skenario e_blok19_l8 hampir jadi
TRANSCRIPT
SKENARIO E BLOK 19
Seorang laki-laki berumur 28 tahun dirujuk ke RSMH Palembang dari RSUD
Sekayu sekitar jam 19.00 WIB karena tanpa sengaja dia meminum air di dalam
botol akua yang ternyata berisi cairan cuka para sehingga laki-laki tersebut tib-tiba
mengerang kesakitan hebat di dada dan kesulitan bicara akibat tertelan cairan cuka
para tadi. Pada saat itu, dirumahnya yang berbentuk panggung masih suasana
gelap karena lampu mati, os terjatuh 2 meter keluar rumahnya dan kepalanya
terbentur bebatuan si luar rumah sesaat setelah tertelan air keras. Selama di dalam
mobil ambulan, os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan kesulitan
bernafas walaupun os telah diberikan intravena fluid drip dan oksigen. Sekitar jam
23.00 WIB, os sampai di Ruang Emergensi RSMH Palembang dan diberikan
kembali oksigen namun os tampak sangat sesak nfas dengan kesadaran yang
menurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatlah Temperatur 38,5°C, Heart Rate 122x/m,
Tekanan darah 160/100 mmHG, Reapiratory Rate 28x/m dan saturasi oksigen
98%. Laki-laki tersebut mengalami disorientasi tempat dan waktu. Pada
pemeriksaan fisik organ, tampak ada balutan perban di kepala yang luka akibat
terbentur, pupilnya melebar tetapi masih ada refleks cahaya, dan tubuhnya banyak
mengeluarkan keringat. Auskultasi dada: tidak dijupai bunyi ronkhi, namun
dijumpai bunyi stridor yang hebat, ritme jantungnya takikardi reguler namun
masih reguler, abdomen dalam batas normal.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
A. Cuka para : Asam formiat ( HCOOH)
B. Kesakitan hebat di dada : Rasa nyeri yang berasa ldari organ-organ
yang berada di dalam rongga toraks (paru-paru, jantung, esofagus,dll)
C. Kesulitan bernapas : Hambatan dalam mengungkapkan pikiran
melalui kata-kata yang mempunyai makna, kemungkinan karena ada
gangguan pada pusat yang mengatur suara (pita suara)
D. Sesak nafas :
1
E. Saturasi oksigen : ukuran derajat pengikatan oksigen pada
hemoglobin, biasa diukur dengan menggunakan oksimeter, yang
dinyatakan dalam persentase pembagian kandungan oksigen sebenarnya
dengan kapasitas oksigen maksimum dan dikalikan 100
F. Disorientasi tempat : kesalahan persepsi terhadap tempat
G. Refleks cahaya : Stimulasi cahaya yang diarahkan ke mata
H. Ronki : Suara napas tambahan saat inspirasi,
kemungkinan karena ada gangguan pada saluran napas bawah
I. Stridor : Suara napas tambahan karena penyempitan
saluran napas atas, bisa inspirasi/ekspirasi
II. IDENTIFIKASI MASALAH
A. Seorang laki-laki (28 tahun) dirujuk dari RSUD Sekayu karena tanpa
sengaja telah meminum air cuka para sehinggga pasien mengerang
kesakitan hebat di dada dan kesulitan bicara
B. Sesaat setelah terminum cuka para, dimana suasana rumahnya yang gelap,
os terjatuh 2 meter dari rumah panggungnya dan kepalanya terbentur
bebatuan
C. Os dirujuk dari RSUD Sekayu pada pukul 19.00 WIB dan tiba di RSMH
Palembang pada pukul 23.00
D. Selama di dalam mobil ambulan, os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak
bisa bicara dan kesulitan bernafas walaupun os telah diberikan intravena
fluid drip dan oksigen.
E. Tiba di UGD os diberi O2 namun RR 28x/menit dengan kesadaran
menurun
F. Pemeriksaan fisik umum:
Temperatur 38,5°C, Heart Rate 122x/m, Tekanan darah 160/100 mmHG,
Reapiratory Rate 28x/m dan saturasi oksigen 98%. Laki-laki tersebut
mengalami disorientasi tempat dan waktu
G. Pemeriksaan fisik organ:
2
tampak ada balutan perban di kepala yang luka akibat terbentur, pupilnya
melebar tetapi masih ada refleks cahaya, dan tubuhnya banyak
mengeluarkan keringat. Auskultasi dada: tidak dijupai bunyi ronkhi,
namun dijumpai bunyi stridor yang hebat, ritme jantungnya takikardi
reguler namun masih reguler, abdomen dalam batas normal.
III. ANALISIS MASALAH
A. Apa saja kandungan , rumus kimia, dan sifat dari cuka para?
B. Apa dampak dari terminum cuka para?
C. Bagaimana mekanisme terjadinya kesakitan hebat di dada dan kesulitan
bicara pada pasien?
D. Secara anatomis, bagian tubuh mana yang terkena dampak dari terminum
cuka para?
E. Apa dampak terjatuh 2 meter dan kepala terbentur bebatuan?
F. Bagaimana hubungan antara benturan kepala tersebut dengan
terminumnya cuka para pada pasien?
G. Bagaimana dampak lamanya waktu tertelan yang dialami pasien hingga
akhirnya mendapatkan tindakan?
H. Mengapa os tampak kesakitan berat, gelisah, tidak bisa bicara dan
kesulitan bernafas walaupun os telah diberikan intravena fluid drip dan
oksigen?
I. Bagaimana mekanisme dari gelisah dan sesak nafas?
J. Bagaimana mekanisme kesadaran pasien yang makin lama makin menurun
dan tampak sangat sesak nafas?
K. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik umum?
L. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik khusus?
M. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?
N. Apa diagnosis banding dari kasus ini?
O. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?
P. Bagaimana penatalaksaan pada kasus ini?
Q. Apa prognosis dari kasus ini?
3
R. Apa komplikasi yang diakibatkan dari kasus ini?
S. Apa kompetensi dokter umum pada kasus ini?
HIPOTESIS
Seorang laki-laki, 28 tahun, mengalami obstruksi saluran napas et causa
intoksikasi cuka para dan trauma kapitis
IV. SINTESIS
A. Cuka Para
1. Defenisi dan Kandungan Cuka Para
- Asam format (nama sistematis: asam metanoat).
- Nama asam format berasal dari kata Latin formica yang berarti semut.
Asam formiat (nama sistematis: asam metanoat) adalah asam karboksilat
yang paling sederhana. Asam formiat secara alami terdapat pada antara lain
sengat lebah dan semut. Asam formiat juga merupakan senyawa intermediet
(senyawa antara) yang penting dalam banyak sintesis kimia. Rumus kimia
asam formiat dapat dituliskan sebagai H C O OH atau CH2O2.
Di alam, asam formiat ditemukan pada sengatan dan gigitan banyak serangga
dari ordo Hymenoptera, misalnya lebah dan semut. Asam format juga
merupakan hasil pembakaran yang signifikan dari bahan bakar alternatif,
yaitu pembakaran metanol (dan etanol yang tercampur air), jika dicampurkan
dengan bensin. Nama asam format berasal dari kata Latin formica yang
berarti semut. Pada awalnya, senyawa ini diisolasi melalui distilasi semut.
Senyawa kimia turunan asam format, misalnya kelompok garam dan ester,
dinamakan format atau metanoat. Ion format memiliki rumus kimia HCOO−.
2. Toksikologi
Untuk kasus ini harus dianalisa toksikologinya yaitu :
a. Sifat fisik dan kimia : cuka para merupakan salah satu asam kuat
yang bersifat korosif.
4
b. Cara Masuk : masuk secara pars oralis dan tertelan
c. Mekanisme kerja : menyebabkan iritasi pada kulit dan mukosa
d. Gejala klinis : segera setelah kontak, timbul rasa nyeri yang hebat
seperti terbakar sekitar mulut, faring, dan abdomen. Lalu timbul
muntah, diare, dan kolaps. Muntahan sering disertai darah segar,
dapat timbul gejala asfiksia akibat edema glottis. Adanya demam
yang tinggi dapat disebabkan timbulnya mediastinitis/peritonitis,
perforasi esophagus/lambung.
e. Terapi
3. Dampak bagi tubuh
Menelan cuka para dapat menyebabkan perdarahan, nekrosis, dan
perforasi dari system gastrointestinal. Bagian inferior mulut bisa terkikis,
lidah tertelan atau menciut tergantung bahan racunnya. Faring, laring dan
esofagus terkikis dan dalam beberapa menit glotis akan edema. Mukosa
saluran nafas bisa rusak dan terjadi adspirasi cairan keparu sehingga
terjadi edema paru dan hemoragik. Bagian bawah esofagus dan perut
mengalami perubahan warna, deskuamasi dan perforasi. Setelah beberapa
menit racun bisa mengalir lebih dalam dan dapat merusak usus halus tapi
ini jarang terjadi karena faktor waktu dan adanya spasme pilorus.
Tumpahan racun keparu bisa menimbulkan edema paru dan
bronkopneumonia akibatnya terjadi kematian.
5
Iritasi yang akhirnya menjadi peradangan pada mukosa faring, esophagus, glottis, lambung
Merangsang saraf n. vagus
Nyeri pada dada
Edema Glottis
Kesulitan bicara
Menelan cuka para
4. Mekanisme
Faktor-faktor yang berpengaruh dan mempercepat korosi
a) Air dan kelembapan udara
Air merupakan salah satu factor penting untuk berlangsungnya proses
korosi. Udara yang banyak mengandung uap air akan mempercepat
berlangsungnya proses korosi.
b) Elektrolit
Elektrolit (asam atau garam) merupakan media yang baik untuk
melangsungkan transfer muatan. Electron lebih mudah diikat oleh
oksigen.
c) Adanya oksigen.
5. Anatomi yang terlibat pada kasus
Anatomi saluran cerna
6
Struktur dan histology saluran cerna
Saluran cerna pada umumnya di lapisi oleh mucosa yang secara histologis
tersusun atas:
- Lines / lumen
- Epithelium: simple columnar, goblet cells: mucus
- Lamina propria: lapisan jaringan ikat tipis
- Musucularis mucosa: lapisan otot polos tipis
ESOFAGUS
Anatomi
Salah satu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan
berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia lambung, kira-
7
Diagram sistem pencernaan
1. Kelenjar ludah 2. Parotis 3. Submandibularis (bawah rahang)4. Sublingualis (bawah lidah)5. Rongga mulut 6. Tekak / Faring7. Lidah 8. Kerongkongan / Esofagus9. Pankreas 10. Lambung 11. Saluran pankreas 12. Hati 13. Kantung empedu 14. Usus dua belas jari (duodenum)15. Saluran empedu 16. Usus tebal / Kolon17. Kolon datar (tranverse)18. Kolon naik (ascending)19. Kolon turun (descending)20. Usus penyerapan (ileum)21. Sekum 22. Umbai cacing 23. Poros usus / Rektum24. Anus
kira 2-3 cm di bawah diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung
dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang diafragma
tepat anterior terhadap aorta.
Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya :
- Krikifaringeal
Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut
otot rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik, atau
kontraksi kecuali waktu menelan.
- Sfingter Esofagus bagian bawah
Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi
lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini menutup
kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau
muntah.
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :
1) Mukosa
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring
bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap
isi lambung yang sangat asam
2) Sub Mukosa
Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi
mukosa dari cedera akibat zat kimia.
3) Muskularis
otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada
separuh bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya
terdiri dari campuran antara otot rangka dan otot polos.
4) Lapisan bagian luar (Serosa)
Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus dengan
struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan
penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan
kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.
8
Persarafan utama :
Serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut-serabut
parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap merupakan saraf
motorik. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala
longitudinal (Pleksus Allerbach) mengatur peristaltik esofagus normal.
Vaskularisasi
Mengikuti pola segmental,
Bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroide inferior dan
subklavia.
Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan artetia
bronkiales, sedangkan,
Bagian sub diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika
inferior.
B. Terjatuh dari Ketinggian 2 meter dengan Benturan Kepala
1. Dampak
Pada kasus, korban jatuh dengan kepala membentur batu, artinya seluruh
energi transfer ditujukan pada suatu area yang kecil dan terfokus pada suatu
titik dalam (frontal) . Trauma tumpul kepala kerusakan jaringan terjadi
sewaktu energy/ kekuatan akibat trauma diteruskan ke otak energy diserap
oleh lapisan pelindung otak yaitu rambut, kulit kepala, & tengkorak
(kerusakan jaringan pelindung otak, dasar tulang terlihat) trauma hebat
penyerapan tidak cukup untuk melindungi otak sisa energy diteruskan
ke otak
Suatu komplikasi yang serius tetapi relatif jarang terjadi adalah perdarahan
diantara lapisan selaput yang membungkus otak atau perdarahan di dalam otak:
a) Hematoma epidural adalah suatu perdarahan diantara tulang tengkorak
dan selaputnya/duramater. Perdarahan ini terjadi akibat kerusakan pada
arteri atau vena pada tulang tengkorak. Perdarahan menyebabkan
meningkatnya tekanan di dalam otak sehingga lama-lama kesadaran
anak akan menurun.
9
b) Hematoma subdural adalah perdarahan dibawah duramater, biasanya
disertai dengan cedera pada jaringan otak. Gejalanya berupa rasa
mengantuk sampai hilangnya kesadaran, hilangnya sensasi atau
kekuatan dan pergerakan abnormal (termasuk kejang).
c) Hematoma intraventrikuler (perdarahan di dalam rongga
internal/ventrikel), hematoma intraparenkimal (perdarahan di dalam
jaringan otak) maupun hematoma subaraknoid (perdarahan di dalam
selaput pembungkus otak), merupakan pertanda dari cedera kepala
yang berat dan biasanya menyebabkan kerusakan otak jangka panjang.
Dan dampak terhadap sistem lain:
a) Sistem Kardiovaskuler
Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung
mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan
vaskuler dan edema paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T, P dan disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel
takhikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi
tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh
darah arteriol berkontraksi.
Aktivitas myokard berubah termasuk peningkatan frekuensi
jantung dan menurunnya stroke work dimana pembacaan CVP
abnormal.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi
penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan
terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri,
sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan
sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri
adalah terjadinya edema paru.
10
b) Sistem Respirasi
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru
atau hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho
kontriksi.
Terjadinya pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya
sensitivitas yang menigkat pada mekanisme terhadap
karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apneu.
Konsenterasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri
mempengaruhi aliran darah.
Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi
vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan
menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan
penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan
karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan
menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan
penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya
TIK.
Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio
otak terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic
yang mengandung protein yang berisi albumin. Albumin pada
cairan interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi
karena penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema
otak ini dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya
TIK yang dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan
batang otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada
medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana
ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak
efektif.
11
c) Sistem Genito-Urinaria
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah
nitrogen.
Keluaran Urin sedikit dan Meningkatnya konsentrasi elektrolit.
Retensi Cairan Pelepasan ADH Trauma
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap
hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi
aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik
ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah tiga
sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan pasca
trauma dapat timbul hiponatremia. Untuk itu, selama 3-4 hari tidak
perlu dilakukan pemberian hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari
haluaran urin. Pemeberian cairan harus hati – hati untuk mencegah
TIK. Demikian pula sangatlah penting melakukan pemeriksaan
serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar tiadk terjadi
kelainan pada kardiovaskuler.
d) SistemPencernaan
Setelah 3 hari terdapat respon tubuh yang merangsangtrauma
kepala ( aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan
merangsang lambung untuk terjadi hiperasiditas. Hipotalamus
merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal.
Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral,
namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya
peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan
hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya
peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress
yang mempengaruhi produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini
tidak segera ditangani, akan menyebabkan perdarah lambung.
12
e) Sistem Muskuloskeletal
Akibat utama dari cederaotak dapat mempengaruhi gerakan tubuh.
Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari
kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat
mempunyai control vaolunter terhadap gerakan dalam menghadapi
kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang
berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur. Gerakan
volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2
kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama
muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus
presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua bagian saraf itu
bersinaps dengannkelompok neuron – neuron motorik bawah yang
berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot – otot
tertentu. Masing – masing dari kelompok neuron ini
mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga ,pasien
akan menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras
neuron ini cidera. Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi
pada tingkat batang otak, terdapat kehilangan penghambatan
serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan
penamilan postur abnormal, yang pada saatny dapat membuat
komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur
2. Tidak ada perbaikan walau sudah di berikan oksigen dan IVFD
Pada kasus terjadi :
a) Obstruksi airway
Hal ini dikarenakan terjadi striktura sel-sel faring (dan supraglottis)
yang mengalami luka bakar sehingga terbentuk obstruksi jalan
napas.
Obstruksi jalan napas ini akan mengakibatkan pemberian oksigen
kurang maksimal keran aliran oksigen terhambat.
13
↑ usaha bernafas
Tacypnea & retraksi dinding dada
Menyumbat saluran pernafasan atasStridor inspirasi & Kesulitan bicara
Merangsang reseptor nyeri
Tampak kesakitan berat
Di esophagus →Kesakitan di dada
Edema laring & glotis
Permeabilitas vaskuler ↑vasodilatasi pembuluh darah
Eritema perioral, mulut, & dada
merangsang kelenjar mucus → sekresi mucus↑
Pengeluaran mediator2 kimia (kinin, bradikinin)
Inflamasi
Tertelan cuka paraAsam kuat yang bersifat korosif
Iritasi mukosa perioral & mulutNekrosis koagulatif
Faring, laring dan esofagus terkikis
Kesulitan bernafasberlanjut→hipoksia
Penurunan kesadaran
b) Retensi CO2
Dalam mekanisme ventilasi, terjadi pergantian udara dimana oksigen
masuk kedalam aliran darah dan CO2 keluar ke atmosfer. Pada
kasus penyempitan jalan nafas, “jalan” keluar untuk ekspirasi
mengeluarkan CO2 sudah sempit ditambah lagi dengan
penekanan oksigen dari resusitasi oksigen menyebabkan retensi
CO2.
Retensi CO2 ini akan menghalangi proses pertukaran O2 dan CO2
pada alveoli.
3. Mekanisme
14
C. Interpretasi Pemeriksaan Fisik Dan Khusus
Hasil pemeriksaan Nilai normal Interpretasi dan mekanisme
T: 38,50 C Normal : 36,5-37,5 Demam, respon peradangan
HR:122x/m Normal : 60-100x/m Takikardi, kompensasi
berkurangnya suplai oksigen
TD : 160/100 mmHg Normal:120/80 mmHg Meningkat, kompensasi
kurangnya suplai darah ke
jaringan tubuh, Terjadi
vasokontriksi akibat kinerja
simpatis dan juga penambahan CO
akibat peningkatan frekuensi
kontraksi jantung
RR : 28 x/m Normal : 16-24 x/m Meningkat, kompensasi
kurangnya suplai oksigen
SpO2 : 98% Cara mengukur jumlah
oksigen yang ada didalam
tubuh adalah dengan
mengukur saturasi oksigen
di dalam darah, yaitu sekitar
96 - 99%
Normal ataupun kemungkinan
terjadi prosedur pemeriksaannya
salah
Pasien mengalami
disorientasi tempat dan
waktu
Sadar, kompos mentis Gangguan kesadaran akibat
kurangnya suplai oksigen ke otak
kemungkinan akibat trauma
kapitis dan gangguan napas
Tampak balutan perban di
kepala yang luka akibat
benturan
Trauma kepala, kemungkinan
kontusio atau hematom
Pupil melebar Normal selebar 3mm Penurunan kesadaran akibat
trauma kepala
Reflek cahaya (+) (+) Normal
Tubuhnya banyak Perangsangan simpatis akibat
15
mengeluarkan keringat stress tubuh, gangguan
hemodinamik
Auskultasi dada :
Ronkhi (–)
Stridor (++)
Ritme jantung takikardi
reguler
Normal
Normal: tak ada
Normal: tak takikardi
Obstruksi saluran nafas atas,
peradangan saluran napas
Kompensasi akibat kurangnya
suplai darah ke jaringan tubuh
Abdomen dalam batas
normal
Normal Zat asam kuat tidak sampai ke
saluran pencernaan bawah karena
kemungkinan dimuntahkan
sebelum sampai lambung
Pemeriksaan tambahan yang bisa digunakan untuk lebih lanjut:
Tes pH pada zat kimia
◦ pH dibawah 2 atau lebih dari 12.5 mengindikasikan keruskan berat
pada jaringan
◦ pH diluar range ini, tidak menimbulkan kerusakan jaringan yang
serius.
Tes pH saliva
◦ pH yang tinggi mengindikasikan zat kimia terminum. Hasil tes ph
saliva yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan terminum
zat kimia.
Complete blood count (CBC), electrolyte levels, BUN levels,
creatinine level, dan ABG levels
◦ Membantu dalam mendiagnosa terjadinya toksisitas sistemik.
Liver function tests dan DIC panel dapat membantu dalam
mendiagnosa kerusakan jaringan berat dari terminum zat kimia.
Analisa toksikologi
16
◦ Sampel yang dikirim adalah 50 ml urin,10 ml serum,bahan
muntahan.feses
Foto rontgen kepala
◦ Menilai adanya fraktur
Foto Rontgen dada
◦ Menilai adanya kerusakan paru atau mediastinum
Esofagoskopi
◦ Untuk menentukan adanya dan seberapa luas luka bakar akibat
larutan yang tertelan pada esophagus
Endoskopi, indikasi endoskopi meliputi :
◦ Anak kecil
◦ Dewasa yang simtomatik
◦ Pasien dengan penurunan kesadaran dan status mental yang
abnormal
◦ Pasien yang sengaja meminum zat kimia (usaha bunuh diri)
Namun oleh karena endoskopi dapat meningkatkan kerusakan
jaringan, maka endoskopi tidak boleh dilakukan pada :
◦ pasien yang dicurigai terdapat perforasi esfagus
◦ perforasi gastrointestinal,
◦ edema jalan nafas yang signifikan,
◦ status hemodinamik pasien yang tidak stabil
Melihat kerusakan mukosan
◦ Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada
beberapa lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik.
Penderita akan dapat menelan kembali dalam waktu singkat secara
normal.
◦ Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, terjadinya erosi pada
mukosa dengan mukosa yang pariable, erosif, banyak terdapat
tukak dengan eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di
mukosa esofagus.
17
◦ Derajat III : Derajat II + perforasi akibat dari nekrosis pada mukosa
submukosa s/d otot.
Pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan fungsi ginjal
D. Penegakan Diagnosis
Trauma kepala
- Survey primer: ABCDE, imobilisasi, stabilisasi servikal,
pem.neurologis singkat (respon pupil, GCS)
GCS
o Mild traumatic brain injury (GCS 13-15)
o Moderate traumatic brain injury (GCS 9-12)
o Severe traumatic brain injury (GCS 3-8)
- Survey sekunder:
Cinical assessment:
o Mechanism of injury
o Time from injury to treatment
o State of conscioussness
o Vital sign (Airway,Breathing,Circulation)
o Minineurologic examination
o Other injuries
Inspeksi keseluruhan kepala, wajah (fraktur, adanya LCS pada
hidung, telinga)
Palpasi keseluruhan kepala, wajah (fraktur, laserasi)
Inspeksi semua laserasi kulit kepala (jaringan otak, fraktur depresi
tulang tengkorak, debris, kebocoran LCS)
GCS, respon pupil
Pemeriksaan vertebra servikal palpasi, rontgen
Radiologis:
18
o CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya
hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak.
o Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,
seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan,
trauma.
o X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
o Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
o Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Penilaian beratnya cedera
Pemeriksaan ulang secara kontinyu-observasi tanda-tana
perburukan
Iritasi Cuka Para
Anamnesis dengan sangat jelas dapat menunjukan adanya injury pada pasien yg
disebabkan oleh bahan kimia korosif.
a. Pemeriksaan esofagogram : Adanya perforasi atau mediastinitis.
b. Pemeriksaan endoskopi. Melihat kerusakan mukosa :
Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada beberapa
lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik. Penderita akan
dapat menelan kembali dalam waktu singkat secara normal.
Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, terjadinya erosi pada mukosa
dengan mukosa yang pariable, erosif, banyak terdapat tukak dengan
eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di mukosa esofagus.
Derajat III : Derajat II + perforasi akibat dari nekrosis pada mukosa
submukosa s/d otot.
19
E. Diagnosis Banding
- Hematoma epidural khas: periode lusid (tapi hati2!!karena
terkadang periode lusid hanya terjadi sekejap, sehingga tidak disadari
pemeriksa)
- Hematoma subdural akutkhas:terdapat deficit neurologis yang
progresif
- Hematoma subdural subakutkhas:terdapat riwayat cedera kepala
dengan kehilangan kesadaran diikuti dengan perbaikan status
neurologic
- Konkusio serebrikhas: amnesia ante/retrograde sementra sesaat
setelah trauma
- Kontusio kehilangan kesadaran, sering terdapat dengan farktur
tengkorak
F. Diagnosis Kerja
1. Cuka Para ( Asam Formiat)
Suatu cairan yang tidak berwarna, berbau tajam/menyengat,
menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan dapat
membakar kulit
Istilah /nama yang dipakai oleh orang Palembang untuk menyebut
cairan yang digunakan dalam proses pembuatan karet
Asam formiat ini sulit diekskresikan keluar dari tubuh, akibatnya
terjadilah asidosis parah (penurunan pH dibawah 7,37)
Penurunan pH dibawah 7,20 akan mengakibatkan turunnya
volume menit jantung, gangguan ritmus jantung, hipotensi
(sampai terjadi syok), gangguan kesadaran dan akhirnya koma
Dampak bila terminum
Sakit di dada
Kesulitan bicara, mengerang kesakitan
20
Nyeri yang hebat seperti terbakar sekitar mulut, faring dan
abdomen
Muntah, diare
Kolaps
Gejala asfiksia akibat edema glottis
Patofisiologi
Acid ingestion (meminum zat asam):
- menyebabkan kerusakan jaringan dengan nekrosis koagulasi,
- terjadi denaturasi dari protein di lapisan superficial jaringan.
- Nekrosis ini kemudian akan membentuk koagulum yang disebut
eschar.
- Eschar ini bersifat protektif untuk lapisan dibawahnya.
- Lapisan eschar akan terlepas dalam 3-4 hari setelah terminum zat
kimia,
- dan defect dari lepasnya eschar ini akan dipenuhi oleh sel-sel
granulasi.
- Kemudian perforasi akan terbentuk setelah 3 – 4 hari setelah
lapisan eschar terlepas.
- Tidak seperti kasus terminum zat basa, gaster umumnya terkena
pada kasus terminum zat asam.
- Kerusakan usus halus terjadi pada 20% kasus.
- Dan pada setiap kasus terminum zat asam, tidak diperbolehkan
untuk mencetuskan reflex muntah, karena dapat menyebabkan
spasme pylorus dan antral.
Organ pencernaan yang mengalami kerusakan:
• Bibir bisa terbakar dan kemungkinan tetesan racun bisa mengenai
dagu, leher dan dada.
21
• Bagian inferior mulut bisa terkikis, lidah tertelan atau menciut
tergantung bahan racunnya
• Faring, laring dan esofagus terkikis dan dalam beberapa menit
glotis akan edema
• Esofagitis korosif
- Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis
koagulatif. Secara histologik dinding esofagus hingga lapisan
otot seolah-olah menggumpal.
Organ pernapasan yg mengalami kerusakan:
• Kulit di sekitar hidung terbakar
• Tumpahan racun dapat masuk ke saluran hidung
• Mukosa saluran nafas bisa rusak
• Tumpahan racun ke paru bisa menimbulkan edema paru dan
bronkopneumonia
2. Cedera Kepala (Trauma Kapitis)
Trauma kapitis Adalah cedera kepala yang dapat menyebabkan
kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala,
selaput otak dan jaringan otak itu sendiri.
- Penderita jatuh tertelungkup 2 meter dari rumah panggungnya dan
kepalanya terbentur batu
- Biomekanika trauma:
Saat terminum cuka para pasien merasa sakit yang hebat hal
ini menyebabkan tubuh pasien berespon terhadap rasa sakit tersebut
tubuh pasien dalam keadaan tidak stabil akibat respon rasa sakit
yang dialami terjatuhdari rumah panggung setinggi 2 meter
kepala terbentur bebatuan trauma kapitis
G. Tatalaksana untuk Intoksikasi Cuka Para
1. Perawatan di tempat kejadian
22
a) Langsung caritahu agen yang terminum/ teringesti, volume dan
jumlah teringesti
b) Jangan rangsang muntah
c) (KONTROVERSIAL) Jumlah sedikit diluen, secepatnya berikan
air atau susu untuk mencegah menempelnya (adhering) partikel
terhadap mukosa esofagus. > 30 menit setelah kejadian jangan
lagi dilakukan.
2. Perawatan intensif di UGD :
a) Diprioritaskan – jalur napas dan tanda vital, monitoring jantung
segera dan akses intravena.
b) Kontrol jalur napas
o Karena resiko yang sangat cepat dari edema jalur napas,
evakuasi segera jalur napas dan kondisi kesadaran. Persiapkan
segera alat intubasi endotrakeal dan krikotirotomi. Intubasi
orotrakeal atau intubasi dengan bantuan optik fiber lebih baik
daripada nasotrakeal untuk mencegah perforasi jaringan lunak
o Sebisanya, hindari induksi paralisis saat intubasi karena resiko
dari distorsi anatomi akibat perdarahan dan nekrosis.
o Krikotirotomi atau percutaneous needle cricothyrotomy
penting dilakukan bila didapat tanda friabilitas ekstrem
jaringan atau edema yang signifikan.
c) Pengosongan lambung dan dekontaminasi :
o Jangan diberi obat perangsang muntah, cegah re-eksposur
dengan agen kaustil
o Gastric lavage
o NGT suction – spasme dari spingter pilorik mencegah
terpaparnya agen terhadap mukosa gaster sampai 90 menit –
mencegah terpaparnya intestinal
d) Pemberian cairan intravena.
23
3. Medikamentosa
a) Terapi suportif
b) Penggunaan kortikosteroid
c) Antibiotik – sefalosporin (ceftriaxone) 1-2 gram IV per 24 jam,
tidak melebihi 4 g/hari
d) Antibiotik – penisilin dan Beta-lactamase Inhibitor – jika terjadi
perforasi
e) Ampisilin dan sulbactam
f) PPI – proton pump inhibitor – mencegah terpajannya esofagus
yang terluka terhadap asam lambung, yang dapat menyebabkan
striktura esofagus
g) Pantoprazole – terapi untuk GER dan esofagitis erosif.
h) Analgesik parenteral, monitor tanda sedasi dan depresi dari
respirasi.
4. Follow up
a) Pasien yang tidak sengaja tertelan agen penyebab yang asimtomatik
dan tidak menunjukkan gejala apapun, boleh dipulangkan 2-4 jam
setelah observasi, tak ada kelainan anatomi, pasien harus bisa
meminum cairan tanpa kesulitan, tak ada gangguan berbicara
b) NPO (nothing per mouth)
c) Esofagram setelah 3-4 minggu
5. Terapi nutrisi (intake makanan)
a) Prinsip : NPO (nothing per mouth) – jangan berikan apapun peroral
b) FEEDING tube
o Alat kedokteran yang digunakan untuk pemberian makanan,
dikarenakan pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan
dengan mengunyah
o Dinamakan enteral feeding / tube feeding
24
c) Tipe enteral feeding :
o Nasogastrik – dengan selang nasogastrik (nares – esofagus –
lambung)
o Gastric feeding tube – insersi melalui insisi di abdomen ke
lambung (digunakan untuk pemasukan nutrisi enteral jangka
panjang. Tipe paling umum adalah percutaneous endoscopic
gastrostomy (PEG) tube
d) Efektivitas
Dapat digunakan untuk bolus ataupun pemberian makan terus
menerus
6. Yang perlu diperhatikan (yang salah) :
a) Gagal mengevaluasi dan pertolongan jalur napas yang agresif
b) Upaya menetralkan zat yang tertelan dengan asam atau basa lemah
c) Menginduksi muntah – karena dapat membuat esofagus terpajan
ulang dengan bahan
d) Asumsi bahwa tidak adanya luka bakar pada orofaring akan
menyingkirkan kerusakan jaringan distal
e) Gagal dalam memperoleh data zat/bahan yang tertelan
f) Tidak segera merujuk ke dokter spesialis gastrointestinal / bedah
digestif
25
Observasi atau dirawat di RSCT scan tidak adaCT scan abnormalSemua cedera tembusRiwayat kehilangan kesadaranKesadaran menurunSakit kepala sedang-beratIntoksikasi alcohol/obat-obatanKebocoran likuor: rhinorea-otoreaCedera penyerta yang bermaknaTak ada keluarga di rumahGCS < 15Deficit neurologis fokal
Dipulangkan dari RSTidak memenuhi criteria rawatDiskusikan kemungkinan kembali ke RS bila memburuk dan berikan lembarobservasiJadwalkan control ulang
Definisi: penderita sadar dan berorientasi (GCS 13-15)Riwayat:Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaanMekanisme cederaWaktu cederaTidak sadar segera setelah sadarTingkat kewaspadaanAmnesia: retrograde, antegradeSakit kepala: ringan, sedang, beratPemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemikPemeriksaan neurologis terbatasPemeriksaan rontgen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasiPemeriksaan kadar alcohol darah dan zat toksik dalam urinePemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pada setiap penderita, kecuali bila memang sam sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal
Tata Laksana pada Traum Kepala
Alogaritma cedera kepala ringan
26
Definisi: penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintahGCS: 9-12Pemeriksaan awalSama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhanaCT scan kepala pada semua kasusDirawat untuk observasiSetelah dirawat:Pemeriksaan neurologis periodicPemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita akan dipulangkan
Bila kondisi memburukBila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protocol cedera kepala berat
Bila kondisi membaikPulang bila memungkinkanControl di poliklinik
Alogaritma penatalaksanaan awal cedera otak sedang
27
Alogaritma penatalaksanaan cedera otak berat
Tatalaksana pembedahan:
- Luka kult kepala
- Fraktur depresi tengkorak
28
- Definisi: penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana karena kesadaran menurun (GCS 3-8)
- Pemeriksaan dan penatalaksanaano Primary survey dan resusitasi
ABCDEAirway dan breathing- Pada koma harus segera dilakukan intubasi endotrakeal.- Ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisi gas
darah dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2- Untuk memonitor saturasi O2 pulse oksimeter (target > 98%)Sirkulasi- Sementara penyebab hipotensi dicari, segera lakukan pemberian cairan untuk
mengganti volume yang hilang.- DPL atau USG (bila tersedia) merupakan pemeriksaan rutin pada pasien hipotensi
yang koma.DisabilityExposure
o Secondary survey dan riwayat AMPLE (allergies, medications, past illness, last meal,
exposure)o Reevaluasi neurologis: GCS
Respon buka mata Motorik Verbal Reflex cahaya pupil
o Obat-obatan
Manitol untuk menurunkan TIK yang meningkat. Sediaan cairn dengan konsentrasi 20%. Dosis 1 g/kgBB i.v. jangan diberikan pada pasien hipotensi karena bersifat diuretic osmotic yang poten. Indikasi deteriorasi neorologis akut (dilatasi pupil, hemiparesis, atau kehilangn kesadaran saat observasi)
Hiperventilasi sedang (PCO2 < 35 mmHg) jangan sampai < 30 mmHg, karena bisa terjadi iskemia otak.
- Lesi masa intracranial
Pertolongan Pertama (ATLS)
Penderita harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat penderita
dalam keadaan penderita sestabil mungkin, seperti dianjurkan dibawah ini:
1. Airway
a. Pasang airway atau intubasi bila perlu
b. Suction dimana perlu
c. Pasang NGT untuk mencegah aspirasi
2. Breathing
a. Tentukan laju pernafasan, berikan oksigen
b. Ventilasi mekanik bila diperlukan
c. Pasang chest tube dimana perlu
3. Circulation
a. Control perdarahan luar
b. Pasang 2 jalur infuse, mulai pemberian kristaloid
c. Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau darah dan
teruskan pemberian selama transportasi
d. Pasang kateter uretra untuk monitor keluaran urin
e. Monitor kecepatan dan irama jantung
4. Susunan syaraf pusat
a) Bila penderita tidak sadar, bantuan pernafasan
b) Berikan manitol atau diuretika dimana diperlukan
c) Imobilisasi kepala, leher, toraks, dan/atau vertebrae lumbalis
5. Pemeriksaan diagnostic
a. Foto ronsen servikal, toraks, pelvis, ekstremitas
b. Pemeriksaan lanjutan seperti CT scan dan aortogarfi biasanya tidak
ada indikasi
c. Pemeriksaan Hb, Ht, golongan darah dan cross match, analisis gas
darah, tes kehamilan semua wanita usia subur
29
d. Penentuan denyut jantung dan saturasi Hb (EKG dan pulse
oximetry)
6. Luka
a. Setelah control perdarahan, bersihkan dan perban luka
b. Berikan profilaksis tetanus
c. Antibiotika dimana diperlukan
H. Prognosis
Prognosis trauma kapitis tergantung pada :
- Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
- Besarnya
- Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Dubia, bergantung pada beratnya luka bakar yang ditemukan akibat bahan korosif.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara
7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang
mengalami koma sebelum operasi.
I. Komplikasi
- Peritonitis
- Hematoma epidural/subdural
- Syok neurogenik
- Kejang post trauma
- Koma
- Edema laring
- Pneumonia aspirasi
- Perforasi esophagus
- Mediastinis
30
- Kematian
J. Kompetensi Dokter Umum
Kompetensi dokter umum untuk trauma kepala dan keracunan adalah 3B,
mampu membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan tambahan,
dapat memutuskan dan memberikan terapi awal merujuk ke spesialis yang
relevan pada kasus gawat darurat
V. DAFTAR PUSTAKA
De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2, Jakarta, EGC, 2004.
Sylvia A.P., Lorraine M.W., 1995, Fisiologis Proses-proses Penyakit, ed. 4, Buku
II, EGC, Jakarta.
31