skripsi analisis pengaman transformator step- down …
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
ANALISIS PENGAMAN TRANSFORMATOR STEP- DOWN
DARI 70 KV MENJADI 20 KV MENGGUNAKAN ARRESTER
PADA GARDU INDUK
OLEH
R E D I 10582156915
RONALDI 10582134414
PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK
JURUSAN TEKNIKI ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
ANALISIS PENGAMAN TRANSFORMATOR STEP- DOWN
DARI 70 KV MENJADI 20 KV MENGGUNAKAN ARRESTER
PADA GARDU INDUK
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Elektro
Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik
Disusun dan diajukan oleh
R E D I 10582156915
RONALDI 10582134414
PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK
JURUSAN TEKNIKI ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
v
ABSTRAK
Abstrak : Ronaldi dan Redi ; (2020) Analisis Pengaman Transpormator Step-
Down Dari 70 KV Menjadi 20 KV Menggunakan Arrester Pada Gardu Induk
dibimbing oleh DR. Ir Hj HafsahNirwana , M.T, Rizal A Duyo, S.T,. M.T.
Adapun tujuan dari pada penelitian ini adalah Untuk mengetahui arrester, jenis
perlindungan tegangan lebih pada suatu gardu induk. Untuk mengetahui cara
penentuan dan penempatan arrester sebagai pengaman yang layak pada suatu
gardu induk. Metode yang dipergunakan pada penelitiann ini adalah
mengadakan penelitian dan pengambilan data pada Gardu Induk Bontoala-
Makassar. Hasill yang didapatkan pada penelitian ini adalah Untuk tegangan
sistem 70 KV dengan titik netral diketanahkan, tegangan dasar arrester sebesar
60 KV cukup aman untuk melindungi transformator dari gangguan sambaran
petir. Sementara tegangan dasar arrester terpasang sebesar 75 KV
dimaksudkan untuk menambah tingkat kehandalan sistem perlindungan.
Dengan TID peralatan terpasang sebesar 325 KV, Iebih besar 16,12 KV dari
TID peralatan yang direkomendasikan untuk tegangan sistem 70 KV yakni
308,88 KV, akan mampu menahan tegangan sistem, baik dalam keadaan
normal maupun keadaan tidak normal yang mungkin timbul dari dalam
maupun dari luar sistem. Meskipun penempatan arrester yang baik adalah
sedekat mungkin dengan peralatan, tapi dengan jarak 6 meter dari peralatan
yang dilindungi, arrester akan mampu mengamankan peralatan dari gangguan
sambaran petir.
Kata kunci : Transpormator, Arrester, Gardu Induk
vi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
Rahmat dan HidayahNyalah sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini, dan
dapat kami selesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah pensyaratan akademik yang harus
ditempuhdalam rangka penyelesaian program studi pada Jurusan Elektro Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir adalah :
“:Analisis Pengaman Transpormator Step-Down Dari 70 KV Menjadi 20 KV
Menggunakan Arrester Pada Gardu Induk
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini sdisebabkan penulis sebagai manusia
biasa tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu ditinjau dari segi tehnis
penulis maupun dari perhitungan-perhitungan. Oleh karena itu penulis menerim
dengan ikhlas dan senang hati segala koreksi serta perbaikan guna
penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat bermanfaat.
Skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segalan ketulusan dan kerendahan
hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
vii
1. Bapak Hamzah Al Imran, ST, MT. sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Adriani, ST, MT., sebagai Ketua Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu DR. Ir Hj Hafsah Nirwana , M.T, Selaku Pembimbing I dan Bapak
Rizal A Duyo, S.T,. M.T, selaku Pembimbing II, yang telah banyak
meluangkan waktunya dalam membimbing kami.
4. Bapak dan ibu dosen serta stap pegawai pada fakultas teknik atas segala
waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengukiti proses
belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas segala limpahan kasih saying, doa dan
pengorbanan terutam dalam bentuk materi dalam menyelesaikan kuliah.
6. Saudara-saudaraku serta rekan-rekan mahasiswa fakultas teknik terkhusus
angkatan 2014 dan angkatan 2015 yang dengan keakraban dan
persaudaraan banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat ganda
di sisi Allah SWT dan skripsi yang sederhan ini dapat bernabfaat bagi penulis,
rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan negara. Amin.
Makassar, Juni 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
PEGESAHAN ................................................................................................. iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
BABI PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 2
D. Batasan Masalah ............................................................................. 2
E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 2
D. Metode Penelitian ........................................................................... 3
F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5
ix
A. Tegangan Lebih Surja .................................................................... 5
1. Mekanisme Surja Petir .............................................................. 5
2. Tegangan Lebih Oleh Surja Petir .............................................. 6
3. Alat Pelindung Surja Petir ......................................................... 6
B. Arrester Sebagai Alat Pengaman Surja Petir .................................. 7
1. Bagian-bagian Penting dari Arrester ......................................... 8
2. Prinsip Kerja Arrester ............................................................... 9
3. Jenis-jenis Arrester .................................................................... 10
4. Karakteristik Arrester ................................................................ 13
C. Koordinasi Isolasi ........................................................................... 14
1. Tingkat Isolasi Dasar(TID) ....................................................... 15
2. Koordinasi Alat Pelindung dengan Isolasi Peralatan ................ 15
3. Azas-azas Pemilihan dan Penempatan Arrester ........................ 16
4. Pemilihan AncMcr .................................................................... 17
5. Menentukan Spesifikasi Arrester dan TID Peralatan ............... 18
6. Pemilihan Tegangan Dasar Arrester ......................................... 18
7. Menentukan TID ....................................................................... 19
8. Penempatan Arrester ................................................................. 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 28
A. Waktu dan Iempat .......................................................................... 28
B. Metode Penelitian ........................................................................... 28
C. Gambar Blok Diagram ................................................................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 41
x
A. Arrester Sebagai Pengaman Transformator Pada Gardu
induk Bontoala ............................................................................. 41
B. Faktor-faktor Pertimbangan Untuk Mendapatkan
Tingkat Perlindungan Yang Baik .................................................... 41
C. Pemilihan TID Peralatan dan Arrester Pada Gardu Induk
dengan Tegangan Sistem 70 KV .................................................... 42
D. Data Teknik Arrester Terpasang .................................................... 42
E. Evaluasi Arrester Terpasang Pada Gardu Induk Bontoala-
Makassar ........................................................................................ 45
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 49
A. Kesimpulan ..................................................................................... 49
B. Saran ............................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gardu Induk Dengan Perlindungan Arrester ....................................... 8
Gambar 2.2. Arrester ............................................................................................... 9
Gambar 2.3 Elemen-elemen arrester jenis eksplusi ............................................... 11
Gambar 2.4. Elemen-elemen arrester /enis katup .................................................. 12
Gambar 2.5. Oil-Ampere dari Elemen Tahanan ................................................... 12
Gambar. 3.1 Bagan Alir ......................................................................................... 28
Gambar 3.2 Diagram Satu Garis Sistem Pembumian Gardu Portal ...................... 30
Gambar 3.3 Elektroda Batang (Rod) ..................................................................... 32
Gambar 3.4 Elektroda Pita dan Konfigurasinya .................................................... 33
Gambar 3.5 Elektroda Pelat ................................................................................... 33
Gambar 3.6 Kawat BC ........................................................................................... 37
Gambar 3.7 Terminal Pembumian ......................................................................... 37
Gambar 3.8 Ground Clamp H1 .............................................................................. 38
Gambar 3.9 Komponen Sistem Pembumian .......................................................... 38
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. TID Peralatan Dalam Berbagai Kelas Referensi................................... 19
Tabel 2.2. Tegangan Pelepasan Arrester ................................................................ 20
Tabel 2.3. Kecuraman Gelombang Pada Arrester Tipe Katup............................... 23
Tabel 2.4 Besar dan Lama Tegangan Sentuh Maksimum...................................... 24
Tabel 2.5 Resistansi Jenis Tanah ........................................................................... 25
Tabel 3.1 Ukuran Minimum Elektroda Bumi ........................................................ 36
Tebel 4.1 Penetapan Tingkat Isolasi transformator dan Penangkap Petir .............. 41
Tabel 4.2. Penetapan Tingkat Isolasi transformator dan Penangkap Petir ............. 46
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, kebutuhan akan tenaga listrik semakin meningkat sehingga
tegangan tinggi sangat diperlukan. Adanya tegangan tinggi disebabkan karena
pusat-pusat pembangkit tenaga listrik tidak selalu berada didekat pusat beban
sehingga diperlukan jaringan yang sangat panjang antara pusat pembangkit
dengan pusat beban. Jarak yang jauh ini akan menyebabkan drop tegangan yang
besar terjadi pada beban (konsumen).
Selain tegangan tinggi juga terdapat tegangan-tegangan aperiodik yang
melebihi tegangan nominal jaringan. Untuk mengatasi masalah tegangan lebih itu,
maka tingkat isolasi dari peralatan-peralatan listrik dan sistem itu sendiri sebagai
satu kesatuan harus ditinggikan sedemikian rupa. Selain dengan cara
meningkatkan tingkat isolasi peralatan, salah satu pengamanan terhadap tegangan
lebih adalah dengan memasang arrester di tempat-tempat tertentu pada sistem
yang berfungsi untuk menyalurkan energi listrik dari tegangan lebih tersebut ke
tanah sehingga tegangan pada sistem akan turun ke batas yang aman bagi
peralatan.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah pada penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Gardu Induk merupakan bagian yang besar peranannya dalam sistem
penyaluran energi listrik dengan investasi yang sangat besar.
2
2. Gardu induk memerlukan perlindungan atau sistem proteksi yang
bertujuan untuk membatasi atau mencegah kerusakan peralatan akibat
terjadinya gangguan pada sistem.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui arrester, jenis perlindungan tegangan lebih pada suatu
gardu induk.
2. Untuk mengetahui cara penentuan dan penempatan arrester sebagai
pengaman yang layak pada suatu gardu induk.
D. Batasan Masalah .
Untuk mencapai sasaran yang diinginkan dalam tugas akhir ini, maka
penulis memberikan pembatasan masalah yaitu :
1. Tegangan lebih surja hubung, akibat dan proses perubahan posisi
pemutus tenaga (CB) pada operasi jaringan sistem tenaga.
2. Tegangan lebih surja petir, yang timbul akibat sambaran petir. Kedua
jenis tegangan aperiodik ini dapat melebihi beberapa kali tegangan
nominal jaringan sehingga dapat merusak peralatan-peralatan listrik
pada jaringan.
E. Manfaat
Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penyusunan tugas akhir
ini adalah sebagai berikut :
a. Dapat mengetahui besar nilai tahanan pembumian gardu distribusi pada
gardu Induk Bontoala - Makassar.
3
b. Dapat mengetahui perbandingan antara nilai tahanan pembumian yang
didapat berdasarkan hasil pengukuran dilapangan dengan hasil
perhitungan.
c. Dapat mengetahui apakah nilai tahanan pembumian gardu distribusi pada
masih memenuhi standar PUIL.
F. Metode Penelitian
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
- Studi literarur, yaitu dengan studi dari buku-buku yang menjadi referensi
dalam penulisan landasan teori.
- Pengambilan data, yaitu dengan metode wawancara dan pengambilan data
pada Gardu Induk Bontoala-Makassar yang berkaitan dengan tudas akhir ini.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
Yang Dibahas Pada Pendahulian Ini Adalah : Latar Belakang Masalah,
Tujuan Penulisan, Batasan Masalah, Metode Penulisan, Sistematika
Penulisan
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Tinjauan Pustaka Membahas Tentang : Tegangan Lebih Surja,
Arrester Sebagai Alat Pengaman Surja, Koordinasi Isolasi,
Menentukan Spesifikasi Arrester dan TID Peralatan
4
BAB III : METODOLOGO PENELITIAN
Dalam metodoligi penelitian ini membahas tentang jadwal penelitian ,
tempat penelitian dan metode yang dilakukan dalam penelitian ini
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Dan Pembahasan Membahas Tentang : Arrester
Sebagai Pengaman Trafo Pada Gardu Induk Bontoala, Faktor-faktor
Pertimbangan Untuk Mendapatkan Tingkat Perlindungan Yang Baik,
Pemilihan TID Peralatan dan Arrester Pada Gardu Induk Dengan
Tegangan Sistem 70 KV, Data Teknik Arrester dan TID Peralatan
Terpasang, Evaluasi Arrester dan TID Peralatan Terpasang Pada Gardu
Induk Bontoala-Makassar
BAB V : PENUTUP
Pada Penutup berisi tentang Kesimpulan dan Saran '
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tegangan Lebih Surja
1. Mekanisme Surja Petir
Peristiwa petir merupakan pelepasan muatan listrik di udara, yang
terjadi
a. Diantara awan-awan,
b. Diantara pusat-pusat muatan di dalam awan,
c. Antara awan dengan tanah.
Petir merupakan suatu proses alam yang terjadi di atmosfir pada
waktu hujan (thunder storm). Muatan akan terkonsentrasi di dalam awan
atau bagian dari awan dan muatan yang berlawanan akan timbul pada
permukaan tanah di bawahnya. Jika muatan bertambah, beda potensial
antara awan dan tanah akan naik, maka kuat medan di udara juga akan
naik. Jika kuat medan ini melebihi kuat medan diantara awan dan tanah
maka akan terjadi pelepasan muatan.
Pilot leader yang membawa muatan akan mengawali aliran ke
tanah sehingga saluran yang dibuat oleh pilot leader ini menjadi bermuatan
dan kuat medan (potensial gradien ) dari ujung leader ini sangat tinggi.
Pada saat leader mendekati tanah, kuat medan statis pada
permukaan tanah akan naik untuk menghasilkan aliran ke atas
6
menyongsong pilot leader. Titik bertemunya dua aliran ini yang berbeda
muatan disebut titik pukul (striking point).
2. Tegangan Lebih Oleh Surja Petir
Tegangan lebih oleh surja petir atau gangguan kilat dapat terjadi
pada hantaran udara berupa:
a. Sambaran langsung,
Gangguan ini biasanya terjadi pada kawat tanah dan kawat fasa
atau biasa disebut kegagalan perisaian.
b. Sambaran tidak langsung.
3. Alat Pelindung Surja Petir
Alat pelindung terhadap tegangan surja berfungsi melindungi
peralatan sistem tenaga listrik dengan cara membatasi surja tegangan lebih
yang datang dan mengalirkannya ke tanah. Berhubung dengan fungsinya
itu harus dapat menahan tegangan sistem 50 Hertz untuk waktu yang tak
terbatas dan harus dapat melakukan surja arus ke tanah tanpa mengalami
kerusakan. Kecuali itu, sebuah alat pelindung yang baik mempunyai
perbandingan perlindungan yang tinggi, yaitu perbandingan antara
tegangan surja maksimum yang diperbolehkan pada waktu pelepasan
(discharge) dan tegangan sistem 50 Hertz maksimum yang dapat ditahan
sesudah pelepasan terjadi.
7
Alat pelindung terhadap surja petir yang dikenal adalah :
a. Sela batang,
Merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi
paling kuat dan kokoh. Tetapi sela batang ini jarang digunakan pada
rangkaian penting karena tidak memenuhi persyaratan dasar dari suatu
alat pelindung yang sebenarnya.
Sela batang tidak dapat memutuskan arus susulan yang
berakibat timbulnya gangguan setiap ada surja yang menimbulkan
lompatan api pada sela batang tersebut. Sela batang ini biasanya
digunakan sebagai alat pelindung cadangan dalam hal alat pelindung
utama dilepaskan dari sistem karena kerusakan atau karena sebab lain.
b. Arrester,
Arrester atau sering juga disebut penangkap petir, adalah alat
pelindung bagi peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir.
Arrester terdiri dari dua jenis yaitu :
- Jenis ekspulsi (expulsion type) atau tabung pelindung (protector
tube).
- Jenis katup (valve type).
B. Arrester Sebagai Alat Pengaman Surja Petir
Arrester adalah alat proteksi atau pelindung bagi peralatan listrik yang
disebabkan oleh petir atau surja petir. Alat ini bersifat sebagai by-pass (jalan
pintas) di sekitar isolasi yang membentuk jalan dan mudah dilalui oleh arus kilat
8
ke sistem pentanahan sehingga tidak menimbulkan tegangan lebih yang tinggi dan
tidak merusak isolasi peralatan listrik. Jalan pintas itu harus sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu aliran daya sistem 50 Hertz.
Jadi pada keadaan normal arrester berlaku sebagai isolator dan bila timbul
tegangan surja alat ini berlaku sebagai konduktor yang tahanannya relatif rendah,
sehingga dapat mengalirkan arus yang tinggi. Setelah surja hilang, arrester harus
dapat dengan cepat kembali menjadi isolator sehingga pemutus daya tidak sempat
membuka.
Sesuai dengan fungsinya, arrester pada umumnya dipasang pada setiap
ujung SUIT yang memasuki gardu induk. Bahkan di gardu induk besar ada
kalanya pada transformator dipasang juga arrester untuk menjamin terlindungnya
trafo dan peralatan lainnya dari tegangan lebih tersebut
Gambar 2.1. Gardu Induk Dengan Perlindungan Arrester
9
1. Bagian-bagian Penting dari Arrester
a. Elektroda
Elektroda-elektroda ini adalah terminal dari arrester yang
dihubungkan dengan bagian yang bertegangan di bagian atas, dan
elektroda bawah dihubungkan dengan tanah.
b. Sela Percikan (spark-gap)
Apabila terjadi tegangan lebih oleh sambaran petir atau surja
hubung pada arrester yang terpasang, maka pada sela percikan akan terjadi
loncatan busur api.
Gambar 2.2. Arrester
10
2. Prinsip Kerja Arrester
Arrester dipasang paralel antara kawat phasa dengan tanah, umumnya
setiap phasa dibumikan.
Dalam hal sistem beroperasi normal maka arrester diharapkan mampu
menahan tegangan kerja sistem dan tidak menyalurkan arus ke tanah. Bila
gelombang berjalan pada kawat phasa menuju dan sampai ke arrester maka
sela api akan tembus (break-down), tahanan menjadi sangat kecil
menyebabkan arus surja tersalurkan ke tanah melalui lempengan-lempengan
tahanan. Bila arus surja lewat maka harga tahanan arrester akan kembali ke
harga semula.
3. Jenis-jenis Arrester
Seperti yang dibahas pada bagian 2.1.3. bahwa Arrester jenis yaitu
jenis eksplusi (expulsion type) dan jenis katup (valve type).
a. Arrester Jenis Eksplusi (expulsion type)
Arrester tipe eksplusi (gambar 2.3.) terdiri dari tabung isolasi yang
mempunyai elektroda disetiap ujung dan lubang discharge pada ujung
bawah. Panjang tabung sedemikian rupa sehingga tegangan percik (park-
over) terjadi pada gap antara dua elektroda dalam tabung. Bila ada
tegangan surja yang tinggi sampai pada jepitan arrester kedua sela percik,
yang di luar dan yang berada di dalam tabung serat, tembus seketika dan
membentuk jalan pengantar dalam bentuk busur api. Jadi arrester menjadi
konduktor dengan impedansi rendah dan melakukan surja arus dan arus
daya sistem bersama-sama. Panas yang timbul karena mengalirnya arus
11
petir menguapkan sedikit bahan dinding tabung serac, sehingga gas yang
ditimbulkannya. menyembur pada api dan mematikannya pada waktu arus
susulan melewati titik nolnya. Arus susulan dalam arrester jenis ini dapat
mencapai harga yang tinngi sekali tapi lamanya tidak lebih dari satu atau
dua gelombang, dan biasanya kurang dari setengah gelombang. Jadi tidak
menimbulkan gangguan.
Arrester ini banyak digunakan pada saluran transmisi untuk
membatasi besar surja yang memasuki gardu induk. Dalam penggunaan
yang seperti ini, arrester jenis eksplusi biasa juga disebut sebagai tabung
pelindung.
Gambar 2.3 Elemen-elemen arrester jenis eksplusi
12
b. Arrester Jenis Katup (valve type)
Arrester jenis katup ini terdiri dari sela percik terbagi atau sela seri
yang terhubung dengan elemen tahanan yang mempunyai karakteristik
tidak linear (gambar 2. 4.).
Tegangan frekuensi dasar tidak dapat menimbulkan tembus pada
seia seri.
Apabila sela seri tembus pada saat tiba suatu surja yang cukup
tinggi, alat tersebut menjadi penghantar.
Gambar 2.4. Elemen-elemen arrester /enis katup
Sela seri tidak bisa memutuskan arus susulan, dalam hal ini dibantu
oleh tahanan tak-linear yang mempunyai karakteristik tahanan kecil untuk
arus besar dan tahanan besar untuk arus susulan dari frekuensi dasar
(gambar 2.5.).
13
Gambar 2.5. Oil-Ampere dari Elemen Tahanan
Arrester jenis katub ini dibagi dalam tiga jenis, yakni: jenis gardu,
saluran dan arrester untuk mesin-mesin berputar.
1) Arrester Katup Jenis Gardu (station type)
Arrester katup jenis gardu adalah jenis yang paling efesien dan
juga paling mahal. Dikatakan jenis gardu karena pemakaiannya yang
umum pada gardu induk besar untuk melindungi alat-alat yang mahal
pada rangkaian-rangkaian mulai dari 2.400 Volt sampai 287 KV.
2) Arrester Katup Jenis Saluran (line type}
Arrester jenis mi lebih murah dibanding arrester jenis gardu.
Dikatakan jenis saluran tidak berarti untuk perlindungan saluran
transmisi tapi juga dipakai pada gardu induk untuk melindungi
14
peralatan yang kurang penting. Arrester jenis saluraii ini dipakai pada
sistem dengan tegangan 15KV sampai 69 KV.
3) Arrester Katup Jenis Gardu untuk Mesin-mesin
Arrester jenis ini khusus untuk melindungi mesin-mesin
berputar. Pemakaiannya untuk tegangan 2,4 KV sampai 15 KV.
4. Karakteristik Arrester
Selain sebagai alat pengaman terhadap bahaya surja lebih, arrester
juga dipakai guna menentukan TID peralatan yang akan dilindungi.
Adapun karakteristik dari arrester adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai tegangan dasar (ruled) 50 p.u. yang tidak boleh dilampaui
Hal ini dimaksudkan karena arrester adalah sebuah peralatan
tegangan, maka ia tidak boleh dikenakan yang melebihi tegangan dasar
ini.
b. Mempunyai batas tegangan impuls.
Karakteristik pembatas tegangan impuls dari arrester adalah
harga yang dapat ditahan pada terminalnya bila menyalurkan arus
tertentu.
c. Mempunyai batas termis.
Mempunyai batas termis maksudnya kemampuan untuk
menyalurkan arus surja yang berwaktu lama atau bahkan terjadi
berulang-ulang tanpa menaikkan suhunya.
15
C. Koordinasi Isolasi
Persoalan utama yang menyangkut tegangan lebih surja petir adalah
ketahanan isolasi. Dan untuk persoalan ini ditemukan dua permasalahan pokok
yaitu penekanan biaya serendah mungkin dan tingkat perlindungan yang diperoleh
semaksimal mungkin.
Pengertian dasar dari koordinasi isolasi didefinisikan sebagai korelasi
isolasi peralatan sistem tenaga dan rangkaian listrik dengan karakteristik alat
pelindung dari bahaya tegangan lebih secara ekonomis.
Tujuan yang hendak dicapai dalam koordinasi isolasi adalah sebuah
sistem tenaga listrik yang bagian-bagiannya satu dengan yang lainnya mempunyai
kekuatan isolasi sedemikian rupa sehingga dalam setiap kondisi kerja kualitas
pelayanan dicapai dengan biaya seminimal mungkin, termasuk faktor biaya awal
(first cost), biaya pemeliharaan dan biaya peralatan cadangan (spare).
1. Tingkat Isolasi Dasar (TID)
Tingkat Isolasi Dasar (TID) atau disebut juga dengan Basic Insulation
Level (BIL) adalah isolasi peralatan yang digunakan pada suatu sistem dan
harus mampu menahan tegangan impuls yang mengenainya pada waktu
tertentu. Tegangan impuls adalah tegangan yang naik secara tiba-tiba dalam
waktu yang singkat dan turun dalam waktu yang lebih lama.
Harga puncak dari gelombang tersebut dinamakan TID yang
didefenisikan sebagai tingkat- tingkat patokan (reverence level) dinyatakan
dalam tegangan puncak impuls. Isolasi peralatan harus sama atau lebih besar
dari TID-nya.
16
2. Koordinasi Alat Pelindung dengan Isolasi Peralatan
Masalah dalam koordinasi adalah tingkat isolasi dasar (TID) peralatan
dengan tegangan maksimum yang akan terjadi pada terminal arrester. Faktor
yang akan diperhatikan sebagai berikut:
a. Tegangan gagal ditentukan oleh kecepatan naiknya tegangan (kecuraman
gelombang berjalan),
b. Tegangan pelepasan ditentukan oleh kecepatan naiknya arus surja dan juga
besarnya arus tersebut,
c. Jarak arrester dengan isolasi peralatan yang dilindungi dapat
mempengaruhi besarnya tegangan yang terjadi sampai keperalatan,
d. Bahaya surja tergantung pada baik buruknya perlindungan sistem, seperti
tingkat isolasi peralatan, karakteristik arrester, penempatan dan
pemasangan arrester.
Mengenai perlindungan sistem, bahwa pukulan langsung terhadap
arrester harus dihindari dengan cara perlindungan yang tepat. Karena arus
pukulan langsung mungkin dapat terjadi lebih besar dari kemampuan
arrester itu sendiri.
e. Memilih arus impuls yang diperkirakan akan dilepaskan melalui arrester,
f. Menentukan tingkat pelepasan maksimum (tegangan kerja, tegangan sisa)
dari arrester yang dipilih,
g. Menentukan tingkat ketahanan impuls dari peralatan yang akan dilindungi
(TID peralatan),
17
h. Memastikan bahwa tegangan kerja arrester berada di TID dengan faktor
perlindungan yang cukup
i. Menentukan jarak lindung antara arrester dengan peralatan yang akan
dilindungi.
3. Azas-azas Pemilihan dan Penempatan Arrester
Azas-azas pemakaian arrester dalam koordinasi isolasi adalah sebagai
berikut:
a. Tegangan dasar dari arrester dipilih sedemikian rupa sehingga nilainya
tidak dilampaui pada waktu dipakai, baik dalam keadaan normal maupun
hubung singkat.
b. Lightning arrester harus dapat memberikan perlindungan bila ada selisih
(margin) yang cukup antara tingkat pelepasan arrester dan TID peralatan.
c. Arrester harus ditempatkan sedekat mungkin dengan peralatan yang
dilindungi.
d. Kapasitas termis arrester harus dapat meneruskan arus surja besar.
e. Tegangan jatuh maksimum dari arrester dipakai sebagai tingkat
perlindungan arrester,
f. Nilai tegangan arus petir harus ditetapkan untuk menentukan tingkat
perlindungan arrester yang harus dikoordinasikan dengan Tingkat Isolasi
Dasar (TID) peralatan.
g. Bila ada keraguan mengenai kemampuan arrester, maka dapat
ditambahkan 10% sebagai faktor keamanan.
18
4. Pemilihan Arrester
Supaya fungsi arrester sebagai alat pelindung utama dapat memberikan
perlindungan yang baik dan handai, maka haruslah dikoordinasikan antara
tegangan pengenal arrester dengan tingkat isolasi peralatan yang akan
dilindungi.
Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam pemilihan arrester,
antara lain:
a. Menentukan besar tegangan lebih satu fasa ke tanah atau tegangan lebih
lain sebagai akibat kerja sistem yang tidak normal pada lokasi dimana
arrester akan ditempatkan,
b. Prakiraan besarnya tegangan pengenal atau tegangan dasar arrester pada
frekuensi daya,
c. Memilih arus impuls yang diperkirakan akan dilepaskan melalui arrester,
d. Menentukan tingkat pelepasan maksimum (tegangan kerja, tegangan sisa)
dan arrester yang dipilih,
e. Menentukan tingkat pelepasan maksimum,
f. Menentukan tingkat ketahanan impuls dan peralatan yang akan dilindungi
g. Memastikan bahwa tegangan kerja arrester berada pada TID peralatan
dengan faktor perlindungan yang cukup,
h. Menentukan jarak lindung antara arrester dengan peralatan yang akan
dilindungi.
19
D. Menentukan Spesifikasi Arrester dan TD Peralatan
1. Pemilihan Tegangan Dasar Arrester
Tegangan dasar yang dipakai pada arrester adalah tegangan
maksimum frekuensi rendah (50 p.u.) dimana arreter tersebut dapat
bekerja dengan baik. Pada sistem terisolasi, arrester harus mempunyai
tegangan dasar maksimum tidak melebihi tegangan dasar maksimum pada
sistem. Kondisi ini disebut dengan tegangan dasar penuh atau arrester
100%. Sedangkan pada sistem yang dibumikan, tegangan dasar maksimum
dari arrester dapat diturunkan menjadi 80° dari tegangan sistem
maksimum.
Dalam penggunaannya, pada arrester diberikan kelebihan tegangan
dari keadaan normal sebesar 5%. Dengan menambah 5% maka kapasitas
tegangan dasar arrester menjadi 84% (1,05 x 80%).
Arrester 84% dapat dipakai dengan pasti dimana jangkauannya ada
dalam wilayah TED peralatan 80%. Pada tabel 2.1. memperlihatkan TID
dalam berbagai kelas referensi.
20
Tabel 2.1. TID Peralatan Dalam Berbagai Kelas Referensi
Kelas Referensi
(KV)
TID (KV) 80% TID
(KV)
1,2 30 24
8,7 75 60
12 95 76
23 150 120
34,5 200 160
46 250 200
69 350 280
92 450 360
115 550 440
138 650 520
161 650 600
180 825 660
196 900 720
230 1050 840
260 1175 940
287 1300 1040
345 1550 1240
21
2. Menentukan Tingkat Isolasi Dasar (TID)
Level isolasi ditentukan dengan pertimbangan dasar sebagai
berikut:
a. Memilih level isolasi yang optimal,
b. Jaminan bahwa kemampuan menahan tembus langsung (breakdown)
dan tembus pada permukaan (flashover) seluruh isolasi peralatan lebih
besar atau sama dengan level yang dipilih ;
c. Penggunaan alat pengaman yang cukup baik dan ekonomis. TID pada
suatu sistem tenaga listrik dipilih sedemikian rupa agar sistem dapat
dilindungi dengan baik. Sebelum menentukan TID dalam suatu gardu
induk , maka tegangan dasar dari arrester harus ditentukan terlebih
dahulu berdasarkan tegangan maksimum yang mungkin terjadi pada
sistem kemudian menentukan tegangan pelepasan dari arrester tersebut
dengan menggunakan tabel 2.2.
Tabel 2.2. Tegangan Pelepasan Arrester
Tegangan Dasar
Arrester (KV)
Kecuraman Gelombang
(KV/µ)
Tegangan Pelepasan
Arrester (KV)
3 30 13
4,5 37 17,5
6 52 22,5
7,5 62 28
9 76 32,5
12 100 43
15 124 54
18 150 65
22
Tegangan Dasar
Arrester
(KV)
Kecuraman Gelombang .
(KV/µs)
Tegangan Pelepasan
Arrester
(KV)
21 176 76
24 200 87
27 224 97
30 250 108
33 274 119
36 300 130
60 500 216
75 620 270
96 740 324
102 790 343
108 840 363
120 930 400
138 1030 454
186 1170 610
198 1200 649
318 1200 1040
336 1200 1100
Yang dimaksud dengan tingkat perlindungan adalah tegangan sisa
pada suatu arus pelepasan tertentu. Tegangan ini ditambahkan dengan
faktor selisih (margin) 20 % - 30 %. Penambahan ini dimaksudkan sebagai
perlindungan terhadap faktor yang tak menentu dan memburuknya isolasi.
23
3. Penempatan Arrester
Meskipun yang paling baik adalah menempatkan arrester sedekat
mungkin dengan peralatan yang akan dilindungi, tapi dalam penerapannya
kadang-kadang hal ini tidak memungkinkan. Jika jarak itu terlalu jauh,
tegangan abnormal yang sampai pada terminal dan peralatan akan lebih tinggi
dari pada tegangan pelepasan arrester.
Oleh karena itu, jarak harus sedekat mungkin dengan peralatan supaya
tegangan pelepasan arrester tidak melebihi kekuatan isolasi alat. Hal ini dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus :
et = ea + 2µX/V
Dimana :
et : tegangan nominal dari peralatan yang dilindungi (KV)
ea : tegangan pelepasan dari arrester (KV)
µ ; kecuraman muka gelombang yang datang (KV/µs)
V : kecepatan rambat gelombang yang datang (m/s)
X : jarak arrester dengan alat yang dilindungi (m)
Untuk kecuraman gelombang yang datang pada arrester tipe katup,
dapat dilihat pada tabel 2.3. menurut tegangan dasar arrester.
Tabel 2.3. Kecuraman Gelombang Pada Arrester Tipe Katup
24
Tegangan Dasar
Arrester Tipe
Gardu
(KV)
Kecuraman
Gelombang
(KV/µs)
Tegangan Dasar
Arrester Tipe
Saluran (KV)
Kecuraman
Gelombang
(KV/µs)
3 25 20 167
6 50 25 208
9 75 30 250
12 100 37 308
15 125 40 333
20 167 50 417
25 208 60 500
30 250 73 608
37 308
40 333
50 417
60 500
73 608
International Electrotechnical Commission (IEC) mengusulkan besar
tegangan sentuh yang diizinkan sebagai fungsi dari lama gangguan seperti pada
Tabel2.2.
25
Tabel 2.4 Besar dan Lama Tegangan Sentuh Maksimum
Tegangan Sentuh Volt (RMS) Waktu Pemutusan Maksimum
(detik)
<50 -
50 5,0
75 1,0
90 0,5
110 0,2
150 0,1
220 0,05
280 0,03
Seperti yang telah disampaikan di awal bahwa tahanan pembumian
diharapkan bisa sekecil mungkin. Namun dalam prakteknya tidaklah selalu mudah
untuk mendapatkannya karena banyak faktor yang mempengaruhi tahanan
pembumian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar tahanan pembumian adalah:
a. Bentuk elektroda. Ada bermacam-macam bentuk elektroda yang banyak
digunakan, seperti jenis batang, pita dan pelat
b. Jenis bahan dan ukuran elektroda. Sebagai konsekuensi peletakannya di dalam
tanah, maka elektroda dipilih dari bahan-bahan tertentu yang memiliki
26
konduktivitas sangat baik dan tahan terhadap sifat-sifat yang merusak dari
tanah, seperti korosi. Ukuran elektroda dipilih yang mempunyai kontak paling
efektif dengan tanah.
c. Jumlah/konfigurasi elektroda. Untuk mendapatkan tahanan pembumian yang
dikehendaki dan bila tidak cukup dengan satu elektroda, bisa digunakan lebih
banyak elektroda dengan bermacam-macam konfigurasi pemancangannya di
dalam tanah.
d. Kedalaman pemancangan/penanaman didalam tanah. Pemancangan ini
tergantung dari jenis dan sifat-sifat tanah. Ada yang lebih efektif ditanam
secara dalam, namun ada pula yang cukup ditanam secara dangkal.
e. Faktor-faktor alam. Jenis tanah: tanah gembur, berpasir, berbatu, dan lain-lain;
moisture tanah: semakin tinggi kelembaban atau kandungan air dalam tanah
akan memperendah tahanan jenis tanah; kandungan mineral tanah: semakin
tinggi kandungan garam akan memperendah tahanan jenis tanah, namun
meningkatkan korosi; dan suhu tanah: suhu akan berpengaruh bila mencapai
suhu beku dan di bawahnya. Untuk wilayah tropis seperti Indonesia tidak ada
masalah dengan suhu karena suhu tanah ada di atas titik beku.
1. Tahanan Jenis Tanah
Faktor keseimbangan tahanan pembumian disekelilingnya adalah tahanan
jenis tanah yang direpresentasikan dengan p (rho).
Harga tahanan jenis tanah pada daerah kedalaman yang terbatas tergantung
dari beberapa faktor yaitu :
27
a. Jenis tanah : tanah liat berbatu, dan lain-lain.
b. Lapisan tanah: berlapis-lapis dengan tahanan jenis berlainan atau uniform.
c. Kelembaban tanah.
d. Temperatur.
Tahanan jenis tanah bervariasi dari 500 sampai 50.000 Ohm per cm3.
Kadang-kadang harga ini dinyatakan dengan harga Ohm per cm.
Untuk mengubah komposisi kimia tanah dapat dilakukan dengan
memberikan garam pada tanah dekat elektroda pembumian dengan maksud
mendapatkan tahanan jenis tanah yang rendah. Cara ini hanya baik untuk
sementara sebab penggaraman harus dilakukan secara periodik, sedikitnya
6(enam) bulan sekali.
Harga tahanan jenis tanah pada kedalaman yang terbatas sangatlah
tergantung dengan keadaan cuaca. Untuk mendapatkan tahanan jenis tanah rata-
rata, maka diperlukan suatu perencanaan maka diperlukan penyelidikan atau
pengukuran dalam jangka waktu yang tertentu misalnya selama 1 (satu) tahun.
Biasanya tahanan jenis tanah juga tergantung dari tingginya permukaan air yang
konstan.
Untuk mengurangi variasi tahanan jenis tanah akibat pengaruh musim,
pembumian dapat dilakukan dengan menanamkan elektroda pembumian mencapai
kedalaman dimana terdapat air yang konstan. Penanaman memungkinkan
kelembaban dan temperatur bervariasi, harga tahanan jenis tanah harus diambil
pada keadaan yang paling buruk, yaitu tanah kering dan dingin.
28
Untuk melihat gambaran mengenai besarnya tahanan jenis tanah untuk
bermacam-macam jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawah ini:
Tabel 2.5 Resistansi Jenis Tanah
1 2 3 4 5 6 7
Jenis Tanah Tanah Pasir Kerikil Pasir dan Tanah
Tanah Rawa Liat dan Basah Basah Kerikil Berbatu
Tanah Kering
Ladang
Resistansi
Jenis 30 100 200 500 1000 3000
(-m)
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
a. Waktu
Pembuatan tugas akhir ini akan dilaksanakan selama 6 bulan, mulai dari
bulan Pebruari 2020 sampai dengan Juni 2020 sesuai dengan perencanaan waktu
yang terdapat pada jadwal penelitian.
b. Tempat
Penelitian dilaksanakan di gardu induk Bontoala Makassar.
B. Metode Penelitian
bagan Alir
MULAI
PENGUMPULAN DATA
STOP
STUDI LITERATUR
MULAI
DISKUSI
MEMBUAT LAPORAN
SEMINAR
GAMBAR. 3.1 Bagan Alir
30
Metode penelitian ini berisikan langkah-langkah yang ditempuh penulis
dalam menyusun tugas akhir ini. Metode penelitian ini disusun untuk memberikan
arah dan cara yang jelas bagi penulis sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat
berjalan dengan lancar.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis dalam penyusunan
tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Metode Pustaka
Yaitu mengambil bahan-bahan penulisan tugas akhir ini dari referensi-
referensi serta literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas.
Metode Penelitian
Mengadakan penelitian dan pengambilan data pada gardu induk Bontoala
Nakassar. Kemudian mengadakan pembahasan/analisa hasil pengamatan dan
menyimpulkan hasil analisa tersebut.
Metode Diskusi/Wawancara
Yaitu mengadakan diskusi/wawancara dengan dosen yang lebih mengetahui
bahan yang akan kami bahas atau dengan pihak praktisi pada gardu distribusi pada
gardu induk Bontoala Makassar
31
C. Gambar blok diagram
Gambar 3.2 Diagram Satu Garis Sistem Pembumian Gardu Portal
Keterangan dambar :
1. LA (Lightning Arrester)
2. Transformator
3. PHB-TR
4. Sistem Pembumian LA
5. Sistem Pembumian Body Transformator
6. Sistem Pembumian Netral Sekunder
Bagian - bagian yang dibumikan pada gardu portal adalah :
- Terminal netral sekunder transformator
- Lightning Arrester (LA)
- Bagian konduktif terbuka, seperti PHB-TR dan body transformator
32
Elektroda pembumian LA terpisah dengan elektroda pembumian titik
netral transformator.
Untuk menghindari kerusakan maupun pencurian, penghantar pembumian
harus dilindungi dengan pipa galvanis % inch, setinggi 3 meter dari permukaan
tanah.
Penghantar pembumian menggunakan kawat tembaga (BC) berukuran 50
mm2 dan elektroda pembumian memakai elektroda batang sepanjang minimal 3
meter dengan minimal 20 cm ditanam ke dalam tanah.
2. Komponen Sistem Pembumian
a. Elektroda Pembumian
Elektroda Pembumian adalah suatu komponen yang terbuat dari
bahan konduktif; seperti tembaga yang berfungsi sebagai penghantar
listrik yang bersentuhan dengan tanah atau ditanam di dalam tanah dengan
tujuan untuk mempercepat penyerapan muatan listrik akibat sambaran
petir, arus bocor, hubung singkat ataupun tegangan lebih ke dalam tanah.
Pada prinsipnya jenis elektroda dipilih yang mempunyai kontak
sangat baik terhadap tanah. Berikut ini penjelasan mengenai jenis-jenis
elektroda pembumian:
1) Elektroda Batang (Rod), yaitu elektroda dari pipa atau besi baja profil
yang dipancangkan ke dalam tanah Elektroda ini merupakan elektroda
yang pertama kali digunakan dan teori-teori berawal dari elektroda
jenis ini. Elektroda ini banyak digunakan di gardu induk-gardu induk.
Secara teknis, elektroda batang ini mudah pemasangannya, yaitu
33
tinggal memancangkannya ke dalam tanah, Disamping itu, elektroda
ini tidak memerlukan lahan yang luas.
Gambar 3.3 Elektroda Batang (Rod)
2) Elektroda Pita, yaitu elektroda yang terbuat dari hantaran berbentuk
pita atau berpenampang bulat atau hantaran pilin yang pada umumnya
ditanam secara dangkal. Kalau pada elektroda jenis batang, pada
umumnya ditanam secara dalam. Pemancangan ini akan bermasalah
apabila mendapati lapisan-lapisan tanah yang berbatu, disamping sulit
pemancangannya, untuk mendapatkan nilai tahanan yang rendah juga
bermasalah. Ternyata sebagai pengganti pemancangan secara vertikal
ke dalam tanah, dapat dilakukan dengan menanam batang hantaran
secara mendatar (horisontal) dan dangkal. Di samping
kesederhanaannya itu, ternyata tahanan pembumian yang dihasilkan
sangat dipengaruhi oleh bentuk konfigurasi elektrodanya, seperti
dalam bentuk melingkar, radial atau kombinasi antar keduanya.
34
Gambar 3.4 Elektroda Pita dan Konfigurasinya
3) Elektroda Pelat, yaitu elektroda dari bahan pelat logam (utuh atau
berlubang) atau dari kawat kasa. Pada umumnya elektroda ini ditanam
dalam. Elektroda ini digunakan bila diinginkan tahanan pembumian
yang kecil dan sulit diperoleh dengan menggunakan jenis-jenis
elektroda yang lain.
Gambar 3.5 Elektroda Pelat
35
4) Jenis Elektroda Lain seperti :
- Jika jaringan pipa air minum dari logam dipakai sebagai elektrode
bumi, maka hams diperhatikan bahwa resistans pembumiannya
dapat menjadi besar akibat digunakannya pipa sambungan atau
flens dari bahan isolasi. Resistans pembumian yang terlalu besar
harus diturunkan dengan menghubungkan jaringan tersebut dengan
elektroda tambahan (misalnya selubung logam kabel).
- Jika pipa air minum dari logam dalam rumah atau gedung dipakai
sebagai penghantar butni, ujung pipa kedua sisi meteran air harus
dihubungkan dengan pipa tembaga yang berlapis timah dengan
ukuran minimum 16 mm2, atau dengan pita baja digalvanisasi
dengan ukuran minimum 25 mm2 (tebal pita minimum 3 mm).
- Selubung logam kabel yang tidak dibungkus dengan bahan isolasi
yang langsung ditanam dalam tanah boleh dipakai sebagai
elektrode bumi, jika selubung logam tersebut dikedua sisi
sambungan yang dihubungkan dengan penghantar yang
konduktivitas minimalnya sama dengan selubung logam tersebut
dan luas penampang penghantar itu minimal sebagai berikut:
a) 4 mm2 tembaga untuk kabel dengan penampang inti sampai 6
mm2;
b) 10 mm2 tembaga untuk kabel dengan penampang inti 10 mm
2
atau lebih.
36
Masing - masing jenis dari elektroda pembumian diatas memiliki
ketentuan ukuran dari berbagai komposisinya. Ukuran minimum elektrode
dapat dipilih menurut label 2.1 dengan memperhatikan pengaruh
korosinya. Jika keadaan tanah sangat korosif atau jika digunakan elektrode
baja yang tidak digalvanisasi, dianjurkan untuk menggunakan luas
penampang atau tebal sekurang-kurangnya 150 % dari yang tertera dalam
Tabel 2.1.
36
Tabel 3.1 Ukuran Minimum Elektroda Bumi
1 2 3
No Bahan Jenis
Elektroda
Baja digalvanisasi
dengan proses
pemanasan
Baja berlapis
tembaga
Tembaga
1 Elektroda
Pita
Pita baja 100 mm2
setebal minimum
3 mm
50mm2 Pita tembaga
50 mm2 tebal
minimum 2 mm
Penghantar pilin
95
Penghantar pilin
35 mm2 (bukan
kawat halus) mm2 (bukan kawat
halus)
2 Elektroda
Batang
- Pipa baja 25 mm
- Baja profil (mm)
L 65x65x7
U 6,5
T 6x50x3
- Batang profil lain
yang setaraf
Baja
berdiameter 1 5
mm dilapisi
tembaga setebal
250 urn
3 Elektroda
Pelat
Pelat besi tebal 3
mm luas 0,5 m2
sampai 1 m2
Pelat tembaga
tebal 2 mm luas
0,5 m2 sampai 1
m2
37
b. Hantaran Penghubung
Hantaran Penghubung adalah suatu komponen yang terbuat dari
bahan konduktor, seperti tembaga dan metal yang berfungsi sebagai
penghubung antara kutub pembumian dengan terminal, hantaran ini
biasanya berupa kawat tembaga pilin atau BC draad dengan diameter
minimal 16 mm2.
Gambar 3.6 Kawat BC
c. Terminal Pembumian
Hantaran Penghubung adalah terminal atau titik dimana kita
hubungkan dengan perangkat kita. Biasanya berupa lempeng tembaga
cukup panjangnya 15 cm, lebar 3 cm dan tebal 1 cm.
Gambar 3.7 Terminal Pembumian
38
d. Ground Clamp
Ground Clamp adalah suatu komponen yang terbuat dari bahan
konduktor seperti metal ataupun tembaga sebagai pengikat dan
penghubung kawat penghantar ke pangkal elektroda.
Gambar 3.8 Ground Clamp H1
Gambar 3.9 Komponen Sistem Pembumian
39
3. Macam-macam Pembumian
a. Pembumian Sistem
Pembumian sistem adalah pembumian dari titik yang merupakan
bagian dari jaringan listrik, misalnya titik netral generator atau
transformator atau titik hantaran tegangan atau hantaran netral.
b. Sistem Pembumian Peralatan
Sistem pembumian pada peralatan yaitu penghubungan antara
bagian-bagian peralatan listrik yang pada keadaan normal tidak dialiri arus.
Tujuannya adalah untuk membatasi tegangan antara bagian-bagian
peralatan yang tidak dialiri arus dan antara bagian-bagian ini dengan tanah
sampai pada suatu harga yang aman untuk semua kondisi operasi baik
kondisi normal maupun saat terjadi gangguan. Sistem pembumian ini
berguna untuk memperoleh impedansi yang rendah sebagai jalan balik arus
hubung singkat ke tanah.
Sistem pembumian pada peralatan pada umumnya menggunakan
dua macam sistem pembumian yaitu sistem grid (horizontal) dan sistem rod
(vertikal).
Sistem pembumian grid ialah menanamkan batang-batang elektroda
sejajar dengan permukaan tanah. Sedangkan sistem rod ialah menanamkan
batang-batang elektroda tegak lurus kedalam tanah. Jadi yang membedakan
sistem ini adalah cara penanaman elektrodanya.
40
c. Pembumian Penangkal Petir
Untuk menghindari timbulnya kecelakaan atau kerugian akibat
sambaran petir, maka diadakan usaha pemasangan instalasi penangkal
petir pada bangunan-bangunan. Sambaran petir ini akan mengakibatkan
kerusakan langsung pada objek yang tersambar. Dengan adanya instalasi
penangkal petir ini, maka sambaran petir dapat dikendalikan melalui
instalasi penangkal petir yang di teruskan ke bumi. Bahaya yang dapat
ditimbulkan dari penyaluran arus petir ini kebumi adalah timbulnya
flashover pada saluran hantaran penurunan serta gradien tegangan di
sekitar elektroda bumi,
4. Tahanan Pembumian
Tahanan pembumian harus sekecil mungkin untuk menghindari bahaya-
bahaya yang ditimbulkan oleh adanya arus gangguan tanah. Hantaran netral harus
diketanahkan di dekat sumber listrik atau transformator, pada saluran udara setiap
200 m dan di setiap konsumen. Tahanan pembumian satu elektroda di dekat
sumber listrik, transformator atau jaringan saluran udara dengan jarak 200 m
maksimum adalah 10 Ohm dan tahanan pembumian dalam suatu sistem tidak
boleh lebih dari 5 Ohm (standar PUIL 2000).
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Hasil Penelitian
a. Data Peralatan, sebagai berikut :
1. Tegangan sistem 70 KV
2. Tegangan dasar (pengenal) arrester 75 KV
3. Tegangan peiepasan arrester 270 KV
4. Arus peiepasan nominal 10 KA
5. arak arrester dengan alat yang dilindungi 6 m
6. TID Peralatan 325 KV
7. Jenis arrester yang dipergunakan adalah arrester katup jenis
stasion untuk pasangan luar.
b. Table Penetapan Tingkat Isolasi transformator dan Penangkap Petir
Tebel 4.1 Penetapan Tingkat Isolasi transformator dan Penangkap Petir
Spesifikasi Tegangan Nominal
150 KV 66 KV 20 KV
Tegangan Tinggi Untuk Peralatan 170 KV 72,5 KV 24 KV
Pentanahan Netral Efektif Tahanan Tahanan
Transformator
Tegangan Pengenal (Sisi Tegangan
Tinggi)
150 KV 66 KV 20 KV
Tingkat Isolasi Dasar (TID) 650 KV 325 KV 125 KV
Penangkap Pelir (Arrester)
Tegangan Pengenal 138 KV 75 KV 24 KV
Arus Pelepasan Nominal 10 KA 10 KA 5KA
Tegangan Pelepasan 460 KV 270 KV 87 KV
42
B. Arrester Sebagai Pengaman Transformator Pada Gardu Induk Bontoala
Gardu Induk (Gl) Bontoala melayani 11 feeder dengan menggunakan 3
buah transformator step-down (70 KV menjadi 20 KV). Untuk menjaga
kesinambungan penyaluran daya listrik ke setiap feeder, maka ketiga buah
transformator yang sebagai sumber penyaluran daya harus dilindungi dari
kerusakan yang ditimbulkan oleh gangguan-gangguan baik dari dalam sistem
maupun dari luar sistem.
Untuk gangguan yang mungkin timbul dari dalam sistem, peralatan
dilindungi dengan menggunakan relay proteksi sedangkan untuk gangguan yang
timbul dari luar sistem yang berupa sambaran petir dilindungi dengan
menggunakan Arrester.
C. Faktor-faktor Pertimbangan Untuk Mendapatkan Tingkat Perlindungan
Yang Baik
Perlindungan yang memadai terhadap tegangan lebih akibat sambaran
petir pada sistem distribusi tegangan listrik bergantung pada tiga pertimbangan
pokok, yaitu:
1. Pemilihan TID Peralatan.
2. Pemilihan tegangan kerja arrester.
3. Penempatan dan penyambungan arrester.
43
D. Pemilihan TID Peralatan dan Arrester Pada Gardu Induk dengan
Tegangan Sistem 70 KV ,
1. Menentukan Tegangan Dasar Arrester
Untuk sistem yang diketanahkan dengan tahanan, tegangan kerja
atau tegangan pengenal arrester diturunkan menjadi 80% dari tegangan
sistem maksimum, kemudian diberikan tambahan tegangan dari keadaan
normal sebesar 5%. Jadi tegangan dasar arrester untuk tegangan sistem
70% adalah :
(80% X 1,05) X 70 KV = 58,8 KV
Berdasarkan tabel 2.2., standar tegangan pengenal yang mendekati
dan lebih besar dari 58,8 KV adalah 60 KV.
2. Menentukan Tegangan Pelepasan Arrester
Untuk arrester dengan tegangan pengenal 60 KV, pada tabel 2.2.,
tegangan pelepasannya (tegangan kerja) sebesar 216 KV.
3. Menentukan Tingkat Perlindungan Arrester
Berdasarkan azas-azas pemilihan dan penempatan arrester (2.2.4.),
tegangan pelepasan arrester ditambahkan dengan 10% dari tegangan
pelepasan tersebut adalah nilai tingkat perlindungan (TP) dari arrester. Jadi
untuk tegangan pelepasan 216 KV, tingkat perlindungannya adalah:
TP = 216 KV + (10% X 216) 237,6 KV
4. Menentukan TID Peralatan
Seperti yang dibahas pada bagian 2,4.2., TID Peralatan adalah
tingkat perlindungan arrester ditambahkan 20 - 30% dari tingkat
44
perlindungan tersebut sebagai faktor perlindungan. Untuk tingkat
perlindungan 237,6 KV, TBD Peralatan yang ada adalah :
TID Peralatan = Tingkat Perlindungan + ( 30% X Tingkat Perlindungan ) -
237,6 KV + ( 30% X 237,6 ) = 308,88 KV
5. Menentukan Jarak Arrester dengan Alat Yang Dilindungi
Jarak arrester dengan alat yang dilindungi (X) diperoleh dengan
menggunakan rumus.
et = ea + 2µX/v
Dimana :
et= tegangan nominal dari peralatan yang dilindungi (KV)
= 237,6 KV
ea= tegangan pelepasan dari arrester (KV)
= 216 KV
u = kecuraman muka gelombang yang datang (KV/µs)
= 500 KV/µs (dianggap konstan, tabel 2.3.)
V = kecepatan rambat gelombang yang datang (m/µs)
= 300 m/µs
X = jarak dari arrester ke alat yang dilindungi (m)
Jadi :
45
237,6 = 216 +
237,6 = 216 + 3,35 X
= 6,44 m
6. Jenis Arrester Yang Dipergunakan
Sesuai dengan lokasi penempatannya yakni pada gardu induk,
maka jenis arrester yang dipergunakan adalah arrester katup jenis gardu
(station type).
E. Data Teknik Arrester dan TID Peralatan Terpasang
Untuk membandingkan dan mengevaluasi perlindungan yang diberikan
oleh arrester terhadap peralatan , maka perlu diketahui data peralatan yang ada,
sebagai berikut :
1. Tegangan sistem 70 KV
2. Titik netral diketanahkan dengan tahanan
3. Tegangan dasar (pengenal) arrester 75 KV
4. Tegangan peiepasan arrester 270 KV
5. Arus peiepasan nominal 10 KA
6. Jarak arrester dengan alat yang dilindungi 6 m
7. TID Peralatan 325 KV
8. Jenis arrester yang dipergunakan adalah arrester katup jenis stasion untuk
pasangan luar.
46
F. Evaluasi Arrester Terpasang Pada Gardu Induk Bontoala – Makassar
Evaluasi ini dimaksudkan untuk mernbandingkan antara nilai yang
diperoleh pada bagian 3.3. dengan data arrester terpasang (3.4.) serta ketetapan
tingkat instalasi transformator dan penangkap petir pada label 4.1.
Tabel 4.2. Penetapan Tingkat Isolasi transformator dan Penangkap Petir
Spesifikasi
Tegangan Nominal
150 KV 66 KV 20 KV
Tegangan Tinggi Untuk Peralatan 170 KV 72,5 KV 24 KV
Pentanahan Netral Efektif Tahanan Tahanan
Transformator
Tegangan Pengenal (Sisi Tegangan
Tinggi)
150 KV 66 KV 20 KV
Tingkat Isolasi Dasar (TID) 650 KV 325 KV 125 KV
Penangkap Pelir (Arrester)
Tegangan Pengenal 138 KV 75 KV 24 KV
Arus Pelepasan Nominal 10 KA 10 KA 5KA
Tegangan Pelepasan 460 KV 270 KV 87 KV
47
1. Tegangan Dasar Arrester
Tegangan dasar arrester terpasang adalah 75 KV, sedangkan
berdasarkan hasil perhitungan pada 3.3.1. tegangan dasar arrester adalah 60
KV.
Nilai 75 KV diperoleh dari tegangan dasar hasil perhitungan yang
dijumlahkan dengan 10% dari tegangan dasar tersebut sebagai faktor
keamanan sesuai dengan azas-azas pemilihan dan penempatan arrester (2.3.3.
bagian g), atau :
60 KV+(10 % X 60) = 66 KV
Pada tegangan nominal 66 KV, tegangan dasar arrester berdasarkan
tabel 2.2. dan tabel 3.1. adalah 75 KV.
2. Tegangan Pelepasan Arrester
Dengan tegangan dasar 75 KV, tegangan pelepasan arrester
berdasarkan tabel 2.2. tabel 3.1. adalah 270 KV.
3. Tingkat Perlindungan
Untuk arrester terpasang, tegangan pelepasan tidak perlu lagi
ditambahkan 10% dari tegangan pelepasan tersebut untuk mendapatkan nilai
tingkat perlindungan yang diberikan oleh arrester karena pada faktor
perlindungan tersebut telah dimasukkan pada nilai tegangan dasar arrester.
48
4. TID Peralatan
Untuk TID peralatan, nilai TID peralatan hasil perhitungan lebih kecil
16,12 KV dari TID peralatan terpasang yakni sebesar 325 KV.
5. Jarak Arrester Dengan Alat Yang Dilindungi
Berdasarkan hasil perhitungan, jarak arrester dengan alat yang
dilindungi adalah 6,44 m, sedangkan pada penerapannya hanya 6 m. Jadi
terdapat selisih jarak 0,44 m.
6. Analisa Hasil
Berdasarkan hasil perbandingan antara arrester dan TID peralatan
terpasang dan hasil perhitungan terdapat selisih nilai dimana nilai arrester dan
TID peralatan terpasang lebih besar dari nilai hasil perhitungan. Selisih nilai
ini disebabkan karena faktor keamanan 10% terlebih dulu dimasukkan pada
tegangan dasar arrester sehingga tegangan dasar arrester terpasang lebih besar
dari tegangan dasar arrester hasil perhitungan yang mempengaruhi nilai
perlindungan secara keseluruhan.
Selisih nilai ini dimaksudkan untuk menambah tingkat kehandalan
sistem perlindungan tanpa mempengaruhi kinerja sistem.
49
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk tegangan sistem 70 KV dengan titik netral diketanahkan, tegangan
dasar arrester sebesar 60 KV cukup aman untuk melindungi transformator dari
gangguan sambaran petir. Sementara tegangan dasar arrester terpasang sebesar
75 KV dimaksudkan untuk menambah tingkat kehandalan sistem
perlindungan.
2. Dengan TID peralatan terpasang sebesar 325 KV, Iebih besar 16,12 KV dari
TID peralatan yang direkomendasikan untuk tegangan sistem 70 KV yakni
308,88 KV, akan mampu menahan tegangan sistem, baik dalam keadaan
normal maupun keadaan tidak normal yang mungkin timbul dari dalam
maupun dari luar sistem.
3. Meskipun penempatan arrester yang baik adalah sedekat mungkin dengan
peralatan, tapi dengan jarak 6 meter dari peralatan yang dilindungi, arrester
akan mampu mengamankan peralatan dari gangguan sambaran petir.
B. Saran
Pada gardu induk dengan tegangan sistem 70 KV dan titik netral
diketanahkan, perlindungan terhadap tegangan Iebih surja dengan menggunakan
arrester sebaiknya menempatkan arrester pada jarak yang tidak melebihi nilai
hasil perhitungan (6,44 m) dengan peralatan yang dilindungi.
50
DAFTAR PUSTAKA
Arzal, 2018. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. Jakarta : PT.
Gramedia
Ausumu Kuwuhara, 2018, Teknik Tenaga Listrik, Jilid III, Gardu Induk, Jakarta,
PT. Pradnya Paramita
Mason, C. Russel, 2018, The Art and Science Of Protective Relaying, John Wiley
And Sons, inc., New York
Warrington, A.R.C. Van, 1978, Vol. 2 and 3, Protective Relays, Chapman and
Hall, London..
Ts. Mhd. Soeleman, 2018. Kumpulan Kuliah Mesin Serempak dan Tak Serempak.
Elektronik ITB Bandung.
A. Rida Ismu W. dan Soepratman, 2019. instalasi Cahaya dan Tenaga I.
Departemen P & K Direktorat Pendidikan Menengah dan Kejuruan.
Charles I.H. 2nd Edition. Preventive Maintenance of Electrical Equipment USA :
Me Graw Hill Book, Inc.
Eugene C. Lister, 2018. Mesin dan Rangkaian Listrik. Jakarta : Airlangga.
Hutahuruk, T. S.,2018 Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja, Jakarta, Penerbit
Erlangga
Robert W.S , 1987. Swithcgear and Control Hand Book. USA : Me Graw Hill
Book, Inc.
,