skripsi analisis perputaran piutang terhadap …
TRANSCRIPT
1
SKRIPSI
ANALISIS PERPUTARAN PIUTANG TERHADAP LIKUIDITAS PADA PT.
BFI FINANCE INDONESIA Tbk MAKASSAR
WANDI
105730289211
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2015
2
3
4
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur hamba hanturkan ke hadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan karuian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
skripsi yang berjudul: Analisis Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas Pada
PT. BFI Finance Indonesia Tbk. Penulis menyadari bahwa masih jauh dari yang
diharapkan atau sempurna, karena berbagai keterbatasan pengetahuan maupun
literatur yang dimiliki oleh sebab itu, segala kritik dan saran demi penyempurnaan
skripsi ini penulis sangat harapkan. Penulis menyadari bahwa tersusunnya skripsi
ini berkat bantuan atau dorongan dari berbagai pihak utamanya buat kedua orang
tua saya yang tak henti-hentinya memberi semangat dan doa yang tak terhingga.
Dan tak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan
yang tulus kepada:
1. Bapak Dr.H. Abd. Rahman Rahim, SE., MM. selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Dr.H.Mahmud Nuhung,SE.,M.A selaku Dekan Fakultas Ekonomi.
3. Bapak Ismail Badollahi,SE.,M.Si,Ak selaku Katua Prodi Akuntansi.
4. Bapak Dr. H. Ansyarif Khalid. SE. MM selaku pembimbing I.
5. Bapak Ismail Rasulung. SE.MM selaku pembimbing II.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan seluruh stafnya yang telah
mendidik dan memberi ilmu selama menempuh pendidikan.
5
7. Pimpinan PT. BFI Finance Indonesia Tbk. Makassar yang telah memberi
kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman kelas Akuntansi 10-2011 atas kebersamaannya selama
duduk di bangku kuliah, semoga kekeluargaan kita tetap ada walau sudah
tidak bersama lagi di bangku kuliah.
9. Dan seluruh pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak memberikan bantuan baik berupa nasehat maupun saran.
Atas segala budi baik dan jasa-jasa yang telah diberikan tersebut, semoga
Allah SWT memberikan balasan yang setimpal. Amien. Akhirnya dengan segala
keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis mohon maaf apabila penyusunan
skripsi ini masih terdapat kekurangan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan
menambah pengetahuan khususnya bagi penulis dan pembacanya.
Makassar 2015
penulis
6
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 7
A. Pengertian Piutang ................................................................ 7
B. Klasifikasi Piutang ................................................................ 9
C. Pengendalian Internal Piutang .............................................. 11
D. Kebijakan Kredit ................................................................... 12
E. Pengakuan Piutang ............................................................... 20
F. Biaya Atas Piutang ............................................................... 21
G. Administrasi Piutang ............................................................ 23
H. Prosedur Penagihan Piutang ................................................. 27
I. Prosedur Penerimaan Kas ..................................................... 27
J. Cara Pengumpulan Piutang .................................................. 31
K. Piutang Yang Tidak Dapat Ditagih ...................................... 32
L. Rasio Keuangan .................................................................... 33
M. Analisis Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas ................ 37
N. Kerangka Pikir ...................................................................... 39
O. Hipotesis ............................................................................... 39
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 41
A. Tempat Dan Waktu Penelitian .............................................. 41
B. Metode Pengumpulan Data .................................................. 41
C. Jenis Dan Sumber Data......................................................... 42
7
D. Defenisi Operasional ............................................................ 43
E. Metode Analisis .................................................................... 44
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ................................... 45
A. Sejarah PT. BFI Finance Indonesia Tbk. .............................. 45
B. Visi Dan Misi PT. BFI Finance Indonesia Tbk. ................... 46
C. Struktur Organisasi PT. BFI Finance Indonesia Tbk. .......... 47
D. Izin Usaha Yang Didirikan PT. BFI Finance Indonesia Tbk. 48
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 50
A. Analisis Perputaran Piutang.................................................. 50
B. Likuiditas Perusahaan ........................................................... 50
BAB VI KESIMPULAN .......................................................................... 67
A. Kesimpulan Penelitian .......................................................... 67
B. Saran ..................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 79
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya tujuan suatu perusahaan ditinjau dari sudut pandang ekonomi
adalah untuk memperoleh keuntungan (profit oriented), menjaga kelangsungan hidup
dan kesinambungan operasi perusahaan, sehingga mampu berkembang menjadi
perusahaan yang besar dan tangguh. Kesuksesan perusahaan dalam bisnis hanya bisa
dicapai melalui pengelolaan yang baik, khususnya pengelolaan manajemen keuangan
sehingga modal yang dimiliki bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Dalam mengelola manajemen keuangan, khususnya mengenai piutang dagang
perlu direncanakan dan dianalisa secara seksama, sehingga kebijakan manajemen
piutang dagang dapat berjalan secara efektif dan efisien, baik mengenai prosedur
piutang, penagihan piutang, penjualan kredit dan masalah piutang lainnya.Secara
umum piutang timbul karena adanya transaksi penjualan barang atau jasa secara
kredit. Ditengah persaingan bisnis yang ketat perusahaan dituntut untuk mampu
meraih posisi pasar, sehingga perusahaan perlu melakukan strategi penjualan secara
kredit, agar jumlah penjualan meningkat. Namun, konsekuensi dari kebijakan tersebut
dapat menimbulkan peningkatan jumlah piutang, piutang tak tertagih dan biaya-biaya
lainnya yang muncul seiring dengan peningkatan jumlah piutang.
Piutang merupakan salah satu jenis aktiva lancar yang tercantum dalam
neraca. Di dalam piutang tertanam sejumlah investasi perusahaan yang tidak terdapat
pada aktiva lancar lainnya.Untuk itu pengelolaan piutang memerlukan perencanaan
9
yang matang, mulai dari penjualan kredit yang menimbulkan piutang sampai menjadi
kas. Investasi yang terlalu besar dalam piutang bisa menimbulkan kecil atau
lambatnya perputaran modal kerja, sehingga semakin kecil pula kemampuan
perusahaan dalam meningkatkan volume penjualan. Akibatnya semakin kecilnya
kesempatan yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atau laba.
Peningkatan piutang yang diiringi oleh meningkatnya piutang tak tertagih
perlu mendapat perhatian. Untuk itu sebelum suatu perusahaan memutuskan
melakukan penjualan kredit, maka terlebih dahulu diperhitungkan mengenai jumlah
dana yang diinvestasikan dalam piutang, syarat penjualan dan pembayaran yang
diinginkan, kemungkinan kerugian piutang (piutang tak tertagih) dan biaya-biaya
yang akan timbul dalam menangani piutang. Oleh karena itu, pengendalian terhadap
piutang merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan oleh perusahaan. Sistem
pengendalian piutang yang baik akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam
menjalankan kebijakan penjualan secara kredit. Demikan pula sebaliknya, kelalaian
dalam pengendalian piutang bisa berakibat fatal bagi perusahaan, misalnya banyak
piutang yang tak tertagih karena lemahnya kebijakan pengumpulan dan penagihan
piutang.
Selain itu, terdapat penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Elviana (2010)
tentang analisis likuiditas piutang tak tertagih yang dilakukan pada PT.Suzuki
Sudiang Motor di Makassar. Menghitung besarnya receivable turn over (RTO)
,average collection periode (ACP) , rasio tunggakan, dan rasio penagihan. Dia
menemukan bahwa prestasi manajemen piutang PT.Suzuki Sudiang Motor pada
10
periode 2007-2009 semakin buruk. Hal-hal yang perlu dilakukan perusahaan untuk
meningkatkan prestasi manajemen piutang yaitu : sistem dan prosedur dari penjualan
kredit harus diterapkan dengan konsisten, perlu dilakukan pengawasan terhadap
sistem akuntansi dan sistem administrasi, meninjau dengan lebih baik dan teliti lagi
tentang lokasi dan pekerjaan calon pelanggan.
Penelitian kedua dilakukan oleh Nur Farhanah (2009) tentang analisis
penerapan kebijaksanaan manajemen piutang pada PT.Wijaya Indonesia Makmur
cabang Setia Budi Medan. Dia menemukan bahwa perputaran piutang dan periode
pengumpulan piutang dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 cenderung stabil
dengan sedikit fluktuasi setiap tahunnya. Menurutnya agar tidak terjadi fluktuasi
(ketidak tetapan) nilai perputaran piutang yang cukup besar maka perusahaan harus
meningkatkan kegiatan yang mengarah pada upaya pengembalian piutang
perusahaan.
Penelitian ketiga Rahmat dan Nur (2008) meneliti tentang pengaruh
perputaran piutang dan pengumpulan piutang terhadap likuiditas perusahaan.
Populasi yang digunakan yaitu neraca, daftar penjualan kredit dan laporan laba rugi.
Sampel yang digunakan adalah laporan keuangan 2002-2006. Variable dependennya
adalah likiuditas perusahaan yang diukur menggunakan cash ratio sedangkan variable
independennya menngunakan perputaran piutang dan pengumpulan piutang.untuk
pengolahan data digunakan anlisis regresi linear dan untuk menguji hipotesis
penelitian adalah dengan menggunakan Uji F dan Uji T. Uji F untuk melihat
significant tidaknya pengaruh variable-variabel bebas secara bersama-sama
11
(simultan) terhadapa variable terikat, sedangkan Uji T untuk menguji tingkat
significancy antara variable bebas dan variable terika secara parsial. Adapun hasil
penelitian tersebut, diketahui bahwa perputaran piutang dan pengumpulan piutang
secara simultan berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan dan perputaran piutang
dan pengumpulan piutang secara parsial berpengarauh terhadap likuiditas perusahaan.
Penelitian keempat Dongoran (2009) meneliti pengaruh perputaran piutang
dan perputaran kas terhadap tingkat likuiditas perusahaan tekstil yang terdapat di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Untuk periode 2004-2008. Dimana variabel
dependennya adalah likuiditas perusahaan yang hitung dengan menggunakan rasio
lancar, Quick ratio dan Cash ratio, sedangkan variabel independen yang digunakan
ada dua yaitu perputaran piutang dan perputaran kas. Metode analisis data yang
digunakan adalah metode analisis statistik sedangkan pengolahan data menggunakan
analisis regresi berganda.
Berdasarkan pengolahan data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
perputaran piutang dan perputaran kas secara bersama-sama memiliki pengaruh
terhadap tingkat likuiditas perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI). H1: perputaran piutang berpengaruh positif terhadap likuiditas perusahaan.
Selain penelitian-penelitian diatas yang menjadi alasan penulis untuk
mengambil judul tersebut yaitu: pentingnya likuiditas dapat dilihat dengan
mempertimbangkan dampak yang berasal dari ketidakmampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Kurangnya likuiditas menghalangi
12
perusahaan memperoleh keuntungan dari diskon atau kesempatan mendapatkan
keuntungan.
Bagi kreditor perusahaan, kurangnya likuiditas dapat menyebabkan
penundaan pembayaran bunga dan pokok pinjaman atau bahkan tidak dapat ditagih
sama sekali. Pelanggan serta pemasok produk dan jasa perusahaan juga merasakan
masalah likuiditas jangka pendek. Implikasinya antara lain mencakup
ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kontrak serta merusak hubungan
dengan pelanggan dan pemasok penting. Sehubungan dengan hal ini maka penulis
memilih judul skripsi sebagai berikut:
‘‘ANALISIS PERPUTARAN PIUTANG TERHADAP LIKUIDITAS (STUDI
KASUS PADA PT. BFI FINANCE INDONESIA Tbk MAKASSAR)’’
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
“Bagaimana pengaruh perputaran piutang terhadap likuiditas pada PT. BFI
Finance Indonesia Tbk Makassar?”
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
13
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis dan
mengetahui bagaimana pengaruh tingkat perputaran piutang terhadap likuiditas pada
PT. BFI FINANCE INDONESIA Tbk DI MAKASSAR.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan informasi yang dapat diterapkan pada perusahaan sehubungan
dengan tingkat perputaran piutang terhadap likuiditas pada PT. BFI
FINANCE INDONESIA Tbk MAKASSAR
b. Sebagai bahan referensi bagi pembaca yang berminat dengan masalah
perputaran piutang terhadap likuiditas.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Piutang
Terdapat begitu banyak transaksi yang dilakukan perusahaan dalam aktivitas
seharai-hari. Mulai dari aktivitas membeli aset yang dibutuhkan perusahaan,
membayar berbagai beban yang diperlukan dalam rangka memperoleh suatu manfaat,
hingga aktivitas menghasilkan dan menjual produk kepada konsumen. Dalam upaya
menjual produk yang dimiliki, setiap perusahaan menggunakan berbagai cara dimana
salah satunya adalah dengan memberikan kemudahan cara pembayaran. Penerapan
sistem penjualan secara kredit yang dilakukan perusahaan merupakan salah satu
usaha perusahaan dalam rangka meningkatkan volume penjualan. Penjualan kredit
tidak segera menghasilkan penerimaan kas, tetapi menimbulkan apa yang disebut
dengan piutang, sehingga dengan kata lain piutang timbul karena perusahaan
menerapkan sistem penjualan secara kredit.
Dalam berbagai refrensi piutang sering juga diartikan sebagai bentuk klaim
yang ditujukan kepada pihak lain sebagai hasil dari transaksi untuk tujuan akuntansi
sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh Simon (2000) yang dikutip oleh
Manulang (2005, 34) sebagai berikut :
“The term receivable is applicable to all claims against other, wheter are
claims for money, for goods, or for serving, for accounting purpose, however the
term is employed is narrower sense to designate claims that are expected to be settled
by the receipt of money”.
15
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa piutang antara lain
merupakan semua tuntutan terhadap langganan baik berbentuk perkiraan uang,
barang maupun jasa dan segala bentuk perkiraan seperti transaksi. Penjualan secara
kredit menimbulkan hak bagi perusahaan yang melakukan penagihan pada
langganannya, di mana hal itu ditentukan oleh persyaratan yang telah disepakati
bersama pada saat melakukan transaksi.
Oleh Kasmir (2002, 338) piutang mengandung arti: “piutang adalah hak klaim
terhadap seseorang atau perusahaan lain, menuntut pembayaran dalam bentuk uang
atau penyerahan aktiva atau jasa lain kepada pihak dengan siapa ia berpiutang”.
Piutang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan
usaha normal perusahaan.
Selain itu, Indriyo (2005, 15) lebih mengkhususkan definisi piutang pada
piutang dagang: ”Piutang dagang adalah tagihan kepada pihak lain (kepada kreditur
atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagang secara kredit”. Jadi,
piutang dapat diartikan bahwa perusahaan memiliki hak penagihan terhadap pihak
lain yang menjadi langganannya dan mengharap pembayaran dari mereka agar
memenuhi kewajiban terhadap perusahaan.
B. Klasifikasi Piutang
Sebagian besar piutang timbul dari penyerahan barang dan jasa secara kredit
kepada pelanggan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya pelanggan akan
lebih tertarik untuk membeli sebuah produk yang ditawarkan secara kredit oleh
16
perusahaan (penjual) dan hal ini rupanya juga menjadi salah satu trik bagi bagi
perusahaan untuk meningkatnya omzet penjualan yang akan tampak dalam laporan
laba rugi. Piutang yang timbul dari penjualan atau penyerahan barang dan jasa secara
kredit ini dikalsifikasikan sebagai piutang usaha, yang kemudian tidak tertutup
kemungkinan akan berubah menjadi piutang wesel. Dalam praktiknya piutang pada
umumnya diklasifikasikan menjadi :
1. Piutang Usaha (Account Receivable)
Yaitu jumlah yang akan ditagih dari pelanggan sebagai akibat penjualan
barang atau jasa secara kredit. Piutang usaha memiliki saldo normal di sebelah debet
sesuai dengan saldo normal untuk aktiva. Piutang usaha biasanya diperkirakan akan
dapat ditagih dalam jangka waktu yang relatif pendek, biasanya dalam waktu 30
hingga 60 hari. Setelah ditagih, secara pembukuan, piutang usaha akan berkurang di
sebelah kredit. Piutang usaha diklasifikasin dalam neraca sebagai aktiva lancar
(current asset)
2. Piutang Wesel (Note Receivable)
Yaitu tagihan perusahaan kepada pembuat wesel. Pembuat wesel yaitu pihak
yang berutang kepada perusahaan, baik melalui pembelian barang secara kredit
maupun melalui peminjaman sejumlah uang. Pihak yang berutang berjanji untuk
membayar sejumlah uang tertentu, berikut bunganya dalam kurun waktu yang telah
disepakati. Janji pembayaran tersebut ditulis secara formal dalam sebuah wesel atau
promes.
17
Bagi pihak yang berjanji akan membayar (dalam hal ini adalah pembuat
wesel), instrument kreditnya dinamakan wesel bayar, yang tidak lain akan dicatat
sebagai utang wesel. Sedangkan bagi pihak yang dijanjikan untuk menerima
pembayaran, instrumennya dinamakan wesel tagih, yang akan dicatat dalam
pembukuan sebagai piutang wesel. Piutang wesel sama seperti piutang usaha
memiliki saldo normal di sebelah debet sesuai saldo normal untuk aktiva.
Piutang wesel diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar atau aktiva
tidak lancar. Piutang wsel yang timbul akibat penjualan barang atau jasa secara kredit
akan dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar, sedang piutang wesel yang
timbul dari transaksi pemberian pinjaman sejumlah uang kepada debitur akan
dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar ataupun aktiva tidak lancar, tergantung
pada lamanya jangka waktu pinjaman.
3. Piutang Lain-Lain (Other Receivables)
Piutang lain-lain umunya diklasifikasikan dan dilaporkan secara terpisah
dalam neraca. Contohnya piutang bunga, piutang dividen, piutang pajak dan tagihan
kepada karyawan.
Jika piutang dapat ditagih dalam jangka waktu satu tahun atau sepanjang
siklus normal operasional perusahaaa, maka piutang lain-lain akan diklasifikasikan
sebagai aktiva lancar. diluar dari itu, tagihan akan dilaporkan dalam neraca sebagai
aktiva tidak lancar.
18
C. Pengendalian Internal atas Piutang
Jika kita berbicara tentang pengendalian internal atas piutang, maka
sesungguhnya yang menjadi pusat perhatian adalah bagaimana pengamanan yang
efisien dan efektif dilakukan atas piutang, baik dari segi pengamanan atas perolehan
fisik kas, pemisahan tugas, sampai pada tersedianya data catatan akuntansi yang
akurat.
Setiap penjualan kredit yang dilakukan oleh calon pembeli haruslah diuji atau
dievaluasi terlebih dahulu kelayakan kreditnya. Bagian penjualan tidak boleh
merangkap bagian kredit. Persetujuan pemberian kredit hanya boleh dilakukan oleh
manajer kredit. Manajer penjualan tidaklah memiliki otorisasi atau wewenang untuk
menyetujui proposal kredit pelanggan. Apabila bagian penjualan merangkap bagian
kredit, maka dikhawatirkan seluruh proposal kredit yang diajukan calon pembeli akan
langsung disetujui tanpa adanya evaluasi terlebih dahulu.
Dalam praktik, ketiadaan pemisahan tugas antara fungsi penjualan dan fungsi
kredit, ditambah lagu denga kurang tepatnya dasar perhitungan komisi, sering kali
menimbulkan peluang terjadinya tindakan kecurangan. Tidak menutup kemungkinan
karyawan bagian penjualan akan berusaha memperbesar komisi penjualan dengan
cara yang tidak benar.
Seperti diketahui, penerapan pengendalian internal memang tidak terlepas dari
biaya-biaya tambahan yang harus dikorbankan perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan
pada dasarnya harus mempertimbangkan atau membandingkan antara besarnya biaya
tambahan yang akan dikeluarkan dengan manfaat yang akan diperoleh.
19
D. Kebijakan Kredit
1. Manfaat Penjualan Kredit
Menurut Adisaputro Gunawan (2003, 37) investasi pada piutang akan
memberikan manfaat bagi perusahaan antara lain kenaikan omzet penjualan, kenaikan
laba bersih, dan bertambahnya market share yang mana memberikan dampak positif
bagi persaingan bisnis. Adisaputro Gunawan (2003, 62) mengemukakan manfaat
penjualan kredit antara lain: upaya untuk meningkatkan omzet penjualan,
meningkatkan keuntungan, meningkatkan hubungan dagang antara perusahaan
dengan pelanggannya, manfaat keuntungan berupa selisih bunga modal pinjaman
yang harus dibayarkan kepada bank sebagai sumber dana pembelanjaan piutang.
Demikian juga menurut Indriyo (2005, hal 43) mengemukakan keuntungan
dari penjualan kredit yaitu: kenaikan hasil penjualan, kenaikan laba, persaingan.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, penulis berpendapat bahwa manfaat-
manfaat penjualan kredit antara lain: dapat meningkatkan omzet penjualan,
meningkatkan keuntungan perusahaan serta dapat meningkatkan hubungan dagang
antara pelanggan dengan perusahaan.
2. Persyaratan Kredit
Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan penjualan kredit memerlukan
pedoman dalam menentukan kepada siapa akan memberikan kredit dan berapa
jumlah kredit tersebut. Oleh karena itu, perusahaan tidak hanya mementingkan
penentuan standar kredit yang diberikan, tetapi juga penetapan standar kredit tersebut
dalam membuat keputusan-keputusan kredit.
20
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perusahaan perlu mempertimbangkan
beberapa hal sebagai berikut :
a. Standar Kredit
Menurut Syamsuddin (2002, 256) standar kredit dari suatu perusahaan dapat
didefinisikan sebagai kriteria minimum yang harus dipenuhi oleh seorang pelanggan
sebelum dapat diberikan kredit. Hal-hal seperti nama baik pelanggan sehubungan
dengan kredit, atau pembayaran utang-utang dagangnya, baik kepada perusahaan
sendiri maupun kepada perusahaan-perusahaan lain, referensi-referensi kredit, rata-
rata jangka waktu pembayaran utang dagang dan beberapa rasio keuangan tertentu
dari perusahaan pelanggan akan dapat memberikan suatu dasar penilaian bagi
perusahaan sebelum memberikan atau melakukan penjualan kredit.
Adapun faktor-faktor utama yang harus dipertimbangkan apabila perusahaan
bermaksud untuk mengubah standar kredit yang diterapkan menurut Syamsuddin
(2002, 257) adalah :
1) Biaya administrasi, bilamana perusahaan memperlunak standar kredit yang
diterapkan, berarti banyak kredit yang diberikan dan tugas-tugas yang tidak dapat
dipisahkan dengan adanya pertambahan penjualan kredit tersebut juga akan
semakin bertambah besar. Sebaliknya, apabila standar kredit diperketat, maka
jumlah penjualan kredit yang diberikan semakin kecil dan tugas-tugas untuk
itupun semakin sedikit. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa perlunakan
standar kredit yang lebih ketat akan mengurangi biaya administrasi.
21
2) Investasi dalam piutang, semakin besar piutang semakin besar pula biaya-
biayanya. Perlunakan standar kredit diharapkan untuk meningkatkan volume
penjualan, sedangkan standar kredit yang semakin ketat akan menurunkan volume
penjualan.
3) Kerugian piutang (bad debt expenses), akan semakin meningkat dengan
diperlunaknya standar kredit, dan akan menurun bilamana standar kredit
diperketat.
4) Volume penjualan, bilamana standar kredit diperlunak maka diharapkan akan
dapat meningkatkan volume penjualan, dan sebaliknya jika perusahaan
memperketat standar kredit yang diterapkan maka dapat diperkirakan bahwa
volume penjualan akan menurun.
b. Syarat Kredit (Credit Term)
Syarat kredit adalah ketentuan yang ditetapkan perusahaan terhadap
pelanggan untuk membayar utangnya.Syarat kredit dapat bersifat lunak atau
ketat.Bersifat ketat, berarti perusahaan mengutamakan keselamatan kredit dari pada
pertimbangan laba.Bersifat lunak, berarti perusahaan melakukan strategi dalam
meningkatkan volume penjualan. Persyaratan kredit atau credit term meliputi tiga hal,
yaitu :
1) Potongan tunai, memungkinkan pelanggan tertarik untuk membayar pinjaman
lebih awal. Hal ini membuat penagihan periode rata-rata (average collection
period) akan lebih pendek dan penjualan kotor pun meningkat. Besarnya
22
potongan tunai yang diberikan dapat ditentukan oleh titik di mana biaya yang
dikeluarkan sama dengan manfaat yang akan diterima oleh perusahaan.
Volume penjualan akan meningkat karena adanya potongan tunai untuk
pembayaran yang dilakukan dalam waktu 10 hari, maka harga dari produk yang dibeli
oleh perusahaan pembeli akan lebih murah. Bilamana permintaan terhadap produk
perusahaan cukup elastis, maka penurunan harga tersebut akan diikuti oleh
meningkatnya permintaan dan volume penjualan.
Rata-rata pengumpulan piutang juga akan menurun karena pelanggan yang
tadinya tidak mendapatkan potongan tunai, sekarang dapat mengambil potongan tunai
tersebut. Hal ini tentu saja berarti suatu pembayaran yang lebih awal dengan
demikian jangka waktu rata-rata pengumpulan piutangpun akan berkuran. Demikian
pula halnya dengan kerugian piutang, karena banyaknya pelanggan yang mengambil
potongan tunai yang ditawarkan maka probalitas dari kerugian piutang atau bad debt
expenses akan semakin meningkatkan keuntungan perusahaan.
Aspek negatif dari adanya potongan tunai adalah menurunnya potongan per
unit dari produk yang dijual bilamana semakin banyak pelanggan yang mengambil
potongan tunai yang ditawarkan tersebut berarti menurunnya produk yang dijual.
2) Periode kredit, perubahan dalam priode kredit (misalnya dari net 30 hari menjadi
60 hari) juga akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Pengaruh-pengaruh
23
berikut ini diperkirakan akan terjadi bilamana perusahaan memperpanjang priode
kredit yang diberikan.
Perpanjangan periode kredit akan meningkatkan volume penjualan tetapi baik
rata-rata pengumpulan piutang maupun kerugian piutang juga akan meningkat.
Dengan demikian peningkata volume penjualan akan mempunyai pengaruh yang
positif atas keuntungan perusahaan, sedangkan rata-rata pengumpulan piutang dan
kerugian piutang akan berpengaruh negatif bagi 16 keuntungan perusahaan.kebalikan
dari hal ini, perpendekan dari periode kredit, akan mempunyai pengaruh-pengaruh
yang sebaliknya.
3. Evaluasi Terhadap Pelanggan
Sebelum perusahaan memutuskan untuk menyetujui permintaan atau
penambahan kredit oleh pelanggan, perusahaan perlu mengadakan evaluasi terhadap
pelanggan.Ini dilakukan untuk mencegah resiko kredit yaitu resiko tidak terbayarnya
kredit yang telah diberikan.
Menurut Wiksuana, Bagus (2001:131) dalam melaksanakan penilaian kredit
dapat memperhatikan 5 C, yaitu :
a. Character (kepribadian),
yaitu aspek ini menggambarkan keinginan atau kemauan para pembeli untuk
memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai dengan persyaratan yang sudah
ditetapkan oleh penjual.
24
b. Capacity (kemampuan),
yaitu mengambarkan kemampuan seseorang langganan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban finansialnya.
c. Capital (modal),
yaitu menunjukkan kepada kekuatan finansial calon langganan terutama dengan
melihat modal sendiri yang dimilikinya.
d. Colateral (dominan),
yaitu menggambarkan jumlah aktiva yang dijadikan sebagai barang jaminan oleh
calon langganan. Hal ini bukanlah merupakan pertimbangan yang sangat penting
karena tujuan perusahaan dalam memberikan kredit bukanlah untuk menyita dan
kemudian menjual aktiva langganan.
e. Condition (kondisi),
yaitu menunjukkan kepada keadaan ekonomi secara umum dan pengaruhnya atas
kemampuan perusahaan calon langganan dalam memenuhi kewajiban
kewajibannya.
Dari definisi yang dijelaskan di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
dalam melaksanakan kredit harus memenuhi kriteria yaitu character, capacity,
capital, colateral, condition. Dari kelima hal tersebut akan menggambarkan
keinginan atau kemauan para pembeli untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya
sesuai dengan persyaratan yang sudah ditetapkan oleh penjual adalah yang terpenting.
25
4. Pengaruh Penjualan Kredit
Penjualan tunai berdasarkan dengan arus kas masuk akan terjadi bersamaan
dengan terjadinya transaksi penjualan. Adisaputro Gunawan (2003,69)
mengemukakan bahwa yang menyebabkan arus kas masuk dari penjualan kredit akan
sangat tergantung pada: jangka waktu kredit, kerajinan dari petugas penagih piutang,
mutu atau bonafiditas debitur, situasi pada umumnya.
Sebagian besar perusahaan memiliki tren untuk memberikan fasilitas kredit
bagi pelanggannya. Berawal dari aktivitas vital perusahaan, yakni penjualan kredit
yang tujuan utamanya adalah menjaga kelangsungan perusahaan dalam kondisi sulit
maka piutang timbul. Piutang sebagai asset yang materiil bagi perusahaan, karena
sebagian besar penjualan umumnya dilakukan secara kredit.
Dengan diterapkannya kebijakan penjualan secara kredit akan mempermudah
perusahaan dalam menjual produknya dan juga mempermudah perusahaan untuk
mendapatkan pelanggan yang lebih banyak serta dapat memperluas pangsa pasarnya
dalam melakukan ekspansi. Penjualan kredit akan memberikan keuntungan yang
lebih besar, hal ini disebabkan penjualan kredit menghendaki adanya laba yang lebih
tinggi dibanding laba yang dikehendaki dalam penjualan tunai.
Penjualan kredit akan mempengaruhi permintaan terhadap suatu produk yang
ditawarkan, terutama disaat kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih
seperti sekarang ini, ditambah lagi persaingan yang semakin ketat. Pembeli lebih
26
memilih untuk membeli produk secara kredit, karena sebagian besar dari mereka
tidak mempunyai kondisi keuangan yang kuat.
Dengan diterapkannya kebijakan kredit, maka akan timbul piutang, sehingga
perusahaan harus menunggu saatnya piutang dilunasi, karena ada tenggang waktu
antara saat penyerahan barang sampai dengan diterimanya uang. 'pabila pelunasan
piutang tidak lancar, maka akan menggangu posisi keuangan, terutama perusahaan
yang arus kasnya kurang baik karena modal kerja banyak tertahan dalam bentuk
piutang tersebut. Pengelolaan piutang adalah unsur penting dalam kelangsungan
hidup suatu usaha, karena piutang adalah sumber keuangan atau kas perusahaan salah
satu manfaatnya adalah untuk pembiayaan operasional perusahaan.
Demikian halnya dengan perputaran piutang, karena hal ini sangat krusial
dalam mempengaruhi laba perusahaan. Dengan adanya siklus piutang yang baik dan
memenuhi standar, maka hal-hal yang tidak diinginkan perusahaan seperti adanya
piutang tak tertagih dapat dihindari, karena dengan adanya standar yang ditetapkan,
manajemen perusahaan akan lebih terarah dalam menjalankan kebijakan perusahaan.
E. Pengakuan Piutang
Untuk perusahaan dagang, akun piutang dagang pertama kali akan timbul
karena penjualan barang dagangan secara kredit, yang kemudian dapat diikuti dengan
traksaksi retur penjualan, penyesuaian atau pengurangan harga jual, dan pada
akhirnya penagihan. Pada saat melakukan traksaksi penjualan barang dagang secara
27
kredit, maka piutang diakui atau dicatat di sebelah debet sedangkan penjualan diakui
atau dicatat di sebelah kredit. Jurnalnya akan tampak seperti berikut :
Piutang Dagang x x x
Penjualan x x x
Pada saat terjadi peneriamaan barang dari pelanggan yang telah dijual, maka
retur diakui atau dicatat disebelah debet dan piutang diakui atau dicatat di sebelah
kredit (pengurangan piutang). Jurnalnya akan tampak seperti berikut :
Retur Penjualan x x x
Piutang Dagang x x x
Pada saat menerima pelunasan piutang dari pelanggan yang memanfaatkan
potongan tunai, maka kas akan bertambah, potongan diakui atau dicatat di sebelah
debet dan piutang diakui atau dicatat di sebelah kredit. Jurnalnya akan tampak seperti
berikut :
Kas x x x
Potongan x x x
Piutang Dagang x x x
Sedangkan untuk perusahaan jasa, akun piutang usaha akan timbul apabila
perusahaan belum menerima pembayaran atas jasa yang diberikan kepada pelanggan.
28
Dalam hal ini piutang usaha diakui atau dicatat di sebelah debet dan pendapatan jasa
di catat di sebelah kredit. Jurnalnya akan tampak seperti :
Piutang Usaha x x x
Pendapatan Jasa x x x
F. Biaya Atas Piutang
Dalam proses penjualan kredit, perusahaan tidak akan terlepas dari resiko
biaya atas kegiatan tersebut. Biaya-biaya tersebut menurut Adisaputro Gunawan
(2003,63) antara lain :
1. Beban Biaya Modal
Piutang sebagai salah satu bentuk investasi akan menyerap sebagian dari modal
perusahaan yang tersedia. Bila perusahaan menggunakan modal sendiri seluruhnya, maka
dengan piutang modal yang tersedia untuk investasi bentuk lain (persediaan, aktiva tetap,
dan lain-lain) akan berkurang. Dengan demikian, biaya modal besarnya sama dengan
besarnya biaya modal sendiri. Bilamana modal sendiri tidak mencukupi sehingga
perusahaan terpaksa menggunakan pinjaman bank, maka timbul biaya yang eksplisit
dalam bentuk bunga modal pinjaman.Oleh karena itu, piutang sebagai investasi dibelanjai
dengan modal sendiri atau modal luar yang selalu menambah beban tetap yang
berwujud biaya modal. Dengan adanya piutang, kebutuhan modal kerja akan
meningkat.
29
2. Biaya Administrasi Piutang
a. Biaya organisasi atau unit kerja yang diserahi tugas mengelola piutang, yaitu
gaji dan jaminan sosial lain bagi petugas penagihan dan pengadministrasian
piutang.
b. Biaya penagihan misalnya biaya telepon, surat penagihan, biaya perjalanan
bagi penagih piutang.
3. Adanya piutang tak tertagih
Mungkin tidak semua piutang dapat tertagih, hal ini bisa saja disebabkan
debitur lari atau bankrut. Dapat saja timbul piutang macet atau tak tertagih sama
sekali, sehingga mengakibatkan adanya piutang tak tertagih (bad debts) sehingga
perlu dibentuk cadangan piutang ragu-ragu yang dibentuk lewat penyisihan sebagian
keuntungan penjualan. Pembentukan cadangan inilah merupakan salah satu bentuk
biaya piutang.
Jumlah biaya-biaya ini ada bersifat fixed seperti gaji personil penagih utang,
ada yang bersifat variable seperti biaya perjalanan/penagihan piutang. Jumlah ini
berubah dari waktu ke waktu, karena :
a. Perbedaan jumlah nasabah yang harus dilayani
b. Perbedaan nilai piutang keseluruhan yang harus dikelola.
c. Perbedaan fungsi piutang atau penjualan dengan kredit dari waktu ke waktu
berhubungan dengan adanya perbedaan antara kondisi persaingan dan situasi
ekonomi secara umum.
30
d. Perbedaan jangka waktu kredit yang diberikan
G. Administrasi Piutang
Manajemen piutang dapat dikatakan efektif apabila administrasi piutang dan
sistem pengendaliannya disusun secara teratur dan terarah. Hal ini mengakibatkan
seluruh piutang dapat diketahui dan dikontrol dengan baik, sehingga penyelewengan
atau kebocoran dana khususnya dalam hal ini dana piutang dapat dihindari atau
diminimalkan. Selain itu, juga dapat mempercepat dan mempermudah pelayanan
kepada pelanggan khususnya pelanggan kredit sehingga menjadi daya tarik sendiri
yang dimiliki perusahaan.
1. Tujuan Administrasi Piutang
a. Memberikan informasi penagihan untuk tepat waktu.
b. Meyakinkan jumlah piutang itu memang ada, dan bukan fiktif
c. Menentukan tingkat kecairan, untuk pengelompokkan ke aktiva lancar atau
aktiva lain-lain.
d. Untuk mendapat dasar dalam membuat cadangan dan pengapsahan piutang.
e. Untuk mengontrol apakah maksimum kredit masing-masing langganan
terlampaui atau tidak.
f. Sebagai sumber penelitian kondisi debitur.
g. Sebagai kontrol terhadap saldo buku besar piutang
31
2. Fungsi Bagian Piutang
Agar tujuan administrasi dapat dicapai maka selayaknya setiap perusahaan, dalam
hal ini perusahaan dagang memiliki bagian khusus yang menangani hal-hal yang
berhubungan dengan piutang, di mana bagian piutang memiliki fungsi seperti yang
dikemukakan oleh Baridwan (2000,193) sebagai berikut:
a. Membuat cadangan piutang yang dapat menunjukkan jumlah kredit-kredit
kepada tiap-tiap langkah. Hal ini dapat memudahkan kita untuk mengetahui
sejarah kreditnya, jumlah maksimum kredit dan keterangan lainnya yang
diperlukan oleh bagian kredit.
b. Menyiapkan dan mengirimkan surat pernyataan piutang.
c. Membuat daftar analisa umur piutang tiap periode. Daftar ini digunakan untuk
menilai keberhasilan kebijakan kredit yang dijalankan juga sebagai memo
untuk mencatat kerugian piutang.
3. Prosedur Administrasi Piutang
Prosedur administrasi piutang yang umum dikenal menurut Samsul
(2004,106) :
a. File dokumen
b. Kartu piutang
c. Buku piutang
Untuk setiap metode di atas, langganan dapat dikelompokkan menurut :
a. Nama dan alamat pelanggan
b. Tanggal jatuh tempo pembayaran
32
c. Kombinasi keduanya
4. Surat Pernyataan Piutang
a. Surat pernyataan piutang merupakan salah satu formulir yang
menunjukkan piutang pada langganan untuk tanggal tertentu, dan dalam
bentuk surat pernyataan piutang tertentu disertai perincian pendukungnya.
Bentuk-bentuk surat pernyataan piutang menurut Narko (2004,110) yaitu :
Surat pernyataan saldo akhir bulan (balance of moment statement)
Dalam surat pernyataan ini, yang diinformasikan kepada pelanggan
hanya saldo akhir suatu bulan tertentu saja. Dengan demikian
informasinya cukup ringkas.Surat pernyataan dibuat dengan mengutip
saldo akhir yang ada pada rekening pembantu piutang pada pelanggan
tertentu.
b. Surat pernyataan elemen-elemen terbuka (open item statement)
erisi daftar faktur penjualan yang belum dilunasi, beserta tanggal dan
jumlahnya. Digunakan bila pelanggan melunasi faktur.
c. Surat pernyataan tunggal (unit statement)
Dikerjakan dengan kartu piutang memakai karbon untuk mendapatkan
tembusan selama satu periode (biasanya bulanan).Lembar pertama untuk
surat pernyaataan dan lembar kedua merupakan kartu piutang. Setiap
bulan digunakan lembar baru, di mana lembar pertama dikirimkan kepada
langganan dan lembar kedua disimpan sebagai buku pembantu piutang.
33
d. Surat pernyataan saldo berjalan dengan rekening konvensional (running
balance statement with conventional account)
Berisi keterangan yang sama dengan pernyataan tunggal, cara
mengerjakan juga sama. Perbedaannya adalah tembusan yang merupakan
buku pembantu piutang tidak diganti tiap bulan tetapi buku pembantu
piutang tersebut terus dipakai sampai penuh.
Laporan yang sering dibuat dalam administrasi piutang, menurut
Samsul (2004, 355-358) yaitu :
1. Rekening koran piutang dagang per langganan
a. Rekening koran tipe saldo akhir bulanan
b. Rekening koran tipe saldo akhir unit terbuka
c. Rekening koran tipe transaksi berjalan
2. Daftar umur piutang
Dibuat tiap akhir bulan atau sewaktu-waktu diperlukan
pinjaman.Dipakai untuk menilai langganan yang menunggak
pembayarannya.
3. Daftar piutang yang dihapuskan.
H. Prosedur Penagihan
Ada 5 (lima) langkah prosedur penagihan menurut Samsul (2004,362-363)
meliputi :
34
1. Menyerahkan faktur-faktur yang sudah hampir jatuh tempo dari pemegang arsip
faktur kepada penagih.
2. Penagih menyerahkan faktur kepada debitur yang bersangkutan, untuk dicek
terlebih dahulu sebelum membayarnya.
3. Penagih kembali kepada debitur pada tanggal yang dijanjikan oleh si debitur
untuk pelunasan hutangnya.
4. Penagih menyetor hasil tagihan kepada kasir perusahaan.
5. Mengambil faktur yang tidak terbayar kepada pemegang faktur semula
Meskipun demikian debitur dapat membayar hutangnya dengan cara :
a) Membayar langsung dan datang kepada perusahaan.
b) Membayar melalui bank.
c) Kompensasi utang/piutang.
d) Membayar lewat penagih/kolektor.
I. Prosedur Penerimaan Kas
Menurut Baridwan (2000, 152),
1. prinsip-prinsip yang perlu diingat dalam menyusun prosedur penerimaan kas,
sebagai berikut :
a. Menetapkan tanggungjawab dalam pengelolaan dan penanganan fisik
(penerimaan uang, pengendalian dan pengamanan, penyetoran uang ke bank)
b. Semua surat masuk harus dibuka dengan pengawasan yang cukup.
35
c. Harus segera dibuat catatan oleh yang membuat surat tentang cek atau uang yang
diterima, dari siapa, jumlahnya dan tujuannya apa.
d. Semua pinjaman tunai harus dibuat nota penjualan yang sudah diberi nomor urut
atau dicatat dari cash register.
e. Dalam penerimaan uang kas harus dicocokkan dengan jurnal penerimaan kas.
f. Tembusan nota penjualan tunai harus dikirim ke kasir dan bagian penerimaan.
g. Bukti setor ke bank tiap hari dicocokkan dengan daftar penerimaan uang harian
dan catatan dalam jurnal penerimaan kas.
h. Kasir tidak boleh merangkap mengerjakan buku pembantu utang dan piutang, dan
sebagainya.
i. Semua penerimaan uang kas harus disetor pada hari itu juga atau pada awal hari
kerja berikutnya.
j. Rekonsiliasi laporan harus dilakukan oleh orang yang tidak berwenang menerima
uang maupun yang menulis cek.
k. Kunci cash register harus dipegang oleh orang yang tak mengelola kas.
l. Diadakan rotasi pegawai agar tidak menimbulkan kerjasama untuk membuat
kecurangan.
m. Kasir sebaiknya menyerahkan uang jaminan.
2. Adapun prosedur bagi kasir yang menerima kas yaitu :
a. Langganan menyerahkan uang pada kasir.
b. Kasir menyiapkan bukti kas masuk bernomor urut, rangkap 3, yaitu :
1) Lembar asli untuk langganan
36
2) Lembar ke-2 untuk bagian akuntansi sesudah diverifikasi
3) Lembar ke-3 untuk arsip
3. Kasir membuat daftar penerimaan uang, rangkap 3, yaitu :
a. Lembar asli untuk bagian akuntansi
b. Lembar ke-2 untuk bagian keuangan
c. Lembar ke-3 untuk arsip kasir
4. Menyiapkan bukti setor ke bank rangkap 3 berdasarkan penerimaan uang
harian :
a. Lembar asli untuk kasir
b. Lembar ke-2 untuk bagian keuangan
c. Lembar ke-3 untuk bank
5. Bagian piutang memposting bukti kas masuk dalam buku pembantu putang
dan mengarsipkan bukti kas masuk.
6. Bagian buku besar mencatat daftar penerimaan uang harian ke dalam jurnal,
dan setiap periode memposting penerimaan ke buku besar. Daftar penerimaan
uang harian harap disimpan dalam arsip urut tunggal.
Berbagai kriteria yang digunakan sebagai indikator efisiensi pengelolaan
piutang yaitu :
1. Tingkat perputaran piutang
2. Persentase piutang tak tertagih
3. Usia piutang rata-rata
4. Biaya pengelolaan piutang, yang terdiri atas :
37
a. Biaya modal
b. Biaya administrasi piutang
c. Biaya piutang tak tertagih
Indeks atau standar yang lazim digunakan dalam pengukuran efisiensi
menurut Narko (2004, 82) :
1. Hubungan penjualan kredit dengan penjualan total.
2. Hubungan kerugian piutang tak tertagih dengan penjualan kredit.
3. Prosentase penagihan.
4. Umur rata-rata piutang.
5. Prosentase penunggakan.
6. Prosentase penolakan
J. Cara Pengumpulan Piutang
Cara pengumpulan piutang menurut Lukman Syamsuddin (2002, 273-274)
adalah :
1. Melalui surat.
Bilamana waktu pembayaran utang dari langganan sudah lewat beberapa hari,
tetapi belum juga dilakukan pembayaran maka perusahaan dapat mengirimkan
surat dengan nada “mengingatkan” (menegur) langganan yang belum
membayar tersebut bahwa utangnya sudah jatuh tempo. Apabila utang
38
tersebut belum juga dibayar setelah beberapa hari surat dikirimkan maka
dapat dikirimkan surat yang kedua yang nadanya lebih keras.
2. Melalui telepon.
Jika setelah dikirim surat teguran ternyata utang-utang tersebut belum juga
dibayar, maka bagian kredit dapat menelpon langganan dan secara pribadi
meminta untuk segera melakukan pembayaran. Kalau dari hasil pembicaraan
tersebut ternyata langganan mempunyai alasan yang dapat diterima, maka
mungkin perusahaan dapat memberikan perpanjangan sampai suatu jangka
waktu tertentu.
3. Kunjungan personal.
Teknik pengumpulan piutang dengan jalan melakukan kunjungan secara
personal atau pribadi ke tempat langganan seringkali digunakan karena
dirasakan sangat efektif dalam usaha-usaha pengumpulan piutang.
4. Tindakan yuridis.
Bilamana ternyata langganan tidak mau membayar utangnya, maka
perusahaan dapat menggunakan tindakan-tindakan hukum dengan
mengajukan gugatan perdata melalui pengadilan.
K. Piutang Yang Tidak Dapat Ditagih
Pada umumnya setiap calon pembeli haruslah terlebih dahulu memenuhi
persyaratan kredit sebelum aplikasi atau transaski kredit tersebut disetujui. Akan
tetapi, pada kenyatannya beberapa piutang justru tidak dapat ditagih sebagai akibat
39
dari kondisi pelanggan setelah periode kredit berjalan. Kondisi ini misalnya
pelanggan tidak bisa membayar karena menurunnya omzet penjualan.indikasi ini
memungkinkan tidak tertagihnya piutang.
Ada dua metode yang digunakan untuk menilai, mencatat, atau menghapus
piutang yang tidak dapat ditagih, yaitu metode hapus langsung dan metode
pencadangan.
1. Metode Hapus Langsung
Metode ini digunakan beban piutang yang tidak dapat ditagih hanya akan
diakui atau dicatat apabila benar-benar terjadi, pelanggan tertentu menyatakan
tidak bisa membayar. Jurnalnya akan tampak seperti berikut :
Beban piutang yang tidak dapat ditagih x x x
Piutang x x x
2. Metode Pencadangan,
Dengan menggunakan metode pencadangan, besarnya estimasi atas beban
piutang yang tak tertagih akan diakui atau dicatat dalam periode yang sama
sebagai mana penjualan kredit. Jurnal untuk mencatat besarnya estimasi yang
kemungkinan tidak dapat ditagih tampak sepertu berikut :
Beban piutang yang tidak dapat ditagih x x x
Cadangan kerugian piutang x x x
40
Setelah perusahaan mengetahui bahwa pelanggan tertentu tidak bisa
membayar hutangnya, maka jurnal untuk mecatat penghapusan piutang
tampak sperti berikut :
Cadangan kerugian piutang x x x
Piutang x x x
L. Rasio Keuangan
Rasio keuangan menurut James C Van Horne merupakan indeks yang
menghubungkan dua angka ankuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka
dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi
keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan, akan terlihat kondisi
kesehatan perusahaan yang bersangkutan.
Rasio keuangan mempunyai peranan atau fungsi yang sangat penting dalam
menjalankan suatu bisnis atau usaha. Berikut ini adalah peranan atau fungsinya:
1. Dapat Mengetahui Kinerja Perusahaan
Dengan menggunakan rasio keuangan, pebisnis atau pelaku usaha dapat
mengetahui apakah bisnis / usahanya mengalami peningkatan atau penurunan
kinerja dengan cara membandingkan rasio – rasio keuangan perusahaan dari
tahun sebelumnya.
41
2. Membantu Manajemen Perencanaan di Masa Mendatang
Dengan adanya perhitungan dan analisis rasio keuangan perusahaannya dapat
membantu menajemen memahami kinerja perusahaannya sehingga dapat
dijadikan acuan oleh manajemen untuk mengambil keputusan atau kebijakan
perusahaan untuk memperbaiki atau meningkatan kinerja perusahaan dimasa
yang akan datang, seperti Rasio likuiditas dan Rasio Aktivitas.
1) Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Fungsi rasio
likuiditas adalah untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajibannya yang akan jatuh tempo.
Jenis-jenis rasio likuiditas yang akan digunakan penulis dalam mengukur
kemampuan perusahaan, antara lain :
a. Rasio Lancar (current ratio)
Rasio lancar atau (current ratio) merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau
utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan
kata lain seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi
kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo.
42
Aktiva lancar (current assets) merupakan harta perusahaan yang dapat
dijadikan uang dalam waktu singkat (maksimal satu tahun).
Utang lancar (current liabilities) merupakan kewajiban perusahaan jangka
pendek (maksimal satu tahun).
Rumus untuk mencari rasio lancar :
b. Rasio Cepat (quick ratio)
Rasio cepat (quick ratio) atau rasio sangat lancar atau acid test ratio
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangka pendek)
dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory).
Artinya nilai sediaan kita abaikan, dengan cara dikurangi dari nilai total aktiva
lancar. Hal ini dilakukan karena sediaan dianggap memerlukan waktu relatif
lebih lama untuk diuangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat
untuk membayar kewajibannya dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya.
Rumus untuk mencari rasio cepat dapat digunakan sebagi berikut:
43
c. Rasio kas (cash ratio)
Rasio kas atau cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara
dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (yang dapat ditarik
setiap saat). Dengan kata lain, rasio ini menunjukkan kemampuan
sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka
pendeknya.
Rumus untuk mencari rasio kas dapt digunakan sebagai berikut :
2) Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
Rasio aktivitas (activty ratio) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur efektifitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang
dimilikinya. Atau dapat juga dikatan rasio aktivitas merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur tingkat tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya
perusahaan.
Perputaran Piutang (receivable turn over)
Perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
berapa lama penagihan piutang selam satu periode atau berapa kali dana yang
ditanam dalam piutang ini berputar dalam dalam satu periode. Semakin tinggi
rasio menunjukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan dalam piutang
44
semakin rendah (bandingkan dengan rasio tahun sebelumnya), dan tentunya
kondisi ni bagi perusahaan semakin baik. Dan sebaliknya.
Rumus untuk mencari rasio perputaran piutang :
M. Analisis Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas
Rahmat dan Nur (2008) meneliti tentang pengaruh perputaran piutang dan
pengumpulan piutang terhadap likuiditas perusahaan. Populasi yang digunakan
yaitu neraca, daftar penjualan kredit dan laporan laba rugi. Sampel yang
digunakan adalah laporan keuangan 2002-2006. Variable dependennya adalah
likiuditas perusahaan yang diukur menggunakan cash ratio sedangkan variable
independennya menngunakan perputaran piutang dan pengumpulan piutang.untuk
pengolahan data digunakan anlisis regresi linear dan untuk menguji hipotesis
penelitian adalah dengan menggunakan Uji F dan Uji T. Uji F untuk melihat
significant tidaknya pengaruh variable-variabel bebas secara bersama-sama
(simultan) terhadapa variable terikat, sedangkan Uji T untuk menguji tingkat
significancy antara variable bebas dan variable terika secara parsial. Adapun hasil
penelitian tersebut, diketahui bahwa perputaran piutang dan pengumpulan piutang
45
secara simultan berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan dan perputaran
piutang dan pengumpulan piutang secara parsial berpengarauh terhadap likuiditas
perusahaan.
Dongoran (2009) meneliti pengaruh perputaran piutang dan perputaran kas
terhadap tingkat likuiditas perusahaan tekstil yang terdapat di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Untuk periode 2004-2008. Dimana variabel dependennya adalah
likuiditas perusahaan yang hitung dengan menggunakan rasio lancar, Quick ratio
dan Cash ratio, sedangkan variabel independen yang digunakan ada dua yaitu
perputaran piutang dan perputaran kas. Metode analisis data yang digunakan
adalah metode analisis statistik sedangkan pengolahan data menggunakan analisis
regresi berganda.
Berdasarkan pengolahan data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
perputaran piutang dan perputaran kas secara bersama-sama memiliki pengaruh
terhadap tingkat likuiditas perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). H1: perputaran piutang berpengaruh positif terhadap likuiditas
perusahaan.
N. Kerangka Pikir.
Ukuran yang seringkali dipakai untuk melihat suksesnya suatu
perusahaan dalam mempertahankan kontinyuitas usahannya agar tetap surfive
dimasa yang akan datang adalah bagaimana penggunaan modal yang baik dari
perusahaan tersebut, dalam hal ini BFI sebagai badan usaha kredit atau
46
simpan pinjam yang modalnya digunakan untuk memberikan jasa berupa
pinjaman yang disebut piutang simpan pinjam baik yang sifatnya jangka
pendek maupun jangka panjang. Dengan adanya pinjaman tersebut, tentunya
peminjaman atau debitur mempunyai kewajiban untuk membayarnya.
Perlu di pahami bahwa kemampuan perusahaan dalam mengembalikan
atau membayar pinjaman tersebut dapat dilihat dari tingkat likuiditasnya
dengan cara membandingkan besarnya pinjaman dengan harta yang dimiliki,
semakin besar jumlah harta yang dimiliki dibandingkan dengan jumlah
pinjaman dari perusahaan tersebut, maka semakin besar pula kemampuan
untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Tingkat likuiditas merupakan
gambaran kemampuan perusahaan untuk membayar pinjaman atau hutang
jangka pendeknya, disamping itu tingkat likuiditas juga menjadi salah satu
informasi bagi pihak manajemen perusahaan dalam merumuskan kebijakan
dan mengambil keputusan pada masa yang akan datang, serta dengan
informasi itu pula akan menjadi masukan bagi semua pihak termasuk pihak
eksteren yang akan memberikan atau menanamkan modalnya kepada
perusahaan. Padadasarnya, kerangka pemikiran ini memberikan gambaran
bagaimana perputaran piutang Terhadap Likuiditas Perusahaan pada PT. BFI
Finance Indonesia Tbk Makassar dapat dikelola secara optimal dalam
hubungannya dengan tingkat likuiditasnya. Untuk lebih jelasnya dapat kita
lihat pada skema kerangka pikir sebagai berikut:
47
Gambar 1 : Kerangka Pikir
PT. BFI Finance
Indonesia Tbk
Makassar
PIUTANG
ANALISIS
CASH RATIO QUICK RATIO RECEIVABLE
TURN OVER
CURRENT
RATIO
LIKUIDITAS
48
O. Hipotesis
Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran di atas maka penulis dapat
menarik kesimpulan hipotesis yang dapat dijadikan sebagai dasar pemikiran
dalam penelitian dan pengujian yang akan dilakukan dengan menggunakan beberapa
rumus rasio, hipotesis keseluruhan yang penulis ajukan adalah sebagai berikut :“
Diduga Bahwa Analisis Perputaran Piutang Berpengaruh Signifikan Terhadap
Likuiditas Perusahaan (Studi Kasus Pada PT. BFI Finance Indonesia Tbk
Makassar)”.
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian untuk tugas akhir ini dilaksanakan pada PT. BFI Finance
Indonesia Tbk. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini selama 2 (dua) bulan
dimulai pada bulan April sampai Junii 2015.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara yang sistematis dan sangat penting
dengan tujuan untuk memecahkan pokok permasalahan dalam suatu penelitian.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Penelitian Kepustakaan
Pengumpulan data yang berasal dari teori dengan cara membaca buku-
buku dan bahan kuliah yang relevan dengan bahan yang diteliti.
2. Penelitian Lapangan
Penelitian yang dilakukan dengan meninjau langsung ketempat penelitian
langsung dan berinteraksi dengan pihak-pihak yang diberi kewenangan dalam
bidang akuntansi.
Penelitian lapangan dilakukan metode:
50
a. Observasi
Yang dimaksud bahwa dalam pengumpulan data, penulis mengadakan
pengamatan secara langsung dalam proses, kegiatan pengolahan dan
lainnya yang bersifat menunjang penelitian ini.
b. Wawancara
Yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak PT. Adira
Finance di Makassar serta pihak-pihak yang terkait untuk mendapatkan
keterangan yang diperlukan.
C. Jenis Dan Sumber Data
Adapun jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Jenis Data
a. Data kualitatif
Analisis yang dilakukan terhadap data-data yang non angka seperti
hasil wawancara, atau catatan laporan bacaan dan buku-buku, artikel.
Data-data ini akan digunakan untuk pengembangan analisis itu sendiri.
Pada dasarnya kegunaan data tersebut adalah sebagai dasar objektif dalam
proses pembuatan keputusan-keputusan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan
dalam rangka memecahkan persoalan yang ada.
51
b. Data kuantitatif
Analisis yang dilakukan terhadap data yang berbentuk angka dan
diperoleh dalam bentuk laporan keuangan.
2. Sumber Data
a. Data primer
yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil observasi dan wawancara
langsung dengan pihak yang berwenang.
b. Data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen dan bahan tertulis,
baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan
yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.
D. Defenisi Operasional
Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Piutang adalah tuntutan terhadap seseorang atau pihak lain baik berbentuk
perkiraan uang, barang maupun jasa atas adanya transaksi masa lalu, baik
transaksi penjualan secara kredit maupun pemberian pinjaman.
2. Perputaran piutang digunakan untuk mengukur mengukur berapa kali dana
yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode.
3. Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Fungsi rasio
52
likuiditas adalah untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajibannya yang akan jatuh tempo.
E. Metode Analisis
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif
1. Rasio Lancar
2. Rasio Cepat
3. Rasio Kas
4. Perputaran Piutang
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah PT. BFI Finance Indonesia Tbk
PT. BFI Finance Indonesia Tbk. berdiri tahun 1982 sebagai perusahaan
patungan dengan Manufacturer Hanover Leasing Corporation, Amerika Serikat, PT
BFI Finance Indonesia Tbk. (BFI) merupakan salah satu perusahaan pembiayaan
tertua di Indonesia. Pada tahun 1986, PT Bank Umum Nasional dan Essompark Ltd.,
Hong Kong, mengambil alih kepemilikan Manufacturer Hanover Leasing
Corporation dalam Perusahaan. Pada tahun 1990, Perusahaan mengubah izin operasi
untuk menjalankan usaha multifinance dan berganti nama menjadi PT Bunas Finance
Indonesia. Pada tahun yang sama Perusahaan berganti status menjadi perusahaan
publik setelah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek
Surabaya (BES). BFI adalah salah satu perusahaan pembiayaan yang pertama kali
menjadi perusahaan publik di tahun 1990.
Melewati krisis ekonomi di Asia, yang berawal di tahun 1997, BFI berhasil
melakukan restrukturisasi utang lebih cepat pada tahun 2001 dan tanpa melalui
program bantuan pemerintah dan nama Perusahaan diubah menjadi PT BFI Finance
Indonesia Tbk. Saat ini BFI menjadi perusahaan publik Indonesia yang secara
mayoritas dimiliki oleh pihak asing, sebagian besar adalah lembaga keuangan
terkemuka. BFI telah menjadi perusahaan penyedia jasa pembiayaan yang ternama,
kokoh dari segi keuangan dan operasional.
54
BFI memfokuskan kegiatan bisnisnya pada pembiayaan kendaraan-kendaraan
roda empat dan dua, dengan target ke masyarakat golongan ekonomi menengah dan
menengah ke bawah. Perusahaan juga membiayai alat-alat berat melalui Sewa
Pembiayaan. Secara geografis, bisnis Perusahaan tersebar di seluruh wilayah
Indonesia, dan menjadi salah satu dari perusahaan-perusahaan pembiayaan dengan
bisnis paling beragam di negeri ini.
Saat ini BFI memiliki lebih dari 220 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan didukung oleh lebih dari 6.000 karyawannya, BFI mampu memperoleh dan
memproses aplikasi dari masyarakat secara cepat, serta melakukan penagihan piutang
ke pelanggan dengan sistem kerja yang efisien. Kinerja Perusahaan yang sangat baik
dari tahun ke tahun membuat BFI mampu meraih berbagai pencapaian dan
penghargaan yang signifikan.
B. Visi Dan Misi PT. BFI Finance Indonesia Tbk
Setiap organisasi pasti mempunyai misi dan visi, sama halnya dengan BFI.
Adapun misi dari PT. BFI Finance Indonesia Tbk adalah sebagai berikut :
“ Menjadi mitra solusi keuangan yang terpercaya yang turut berkontribusi
terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat”
Misi dari PT. BFI Finance Indonesia Tbk antara lain sebagai berikut :
a. Menyediakan solusi keuangan yang terpercaya dan efektif kepada pelanggan
kami
55
b. Mencapai tingkat pengembalian modal yang superior dan menciptakan gambaran
positif di pasar modal
c. Menyediakan tempat kerja yang kondusif, adil dan menantang yang akan
mendorong potensi terbaik dari para karyawan
d. Membangun hubungan kemitraan jangka panjang dengan mitra bisnis kami
berdasarkan saling percaya dan menguntungkan
e. Memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat di mana kami beroperasi.
C. Srtuktur Organisasi PT. BFI Finance Indonesia Tbk.
1. 1. Kusmayanto Kadiman
2. 2. Johanes Sutrisno
3. 3. Alfonso Napitupulu
4. 4. Emmy Yuhassarie
1. Presiden Komisaris
2. Komisaris
3. Komisaris
4. Komisaris
1. 1. Francis Lay Sioe Ho
2. 2. Cornellius Henry Kho
3. 3. Harry Jesus Rodriguez-Palmer
4. 4. Sudjono
5. 5. Sutadi
1. Presiden Direktur
2. Direktur
3. Direktur
4. Direktur
5. Direktur
56
D. Izin Usaha Yang Dijalankan PT. BFI Finance Indonesia Tbk.
Dari empat izin usaha yang menurut Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) bias
dijalankan oleg perusahaan pembiayaan, BFI hanya menjalankan dua izin usaha,
yaitu consumer finance (CF) dan Leasing. Untuk lebih jelasnya, dapat digambarkan
seperti berikut ini :
Grafik 4.2 : Izin Usaha BFI
Sumber : Data BFI FINANCE INDONESIA Tbk.
Ijin Usaha Yang
Dijalankan BFI
Consumer
Finance (CF)
Sales And
Leaseback
Direct Finance
Lease
Non Direct
Finanching
(NDF)Motorcyle
KPR
Non Direct
Finanching
(NDF) Car
Direct Finanching
(DF)
Leasing (Sewa
Guna Usaha)
57
Dari grafik izin usaha BFI yang ada diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Izin Usaha Definisi SK Menteri Produk Penjelasan
Consumer
Finance
(CF)
Pembiayaan
konsumen/kegiatan untuk
pengadaan barang dan
kebutuhan konsumen dengan
pembayaran secara angsuran.
(Peraturan Menteri
Keuangan No.
84/PMK.012/2006 Pasal 1
ayat 9 atau Peraturan
Republik Indonesia No. 9
Pasal 1 ayat 7)
DF Car
Membiayai calon konsumen yang akan membeli
mobil baru atau mobil bekas secara kredit
dengan pinjaman BPKB Mobil.
NDF Car
Membiayai calon konsumen yang sudah
mempunyai unit mobil dengan jaminan BPKB
Mobil
NDF
Motorcycle Membiayai calon konsumen yang sudah
mempunyai unit Motor dengan jaminan BPKB
Motor.
KPR Membiayai konsumen yang akan membeli
rumah baru maupun rumah bekas secara kredit
dengan jaminan sertifikat.
Sewa
Guna
Usaha
(SGU) /
Leasing
Direct Finance Lease:
Direct
Finance
Lease
Pembiayaan dimana lessee belum pernah
memiliki barang modal yang menjadi obyek
SGU, sehingga atas permintaan lessee, lessor
membeli barang modal tersebut.
Kegiatan sewa guna usaha
dilakukan dalam bentuk
pengadaan barang modal
bagi penyewa guna usaha
baik dengan maupun tanpa
hak opsi untuk membeli
barang tersebut. (Peraturan
Menkeu No.
84/PMK.012/2006 Tanggal
29 September 2006 Pasal 3
ayat 2
Sales And Leaseback:
Pengadaan barang modal
yang dilakukan dengan cara
membeli barang penyewa
guna usaha yang kemudian
disewagunausahakan
kembali. (Peraturan
Menkeu
No.84/PMK.012/2006
Tanggal 29 September 2006
Pasal 3 ayat 3).
Sales And
Leaseback
Pembiayaan dimana lesseemenjual barang
modal yang sudah dimilikinya kepada lessor
sehingga terjadi perpindahan hak kepemilikan
barang dari lesseei kepada lessor, kemudian
dilakukan kontrak SGU antara lessee dengan
lessor.secara fisik tidak terjadi perpindahan
barang modal dari lessee ke lessor.
Sumber: Data PT.BFI FINANCE INDONESIA Tbk (2015)
58
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Perputaran Piutang
Piutang adalah tuntutan terhadap seseorang atau pihak lain baik berbentuk
perkiraan uang, barang maupun jasa atas adanya transaksi masa lalu, baik transaksi
penjualan secara kredit maupun pemberian pinjaman. Untuk mengetahui tingkat
kelancaran piutang maka perlu dilakukan analisis dengan menggunakan rumus rasio
keuangan.
Analisis perputaran piutang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang
ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode. Semakin tinggi rasio
menunjukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan dalam piutang semakin rendah
(bandingkan dengan rasio tahun sebelumnya). Sebaliknya jika rasio semakin rendah
ada over investment dalam piutang. Hal yang jelas adalah rasio perputaran piutang
memberikan pemahaman tentang kualitas piutang dan kesuksesan penagihan piutang.
B. Likuiditas Perusahaan
Untuk mengetahui seberapa likuidnya suatu perusahaan, digunakan rasio
likuiditas yaitu rasio yang digunakan mengukur kemampuan perusahaan membayar
kewajiban jangka pendeknya. Artinya apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan
mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegunaan rasio likuiditas adalah untuk
59
mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban
(utang) pada saat ditagih. Adapun hasil penelitian, peneliti memperoleh data
keuangan PT. BFI Finance Indonesia Tbk. :
Tabel 5.1
PT. BFI FINANCE INDONESIA Tbk. MAKASSAR
LAPORAN POSISI KEUANGAN
31 DESEMBER DAN 30 JUNI 2014
(Dinyatakan dalam jutaan Rupiah)
Kas Dan Setara Kas 224,752 370,483
Piutang Sewa Pembiayaan 1,929,061 2,214,159
Piutang Pembiayaan Konsumen 5,310,425 5,552,525
Asset Keuangan Derivatif 283,975 197,659
Beban Dibayar Dimuka 31,634 49,813
Piutang Lain-Lain 11,309 138,639
Asset Tetap Dikurangi Akm 413,959 434,204
Aset Pajak Tangguhan 21,018 25,436
Aset Lain-Lain 4,201 7,592
Jumlah Aset 8,230,334 8,990,510
Liabilities Dan Ekuitas
Liabilities :
Pinjaman Yg Diterima 3,172,611 3,158,430
Beban Yg Masih Harus Dibayar 80,263 113,646
Utang Pajak 59,621 46,415
Utang Deviden 456 193,731
Hutang Gaji 20,538 29,051
Hutang Obligasi 1,453,708 1,847,423
Utang Lain-Lain 108,771 79,297
Jumlah Liabilitas 4,895,968 5,467,993
Ekuitas:
Modal Saham 345,664 387,484
Modal Disetor 347,108 432,918
Cad. Saham Program Kompensasi Manajemen 14,547 9,304
Laba Ditahan 2,627,047 2,692,811
Jumlah Ekuitas 3,334,366 3,522,517
Jumlah Liabilities Dan Ekuitas 8,230,334 8,990,510
Sumber : Data Keuangan PT. BFI Finance Indonesia Tbk. (Diolah;2015)
60
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan besarnya nilai aktiva secara
keseluruhan untuk periode 30 Juni sampai dengan 31 Desember 2013 sebesar Rp
8.230.334.000,- yang dirinci antaranya adalah ; Kas dan Setara Kas sebesar Rp
224.752.000,- Piutang Sewa Pembiayaan sebesar Rp 1.929.061.000,- Piutang
Pembiayaan Konsumen sebesar Rp 5.310.425.000,- Aset Keuangan Derivatif sebesar
Rp 283.975.000,- Beban Dibayar Dimuka sebesar Rp 31.634.000,- Piutang Lain-lain
sebesar Rp 11.309.000,- Aset Tetap sebesar Rp 413.959.000,- Aset Pajak Tangguhan
sebesar Rp 21.018.000,- Aset Lain-lain sebesar Rp 4.201.000,-
Untuk jumlah kewajiban dan modal sama dengan jumlah keseluruhan Aset.
Sebagaimana diketahui rumus persamaan akuntansi, Aset = Kewajiban + Modal.
Nilai kewajiban dan modal secara keseleruhan yaitu Rp 8.230.334.000,- yang dirinci
antaranya adalah ; Pinjaman Yang Diterima sebesar Rp 3.172.611.000,- Beban Yang
Masih Harus Dibayar sebesar Rp 80.263.000,- Utang Pajak sebesar Rp 59.621.000,-
Utang Dividen sebesar Rp 456.000,- Hutang Gaji sebesar Rp 20.538.000,- Hutang
Obligasi sebesar Rp 1.453.708.000,- Utang Lain-lain sebesar Rp 108.711.000,-
Modal Saham sebesar Rp 345.664.000,- Modal Disetor sebesar Rp 347.108.000,-
Cadangan Saham Program Kompensasi Manajemen sebesar Rp 14.547.000,- Laba
Ditahan sebesar Rp 2.627.047.000,-
Sedangkan untuk periode 31 Desember 2013 sampai dengan 30 Juni 2014
menunjukkan nilai aktiva secara keseluruhan sebesar Rp 8.990.510.000,- yang dirinci
diantaranya adalah ; Kas dan Setara Kas sebesar Rp 370.483.000,- Piutang Sewa
Pembiayaan sebesar Rp 2.214.159.000,- Piutang Pembiayaan Konsumen sebesar Rp
61
5.552.525.000,- Aset Keuangan Derivatif sebesar Rp 197.659.000,- Beban Dibayar
Dimuka sebesar Rp 49.813.000,- Piutang Lain-lain sebesar Rp 138.639.000,- Aset
Tetap sebesar Rp 434.204.000,- Aset Pajak Tangguhan sebesar Rp 25.436.000,- Aset
Lain-lain sebesar Rp 7.592.000,-
Untuk jumlah kewajiban dan modal sama dengan jumlah keseluruhan Aset.
Sebagaimana diketahui rumus persamaan akuntansi, Aset = Kewajiban + Modal.
Nilai kewajiban dan modal secara keseleruhan yaitu Rp 8.990.510.000,- yang dirinci
antaranya adalah ; Pinjaman Yang Diterima sebesar Rp 3.158.430.000,- Beban Yang
Masih Harus Dibayar sebesar Rp 113.646.000,- Utang Pajak sebesar Rp 46.415.000,-
Utang Dividen sebesar Rp 193.731.000,- Hutang Gaji sebesar Rp 29.051.000,-
Hutang Obligasi sebesar Rp 1.847.423.000,- Utang Lain-lain sebesar Rp 79.297.000,-
Modal Saham sebesar Rp 387.484.000,- Modal Disetor sebesar Rp 432.918.000,-
Cadangan Saham Program Kompensasi Manajemen sebesar Rp 9.304.000,- Laba
Ditahan sebesar Rp 2.692.811.000,- laporan posisi keuangan tersebut akan tampak
pada grafik 5.I berikut ini :
62
Sumber : Data Keuangan BFI (Diolah;2015)
Sumber : Data Keuangan BFI (Diolah;2015)
50%
30%
20%
Grafik 5.1 : Laporan Posisi Keuangan Untuk Periode 30 Juni
sampai 31 Desember 2013
Asset
Liabilities
Ekuitas
50%
30%
20%
Grafik 5.2 : Laporan Posisi Keuangan Untuk Periode 31
Desember sampai 30 Juni 2014
Asset
Liabilities
Ekuitas
63
Tabel 5.2
PT. BFI FINANCE INDONESIA Tbk. MAKASSAR
LAPORAN LABA RUGI
31 DESEMBER DAN 30 JUNI 2014
(Dinyatakan dalam jutaan Rupiah)
Pendapatan:
Pembiayaan Sewa Konsumen 5,813,311 6,587,950
Sewa Pembiayaan 5,995,387 6,171,075
Keuangan 991,865 1,245,068
Lain-Lain 180,920 400,741
Total Pendapatan 12,981,483 14,404,834
Beban:
Gaji Dan Tunjangan 987,981 1,965,705
Kuangan 793,640 834,327
Umum Dan Administrasi 383,067 425,307
Beban Piutang Pembiayaan Konsumen 58,208 78,265
Beban Piutang Sewa Pembiayaan 10,139 21,748
Pemasaran 814,718 925,913
Lain-Lain 19,842 22,272
Total Beban 3,067,595 4,273,537
Laba Sebelum Pajak 9,913,888 10,131,297
Pph 21 63,383 86,258
Laba Tahun Berjalan 9,850,505 10,045,039
Sumber : Data Keuangan BFI Finance Tbk. (Diolah;2015)
Berdasarkan Tabel 5.2 diatas menunjukan nilai keseluruhan pendapatan untuk
periode 30 Juni sampai 31 Desember 2013 sebesar Rp 12.981.483.000,- yang dirinci
antaranya adalah ; Pembiayaan Sewa Konsumen sebesar Rp 5.183.311.000,- Sewa
Pembiayaan sebesar Rp 5.995.387.000,- Keuangan sebesar Rp 991.865.000,-
Pendapatan Lain-lain sebesar Rp 180.920.000,-
64
Untuk jumlah Beban secara keseluruhan periode 30 Juni sampai 31 Desember
2013 sebesar Rp 3.067.595.000,- yang dirinci antaranya adalah ; Beban Gaji dan
Tunjangan sebesar Rp 987.981.000,- Keuangan sebesar Rp 793.640.000,- Beban
Administrasi dan Umum sebesar Rp 383.067.000,- Beban Piutang Pembiayaan
Konsumen sebesar Rp 58.208.000,- Beban Piutang Sewa Pembiayaan sebesar Rp
10.139.000,- Beban Pemasaran sebesar Rp 814.718.000,- Beban Lain-lain sebesar Rp
19.842.000,- Pajak Penghasilan (PPh 21) sebesar Rp 63.383.000,- sehingga diperoleh
laba bersih sebesar Rp 9.850.505.000,- yaitu selisih antara total pendapatan dengan
total beban, dikurangi pajak penghasilan.
Sedangkan untuk periode 31 Desember sampai 30 Juni 2014 menunjukkan
jumlah pendapatan secara keseluruhan sebesar Rp 14.404.834.000,- yang dirinci
antaranya adalah; Pembiayaan Sewa Konsumen sebesar Rp 6.587.950.000,- Sewa
Pembiayaan sebesar Rp 6.171.075.000,- Keuangan sebesar Rp 1.245.068.000,-
Pendapatan Lain-lain sebesar Rp 400.741.000,-
Untuk jumlah Beban secara keseluruhan periode 31 Desember sampai 31 Juni
2014 sebesar Rp 4.273.537.000,- yang dirinci antaranya adalah ; Beban Gaji dan
Tunjangan sebesar Rp 1.965.705.000,- Keuangan sebesar Rp 834.327.000,- Beban
Administrasi dan Umum sebesar Rp 425.307.000,- Beban Piutang Pembiayaan
Konsumen sebesar Rp 78.265.000,- Beban Piutang Sewa Pembiayaan sebesar Rp
21.748.000,- Beban Pemasaran sebesar Rp 925.913.000,- Beban Lain-lain sebesar Rp
22.272.000,- Pajak Penghasilan (PPh 21) sebesar Rp 86.258.000,- sehingga diperoleh
laba bersih sebesar Rp 10.045.039.000,- yaitu selisih antara total pendapatan dengan
65
total beban, dikurangi pajak penghasilan. Laporan labaa rugi tersebut akan tampak
pada grafik berikut ini :
Sumber: Data Keuangan BFI (Diolah;2015)
81%
18%
1%
Grafik 5.3 : Laporan Laba Rugi Per 30 Juni sampai 31
Desember 2013
Pendapatan
Beban
Pajak
66
Sumber : Data Keuangan BFI (Diolah;2015)
Berikut ini pembahasan hasil penelitian dengan menggunakan beberapa rasio
keuangan antara lain:
Current Ratio (Rasio Lancar)
Untuk periode 30 Juni sampai dengan 31 Desember 2013:
= 2,4 kali
Dari 2,4 kali dibulatkan menjadi 2 kali. Artinya jumlah aktiva sebanyak 2 kali
utang lancar, untuk setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 2 rupiah harta lancar
77%
22%
1%
Grafik 5.4 : Laporan Laba Rugi Per 31 Desember samapi 30
Juni 2014
Pendapatan
Beban
Pajak
67
atau 2:1 antara aktiva lancar dengan utang lancar. Dalam diagram akan tampak
seperti berikut ini :
Sumber : Data laporan keuangan BFI Makassar (Diolah; 2015)
Untuk periode 31 Desember sampai 30 Juni 2014 :
= 2,52 kali
Dari 2,52 kali dibulatkan menjadi 3 kali. Artinya jumlah aktiva lancar
sebanyak 3 kali utang lancar, untuk setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 3 rupiah
harta lancar atau 3:1 antara aktiva lancar dengan utang lancar. Dalam diagram akan
tampak seperti berikut ini :
67%
33%
Grafik 5.5: Perbandingan Aktiva lancar dengan Hutang
Lancar
Aktiva Lancar
Hutang Lancar
68
Sumber : Data Keuangan BFI Makassar (Diolah ; 2015)
Quick Ratio (Rasio Cepat)
Untuk periode 30 Juni sampai dengan 31 Desember 2013:
= 2,24 kali
Dari 2,24 kali dibulatkan menjadi 2 kali. Artinya jumlah aktiva lancar
sebanyak 2 kali utang lancar, untuk setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 2 rupiah
75%
25%
Grafik 5.6: Perbandingan Aktiva Lancar dengan Utang Lancar
Aktiva Lancar
Utang Lancar
69
harta lancar atau 2:1 antara aktiva lancar dengan utang lancar. Dalam diagram akan
tampak seperti berikut ini :
Sumber : Data Keuangan BFI Makassar (Diolah;2015)
Untuk periode 31 Desember sampai 30 Juni 2014 :
= 2,34 kali
Dari 2,34 kali dibulatkan menjadi 2 kali. Artinya jumlah aktiva lancar
sebanyak 2 kali utang lancar, untuk setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 2 rupiah
67%
33%
Grafik 5.7: Perbandingan Kas, Bank dan Piutang dengan Utang
Lancar
Aktiva Lancar
Utang Lancar
70
harta lancar atau 2:1 antara aktiva lancar dengan utang lancar. Dalam diagram akan
tampak seperti berikut ini :
Sumber : Data Keuangan BFI (Diolah;2015)
Cash Ratio (Rasio Kas)
Untuk periode 30 Juni sampai dengan 31 Desember 2013:
= 0,07
= 7%
67%
33%
Grafik 5.8: Perbandingan Kas, Bank dan Piutang dengan
Utang Lancar
Kas dan Bank
Utang Lancar
71
Dari hasil analisis rasio kas sebesar 7% lebih kecil dari rata-rata industri untuk
cash ratio yaitu 50% artinya keadaan perusahaan kurang baik dari perusahaan
industry pada umumnya. Dalam diagram akan tampak seperti berikut ini :
Sumber : Data Keuangan BFI (Diolah;2015)
Untuk periode 31 Desember sampai dengan 30 Juni 2014:
= 0,10
= 10%
7%
93%
Grafik 5.9 : Perbandingan rasio Kas dan Bank dengan
Utang Lancar
Kas dan Bank
Utang Lancar
72
Dari hasil analisis rasio kas sebesar 10% lebih kecil dari rata-rata industri
untuk cash ratio yaitu 50% artinya keadaan perusahaan kurang baik dari perusahaan
industry pada umumnya. Dalam diagram akan tampak seperti berikut ini :
Sumber : Data Keuangan BFI (Diolah;2015)
Receivable Turn Over (Rasio Perputaran Piutang)
Untuk periode 30 Juni sampai dengan 31 Desember 2013:
= 1,79 Kali
10%
90%
Grafik 5.10: Perbandingan Rasio Kas dan Bank dengan
Utang Lancar
Kas dan Bank
Utang Lancar
73
Dari 1,79 kali dibulatkan menjadi 2 kali. Artinya jumlah aktiva lancar sebanyak
2 kali utang lancar, untuk setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 2 rupiah harta
lancar atau 2:1 antara aktiva lancar dengan utang lancar. Dalam diagram akan tampak
seperti berikut ini :
Sumber : Data Keuangan BFI (Diolah;2015)
Untuk periode 31 Desember sampai 30 Juni 2014 :
= 1,82 kali
67%
33%
Grafik 5.11: Perbandingan Rasio Penjualan dengan
Piutang
Penjualan
Piutang
74
Dari 1,82 kali dibulatkan menjadi 2 kali. Artinya jumlah aktiva lancar
sebanyak 2 kali utang lancar, untuk setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 2 rupiah
harta lancar atau 2:1 antara aktiva lancar dengan utang lancar. Dalam diagram akan
tampak seperti berikut ini :
Sumber : Data Keuangan BFI (Diolah;2015)
Dari hasil analisis diatas dengan menggunakan beberapa rumus rasio
keuangan dapat dikatakan bahwa peputaran piutang terlihat berpengaruh signifikan
terhadap likuiditas perusahaan sebagaimana hipotesis yang telah dikemukan pada bab
sebelumnya.
67%
33%
Grafik 5.12: Perbandingan Rasio Penjualan dengan Piutang
Penjualan
Piutang
75
BAB VI
KESIMPULAN
A. Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian, penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa dugaan sementara atau hipotesis penelitian adalah
benar sesuai dengan hasil penelitian dimana analisis perputaran piutang berpengaruh
signifikan terhadap likuiditas perusahaan PT. BFI Finance Indonesia Tbk.
B. Saran
Penulis menyadari akan kekurangan penyajian dalam penulisan skripsi ini,
untuk itu penulis menyarankan kepada pembaca agar kiranya menambah referensi
bacaan terkait dengan analisis perputaran piutang terhadap likiditas perusahaan dan
tidak hanya terbatas pada apa yang telah disajikan dalam skripsi ini.
Terima kasih
Wassalamualaikum Wr.Wb
76
DAFTAR FUSTAKA
Adisaputro, Gunawan dan Marwan Asri 2003.Anggaran perusahaan 2. Yogyakarta:
BPFE.
Baridwan, Zaki. 2000. Sistem Informasi Akuntansi : Penyusunan Prosedur dan
Metode. Yogyakarta: BPFE.
Indriyo, 2005, Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.
Kasmir, 2002.Dasar-dasar Perbankan.Jakarta: Grafindo.
Keown, J. 2008 Manajemen Keuangan Prinsip dan Penerapan. Macanan
Jaya Cemerlang
Manulang, M. 2005. Pengantar Manajemen Keuangan. Yogyakarta
Munawir. 2004. Analisis Laporan Keuanagn. Edisi Keempat. Liberty: Yogyakarta
Narko.2004 Sistem Akuntansi.Yogyakarta :Yayasan Pustaka Nusatama.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan.
Yogyakarta: BPFE
Samsul.M, 2004, Sistem Akuntansi, Pendekatan Manajerial. Liberty: Yogyakarta
Sutrisno, 2003, Manajemen Keuangan. Ekonisia: Yogyakarta
Syamsuddin, Lukman. 2002. Manajemen Keuangan Perusahaan, Jakarta: Grafindo