sindroma guillain67
TRANSCRIPT
fafaSINDROMA GUILLAIN – BARRE
TATALAKSANA PERAWATAN DAN PENGOBATAN
A. Perawatan
Perawatan yang baik dan intensif adalah hal yang paling penting dan
perlu mendapat perhatian khusus, sebab dengan perawatan yang
intensif dan fisioterapi yang baik, maka komplikasi dapat dikurangi
serta cacat dapat dibatasi dan kesembuhan diusahakan cepat
terjadi.1,2,3)
1. Antibiotika:
Pada pasien yang berbaring lama dan menggunakan alat bantu
nafas, frekwensi timbulnya pneumonia cukup tinggi, sehingga
dibutuhkan antibiotika yang disesuaikan dengan hasil kultur dan
resistensi kuman.2)
1
Gambar 1. Bakteri Salmonella Typhi
Gambar 2. Daur hidup Salmonella Typhi dalam menginfeksi tubuh manusia4
2
Gambar 2. Patogenesis Demam Tifoid
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel
mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin
dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi
seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ
lainnya.3
A. Diagnosis Demam Tifoid
Saat ini, kultur darah langsung yang diikuti dengan identifikasi mikrobiologi
adalah standar emas untuk mendiagnosa demam tifoid. 4,5
B. Manifestasi klinis Demam Tifoid
3
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga
gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga kematian. 3,5
Secara umum gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan
dan ge j a l a s e rupa dengan penyak i t i n f eks i aku t pada umumnya ,
ya i t u demam, nye r i kepa l a , pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari. Dalam
minggu kedua ge j a l a -ge j a l a men j ad i l eb ih j e l a s be rupa demam,
b r ad ika rd i a r e l a t i f ( b r ad ika rd i r e a l t i f ada l ah pen ingka t an suhu
1 ◦C t i dak d i i ku t i pen ingka t an denyu t nad i 8 ka l i pe rmen i t ) ,
l i dah yang berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor ) ,
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium, atau psikosis. 3,5,6
Sekitar 10-15% pasien menjadi demam tifoid berat. Faktor yang mempengaruhi
keparahan meliputi durasi penyakit sebelum terapi, pilihan terapi antimikroba, tingkat
virulensi, ukuran inokulum, paparan sebelumnya atau vaksinasi, dan factor host
lain seperti jenis HLA, AIDS atau penekanan kekebalan lain, atau konsumsi antasida.7
Pada pengidap tifoid (karier) tidak menimbulkan gejala klinis dan 25% kasus
menyangkal bahwa pernah ada riwayat sakit demam tifoid. Pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa tifoid karier disertai dengan infeksi kronik traktus urinarius serta
terdapat peningkatan terjadinya karsinoma kandung empedu, karsinoma kolorektal
dan lain-lain. Sedangkan patofisiologi tifoid karier belum sepenuhnya diketahui. 3
C. Pemeriksaan Labortorium
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah perifer; (2) pemeriksaan
4
bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan
kuman secara molekuler.
(1) Pemeriksaan darah perifer
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan
leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi s e k u n d e r . S e l a i n
i t u p u l a d a p a t d i t e m u k a n a n e m i a r i n g a n
d a n t r o m b o s i t o p e n i a . P a d a pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat
terjadi aneosinofilia maupun limfepenia. Laju endap darah pada demam tifoid
dapat meningkat. Pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan
kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak
memerlukan penanganan khusus.3
(2) Pemeriksaan bakteriologis
Kultur darah
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari
rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.3
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan
tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 3
5
Te lah mendapa t t e r ap i an t i b io t i k . B i l a pa s i en s ebe lum
d i l akukan ku l t u r da r ah t e l ah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.
Volume darah yang kurang ( diperlukan kurang lebih 5 cc darah ),
bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang
diambil sebaiknya secara b e d s i d e l a n g s u n g d i m a s u k k a n
k e d a l a m m e d i a c a i r e m p e d u ( o x g a l l ) u n t u k pertumbuhan
kuman.
Riwaya t vaks ina s i . Vaks ina s i d imasa l ampau men imbu lkan
an t i body da l am da rah pasien. Antibodi ( agluinin ) ini dapat menekan
bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. S a a t p e n g a m b i l a n d a r a h
s e t e l a h m i n g g u p e r t a m a , d i m a n a p a d a s a a t i t u a g g l u t i n i n
semakin meningkat.
Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media
yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat
minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu
pengambilan spesimen yang tidak tepat.7
Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas
yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7
hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak
praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam
pelayanan penderita. 7
(3) Uji serologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal, yaitu:
6
Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid
Gangguan pemben tukan an t i bod i . S a a t p e n g a m b i l a n d a r a h
Daerah endemik a t au non -endemik
R i w a y a t v a k s i n a s i
Reaks i anamnes t i k , ya i t u pen ingka t an t i t e r ag lu t i n in
pada i n f eks i bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu
atau vaksinasi.
Faktor teknik , a k i b a t a g l u t i n a s i s i l a n g , strain salmonella yang
digunakan untuk suspensi antigen
TES TUBEX ®
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana
dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna
untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan
antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella
serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya
mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu
beberapa menit.8
METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT
Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM
dan IgG terhadap antigen OMP (outer membrane protein) S. typhi. Deteksi
terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan
deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan
infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid
yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat
membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-
M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi
dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan
pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.7,14
7
Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid
bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji
Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang
bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa
Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan
kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.7,14
METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak
antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap
antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang
sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis
adalah double antibody sandwich ELISA.2
PEMERIKSAAN DIPSTIK
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana
dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan
menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai
pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol.
Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak
memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak
mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. Pemeriksaan ini juga sangat
dipengaruhi hasilnya oleh penggunaan antibiotik. 7,9
(4) Pemeriksaan kuman secara molekuler
Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi
DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik
hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain
reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. 7
Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi
risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila
prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam
spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam
spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya
8
yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari
spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat
ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.7
9