skenario 1

48
LI I Hipertensi pada kehamilan Hingga saat ini, hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah kesehatan serius di bidang obstetri di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dari jumlah kematian maternal, prevalensi paling besar adalah pre-eklampsia dan eklampsia sebesar 12,9% dari keseluruhan kematian ibu. Insidensi pre eklamsia di Indonesia sekitar 3 – 10%, menyebabkan mortalitas maternal sebanyak 39.5% pada tahun 2001, dan sebanyak 55.56% pada tahun 2002 (Roeshadi, 2004). Hipertensi gestasional diartikan sebagai setiap onset baru hipertensi tanpa komplikasi selama kehamilan bila tidak ada bukti jelas dari sindrom preeklampsia. Sedangkan pre eklamsia sendiri merupakan hipertensi pada kehamilan yang disertai dengan proteinuria (Cunningham, 2005). Hipertensi dalam kehamilan terjadi pada wanita yang sebelumnya memiliki penyakit hipertensi primer atau dapat juga pada wanita dengan hipertensi sekunder kronik, dan pada wanita tanpa riwayat hipertensi dengan onset terjadinya hipertensi yang baru muncul setelah setengah masa kehamilan. Hipertensi pada kehamilan memiliki resiko baik terhadap ibu dan juga janinnya. Pada ibu, hipertensi dapat menjadi pre eklamsia atau eklamsia yang mengancam jiwa. Sedangkan pada bayi akan menyebabkan kematian perinatal, 5% bayi lahir dengan kelainan congenital. Biasanya pada kehamilan pertama, 8 –10% bayi akan lahir premature (kurang dari 34 minggu) sebagai konsekuensi dari pre eklamsia, tapi pada wanita dengan pre eklamsia berat, 50%nya mengalami kelahiran preterm. Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling

Upload: mettytusiana

Post on 10-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

emergency

TRANSCRIPT

LI I Hipertensi pada kehamilan

Hingga saat ini, hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah kesehatan serius di bidang obstetri di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dari jumlah kematian maternal, prevalensi paling besar adalah pre-eklampsia dan eklampsia sebesar 12,9% dari keseluruhan kematian ibu. Insidensi pre eklamsia di Indonesia sekitar 3 – 10%, menyebabkan mortalitas maternal sebanyak 39.5% pada tahun 2001, dan sebanyak 55.56% pada tahun 2002 (Roeshadi, 2004). Hipertensi gestasional diartikan sebagai setiap onset baru hipertensi tanpa komplikasi selama kehamilan bila tidak ada bukti jelas dari sindrom preeklampsia. Sedangkan pre eklamsia sendiri merupakan hipertensi pada kehamilan yang disertai dengan proteinuria (Cunningham, 2005).

Hipertensi dalam kehamilan terjadi pada wanita yang sebelumnya memiliki penyakit hipertensi primer atau dapat juga pada wanita dengan hipertensi sekunder kronik, dan pada wanita tanpa riwayat hipertensi dengan onset terjadinya hipertensi yang baru muncul setelah setengah masa kehamilan. Hipertensi pada kehamilan memiliki resiko baik terhadap ibu dan juga janinnya. Pada ibu, hipertensi dapat menjadi pre eklamsia atau eklamsia yang mengancam jiwa. Sedangkan pada bayi akan menyebabkan kematian perinatal, 5% bayi lahir dengan kelainan congenital. Biasanya pada kehamilan pertama, 8 –10% bayi akan lahir premature (kurang dari 34 minggu) sebagai konsekuensi dari pre eklamsia, tapi pada wanita dengan pre eklamsia berat, 50%nya mengalami kelahiran preterm.

Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling

Patofisiologi Hipertensi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jeals. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, diantaranya yang banyak dianut adalah :

1) Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel- Iskemia plasenta, dan pembentukan oksidan/radikal bebas Plasenta yang

mengalami iskemia akan menghasilkan radikal bebas/oksidan, salah satu yang dihasilkan adalah radikal hidroksil, yang bersifat toksis terhadap membran sel endotel dan dapat merubah lemak tak jenuh menjadi lemak peroksida yang akan merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel.

- Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan. Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan beredar dalam darah sebagai bahan toksin,

yang paling mudah terpengaruh oleh bahan ini adalah sel endotel, karena sel endotel adalah yang paling dekat dengan aliran darah, dan mengandung banyak asam lemak yang dengan mudah dapat diubah menjadi lemak peroksida oleh oksidan hidroksil yang dihasilkan plasenta iskemik.Disfungsi sel endotel. Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan gangguan fungsi endotel, yang mengakibatkan : Gangguan metabolisme prostaglandin yang normalnya adalah vasodilator kuat. Dan aregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan, yang merupakan vasokonstriktor kuat. Peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin. Peningkatan faktor-faktor koagulasi

2) Intoleransi Imunologis Ibu-Janin- Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang adalah benda

asing, dengan baik. Disebabkan oleh adanya HLA-G, yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak bereaksi terhadap hasil konsepsi.

- Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di sel desidua di daerah plasenta, menghambat invasi tropoblas dalam desidua, yang penting dalam memudahkan vasodilatasi pembuluh darah dan matriks di sekitarnya.                           

3) Teori GenetikTerdapat penelitian bahwa resiko hipertensi dalam kehamilan diturunkan dalam gen tunggal pada ibu.

4) Adaptasi Kardiovaskuler- Pada kehamilan normal, pembuluh darah tidak peka terhadap bahan-bahan

vasopressor, akibat adanya perlindungan dari sintesis prostaglandin oleh sel endotel.

- Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel kehilangan daya refrakternya terhadap bahan vasopressor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan terhadap rangsangan dari bahan-bahan tersebut, hingga dalam tahap pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan vasopressor.

5) Defisiensi Gizi- Penelitian lama menyebutkan bahwa terdapat hubungan adanya defisiensi gizi

terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan.- Penelitian terbaru menyebutkan konsumsi minyak ikan dapat menurunkan resiko.

Penelitian lainnya juga menyebutkan, wanita yang mengkonsumsi kalsium selama kehamilan, memiliki resiko lebih rendah mengalami HDK, dan angka kejadian preeklamsia lebih rendah pada wanita hamil yang diberi suplemen kalsium daripada hanya glukosa

6) Inflamasi- Teori ini didasarkan pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan merangsang

terjadinya inflamasi. Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi, namun dalam batas wajar, sehingga proses inflamasi yang terjadi tidak menimbulkan masalah.

- Disfungsi endotel mengakibatkan aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada aliran darah ibu sehingga inflamasi yang terjadi bersifat sistemik.

Hipertensi Gestasional

Definisi Hipertensi gestasional atau hipertensi transien. Wanita dengan peningkatan tekanan darah yang dideteksi pertama kali setelah pertengahan kehamilan, tanpa proteinuria, diklasifikasikan menjadi hipertensi gestasional.Jika preeklampsia tidak terjadi selama kehamilan dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu postpartum, diagnosis transient hypertension dalam kehamilan dapat ditegakkan.Namun, jika tekanan darah menetap setelah postpartum, wanita tersebut didiagnosis menjadi hipertensi kronik (NHBPEP, 2000). Hipertensi gestasional dan preeklampsia meningkatkan risiko komplikasi pada kehamilan seperti berat lahir bayi yang rendah dan kelahiran prematur.

Epidemiologi Hipertensi GestasionalInsiden : hipertensi gestasional adalah  penyebab utama hipertensi dalam kehamilan yang menyerang 6-7% ibu primigravida dan 2-4% ibu multigravida. Insiden ini meningkat pada kehamilan ganda dan riwayat preeklampsia.

Klasifikasi Hipertensi Gestasionala. Hipertensi Gestasional Ringan: jika usia kehamilan setelah 37 minggu, hasil

kehamilan sama atau lebih baik dari pasien normotensif, namun peningkatan kejadian induksi persalinan dan operasi caesar terjadi.

b. Hipertensi Gestasional Berat: pasien ini memiliki tingkat yang lebih tinggi morbiditas ibu atau janin, lebih tinggi bahkan dibandingkan pasien preeklampsia ringan, kasus ini termasuk plasenta dan kelahiran prematur dengan kecil untuk usia gestasional normal.

Diagnosis Hipertensi GestasionalDiagnosa HG ditegakkan apabila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥90 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu, dimana sebelum kehamilan tekanan darah subyek tersebut normal dan tekanan darah kembali normal pada 12 minggu setelah melahirkan. Alogaritma dalam membedakan penyakit hipertensi dalam kehamilan (Wagner, 2004).

Diagnosis Hipertensi Gestasional: Didapatkan tekanan darah sistolik 140 atau diastolik 90 mm Hg untuk pertama

kalinya pada kehamilan di atas 20 minggu Tidak ada proteinuria Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu postpartum Diagnosis hanya dibuat pada postpartum Mungkin memiliki tanda-tanda atau gejala preeklampsia, misalnya, tidak nyaman

atau trombositopenia epigastrika

Hipertensi Kronik Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90

mmHg didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu usia kehamilan dan tidak termasuk pada penyakit trophoblastic gestasional, atau

 Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan pada usia kehamilan > 20 minggu menetap 12 minggu postpartum

 Diagnosis sulit ditegakkan pada trisemester pertama kehamilan dan umumnya didapatkan pada beberapa bulan setelah melahirkan.

LI 2 Preeklamsi dan eklamsi

Preeklamsi

Preeklamsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra dan post partum. Dari gejala-gejala klinik preeclampsia dapat dibagi menjadi preeclampsia ringan dan berat.

Pembagian preeclampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeclampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.

Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeclampsia adalah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas, dapat dianggap bukan preeclampsia.

Dari semua gejala tersebut , timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun sayangnya penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

Preeklampsia Ringan

Definisi Preeclampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel

Diagnosis Hipertensi + Proteinuria dan/ atau edema setelah kehamilan >20 minggu

a. Hipertensi : Sistolik/diastolik ≥140/90 mmHgb. Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstickc. Edema : edema local tidak dimasukan dalam kriteria preeclampsia, kecuali edema

pada lengan, muka dan perut, edema generalisata

Tujuan utama perawatan preeclampsia Mencegah kejang, perdarahan intracranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat

Rawat jalan (ambulatoir) a. Ibu hamil dengan preeclampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.

Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan >20 minggu tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan Rahim pada v. kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekreksi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah Rahim, menambah oksigenisasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam Rahim.

b. Pada preeclampsia tidak perlu dilakukan retriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih bagus

c. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal

d. Tidak diberikan obat-obat diuretic, antihipertensi dan sedative

Rawat inap (dirumah sakit)a. Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, proteinuria dalam 2 minggub. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeclampsia beratc. Selama dirumah sakit dilakukan anamnesis, pf, labd. Pemeriksaan kesejahteraan janin (USG dan Doppler u/ evaluasi perkembangan

janin dan jumlah cairan amnion)e. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2x seminggu dan konsultasi dgn bagian

mata, jantung, dll

Perawatan obsterik yaitu sikap terhadap kehamilannya a. Williams, preterm 22 minggu sampai ≤ 37 minggu b. Kehamilan preterm (< 37 minggu) bila tek darah mencapai normotensive selama

perawatan persalinannya ditunggu sampai aterm c. Kehamilan aterm (> 37 minggu) persalinan ditunggu sampai terjadi onset

persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperpendek kala II

Preeklampsia Berat

Definisi Preeclampsia berat adalah preeclampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg disertai proteinuria > 5 g/24 jam

Diagnosis Bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :

a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tek darah diastolic ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan menjalani tirah baring

b. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif c. Oliguria, produksi urin < 500 cc/24 jam d. Kenaikan kadar kreatinin plasma e. Gangguan visus dan serebal; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan

pandangan kabur f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula glisoni) g. Edema paru-paru dan sianosis h. Hemolysis mikroangiopatii. Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penuruan trombosit dengan cepat j. Gangguan fungsi hepar : peningkatan kadar alanine dan aspartate

aminotransferasek. Pertumbuhan janin intrauteri yang terhambat l. Sindroma HELLP

Pembagian preeclampsia berat a. Preeclampsia berat tanpa impending eclampsia b. Preeclampsia dengan impending eclampsia

Impending eclampsia bila preeclampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah

Tatalaksana (Pengobatan medikamentosa)a. Penderita preeclampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap

dan dianjurkan tirah baring miring ke salah satu sisi (kiri) b. Yang penting adalah pengelolaan cairan karena penderita preeclampsia dan

eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Monitoring input (melalui oral mapun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukan dan dikeluarkan melalui urin

c. Tanda-tanda edema paru harus segera di koreksid. Cairan yang dapat diberikan :

5% Ringer-Dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan < 125 cc/jam

Infus dektrose 5% yang tiap 1Lnya diselingi dengan infus ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc

e. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam

f. Diberikan antasida untuk menetralkan asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

g. Pemberian obat anti kejang MgSO4, fenitonin (masih lebih baik magnesium sulfat)

Cara pemberian :

Loading dose : intial dose 4 gram MgSO4 : intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit

Maintenance dose : Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4 : i. Harus tersedia antidoum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu

kalsium glukonas 10% = 1 g (10% dalam cc) diberikan iv 3 menitii. Reflex patella (+) kuat

iii. Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda distress nafas

Magnesium sulfat dihentikan bila : i. Ada tanda-tanda intoksikasi

ii. Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir

h. Diuretic tidak diberikan secara rutin kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Yang dipakai furosemide. Pemberian diuertik dapat merugikan yaitu memperberat hipovolemi, memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, menurunkan berat janin

i. Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual) karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan peroral.

Desakan darah diturunkan secara bertahap :i. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik

ii. Desakan darah diturunkan mencapai : - < 160/105

- MAP < 125 Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara

IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit

Sumber Regimen Loading dose Maintenance dose

Dihentikan

1. Prichard, 1955 1957

Preeklamsi

Eklamsi

Intermitent intramuscularinjection

10 g IM

1) 4g 20% IV; 1g/menit

2) 10g 50% IM: Kuadran atas sisi luar kedua bokong- 5g IM bokong kanan- 5g IM bokong kiri

3) Ditambah 1.0 mllidocaine

4) Jika konvulsi tetap terjadi Setelah 15 menit, beri : 2g 20% IV : 1 g/menit

Obese : 4g iv Pakailah jarum 3-inci, 20 gauge

5g 50% tiap 4-6 jam Bergantian salah satu bokong

5g 50% tiap 4-6 jam Bergantian salah satu bokong(10 g MgSO4 IM dalam 2-3 jam dicapai kadar plasma 3, 5-6 mEq/l

24 jam pasca persalinan

2. Zuspan, 1966

Preeklamsi berat

Eklamsi

Continous IntravenousInjection

Tidak ada

4-6 g IV / 5-10 minute

1 g/jam IV

1 g/jam IV

3. Sibai, 1984

Preeklamsi – eklamsi

Continous IntravenousInjection

4-6 g 20% IV dilarutkan dalam100 ml/D5 / 15-20 menit

1) Dimulai 2g/jam IV dalam 10g 1000 cc D5 ; 100 cc/jam2) Ukur kadar Mg setiap 4-6 jam3) Tetesan infus disesuaikan untuk mencapai maintain dose 4-6 mEq/l(4,8-9,6 mg/dL)

24 jam pascasalin

4. Magpie Trial

ColaborativeGroup, 2002

Sama dengan Pritchard regimen

1) 4g 50% dilarutkan dalam normal Saline IV / 10-15 menit

2) 10 g 50% IM:- 5g IM bokong kanan- 5g IM bokong kiri

1) 1g/jam/IV dalam 24 jam atau2) 5g IM/4 jam dalam 24 jam

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O 1. Refleks patella normal2. Respirasi > 16 menit3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

AntidotumBila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit

Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :1. 100 mg IV sodium thiopental

35

2. 10 mg IV diazepam3. 250 mg IV sodium amobarbital4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV

a. 16,7 mg/menit/1 jamb. 500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam

Sikap terhadap kehamilannya

Berdasarkan Williams Obstetrics, dibagi menjadi

1. Aktif (aggressive management) : kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa

Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan 1/lebih keadaan dibawah ini : Ibu

Umur kehamilan ≥ 37 minggu Adanya tanda-tanda impending eclampsia Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan lab

memburuk Diduga terjadinya solusio plasenta Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan

Janin

Adanya tanda-tanda fetal distress Adanya tanda-tanda IUGR NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal Terjadinya oligohidramnion

Laboratium

Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurun trombosit dengan cepat

Cara mengakhiri kehamilan dilakukan berdasar keadaan obstetric pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.

2. Perawatan konservatifBerarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa

Indikasi bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Sikap terhadap kehamilannya hanya observasi dan evaluasi.

Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

Bila dalam 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus dideterminasi

Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala preeclampsia ringan

Eklampsia

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeclampsia yang disertai dengan kejang menyuluruh dan koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.

Pada penderita preeclampsia yang akan kejang umumnya memberi gejala-gejala atau tanda yang khas. Impending eclampsia

Eklampsia selalu didahului oleh preeclampsia Kejang dimulai dengan kejang tonik, tanda-tanda kejang tonik gerakan kejang berupa

twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang bbrp detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggegam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Keadaan ini berlangsung selama 15-30 detik.

Kejang tonik segera disusul kejang klonik, dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kontraksi intermiten otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi sehingga penderita seringkali terlempar dari tempat tidur. Lidah penderita dapat tergigit karena kontraksi otot-otot rahang. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah.

Pada waktu kejang diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan. Kejang klonik berlangsung selama 1 menit. Berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak koma.

Kejang tek darah meningkat, suhu badan meningkat, frekuensi pernafasan meningkat 50x/menit

Koma setelah kejang berlangsung sangat bervariasi kalau tidak diberi obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya

Tatalaksana : Penatalaksanaan eklampsia

1. Merupakan keadaan gawat darurat obstetrik2. Bersihkan jalan nafas dan berikan oksigen dalam sungkup3. Posisi lateral4. Ukur tekanan darah setiap 10 menit5. Pasang infus6. Pasang kateter urine menetap

7. Stabilisasi pasien : Cegah serangan kejang ulangan dengan memberikan MgSO4 dosis loading

dan maintanance Terminasi kehamilan bila : ( pilihan utama per vaginam ; kecuali bila ada

indikasi) Hipoksia sudah diatasi Kejang sudah dikendalikan Tekanan diastolik 90 – 100 mmHg

Sindroma HELLP

Sindroma help ialah pereeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolysis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia

H : Hemolysis

EL : Elevated Liver Enzyme

LP : Low Platelets Count

Diagnosis sindroma HELLP :a. Tanda dan gejala yang tidak khas : mual, muntah, nyeri kepala, malaise,

kelemahan. (Semuanya mirip tanda dan gejala infeksi virus).b. Tanda dan gejala pre eklampsia : hipertensi, proteinuria, nyeri epigastrium,

edema, dan kenaikan asam urat.c. Tanda-tanda hemolisis intravaskuler :

i. Kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirekii. Penurunan haptoglobin.

iii. Apusan darah tepi : fragmentasi eritrosit.iv. Peningkatan urobilinogen dalam urine.

d. Tanda kerusakan / disfungsi sel hepatosit : Kenaikan ALT, AST, LDH.e. Trombositopenia : Trombosit 150.000/ml atau kurang.

Semua wanita hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala pre eklampsia harus dipertimbangkan sindroma HELLP.

Klasifikasi sindroma HELLP :Klasifikasi Missisippi

a. Kelas I   : Trombosit 50.000/ml atau kurang; serum LDH 600.000 IU/l atau lebih;AST dan/atau ALT 40 IU/l atau lebih

b. Kelas II  : Trombosit lebih 50.000 sampai 100.000/ml; serum LDH 600.000 IU/latau lebih; AST dan/atau ALT 40 IU/l atau lebih

c. Kelas III : Trombosit lebih 100.000 sampai 150.000/ml; serum LDH 600.000 IU/latau lebih; AST dan/atau ALT 40 IU/l atau lebih.

Klasifikasi Tennessea. Kelas lengkap       : Trombosit kurang 100.000/ml; LDH 600.000 IU/l atau lebih;

AST 70 IU/l atau lebihb. Kelas tidak lengkap : Bila ditemukan 1 atau 2 dari tanda-tanda diatas.

Diagnosa banding pre eklampsia-sindroma HELLP :a. Trombotik angiopatib. Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya :

– Acute fatty liver of pregnancy.– Hipovolemia berat / perdarahan berat.– Sepsis.

c. Kelainan jaringan ikat : SLE.d. Penyakit ginjal primer.

Terapi Medikamentosa :a. Mengikuti terapi medikamentosa : pre eklampsia dan eklampsia.b. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH setiap 12 jam.c. Bila trombosit kurang 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif maka

harus diperiksa :– Waktu protombin– Waktu tromboplastin parsial– Fibrinogen.

d. Pemberian dexamethasone rescue :i. Antepartum : diberikan double strength dexamethasone (double dose).

Jika didapatkan :– Trombosit kurang 100.000/cc atau– Trombosit 100.000-150.000/cc dan dengan eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, gejala fulminant maka diberikan dexamethasone 10 mg IV setiap 12 jam.

ii. Postpartum : Dexamehasone diberikan 10 mg intravena setiap 12 jam 2 kali lalu diikuti 5 mg intravena setiap 12 jam 2 kali.

iii. Terapi dexamethasone dihentikan bila terjadi :- Perbaikan laboratorium : Trombosit lebih 100.000/ml dan penurunan LDH.- Perbaikan tanda dan gejala klinik pre eklampsia – eklampsia.

iv. Dapat dipertimbangkan pemberian :a. Transfusi trombosit bila trombosit kurang 50.000/cc.b. Antioksidan.

Sikap : Pengelolaan obstetricSikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif yaitu kehamilan diakhiri (terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdomen.

LI 3 Pemeriksaan kesejahteraan janin dan gawat janin

Tata cara Pemantauan Kesejahteraan JaninBanyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan kesejahteraan janin, dari cara sederhana hingga yang canggih. Pembahasan ini memang dibuat sederhana agar mudah dipahami.

Beberapa hal yang diperiksa selama pemantauan kesejahteraan janin (aktifitas fisik janin) :

1. Gerakan Janin Vindla dan James (1995): aktivitas janin pasif tanpa rangsangan sudah dimulai sejak

minggu ke-7 dan menjadi lebih canggih dan terkoordinasi pada akhir kehamilan. De Vries dkk., (1985): mulai 8 minggu setelah haid terakhir, gerakan janin tidak

pernah berhenti dengan periode waktu lebih dari 13 menit.  Soronkin, dkk., (1982) antara minggu ke-20 sampai 30, gerakan tubuh umum

menjadi lebih teratur & janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas.  Pada trimester ketiga pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36

minggu, pada saat ini, 80 % janin normal sudah dapat diketahui keadaan perilakunya.   Nijhuis dkk. (1982) mempelajari pola frekuensi  denyut jantung janin, gerakan tubuh

umum, dan gerakan mata serta menjelaskan 4 keadaan perilaku janin :1F : keadaan diam (tidur tenang), dengan variasi frekuensi DJJ yg sempit.2F : gerakan kasar tubuh janin yg sering, gerakan mata kontinu, dan variasi frekuensi DJJ yg lebih lebar. Analog dengan REM pada neonatus3F : gerakan mata kuntinu tanpa gerakan tubuh & tdk ada akselarasi denyut

jantung4F : gerakan kasar tubuh disertai gerakan mata kontinu dan akselarasi DJJ. Setara dengan terjaga pada neonatus.

USG(Ultrasonography)USG merupakan alat bantu diagnostic yang semakin penting didalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bahkan mungkin saja suatu saat alat USG ini menjadi sepertis tetoskop bagi dokter spesialis obstetric dan ginekologi. Salah satu fungsi penting dari alat ini adalah menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan janin (deteksidinianomali). Pemeriksaan panjang kepala-bokongjanin(CRL= crown-rumplength) yang dilakukan pada kehamilan trimester pertama memiliki akurasi dengan kesalahan kurang dari satu minggu dalam hal penentuan usia gestasi. Pengukuran CRL ini juga merupakan satu-satunya parameter tunggal untuk penentuan usia gestasi dengan kesalahan terkecil. Pengukuran diameter biparietal (DBP)  atau panjang femur memiliki kesalahan lebih dari satu minggu. Manfaat lain dari pemeriksaan USG adalah penapisan anomaly congenital yang dilakukan rutin pada kehamilan 10–14 minggu dan 18–22 minggu. Janin-janin dengan kelainan bawaan, terutama system saraf pusat dan jantung akan memberikan perubahan dalam pola gerak janin dan hasil kardiotokografi. Jangan sampai kesalahan interpretasi kardiotokografi terjadi akibat tidak terdeteksinya cacat bawaan pada janin.

2. Observasi Gerak Janin

Pemantauan gerak janin sudah lama dilakukan dan banyak tata cara yang diperkenalkan, tetapi tidak ada satu pun yang lebih superior dibanding lainnya. Gerak janin ini dipantau sejak kehamilan 28 minggu setelah system susunan saraf pusat dan autonom berfungsi dengan optimal. Pemantauan ini terutama dilakukan pada kehamilan resiko tinggi terhadap terjadinya kematian janin atau asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan janin terhambat. Ada dua cara pemantauan, yaitu cara :

a. Cara CardiffPemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur miring kekiri atau duduk, dan menghitung berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila hingga jam 9 malam tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien harus segera kedokter/ bidan untuk penanganan lebih lanjut

b. Cara SadovskyPasien tidur miring kekiri, kemudian hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai 4 gerakan janin dalam satu jam, bila belum tercapai, waktunya ditambah satu jam lagi, bila ternyata tetap tidak tercapai 4 gerakan, maka pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter/ bidan.

3. PernafasanGambaran pada respirasi janin adalah gerakan dinding pada paradoks.Selama inspirasi dinding dada justru kolaps dan abdomen menonjol (Jhonson dkk., 1988). Ada 2 jenis gerakan pernapasan:

a. Nafas tersengal-sengal (gasps atau sighs) yg terjdi dgn frekuensi 1-4/mnb.  Letupan gerakan nafas irreguler (irreguler bursts of breathing) yg terjadi dgn laju

sampai 240 siklus/mnt (Dawes, 1974)

4. Produksi Cairan KetubanPemeriksaan cairan amnion à pengkajian antepartum à resiko kematian janin à ↓ perfusi uteroplasenta à - aliran darah ginjal janinà ↓ frekuensi berkemih à oligohidramion.

5. Frekuensi Denyut jantungDJJ dipengaruhi oleh faktor anatomis, biomedis, farmakologis, kemoreseptor dalam arteri karotik & arkus aortik. Reaktifitas DJJ dipengaruhi oleh usia gestasi janin. Minggu ke-24 sampai ke-28 kira-kira 50% dari uji nonstres akan nonreaktif, dan pada minggu ke-32 15% dari uji nonstres tetap nonreaktif (Druzim dan Gabbe, 1996).

EFM (Electronic Fetal Monitoring)EFM merupakan metode untuk memeriksa kondisi bayi dalam rahim dengan mencatat setiap perubahan yang tidak biasa dalam denyut jantung nya. Menggunakan dua elektrode yang dipasang pada fundus (untuk menilai aktifitas uterus) dan pada lokasi punctum maximum denyut jantung janin pada perut ibu. Dapat menilai aktifitas jantung janin pada saat his / kontraksi maupun pada saat di luar his / kontraksi. Menilai juga hubungan antara denyut jantung dan tekanan intrauterine

Tujuan EFM :1. Denyut jantung janin mengalami penyesuaian konstan karena menanggapi lingkungan

dan rangsangan lainnya.2. Monitor janin mencatat detak jantung bayi yang belum lahir dan grafik pada selembar

kertas.3. Pemantauan janin elektronik biasanya disarankan untuk kehamilan berisiko tinggi, saat

bayi berada dalam bahaya kesusahan4. Alasan khusus untuk EFM meliputi: bayi dalam posisi sungsang, persalinan premature.

Indikasi Pemeriksaan EFM :•        Oligohidramnion Hipertensi•        FHR abnormal•        Malpresentasi dalam persalinan•        DM, Kehamilan ganda•        Persalinan bekas SC•        Trauma abdomen•        Ketuban pecah lama•        Air ketuban kehijauan•        Kehamilan resiko tinggi•        Induksi persalinan.•        Persalinan premature

Interpretasi EFM1. Pertimbangan interpretasi dipengaruhi

a. Intrapartum/antepartumb. Fase persalinan (stage of labor)c. Usia kehamiland. Presentasi janin Malpresentasi

2. Terapi induksi persalinan3.  Monitoring langsung atau tidak langsung4.  Janin normal : pada saat kontraksi : jika frekuensi denyut jantung tetap normal atau

meningkat dalam batas normal, berarti cadangan oksigen janin baik (tidak ada hipoksia).5. Pada janin hipoksia : tidak ada akselerasi, pada saat kontraksi justru terjadi deselerasi /

perlambatan, setelah kontraksi kemudian mulai menghilang (tanda insufisiensi plasenta).

Interpretasi Dasar EFMBaseline djj

1. Rerata djj (FHR) dalam keadaan stabil kecuali akselerasi dan deselerasi (110-160 dpm)2. Takikardia3. Bradikardia

Baseline Variability·         Normal                ³5 bpm antar kontraksi

·         Ragu                     5 bpm selama < 30 menit·         Abnormal             < 5 bpm selama 90 menit

Kriteria Hasil EFM1. Hasil Normal

a. Detak jantung bayi yang belum lahir ini biasanya berkisar 120-160 denyut per menit (bpm)

b. Seorang bayi yang menerima cukup oksigen melalui plasenta akan bergerak di sekitarnya.

c. Strip monitor akan menunjukkan detak jantung bayi meningkat sebentar saat ia bergerak (seperti denyut jantung orang dewasa meningkat ketika iabergerak).

d. Strip monitor bayi dianggap reaktif ketika detak jantung bayi meningkat setidaknya 20 bpm di atas denyut jantung dasar minimal 20 detik.

e.  Hal ini harus terjadi setidaknya dua kali dalam periode 20 menit.f. Pelacak denyut jantung reaktif (juga dikenal sebagai tes non-stres reaktif) dianggap

sebagai tanda baik bayi.

2. Hasil Tidak Normala. Jika denyut jantung bayi turun sangat rendah atau naik sangat tinggi, hal ini

menandakan masalah serius. Dalam kedua kasus ini jelas bahwa bayi dalam kesusahan dan harus disampaikan segera. Namun, banyak bayi yang mengalami masalah tidak memberikan tanda-tanda yang jelas seperti itu.

b. Selama kontraksi, aliran oksigen (dari ibu) melalui plasenta (untuk bayi) untuk sementara dihentikan. Seolah-olah bayi harus menahan napas selama setiap kontraksi. Baik plasenta dan bayi yang dirancang untuk menahan kondisi ini. Antara kontraksi, bayi harus menerima lebih dari oksigen yang cukup untuk melakukannya dengan baik selama kontraksi.

c. Tanda pertama bahwa bayi tidak mendapatkan cukup oksigen antara kontraksi seringkali penurunan detak jantung bayi setelah kontraksi (deselerasi akhir). Detak jantung bayi pulih ke tingkat normal antara kontraksi, hanya untuk drop lagi setelah kontraksi berikutnya. Ini juga merupakan tanda lebih halus dari marabahaya.

d. Bayi-bayi ini akan melakukannya dengan baik jika mereka disampaikan dalam waktu singkat. Kadang-kadang, tanda-tanda berkembang jauh sebelum pengiriman diharapkan. Dalam kasus itu, C-section mungkin diperlukan.

EFM Akselerasi1. Akselerasi – peningkatan sesaat FHR  ³15 dpm selama sekurangnya 15 detik2. Arti klinis tidak ditemukannya akselerasi pada KTG normal masih belum jelas3. Ditemukannya akselerasi pada KTG memiliki korelasi dengan outcome janin (bayi) yang

baik

EFM DeselerasiPerlambatan sementara dibawah tingkat basal ³15dpm selama ³ 15 detik.

1. Deselerasi Dini:

a. Kompresi kepala pada jalan lahirb. Penurunan DJJ dimulai saat kontraksi dan kembali ke basal setelah kontraksi berakhirc. Perlu diperhatikan terutama bila ditemukan pada awal proses persalinan atau

pemeriksaan antenatald. Jika ada deselerasi dini : dalam batas normal, observasi. Kemungkinan akibat

turunnya kepala, atau refleks vasovagal2. Deselerasi Lambat

a. Penurunan FHR tetap berlangsung meskipun kontraksi uterus telah kembali ke basalb. Adanya deselerasi lambat yang berulang meningkatnya resiko asidosis arteri

umbilikalis dengan nilai Apgar <7 pada menit ke 5 dan meningkatkan  resiko serebral palsy.

c. Jika ada deselerasi lambat : indikasi untuk terminasi segera.d. Penyebab deselerasi lambat :

o   Insufisiensi akut dan kronik pembuluh feto-plasentero   Terjadi pada kontrasi uterus yang memanjango   Dirangsang oleh hipoksemiao   Dihubungkan dengan asidosis metabolik dan respiratorik

Biasanya ditemukan pada pasien hipertensi/preeklampsiaCommon pada pasien dengan PIH, DM, IUGR atau lainnya, diabetes mellitus dari kekurangan plasenta.

3. Deselerasi variabela. Konfigurasi FHR tidak ritmik dan konsistenb. Rule of 60 (decrease of 60 bpm,or rate of 60 bpm and longer than 60 sec)c. Disebabkan oleh kompresi tali pusat atau plasentad. Sering ditemukan pada keadaan oligohidramnion atau ketuban pecah dinie. Sering menimbulkan RDS/Sindroma distres pernafasan meskipun ringanf. Potensial menimbulkan asidosis bila muncul berulang kalig. Jika ada deselerasi variabel (seperti deselerasi dini tetapi ekstrim), hal ini

merupakan tanda keadaan patologis misalnya akibat kompresi pada tali pusat (oligohidramnion, lilitan tali pusat, dan sebagainya). Juga indikasi untuk terminasi segera.

h. Batasan waktu untuk menilai deselerasi : tidak ada.i. Seharusnya penilaian ideal sampai waktu 20 menit, tapi dalam praktek, kalau

menunggu lebih lama pada keadaan hipoksia atau gawat janin akan makin memperburuk prognosis.

j. Kalau grafik denyut datar terus : keadaan janin non-reaktif.k. Uji dengan bel ("klakson"…ngooook), normal frekuensi denyut jantung akan

meningkat.

Masalah dan kenyataan penggunaan EFM1. Pemantauan denyut jantung janin secara elektronik saat ini “harus” dilakukan pada

kehamilan resiko tinggi.

2.  Masalah perbedaan interpretasi termasuk “over confidence” ditemukan tidak hanya antar dokter pemeriksa tetapi pada seorang pemeriksa yang memeriksa hasil KTG yang sama 2 kali

3. Meningkatkan kejadian seksio sesarea (RR 1.41)4. Meningkatkan persalinan bedah obstetrik pervaginam (RR 1.20)5. Tidak mempengaruhi kejadian cerebral palsy6. Menurunkan rerata kejang neonatorum (RR 0.51)7. Tidak mempengaruhi nilai APGAR

Pemeriksaan Penunjang lainnya :Antara lain Fetal salp stimulation,dan fetal acoustic stimulation. Pemeriksaan tersebut

merupakan tindakan invasif yang memerlukan peralatan canggih dan tenaga kesehatan yang terampil karena memiliki resiko pada ibu dan janin. Bukti dari adanya kegawatan janin adalah ditemukannya kadar pH darah janin yang rendah, dan hal ini berkaitan juga dengan rendahnya nila APGAR. Pemeriksaan penunjang ini harus sangat selektif dalam pemilihannya, artinya harus ada indikasi medis yang benar, dan dilakukan pada tempat yang benar pula.

KesimpulanPemantauan kesejahteraan janin memegang peranan penting di dalam pengawasan

kehamilan dan persalinan. Pemantauan ini seharusnya sudah dilakukan sejak kehamilan trimester pertama hingga trimemester ketiga dan saat persalinan. Metode sederhana seperti pemantauan gerak janin dan mendengarkan DJJ dapat membantu mendeteksi abnormalitas secara dini asalkan dilakukan dengan benar. Alat bantu diagnostik canggih bukan merupakan sesuatu yang harus disediakan karena masih banyak hal penting lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan janin serta kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Pemeriksaan KTG saja tidak cukup untuk menilai kesejahteraan janin. Penambahan pemeriksaan volume cairan amnion merupakan prasyarat minimal yang harus ditambahkan pada pemeriksaan KTG. Pemeriksaan profil biofisik telah terbukti meningkatkan ketepatan evaluasi kesejahteraan janin. Mengingat dampak jangka panjang dari hipoksia intrauterin terhadap janin, maka hasil pemeriksaan KTG beserta interpretasinya disarankan untuk disimpan selama 25 tahun. Pelatihan pemantauan kesejahteraan janin yang terstandarisasi akan meningkatkan kualitas pelayanan berbasis pendidikan dan penelitian.

LI 4 Solusio plasenta dan plasenta previa

Menjelaskan tentang plasenta previa Definisi plasenta previa

Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum (Saifuddin, 2002).

Etiologi dan faktor resiko plasenta previaPenyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para ahli, penyebab plasenta previa yaitu :a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah

rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.

b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.

Faktor Risiko Plasenta Previaa. Faktor predisposisi

           Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun.          Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda. 

b. Faktor pendukung         Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab – sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur (Manuaba, 2001). 

c. Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) Sastrawinata,(2005). 

Klasifikasi plasenta previaMenurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir :

a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum. b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri

internum.c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan

menutupi sebagian ostium uteri internum.

Gambar 1. Klasifikasi plasenta previa

Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :

a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.

b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.

Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002). 

Patofisiologi plasenta previa         Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akn terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa

terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001). 

Manifestasi plasenta previaGejala yang dapat ditemukan pada keadaan plasenta previa, yaitu:

a. Perdarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri serta berulangb. darah berwarna merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi

perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak dari sebelumnyac. timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada janin dapat

menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002)

Diagnosis plasenta previaDiagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang (Wiknjosastro, 2005) :

Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi perdarahan spontan dan berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.

Pemeriksaan fisik : Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar. Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah;

Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah cukup pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.

Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain.

Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO / Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan dalam, akan menyebabkan perdarahan pervaginam yang lebih deras. Pemeriksaan penunjang :

Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan USG abdomen, yang 95% dapat dilakukan tiap saat.

- Diagnosis banding plasenta previaGejala dan tanda Faktor

predisposisiPenyulit lain Diagnosis

* Perdarahan tanpa nyeri, usia gestasi >28 minggu* Darah segar *Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, kontraksi braxton hicks atau koitus

* multipara* mioma uteri* usia lanjut*kuretase berulang* bekas SC* merokok

* Syok* perdarahan setelah koitus* Tidak ada kontraksi uterus* Bagian terendah janin tidak masuk PAP*Bisa terjadi gawat janin

Plasenta previa

* Perdarahan dengan nyeri intermitten atau menetap* Warna darah kehitaman dan cair, tapi mungkin ada bekuan jika solusio relatif baru* Jika ostium terbuka, terjadi perdarahan berwarna merah segar.

* Hipertensi* versi luar*Trauma abdomen* Polihidramnion* gemelli* defisiensi gizi

* Syok yang tidak sesuai dengan jumlah darah (tersembunyi)* anemia berat* Melemah atau hilangnya denyut jantung janin* gawat janin atau hilangnya denyut jantung janin* Uterus tegang dan nyeri

Solusio plasenta

* Perdarahan intraabdominal dan/atau vaginal* Nyeri hebat sebelum perdarahan dan syok, yg kemudian hilang setelah terjadi regangan hebat pada perut bawah (kondisi ini tidak khas)

* Riwayat seksio sesarea*Partus lama atau kasep*Disproporsi kepala /fetopelvik*Kelainan letak/presentasi*Persalinan traumatik

*Syok atau takikardia*Adanya cairan bebas intraabdominal*Hilangnya gerak atau denyut jantung janin*Bentuk uterus abnormal atau konturnya tidak jelas.* Nyeri raba/tekan dinding perut dan bagian2 janin mudah dipalpasi

Ruptur uteri

*Perdarahan berwarna merah segar.* Uji pembekuan darah tidak menunjukkan adanya bekuan darah setelah 7 menit* Rendahnya faktor pembekuan darah, fibrinogen, trombosit, fragmentasi sel darah

* solusio plasenta* janin mati dalam rahim* eklamsia* emboli air ketuban

* perdarahan gusi* gambaran memar bawah kulit* perdarahan dari tempat suntikan jarum infus

Gangguan pembekuan darah

Penatalaksanaan plasenta previaTindakan pada plasenta previa :

a. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin, memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.

b. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.

c. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.

d. Tindakan setelah melahirkan.1) Cegah syok (syok hemoragik)2) Pantau urin dengan kateter menetap3) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).4) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.

TerapiTerapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.

Komplikasi plasenta previaKomplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa, adalah :

a. Perdarahan dan syok.b. Infeksi.c. Laserasi serviks.d. Prematuritas atau lahir mati

Menjelaskan tentang solusio plasenta Definisi solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir . Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir (2). Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens (5). Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram .

Gambar 2.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).

Epidemiologi solusio plasenta Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8). Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan (2). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .

Klasifikasi solusio plasenta

Gambar 3. Klasifikasi solusio plasenta Klasifikasi solusio placenta antara lain:a. Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari tempat

perlengkatannya.

b. Solusio plasenta totalis ( komplek ) : bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat perlengketannya.

c. Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.

Manifestasi solusio plasentaGambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis:a. Solusio plasenta ringan

Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.

b. Solusio plasenta sedangDalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.

c. Solusio plasenta beratPlasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.

Patofisiologi solusio plasenta1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk

hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.

Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.

Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin hebat komplikasinya.

2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi.

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari anak.

Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi

1. Keadaan umum penderita relative lebih baik.

2. Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit.

3. Jarang berhubungan dengan hipertensi.

1. Keadaan penderita jauh lebih jelek.

2. Plasenta terlepas luas,uterus keras/tegang.

3. Sering berkaitan dengan hipertensi.

Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.

Penyulit terhadap ibu Penyulit terhadap janin1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi

darah umum2. Terjadi penurunan tekanan

1. Tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai kematian

darah,peningkatan nadi dan pernapasan

3. Ibu tampak anemis4. Dapat timbul gangguan pembekuan

darah,karena terjadi pembekuan intravaskuler diikuti hemolisis darah sehingga fibrinogen makin berkurang dan memudahkan terjadinya perdarahan (hipofibrinogenemia)

5. Dapat timbul perdarahan packapartum setelah persalinan karena atonia uteri atau gangguan pembekuan darah

6. Dapat timbul gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli yang menimbulkan komplikasi sekunder

7. Timbunan darah yang meningkat dibelakang plasenta dapat menyebabkan uterus menjadi keras,padat dan kaku.

dalam uterus.

Diagnosis solusio plasentaKeluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.

Tatalaksana solusio plasentaPenanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:

a. Solusio plasenta ringan- Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan

(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.

- Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

b. Solusio plasenta sedang dan berat- Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di

rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.

- Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan.

- Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.

- Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

- Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.

- Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.

- Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan

Komplikasi solusio plasentaKomplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:a. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan

tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .

b. Gagal ginjalGagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

c. Kelainan pembekuan darahKelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.

b. Menjelaskan tentang vasa previa Definisi vasa previa

Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os) . Pembuluh darah tersebut berada didalam selaput ketuban ( tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.

Etiologi vasa previaInsersi velamentosa ini biasanya terjadi pada kehamilan ganda/ gemeli, karena pada kehamilan ganda sumber makanan yang ada pada plasenta akan menjadi rebutan oleh janin, sehingga dengan adanya rebutan tersebut akan mempengaruhi kepenanaman tali pusat/ insersi.

Patofisiologi vasa previa

Pada insersio velamentosa tali pusat yang dihubungkan dengan plasenta oleh pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dalam selaput janin. Kalau pembuluh darah tersebut berjalan di daerah oestium uteri internum maka disebut vasa previa. Hal ini dapat berbahaya bagi janin karena bila ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh darah dapat ikut robek sehingga terjadi perdarahan inpartum dan jika perdarahan banyak kehamilan harus segera di akhiri. 

Manifestasi vasa previa Tanda dan gejalanya belum diketahui secara pasti, perdarahan pada insersi velamentosa ini terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk. Bisa juga menyebabkan bayi itu meninggal.

Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi velamentosa ini sebelum terjadinya perdarahan adalah dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada ibu dengan kehamilan gemeli dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan USG, karena untuk mengantisipasi dengan segala kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya insersio velamentosa ini.

Diagnosis vasa previa Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga bila usg antenatal dengan

Coolor Doppler memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput ketuban didepan ostium uteri internum. 

Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 – 3 tetes larutan basa kedalam 1 mL darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah sehingga campuran akan tetap berwarna merah. Jika darah tersebut berasal dari ibu, eritrosit akan segera pecah dan campuran berubah warna menjadi coklat.

Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban dan plasenta Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat bahwa sedikit

perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi janin

Penatalaksanaan vasa previa Hanya melakukan diagnosa dan bila dicurigai bahwa ibu hamil mengalami kehamilan ganda segera lakukan USG. Dan apabila mengetahui ibu positif mengalami insersio velamentosa, lakukan rujukan pada Rumah Sakit (Seksio Sesarea).