sistem politik islam dan demokrasii
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Disetiap Negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda. Namun,
Islam memiliki aturan politik yang bisa membuat negara itu adil. Dalam al-
Qur’an memang aturan politik tidak disebutkan, tetapi sistem politik pada
zaman Rasulullah SAW sangatlah baik, begitu juga dizaman para sahabat.
Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mendorong masyarakatnya yang
taat dalam menjalankan syariat Islam.
Indonesia merupakan sebuah Negara Islam terbesar di dunia, namun
bila dikatakan Negara Islam, pada kenyataannya islami kurang diaplikasikan
dalam sistem pemerintahan dan lainnya. Hal ini sangat berpengaruh dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, contoh kecil tetapi tidak
pernah tuntas penyelesaiannya maraknya korupsi yang dikarenakan mulai
hilangnya sifat jujur dan amanah para pemimpin serta kurang transparannya
pemerintahan di Indonesia. Hal inilah yang mendasari kami tertarik untuk
membahas “Sistem Politik Islam dan Demokrasi”, supaya kita semua
memahami bahwa politik dalam islam juga merupakan hal penting yang
harus diperhatikan.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, suda
waktunya umat Islam untuk terju dalam perjuangan politik yang lebih serius.
Umat Islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran sejarah. Umat
Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang
handal, cerdas, berakhlak mulia, professional dan punya integritas diri yang
tangguh.
1
II. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah yaitu
1. Apa yang dimaksud politik Islam dan Siyasah ?
2. Bagaiman prinsip-prinsip dasar politik dalam Islam ?
3. Bagaimana bentuk demokrasi dalam Islam ?
4. Bagaimana kontribusi umat Islam terhadap kehidupan politik ?
III. Tujuan
Dari rumusan di atas, tujuan rumusan masalah yaitu
1. Mengetahui pengertian politik Islam dan Siyasah
2. Mengetahui prinsip-prinsip dasar politik dalam Islam
3. Mengetahui bentuk demokrasi dalam Islam
4. Mengetahui kontribusi umat Islam terhadap kehidupan politik
IV. Metode Penulisan
Penulisan masalah dengan judul “Sistem Politik Islam dan Demokrasi”
ini disusun berdasarkan tebah pustaka dari literatur-literatur yang sesuai
dengan topik penulisan. Literatur-literatur yang digunakan merupakan
literatur sekunder (text book, internet). Berdasarkan penelusuran literatur ini
kemudian diperoleh data yang bersifat primer dan sekunder.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Politik Islam dan Siyasah
Politik dalam bahasa arab disebut siyasah yang berasal dari kata sasa-
yasusu. Secara harfiahnya dapat dimaksudkan sebagai mengurus., mengendali
atau memimpin. Sebagaimana sabda Rasululllah yang artinya :
“adapun Bani Israil dipimpin oleh para nabi mereka”
Secara terminologis dalam lisan al-Arab, siyasah adalah kemaslahatan. Di
dalam al-Munjid diesbutkan siyasah adalah membuat kemaslahatan manusia
dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan siyasah
adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar
negeri yakni mengatur kehidupan atas dasar keadilan dan istiqamah.
Politik Islam adalah mengatur urusan umum dalam pemerintahan Islam,
dengan merealisasikan asas kemaslahatan dan menolak bahay selama tida
menyimpang batas-batas hukum dan dasar-dasarnya secara integral.
Dalam kamus besar Indonesia, pengertian politik sebagai kata benda ada
tiga yaitu : (1) pengetahuan mengenai kenegaraan (sistem pemerintahan,
dasar-dasar pemerintahan), (2) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan,
siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan atau terhadap Negara lain, dan
(3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu
masalah).
Politik secara pembahasannya artinya mengatur. Dalam fiqih atau fiqih
siyasah meliputi :
a. Siyasah Dusturiyyah (tata Negara dalam Islam)
3
b. Siyasah Dauliyyah (politik yang mengatur hubungan antara satu negara
Islam dengan negara Islam yang lain atau dengan Negara sekuler lainnya.
c. Siyasah Maaliyah (sistem ekonomi negara)
Kata “fiqh siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “ السياسي ”الفقه
berasal dari dua kata yaitu kata fiqh (الفقه) dan yang kedua adalah al-siyâsî (
Kata .(السياسي fiqh secara bahasa adalah faham. Secara istilah yaitu
“mengerti hukum-hukum syariat yang sebangsa amaliah yang digali dari dalil-
dalilnya secara terperinci. Sedangkan al-siyasi secara bahasa berarti mengatur.
Fiqh siyasah dalam konteks terjemahan diartikan sebagai materi yang
membahas mengenai ketatanegaraan Islam (politik Islam).
a. Siyasah Dusturiyyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata
yaitu Siyasah itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di
pembahasan diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau
peraturan. Secara pengertian umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan
kepala negara dalam mengambil keputusan atau undang-undang bagi
kemaslahatan umat.
b. Siyasah Dauliyyah
Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang,
serta kekuasaan. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai
kekuasaan kepala negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan
internasional, masalh territorial, nasionalitas, ekstradisi tahanan,
pengasingan tawanan politik, pengusiran warga negara asing.Dari
pengertian diatas dapat dilihat bahwa Siyasah Dauliyah lebih mengarah
pada pengaturan masalah kenegaraan yang bersifat luar negeri, serta
kedaulatan negara. Hal ini sangat penting guna kedaulatan negara untuk
pengakuan dari negara lain.
c. Siyasah Maaliyah
4
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh
karena itu Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang
mengatur mengenai keuangan negara. Djazuli (2003) mengatakan bahwa
Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara untuk mengatur
dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga negaranya serta
kemaslahatan umat.
Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan
kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam
konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekrepesi kekuasaan dan
kehendak Allah tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu
penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil (khalifah)
Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah
dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan adalah amanah Allah yang
diberikan kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang amanah
haruslah menggunakan kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan Al-Quran dan Sunnah Rasul.
2. Prinsip-prinsip Dasar Politik dalam Islam
Prinsip-prnsip dasar siyasah dalam Islam meliputi antara lain :
a. al-Musyawarah
Dalam prinsip perundang-undangan Islam, musyawarah dinilai sebagai
lembaga yang amat penting artinya. Penentuan kebijaksanaan pemerintah
dalam sistem pemerintahan Islam haruslah didasarkan atas kesepakatan
musyawarah. Karena itu musyawarah merupakan prinsip penting dalam
politik Islam. Prinsip musyawarah ini sesuai dengan ayat al-Quran Surah
Ali Imran ayat 159:
5
Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya”.
Jelas bahwa musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan
pertimbangan dan tanggung jawab bersama di dalam setiap mengeluarkan
sebuah keputusan. Dengan begitu, maka setiap keputusan yang
dikeluarkan oleh pemerintah akan menjadi tanggung jawab bersama.
Sikap musyawarah juga merupakan bentuk dari pemberian penghargaan
terhadap orang lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi
pertimbangan bersama.
b. al-Adalah (keadilan)
Artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam
berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana.
Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan
dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam
beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl: 90; QS. as-Syura: 15;
al-Maidah: 8; An-Nisa’: 58, dan seterusnya. Betapa prinsip keadilan
6
dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada ungkapan yang
“ekstrim” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia
negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara
(yang mengatasnamakan) Islam”.
Artinya : “Allah berfirman: "Jangan takut (mereka tidak akan dapat
membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat
Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu
mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan)”. (Q.S as-syura : 15)
c. al-Musawah (persamaan)
Artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain
sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa
memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan
eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi
menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat.
d. al-Amanah (pemenuhan kepercayaan)
Sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang
lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga
dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang
diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan
kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Karena jabatan
pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisa diminta,
dan orang yang menerima jabatan seharusnya merasa prihatin bukan
malah bersyukur atas jabatan tersebut. Inilah etika Islam.
e. al-Masuliyyah (tanggung jawab)
Kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yangh harus diwaspadai,
bukan nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi
7
seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Dan kekuasaan sebagai
amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan Tuhan.
f. al-Huriyyah (kebebasan)
Artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan
kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu
dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-
karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an
al-‘munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya.
Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya
lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya
keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, maka
kezaliman akan semakin merajalela.
Sebagaimana firman ALLAH dalam Q.S Thaha ayat 123 yang
artinya :
“Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi
musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk
daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan
sesat dan tidak akan celaka”.
3. Demokrasi Dalam Islam
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani demokratia "kekuasaan
rakyat", yang terbentuk demos "rakyat" dan kratos "kekuatan" atau
"kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota
Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim dari aristocratie
"kekuasaan elit". Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah
negara tersebut.
8
Pada saat ini banyak sekali Negara yang menganut sistem demokrasi
sebagai sistem pemerintahannya. Demokrasi sendiri artinya sistem yang
berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Sebelum menyoal arti demokrasi menurut islam, kita perlu menyamakan
persepsi tentang arti demokrasi itu sendiri. Apabila mengartikan pemerintahan
yang demokratis hanya merujuk pada pemerintah yang dibangun dari rakyat,
untuk rakyat dan oleh rakyat, sebenarnya islam sangat kaya dengan konsep
kesetaraan warga dalam sebuah komunitas yang kita kenal dengan sbutan
“umat”. Konsep demokrasi dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat yang
menjadi rujukan banyak negar di dunia untuk diterapkan, pada prinsipnya
menghargai raklyat sebagai satu-kesatuan, memiliki otoritas dan berada dalam
posisi yang setara baik dimata hokum maupun dalam kesempatan mencari
penghidupan. Dalam tataran ini, islam justru telah memulai dari hal yang
paling mendasar yaitu tidak mengartikan manusia atau individu-individu
dalam satu komunitas itusebagai rakyat melainkan umat. Perngertian umat
jauh lebih bernilai, dihargai, memiliki kesetaraan dan posisi yang sama di
hadapan manusia. Bahkan Allah tak akan membedakan manusia dari berbagai
golongan, suku, jenis kelamin, melainkan hanya akan membedakan manusia
itu dari ketakwaannya.
Tapi, jika pemerintahan demokratis dikaitkan dengan dikotomi Barat dan
Timur atau dikaitkan dengan pengembangan demokrasi pada masa awal
demokrasi di Yunani Kuno, dapat dikatakan bahwa islam jauh melebihi
demokrasi tersebut. Islam telah mengatur tidak hanya individu tapi bagaiman
melaksanakan Negara dan bangsa dalam posisi yang sama. Nabi Muhammad
SAW telah menerapkan konsep demokrasi ini yang kemudian diikuti oleh
para sahabat sampai ratusan tahun ke depan.
Berangkat dari kisah para sahabat, sejarah para khalifah-khalifah dunia
islam pada saat awal munculnya islam, seperti khutbah Abu Bakar yang
diucapkan setelah beliau terpilih sebagai khalifah pertama, “Wahai sekalian
9
manusia, kalian telah mempercayakan kepemimpinan kepadaku, padahal aku
bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Jika kalian melihat aku benar,
maka bantulah aku, dan jika kalian melihat aku dalam kebatilan, maka
luruskanlah aku. Taatilah aku selama aku taat kepda Allah, maka bila aku
tidak taat kepada-Nya janganlah kalian menaatiku.” Dari pidato singkat
beliau, kita sudah menyimpulkan bahwa sahnya pada saat itu, masyarakat di
depan hokum sudah dianggap mempunyai kedudukan yang sama. Maka dari
itu, bila saja beliau (Abu Bakar) melakukan sebuah kesalahan, beliau meminta
untuk diingatkan atau ditegur. Ini sesuai dengan makna Q.S An-Nisa (4) ayat
58 tentang keadilan Tuhan,
Artinya:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala
jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya), dan apabila kamu
menjalankan hukum diantara manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum
dengan adil. Sesungguhnya Allah dengan (suruhanNya) itu memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah sentiasa
Mendengar, lagi senantiasa Melihat.”
Kenyataan ini merupakan suatu fakta bahwa benih-benih demokrasi
sudah dimunculkan oleh islam jauh sebelum para Negara-negara sekuler
mengagung-agungkan demokrasi.
Demokrasi adalah tatanan bernegara dan mempunyai prinsip-prinsip yang
disyaratkan untuk menjadi sebuah komunitas yang berdemokrasi. Menurut
10
Sadek. J. Sulayman, dalam demokrasi terdapat beberapa prinsip baku yang
harus diaplikasikan dalam sebuah Negara demokrasi, diantaranya:
a. Kebebasan berbicara bagi seluruh bangsa.
b. Pemimpin dipilih secara langsung yang dikenal di Indonesia dengan
pemilu
c. Kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa mengabaikan yang
minoritas
d. Semua harus tunduk pada hokum yang dikenal dengan supremasi hukum
Dan prinsip-prinsip di atas sesuai dengan syariat islam yang juga
menjunjung tinggi sebuah kebebasan, mulai dari kebebasan jiwa yang harus
dijaga, kebebasan untuk mengolah harta dan juga kebebasan berpendapat.
Bahkan dalam islam sendiri tidak mengenal pemaksaan untuk memeluk
agamanya, hanya saja ada kewajiban mengajak kepada syariat islam yang
disebut dakwah, tapi semua diserahkan kepada hidayah dari Allah nantinya.
Misalnya lagi mekanisme pemimpin dalam islam juga sejalan dengan
prinsip-prinsip di atas, dalam sebuah hadist Rasulullah menganjurkan untuk
memilih pemimpin dari sekelompok orang atau komunitas, dan juga
kepemimpinan dalam islam yang tidak dianggap sah kecuali bila dilakukan
dengan bai’at secara terbuka oleh semua anggota masyarakat. Seorang
khalifah sebagai seorang pemimpin tertinggi tidak boleh mengambil
keputusan dengan hanya melandaskan pada pendapat dirinya belaka, ia harus
mengumpulkan pendapat dari cendekiawan atau ahli piker dari anggota
masyarakat.
Islam tidak mengenal kata kasta sebab Allah SWT tidak membedakan
hamba-hamba-Nya dari kedudukan dan hartanya. Allah SWT semata-mata
membedakan kedudukan umat-Nya dari amal ibadahnya. Oleh karena itu,
11
selayaknya umat islam menyeimbangkan kehidupan dunia dengan kehidupan
akhiratnya. Sesuai dengan isi Q.S Ali Imran (3) ayat 159 tentang demokrasi:
Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
Yang diharapakan dari musyawarah adalah mufakat untuk kebenaran.
Apabila mereka menghadapi masalah, maka harus diselesaikan dengan cara
musyawarah. Rasulullah SAW sendiri mengajak para sahabatnya agar mereka
bermusyawarah dalam segala urusan, selain masalah-masalah hukum yang
telah ditentukan oleh Allah SWT. Adapun hal-hal yang harus
dimusyawarakan hanya menyangkut persoalan duniawi seperti urusan rumah
12
tangga, social, budaya, politik, dan sebagainya. Sedang persoalan agama
bersifat mutlak, ketentuannya termaktub dalam Al-Qur,an dan Sunnah.
Menurut DR. Yusuf Qardhawi, substansi demikrasi sejalan dengan islam
ini bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya :
a. Proses pemilihan pemimpin yang dipilih secara langsung oleh rakyat
banyak, dan dalam islam hal ini contohnya menjadi imam shalat saja
islam melarang imam yang tidak disukai oleh makmumnya.
b. Pemilihan umum termasuk pemberian saksi, makanya barangsiapa yang
menolak untuk ikut dalam pemilihan dan kandidat yang baik kalah karena
banyak yang tidak ikut memilih maka yang menang adalah kandidat yang
tidak selayaknya, maka orang ini melanggar ajaran Allah untuk
memberikan kesaksian disaat dibutuhkan.
c. Penetapan hukum berdasarkan suara mayoritas, dalam islam ada istilah
syura, yaitu musyawrah. “…sedang urusan mereka diputuskan dengan
musyawarah di antara mereka…” (Asy-syura:38) dan “…karena itu,
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (Ali Imran:159).
d. Kebebasan pers dan kebebasan mengeluarka pendapat, serta otoritas
pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan
dengan islam.
Selain itu, kita juga dapat melihat konsep-konsep dari pemerintahan islam
itu sendiri, yaitu:
a. Pemerintahan islam esensinya merupakan sebuah pemerintahan yang
konstutisional, dimana konstitusi mewakili kesepakatan rakyat (governed)
untuk diatur oleh sebuah kerangka hak dan kewajiban yang ditentukan
dan disepakati. Bagi muslim, sumber konstitusi adalah Al-Qur’an,
13
Sunnah dan lain-lain yang relevan, efektif dan tidak bertentangan dengan
Al-Qur’an dan Sunnah.
b. Sistem politik islam adalah partisipatoris. Dari pembentukan struktur
pemerintahan institusional sampai tahap implementasinya, sistem ini
bersifat partisipatoris. Ini berarti bahwa kepemimpinan dan kebijakan
akan dilakukan dengan basis partisipasi rakyat secara penuh melalui
proses pemilihan.
c. Akuntabilitas. Poin ini menjadi akibat wajar esensial bagi sistem
konstitusional dan pertisipatoris. Kepemimpinan dan pemegang otoritas
bertanggung jawab pada rakyat dalam kerangka islam. Kerangka islam
disini bermakna bahwa semua umat islam secara teologis bertanggung
jawab kepada Allah dan wahyu-Nya.
Dalam uraian di atas dapat disimpulkan bahwa demokrasi yang dikenal
hari ini adalah tatanan hidup yang jauh hari telah dicontohkannya oleh umat
islam dan menjadi sebuah jaminan kejayaan suatu Negara kalau benar-benar
menerapkan sistem demokrasi tersebut.
4. Kontribusi Umat Islam terhadap Kahidupan Politik
Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia, selain
itu agama juga berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama
yang kita yakini hidup akan lebih baik dan indah. Dengan agama, kita akan
lebih bijak menyikapi sesuatu. Oleh karena itu, agama dibutuhkan oleh setiap
umat manusia.
Islam adalah solusi. Solusi dari segala permasalahan di dunia ini dengan
kesempurnaan agamanya (syumul). Kesempurnaan ajaran islam dapat ditelaah
dari sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah yang mengatur pola
kehidupan manusia, mulai dari hal terkecil hingga terbesar baik ekonomi,
social, politik, hukum, ketatanegaraan, budaya, seni, akhlak/etika, keluarga,
dal lain-lain. Bahkan bagaimana membersihkan najis pun diatur dalam islam.
14
Ajaran islam merupakan rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam),
artinya islam selalu membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan keadilan
bagi seluruh makhluk hidup yang berada di atas dunia. Islam tidak
memandang bentuk atau rupa seseorang dan membedakan derajat
ataumartabat manusia dalam level apapun. Islam menghormati dan
memberikan kebebasan kepada seseorang untuk menganut suatu keyakinan
atau agama tanpa memaksakan ajaran islam tersebut dijalankan (laa ikrahaa
fiddiin).
Islam bukan semata-mata agama (a religion) namun juga merupakan
sistem politik (a political system), islam lebih dari sekedar agama. Islam
mencerminkan teori-teori perundang-undangan politik. Islam merupakan
sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara
bersamaan (M. Dhiaduddin Rais, 2001:5). Dalam hal politik, islam mengatur
bagaimana seorang pemimpin harus bersikap terhadap rakyatnya. Dan bagi
seorang pemimpin ada pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan
terhadap rakyatnya di akhirat nanti. Ada batasan-batasan yang diberikan
terhadap seorang pemimpin.
Berpolitik adalah kewajiban bagi setiap muslim baik itu laki-laki maupun
perempuan. Adapun dalil yang menunjukkan hak itu antara lain:
a. Dalil-dalil syara telah mewajibkan kepada kaum muslim untuk mengurus
urusannya berdasarkan hukum-hukum islam. Sebagai pelaksana praktis
hukum syara Allah SWT telah mewajibkan adanya ditengah-tengah kaum
muslim pemerintah islam yang menjalankan urusan umat berdasarkan
hukum syara. Ini dijelaskan dalam Q.S Al-Maidah:48 yang artinya,
“maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan oleh
Allah SWT, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah dating kepadamu”.
b. Syara telah mewajibkan kaum muslim untuk hirau terhadap urusan umat
sehingga keberlangsungan hukum syara bisa terjamin. Karenanya, dalam
15
islam ada kewajiban untuk mengoreksi penguasa. Kewajiban ini
didasarkan pada firman Allah Q.S Ali Imran (3) : 104:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Melihat kenyataan-kenyataan tersebut, sudah dapat diketahui dengan jelas
bagaimana kontribusi umat islam dalam kehidupan politik baik secara
langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan umat islam dalam kehidupan
politik sudah diatur dengan jelas dalam agama itu sendiri. Mulai dari niat
untuk melibatkan diri sampai dengan konsekuensi yang akan diterima jika
melanggar apa yang telah ditetapkan dalam islam.
Kita dapat mengambil contoh kontribusi umat islam dalam kehidupan
politik nasional. Kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional tidak bisa
dipandang sebelah mata. Disetiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini,
islam selalu punya pengaruh yang besar. Sejak bangsa ini belum bernama
Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh
perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat islam menjadi penduduk
mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran islam sangat dianjurkan agar
penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang
banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi sarana
penting bagi umat islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Kontribusi Umat Islam dalam Politik Nasional dari Masa ke Masa
16
a. Era kerajaan-kerajaan islam Berjaya
Pengaruh islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah
yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah colonial bercokol di tanah
air, sudah berdiri beberapa kerajaan islam besar. Kejayaan kerajaan islam
di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
b. Era colonial dan kemerdekaan (Orde lama)
Peran islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap
pembangunan politik di Indonesia baik pada masa colonial maupun masa
kemerdekaan. Pada masa colonial, islam harus berperang menghdapi
ideology kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan islam harus
berhdapan dengan ideology tertentu seperti komunisme dengan segala
intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan
bahwa pemimpin-pemimpin islam punya andil besar dalam perumusan
NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga
perumusan Undang-Undang Dasar Negara.
Para pemimpin islam terutama Serikat Islam pernah mengusulkan agar
Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam piagam
Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena
adanya protes dari kaum umat beragama lain. Kemudian, pada tanggal 18
Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofi Negara.
c. Era orde baru
Pemerintahan masa orde baru menetapkan pancasila sebagai satu-
satunya asas di dalam Negara. Ideology politik lainnya dipasung dan
tidak boleh ditampilakan, termasuk ideology politik islam. Hal ini
menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan
islam.
Politik islam terpecah menjadai dua kelompok. Kelompok pertama
disebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan
17
konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis
yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar islam tidak terjun
ke dunia politik.
d. Era reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto.
Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin islam pada
saat itu. Beberapa pemimpin islam yang turut mendukung reformasi
adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), kedua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendekiawan yang
lahir dari kalangan santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan
Muhammadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat islam
dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan.
Umat islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut
lagi menggunakan label islam. Perpolitikan islam selama reformasi juga
berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi satu-satunya asas. Partai-partai
politik juga boleh menggunakan asas islam.
Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan
label islam. Partai-partai politik yang berasaskan islam antara lain PKB,
PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah
waktunya umat islam untuk terjun dalam perjuangan politik yang lebih
serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran sejarah.
Umat islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-
pemimpin yang handal, cerdas, berakhlak mulian, professional dan punya
integritas diri yang tangguh.
Umat islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik islam harus mampu merepresentasikan
18
idealismenya sebagai “rahmatan lil ‘alamin” dan dapat memberikan
kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Politik dalam bahasa arab disebut siyasah yang artinya, mengurus,
mengendali atau memimpin.
2. Prinsip-prinsip dasar politik dalam islam yaitu Al-Musyawarah, Al-
Adalah, Al-Musawah, Al-Amanah, Al-Maasuliyyah dan Al-
Hurriyyah.
3. Demokrasi dalam islam yang dikenal hari ini merupakan tatanan hidup
yang jauh hari telah dicontohkannya oleh umat islam dan menjadi
sebuah jaminan kejayaan suatu Negara kalau benar-benar menerapkan
sistem demokrasi tersebut.
19
4. Kontribusi umat islam dalam politik nasional sudah terlihat dari masa
ke masa, mulai dari era kerajaan-kerajaan islam Berjaya, era colonial
dan kemerdekaan, era orde baru, era reformasi dan sampai sekarang.
Umat islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik islam harus mampu merepresentasikan
idealismenya sebagai “rahmatan lil ‘alamin” dan dapat memberikan
kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih kurang sempurna dan terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik
dan saran agar makalah ini bisa lebih baik dari pembaca. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
20