simulasi amonia
TRANSCRIPT
DosenDr. Ir. Slamet, M.T.
Disusun Oleh :
Kelompok 6
Aprizul Darul P (0606043023)Muhammad Ghozali (0606043181)Risan Aji Surendro (0606043231)
Muhammad baswan
Program ekstensi teknik kimiaDepartemen teknik kimia
Fakultas teknikUniversitas Indonesia
Depok 2007
Simulasi Sintesis Amonia dengan Program Microsoft Excel
I.Pendahuluan
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus N H 3. Biasanya
senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas
(disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan
penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah
senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi
Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan
batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas
berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum.[5]
Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian.[5]
Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar,
amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan
pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon
(13,248 L) harus disertai surat izin.[6]
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia
anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan
tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia
harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah.
Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat
ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap.
"Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3
dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé.
Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya
memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat
amonia pada 15.5 °C).[7] Amonia yang berada di rumah biasanya
memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat amonia.
Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga
bertindak sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25).
II. Sifat Fisis dan Kimia Amonia
Sifat-sifat fisis dan kimia senyawa amonia adalah sebagai berikut :
• Merupakan gas tidak berwarna
• Berbau menyengat
• Bersifat racun dan eksplosif
• Flammable limit dalam udara berkisar 16-25 % vol
• Temperatur ignition : 650oC
• Korosif
• Solubilitas tinggi di dalam air
• Reaktif dengan banyak senyawa
III. Bahan Baku Sintesis Amonia
Sumber H2 : gas alam, naphta, sumber petroleum lain.
Gas alam berupa metana (CH4) dan naphta diambil dari proses
penambangan yang diikuti dengan proses straight-run petroleum distillation.
Sumber N2 : udara (app 79% vol)
IV. Termodinamika Sintesis Amonia
4.1 Aspek Teoritis
Sintesis amonia dari nitrogen dan hidrogen adalah reaksi yang
bersih dan tidak dirumitkan oleh pembentukan produk samping
seperti hidrazine. Tetapi ketidakidealan beberapa gas dalam kondisi
operasi normal dan kehadiran dari gas inert seperti metana dan
argon mempersulit reaksi campuran. Reaksi sintesisnya
diperlihatkan di reaksi no. 4 bersama dengan nilai
termodinamikanya.
½ N2 + 3/2 H2 NH3 ∆Ho 700K = -52.5 kJ mol-1
∆Go 700K = 27.4 kJ mol-1
∆So 700K = 288 kJ mol-1 K-1
Reaksi ini bersifat eksotermik dan diikuti oleh pengurangan
volume pada tekanan tetap. Nilai konstanta equilibrium (Kp)
meningkat pada saat temperatur diturunkan dan konsentrasi
equilibrium amonia meningkat dengan peningkatan tekanan. Data
termodinamika telah diterbitkan oleh Haber dkk, Larson dan Dodge
mencangkup rentang
tekanan dari kepentingan industri. Data ini kemudian dianalisis oleh
Gillespie dan Beattie yang mengembangkan metode untuk
menentukan komposisi equilibrium dari hidrogen, nitrogen dan
amonia dalam keadaan gas inert dan diperilhatkan oleh gambar 3..
Gambar 3. Efek tekanan, Temperatur dan gas inert dalam
konsentrasi kesetimbangan amonia.
Gambar diatas memperlihatkan hubungan konsentrasi
equilibrium dari amonia diperlihatkan sebagai fungsi temperatur
dan tekanan. Dengan perbandingan campuran gas 3.1 Hidrogen-
Nitrogen untuk dua kondisi, dengan kondisi ada dan tidaknya gas
inert, dan dimana gas sintesis mengandung 10% komponen inert.
4.2 Konsekuensi dari suatu proses
Pembentukan amonia disukai untuk beroperasi pada tekanan
tinggi dan temperatur rendah, selama lebih dari 50 tahun tekanan
optimum untuk operasi ekonomis dengan katalis yang tersedia yaitu
sekitar rentang 150-350 bar. Proses operasional pada tekanan labih
tinggi juga telah digunakan, contohnya pada Ruhrchemic plant di
Oberhauser Jerman yang beroperasi pada 750 bar dengan kapasitas
150 ton/hari. Tetapi keuntungan dari konsentrasi kesetimbangan
amonia lebih tinggi pada tekanan yang sangat tinggi diikuti oleh
peningkatan biaya untuk kompresi gas dan plant tambahan. Pada
plant baru yang mengunakan teknologi terbaru seperti ICI’s AMV,
tekanan optimum dibawah 70 bar.
Proses pengoperasian sintesis ditentukan untuk aktivitas
karakteristik dari katalis. Secara termodinamika temperatur yang
rendah sangat menguntungkan, tetapi untuk alasan kinetik
temperatur yang cukup tinggi harus digunakan. Katalis yang sangat
efektif adalah yang memberikan laju konversi amonia tertinggi pada
temperatur yang rendah. Ketika reaksi sintesis berlangsung panas
reaksi menyebabkan temperatur meningkat sehingga menyebabkan
laju spesifik reaksi lebih cepat, karena kesetimbangan menjadi
berkurang pada tekanan yang tinggi, laju reaksi berbalik secara
progresif meningkat dan konversi keseluruhan menjadi kontrol
kesetimbangan. Pengontrolan temperatur menjadi sangat penting
untuk mendapatkan kesetimbangan optimum antara
kesetimbangan termodinamika dan kinetik dari katalis, baik reaksi
ke arah produk (sintesis) dan balik (pengendapan amonia).
Campuran reaksi tidak berlaku sebagai gas yang ideal pada
temperatur dan tekanan komersial, dan panas spesifik dan panas
reaksi adalah fungsi dari tekanan dan temperatur. Dalam analisa
yang teliti harus juga diperhitungkan panas pencampuran amonia
dengan gas yang tidak ikut bersintesis. Kesimpulan nilai panas
reaksi pada 5000C diberikan oleh Nielsen dan diperlihatkan pada
tabel 2.
Nilai sesungguhnya berlangsung pada proyeksi dari panas
campuran. Dalam uji coba akan lebih aman bila bekerja pada
standar reaksi panas sebesar 54 Kj/mol pada 4500C, yaitu
temperatur rata-rata yang biasa dipakai dalam sintesis komersil.
Nilai dari Cp (dalam Kj/mol0K), untuk gas masukan dapat
diperhitungkan dari persamaan 5, dengan asumsi rasio H-N untuk
sintesis gas 3:1.
cp = 1,632 (1+ ai) + 1,551bi – 0,517ci …………………………….
(5)
Dimana ai adalah fraksi mol dari amonia masukan, bi adalah fraksi
mol dari masukan metana dan ci adalah fraksi mol dari helium.
Ketika dalam menghitung kenaikan temperatur yang melalui
reaktor adiabatis, dapat diasumsikan bahwa temperatur diatas
2500C dan tekanan sekitar 100 bar panas spesifik massa adalah
konstan. Didapatkan panas reaksi pada 4500C adalah
54,13 Kj/mol. Faktor peningkat temperatur ∆H/cp dapat
diperhitungkan ketika fraksi dari gas masukan dikonversikan
menjadi amonia, memberikan peningkatan temperatur adiabatis,ini
diperlihatkan pada persamaan 6.
∆T = (∆H450/cp) {[ao(1 + ai)/(1 + ao)] – ai} ………………………. (6)
Dimana ao adalah fraksi mol dari amonia dalam laju keluaran.
4.3 Jalur Sintesis
Gambar ini memperlihatkan jalur sintesis untuk masa operasi plant
1000 ton/hari dan beroperasi pada 220 bar menggunakan three-bed
quench converter. Gas sintesis dengan komposisi tertentu melalui
reaktor berkatalis dan dihasilkan amonia yang dikondensasi dan
dikumpulkan. Gas yang tidak bereaksi dimana gas baru
ditambahkan disirkulasi melalui katalis. Menggunakan heat
exchanger temperatur dari gas bersirkulasi dinaikkan dalam dua
tahap sampai temperatur reaksi sekitar 4000C dan pada waktu
bersamaan temperatur dari konverter gas efluent dikurangi seperti
diperlihatkan pada gambar 4. Heat exchanger secara cepat
menurunkannya dari ruangan katalis yang mengandung konverter
bertekanan tinggi seperti yang dijelaskan pada tabel 8. Untuk
mencegah akumulasi gas inert yang umumnya pada sintesis gas,
sebagian gas yang bersirkulasi itu dibersihkan. Amonia sisa dalam
gas hasil pembersihan biasanya direkoveri dan kandungan hidrogen
digunakan baik sebagai bahan bakar dalam premary reformer atau
direcovery dan diresirkulasi.
V. Kinetika dan Mekanisme Reaksi Sintesis Amonia Dengan suatu pemahaman yang baik tentang termodinanamika dari
sintesis NH3, kunci disain konverter yang efisien dalam sintesis NH3
umum adalah tekanan parsial reaktan, produk dan bahan inert yang
ke luar konverter pada temperatur yang berbeda dan tekanan total.
Ketika temperatur tinggi dan tekanan meningkatkan laju reaksi,
temperatur yang tinggi juga mengurangi nilai tetapan
kesetimbangan, dan karenanya pengurangan konsentrasi NH3 yang
maksimum dapat dicapai ketika temperatur operasi ditingkatkan.
Walaupun begitu, pada temperatur yang tinggi ketika laju reaksi
awal tinggi maka laju reaksi akan relatif menurun ketika mendekati
kesetimbangan konsentrasi NH3 yang rendah. Hasil optimum NH3
dari suatu konverter pada tekanan yang telah ditentukan diperoleh
ketika profil temperatur secara terus-menerus menurun ketika
konsentrasi NH3 meningkat. Hal ini akan dibahas nanti dalam bab ini
di bagian 8.6.3. Dengan parameter temperatur operasi normal
untuk laju maksimum sekitar 70 C di bawah temperatur yang
ditentukan untuk komposisi gas sintesis saat kesetimbangan
termodinamik. Metode kinetik yang sering digunakan dalam sintesis
NH3 adalah mekanisme Temkin yang akan dijelaskan nanti.
Temkin Kinetik
Persamaan kinetik yang pertama memberi penjelasan yang
beralasan dengan laju yang diamati berkaitan dengan Temkin dan
pyzhev, yang diperkenalkan tahun 1940. Persamaan ini didasarkan
pada asumsi bahwa absorbsi nitrogen pada suatu permukaan yang
tidak seragam adalah cara mengendalikan laju, dan sekarang ini
persamaan (7) terkenal untuk laju reaksi intrinsik (utama) tanpa
adanya difusi. Pada persamaan ini, r adalah laju reaksi dan Kp
adalah tetapan kesetimbangan untuk reaksi sintesis. Konstanta α
mempunyai suatu nilai antar 0 dan 1 dan k2 dicari dengan
persamaan (8). Nilai ΔEk2 adalah sekitar 150 kJ/mol.
(7)
(8)
Persamaan (7) telah menjadi dasar untuk mendisain konverter
di industri sekitar 30 tahun lalu. Kebanyakan pekerjaan, termasuk
pada ICI menggunakan nilai dari α yang ditemukan oleh Temkin,
yaitu 0.5. Orang lain, khususnya Nielsen telah menemukan nilai α
yang terbaik (yang didukung suatu gambar) yaitu 0.75. Pada
umumnya telah ditemukan untuk perlu memperbolehkan nilai k2
berkurang dengan meningkatkan tekanan, meskipun Nielsen (α =
0.75), dan Livshit & Siderov (menggunakan α = 0.5) menyatakan
bahwa k2 pada dasarnya adalah tekanan bebas jika fugasitas
bukanlah tekanan parsial yang digunakan untuk keadaan yang
tidak ideal. Persamaan (7) menunjukan bahwa hal tersebut tidak
berlaku ketika konsentrasi NH3 adalah 0, karena untuk
memperkirakan laju reaksi menjadi tanpa batas. Maka itu,
ditetapkan bahwa pada kondisi ini laju reaksi terbaik diberikan oleh
persamaan (9)
(9)
Pada tahun 1963, Temkin dan kawan-kawan mengusulkan
suatu mekanisme yang disatukan sebagai suatu langkah penting,
menambahkan molekul hidrogen pertama kepada nitrogen yang
diabsorb. Mereka memperoleh persamaan (10), di mana k. dan l
diberikan oleh prsamaan (11) dan (12).
(10)
(11)
(12) Itu dapat menunjukkan bahwa pada kedua kondisi yang ekstrim,
yang mendekati kesetimbangan dan jauh dari kesetimbangan,
persamaan (10) menjadi sama dengan persamaan (13) dan (14).
Jika k. adalah tekanan bebas, persamaan (9) menunjukan tekanan
tergantung pada k2 melalui faktor Kp (α -1)
(13)
(14)
Jumlah kerja yang dipertimbangkan pada kinetika dari sintesis
NH3 tela dilakukan di laboratorium ICI selama tahun 1950-an dan
1960-an dan pengujianuji katalis pada reaktor. Telah ditemukan,
dari sejumlah besar penentuan laju diferensial di luar rentang
kondisi yang luas, bahwa model Temkin dan kawan-kawan pada
persamaan (10) memberikan banyak keuntungan yang lebih baik
dibanding persamaan (7) untuk kondisi difusi tidak terbatas. Pada
kebanyakan kondisi komersil, persamaan (10) sangat mendekati
dengan persamaan (7), dengan k2 = k. / Kp (1-α). Nilai-nilai yang
terbaik ; ΔEk. = 110.8 kJ/mol dan α = 0.46, sungguh cocok dengan
model persamaan Temkin dan kawan-kawan (ΔEk. = 104.5 kJ/mol
dan α = 0.4), dan k. ditentukan menjadi tekanan yang bebas.
Dengan begitu, adalah mungkin untuk mengkalkulasi
ketergantungan temperatur dan tekanan terhadap k2. Pada tekanan
200 bar dan temperatur 450 C, Kp bervariasi yaitu P0.44, dan jika α =
0.46, k2 bervaiasi yaitu P-0.24. Pada temperatur rendah, Kp hanya
fungsi temperatur, dan sebagai konsekuensinya k2 adalah tekanan
yang bebas. Dengan cara yang sama, hubungan energi aktivasi
dengan k2 dapat diramalkan dari persamaan (15) dan (16) di mana
ΔHR adalah entalpi reaksi. Karenanya ΔEk2 = 110.8 + 58.1 = 168.9
kJ/mol (ΔHR ≈ 109 kJ/mol), yang mana mendekati nilai yang normal,
yaitu 158.8 kJ/mol (38 kcal/mol).
ΔEk2 = ΔEk. + (1– α) ΔHR (15)
ΔHR = - RT2 (δln Kp/δt)P (16)
Efek Ukuran Partikel Katalis
Kinetika yang dibahas di bagian mekanisme Temkin
berhubungan dengan kondisi di mana laju reaksi tidak dibatasi oleh
efek difusi. Pengukuran laju yang dibuat menggunakan katalis
dengan ukuran berbeda-beda yang menunjukkan efek difusi
tersebut, tentu saja, sesudah suatu efek difusi diketahui, terutama
sekali pada temperatur tinggi. Hal ini dijelaskan dalam tabel 8.3, di
mana laju reaksi yang diperoleh menggunakan katalis dengan
ukuran partikel 0.6-1.2 mm, 3.0-4.5 mm, dan 6.0-9.0 mm
diperbandingkan. Pengukuran ini dilakukan di suatu reaktor
diferensial pada temperatur 500 C dan tekanan 100 bar, dengan
rasio hidrogen / nitrogen (H/N) adalah 3 : 1 pada campuran gas
yang mengadung 4 % NH3. Jelaslah bahwa partikel katalis dengan
ukuran partikel yang lebih besar kurang aktif dibanding ukuran
partikel yang lebih kecil. Ini sebagian besar berkaitan dengan
terbatasnya perpindahan massa dalam pori-pori katalis. Selain itu,
aktivitas yang yang lebih rendah dari partikel katalisator dengan
ukuran lebih besar berkaitan dengan bagian sebelah luar katalis
yang lebih mengalami sintering oleh uap air dibandingkan partikel
berukuran lebih kecil sepanjang proses reduksi katalis (lihat 8.4.1).
Pada kondisi kecepatan linier aliran gas rendah, laju reaksi
dapat dibatasi oleh kecepatan perpindahan reaktan dan produk
melalui lapisan film tipis gas di sekitar partikel katalis. Fenomena
difusi film ini paling umum di temui dalam reaktor laboratorium
skala kecil ditandai oleh gerakan turbulen rendah di sekitar partikel
katalis yang diuraikan oleh bilangan Reynold dalam rentang 0-10.
Pada sisi lain, reaktor industri biasanya beroperasi dengan
kecepatan linier jauh lebih tinggi, dengan bilangan bilangan Reynold
yang lebih besar dari 100. Pada kondisi ini, keterbatasan difusi film
tidaklah penting, tetapi pada laju reaksi yang tinggi, terutama sekali
pada saat temperatur dan tekanan yang tinggi, difusi dari reaktan
atau produk sepanjang partikel bisa menjadi batas laju reaksi (rate-
limiting). Fenomena difusi pori-pori ini diamati terutama inlet dari
suatu NH3 konverter, di mana konsentrasi NH3 rendah dan laju
sintesis yang relatif tinggi. Efek terperinci di dalam sintesis NH3
dijelaskan oleh Nielsen.
Tebel 8.3 Variasi laju sintesis dengan ukuran partikel katalis
Ukuran Normal (mm) Laju (kmol N2 h-1m-3 katalis)0.6 – 1.2 3003.0 – 4.5 1126.0 – 9.0 61
Implikasi pada Desain Proses
Laju reaksi overall untuk menghasilkan NH3 dari nitrogen (N)
tergantung pada laju relatif reaksi searah dan reaksi balik. Sebelum
terjadi kesetimbangan, reaksi searah lebih mendominasi dan laju
reaksi akan meningkat dengan peningkatan temperatur. Ketika
mendekati keadaan kesetimbangan (telah adanya sejumlah
substansi NH3) reaksi balik meningkat secara signifikan.
Hasil dari efek ini digambarkan pada gambar 8.8 yang
menunjukan konsentrasi NH3 pada kesetimbangan sebagai fungsi
temperatur, bersama-sama dengan satu kontur (bentuk) rangkaian
laju reaksi yang konstan. Kontur ini dinyatakan dalam hal laju reaksi
overall pada temperatur 350 C yang telah terdapat 20% NH3. Untuk
setiap konsentrasi NH3 dalam reaksi gas ada suatu nilai temperatur
di mana laju reaksi mempunyai nilai maksimum, yang akan turun
dengan tajam pada temperatur yang lebih tinggi ketika terjadi kurva
kesetimbangan AB. Nilai maksimum bentuk (kontur) laju yang tetap
(konstan) menghasilkan kurva CD, yang bisa mewakili profil
temperatur yang ideal untuk suatu konverter NH3, dan kondisinya
tergantung pada ukuran partikel dan aktivitas dari katalis. Profil
seperti itu tidak dapat dicapai dalam praktek, meskipun demikian
tujuan dari perancang konverter adalah untuk mendekati keadaan
yang ideal
Aktivitas utama dari katalis untuk sintesis NH3 secara
berangsur-angsur menurun selama pemakaian katalis tersebut
(pada awalnya secara relatif menurun dengan cepat), di ikuti oleh
suatu penurunan yang lambat terhadap laju reaksi ke tingkat yang
steady, yaitu sekitar separuh dari aktivitas awal katalis. Waktu dan
tingkat deaktivasi ini tergantung seluruhnya pada kondisi operasi,
dan reaktor harus dirancang untuk beroperasi pada steady state.
Laju reaksi pada tabel 8.3 adalah untuk katalis baru yang telah
mengalami reduksi dan tidak tepat untuk perancangan suatu
konverter.
Mekanisme Reaksi
Urutan peristiwa yang berlangsung pada permukaan katalis
selama sintesis NH3 telah dipelajari oleh beberapa kelompok
riset/peneliti selama bertahun-tahun. Hal ini dilakukan
mengkombinasikan asumsi beberapa periset awal, bahwa langkah
penetapan laju melibatkan interaksi awal dari molekul nitrogen (N)
dengan permukaan besi, meskipun sebenarnya interaksi secara
alamiah yang tepat tentang ini tidak diketahui. Pembuktian dari
interaksi ini diperoleh dengan bantuan ilmu pengetahuan modern
mengenai teknik permukaan yang membantu memperkuat dan
memperjelas hal ini. Interaksi ini dapat ditunjukkan dengan data
dari spektroskopi fotoelektron ultraviolet (UPS) dan Spektroskopi
fotoelektron sinar-X (XPS) bahwa nitrogen dapat diadsorb oleh
suatu permukaan besi, baik dalam bentuk molekul ataupun atom.
Molekul nitrogen hanya terikat dengan lemah ( panas adsorpsi
kurang dari 40 kJ/mol) tetapi adsorpsi akan lebih cepat dengan
suatu koefisien penggabungan sekitar 0.01.
Adsorpsi molekul nitrogen pada permukaan besi (Fe 111) ada
dua cara. Cara pertama adalah diikat dengan sangat lemah dengan
adsorbsi fisik bentuk gamma (γ) yang tidak diserap pada 80 K dan
cara yang lainnya dengan bentuk alpha (α) yang menjadi langkah
awal penguraian dari molekul nitrogen di permukaan besi. Hal ini
ditunjukkan dengan loss energy oleh spektroskopi elektron resolusi
tinggi di mana bentuk alpha (α) mempunyai ikatan π ‘sisi dengan
sisi’ dalam konfigurasi. Meskipun begitu, konversi dari bentuk
molekul menjadi bentuk atom sangat lambat, sehingga koefisien
penggabungan untuk penguraian nitrogen yang teradsorpsi sangat
rendah, sekitar 10-7, dan ini adalah batasan laju (rate-limiting) pada
sintesis NH3. Seperti diketahui pada awal, laju penguraian nitrogen
yang akan teradsorpsi secara kimia diakibatkan oleh struktur
permukaan besi, dengan Fe (111) lebih aktif sekitar 20 dibanding Fe
(110).
Adsorpsi penguraian hidrogen pada permukaan besi terjadi
dengan sangat cepat pada temperatur rendah, dan itu ditunjukkan
dengan desorpsi hidrogen di atas temperatur 200 C sangat cepat.
Keadaan kesetimbangan untuk adsorpsi dan desorpsi hidrogen pada
permukaan besi selalu dijaga di bawah kondisi sintesis NH3. Sejak
proses hidrogenasi berkembang, pengamatan langsung terhadap
hasil antara (intermediet) sangat sulit. Untuk memperoleh informasi
mengenai sifat alami hidrogenasi (terutama penguraian NH3 pada
permukaan besi) maka dipelajari oleh Ertl dan kawan-kawan. NH3
terserap pada temperatur rendah dan dengan cepat terdesorpsi
(terlepas) pada temperatur di atas 100 C. Ketika NH3 terurai pada
permukaan besi menjadi hidrogen dan nitrogen, terbentuklah atom.
Pertukaran reaksi dengan deuterium untuk produksi NH2D, asumsi
bahwa disosiasi reversibel yang terjadi pada reaksi tersebut seperti
yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi berikut :
D2 (ad) ↔ 2D (ad)
NH3 (ad) ↔ NH2 (ad) + H (ad)
NH2 (ad) + D (ad) ↔ NH2D (ad)
Interaksi NH3 dengan Fe (110) ditunjukan oleh UPS bahwa
pada temperatur 500 K jenis yang stabil adalah nitrogen (ad) dan
bukti lainnya adalah untuk tahap hidrogenasi (intermediet) stabil
pada temperatur 340 K. Intermediate ini akan membentuk NH (ad)
daripada NH2 (ad) seperti yang ditunjukan dengan spektrometri
massa ion sekunder. Bukti untuk kehadiran dari intermediate di
dalam interaksi N, H, dan NH3 dengan permukaan besi telah
diperoleh, dan ini telah di-compile (disusun) ke dalam suatu
mekanisme reaksi keseluruhan seperti ditunjukkan dalam pola 1.
Urutan reaksi lain yang serupa telah pula diusulkan oleh para
periset terdahulu, hanya saja tanpa penjelasan mengenai sifat
permukaan intermediate.
Pola 1. H2 ↔ 2H (ad)
N2 ↔ N2 (ad)(γ) ↔ N2 (ad)(α) ↔ 2N (ad)
N (ad) + H (ad) ↔ NH (ad)
NH (ad) + H (ad) ↔ NH2 (ad)
NH2 (ad) + H (ad) ↔ NH3 (ad) ↔ NH3
Efek Na yang meningkat di dalam katalis harus ditingkatkan dengan
mempengaruhi batas laju masuk pada sintesis NH3, yang mana
pemisahan dari bentuk α molekul nitrogen yang teradsorb menjadi
bentuk atomik. Hal itu telah ditunjukkan bahwa panas adsorpsi dari
molekul nitrogen pada permukaan besi meningkat sekitar 45 kJ/mol,
dan sebagai akibatnya adalah penurunan energi aktivasi untuk
penguraian ketika molekul nitrogen mendekati suatu atom natrium
(Na). Ini mengakibatkan suatu peningkatan yang besar pada
koefisien penggabungan. Hal ini mengarah pada situasi di mana
semua area permukaan besi mempunyai aktivitas serupa terhadap
natrium. Peningkatan dalam energi adsorpsi molekul nitrogen itu
dianggap berkaitan dengan perpindahan muatan dari natrium pada
permukaan besi, dengan mengabaikan banyaknya ikatan π yang
lebih kuat dari permukaan besi ke molekul nitrogen.
VI. Katalis Sintesis Amonia
Semua katalis untuk sintesis amonia komersil berbasis besi
metalik dengan alkali (potasium) dan berbagai oksida logam
material dasar yang digunakan untuk membuat katalis ini biasanya
magnetik (Fe3O4). Dengan beberapa komponen dari dasar katalis
sebagai pengotor dari magnetik. Katalis umum, seperti katalis ICI
35-4, yang mengandung 0,8% K2O, 2,0% CaO, 0,3% MgO, 2,5%
Al2O3 dan 0,4% SiO2. Dalam proses manufaktur katalis diketahui
bahwa komponen minor ini dapat memberi efek yang cukup besar
pada performa katalis akhir, karena mereka bisa berinteraksi
dengan sesamanya memberikan efek baik dan buruk. Dalam katalis
modern faktor ini diperhitungkan untuk mengoptimasi performa
agar didapatkan aktivitas tinggi dan waktu yang lama.
Hampir semua katalis amonia sintesis dimanufaktur
menggunakan magnetik dengan dipakai sejumlah promotor agar
didapatkan campuran homogenus. Campuran yang cair ini
didinginkan dengan menaburkannya pada lapisan dangkal, setelah
proses solidifikasi katalis dianjurkan dan dipilih untuk mendapatkan
ukuran yang diinginkan. Material yang ukurannya tidak sesuai
direcycle dan material yang lebih besar dihancurkan kembali.
Sebelum katalisnya digunakan harus direduksi ke dalam keadaan
logamnya, baik didalam plant converter atau dalam prereduksi dan
proses stabilisasi. Katalis yang berbentuk disiapkan dari lelehan juga
disediakan dalam bentuk komersil, tetapi karena aktivitasnya yang
rendah, katalis ini tidak secara luas digunakan.
6.1 Komponen Besi
Komponen utama dalam katalis besi, tidak berubah dari
katalis pertama diterbitkan pada tahun 1913. Besi telah disetujui
sebagai logam termurah dan terbaik untuk tujuan ini. Dalam
penelitian sebelumnya Haber dkk menemukan logam lain seperti
osmium dan uranium itu lebih efektif daripada besi, tetapi lebih
mahal dan berbahaya bagi kesehatan. Besi murni adalah katalis
yang lemah yang secara cepat kehilangan aktivitasnya kecuali ada
oksida promotor. Pada awal pencarian pertama katalis sintesis
amonia komersil oleh Mittasch dkk ditemukan bahwa magnetik alam
dari Gollivare di Swedian, mempunyai aktivias yang baik untuk
sintesis amonia, dimana contoh sintetik dari magnetik yang bebas
dari pengotor alami itu lebih lemah. Hal ini dikarenakan kontaminan
pada magnetik adalah alumunium dan potasium, yaitu promotor
utama dalam katalis sintesis amonia. Katalis ini diberi nama doubly-
promoted.
Secara prinsip umum oksida besi dapat secara efektif sebagai
sumber besi, tetapi secara prakteknya hanya magnetik Fe3O4 yang
dapat digunakan. Magnetik mempunyai struktur spinel (sama
seperti MgAlO4) yang terdiri dari cubic packing dari ion oksigen.
pada lapisan interstises dimana ion Fe2+ dan Fe3+ terdistribusi.
Seperti diperlihatkan pada gambar 5, kristal dari magnetik secara
relatif lebih besar dari standar katalis, lebih besar dari 1 mikron atau
lebih. Tetapi selama reduksi oksigen dihilangkan dari kristal tanpa
mengkerut, jadi ion logam diperoleh sebagai proses domorph dari
magnetik yang asli. Logam besi diproduksi dengan cara ini sehingga
bersifat sangat porosif, dan porositas ini adalah faktor penting
dalam katalis akhir. Faktor utama yang lain adalah ukuran dari
kristal besi yang diproduksi selama reduksi. Scanning Electron
Mikroskop (SEM) photographs meningkatkan ukurannya, dan
memperlihatkan porositasnya dan efek psedomorphic dari katalis
yang tereduksi.
Simulasi Sintesis Amonia dengan Program Microsoft Excel
Data – data diambil dari Program Hysys Samples Amonia Plant
Integration information
Number of segment : 5
Minimum step Fraction : 1.0 x 106
Minimum step Lenghth : 9.7 x 107 m
Catalyst data
Particle Diameter : 0.00100 mm
Particle Sphericity : 1000
Solid density : 2500.0 Kg/m3
Bulk Density : 1250.0 Kg/m3
Solid Heat Capcity : 250.000 KJ/Kg.oC
Stoichiometry and Rate Info
Component Mole WL Stoich Coeff Fwd Order Rev Order
Nitrogen 28.013 -0.500 0.50 0.00
Hydrogen 2.016 -1.500 1.50 0.00
Ammonia 17.030 1.000 0.00 1.00
Balance Balance Error 0.00000
Reaction Heat (25oC) -9.1 x 104 Kl/kgmole
Basis
Basis : Partial Pres
Base Component : Nitrogen
Rxn Phase : Vapour Phase
Min, Temperature: -2731 oC
Max Temperature: 3000 oC
Basis Units : atm
Rate Units : Kgmole/m3s
Forward reaction A 10000
E 91000
β empty
Reverse Reaction
A’ 1.3000 x 10+010
E’ 1.4100 x 10+005
β’ empty
Equation Help
Tube Dimesion
Total Volume : 6.851 m3
Length : 0.969 m
Diameter : 3.0000 m
Number of tubes : 1
Wall Thickness : 0.0050 m
Tube Packing
Void Fraction : 0.500
Void Volume : 3.426 m3
Reaksi Sintesis Amonia :
Komposisi (dalam fraksi mol) :H2 = 0,5148N2 = 0,1833NH3 = 0,0141Ar = 0,0574CH4 = 0,2304
Data- data diperoleh dari Hysys.
Diameter reaktor : 9,8425 ft = 3 m Ac = 76,0853 ft2 = 7,0686 m2.
Panjang reaktor : 9,54 ft = 2,9078 m.
Kinetika Reaksi :
Termodinamika :
saat setimbang :
maka,
Penyelesaian dilakukan dengan metode Solver.
Data Cp diperoleh dari Basic and Calculation In Chemical Engineering, Himmelblau:
Neraca mol
Design :
Rate law :
Stoikiometri : reaktan kunci : N2
Energi Balance
Reaksi :
Neraca Momentum Persamaan Ergun:
Ketiga persamaan diferensial diatas diselesaikan secara simultan
dengan menggunakan metode Euler di dalam program Excel
dengan variabel independent-nya adalah L (panjang reaktor), ∆L
yang digunakan adalah 0.03 ft untuk panjang reaktor 30 m (98.4 ft)
Pembahasan hasil Simulasi
Reaktor Adiabatis
Reaksi amonia dijalankan pada reaktor adiabatis dengan kondisi
yang telah ditentukan, dan diperoleh konversi akhir sekitar 43%.
Konversi 43% didapat dari reaktor yang panjangnya + 7 meter.
Dapat dilihat dari profil X, T dan P/Po pada sintesa NH3 dimana profil
konversi yang ditunjukkan setelah mencapai + 7 m konversinya
sudah tidak naik lagi dan ada tren semakin menurun tetapi tidak
terlalu jauh penurunannnya, hal ini dapat terjadi karena konversi
NH3 setelah jarak + 7 m telah mendekati kondisi kesetimbangannya
sehingga konversinya sudah tidak bisa meningkat lagi. Setelah itu
profil konversi NH3 semakin menurun dikarenakan adanya sedikit
NH3 yang terurai kembali menjadi N2 dan H2. Hal ini dapat dilihat
pada grafik profil X dan Xe terhadap T dimana konversi akhir telah
mendekati konversi kesetimbangannya pada grafik dapat dilihat
terjadi kenikkan temperature seiring dengan naiknya konversi. Hal
ini dikarenakan reaksi sintesis amonia merupakan reaksi eksoterm,
dimana akan menghasilkan panas selama reaksi berlangsung. Pada
saat konversi telah mendekati konversi kesetimbangannya (pada
jarak 7 m atau lebih), temperatur reaktor cenderung konstan,
karena reaksi NH3 telah setimbang. Terjadi sedikit penurunan
temperatur dikarenakan terjadi reaksi balik dimana merupakan
reaksi endotermis. Temperatur akhir sebesar 302.805 C. Pada
grafik juga dapat dilihat terjadi penurunan tekanan yang ditandai
dengan penurunan P/Po. Hal ini disebabkan terjadi friksi antara
reaktan dan katalis yang akan meningkatkan pressure drop.
Tekanan keluaran reaktor adalah 113.423 atm. Dengan kondisi
seperti diatas maka Kapasitas produksi NH3 pada proses adiabatis
adalah 1613,04 ton/hari (1 tube). Dengan hasil produksi NH3
1613.04 pada proses adabatis maka kelompok kami akan
melakukan simulasi dengan menggunakan interstage cooler pada
reaktor adiabatis dengan harapan dapat meningkatkan konversi
sehingga produksi yang dihasilkan lebih besar, dimana kondisi
tersebut dapat dilihat pada penjelasan dibawa ini.
Reaktor Adiabatis + Interstage Cooler
Dengan menjalankan reaksi amonia pada kondisi adiabatis dengan
interstage cooler dan menggunakan data yang sama seperti pada
reaktor adiabatis tanpa interstage cooler maka diperoleh konversi
sebasar 53.064 % dengan panjang reaktor 30 m.
Dapat dilihat pada grafik X, T, P/Po dimana setelah jarak 11 m,
konversi telah cenderung konstan sehingga reaktan melewati
interstage cooler dan didinginkan hingga temperatur awal umpan.
Kemudian umpan dimasukkan kembali ke bed II dan reaksi kembali
berjalan dan konversi akan meningkat kembali hingga pada jarak
26.5 meter, keluaran dari bed II dilewatkan pada interstage cooler II
dan didinginkan kembali ke temperatur awal umpan. Kemudian
dimasukkan kembali ke bed III. Konversi hanya meningkat sedikit
dan keluaran bed III merupakan keluaran akhir reaktor. Jadi untuk
reaktor sepanjang 30 m, digunakan total bed 3 buah dengan
interstage cooler 2 buah. Pada grafik profil X, Xe terhadap T dapat
dilihat saat konversi mendekati kesetimbangan, maka temperatur
diturunkan ke temperatur awal umpan dengan cara melewatkan
pad interstage cooler. Demikianlah proses ini berlangsung
seterusnya hingga melewati 3 bed dan 2 interstage cooler sehingga
diperoleh konversi yang lebih tinggi daripada konversi pada saat
reaktor hanya beroperasi secara adiabatis saja.
Pada grafik dapat dilihat terjadi kenaikan temperatur hingga
pada jarak 11 m kemudian temperatur akan turun sampai
temperatur awal karena dilewatkan pada interstage cooler. Umpan
kemudian akan masuk lagi ke bed II dan temperatur akan
meningkat kembali sampai pada jarak 26.5 m, temperatur akan
turun kembali sampai temperatur awal karena dilewatkan pada
interstage cooler II. Temperatur keluaran reaktor untuk operasi ini
adalah 270.361 C.
Pada grafik juga dapat dilihat terjadi penurunan tekanan yang
ditandai dengan penurunan P/Po. Hal ini disebabkan terjadi friksi
antara reaktan dan katalis yang akan meningkatkan pressure drop.
Tekanan keluaran reaktor adalah 116.587 atm. Kapasitas produksi
NH3 untuk proses adiabatis dan interstage ini adalah 1987,75
ton/hari (1 tube). Jadi dengan memasang interstage cooler pada
reaktor akan menaikkan konversi sehingga hasil produksi yang
dihasilkan lebih besar yaitu meningkat menjadi 1987.75 ton/hari
dari 1613.04 ton/hari pada kondisi adiabatis tanpa interstage
cooler.Setelah ini kelompok kami akan melakukan simulasi jika
reaktor yang digunakan dalam kondisi non adiabatis apakah akan
mendapatkan konversi yang lebih besar dari kondisi adiabatis atau
dengan adiabatis + interstage cooler , pembahasannya dapat dilihat
dibawah ini.
Reaktor non Adiabatis
Jika reaksi amonia dijalankan pada reaktor non-adiabatis
dengan data-data diatas maka diperoleh konversi sebesar 0.50668
(50.668%) dengan reaktor sepanjang 30 m.
Dapat dilihat pada grafik X, T, P/Po dimana konversi masih
terus meningkat sampai pada jarak 30 meter walaupun tidak
signifikan. Profil konversi pada saat temperatur reaktor didinginkan
dengan mengontakkan dengan HE dapat dilihat pada grafik profil X
dan Xe terhadap T. Karena konversi tidak dapat melewati konversi
kesetimbangannya maka salah satu cara untuk menaikkan konversi
adalah dengan menurunkan temperatur. Temperatur diturunkan
dengan mengontakkan reaktan dengan air pendingin sehingga
terjadi perpindahan kalor melalui dinding reaktor dengan UA
sebesar 10.437 kW/m2 hr dengan Ta = 270 C. Pada grafik dapat
dilihat profil temperatur yang naik pada bagian awal masukan
reaktor kemudian menurun hingga bagian akhir reaktor. pada awal
reaktor, reaksi berlangsung sangat cepat sehingga panas yang
diserap air pendingin tidak dapat mengimbangi panas reaksi yang
dihasilkan sehingga temperatur reaktor naik. setelah mencapai 6 m,
reaksi menjadi agak lambat sehingga panas yang diserap air
pendingin telah dapat mengimbangi panas reaksi yang dihasilkan
dan akhirnya panas yang diserap air pendingin lebih besar dari
panas reaksi yang dihasilkan, akibatnya temperatur reaktor
menurun. Temperatur keluaran reaktor adalah 278.84 C.
Pada grafik juga dapat dilihat terjadi penurunan tekanan yang
ditandai dengan penurunan P/Po. Hal ini disebabkan terjadi friksi
antara reaktan dan katalis yang akan meningkatkan pressure drop.
tekanan keluaran reaktor sebesar 115.741 dengan kapasitas
produksi NH3 sebesar 1892.97 ton/hari (1 tube).
Pada simulasi produksi amonia dengan kondisi reaktor non
adiabatis hasil produksi NH3 diperoleh 1892.97 ton/hari hasil
produksi ini tidak jauh beda dengan reaktor pada kondisi adiabatis
yakni 1613,04 ton/hari dan dengan kondisi reaktor adabatis +
interstage cooler yakni 1987.76 ton / hari hasil produksi ini lebih
besar dibandingkan dengan pada kondisi reaktor non adiabatis.
Setelah ini kelompok kami akan melakukan simulasi jika reaktor
diatas ditambahkan absorber NH3 dan suplai H2 dan N2 apakah akan
mempengaruhi konversi dan produksi NH3 yang dihasilkan, hasilnya
kami jelaskan seperti dibawah ini.
Reaktor Adiabatis dengan Absorber NH3 dan Supplai H2 dan N2
Dengan mensuplai N2 dan H2 serta mengambil produk NH3 maka
konversi kesetimbangan akan meningkat dan secara langsung akan
meningkatkan konversi akhir. Dapat dilihat pada grafik dengan
mensuplai N2 dan H2 masing-masing 10 atm dan NH3 diabsorbsi
dengan air sebesar 10 atm hasilnya konversi akan meningkat
melewati konversi kesetimbangan pada keadaan awal.
Konversi akhir yang didapat 0.582849 dengan temperatur
keluaran 314.854 C dan tekanan keluaran 114.247 atm. Kapasitas
produksi NH3 sebesar 2183.3 ton/hari (1 tube).
Dan jika suplai N2 dan H2 masing-masing ditingkatkan menjadi 20
atm dan NH3 diabsorbsi dengan air sebesar 10 atm hasilnya konversi
akan meningkat melewati konversi kesetimbangan pada keadaan
awal juga. Hasil yang diperoleh konversi 71 % dengan hasil produksi
2671.861 ton/hari (1 tube) tetapi temperature keluaran yang
hasilkan meningkat menjadi 325.3539 OC dan tekanan keluaran
115.0678 atm. Dengan menaikkan suplai N2, H2 dan absorbsi NH3
akan menaikkan konversi tetapi harus diperhatikan temperature
keluaran karena pada suplai masing-masing 20 atm terjadi
peningkatan temperature dibandingkan dengan yang disuplai
masing-masing 10 atm.
Reaktor Adiabatis + interstage Cooler dengan absorber NH3 dan
suplai H2 dan N2
N2 dan H2 disuplai masing-masing 10 atm dan NH3 diabsorpsi
dengan air sebesar 10 atm, hasilnya, konversi akan meningkat
melewati konversi kesetimbangan pada keadaan awal. Hal ini
dikarenakan dengan mensuplai N2 dan H2 serta mengambil produk
NH3 maka konversi kesetimbangan akan meningkat dan secara
langsung akan meningkatkan konversi akhir. Konversi akhir yang
didapat 0.68628 dengan temperatur keluaran 278.484 C dan
tekanan keluaran 117.709 atm. Kapasitas produksi NH3 sebesar
2570.74 ton/hari (1 tube).
Reaktor non adiabatis dengan absorber NH3 dan Suplai H2 dan N2
N2 dan H2 disuplai masing-masing 10 atm dan NH3 diabsorpsi
dengan air sebesar 10 atm, hasilnya, konversi akan meningkat
melewati konversi kesetimbangan pada keadaan awal. Hal ini
dikarenakan dengan mensuplai N2 dan H2 serta mengambil produk
NH3 maka konversi kesetimbangan akan meningkat dan secara
langsung akan meningkatkan konversi akhir. Konversi akhir yang
didapat 0.66786 dengan temperatur keluaran 282.612 C dan
tekanan keluaran 116.963 atm. Kapasitas produksi NH3 sebesar
2501.73 ton/hari (1 tube).
Menetukan Temperature Umpan Optimum pada Reaktor Adiabatis
Dengan memvariasikan temperatur umpan masuk reaktor pada
reaktor adiabatis maka dapat ditentukan temperatur optimum
umpan masuk reaktor dimana temperatur umpan yang akan
memberikan konversi yang maksimum.
Pada grafik dapat dilihat dengan naiknya temperatur umpan,
konversi akan meningkat sampai temperatur umpan 240 C,
kemudian untuk temperatur umpan > 240 C, konversi akan
menurunkan temperatur pada temperatur umpan < 240 C,
konversi masih dibatasi oleh laju reaksi dimana semakin besar
temperatur umpan, laju reaksi akan semakin besar dan konversi
meningkat. Sedangkan untuk temperatur umpan > 240 C, konversi
Reaktor Adiabatis
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400
To ( C)
X d
an
Xe
200
220
240
260
280
300
320
340
360
380
400
420
To
ut,
C
X
Xe
T (C)
telah dibatasi oleh konversi kesetimbangan termodinamis, dimana
akibat reaksi eksotermis, semakin besar temperatur umpan,
konversi kesetimbangan akan semakin meningkat. Hal ini dapat
dilihat pada grafik dengan meningkatnya temperatur umpan,
konversi kesetimbangan akan menurun. Semakin besar temperatur
umpan, maka temperatur keluaran reaktan akan semakin besar.
Dari grafik dapat dilihat temperatur optimum umpan masuk adalah
240 C.
Menentukan Temperature Umpan Optimum pada Reaktor Non-
Adiabatis
Hal yang sama dilakukan yaitu dengan memvariasikan temperature
umpan masuk reaktor non adiabatis maka dapat ditentukan
temperature optimum umpan masuk reaktor dimana temperature
umpan yang akan memberikan konversi yang maksimum.
Pada grafik dapat dilihat dengan naiknya temperatur umpan,
konversi akan meningkat sampai temteratur umpan 250 C,
kemudian untuk temperatur umpan > 250 C, konversi akan
menurunkan temperatur pada temperatur umpan < 250 C,
konversi masih dibatasi oleh laju reaksi dimana semakin besar
Reaktor Non-Adiabatis
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400
To , C
Ko
nve
rsi
200
220
240
260
280
300
320
340
360
380
400
T o
ut
, C
X
Xe
T(C)
temperatur umpan, laju reaksi akan semakin besar dan konversi
meningkat. Sedangkan untuk temperatur umpan > 250 C, konversi
telah dibatasi oleh konversi kesetimbangan termodinamis, dimana
akibat reaksi eksotermis, semakin besar temperatur umpan,
konversi kesetimbangan akan semakinmeningkat. Hal ini dapat
dilihat pada grafik dengan meningkatnya temperatur umpan,
konversi kesetimbangan akan menurun. Semakin besar temperatur
umpan, maka temperatur keluaran reaktan akan semakin besar.
Dari grafik dapat dilihat temperatur optimum umpan masuk adalah
250 C. temperature optimum umpan masuk untuk adiabatis lebih
kecil dibandingkan dengan temperature pada kondisi non adiabatis.
Pengaruh Temperature Pendingin Terhadap Konversi Akhir pada
reaktor Non adiabatis
Sama sperti mbuata kurva sebelumnya dengan memvariasikan
temperatur pendingin yang digunakan pada reaktor non-adiabatis
maka dapat ditentukan temperatur optimum pendingin dimana
temperatur pendingin yang akan memberikan konversi yang
maksimum.
Pengaruh Temperatur Pendingin
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350
Ta , C
X
To=270 C
To=240 C
Dari grafik dapat dilihat untuk To = 240 C, temperatur air pendingin
optimum adalah 260 C dan untuk To = 270 C, temperatur air
pendingin optimum adalah 225 C. Pada temperatur air pendingin
dibawah 260 C, konversi untuk To = 270 C jauh lebih besar
daripada konversi untuk To = 240 C untuk temperatur air pendingin
yang sama. Hal ini dikarenakan pada bagian temperatur air
pendingin dibawah 260 C, konversi masih dibatasi oleh laju reaksi
dan karena temperatur umpan 270 C lebih besar maka konversinya
juga akan lebih besar (T ~ x untuk rezim laju reaksi). Akan tetapi
saat temperatur air pendingin diatas 260 C, konversi untuk To =
240 C dan To = 270 C memberikan nilai yang hampir sama untuk
temperatur air pendingin yang sama. Hal ini disebabkan saat
temperatur air pendingin diatas 260 C, konversi telah dibatasi oleh
kesetimbangan termodinamis, sehingga konversi untuk To = 240 C
dan To = 270 C hampir sama. Dengan demikian untuk temperatur
air pendingin diatas 260 C, variasi temperatur umpan kurang
berpengaruh terhadap nilai konversi akhir.
Dapat dilihat dari smulasi yang dilakukan pada kondisi reaktor
adiabatis, adiabtis dengan interstage cooler , non adiabatis , dan
dengan absorber dan suplai N2 dan H2 hasil konversi terbesar pada
kondisi reaktor adiabtis + interstage cooler dengan absorber NH3
dan suplai H2 dan N2 yakni sebesar 0.68628 dengan hasil produksi
NH3 sebesar 2570.74 ton /hari(1 tube).