sindrom cushing

20
MAKALAH PENYAKIT INTERNAL GANGGUAN METABOLIK & GENETIK “ SYNDROM CUSHING” Disusun Oleh: LIA AULIA (125130100111047) ZUHRONU FERADATU KHUSNA (125130101111050) KELAS C / 2012 PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Upload: atma-hiyal-ulya-ahada

Post on 10-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

PENYAKIT INTERNAL GANGGUAN METABOLIK & GENETIK SYNDROM CUSHING

Disusun Oleh:

LIA AULIA (125130100111047)ZUHRONU FERADATU KHUSNA (125130101111050)

KELAS C / 2012

PROGRAM KEDOKTERAN HEWANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2015

iii

KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk bekerja bersama dalam menyelesaikan makalah Penyakit Internal Gangguan Metabolik & Genetik ini. Makalah ini merupakan salah satu dari tugas mata kuliah PIGM, yaitu Syndrom cushing.Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Penyakit Internal Gangguan Metabolik & Genetik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan. Amin.

Malang, 10 Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................iKata Pengantar ........................................................................................................ iiDaftar Isi.................................................................................................................. iiiBAB I PENDAHULUAN.......................................................................................11.1 Latar Belakang.............................................................................................11.2 Rumusan Masalah .......................................................................................11.3 Tujuan ..........................................................................................................21.4 Manfaat........................................................................................................ 2BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................32.1 Definisi Sindrom Cushing........................................................................... 32.2 Etiologi Sindrom Cushing...........................................................................32.3 Gejala Klinis................................................................................................42.4 Patofisiologi ................................................................................................ 52.5 Diagnosa...................................................................................................... 72.6 Terapi...........................................................................................................7BAB III PENUTUP................................................................................................ 93.1 Kesimpulan.................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 10

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan oleh efek metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat dalam darah. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Sindrom cushing terjadi akibat kelebihan glukokortikosteroid. Sangat sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik. (Gleadle, 2003) Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae, osteoporosis, hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di area leher, dan lain sebagainya. Sindroma cushing atau hiperadrenokortisme atau hiperkortisolisme adalah suatu kondisi kelainan endokrin yang disebabkan oleh kandungan kortisol yang berlebihan pada darah. Kortisol adalah hormon yang berpotensi sebagai anti-inflamatori yang memiliki efek imunosupresi. Penyebab utama sindroma cushing dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu (1) hiperadrenokortisme akibat aktifitas kelenjar hipofise yang berlebihan, (2) akibat tumor adrenokortikal dan (3) akibat induksi obat yang biasa diberikan kepada hewan sebagai tindakan terapi. Kasus sindroma cushing lebih banyak terjadi pada anjing daripada kucing. Sekitar 85% sindroma cushing pada anjing disebabkan oleh aktivitas kelenjar hipofise yang berlebihan. Kelenjar hipofise adalah kelenjar sebesar kacang yang terletak pada otak yang menghasilkan hormon ACTH. Bilamana kelenjar hipofise memproduksi hormon ACTH secara berlebihan maka akan menimbulkan reaksi umpan balik negatif yaitu menstimulasi kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol dalam jumlah yang berlebihan pula. Hal inilah yang menyebabkan kondisi hiperadrenokortisme. Penyebab kedua dari hiperadrenokortisme adalah tumor pada kelenjar adrenal, meskipun 50% dari tumor tersebut bersifat jinak (benign).Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian akibat kasus sindrom cushing yang semakin bertambah maka disusun makalah yang akan membahas tentanf sindroma cushing.1.2 Rumusan masalaha. Apa definisi dari sindrom cushing? b. Apasaja etiologi dari sindrom cushing?c. Apa gejala klinis klinis dari sindrom cushing? d. Bagaimana patofisiologi dari sindrom cushing? e. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom cushing? f. Bagaimana terapi sindrom cushing?

1.3 Tujuana. Tujuan umumMampu menjelaskan konsep patologis penyakit sindrom cushing dan menyusun terapi pada pasien yang mengalami sindrom cushing.b. Tujuan khusus 1)Dapat mengetahui proses terjadinya dari sindrom cushing2) Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala sindrom cushing3) Mampu memahami masalah sedang terjadi pada pasien dengan sindrom cushing 5) Dapat merumuskan terapi dari sindrom cushing

1.4 ManfaatDapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan oleh mahasiswa sebagai informasi mengenai konsep penyakit sindrom cushing dan terapi pada pasien dengan sindrom cushing yang tepat sehingga dapat meminimalisir angka kejadian cushing sindrom.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindrom CushingSindrom cushing adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bentuk gangguan ini relatif jarang dijumpai. Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan mencakup kelebihan glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian terapeutik kortikosteroid. Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan hipertensi, akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. Sindromnya dapat tergantung kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung ACTH.2.2 Etiologi Sindrom CushingSindrom Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan. Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh :a. Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. b. Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak. c. Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler tiroid), atau thymus (tumor thymus). d. Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma). e. Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu menaikkan kadar kortisol. f. Pada anakan, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma benigna.Kasus sindrom cushing lebih banyak terjadi pada anjing daripada kucing. Sekitar 85% sindrom cushing pada anjing disebabkan oleh aktivitas kelenjar hipofise yang berlebihan. Kelenjar hipofise adalah kelenjar sebesar kacang yang terletak pada otak yang menghasilkan hormon ACTH. Bilamana kelenjar hipofise memproduksi hormon ACTH secara berlebihan maka akan menimbulkan reaksi umpan balik negatif yaitu menstimulasi kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol dalam jumlah yang berlebihan pula. Hal inilah yang menyebabkan kondisi hiperadrenokortisme. Penyebab kedua dari hiperadrenokortisme adalah tumor pada kelenjar adrenal, meskipun 50% dari tumor tersebut bersifat jinak (benign).Berbeda dengan 2 penyebab lainnya, iatrogenic hiperadrenokortisme terjadi akibat penggunaan preparat kortikosteroid sebagai medikasi pada berbagai kasus penyakit. Adapun contoh-contoh dari preparat kortikosteroid yang sering digunakan adalah glukokortikoid seperti Dexamethasone, Prednisone dan derivat-derivatnya. Umumnya preparat-preparat tersebut digunakan untuk pengobatan kelainan pada kulit, peradangan, atau obat yang diberikan dengan tujuan menurunkan sistem kekebalan tubuh setelah transplantasi organ. Seringkali kasus hiperadrenokortisme terjadi akibat pemberian kortikosteroid yang kontinyu dalam jangka waktu yang cukup lama dan lebih sering terjadi pada pasien dengan pengobatan harian dibandingkan dengan pasien yang menerima terapi kortikosteroid setiap 48 jam sekali, juga sering terjadi pada pasien dengan pengobatan injeksi preparat kortikosteroid dengan frekuensi lebih dari 1 kali/bulan. Kadar kortisol yang berlebihan pada tubuh tersebut selanjutnya memberikan sinyal ke kelenjar adrenal untuk mengurangi produksi kortisol normalnya, sehingga dalam jangka panjang berakibat mengecilnya ukuran kelenjar adrenal.2.3 Gejala KlinisGejala klinis yang nampak diantaranya adalah kebotakan hingga kebotakan yang simetris bilateral, makan-minum berlebihan, polyuria, keadaan cepat lelah, pot-bellied abdomen (bentuk abdomen seperti mengenakan ikat pinggang; terjadi pembesaran hanya pada bagian perut dan mengecil pada bagian pinggang), serta infeksi kronis lain. Pada kucing, gejala yang tampak umumnya berupa penipisan kulit serta bulu (rambut) yang mudah rontok. Gejala-gejala tersebut bukan merupakan gejala yang spesifik pada pasien hiperadrenokortisme dan oleh karenanya maka teman-teman praktisi harus melakukan beberapa tes laboratorium sebagai tindakan konfirmasi terhadap diagnosa penyakit dan sekaligus mendeteksi penyebab utama penyakit tersebut. Salah satu gejala spesifik yang terjadi pada kucing adalah ketika dirasakan sulit mengontrol kadar insulin pada kucing penderita diabetes. Ketika dosis insulin untuk maintenance sulit sekali ditetapkan, maka terdapat kemungkinan bahwa kucing tersebut menderita sindrom cushing.2.4 PatofisiologiGlukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini: a. Metabolisme proteinEfek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesisprotein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa meningkat. b. Metabolisme karbohidrat Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat. Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel. Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM. c. Metabolisme lemak gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika gliserofosfat tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.d. Sistem kekebalan Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi. Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang. Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat. e. Elektrolit Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik. f. Sekresi lambung Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak. g. Fungsi otak Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat. h. Eritropoesis Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.

2.5 DiagnosaTest laboratorium secara rutin tidak begitu membantu dalam mendiagnosa cushings disease. Namun, tes-tes tersebut dapat memberikan petunjuk kemungkinan terjadinya cushings disease dan sebagai contoh adalah kadar alkalin phosphatase yang tinggi.Dalam mendiagnosa sindrom cushing diperlukan tes khusus. Pada anjing tersedia beberapa pilihan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saat ini ahli endokrinologi cenderung melakukan tes menggunakan tes supresi dexamethasone dosis rendah (low dose dexamethasone suppression test/LDSS). Selain itu perbandingan kadar kortisol:kreatinin pada urin juga dapat berguna sebagai screening test terhadap sindrom cushing meskipun dinilai kurang akurat untuk dijadikan sebagai dasar penentuan treatment. Keakuratan dari tes-tes yang dilakukan sangat diperlukan untuk mempertimbangkan sensitifitas dan spesifisitas dalam terapi. LDSS dinilai 95% sensitif namun hanya 70% spesifik. Kadar kortisol:kreatinin pada urin dinilai kurang lebih 90% sensitif namun memiliki spesifisitas rendah.Diagnosa sindrom cushing pada kucing lebih sulit dilakukan karena kemampuan kucing memproduksi kadar kortisol yang tinggi akibat kondisi stress yang dialaminya. Kadar kortisol:kreatinin urin dan tes LDSS kemungkinan dapat bekerja dengan baik dalam penentuan terjadinya sindrom cushing pada kucing. Perlu diingat bahwa tes dexamethasone dosis rendah yang direkomendasikan untuk kucing menggunakan dosis tertinggi dexamethasone untuk tes LDSS pada anjing.

2.6 TerapiPengobatan terhadap penderita sindrom cushing didasarkan pada usaha untuk menormalkan kembali kadar kortisol tanpa menyebabkan kondisi defisiensi kortisol yang tentunya memberikan efek negatif terhadap kesehatan. Pada kasus iatrogenic sindrom cushing, terapi dilakukan dengan pemberian kortisol secara perlahan dan pemberiannya harus secara hati-hati mengingat bilamana kelenjar adrenal belum siap akan penggantian kortisol dari sumber lainnya maka dapat menyebabkan hewan muntah, diare, kolaps pembuluh darah bahkan kematian. Prognosa terhadap sindrom cushing bervariasi, tergantung tipe penyakit yang diderita pasien. Pada kasus tumor kelenjar adrenal, tindakan bedah (adrenalectomy) dapat mengatasi tumor yang belum menyebar. Namun bilamana telah terjadi penyebaran sel tumor kelenjar adrenal maka prognosa yang lebih buruk dapat terjadi (pada kasus tumor ganas). Sindrom cushing akibat aktifitas kelenjar hipofise yang berlebihan memiliki prognosa yang baik dalam jangka waktu singkat, namun demikian penderita sindrom cushing dalam jangka waktu yang lama memiliki predisposisi terhadap penyakit-penyakit lain seperti diabetes mellitus, infeksi saluran urin, penyakit ginjal, hipertensi, dan pankreatitis. Penderita iatrogenic sindrom cushing memiliki prognosa yang baik bilamana substitusi kortisol yang sesuai tetap terjaga dengan baik. Umumnya, terapi terhadap penderita sindrom cushing diberikan dalam jangka waktu cukup lama dengan senantiasa melakukan monitoring terhadap kadar kortisol tubuh.Beberapa produk obat yang dapat digunakan adalah Lysodren, Mitotane, Trilostane ataupun Ketoconazole yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan sindrom cushing. Namun sepertinya produk-produk obat ini belum terdaftar di Indonesia sehingga mungkin tidak mudah dijumpai dalam pasar obat hewan di Indonesia.

BAB IIIPENUTUP

3.1KesimpulanSindrom cushing adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bilamana kelenjar hipofise memproduksi hormon ACTH secara berlebihan maka akan menimbulkan reaksi umpan balik negatif yaitu menstimulasi kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol dalam jumlah yang berlebihan pula. Hal inilah yang menyebabkan kondisi hiperadrenokortisme. Penyebab kedua dari hiperadrenokortisme adalah tumor pada kelenjar adrenal, meskipun 50% dari tumor tersebut bersifat jinak (benign). Gejala klinis yang nampak diantaranya adalah kebotakan hingga kebotakan yang simetris bilateral, makan-minum berlebihan, polyuria, keadaan cepat lelah, pot-bellied abdomen (bentuk abdomen seperti mengenakan ikat pinggang; terjadi pembesaran hanya pada bagian perut dan mengecil pada bagian pinggang), serta infeksi kronis lain. Pada kucing, gejala yang tampak umumnya berupa penipisan kulit serta bulu (rambut) yang mudah rontok. Pengobatan terhadap penderita sindrom cushing didasarkan pada usaha untuk menormalkan kembali kadar kortisol tanpa menyebabkan kondisi defisiensi kortisol yang tentunya memberikan efek negatif terhadap kesehatan. Beberapa produk obat yang dapat digunakan adalah Lysodren, Mitotane, Trilostane ataupun Ketoconazole yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan sindrom cushing.

DAFTAR PUSTAKA

Aron DC et al: Cushing's syndrome: Problems management. Endocr Rev 1982;3:229.Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 999-1003.Atkinson AB: The treatment of Cushing's syndrome. Clin Endocrinol 1991;34:507.Baxter JD, Tyrrell JB: The adrenal cortex. In: Endocrinology and Metabolism, 2 nd ed. Felig P et al (editors). McGraw-Hill, 1987;117-143.Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 3. Jakarta : EGC Guyton.Burke CW: Adrenocortical insuffi ciency. Clin Endocrinol Metabloism. 1985;14:947.Chrousos GP et al: The corticotropin-releasing factor stimulation test: An aid in the evaluation of patients with Cushing's syndrome. N Engl J Med 1984;310: , 622.Rao RH, Vagnucci AH, Amico JA: Bilateral massive adrenal hemorrhage: Early recognition and treatment. Ann Intern Med 1989; 110:227.Richards, M. 2005. Sindrom cushing and corticosteroids. Jakarta: EMS. Rumahorbo, Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:EGC.Sri,Fitrianti,dkk. 2012. Askep Sindrom cushing. Makassar : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan.Tyrrell JB et al: An overnight high-dose dexamethasone suppression test: Rapid differential diagnosis of Cushing's syndrome. Ann Intern Med 1986;104: 180.

10