sindrom nefrotik

11
I. PENDAHULUAN Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif, hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia Secara klinis SN terdiri dari: 1. Edema massif 2. Proteinuria 3. Hipoalbuminemia 4. Hiperkolestrolemia atau mormokolestrolemia Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI). (2) Dari segi usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi sindrom nefrotik infantile dan sindrom nefrotik congenital. Sindrom nefrotik infantil diartikan sebagai sindrom nefrotik yang terjadi setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan sedangkan sindrom nefrotik yang terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik congenital (SNK) yang didasari kelainan genetik. (1) Kelainan histologis sindrom nefrotik idiopatik (SNI) menunjukan kelainan-kelainan tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut minimal change nephrotic syndrome atau sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) atau sering disebut NIL (Nothing In Light Microscopy) disease. (2) II. INSIDENS Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetap sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. (1) Kasus sindrom nefrotik pada anak paling

Upload: endi-sudrajad

Post on 23-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sindrom nefrotik penjelasan

TRANSCRIPT

Page 1: Sindrom nefrotik

I. PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif,

hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia

Secara klinis SN terdiri dari:

1. Edema massif

2. Proteinuria

3. Hipoalbuminemia

4. Hiperkolestrolemia atau mormokolestrolemia

Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI).  (2) Dari segi

usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi sindrom nefrotik infantile dan

sindrom nefrotik congenital. Sindrom nefrotik infantil diartikan sebagai sindrom nefrotik yang

terjadi setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan sedangkan sindrom nefrotik yang terjadi dalam 3

bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik congenital (SNK) yang didasari kelainan

genetik.(1) Kelainan histologis sindrom nefrotik idiopatik (SNI) menunjukan kelainan-kelainan tidak

jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut minimal change nephrotic

syndrome atau sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) atau sering disebut NIL (Nothing In

Light Microscopy) disease. (2)

II. INSIDENS

Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetap sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7

tahun. (1) Kasus sindrom nefrotik pada anak paling sering ditemukan pada usia 18 bulan-4

tahun. (2) kejadian sindrom nefrotik pada anak sekitar 1-2/100.000 anak. (3) Rasio laki-

laki:perempuan = 2:1, sehingga dikatakan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar

1:1. (1,2)

III. KLASIFIKASI

Page 2: Sindrom nefrotik

Umumnya sindrom nefrotik infantil diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria seperti

presentasi klinis, riwayat keluarga, hasil laboratorium, gambaran histologi, dan genetic

molekular. Sindrom nefrotik infantil ini dapat bersifat primer dan sekunder. (1)

Sindrom nefrotik infantil primer, terdiri dari:

Sindrom nefrotik idiopatik yang terdiri dari:

-          Sindrom nefrotik kelainan minimal

-          Glomeruloskelerosis fokal segmental

-          Glomerulonefritis membranosa

Sklerosis mesangial difus (SMD, diffuse mesangial sclerosis)

 

Sindrom nefrotik infantil yang berhubungan dengan sindrom malformasi:

1. Sindrom Denys-Drash (SDD)

2. Sindrom Galloway-Mowat

3. Sindrom Lowe

 

Sindrom nefrotik infantil sekunder atau didapat yang terjaid karena:

1. Infeksi : sifilis, virus sitomegalo, hepatitis, rubella, malaria toksoplasmosis, HIV.

2. Toksik : merkuri yang menyebabkan immune-complex-mediated epimembranous nephritis

3. Lupus Eritematosus sistemik

4. Sindrom hemalitik uremik’

5. Reaksi obat

6. Nefroblastoma atau tumor wilms.

 

Sindrom nefrotik secara gambaran histologik (2)

International Collaboratif Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) telah menyusun klasifikasi

histopatologik Sindrom Nefrotik Idiopatik atau disebut juga SN Primer sebagai berikut:

1. Minimal Change= Sindrom nefrotik minimal (SNKM)

2. Glomeroluklerosis fokal

3. Glomerulonefrit is floriferatif yang dapat bersifat

-          Difus eksudatif

-          Fokal

Page 3: Sindrom nefrotik

-          Pembentukan crescent (bulan sabit)

-          Mesangial

-          Membranoproliferatif

1. Nefropati membranosa

2. Glomerulonefritis kronik

Dari kelima bentuk kelainan histologik sindrom nefrotik idiopatik.

 

Sindrom Nefrotik menurut terjadinya (2,3)

Sindrom Nefrotik Kongenital

Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini

diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%), plasenta besar (beratnya

kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama

berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada

pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan hipercolestrolemia.

Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua

mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen

ainfeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan

kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang  biasanya

meninggi.

Sindrom Nefrotik yang didapat:

Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.

IV. ETIOLOGI

Sindrom nefrotik bisa terjadi akibat berbagai glomerulopati atau penyakit menahun yang luas.

Sejumlah obat-obatan yang merupakan racun bagi ginjal juga bias menyebabkan sindroma

nefrotik. Sindrom nefrotik bias berhubungan dengan kepekaan tertentu. Beberapa jenis sindrom

nefrotik sifatnya diturunkan. (3,4,5)

Penyebab primer (1)

Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri dari sindrom nefrotik idiopatik dengan kelainan

histologik menurut pembagian ISKDC.

1. Penyebab sekunder, dari penyakit kelainan: (1,5)

Sistematik

Page 4: Sindrom nefrotik

-          Penyakit kolagen seperti Systemic Lupus Erythematosus, scholein-Henoch Syndrome

-          Penyakit Pendarahan: Hemolitik Uremik Syndrome

-          Penyakit Keganasan: Hodgkin’s disease, Leukemia

Infeksi:

-            Malaria, Schistosomiasis mansoni, lues, subacute bacterial endocarditis, cytomegalic

inclusion disease.

Metabolik:

-          Diabetes Mellitus, amyloidosis.

 Obat-obatan/allergen:

-          Trimethadion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular/serangga, vaksin

polio, obat pereda nyeri yang menyerupai aspirin, senyawa emas, heroin intravena, penisilamin,

racun pohon ivy, racun pohon EK, dan cahaya matahari.

V. PATOGENESIS

Pada pemabahasan selanjutnya, yang dimaksud dengan SN adalah Sindrom Nefrotik yang

idiopatik dengan kelainan histologik yang berupa SNKM. Terdapat beberapa teori yang terjadi

pada anak yaitu: (2,4)

Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)

Antigen yang mausk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen amtibody

larut dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi

sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian

terperangkap dibawa epitel capsula bowman yang secara imunofloresensi terlihat beberapa

benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membran basalis glomerulus berbentuk granuler atau

noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan permeabilitas mbg

terganggu sehingga eritrosit, protein, dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai

didalam urin. (2,4)

Perubahan elektrokemis

Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga menimbulkan

proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus

berupa gangguan fungsi elektrostatik (sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein) yaitu

hilangnya fixed negatif ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya

muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin

meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urin. (2,4)

Page 5: Sindrom nefrotik

 

VI. GAMBARAN KLINIS

Gejala awal Sindrom Nefrotik dapat berupa: (1,3,6)

1. Berkurangnya nafsu makan

2. Pembengkakan kelopak mata

3. Nyeri perut

4. Pengkisutan otot

5. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

6. Air kemih berbusa

Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai berat dan merupakan

gejala satu-satunya yang Nampak. Edema mula-mula Nampak pada kelopak mata terutama

waktu bangun tidur. Edema yang hebat atau anasarka sering disertai edema pada genetalia

eksterna. Edema pada perut terjadi karena penimbunan cairan. Sesak napas terjadi karena

adanya cairan dirongga sekitar paru-paru (efusi pleura). Gejala yang lainnya adalah edema lutut

dan kantung zakar (pada pria). Edema yang terjadi seringkali berpindah-pindah, pada pagi hari

cairan tertimbun di kelopak mata atau setelah berjalan, cairan akan tertimbun di pergelangan

kaki. Pengkisutan otot bias tertutupi oleh edema. (1,2,7) Selain itu edema anasarka ini dapat

menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Umbilikalis, dilatasi

vena, prolaks rectum, dan sesak dapat pula terjadi akibat edema anasarka ini. (2)

VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Urin

Albumin: Kualitatif: ++ sampai ++++

Kuantitatif: >50 mg/KgBB/hari (diperiksa memakai reagens ESBACH)

Sedimen: oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai

eritrosit, lekosit, toraks hilain dan toraks eritrosit.

Hal tersebut diatas dikatakan sebagai proteinuria atau dapat juga disebut albuminuria. Albumin

adalah salah satu jenis protein. Ada dua sebab yang menimbulkan proteinuria, yaitu:

permeabilitas kapiler glomelurus yang meningkat akibat kelainan atau kerusakan mbg dan

reabsorpsi protein di tubulus berkurang. Oleh karena proteinuria parallel dengan kerusakan mbg,

maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat

glomerulus. Jadi yang diukur adalah index selectivity of proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan

dengan cara mengukur rasio antara clearance igG dan cleareance transferin.

 

ISP = Clearance / cleareance transferin

Page 6: Sindrom nefrotik

Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (highly selective proteinuria) yang secara klinik menunjukan:

-       Kerusakan glomerulus ringan

-       Respon terhadap kortikosterois baik

 

Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (poorly selective proteinuria) yang secara klinik menunjukan:

-       Kerusakan glomerulus berat

-       Tidak respon terhadap kortikosteroid baik

 

Darah (2,4,7)

Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:

Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100ml)

Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100ml). hal ini disebut sebagai hipoalbuminemia (nilai kadar

albumin dalam darah < 2,5 gram/100 ml). SN kelainan ini dapat disebabkan oleh:

-          Proteinuria

-          Katabolisme protein yang berlebihan

-          Nutricional deficiency

Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein yang terjadi di tubuh

ginjal. Peningkatan katabolisme ini merupakan faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia

selain dari proteinuria (albuminuria). Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema

mukosa usus sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan

hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2

gram/100ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1 garam/100ml.

-          α1 globulin normal (N : 0,1-0,3 gm/100ml)

-          α2 globulin meninggi (N : 0,4-1 gm/100ml)

-          β globulin normal (N : 0,5-0,9 gm/100ml)

-          γ globulin normal (N : 0,3-1 gm/100ml)

-          Rasio albumin/globulin < 1 (N : 3/2)

Page 7: Sindrom nefrotik

-          Komplemen c3 normal/rendah (N : 80-120mg/100ml)

-          Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin normal

-          Hiperkolestrolemia bila kadar kolestrol > 250mg/100ml. akhir-akhir ini disebut juga

sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolestrol saja yang meninggi dalam darah,

konsituen lemak itu adalah:

-                    Kolestrol

-                    Low density lipoprotein (LDL)

-                    Very low density lipoprotein (VLDL)

-                    Trigliserida baru meningkat bila plasma albumin < 1 gram/100ml

Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu unutk membuat albumin sebanyak-banyaknya.

Bersamaan dengan sintetis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan

normal VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN, aktivitas enzim ini

terhambat dengan adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping

itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan oleh rendahnya kadar apolipoprotein

plasma sebagai akibat keluarganya protein dalam urin. Jadi hiperkolestrolemia ini tidak hanya

disebabkan oleh produksi yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.

 

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium. (,2,4,5,6)

 

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sindrom nefrotik adalah: (2,5)

1. Infeksi sekunder      : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat

hipoalbuminemia

2. Syok                         : terjadi terutama hipoalbuminemia berat (< 1mg/100ml) yang

menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok

3. Thrombosis vaskuler            : mungkin karena gangguan system koagulasi sehingga terjadi

peninggian fibrinogen atau faktor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi pada sistem

vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.

4. Malnutrisi

Page 8: Sindrom nefrotik

5. Gagal ginjal

X. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Mengobati infeksi penyebab sindrom

nefrotik dapat menyembuhkan sindrom ini. Jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati

(misalnya: penyakit Hodgkin atau kanker lainnya), maka mengobatinya akan mengurangi gejala

ginjal. Jika penyebabnya adalah kecanduan heroin, maka menghentikan pemakaian heroin pada

stadium awal sindrom nefrotik, bias menghilangkan gejala-gejalanya. Penderita yang peka

terhadap cahaya matahari, racun pohon ek, racun pohon ivy atau gigitan serangga, sebaiknya

menghindari bahan-bahan tersebut. Desensitisasi bias menyembuhkan sindrom nefrotik akibat

racun pohon ek, racun pohon ivy atau gigitan serangga. Jika penyebabnya adalah obat-obatan,

maka untuk mengatasi sindrom nefrotik, pemakaian obat harus dihentikan. (5)

Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium dengan jumlah yang

normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah. Terlalu banyak protein akan

meningkatkan kadar protein dalam air kemih. ACE inhibitors (misalnya captopril, lisinopril)

biasanya menurunkan pembuangan protein dalam kandung kemih dan menurunkan kosentrasi

lemak dalam darah. Tetapi penderita yang mempunyai kelainan fungsi ginjal yang ringan atau

berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium darah. Jika cairan tertimbun di perut,

untuk mengurangi gejala dianjurkan makan dalam porsi kecil tetapi sering.

 

Tekanan darah tinggi biasanya diatasi dengan diuretic. Diuretic juga dapat mengurangi

penimbunan cairan dan mengurangi pembengkakan jaringan, tetapi bisa meningkatkan resiko

terbentuknya pembekuan darah (5)

1. Pengobatan Umum

2. Diet harus banyak mengandung protein dengan nilai biologik tinggi dan tinggi kalori. Protein

3-5gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema berat. Bila

tanpa edema diberi 1-2gr/hari. Pembatasan cairan terjadi bias terdapat gejala gagal ginjal.

3. Aktivitas: tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada komplikasi. Bila edema

sudah berkurang atau tidak ada komplikasi maka aktifitas fisik tidak memperngaruhi

perjalanan penyakit. Sebaliknya tanpa ada aktifitas dalam jangka waktu yang lama akan

mempengaruhi kejiwaan anak.

4. Diuretik: pemberian diuretic untuk mengurangi edema terbatas pada anak dengan edema

berat, gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal atau obstruksi urethra yang

disebabkan oleh edema hebat ini. Pada beberapa kasus SN yang disertai anasarka, dengan

pengobatan kortikosteroid tanpa diuretik, edema juga menghilang. Metode yang lebih aktif

dan fisiologik untuk mengurangi edema adalah yang merangsang dieresis dengan pemberian

Page 9: Sindrom nefrotik

albumin (salt poor albumin): 0,5-1gr/kgBB selama satu jam yang disusul kemudian oleh

furosemid I.V 1-2mg/kgBB/hari. Pengobatan ini bias diulangi selama 6 jam bila perlu. Diuretic

yang biasa dipakai adalah diuretic jangka pendek seperti furosemid atau asam etakrinat.

Pemakaian diuretic yang berlangsung lama dapat menyebabkan:

 

Hipovolemia

Hipokalemia

Alkalosis

Hiperuricemia

1. Antibiotik: hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi sekunder

2. Pengobatan dengan kortikosteroid

Pengobatan dengan kortikosteroid terutama diberikan pada SN yang sensitif terhadap

kortikosteroid yaitu pada SNKM. Bermacam-macam cara yang dipakai tergantung pengalaman

dari tiap senter, tetapi umumnya dipakai cara yang diajukan oleh International Colaborative

Estudy of Kidney Disease in Children (ISKDC, 1976). 0.8-1/kgBB

XI. PROGNOSIS

Prognosisnya tergantung kepada penyebabnya, usia penderita dan jenis kerusakan ginjal yang

bias diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada biopsi. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika

penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati atau obat-obatan. Prognosis biasanya baik jika

penyebabnya memberikan respon yang baik dari kortikosteroid. Anak yang lahir dengan Sindrom

ini jarang bertahan hidup sampai 1tahun, beberapa diantaranya bias bertahan setelah menjalani

dialisa atau pencangkokan ginjal (5).

Prognosis yang paling baik ditemukan pada Sindroma Nefrotik akibat Glomerulonefritis yang

ringan 90% penderita anak memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Jarang yang

berkembang menjadi gagal ginjal, meskipun cenderung bersifat sering kambuh. Tetapi stelah

1tahun bebas gejala, jarang terjadi kekambuhan (5).