skrining, isolasi, dan uji aktivitas antibakteri · pdf filegambar 2.2 klasifikasi metode...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
NURUL ROBIATUL ADAWIYAH 109102000056
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA
OKTOBER 2013
SKRINING, ISOLASI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT BIOAKTIF JAMUR ENDOFIT DARI
TANAMAN KINA (Cinchona pubescens Vahl.)
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NURUL ROBIATUL ADAWIYAH 109102000056
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA
OKTOBER 2013
SKRINING, ISOLASI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT BIOAKTIF JAMUR ENDOFIT DARI
TANAMAN KINA (Cinchona pubescens Vahl.)
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Nurul Robiatul Adawiyah
NIM : 109102000056
Tanda Tangan :
Tanggal : 2 Oktober 2013
v
Skrining, Isolasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Metabolit Bioaktif Jamur Endofit dari Tanaman Kina (Cinchona pubescens Vahl.)
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Nurul Robiatul Adawiyah NIM : 109102000056 Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Dr. Andria Agusta ( )
Pembimbing 2 : Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt. ( )
Penguji 1 : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. ( )
Penguji 2 : Puteri Amelia M.Farm., Apt. ( )
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 2 Oktober 2013
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Skrining, Isolasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Metabolit Bioaktif Jamur Endofit dari Tanaman Kina (Cinchona pubescens Vahl.)
ABSTRAK
Nama : Nurul Robiatul Adawiyah Program Studi : Farmasi Judul :
Jamur endofit diketahui berpotensi sebagai sumber metabolit bioaktif untuk bahan obat-obatan salah satunya sebagai antibakteri. Dalam penelitian ini, skrining aktivitas antibakteri metabolit bioaktif terhadap 10 isolat jamur endofit dari tanaman Cinchona pubescens Vahl. telah dilakukan. Hasil skrining antibakteri dengan metode bioautografi menunjukkan bahwa ekstrak kloroform jamur endofit 3-2-1-2 dan 1-3-1-1 aktif sebagai antibakteri terhadap bakteri uji Staphylococus aureus dan Escherichia coli. Jamur endofit 1-3-1-1 yang memiliki aktivitas antibakteri paling besar di scaling up pada medium PDB (Potato Dextrose Broth) dan dikultivasi selama 3 minggu. Medium kultivasi dan biomassa jamur diekstraksi dengan kloroform dan difraksinasi untuk mendapatkan senyawa bioaktifnya. Kemudian dilakukan penentuan nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) dari fraksi murni 3e dengan metode mikrodilusi terhadap bakteri uji Staphylococus aureus dan Escherichia coli. Hasil uji KHM menunjukkan bahwa fraksi 3e memiliki nilai MIC 32 µg/ml terhadap bakteri uji Staphylococus aureus dan >128 µg/ml terhadap bakteri uji Escherichia coli.
Key words : Kina, Cinchona pubescens Vahl., jamur endofit, antibakteri,
bioautografi, KHM (Kadar Hambat Minimum).
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Screening, Isolation, and Antibacterial Activity of Bioactive Metabolites of Endophytic Fungi associated with Kina (Cinchona pubescens Vahl.)
ABSTRACT
Name : Nurul Robiatul Adawiyah Program Study : Farmasi Title :
Endophytic fungi are known as a potential source of bioactive metabolites for pharmaceutical products including antibacterial. In this study, screening of bioactive metabolites from 10 isoloates of endophytic fungi associated with Cinchona pubescens Vahl. for its antibacterial activity has been performed. The results assayed with bioautography method showed that the chloroform extract of endophytic fungi 3-2-1-2 and 1-3-1-1 were active againts Staphylococcus aureus and Escherichia coli. The endophytic fungus 1-3-1-1 that have the greatest antibacterial activity was scaled up in PDB medium (Potato Dextrose Broth) and cultivated for 3 weeks. The cultivation medium and the fungus biomass were extracted with chloroform and fractionated in order to get the bioactive compounds. The pure fraction, 3e was then evaluated for its MIC againts Staphylococcus aureus and Escherichia coli using microdilution method. The results showed that fraction of 3e inhibited Staphylococcus aureus and Escherichia coli growth with MIC of 32 µg/ml and >128 µg/ml partially, respectively.
Kata kunci : Kina, Cinchona pubescens Vahl., endophytic fungi, antibacterial, bioautography, MIC (Minimum Inhibitory Concentration).
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Skrining, Isolasi, dan Uji Aktivitas
Antibakteri Senyawa Bioaktif Jamur Endofit dari Tanaman Kina (Cinchona
pubescens Vahl.)”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan
pada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan tabi’in
tabi’atnya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini tidaklah dapat
terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan
ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih terkhususkan kepada:
1. Bapak Dr. Andria Agusta selaku pembimbing I dan Ibu Prof. Dr. Atiek
Soemiati, M.Si., Apt. selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan mengajari penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat
mengenyam pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. dr. (hc). MK. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Umar Mansur M.Sc. selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Ibu Dr. Ir. Praptiwi, M. Agr., Ibu Dra. Yuliasri Jamal, M. Si., Kang Asep, Teh
Dewi, Mba Dewi, Mas Tony, Mas Mustofa yang telah banyak membantu
penulis di laboratorium Fitokimia LIPI.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Ayahanda tercinta, Bapak Moch. Jaja Zaenudin dan Ibunda tercinta, Ibu
Rosliawati S.Pd. terima kasih atas doa yang selalu tercurah untukku, kasih
sayang, semangat, dan dukungannya yang menguatkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Adikku tersayang Intan Nurlatifatul Hasanah dan Muhammad Fauzan
Fathurrahman yang selalu mendukung, mendoakan, dan menghibur disaat
penulis kesulitan.
9. Sahabat-sahabatku yakni Ainul Mardiah, Eva Nurlatifah, Citra Rahmawati,
Neng Nuramania, Setiawan Maulani, Siti Sa’adah Hanifah, Sri Mulyanti, Nia
Habibatussa’diah, dan Sri Nurjannah yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis.
10. Teman-teman seperjuangan yakni Luthfiana, Nurul Fithriyah, Leliana N.
Wachidah, Farichah Mansurah, Dyah Mundir Sari, Neneng Nurhalimah,
Churmatul Walidah, Ferry Indar A., M. Muwaffaq Zakky, Fakhrul Umam,
Yunita Sari, Vita fitria, dan Eriska Boru Saragih.
11. Keluarga besar CSS MoRA 2009, Farmasi 2009, dan AS-SHOF 2009, terima
kasih atas sebuah persahabatan dan persaudaraan selama ini.
Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan, maupun pustaka yang
ditinjau, penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif. Semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kepentingan keilmuan maupun aplikasi
di bidang kesehatan.
Jakarta, 2 Oktober 2013
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurul Robiatul Adawiyah
NIM : 109102000056
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul :
SKRINING, ISOLASI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
METABOLIT BIOAKTIF JAMUR ENDOFIT DARI TANAMAN KINA
(Cinchona pubescens Vahl.)
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 2 Oktober 2013
Yang menyatakan,
(Nurul Robiatul Adawiyah)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................ iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................. v ABSTRAK ............................................................................................ vi ABSTRACT .......................................................................................... vii KATA PENGANTAR .......................................................................... viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......... ix DAFTAR ISI ......................................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 4 2.1 Jamur Endofit ........................................................................ 4 2.2 Tanaman Kina (Cinchona pubescens Vahl.) ......................... 4
2.2.1 Sejarah Singkat .......................................................... 4 2.2.2 Klasifikasi .................................................................. 5 2.2.3 Deskripsi .................................................................... 5 2.2.4 Khasiat ....................................................................... 6 2.2.5 Kandungan Kimia ...................................................... 6
2.3 Kromatografi ......................................................................... 6 2.3.1 Kromatografi Kolom ................................................. 6 2.3.2 KLT (Kromatografi Lapis Tipis) ............................... 7
2.4 Antimikroba ........................................................................... 8 2.5 Metode Skrining Antimikroba ............................................... 10
2.5.1 Metode Difusi ............................................................ 11 2.5.2 Metode Dilusi ............................................................ 12 2.5.3 Metode Bioautografi .................................................. 12
2.6 Bakteri Uji ............................................................................. 14 2.6.1 Staphylococcus aureus .............................................. 14 2.6.2 Escherichia coli ......................................................... 14
BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................... 15 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................. 15 3.2 Alat dan Bahan ...................................................................... 15
3.2.1 Alat ............................................................................ 15 3.2.2 Bahan ......................................................................... 15
3.3 Tahapan Penelitian ................................................................ 16 3.4 Prosedur Kerja ....................................................................... 17
3.4.1 Skrining Aktivitas Antibakteri ................................... 17 3.4.2 Scaling up Jamur Endofit yang Paling Aktif sebagai
Antibakteri ................................................................. 19
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3 Fraksinasi dan Purifikasi Metabolit Bioaktif Antibakteri ................................................................. 20
3.4.4 Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) ... 21 3.4.5 Identifikasi Jamur Endofit yang Paling Aktif sebagai
Antibakteri ................................................................. 24 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 25
4.1 Skrining Aktivitas Antibakteri Jamur Endofit Tanaman Kina 25 4.2 Scaling Up Jamur Endofit 1-3-1-1 pada Medium PDB ......... 33 4.3 Fraksinasi dan Purifikasi Metabolit Bioaktif Antibakteri ...... 35 4.4 Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) ............... 36 4.5 Identifikasi Jamur Endofit 1-3-1-1 ........................................ 38
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 39 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 39 5.2 Saran ...................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 40 LAMPIRAN .......................................................................................... 44
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Cinchona pubescens Vahl. ................................................................ 5
Gambar 2.2 Klasifikasi metode skrining aktivitas antimikroba ................................11
Gambar 4.1 Profil KLT dari 12 ekstrak kultur jamur ................................25
Gambar 4.2 Gambar 4.3
Profil KLT dari 16 ekstrak kultur jamur ................................Reaksi garam tetrazolium menjadi formazan ..................
28 30
Gambar 4.4 Hasil uji bioautografi ekstrak kultur jamur dengan bakteri uji S. aureus .........................................................
31
Gambar 4.5 Hasil uji bioautografi ekstrak kultur jamur dengan bakteri uji E. coli ................................................................
31
Gambar 4.6 Profil KLT-bioautografi jamur endofit 1-3-1-1 hasil scaling up ...............................................................................................
33
Gambar 4.7 Profil KLT hasil fraksinasi ekstrak kloroform biomassa jamur ................................................................................................
34
Gambar 4.8 Profil KLT hasil fraksinasi fraksi 3 ................................. 35
Gambar 4.9 Gambar jamur endofit 1-3-1-1 ...............................................................33
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Data isolat jamur endofit dari tanaman Kina .................... 16 Tabel 4.1 Data bobot ekstrak kultur jamur ....................................... 27 Tabel 4.2 Data nilai KHM sampel uji ............................................... 36
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian ................................................................44
Lampiran 2. Diagram Skrining Aktivitas Antibakteri ................................45
Lampiran 3. Diagram Scaling Up Jamur Endofit yang Paling Aktif sebagai Antibakteri ................................................................
46
Lampiran 4. Diagram Fraksinasi dan Purifikasi Metabolit Bioaktif Antibakteri .............................................................................................
47
Lampiran 5. Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri ................................48
Lampiran 6. Gambar Identifikasi Bakteri Uji ............................................................49
Lampiran 7. Gambar Hasil Uji KHM ................................................................50
Lampiran 8. Komposisi dan Cara Pembuatan Medium yang Digunakan ..............................................................................................
51
Lampiran 9. Gambar Alat-Alat yang Digunakan ................................54
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencarian sumber senyawa bioaktif terus menerus dilakukan seiring makin
banyaknya penyakit-penyakit baru yang bermunculan, mulai dari penyakit infeksi,
kanker, dan penyakit berbahaya lainnya. Senyawa bioaktif dapat diperoleh dari
beberapa sumber diantaranya dari tumbuhan, hewan, mikroba, dan organisme lain
(Prihatiningtias, 2005).
Salah satu sumber senyawa bioaktif adalah mikroba endofit. Mikroba
endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode
tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman
tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung
beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau
metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik
(genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit
(Tan & Zou, 2001).
Jamur endofit, mikroorganisme yang berada dalam jaringan tanaman
hidup, merupakan sumber potensial untuk pemanfaatan senyawa baru produk
bahan alam dalam bidang obat-obatan, agrikultura, dan industri tanpa merusak
atau membahayakan keberlangsungan hidup tanaman inangnya. Selain itu,
pertumbuhan mikroba endofit juga lebih cepat daripada inangnya, sehingga
eksplorasi endofit sebagai sumber penemuan obat baru sangat menguntungkan
(Strobel & Daisy, 2003).
Bakteri atau jamur endofit dapat menghasilkan senyawa metabolit yang
dapat berfungsi sebagai antibiotika (antifungi/antibakteri), antivirus, antikanker,
antidiabetes, antimalaria, antioksidan, antiimunosupressif (Strobel & Daisy,
2003), antiserangga (Azevedo et al., 2000), zat pengatur tumbuh (Tan & Zou,
2001), dan penghasil enzim-enzim hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase,
ligninase (Choi et al., 2005), kitinase (Zinniel et al., 2002).
Sejauh ini, penelitian melaporkan sejumlah besar senyawa antimikroba
yang diisolasi dari jamur endofit, terdiri dari beberapa golongan senyawa seperti
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
alkaloid, peptida, steroid, terpenoid, fenol, quinines, dan flavonoid. (Yu et al.,
2010). Senyawa antimikroba yang telah banyak diisolasi dari endofit hanyalah
sebagian kecil dari banyaknya spesies endofit yang berbeda, hal ini menunjukkan
bahwa mencari produk alam yang disintesis oleh endofit dapat menjadi salah satu
solusi untuk memecahkan masalah resistensi bakteri terhadap obat yang biasa
digunakan dan dapat digunakan sebagai antibiotik yang efektif secara klinis di
masa mendatang (Yu et al., 2010).
Pemanfaatan tanaman sebagai bahan obat telah dikenal oleh masyarakat
sejak lama. Salah satunya yaitu tanaman Kina yang merupakan bahan baku
farmasi yang sangat bernilai dan dikenal luas sebagai salah satu jenis tanaman
obat-obat berkhasiat dan sudah lama digunakan sebagai obat antimalaria
(Simanjuntak et al., 2002b). Sekitar tahun 1630, kulit Kina digunakan sebagai
obat demam di Peru, dan sekitar tahun 1640, Kina diperkenalkan ke Eropa dan
digunakan sebagai antimalaria (Abdi et al., 2003).
Tanaman Kina menghasilkan lebih dari 30 jenis alkaloid dan yang
terpenting adalah golongan kuinolin yakni kinin, kinidin, sinkonin, dan sinkonidin
(McCalley, 2002). Pada tahun 2002, Simanjuntak et al., berhasil mengisolasi
beberapa mikroba dari tanaman Cinchona sp., skrining dan identifikasi hasil
fermentasi dalam media sintetik menunjukkan bahwa mikroba endofit tersebut
dapat memproduksi senyawa alkaloid sinkona (Simanjuntak et al., 2002a dalam
Simanjuntak et al., 2002b).
Sejauh ini, belum ditemukan adanya penelitian mengenai aktivitas
antibakteri dari jamur endofit yang diisolasi dari tanaman Kina (Cinchona
pubescens Vahl.). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
adanya aktivitas antibakteri dari jamur endofit yang diisolasi dari tanaman kina.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
Apakah jamur endofit yang diisolasi dari tanaman Kina dapat
menghasilkan metabolit bioaktif yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ?
1.3 Hipotesis
Jamur endofit yang diisolasi dari tanaman Kina dapat menghasilkan
metabolit bioaktif yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
1.4 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri jamur endofit yang diisolasi
dari tanaman Kina terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai
aktivitas antibakteri jamur endofit yang diisolasi dari tanaman Kina sebagai
bentuk pemanfaatan produk bahan alam dalam bidang farmasi.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur Endofit
Mikroba endofit hidup secara berkoloni di dalam jaringan internal
tanaman inang, misalnya di bagian ranting, batang, daun, akar, atau biji. Endofit
biasanya memiliki hubungan saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme
dengan tanaman inangnya. Satu tanaman inang dapat menjadi inang bagi beberapa
spesian mikroba endofit. Senyawa yang diperoleh dari mikroba endofit biasanya
berhubungan dengan senyawa dari tanaman inangnya. Hal ini mungkin terjadi
karena adanya transfer genetik antara endofit dan inangnya. (Strobel & Daisy,
2003).
Jamur endofit memiliki peranan penting dalam industri farmasi karena
kemampuannya dalam memproduksi senyawa metabolit yang bervariasi, baik dari
struktur maupun fungsinya. Berbagai golongan senyawa metabolit sekunder
seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, antrakuinon, kuinon, fenil propanoid,
fenolik, turunan isokumarin, senyawa alifatik, peptida, dan senyawa lainnya telah
diisolasi dan dikarakterisasi dari kultur jamur endofit (Agusta, 2009). Senyawa
metabolit yang dihasilkan oleh jamur atau bakteri endofit dapat berfungsi sebagai
antibiotika (antifungi/antibakteri), antivirus, antikanker, antidiabetes, antimalaria,
antioksidan, antiimunosupressif (Strobel & Daisy, 2003), antiserangga (Azevedo
et al., 2000), zat pengatur tumbuh (Tan & Zou, 2001), dan penghasil enzim-enzim
hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase, ligninase (Choi et al., 2005), kitinase
(Zinniel et al., 2002).
2.2 Tanaman Kina (Cinchona pubescens Vahl.)
2.2.1 Sejarah Singkat
Kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari Amerika
Selatan di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela,
Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Daerah tersebut meliputi hutan-hutan
pada ketinggian 900-3.000 m dpl. Bibit tanaman Kina yang masuk ke Indonesia
tahun 1852 berasal dari Bolivia, tetapi tanaman Kina yang tumbuh dari biji
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut akhirnya mati. Pada tahun 1854 sebanyak 500 bibit kina dari Bolivia
ditanam di Cibodas dan tumbuh 75 pohon yang terdiri atas 10 klon
(Sultoni, 1995).
2.2.2 Klasifikasi
Phylum : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Gentianales
Family : Rubiaceae
Genus : Cinchona
Spesies : Cinchona pubescens
(Species 2000 & ITIS Catalogue of Life, 2013).
2.2.3 Deskripsi
( Gambar 2.1 Cinchona pubescens Vahl.)
(Orwa et al., 2009)
Habitus : Pohon, tinggi ± 17 m.
Batang : Berkayu, berwarna coklat kehijauan.
Daun : Tunggal, lonjong-hampir bulat, tepi rata-ujung dan pangkal tumpul,
panjang 15-35 cm, lebar 9-23 cm, pertulangan menyirip, daun muda
berwarna hijau setelah tua berwarna merah.
Bunga : Majemuk, bentuk bintang, tangkai 5-11 cm, berwarna putih
kekuningan, kelopak bertaju lima, bagian pangkal menyatu berwarna
hijau, benang sari berjumlah lima, tangkai sari putih, kepala sari
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
coklat, mahkota bentuk tabung dengan ujung membesar dan
berwarna coklat muda.
Buah : Lonjong, keras, coklat muda.
Biji : Kecil, hitam.
Akar : Tunggang, coklat keputih-putihan.
2.2.4 Khasiat
Kulit batang Kina berkhasiat sebagai antimalaria, antipiretik, antiperiodik,
obat sakit perut, tonik, astringent, penambah nafsu makan (Grenish, 1920).
2.2.5 Kandungan Kimia
Kulit batang Kina mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol
(Sultoni, 1995), dan tanin (Grenish, 1920).
2.3 Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia
Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam
tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang
berisi kalsium karbonat (CaCO3). Saat ini kromatografi merupakan teknik
pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia
analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi,
lingkungan, industri, dan sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik
pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak
(mobile phase) (Ganjar & Rohman, 2007).
2.3.1 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan teknik analisis yang digunakan dalam
penentuan jumlah komponen yang terdapat pada suatu campuran senyawa,
pemisahan, dan pemurnian komponen senyawa tertentu dari campurannya. Pada
pemisahan kromatografi kolom, suatu pelarut pengelusi dialirkan secara kontinu
melewati kolom, kemudian komponen-komponen dari campuran senyawa yang
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dipisahkan akan keluar dari kolom, dikumpulkan, dan difraksinasi. Proses
elusinya dapat berupa elusi isokratik ataupun elusi gradien (Harvey, 2000).
Kromatografi kolom termasuk kromatografi serapan yang sering disebut
kromatografi elusi, karena senyawa yang akan terpisah terelusi dari kolom.
Pemisahan komponen campuran melalui kromatografi adsorpsi tergantung pada
kesetimbangan adsorpsi-desorpsi antara senyawa yang teradsorb pada permukaan
dari fase diam padatan dan pelarut dalam fase cair. Tingkat adsorpsi komponen
tergantung pada polaritas molekul, aktivitas adsorben, dan polaritas fase gerak
cair. Umumnya, senyawa dengan gugus fungsional lebih polar akan teradsorb
lebih kuat pada permukaan fase padatan. Aktivitas adsorben tergantung komposisi
kimianya, ukuran partikel, dan pori-pori partikel (Braithwaite & Smith, 1999).
Pelarut murni atau sistem pelarut tunggal dapat digunakan untuk
mengelusi semua komponen. Selain itu, sistem pelarut gradien juga digunakan.
Pada elusi gradien, polaritas sistem pelarut ditingkatkan secara perlahan dengan
meningkatkan konsentrasi pelarut ke yang lebih polar. Pemilihan pelarut eluen
tergantung pada jenis adsorben yang digunakan dan kemurnian senyawa yang
dipisahkan. Pelarut harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Keberadaan
pengganggu seperti air, alkohol, atau asam pada pelarut yang kurang polar akan
mengganggu aktivitas adsorben (Braithwaite & Smith, 1999).
2.3.2 KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang
mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat
plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai
bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik
(ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun
(descending).
Beberapa keuntungan dari kromatografi planar (Ganjar & Rohman, 2007):
1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau
dengan cara elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
Penggunaan umum KLT adalah untuk: menentukan banyaknya komponen
dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,
menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk
kromatografi kolom, serta untuk memantau kromatografi kolom, melakukan
screening sampel untuk obat (Ganjar & Rohman, 2007).
2.4 Antimikroba
Antimikroba merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba
yang merugikan manusia. Berdasarkan toksisitas selektif, ada antimikroba yang
bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas
bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas
bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal dengan kadar hambat
minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu
aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar
antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy, 2007).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima
kelompok (Setiabudy, 2007) :
1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda
dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus
mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk
kebutuhan hidupnya. Apabila antimikroba menang bersaing dengan PABA
untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog
asam folat yang nonfungsional. Akibatnya kehidupan mikroba akan terganggu.
2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Antimikroba menghambat reaksi dalam proses sintesis dinding sel.
Dikarenakan tekanan osmotik dalam sel mikroba lebih tinggi daripada diluar
sel, maka kerusakan dinding sel mikroba akan menyebabkan terjadinya lisis,
yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka.
3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba
Antimikroba dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat
pada fosfolipid membran sel mikroba. Antiseptik yang mengubah tegangan
permukaan (surface-active agents), dapat merusak permeabilitas selektif dari
membran sel mikroba. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya
berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam
nukleat, nukleotida dan lain-lain.
4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba
Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein.
Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA.
Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit, yang berdasarkan konstanta
sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada
sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribosom 70S.
Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara, diantaranya:
a. Antimikroba berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan
kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein.
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan non fungsional bagi
sel mikroba.
b. Antimikroba berikatan dengan ribososm 50S dan menghambat translokasi
kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida.
Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam
amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru.
c. Antimikroba berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya
kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.
d. Antimikroba berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat pengikatan
asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.
5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Antimikroba berikatan dengan enzim polimerasi-RNA (pada sub-unit)
sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Selain itu,
antimikroba juga menghambat enzim DNA girase pada kuman yang
fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral
hingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil.
2.5 Metode Skrining Antimikroba
Skrining dapat didefinisikan sebagai prosedur awal dalam menganalisis
ada atau tidak adanya suatu analit pada sampel yang dianalisis. Metode skrining
untuk deteksi aktivitas antimikroba pada produk alam terbagi menjadi tiga, yaitu
metode difusi, metode dilusi, dan bioautografi. Pada dasarnya metode skrining ini
merupakan pengukuran sederhana yang memberikan respon “ada/tidak”, cukup
sering digunakan, memberikan sensitivitas yang lebih tinggi daripada metode
lainnya. Selain itu metode-metode tersebut sederhana, murah, hemat waktu, dan
tidak memerlukan peralatan yang canggih. Metode deteksi ini dapat
dikombinasikan dengan kromatogafi lapis cair, seperti kromatografi lapis tipis,
kromatografi lapis tipis kinerja tinggi, dan kromatografi elektro planar (Choma &
Grzelak, 2010).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2. Klasifikasi metode skrining aktivitas antimikroba
(Choma & Grzelak, 2010)
2.5.1 Metode Difusi
Metode Difusi sering digunakan untuk uji antimikroba pada senyawa
murni, terutama untuk senyawa polar. Metode cakram secara resmi telah
digunakan untuk deteksi kuantitatif zat inhibitor pada susu di Amerika Serikat.
Dalam prosedur ini, cakram kertas saring (dengan diameter ± 6 mm), mengandung
senyawa uji, ditempatkan pada permukaan agar yang sebelumnya diinokulasi
dengan mikroorganisme uji. Agen antimikroba berdifusi ke dalam agar-agar dan
menghambat pertumbuhan mikroba uji tersebut. Cawan petri diinkubasi dan zona
inhibisi diukur (Choma & Grzelak, 2010).
Prosedur yang sama dilakukan dalam E-test, di mana garis-garis yang
digunakan sebagai pengganti cakram. Dalam metode silinder, stainless steel atau
porselen silinder dengan ukuran seragam (biasanya 8 mm x 6 mm × 10 mm)
ditempatkan pada permukaan agar yang diinokulasi dalam cawan petri, dan diisi
dengan sampel dan standar. Setelah inkubasi, silinder diambil dan zona inhibisi
diukur. Metode silinder adalah metode yang sering digunakan untuk deteksi
kuantitatif pada residu laktam. Untuk uji plat lubang, lubang berdiameter beberapa
milimeter dipotong di permukaan agar kemudian diinokulasi dan diisi dengan
Klasifikasi metode skrining aktivitas
antimikroba
Metode difusi
Cakram
Silinder
Uji plat lubang
Metode dilusi Dilusi agar
Cara tabung
Bioautografi
Kontak
Imersi/
Overlay
Langsung
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sampel. Larutan senyawa uji yang berdifusi kedalam media agar akan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Kemudian, zona inhibisi diukur
(Choma & Grzelak, 2010).
2.5.2 Metode dilusi
Keuntungan utama dari metode dilusi adalah dapat memperkirakan
konsentrasi senyawa uji dalam medium agar atau suspensi kaldu, hal ini biasanya
digunakan untuk penentuan nilai KHM (Paxton, 1991 dalam Choma & Grzelak,
2010). Metode dilusi ini dapat diaplikasikan pada ekstrak yang kompleks, zat
murni, sampel polar dan non polar. Dalam prosedur dilusi agar, berbagai
konsentrasi senyawa uji dicampur dengan agar nutrien. Plat agar diinokulasi
kemudian diinkubasi. Konsentrasi terendah dari senyawa antimikroba yang
menunjukkan nilai KHM yaitu pada saat tidak terdeteksinya pertumbuhan
mikroorganisme. Dalam uji tabung, berbagai konsentrasi senyawa uji dicampur
dengan suspensi bakteri dalam serangkaian tabung, konsentrasi terendah
menyebabkan penghambatan pertumbuhan mikroorganisme sesuai dengan nilai
MIC. Dalam uji mikrodilusi, mikroorganisme tumbuh dalam sumuran plat,
dengan penambahan berbagai konsentrasi senyawa uji. Pertumbuhan
mikroorganisme ditunjukkan oleh adanya kekeruhan dalam sumuran plat
(Otvos et al., 2007 dalam Choma & Grzelak, 2010).
2.5.3 Metode Bioautografi
Bioautografi merupakan teknik laboratorium yang digunakan untuk
mendeteksi zat yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan organisme uji dalam
campuran dan matriks yang kompleks. Metode ini menggabungkan penggunaan
teknik kromatografi lapis tipis dengan respon dari mikroorganisme yang diuji
berdasarkan aktivitas biologi dari suatu analit yang dapat berupa antibakteri,
antijamur, antitumor, antriprotozoa. (Choma, 2005).
Aplikasi dari metode bioautografi ini, diantaranya (Choma, 2005):
1. Mencari zat antibiotik, antijamur, antitumor, dan antiprotozoa baru dengan
mempelajari aktivitas biologis zat yang berasal dari tanaman, mikroorganisme,
atau kombinasi secara kimia.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Penelitian antibiotik dan senyawa biologis aktif lainnya dalam air limbah, air
minum, cairan tubuh, pakan, dan makanan.
3. Kontrol kualitas obat-obatan antibiotik.
4. Mencari senyawa antimikroba yang efektif melawan bakteri dan jamur patogen
pada tanaman.
5. Deteksi dan penentuan senyawa toksin (misalnya, aflatoksin) atau fototoksik
(misalnya, furokumarin).
Metode bioautografi dibedakan menjadi tiga, yaitu (Choma, 2005):
1. Bioautografi kontak
Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan plat KLT hasil elusi
senyawa yang akan diuji di atas media padat yang sudah diinokulasi dengan
mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditandai dengan adanya daerah
bening yang tidak ditumbuhi mikroba.
2. Bioautografi imersi atau bioautografi agar overlay
Pada bioautografi agar overlay, plat KLT hasil elusi senyawa yang akan
diuji dilapisi dengan agar yang masih cair yang sudah diinokulasi dengan
mikroba uji. Setelah agar mengeras, plat KLT diinkubasi dan diwarnai dengan
reagen warna tetrazolium. Penghambatan dapat dideteksi dengan terbentuknya
pita (band).
3. Bioautografi langsung
Bioautografi langsung dilakukan dengan menyemprotkan mikroba uji
pada plat KLT hasil elusi senyawa yang akan diuji atau dengan mencelupkan
plat KLT pada suspensi mikroba uji yang telah ditumbuhkan pada medium
kaldu yang cocok dan diinkubasi. Zona hambat yang terbentuk divisualisasikan
dengan menyemprot plat KLT dengan reagen warna tetrazolium.
Keuntungan metode bioautografi ini diantaranya, sifatnya yang efisien
untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak dapat
ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga
memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut (Pratiwi, 2008).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Bakteri Uji
2.6.1 Staphylococcus aureus
S. aureus ditemukan pertama kali oleh Koch tahun 1878. Aureus dalam
bahasa Yunani berarti “emas”, hal ini dikarenakan S. aureus memiliki pigmen
karotenoid berwarna kuning muda sampai jingga tua. S. aureus termasuk ke
dalam familia micrococcacea, merupakan bakteri Gram positif dan berbentuk
kokus dengan diameter 0,5-1,5 μm baik berpasangan maupun bergerombol.
Bakteri ini bersifat tidak motil, dapat hidup secara aerob dan anaerob fakultatif,
pertumbuhan paling cepat pada temperatur 37 0C. Pembentukan pigmen paling
baik pada bakteri ini adalah disuhu kamar, yaitu berkisar antara 20-25 0C, serta
memiliki pH optimum 7,0-7,5 (Pelczar & Chan, 1986).
S. aureus merupakan penyebab berbagai infeksi pada manusia dan hewan.
Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pneumonia (infeksi paru-paru),
osteomyelitis (infeksi pada tulang), sinusitis, tonsilitis (radang amandel), dan
abses (penimbunan nanah akibat infeksi bakteri), sedangkan pada hewan S. aureus
menyebabkan penyakit mastitis (pembengkakan payudara) pada sapi dan biri-biri,
pustular dermatitis (radang kulit) pada anjing, serta abses pada unggas (Todar,
2002).
2.6.2 Escherichia coli
E. coli merupakan bakteri penghuni usus besar manusia dan hewan tingkat
tinggi lainnya. E. coli adalah mikroflora normal dalam tubuh manusia dengan
menghasilkan bakteriosin sebagai pelindung terhadap terjadiya kolonisasi bakteri
patogen. Galur-galur tertentu dari E. coli dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan hewan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini antara lain
gastroenteritis, diare dan infeksi saluran urin (Pelczar & Chan, 1986).
E. coli termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae, merupakan bakteri
Gram negatif, bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini berbentuk batang pendek
dengan lebar kurang 1,1-1,5 μm dan panjang sekitar 2,0-6,0 μm. Nilai pH
optimumnya 7,0-7,5 dan suhu optimum 37 0C dengan kisaran suhu pertumbuhan
10-40 0C (Holt et al., 1994).
15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia, Pusat Penelitian
Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong. Waktu
pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan April sampai dengan Agustus 2013.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: autoklaf
(Hiclave HVE 5.0 Hirayama), Lamina Air Flow (LAF), UV cabinet (Camag),
cawan petri, kawat ose, lampu bunsen, pipet tetes, pipet mikro, tip, pipa kapiler,
pinset, spatel, hot plate (Cimarec 2), shaker incubator, erlenmeyer (Pyrex),
vacuum rotary evaporator (Eyela SB-1000), labu evaporator (Pyrex), chamber,
kolom kromatografi, micropipet Effendorf Referance 200 μL, 96 well microtiter
plate, vial, spreader, corong pisah, dan mikroskop cahaya (Nikon).
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: isolat murni
jamur endofit yang diisolasi dari bagian daun (1 isolat), tangkai daun (6 isolat),
dan bunga (3 isolat) tanaman Kina (Cinchona pubescens Vahl.) koleksi
Laboratorium Mikrobiologi Puslit Biologi LIPI Cibinong (Tabel 3.1). Bahan
lainnya meliputi bakteri uji Staphylococcus aureus LIPIMC 114 dan Escherichia
coli LIPIMC 186 (koleksi Laboratorium Mikrobiologi Puslit Biologi LIPI
Cibinong), media PDA (Potato Dextrose Agar - Difco TM), PDB (Potato Dextrose
Broth – Difco TM), GYP (Glucose Yeast extract Peptone), MHA (Mueller Hinton
Agar - Criterion), MHB (Mueller Hinton Broth – Criterion), NA (Nutrient Agar –
Criterion), BHI (Brain Heart Infusion-BBL TM), silika gel GF 254, silika gel 70-
230 mesh (Merck), Seasand (Merck), pelarut kimia etil asetat, aseton, kloroform,
diklorometan, metanol, etanol, n-heksana, aquadest, dimetil sulfoksida (DMSO),
pereaksi penampak noda serium sulfat, pereaksi Dragendorff, pereaksi warna INT
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2-(4-Iodofenil)-3-(4-nitrofenil)-5-fenil-2H-tetrazolium klorida), trypan blue,
crystal violet, safranin, larutan lugol, antibiotik kloramfenikol dan eritromisin.
Tabel 3.1 Data isolat jamur endofit dari tanaman Kina
(Cinchona pubescens Vahl.)
No Kode Isolat Asal Isolat
1 5-1-8-5 Daun
2 1-2-5-3 Tangkai daun
3 2-2-6-4 Tangkai daun
4 3-2-10-2 Tangkai daun
5 2-3-4-2 Bunga
6 3-3-4-2 Bunga
7 1-2-4-4 Tangkai daun
8 1-2-6-3 Tangkai daun
9 3-2-1-2 Tangkai daun
10 1-3-1-1 Bunga
3.3 Tahapan Penelitian
3.3.1 Skrining aktivitas antibakteri jamur endofit dari tanaman Kina (Cinchona
pubescens Vahl.)
3.3.2 Scaling up jamur endofit yang paling aktif sebagai antibakteri
3.3.3 Fraksinasi dan purifikasi metabolit bioaktif antibakteri
3.3.4 Penentuan nilai KHM (Kadar Hambat Minimum)
3.3.5 Identifikasi secara makroskopik dan mikroskopik jamur endofit yang
paling aktif sebagai antibakteri
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Skrining Aktivitas Antibakteri Jamur Endofit dari Tanaman Kina
(Cinchona pubescens Vahl.)
3.4.1.1 Kultivasi Jamur Endofit
Proses kultivasi dilakukan terhadap 10 isolat murni jamur endofit yang
diisolasi dari bagian daun, tangkai daun, dan bunga tanaman Kina yang dibagi
menjadi 2 tahap kultivasi: kultivasi pertama dilakukan terhadap 6 isolat jamur
(isolat no. 1-6) dan kultivasi kedua dilakukan terhadap 4 isolat jamur (isolat no.
7-10). Setiap isolat diambil sebanyak 1 ose dari stock culture pada medium PDA
(Potato Dextrose Agar) miring dan diinokulasikan pada masing-masing 40 mL
medium PDB (Potato Dextrose Broth) dan GYP (Glucose Yeast extract Peptone)
yang sudah steril, proses inokulasi ini dilakukan secara steril di dalam laminar air
flow. Proses kultivasi jamur dilakukan selama 3 minggu pada suhu ruang.
3.4.1.2 Ekstraksi Kultur Jamur Endofit
Sebanyak 6 kultur jamur endofit (isolat no. 1-6) yang sudah dikultivasi
tahap pertama pada medium PDB dan GYP diekstraksi dengan pelarut etil
asetat:metanol (4:1), sedangkan untuk 4 kultur jamur (isolat no. 7-10) yang
dikultivasi tahap kedua pada medium PDB dan GYP diekstraksi dengan etil
asetat:metanol (4:1) dan fraksi airnya diekstraksi lagi dengan kloroform. Jumlah
pelarut yang digunakan pada masing-masing ekstraksi sebanyak 40 mL yaitu 1:1
dengan jumlah medium kultur jamur. Proses ekstraksi dilakukan menggunakan
corong pisah sebanyak tiga kali. Untuk ekstraksi dengan pelarut etil
asetat:metanol (4:1) diambil lapisan atas (fraksi etil asetat:metanol), sedangkan
untuk ekstraksi dengan pelarut kloroform diambil lapisan bawah (fraksi
kloroform). Masing-masing fraksi dipisahkan dan dipekatkan dengan vacuum
rotary evaporator. Ekstrak pekat yang didapat dari masing-masing fraksi
ditimbang dan dilarutkan dengan metanol dalam jumlah tertentu sehingga masing-
masing ekstrak diperoleh konsentrasi 10 mg/mL. Selanjutnya dilakukan uji KLT
dengan menggunakan fase gerak diklorometan:metanol (7:1) dan hasilnya diamati
dibawah sinar UV 254 nm dan UV 366 nm serta disemprot dengan pereaksi
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penampak noda serium sulfat untuk skrining metabolit sekunder dan pereaksi
Dragendorff untuk skrining senyawa alkaloid.
3.4.1.3 Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Bioautografi
a) Identifikasi Bakteri Uji dengan Pewarnaan Gram
Identifikasi bakteri uji dengan pewarnaan Gram ini dilakukan berdasarkan
panduan Alexander et al., (2004) dengan cara:
1. Kaca objek dibersihkan dengan alkohol 70% dan dikeringkan.
2. Aquadest steril diteteskan pada kaca objek kemudian diinokulasikan bakteri
uji menggunakan ose dan difiksasi diatas api bunsen.
3. Diteteskan crystal violet, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicuci
dengan air selama 5 detik.
4. Diteteskan dengan larutan lugol, didiamkan selama 1 menit, kemudian
dicuci dengan air selama 5 detik.
5. Dihilangkan warnanya dengan alkohol 95% selama 15-30 detik, kemudian
dicuci dengan air selama 5 detik.
6. Diteteskan zat warna safranin dan didiamkan selama 1 menit, kemudian
dicuci dengan air selama 5 detik..
7. Preparat difiksasi diatas api bunsen dan diamati dengan mikroskop cahaya
dengan skala perbesaran 400x dan 4000x.
b) Persiapan Suspensi Bakteri
Stok bakteri uji S. aureus dan E. coli yang telah diremajakan pada medium
NA (nutrient Agar) miring diambil 1 ose, lalu disuspensikan dalam 20 mL
medium BHI (Brain Heart Infusion), kemudian diinkubasi dalam shaker
incubator dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 37 0C selama 18 jam.
c) Persiapan Sampel Uji
Semua sampel dibuat konsentrasi menjadi 10 mg/mL, kemudian sebanyak
10 µL dari masing-masing sampel ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada
plat KLT. Sebagai kontrol positif digunakan antibiotik kloramfenikol dengan
konsentrasi 1 mg/mL dan kontrol negatif medium PDB, GYP, dan pelarut
metanol.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d) Uji Bioautografi
Plat KLT yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam suspensi bakteri
uji dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam, kemudian disemprot dengan
pereaksi warna INT (4 mg/mL) dan diinkubasi selama 1 jam. Keberadaan
aktivitas antibakteri ditentukan dengan terbentuknya zona hambat yang tampak
karena penyemprotan INT yang dikonversikan terhadap warna formazan pada
mikroorganisme hidup.
3.4.2 Scaling up Jamur Endofit yang Paling Aktif sebagai Antibakteri pada
Medium PDB
3.4.2.1 Pembuatan Medium Kultivasi
Medium PDB dibuat sebanyak 2 Liter dengan komposisi 24 gram PDB
dalam 1 Liter aquadest. Setelah semua komponennya larut, medium dibagi ke
dalam 4 erlenmeyer berukuran 2 Liter yang masing-masingnya diisi 500 mL.
Medium tersebut disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 0C.
3.4.2.2 Kultivasi Jamur Endofit
Berdasarkan hasil skrining antibakteri, ekstrak kultur jamur yang paling
aktif sebagai antibakteri yaitu ekstrak kloroform dari isolat jamur endofit no. 10
(isolat 1-3-1-1) yang dikultivasi pada medium PDB. Isolat yang telah diregenerasi
pada medium PDA diambil sebanyak ±3 ose dan diinokulasikan ke dalam 4x500
mL medium PDB yang sudah steril. Proses inokulasi ini dilakukan secara steril
dalam laminar air flow. Setelah itu, kultur jamur endofit diinkubasi pada suhu
ruang selama 3 minggu.
3.4.2.3 Ekstraksi Kultur Jamur Endofit Hasil Scaling Up
Hasil kultivasi jamur endofit no.10 (isolat 1-3-1-1) dipisahkan antara
medium dan biomassanya dengan cara disaring. Medium diekstraksi dengan
pelarut kloroform sebanyak 2 Liter dengan perbandingan 1:1 terhadap jumlah
medium, sedangkan untuk biomassa dimaserasi terlebih dahulu dengan aseton
3x24 jam, diuapkan asetonnya menggunakan vacuum rotary evaporator sehingga
didapat fraksi air yang kemudian diekstraksi dengan pelarut kloroform dengan
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
perbandingan 1:1 terhadap jumlah fraksi airnya. Proses ekstraksi ini dilakukan
secara berulang sebanyak 3 kali. Lapisan bawah yang merupakan fraksi kloroform
dari medium dan biomassa jamur dipisahkan dan dipekatkan dengan vacuum
rotary evaporator. Ekstrak pekat yang didapat dilarutkan dengan metanol dan
dilakukan uji KLT dengan menggunakan fase gerak diklorometan:metanol (15:1)
dan hasilnya diamati dibawah sinar UV 254 nm dan UV 366 nm serta disemprot
dengan pereaksi penampak noda serium sulfat.
3.4.2.4 Uji KLT-Bioautografi Ekstrak Jamur Endofit Hasil Scaling Up
Berdasarkan proses ekstraksi pada kultur jamur endofit no. 10 (isolat
1-3-1-1) hasil scaling up, didapat 2 ekstrak sampel yaitu: ekstrak kloroform
medium jamur dan ekstrak kloroform biomassa jamur. Ekstrak tersebut dibuat
konsentrasi menjadi 10 mg/mL, kemudian sebanyak 10 µL dari masing-masing
ekstrak ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada plat KLT dan dielusi
menggunakan pelarut diklorometan:metanol (15:1). Setelah itu, plat KLT
dicelupkan kedalam suspensi bakteri uji dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama
18 jam. Plat KLT yang telah diinkubasi disemprot dengan reagensia pewarna INT
(4 mg/mL) dan diinkubasi selama 1-2 jam. Selanjutnya dilakukan penghitungan
nilai Rf (Retardation factor) terhadap senyawa yang memiliki aktivitas
antibakteri. Keberadaan aktivitas antibakteri ditentukan dengan terbentuknya zona
hambat yang tampak karena penyemprotan INT yang dikonversikan terhadap
warna formazan pada mikroorganisme hidup.
3.4.3 Fraksinasi dan Purifikasi Metabolit Bioaktif Antibakteri
Berdasarkan hasil pengamatan uji KLT-bioautografi, selanjutnya
dilakukan fraksinasi dan purifikasi metabolit bioaktif dari ekstrak kloroform
biomassa jamur (161,7 mg) dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam
silika gel 70-230 mesh dan fase gerak kloroform:metanol (30:1). Fase diam
disuspensikan kedalam fase gerak (eluen) kemudian dimasukkan secara perlahan
melalui corong ke dalam kolom yang telah diisi kapas dan seasand di bagian
bawah kolom. Untuk penyempurnaan proses pemisahan, fase diam dipadatkan
dengan cara menurunkan fase gerak serta dinding kolom diketok-ketok secara
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
perlahan. Setelah padat, ekstrak pekat yang telah dilarutkan dengan eluen
dimasukkan ke dalam kolom menggunakan pipet tetes, lalu dielusi dengan eluen
yang telah ditentukan sebelumnya dengan KLT. Fraksi yang keluar ditampung
dalam tabung reaksi dan dimonitor dengan KLT menggunakan eluen
diklorometan:metanol (15:1). Selanjutnya, fraksi-fraksi yang memiliki pola
kromatogram yang sama digabung menjadi satu fraksi sehingga didapatkan
8 fraksi dan dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator.
Fraksi 3 (10,4 mg) yang masih menunjukkan beberapa noda, difraksinasi
kembali dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 70-230
mesh dan fase gerak n-heksana:etil asetat (3:1). Fraksi yang keluar ditampung
dalam tabung reaksi dan dimonitor dengan KLT menggunakan eluen
n-heksana:etil asetat (2:1). Selanjutnya, fraksi-fraksi yang memiliki pola
kromatogram yang sama digabung menjadi satu fraksi sehingga didapatkan
6 fraksi dan dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator.
3.4.4 Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum)
3.4.4.1 Persiapan Medium
Medium yang digunakan yaitu medium MHB (Mueller Hinton Broth)
untuk pertumbuhan bakteri uji dan medium MHA (Mueller Hinton Agar) untuk
perhitungan jumlah koloni bakteri uji.
a) Medium MHB dibuat dengan komposisi: medium MHB 1 dibuat dengan
melarutkan 21 g MHB dalam 1 Liter aquadest dan medium MHB 2 dibuat
dengan komposisi 2x medium MHB 1 (42 g MHB dalam 1 Liter aquadest).
Setelah larut, medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15
menit.
b) Medium MHA dibuat dengan melarutkan 38 gram MHA dalam 1 Liter
aquadest. Setelah larut, medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 0C
selama 15 menit. Setelah itu, medium dituang dalam beberapa cawan petri
steril dan dibiarkan memadat.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4.2 Persiapan Larutan Uji
Larutan uji yang digunakan yaitu fraksi 3e. Larutan uji dibuat konsentrasi
512 µg/mL dengan menggunakan pelarut DMSO 30%. Fraksi 3e (1,4 mg)
dilarutkan dalam 1,4 mL metanol, kemudian dipipet sebanyak 512 µL ke dalam
vial dan dikeringkan dengan nitrogen. Setelah itu, dilarutkan dengan pelarut
DMSO 30% (DMSO 300 µL dan aquabidest 700 µL).
3.4.4.3 Persiapan Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan yaitu S. aureus dan E. coli.
Persiapan bakteri uji terdiri dari:
a) Pembuatan suspensi bakteri
Sebanyak 1 ose isolat bakteri diinokulasikan ke dalam 20 mL medium
MHB. Kemudian diinkubasi dalam shaker incubator dengan kecepatan 100
rpm pada suhu 37 0C selama 18 jam.
b) Pengenceran suspensi bakteri
Suspensi bakteri uji diencerkan untuk mempermudah perhitungan koloni,
yaitu dengan cara dipipet 50 µL suspensi bakteri ke dalam 4.950 µL aquadest
steril sehingga didapat pengenceran 10-2, dari suspensi bakteri pengenceran
10-2 dipipet 50 µL ke dalam 4.950 µL aquadest steril sehingga didapat
pengenceran 10-4. Suspensi tersebut diencerkan lagi dengan cara yang sama
hingga didapat suspensi dengan pengenceran 10-6, 10-8, dan 10-10 .
c) Perhitungan jumlah koloni bakteri
Suspensi dengan faktor pengenceran 10-6, 10-8, dan 10-10, diinokulasikan
sebanyak 100 µL kedalam medium MHA, disebarkan menggunakan spreader.
Kemudian diinkubasi dalam incubator pada suhu 37 0C selama 18 jam. Koloni
bakteri yang muncul dihitung (Lampiran 5).
Jumlah koloni bakteri =
Koloni yang muncul x faktor pengenceran
Volume yang dipipet
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d) Pengenceran bakteri untuk uji KHM
Stok bakteri yang digunakan untuk uji KHM dibuat dengan cara
mengencerkan suspensi bakteri awal menjadi 105 CFU/mL berdasarkan hasil
dari perhitungan jumlah koloni bakteri yang digunakan (Lampiran 5).
3.4.4.4 Pengenceran Larutan Uji
Pengenceran larutan uji dari konsentrasi 512 µg/mL menjadi 128 µg/mL,
64 µg/mL, 32 µg/mL, 16 µg/mL, 8 µg/mL, 4 µg/mL, dan 1 µg/mL menggunakan
96 well microtiter plate dengan komposisi sebagai berikut:
a) Sumur A1-A9 diisi dengan 100 µL medium MHB 2.
b) Sumur B1-H9 diisi dengan 100 µL medium MHB 1.
c) Sumur A1-A3 diisi dengan 100 µL sampel uji.
d) Sumur A4-A6 diisi dengan 100 µL eritromisin (antibiotic control).
e) Sumur A7-A9 diisi dengan 100 µL kloramfenikol (antibiotic control).
f) Dari sumur A1-A9 masing-masing diambil 100 µL dan dimasukkan dalam
sumur B1-B9, begitu seterusnya sampai sumur H1-H9. Pada sumur H1-H9
diambil 100 µL dan dibuang.
g) Sumur A10 diisi 200 µL dengan medium MHB 2 (sterility control).
h) Sumur B10 diisi 200 µL dengan medium MHB 1 (sterility control).
i) Sumur C10-D10 diisi 100 µL dengan medium MHB 1 (growth control).
j) Sumur E10-F10 diisi 100 µL dengan medium MHB 2 dan 100 µL DMSO 30%
dan dibuang 100 µL (solvent control).
k) Sumur G10-H10 diisi 100 µL dengan medium MHB 2 dan 100 µL etanol 30%
dan dibuang 100 µL (solvent control).
l) Masing-masing sumur ditambah dengan bakteri uji 100 µL kecuali sumur
untuk sterilitiy control.
3.4.4.5 Inkubasi Microtiter Plate yang Berisi Sampel Uji
Microtiter plate yang berisi sampel uji diinkubasi dalam incubator pada
suhu 37 0C selama 18 jam.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4.6 Penentuan Nilai KHM
Nilai KHM ditetapkan secara visual sebagai kadar larutan uji antibakteri
terendah yang terlihat bening setelah penambahan reagensia pewarna INT
(4 mg/mL) tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji.
3.4.5 Identifikasi Secara Makroskopis dan Mikroskopis Jamur Endofit
yang Paling Aktif sebagai Antibakteri (Isolat 1-3-1-1)
Identifikasi dilakukan berdasarkan panduan Gandjar et al. (1999) dengan
mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun
mikroskopis. Secara makroskopis karakter yang diamati meliputi: warna dan
permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, garis-
garis radial dan konsentris, warna balik koloni (reverse color), dan tetes eksudat.
Pengamatan secara mikroskopis meliputi: ada tidaknya septat pada hifa,
pigmentasi hifa, dan bentuk spora.
Identifikasi secara mikroskopik dilakukan dengan cara:
a) Membersihkan kaca objek dan kaca penutup dengan alkohol 70%.
b) Meletakkan setetes zat pewarna trypan blue di tengah kaca objek.
c) Mengambil sedikit hifa jamur dengan jarum preparat dan diletakkan pada
tetesean zat pewarna trypan blue dalam kaca objek dan ditutup dengan kaca
penutup secara hati-hati.
d) Preparat diamati di bawah mikroskop cahaya dengan skala perbesaran 1000x.
25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Skrining Aktivitas Antibakteri Jamur Endofit Tanaman Kina
(Cinchona pubescens Vahl.)
Skrining aktivitas antibakteri jamur endofit ini dilakukan terhadap 10
isolat murni jamur endofit yang diisolasi dari bagian daun (1 isolat), tangkai daun
(6 isolat), dan bunga (3 isolat) tanaman Kina (Cinchona pubescens Vahl.),
masing-masing isolat dikultivasi pada 40 mL medium PDB dan GYP yang
merupakan medium umum untuk pertumbuhan jamur dan dilakukan pada suhu
ruang selama 3 minggu. Proses kultivasi ini dibagi menjadi 2 tahap: kultivasi
tahap pertama dilakukan terhadap 6 isolat jamur (isolat no. 1-6) dan kultivasi
tahap kedua dilakukan terhadap 4 isolat jamur (isolat no. 7-10).
Sebanyak 12 kultur jamur yang telah dikultivasi pada tahap pertama
diekstraksi secara partisi menggunakan corong pisah dengan pelarut etil
asetat:metanol (4:1) sebanyak 3x40 mL. Pelarut etil asetat:metanol (4:1)
merupakan pelarut dengan tingkat kepolaran tertinggi yang dapat memisah
dengan air, sehingga diharapkan pelarut yang digunakan dapat mengekstraksi
senyawa sebanyak mungkin. Dari proses ekstraksi ini diperoleh 12 ekstrak kultur
jamur yang kemudian ditimbang dan dibuat konsentrasi 10 mg/mL dengan cara
melarutkannya dalam metanol dengan jumlah tertentu sesuai dengan masing-
masing bobot ekstrak pekat yang diperoleh. Data bobot masing-masing ekstrak
yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Masing-masing ekstrak diidentifikasi dengan KLT, sebagai proses awal
digunakan eluen diklorometan:metanol (7:1), diamati dibawah sinar UV 254 nm
dan UV 366 nm dan disemprot dengan penampak noda serium sulfat yang
bertujuan untuk melihat adanya metabolit sekunder dari masing-masing ekstrak.
Pada plat KLT yang berbeda, dilakukan juga identifikasi terhadap masing-masing
ekstrak dengan menggunakan pereaksi Dragendorff yang bertujuan untuk
mendeteksi adanya senyawa alkaloid yang biasanya terdapat pada tanaman Kina.
Profil KLT dari 12 ekstrak yang disemprot dengan penampak noda serium sulfat
dan pereaksi Dragendorff dapat dilihat pada Gambar 4.1
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.1 Profil KLT dari 12 ekstrak yang disemprot dengan penampak noda
serium sulfat dan pereaksi Dragendorff
Eluen : diklorometan:metanol (7:1)
Keterangan :
(a) Ekstrak etil asetat:metanol (4:1) kultur jamur yang dikultivasi pada
medium PDB yang disemprot dengan penampak noda serium sulfat.
(b) Ekstrak etil asetat:metanol (4:1) kultur jamur yang dikultivasi pada
medium PDB yang disemprot dengan pereaksi Dragendorff.
(c) Ekstrak etil asetat:metanol (4:1) kultur jamur yang dikultivasi pada
medium GYP yang disemprot dengan penampak noda serium sulfat.
(d) Ekstrak etil asetat:metanol (4:1) kultur jamur yang dikultivasi pada
medium GYP yang disemprot dengan pereaksi Dragendorff.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan profil KLT yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 dengan
penyemprotan penampak noda serium sulfat dapat diketahui bahwa pada 12
ekstrak etil asetat:metanol (4:1) kultur jamur mengandung beberapa senyawa
kimia yang merupakan hasil bioproduksi metabolit sekunder hasil kultivasi tahap
pertama dari 6 isolat jamur pada 2 medium yaitu medium PDB dan GYP.
Sedangkan, hasil identifikasi dengan pereaksi Dragendorff menunjukkan tidak
terdapatnya senyawa alkaloid (munculnya noda warna jingga) pada 12 ekstrak
kultur jamur tersebut.
Selain itu, digunakan juga kontrol medium PDB dan GYP yang diekstrak
dengan cara yang sama yang menunjukkan tidak adanya spot pada hasil uji KLT.
Hal ini dikarenakan tidak terjadinya bioproduksi metabolit sekunder pada medium
PDB dan GYP tanpa kultur jamur.
Kultivasi tahap kedua dilakukan terhadap 4 isolat jamur (isolat no. 7-10)
yang kemudian diekstraksi secara partisi menggunakan corong pisah dengan
pelarut etil asetat:metanol (4:1) sebanyak 3x40 mL. Dari hasil ekstraksi diperoleh
2 fraksi yaitu fraksi etil asetat:metanol (lapisan atas) yang kemudian dipekatkan
menggunakan vacuum rotary evaporator dan fraksi air (lapisan bawah) yang
kemudian diekstraksi kembali dengan pelarut klroform sebanyak 3x40 mL. Proses
ekstraksi dengan menggunakan pelarut kloroform ini bertujuan untuk
mengekstraksi senyawa alkaloid yang biasanya terdapat pada tanaman Kina.
Selain itu, senyawa alkaloid juga termasuk ke dalam senyawa antimikroba yang
telah diisolasi dari jamur endofit (Yu et al., 2010). Pemilihan pelarut kloroform
ini berdasarkan pada daya larutnya yang tinggi untuk melarutkan senyawa
alkaloid (Sarker et al.,2005). Dari proses ekstraksi ini diperoleh 16 ekstrak kultur
jamur yang kemudian ditimbang dan dibuat konsentrasi 10 mg/mL dengan cara
melarutkannya dalam metanol dengan jumlah tertentu sesuai dengan masing-
masing bobot ekstrak pekat yang diperoleh. Data bobot masing-masing ekstrak
yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Data bobot ekstrak kultur jamur endofit
No Kode
Isolat
Bobot Ekstrak Jamur (mg)
Medium PDB
Bobot Ekstrak Jamur (mg)
Medium GYP
Ekstrak Etil
Asetat:MetOH
(4:1)
Ekstrak
Kloroform
Ekstrak Etil
Asetat:MetOH
(4:1)
Ekstrak
Kloroform
1 5-1-8-5 25,0 - 12,5 -
2 1-2-5-3 20,2 - 14,8 -
3 2-2-6-4 23,0 - 16,5 -
4 3-2-10-2 13,1 - 10,0 -
5 2-3-4-2 10,2 - 15,9 -
6 3-3-4-2 20,2 - 29,2 -
7 1-2-4-4 126,8 1,9 35,2 5,3
8 1-2-6-3 86,3 2,0 31,1 5,5
9 3-2-1-2 21,4 1,1 13,2 0,9
10 1-3-1-1 31,2 1,0 93,2 7,1
Keterangan : (-) Tidak dilakukan
Masing-masing ekstrak diidentifikasi dengan KLT, sebagai proses awal
digunakan eluen diklorometan:metanol (7:1), diamati dibawah sinar UV 254 nm
dan UV 366 nm dan disemprot dengan penampak noda serium sulfat yang
bertujuan untuk melihat adanya metabolit sekunder dari masing-masing ekstrak.
Pada plat KLT yang berbeda, dilakukan juga identifikasi terhadap masing-masing
ekstrak dengan menggunakan pereaksi Dragendorff yang bertujuan untuk
mendeteksi adanya senyawa alkaloid. Profil KLT dari 16 ekstrak yang disemprot
dengan penampak noda serium sulfat dan pereaksi Dragendorff dapat dilihat pada
Gambar 4.2
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g) (h)
Gambar 4.2 Profil KLT dari 16 ekstrak yang disemprot dengan penampak noda
serium sulfat dan pereaksi Dragendorff
Eluen : diklorometan:metanol (7:1)
Keterangan:
(a) Ekstrak etil asetat:metanol (4:1) kultur jamur pada medium PDB yang
disemprot dengan penampak noda serium sulfat
(b) Ekstrak etil asetat:metanol (4:1) kultur jamur pada medium PDB yang
disemprot dengan pereaksi Dragendorff
(c) Ekstrak kloroform kultur jamur pada medium PDB yang disemprot
dengan penampak noda serium sulfat
(d) Ekstrak kloroform kultur jamur pada medium PDB yang disemprot
dengan pereaksi Dragendorff
(e) Ekstrak etil asetat:metanol (4:1) kultur jamur pada medium GYP yang
disemprot dengan penampak noda serium sulfat
(f) Ekstrak etil asetat:metanol (4:1) kultur jamur pada medium GYP yang
disemprot dengan pereaksi Dragendorff
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(g) Ekstrak kloroform kultur jamur pada medium GYP yang disemprot
dengan penampak noda serium sulfat
(h) Ekstrak kloroform kultur jamur pada medium GYP yang disemprot
dengan pereaksi Dragendorff
Berdasarkan profil KLT yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 dengan
penyemprotan penampak noda serium sulfat dapat diketahui bahwa pada 8 ekstrak
etil asetat:metanol (4:1) dan 8 ekstrak kloroform kultur jamur mengandung
beberapa senyawa kimia yang merupakan hasil bioproduksi metabolit sekunder
hasil kultivasi tahap kedua dari 4 isolat jamur pada 2 medium yaitu medium PDB
dan GYP. Hasil identifikasi dengan pereaksi Dragendorff menunjukkan bahwa
pada ekstrak kloroform no. 10 (d), 7 (h), 8 (h), 9 (h), dan 10 (h) menunjukkan
adanya senyawa alkaloid (munculnya noda warna jingga).
Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri pada masing-masing ekstrak
maka dilakukan uji bioautografi. Uji bioautografi ini merupakan suatu metode
yang menggabungkan penggunaan teknik kromatografi lapis tipis dengan respon
dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi dari suatu analit
yang dapat berupa antibakteri, antijamur, antitumor, antriprotozoa (Choma, 2005).
Keuntungan metode bioautografi ini yaitu sifatnya yang efisien untuk mendeteksi
adanya senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun
berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk
mengisolasi senyawa aktif tersebut (Pratiwi, 2008).
Dalam uji aktivitas antibakteri ini digunakan 2 bakteri uji, yaitu bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli yang telah diidentifikasi
secara mikroskopis dengan metode pewarnaan Gram. Gambar hasil identifikasi
dapat dilihat pada Lampiran 6. S. aureus merupakan bakteri Gram positif
berbentuk kokus (bulat) yang merupakan penyebab berbagai infeksi pada manusia
dan hewan (Pelczar & Chan, 1986; Todar, 2002). Sedangkan E. coli merupakan
bakteri Gram negatif berbentuk basil (batang) yang merupakan mikroflora normal
dalam tubuh manusia akan tetapi pada galur-galur tertentu dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan hewan (Pelczar & Chan, 1986; Holt et al., 1994).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji aktivitas antibakteri ini menggunakan metode bioautografi langsung,
dimana plat KLT yang telah ditotolkan dengan 10 µL dari masing-masing ekstrak
yang memiliki konsentrasi 10 mg/mL, dicelupkan kedalam suspensi bakteri uji.
Setelah diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam, plat KLT disemprot dengan
reagen warna INT secara merata yang bertujuan untuk mewarnai adanya bakteri
yang masih hidup. Hal ini terjadi karena adanya reaksi enzimatik yang mengubah
garam tetrazolium menjadi formazan yang berwarna merah, sehingga akan
dihasilkan zona hambat yang tidak berwarna jika spot ekstrak bersifat aktif
sebagai antibakteri.
Gambar 4.3 Reaksi garam tetrazolium (kuning) menjadi formazan (merah)
(Senoz, 2012)
Hasil identifikasi terhadap aktivitas antibakteri dari 28 ekstrak kultur jamur
dengan bakteri uji S. aureus dan E. coli dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan
Gambar 4.5.
Garam Tetrazolium Formazan
H+
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(a) (b)
(e)
Gambar 4.4 Hasil uji bioautografi ekstrak kultur jamur dengan bakteri uji
S. aureus
(a) (b)
(e)
Gambar 4.5 Hasil uji bioautografi ekstrak kultur jamur dengan bakteri uji E. coli
Keterangan:
(a) Ekstrak etil asetat kultur jamur pada medium PDB
(b) Ekstrak etil asetat kultur jamur pada medium GYP
(c) Ekstrak kloroform kultur jamur pada medium PDB
(d) Ekstrak kloroform kultur jamur pada medium GYP
(c)
(d)
(d)
(c)
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(e) Kontrol positif antibiotik kloramfenikol 5 µg (kiri) dan 10 µg (kanan)
Dari hasil uji bioautografi ini, dapat diketahui bahwa ekstrak kultur jamur
endofit yang memiliki aktivitas antibakteri yaitu ekstrak no. 9 (isolat 3-2-1-2) dan
no. 10 (isolat 1-3-1-1) yang dikultivasi pada medium PDB dan diekstraksi dengan
pelarut kloroform. Diameter zona hambat ekstrak no. 10 (S. aureus : 0,9 cm dan
E. coli : 0,8) lebih besar daripada ekstrak no. 9 (S. aureus : 0,6 cm dan E. coli : 0,6
cm), sehingga dapat dikatakan bahwa jamur endofit no. 10 memiliki aktivitas
antibakteri lebih besar daripada jamur endofit no. 9. Selanjutnya dilakukan scaling
up terhadap kultur jamur endofit no. 10 pada medium PDB.
4.2 Scaling Up Jamur Endofit No. 10 (Isolat 1-3-1-1) pada Medium PDB
Berdasarkan hasil skrining, diketahui bahwa ekstrak kloroform kultur
jamur endofit no. 10 yang dikultivasi pada medium PDB memiliki aktivitas
sebagai antibakteri yang paling besar terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coli.
Maka, dilakukan scaling up terhadap kultur jamur endofit no. 10 agar metabolit
bioaktif yang diperoleh lebih banyak dan mencukupi untuk dilakukan uji
selanjutnya. Proses scaling up ini dilakukan pada medium PDB sebanyak 2 liter
dengan masa kultivasi selama 3 minggu.
Kultur jamur endofit hasil scaling up diekstraksi secara ekstrasel dan
intarsel yaitu dengan cara memisahkan antara medium dengan biomassanya
dengan cara disaring. Medium diekstraksi dengan pelarut kloroform, sedangkan
untuk biomassa dilakukan maserasi dengan aseton sebanyak 3x24 jam. Hasil
maserasi diekstraksi dengan kloroform. Semua proses ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan pelarut sebanyak 1:1 terhadap fraksi air kultur jamur dan dilakukan
sebanyak 3 kali. Hal ini bertujuan agar diperoleh ekstrak sebanyak mungkin.
Masing-masing fraksi yang didapat dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator.
Selanjutnya dilakukan uji KLT-bioautografi pada ekstrak kloroform
medium jamur dan ekstrak kloroform biomassa jamur dengan konsentrasi masing-
masing ekstrak 10 mg/mL yang ditotolkan pada plat KLT sebanyak 10 µL dengan
pipa kapiler, dikembangkan dengan eluen diklorometan:metanol (15:1) yang
bertujuan untuk mengetahui nilai Rf dari senyawa yang aktif sebagai antibakteri.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Profil KLT-bioautografi ekstrak kultur jamur endofit no.10 hasil scaling up dapat
dilihat pada Gambar 4.6.
(a) (b) (c)
Gambar 4.6 Profil KLT-bioautografi ekstrak kultur jamur no. 10 (isolat 1-3-1-1)
hasil scaling up
Eluen diklorometan:metanol (15:1)
Keterangan :
(a) Hasil uji bioautografi ekstrak kultur jamur no.10 dengan bakteri uji
S. aureus
(b) Hasil uji bioautografi ekstrak kultur jamur no. 10 dengan bakteri uji E. coli
(c) Hasil uji KLT ekstrak kultur jamur no. 10 yang disemprot dengan pereaksi
penampak noda serium sulfat
MC : Ekstrak kloroform medium jamur no.10
BC : Ekstrak kloroform biomassa jamur no.10
Berdasarkan hasil uji KLT-bioautografi pada kedua ekstrak, dapat
diketahui bahwa zona hambat pada spot ekstrak kloroform biomassa jamur lebih
besar daripada ekstrak kloroform medium jamur. Zona hambat yang terlihat pada
ekstrak kloroform biomassa jamur memiliki nilai Rf 0,18-0,78 (bakteri uji
S. aureus) dan nilai Rf 0,25-0,72 (bakteri uji E. coli). Sedangkan untuk ekstrak
kloroform medium jamur memiliki nilai Rf 0-0,53 (bakteri uji S. aureus) dan nilai
Rf 0,42-0,68 (bakteri uji E. coli). Tahap selanjutnya dilakukan fraksinasi dan
purifikasi metabolit bioaktif antibakteri dari ekstrak kloroform biomassa jamur.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3 Fraksinasi dan Purifikasi Metabolit Bioaktif Antibakteri dari Ekstrak
Kloroform Biomassa Jamur Endofit No. 10 (Isolat 1-3-1-1)
Proses pemisahan metabolit bioaktif dari ekstrak pekat kloroform dari
biomassa jamur sebanyak 161,7 mg dilakukan dengan metode kromatografi
kolom menggunakan fase diam silika gel 70-230 mesh. Berdasarkan hasil
optimasi dengan KLT maka dipilih fase gerak kloroform:metanol (30:1). Eluat
yang keluar ditampung dalam tabung reaksi dan dimonitor dengan KLT
menggunakan eluen diklorometan: metanol (15:1), dari proses pemisahan ini
diperoleh 42 tabung reaksi dan spot yang memiliki pola kromatogram yang sama
digabung menjadi satu fraksi sehingga didapat 8 fraksi yang kemudian dipekatkan
dengan vacuum rotary evaporator dan diidentifikasi dengan KLT (Gambar 4.7).
Adapun bobot dari masing-masing fraksi yaitu fraksi 1 (81,7 mg), 2 (20,6 mg),
3 (10,4 mg), 4 (1,9 mg), 5 (27,8 mg), 6 (5,7 mg), 7 (6 mg), dan 8 (7 mg).
Gambar 4.7 Profil KLT hasil fraksinasi ekstrak kloroform biomassa jamur setelah
disemprot dengan penampak noda serium sulfat
Eluen: diklorometan:metanol (15:1)
Berdasarkan pola kromatogram diatas, spot tunggal dari senyawa yang
memiliki aktivitas antibakteri belum didapat sehingga perlu dilakukan proses
pemisahan selanjutnya. Proses pemisahan ini dilakukan pada fraksi 3 (10,4 mg)
dengan metode kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 70-230
mesh. Berdasarkan hasil optimasi dengan KLT maka dipilih fase gerak
n-heksana:etil asetat (3:1). Eluat yang keluar ditampung dalam tabung reaksi dan
dimonitor dengan KLT menggunakan eluen n-heksana:etil asetat (2:1), dari proses
pemisahan ini diperoleh 44 tabung reaksi dan spot yang memiliki pola
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kromatogram yang sama digabung menjadi satu fraksi sehingga didapat 6 fraksi
yang kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan diidentifikasi
dengan KLT (Gambar 4.8). Adapun bobot dari masing-masing fraksi yaitu fraksi
3a (0,7 mg), 3b (2,5 mg), 3c (2,2 mg), 3d (1,6 mg), 3e (1,4 mg), dan 3f (1,8 mg).
Gambar 4.8 Profil KLT fraksi hasil kromatografi kolom fraksi 3 setelah
disemprot dengan penampak noda serium sulfat
Eluen: n-heksana:etil asetat (2:1)
Berdasarkan profil KLT diatas, pemisahan senyawa dari fraksi 3 (10,4 mg)
menghasilkan spot tunggal pada fraksi 3e (1,4 mg). Dikarenakan keterbatasan
jumlah sampel yang didapat, uji kemurnian dari senyawa ini hanya dilakukan
dengan KLT tiga sistem eluen dan KLT dua dimensi. Senyawa yang didapat
berupa serbuk putih dan menimbulkan noda berwarna hijau pada KLT setelah
disemprot dengan penampak noda serium sulfat. Selanjutnya dilakukan uji KHM
pada fraksi murni yang didapat.
4.4 Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum)
Uji KHM dilakukan pada fraksi 3e yang dilarutkan dengan DMSO 30%
hingga didapat konsentrasi 512 μg/mL dengan rentang konsentrasi pengenceran
dimulai dari 128 μg/mL hingga 1 μg/mL. Medium untuk inokulasi bakteri uji
digunakan medium MHB (Mueller Hinton Broth) dan digunakan kontrol
pembanding yaitu antibiotik komersial eritromisin dan kloramfenikol.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar dari hasil uji KHM ini dapat dilihat pada Lampiran 7 dengan
hasil yang diberikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data nilai KHM terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coli
Larutan uji Nilai KHM (µg/mL)
S. aureus E. coli
Fraksi 3e 32 >128
Eritromisin ≤1 64
Kloramfenikol 4 8
Berdasarkan hasil uji KHM terhadap bakteri uji S. aureus didapatkan hasil
bahwa fraksi 3e mempunyai nilai KHM : 32 µg/mL, untuk kontrol positif
antibiotik eritromisin yaitu 1 µg/mL dan kloramfenikol 4 µg/mL. Hal ini
menunjukkan bahwa kekuatan antibakteri terhadap bakteri uji S. aureus dari fraksi
3e masih dibawah kekuatan antibiotik eritromisin dan kloramfenikol.
Sedangkan hasil uji KHM terhadap bakteri uji E. coli didapatkan hasil
bahwa fraksi 3e mempunyai nilai KHM : >128 µg/mL, dimana pada konsentrasi
128 µg/mL fraksi 3e hanya bersifat parsial menghambat pertumbuhan bakteri.
Nilai KHM untuk kontrol positif antibiotik eritromisin yaitu 64 µg/mL dan
kloramfenikol yaitu 8 µg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan antibakteri
terhadap bakteri uji E. coli dari fraksi 3e masih dibawah kekuatan antibiotik
eritromisin dan kloramfenikol.
Pada uji KHM ini digunakan beberapa kontrol yaitu sterility control untuk
menunjukkan bahwa medium yang digunakan steril dan sebagai kontrol positif
dengan tidak adanya pertumbuhan bakteri uji, growth control sebagai kontrol
negatif dengan adanya pertumbuhan bakteri uji pada medium, dan solvent control
yang digunakan untuk menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan tidak
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5 Identifikasi Jamur Endofit 1-3-1-1 secara Makroskopis dan Mikroskopis
Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis jamur 1-3-1-1 pada
medium PDA hari ke-7 menunjukkan bahwa koloni berwarna coklat-hijau dengan
permukaan menggunung, memiliki tekstur wooly, memiliki garis radial dan
lingkaran konsentris, warna balik koloni coklat-hijau, dan tidak ada tetes eksudat.
Secara mikroskopis menunjukkan bahwa hifa jamur berseptat dan
berpigmentasi hialin. Diduga jamur 1-3-1-1 merupakan jamur yang berasal dari
kelas Coelomycetes. Coelomycetes merupakan jamur aseksual yang menghasilkan
hifa yang subur, berseptat, dan bercabang (Cano et al., 2004; Duan et al., 2007;
Sutton, 1999). Hasil identifikasi jamur endofit 1-3-1-1 secara makroskopis dan
mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 4.9.
(a) (b) (c)
Gambar 4.9 Gambar jamur endofit 1-3-1-1 (a) koloni tampak atas (b) koloni
tampak bawah (reverse side) (c) hifa secara mikroskopik (skala
perbesaran 1000x).
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil skrining aktivitas antibakteri terhadap 10 isolat jamur
endofit yang diisolasi dari bagian daun (1 isolat), tangkai daun (6 isolat),
dan bunga (3 isolat) tanaman Kina (Cinchona pubescens Vahl.) yang
dikultivasi pada medium PDB dan GYP, diketahui bahwa ekstrak
kloroform kultur jamur 1-3-1-1 yang dikultivasi pada medium PDB
memiliki aktivitas antibakteri yang paling besar.
2. Dari hasil fraksinasi dan purifikasi ekstrak kloroform biomassa jamur
1-3-1-1 yang dikultivasi pada medium PDB, diperoleh senyawa murni
pada fraksi 3e sebanyak 1,4 mg.
3. Uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa fraksi 3e memiliki nilai
KHM 32 µg/mL terhadap bakteri uji S. aureus, dan >128 µg/mL terhadap
bakteri uji E. coli.
4. Berdasarkan hasil identifikasi secara makroskopik dan mikroskopik,
diketahui bahwa jamur endofit 1-3-1-1 merupakan jamur kelas
Coelomycetes.
5.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan struktur
senyawa dari metabolit bioaktif antibakteri yang telah diisolasi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi jamur endofit
1-3-1-1 hingga tingkat spesies.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai skrining aktivitas
antibakteri terhadap jamur endofit no. 1-6 (kode isolat: 5-1-8-5, 1-2-5-3,
2-2-6-4, 3-2-10-2, 2-3-4-2, dan 3-3-4-2) yang dikultivasi pada medium
PDB dan GYP dan diekstraksi dengan pelarut kloroform.
40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, Y. A., Gustafsson, L. L., Ericson, O., and Hellgren, U. 2003. Handbook of
Drugs for Tropical Parasitic Infections. 2nd Edition. London: Taylor & Fancis
Ltd.
Agusta, A. 2009. Biologi dan Kimia Jamur Endofit. Bandung: Penerbit ITB.
Alexander, Steve K., Strete, D., and Niles, M. J. 2004. Laboratory Exercise in
Organismal and Molecular Microbiology. New York: McGraw-Hill.
Azevedo, J. L., Maccheroni, W., Jr., Pereira, J. O., and de Araujo, W. L. 2000.
Endophytic Microorganisms: A Review on Insect Control and Recent Advances
on Tropical Plants. Electron. J. Biotechnol. 3 (1).
Braithwaite, A. and Smith, F. J. 1999. Chromatographic Methods. 5th edition.
London: Kluwer Academic Publisher.
Cano, J., Guarro, J., and Gene, J. 2004. Molecular and Morphological
Identification of Colletotrichum Spesies of Clinical Interest. Journal of Clinical
Microbiol. 42 (6). 2450-2454.
Choi, YW., Hodgkiss, IJ., Hyde, KD. 2005. Enzyme Production by Endophytes of
Brucea javanica. J. Agric. Tech. 1, 55-65.
Choma, Irena. 2005. The Use of Thin-Layer Chromatography with Direct
Bioautography for Antimicrobial Analysis. LCGC Europe. 18 (9).
Choma, Irena M and Grzelak, Edtya M. 2010. Bioautography Detection in Thin-
Layer Chromatography. Elsevier. 1218 (19).
Duan, J.X., Wu, W.P., and Liu, X.Z. 2007. Dinemasporium (Coelomycetes).
Fungal Diversity. 26: 205-218.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ganjar, G.I. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Gandjar, I., R.A. Samson, K. Van Den Tweel-Vermeulen, A. Oetari, dan I.
Santoso. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Grenish, Henry G. 1920. A Text Book of Materia Medica: Being an Account of the
More Important Crude Drugs of Vegetable and Animal Origin. J. & A. Churchill.
Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: Mcgraw-Hill
Comp.
Holt J. G., Krieg N. R., Sneath P. H., Stanley J.T., and Williams S. T. 1994,
Burgey’s Mannual of Determinative Bacteriology, Ed ke-9. Baltimore: William
Walkins.
Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R., and Simons, A. 2009.
“Agroforestree Database a Tree Reference and Selection Guide Version 4.0”.
(http://www.worldagroforestry.org/af/treedb).
Pelczar, M.J. and Chan, ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Hadioetomo RS,
Imas T, Tjitrosomo SS., Angka, S. Penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan
dari: Elements of Microbiol.
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Prihatiningtias, W. 2005. “Senyawa Bioaktif Fungi Endofit Akar kuning
(Fibraurea chloroleuca Miers) sebagai Agensia Antimikroba”. Tesis. Program
Studi Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana UGM.
Sarker, S.D., Latif, Z., Gray, A.I. 2005. Methods in BiotechnologyTM. Natural
Products Isolation. 2nd edition. New Jersey: Humana Press.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setiabudy, R. 2007. Farmakologi Dan Terapi. Ed ke-5. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FKUI, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Simanjuntak, P., Titi Parwati, Bustanussalam, Titik K. Prana, dan Shibuya, H.
2002b. Produksi Alkaloid Kuinina oleh Beberapa Mikroba Endofit dengan
Penambahan Zat Induser (Studi Mikroba Endofit Tanaman Cinchona sp. (2)).
Majalah Farmasi Indonesia 13 (1), 1-6.
Species 2000 & ITIS Catalogue of Life 2013. Indexing The World’s Known
Species. Diakses tanggal 17 Agustus 2013.
(http://www.catalogueoflife.org/col/details/species/id/9785764)
Strobel, G., and Daisy, B. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and
Their Natural Products. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 67, 491-502.
Sultoni, A. 1995. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Kina. Jakarta: Asosiasi
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia.
Sutton, D.A. 1999. Coelomycetous Fungi in Human Disease. A Review: clinical
entities, phatogenesis, identification and therapy. Rev. Iberoam. Micol. 16, 171-
179.
Tan, R.X., and W.X. Zou. 2001. Endophytes : A Rich Source of Functional
Metabolites. Nat. Prod. Rep. 18, 448-459.
Todar, K. 2002. The Control of Microbial Growth. Wisconsin: University of
Wisconsin.
Yu, H., Zhang, L., Lin, L., Zheng, C., Guo, L., Li, W., Sun, P., and Qin, L. 2010.
Recent Developments and Future Prospects of Antimicrobial Metabolites
Produced by Endophytes. Mic. Research. Elsevier. 165, 437-449.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Zinniel, DK., Lambrecht, P, Haris, NB., Feng, Z., Kuczmarski, D., Higley, P.,
Ishimaru, CA., Arunakumari, A., Barletta, RG., and Vidader, AK. 2002.
Isolation and Characterization of Endophytic Colonizing Bacteria from
Agronomics Crops and Prairie Plants. Appl Environ Microbiol. 68, 2198-2208.
44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian
10 isolat murni jamur endofit yang diisolasi dari bagian
daun (1), tangkai daun (6), dan bunga (3) tanaman
Kina (Cinchona pubescens Vahl.)
Scaling up kultur jamur
endofit yang paling aktif
sebagai antibakteri
Fraksinasi dan purifikasi
metabolit bioaktif
antibakteri
Identifikasi jamur endofit yang
paling aktif sebagai antibakteri
Penentuan nilai KHM
Skrining aktivitas antibakteri
jamur endofit
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Diagram Skrining Aktivitas Antibakteri
10 isolat murni jamur endofit
Diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat:metanol (4:1) sebanyak
3x40 ml
Diidentifikasi dengan
KLT- Bioautografi
Terbentuk zona hambat
(Aktivitas antibakteri (+) )
Tidak terbentuk zona hambat
(Aktivitas antibakteri (-) )
Scaling Up kultur jamur
endofit yang paling aktif
sebagai antibakteri
Kultivasi tahap pertama: Isolat no. 1-6 masing-masing
dikultivasi pada 40 ml medium PDB dan GYP
Diinkubasi selama 3 minggu pada suhu ruang
Kultivasi tahap kedua: Isolat no. 7-10 masing-masing dikultivasi pada 40 ml medium
PDB dan GYP Diinkubasi selama 3 minggu pada
suhu ruang
Diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat:metanol (4:1) dan fraksi
airnya diekstraksi lagi dengan kloroform (1:1) sebanyak 3x40 ml
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Diagram Scaling Up Jamur Endofit yang Paling Aktif sebagai
Antibakteri
Jamur endofit no. 10 (isolat 1-3-1-1) dikultivasi pada 2 liter medium PDB selama 3 minggu pada suhu ruang
Dimaserasi dengan aseton 3 x 24 jam
Fraksi kloroform (lap. bawah)
Biomassa
Disaring untuk memisahkan biomassa dengan mediumnya
Masing-masing fraksi dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator
Dilakukan uji KLT-Bioautografi
Fraksinasi dan purifikasi metabolit bioaktif antibakteri
Penentuan nilai KHM
Hasil maserasi diekstraksi dengan kloroform (1:1) sebanyak 3 kali
Medium
Diekstraksi dengan kloroform (1:1) sebanyak 3 kali
Fraksi Kloroform (lap. bawah)
Fraksi air (lap. atas)
Fraksi air (lap. atas)
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Diagram Fraksinasi dan Purifikasi Metabolit Bioaktif
Antibakteri
Ekstrak pekat kloroform dari biomassa jamur ( 161,7 mg)
F 1 81,7 mg
Difraksinasi dengan kromatografi kolom menggunakan silika 70-230 mesh eluen kloroform:metanol (30:1)
Dimonitor dengan KLT menggunakan eluen diklorometan:metanol (15:1), diamati dibawah sinar UV 254 dan 366 nm dan disemprot pereaksi penampak noda serium sulfat
F 2 20,6 mg
F 3 10,4 mg
F 4 1,9 mg
F 5 27,8 mg
F 6 5,7 mg
F 7 6 mg
F 8 7 mg
Difraksinasi dengan kromatografi kolom menggunakan silika 70:230 mesh eluen heksana:etil asetat (3:1)
Dimonitor dengan KLT menggunakan eluen heksana:etil asetat (2:1), diamati dibawah sinar UV 254 dan 366 nm dan disemprot pereaksi penampak noda serium sulfat
F 3a 0,7 mg
F 3b 2,5 mg
F 3c 2,2 mg
F 3d 1,6 mg
F 3e 1,4 mg
F 3f 1,8 mg
Didapat spot tunggal Dilakukan uji KHM
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri
Jumlah koloni bakteri =
Bakteri uji S. aureus
Jumlah koloni bakteri = = 6,5 x 1010
Pengenceran bakteri
Bakteri uji E. coli
Jumlah koloni bakteri = = 1,05 x 109
Pengenceran bakteri
Koloni yang muncul x faktor pengenceran
Volume yang dipipet
65 x 108
0,1 ml
105 x 106
0,1 ml
Suspensi bakteri 6,5 x 1010
109 107 105
500 µl 200 µl 50 µl
4.500 µl MHB
4.950 µl MHB
19.800 µl MHB
Suspensi bakteri 1,05 x 109
107 105
50 µl 200 µl
4.950 µl MHB
19.800 µl MHB
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Gambar Identifikasi Bakteri Uji dengan Pewarnaan Gram dan
Diamati Menggunakan Mikroskop Cahaya
Bakteri uji S. aureus (Bakteri Gram positif)
Skala perbesran 400x
Bakteri Uji E. coli (Bakteri Gram negatif)
Skala perbesran 4000x
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Gambar Hasil Uji KHM
Sampel uji F.3e Eritromisin Kloramfenikol
Bakteri uji Staphylococcus aureus
Sampel uji F.3e Eritromisin Kloramfenikol
Bakteri uji Escherichia coli
Sterility
control
Growth
control
DMSO
30%
Etanol
20%
Sterility
control
Growth
control
DMSO
30%
Etanol
20%
128 µg/ml
64 µg/ml
32 µg/ml
16 µg/ml
8 µg/ml
4 µg/ml
2 µg/ml
1 µg/ml
128 µg/ml
64 µg/ml
32 µg/ml
16 µg/ml
8 µg/ml
4 µg/ml
2 µg/ml
1 µg/ml
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Komposisi dan Cara Pembuatan Medium yang Digunakan
1. Medium PDB (Potato Dextrose Broth)
Komposisi Medium PDB
PDB Himedia 0,48 g
Dekstrosa 19,6 g
pH 5,1 ± 0,2, suhu 25 0C
Cara Pembuatan:
24 gram PDB disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar
melarut sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15
menit.
2. Medium GYP (Glucose Yeast extract Peptone)
Komposisi Medium GYP
Glucose 20,0 g
Yeast extract 1,0 g
Peptone 5,0 g
K2HPO4 0,5 g
Mg2SO4. 7H2O 0,5 g
FeSO4 0,01 g
CaCO3 1,0 g
pH 7,0 ± 0,2, suhu 25 0C
Cara Pembuatan:
Bahan-bahan medium GYP yang sudah ditimbang disuspensikan dengan
1 liter aquadest, dipanaskan agar melarut sempurna dan disterilkan
menggunakan autoklaf 121o C selama 15 menit.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Medium PDA (Potato Dextrose Agar)
Komposisi Medium PDB
Potato Starch 4,0 g
Dekstrosa 20,0 g
Agar 15,0 g
pH 5,1 ± 0,2, suhu 25 0C
Cara Pembuatan:
24 gram PDB disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar
melarut sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15
menit.
4. Medium BHI (Brain Heart Infusion)
Komposisi medium BHI
Brain Heart, Infusion from (Solids) 6,0 g
Peptic Digest of Animal Tissue 6,0 g
Sodium Chloride 5,0 g
Dextrose 3,0 g
Pancreatic Digest of Gelatin 14,5 g
Disodium Phosphate 2,5 g
pH 7,4 ± 0,2, suhu 25 0C
Cara pembuatan:
37 gram BHI disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar
melarut sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15
menit.
5. Medium MHA (Mueller Hinton Agar)
Komposisi Medium MHA
Beef Extract Powder 2,0 g
Acid Digest of Casein 17,5 g
Starch 1,5 g
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Agar 17,0 g
pH 7,4 ± 0,2, suhu 25 0C
Cara pembuatan:
38 gram MHA disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar
melarut sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15
menit.
6. Medium MHB (Mueller Hinton Broth)
Komposisi Medium MHA
Cassein Acid Hydrolysate 17,5 g
Beef Extract 2,0 g
Starch 1,5 g
pH 7,4 ± 0,2, suhu 25 0C
Cara pembuatan:
21 gram MHB disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar
melarut sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15
menit.
7. Medium NA (Nutrient Agar)
Komposisi Medium NA
Agar 15,0 g
Gelatin Peptone 5,0 g
Beef Extract 3,0 g
pH 7,4 ± 0,2, suhu 25 0C
Cara pembuatan:
23 gram NA disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar
melarut sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15
menit.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Gambar Alat-Alat yang Digunakan
Rotary evaporator Incubator
Shaker incubator UV Cabinet
Mikroskop cahaya
Laminar air flow Autoklave Oven
Timbangan digital