sistem avr
DESCRIPTION
perancangan sistem AVRTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Generator sinkron merupakan alat pembangkit tenaga listrik
utama yang dipakai untuk mengkonversi tenaga mekanis menjadi
tenaga listrik. Tegangan keluaran generator yang stabil adalah hal
yang sangat penting untuk menghasilkan suplai daya yang
diharapkan. Perubahan tegangan keluaran sebuah generator
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor pengganggu salah satu
diantaranya adalah beban dinamis. Karena hal tersebut berpengaruh
langsung terhadap sistem kelistrikan keseluruhan maka perlu untuk
dibuat suatu alat khusus untuk menjaga tegangan keluaran generator
tetap stabil pada setting point meskipun generator dipengaruhi oleh
faktor-faktor pengganggu tersebut.
Dalam sistem interkoneksi skala besar, alat penstabil
tegangan manual tidak pernah dipakai. Hal ini dikarenakan sering
tertinggalnya respon sistem dalam menstabilkan tegangan. Dan
sebagai gantinya dipasang sebuah peralatan penstabil tegangan
otomatis yang dinamakan AVR (Automatic Voltage Regulator)
disetiap generator. AVR ini berperan dalam mengatur tegangan
eksitasi yang dibutuhkan generator agar tegangan keluarannya tetap
stabil. Penggunaan AVR ini tidak terlepas dari keunggulan dalam hal
kehandalan selain kemudahan dalam perancangan dan
implementasinya.
Dalam Proyek Akhir ini dibahas mengenai metode
pengontrolan dalam pengaturan tegangan eksitasi generator sinkron
3 fasa dimana akan menggunakan kontroler tipe PID dengan
rangkaian DC-DC Converter jenis Buck-Boost Converter sebagai
rangkaian daya penghasil tegangan dan arus DC untuk eksitasi
generator sehingga dihasilkan tegangan keluaran generator yang
tetap stabil pada kondisi beban yang dinamis.
2
1.2 Tujuan
Proyek akhir ini memiliki tujuan untuk membuat dan
mengimplementasikan suatu sistem yang dapat menjaga tegangan
keluaran generator agar tetap stabil dengan kontroler PID dan DC-
DC Converter jenis Buck-Boost Converter sebagai rangkaian daya
pada plant generator sinkron 3 fasa. Setelah diimplementasikan,
kemudian dianalisis performance dari alat yang telah didesain dan
dibuat dengan memberikan beban yang berubah-ubah pada generator
sinkron 3 fasa tersebut.
1.3 Perumusan Masalah
Dari permasalahan - permasalahan yang ada diatas
diperoleh rumusan masalah pada proyek akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana menjaga tegangan keluaran generator tetap stabil
pada setting point.
2. Bagaimana merancang dan membuat kontroler PID agar dapat
mengatur tegangan eksitasi generator dengan baik.
3. Bagaimana merancang dan membuat rangkaian daya yang tepat
dan dapat memenuhi kebutuhan tegangan serta arus eksitasi
generator agar tegangan keluaran generator stabil.
4. Memastikan bahwa kontroler, rangkaian daya, dan sensor yang
dirancang mampu bekerja bersama-sama membentuk sistem
pengaturan loop tertutup sehingga tegangan keluaran generator
yang dihasilkan tetap stabil pada kondisi beban yang berubah-
ubah.
1.4 Batasan Masalah
Agar isi dan pembahasan tugas akhir ini menjadi terarah
dan dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka penulis perlu
membuat batasan masalah yang akan dibahas. Adapun batasan
masalah pada penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Generator sinkron yang digunakan sebagai aplikasi adalah
generator sinkron 3 fasa pada Laboratorium Electric Drive
Gedung D4 PENS-ITS.
3
2. Beban yang menjadi obyek pengujian adalah jenis beban
resistif dengan maksimal pembebanan 500 watt.
3. Kecepatan putar rotor generator sinkron terjaga konstan
1500 rpm (frekuensi generator terjaga konstan 50 Hz).
4. Tegangan dan arus output rangkaian daya yang disediakan
untuk eksitasi generator sebesar 130 volt DC dengan arus
maksimal 1,6 ampere.
5. Toleransi drop tegangan -10% sampai +5% dari tegangan
nominal keluaran generator sinkron 380 volt.
1.5 Metodologi
Beberapa metode yang diperlukan dalam pengerjaan proyek
akhir ini, diantaranya :
a. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan cara mencari dan
membaca sumber data yang diperoleh dari makalah-
makalah, buku teks yang relevan dengan bahasan proyek
akhir. Diantaranya referensi mengenai bidang daya dan
kontrol.
b. Pengambilan data dari generator
Pengambilan data bertujuan untuk mendapatkan
karakteristik dari plant generator yang akan dikontrol.
c. Bimbingan
Bimbingan dilakukan dengan cara diskusi dan tanya jawab
kepada dosen pembing dan dosen-dosen yang lain.
d. Perencanaan rangkaian daya
Rangkaian daya yang dirancang adalah DC-DC Converter
jenis Buck-Boost Converter untuk sumber tegangan eksitasi.
e. Perancangan sensor tegangan
Perancangan sensor tegangan bertujuan membentuk sistem
loop tertutup dari pengaturan tegangan eksitasi pada
generator sinkron AC 3 fasa.
4
f. Desain Kontroler
Desain kontroler disini adalah mendapatkan persamaan
matematis dari kontroler dengan analitik berdasar respon
waktu dan merancang sekaligus membuat rangkaian
analognya.
g. Penyusunan Buku
Pembuatan dan penyusunan buku dilakukan setelah proyek
akhir ini diuji dan dinyatakan sesuai dengan standart. Di
dalam pembuatan buku semua dari hasil pengerjaan proyek
akhir harus dijelaskan dengan baik dan benar sesuai dengan
hasil proyek akhir.
1.6 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan penyusunan proyek akhir ini
direncanakan terbagi menjadi 5 bab diantaranya:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang pembuatan alat
pada proyek akhir, tujuan yang ingin dicapai, batasan
permasalahan pada proyek akhir, metodologi, sistematika
pembahasan serta tinjauan pustaka.
BAB II : TEORI PENUNJANG
Bab ini membahas mengenai teori – teori yang menunjang
dan berkaitan dengan penyelesaian Proyek Akhir, antara
lain generator sinkron 3 fasa, kontroler PID, Buck-Boost
Converter, PWM, rangkaian optocopler, dan teori
penunjang lain.
BAB III : PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT
Bab ini membahas tahap perencanaan dan proses
pembuatan perangkat keras proyek akhir.
BAB IV : PENGUJIAN DAN ANALISA
Bab ini membahas secara keseluruhan dari sistem dan
dilakukan pengujian serta analisa pada setiap percobaan
5
perangkat keras. Mengintegrasikan seluruh sistem dan
pengujian, kemudian berdasarkan data hasil pengujian
dilakukan analisa terhadap keseluruhan sistem.
BAB V : PENUTUP
Bab ini membahas kesimpulan dari pembahasan,
perencanaan, pengujian dan analisa berdasarkan data hasil
pengujian sistem. Untuk meningkatkan hasil akhir yang
lebih baik diberikan saran-saran terhadap hasil pembuatan
proyek akhir.
DAFTAR PUSTAKA :
Menguraikan tentang referensi-referensi yang telah
digunakan selama pembuatan proyek akhir ini sebagai
acuan yang mendukung.
LAMPIRAN :
Berisi tentang hasil-hasil pengujian dan listing program
serta rangkaian konrol yang dibuat dalam pembahasan ini.
1.7 Tinjauan Pustaka
Pada interkoneksi sistem tenaga listrik skala besar, tidak
dimungkinkan melakukan pengaturan tegangan eksitasi generator
secara manual sehingga pada sistem tenaga listrik skala besar,
pengaturan tegangan eksitasi generator dilakukan secara otomatis
menggunakan peralatan kontrol yang dinamakan Automatic Voltage
Regulator (AVR). AVR adalah peralatan kontrol otomatis yang
mengatur tegangan eksitasi generator sehingga mampu menjaga
tegangan keluaran generator tersebut berada dekat dengan tegangan
yang sudah ditentukan (Myinzu Htay dkk, 2008, 763-769). Pada
Proyek akhir ini akan dibahas metode pengontrolan tegangan eksitasi
mengunakan kontroler tipe PID.
Pada umumnya, kontroler PID banyak digunakan untuk
pengendalian proses karena kontroler tersebut dapat dikembangkan
sebagai pelengkap sistem pengaturan untuk menjadikan excellent
control (Willis. M.J., 1999). Ada tiga jenis parameter pada kontroler
tersebut, yaitu proportional gain (Kp), integral time (Ti), dan
derivative time (Td). Ketiga parameter tersebut mempunyai pengaruh
6
terhadap hasil respon proses, yaitu : proportional gain dapat
mempengaruhi kecepatan respon, semakin besar nilainya dapat
mempercepat respon dan memperkecil offset tetapi dapat
menimbulkan osilasi; integral time dapat mempengaruhi proses time
constant yang responnya menjadi lambat tetapi dapat menghilangkan
offset, sedangkan derivative time dapat mempengaruhi dead time
atau delay time proses dan meningkatkan kestabilan tetapi
redamannya membesar (J.E. Normey-Rico dkk.,2007). Cara men-
tuning untuk ketiga parameter dapat menggunakan tabel atau trial
error sampai memperoleh hasil keluaran respon proses yang
diharapkan, baik pada besarnya overshoot, settling time dan error
steady state. Salah satu cara popular dalam men-tuning kontroler
PID dapat menggunakan tabel Ziegler Nichols atau Cohen-Coon
yang melalui analisa bentuk kurvs respon transient. Tujuannnya
untuk memperoleh nilai gain proses, time constant, dan time delay
proses.
1.8 Relevansi
Hasil yang diperoleh dari Proyek Akhir ini diharapkan
dapat memberi manfaat sebgai berikut:
Mengetahui efektifitas penggunaan kontroler tipe PID untuk
pengaturan tegangan eksitasi generator sinkron 3 fasa.
Mengetahui efektifitas penggunaan rangkaian daya Buck-
Boost converter untuk eksitasi generator.
Memungkinkan analisis dengan kontroler tipe yang lain
dalam hal pengaturan tegangan eksitasi pada generator
sinkron 3 fasa.
Merancang dan mengimplementasikan kontroler PID dan
rangkaian elektronika daya
7
BAB II
TEORI PENUNJANG
2.1. Generator Sinkron
Generator AC yang akan dibahas adalah generator yang
termasuk jenis mesin serempak (mesin sinkron) dimana frekuensi
listrik yang dihasilkan sebanding dengan jumlah kutub dan putaran
yang dimilikinya. Listrik yang dihasilkan adalah listrik arus bolak-
balik (listrik AC). Mesin penggerak (prime mover) nya berasal dari
motor sinkron.
Dibanding dengan generator DC, generator AC lebih cocok
untuk pembangkit tenaga listrik berkapasitas besar. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan, antara lain:
Timbulnya masalah komutasi pada generator DC
Timbulnya persoalan dalam hal menaikkan/menurunkan
tegangan pada listrik DC. Hal ini menimbulkan persoalan
untuk hantaran dalam pengiriman tenaga listrik
(transmisi/distribusi), masalah penampang kawat, tiang
transmisi, rugi-rugi dan sebagainya.
Listrik AC relatif lebih mudah untuk diubah menjadi listrik
DC.
Masalah efisiensi mesin dan pertimbangan lain-lain.
Konstruksi generator AC lebih sederhana dibandingkan generator
DC. Bagian-bagian terpenting dari generator AC adalah:
RANGKA STATOR, dibuat dari besi tuang. Rangka stator
merupakan rumah dari bagian-bagian generator yang lain.
STATOR, bagian ini tersusun dari plat-plat (seperti yang
digunakan juga pada jangkar dari mesin-mesin arus searah)
stator yang mempunyai alur-alur sebagai tempat meletakkan
lilitan stator. Lilitan stator berfungsi sebagai tempat
terjadinya GGL induksi.
ROTOR, rotor merupakan bagian yang berputar. Pada rotor
terdapat kutub-kutub magnet dengan lilitannya yang dialiri
arus searah, melewati cincin geser dan sikat-sikat.
SLIP RING atau CINCIN GESER, dibuat dari bahan
kuningan atau tembaga yang dipasang pada poros dengan
7
8
memakai bahan isolasi. Slip ring ini berputar bersama-sama
dengan poros rotor. Jumlah slip ring ada dua buah yang
masing-masing slip ring dapat menggeser sikat arang yang
masing-masing merupakan sikat positif dan sikat negatif,
berguna untuk mengalirkan arus penguat magnet ke lilitan
magnet pada rotor.
GENERATOR PENGUAT, generator penguat adalah suatu
generator arus searah yang dipakai sebagai sumber arus.
Biasanya yang dipakai adalah dinamo shunt. Generator arus
searah ini biasanya dikopel terhadap mesin pemutarnya
bersama generator utama. Akan tetapi sekarang banyak
generator yang tidak menggunakan generator arus searah
(dari luar) sebagai sumber penguat, sumber penguat diambil
dari GGL sebagian kecil belitan statornya. GGL tersebut
ditransformasikan kemudian disearahkan dengan penyearah
elektronik sebelum masuk pada bagian penguat.
Generator sinkron umunya dibuat sedemikian rupa sehingga
lilitan tempat terjadinya GGL tidak bergerak, sedangkan kutub-kutub
akan menimbulkan medan magnet putar. Generator semacam ini
disebut generator kutub dalam. Keuntungan generator kutub dalam
adalah bahwa untuk mengambil arus listrik tidak dibutuhkan cincin
geser dan sikat arang. Hal ini disebabkan lilitan tempat terjadinya
GGL itu tidak berputar. Generator sinkron tersebut terutama sangat
cocok untuk mesin-mesin dengan tegangan yang tinggi dan arus
yang besar.
Untuk mengalirkan arus penguat ke lilitan penguat yang
berputar tetap diperlukan cincin geser dan sikat arang. Meskipun
demikian bukan berarti bahwa hal tersebut memberatkan karena arus
penguat magnet tidak begitu besar dan tegangannya pun rendah.
Bagian-bagian terpenting dari stator adalah rumah stator,
inti stator dan lilitan stator. Inti stator adalah sebuah silinder yang
berlubang, terbuat dari plat-plat dengan alur-alur dibagian keliling
dalamnya. Didalam alur-alur itu dipasang lilitan statornya. Ujung-
ujung lilitan stator ini dihubungkan dengan jepitan-jepitan
penghubung tetap dari mesin. Bagian-bagian terpenting dari rotor
9
120
.nPf
adalah kutub-kutub, lilitan penguat, cincin geser dan sumbu (as).
Kontruksi generator yang umum digunakan adalah jenis kutub dalam
dan yang selanjutnya dibicarakan adalah kontruksi generator kutub
dalam ini. Kelebihan generator kutub dalam pada intinya adalah
bahwa generator ini dapat menghasilkan tenaga listrik yang sebesar-
besarnya, karena tegangan yang terbentuk dapat langsung diambil
dari lilitan statornya.
Secara umum kutub magnet mesin sinkron dibedakan atas:
1. Kutub magnet dengan bagian kutub yang menonjol (salient
pole). Kontruksi seperti ini dugunakan untuk putaran
rendah, dengan jumlah kutub yang banyak.
2. Kutub magnet dengan bagian kutub yang tidak menonjol
(non salient pole). Konstruksi seperti ini digunakan untuk
putaran tinggi, dengan jumlah kutub yang sedikit. Kira-kira
2/3 dari seluruh permukaan rotor dibuat alur-alur untuk
tempat lilitan penguat. Yang 1/3 bagian lagi merupakan
bagian yang utuh, yang berfungsi sebagai inti kutub.
Menurut teori listrik, GGL induksi yang dihubungkan pada
kumparan dalam medan magnet adalah:
E=4,44. f. ϕ. N (Volt) .........………………(2.1)
E=2,22. f. ϕ. Z (Volt) …………………….(2.2)
Dimana :
E : GGL induksi (Volt)
F : Frekuensi listrik (Hz)
ϕ : Besarnya fluks magnet (Weber)
N : Jumlah lilitan
Z : Jumlah sisi lilitan
…………………………(2.3)
Dimana :
f : Frekuensi listrik
P :Banyaknya kutub magnet
n : Putaran generator per menit
10
)(..120
..44,4 VoltN
nPE
)(... VoltncE
3/V
cos..3 IVP LL
cos..3 IVP NL
Jadi jika nilai f dimasukkan ke persamaan diatas maka:
……………………...(2.4)
Karena nilai P dan N tidak berubah pada generator maka
harga-harga yang tidak berubah akan dijadikan menjadi satu
ketetapan yang kita sebut dengan constanta sehingga persamaan
lebih mudah untuk dipahami.
………….………………(2.5)
Dimana:
E : GGL induksi (Volt)
c : constanta
ϕ : besar fluks magnet (Weber)
Banyaknya penyedian listrik terdiri atas sistem tiga fase,
dan terdapat tiga pasangan elektromagnet yang terpisah serta tiga set
kumparan yang juga terpisah. Antara masing-masing fase terdapat
selisih 120 derajat listrik antara arus ketiga fae. Ketiga fase itu
biasanya ditandai u-v-w atau juga r-s-t dan dapat menurut hubungan
delta atau hubungan bintang. Tegangan antara dua fase adalah V.
Khusus pada hubungan bintang, terdapat titik bintang, yang diberi
tanda 0. Tegangan antara fase dan titik bintang adalah . Daya
sebuah generator 3 phasa dinyatakan dalam rumus berikut:
…………….………..……..(2.6)
Atau
(V dalam satu phasa) …....(2.7)
Dimana :
P : Daya (W)
VL-L : Tegangan phasa-phasa (V)
VL-N : Tegangan phasa-netral (V)
I : Arus beban (A)
Cos φ : Faktor daya
11
Gambar 2.1. Rangkaian Listrik Generator Tanpa Beban
Keterangan :
If : Arus kumparan medan atau arus penguat
Rf : Hambatan kumparan medan
Ra : Hambatan armatur
Xl : Reaktansi bocor
Vt : Tegangan output/terminal
Ea : Gaya gerak listrik armature
Pada generator sinkron keadaan jalan tanpa beban
mengandung arti bahwa arus armatur (Ia)=0. Dengan demikian besar
tegangan terminal adalah:
Vt = Ea = Eo ……………………………(2.8)
Gambar 2.2. Rangkaian Listrik Generator Berbeban
12
Pada generator sinkron berbeban, maka pada kumparan armatur
timbul Ia dan Xm akibatnya timbul penurunan GGL armatur tanpa
beban. Tegangan terminal Vt yang timbul adalah:
Vt = Ea – I (Ra + j Xs) ………………………….(2.9)
Vt = Ea – Ia. Zs .…..……………………(2.10)
Daya nominal sebuah generator biasanya dinyatakan dalam
kW, atau MW, ataupun dalam kVA atau MVA. Daya nominal
ditentukan oleh suhu kerja dari kumparan, sedangkan faktor daya
biasanya adalah 0,8. Efisiensi sebuah generator dinyatakan dalam
rasio keluaran dibagi masukan. Keluaran yang bermanfaat
merupakan seluruh masukan dikurangi rugi-rugi. Terdapat dua jenis
rugi-rugi yaitu mekanikal dan elektrikal. Rugi-rugi mekanikal
termasuk gesekan bantalan dan udara, sedangkan rugu-rugi elektrikal
terdiri atas rugi-rugi besi dan tembaga. Semua rugi-rugi akan
mengakibatkan terjadinya panas yang harus dihilangkan melalui
pendinginan.
Dalam penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan,
tegangan yang konstan seperti halnya frekuensi yang konstan,
merupakan salah satu syarat utama yang harus dipenuhi. Oleh
karenanya masalah pengaturan tegangan merupakan masalah operasi
sistem tenaga listrik yang perlu mendapat penanganan tersendiri.
Pengaturan tegangan erat kaitannya dengan pengaturan daya reaktif
dalam sistem. Berbeda dengan frekuensi yang sama dalam semua
bagian sistem, tegangan tidak sama dalam setiap bagian sistem,
sehingga pengaturan tegangan adalah lebih sulit dibandingkan
dengan pengaturan frekuensi. Kalau frekuensi praktis hanya dipenuhi
oleh daya nyata MW dalam sistem, dilain pihak tegangan dipenuhi
oleh:
1. Arus penguat generator (eksitasi)
2. Daya reaktif beban
3. Daya reaktif yang didapat dalam sistem (selain generator),
misalnya dari kondensator dan dari reactor
4. Posisi tap transformator
13
Dalam sistem tenaga listrik ada dua variabel yang dapat
diatur secara bebas, disebut variabel pengatur (control variabel),
yaitu daya nyata (MW) dan daya reaktif (MVAR). Seperti telah
diuraikan diatas, pengaturan daya nyata akan mempengaruhi
frekuensi, sedangkan pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi
tegangan. Point 1 sampai 4 tersebut diatas adalah cara untuk
mengatur daya reaktif yang harus disediakan dalam sistem. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa:
1. MW merupakan variabel pengatur frekuensi.
2. MVAR merupakan variabel pengatur tegangan.
2.2. Pengenalan Plant dan perangkat keras
Plant dan peralatan yang akan digunakan adalah:
Penggerak mula (prime mover)
Generator AC 3 fasa
Pengukur tegangan generator
Pengukur tegangan eksitasi generator
Kabel penghubung
Beban resistif
2.2.1 Penggerak Mula (prime mover)
Sebagai penggerak mula (prime mover) untuk generator set ini
digunakan motor induksi 3 fasa buatan Todensha Electric dengan
data sebagai berikut:
Daya : 2,2 kW
Tegangan : 380 Volt
Frekuensi : 50Hz
Putaran : 1500 rpm
Jumlah kutub : 4 kutub
Agar motor dapat bekerja nominal sesuai dengan data yang ada
pada name plate, maka sambungan motor harus disesuaikan dengan
tegangan 3 fasa yang tersedia.
2.2.2 Generator Sinkron AC 3 Fasa
Generator sebagai pembangkit tenaga listrik pada proyek akhir
ini digunakan generator sinkron 3 fasa buatan Todensha Electric
dengan data sebagai berikut:
14
Daya nominal : 2 kVA
Frekuensi : 50 Hz
Tegangan keluaran : 380 Volt
Putaran :1500 rpm
Tegangan penguat magnet : 3,1 A
Generator digerakkan oleh motor induksi 3 fasa dengan
kopel satu poros, tegangan keluaran generator dipengaruhi oleh
tegangan penguat magnet (tegangan eksitasi) sedangkan frekuensi
yang dibangkitkan oleh generator sangat dipengaruhi oleh oleh
putaran motor. Dengan demikian jika tegangan keluaran generator
terjadi perubahan karena pembebanan maka untuk mempertahankan
agar tegangan konstan (stabil) diperlukan pengaturan tegangan
penguatan magnet (tegangan eksitasi). Sedangkan untuk
mempertahankan frekuensi yang dibangkitkan generator yaitu
dengan mengatur putaran motor agar tetap stabil.
Gambar 2.3. Generator Sinkron 3 Fasa dan Prime Mover
2.3. Kontroler
Kontroler bekerja dengan membandingkan nilai sebenarnya
dari keluaran sistem secara keseluruhan (plant) yang mengacu pada
15
sinyal referensi (nilai yang dikehendaki), menentukan penyimpangan
menghasilkan sinyal kontrol yang akan mengurangi penyimpangan
menjadi nol atau nilai yang kecil. Sinyal keluaran sistem yang
dibandingkan dengan sinyal referensi itulah yang disebut dengan
sinyal umpan balik. Oleh Karena itu, sistem kontrolnya dinamakan
sistem kontrol umpan balik. Sedangkan upaya untuk membuat
kesalahan sekecil mungkin tersebut dinamakan aksi kontrol.
Jika dilihat dari derajat (orde) persamaan differensial yang
menghubungkan input output kontroler, kontroler P-I-D dapat
dirancang menjadi kontroler orde nol (tipe P), orde kesatu (tipe PI
dan PD) atau orde kedua (tipe PID). Oleh karena itu, secara teoritis
kontroler ini dapat diterapkan untuk mengendalikan plant orde
kesatu atau orde kedua saja. Akan tetapi karena sistem/ plant di
industri umumnya merupakan sistem orde tinggi yang dapat
direduksi menjadi sistem orde kesatu atau orde kedua sehingga
kontroler PID banyak diimplementasikan di industri.
Dewasa ini banyak dikembangkan metode perancangan
kontroler PID antara lain:
1. Perancangan dengan pendekatan respon waktu
a. Perancangan analitik dengan spesifikasi respon
orde I dan orde II.
b. Metode Ziegler-Nichols.
c. Metode Cohen-coon.
d. Perancangan dengan Root Locus melalui
pendekatan geometris.
e. Perancangan dengan Root Locus melalui
pendekatan analitik.
2. Perancangan dengan pendekatan respon frekuensi
a. Metode analitik melalui Diagram Bode
b. Perancangan PI/PD menggunakan teknik
perancangan kompensator Lead/Lag melalui
Diagram Bode
3. Perancangan PID adaptif
Perancangan suatu kontroler PID pada dasarnya adalah
menentukan nilai parameter Kp, τi dan τd sedemikian rupa sehingga
respon sistem hasil desain sesuai dengan spesifikasi performansi
yang diinginkan. Oleh karena itu, pada perancangan kontroler PID
secara analitik selalu dilakukan beberapa tahapan pekerjaan yaitu:
16
1. Menentukan model matematik plant, model matematik
plant dapat diturunkan melalui hubungan fisik antar
komponen atau dengan menggunakan metode identifikasi.
Orde dari model matematik ini hanya boleh orde kesatu
atau kedua, jika sistem/plant memiliki orde tinggi, model
matematik yang digunakan adalah model Reduksi dalam
bentuk orde kesatu dan kedua.
2. Menentuksn spesifikasi performansi, karena perancangan
ini tergolong perancangan dengan pendekatan respon waktu
dan hanya untuk sistem orde kesatu dan kedua saja, maka
ukuran kualitas respon yang digunakan ukuran kualitas
respon waktu. Biasanya digunakan settling time dan error
steady-state untuk pendekatan respon orde kesatu atau
settling time , overshoot dan error steady-state untuk
pendekatan respon sistem orde kedua .
3. Merancang kontroler PID adalah tahapan terakhir dari
perancangan meliputi pemilihan tipe kontroler dan
menghitung nilai parameter kontroler. Pemilihan tipe ini
erat hubungannya dengan model dari plant yaitu jika model
plant adalah orde kesatu tipe kontroler yang dipilih adalah
PI, jika model plant adalah orde kedua tipe kontroler yang
dipilih adalah PID.
2.3.1. Kontroler Proporsional
Kontroler proposional memiliki keluaran yang
sebanding/proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih
antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya) . Secara
lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran kontroler
proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional
dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera
menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar
konstanta pengalinya.
Gambar 2.4 menunjukkan blok diagram yang
menggambarkan hubungan antara besaran setting, besaran aktual
dengan besaran keluaran kontroller proporsional. Sinyal keasalahan
17
(error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran
aktualmya. Selisih ini akan mempengaruhi kontroler, untuk
mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga setting)
atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).
Gambar 2.4. Diagram Blok Kontroler Proporsional
Kontroler proporsional memiliki 2 parameter, pita
proporsional (proportional band) dan konstanta proporsional.
Daerah kerja kontroler efektif dicerminkan oleh Pita proporsional,
sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor
penguatan terhadap sinyal kesalahan, Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta
proporsional (Kp) ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan
berikut:
…………………………………………………..(2.5)
Gambar 2.5 menunjukkan grafik hubungan antara PB,
keluaran kontroler dan kesalahan yang merupakan masukan
kontroler. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi,
pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil,
sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit.
Gambar 2.5. Proportional Band Dari Kontroler Proporsional
Tergantung Pada Penguatan.
18
Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika
kontroler tersebut diterapkan pada suatu sistem. Secara eksperimen,
pengguna kontroler proporsional harus memperhatikan ketentuan-
ketentuan berikut ini:
1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu
melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan
menghasilkan respon sistem yang lambat.
2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan
semakin cepat mencapai keadaan mantabnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga
yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak
stabil, atau respon sistem akan berosilasi.
2.3.2. Kontroler Integral
Kontroler integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang
memiliki kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak
memiliki unsur integrator (1/s ), kontroller proporsional tidak akan
mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan
mantabnya nol. Dengan kontroler integral, respon sistem dapat
diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan mantapnya nol.
Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah
integral. Keluaran kontroler sangat dipengaruhi oleh perubahan yang
sebanding dengan nilai sinyal kesalahan. Keluaran kontroler ini
merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan
masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan,
keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya
perubahan masukan.
Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang
dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak- lihat konsep numerik.
Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika
sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 2.6 menunjukkan contoh
sinyal kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan
keluaran kontroler integral terhadap perubahan sinyal kesalahan
tersebut.
19
Gambar 2.6. Kurva Sinyal Kesalahan E(T) Terhadap T Dan
Kurva U(T) Terhadap t Pada Pembangkit Kesalahan Nol.
Gambar 2.7 menunjukkan blok diagram antara besaran
kesalahan dengan keluaran suatu kontroller integral.
Gambar 2.7. Blok Diagram Hubungan Antara Besaran
Kesalahan Dengan Kontroler Integral
Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran
integral ditunjukkan oleh Gambar 2.8 Ketika sinyal kesalahan
berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah
menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah
menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relatif kecil dapat
mengakibatkan laju keluaran menjadi besar.
20
Gambar 2.8. Perubahan Keluaran Sebagai Akibat Penguatan Dan
Kesalahan
Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa
karakteristik berikut ini:
1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu,
sehingga kontroler integral cenderung memperlambat
respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler
akan bertahan pada nilai sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan
menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi
oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki .
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan
mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai
konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari
sinyal keluaran kontroler.
2.3.3. Kontroler Diferensial
Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya
suatu operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan
kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan
cepat. Gambar 2.9 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan
hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller.
21
Gambar 2.9 Blok Diagram Kontroler Differensial
Gambar 2.10 menyatakan hubungan antara sinyal masukan
dengan sinyal keluaran kontroler differensial. Ketika masukannya
tidak mengalami perubahan, keluaran kontroler juga tidak
mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah
mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran
menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah
naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan
fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh
kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya
Td.
Gambar 2.10. Kurva Waktu Hubungan Input-Output Kontroler
Differensial
Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut:
1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak
ada perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka
keluaran yang dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td
dan laju perubahan sinyal kesalahan.
22
3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk
mendahului, sehingga kontroler ini dapat menghasilkan
koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan
menjadi sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat
mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi
yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan
stabilitas sistem.
Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler
diferensial umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu
sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya.
Kerja kontroler differensial hanyalah efektif pada lingkup yang
sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu kontroler
diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lain sebuah
sistem.
2.3.4. Kontroler PID
Kombinasi dari ketiga aksi kontroler diatas atau lebih
dikenal dengan kontroler PID (Proporsional-Integral-Differensial).
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I
dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya
secara paralel menjadi kontroler proposional plus integral plus
diferensial (kontroler PID). Elemen-elemen kontroler P, I dan D
masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat
reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan
perubahan awal yang besar. Gambar 2.11 menunjukkan blok
diagram kontroler PID.
Gambar 2.11 Blok Diagram Kontroler PID Analog
23
Keluaran kontroler PID merupakan jumlahan dari keluaran
kontroler proporsional, keluaran kontroler integra dan keluaran
kontroler differensial. Gambar 2.12 menunjukkan hubungan tersebut.
Gambar 2.12. Hubungan Dalam Fungsi Waktu Antara Sinyal
Keluaran Dengan Masukan Untuk Kontroler PID
Karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh
kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan
konstanta Kp, τi, dan τd akan mengakibatkan penonjolan sifat dari
masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut
dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang
menonjol itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada respon
sistem secara keseluruhan.
Dengan menentukan penguatan proporsional Kp, waktu
integral τi dan waktu differensial τd, yang tepat diharapkan respon
plant orde kedua tanpa delay sesuai dengan spesifikasi performansi
yang diinginkan. Sebuah plant orde kedua tanpa delay memiliki
komponen yang dapat digambarkan sebagai berikut:
U(s) C(s)
Gambar 2.13. Diagram Blok Plant Orde Kedua
121 2
2 ss
K
nn
121 2
2 ss
K
nn
24
Dimana, K : gain overall
ɷn : frekuensi alami tak teredam
ξ : rasio peredaman
Adapun diagram blok untuk kontroler PID dapat
digambarkan sebagai berikut:
E(s) U(s)
Gambar 2.14. Diagram Blok Kontroler PID
Dimana :
Kp : penguatan proporsional
τi : waktu integral
τi : waktu differensial
Penggabungan kedua diagram blok diatas akan menjadi sistem close
loop sebagai berikut:
R(s) E(s) U(s) C(s)
Gambar 2.15. Diagram Blok Sistem Close Loop
d
isKp
11
s
sk d
i
p
11
121 2 ss
k
nn
25
Closed Loop Transfer Function Sistem (CLTF) sistem dapat
dituois sebagai berikut:
121
11
121
1
)(
)(
2
2
2
2
2
2
ss
K
s
ssKp
ss
K
s
ssKp
sR
sC
nn
i
idi
nn
i
idi
................................(2.6)
Jika dipilih 2
1
n
di
dan
n
i
2
maka,
1.
1
.1
.
)(
)(
KpK
ss
KKp
sKKp
sR
sC
i
i
i
.................................................(2.7)
Sistem hasil rancangan merupakan sistem orde pertama
dengan fungsi alih :
………...…………………..…………...(2.8)
…………………………………………(2.9)
Dimana :
τ* :Konstanta waktu sistem hasil
K* : Gain sistem hasil
1*
.*
1*
*
)(
)(
K
KpK
s
K
sR
sC
i
26
Untuk merancang sebuah kontroler PID diperlukan prosedur sebagai
berikut:
1. Menentukan fungsi alih plant orde kedua
2. Menentukan spesifikasi performansi respon orde pertama
yang diinginkan
3. Menentukan Kp, τi dan τd
…………….………….(2.10)
…………….………….(2.11)
…………….………….(2.12)
2.4. Buck-Boost Converter
Buck-Boost Converter adalah salah satu topologi DC-DC
Converter yang digunakan untuk menurunkan atau menaikkan
tegangan DC. Komponen utama pada topologi Buck-Boost Converter
ini adalah sumber tegangan input dc (Vd), penyaklar (S), diode
freewheel (D), kapasitor filter (C) dan beban resistansi (R). Pada
gambar 2.16 ditunjukkan topologi Buck-Boost Converter secara
umum yang masih dasar dengan nilai komponen yang belum
diketahui.
Gambar 2.16 Topologi Buck-Boost Converter1
Penyaklaran dapat berupa transistor, mosfet atau IGBT. Kondisi
saklar terbuka dan tertutup ditentukan oleh isyarat PWM. Prinsip
______________________ 1Salam, Dr.Zainal, 2004.”DC to DC Chopper”, Malaysia, UTMJB, hal 28
KKKp
KpK n
ii
n
d
n
di
n
i
..*
2
.*.*
2
11
2
2
27
kerja rangkaian Buck-Boost Converter ini adalah dengan kendali
pensaklaran dan dapat dibagi menjadi 2 mode.
Mode 1
Saat saklar (S) di-ON kan pada t = 0 dioda akan reverse
bias (open). Arus yang masuk meningkat melalui induktor
(L) dan saklar (S). Karena tegangan pada kapasitor masih 0
(nol) sehingga beban tidak mendapat supply tegangan saat
saklar (S) pertama kali di-ON kan. Rangkaian ekuivalen
mode 1 ditunjukkan pada gambar 2.17
Gambar 2.17. Ekuivalen Mode 12
Dengan demikian maka arus tegangan pada induktor adalah
dt
diLVoVdV L
L ……………………..……(2.13)
Sehingga diperoleh,
L
Vd
dt
diL ……………………………..(2.14)
Selama ini turunan dari arus adalah konstanta positif, maka
arus akan bertambah secara linear seperti ditunjukkan pada gambar
2.18 selama selang waktu 0 samapi dengan DT. Perubahan pada arus
selama kondisi ON dihitung dengan menggunakan persamaan
L
Vd
DT
i
t
i LL
L
VdDTclosediL
..............................................(2.15) ______________________ 2Salam, Dr.Zainal, 2004.”DC to DC Chopper”, Malaysia, UTMJB, hal 28
28
Gambar 2.18. Arus Induktor Pada Buck-Boost Converter3
Mode 2
Dimulai saat saklar (S) di-OFF kan, maka dioda menjadi
forward bias (close) untuk menghantarkan arus induktor
dan rangkaian akan nampak seperti gambar 2.19. Arus
mengalir dari induktor menuju kapasitor, beban. Energi
yang tersimpan didalam induktor akan disalurkan ke beban.
Dan arus yang ada di induktor akan berkurang sampai
saklar (S) di-ON kan lagi untuk siklus berikutnya.
Rangkaian ekuivalen mode 2 ditunjukkan pada gambar
Gambar 2.19 Ekuivalen Mode 24
Tegangan pada induktor saat saklar terbuka adalah
dt
diLVV L
os ......................................(2.16)
Sehingga diperoleh
L
Vo
dt
diL ...............................................(2.17)
L
Vo
TD
i
t
i LL
)1( ....................................(2.18)
______________________ 3Ibid hal29 4Ibid hal28
29
L
TDVoopenediL
)1(
...............................(2.19)
Pada saat saklar (S) di-ON kan kembali maka arus pada
induktor L akan meningkat dan energi yang tersimpan pada
kapasitor (C) akan mengalir ke beban, sehingga aliran tegangan yang
mengalir ke beban tidak akan pernah putus/kontinyu. Bentuk
gelombang tegangan dan arus beban yang kontinyu ditunjukkan pada
gambar 2.20 dengan mengasumsikan arus induktor naik secara linear
dari Imin ke Imax pada waktu t0
Gambar 2.20. Gelombang Tegangan Dan Arus Beban
30
Operasi keadaan tunak (steady state) terpenuhi jika arus
pada induktor pada akhir siklus penyaklaran adalah sama dengan
saat awal penyaklaran, artinya perubahan pada arus induktor selama
satu periode adalah 0 (nol). Hal ini berarti
…………....(2.20)
Berdasarkan persamaan closediL dan 0 openediL , maka
..........................(2.21)
Dengan menyelesaikan persamaan Vo diperoleh hubungan
...........................(2.22)
Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui bahwa
tegangan keluaran buck-boost converter selalu terbalik (negatif).
Tegangan keluaran buck-boost converter ini dapat lebih besar atau
lebih rendah daripada tegangan masukan dengan syarat sebagai
berikut: - Rangkaian akan berfungsi sebagai boost (lebih besar)
jika Duty cycle lebih besar dari 0,5
- Rangkaian akan berfungsi sebagai buck (lebih kecil)
jika Duty cycle lebih kecil dari 0,5
2.5. Pulse Width Modulation (PWM)
PWM atau pulse width modulation adalah salah satu cara
untuk mendapatkan tegangan yang memiliki kondisi terbuka penuh
(ON) atau tertutup penuh (OFF). Cara paling sederhana untuk
mendapatkan sinyal PWM adalah dengan metode interseksi, yang
membutuhkan gelombang gergaji atau gelombang segitiga dan
komparator. Frekuensi gelombang gergaji akan sama dengan
0 openediclosedi LL
0)1(
L
TDVo
L
VdDT
D
DVdVo
1
31
frekuensi PWM. Komparator digunakan sebagai penghasil
gelombang kotak dengan membandingkan masukannya.
Gambar 2.21. Rangkaian PWM
Metode pembangkitan PWM dengan membandingkan
gelombang segitiga dan tegangan DC dapat dilihat pada gambar 2.22
di mana saat masukan sinyal segitiga masih lebih rendah dari sinyal
DC pembandingnya maka keluaran komparator akan rendah/ LOW.
Dan ketika sinyal segitiga telah lebih tinggi dari sinyal DC maka
keluaran komparator akan tinggi/HIGH. Maka dengan mengubah
nilai tegangan DC-nya akan mempengaruhi perbandingan panjang
gelombang tinggi terhadap periodenya atau yang disebut dengan
duty cycle (D)
Gambar 2.22 Gelombang Pulsa Keluaran PWM Secara Analog
Salah satu pemanfaatan PWM adalah untuk switching. Pada
pengendalian daya dengan frekuensi tinggi penggunaan saklar
menggunakan komponen semikonduktor wajib digunakan, hal ini
dikarenakan saklar mekanik tidak mampu digunakan untuk frekuensi
tinggi. Kondisi ON dan OFF pada PWM digunakan sebagai kontrol
saklar elektronis semikonduktor yang berpengaruh pada kontrol
tegangan dan arus yang mengalir melalui beban.
32
2.6. Optocoupler
Optocoupler atau optotransistor merupakan salah satu jenis
komponen yang memanfaatkan sinar sebagai pemicu on-off. Opto
berarti optic dan coupler berarti pemicu. Sehingga bisa diartikan
bahwa optocoupler merupakan suatu komponen yang bekerja
berdasarkan pemicu cahaya optic. Optocoupler termasuk dalam
sensor, yang terdiri dari dua bagian yaitu transmiter dan receiver.
Dasar rangkaian optocoupler ditunjukkan pada Gambar 2.23.
Gambar 2.23.Rangkaian Dasar Optocoupler
5
Bagian pemancar atau transmiter dibangun dari sebuah infra
led merah untuk mendapatkan ketahanan yang lebih baik terhadap
sinar tampak daripada menggunakan led biasa. Sensor ini bisa
digunakan sebagai isolator dari rangkaian tegangan rendah ke
rangkaian bertegangan tinggi, selain itu juga bisa dipakai sebagai
pendeteksi terhadap penghalang antara transmiter dan receiver
dengan memberikan ruang uji dibagian tengah antara led dan
phototransistor. Penggunaan seperti ini bisa diterapkan untuk
mendeteksi putaran motor atau mendeteksi lubang penanda pada
disk drive komputer. Penggunaan optocoupler tergantung pada
kebutuhan. Ada berbagai macam tipe dan jenis, diantaranya 4N25,
4N26, TLP 250 dan lain-lain.
Salah satu yang terpenting dari aplikasi phototransistor adalah
photocoupler (optocoupler). Optocoupler biasa digunakan pada
rangkaian elektronik yang diisolasi dari rangkaian lain, sehingga
disebut juga photoisolator. Hanya cahaya yang menghubungkan
rangkaian masukan ke rangkaian keluaran.
______________________ 5“Optocoupler”,google.com, forum.hackedgadgets.com
33
2.7. Insulated Gate Bipolar Transistors (IGBT)
Pengenalan dari insulated gate bipolar transistors (IGBTs)
pada pertengahan tahun 1980-an telah menjadi bagian penting dari
sejarah peralatan power semikonduktor . IGBT menjadi peralatan
yang sangat populer dalam power elektronik dengan sampai medium
power (beberapa kWs sampai MWs) dan menyebar luas dalam
aplikasi dc/ac drives dan sistem power suplay. Sebuah IGBT pada
dasarnya adalah hybrid MOS gate turn on/off bipolar transistor
yang merupakan gabungan dari keunggulan MOSFET dan BJT.
Arsitektur dasar dari IGBT hampir sama dengan MOSFET
kecuali adanya penambahan layer P+ pada colector diatas layer
drain N+ dari MOSFET. Peralatan ini memiliki impedansi input
yang tinggi dari MOSFET, tetapi karakteristik konduksi seperti BJT.
Jika gate adalah positif dengan respect ke emitter , sebuah N-chanel
diinduksikan pada daerah P. Ini di forward-biaskan pada base-
emitter junction dari P-N-P transistor., menjadikan on dan
menyebabkan modulasi konduktivitas pada daerah N-, memberikan
reduksi signitifikan pada drop over konduksi pada MOSFET itu.
Gambar 2.24.(a) Struktur IGBT dengan rangkaian ekuivalennya6,
(b) simbol IGBT 7
______________________ 6,7 Bose,Bimal K.,”Modern power electronic and AC drives ”, Prentice Hall PTR, 2002. hal.21
34
Pada kondisi ON, driver MOSFET dalam rangakaian
ekuivalen dari IGBT kebanyakan membawa arus terminal total.
Perilaku pengunci seperti pada thyristor disebabkan oleh
parasitic N-P-N transistor dicegah dengan mengurangi dengan
cukup resistivitas dari layer P+ dan membelokkan sebagian
besar dari arus yang mengalir ke MOSFET. IGBT di turn off –
kan dengan mereduksi gate tegangan menjadi nol atau negatif,
dengan menutup konduktasi channel pada daerah P. Peralatan
ini memiliki density arus yang lebih tinggi daripada BJT
ataupun MOSFET. Input kapasitansi (Ciss) dari IGBT lebih
signitifikan daripada MOSFET. Serta, perbandingan dari gate-
collector capasitansi ke gate-emitter capasitansi lebih rendah,
memberikan peningkatan effect feedback Miller.
Gambar 2.25 menunjukkan Volt-Ampere kharakteristik dari
sebuah IGBT yang mendekati daerah saturasi, yang
mengindikasikan seperti kharakteristik BJT. Modern IGBT
menggunakan trench-gate teknologi untuk mengurangi drop
konduksi yang lebih jauh. Peralatan ini tidak menunjukkan
beberapa detik kharakteristik breakdown dari BJT dan square
SOA dibatasi thermalnya seperti MOSFET. Oleh karena itu,
sebuah IGBT converter dapat didesain dengan atau tanpa
snubber.
Gambar 2.25. Karakteristik Volt-Ampere IGBT
(POWEREX IPM CM-150TU-12H) ;(600V,150A) 8
______________________ 8 Ibid hal.22
35
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT
3.1 Pendahuluan
Dalam bab III ini akan dibahas tentang perencanaan sistem
dengan membagi setiap bagian kedalam suatu diagram blok sesuai
dengan fungsi rangkaiannya masing-masing. Berikut adalah gambar
blok diagram sistem pengaturan eksitasi generator sinkron 3 fasa :
Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem Automatic Voltage Regulator
(AVR)
Berdasarkan gambar 3.1 perancangan dan pembuatan
perangkat pada proyek akhir ini adalah :
Perencanaan dan pembuatan Rangkaian daya DC-DC
Converter jenis Buck-Boost Converter. dan komponen
snubber.
Perencanaan dan pembuatan optocoupler.
Perencanaan dan pembuatan rangkaian sensor tegangan.
Perencanaan dan pembuatan kontroler PID.
Integrasi sistem.
35
36
3.2 Perencanaan Rangkaian Daya
Rangkaian daya yang digunakan adalah rangakain DC-DC
Convereter jenis Buck-Boost Converter. Rangkaian ini memerlukan
rangkaian pendukung lainnya sebagai rangkaian penyulutnya.
Rangkaian yang dimaksud yaitu rangkaian driver. Perencanaan dan
pembuatan rangakain Buck-Boost Converter secara lengkap
ditunjukkan pada gambar 3.2 sebagai berikut
Gambar 3.2. Rangkaian Buck-Boost Converter
Pada Gambar 3.2. merupakan rangkaian dasar Buck-Boost
Converter dengan PWM untuk menyulut IGBT Buck-Boost
Converter. PWM untuk penyulutan Buck-Boost Converter
merupakan deretan pulsa-pulsa kotak yang dihasilkan dari
perbandingan tegangan DC yang merupakan keluaran dari kontroler
dengan sinyal gigi gergaji yang dibangkitkan mikrokontroler.
Keluaran PWM dari osilator dihubungkan dengan rangkaian
optocoupler yang digunakan sebagai pemisah antara osilator dengan
IGBT Buck-Boost Converter. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kerusakan pada osilator dan mikrokontroler karena adanya arus balik
yang besar dari rangkaian Buck-Boost Convereter. Kemudian PWM
keluaran dari rangkaian optocoupler dihubungkan dengan rangkaian
totempole drive. Rangkaian totempole digunakan untuk melakukan
switching atau perubahan kondisi dari low ke high dengan cepat pada
37
mHL
xxxL
ix
VVV
VxVVx
fL
Lfoin
info
82.0
75.1
1
7.020080
80)7.0200(
40000
1
1)(
1
frekuensi tinggi. PWM untuk penyulutan IGBT Buck-Boost
Converter didesain dengan frekuensi 40 kHz. Buck-Boost converter
memperoleh masukan dari AC-DC Ful wave Rectifier 1 fasa sebesar
80 Volt dan didisain untuk menghasilkan tegangan keluaran sebesar
200 Volt dengan arus output 2 Ampere.
3.2.1 Perhitungan Desain Buck-Boost Convereter
Pada Proyek Akhir ini Buck-Boost Conventer didesain
dengan ketentuan parameter-parameter sebagai berikut:
a. Tegangan Input (Vin) = 80 V
b. Tegangan Output (Vo) = 200 V
c. Arus Output (Io) = 2A
d. f = 40 kHz
e. Duty cycle :
………………………..………………(3.1)
f. Perhitungan Nilai Induktor :
Ripple arus induktor
…..…......……………(3.2)
Nilai induktor
…………..……….(3.3)
71.0
20080
200
D
D
VoVin
VoD
AI
xxI
V
VVVxxII
L
L
in
foin
outL
75.1
80
7.020080225.0
25.0
38
AI
D
II
peakD
opeakD
82.271.0
2,
,
Arus induktor
…….........................(3.4)
Arus induktor maksimum
……..................................(3.5)
Arus induktor rms
……..………………..(3.6)
g. Perhitungan Nilai kapasitor output
Arus puncak diode
…………..…………………….(3.7)
ALI
LI
inV
fV
oV
inV
outILI
02.7
80
7.0200802
ALI
LI
LI
LILI
89.7max
2
75.102.7
max
2max
AI
I
I
III
rmsL
rmsL
rmsL
LLrmsL
002.7
505.002.7
3
2/75.102.7
3
2/
22
2
2
2
2
39
Arus rms diode
………………………….(3.8)
Arus rms kapasitor
……..….…………………..(3.9)
Nilai kapasitor output
……...………………………….(3.10)
h. Ripple tegangan output :
……………………..………(3.11)
3.2.2. Perhitungan Desain Induktor
Dari hasil perhitungan induktor Buck-Boost Converter pada
sub bab 3.2.1. diketahui bahwa L=0.82mH dan ILmax=7.89A. Core yang digunakan adalah jenis ferrite core type PQ-5050
Ac=3,14 cm2, diameter = 2cm maka;
a. Jumlah lilitan (n)
…..…………………………………..(3.12)
AI
xI
DxII
rmsD
rmsD
peakDrmsD
38.2
71.082.2
,
,
,,
AI
I
III
rmsc
rmsc
ormsDrmsc
29.1
238.2
,
22
,
2,
2
,
VxV
xVoV
o
o
2.0200100
1.0
100
1.0
uFuFC
xxC
V
DTIC
o
o
o
rmsc
o
120115
2.0
000025.071.029.1
,
821014.325.0
89.782.0
10
4
4
max
max
x
mxn
AcB
LIn L
40
b. Panjang kawat (Lg)
Lg = [ (nxk) + 40% x(nxk)]x jumlah split …………(3.13)
Lg = [(82 . 2 . 3,14 . 1) + 40%(82. 2 . 3,14 . 1)]
Lg = 7.2 meter
3.2.3. Perhitungan Desain Snubber
Supaya pada IGBT tidak terjadi lossis saat proses switching
maka perlu diberi tambahan komponen. Komponen tambahan itu
terdiri dari resistor, diode dan kapasitor yang dipasang parallel
dengan IGBT. Komponen tambahan itu biasa disebut snubber.
Berikut adalah perhitungan nilai dari masing-masing komponen
Nilai I-on
....................................................(3.14)
Nilai V-off
…...……………………………(3.15)
Kapasitor snubber
…...…………………….(3.16)
AonI
x
xon
I
DR
Din
V
onI
LIinIonI
75.6
271.01100
71.080
21
VV
V
VVV
off
off
oinoff
280
20080
nFsnubberC
xV
Ionxt
snubberCoff
fall
5,02802
9104375.6
2
41
Resistor snubber
……..……………………..(3.17)
Gambar 3.3. Rangkaian Snubber
3.2.4. Simulasi Buck-Boost Converter
Dari perhitungan desain rangkaian buck-boost converter
diatas selanjutnya dilakukan simulasi dengan software matlab dan
diperoleh hasil simulasi pulsa penyulutan IGBT Buck-Boost
Converter, tegangan keluaran dan arus keluaran yang ditunjukkan
pada Gambar 3.5, Gambar 3.6 dan Gambar 3.7 sebagai berikut:
Gambar 3.4. Rangkaian Simulasi Buck-Boost Converter
17750
405,02
71.0
2
snubberR
knxxsnubberR
xCsubber
DT
snubberR
42
Gambar 3.5. PWM dengan Dutycycle 71%
Gambar 3.6. Tegangan Output Buck-Boost Converter
Gambar 3.7. Arus Output Buck-Boost Converter
200 V
V
t(ms)
2 A
A
t(ms)
t(us)
V
43
3.3 Optocoupler
Rangkaian Optocoupler pada Gambar 3.4 berfungsi sebagai
pemisah rangkaian pembangkit pulsa pada sisi masukan dengan
rangkaian keluaran. Sehingga jika terjadi gangguan pada rangkaian
keluaran tidak berpengaruh pada rangkaian pembangkit pulsa. TLP
250 merupakan IC optocoupler sekaligus terdapat totempole
didalamnya. Rangkaian ini digunakan sebagai isolated rangkaian
driver mikrokontroler terhadap rangkaian utama Buck-Boost
Converter. Secara umum rangkaian skema dari IC TLP 250
ditunjukkan pada gambar 3.8 berikut:
Gambar 3.8. Skema IC TLP250
3.4 Sensor Tegangan
Sensor tegangan merupakan rangkaian untuk mengetahui
besarnya perubahan tegangan keluaran generator sinkron 3 fasa.
Dengan menggunakan prinsip pembagi tegangan yang kemudian
diturunkan dan disearahkan. Dari tegangan keluaran generator 380
Volt AC diubah menjadi nilai akhir 4 Volt DC. Secara umum
rangkaian sensor tegangan diperlihatkan pada gambar 3.9 berikut ini
Gambar 3.9. Rangkaian Sensor Tegangan
44
3.5. Pengujian Generator
Pengujian generator dilakukan untuk mendapatkan
hubungan antara tegangan eksitasi (penguat magnet) dan tegangan
keluaran generator. Pengujian dilakukan menggunakan sumber
tegangan eksitasi dari luar, berupa sumber tegangan DC variable.
Pengujian dilakukan pada kondisi tanpa beban.
Tabel 3.1. Hasil Pengujian Tegangan Keluaran Generator (fasa-fasa)
Tegangan Eksitasi
(Volt DC)
Arus Eksitasi
(Ampere)
Tegangan Output
Generator (Volt AC)
0 0 0
10 0.1 22
20 0.2 58
30 0.3 90
40 0.4 120
50 0.5 150
60 0.6 184
70 0.7 218
80 0.8 240
90 0.9 262
100 1 290
110 1.1 320
120 1.2 340
130 1.3 380
45
Dari tabel 3.1. terlihat apabila tegangan eksitasi 130 volt,
maka tegangan keluaran generator adalah 380 volt. Generator ini
adalah generator yang memiliki tegangan kerja 380 volt, sehingga
nantinya tegangan eksitasi harus dijaga pada level lebih kurang 130
volt. Gambar 3.10. adalah tampilan dari kurva tegangan eksitasi
dengan tegangan keluaran generator.
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 20 40 60 80100
120
output generator
Gambar 3.10. Kurva Tegangan Eksitasi vs Tegangan Keluaran
Generator (Fasa To Fasa)
Dari kurva diatas terlihat bahwa tegangan keluaran
generator berbanding liris dengan kenaikkan tegangan eksitasi. Dari
sini dapat dibuat sebuah konsep bahwa untuk menghasilkan suatu
tegangan keluaran generator yang konstan, maka harus dilakukan
pengaturan tegangan eksitasi sesuai dengan beban yang diterapkan
pada generator.
Tegangan eksitasi (volt DC)
Tegangan generator (volt AC)
46
3.6. Identifikasi Sistem
3.6.1. Identifikasi Sistem Tanpa Beban
Identifikasi sistem ini dilakukan untuk mengetahui respon
sistem sebelum dipasang kontroler (open loop system) saat tanpa
beban. Proses ini dilakukan dengan memberikan tegangan masukan
berupa step melalui sumber DC eksternal pada kumparan medan
generator. Berikut adalah gambar respon sistem open loop saat tanpa
beban.
Gambar 3.11. Respon Open Loop Sistem Tanpa Beban
Berdasarkan hasil analisa secara grafis dari gambar 3.7 didapatkan
parameter sistem sebagai berikut:
ts = 1,8 detik
Ymax = 2,292
tp = 1,5 detik
Yss = 2,282
Xss = 2
Tegangan (volt)
Waktu (x1000ms)
47
Nilai penguatan K diperoleh :
141,12
282,2
ss
ss
X
Yk
Maksimum overshot didapat dari:
%44,0100282,2
282,2292,2100%
xx
Y
YYOS
ss
ssm
Untuk menghitung ξ dan ɷ, digunakan formulasi sebagai
berikut:
78,236,0
11
36,05
8,1
5
st
0933,25,1
14,3
p
dt
7988,0
178,2
0933,2
1
1
122
d
48,37988,0
78,2
n
Dari perhitungan diatas diperoleh respon sistem pendekatan
orde dua tanpa beban :
14591,00826,0
141,1
121
)(
2)(
22
2
22
2
2
ssss
ksHTF
xkdt
dy
dt
tyd
nn
nnn
48
3.6.2. Identifikasi Sistem Dengan Beban Resistif 100 Watt
Identifikasi sistem ini dilakukan dengan memberikan
tegangan masukan berupa step pada kumparan medan generator
dalam keadaan loop terbuka. Untuk identifikasi kedua dilakukan
dengan memberikan beban resistif sebesar 100 Watt pada masing-
masing fasa generator. Berikut adalah gambar respon sistem open
loop saat diberi beban resistif 100 Watt.
Gambar 3.12. Respon Open Loop Sistem Berbeban Resistif 100 Watt
Berdasarkan hasil analisa secara grafis dari gambar 3.8 didapatkan
parameter sistem sebagai berikut:
ts = 1,3 detik
Ymax = 2,176
tp = 0,9 detik
Yss = 2,168
Xss = 2
Tegangan (volt)
Waktu (x1000ms)
49
Nilai penguatan K diperoleh :
084,12
168,2
ss
ss
X
Yk
Maksimum overshoot didapat dari:
%37,0100168,2
168,2176,2100%
xx
Y
YYOS
ss
ssm
Untuk menghitung ξ dan ɷ, digunakan formulasi sebagai
berikut:
26,05
3,1
5 st
846,326,0
11
489,3
9,0
14,3
p
dt
19,5741,0
846,3
741,0
1846,3
489,3
1
1
122
n
d
Dari perhitungan diatas diperoleh respon sistem pendekatan
orde dua tanpa beban :
12855,00371,0
084,1
121
)(
2)(
22
2
22
2
2
ssss
ksHTF
xkdt
dy
dt
tyd
nn
nnn
50
3.6.3. Identifikasi Sistem Dengan Beban Resistif 200 Watt
Identifikasi sistem ini dilakukan dengan memberikan
tegangan masukan berupa step pada kumparan medan generator
dalam keadaan loop terbuka. Untuk identifikasi kedua dilakukan
dengan memberikan beban resistif sebesar 200 Watt pada masing-
masing fasa generator. Berikut adalah gambar respon sistem open
loop saat diberi beban resistif 200 Watt.
Gambar 3.13. Respon Open Loop Sistem Berbeban Resistif 200 Watt
Berdasarkan hasil analisa secara grafis dari gambar 3.9 didapatkan
parameter sistem sebagai berikut:
ts = 1,3 detik
Ymax = 2,167
tp = 1,1 detik
Yss = 2,164
Xss = 2
Tegangan (volt)
Waktu (x1000ms)
51
Nilai penguatan K diperoleh:
082,12
164,2
ss
ss
X
Yk
Maksimum overshoot didapat dari:
%14,0100164,2
164,2167,2100%
xx
Y
YYOS
ss
ssm
Untuk menghitung ξ dan ɷ, digunakan formulasi sebagai
berikut:
26,05
3,1
5 st
846,3
26,0
11
854,2
1,1
14,3
p
dt
789,4803,0
846,3
803,0
1846,3
854,2
1
1
122
n
d
Dari perhitungan diatas diperoleh respon sistem pendekatan
orde dua tanpa beban :
13353,00436,0
082,1
121
)(
2)(
22
2
22
2
2
ssss
ksHTF
xkdt
dy
dt
tyd
nn
nnn
52
3.6.4. Identifikasi Sistem Dengan Beban Resistif 300 Watt
Identifikasi sistem ini dilakukan dengan memberikan
tegangan masukan berupa step pada kumparan medan generator
dalam keadaan loop terbuka. Untuk identifikasi kedua dilakukan
dengan memberikan beban resistif sebesar 300 Watt pada masing-
masing fasa generator. Berikut adalah gambar respon sistem open
loop saat diberi beban resistif 300 Watt.
Gambar 3.14. Respon Open Loop Sistem Berbeban Resistif 300 Watt
Berdasarkan hasil analisa secara grafis dari gambar 3.10 didapatkan
parameter sistem sebagai berikut:
ts = 1,4 detik
Ymax = 2,115
tp = 1,2 detik
Yss = 2,11
Xss = 2
Tegangan (volt)
Waktu (x1000ms)
53
Nilai penguatan K diperoleh :
055,12
11,2
ss
ss
X
Yk
Maksimum overshoot didapat dari:
%24,010011,2
11,2115,2100%
xx
Y
YYOS
ss
ssm
Untuk menghitung ξ dan ɷ, digunakan formulasi sebagai
berikut:
28,05
4,1
5 st
571,328,0
11
6167,2
2,1
14,3
p
dt
427,48066,0
571,3
8066,0
1571,3
6167,2
1
1
122
n
d
Dari perhitungan diatas diperoleh respon sistem pendekatan
orde dua tanpa beban :
13644,0051,0
055,1
121
)(
2)(
22
2
22
2
2
ssss
ksHTF
xkdt
dy
dt
tyd
nn
nnn
54
3.7. Perencanaan Kontroler PID
Untuk mendapatkan respon sistem yang sesuai dengan
setpoint yang diberikan, maka dibutuhkan sebuah kontroler. Ada
berbagai jenis kontroler dan berbagai macam metode pendekatan
untuk mendapatkan nilai dari parameter kontroler. Pemilihan metode
kontrol dipengaruhi oleh jenis plant yang akan diatur. Dalam proyek
akhir ini kontroler yang digunakan adalah tipe PID (Proportional-
Integral-Derivatif). Berikut ini adalah Blok diagram dari kontrol
jenis PID
R(s) + E(s) C(s)
Gambar 3.15.Diagram Blok Kontrol PID
Spesifikasi desaign:
Ts(±5%) = 1 detik
Tanpa overshoot
Model matematis plant yang digunakan adalah saat plant tanpa
beban yaitu
14591,00826,0
141,1)(
2
sssHTF
Parameter yang perlu dicari dari kontroler PID ini antara lain Kp, τi,
τd. Dengan menggunakan metode analitik akan dihitung besar nilai
Kp, τi, τd sebagai berikut:
s
ssK
i
idip
12
2
1
n
di
12
22
s
s
k
nn
55
Dengan 2
1
n
di
maka,
Waktu integral:
46,0
48,3
)7988,0(2
2
i
i
i
n
Konstanta waktu sistem hasil:
ik
tS
det2,0*
*51
*5*
Waktu differensial:
18,0
48,3
146,0
1
2
2
d
d
n
di
Penguatan proporsional:
016,2
)141,1(2,0
46,0
*
Kp
Kp
kKp i
56
Dengan memasukkan nilai-nilai diatas kedalam blok diagram kontrol
PID maka diperoleh blok diagram sistem hasil rancangan sebagai
berikut:
R(s) + E(s) C(s)
_
Gambar 3.16. Diagram Blok Sistem Hasil Rancangan
Perancangan kontroler PID dapat dibuat secara analog maupun
dengan cara pemrograman pada mikrokontroler. Namun dalam
proyek akrir ini kontroler PID dibuat secara analog yaitu
denganmenggunakan komponen utama berupa op-amp. Pada
gambar 3.13 dijelaskan rangkaian kontroler PID yang terdiri dari
rangkaian proportional-integral-diffrensial yang dipasang secara
parallel
Gambar 3.17. Rangkaian Kontroler PID Analog Dengan Op-Amp
s
s18,0
46,0
11016,2
2
1
n
di
14591,00826,0
141,12 s
57
3.7.1. Simulasi Kontroler PID
Dari perencanaan kontroler PID diatas selanjutnya dilakukan
simulasi untuk mengetahui bentuk respon sistem sebelum dan
sesudah dipasang kontroler serta mencari nilai parameter Kp, Ki, Kd
yang sesuai dengan cara try and error.
3.7.1.1. Sistem tanpa kontrol
Gambar 3.18. Diagram Blok Sistem Tanpa Kontrol
Gambar 3.19. Respon Sistem Tanpa Kontrol
3.7.1.2. Sistem dengan kontrol PID
Gambar 3.20. Diagram Blok Sistem Dengan Kontrol PID
Overshoot
58
dengan cara men-tuning parameter Kp, Ki dan Kd sampai diperoleh
bentuk respon sistem yang dikehendaki maka berikut ini adalah
parameter kontroler PID hasil tuning pada simulasi:
Gambar 3.21. Hasil Tuning Nilai Parameter PID
Gambar 3.22. Respon Sistem Dengan Kontrol PID
Dari simulasi sistem diatas diperoleh performansi sistem yang
disajikan dalam tabel berikut ini
59
Tabel 3.2. Performansi sistem
Sistem Rise time
(detik)
Settling time
(detik)
OS (%)
Tanpa kontrol 0,781 1,24 0,44
Dengan kontrol 0,5 0,829 0
Berdasarkan tabel diatas sistem tanpa kontrol PID memiliki
performansi yang kurang bagus dengan adanya overshoot yang
relativ besar dengan rise time dan settling time yang relativ besar
juga. Dengan memasang kontrler PID sperformansi sistem menjadi
lebih bagus dengan kecilnya overshoot, rise time dan settling time.
60
Gambar 3.23. Algoritma Logika Kontrol PID
START
Baca Sensor
Hitung Error
Hitung nilai Kp
Calculate
PID= P+I+D
Convert from
PID to PWM
END
Hitung nilai Ki
Hitung nilai Kd
61
BAB IV
PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA
4.1 Pendahuluan
Pada bab IV ini akan dibahas tentang pengujian terhadap
sistem yang telah direncanakan dan dibangun. Adapun tujuan dari
pengujian ini adalah untuk mengetahui keseluruhan rangkaian yang
telah dibuat dapat bekerja dan berfungsi dengan makismal atau tidak.
Hakekat yang paling penting dari pengujian ini yaitu untuk
menganalisa hasil pengujian sehingga kita dapat mengetahui
kelemahan dan kekurangan dari sistem yang telah dibuat serta
menarik beberapa kesimpulan. Pengujian sistem yang dilakukan
menyangkut beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengujian sensor tegangan.
2. Pengujian PWM dan optocoupler
3. Pengujian Buck- Boost Converter.
4. Pengujian integrasi sistem secara open loop.
5. Pengujian integrasi sistem secara close loop .
4.2 Pengujian Sensor Tegangan
Sensor tegangan yang telah dirancang dan dibuat
selanjutnya diuji untuk mengetahui performance dari sensor
tegangan tersebut serta mendapatkan perbandingan antara tegangan
keluaran generator dengan tegangan sensor. Gambar 4.1 merupakan
hardware dari sensor tegangan yang telah dibuat.
Untuk melakukan pengujian langkah yang harus dilakukan
terlebih dahulu adalah memberi input tegangan AC dari sumber
tegangan AC 3 fase variabel yang dianalogikan sebagai tegangan
keluaran generator sinkron 3 fasa. Dimulai dari tegangan rendah (0
volt ) sampai tegangan maksimal 400 volt, keluaran dari sensor
tegangan sudah berupa tegangan dc karena telah melalui rectifier dan
filter kapasitor untuk menghilangkan ripple tegangan.
61
62
Gambar 4.1. Sensor Tegangan Dan Lokasi Pengukurannya
Tegangan output sensor tegangan selanjutnya diukur dan
dicatat hasil pengukurannya.Tabel 4.1 dibawah ini merupakan hasil
pengujian sensor tegangan.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Sensor Tegangan
Tegangan
generator (volt)
Tegangan trafo step
down (volt)
Tegangan sensor
(volt)
400 42.6 4.13
390 41.7 4.06
380 40.6 4
370 39.6 3.93
360 38.6 3.86
350 37.5 3.79
340 36.5 3.72
Dari hasil pengujian sensor tegangan diatas terlihat bahwa
sensor tegangan sudah dapat bekerja dengan baik secara linier untuk
menyensor tegangan mulai dari tegangan nominal keluaran generator
63
sebesar 380 volt yang dikonversikan menjadi tegangan dc sebesar 4
volt sampai pada tegangan toleransi +5% dan -10% dari tegangan
nominal keluaran generator (400 volt dan 340 volt) yang
dikonversikan menjadi 4,13 dan 3,72 volt dc. Namun sensor
tegangan ini memiliki kekurangan yaitu apabila tegangan input turun
dengan cepat, output sensor lambat untuk turun. Sebaliknya jika
tegangan input sensor naik dengan cepat output sensor ikut naik
dengan cepat. Berikut ini adalah gambar kurva karakteristik dari
sensor tegangan.
Gambar 4.2. Kurva Karakteristik Sensor Tegangan
Tegangan dc hasil konversi sensor tegangan nantinya akan
menjadi nilai aktual (present value) dari tegangan keluaran generator
yang kemudian masuk ke rangkaian error differensial.
4.3 Pengujian PWM dan rangkaian optocoupler
PWM yang digunakan untuk switching rangkaian Buck-
Boost Converter dibangkitkan dari mikrokontroler AT Mega16
dengan frekuensi 40 kHz menggunakan timer 0. Dalam melakukan
pengujian rangkaian PWM diperlukan tambahan peralatan yaitu
oscilloscope untuk mengetahui bentuk gelombang keluaran
rangkaian PWM tersebut. Untuk pengujian rangkaian PWM ini
dilakukan secara bertahap mulai dari output PWM yang
dibangkitkan dari mikrokontroler, mikrokontroler ke optocoupler
64
dan yang terakhir adalah dari optocoupler ke gate-source IGBT.
Bentuk gelombang PWM yang dihasilkan mikrokontroler
ditunjukkan gambar 4.3 berikut ini:
Gambar 4.3. Bentuk Gelombang PWM Keluaran Mikrokontroler
Untuk penyulut IGBT pada Buck-Boost Converter maka sinyal
keluaran mikrokontroler harus ditambah dengan rangkaian
optocoupler dan totempole. Pada proyek akhir ini digunakan IC
optocoupler TLP250 dimana didalamnya sudah ada rangkaian
totempole. Bentuk gelombang keluaran dari rangkaian TLP250
ditunjukkan gambar 4.4
Gambar 4.4. Bentuk Gelombang Keluaran Optocoupler TLP250
Volt/div=2V
Time/div=5u
s
Volt/div=5V
Time/div=5us
65
Sedangkan bentuk gelombang PWM setelah dimasukkan ke IGBT
tampak pada gambar 4.5 dibawah ini.
Gambar 4.5. Bentuk Gelombang PWM Pada Gate-Source IGBT
Dari bentuk gelombang PWM pada Gate-Source IGBT terdapat
perubahan dengan sebelum dimasukkan ke Gate-Source IGBT. Hal
ini dikarenakan pengaruh dari induktor pada rangkaian Buck-Boost
Converter sehingga bentuk gelombangnya tidak berbentuk pulsa
yang bagus lagi.
4.4 Pengujian Buck-Boost Converter
Pengujian rangkaian ini untuk mengetahui tegangan dan
arus keluaran yang mampu dihasilkan dari Buck-Boost Converter
karena nantinya tegangan dan arus keluaran dari Buck-Boost
Converter ini akan digunakan untuk eksitasi penguat medan
generator sinkron. Sehingga tegangan dan arus keluaran dari Buck-
Boost Converter ini menjadi parameter efisiensi dan kemampuan
rangkaian daya dalam menyuplai tegangan eksitasi.
Dalam pengujian Buck-Boost Converter ini keluaran
rangkaian diberi beban 2 buah lampu pijar (400 W) dengan tegangan
dc masukan dari hasil penyearahan tegangan 64 volt AC menjadi 87
volt DC serta frekuensi untuk switching sebesar 40kHz. Dengan
merubah besarnya dutycycle akan menghasilkan tegangan dan arus
Volt/div=10V
Time/div=5us
66
keluaran Buck-Boost Converter yang berbeda-beda seiring dengan
perubahan dutycycle tersebut. Hasil pengujian rangkaian Buck-Boost
Converter dapat dilihat pada tabel 4.2 hasil pengujian.
Gambar 4.6. Hardware Buck-Boost Converter
Gambar 4.7. Blok Pengujian Rangkaian Buck-Boost Converter
67
Dari pengujian rangkaian Buck-Boost Converter diperoleh data hasil
pengujian yang dimasukkan ke dalam tabel 4.2. berikut ini:
Tabel 4.2.Hasil Pengujian Efisiensi Buck-Boost Converter
Vin
(volt)
Iin
(ampere)
Vout
(volt)
Iout
(ampere)
Efisiensi
86.4 0.3 28.4 0.8 87.6%
86 0.4 39 0.83 94.1%
85.3 0.6 48 0.94 88.2%
84.8 0.72 54 1 88.4%
83.5 1 62.7 1.12 84.1%
83.1 1.2 73.9 1.2 88.9%
83 1.6 85.7 1.26 81.3%
82.9 2 94 1.4 79.4%
82.4 3 116 1.52 71.3%
82 3.6 130 1.6 70.5%
Untuk menghitung besar efisiensi dari pengujian rangakaian Buck-
Boost Converter diatas dapat menggunakan formulasi sebagai
berikut:
%100xPin
Poutefisiensi
…………………….(4.1)
Keterangan: Pout = Daya output (Vout x Iout)
Pin = Daya input (Vin x Iin)
68
Dari tabel hasil pengujian diatas, diperoleh tegangan dan
arus keluaran rangkaian Buck-Boost Converter bertahan pada
tegangan 130 volt dengan arus 1.6 ampere. Pada kondisi tersebut
induktor mulai mengalami saturasi dan mulai bergetar sehingga
timbul bunyi pada induktor. Selain itu tegangan dan arus keluaran
dari Buck-Boost Converter mulai tidak stabil akibat dari saturasi dan
bergetarnya induktor. Dengan demikian rangkaian Buck-Boost
Converter hanya mampu memberikan suplay tegangan eksitasi untuk
penguat medan generator sampai batas tersebut.
Sedangkan untuk efisiensi dengan beban lampu tersebut
rata-rata diatas 70% dan mengalami penurunan seiring dengan
kenaikan dutycycle serta tegangan keluarannya. Hal ini terjadi
kemungkinan disebabkan karena induktor yang mulai saturasi dan
berbunyi. Induktor yang saturasi dan berbunyi itu dimungkinkan
karena desain induktor yang kurang bagus misalnya air gap yang
kurang besar dan rapat serta lilitan kawat induktor benar-benar
kurang rapat sehingga masih ada ruang.
Selain itu, induktor pada rangkaian Buck-Boost Converter
ini bekerja dengan tegangan masukan yang cukup tinggi yaitu 86
volt dengan tegangan keluaran 130 volt serta arus output 2 ampere
sehingga induktor harus bekerja dengan sangat maksimal. Oleh
karena itu induktor dengan cepat mudah saturasi dan panas pada
kumparan induktornya. Dengan frekuensi switching sebesar 40kHz
maka akan mempengaruhi kerja dari induktor untuk menyimpan dan
membuang energy dengan cepat sehingga induktor akan dengan
cepat mudah bergetar dan saturasi yang akan menyebabkan banyak
rugi-rugi yang membuat efisiensi rendah.
Untuk mengetahui perbandingan antara tegangan output
Buck-Boost Converter secara perhitungan dengan hasil pengukuran
lapangan dapat dilihiat pada tabel tabel 4.3 dibawah ini.
69
Tabel 4.3. Persen Error Rangkaian Buck-Boost Converter
Dutycycle Vin
(Volt)
Vout_R
(volt)
Vout_T
(volt)
V_error
23% 86.4 28.4 25.8 10%
28% 86 39 33.4 16%
35% 85.3 48 45.93 4%
40% 84.8 54 56.5 4%
46.5% 83.5 62.7 69.9 10%
52% 83.1 73.9 90 17%
58% 83 85.7 114.6 25%
64% 82.9 94 147.4 36%
69.7% 82.4 116 189.5 38%
75.5% 82 130 252.7 48%
%100_
___ x
TVout
RVoutTVouterrorpersen
...............(4.2)
Keterangan :
Persen_error : persen kesalahan
Vout_T : Tegangan output perhitungan
Vout_R : Tegangan output pengukuran
4.5. Pengujian Integrasi Sistem
Dalam pengujian integrasi sistem ini, pengujian dilakukan
menjadi 2 bagian yaitu integrasi sistem secara terbuka (open loop)
dimana sistem belum terpasang kontroler dan integrasi system secara
tertutup (close loop) dimana sistem sudah dipasang kontrol dengan
menggunakan kontroler PID. Gambar 4.8. merupakan gambar
70
hardware yang sudah terintegrasi secara keseluruhan dan siap untuk
dilakukan pengujian dengan plant generator sinkron 3 fasa:
Gambar 4.8. Integrasi Harware
4.6.1. Pengujian Sistem Secara Open Loop
Dalam pengujian sistem secara open loop ini, tegangan
keluaran rangkaian Buck-Boost Converter dihubungkan langsung
dengan penguat medan generator sampai tegangan output generator
mencapai 380 volt. Kemudian disisi output generator diberikan
beban resistif load. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian sistem
open loop menggunakan rangkaian Buck-Boost Converter.
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Sistem Open Loop
V eks I eks Vout gen I load Pembebanan % Drop
55 V 1.3 A 380 V 0 A 0 watt 0%
54 V 1.27 A 376 V 0.4 A 150 watt 1.05%
51 V 1.25 A 365 V 0.81 A 295 watt 3.95%
50 V 1.2 A 360 V 1.23 A 442 watt 5.26%
Driver
IGBT
Buck-Boost
converter
Sensor
tegangan
Kontroler
PID
71
Dari tabel hasil pengujian diatas tegangan generator mengalami
penurunan saat terminal keluaran generator mulai dibebani dengan
beban resistif.
Gambar 4.9. Respon Transient Saat Generator Dibebani
Melihat grafik tegangan output generator saat sistem open
loop, tegangan generator tidak berubah saat belum dibebani. Ketika
mulai dibebani 150 watt tegangan generator turun 1,05% dari 380
volt menjadi 376 volt. Dan saat dibebani 442 watt tegangan
generator turun 5.26% dari tegangan nominal 380 volt menjadi 360
volt. Penurunan tegangan generator diikuti dengan penurunan
tegangan eksitasi dan arus eksitasinya.
Untuk tegangan eksitasi dari keluaran Buck-Boost
Converter saat dilakukan pengujian parsial mengalami perubahan
dengan saat dimasukkan ke penguat medan generator. Saat uji parsial
untuk menghasilkan arus 1,3 A tegangan Buck-Boost Converter
sebesar 86 volt. Sedangkan saat dimasukkan ke penguat medan
untuk menghasilkan arus 1,3 A (supaya tegangan output generator
nominal 380 volt) tegangan Buck-Boost Converter turun menjadi 55
volt. Hal ini dikarenakan saat pengujian parsial Buck-Boost
Converter dibebani lampu pijar dimana lampu pijar beban bersifat
volt
sec
5.26%
72
resistif. Sedangkan saat dibebani penguat medan yang tidak bersifat
resistif saja tetapi juga ada unsur induktifnya karena penguat medan
adalah sebuah kumparan. Sehingga saat dimasukkan ke penguat
medan generator tegangan Buck-Boost Converter turun 36% dari saat
pengujian parsial.
Selain itu rangkaian Buck-Boost Converter pada pengujian
sistem open loop ini sudah mulai saturasi dan bergetar saat sebelum
dibebani dan lebih bergetar lagi saat dibebani sehingga tegangan
keluaran generator mulai tidak stabil seperti yang terlihat pada
gambar 4.9 respon transient sistem yang masih belum murni stabil
dan bentuknya tidak halus lagi.
4.6.2. Pengujian Sistem Secara Close Loop
Setelah dilakukan proses desain dan pembuatan hardware,
selanjutnya dilakukan implementasi langsung ke plant generator
sinkron 3 fasa melalui konfigurasi antara ADAM 5000 series dengan
hardware yang telah dibuat. Dalam pengujian integrasi sistem secara
tertutup ini, semua bagian dari blok-blok diagram yang telah diuji
digabungkan menjadi satu yang meliputi kontroler, Buck-Boost
Converter, dan sensor tegangan.
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Parameter PID Metode Analitik
Kondisi Plant Respon yang diinginkan Kp Ki Kd
Tanpa beban 1 second 2 3 0.3
Parameter kontroler PID hasil perhitungan diatas tidak
langsung tepat apabila diterapkan pada plant. Oleh karena itu perlu
dilakukan proses tuning untuk mencari parameter kontroler yang
tepat sampai respon sistem sesuai dengan yang diharapkan. Setelah
melukan proses tuning parameter kontroler dan melihat respon
sistem maka diperoleh parameter kontroler PID yang cukup baik.
Berikut ini adalah tabel parameter kontroler hasil proses tuning.
73
Tabel 4.6. Hasil Tuning Parameter Kontrol PID
Metode Kp Ki Kd
Tuning 3 0.001 0.001
Setelah menemukan konstanta parameter kontrol selanjutya
diterapkan pada sistem integrasi secara close loop. Beban resistif
murni 465 watt dipasang diterminal keluaran generator namun MCB
untuk beban belum ON. Setelah tegangan keluaran generator
mencapai setpoint 380 volt, dengan cara tiba-tiba MCB untuk beban
di-ON kan. Saat itu tegangan generator turun sesaat dari setpoint
dan kontroler bekerja supaya tegangan keluaran generator kembali
lagi ke setpoint. Kemudian setelah tegangan generator kembali ke
setpoint, dengan cara tiba-tiba MCB untuk beban di-OFF kan. Saat
itulah tegangan keluaran generator naik sesaat dan kontroler bekerja
mengambalikan tegangan keluaran generator ke setpoint.
Berikut ini adalah tabel lama waktu kontroler untuk
mengembalikan tegangan keluaran generator ke setpoint saat terjadi
pembebanan dan pelepasan beban secara tiba-tiba
Tabel 4.7. Waktu Transient Sistem Untuk Kembali Ke Setpoint
Pengujian plant dengan beban resistif murni pada masing-
masing fasa dan terhubung bintang. Setting point yang diberikan
adalah 4 volt dc dan time sampling 0.001s. Berikut ini adalah tabel
hasil pengujian sistem terintegrasi secara close loop.
Kondisi Plant Beban Respon
sistem
Dibebani 465 watt 1,3 detik
Beban dilepas 465 watt 1,1 detik
74
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Sistem Terintegrasi Secara Close Loop
Daya
beban
I load Vout
generator
frekuansi V
eksitasi
I
eksiatsi
0 watt 0 A 380 V 48.2 Hz 55 V 1.26 A
152 watt 0.4 A 380 V 48.1 Hz 55.3 V 1.28 A
306 watt 0.81 A 378 V 48 hz 55.5V 1.3 A
465 watt 1.23 A 378 V 47.8 Hz 56 V 1.33 A
Sedangkan bentuk respon transient sistem close loop ketika
sebelum dan sesudah dibebani terlihat pada gambar 4.9 berikut ini:
Gambar 4.10. Analisa Respon Transient Plant Berbeban Resistif
Dari gambar 4.10 diatas terlihat bahwa gangguan terhadap
generator terjadi pada detik 6 saat beban 465 watt mulai dimasukkan
secar tiba-tiba. Saat itu tegangan terminal keluaran generator turun
Respon Transient Sistem Close Loop
75
seketika hingga sebesar -9.5% dari tegangan nomimal generator. Ini
terjadi karena arus yang mengalir ke beban semakin besar sehingga
terjadi drop tegangan yang sangat besar di impedansi dalam
generator. Lama waktu kontroler untuk mengembalikan tegangan ke
setting point adalah 1,3 detik. Sedangkan pada detik 13 saat beban
465 watt tiba-tiba dilepas tegangan keluaran generator naik hingga
sebesar 5.2% dari tegangan nominal generator. Hal ini dikarenakan
arus beban tiba-tiba mengecil sehingga drop tegangan di impedansi
dalam generator mengecil dan tegangan terminal keluaran generator
membesar. Dan lama waktu kontroler untuk mengembalikan
tegangan ke setting point adalah 1,1 detik. Dengan naik turunnya
tegangan generator, maka kontroler akan memberikan aksi
kontrolnya yaitu dengan menaikkan turunkan tegangan kontrol
sampai tercapai keadaan error yang paling kecil.
Namun dalam sistem pengaturan tegangan eksitasi pada
generator ini tegangan keluaran generator masih belum dapat stabil.
Hal ini dikarenakan Buck-Boost Converter yang digunakan sebagai
rangkaian daya belum bisa menghasilkan tegangan dan arus keluaran
untuk eksitasi yang stabil. Induktor pada rangakain Buck-Boost
Converter masih bergetar dan mudah dengan cepat saturasi. Dengan
melakukan pengujian beberapa kali induktor pada Buck-Boost
Converter semakin bergetar dengan keras sehingga tegangan dan
arus keluaran Buck-Boost Converter semakin tidak stabil. Oleh
karena itu dengan tegangan dan arus eksitasi dari Buck-Boost
Converter yang seperti itu hanya belumbisa membuat tegangan
keluaran generator stabil. Sehingga untuk eksitasi generator sinkron
3fasa rangkaian daya Buck-Boost Converter tidak efektif
diimplementasikan untuk eksitasi penguat medan generator.
Walaupun kontroler dapat bekerja dengan baik tetapi rangkaian daya
tidak bekerja dengan baik maka sistem tidak dapat bekerja maksimal.
76
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
77
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari semua pengujian
yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Kontroler PID sudah bekerja dengan baik dan dapat
diimplementasikan pada pengaturan tegangan eksitasi
generator untuk menstabilkan tegangan keluaran generator
pada saat perubahan beban.
2. Tegangan keluaran generator mengalami gangguan saat
beban generator dimasukkan dan dilepas secara tiba-tiba.
Pada saat beban dimasukkan tegangan keluaran generator
turun karena adanya drop tegangan pada impedansi dalam
generator.
3. Parameter kontroler yang sesuai untuk mendapatkan respon
sistem yang diharapkan adalah dengan nilai Kp=3,
Ki=0.001 dan Kd=0.001
4. Kondisi transient dari plant memerlukan lama waktu 1,3
detik untuk mencapai steady state saat generator dibebani
dan 1,1 detik untuk mencapai steady state ssat beban pada
generator dilepas.
5. Overshoot dan undershoot dari respon generator masih
memenuhi standar toleransi tegangan yaitu -10% dan +5%.
Saat dibebani tegangan turun -9.5% dan saat beban dilepas
tegangan naik +5.2% dari tegangan nominal generator.
6. Rangkaian daya DC-DC Converter jenis Buck-Boost
Converter tidak efektif untuk digunakan sebagai sumber
eksitasi generator karena tegangan dan arus keluarannnya
tidak stabil. Hal ini dikarenakan induktor mudah saturasi.
77
78
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
79
5.2 Saran
Saran-saran untuk pengaturan tegangan eksitasi adalah sebagai
berikut:
1. Dalam pembuatan sistem perangkat keras penyedia
tegangan eksitasi gunakan rangkaian penghasil tegangan dc
selain Buck-Boost Converter.
2. Dalam pembuatan sistem pengaturan tegangan eksitasi
generator pemilihan komponennya harus benar-benar
menggunakan komponen yang cukup baik dari segi
kualitas.
3. Gunakan tipe kontroler yang lain seperti kontrol cerdas,
genetic algorithm dll dalam pengaturan tegangan eksitasi
generator sinkron 3 fasa.
80
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
81
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ogata, Katsuhiko, “Modern Control Engineering”, Prentice Hall
International London, 1997.
[2] Chen 403, “Design and Tuning of Feedback Control Systems”,
Lectures on Colorado School of Mines, Januari 2005.
URL:http://www.jechura.com/ChEN403/15_ControllerTuning.pdf
[3] Astrom, Karl Johan. “Control System Desaign”.2002
[4] Rashid, Muhammad H. “Power Electronics, Circuit, Devices, and
Apllication ”, 2004. Prentice Hall
[5] Daniel Lau Lee Kah, “Control System for AVR and Governor of
Synchronous Machine”, Queensland of University
[6] Intruction Manual Book Motor And Generator Demonstrator MG-
2009-1P, Todensha Electric Machine Mfg. Co., Ltd, 2009
[7] Willis, M.J., “Proportional – Integral –Derivative Control”, 1999.
URL:http://lorien.ncl.ac.uk/ ming/pid/pid.pdf
[10] Salam, Zainal, 2003.” Power Electronics and Drives”, Version 3,
UTMJB
[11] Efendi, Moh. Zaenal, 2008. ”Design of Inductance 2008’, Mata
Kuliah Desain Komponen & Elektromagnetik 2008.
[12] Sulasno. “Teknik Konversi Energi Listrik dan Sistem Pengaturan”,
Graha Ilmu, 2009.
81
`
82
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
83
BIODATA PENULIS
Nama : Amin Setiadji
TTL : Surabaya, 9 Oktober 1988
Alamat :Simorejo Timur III/38
Surabaya
Telepon : (031) 5358707
HP : 085732036773
Email : [email protected]
Penulis terlahir sebagai anak ke-3 dari 3 bersaudara. Memiliki hobby
traveling, naik gunung, baca buku, mancing, dan silaturrahim.
Memiliki motto “ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan”
Riwayat pendidikan foirmal yang pernah ditempuh:
SDN Simomulyo VIII Surabaya lulus tahun 2001
SMP Negeri 3 Surabaya lulus tahun 2004
SMA Negeri 6 Surabaya lulus tahun 2007
Jurusan Teknik Elektro Industri Politeknik Elektronika
Negeri Surabaya (PENS) Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya (ITS)
Daftar karya tulis / paper yang pernah diseminarkan:
“Implementasi Kontroler PID Pada AVR (Automatic
Voltage Regulator) Untuk Pengaturan Tegangan Eksitasi
Generator Sinkron 3 Fasa”, SNTI XV 2011
Pada tanggal 21 Juli 2011 mengikuti Seminar Proyek Akhir sebagai
salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sain Terapan
(SST) di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS)
83
84
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
85
LAMPIRAN
/*****************************************************
This program was produced by the
CodeWizardAVR V2.03.4 Standard
Automatic Program Generator
© Copyright 1998-2008 Pavel Haiduc, HP InfoTech s.r.l.
http://www.hpinfotech.com
Project : PID controller for excitation voltage
Version : insyaAllah bisa
Date : 12/07/2011
Author : DACO
Company : TA
Comments: bismillah
Chip type : ATmega16
Program type : Application
Clock frequency : 12,000000 MHz
Memory model : Small
External RAM size : 0
Data Stack size : 256
*****************************************************/
#include <mega16.h>
#include <delay.h>
#define ADC_VREF_TYPE 0x40
// Read the AD conversion result
unsigned int read_adc(unsigned char adc_input)
{
ADMUX=adc_input | (ADC_VREF_TYPE & 0xff);
// Delay needed for the stabilization of the ADC input voltage
delay_us(10);
// Start the AD conversion
ADCSRA|=0x40;
// Wait for the AD conversion to complete
while ((ADCSRA & 0x10)==0);
ADCSRA|=0x10;
return ADCW;
85
86
}
void main(void)
{
// Declare your local variables here
// Input/Output Ports initialization
// Port A initialization
// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In
Func1=In Func0=In
// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T
State0=T
PORTA=0x00;
DDRA=0x00;
// Port B initialization
// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=Out Func2=In
Func1=In Func0=In
// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=0 State2=T State1=T
State0=T
PORTB=0x00;
DDRB=0x08;
// Port C initialization
// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In
Func1=In Func0=In
// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T
State0=T
PORTC=0x00;
DDRC=0x00;
// Port D initialization
// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In
Func1=In Func0=In
// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T
State0=T
PORTD=0x00;
DDRD=0x00;
87
// Timer/Counter 0 initialization
// Clock source: System Clock
// Clock value: 12000,000 kHz
// Mode: Fast PWM top=FFh
// OC0 output: Non-Inverted PWM
TCCR0=0x69;
TCNT0=0x00;
OCR0=0x00;
// Timer/Counter 1 initialization
// Clock source: System Clock
// Clock value: Timer 1 Stopped
// Mode: Normal top=FFFFh
// OC1A output: Discon.
// OC1B output: Discon.
// Noise Canceler: Off
// Input Capture on Falling Edge
// Timer 1 Overflow Interrupt: Off
// Input Capture Interrupt: Off
// Compare A Match Interrupt: Off
// Compare B Match Interrupt: Off
TCCR1A=0x00;
TCCR1B=0x00;
TCNT1H=0x00;
TCNT1L=0x00;
ICR1H=0x00;
ICR1L=0x00;
OCR1AH=0x00;
OCR1AL=0x00;
OCR1BH=0x00;
OCR1BL=0x00;
// Timer/Counter 2 initialization
// Clock source: System Clock
// Clock value: Timer 2 Stopped
// Mode: Normal top=FFh
// OC2 output: Disconnected
ASSR=0x00;
88
TCCR2=0x00;
TCNT2=0x00;
OCR2=0x00;
// External Interrupt(s) initialization
// INT0: Off
// INT1: Off
// INT2: Off
MCUCR=0x00;
MCUCSR=0x00;
// Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization
TIMSK=0x00;
// Analog Comparator initialization
// Analog Comparator: Off
// Analog Comparator Input Capture by Timer/Counter 1: Off
ACSR=0x80;
SFIOR=0x00;
// ADC initialization
// ADC Clock frequency: 93,750 kHz
// ADC Voltage Reference: AVCC pin
// ADC Auto Trigger Source: None
ADMUX=ADC_VREF_TYPE & 0xff;
ADCSRA=0x87;
while (1)
{
float sp;
float sensor;
float pv;
float Error;
static float Integral = 0;
static float LastError = 0;
float Differential;
float P, I, D;
89
float Kp = 3;
float Ki = 0.001;
float Kd = 0.001;
float TimeSampling = 0.001;
float PWM;
float PID;
sp = 380; // setting point = [0,380] volt
// read voltage using ADC0 (PA0) pin #40
sensor = read_adc(0); // sensor= [0,1023] digital data, ADC 10 bit
pv = sensor * 475/1023; // pv = [0,475] volt
Error = sp - pv; // Error = [-95,95] volt
// calculate PID controller
Integral += Error * TimeSampling;
Differential = (Error - LastError) / TimeSampling;
LastError = Error;
P = Kp * Error;
I = Ki * Integral;
D = Kd * Differential;
PID = P + I + D;
// convert from PID to PWM
PWM = 20+PID * 255 / 475;
if(PWM<0) PWM = 20;
if(PWM>255) PWM = 80; // PWM = [0,255] digital data
// set to PWM comparator
// output PWM using OCR0/AIN1 (PB3) pin #4
OCR0 = (unsigned char) PWM;
delay_ms(1000);
};
}