang hampir sebagian besar ditransmisikan
melalui sistem perbankan) cenderung untuk berinteraksi dan memperbesar siklus keuangan serta
siklus perekonomian. Sebagai akibatnya kondisi pasar keuangan di negara dengan inflow capital
yang besar cenderung sensitif terhadap siklus keuangan global (Rey, 2013).
Grafik1. Net Jual Beli Saham Oleh Asing
Grafik 1. Indeks Harga Saham
Rey (2013) menyatakan bahwa eksistensi siklus keuangan global (global financial cycle)
yang kuat ditunjukkan dari adanya pergerakan yang sejalan (common movement) antara harga
aset, gross capital flow dan leverage secara global. Grafik 1. menunjukkan pergerakan harga
saham Indonesia yang berjalan beriringan dengan pergerakan harga saham di pasar keuangan
dunia (STI-Singapore dan Dow Jones Index). Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa
pergerakan sektor keuangan dan arus modal di Indonesia terkait dengan sektor keuangan global.
Dampak yang ditimbulkan oleh siklus keuangan global seperti terjadinya
penggelembungan harga aset serta penyaluran kredit yang berlebihan di perekonomian
domestik merupakan faktor-faktor penanda ketidakstabilan di pasar keuangan. Oleh karena itu
beberapa ekonom diantaranya Krugman (2000) dan Stiglitz(2002) menyatakan bahwa negara-
negara yang pasar keuangannya belum berkembang seyogyanya tidak meliberalisasi secara
penuh pasar keuangannya tetapi menerapkan beberapa kontrol untuk meregulasi pergerakan
arus modal global.
2Liberasilisasi capital accout merupakan proses relaksasi ketentuan atau peraturan yang bersifat
menghambat aliran modal lintas batas negara dalam berbagai bentuk (Prassad, et all, 2003).
Dengan melihat sektor keuangan Indonesia yang relatif lebih terbuka jika dibandingkan
dengan negara lain di kawasan dan semakin berkembangnya peran sektor keuangan dalam
perekonomian, pemahaman mengenai financial cyle perlu mendapat perhatian khusus.
Sebagaimana dikemukakan oleh Rey (2013), hal itu mempertimbangkan bahwa monitoring
terhadap siklus keuangan sudah sewajarnya merupakan bagian integral dari kegiatan surveillance
makroekonomi dan perumusan kebijakan.
1.2 Perumusan dan Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan untuk melihat karakteristik jangka pendek siklus keuangan dari
indikator pasar saham (ekuitas) dengan periodisasi aliran arus modal. Karena siklus keuangan
umumnya banyak dikaitkan dengan pergerakan kredit perbankan, dalam penelitan ini akan
dilihat juga siklus kredit perbankan.Dengan latar belakang dan batasan penelitian tersebut,
pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1) Bagaimana karakteristik siklus keuangan yang terdiri dari atas indeks harga saham dan kredit
kepada sektor swasta?
(2) Bagaimana keterkaitan antarsiklus finansial, antara siklus finansial domestik dan global, serta
antara siklus finansial dan siklus bisnis. Keterkaitan antara siklus finansial domestik dan global
akan difokuskan pada siklus indeks harga saham.
(3) Bagaimana periode capital flow tinggi mempengaruhi karakteristik siklus finansial.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1) menganalisis karakteristik siklus keuangan di Indonesia khususnya pergerakan indeks harga
saham dan dikaitkan dengan pergerakan siklus kredit;
2) menganalisis keterkaitan antar siklus keuangan domestik, antara siklus keuangan domestik
dan siklus keuangan global, serta antara siklus keuangan dan siklus perekonomian; dan
3) menganalisis karakteristik siklus keuangan pada era masif capital flow
II. TINJAUAN LITERATUR
2.1 Siklus Keuangan (Financial Cycle)
Tidak ada konsensus khusus mengenai definisi dari financial cycle, tetapi jika dianalogkan
dengan definisi busines cycle secara umum financial cycle dapat dijelaskan sebagai pergerakan
up and down dari indikator finansial yang periodik dan tidak reguler. Waktu terjadinya bersifat
random dan secara umum sulit untuk diprediksi. Borio (2012) menyatakan bahwa financial cycle
menunjukkan adanya interaksi yang saling menguatkan (self-reinforcing) antara persepsi
terhadap nilai dan risiko dari suatu pembiayaan yang kemudian diterjemahkan dalam kondisi
boom dan bust. Istilah financial cycle berkaitan erat dengan konsep prosiklikalitas sistem
keuangan. Prosiklikal didefinisikan sebagai interaksi antara sistem keuangan dan ekonomi riil
yang saling menguatkan. Interaksi tersebut cenderung memperkuat amplitudo dari
siklusperekonomian;mendorong perekonomian tumbuh lebih cepat ketika ekspansi dan semakin
memperlemah perekonomian ketika siklus kontraksi.
Jika dibandingkan dengan siklus bisnis, studi empiris terkait siklus keuangan masih
terbatas. Pentingnya pemahaman financial cycle secara komprehensif oleh para ekonom dan
pemangku kebijakan menguat setelah terjadinya krisis keuangan global. Sebagaimana
dikemukakan oleh Borio (2012), riset-riset yang ada umumnya melihat siklus keuangan dari
sebagian aspek saja tanpa melihat keseluruhan siklus. Sebagai contoh, aspek yang banyak diulas
adalah implikasi boom pada harga aset dan kredit. Di sisi lain, pembahasan difokuskan pada
sistem keuangan dalam periode terpuruk. Untuk memperoleh gambaran financial cycle yang
tepat, variabel pasar keuangan yang umumnya diteliti adalah pertumbuhan kredit pada sektor
private non keuangan, rasio kredit terhadap GDP, harga saham, harga aset properti residensial
serta indeks harga aset secara agregat yang merupakan komposit dari harga properti residensial,
properti komersial dan harga ekuiti (Claessens, 2012)
Drehman et al (2012) dan Borio (2012) menyampaikan beberapa karakteristik terkait
dengan financial cycle. Pertama, gambaran yang tepat mengenai Financial cycle menurut
Drehman et al (2012) ditunjukkan oleh pergerakan yang selaras (co-movement) dari siklus kredit
dan harga properti dalam jangka menengah. Harga ekuitas dan agregat harga aset kurang tepat
memberikan gambaran financial cycle karena volatilitasnya yang cukup tinggi dalam jangka
pendek dan pergerakannya yang terkadang kurang selaras dengan dua indikator yang disebut
diatas. Oleh karena itu komponen variabel yang bersifat jangka menengah lebih utama dalam
menjelaskan pergerakan siklus keuangan. Kedua, financial cycle memiliki frekuensi yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan siklus perekonomian. Frekuensi siklus perekonomian bervariasi
antara 1 s.d 8 tahun, sedangkan rata-rata panjang satu siklus dari financial cycle berdasarkan
sampel di tujuh negara industri maju adalah sekitar 16 tahun. Selain itu, dikatakan bahwa terjadi
peningkatan durasi dan amplitudo financial cycle sejak pertengahan tahun 1980-an. Siklus
keuangan yang lebih panjang daripada siklus perekonomian juga ditemukan dalam penelitian
yang dilakukan oleh Claessens et al (2011). Ketiga, periode puncak dalam financial cycle memiliki
kaitan erat dengan krisis perbankan yang bersifat sistemik ( krisis keuangan). Secara lebih spesifik
dapat dikatakan bahwa sebagian besar krisis keuangan yang bersumber dari domestik terjadi
pada periode puncak dari financial cycle. Adanya hubungan yang erat antara financial cycle dan
krisis keuangan menggaris bawahi adanya bukti empiris bahwa dimungkinkan untuk mengetahui
adanya periode pemupukan risiko krisis keuangan dari pergerakan indikator di sektor keuangan
(misalnya. private credit to GDP dan harga aset properti) yang mengalami deviasi dari norma
historisnya. Keempat, adanya hubungan antara business cycle (siklus perekonomian) dan financial
cycle. Periode resesi yang terjadi pada siklus bisnis akan lebih dalam dan panjang jika terjadi
bersamaan dengan periode kontraksi dari financial cycle. Kelima, panjang dan amplitudo financial
cycle tidak konstan tetapi mengalami perubahan bergantung pada policy regime yang
diterapkan. Borio (2012) menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi panjang dan amplitudo
financial cycle, yaitu financial regime, monetary regime dan real economy regime. Liberalisasi
sektor keuangan memperlonggar kendala pendanaan, sehingga berkontribusi terhadap
terjadinya self-reinforcingantara persepsi terhadap nilai dan risiko dari suatu pembiayaan.
Sementara itu rezim kebijakan moneter yang difokuskan pada pengendalian inflasi jangka
pendek, akan mengurangi sensitivitas untuk melakukan kebijakan pengetatan ketika boom di
sektor keuangan masih didukung oleh inflasi yang rendah dan stabil. Disamping itu, adanya
perkembangan positif di sisi supply yang memberikan ekspektasi positif terhadap potential
growth akan mendorong peningkatan kredit dan harga aset. Pada saat bersamaan inflasi juga
menurun sehingga semakin membatasi ruang gerak kebijakan moneter untuk melakukan
pengetatan.
Sementara itu Claessens (2012) menyampaikan beberapa tambahan karakteristik
financial cycle yang diperoleh dari studi terhadap (21) negara maju selama periode 1960 hingga
2007. Financial cycle yang diamati adalah variabel kredit, harga rumah, dan harga saham.
Financial cycle antar negara saling bersinkronisasi khususnya untuk siklus kredit dan harga rumah
dan tingkat sinkronisasi semakin tinggi dari waktu ke waktu. Siklus kredit dan siklus harga saham
cenderung saling mempengaruhi dan memperkuat satu sama lain, khususnya pada periode
kontraksi.Periode kontraksi dari siklus kredit dan harga saham yang tersinkronisasi secara global
cenderung lebih lama dan dalam.
2.2 Siklus Kredit, Siklus Harga Saham, dan Siklus Bisnis
Untuk dapat menjawab keterkaitan antara siklus kredit dan siklus bisnis, perlu diketahui
bagaimana perilaku bank sepanjang business cycle (Niemera & Klein, 2012). Bank dapat
menyalurkan kredit hingga batasan tertentu dari modalnya yang ditentukan baik oleh peraturan
yang berlaku maupun disiplin pasar. Dengan batasan itu, pertumbuhan kredit perbankan
bergantung pada kesediaan perbankan untuk menyalurkan dananya. Perilaku sektor keuangan
khususnya perbankan berdasarkan beberapa studi empiris cenderung sangat prosiklikal dengan
siklus bisnis. Pada fase ekspansi, profit perusahaan, harga aset dan ekspektasi konsumen
meningkat. Ekspansi aggregat demand meningkat signifikan yang juga meningkatkan
pertumbuhan kredit perbankan serta leverage perekonomian. Setelah puncak dari siklus berakhir,
profit perusahaan menurun sehingga kelayakan kredit (creditworthiness) pun menurun dan
berpotensi meningkatkan non performing loans yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan
neraca bank. Kondisi itu terkait dengan jatuhnya harga aset yang kemudian mempengaruhi
financial wealth konsumen dan menekan harga kolateral. Disamping itu kemungkinan
peningkatan pengangguran mengurangi disposable income rumah tangga dan mengurangi
kemampuan untuk membayar utang. Risiko kredit perbankan meningkat sehingga
membutuhkan provisi dan capital yang lebih besar. Fungsi intermediasi akan bereaksi dengan
mengurangi pinjaman.
Kecenderungan bank meng-underestimate risiko ketika perekonomian dalam periode
ekspansi dan overestimate risiko ketika perekonomian terpuruk, sejalan dengan teori behavioral
finance dan bonded rationality (Berger & Udell, 2003). Menurut teori behavioral finance, struktur
informasi dan karakteristik peserta pasar secara sistematis akan mempengaruhi keputusan
investasi tiap-tiap individu beserta hasilnya. Sementara itu bonded rationality menyatakan bahwa
dalam pengambilan keputusan, perilaku rasional tiap-tiap individu dibatasi oleh informasi yang
dimiliki, cara berpikir kognitif serta batasan waktu yang dimiliki untuk mengambil keputusan.
Sumber utama yang memicu perilaku prosiklikal, adalah adanya asimetri informasi antara pemilik
dana (lender) dan penerima dana (borrower). Ukuran risiko dan asumsi yang digunakan sektor
perbankan umumnya berdimensi waktu jangka pendek tanpa memperhatikan siklus bisnis secara
utuh. Tingkat risiko dipersepsikan berubah sejalan dengan kondisi ekonomi sehingga cenderung
sangat prosiklikal(Borio et al 2001). Hal itu juga diperparah oleh perilaku mengikut/meniru
(herding behavior).
Tingginya kompetisi di sektor perbankan ditengarai dengan meningkatnya prosiklikalitas
dan siklus bisnis karena perbankan cenderung lebih berani untuk mengambil risiko. Keeley (1990)
menyatakan bahwa dalam kondisi kompetisi yang tinggi, pengambilan risiko yang berlebihan
cenderung sangat kuat. Seringkali perbankan menjaga market share dengan mengurangi standar
pemberian kredit dan spread suku bunga yang sangat rendah. Biasanya hal itu terjadi karena
kondisi likuiditas perbankan yang sedang berlebih. Selanjutnya Freixas et al (2007) dan Bolt and
Tieman (2004) seperti dikutip oleh Peneta dan Fanini (2009) menemukan bahwa probabilitas
pembiayaan untuk proyek yang berkualitas rendah meningkat sejalan dengan meningkatnya
jumlah bank dan adanya kompetisi dalam pemberian kredit sehingga menghasilkan tingkat
probabilitas default yang lebih besar pula.
Keterkaitan antara siklus harga saham dan siklus bisnis dapat ditemukan dalam beberapa
penelitian. Compton dan Silva (2004) yang menguji hubungan tiga komponen variabel di pasar
keuangan, yaitu debt (utang), uang beredar dan pasar saham dengan siklus bisnis di Amerika
Serikat menemukan bahwa pergerakan pasar saham memberikan dampak terbesar terhadap
siklus bisnis di Amerika Serikat. Dampak lanjutan dari bubble di pasar saham menyebabkan
penurunan kinerja ekonomi Amerika. Hasil itu memperkuat penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Moore (1983) yaitu sepanjang periode pengamatan (1873-1990) hampir dapat
dipastikan bahwa periode resesi/kontraksi perekonomian selalu diikuti penurunan harga saham,
demikian pula pada periode ekspansi selalu diikuti kenaikan harga saham. Umumnya pembalikan
harga saham terjadi mendahului pembalikan aktivitas bisnis. Oleh karenanya dapat dikatakan
leading indicator
bisnis , harga saham biasanya sudah mengalami penurunan beberapa bulan lebih awal dan pada
posisi lembah/bawah, harga saham sudah mulai meningkat lebih awal. Siklus bisnis juga memiliki
dampak yang signifikan terhadap volume penerbitan saham dan bond serta pembayaran dan
pembiayaan kembali bond. Dalam periode business upswing, terdapat kecenderungan peralihan
dari obligasi menjadi saham karena pada saat itu harga saham meningkat, sedangkan harga
obligasi menurun, sehingga mendorong penerbitan saham dan menurunkan pembiayaan
obligasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa stock dan bond financing merupakan
komplemen yang saling melengkapi dalam berbagai fase dalam siklus ekonomi.
Hasil serupa juga ditemukan oleh oleh Covas dan Haan (2006) terkait perilaku siklikal
dari equitydan debt perusahaan-perusahaan di Kanada, yaitu terdapat pergerakan ekuitas yang
mendahului siklus (leading the cycle), sedangkan utang (debt) memiliki karakteristik lagging the
cycle. Penelitian Covas dan Haan (2006) tersebut membuktikan bahwa terdapat perilaku
prosiklikal, baik untuk ekuitas maupun, debt issuance bagi seluruh kategori perusahaan, tetapi
dalam waktu yang berbeda. Setelah peak terjadi pada masa ekspansi, equity issuance mulai
menurun dan pada fase tersebut terdapat prosiklikalitas debt issuance.
Dalam menganalisis hubungan antara pergerakan harga saham dan siklus perekonomian,
Pearce dalam Niemera & Klein (1994) menyatakan bahwa harga saham memiliki beberapa peran,
yaitu : (i) merefleksikan ekspektasi profit perusahaan ke depan, (ii) merupakan reaksi terhadap
perubahan suku bunga dan (iii) sebagai indikator psikologis pasar. Disamping hal di atas, pasar
saham juga memberikan dampak sekunder terhadap perekonomian melalui jalur konsumsi dan
investasi. Walaupun hal itu masih diperdebatkan harga saham mempengaruhi konsumsi melalui
: (a) kekayaan konsumen (consumer wealth) dan (b) kepercayaan konsumen (consumer
confidence). Hubungan antara pasar saham dan aktivitas bisnis terjadi melalui pembiayaan
kapital dan penggantian capital eksisting. Ketika harga saham meningkat, perusahaan cenderung
akan mengeluarkan saham guna
q3 dimana investasi akan terjadi ketika q yang merupakan rasio dari nilai total market debt dan
ekuiti dibagi dengan biaya untuk penggantian kapital eksisting pada harga berlaku lebih dari satu.
Ketika harga saham meningkat sedemikian rupa sehingga mendorong rasio tersebut lebih dari
satu sesuai dengan teori Tobin, net investment akan meningkat.
Pertanyaan yang banyak mengemuka terkait hubungan antara harga saham dan siklus
perekonomian adalah apakah peningkatan harga saham selalu lebih tinggi pada puncak dari
boom dibandingkan penurunan harga saham pada titik terendah dari periode bust ? Jawabannya
adalah hampir sebagian besar namun tidak selalu (Moore, 1983). Kondisi ini menurut Moore
terjadi bukan dikarenakan harga saham tidak mengalami depresi pada perekonomian melemah,
namun harga saham cenderung menurun dan recover mendahului kondisi perekonomian.
Dengan kata lain pergerakan harga saham merupakan leading indikator dari perekonomian.
Pertanyaan selanjutnya sebagaimana dikemukakan oleh Moore (1983) adalah apakah
pergerakan stock market ini memang mampu memprediksi pergerakan siklus perekonomian atau
ia bereaksi terhadap pergerakan indikator lain yang juga menjadi leading. Hasil empiris oleh
Moore menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan bahwa harga saham bergerak mengikuti
pergerakan profit perusahaan. Sementara peningkatan profit memiliki efek positif terhadap
harga saham, peningkatan suku bunga memiliki dampak sebaliknya. Semakin tinggi tingkat suku
bunga maka semakin rendah nilai kapital (capital value) dari ekuiti. Oleh karenanya semakin
tinggi tingkat suku bunga yang juga tercermin dari semakin tingginya yieldbond, maka semakin
tinggi pula minat untuk berinvestasi di bond dibandingkan dengan saham. Penjelasan lainnya
adalah semakin tinggi tingkat suku bunga akan mengurangi ketersediaan kredit sehingga
mengurangi minat investor untuk membeli saham. Tingginya suku bunga juga meningkatkan
biaya untuk melakukan usaha (cost of doing business) khususnya biaya penyimpanan inventori
serta biaya untuk melakukan aktivitas bisnis semakin tinggi (cost of fund). Sebagai akibatnya
profit margin berkurang dan harga saham akan terkoreksi ke bawah. Oleh karenanya kenaikan
suku bunga akan menekan harga saham.
3Tobin’s q=
(𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒+𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒)
(𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑏𝑜𝑜𝑘 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒+𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑏𝑜𝑜𝑘 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒)
Tingkat keterbukaan sektor keuangan (financial openness) memiliki peran signifikan
dalam meningkatkan sinkronisasi antar siklus keuangan (Bekaert and Harvey,2003). Financial
openness mendorong peningkatan capital flow internasional tetapi di sisi lain juga meningkatkan
potensi untuk terjadinya pembalikan arus modal (capital flow revearsal) secara besaran-besaran.
Kerugian yang terjadi di suatu pasar keuangan akan mendorong investor untuk melakukan
rebalance dari portfolio nya dengan melakukan aksi jual dan beli. Sebagai akibatnya terjadi
herding effect atas tindakan yang dilakukan oleh nvestor di satu tempat.
2.3 Fitur Utama Siklus Finansial
Karakteristik siklus finansial pada dasarnya mengadopsi pendekatan yang digunakan
untuk melihat karakteristik dari siklus bisnis. Penelitian terkini mengenai siklus binis umumnya
memfokuskan pada penyesuaian jangka panjang dari suatuvariabel yang akan diuji dengan
mengunakan berbagai teknik de-trending (HP filter, Band Pass filter dsb). Namun, studi pertama
yang dilakukan oleh Burns dan Mitchell (1946) mendefinisikan siklus bisnis sebagai rangkaian
kejadian ekspansi dan kontraksi dari variabel total output tanpa adanya proses de-trending. Studi
siklus bisnis ini disebut dengan pendekatan klasik.
Pendekatan klasik ini meliputi penentuan turning points untuk menemukan titik balik dan
titik puncak dari variabel yang diuji. Harding dan Pagan (2002)4 menyatakan bahwa kelebihan
dari pendekatan klasik ini adalah hasil yang diperoleh terlepas dari pengaruh pemilihan proses
de-trending yang dilakukan oleh peneliti. Untuk pendekatan klasik itu metodologi yang umum
digunakan adalah algoritma Bry dan Boschan (1971) dalam menentukan turning points.
Algoritma Bry Boschan itu memenuhi dua kondisi, yaitu: (i) titik puncak dan titik balik harus terjadi
secara bergantian dan suatu siklus yang sempurna (complete cyle) berlangsung sekurang-
kurangnya lima kuartal atau sekitar lima belas bulan. Dari penentuan turning points itu kemudian
dapat dianalisis karakteristik utama dari suatu siklus bisnis atau siklus finansial.
Dalam sisklus bisnis dikenal istilah periode ekspansi dan kontraksi, sedangkan dalam siklus
finansial dikenal istilah periode upturn dan downturn. Namun dalam penelitian ini digunakan
istilah yang sama yaitu kontraksi untuk downturn dan ekspansi untuk upturn. Karakteristik utama
yang dianalisis dari suatu siklus finansial atau siklus bisnis meliputi frekuensi, durasi, amplitudo
dan slope (kemiringan). Jika diasumsikan bahwa nilai dari suatu variabel keuangan atau ekonomi
dinyatakan dengan (y), penjelasan dari ketiga istilah tersebut adalah sebagai berikut:
i) Frekuensi adalah banyaknya siklus keuangan yang terjadi dalam suatu periode tertentu.
4Harding, D., Pagan, A., 2002 Dissecting the cycle: a methodological investigation . Journal of Monetary
Economics, 29:365-381
ii) Durasi kontraksi (𝐷𝑘 ) adalah jumlah jangka waktu antara titik puncak dan titik lembah
berikutnya, sedangkan Durasi ekspansi (𝐷𝑒 ) adalah jumlah jangka waktu antara titik lembah
dan titik puncaksebelum periode kontraksi.
iii) Amplitudo kontraksi (𝐴𝑘 ) mengukur nilai maksimum perubahan variabel keuangan (𝑦𝑡) dari
posisi titik puncak (𝑦𝑒) terhadap titik lembah (𝑦𝑘) . Sementara Amplitudo ekspansi ( 𝐴𝑒 )
mengukur besar maksimum perubahan variabel keuangan (𝑦𝑡) dari posisi titik lembah
(𝑦𝑘terhadap titik puncak (𝑦𝑒). Amplitudo dapat menggambarkan tingkat kedalaman suatu
periode kontraksi dan ekspansi.
iv) Slope dari periode ekspansi adalah rasio dari amplitudo pada saat ekspansidibagi dengan
durasi periode ekspansi. Sementara itu slope dari periode kontraksi adalah rasio amplitudo
periode kontraksi dengan durasi kontraksi. Slope ini mengukur tingkat kecepatan
perubahanperiode kontraksi dan ekspansi.
Karakteristik lainnya terkait siklus finansial dan siklus bisnis yang banyak diamati adalah
tingkat sinkronisasi antarsiklus keuangan di dalam negeri atau dengan siklus keuangan global.
Tingkat sinkronisasi antar siklus keuangan itu diukur dengan tingkat concordance index yang
menguantifikasi tingkat overlap antar siklus. Claessens et al (2011) menyatakan bahwa besar
kecilnya sinkronisasi antara siklus keuangan domestik dan siklus keuangan global dipengaruhi
oleh tingkat integrasi sektor keuangan domestik dengan global. Beberapa studi empiris
membuktikan bahwa harga aset memiliki korelasi yang semakin kuat dari waktu ke waktu
dengan semakin kuatnya pengaruh global seperti tingkat suku bunga dunia, siklus bisnis AS dan
harga komoditas global dalam perekonomian domestik. Selain itu sinkronisasi harga ekuitas
domestik dengan global juga semakin meningkat setelah periode liberalisasi capital account5
2.4 Aliran Modal Dan Siklus Keuangan
Siklus keuangan seperti kredit dan harga saham berdasarkan penelitian empiris mengikuti
faktor global (Rey, 2013), demikian juga halnya dengan pergerakan arus modal. Sebagaimana
ditemukan oleh Calvo et al (1996), faktor global yang mempengaruhi perilaku investasi memiliki
komponen siklus yang secara signifikan mendorong terjadinya boom dan bust yang berulang
pada aliran modal ke suatu negara.
Aliran modal ke negara-negara emerging memiliki keterkaitan yang erat dengan siklus
keuangan domestik dan krisis keuangan. Aliran masuk dan keluar modal ke dan dari negara
emerging market lebih berfluktuasi dan banyak dipengaruhi oleh faktor keuangan global seperti
kondisi likuiditas global dan ketidakpastian global daripada dengan perkembangan domestik.
5Studi empiris dilakukan oleh Ehrmann, Gratscher dan Rigobon (2005) serta oleh Bekaert dan Harvey
(2000),sebagaimana yang tercantum dalam Edwards et all (2003)
Selain itu aliran modal berinteraksi secara intens dengan sistem keuangan domestik dan sektor
riil di perekonomian negara emerging.
Menurut Claesens & Gosh (2010), mekanisme yang mendasari interaksi antara aliran
modal, siklus keuangan domestik, dan siklus bisnis dijelaskan oleh karakteristik financial friction
yang bersifat prosiklikal dan cenderung memperbesar siklus bisnis. Perilaku prosiklikal itu dapat
berasal dari perilaku institusi keuangan (supply side) atau akibat perubahan balance sheet debitur
(demand side). Adanya faktor spill over dan faktor lainnya akan memperbesar perilaku prosiklikal
yang kemudian berdampak ke seluruh sektor. Hal itu diperkuat dengan perilaku mengikut
(herding behavior) sektor keuangan.
Prosiklikalitas kredit perbankan dapat berinteraksi dengan aliran modal. Ketika terjadi
ekspansi kredit yang tinggi melebihi ketersediaan dana lokal, bank akan mencari sumber dana
eksternal. Kemampuan bank untuk mendapatkan dana internasional pun berfluktuasi
bergantung pada kondisi pasar kredit global. Kehadiran perbankan asing dapat memperbesar
siklus kredit yang didukung adanya akses ke pasar internasional. Likuiditas global yang berlimpah
yang dibarengi dengan prospek perekonomian yang baik mendorong arus modal yang deras
pada perekonomian domestik. Arus modal yang tinggi akan semakin mendorong peningkatan
pertumbuhan kredit.
Interaksi antara sektor keuangan dan sektor riil di negara-negara emerging lebih banyak
dipengaruhi oleh aliran modal daripada dipengaruhi oleh negara maju. Hal itu disebabkan negera
emerging menerima aliran modal yang lebih tinggi dan sebagian besar diintermediasikan melalui
sistem keuangan. Oleh karena itu faktor intermediasi membuat aliran modal cenderung
meningkatkan interaksi dan memperkuat siklus keuangan dan siklus bisnis di negara emerging.
Studi empiris yang dilakukan oleh Calvo (1996) di negara-negara Asia dan Amerika Latin
membuktikan bahwa aliran modal masuk meningkatkan indeks harga saham, harga properti,
serta pertumbuhan money supply secara signifikan.
III. METODOLOGI DAN DATA
3.1 METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menjawab tujuan penelitian
sebagaimana telah disebutkan diatas.
1. Analisis karakteristik siklus keuangan
Menurut Harding dan Pagan (2005), siklus dapat diukur dengan tiga cara bergantung pada
ketersediaan frekuensi data. Ketiga cara untuk mengukur siklus keuangan tersebut adalah :
(i) classical (business) cycle yang mengukur fluktuasi variabel ekonomi dengan menggunakan
data level, (ii) deviation cycles yang mengukur perbedaan antara komponen permanen dan
level dari suatu variabel, dan (iii) growth cycles yang mengukur fluktuasi tingkat
pertumbuhan suatu variabel. Untuk mengukur deviation cycles perlu dilakukan teknik
filtering untuk mengidentifikasi komponen permanen dan selanjutnya melihat deviasi dari
level terhadap komponen permanen. Dalam penelitian ini kami menggunakan growth cycle
untuk kredit riil dan PDB riil dan classical cycle untuk indeks harga saham riil. Kami
melakukan proses de-trending data yang digunakan untuk memisahkan antara siklus dengan
trend menggunakan metode band pass filter fixed length symetric (Christiano Fitzgerald)
dengan lag 4 di e-iews.
a. Penentuan turning point
Untuk mengetahui karakteristik siklus keuangan, langkah pertama yang perlu dilakukan
adalah penentuan turning point. Standar definisi mengenai turning point yang
mengambil dasar prosedur NBER dan digunakan dalam program Bry dan Boschan (1971)
adalah sebagai berikut:
Jika diasumsikan nilai suatu variabel keuangan atau perekonomian dengan y (t)
i) Untuk dapat memenuhi kriteria sebagai titik balik dan titik puncak , suatu titik yang
terpilih harus memenuhi kondisi sebagai berikut jika menggunakan data kuartalan :
𝑝𝑒𝑎𝑘 𝑎𝑡 𝑡 = {𝑦𝑡−2 < 𝑦𝑡 , 𝑦𝑡−1 < 𝑦𝑡; 𝑦𝑡 > 𝑦𝑡+1, 𝑦𝑡 > 𝑦𝑡+2} (3.1)
𝑡𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ 𝑎𝑡 𝑡 = {𝑦𝑡−2 > 𝑦𝑡 , 𝑦𝑡−1 > 𝑦𝑡; 𝑦𝑡 < 𝑦𝑡+1, 𝑦𝑡 < 𝑦𝑡+2} (3.2)
Untuk data bulanan 𝑦𝑡 harus melampaui 𝑦𝑡 ± 5 agar dapat dikategorikan sebagai titik
puncak dan kurang dari 𝑦𝑡 ± 5 dikategorikan sebagai titik balik .
ii) Dalam satu kurun waktu tidak dimungkinkan terjadinya titik puncak atau titik balik
secara berurutan. Jika terdapat beberapa titik puncak, akan dipilih salah satu
sedangkan yang lain akan dieliminasi.
iii) Panjang minimum untuk 1 fase ( titik puncak ke titik balik dan sebaliknya) sekurang-
kurangnya adalah 5 (2) bulan (kuartal) dan untuk 1 siklus ( titik puncak ke titik puncak
dan titik balik ke titik balik) sekurang-kurangnya adalah 15 (5) bulan (kuartal)
Penentuan turning point dilakukan sesuai dengan prosedur Bry Boschan selengkapnya
dapat dibaca pada Lampiran No.1
b. Penghitungan frekuensi, durasi, amplitude, dan slope
Untuk mengetahui secara spesifik karakteristik siklus keuangan, perlu didefinisikan
terlebih dahulu variabel dummy𝑆𝑡 yaitu 𝑆𝑡 = 1, jika dalam periode t, variabel keuangan
atau perekonomian (𝑦𝑡) berada dalam periodeekspansi. Nilai 𝑆𝑡=0 jika (𝑦𝑡) berada dalam
periode kontraksi. Selanjutnya dapat dibuat pula variabel dummy 𝐵𝑡 yaitu 𝐵𝑡 = 1 jika
dalam periode t, (𝑦𝑡) mengalami kontraksi.
Penghitungan karakteristik siklus keuangan dalam penelitian ini mengacu pada Edwards,
Biscarri & Gracia (2003).
Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah satu siklus sempurna yang terjadi dalam satu periode waktu. Satu
siklus adalah pergerakan dari peak, trough dan kembali ke peak(PTP) atau dari trough,
peak dan kembali ke trough (TPT)
Durasi
Durasi adalah jangka waktu terjadinya periode kontraksi dan ekspansi yang masing-
masing dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝐷𝑒 = ∑ 𝑆𝑡𝑇𝑡=1 dan (3.3)
𝐷𝑘 = ∑ 𝐵𝑡𝑇𝑡=1 dimana𝐵𝑡 = 1 − 𝑆𝑡 (3.4)
Jumlah FaseKontraksi dan Ekpansi
Jumlah faseekspansi (NTP= number from through to peak) dan jumlah periode kontraksi
(NPT = number from peak to through) dinyatakan sebagai berikut:
𝑁𝑇𝑃 = ∑ 𝑆𝑡(1 − 𝑆𝑡+1)𝑇𝑡=1 (3.5)
𝑁𝑃𝑇 = ∑ 𝐵𝑡(1 − 𝐵𝑡+1)𝑇𝑡=1 (3.6)
Sementara untuk jumlah fase kontraksi dan ekspansi yang sempurna dapat dinyatakan
sebagai
𝑁𝑇𝑃𝑐 = ∑ 𝑆𝑡(1 − 𝑆𝑡+1) − 1𝑇𝑡=1 (3.7)
𝑁𝑃𝑇𝑐 = ∑ 𝐵𝑡(1 − 𝐵𝑡+1) − 1𝑇𝑡=1 (3.8)
Untuk suatu siklus yang sempurna, fase awal dan fase akhir tidak dihitung. Hal itu yang
menjadi alasan bahwa persamaan pada (3.7) dan (3.8) dikurangi dengan 1. Namun, jika
fase awal dan akhir sama, penyesuaian tersebut menjadi tidak berlaku untuk salah satu
fase. Sebagai contoh jika fase awal dan akhir adalah kontraksi jumlah fase ekspansi akan
menjadi 𝑁𝑇𝑃 = ∑ 𝑆𝑡(1 − 𝑆𝑡+1)𝑇𝑡=1 , dan jumlah periode kontraksi menjadi 𝑁𝑃𝑇 =
∑ 𝐵𝑡(1 − 𝐵𝑡+1)𝑇𝑡=1 − 1.
Rata-Rata Durasi (Average Duration)
Rata-data durasi untuk periode ekspansi (𝐴𝐷𝑒) dan periode kontraksi (𝐴𝐷𝑘) dapat
dinyatakan sebagai berikut :
𝐴𝐷𝑒 = 1
𝑁𝑇𝑃∑ 𝑆𝑡
𝑇𝑡=1 (3.7)
𝐴𝐷𝑘 = 1
𝑁𝑇𝑃∑ 𝐵𝑡
𝑇𝑡=1 (3.8)
Amplitudo
Amplitudo merupakan nilai maksimum perubahan variabel keuangan (𝑦𝑡) dari posisi titik
peak(𝑦𝑒) terhadap titik trough(𝑦𝑘) . Sementara itu amplitudo ekspansi ( 𝐴𝑒 ) mengukur
besar maksimum perubahan variabel keuangan (𝑦𝑡) dari posisi titik trough(𝑦𝑘) terhadap
titik peak(𝑦𝑒)
𝐴𝑒 = 𝑦𝑒 − 𝑦𝑘 (3.9)
𝐴𝑘 = 𝑦𝑘 − 𝑦𝑒 (3.10)
Rata Rata Amplitudo
Rata-rata amplitudo untuk periode ekspansi (𝐴𝑣𝑔𝐴𝑒) dan periode kontraksi (𝐴𝑣𝑔𝐴𝑘)
dapat dinyatakan dengan persamaan berikut ini :
𝐴𝑣𝑔𝐴𝑒 = 1
𝑁𝑇𝑃∑ 𝐴𝑒
𝑇𝑡=1 (3.11)
𝐴𝑣𝑔𝐴𝑘 = 1
𝑁𝑃𝑇∑ 𝐴𝑘
𝑇𝑡=1 (3.12)
Slope / Gradien
Slope mengukur kecepatan perubahan periode ekspansi dan periode kontraksi. Slope dari
periode ekspansi adalah rasio amplitudo periode ekspansi dengan durasi ekspansi.
Sementara itu slope periode kontraksi adalah rasio dari amplitudo pada saat kontraksi
dibagi dengan durasi periode kontraksi. Slope dari periode ekspansi dan kontraksi dapat
dinyatakan sebagai berikut :
𝐺𝑒 =𝐴𝑣𝑔 𝐴𝑒
𝐷𝑒⁄ (3.13)
𝐺𝑘 =𝐴𝑣𝑔 𝐴𝑘
𝐷𝑘⁄ (3.14)
2. Analisis Sinkronisasi Antar siklus
Untuk menguji sinkronisasi antar siklus keuangan domestik, antara siklus keuangan domestik
dan global serta antara siklus keuangan dan siklus perekonomian digunakan Concordance
Index yang dibangun oleh Harding dan Pagan (2002b). Concordance index dapat dihitung
setelah penentuan turning points. Concordance Index (CI) antara dua variabel 𝑥 dan 𝑦
selama periode t= 1,....,T didefinisikan sebagai berikut :
𝐶𝐼𝑥𝑦 =1
𝑇∑ [𝑆𝑥𝑡𝑆𝑦𝑡 + (1 − 𝑆𝑥𝑡)(1 − 𝑆𝑦𝑡)]𝑇
𝑡=1 6 (3.15)
Dimana :
𝑆𝑥,𝑡 = {0, jika x berada dalam fase kontraksi pada waktu t; 1, jika x dalam fase ekspansi pada
waktu t}
𝑆𝑦,𝑡 = {0, jika y berada dalam fase kontraksi pada waktu t; 1, jika y dalam fase ekspansi pada
waktu t}
Concordance index mengukur proporsi waktu kedua variabel yang diuji berada dalam fase
yang sama dalam suatu siklus. Kedua variabel dikatakan perfectly procyclical (countercyclical)
jika indeksnya sama dengan 1(satu) atau 0 (nol). Sementara itu nilai sebesar 0,5
menandakan kurangnya hubungan sistematis antar dua variabel.
Secara umum distribusi dari variabel 𝐶𝐼𝑥𝑦 tidak diketahui. Untuk menghitung tingkat
sigfnifikansi dari indeks tersebut, kami menggunakan metode yang diperkenalkan oleh
Harding dan Pagan (2002b) sebagaimana tercantum pada persamaan (3.17).
Jika diasumsikan 𝜇𝑆𝑖, dan 𝜎𝑆𝑖, i = x,y menyatakan rata-rata empiris, rata-rata standar deviasi
dari 𝑆𝑖,𝑡. Jika 𝜌𝑠 menunjukkan korelasi empiris antara 𝑆𝑥,𝑡 dan 𝑆𝑦,𝑡 , maka concordance index
akan memenuhi persamaan :
𝐶𝑥,𝑦 = 1 + 2𝜌𝑆𝜎𝑆𝑥𝜎𝑆𝑦 + 2𝜇𝑆𝑥𝜇𝑆𝑦 − 𝜇𝑆𝑥 − 𝜇𝑆𝑦 (3.16)
Sesuai dengan persamaan (3.16) , 𝐶𝑥,𝑦 dan 𝜌𝑆 berhubungan sedemikian rupa sehingga salah
satu diantara keduanya dapat dipelajari respondnya terhadap efek yang sama. Untuk
menghitung nilai 𝜌𝑆, Harding dan Pagan melakukan estimasi persamaan linier berikut :
𝑆𝑦,𝑡
𝜎𝑆𝑦= 𝛼 + 𝜌𝑠
𝑆𝑥,𝑡
𝜎𝑆𝑥+ 𝜀𝑡 (3.17)
6 Penurunan rumus dari persamaan ini terdapat pada Lampiran no. 3
𝛼 adalah konstanta, 𝜌𝑠 adalah korelasi antara 𝑆𝑥 dan 𝑆𝑦, 𝜎𝑆 adalah standar deviasi dari S
dan 𝜀𝑡 adalah error term.
Selanjutnya Harding dan Pagan (2006) menyatakan bahwa persamaan (3.17) harus robust
terhadap masalah residual serial correlation karena 𝜀𝑡 secara natural memiliki properti serial
correlation ketika 𝜌𝑠 = 0. Oleh karena itu persamaan tersebut perlu diestimasi menggunakan
pendekatan heteroscedasticity and autocorrelation consistent (HAC).
Kami juga melakukan analisis apakah tingkat sinkronisasi antara siklus keuangan domestik
dan siklus keuangan global cenderung mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Secara
spesifik kami ingin melihat apakah terdapat tendensi terjadinya peningkatan
sinkronisasi.Untuk itu kami melakukan perhitungan rolling concordance index (RCI) dengan
menggunakan window selama 10 tahun (40 kuartal). Adapun formula yang digunakan
adalah sebagai berikut:
𝑅𝐶𝐼𝑖𝑗𝜏 =
1
40∑ [𝑆𝑥,𝑡. 𝑆𝑦,𝑡 + (1 − 𝑆𝑥𝑡)(1 − 𝑆𝑦𝑡)]𝜏
𝑡=𝜏−39 (3.18)
3. Analisis Karakteristik Siklus Keuangan pada Periode Aliran Modal Tinggi
Untuk mengetahui karakteristik siklus keuangan dikaitkan dengan aliran modal
masuk, kami melakukan pendekatan regime switching terhadap variabel aliran modal.Dari
hasil regime switching ini dapat diketahui periodisasi aliran modal pada beberapa rezim yang
selanjutnya dapat digunakan untuk mengalisis karakteristik siklus keuangan pada tiap-tiap
rezim tersebut.
Karakteristik siklus keuangan juga dilihat dengan menggunakan pendekatan regime
switching. Model Markov switching (MS) dari Hamilton (1989) yang juga dikenal dengan
model regime switching merupakan salah satu model time series non linier yang populer.
Model itu mengandung beberapa struktur (persamaan) yang dapat menggambarkan
karakteristik data time series pada rezim yang berbeda. Dengan melakukan switching antar
struktur, model ini diharapkan dapat menangkap dinamika yang lebih kompleks. Fitur utama
dari MS adalah mekanisme switching yang dikendalikan oleh unobservable state variable
yang mengikuti rantai markov orde 1. Secara umum sifat umum dari markov adalah
mengatur bahwa nilai sekarang terpengaruh oleh nilai masa lalu. MS dapat menjelaskan data
yang terkorelasi yang menunjukkan pola dinamis pada beberapa periode waktu. Model MS
telah banyak diaplikasikan untuk menganalisis data time series ekonomi dan keuangan.
Sebagaimana ditulis kembali oleh Yammoharmadi et al (2012), model Markov
Switching Autoregressive dengan 2 rezim dapat dituliskan sebagai berikut :
tptstptstt yyy ,1,0 ... ..............................................................(3.19)
),0( 2
stt NID
piss titisti ,....,1),)1( 21,
ttst ss 2
2
2
1
2 )1(
1,0ts (Regime 0,1)
t=1,......T.
Dalam model ini, parameter tergantung pada rezim pada waktu t, diindekskan
dengan st, yang rezimnya merupakan discrete unobservable variable. Transisi antar rezim
ditentukan dengan proses Markov first order sebagai berikut:
)Pr( 1 isjsp ttij
1
0
, 11,0j
ijji P
Ringkasan probabilitas transisi P dapat ditulis sebagai berikut:
1101
1000
pp
ppP dimana 1,1 11100100 pppp
.....................................(3.20)
Untuk mengestimasi parameter model MS-AR dengan MLE, densitas ty dengan informasi
masa lalu 1t adalah sebagai berikut:
2
2
,1,1,0
2,1
2
)....(exp
2
1)(
st
ptstptststt
s
stt
yyyyf
t
t
Nilai ts unobservable, oleh karena itu:
1
0
11 ),()(st
ttttt syfyf
11),( ttttt sPsyf
Selanjutnya fungsi log likelihood-nya adalah sebagai berikut :
1
1
1
1
0
1),(lnlnt
tt
st
ttt sPsyfL
........................................................(3.21)
Pada persamaan 3, 1ttsP adalah filtered probabilities, yang probabilitas nya
dihitung dengan menggunakan filter yang diperkenalkan oleh Hamilton (1989) untuk t=1,
... T. Filtered probabilities menunjukkan simpulan tentang conditional ts terhadap informasi
sampai dengan t, t . Langkah selanjutnya adalah menghitung smoothed probabilities
TtsP dengan menggunakan seluruh informasi dalam sampel, T untuk t=T-1, T-2, ....,1
dengan TtsP pada iterasi terakhir dari filter.
Pengujian Chow Test
Untuk memudahkan analisis siklus, kami melakukan uji Chow untuk memisahkan periode
aliran portfolio normal dan tinggi.
Dalam suatu persamaan tanpa struktural break dapat diekspresikan sebagai berikut :
𝑦𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1𝑥𝑡 + 𝑢𝑡.............................................................................................(3.22)
Dalam kasus yang di dalamnya terdapat struktural break persamaan diatas dapat dinyatakan
dalam dua persamaan yaitu :
𝑦𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1𝑥𝑡 + 𝑢1𝑡
𝑦𝑡 = 𝛾0 + 𝛾1𝑥𝑡 + 𝑢2𝑡.............................................................................................(3.23)
Model tersebut menyatakan bahwa persamaan 1 berlaku sebelum terjadinya break dan model 2
berlaku setelah terjadinya break. Jika 𝛽0 = 𝛾0 dan 𝛽1 = 𝛾1 persamaan 1 dan persamaan 2 dalam
persamaan (4) dapat dinyatakan dalam 1 persamaan yaitu persamaan 3. Model yang digunakan
untuk mengidentifikasi breakpoint adalah model klasik AR (1) yaitu sebagai berikut :
𝑦𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1𝑦𝑡 + 𝛼2𝐴𝑅(1) + 𝜀𝑡
𝑦𝑡 adalah aliran portofolio net.
3.2 DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini tercantum pada Tabel 1. Untuk memperoleh
data riil, data nominal PDB, IHSG dan portfolio investment dibagi dengan CPI tahun dasar 2002
untuk Indonesia. Sementara itu indeks harga saham US, Singapore dan Hong Kong dibagi dengan
CPI tiap-tiap negara.
Tabel 1. Data Penelitian
No Data Sumber FrekuensiPeriode
observasi
1 Pertumbuhan PDB riil (yoy) BPS/BI Triwulanan 1984 – 2013
2 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) riil Bloomberg Triwulanan 1984 – 2013
4 Pertumbuhan kredit riil (yoy) BI Triwulanan 1984 – 2013
5 Investasi Portfolio riil BI Triwulanan 1992 - 2013
6 Dow Jones Index Riil Bloomberg Triwulanan 1984 - 2013
7 Hang Seng Index Riil Bloomberg Triwulanan 1984 - 2013
8 STI Index Riil Bloomberg Triwulanan 2000-2013
IV. HASIL EMPIRIS
4.1 Karakteristik Siklus Finansial
Sebagaimana telah dikemukankan sebelumnya dalam bagian metodologi, kami
melakukan proses detrending data dengan menggunakan metode Band Pass Filter Fixed Length
Symetric (Christiano Fitzgeral) dengan lag 4 di E-Views. Setelah dilakukan de trend ata dengan
teknik itu data yang menjadi input dalam program Boschan berkurang sebanyak 8 kuartal, tiap-
tiap empat kuartal pada periode awal dan akhir. Oleh karena itu analisis turning point didasarkan
atas data hasil de-trending yaitu dari 1985Q2 2012Q4.
Grafik 3 dan 4 menggambarkan turning point siklus finansial untuk data IHSG riil dan
pertumbuhan kredit riil yang telah dilakukan penghalusan. Pada periode 1988QQ2-1990Q4
siklus IHSG riil memiliki periode ekspansi yang cukup panjang yaitu sekitar 9 kuartal, lebih tinggi
dari rata-rata durasi periode ekspansi yang sebesar 5. Selain itu amplitudo IHSG riil juga tinggi
yaitu sebesar 21 point dibandingkan rata ratanya yang sebesar 6,45 point. Periode ekspansi IHSG
riil ini bertepatan dengan periode ekspansi pertumbuhan kredit (1989Q2-1990Q2) dengan
amplitudo yang tinggi yaitu sebesar 22,5% (diatas average amplitudo ekspansi seluruh periode
yang sebesar 17,6% (lihat Tabel 3)), meskipun periode ekspansi pertumbuhan kredit pada kurun
waktu tersebut sedikit di bawah rata-rata (5%) (Tabel 2). Fase ekspansi kedua siklus finansial
tersebut bertepatan dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan di sektor keuangan oleh
Pemerintah diantaranya Pakdes 1987, Pakdes 1988, dan Pakto 88 yang mampu menciptakan
kondisi yang lebih kondusif bagi pengembangan pasar modal dan penyaluran kredit perbankan
(sebagaimana digambarkan pada Grafik 6. tentang event analysis pertumbuhan kredit riil dan
IHSG riil). Pakto 88 memberikan kelonggaran terhadap pengoperasian bank asing, prosedur
untuk pendirian bank dan persyaratan untuk menjadi bank devisa dipermudah, dan
menghilangkan privilege bank bank BUMN. Selain itu reserve requirement bank juga diturunkan
dari 15% menjadi 2%. Sebagai akibatnya pertumbuhan kredit meningkat cukup tinggi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Dell'Ariccia, et all, (2012), kredit perbankan dapat tumbuh
dengan cepat dipicu oleh beberapa faktor yaitu: (1) bagian dari fase normal suatu siklus bisnis,
(2) adanya liberalisasi di sektor keuangan dan (3) aliran modal masuk yang tinggi. Selain itu
periode diatas juga bertepatan dengan fase ekspansi pertumbuhan ekonomi.Fase ekspansi
pertumbuhan kredit yang panjang dan pertumbuhan kredit yang tinggi tersebut menimbulkan
ekspansi moneter yang besar.BI kemudian melakukan kebijakan uang ketat dengan membatasi
kredit perbankan melalui ketentuan diskonto dan ketentuan LDR.
Grafik 3. IHSG Rill
Grafik 4. Pertumbuhan Kredit Riil
Periode ekspansi yang panjang berikutnya baik untuk IHSG riil (1995Q3-1997Q1=7
kuartal) maupun pertumbuhan kredit riil (1996Q1-1998Q1=9 kuartal, rata-rata durasi ekspansi=5
kuartal) terjadi menjelang krisis keuangan 1998. Periode ekspansi yang cukup panjang dari kedua
siklus keuangan tersebut bertepatan dengan periode net portfolio flow yang positif (Grafik 5).
Aliran modal masuk tersebut meningkatkan penawaran dana oleh perbankan yang pada akhirnya
meningkatkan pertumbuhan kredit dan mendorong berlanjutnya kenaikan indeks harga saham.
Kondisi itu sesuai dengan Dell'Ariccia, et al, (2012), dimana salah satu faktor pemicu tumbuhnya
kredit secara signifikan adalah aliran modal masuk yang tinggi. Pertumbuhan kredit riil pada
pada periode ekspansi ini tercatat sebesar 18,4% jauh diatas rata-rata pertumbuhan PDB riil
sebesar 5,1%. Peningkatan kredit yang jauh lebih pesat daripada pertumbuhan riil ekonomi pada
hakekatnya merupakan indikasi potensi peningkatan NPL yang dapat mengganggu stabilitas
sistem keuangan.Pertumbuhan kredit yang berlebihan berdasarkan beberapa literatur kerap kali
dikaitkan sebagai faktor kunci yang berkontribusi terhadap krisis di sektor keuangan khususnya
di negara emerging. Krisis perbankan besar dalam 30 tahun terakhir yang terjadi di Chili (1982),
Denmark, Finland, Norwegia dan Swedia (1990/1991), Mexico (1994) serta Thailand dan
Indonesia (1997/98) juga didahului oleh periode credit boom (Dell Aricia, et al, 2012).
Hal serupa juga terjadi pada periode 2006Q1-2007Q4 (8 kuartal) dan 2009Q1-2010Q4
(10 kuartal) yaitu ketika periode ekspansi IHSG riil melebihi rata-rata yang sebesar 5 kuartal. Pada
kedua periode tersebut juga tercatat adanya aliran modal masuk portfolio yang cukup besar.
Aliran dana masuk itu mendorong kenaikan lebih lanjut IHSG riil yang membuat periode ekspansi
berlangsung lebih lama. Namun hal itu tidak berlaku untuk siklus kredit yang selama periode
tersebut berada dalam rata-rata.
Periode ekspansi yang panjang dan atau amplitudo ekspansi yang tinggi dari kedua siklus
umumnya diikuti oleh periode kontraksi yang panjang dan atau amplitudo kontraksi yang tinggi
pula. Fase kontraksi IHSG riil pada periode 1988QQ2-1990Q4 tercatat sebesar 6 kuartal, diatas
rata-rata durasi fase kontraksi yang sebesar 4.3 kuartal. Amplitudo kontraksi juga tinggi yaitu
17,3 poin, diatas rata-rata sebesar 5,40 poin. Sementara itu amplitude kontraksi pertumbuhan
kredit pada periode (1989Q2-1990Q2) itu juga berada diatas rata-rata amplitudo kontraksi untuk
seluruh periode.
Grafik 5 Aliran Investasi Portfolio Net (Riil)
Fase kontraksi yang panjang dan amplitude kontraksi yang tinggi berikutnya untuk siklus
IHSG riil dan siklus pertumbuhan kredit riil terjadi pada periode krisis 1998. Periode itu juga
ditandai dengan net aliran portfolio keluar yang besar. Untuk siklus IHSG riil pola tersebut kembali
berulang pada tahun 2007-2009, Namun setelah 2009 fase ekspansi cenderung meningkat terus
sementara fase kontraksinya lebih kecil dan singkat. Secara lebih detail, beberapa peristiwa yang
diindikasikan melatarbelakangi karakteristik siklus keuangan Indonesia, khususnya siklus
pertumbuhan kredit riil dan IHSG riil digambarkan pada Grafik 6.
Grafik 6 Event Analysis Pertumbuhan Kredit Riil dan IHSG Riil
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
Jun
-83
Jan
-84
Au
g-8
4
Ma
r-8
5
Oc
t-8
5
Ma
y-8
6
De
c-8
6
Jul-
87
Fe
b-8
8
Se
p-8
8
Ap
r-8
9
No
v-8
9
Jun
-90
Jan
-91
Au
g-9
1
Ma
r-9
2
Oc
t-9
2
Ma
y-9
3
De
c-9
3
Jul-
94
Fe
b-9
5
Se
p-9
5
Ap
r-9
6
No
v-9
6
Jun
-97
Jan
-98
Au
g-9
8
Ma
r-9
9
Oc
t-9
9
Ma
y-0
0
De
c-0
0
Jul-
01
Fe
b-0
2
Se
p-0
2
Ap
r-0
3
No
v-0
3
Jun
-04
Jan
-05
Au
g-0
5
Ma
r-0
6
Oc
t-0
6
Ma
y-0
7
De
c-0
7
Jul-
08
Fe
b-0
9
Se
p-0
9
Ap
r-1
0
No
v-1
0
Jun
-11
Jan
-12
Au
g-1
2
Ma
r-1
3
Oc
t-1
3
gkredit_rii lihsg_riil
Industri perbankan mengalami kemajuan yang pesat pasca deregulasi perbankan pada 1983 - 1988
mendorong pertumbuhan kredit. kebijakan Pemerintah disektor keuangan tsb juga berdampak
positif thd perkembangan IHSG yang didorong efisiensi
sektor keuangan
Krisis ekonomi Asia menyebabkan perbankan mengalami kesulitan likuiditas yang
mendorong penurunan pretumbuhan kredit cukup tajam pada 98/99
Kebijakan LTV 2012 direspon pada semua segmen KPR yang bergerak melambat sejak peraturan
efektif berlaku pada 15 Juni 2012. perlambatan tsb mrp salah satu faktor yang berkontribusi thd
penurunan pertumbuhan kredit
Kenaikan harga BBM pada Maret dan Okt 2005 diindikasikan
berdampak thd penurunan daya beli masyarakat dan permintaan
kredit
kondisi ekonomi makro mulai stabil dan cenderung membaik sejak 2003,
tercermin dari penguatan nilai tukar Rp, penurunan inflasi dan suku bunga,
peningkatan pertumbuhan ekonomi shg berdampak positif thd
pertumbuhan kredit dan IHSG
Krisis subprime mortgage pada September 2008 memicu sentimen negatif thd IHSG. Adanya
rumor negatif terkait redemption di pasar modal oleh investor asing utk menutupi beban
keuangan di negaranya membuat nilai tukar
rupiah dan IHSG jatuh
Kenaikan harga BBM pd Des 2008 turut menekan pertumbuhan kredit karena
turunnya permintaan kredit
Pada 1992-1993, perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan meningkatnya
kredit macet, menimbulkan kerugian bank dan menyebabkan bank enggan melakukan
ekspansi kredit.BI mengeluarkan Paket Kebijakan
Februari 1991 yang berisi ketentuan
yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya.
BI mengeluarkan Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan
dalam Pakfeb 1991.Kredit perbankan terus meningkat penyalurannya ke berbagai sektor usaha, terutama
properti. Hal tsb berdampak positif thd kinerja ekonomi
Indonesia shg memicu sentimen positif pelaku pasar dan mendorong kenaikan IHSG
Ekspektasi masyarakat thdekonomi Indonesia mulai
membaik seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi
domestik pasca krisis
Sejak 1995 terjadi aliran net portfolio flow yang positif yang berdampakmeningkatkan penawaran dana oleh perbankan yang pada akhirnya
meningkatkan pertumbuhan kredit dan mendorong berlanjutnya kenaikan IHSG.
Terdapat aliran modal masuk portfolio yang cukup besar. Aliran dana masuk ini mendorong kenaikan
lebih lanjut IHSG riil yang membuat periode
ekspansi berlangsung lebih lama
4.1.1 Frekuensi
Penjelasan frekuensi, durasi, amplitudo dan slope mengacu pada Tabel 2. Dari hasil
perhitungan turning pointsepanjang periode 1985Q2 2012Q4 IHSG riil mengalami 11 siklus
lengkap sedangkan pertumbuhan kredit 10 siklus lengkap. Siklus IHSG riil mengalami 12 fase
ekspansi dan konstraksi sementara pertumbuhan kredit mengalami 11 fase ekspansi dan 12 fase
kontraksi. Sesuai dengan karakteristik indeks harga saham yang lebih berfluktuasi jika
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit dapat terlihat bahwa jumlah fase ekspansi lebih
banyak, sedangkan untuk fase kontraksi adalah sama.
Tabel 2. Karakteristik Siklus Keuangan
4.1.2 Durasi, Amplitudo, dan Slope
Panjang satu siklus untuk IHSG riil adalah 9,25 kuartal sedangkan siklus pertumbuhan
kredit riil adalah 9,68 kuartal. Kedua siklus keuangan memiliki periode ekspansi yang lebih
panjang jika dibandingkan dengan periode kontraksi. Rata-rata durasi periode ekspansi untuk
pertumbuhan kredit riil (5,2 kuartal) sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan IHSG (5 kuartal)
riil. Rata-rata durasi periode ekspansi untuk kedua siklus hampir sama yaitu sekitar 5 kuartal,
sedangkan durasi periode kontraksi untuk siklus pertumbuhan kredit lebih tinggi daripada siklus
IHSG riil.
Rata rata amplitudo menunjukkan besarnya rata rata perubahan dari titik puncak ke titik
lembah dan sebaliknya.Rata rata amplitudo juga dapat menggambarkan seberapa besar tingkat
kedalaman periode ekspansi dan kontraksi yang terjadi.Siklus IHSG riil menunjukkan bahwa
tingkat kedalaman periode ekspansi yang cenderung lebih tinggi daripada periode kontraksi,
demikian halnya dengan siklus pertumbuhan kredit.
Untuk mengetahui sejauh mana kecepatan perubahan dari periode kontraksi ke
ekspansidan sebaliknya diukur dengan indikator slope.Penurunan pertumbuhan kredit riil pada
periode kontraksi lebih cepat jika dibandingkan dengan peningkatan pertumbuhan pada periode
ekspansi.Pada periode kontraksi pertumbuhan kredit turun sebesar 3,6% per kuartal, sedangkan
pada periode kontraksi hanya tumbuh sebesar 3,4% per kuartal. Untuk siklus IHSG kecepatan
peningkatan IHSG pada periode ekspansi dan kontraksi relatif sama.
Rata2
panjang 1
siklus
Ekspansi Kontraksi (kuartal) Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi
IHSG_riil 1984Q2:2013Q4 60 51 9.25 12 12 5.00 4.25 6.45 -5.40 1.29 -1.27
Gkredit_riil 1984Q2:2013Q4 57 54 9.68 11 12 5.18 4.50 17.60 -16.05 3.40 -3.57
* untuk pertumbuhan kredit dalam %, untuk IHSG riil dalam poin
Slope / GradienVariabel Periode
Panjang Periode
(kuartal)Jumlah Fase
Average Durasi
( kuartal)Average Amplitudo*
4.2 Karakteristik Siklus Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 7 menunjukkan hasil turning point siklus pertumbuhan PDB. Tidak seperti siklus
keuangan, fase ekspansi yang panjang atau amplitudo ekspansi yang tinggi umumnya diikuti
dengan pola yang sama pada fase kontraksi. Pada siklus pertumbuhan PDB tercatat beberapa
periode yang memiliki periode kontraksi yang cukup panjang (diatas rata-rata seluruh periode,
lihat Tabel 3) tanpa diikuti dengan fase ekspansi yang panjang atau amplitudo kontraksi yang
tinggi. Periode tersebut masing-masing adalah pada 1986Q2-1988Q1, 1990Q2-1993Q2,
2007Q3-2009Q2 dan 2010Q3-2012Q4. Sementara itu amplitude kontraksi dan ekspansi yang
tinggi terjadi pada saat krisis yaitu 1997Q3-199Q3 yaitu masing-masing sekitar 20%.
Grafik 7 Turning Point Siklus PDB
Sejak tahun 1983 perekonomian Indonesia memasuki pasca oil boom.Sepanjang 1983-
1987 terjadi kemerosotan harga minyak di pasar internasional yang menimbulkan masalah serius
pada perekonomian Indonesia karena penerimaan sektor migas yang menurun. Pertumbuhan
ekonomi mengalami kontraksi yang cukup panjang yaitu sekitar 7 kuartal. Untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, Pemerintah melakukan serangkaian kebijakan di sektor riil pada kurun
waku 1986 dalam bentuk tata niaga ekspor dan impor serta memberi kemudahan kepada
perusahaan perusahaan industri strategis7. Memasuki Q2 1988, pertumbuhan ekonomi Indonesia
(yoy) mulai mengalami peningkatan.
Kebijakan pemerintah di sektor riil yang dilakukan pada 1986 serta di sektor keuangan
mulai 1988 berhasil meningkatkan kegiatan ekonomi pada tahun-tahun berikutnya yang
membuat perekonomian cenderung memanas. Pada 1990 1993 perekonomian mengalami
fase kontraksi yang panjang yaitu sekitar 12 kuartal. Pada kurun waktu tersebut, beberapa
kebijakan Bank Indonesia yang terkait dengan pengaturan perbankan diterbitkan. Pengaturan
tersebut diindikasikan berdampak cukup signifikan terhadap perkembangan penyaluran/
7Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi Paket Mei 1986 untuk kemudahan tata niaga ekspor, Paket Oktober 1986
untuk tata niaga impor dan Paket Desember 1986 yang memberikan kemudahan kepada industri strategis tertentu.
pertumbuhan kredit kepada masyarakat. Diantara kebijakan tersebut adalah Paket Kebijakan
Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya.
Namun, pada 1992-1993, perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan meningkatnya
kredit macet, menimbulkan kerugian bank dan menyebabkan bank enggan melakukan ekspansi
kredit. Selanjutnya, pada gilirannya hal itu mempengaruhi penurunan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada periode tersebut. Fase kontraksi pertumbuhan ekonomi yang panjang berikutnya
terjadi pada 2007Q3-2009Q2 serta 2010Q3012Q4.Fase kontraksi pada periode setelah 2007
disebabkan imbas krisis keuangan global yang berdampak pada penurunan aktivitas
perekonomian global yang selanjutnya juga dirasakan perekonomian domestik.
Amplitudo kontraksi dan ekspansi yang besar terjadi pada periode krisis keuangan Asia
1998-1999. Sebagaimana dikemukakan oleh Drehman et all (2012) dan Borio (2012) periode
resesi yang terjadi pada siklus bisnis akan lebih dalam dan panjang jika terjadi bersamaan dengan
periode kontraksi dari financial cycle.Pada periode ini siklus pertumbuhan kredit riil serta siklus
IHSG riil juga mengalami amplitude kontraksi yang tajam.
4.2.1 Frekuensi
Dari hasil perhitungan turning point untuk pertumbuhan PDB riil dapat diidentifikasi 11
siklus sempurna sepanjang periode pengamatan. Jumlah siklus sempurna pertumbuhan PDB riil
sama dengan jumlah siklus IHSG riil, tetapi lebih kecil dari jumlah siklus pertumbuhan kredit riil.
Panjang satu siklus pertumbuhan PDB riil adalah 9,25 kuartal sama dengan panjang satu siklus
IHSG riil, tetapi lebih singkat daripada siklus pertumbuhan kredit riil. Sepanjang periode ini terjadi
12 fase ekspansi dan 12 fase kontraksi.Jumlah fase ekspansi dan kontraksi ini serupa dengan
siklus IHSG riil. Jumlah fase kontraksi pertumbuhan PDB riil lebih tinggi 1 kuartal jika
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit riil tetapi jumlah fase ekspansinya sama.
Tabel 3. Karakteristik Siklus Pertumbuhan Ekonomi
Rata2
panjang 1
siklus
Ekspansi Kontraksi (kuartal) Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi
Gpdb_riil 1984Q2:2013Q4 45 66 9.25 12 12 3.75 5.50 4.16 -3.97 1.11 -0.72
Slope / GradienVariabel Periode
Panjang Periode
(kuartal)Jumlah Fase
Average Durasi
( kuartal)
Average Amplitudo
(%)
4.2.2 Durasi, Amplitudo dan Slope
Siklus pertumbuhan PDB memiliki durasi periode kontraksi yang lebih panjang daripada
periode ekspansi. Tingkat kedalaman periode ekspansi cenderung lebih besar jika dibandingkan
dengan periode kontraksi. Hal itu menunjukkan bahwa pada periode ekspansi tingkat kenaikan
PDB riil cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat penurunan PDB riil pada periode
kontraksi. Peningkatan pertumbuhan PDB riil lebih cepat pada periode ekspansi jika dibandingkan
penurunan pertumbuhan PDB riil pada periode kontraksi. Hal ini tercermin dari slope pada
periode ekspansi yang lebih besar daripada periode kontraksi.
4.3 Sinkronisasi Antar Siklus
Untuk melihat keterkaitan antar siklus (baik antar siklus keuangan domestik , antara siklus
keuangan domestik dan siklus keuangan global, maupun antara siklus keuangan domestik dan
siklus pertumbuhan ekonomi), kami melakukan pengujian sinkronisasi dengan menggunakan
indikator concordance index. Concordance index mengukur proporsi waktu kedua variabel yang
diuji berada dalam fase yang sama dalam suatu siklus. Nilai concordance index terletak antara 0
dan 1. Nilai indeks yang semakin mendekati 1 menunjukkan hubungan prosiklikal yang semakin
kuat, sedangkan nilai indeks yang mendekati nol menunjukkan hubungan countercyclical yang
semakin kuat.
4.3.1 Antar Siklus Finansial Domestik
Keterkaitan antara siklus IHSG riil dan siklus pertumbuhan kredit, dapat dilihat secara
grafis dengan membandingkan pergerakan antara kedua siklus tersebut. Dari Grafik 8, terlihat
bahwa fase ekspansi dan kontraksi IHSG riil cenderung mendahului pergerakan pertumbuhan
kredit riil. Dalam beberapa periode juga ditemukan pergerakan pertumbuhan kredit riil yang
sejalan dengan IHSG riil seperti pada periode 2003 awal s.d -2007 akhir.Hasil pengujian empiris8
umumnya menemukan bahwa indeks harga saham merupakan leading indicator dari siklus
pertumbuhan ekonomi. Sementara itu dalam kasus Indonesia, Nugroho dan Prasmuko (2010)
menemukanindikasi adanya peran pertumbuhan ekonomi yang lebih dominan sebagai lead dari
pertumbuhan kredit jika dibandingkan dengan kondisi sebaliknya. Oleh karena itu kondisi
tersebut dapat menjelaskan adanya kecenderungan siklus IHSG riil yang mendahului siklus
pertumbuhan kredit riil.
8Moore (1983)
Grafik 8. Siklus Pertumbuhan Kredit Riil dan
Siklus IHSG riil
Concordance Index = 0.59
Grafik 9. Rolling Concordance Index Siklus
Pertumbuhan Kredit Riil dan IHSG Riil
Concordance index antara indeks harga saham riil dan pertumbuhan kredit riil tercatat
sebesar 0,59 tetapi tidak signifikan9. Besaran itu menunjukkan bahwa hubungan antara siklus
pertumbuhan kredit riil dan siklus IHSG riil bersifat prosiklikal. Sinkronisasi antara siklus IHSG riil
dengan siklus pertumbuhan kredit riil cenderung mengalami peningkatan pada akhir periode
pengamatan setelah sebelumnya mengalami penurunan yang cukup signifikan (Grafik 9).
Peningkatan sinkronisasi terjadi setelah 2007.
4.3.2 Siklus Finansial Domestik dan Global
a. IHSG dengan Indeks Harga Saham Global
Dalam penelitian ini kami juga melihat tingkat sinkronisasi antara siklus keuangan domestik dan
siklus keuangan global serta perkembangan tingkat sinkronisasi tersebut. Grafik 10 s.d 12
menggambarkan siklus IHSG riil Indonesia dengan indeks harga saham riil beberapa negara yang
menjadi pusat keuangan global dan regional. Pergerakan fase ekspansi dan kontraksi indeks Hang Seng
riil dan indeks STI riil dengan IHSG riil cenderung lebih selaras jika dibandingkan dengan indeks Dow
Jones riil. Sinkronisasi yang paling kuat terjadi antara IHSG riil dan indeks STI riil, kemudian diikuti
dengan indeks Hang Seng riil dan indeks Dow Jones riil. Nilai concordance index yang tinggi dan
signifikan menunjukkan adanya sinkronisasi yang erat antara siklus harga saham domestik dan global
khususnya dengan STI dan Hang Seng. Sinkronisasi yang kuat antar siklus indeks harga saham menurut
Claessents et al (2011) terjadi karena adanya feedback effect antara pasar saham di kedua negara.
9Tidak signifikan bukan berarti bahwa siklus pertumbuhan kredit riil dan siklus IHSG riil tidak berkorelasi,
namun lebih menunjukkan bahwa fase ekspansi dan kontraksi dari kedua siklus tidak terjadi secara benar
benar bersamaan dalam periode pengamatan.Hal ini ditunjukkan oleh kecenderungan siklus IHSG riil yang
cenderung mendahului siklus pertumbuhan kredit riil.
Kuatnya sinkronisasi antara indeks harga saham domestik dan global juga tercermin dari hasil rolling
concordace index yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan sinkronisasi dari waktu ke
waktu. Hal itu menggambarkan adanya integrasi yang semakin kuat antara pasar saham domestik dan
pasar saham global.Tingkat keterbukaan sektor keuangan (financial openness) memiliki peran
signifikan dalam meningkatkan sinkronisasi antar siklus keuangan (Bekaert and Harvey, 2003).
Financial openness mendorong peningkatan capital flow internasional tetapi di sisi lain juga
meningkatkan potensi untuk terjadinya pembalikan arus modal (capital flow revearsal) secara
besaran-besaran. Kerugian yang terjadi di suatu pasar keuangan akan mendorong investor untuk
melakukan rebalance dari portfolio nya dengan melakukan aksi jual dan beli. Sebagai akibatnya
terjadi herding effect atas tindakan yang dilakukan oleh investor di satu tempat.
Grafik 10. IHSG dan Dow Jones Index (riil)
Concordance Index = 0.68***
Grafik 11. IHSG dan Hang Seng (riil)
Condordance Index = 0.73***
Grafik 12. IHSG dan STI (riil)
Concodance Index = 0.78***
*** signifikan pada tingkat kepercayaan 99%
Grafik 13. Rolling Concordance Index Hang
Seng, Dow Jones & STI (Riil) dengan IHSG
(Riil)10
10
Rolling concordance index antara IHSG riil dengan indeks Hang Seng riil dan indeks Dow Jones riil
dilakukan dengan jendela sebesar 40 kuartal (10 tahun) sementara dengan indeks STI hanya 20 kuartal (
5 tahun) karena ketersediaan data yang lebih singkat (sejak 2003).
b. Pertumbuhan Kredit dengan Pertumbuhan Kredit Global
Sinkronisasi pertumbuhan kredit domestik dengan pertumbuhan kredit global dapat
dilihat pada Grafik 14. Pertumbuhan kredit global yang diamati dalam penelitian ini meliputi US,
Hong Kong, dan Singapura. Pergerakan fase ekspansi dan kontraksi pertumbuhan kredit
domestik dengan pertumbuhan kredit Hong Kong cenderung lebih selaras jika dibandingkan
dengan pertumbuhan kredit US dan Singapura. Siklus antara pertumbuhan kredit Indonesia dan
Hong Kong cenderung selaras terutama setelah memasuki tahun 2004. Namun siklus kredit
Indonesia dengan Singapura dan US sejak tahun 2002 cenderung berlawanan arah dan baru
menunjukkan keselarasan setelah memasuki tahun 2007.
Grafik 14. Pertumbuhan Kredit Indonesia, United States, Hong Kong, dan Singapura
Kuat lemahnya sinkronisasi antara pertumbuhan kredit Indonesia dengan pertumbuhan
kredit global dapat terlihat dari nilai concordance index. Tingkat concordance index antara
pertumbuhan kredit Indonesia dan US sebesar 0.43 dan dengan Singapura sebesar 0.45. Nilai
concordance index yang tinggi dan signifikan antara pertumbuhan kredit Indonesia dan Hong
Kong menunjukkan sinkronisasi yang cukup erat diantara kedua variabel tersebut. Tingkat
concordance index sebesar 0.59 menunjukkan bahwa selama rentang waktu penelitian, 59%
pertumbuhan kredit Indonesia dan Hong Kong berada dalam fase yang sama.
Grafik 15. Pertumbuhan Kredit Indonesia dan
Hongkong (riil)
Concordance Index = 0.59**
Grafik 16. Rolling Concordance Index
Pertumbuhan Kredit Indonesia dan Hong
Kong (riil)
*** signifikan pada tingkat kepercayaan 90%
4.3.3 Siklus Finansial dan Siklus Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 20 dan 21 masing-masing menggambarkan siklus pertumbuhan PDB riil dengan siklus
IHSG riil dan siklus pertumbuhan kredit riil.Dari grafik terlihat bahwa siklus pertumbuhan PDB riil dan
siklus IHSG riilcenderung lebih sejalan sedangkan siklus pertumbuhan PDB riil cenderung mendahului
siklus pertumbuhan kredit riil.Sinkronisasi antara siklus pertumbuhan PDB riil dan kedua siklus
financial cukup kuat yang tercermin dari nilai concordance index yang lebih dari 0.5.Kondisi ini
mencerminkan hubungan kedua siklus yang bersifat prosiklikal. Sinkronisasi antara pertumbuhan PDB
riil dan siklus IHSG riil lebih kuat dibandingkan antara pertumbuhan PDB riil dan pertumbuhan kredit
riil. Kondisi ini sejalan dengan penelitian Claessens et al (2011) yang menggunakan sampel 23 negara
emerging. Menurutnya, kondisi ini merefleksikan adanya dampak yang cukup signifikan dari pasar
keuangan eksternal (global) dan capital flow terhadap dinamika harga saham di negara-negara
emerging yang selanjutnya mempengaruhi perekonomian riil. Namun sinkronisasi antara
pertumbuhan PDB riil dan IHSG riil cenderung mengalami penurunan (Grafik 22) sementara itu,
sinkronisasi antara pertumbuhan PDB riil dan pertumbuhan kredit riil mengalami peningkatan (Grafik
23).
Grafik 17. Siklus Pertumbuhan PDB Riil dan
Siklus IHSG Riil
Concordance Index = 0.59*
Grafik 18. Siklus Pertumbuhan PDB Riil dan
Siklus Pertumbuhan Kredit Riil
Concordance Index = 0.56*
Grafik 19. Rolling Concordance Index Siklus
Pertumbuhan PDB Riil & Siklus IHSG Riil
Grafik 20. Rolling Concordance Index Siklus
Pertumbuhan PDB Riil & Siklus Pertumbuhan
Kredit Riil
* Signifikan pada tingkat kepercayaan 90%
4.4 Analisis Siklus Keuangan pada Era Aliran Modal Tinggi
4.4.1 Periodisasi Aliran Modal Portfolio
Untuk mengetahui perilaku siklus keuangan pada era capital flow yang tinggi di
Indonesia, penelitian ini menganalisis perilaku siklus keuangan itu dengan pendekatan investasi
portfolio. Investasi portfolio merupakan jenis aliran modal jangka pendek yang berdampak cukup
besar terhadap pasar uang dan pasar modal. Pada akhir tahun 2013 investasi portfolio mencapai
9,5 juta USD. Investasi jenis itu umumnya dilakukan dalam bentuk surat utang ataupun ekuitas.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa aliran investasi portfolio yang cukup deras masuk ke
Indonesia setelah tahun 2005 mendorong penurunan biaya pinjaman pemerintah yang tercermin
dari menurunnya trend yield obligasi. Di samping itu, investasi portfolio juga mendorong
peningkatan harga ekuitas, yang tercermin dari peningkatan trend Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) pada kurun waktu tersebut
Perkembangan investasi portfolio di Indonesia dilatarbelakangi liberalisasi aliran modal
pada tahun 1990-an. Meskipun pada 1997/1998 saat krisis ekonomi melanda Asia jumlah
investasi portfolio sempat menurun tajam, secara perlahan jumlahnya kembali meningkat dan
mulai tinggi sejak 2005. Sejalan dengan terus meningkatnya aliran modal asing dalam bentuk
investasi portfolio terus berlanjut paska krisis ekonomi global tahun 2008. Kebijakan Quantitative
Easing yang diberlakukan Amerika Serikat mendorong derasnya aliran modal masuk ke negara-
negara emerging market, termasuk Indonesia. Likuiditas tersebut mengalir karena fundamental
perekonomian negara-negara emerging market yang relatif lebih baik pada saat itu, selain
adanya tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Grafik 21. Aliran Modal Indonesia (Miliar USD)
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam penelitian ini penentuan periode aliran modal yang
tinggi dilihat dengan menggunakan metode Markov SwitchingAuto Regresive (MS-AR). Dengan
pendekatan tersebut dapat diketahui periode kapan rezim ekspansi investasi portfolio terjadi.
Selama periode observasi, aliran portfolio riil dapat dimodelkan dengan Markov Switching
Intercept Heteroskedasticity 3 rezim dengan autoregressive lag 1 atau MSIH (3)-AR(0). Grafik 4-
17 menggambarkan kronologis perubahan rezim pada kurun waktu 1992Q1 sampai dengan
2013Q4 yang terbagi dalam 3 rezim. Periode waktu, rata-rata dan durasi tiap-tiap rezim aliran
portfolio dapat dilihat pada Tabel 4.
Grafik 22. Markov Switching Aliran Portfolio
Tabel 0. Periode Rezim Aliran Portfolio, rata-rata
(miliar USD) & Durasi Rezim (kuartal)
Tabel 5. Matriks Probabilitas Transaksi
Rezim 3 merupakan rezim aliran portfolio tinggi dengan rata-rata sebesar165,24
miliar USD. Rezim 2 merupakan rezim sedang dengan rata-rata sebesar 47,8 miliar USD.
Sedangkan rezim 1 merupakan rezim rendah dengan rata-rata sebear -465,9 miliar USD.
Rezim 1 Rezim 2 Rezim 3
1997:4 - 1998:1 1992:1 - 1997:3 1998:2 - 1998:4
1999:1 - 1999:1 1999:2 - 2004:1 2004:2 - 2008:3
2008:4 - 2008:4 2009:1 - 2011:2
2011:3 - 2011:3 2011:4 - 2013:4
Mean Duration
Rezim 1 -465.93 1.29
Rezim 2 47.80 19.46
Rezim 3 165.24 11.79
Rezim 1 Rezim 2 Rezim 3
Rezim 1 0.22 0.24 0.53
Rezim 2 0.03 0.95 0.02
Rezim 3 0.08 0.06 0.92
Rata-rata durasi terpendek terjadi pada rezim aliran portfoliorendah, yaitu 1,3 kuartal,
kemudian diikuti oleh rezim aliran portfolio tinggi 11,8 kuartal, dan rezim aliranportfolio
sedang 19,5 kuartal. Dari Tabel 4 terlihat bahwa periode 2004 s.d 2013 didominasi oleh
aliran portfolio tinggi, sementara aliran yang rendah terjadi dalam periode yang relatif
singkat.
Dari periodisasi rezim aliran portfolio diatas terdapat beberapa periode rezim yang
kurang dari syarat 1 fase sebesar 2 kuartal dan sebagian besar berada di rezim
rendah.Oleh karenanya pengamatan difokuskan pada rezim normal (sedang) dan rezim
tinggi.Selanjutnya untuk memudahkan analisis siklus, kami melakukan uji Chow untuk
memisahkan periode aliran portfolio normal dan tinggi.Dengan menggunakan uji Chow,
periode kenaikan investasi portfolio yang signifikan terjadi pada 2005Q4. Oleh karena
itu, selanjutnya penelitian ini menggunakan periode tersebut untuk mengetahui
karakteristik siklusl keuangan pada saat aliran portfolio tinggi.
4.4.2 Karakteristik Siklus Keuangan Periode Sebelum dan pada Masa Aliran Modal
Tinggi
Tabel 5 menunjukkan karakteristik siklus keuangan pada periode aliran portfolio normal
dan tinggi.Panjang satu siklus IHSG riil pada saat aliran portfolio tinggi lebih panjang yaitu sebesar
9,7 kuartal, lebih tinggi daripada pada masa normal sebesar 9,1 kuartal. Peningkatan panjang
siklus ini utamanya berasal dari peningkatan durasi periode ekspansi yang cukup signifikan yaitu
menjadi 7 kuartal dibandingkan 4.3 kuartal pada periode normal. Amplitudo periode ekspansi
juga meningkat signifikan jika dibandingkan dengan periode normal, tetapi amplitudo periode
kontraksi sedikit lebih rendah dari periode normal.Aliran modal masuk portfolio yang tinggi
mendorong kenaikan lebih lanjut IHSG riil yang membuat periode ekspansi berlangsung lebih
lama dan amplitudo ekspansi juga lebih tinggi. Walaupun rata-rata amplitudo periode ekspansi
pada periode rezim portfolio lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode normal, tetapi dengan
periode ekspansi yang meningkat signifikan maka kecepatan peningkatan IHSG riil (slope) masih
relatif sama dengan periode normal. Sebaliknya peningkatan penurunan IHSG riil lebih rendah
pada periode aliran potfolio tinggi karena durasi periode kontraksi yang menurun signifikan,
sedangkan rata-rata amplitudo tidak berbeda jauh. Kondisi itu sejalan dengan penelitian
Claessens dan Ghosh (2010) yang menyatakan bahwa aliran modal masuk di negara-negara
emerging cenderung untuk meningkatkan amplitudo dan memperpanjang siklus keuangan
perekonomian domestik. Taguchi (2011) menyatakan bahwa adanya respon positif dari kenaikan
harga saham terhadap aliran portfolio masuk mengimplikasikan adanya transmisi langsung dari
aliran modal masuk kepada pasar saham yang selanjutnya meningkatkan harga saham. Transmisi
tidak langsung dimana aliran modal masuk meningkatkan harga saham melalui peningkatan
money supply domestik menurutnya hanya bekerja pada perekonomian yang memberlakukan
rezim nilai tukar terkendali dan tidak berlaku pada negara yang menerapkan sistem nilai tukar
mengambang termasuk yang masih memberlakukan intervensi di pasar valuta asing seperti
Indonesia.
Tabel 5. Karakteristik Siklus Keuangan dan Rezim Aliran Portfolio
Berbeda dengan siklus IHSG riil, siklus pertumbuhan kredit riil terdeteksi lebih singkat
yaitu menjadi 8,3 kuartal dibandingkan 10,3 kuartal di periode normal. Rata-rata durasi serta
amplitude periode ekspansi dan kontraksi juga lebih singkat jika dibandingkan dengan periode
normal. Kami menduga kondisi itu terjadi karena adanya beberapa kebijakan BI sepanjang
periode 2005-2011 yang ditujukan kepada perbankan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan
domestik dan makro keseluruhan. Sebagaimana dikemukakan oleh Claessens dan Ghosh (2010),
dalam kondisi krisis, suatu negara akan melakukan upaya untuk meningkatkan ketahanan sistem
keuangannya terhadap shock baik internal maupun eksternal dan mengurangi kecenderungan
natural sistem keuangan untuk berperilaku prosiklikal.
Sebagaimana terlihat pada Grafik 5, aliran portfolio terus membanjiri perekonomian
Indonesia sejak 2005.Aliran modal itu beberapa kali mengalami penarikan kembali akibat
perkembangan perekonomian global yang membuat rupiah berfluktuasi signifikan. Dalam
kondisi aliran modal yang sangat berfluktuasi tersebut maka kebijakan moneter harus diarahkan
untuk memitigasi dampak perekonomian global terhadap perekonomian Indonesia (nilai tukar,
inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta sistem keuangan).Selama kurun waktu 2005-2013, Bank
Indonesia melakukan kebijakan suku bunga yang disertai kebijakan makroprudensial untuk
mengelola aliran modal dan likuiditas domestik.
Kebijakan BI yang diimplementasikan kepada perbankan diantaranya adalah perubahan
ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) yang berlaku baik untuk bank konvensional maupun
Periode Aliran Portfolio Normal
Rata2
panjang 1
siklus
Ekspansi Kontraksi (kuartal) Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi
Gkredit_riil 1985Q2:2005Q3 45 37 10.3 8 8 5.6 4.6 20.4 -19.6 3.6 -4.2
IHSG_riil 1984Q2:2005Q3 39 43 9.1 9 9 4.3 4.8 5.8 -5.3 1.3 -1.1
Periode Aliran Portfolio Tinggi
Rata2
panjang 1
siklus
Ekspansi Kontraksi (kuartal) Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi Ekspansi Kontraksi
Gkredit_riil 2005Q4:2012Q4 12 17 8.3 3 4 4.0 4.3 10.1 -9.0 2.5 -2.1
IHSG_riil 2005Q4:2012Q4 21 8 9.7 3 3 7.0 2.7 8.3 -5.6 1.2 -2.1
* untuk pertumbuhan kredit dalam %, untuk IHSG riil dalam poin
Slope / Gradien
Variabel Periode
Panjang Periode
(kuartal)Jumlah Fase
Average Durasi
( kuartal)Average Amplitudo * Slope / Gradien
Variabel Periode
Panjang Periode
(kuartal)Jumlah Fase
Average Durasi
( kuartal)Average Amplitudo *
bank yang berprinsip syariah. Dalam periode 2003011 BI beberapa kali melakukan perubahan
GWM perbankan sebagai respons terhadap perkembangan kondisi global yang mempengaruhi
perekonomian domestik khususnya sistem keuangan.Sejak 2004, BI telah menetapkan kebijakan
Giro Wajib Minimum (GWM) yang dikaitkan secara proporsional terhadap DPK. GWM rupiah
bank umum ditetapkan sebesar 5%-8% secara proporsional terhadap jumlah dana pihak ketiga
(DPK) yang dimiliki oleh tiap-tiap bank. Bank wajib memelihara GWM dalam rupiah, dan untuk
bank devisa selain wajib memelihara GWM dalam rupiah wajib memelihara GWM dalam valuta
asing. Ketentuan GW
yang cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2005, BI kembali mengubah
ketentuan GWM dengan mengaitkannya dengan posisi LDR bank-bank.
Menguatnya tekanan global pada paruh kedua 2008 akibat krisis keuangan yang
merebak di negara maju berdampak pula pada keketatan likuiditas di perbankan baik dalam
rupiah maupun valas. Untuk mengatasi dampak tersebut dan untuk meminimalkan risiko yang
dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan, Bank Indonesia memandang perlu untuk
memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas. Dalam kaitan itu, Bank Indonesia merespons
dengan menurunkan kewajibanGiro Wajib Minimum (GWM) bank umum
Pemulihan krisis global yang mulai berlangsung pada tahun 2010 memberikan iklim yang
cukup kondusif dengan derasnya aliran masuk modal asing. Derasnya capital inflow semakin
memperbesar ekses likuiditas di perbankan yang selama ini sudah tergolong persisten. Untuk
mengelola ekses likuiditas tersebut, BI kembali memperbaharui ketentuan GWM pada tahun
2010. Penyesuaian GWM kembali dilakukan pada tahun 2011 akibat tingginya aliran modal
asing.
Disamping perubahan ketentuan GWM, BI juga mengeluarkan aturan yang membatasi
sifat spekulasi bank melalui ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN), pembatasan transaksi rupiah
serta pembatasan pemberian kredit valuta asing oleh bank. Selanjutnya untuk mengurangi
pertumbuhan kredit pada beberapa sektor yang terlalu tinggi, BI menerapkan kebijakan Loan To
Value (LTV) pada kredit otomotif dan properti serta memperketat standar pemberian kartu kredit.
Berbagai kebijakan tersebut tampaknya berhasil untuk mengendalikan perilaku prosiklikal
perbankan khususnya pada era aliran modal tinggi.Tidak demikian halnya dengan siklus IHSG riil
yang tidak ada intervensi kebijakan didalamnya.Aliran portofolio masuk yang tinggi terbukti
meningkatkan durasi serta memperbesar amplitudo periode ekspansi.Pendekatan ekonometrik
untuk melakukan pengujian mengenai dampak kebijakan terhadap panjang siklus keuangan
serta terhadap amplitudo fase ekspansi dan kontraksi tidak dapat dilakukan mengingat
keterbatasan data yang tersedia.Sepanjang periode pengamatan, untuk IHSG riil dan
pertumbuhan kredit riil masing-masing hanya terjadi 11 dan 10 siklus lengkap.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 KESIMPULAN
1. Hasil analisis full sampel (1984 s.d 2013) menunjukkan bahwa panjang siklus IHSG riil
lebih rendah daripada petumbuhan kredit riil. Kondisi itu sesuai dengan karakteristik
pergerakan IHSG riil yang cenderung lebih fluktuatif jika dibandingkan dengan
pertumbuhan kredit riil. Kedua siklus keuangan memiliki periode ekspansi yang lebih
panjang jika dibandingkan dengan periode kontraksi. Rata-rata amplitudo siklus IHSG
riil menunjukkan bahwa tingkat kedalaman periode ekspansi yang cenderung lebih
tinggi daripada periode kontraksi, demikian halnya dengan siklus pertumbuhan
kredit. Penurunan pertumbuhan kredit riil pada periode kontraksi (gradient periode
kontraksi) lebih cepat jika dibandingkan dengan peningkatan pertumbuhan pada
periode ekspansi, sedangkan untuk siklus IHSG kecepatan peningkatan IHSG pada
periode ekspansi dan kontraksi relatif sama. Gambaran tersebut menunjukkan sifat
prosiklikal cenderung lebih kuat pada periode ekspansi daripada periode kontraksi.
2. Pertumbuhan kredit riil memiliki siklus yang lebih panjang jika dibandingkan dengan
pertumbuhan PDB riil dan IHSG riil. Pertumbuhan PDB riil dan IHSG riil memiliki
panjang siklus yang sama.
3. Terkait dengan sinkronisasi antar siklus dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Sinkronisasi antara siklus IHSG riil dan siklus pertumbuhan kredit riil menunjukkan
hubungan yang prosiklikal, tetapi tidak signifikan.
b. Siklus IHSG riil memiliki sinkronisasi yang kuat dengan siklus indeks harga saham
Dow Jones-US, STI-Singapore dan Hang Seng-Hongkong yang tercermin dari nilai
concordance index yang tinggi dan signifikan. Sinkronisasi yang paling kuat terjadi
antara IHSG riil dan indeks STI riil kemudian diikuti indeks Hang Seng riil dan
indeks Dow Jones riil. Hal itu menggambarkan adanya integrasi yang kuat antara
pasar saham domestik dan pasar saham global yang juga tercermin dari rolling
concordance index yang semaking meningkat.
c. Siklus IHSG riil dan siklus pertumbuhan kredit riil memiliki sinkronisasi yang cukup
kuat dan signifikan dengan siklus pertumbuhan PDB riil. Sinkronisasi antara
pertumbuhan PDB riil dan siklus IHSG riil lebih kuat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan PDB riil dan pertumbuhan kredit riil. Namun demikian sinkronisasi
antara pertumbuhan PDB riil dan IHSG riil cenderung mengalami penurunan,
sedangkan sinkronisasi antara pertumbuhan PDB riil dan pertumbuhan kredit riil
mengalami peningkatan.
d. Sinkronisasi siklus yang lebih kuat antara IHSG dan indeks harga saham global jika
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dan penurunan sinkronisasi antara
siklus pertumbuhan PDB riil dan IHSG riil dari waktu ke waktu mengindikasikan
peran faktor eksternal yang lebih dominan dalam pergerakan indeks harga saham
domestik.
4. Selama periode observasi, aliran portfolio riil dapat dimodelkan dengan Markov
Switching Intercept Heteroskedasticity 3 rezim (rezim rendah, normal dan tinggi)
dengan autoregressive lag 1 atau MSIH(3)-AR(0). Rata-rata durasi terpendek terjadi
pada rezim aliran portfolio rendah, yaitu 1,3 kuartal, kemudian diikuti oleh rezim
aliran portfolio tinggi 11,8 kuartal, dan rezim aliran portfolio sedang 19,5 kuartal.
Dengan menggunakan uji Chow, periode kenaikan investasi portfolio yang signifikan
terjadi pada 2005Q4.
5. Panjang siklus IHSG riil pada saat aliran portfolio tinggi lebih panjang jika
dibandingkan dengan periode normal. Amplitudo periode ekspansi meningkat
signifikan jika dibandingkan dengan periode normal. Namun amplitudo periode
kontraksi sedikit lebih rendah dari periode normal. Walaupun rata-rata amplitudo
periode ekspansi pada periode rezim portfolio lebih tinggi jika dibandingkan dengan
periode normal namun dengan periode ekspansi yang meningkat signifikan,
kecepatan peningkatan IHSG riil (slope) masih relatif sama dengan periode normal.
Sebaliknya peningkatan penurunan IHSG riil lebih rendah pada periode aliran potfolio
tinggi karena durasi periode kontraksi yang menurun signifikan, sedangkan rata-rata
amplitudo tidak berbeda jauh. Hasil itu sejalan dengan hipotesis bahwa aliran modal
masuk meningkatkan panjang dan memperbesar amplitudo siklus finansial.
6. Berbeda dengan siklus IHSG riil, siklus pertumbuhan kredit riil terdeteksi lebih singkat
pada periode aliran portfolio tinggi dibandingkan periode normal. Demikian pula
halnya dengan rata-rata durasi serta amplitudo periode ekspansi dan kontraksi yang
lebih singkat dan lebih kecil dibandingkan periode normal. Menurut hemat kami,
kondisi ini terjadi karena adanya intervensi kebijakan BI seperti kebijakan GWM dan
rasio LTV yang berhasil mengendalikan perilaku prosiklikal perbankan khususnya pada
era aliran modal tinggi. Tidak demikian halnya dengan siklus IHSG riil yang tidak ada
intervensi kebijakan di dalamya dimana aliran portofolio masuk yang tinggi terbukti
meningkatkan durasi periode serta memperbesar amplitudo periode ekspansi.
5.2 Rekomendasi
1. Sinkronisasi yang semakin kuat antara siklus IHSG riil dan siklus indeks harga saham
global serta berkurangnya sinkronisasi antara siklus IHSG riil dan siklus pertumbuhan
PDB riil menunjukkan semakin besarnya pengaruh eksternal terhadap pergerakan
harga saham daripada kinerja makro domestik. Kondisi itu memperkuat pendapat
yang selama ini berlaku bahwa herding effect sangat kuat mempengaruhi perilaku
investor dalam pasar keuangan. Terkait dengan fungsi dan tugas BI untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan, peran bank sentral untuk penstabilitasian harga aset
termasuk harga saham menjadi satu pemikiran yang dapat dipertimbangkan.
2. Apabila data yang tersedia memungkinkan, penelitian ini dapat dikembangkan lebih
lanjut untuk melihat dampak kebijakan BI terhadap karakteristik siklus keuangan yaitu
panjang dan amplitude siklus.
DAFTAR PUSTAKA
Bry, G., & Boschan, C. (1971). Cyclical Analysis of Time Series Selected Procedures and Computer
Programs. NBER.
Hypothesis and
System,Finance and Economics Discussion Series : 2003 -02.
and
Borio, Claudio (2012). The Financial Cycle and Macroeconomics: What have we learnt?BIS
Working Papers No 395
Calvo, Guillermo A. Leiderman L. & Reinhart, Carmen M. (1996). Inflow of Capital to Developing
Countries in the 1990s. Journal of Economic Perspectives Vo. 10, No. 2 p 123 139
Claessens,Stijn. Kose, M. Ayhan & Terrones, Marco E.(2011). Financial cycles: What? How?
When?. IMF Working Paper No. WP/11/76.
Compton, R. A., & Silva, J. R. (2004). Finance and the Business Cycle: A Kalman Filter Approach
with Markov Switching.
Covas F., & Haan, W. J. (2007). Cyclical Behavior of Debt and Equity Using a Panel of Canadian
Firms. Working Paper, Bank of Canada.
Claessens,Stijn. Kose, M. Ayhan & Terrones, Marco E. (2011). How do Business and Financial
cycles Interact? IMF Working Paper No. WP/11/88.
Claessens,Stijn. &Ghosh, Swati R. (2010). Capital Flow Volatility and Systemic Risk in Emerging
Markets: The PolicyToolkit.http://www.worldbank.org/content/dam/Worldbank/document/
Poverty%20documents/EMERGING_WB_CH03_91-118.pdf
. Policies for Macrofinancial Stability : How to Deal with Credit
Booms. IMF Staff Discussion Note No. SDN/12/06. Policies
Douvi, Sanvi A. & Matheron, Julien (2003 ), Interactions Between Business Cycles, Financial cycles
and Monetary Policy: Stylised Facts. Financial Stability Review No.3 Banque de France
Drehman, Mathias., Borio, Claudio & Tsatsaronis, Kostas (2012). Characterising The Financial
cycle
Egert, Balazs & Sutherland, Doublas (2012). The Natureof Financial and Real Business cycles.
OECD Economic Department Working Papers No. 938.
Edwards, Sebastian. Biscarri, James G. & Gracia, Fernando P. (2003). Stock Market Cycles,
Financial Liberalization and Volatility. NBER Working Paper No. 9817.
Harding, D. & Pagan, Adrian (2002). Dissecting The Cycle : A Methodological Investigation.
Journal of Monetary Economics, 29:365-381.
Kaminsky, Graciela L. & Schmukler, Sergio L. (2003). Short-Run Pain, Long-Run Gain: The Effects
of Financial Liberalization. IMF Working Paper No. WP/03/34.
Keeley, 1990, Deposit Insurance, Risk and Market Power in Banking, American EconomicReview
vol 80 pp 1183-1200.
Moore, Geoffrey H. (1983). Business Cycles, Inflation, and Forecasting, 2nd
ed.Chapter 9 (p. 139
- 160). UMI.
Niemera, Michael P. & Klein, Philip A. (1994). Forecasting Financial and Economic Cyles. John
Wiley & sons. Inc.
Pagan, Adrian& Harding, Don (1999). Dissecting The Cycle. Melbourne Institute Working Paper
No. 13/99.
Rey, Helene.(2013). Dilemma not Trilemma : The Global Financial Cycle and Monetary Policy
Independence. London Busines School, CEPR and NBER.
Taguchi, Hiroyuki (2011). Capitao Inflows and Aset Prices : The Recent Evidence of Selected East
Asian Economies. Policy Research Institute, Japan Ministry of Finance .
Utari, G. A., Arimurti, T., & Nurmalia, I. (2012). Pertumbuhan Kredit Optimal dan Kebijakan
Makroprudensial untuk Pengendalian Kredit. Working Paper, Bank Indonesia.