sistem pembiayaan keuangan syariah
TRANSCRIPT
SISTEM PEMBIAYAAN KEUANGAN SYARIAH
Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam
Dosen Pengampu :
Lukman Hakim, SE., MSi.
Oleh :
Akadusyifa
B100110200
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI
MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dua fungsi utama dari perbankan adalah pengumpulan dana dan penyaluran
dana. Penyaluran dana yang terdapat di bank konvensional dengan yang terdapat di
bank syariah mempunyai perbedaan yang esensial, baik dalam hal nama, akad,
maupun transaksinya. Dalam perbankan konvensional penyaluran dana ini dikenal
dengan nama kredit sedangkan diperbankan syariah adalah pembiayaan.
Berbeda dengan pengertian kredit yang mengharuskan debitur mengembalikan
pinjaman dengan pemberian bunga kepada bank, maka pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah pengembalian pinjaman dengan bagi hasil berdasarkan kesepakatan
antara bank dan debitur. Misalnya, pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan
untuk membeli barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk
mendapat jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan
guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting karena dengan pembiayaan
akan diperoleh sumber pendapatan utama dan menjadi penunjang kelangsungan usaha
bank. Sebaliknya, bila pengelolaannya tidak baik akan menimbulkan permasalahan
dan berhentinya usaha bank .
Oleh Karena itu diperlukan adanya suatu manajemen pembiayaan syariah
yang baik sehingga penyaluran dan atau dalam hal ini pembiayaan kepada nasabah
bisa efektif dan efisien sesuai dengan tujuan dari perusahaan maupun syariat Islam itu
sendiri. Oleh karena itu kami sebagai penulis makalah ini mencoba memaparkan
bagaimana konsep dari manajemen pembiayaan syariah itu sendiri sehingga
diharapkan baik penulis, rekan mahasiswa, maupun masyarakat bisa lebih memahami
mengenai manajemen pembiayaan syariah.
2
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari pembiayaan.
2. Untuk mengetahui landasan syariah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
tentang diperbolehkannya pembiayaan dalam Islam.
3. Untuk mengetahui pola analisis pembiayaan pada perbankan syariah.
4. Untuk mengetahui pola pemantauan dan pengawasan terhadap pembiayaan yang
telah terealisasi.
5. Untuk mengetahui cara penanganan terhadap kredit yang bermasalah.
C. Manfaat
Manfaat dari penelitian atau penulisan makalah ini bermanfaat bagi beberapa
pihak, yaitu :
1. Penulis
Makalah ini bermanfaat bagi kami selaku penulis untuk menambah khasanah
keilmuan, pengetahuan, dan wawasan kami tentang bagaimana konsep manajemen
pembiayaan syariah pada bank syariah.
2. Pembaca
Diharapkan setelah pembaca membaca makalah kami ini maka pembaca akan
mengetahui dan lebih memahami bagaimana konsep manajemen pembiayaan syariah
sehingga bisa menjadi bekal ketika nanti terjun ke dalam dunia perbankan.
3. Masyarakat
Setelah membaca makalah kami ini, diharapkan masyarakat akan lebih memahami
tata cara pembiayaan di perbankan syariah, dan juga tertarik untuk berpartisipasi
menjadi nasabah perbankan syariah karena banyak keuntungan maupun manfaat yang
akan didapatkan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pembiayaan
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang
dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah.
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan
sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.[1]
Menurut M. Syafi’I Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu
tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-
pihak yang merupakan deficit unit.[2]
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.[3]
4
B. Landasan Teori
1. Al-Qur’an
”Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,” (QS. An-Nisa :
12)[4]
”Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat
sedikitlah mereka ini.” (Q.S. Shad : 24)[5]
2. Al-Hadis
Dari Abu Hurairah, rasulullah SAW bersabda : ” Sesungguhnya Allah
SWT berfirman : ’ Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama
salah satunya tidak menghianati temannya,” (H.R. Abu Dawud No. 2936,
dalam kitab Al Buyu dan Hakim).
C. Analisis Pembiayaan
Analisa Pembiayaan diperlukan agar bank syariah memperoleh keyakinan
bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya. Aspek
syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan
pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur
riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian Syariah termasuk dana yang kemudian
disalurkan kepada nasabah murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan . Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan
Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerja sama
dengan Lembaga Keuangan Syariah lin untuk memback up modal kerja
5
Kriteria Pemberian Pembiayaan
Jangan pernah memberikan pembiayaan bila pertimbangan lebih kepada :
Belas kasihan
Kenalan (bersaudara atau teman)
Nasabah orang terhormat (terkenal, disegani, status sosial tinggi dll)
Utamakan berdasarkan unsur-unsur :
Kelayakan usaha
Kemampuan membayar
Aspek yang dinilai sebelum melakukan analisa pembiayaan adalah sebagai berikut :
Kemampuan memperoleh keuntungan.
Sisa pembiayaan dengan pihak lain (kalau ada).
Bebas rutin di luar kegiatan usaha.[6]
Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah
dalam satu dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti
perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modalsyariah, reksadana syariah, obligasi
syariah, pegadaian syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Demikian pula
seperti Hotel Syariah,Multi Level Marketing Syariah, dsb.
Maka seiring berkembangnya entitas syariah di Indonesia, maka muncul juga
permintaan akan standar akuntansi syariah yang relevan di terapkan dalam suatu
entitas syariah. Pada dasarnya standar akuntansi merupakan pengumuman atau
ketentuan resmi yang dikeluarkan badan berwenang di lingkungan tertentu tentang
pedoman umum yang dapat digunakan manajemen untuk menghasilkan laporan
keuangan. Dengan adanya standar akuntansi syariah, laporan keuangan diharapkan
dapat menyajikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya kebenarannya. Standar
akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan seperti investor, kreditor,
pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan untuk memahami dan menganalisis
laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang
benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki peranan penting bagi pihak
6
penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga timbul keseragaman atau
kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian
marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan
kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip
penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S , yaitu :[7]
a. Character
Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima
pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima
pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
b. Capacity
Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan
untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima
pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana
usahanya seperti _ook, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
c. Capital
Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon
penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang
ditujukan oleh rasio _ook_dic_ dan penekanan pada komposisi modalnya.
d. Collateral
Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini
bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran
tercapai terjadi , maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
e. Condition
7
Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara
spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon
penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam
proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
b. Syariah
Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayaai
benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa
DSN “Pengelola tidak boleh menyalahi _ook_ syariah Islam dalam tindakannya
yang berhubungan dengan mudharabah.”
Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
a. Tujuan Pembiayaan
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan
kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha
yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang
kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa
dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.[8]
b. Fungsi pembiayaan
Keberadaan bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di
Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya :
1. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan _ook_d
bagi hasil yang tidak memberatkandebitur.
8
2. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena
tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
3. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir
dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.[9]
Jenis – Jenis Pembiayaan
Berdasarkan Tujuan Penggunaannya, dibedakan dalam :
1. Pembiayaan Modal Kerja, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk
memberikan modal usaha seperti antara lain pembelian bahan baku atau barang
yang akan diperdagangkan.
2. Pembiayaan Investasi, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk modal usaha
pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian barang modal berupa aktiva
tetap / investaris.
3. Pembiayaan Konsumtif, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian
suatu barang yang digunakan untuk kepentingan perseorangan ( pribadi ).
Berdasarkan Cara Pembayaran / Angsuran Bagi Hasil, dibedakan dalam:
1. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Periodik, yakni
angsuran untuk jenis pokok dan bagi hasil dibayar / diangsur tiap _ook_dic yang
telah ditentukan misalnya bulanan.
2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil Angsuran Pokok Periodik dan Akhir, yakni
untuk bagi hasil dibayar / diangsur tiap _ook_dic sedangkan pokok dibayar
sepenuhnya pada saat akhir jangka waktu angsuran
3. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Akhir, yakni untuk
pokok dan bagi hasil dibayar pada saat akhir jangka waktu pembayaran, dengan
catatan jangka waktu maksimal satu bulan.
9
Metode Hitung Angsuran yang akan digunakan. Ada tiga metode yang ditawarkan
yaitu :
1. Efektif, yakni angsuran yang dibayarkan selama periode angsuran. Tipe ini
adalah angsuran pokok pembiayaan meningkat dan bagi hasil menurun dengan total
sama dalam periode angsuran.
2. Flat, yakni angsuran pokok dan margin merata untuk setiap periode
3. Sliding, yakni angsuran pokok pembiyaan tetap dan bagi hasilnya menurun
mengikuti sisa pembiayaan (outstanding )
Berdasarkan Jangka Waktu Pemberiannya, dibedakan dalam
1. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Pendek umumnya dibawah 1 tahun
2. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Menengah umumnya sama dengan 1 tahun
3. Pembiayaan dengan Jangka Waktu Panjang, umumnya diatas 1 tahun sampai
dengan 3 tahun.
4. Pembiayaan dengan jangka waktu diatas tiga tahun dalam kasus yang tertentu
seperti untuk pembiayaan investasi perumahan, atau penyelamatan pembiayaan
Berdasarkan Sektor Usaha yang dibiayai
1) Pembiayaan Sektor Perdagangan (contoh : pasar, _ook kelontong,
warung sembako dll.)
2) Pembiayaan Sektor Industri (contoh : home industri; konfeksi, sepatu)
3) Pembiyaan konsumtif, kepemilikan kendaraan bermotor (contoh :
motor , mobil dll.) [10]
Pembiayaan Berdasarkan Syariah Islam
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Bab 1
Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 25 mengenai kegiatan usaha yang dapat dilakukan
oleh suatu perbankan syariah disebutkan bahwa penyaluran dana (pembiayaan) yang
dapat dilakukan oleh bank syariahsyariah adalah melalui :
Transaksi berdasarkan prinsip jual beli:
a. Murobahah;
b. Istishna;
c. Salam;
10
d. Jual beli lainnya.
Transaksi berdasarkan prinsip sewa menyewa:
a. Ijarah
b. Ijarah muntahiya bittamlik
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil:
a. Mudhorobah;
b. Musyarokah;
c. Bagi hasil lainnya.
Pembiayaan dengan berdasarkan prinsip jasa:
a. Rahn;
b. Qordh
c. Hiwalah
d. Kafalah, dan lain-lain.
Melakukan kegiatan lainnya yang lazim dilakukan bank syariah sepanjang disetujui
oleh Dewan Syariah Nasional.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Dalam melakukan pembiayaan maka bank syariah memerlukan analisis pembiayaan
agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat
dikembalikan oleh nasabahnya. Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir
dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah
perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan supaya memajukan
efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran
pencapaian yang ditetapkan sehingga tujuan daripada adanya pembiayaan bisa
tercapai.
Saran
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian
Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah
menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya
di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses
penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat
penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini
dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah
yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat
yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam
12
meminjam uang hanya sebagai “lipstick” yang akan menarik minat konsumen untuk
menyimpan barangnya di Pegadaian.
13
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, 2003, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung : CV.
Diponegoro.
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta :
Gema Insani Press.
Antonius, 1993, Pedoman Pengelolaan Bank Syariah, Jakarta : LPPBS.
BPRS PNM Al-Ma’soem, 2004, _Kebijakan Manajemen Pembiayaan Bank
Syariah. Bandung : BPRS PNM Al-Ma’soem
Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP YKPN
Yusuf, Ayus Ahmad dan Abdul Aziz, 2009, Manajemen operasional Bank
Syariah, , Cirebon : STAIN Press.
Karim, Adiwarman, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
SE BI No. 26/4/BPPP Tanggal 29 Mei 1993
[1] Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP YKPN,
hal. 304
[2] Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta :
Gema Insani Press, hal. 160
[3] UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, ayat 1 pasal 12.
[4] Departemen Agama RI, 2003, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung : CV.
Diponegoro, Hal.63
[5] Ibid. hal. 363
[6] Ibid
[7] Ibid hal. 7
[8] Yusuf, Ayus Ahmad dan Abdul Aziz, 2009, Manajemen operasional Bank
Syariah, , Cirebon : STAIN Press., hal. 68
14
[9] BPRS PNM Al-Ma’soem, 2004, _Kebijakan Manajemen Pembiayaan Bank
Syariah. Bandung : BPRS PNM Al-Ma’soem, hal. 3
[10]Karim, Adiwarman, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, hal 87