skenario d blok 25-nia
DESCRIPTION
gerghrthtjTRANSCRIPT
KELOMPOK 6 2015
Skenario D Blok 25
Biostatistik & Epidemiologi
Puskesmas yang berada di wilayah Keamatan A dipimpin oleh dr. achmad memiliki masalah
kesehatan penting pada masyarakatnya yaitu masih tingginya Angka Kematian Bayi, tingginya
prevalensi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), masalah kekurangan gizi pada ibu hamil dan
balita, serta komplikasi dan penyulit persainan sepeti partus macet dan pendarahan postpartum.
Dr. Achmad menduga ada kaitan antara BBLR dan penyulit persalinan dengan masalah
kekurangan gizi pada ibu hamil, sehingga memutuskan mengadakan penelitian pada populasi di
kecamatan tersebut. Maka disapkan rancangan penelitian pada populasi di kecamatan tersebut.
Maka disiapkan rancangan penelitian epidemiologis, dengan mengambil variabel penelitian
Berat Badan Lahir dan status gizi ibu dengan kehamilan aterm. Dr. Achmad mengambil 100
sampel ibu hamil aterm yang menderita kurang gizi dan 100 sampel ibu hamil yang cukup gizi.
Sampel diikuti sampa semuanya melahirkan bayi. Terdapat 80 bayi BBLR pada kelompok ibu
hamil yang kurang gizi, dan 10 bayi BBLR pada kelompok ibu hamil yang cukup gizi.
Dr. achmad berharap menemukan hubungan antara faktor kurang gizi semasa kehamilan dan
BBLR.
Klarifikasi Istilah
BBLR : Bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 g
tanpa memandang masa kehamilan
Pendarahan postpartum : Perdarahan lebih dari 500 – 600 ml selama 24 jam setelah
anak lahir
Partus macet : Persalinan dengan tidak ada penurunan kepala lebih dari 1
jam untuk nulipara dan multipara
Penelitian epidemiologis : Penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan etiologi dari
suatu penyakit atau sekelompok penyakit, gangguan, efek, kondisi,
kematian/ketidakmampuan melalui analisis pada data medis serta epidemiologi dengan
memakai manajemen informasi serta informasi yang bersumber dari setiap bidang atau
disiplin ilmu yang benar yang terjadi pada masyarakat
Variabel :Sesuatu yang dapat berubah; faktor atau unsur yang ikut
menentukan perubahan
Sampel : Sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu
kelompok yang lebih besar
Identifikasi masalah
a) Paragraf 1- Puskesmas yang berada di wilayah Keamatan A dipimpin oleh dr. achmad
memiliki masalah kesehatan penting pada masyarakatnya yaitu masih tingginya Angka
Kematian Bayi, tingginya prevalensi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), masalah
kekurangan gizi pada ibu hamil dan balita, serta komplikasi dan penyulit persainan
sepeti partus macet dan pendarahan postpartum.
b) Paragraf 2 - Dr. Achmad menduga ada kaitan antara BBLR dan penyulit persalinan
dengan masalah kekurangan gizi pada ibu hamil, sehingga memutuskan mengadakan
penelitian pada populasi di kecamatan tersebut. Maka disapkan rancangan penelitian
pada populasi di kecamatan tersebut. Maka disiapkan rancangan penelitian
epidemiologis, dengan mengambil variabel penelitian Berat Badan Lahir dan status gizi
ibu dengan kehamilan aterm. Dr. Achmad mengambil 100 sampel ibu hamil aterm yang
menderita kurang gizi dan 100 sampel ibu hamil yang cukup gizi. Sampel diikuti sampa
semuanya melahirkan bayi. Terdapat 80 bayi BBLR pada kelompok ibu hamil yang
kurang gizi, dan 10 bayi BBLR pada kelompok ibu hamil yang cukup gizi.
c) Paragraf 3 - Dr. achmad berharap menemukan hubungan antara faktor kurang gizi
semasa kehamilan dan BBLR.
Analisis masalah
1. Paragraph 1
a. Bagaimana cara membuat rancangan penilitian untuk masalah-masalah pada kasus?
5,9.10,12
b. Bagaimana cara mengukur angka morbiditas dan mortalitas pada penelitian
epidemiologi? 1,3,5,7
c. Apa jenis penelitian epidemiologi yang digunakan oleh dr. Achmad? 2,4,6,
2. Paragraf 2
a. Apa tujuan dari penelitian epidemiologis? 3,11,1,
b. Bagaimana cara melakukan teknik sampling yang benar? 4,11,2
c. Bagaimana cara penghitungan besar sampel? 5,10,7,8
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penghitungan besar sampel adalah
1.jenis dan rancangan penelitian
2.tujuan penelitian&analisis
3.jumlah populasi atau sampel
4.Karakteristik populasi&cara pengambilan sampel (teknik sampling)
5.jenis (skala pengukuran) data (variabel dependen)Pa
Pada kondisi yang berbeda, cara penentuan besar sampel juga berbeda. Berdasarkan
jenisnya, dibedakan penelitian observasional atau eksperimen. Berdasarkan tujuan
penelitian atau analisisnya, dibedakan diskriptif atau inferensial (estimasi atau
peng jian hipotesis).
Berdasarkan jumlah populasi atau sampelnya, dibedakan satu populasi&sampelatau
lebih dari satu populasi&sampel.
Cara menghitung besar sampel suatu penelitian sangat ditentukan oleh desain penelitian
yang digunakan dan data yang diambil. Jenis penelitian observasional dengan
menggunakan disain cross-sectional akan berbeda dengan case-control study dan
khohor, demikian pula jika data yang dikumpulkan adalah proporsi akan beda dengan
jika data yang digunakan adalah data continue. Pada penelitian di bidang kesehatan
masyarakat, kebanyakan menggunakan disain atau pendekatan cross-sectional atau
belah lintang, meskipun ada beberapa yang menggunakan case control ataupun
khohor.
Rumus Sampel Penelitian Cross-sectional
Untuk penelitian survei, biasanya rumus yang bisa dipakai menggunakan proporsi
binomunal (binomunal proportions). Jika besar populasi (N) diketahui, maka dicari
dengan menggunakan rumus berikut:
Dengan jumlah populasi (N) yang diketahui, maka peneliti bisa melakukan pengambilan
sampel secara acak).
Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui atau (N-n)/(N-1)=1 maka besar sampel
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rumus Lemeshow
Rumus Lemeshow
Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
= derajat kepercayaan
p = proporsi anak yang diberi ASI secara eksklusif
q = 1-p (proporsi anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif
d = limit dari error atau presisi absolut
Jika ditetapkan =0,05 atau Z1- /2 = 1,96 atau Z2
1- /2 = 1,962 atau dibulatkan menjadi 4, maka rumus untuk besar N yang diketahui
kadang-kadang diubah menjadi:
Penyederhanaan Rumus Lemeshow
Penyederhanaan Rumus Lemeshow
Rumus Sampel Penelitian Case Control dan Kohort
Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel baik case control maupun kohort
adalah sama, terutama jika menggunakan ukuran proporsi. Hanya saja untuk
penelitian khohor, ada juga yang menggunakan ukuran data kontinue (nilai mean).
Besar sampel untuk penelitian case control adalah bertujuan untuk mencari sampel
minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kadang
kadang peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan
kontrol tidak harus 1 : 1, tetapi juga bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Adapun rumus yang banyak dipakai untuk
mencari sampel
minimal penelitian case-control adalah sebagai berikut:
Rumus Sampel Case Control dan Kohort
Rumus Sampel Case Control dan Kohort
Pada penelitian khohor yang dicari adalah jumlah minimal untuk kelompok exposure dan
non-exposure atau kelompok terpapar dan tidak terpapar. Jika yang digunakan adalah
data proporsi maka untuk penelitian khohor nilai p0 pada rumus di atas sebagai
proporsi yang sakit pada populasi yang tidak terpapar dan p1 adalah proporsi yang
sakit pada populasi yang terpapar atau nilai p1 = p0 x RR (Relative Risk).
Jika nilai p adalah data kontinue (misalnya rata-rata berat badan, tinggi badan, IMT dan
sebagainya) atau tidak dalam bentuk proporsi, maka penentuan besar sampel untuk
kelompok dilakukan berdasarkan rumus berikut:
Rumus Sampel Case Control dan Kohort 2
Rumus Sampel Case Control dan Kohort 2
Penelitian Eksperimental
Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap,
acak kelompok atau faktorial, secara sederhana dapat dirumuskan:
(t-1) (r-1) > 15
dimana : t = banyaknya kelompok perlakuan
j = jumlah replikasi
Contohnya: Jika jumlah perlakuan ada 4 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap perlakuan
dapat dihitung:
(4 -1) (r-1) > 15
(r-1) > 15/3
r > 6
Untuk mengantisipasi hilangnya unit ekskperimen maka dilakukan koreksi dengan 1/(1-f)
di mana f adalah proporsi unit eksperimen yang hilang atau mengundur diri atau drop
out.
Referensi:
1. Bhisma-Murti, Prinsip dan Metoda Riset Epidemiologi, Gadjah Mata University
Press,1997
2. Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta
3. Snedecor GW & Cochran WG, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State
University Press, 1967
4. Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Penerbit PT Rineka
Cipta, Jakarta.
dalam sebuah penelitian karena hal ini digunakan untuk menentukan siapa saja anggota
dari populasi yang hendak dijadikan sampel. Untuk itu teknik sampling haruslah
secara jelas tergambarkan dalam rencana penelitian sehingga jelas dan tidak
membingungkan ketika terjun dilapangan.
Sugiyono (2011:62) mengelompokkan teknik sampling menjadi 2 (dua) yaitu
Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Probability Sampling yaitu teknik
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. (Sugiyono, 2011: 63).
Probability Sampling terdiri dari 4 (empat) macam yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Simple Random Sampling
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu
(Sugiyono, 2011:64).
2.Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan
berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2011:64).
Contoh: Suatu perusahaan memiliki pegawai dengan pendidikan berstrata lulus (S1 = 50
orang; S2 = 30 orang; SMK = 800 orang; SMA = 400 orang; dan SD = 300 orang).
Maka contoh pengambilan sampel dengan teknik ini adalah dengan asumsi 10% dari
populasi masing-masing strata yang diambil. Jadi dari S1 diambil 5 orang (acak), S2
diambil 3 orang (acak), SMK diambil 80 orang (acak), SMA diambil 40 orang (acak),
dan SD diambil 30 orang (acak). Maka total sampel yang diambil adalah
5+3+80+40+30 = 158 orang.
3.Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi
kurang proporsional (Sugiyono, 2011:64).
Contoh: Suatu perusahaan memiliki pegawai dengan pendidikan berstrata lulus (S1 = 50
orang; S2 = 30 orang; SMK = 800 orang; SMA = 400 orang; dan SD = 300 orang).
Maka pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara bebas (seenaknya)
yaitu S1 diambil 50 orang atau semua populasi S1 dan S2 diambil 30 orang atau
semua populasi S2. Sementara kelompok strata yang lain diabaikan karena jumlah
populasinya terlalu besar. Sehingga total sampel yang digunakan adalah 50 + 30 =
80 orang.
4. Cluster Sampling (Area Sampling)
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti
atau sumber data sangat luas (Sugiyono, 2011:65).
Contoh: Di kota Banyuwangi terdapat 30 SMP sebagai populasi. Karena itu pengambilan
sampelnya ditentukan sebesar 15 SMP saja dengan pemilihan secara random (acak).
Teknik sampel ini terdiri dari 2 tahap, yaitu (1) tahap penentuan sampel daerah, dan (2) tahap
penentuan orang-orang yang ada di daerah itu.
Sedangkan pada Nonprobability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel. (Sugiyono, 2011: 66). Nonprobability Sampling terdiri dari
6 (enam) macam yang akan dijabarkan sebagai berikut ini:
Sampling Sistematis
Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota
populasi yang telah diberi nomor urut (Sugiyono, 2011:66).
Misalnya jumlah populasi 100 orang dan masing-masing diberi nomor urut 1 s/d 100.
Sampelnya dapat ditentukan dengan cara memilih orang dengan nomor urut ganjil
(1,3,5,7,9,…, dst) atau memilih orang dengan nomor urut genap (2,4,6,8,…,dst).
Sampling Kuota
Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-
ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan (Sugiyono, 2011:67).
Misalnya ingin melakukan penelitian tentang pendapat mahasiswa terhadap layanan kampus.
Jumlah sampel yang ditentukan adalah 500 mahasiswa. Kalau pengumpulan data belum
mencapai kuota 500 mahasiswa, maka penelitian dipandang belum selesai.
Sampling Insidental
Sampling Insidental adalah tekik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data
(Sugiyono, 2011:67).
Sampling Purposive
Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2011:68). Teknik ini paling cocok digunakan untuk penelitian kualitatif yang
tidak melakukan generalisasi.
Misalnya penelitian tentang kualitas makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang
yang ahli makanan atau ahli gizi.
Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel (Sugiyono, 2011:68).
Hal ini sering digunakan untuk penelitian dengan jumlah sampel dibawah 30 orang, atau
untuk penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan tingkat kesalahan yang sedikit
atau kecil.
Misalnya jika jumlah populasi 20 orang, maka 20 orang tersebutlah yang dijadikan sampel.
Snowball Sampling
Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil,
kemudian membesar (Sugiyono, 2011:68).
Misalnya suatu penelitian menggunakan sampel sebanyak 10 orang, tetapi karena peneliti
merasa dengan 10 orang sampel ini datanya masih kurang lengkap, maka peneliti mencari
orang lain yang dirasa layak dan lebih tahu tentang penelitiannya dan mampu melengkapi
datanya.
Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
e. Apa saja jenis variable pada penelitian ini?
f. Bagaimana cara mengolah data dan interpretasi data pada penelitian ini? 7,4,1,12
g. Apa saja resiko bias pada penelitian ini? 10,12,3,2,
3. Paragraf 3
a. Bagaimana cara membuat hipotesis yang benar? 5,6,9,12
b. Apa uji statistic yang tepat untuk kasus ini? 1,2,3,4
c. Bagaimana kriteria hipotesis yang dapat diterima? 7,8,9,10,11
1. Hipotesis harus mempunyai daya penjelas
Suatau hipotesis harus merupakan penjelasan yang mungkin mengenai apa yang seharusnya
diterangkan. Ini adalah ktriteria yang sudah jelas dan penting. Sebagi contoh, misalkan anda
mencoba menstater mesin mobil anda, ternyata mesin tidak mau hidup. Hipotesis yang
menyatakan bahwa mesin tidak mau hidup karena anda membiarkan air dikamar madi mengalir
keselokan, bukan merupakan penjelasan tepat. Hipotesis yang mengatakan bahwa akinya mati
adalah penjelasan yang tepat dan perlu diuji.
2. Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada diantara variabel-variabel
Suatu hipotesis harus menerka atau menduga hubungan antara dua atau lebih variabel. Dalam
contoh kita diatas, tidak ada gunanya kita menyatakan bahwa “mesin mobil tersebut tidak akan
hidup dan mesin mobil itu mempiunyai jaring-jaring kabel”. Karena sama sekali tidak ada
hubungan antara variabel-variabel yang disebutkan itu. Sehingga tidak ada hubungan yang akan
diajukan untuk diuji.
Hipotesis yang baik akan berbunyi “mesin mobil tidak mau hidup karena ada ketidak bersan
pada jaringan kabelnya”. Kelihatannya kriteria ini sangat jelas tetapi lihat pernyataan berikut ini
apabila anak-anak berbeda satu sama lain dalm konsep diri, mereka akan berbeda satu sama lain
pula dalam hasil belajar ilmu pengetahuan sosial. Pernyataan ini tampaknya seperti suatu
hipotesis, sampai anda sadar bahwa tidak ada pernyataan apapun tentang hubungan yang
diharapkan.
Hubungan yang diharapkan dapat dituliskan dalam bentuk pernyataan konsep diri yang tinggi
mungkin merupakan penyebab hasil belajar yang lebih tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan
sosial. Hipotesis itu kemudian dirumuskan akan terdapat hubungan positif atara konsep diri dan
hasil belajar ilmu pengetahuan sosial. Jika yang diramalkan adalah yang sebaliknya yakni konsep
diri yang lebih tinggi menjurus pada hasil belajar ilmu pengetahuan sosial yang lebih rendah,
maka hipotesis itu akan berbunyi akan terdapat hubungan negatif antara konsep diri dan hasil
belajar ilmu pengetahuan sosial. Kedua pernyataan itu masing-masing akan memenuhi kriteria
yang kedua ini.
3. Hipotesis harus dapat diuji
Dikatakan bahwa sifat terpenting dari hiotesis yang baik adalah kemampuannya untuk diuji.
Suatu hipotesis yang dapat diuji berarti daat ditahkikan (verifiable) artinya, deduksi,
kesimpulan, dan prakiraan dapat ditarik dari hipotesis tersebut sedemikian rupa, sehingga dapat
dilakukan pengamatan empiris yang akan mendukung atau tidak mendukung hipotesis tersebut.
Kalau hipotesis ini benar, maka beberapa akibat tertentu yang dpaat diramalkan harus tampak
nyata. Hipotesis yang dapat diuji memungkinkan peneliti menetapkan, berdasarkan pengamatan,
apakah akibat yang tersirat secara deduktif itu benar-benar terjadi atau tidak. Kalau tidak
demikian tidak mungkin kita akan dapat mengukuhkan atau tidak mengkuhakan hipotesis
tersebut. Dalam contoh kita, hipotesis yang berbunyi “kerusakan mesin mobil itu adalah
hukuman dosa-dosa saya“ rupanya tidak dapat diuji didunia ini.
Banyak hipotesis tau proposisi (pernyataan) yang pada dasarnya tidak dapat diuj. Misalnya
hipotesis pendidikan taman kanak-kanak meningkatkan penyesuaian diri anak sekolah dasar
secara menyeluruh“ akan sangat sulit diuji karaena sangat sulit merumuskan dan mengukur
penyesuaian diri secara menyeluruh ini. Contoh yang lain hipotesis yang berbunyi “penggunaan
karya Ditto dalam mata pelajaran seni, mematikan kreatifitas seni anak“, dalam hal ini kesulitan
itu dapat berupa perumusan dan pengukuran kreativitas seni, disamping petnetapan kriteria untuk
mentukan apakah telah terjadi proses pematian kreativitas atau tidak.
Agar dapat diuji hipotesis harus menghubungkan variabel-variabel yang dapat diukur. Apabila
tidak terdapat alat atau cara untuk mengukur variabel-variabel itu, maka kita tidak mungkin
dapat mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji validitas hipotesis tersebut. Ini tidak
melebih-lebihkan, jika peneliti dapat merumuskan secara spesifik indikator tiap-tiap variabel dan
kemudian mengukur variabel-variabel ini, maka hipotesis itu tidak dapat diuji.
Indikator variabel tersebut disebut batasan operasional. Seperti telah diterangkan sebelumnya
batasan operasional adalah batasan yang menetapkan suatu variabel dengan menyatakan opresi
atau prosedur yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Sebagai contoh hipotesis yang
berbunyi “ada hubungan positif antara rasa harga diri anak dan hasuil belajar membacanya di
kelas satu”. Agar hipotesis ini memenuhi kriteria dapat diterima, maka variabel-variabel dalam
hipotesis ini harus didefenisikan secara operasional. Rasa harga diri mungkin dirumuskan sebgai
skor yang diperoleh pada skal harga diri (menurut Coppersmith), sedangkan hasil belajar
membaca dirumuskan sebagai skor yang diperoleh pada tes membaca dari california atau
penilaian hasil belajar membaca yang dilakukan oleh guru-guru kelas satu.
Pertimbangan pertama dalam perumusan hipotesis adalah memastikan vabhwa variabel-variabel
dalam hipotesis tersebut telah diberi batasan secara operasional. Hindarilah pemakaian
pengertian yang akan sulit atau tidak mungkin diukur secara memadai. Pengertian-pengertian
seperti kreativitas, otoriterisme, demokrasi, dan sebagainya telah mempunyai arti yang macam-
macam, sehingga kesepakatan mengnai batasan-batasanoperasioanl konsep semacam itu akan
sulit dicapai, atau bahkan tidak mungkin salma sekali. Ingatlah bahwa variabel harus dirumuskan
berdasarkan tingkah laku yang dapat diidentifikasi dan diamati
4. Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada
Hipotesis yang dikemukakan hendaknya tidak bertentangan dengan hipotesis, teori, dan hukum-
hukum yang sebelumnya sudah mapan. Hipotesis “mobil saya tidak mau hidup karena air akinya
berubah menjadi emas“, pernytaan ini memenuhi tiga kriteria yang pertama, tetapi bertentangan
dengan apa yang diketahui orang tentang sifat-sifat benda, sehingga orang tidak akan
menyelidiki hipotesis tersebut. Hipotesis “mobil itu tidak mau hidup karena air akinya telah
meluap sampai ketingkat rendah” sesuai atau konsisten dengan pengetahuan sebelumnya, dan
karena itu perlu diselidiki. Mungkin tidak akan ada gunanya membuat hipotesis tentang tiadak
adanya hubungan antara konsep diri anak-anak remaja dan kecepatan pertumbuhan badan
mereka, karena bukti-bukti yang mendukung hubungan semacam itu sudah terlalu banyak.
Didalam sejarah ilmu pengetahuan diketahui bahwa orang-orang seperti Einstein, Newton,
Darwin, Copernicus, dan lain-lainnya telah mengmabngkan hipotesis yang benar-benar
revolusioner dan bertentangan dengan pengetahuan yang telah diterima orag pada masa itu.
Tetapi, harus diingat bahwa karya para pelopor itu bukan merupakan penolakan sama sekali
terhadap pengethuan sebelumnya, karena penemuan mereka merupakan penataan kembali
pengetahuan terdahulu menjadi teori yang lebih memuaskan. Dalam banyak hal, terutama bagi
peneliti pemula, dianjurkan agar hipotesis yang akan dibuat disesuaikan dengan pengetahuan
yang sudah mapan dibidang itu. Sekali lagi, hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan
kepustakaan yang mendalam, sehingga hipotesis-hipotesis itu akan dapat dirumuskan
berdasarkan penelitian-penelitian dibidang tersebut yang telah dilaporkan sebelumnya.
5. Hipotesis hendaknya dinyatakan sesederhana dan seringkas mungkin
Menyatakan hipotesis secara sederhana bukan saja memudahkan pengujian hipotesis tersebut,
melainkan juga dapat menjadi dasar bagi enyusunan laporan yang jelas dan mudah dimengerti
pada akhir penyelidikan. Seringkali kita perlu memecah hipotesis yang sangat umum menjadi
beberapa hipotesis khusus, agar menjadi jelas dan dapat diuji. Juga disarankan agar bahasa atau
istilah yang dipakai dalam hipotesis tersebut sederhana, sehingga dapat diterima untuk
menyampaikan maksud yang dikehendaki.
Banyak rumusan hipotesis yang ditolak sesudah diuji secara empiris. Hipotesis tersebut adalah
ramalan yang tidak didukung oleh data. Dalam sejarah enelitian ilmiah, hipotesis yang tidak
berhasil didukung oleh data jauh lebih banyak dari pada hipotesis yang didukung oleh data. Para
peneliti yang telah berpengalaman sadar bahwa hipotesis yang ditolak itu merupakan bagian dari
pengalaman ilmiah yang telah diperkirakan dan juga berguna. Hipotesis yang ditolak itu dapat
menyebabkan ditinjaunya kembali teori itu dan sering dapat meberikan keterangan yang lebih
dekat danlebih besar mengenai keadaan yang sebenarnya.
Hipotesis yang tidak didukung oleh data apapun mungkin ada gunanya, karena hipotesis tersebut
menunjukkan perlunya dipertimbangkan aspek-aspek lain dari suatu masalah. Dengan demikian
dapat membawa peneliti selangkah lebih dekat kepada penjelasan yang dapat diterima. Dalam
merumuskan hipotesis yang pertama harus diperhatikan adalah menghindari kekaburan atau
ketidakjelasan.
Meskipun suatu hipotesis telah mendapat dukungan data, tidak berarti bahwa hipotesis tersebut
terbukti benar, kecuali dalam hal induksi sempurna. Hipotesis tidak pernah terbukti. Hipotesis
hanya dapat dinyatakan didukung atau tidak didukung oleh data. Hipotesis pada dasarnya
bersifat mungkin, bukti-bukti empiris yang diperoleh dapat membuat peneliti berkesimpulan
bahwa penjelasan tersebut mungkin benar, atau bahwa ia pantas menerima hipotesis tersebut,
tetapi tidak pernah membuktikan hipotasis.
.Learning Issue
Penelitian epidemiologi 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12
Hipotesis
Penelitian yang dilakukan oleh dr. Achmad adalah penelitian epidemiologi deskriptif.
JAWABAN DIKIRIM MULAI DARI HARI SELASA 19/05/2015 JAM 4.00PM– 7.00PM.
The last 3 who sends, will be decided for Printing the report, making PPT and Beloved Presentator.
Email your answers to the one and only : [email protected]
1. Adil
2. Izza
3. Niko
4. Audy
5. Okta
6. Bagus
7. Sintong
8. Nia
9. Rozak
10. Geethaa
11. Mandeep
12. Karthik
Tutor: dr. Debby H.H, M.Kes (081994877961) Email Dokter : [email protected]