skizofrenia residual

30
BAB I PENDAHULUAN Gangguan-gangguan psikis yang sekarang dikenal sebagai skizofrenia, untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai “demence precoce” atau gangguan mental dini oleh Benedict Muler (1809-1873), seorang dokter kebangsaan Belgia pada tahun 1890. Konsep yang lebih jelas dan sistematis diberikan oleh Emil Kraepelin (1856-1926), seorang psikiatri jerman pada tahun 1893. Kraepelin menyebutnya dengan istilah dimentia praecox”. Menurut Kraepeli, dimentia praecox merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh. Dimentia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku. Penyakit ini muncul pada usia muda dan ditandai oleh kemampuan-kemampuan yang menurun yang akhirnya menjadi disintegrasi kepribadian yang kompleks. Gambaran Kraepelin tentang dimentia paecox ini meliputi pola- pola tingkah laku seperti delusi, halusinasi, dan tingkah laku yang aneh. Tidak seperti Kraepelin, Eugen Bleuler (1857-1939) tidak menekankan prognosis yang buruk dalam mendiagnosis skizofrenia. Hal itu juga menjadi lebih terbukti sejak Kraepelin memperkenalkan konsep dementia praecox bahwa kelainan tidak selalu dimulai pada masa 1

Upload: am-echa-dwi-reswari

Post on 01-Feb-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lapsusskizofrenia residualkoasskejiwaan

TRANSCRIPT

Page 1: Skizofrenia Residual

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan-gangguan psikis yang sekarang dikenal sebagai skizofrenia,

untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai “demence precoce” atau gangguan

mental dini oleh Benedict Muler (1809-1873), seorang dokter kebangsaan Belgia

pada tahun 1890. Konsep yang lebih jelas dan sistematis diberikan oleh Emil

Kraepelin (1856-1926), seorang psikiatri jerman pada tahun 1893. Kraepelin

menyebutnya dengan istilah “dimentia praecox”. Menurut Kraepeli, dimentia

praecox merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam

tubuh. Dimentia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan,

dan tingkah laku. Penyakit ini muncul pada usia muda dan ditandai oleh

kemampuan-kemampuan yang menurun yang akhirnya menjadi disintegrasi

kepribadian yang kompleks. Gambaran Kraepelin tentang dimentia paecox ini

meliputi pola-pola tingkah laku seperti delusi, halusinasi, dan tingkah laku yang

aneh.

Tidak seperti Kraepelin, Eugen Bleuler (1857-1939) tidak menekankan

prognosis yang buruk dalam mendiagnosis skizofrenia. Hal itu juga menjadi lebih

terbukti sejak Kraepelin memperkenalkan konsep dementia praecox bahwa

kelainan tidak selalu dimulai pada masa remaja atau awal dewasa. Dengan

demikian, Bleuler menyarankan bahwa nama penyakit akan berubah menjadi

"skizofrenia" karena karakteristiknya berupa disintegrasi dari berbagai fungsi

mental. Ia membagi skizofrenia menjadi empat subtipe: paranoid, katatonik, jenis

hebefrenik dan sederhana (simple).

Kurt Schneider (1887-1967) mengarah pada identifikasi tanda-tanda dan

gejala yang akan sangat membedakan skizofrenia dengan penyakit lainnya. Gejala

ia pilih sebagai ciri skizofrenia itu sangat berbeda dari gejala fundamental Bleuler.

Dia mengidentifikasi kelompok delusi dan halusinasi yang dia yakini sebagai

patognomonik untuk skizofrenia dan gejala ini disebut "gejala tingkat pertama".

Gejala lain yang sering terjadi di skizofrenia tetapi tidak patognomonik disebut

1

Page 2: Skizofrenia Residual

2

"gejala peringkat kedua". Konsep diagnostik skizofrenia dari Schneider memiliki

pengaruh besar di hampir semua sistem diagnostik yang berikutnya berkembang.

Skizofrenia residual adalah salah tipe dari skizofrenia. Namun saat

Kraepelin dan Bleuler merumuskan skizofrenia, tipe residual ini belum ada

dipaparkan. Tipe skizofrenia residual ini baru diperkenalkan pada International

Classification of Diseases. International Classification of Diseases (ICD) adalah

sistem klasifikasi suatu penyakit yang dikembangkan oleh WHO untuk

mempromosikan perbandingan statistik pelayanan kesehatan secara internasional.

Revisi kedelapan dari International Classification of Diseases (ICD-8),

diluncurkan pada tahun 1967, menempatkan pendapat Schneiderian mengenai

gejala tingkat pertama didalam deskripsi gejala skizofrenia. Pada ICD-8 ini

dipaparkan tujuh subtipe skizofrenia. Tipe sederhana dicirikan oleh keanehan

perilaku, kesulitan dalam hubungan sosial, dan penurunan kinerja secara

keseluruhan tetapi tanpa gejala skizofrenia yang menonjol. Gejala khas dari jenis

hebefrenik adalah afek yang inappropriate, perilaku katatonik, dan gangguan pikir

yang menonjol. Jenis yang katatonik ditandai oleh gejala katatonik, dan tipe

paranoid menonjolnya gejala delusi dan halusinasi. Dalam episode skizofrenia

akut, timbulnya gejala skizofrenia secara akut, dan dream-like state dengan sedikit

pengaburan kesadaran dan bingung sering muncul. Jenis laten ini ditandai dengan

munculnya gejala skizofrenia yang tidak nyata, tetapi cukup parah untuk

meningkatkan kecurigaan yang kuat skizofrenia. Tipe residual diperuntukkan bagi

keadaan-keadaan residual yang kronis dan pudarnya sebagian gejala skizofrenia

terjadi. Selain itu, "tipe lain" dan "tipe tak tergolongkan" diperuntukkan bagi

pasien yang tidak cocok dengan subtipe lain.1

Page 3: Skizofrenia Residual

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Skizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang

ditandai oleh kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau

halusinasi), dalam mood (contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan

dirinya dan hubungannya dengan dunia luar serta dalam hal tingkah laku.

Sedangkan skizofrenia residual adalah keadaan yang muncul pada individu

dengan gejala skizofrenia yang, setelah episode skizofrenia psikotik, tidak

lagi psikotik.2

Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni

subtipe paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan

dan residual. Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah

gangguan deterioratif sederhana.3 Sedangkan menurut Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-

III skizofrenia dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid,

hebefrenik, tak terinci (undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca

skizofrenia. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai skizofrenia residual.4

2.2 Epidemiologi

Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti

skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun

dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia

pada orang dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per

1000 penduduk. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10 negara

yang dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di

Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap

subtipe skizofrenia.5

Page 4: Skizofrenia Residual

4

Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun

menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki

mempunyai onset yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset

untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai

35 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih

mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan wanita

lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada

umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik

daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia laki-laki. Skizofrenia tidak

terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara historis, prevalensi

skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih tinggi dari

daerah lainnya.3

2.3 Etiologi

Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti.

Namun berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan

hipotesis dopamin. Model diastesis stres merupakan satu model yang

mengintegrasikan faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Model ini

mendalilkan bahwa seseorang yang mungkin memiliki suatu kerentanan

spesifik (diastesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang

menimbulkan stres, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.

Komponen lingkungan dapat biologis (seperti infeksi) atau psikologis (seperti

situasi keluarga yang penuh ketegangan).

Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh

terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua

pengamatan. Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi

antipsikotik berhubungan dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai

antagonis reseptor dopaminergik tipe 2. Kedua, obat-obatan yang

meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti amfetamin) merupakan salah

satu psikotomimetik. Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini

karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor

Page 5: Skizofrenia Residual

5

dopamin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut. Namun ada dua masalah

mengenai hipotesa ini, dimana hiperaktivitas dopamin adalah tidak khas

untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir

semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa data

elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin

meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan

jangka panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa

abnormalitas awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan

hipodopaminergik.3

Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin

yaitu:

a. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya

gejala positif pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways

memproyeksikan badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum

area (VTA) di batang otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah

limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya

halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik

bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamine

D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan

gejala positif meningkat.

b. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah

VTA ke daerah serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan

mesokortikal dopamin pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif

dan kognitif pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif

disebabkan terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama

pada daerah dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di

mesokortikal dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan sekunder.

Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada

jalur ini atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2.

Peningkatan dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif

atau mungkin gejala kognitif.

Page 6: Skizofrenia Residual

6

c. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia

nigra pada batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini

merupakan bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin

di nigostriatal dopamin pathways dapat menyebabkan gangguan

pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit parkinson yaitu rigiditas,

bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau peningkatan dopamin di

jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik

seperti korea, diskinesia atau tic.

d. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari

daerah hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal

tuberoinfundibular dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan

pelepasan aktif prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan inhibitor

pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini akibat lesi

atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi peningkatan

prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea, amenorea atau

disfungsi seksual.4

Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti

mengenai hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena obat

antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu,

beberapa peneliti melaporkan pemberian antipsikotik jangka panjang

menurunkan aktivitas noradrenergik.3

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab

skizofrenia, antara lain :

a. Faktor Genetik

Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya

skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-

keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka

kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 – 15%;

bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 – 16%;

bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua telur

Page 7: Skizofrenia Residual

7

(heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.

Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut

quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin

disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda

di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi

tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari

ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia

semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang

memiliki penyakit ini.

b. Faktor Biokimia

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak

yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan

neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan

bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang

berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang

abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas

dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa

neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga

memainkan peranan.

c. Faktor Psikologis dan Sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin

lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan

orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam

keluarga.

Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam

keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah

schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan

tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang

diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya.

Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005),

keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam

pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk

Page 8: Skizofrenia Residual

8

anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya

orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak

memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

2.4 Gejala dan Diagnosa

Gejala dari skizofrenia residual berupa gejala “negative” dari

skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas

menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif,

kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal

yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan

posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.5 Gejala waham

dan halusinasi dapat muncul tapi tidak menonjol.3

Gejala positif :

a. Halusinasi (auditorik; mendengar suara-suara yang mengomentari atau

bercakap-cakap tentang dirinya, visial, olfaktori, gustatorik dan taktil)

b. Waham (biasa dalam bentuk waham kejar, cemburu, bersalah, kebesaran,

keagamaan, somatic, waham dikendalikan, siar pikiran, penarikan pikiran,

waham menyangkut diri sendiri)

c. Perilaku aneh (dalam berpakaian, perilaku social, seksual, agresif,

perilaku berulang)

d. Gangguan proses pikiran (inkoherensi, tangensialitas, bicara kacau)

Gejala negatif :

a. Afek yang tumpul atau datar (ekspresi wajah tidak berubah, penurunan

spontanitas gerak, hilangnya gerakan ekspresif, kontak mata yang buruk,

afek yang tidak sesuai, tidak adanya modulasi bicara)

b. Alogia (kemiskinan bicara, kemiskinan isi bicara, penghambatan dan

peningkatan latensi respon)

c. Tidak ada kemauan, apatis

d. Anhedonia (tidak suka berhubungan sosial, tidak suka dalam hubungan

pertemanan)

Page 9: Skizofrenia Residual

9

e. Atensi impairmen (pecahnya perhatian)

Terlebih dahulu akan dibahas mengenai penegakan diagnosa

skizofrenia. Adapun menurut DSM-IV sebagai berikut:

a. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan

untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang

jika diobati dengan berhasil):

1) Waham

2) Halusinasi

3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau

inkoherensi)

4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5) Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada

kemauan (avolition)

Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham

adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus

mengomentari perilaku atau pikiran pasien atau dua lebih suara yang

saling bercakap-cakap satu sama lainnya.

b. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset

gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan

interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelasdi bawah tingkat yang

dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja,

kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik,

atau pekerjaan yang diharapkan).

c. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6

bulan. Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang

memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin termasuk gejala prodormal

atau residual.

d. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan

skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan

karena:

Page 10: Skizofrenia Residual

10

1) Tidak ada episode depresif berat, manik atau campuran yang telah

terjadi bersama-sama gejala fase aktif.

2) Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi

totalnya relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.

e. Penyingkiran zat/kondisi medis umum

f. Hubungan dengan gangguan

Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut: harus ada sedikitnya

satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila

gejala-gejala itu kurang jelas):

a. ‘thought eco’ = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya

sama tapi kualitasnya berbeda, ‘thought insertion or withdrawal’ = isi

pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi

pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal), dan

‘thought broadcasting’ = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umum mengetahuinya.

b. ‘delusion of control’ = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar, ‘delusion of influence’ = waham tentang

dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, ‘delusion of

passivity’ = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap

suatu kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya’ secara jelas merujuk ke

pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan

khusus), dan ‘delusion perception’ = pengalaman inderawi yang tak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau

mukjizat.

c. Halusinasi auditorik: suara halusinasi yang berkomentar secara terus-

menerus terhadap perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien

diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara) atau jenis

suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh pasien.

Page 11: Skizofrenia Residual

11

d. Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama

atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa.

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara

jelas:

a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide-ide yang berlebihan

yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu

atau berbulan-bulan terus menerus.

b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat

inkoherensi atau pembicaraannya tidak relevan atau neologisme.

c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu

(porturing), fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor.

d. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan

respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik prodormal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan

bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi,

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat

sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri secara sosial.5

Diagnosa skizofrenia residual digunakan pada pasien yang telah

sembuh dari gejala yang menonjol seperti delusi, halusinasi atau perilaku

yang terdisorganisasi tapi masih memperlihatkan bukti yang ringan akan

adanya proses berjalannya penyakit seperti afek datar atau kurangnya

Page 12: Skizofrenia Residual

12

komunikasi. Adapun cara penegakan diagnosa menurut DSM-IV sebagai

berikut:

a. Tidak adanya waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku

katatonik terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol.

b. Terdapat terus bukti-bukti gangguan seperti yang ditunjukkan oleh adanya

gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang tertulis dalam kriteria A

untuk skizofrenia, ditemukan dalam bentuk yang lebih lemah (misalnya

keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).3

Selain itu, PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk

skizofrenia residual yakni harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk

suatu diagnosis yang meyakinkan:

a. Gejala ‘negatif’ dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan

ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,

komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak

mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial

yang buruk.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau

yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas

dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat

berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.

d. Tidak terdapat demensia atau penyakit gangguan otak organik lain, depresi

kronis, atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif

tersebut.5

2.5 Diagnosa Banding

Depresi pasca skizofrenia merupakan salah satu diagnosa banding dari

skizofrenia residual. Keduanya mempunyai kesamaan yakni gejala

skizofrenia yang masih ada tapi tidak lagi mendominasi atau menonjol.

Page 13: Skizofrenia Residual

13

Namun terdapat perbedaan yang jelas diantara keduanya. Penegakan diagnosa

depresi pasca skizofrenia tentu saja pasien harus memenuhi gejala depresi

selama 2 minggu. Adapun gejala utama depresi yakni mood yang depresif,

kehilangan minat dan kegembiraan, atau berkurangnya energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah dan penurunan aktivitas. Selain itu gejala

lainnya dari depresi adalah konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri

dan kepercayaan diri berkurang, adanya ide bunuh diri, pandangan masa

depan yang suram dan pesimis, tidur terganggu, nafsu makan berkurang,

gagasan tentang rasa bersalah atau tidak berguna. Selain itu, pasien telah

menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir sedangkan pada skizofrenia

residual, gejala negatif timbul dan penurunan yang nyata dari gejala waham

dan halusinasi sedikitnya sudah melampaui kurun waktu 1 tahun.5

2.6 Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe

skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang

menonjol pada pasien. Pada skizofrenia residual, gejala “negative” lebih

menonjol, maka adapun pengobatan yang disarankan kepada pasien obat-obat

antipsikotik golongan atipikal yang dapat meningkatkan dopamin di

mesokortikal.4 Memang obat tertentu (terutama obat antipsikotik baru) telah

dinyatakan efektif secara spesifik terhadap gejala “negative” pada gangguan

psikotik, tetapi bukti yang mendukung pendapat ini masih tidak konsisten.7

Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis

yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan pada reseptor

dopamin tipe 2 serta antihistamin (H1). Menurut data penelitian, obat ini

efektif mengobati gejala positif maupun negatif.3 Risperidon senyawa

antidopaminergik yang jauh lebih kuat, berbeda dengan klozapin, sehingga

dapat menginduksi gejala ekstrapiramidal juga hiperprolaktinemia yang

menonjol. Meskipun demikian, risperidon dianggap senyawa antipsikotik

atipikal secara kuantitatif karena efek samping neurologis ekstrapiramidalnya

kecil pada dosis harian yang rendah.7

Page 14: Skizofrenia Residual

14

Klozapin termasuk obat antipsikotik atipikal yang juga mempunyai

aktivitas antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan

antagonis lemah pada reseptor dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin (H1).

Efek samping berupa gejala ekstrapiramidal sangat minimal, namun

mempunyai sifat antagonis beta-1 adrenergik yang bisa menimbulkan

hipotensi ortostatik dan sedatif.6 Selain itu, dilaporkan terjadinya

agranulositosis dengan insiden 1-2% ditambah harganya yang mahal.

Klozapin adalah obat lini kedua yang jelas bagi pasien yang tidak berespon

terhadap obat lain yang sekarang ini tersedia.

Selain terapi obat-obatan, juga bisa diterapkan terapi psikososial yang

terdiri dari terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok,

psikoterapi individual. Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan

latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,

kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi

interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat

ditebus untuk hal-hal yang diharapkan sehingga frekuensi maladaptif atau

menyimpang dapat diturunkan. Terapi berorientasi keluarga cukup berguna

dalam pengobatan skizofrenia. Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan

harus termasuk mengidentifikasi dan menghindari situasi yang kemungkinan

menimbulkan kesulitan. Setelah pemulangan, topik penting yang dibahas di

dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan khususnya la ma dan

kecepatannya. Selanjutnya diarahkan kepada berbagai macam penerapan

strategi menurunkan stresdan mengatasi masalah dan pelibatan kembali

pasien ke dalam aktivitas. Terapi kelompok biasanya memusatkan pada

rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok

efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan

meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia. Psikoterapi

individual membantu menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep

penting didalam psikoterapi adalah perkembangan hubungan terapeutik yang

dialami psien adalah aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat

dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan

Page 15: Skizofrenia Residual

15

keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Ahli

psikoterapi sering kali memberikan interpretasi yang terlalu cepat terhadap

pasien skizofrenia. psikoterapi untuk seorang pasien skizofrenia harus

dimengerti dalam hitungan dekade, bukannya sesi, bulanan, atau bahkan

tahunan. Di dalam konteks hubungan profesional, fleksibilitas adalah penting

dalam menegakkan hubungan kerja dengan pasien. Ahli terapi mungkin akan

makan bersama, atau mengingat ulang tahun pasien. Tujuan utama adalah

untuk menyampaikan gagasan bahwa ahli terapi dapat dipercaya, ingin

memahami pasien dan akan coba melakukannya dan memiliki kepercayaan

tentang kemampuan pasien sebagai manusia. Mandred Bleuler menyatakan

bahwa sikap terapeutik terhadap pasien adalah dengan menerima mereka

bukannya mengamati mereka sebagai orang yang tidak dapat dipahami dan

berbeda dari ahli terapi.3

2.7 Prognosis

Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang.

Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor

prognosis spesifik di tabel berikut ini:

Prognosis Baik Prognosis Buruk

Onset lambat

Faktor pencetus yang jelas

Onset akut

Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

pramorbid yang baik

Gejala gangguan mood (terutama

gangguan depresif)

Gejala positif

Riwayat keluarga gangguan mood

Sistem pendukung yang baik

Onset muda

Tidak ada faktor pencetus

Onset tidak jelas

Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

pramorbid yang buruk

Perilaku menarik diri, autistik

Gejala negatif

Riwayat keluarga skizofrenia

Sistem pendukung yang buruk

Riwayat trauma prenatal

Tidak ada remisi dalam 3 tahun

Page 16: Skizofrenia Residual

16

Banyak relaps

Riwayat penyerangan

Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun rata-rata

kematian orang yang menderita skizofrenia dua kali lebih tinggi dibandingkan

dengan populasi umum. Tingginya angka kematian berkaitan dengan kondisi

buruk di institusi perawatan yang berkepanjangan yang menyebabkan

tingginya angka Tuberkulosis dan penyakit menular lainnya. Namun,

penelitian baru-baru ini pada orang-orang skizofrenia yang hidup dalam

masyarakat, menunjukkan bunuh diri dan kecelakaan lain sebagai penyebab

utama kematian di negara berkembang maupun negara-negara maju. Bunuh

diri, khususnya, telah muncul sebagai masalah yang mekhawatirkan, karena

risiko bunuh diri pada orang dengan gangguan skizofrenia selama hidupnya

telah diperkirakan di atas 10%, sekitar 12 kali lebih tinggi dari populasi

umum. Sepertinya ada sebuah peningkatan mortalitas untuk gangguan

kardiovaskular juga, mungkin terkait dengan gaya hidup yang tidak sehat,

pembatasan akses perawatan kesehatan atau efek samping obat antipsikotik.6

BAB III

Page 17: Skizofrenia Residual

17

KESIMPULAN

Skizofrenia residual adalah salah satu tipe skizofrenia dimana masih

ditemuinya bukti adanya gangguan skizofrenia, tanpa adanya kumpulan lengkap

gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Gejala

dari skizofrenia residual berupa gejala ‘negatif’ dari skizofrenia yang menonjol,

misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul,

sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi

pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka,

kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial

yang buruk. Jika waham atau halusinasi ditemukan, maka hal itu tidak lagi

menonjol.

Untuk menentukan diagnosis dari skizofrenia residual, PPDGJ III dapat

digunakan sebagai pedoman. Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk

Skizofrenia Residual (F20.5) adalah persyaratan berikut harus dipenuhi semua:

a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan

psikomotor, aktivitas menurun, afek yang tumpul, sip pasif dan ketidaan

inisiatif, kemiskinan dalam kualitas atau isi pembicaraan, komunikasi non

verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara,

dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang

memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan

frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat

berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari skizofrenia

d. Tidak terdapat dimentia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi

kronik atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif

tersebut.

Pada skizofrenia residual terdapat adanya gangguan persepsi, isi pikiran,

perilaku dan adanya hendaya dalam bidang sosial sehingga pasien

membutuhkan farmakoterapi, psikoterapii, dan sosioterapi.

Page 18: Skizofrenia Residual

18

DAFTAR PUSTAKA

Page 19: Skizofrenia Residual

19

1. Suvisaari, Jana. Incidence and Risk Factors of Schizophrenia in

Finland. University of Helsinki, Faculty of Medicine, Department of Public

Health. 1999. Available from:

http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/kansa/vk/suvisaari/introduction.html

2. Kumala, Poppy dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25.

EGC. Jakarta:1998. 970

3. Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., dan Grebb, Jack A.

Sinopsis Psikiatri, Jilid I. Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 699-702, 720-

727, 737-740

4. Syamsulhadi dan Lumbantobing. Skizofrenia. FK UI. Jakarta:

2007.26-34

5. Maslim, Rusdi.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari

PPDGJ- III. FK Unika Atmajaya. Jakarta:2001. 46, 50

6. Silva, J.A. Costa.Schizophrenia and Public Health. WHO. 1998. 6-

13. Available from: www.who.int/mental_health/media/en/55.pdf

7. Goodman dan Gilman. Dasar Farmakologi Terapi Vol.I. EGC.

Jakarta:2007.475,480 & 482