sk1

18
LO 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG ERITROPOESIS LI.1.1 Definisi&bentuk eritropoesis Eritropoesis adalah proses pembentukan sel darah merah. LI.1.2 Mekanisme eritropoesis Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif. Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulang kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujung atas tulang panjang ekstremitas. Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah. Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas daraah yang mengakngkut oksigen.Jika O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis

Upload: norasaputri

Post on 14-Jul-2016

221 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

blok hemato

TRANSCRIPT

Page 1: sk1

LO 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG ERITROPOESISLI.1.1 Definisi&bentuk eritropoesisEritropoesis adalah proses pembentukan sel darah merah.

LI.1.2 Mekanisme eritropoesis

Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif.

Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulang kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujung atas tulang panjang ekstremitas.Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah.Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas daraah yang mengakngkut oksigen.Jika O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang.Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mrngangkut O2.Peningkatan kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin.

LI.1.3 Faktor yang mempengaruhi eritropoesisDalam keadaan normal eritropoiesis memerlukan 3 faktor yaitu (1) stem sel hematopoetik, (2) sitokin spesifik, growth factor dan hormonal regulator, (3) hematopoietik yang mempengaruhi microenvirontment yang merupakan stroma pendukung dan interaksi sel dengan sel yang diikuti proliferasi dan diferensiasi

Page 2: sk1

hematopoetik sel stem dan mempengaruhi erythroid progenitor yang akhirnya menghasilkan sel darah merah yang matur.

Faktor yang Berperan dalam Regulasi Eritropoesi.Produksi eritrosit (eritropoesis) diatur oleh beberapa sitokin. Faktor pertumbuhan yang dikenal terlibat dalam eritropoesis yaitu granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), interleukin (IL)-6, stem cell factor (SCF), IL-1, IL-3, IL-4, IL-9, IL-11, granulocyte-macrophage (GM)-CSF, insulin growth factor-1 (IGF-1) dan EPO. EPOberperan pada tahap lanjut perkembangan sel progenitor eritroid. EPOterutama merangsang colony forming unit eritroid (CFU-E) untuk berproliferasi menjadi normoblas, retikulosit, dan eritrosit matur. Target primer EPOdalam sumsum tulang adalah CFU-E. EPObersama dengan SCF, GM-CSF, IL-3, IL-4, IL-9, dan IGF-1 menyebabkan maturasi dan proliferasi dari tahap burst forming unit eritroid (BFU-E) dan CFU-E menuju tahap normoblas dari perkembangan sel eritroid. Selanjutnya EPOberperan pada proses apoptosis yaitu menurunkan laju kematian sel progenitor eritroid dalam sumsum tulang. SCF, IL-1, IL-3, IL-6, dan IL-11 memberikan rangsang yang menyebabkan diferensiasi sel induk pluripoten menjadi sel induk mieloid dan CFU granulosit, eritroid, monosit, dan megakariosit (GEMM). Kemudian CFU-GEMM berkembang menjadi CFU yang spesifik untuk granulosit, eritroid, monosit, megakariosit, makrofag, dan eosinofil.

LO 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG HEMOGLOBINLI.2.1 Defisini hemoglobinHemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang sedang berkembang di dalam sumsum tulang. DORLAND

LI.2.2 Fungsi hemoglobinFungsi utama hemoglobin dalam tubuh adalah bergabung dengan oksigen dalam paru kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan perifer yang tertekan gas oksigennya jauh lebih rendah daripada di paru paru

Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain : 1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringanjaringan tubuh. 2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringanjaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar. 3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti, 2008).

LI.2.3 Struktur hemoglobinMolekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan

Page 3: sk1

atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa 8 dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah. Kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen bergantung pada keberadaan gugus prastitik yang disebut heme. Gugus heme yang menyebabkan darah berwarna merah. Gugus heme terdiri dari komponen anorganik dan pusat atom besi. Komponen organik yang disebut protoporfirin terbentuk dari empat cincin pirol yang dihubungkan oleh jembatan meterna membentuk cincin tetra pirol. Empat gugus mitral dan gugus vinil dan dua sisi rantai propionol terpasang pada cincin ini ( Nelson dan Cox, 2005 ). 9 Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan anemia. Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis( Evelyn, 2000 ). Gambar 2. 1 : Struktur 3 dimensi Hemoglobin. ( Mc.Kee T dan Mc.Kee JR,2004 )

LI.2.4 Biosintesis hemoglobinSintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah.Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.

Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin membentuk molekul priol. Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi membentuk molekul heme. Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu globin yang di sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di sebut rantai hemoglobin.

LO3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG ANEMIALI.3.1 Definisi anemiaAnemia adalah penurunan jumlah eritrosit, kuantitas hemoglobin, atau volume packed red cells dalam darah di bawah normal. DORLAND

LI.3.2 Klasifikasi Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan hemoglobinyang dikandungnya.1. Makrositik

Page 4: sk1

Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik yaitu :1. Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat dan gangguan sintesis DNA.2. Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang dipercepat dan peningkatan luas permukaan membran.2. MikrositikMengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh defisiensi besi, gangguan sintesis globin, porfirin dan heme serta gangguan metabolisme besi lainnya.3. NormositikPada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma secara berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati.

Klasifikasi Anemia Klasifikasi menurut WHO dalam Waryana (2010) 1) Tidak anemia : 11 gr % 2) Anemia ringan : 9-10 gr % 3) Anemia sedang : 7-8 gr % 4) Anemia berat : < 7 gr %.

Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : (Bakta.2009) A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit a. Anemia defisiensi besi b.Anemia defisiensi asam folat c. Anemia defisiensi vit B12 2. Gangguan penggunaan besi a. Anemia akibat penyakit kronik b. Anemia sideroblastik 3. Kerusakan sumsum tulang a. Anemia aplastik b. Anemia mieloptisik c. Anemia pada keganasan hematologi d. Anemia diseritropoietik e. Anemia pada sindrom mielodisplastik

B. Anemia akibat perdarahan 1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik

C. Anemia hemolitik 1. Anemia hemolitik intrakorpuskular a. Gangguan membran eritrosit (membranopati) b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) - Thalasemia - Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll 2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler a. Anemia hemolitik autoimun b. Anemia hemolitik mikroangiopatik c. Lain-lain

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh: - Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychias) - Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12 - Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali - Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi

Page 5: sk1

LO3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESILI.4.1 Definisi anemia defisiensi besiAnemia defisiensi besi adalah bentuk anemia yang ditandai dengan rendahnya atau tidak adanya simpanan besi, rendahnya kadar besi serum, rendahnya saturasi transferin, meningkatnya transferrin, rendahnya kadar hemoglobin atau hematocrit, dan sel darah merah yang hipokromik dan mikrositik. DORLAND

LI.4.2 Etiologi anemia defisiensi besiPenyebab Anemia Defisiensi Menurut Umur1. Bayi di bawah umur 1 tahun- Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir kembar.2. Anak berumur 1-2 tahun- Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan tambahan (hanya minum susu)- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun- Malabsorbsi- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan divertikulum Meckeli.3. Anak berumur 2-5 tahun- Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun.- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan divertikulum Meckeli.4. Anak berumur 5 tahun – masa remaja- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan poliposis.5. Usia remaja – dewasa- Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.

Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari: a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia. c. Saluran kemih: hematuria. d. Saluran nafas: hemoptisis. 2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan. 4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

LI.4.3 Epidemiologi anemia defisiensi besiPrevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan remaja 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, lebih kurang 9% remaja wanita

Page 6: sk1

kekurangan besi. sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di indonesia adalah 55,5%. Pada tahun 2002 prevalensi anemia pada usia 4-5 bulan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan bahwa 37% bayi memiliki kadar Hb di bawah 10gr/dl sedangkan untuk kadar Hb di bawah 11gr/dl mencapai angka 71%. Pauline di Jakarta juga menambahkan selama kurun waktu 2001-2003 tercatat sekitar 2 juta ibu hamil menderita anemia gizi dan 8,1 juta anak menderita anemia. Selain itu data menunjukkan bahwa bayi dari ibu anemia dengan berat bayi normal memiliki kecendrungan hampir 2 kali lipat menjadi anemia dibandingkan bayi dengan berat lahir normal dari ibu yang tidak menderita anemia. Berdasarkan data prevalensi anemia defisiensi gizi pada ibu hamil di 27 provinsi di Indonesia tahun 1992, Sumatera Barat memiliki prevalensi terbesar (82,6%) dibandingkan propinsi lain di Indonnesia.

LI.4.4 Patofisiologi anemia defisiensi besiZat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303) Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya

LI.4.5 Manifestasi anemia defisiensi besiGejala Umum Anemia Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.

Gejala Khas Defisiensi Besi Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006): a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

Page 7: sk1

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. e. Atrofi mukosa gastersehingga menimbulkan akhloridia

LI.4.6 Diagnosis & DD anemia defisiensi besiDiagnosis1. Anamnesis1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronisb. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuatmalabsorpsi besic. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn,colitis ulserativa)2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika

2. Pemeriksaan fisisa. anemis, tidak disertai ikterus, dan limphadenopatib. stomatitis angularis, atrofi papil lidahc. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

3. Pemeriksaan penunjanga. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurunb. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositikc. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurund. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkate. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: A. Pemeriksaan Laboratorium 1. Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III. 2. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus: a. Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl. b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)

Page 8: sk1

MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg. c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%. 3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag. 4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %. 5. Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang. 6. Besi Serum (Serum Iron = SI) Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik. 7. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan. 8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma. 9. Serum Feritin

Page 9: sk1

Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).

B. Pemeriksaan Sumsum Tulang Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

Diagnosis banding :Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia hipokrom mikrositik lain (Tabel 3). Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan laboratorium hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia karena penyakit kronis. Sedangkan lainnya adalah lead poisoning/ keracunan timbal dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium. Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat memperoleh dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya < menunjukkan talasemia minor sedangkan bila > 13 merupakan ADB. Pada talasemia minor terutama β thalassemia didapatkan basophilic stippling, dapat diseratai peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2. Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat

Page 10: sk1

sehingga nilai saturasi transferin noral atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB. Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB tetapi didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom mikrositik dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus sumsum tulang didapatkan sel darah merah berinti yang mengandung granula besi (agregat besi dalam mitokondria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada dewasa.

LI.4.7 Komplikasi anemia defisiensi besiMenurut Reksodiputro (2004) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), komplikasi dari anemia yaitu: Gagal jantung kongesif; Parestesia; Konfusi kanker; Penyakit ginjal; Gondok; Gangguan pembentukan heme; Penyakit infeksi kuman; Thalasemia; Kelainan jantung; Rematoid; Meningitis; Gangguan sistem imun.

LI.4.8 Tatalaksana anemia defisiensi besiPengobatan anemia Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini: yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respons, maka harus dilakukan evaluasi kembali. Menurut Yayan Ahyar Israr (2008) Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa a. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya, pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh 1) Besi per oral merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman. preparat yang tersedia, yaitu: a) Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg. b) Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate, harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama. 2) Besi parenteral Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu : a) Intoleransi oral berat b) Kepatuhan berobat kurang 20 c) Kolitis ulserativa d) Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir). c. Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan 1) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai. 2) Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi

Page 11: sk1

dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal. 3) Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel. 4) Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

Pengobatan lainDiet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewaniVitamin c, diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatkan absorpsi besiTransfuse darah, Anemia kekurangan besi jarang memerlukan transfuse darah. Indikasi pemberian transfuse darah pada anemia kekurangan besi adalah:Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantungAnemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat mencolokPenderita memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat, seperti pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi.Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemide intravena.

LI.4.9 Prognosis anemia defisiensi besiDalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertam, mencapai puncak pada hari ke 10 dan normal lagi setelah hari ke 14 di ikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.Jika respon terhadap teraphy tidak baik, maka perlu di pikirkan :Pasien tidak patuh hingga obat yang di berikan tidak di minumDosis besi kurangMasih ada perdarahan cukup banyakAda penyakit lain seperti penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folatDiagnosis defisinsi besi salah

LI.4.10Pencegahan anemia defisiensi besiPencegahan dan Penanggulangan Anemia Defisiensi BesiDapat dilakukan antara lain dengan cara:a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makananMengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan yang bisamenghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.b. Suplementasi zat besi

Page 12: sk1

Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin

Efek samping dari pemberian besi feroral adalah mual, ketidaknyamanan epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Efek ini tergantung dosis yang diberikan dan dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah makan ataubersamaan dengan makanan.

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa:1. Pendidikan kesehatan

a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban dan perbaikan lingkungan kerja. Misalnya, pemakaian alas kaki

b. Penyuluhan gizi, untuk mendorong konsumsi makananyang membantu absorpsi besi.2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering

didaerah tropic3. Suplementasi besi, terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan

anak balita4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi