skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN KADAR TIMBAL PADA URIN DAN
KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN ANEMIA
PADA PEDAGANG WANITA DI TERMINAL BUS KAMPUNG
RAMBUTAN JAKARTA TIMUR
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
Oleh:
FITRIANI AZHARI
NIM: 1110101000074
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
Lampiran Kuesioner Penelitian
HUBUNGAN KADAR TIMBAL PADA URIN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU
DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PEDAGANG WANITA DI TERMINAL BUS
KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR
TAHUN 2014
Nomor kuesioner :……….……….
Tanggal wawancara :…………… ….
Nama pewawancara :……….……….
Informed Consent
Sdr/i perkenalkan nama saya Fitriani Azhari. Saya mahasiswa Peminatan Kesehatan
Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini saya sedang melakukan
pengumpulan data tentang Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan Karakteristik Individu dengan
Kejadian Anemia Pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur.
Penelitian ini dilaksanakan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Kuliah (Skripsi). Terkait hal itu
saya ingin melakukan wawancara dengan sdr/i. Wawancara ini tidak bersifat wajib, namun jika
sdr/i bersedia saya wawancarai maka sdr/sdri wajib menjawab seluruh pertanyaan yang ada.
Saya menjamin data yang sdr/sdri berikan hanya akan di gunakan dalam penelitian ini.
Sebelumnya saya mohon maaf karena telah menyita waktu sdr/i. Untuk itu saya mohon
kesedian sdr/i untuk berperan dalam penelitian saya dengan menandatangani lembar persetujuan
di bawah ini. Atas bantuan dan kesediaan sdr/i, saya ucapkan terima kasih dan semoga sdr/i
mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Izin subjek penelitian
Saya memahami keterangan yang di berikan dan saya setuju untuk di wawancarai
……………………….. izin: 1. Ya 2. Tidak
( )
Petujuk pengisian: Isilah pertanyaan singkat dan berilah lingkaran (o) atau tanda silang
(x) pada jawaban yang di pilih.
No Identitas Responden Jawaban Kode
1. Nama Responden :
2. Umur : …………………...….. Tahun
3. Alamat : ………………………...
4. Pendidikan : 1. Tidak tamat SD
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. PT
Daftar Pertanyaan Jawaban Kode
5. Apakah anda sering mengalami gejala di
bawah ini dalam 1 tahun terakhir?
a. lemah, letih, lesu, mudah lelah
b. nafsu makan berkurang
c. wajah pucat
d. mata berkunang-kunang
e. sering sakit
Ya Tidak
6. Apakah anda perokok? Jika jawaban
“YA” maka lanjutkan ke pertayaan no
7,8,9
1. Ya
2. Tidak
7. Sudah berapa lama anda merokok? ……………….....……. Tahun
8. Berapa batang rokok yang anda
habiskan dalam sehari?
…………………......… Batang
9. Jenis rokok apa yang anda hisap? 1. Rokok Kretek (Non Filter)
2. Rokok Biasa (Filter)
11. Sudah berapa lama anda berdagang di
Terminal Bus Kampung Rambutan?
……………….….…... Tahun
12. Berapa jam anda berdagang dalam 1 hari
di Terminal Bus Kampung Rambutan?
…………………….… Jam/hari
13. Apakah anda mengkonsumsi zat
tambahan (suplemen) vitamin C selama
1 tahun terakhir?
1. Tidak
2. Ya
14. Apakah anda mengkonsumsi zat
tambahan (suplemen) penambah darah
selama 1 tahun terakhir
1. Tidak
2. Ya
No Lembar observasi Konsentrasi Kode
1. Kadar Hemoglobin (Hb) ………………………...g/dl
2. Kadar Timbal (Pb) pada urin ………………….…… mg/L
Tabel Semi Food Frequently Questionaire (SFFQ)
Jenis makanan Hari Minggu
(7)
Bulan
(30)
Tahun
(365)
Tidak
pernah
URT (Ukuran
Rumah Tangga)
Sumber Zat Besi
Kentang (buah)
Jagung (buah)
Bayam (mangkuk)
Kangkung (Mangkuk)
Telur (butir)
Ikan (potong)
Kerang (potong)
Daging (potong)
Udang (potong)
Tahu (potong)
Tempe (potong)
Sumber Vitamin C
Apel (buah)
Jeruk (buah)
Semangka (potong)
Melon (potong)
Pepaya (potong)
Pisang (buah)
Mangga (buah)
Sumber Asam Folat
Kacang panjang (sdm)
Kacang merah (sdm)
Buncis (sdm)
Lampiran foto
Sampel urin sebelum didestruksi
Sampel urin sebelum didestruksi
Sampel urin sebelum didestruksi
Sampel urin setelah didestruksi
Pengukuran kadar Pb di SSA Pengukuran kadar Pb di SSA
Pengukuran kadar Pb di SSA Hot Plat
Hot Plat & Lemari Asam Strip Hemoglobin
Blood lancets Alcohol swabs
Easy touch GC Hb Thermos ice
LAMPIRAN OUTPUT SPSS
ANALISIS UNIVARIAT
1. Gambaran kejadian anemia
Statistics
HBKLOMPOK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.61
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .492
Minimum 1
Maximum 2
HBKLOMPOK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid anemia 21 38.9 38.9 38.9
tidak anemia 33 61.1 61.1 100.0
Total 54 100.0 100.0
2. Gambaran umur
Statistics
umurKLP
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.87
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .339
Minimum 1
Maximum 2
umurKLP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid non produktif 7 13.0 13.0 13.0
produktif 47 87.0 87.0 100.0
Total 54 100.0 100.0
3. Gambaran pendidikan
Statistics
PDDKNKLOMPK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.39
Median 1.00
Mode 1
Std. Deviation .492
Minimum 1
Maximum 2
PDDKNKLOMPK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid rendah 33 61.1 61.1 61.1
tinggi 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
4. Gambaran kadar Pb pada urin
Statistics
kadar timbal pada urin
N Valid 54
Missing 0
Mean .28454
Median .27550
Mode .122a
Std. Deviation .086664
Minimum .078
Maximum .525
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
kadar timbal pada urin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 0.078 1 1.9 1.9 1.9
0.122 2 3.7 3.7 5.6
0.17 1 1.9 1.9 7.4
0.185 1 1.9 1.9 9.3
0.187 1 1.9 1.9 11.1
0.193 1 1.9 1.9 13.0
0.195 2 3.7 3.7 16.7
0.212 1 1.9 1.9 18.5
0.225 2 3.7 3.7 22.2
0.227 1 1.9 1.9 24.1
0.235 1 1.9 1.9 25.9
0.237 2 3.7 3.7 29.6
0.24 1 1.9 1.9 31.5
0.242 1 1.9 1.9 33.3
0.247 1 1.9 1.9 35.2
0.248 1 1.9 1.9 37.0
0.25 1 1.9 1.9 38.9
0.26 2 3.7 3.7 42.6
0.262 1 1.9 1.9 44.4
0.267 1 1.9 1.9 46.3
0.268 1 1.9 1.9 48.1
0.273 1 1.9 1.9 50.0
0.278 1 1.9 1.9 51.9
0.282 1 1.9 1.9 53.7
0.285 1 1.9 1.9 55.6
0.295 1 1.9 1.9 57.4
0.298 1 1.9 1.9 59.3
0.3 2 3.7 3.7 63.0
0.317 1 1.9 1.9 64.8
0.322 2 3.7 3.7 68.5
0.33 1 1.9 1.9 70.4
0.335 2 3.7 3.7 74.1
0.337 1 1.9 1.9 75.9
0.348 1 1.9 1.9 77.8
0.35 1 1.9 1.9 79.6
0.358 1 1.9 1.9 81.5
0.36 1 1.9 1.9 83.3
0.373 2 3.7 3.7 87.0
0.383 1 1.9 1.9 88.9
0.387 1 1.9 1.9 90.7
0.393 1 1.9 1.9 92.6
0.407 1 1.9 1.9 94.4
0.443 1 1.9 1.9 96.3
0.467 1 1.9 1.9 98.1
0.525 1 1.9 1.9 100.0
Total 54 100.0 100.0
5. Gambaran perilaku merokok
Statistics
perilaku merokok responden
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.70
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .461
Minimum 1
Maximum 2
perilaku merokok responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 16 29.6 29.6 29.6
tidak 38 70.4 70.4 100.0
Total 54 100.0 100.0
6. Gambaran hasil perhitungan indeks brinkman
Statistics
indekbrinkklompk
N Valid 16
Missing 0
Mean 1.94
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .250
Minimum 1
Maximum 2
indekbrinkklompk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid perokok berat 1 6.2 6.2 6.2
perokok ringan 15 93.8 93.8 100.0
Total 16 100.0 100.0
7. Gambaran lama berkerja sebagai pedagang
Statistics
LAMADAGANG
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.13
Median 1.00
Mode 1
Std. Deviation .339
Minimum 1
Maximum 2
LAMADAGANG
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid > 1 tahun 47 87.0 87.0 87.0
< 1 tahun 7 13.0 13.0 100.0
Total 54 100.0 100.0
8. Gambaran konsumsi zat besi
Statistics
BESIKLMPOK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.50
Median 1.50
Mode 1a
Std. Deviation .505
Minimum 1
Maximum 2
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
BESIKLMPOK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid rendah 27 50.0 50.0 50.0
cukup 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0
9. Gambaran konsumsi vitamin C
Statistics
VITCKLOMPOK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.50
Median 1.50
Mode 1a
Std. Deviation .505
Minimum 1
Maximum 2
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
VITCKLOMPOK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid rendah 27 50.0 50.0 50.0
cukup 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0
10. Gambaran konsumsi asam folat
Statistics
FOLATKLOMPOK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.50
Median 1.50
Mode 1a
Std. Deviation .505
Minimum 1
Maximum 2
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
FOLATKLOMPOK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid rendah 27 50.0 50.0 50.0
cukup 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0
ANALISIS BIVARIAT
1. Hubungan kadar Pb urin dengan kejadian anemia
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kadar timbal pada urin 54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
kadar timbal pada urin Mean .28454 .011793
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound .26088
Upper Bound .30819
5% Trimmed Mean .28349
Median .27550
Variance .008
Std. Deviation .086664
Minimum .078
Maximum .525
Range .447
Interquartile Range .107
Skewness .234 .325
Kurtosis .481 .639
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kadar timbal pada urin .061 54 .200* .990 54 .921
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kadar timbal pada urin .061 54 .200* .990 54 .921
*. This is a lower bound of the true significance.
Group Statistics
HBKLOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
kadar timbal pada urin anemia 21 .33033 .093967 .020505
tidak anemia 33 .25539 .068328 .011894
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Differenc
e
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
kadar timbal pada urin
Equal variances assumed
3.534 .066 3.391 52 .001 .074939 .022102 .030588 .119291
Equal variances not assumed
3.161
33.363
.003 .074939 .023705 .026731 .123148
2. Hubungan umur dengan kejadian anemia
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umurKLP * HBKLOMPOK 54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
umurKLP * HBKLOMPOK Crosstabulation
HBKLOMPOK
Total anemia tidak anemia
umurKLP non produktif Count 2 5 7
% within umurKLP 28.6% 71.4% 100.0%
produktif Count 19 28 47
% within umurKLP 40.4% 59.6% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within umurKLP 38.9% 61.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .360a 1 .548
Continuity Correctionb .034 1 .853
Likelihood Ratio .373 1 .541 Fisher's Exact Test .693 .437
Linear-by-Linear Association .354 1 .552 N of Valid Cases
b 54
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.72.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for umurKLP (non produktif / produktif)
.589 .103 3.359
For cohort HBKLOMPOK = anemia
.707 .208 2.398
For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia
1.199 .710 2.026
N of Valid Cases 54
3. Hubungan pendidikan dengan kejadian anemia
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
PDDKNKLOMPK * HBKLOMPOK
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
PDDKNKLOMPK * HBKLOMPOK Crosstabulation
HBKLOMPOK
Total anemia tidak anemia
PDDKNKLOMPK rendah Count 14 19 33
% within PDDKNKLOMPK 42.4% 57.6% 100.0%
tinggi Count 7 14 21
% within PDDKNKLOMPK 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 21 33 54
PDDKNKLOMPK * HBKLOMPOK Crosstabulation
HBKLOMPOK
Total anemia tidak anemia
PDDKNKLOMPK rendah Count 14 19 33
% within PDDKNKLOMPK 42.4% 57.6% 100.0%
tinggi Count 7 14 21
% within PDDKNKLOMPK 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within PDDKNKLOMPK 38.9% 61.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .446a 1 .504
Continuity Correctionb .146 1 .703
Likelihood Ratio .450 1 .502 Fisher's Exact Test .575 .353
Linear-by-Linear Association .438 1 .508 N of Valid Cases
b 54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.17.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for PDDKNKLOMPK (rendah / tinggi)
1.474 .471 4.608
For cohort HBKLOMPOK = anemia
1.273 .617 2.625
For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia
.864 .567 1.316
N of Valid Cases 54
4. Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian anemia
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
inbrinmanklompok * HBKLOMPOK
16 29.6% 38 70.4% 54 100.0%
inbrinmanklompok * HBKLOMPOK Crosstabulation
HBKLOMPOK
Total anemia tidak anemia
inbrinmanklompok perokok berat Count 0 1 1
% within inbrinmanklompok .0% 100.0% 100.0%
perokok ringan Count 6 9 15
% within inbrinmanklompok 40.0% 60.0% 100.0%
Total Count 6 10 16
% within inbrinmanklompok 37.5% 62.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .640a 1 .424
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .980 1 .322 Fisher's Exact Test 1.000 .625
Linear-by-Linear Association .600 1 .439 N of Valid Cases
b 16
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .38.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia
1.667 1.103 2.519
N of Valid Cases 16
5. Hubungan lama berkerja dengan kejadian anemia
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
LAMADAGANG * HBKLOMPOK
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
LAMADAGANG * HBKLOMPOK Crosstabulation
HBKLOMPOK
Total anemia tidak anemia
LAMADAGANG > 1 tahun Count 19 28 47
% within LAMADAGANG 40.4% 59.6% 100.0%
< 1 tahun Count 2 5 7
% within LAMADAGANG 28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within LAMADAGANG 38.9% 61.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .360a 1 .548
Continuity Correctionb .034 1 .853
Likelihood Ratio .373 1 .541 Fisher's Exact Test .693 .437
Linear-by-Linear Association .354 1 .552 N of Valid Cases
b 54
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.72.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for LAMADAGANG (> 1 tahun / < 1 tahun)
1.696 .298 9.667
For cohort HBKLOMPOK = anemia
1.415 .417 4.800
For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia
.834 .494 1.409
N of Valid Cases 54
6. Hubungan konsumsi zat besi dengan kejadian anemia
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
BESIKLMPOK * HBKLOMPOK
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
BESIKLMPOK * HBKLOMPOK Crosstabulation
HBKLOMPOK
Total anemia tidak anemia
BESIKLMPOK rendah Count 11 16 27
% within BESIKLMPOK 40.7% 59.3% 100.0%
cukup Count 10 17 27
% within BESIKLMPOK 37.0% 63.0% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within BESIKLMPOK 38.9% 61.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .078a 1 .780
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .078 1 .780 Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .076 1 .782 N of Valid Cases
b 54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for BESIKLMPOK (rendah / cukup)
1.169 .391 3.494
For cohort HBKLOMPOK = anemia
1.100 .563 2.150
For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia
.941 .615 1.441
N of Valid Cases 54
7. Hubungan konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
VITCKLOMPOK * HBKLOMPOK
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
VITCKLOMPOK * HBKLOMPOK Crosstabulation
HBKLOMPOK
Total anemia tidak anemia
VITCKLOMPOK rendah Count 12 15 27
% within VITCKLOMPOK 44.4% 55.6% 100.0%
cukup Count 9 18 27
% within VITCKLOMPOK 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within VITCKLOMPOK 38.9% 61.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .701a 1 .402
Continuity Correctionb .312 1 .577
Likelihood Ratio .703 1 .402 Fisher's Exact Test .577 .289
Linear-by-Linear Association .688 1 .407 N of Valid Cases
b 54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for VITCKLOMPOK (rendah / cukup)
1.600 .531 4.821
For cohort HBKLOMPOK = anemia
1.333 .675 2.632
For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia
.833 .542 1.281
N of Valid Cases 54
8. Hubungan konsumsi asam folat dengan kejadian anemia
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
FOLATKLOMPOK * HBKLOMPOK
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
FOLATKLOMPOK * HBKLOMPOK Crosstabulation
HBKLOMPOK
Total anemia tidak anemia
FOLATKLOMPOK rendah Count 9 18 27
% within FOLATKLOMPOK 33.3% 66.7% 100.0%
cukup Count 12 15 27
% within FOLATKLOMPOK 44.4% 55.6% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within FOLATKLOMPOK 38.9% 61.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .701a 1 .402
Continuity Correctionb .312 1 .577
Likelihood Ratio .703 1 .402 Fisher's Exact Test .577 .289
Linear-by-Linear Association .688 1 .407 N of Valid Cases
b 54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for FOLATKLOMPOK (rendah / cukup)
.625 .207 1.883
For cohort HBKLOMPOK = anemia
.750 .380 1.480
For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia
1.200 .781 1.845
N of Valid Cases 54
OUTPUT UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS (r tabel 0,361)
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.300 .082 12
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
umur 38.07 82.616 .376 .405 .026
pendidikan terakhir 72.10 297.059 -.274 .238 .331
gejala anemia (5 L) 73.83 290.144 -.133 .407 .309
gejala anemia (nafsu makan berkurang)
73.60 286.731 .070 .400 .300
gejala anemia (wajah pucat) 73.43 290.806 -.168 .542 .311
gejala anemia (mata berkunang-kunang)
73.63 289.482 -.092 .341 .307
gejala anemia (sering sakit) 73.77 290.461 -.148 .300 .310
perilaku merokok responden 73.60 297.283 -.545 .475 .328
lama berdagang 65.77 170.599 .465 .552 .014
lama jam berdagang dalam sehari
62.60 213.421 .210 .386 .216
konsumsi vit c 73.40 292.455 -.320 .310 .315
konsumsi suplemen tambah darah
73.40 289.421 -.103 .198 .307
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.644 .313 3
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
lama merokok responden 8.67 118.970 .844 .713 -.028a
banyak batang rokok yang dikonsumsi
7.83 49.242 .838 .725 -.030a
jenis rokok yang dikonsumsi 12.67 301.333 -.242 .076 .869
a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Juli 2014
Fitriani Azhari
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2014 FITRIANI AZHARI, NIM:1110101000074
HUBUNGAN KADAR TIMBAL PADA URIN DAN KARAKTERISTIK
INDIVIDU DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PEDAGANG WANITA DI
TERMINAL BUS KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 (xiv + 102 halaman, 12 tabel, 4 bagan, 1 gambar, 29 lampiran)
ABSTRAK
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. prevalensi anemia di DKI Jakarta pada wanita dewasa tidak hamil 27,6%, laki-laki 14,6 %, anak-anak 18,6% dan wanita hamil 59,1%. Sehingga dapat disimpulkan jumlah tertinggi penderita anemia terdapat pada wanita hamil dan wanita dewasa tidak hamil (Riskesdas, 2007). Berdasarkan hasil studi pendahuluan, didapatkan 5 orang diantara 10 pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur menderita anemia.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan sejak bulan April sampai dengan Mei tahun 2014 di Terminal Bus Kampung Rambutan. Penelitian ini mengunakan sampel jenuh sebanyak 54 orang dan menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pedagang wanita yang mengalami anemia sebanyak 21 (38,9%) sedangkan yang tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 33 (61,1%). Selain itu terdapat keterkaitan antara kadar Pb pada urin dengan kejadian anemia (P value 0,001), namun pada variabel karakteristik individu tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia (umur (P value 0,693), pendidikan (P value 0,703), perilaku merokok (P value 1,000), lama berkerja (P value 0,693), konsumsi zat besi (P value 1,000), konsumsi vitamin C (P value 0,577) dan konsumsi asam folat (P
value 0,577)). Untuk menanggulangi masalah ini, DISHUB terminal Bus Kampung Rambutan
perlu melakukan pengukuran kadar Pb udara ambient, sehingga dengan adanya pengukuran tersebut dapat dibuat upaya kebijakan untuk meminimalisir seperti membuat program penghijauan atau pemenuhan ruang terbuka hijau. Selain itu juga diharapkan bagi pedagang disana untuk lebih sering melakukan pemeriksaan Hb dan mulai membiasakan diri untuk menggunakan masker secara rutin ketika sedang berdagang di terminal. upaya ini dilakukan untuk meminimalisir emisi kendaraan bermotor yang mengandung polutan Pb terakumulasi didalam tubuh. Daftar bacaan: 88 (1992 - 2014) Kata kunci: Anemia, Timbal (Pb), Terminal Bus Kampung Rambutan.
iii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduate Thesis, July 2014 FITRIANI AZHARI, NIM: 1110101000074
RELATION OF LEAD IN URINE AND INDIVIDUAL CHARACTERISTICS
WITH CASE OF ANEMIA IN KAMPUNG RAMBUTAN BUS STATION EAST
JAKARTA 2014 (xv + 102 pages, 12 tables, 4 charts, 1 pictures, 29 attachments)
ABSTRACT
Anemia is a disease characterized by deficient blood levels of hemoglobin (Hb)
and red blood cells (erythrocytes) lower than normal. prevalence of anemia in Jakarta on
non-pregnant adult women 27,6%, male 14,6 %, children 18,6% and pregnant women
59,1%. It can be concluded there is the highest number of patients with anemia in
pregnant women and non-pregnant adult women (Riskesdas, 2007). Based on the results
of preliminary studies, it was found 5 womens among 10 traders in Kampung Rambutan
bus station, East Jakarta have anemia.
This research is a quantitative study using descriptive analytical cross-sectional
study design conducted from April to May 2014 in Kampung Rambutan bus station.
This research used a saturated sample 54 people analyzed with univariate and bivariate
analysis.
The results showed that merchants women’s who are anemia were 21 (38.9%)
who did not have anemia, while many as 33 (61.1%). In addition there is a link between
lead concentrations in urine with anemia (P value 0.001), but not on the individual
characteristics variables has associated with anemia (age (P value 0.693), education (P
value 0.703), smoking (P value 1.000), duration of work (P value 0.693), consumption
of iron (P value 1.000), consumption of vitamin C (P value 0.577) and consumption of
folic acid (P value 0.577)).
To overcome this problem, DISHUB of the Kampung Rambutan bus station
needs to perform the measurement of ambient air Pb levels, so that the presence of these
measurements can be made efforts to minimize such policies make greening program or
fulfillment of green open space. It is also expected for the merchants there to screen their
Hb frequently , and start getting used to using a mask on a regular basis while trading in
the bus station. This effort is made to minimize vehicle emissions Pb-containing
pollutants accumulate in the body.
Reference: 88 (1992 - 2014) Keyword: Anemia, Lead (Pb), Kampung Rambutan Bus Station.
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL
Nama : Fitriani Azhari
TTL : Meranti Paham, 26 Oktober 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Ponsel : 081263746670
Alamat : Dsn IV Meranti Paham- Kabupaten Labuhan Batu-
Provinsi
Sumatera Utara
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2010 – 2014 : Peminatan Kesehatan Lingkungan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2007 – 2010 : MAN Rantau Prapat - Sumatera Utara
2004 – 2007 : MTS AL-IKHLAS Kebun Ajamu - Sumatera Utara
1999 – 2004 : SDN NO 116248 Desa Meranti Paham - Sumatera
Utara
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, “Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu”
Ahammdulillahirobbil alamin, puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
telah memberikan nikmat yang berlimpah bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan
Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita Di Terminal
Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2014”. Sholawat beserta salam penulis
hanturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, semoga kita semua mendapatkan
syafaat dan pertolongan nanti di yaumil qiyamah. Amin
Skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM). Harapan kedepannnya hasil penelitian ini dapat berguna
dalam penatalaksanaan penyakit anemia yang banyak diderita oleh orang diseluruh
dunia. Skripsi ini bukan hanya karena usaha penulis semata-mata, tetapi banyak juga
pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes sebagai pembimbing I yang telah banyak
membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
2. Ibu Narila Mutia Nasir, SKM, MKM, Ph.D sebagai pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Para dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen
peminatan kesling UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat.
5. Kedua orang tua (Mairin S.pd, Saimi) dan adik-adikku tersayang (Yusri, Fipi,
Asri, Nurul) yang selalu memberikan dukungan, nasehat serta doa yang selalu
dipanjatkan demi kelancaran penuyusan skripsi ini.
6. Kepala UP.Terminal Angkutan Jalan DISHUB Provinsi DKI Jakarta dan
Kepala Terminal Bus Dalam Kota dan Luar Kota Kampung Rambutan yang
telah memberikan izin penelitian.
7. Kepala Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta, yang telah
memberikan izin untuk melakukan analisis kandungan Pb pada sampel urin.
8. Zainuddin Kholik Sagala, yang tidak pernah bosan-bosannya selalu
memberikan dukungan semangat yang luar biasa atas kelancaran penyusunan
skripsi ini
9. Irpan Darmansyah Harahap, Rizka Najla Huwaida dan kak Eka Ariska Lubis,
yang telah memberikan bantuan pengukuran kadar hemoglobin dan
pengambilan sampel urin serta bantuan analisis menggunakan software nutri
survey.
10. Jamaah kesling 2010 (Ilham, Akbar, Febri, Angger, Fuad, Tuti, Rizka, Nida,
Annis, Yuni, Ifa, Reka, Dila, Fira, Misyka, Alya) dan teman-teman
seperjuangan kesmas 2010 yang telah mendukung kelancaran penyusunan
skripsi ini, terima kasih atas segala bantuan apapun.
Jakarta, 7 Juli 2014
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………….. i
ABSTRAK……………………………………………………………….. ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN…………………………………….. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………. v
KATA PENGANTAR………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI………………………………………………………….…. viii
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………….… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………. 6
1.3 Pertanyaan Penelitian……………………………………………… 7
1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………….. 8
1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………… 9
1.6 Ruang Lingkup……………………………………………………. 10
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA………………………………………. 11
2.1 Anemia……………………………………………………….…… 11
2.1.1 Definisi Anemia…………………………………………... 11
2.1.2 Wanita dan anemia……………………………………….. 12
2.1.3 Etiologi anemia…………………………………………… 13
2.1.4 Gejala anemia…………………………………………….. 14
2.1.5 Faktor resiko anemia……………………………………… 14
x
2.2 Timbal (Pb)……………………………………………………….. 18
2.2.1 Definisi Pb……………………………………………….. 19
2.2.2 Sumber pencemaran Pb…………………………………… 20
2.2.3 Mekanisme Pb masuk ke tubuh manusia…………………. 23
2.2.4 Waktu paruh Pb…………………………………………... 26
2.2.5 Nilai ambang batas Pb……………………………………. 27
2.2.6 Hubungan Pb pada Urin dengan kejadian anemia……….. 29
2.2.7 Dampak paparan Pb terhadap kesehatan…………………. 31
2.3 Hasil Penelitian Antara Timbal (Pb) dengan Anemia…………….. 34
2.4 Kerangka Teori……………………………………………………. 37
BAB III: KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL………………………………………………….…….. 38
3.1 Kerangka Konsep………………………………………………… 38
3.2 Defenisi Operasional …………………………………………….. 39
3.3 Hipotesis …………………………………………………………. 42
BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN……………………….……. 43
4.1 Desain Penelitian…………………………………………………. 43
4.2 Populasi dan Sampel………………………………………….…... 43
4.3 Instrumen Penelitian……………………………………………… 45
4.3.1 Prosedur Pengukuran Hemoglobin (Hb)…………………. 45
4.3.2 Prosedur Pengukuran Pb pada Urin……………………… 47
xi
4.3.3 Prosedur Pengumpulan Data Tingkat Asupan Fe, Tingkat
Asupan Vitamin C dan Tingkat Asupan Asam Folat…….. 48
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………….. 50
4.5 Pengolahan Data…………………………………………..……… 51
4.6 Analisis Data……………………………………………………… 52
BAB V: HASIL………………………………………………………….. 54
4.1 Analisis Univariat………………………………………………… 54
4.1.1 Gambaran Kejadian Anemia……………………………… 54
4.1.2 Gambaran Kandungan Timbal (Pb) pada Urin…………… 55
4.1.3 Gambaran Karakteristik Individu………………………… 55
4.2 Analisis Bivariat………………………………………………….. 57
4.2.1 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian
Anemia ………………………………………………….... 57
4.2.2 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian
Anemia……………………………………………………. 58
BAB VI: PEMBAHASAN……………………………………………… 63
6.1 Keterbatasan Penelitian…………………………………………... 63
6.2 Kejadian Anemia…………………………………………………. 63
6.3 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia 61
6.4 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia…..… 69
xii
BAB VII: SIMPULAN DAN SARAN………………………………… 88
7.1 Simpulan…………………………………………………….……. 88
7.2 Saran ……………………………………………………………... 90
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 92
LAMPIRAN……………………………………………………………... 103
xiii
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Halaman
2.1 Nilai ambang batas kadar hemoglobin (Hb) 12
2.2 Standar dan regulasi Pb 27
2.3 Angka acuan untuk substansi tunggal didalam udara
berdasarkan efek yang ditimbulkan berupa penyakit atau
bau dan gangguan lainnya
28
2.4 Dampak paparan Pb terhadap kesehatan 34
2.5 Hasil penelitian antara Pb dengan anemia 35
3.1 Definisi operasional 39
4.1 Perhitungan ukuran tingkat asupan zat besi, vitamin C,
asam folat
49
5.1 Distribusi kejadian anemia pada pedagang wanita Di
Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
54
5.2 Distribusi kandungan Pb pada urin pada pedagang wanita
Di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
55
5.3 Distribusi karakteristik individu pada pedagang wanita Di
Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
56
5.4 Hubungan kadar Pb pada urin dengan kejadian anemia
pada pedagang wanita Di Terminal Bus Kampung
Rambutan Tahun 2014
58
5.5 Hubungan karakteristik individu dengan kejadian anemia
pada pedagang wanita Di Terminal Bus Kampung
Rambutan Tahun 2014
59
xiv
DAFTAR BAGAN
No Judul Bagan Halaman
2.1 Biotranformasi Pb dalam tubuh manusia 23
2.2 Mekanisme paparan Pb menyebabkan anemia 30
2.3 Kerangka teori 37
3.1 Kerangka konsep 38
xv
DAFTAR GAMBAR
No Judul Gambar Halaman
4.1 Gambaran lokasi penelitian 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun,
menghadapi banyak masalah kesehatan masyarakat. Sebagai negara agraris yang
memasuki era industrilisasi membawa Indonesia ke dalam berbagai transisi, yaitu
transisi epidemiologi (penyakit), demografi (kependudukan), dan lingkungan.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan tersebut masih merupakan penyebab utama
kematian. Penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi pola kesakitan dan
kematian di Indonesia, mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas
intervensi kesehatan lingkungan (Achmadi, 2011).
Salah satu penyakit berbasis lingkungan karena permasalahan lingkungan
yaitu Anemia. Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh, (Handayani et al, 2008). Anemia menyerang lebih dari 2 milyar
penduduk dunia. Di negara berkembang, terdapat 370 juta wanita yang menderita
anemia dengan prevalensi 51%. Prevalensi Anemia tertinggi terdapat di Asia
Selatan 64%, Asia Tenggara 47%, Timur Tengah 27%, Cina 26% dan Amerika
Serikat 21% (Gibney, et al, 2005).
Prevalensi Anemia di Indonesia menurut Husaini dkk dalam Handayani et al,
(2008) anak prasekolah 30-40 %, anak usia sekolah 25-35%, dewasa tidak hamil
30-40%, hamil 50-70%, laki-laki dewasa 20-30%, pekerja berpenghasilan rendah 30-
2
40%, berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan jumlah tertinggi penderita anemia
terdapat pada wanita hamil dan wanita dewasa tidak hamil. Hasil penelitian
sebelumnya menunjukan jumlah tertinggi penderita anemia terdapat pada wanita
hamil dan wanita usia subur, dengan prevalensi pada wanita hamil 50-63% dan
wanita usia subur 40% (Mulansari, 2012).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2007) prevalensi anemia di DKI Jakarta
pada wanita dewasa tidak hamil 27,6%, laki-laki 14,6 % dan anak-anak 18,6% dan
wanita hamil 59,1%. Berdasarkan data prevalensi anemia di DKI Jakarta, jumlah
tertinggi penderita anemia juga terdapat pada wanita hamil dan wanita dewasa tidak
hamil, sehingga dapat disimpulkan bahwa wanita merupakan kelompok yang rentan
terhadap kejadian anemia (Riskesdas, 2007).
Saat ini pekerja wanita memiliki peran ganda, yaitu sebagai pekerja dan juga
sebagai penanggung jawab pertumbuhan serta kualitas anak mereka sebagai generasi
penerus. Sesuai kodratnya, pekerja wanita mengalami haid, kehamilan, melahirkan
dan menyusui bayi. Kondisi ini memerlukan pemeliharaan dan perlindungan
kesehatan yang baik agar generasi penerus terjamin kesehatannya (Depkes, 2013).
Umumnya wanita lebih beresiko terserang anemia dibandingkan pria. Hal ini
disebabkan wanita harus mengalami menstruasi setiap bulannya sehingga
menyebabkan kekurangan darah. Tidak heran jika penyakit anemia merupakan
penyebab tingginya kematian ibu serta penyebab Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
di Indonesia. Oleh sebab itu wanita lebih rentan terserang anemia dibandingkan
dengan pria (Setiyani, 2011). Depkes (2012) mencatat 1 dari 2 wanita pekerja di
Indonesia beresiko anemia. Anemia mengakibatkan pekerja menjadi mudah sakit,
3
mudah terjadi kecelakaan sehingga angka absensi meningkat dan apabila hamil akan
mempunyai risiko saat melahirkan serta melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) (Depkes, 2013).
Anemia umumnya disebabkan oleh faktor genetik, defisiensi besi, gangguan
sumsum tulang, pendarahan, namun juga bisa disebabkan karena pencemaran udara
(Gibney et al, 2005). Pencemaran udara di daerah perkotaan merupakan salah satu
masalah yang harus dihadapi oleh penduduk kota (Atmakusumah et al, 1996).
Pertumbuhan pencemaran udara di kota dan tingkat industrialisasi yang tidak
terhindar akan mengarah kepada kebutuhan energi yang lebih besar, pada dasarnya
akan menghasilkan pembuangan zat pencemar lebih banyak (Laelasari, 2001).
Salah satu penghasil polusi terbesar menurut Peraturan Pemerintah RI No. 41
(1999) adalah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat
transportasi yang paling banyak kita jumpai di jalan raya. Tidak bisa kita pungkiri
bahwa alat tranportasi yang sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari
untuk bekerja, berangkat ke sekolah, dan berbagai kegiatan lainnya. Namun di luar
itu semua alat transportasi sedikit banyak memberikan dampak buruk terhadap
kesehatan, karena semakin banyak kendaraan berlalu-lalang di jalan semakin besar
terjadinya pencemaran udara (Novianthie, 2007).
Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) polusi udara
diperkirakan memberi kontribusi 800.000 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya,
salah satunya yaitu disebabkan oleh polutan Pb. Polusi udara juga dapat
menimbulkan penurunan kadar Hemoglobin, penyakit terkait respirasi (pernapasan),
kardiovaskular, terganggunya aktivitas harian akibat sakit, gejala batuk, sesak, dan
4
infeksi saluran pernapasan, hingga terjadinya perubahan fisiologis seperti fungsi
paru dan tekanan darah (WHO, 2012).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kendaraan bermotor di
Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat pesat. Data pada
tahun 2008 menunjukkan jumlah 65.273.451 kendaraan bermotor. Pada tahun 2009
menunjukkan jumlah 70.714.569 kendaraan bermotor. Pada tahun 2010 menunjukan
jumlah 76.907.127 kendaraan bermotor. Pada tahun 2011 menunjukan jumlah
85.601.351 kendaraan bermotor. Jumlah ini terus mengalami peningkatan yang
relatif besar setiap tahunnya (BPS, 2012).
Data jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta pada tahun 2009 berjumlah
(6.1 juta unit), tahun 2010 berjumlah (11.3 Juta unit), tahun 2011 berjumlah (12 Juta
Unit) dan tahun 2012 berjumlah (13.3 Juta Unit). Berdasarkan data di atas, jumlah
kendaraan bermotor di DKI Jakarta pada 2009-2012 mengalami kenaikan secara
signifikan setiap tahunnya. Jika jumlah ini mengalami kenaikan secara terus menerus
makan akan menimbulkan dampak yang besar terhadap kesehatan masyarakat di
DKI Jakarta (Uswan, 2013).
Salah satu tempat berkumpulnya banyak kendaraan adalah terminal.
Termasuk salah satunya Terminal Bus Kampung Rambutan. Tempat ini merupakan
salah satu tempat yang bepotensi sebagai sumber pencemaran udara yang berasal
dari kendaraan bermotor. Terminal Bus Kampung Rambutan adalah salah satu
terminal yang terdapat di wilayah Jakarta Timur. Letaknya cukup strategis karena
merupakan perlintasan kendaraan yang cukup padat menuju Selatan atau sebaliknya.
5
Banyaknya kendaraan bermotor yang melintasi Terminal dapat mengeluarkan gas
(asap) dan dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.
Berdasarkan data Dishub Terminal Kampung Rambutan (2014) jumlah angkutan
kendaraan bermotor dalam kota di Terminal Kampung Rambutan berjumlah 757
kendaraan, sedangkan untuk Terminal luar kota berjumlah 503 kendaraan (DISHUB,
2014).
Salah satu pencemaran udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor
adalah Timbal (Pb). Pb yang banyak dipergunakan terutama pada bahan bakar
bensin. Pb ditambahkan ke dalam bensin yang berkualitas rendah untuk
meningkatkan nilai oktan guna mencegah letupan pada mesin. Hasil yang diperoleh
dari pembakaran bahan tambahan (aditive) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor
akan menghasilkan emisi Pb. Logam Pb yang tercampur dengan bahan bakar
tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka Pb
akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Riyadina, 1997).
Paparan polusi Pb yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor dapat
menjadi racun yang merusak sistem pernafasan, sistem syaraf, serta meracuni darah.
Paparan Pb yang telah keluar dari knalpot tersebut lalu terhirup melalui saluran
pernafasan maka akan masuk kedalam tubuh dan bercampur dengan darah sehingga
mengubah sistem hematologi dengan menghambat aktivitas beberapa enzim yang
terlibat dalam biosintesis heme. Terutama peka terhadap Amino Levulinic Asam
Dehydratase (ALAD). Kadar pencemaran Pb yang tinggi dapat menimbulkan
6
terjadinya penurunan Hemoglobin di dalam tubuh sehingga berpotensi terjadinya
Anemia (Sacher, ett all, 2004).
Mengingat terminal merupakan salah satu penyumbang polusi udara, selain
penumpang dan awak kendaraan bermotor, pedagang yang berjualan di sekitar
terminal merupakan kelompok yang beresiko terhadap pencemaran gas buang
kendaraan bermotor. Adapun kelompok yang paling beresiko adalah pedagang,
khususnya pedagang wanita. Para pedagang melakukan aktifitasnya disekitar
terminal secara terus menerus sehingga lebih lama terpajan pada udara luar di
bandingkan dengan penumpang dan awak kendaraan bermotor (Novianthie, 2007).
Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Hubungan Kadar
Timbal pada Urin dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia pada
Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur”.
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini telah
banyak dilakukan baik penelitian mengenai Pb maupun anemia. Pada penelitian
sebelumnya fokus pada Hipertensi dan Anemia (Pasorong, 2007). Penelitian lain
tentang konsentrasi pajanan timbal di udara ambient terhadap resiko kejadian anemia
hanya fokus pada semua komunitas, akan tetapi belum fokus pada wanita (Wardani,
2013).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 orang
pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur, didapatkan
7
50% diantaranya menderita anemia. Para pedagang wanita juga lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk berdagang di terminal.
Perilaku pedagang yang berkerja lebih lama di terminal, dapat menyebabkan
terpapar polusi kendaraan bermotor salah satunya yaitu Pb. Paparan polusi Pb yang
keluar dari knalpot kendaraan bermotor akan terhirup dan masuk ke dalam tubuh
sehingga mengganggu sistem biosintesis heme dan menghambat enzim Amino
Levulinic Asam Dehydratase (ALAD). Sehingga terjadinya pemendekan umur
eritrosit dan terjadi penurunan kadar Hemoglobin yang beresiko terjadinya Anemia.
Adapun faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada
pedagang wanita antara lain faktor kebiasaan merokok, lama berkerja, konsumsi zat
besi, konsumsi vitamin C dan konsumsi asam folat. Mengingat terminal merupakan
sumber polusi kendaraan bermotor dan wanita merupakan kelompok yang lebih
rentan terhadap Anemia. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk menilai
secara objektif faktor yang menyebabkan terjadinya anemia pada pedagang wanita.
1.3 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran penderita anemia pada pedagang wanita di Terminal
Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014?
b. Bagaimana gambaran kadar timbal pada urin pedagang wanita di Terminal
Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014?
c. Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan
merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi
8
asam folat) pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan
Jakarta Timur tahun 2014?
d. Apakah ada hubungan kadar timbal pada urin dengan kejadian anemia pada
pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun
2014?
e. Apakah ada hubungan karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan
merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi
asam folat) dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus
Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar timbal
pada urin dan karakteristik individu dengan kejadian anemia pada pedagang
wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran penderita anemia pada pedagang wanita di
Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.
b. Mengetahui gambaran kadar timbal pada urin pedagang wanita di
Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.
c. Mengetahui gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan,
kebiasaan merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin
9
C, konsumsi asam folat) pada pedagang wanita di Terminal Bus
Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.
d. Mengetahui hubungan kadar timbal pada urin dengan kejadian anemia
pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta
Timur tahun 2014.
e. Mengetahui hubungan karakteristik individu (umur, pendidikan,
kebiasaan merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin
C, konsumsi asam folat) dengan kejadian anemia pada pedagang wanita
di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Institusi
Dapat dijadikan referensi mengenai hubungan timbal dengan kejadian
anemia pada pedagang wanita di terminal untuk mahasiswa Kesehatan
Lingkungan (Kesling).
1.5.2 Manfaat Bagi Terminal Bus Kampung Rambutan
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan
dalam menentukan kebijakan di Terminal Bus Kampung Rambutan serta
dapat menambah wawasan bagi para pedagang mengenai bahaya polusi udara
yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor sehingga dapat melakukan
upaya-upaya proteksi diri terhadap polusi.
10
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan kesempatan untuk
mengaplikasikan teori yang telah didapat dalam operasional kesehatan
lingkungan serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan
oleh peneliti selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini berjudul “Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan Karakteristik
Individu dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus
Kampung Rambutan Jakarta Timur”. Penelitian ini dilakukan karena mengingat
salah satu pencemaran udara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor adalah timbal
(Pb). Paparan polusi Pb yang masuk ke dalam tubuh dapat mengganggu sistem
biosintesis heme (pembentukan sel darah merah) sehingga menimbulkan terjadinya
penurunan hemoglobin di dalam tubuh dan berpotensi terjadinya anemia. Penelitian
ini dilakukan oleh mahasiswa semester 8 peminatan Kesehatan Lingkungan,
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta. Penelitian ini
dilakukan di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur pada bulan April –
Mei tahun 2014. Responden pada penelitian ini yaitu pedagang wanita yang
berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik
dengan desain cross sectional karena pada penelitian ini variable independen dan
dependen akan diamati pada waktu yang sama.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
Tinjauan pustaka yang akan dibahas terkait penyakit anemia meliputi
definisi anemia, wanita dan anemia, etiologi anemia, gejala anemia dan faktor
resiko anemia.
2.1.1 Definisi Anemia
Menurut Soebroto (2010) anemia adalah penyakit kurang darah
yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah
(eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal.
Menurut Depkes (2007) anemia adalah suatu keadaan penurunan
kadar hemoglobin hemotokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka
mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh
bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah
atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
Anemia dapat ditentukan dengan mengetahui kadar Hb dalam
darah. Nilai ambang batas kadar hemoglobin normal berdasarkan kelompok
usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.1.
12
Tabel 2.1 : Nilai Ambang Batas Kadar Hemoglobin (Manuaba, 2001)
Kategori usia (tahun) Jenis kelamin Kadar Hb normal
0,50 – 4,99 Laki-laki dan
perempuan
11,00g/dl
5,00 – 11,99 Laki-laki dan
perempuan
11,5 g/dl
12,00 – 14,99 Laki-laki dan
perempuan
12,0 g/dl
≥ 15 Perempuan 12,0 g/dl
≥ 15 Laki-laki 13,0 g/dl
Wanita hamil 11,0 g/dl
2.1.2 Wanita dan Anemia
Umumnya wanita lebih beresiko terserang anemia dibandingkan
pria. Hal ini disebabkan karena kondisi fisiologis wanita seperti ibu hamil
dan harus mengalami menstruasi setiap bulannya sehingga menyebabkan
kekurangan darah. Wanita harus kehilangan zat besi lebih besar hingga
yang dikeluarkan laki-laki akibat menstruasi yang dialaminya. Tidak
heran jika penyakit anemia merupakan penyebab tingginya kematian ibu
serta penyebab Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia. Oleh
sebab itu wanita lebih rentan terserang anemia dibandingkan dengan pria.
Selain karena menstruasi, pada orang dewasa juga bisa mengalami
anemia karena kehilangan darah kronis akibat menderita penyakit
(Depkes, 2013).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian anemia
13
(P value 0,000) dan (OR 7,9) dimana perempuan yang menderita anemia
7,9 kali dibandingkan dengan laki-laki (Sihombing, 2009).
2.1.3 Etiologi Anemia
Secara umum, penyebab seseorang menderita anemia disebabkan
karena defisiensi zat besi. Defisiensi besi disebabkan karena terjadinya
gangguan sumsum tulang, defisiensi gizi seperti kurangnya asupan folat
dan vitamin C, pendarahan kronis yang dapat terjadi melalui saluran
pencernaan, kehilangan darah (perempuan yang mengalami menstruasi
terlalu berlebihan), seperti pada wanita dewasa yang memiliki pola
makan yang kacau serta pengeluaran darah menstruasi yang terlalu
banyak dan tidak teratur dapat mempengaruhi keseimbangan besi di
dalam tubuh sehingga beresiko terhadap anemia. Oleh sebab itu
dianjurkan untuk mengkonsumsi 10-15 mg makanan yang mengandung
besi setiap harinya (Sacher et, al, 2004)
Anemia tidak selalu disebabkan oleh kekurangan zat besi. Anemia
juga bisa disebabkan oleh timbal (Pb), hal ini karena akibat dari Pb
tersebut dapat mengganggu sistem biosintesis heme dimana berfungsi
sebagai pembentukan sel darah merah dan dengan keberadaan Pb didalam
tubuh dapat menyebabkan pemendekan umur eritrosit sehingga beresiko
anemia (NIOSH, 1997).
14
2.1.4 Gejala Anemia
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya
volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk
memaksimalkan pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Warna kulit
bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena
dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu dan keadaan serta distribusi bantalan
kapiler, bantalan kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta
konjungtivas merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat
(Price, 2005). Gejala yang sering muncul pada penderita anemia
diantaranya yaitu (Soebroto, 2010):
a. Lemah, letih, lesu, mudah lelah dan lunglai
b. Wajah tampak pucat
c. Mata berkunang-kunang
d. Nafsu makan berkurang
e. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa
f. Sering sakit
2.1.5 Faktor Risiko Anemia
Berikut faktor resiko yang mempengaruhi kejadian anemia diantaranya
yaitu:
15
a. Pencemaran udara
Pencemaran udara yang bepotensi terhadap kejadian
anemia yaitu Pb. Pb yang banyak dipergunakan terutama pada
bahan bakar bensin. Pb tersebut dapat menjadi racun yang
merusak sistem pernafasan, sistem syaraf, serta meracuni darah.
Serta dapat menghambat sintesis hemoglobin, yang pada akhirnya
merusak hemoglobin darah (ATSDR, 2007).
b. Faktor genetik
Faktor keturunan pun dapat mengakibatkan penyakit
anemia. Anemia yang merupakan faktor genetik ini dikenal
dengan anemia sel sabit (sickle cel anemia). Anemia sel sabit
dapat terjadi karena sel darah merah terdistorsi menjadi berbentuk
sel sabit pada konsentrasi oksigen yang rendah. Sel sabit juga
disebabkan karena adanya mutasi pada rantai β-globin dari
hemoglobin. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki
hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya
abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan
menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit (Sloane, 2004).
c. Kekurangan zat besi
Penyebab anemia paling utama adalah kekurangan zat besi
dan umumnya wanita lebih beresiko terserang anemia di
bandingkan pria. Hal ini disebabkan wanita harus mengalami
16
menstruasi setiap bulannya sehingga kekurangan darah oleh
karena itu lebih rentan kekurangan zat besi (Sacher et, al, 2004).
d. Kekurangan vitamin C
Salah satu faktor resiko terjadinya anemia adalah
kekurangan vitamin C. Orang yang kekurangan vitamin C
menyebabkan gampang jatuh sakit karena sistem kekebalan
tubuhnya melemah. Vitamin C juga membantu penyerapan zat
besi didalam tubuh (Wardani, 2013).
e. Kekurangan asam folat
Sebagai tambahan dari zat besi, tubuh juga membutuhkan folat
untuk menghasilkan cukup sel darah merah. Asupan makanan
yang rendah zat tersebut dan nutrisi penting lain dapat
menyebabkan penurunan produksi sel darah merah (Sacher et al,
2004).
f. Gangguan sumsum tulang
Tempat produksi sel darah adalah di sumsum tulang.
Namun sumsum tulang bisa mengalami gangguan sehingga
kerjanya untuk memproduksi sel darah merah menjadi tidak
normal. Gangguan sumsum tulang ini sendiri adalah karena
adanya metastase sel kanker di daerah lain pada tubuh (Manuaba,
2001).
17
g. Pendarahan
Pendarahan pada tubuh baik yang terjadi di dalam atau luar tubuh
dapat mengakibatkan anemia dalam waktu singkat. Hal ini bisa
terjadi karena maag kronis yang menyebabkan dinding lambung
mengalami luka (Sacher et al, 2004).
h. Umur
Semakin tua umur seseorang, maka lebih rentan terhadap anemia
karena secara umum pada usia yang tidak produktif lebih banyak
mengalami berbagai macam penyakit sehingga beresiko terhadap
pendarahan di tubuh yang beresiko terhadap anemia defisiensi
besi. Penambahan umur juga mempengaruhi terhadap perubahan
degeneratif fungsi tubuh, sehingga dengan adanya zat polutan Pb
yang masuk ke dalam tubuh akan lebih sulit untuk
mentoleransinya (Sacher et al, 2004).
i. Kebiasaan merokok
Asap rokok dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran
pernafasan. Kemampuan bulu getar yang berguna untuk
menyaring benda asing telah berkurang sehingga pecemaran udara
penyebab anemia seperti Pb lebih mudah masuk ke paru-paru dan
bercampur dengan darah. Interaksi antara perokok dengan
pencemaran udara merupakan faktor resiko yang bersinergi
sehingga perokok lebih beresiko mengidap anemia (Sormin,
2012). Kebiasaan merokok ini terbagi menjadi dua komponen,
18
berdasarkan Indeks Brinkman terdiri dari perokok berat ≥ 600 dan
perokok ringan < 600. Adapun perhitungan Indeks Brinkman ini
menurut Tana (2007) dapat dilihat sebagai berikut:
j. Lama bekerja
Semakin lama seseorang berkerja di tempat yang
lingkungan sekitarnya berisiko terjadinya pencemaran udara,
maka kemungkinan tertimbun dalam darah semakin besar sebagai
akibat hasil penghirupan sehari-hari dalam berkerja. Polusi udara
yang tertimbun tersebut dapat memicu gangguan kesehatan. Lama
berkerja selama bertahun-tahun dapat memperparah kondisi
kesehatan pernafasan pedagang karena frekuensi yang sering
untuk terpajan pencemaran udara setiap harinya (Suma’mur, 1991
dalam Sormin, 2012).
2.2 Timbal (Pb)
Tinjauan pustaka yang akan dibahas terkait timbal (Pb) meliputi definisi
Pb, sumber pencemaran Pb, mekanisme Pb masuk ke tubuh manusia, waktu
paruh Pb, nilai ambang batas Pb, hubungan Pb dengan anemia dan dampak
paparan Pb terhadap kesehatan.
Indeks Brinkman (BI)
Jumlah batang rokok per hari X durasi lama merokok (tahun)
19
2.2.1 Definisi Pb
Timbal (Pb) adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan
dan terdapat dalam jumlah kecil pada batu-batuan, tanah dan tumbuh-
tumbuhan (Fardiaz, 1992). Timbal adalah sebuah zat kimia dengan kode
Pb, yang berarti Plumbum (timah hitam). Timbal atau yang kita kenal
sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal
dengan kata Plumbum disimpulkan dengan Timbal (Pb). Logam ini
termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel
periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom 82 dengan bobot atau
berat 207,2 dan lunak dengan titik leleh 327°C dan titik didih 1.620°C
pada suhu 550-600°C (Achmadi, 2012).
Walaupun bersifat lunak dan lentur, Timbal (Pb) sangat rapuh dan
mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan
air asam. Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam
sulfat pekat (Palar, 1994). Pb banyak digunakan untuk berbagai keperluan
karena sifatnya sebagai berikut (Fardiaz, 1992):
a. Pb mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam
bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak
mahal.
b. Pb merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi
berbagai bentuk.
c. Sifat kimia Pb menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai
lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.
20
d. Pb dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang
terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan Timbal (Pb) yang
murni.
e. Densitas Pb lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya
kecuali emas dan merkuri.
2.2.2 Sumber Pencemaran Pb
a. Sumber alami
Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam
bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan
batu fosfat dan terdapat di dalam batu pasir (sand stone) kadarnya
lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb terdapat di tanah sekitar 5-25
mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1-60
µg/dl. Secara alami Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar
Pb pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1-10 µg/dl.
Dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari dalam air tawar. Laut
yang dikatakan terbebas dari pencemaran mengandung Pb sekitar
0,07 µg/dl. Kandungan Pb dalam air danau dan sungai di USA
berkisar antara 1-10 µg/dl. Secara alami Pb juga di temukan di
udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001-0,001 µg/m3.
Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-sayuran dan padi-padian dapat
mengandung Pb, penelitian yang dilakukan di USA kadarnya
21
berkisar antara 0,1-1,0 µg/kg berat kering (ATSDR, 2007 dalam
Prasetyo, 2010).
b. Sumber dari industri
Industri yang berpotensi sebagi sumber pencemaran Pb,
adalah industri yang memakai Pb sebagai bahan baku maupun
bahan penolong (Riyadina, 1997) misalnya:
1. Pada industri pengecoran maupun pemurnian
menghasilkan Pb konsentrat yang berasal dari potongan
logam scrap.
2. Pada industri baterai banyak menggunakan logam Pb
sebagai bahan dasarnya.
3. Pada industri bahan bakar Pb yang dipergunakan sebagai
anti knock pada bahan bakar sehingga baik industri
maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber
pencemaran Pb.
4. Pada industri kabel, Pb dipergunakan untuk melapisi
kabel.
5. Pada industri kimia yang menggunakan bahan pewarna,
industri tersebut seringkali memakai Pb karena
toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan logam pigmen yang lain.
22
c. Sumber dari transportasi
Pb yang banyak dipergunakan terutama pada bahan bakar
bensin. Pb tersebut dapat menjadi racun yang merusak sistem
pernafasan, sistem syaraf serta meracuni darah. Penggunaan Pb
pada bahan bakar tersebut semula adalah untuk meningkatkan
oktan bahan bakar. Penambahan kandungan Pb tersebut ke dalam
bahan bakar dilakukan sejak sekitar tahun 1920-an oleh kalangan
kilang minyak. Selain meningkatkan oktan, Pb juga dipercaya
berfungsi sebagai pelumas dudukan katub mobil (produksi
dibawah 90-an), sehingga katub dapat terjaga dari keausan, lebih
tahan lama dan lebih awet. Pb dipergunakan dalam bensin lebih
disebabkan oleh keyakinan bahwa tingkat sensitivitas Pb tinggi
untuk menaikkan angka oktan. Pada setiap 0,1 µg/dl bensin,
menurut para ahli tersebut mampu menaikkan angka oktan 1,5 - 2
satuan. Pb dipergunakan untuk meningkatkan satu oktan pada
bahan bakar karena harga Pb relatif murah dibandingkan dengan
senyawa lainnya (Riyadina, 1997).
Hasil yang diperoleh dari pembakaran bahan tambahan
(additive) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor akan
menghasilkan emisi Pb. Pb yang tercampur dengan bahan bakar
tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses didalam
mesin maka logam Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan
gas buang lainnya (Riyadina, 1997).
23
2.2.3 Mekanisme Pb Masuk ke Tubuh Manusia
Pb masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan
yang merupakan jalan pemajanan terbesar dan melalui saluran
pencernaan, terutama pada anak-anak dan orang dewasa dengan
kebersihan perorangan yang kurang baik. Absorbsi Pb udara pada saluran
pernafasan ± 40% dan pada saluran pencernaan ± 5-10%, kemudian Pb
diditribusikan kedalam darah ± 95% terikat pada sel darah merah dan
sisanya terikat pada plasma. Sebagian Pb disimpan pada jaringan lunak
dan tulang (Fardiaz, 2006).
ABSORBSI PENYIMPANAN EKRESI
Pernafasan
Inhalasi
Mulut
Ingesti
Bagan 2.1: Biotransformasi Pb dalam Tubuh Manusia (Palar,2004).
Tulang
90%
SSP/Otak
/Jaringan Saluran
Nafas
Atas
40%
Paru
-paru Keringat
,rambut Kulit
Ginjal
60%
Darah
95% Urin
Tinja Tulang
90%
Saluran
cerna Faring
24
a. Absorbsi
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb
dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke
dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan
dan minuman, udara (pernafasan/inhalasi) serta perembesan atau
penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.
Absorbsi Pb melalui saluran pernafasan dipengaruhi oleh
tiga proses yaitu deposisi, pembersihan mukosiliar dan
pembersihan alveolar. Deposisi terjadi di nesofaring, saluran
trakeobronkhial dan alveolar. Deposisi tergantung pada ukuran
partikel Pb, volume pernafasan dan daya larut. Partikel yang lebih
besar banyak dideposit pada saluran pernafasan bagian atas
dibanding partikel yang lebih kecil. Makin kecil ukuran partikel
debu, serta semakin besarnya volume udara yang mampu terhirup,
maka akan semakin besar pula konsentrasi Pb yang diserap oleh
tubuh. Partikel yang lebih kecil dari 10 µm dapat tertahan di paru-
paru, sedangkan partikel yang lebih besar mengendap di saluran
nafas bagian atas.
Pb yang bersirkulasi dalam darah akan didistribusikan
kedalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati. Selain
itu, Pb juga akan didistribusikan ke tulang, rambut dan gigi untuk
disimpan, sebanyak 90% Pb akan disimpan dalam tulang dan
hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak.
25
Rata-rata 10-30% Pb yang terinhalasi diabsorbsi melalui
paru-paru dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorbsi melalui
saluran cerna. Absorbsi Pb yang meningkat menyebabkan
penurunan kandungan hemoglobin, penurunan jumlah dan
pemendekan masa hidup eritrosit, peningkatan jumlah retikulosit
(eritrosis muda) serta peningkatan jumlah eritrosit berbintik
basofilik. Jadi, pemeriksaan darah untuk mendeteksi efek-efek ini
dapat digunakan sebagai mengukur pajanan Pb. Sementara
pengukuran Pb dalam rambut dan darah memberi petunjuk
terhadap pajanan Pb dalam tubuh (NIOSH, 1997).
b. Distribusi dan penyimpanan
Pb yang diabsorbsi diangkut oleh darah ke organ-organ
tubuh sebanyak 95% Pb terdapat dalam darah. Gigi dan tulang
panjang mengandung Pb yang lebih banyak dibandingkan tulang
lainnya. Pada gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen berwarna
abu-abu pada perbatasan antara gigi dan gusi. Hal itu merupakan
ciri khas keracunan Pb pada jaringan lunak sebagian Pb disimpan
dalam aorta, hati, ginjal, otak dan kulit. Pb yang berada di
jaringan lunak bersifat toksik (Goldstein, 1994 dalam Wardani,
2012).
Pb masuk ke dalam darah dan juga diditribusikan pada
jaringan lunak dan kadang-kadang pada tulang. Mungkin
26
berakibat pada sistem persyarafan otak, terutama pada jangka
panjang yang mengakibatkan ke gangguan syaraf pada anak.
Kelompok yang paling beresiko dari pencemaran oleh Pb ini
adalah anak dan wanita, sebab dalam konsentrasi yang rendah (di
bawah 10 mikrogram) dapat mengakibatkan terjadinya kelainan
syaraf dan ganguan hemoglobin (Atmakusumah et al, 1996).
c. Eksresi
Eksresi Pb melalui urin sebanyak 75-80%, melalui feces
15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut dan kuku.
Eksresi Pb melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif
dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya didinding
usus, regenerasi sel epitel dan eksresi empedu. Sedangkan proses
eksresi Pb melalui ginjal adalah melalui filtrasi glomerulus, kadar
Pb dalam urin merupakan cerminan pajanan baru sehingga
pemeriksaan Pb urin dipakai untuk pajanan okupasional
(Nordberg, 1986).
2.2.4 Waktu Paruh Pb
Waktu paruh Pb di dalam darah ± 25 hari, pada jaringan lunak 40
hari, sedangkan pada tulang 25 tahun. Eksresi yang lambat ini
menyebabkan Pb mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan
kerja maupun tidak kerja (Nordberg, 1998).
27
2.2.5 Nilai Ambang Batas Pb
Nilai ambang batas Pb yang sudah ditetapkan dapat dilihat pada
tabel 2.2.
Tabel 2.2: Standar dan Regulasi Pb (NIOSH, 1997 & MBIE, 2013)
Standard and regulation for lead
Reference Media Level
MBIE Blood 1,5µmol/L
NIOSH Blood 0,01 µg/dL
MBIE Urine 0,15 mg/L
Que Hee and
Boyle
Feces 10-50 μg/L
Christofferson Bone 20 μg/g
Wilhelm Hair 0,16 μg/g
MBIE Air particulat lead 0,1 mg/
EPA Water particulat and
dissolved lead
0,1 mg/L
EPA Air (Ambient) 1,5 µg/
EPA Soil, wastes and
grounwater
0,1 mg/L
Berdasarkan standar yang telah ditetapkan menurut MBIE (2013)
nilai ambang batas kadar Pb yang diperbolehkan untuk timbal pada urin
yaitu 1,5 mg/L. Adapun standar lain tentang pajanan Pb menurut
Kepmenkes RI No. 1406 tahun 2002 tentang standar pemeriksaan kadar
timah hitam spesimen biomarker manusia, dimana kadar timah hitam
dalam darah 50 μg/100ml, dalam urin 150μg/ml creatinine. Durasi
28
pajanan Pb yang dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan berupa
penyakit dan gangguan lainnya dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3: Angka Acuan Untuk Substansi Tunggal didalam Udara Berdasarkan Efek yang ditimbulkan Berupa Penyakit atau Bau dan
Gangguan Lainnya (Widyastuti, 2005).
Substansi Angka Acuan Durasi pemaparan
yang diperbolehkan
Karbon Monoksida 100 mg/ 15 menit
60 mg/ 30 menit
30 mg/ 1 jam
10 mg/ 8 jam
Timbal 0,5 – 1,0 µg/ 1 tahun
Nitrat Dioksida 400 µg/ 1 jam
150 µg/ 24 jam
Ozon 150 – 200 µg/ 1 jam
100 – 120 µg/ 8 jam
Sulfur Dioksida 500 µg/ 10 menit
350 µg/ 1 jam
Beberapa ketetapan standard lain menurut Widyastuti (2005)
untuk substansi tunggal didalam udara berdasarkan efek yang
ditimbulkan berupa penyakit, bau dan gangguan lainnya untuk zat
pencemar Pb yaitu 0,5 – 1,0 µg/ dengan durasi pemaparan yang
diperbolehkan selama 1 tahun.
29
2.2.6 Hubungan Pb pada Urin dengan Kejadian Anemia
Polutan Pb di udara disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya
yaitu kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin
premium. Polutan Pb masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan ±
40% dan masuk ke dalam tubuh sehingga bercampur dengan darah. Pb di
dalam darah sebagian diditribusikan ke otak, tulang dan jaringan lainnya.
Eksresi Pb di dalam tubuh melalui urin sebesar 75-80% dan 15%
tereksresi melalui feces, keringat dan rambut. Akumulasi Pb yang
tereksresi melalui urin menggambarkan seluruh pajanan Pb yang terdapat
dalam darah, tulang dan jaringan tubuh lainnya, hal ini disebabkan karena
eksresi Pb paling besar melalui urin. (Nordberg, 1986).
Paparan Pb di dalam tubuh dapat mengubah sistem hematologi
dan menghambat aktivitas beberapa enzim yang terlibat dalam biosintesis
heme seperti enzim Amino Levulinic Asam Dehydratase (ALAD). Enzim
ini sangat berperan penting dalam pembentukan sel darah merah.
Gangguan pada enzim ALAD akibat terhambatnya sintesis heme didalam
tubuh menyebabkan pemendekan umur eritrosit dan memicu produksi
hormon yang tidak tepat (erythropoietin) sehingga terjadi pematangan sel
darah merah yang tidak sesuai dan beresiko terhadap anemia (Sacher et
al, 2004).
Mekanisme terjadinya anemia karena Pb di dalam tubuh dapat di
jelaskan seperti pada bagan 2.2.
30
Bagan 2.2: Mekanisme Paparan Pb Menyebabkan Anemia
Menurut Kurniawan (2008) dalam Wardani (2013), paparan Pb
dapat menyebabkan dampak seperti:
a. Peningkatan produksi enzim Amino Levulinic Asam Dehydratase
(ALAD)
Pb yang terakumulasi didalam tubuh akan menghambat enzim
hemesintetase yang menyebabkan produksi heme. Penurunan
heme menyebabkan meningkatkan aktivitas ALAD sintetase dan
akhirnya produksi ALAD menjadi meningkat. Pengukuran eksresi
Pb pada urin dapat digunakan untuk melihat peningkatan produksi
ALAD.
Protoporfirin IX
Hemesintetase
Dihambat Pb
Heme
Flagilitas sel darah merah
(sel darah merah mudah
pecah) dan pemendekan
umur eitrosit
Anemia
31
b. Peningkatan protoporfirin IX
Gangguan protoporfirin menyebabkan besi yang ada di sumsum
tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit yang
baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus.
Paparan Pb di dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan
protoporfirin IX menjadi heme. Akumulasi protoporfirin IX dapat
diketahui melalui plasma dan feces.
c. Peningkatan koproporfirin
Koproporfirin merupakan suatu molekul dalam sel darah merah
yang berfungsi mengikat oksigen serta berperan penting dalam
menyusun hemoglobin. Protoporfirin IX yang terakumulasi di
dalam tubuh akan meningkatkan akumulasi koproporfirin III.
Akumulasi koproporfirin III dapat diketahui melalui urin dan
feces.
2.2.7 Dampak Paparan Pb Terhadap Kesehatan
Dampak dari paparan Pb dapat menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan antara lain:
a. Gangguan neurologi (gangguan sistem syaraf)
Salah satu gangguan paling utama dari toksisitas Pb pada
orang dewasa yaitu sistem syaraf, termasuk sistem syaraf pusat
dan sistem syaraf perifer. Pb menjadi penghalang darah menuju
32
otak dan jaringan pada otak lainnya. Paparan Pb sebesar > 80
mg/dl dapat menyebabkan koma dan kematian (NIOSH, 1997).
b. Gangguan hematologi dan ginjal
Salah satu dampak paparan Pb terhadap sistem hematologi yaitu
anemia. paparan yang berkepanjangan > 80 mg/dl beresiko
terhadap anemia. Anemia terjadi akibat kerusakan pada
pembentukan dan fungsi sel darah merah. Hal ini disebabkan
karena Pb tersebut menghambat sintesis heme dan merusak
komponen yang mengandung besi hemoglobin serta merusak
transportasi ion dalam membran sel darah merah (NIOSH, 1997).
c. Gangguan reproduksi
Beberapa penelitian di Amerika Serikat tentang paparan
Pb yang tinggi pada wanita dapat menyebabkan kematian pada
bayi. Toksisitas Pb pada konsentrasi < 15 mg/dl dapat
menyebabkan gangguan kehamilan diantaranya dapat
memperpendek waktu kehamilan, terjadinya penurunan
perkembangan mental janin, perkembangan sistem syaraf janin.
Sedangkan toksisitas paparan Pb pada laki-laki dalam konsentrasi
40mg/dl dapat menyebabkan penurunan jumlah sperma,
morfologi sperma menjadi abnormal dan terjadinya penurunan
kualitas sperma (NIOSH, 1997).
33
d. Gangguan kardiovaskuler
Paparan Pb yang tinggi sangat berhubungan dengan
terjadinya kejadian hipertensi dan penyakit kardiovaskuler.
Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan terjadinya
peningkatan tekanan darah pada pekerja terbuka yang terpapar Pb
sehingga hal ini beresiko terhadap kejadian hipertensi (NIOSH,
1997).
e. Gangguan karsinogenik
Pb dapat meningkatkan resiko kanker di kalangan pekerja yang
terpapar Pb pada tingkat tinggi. Beberapa penelitian di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa paparan Pb pada pekerja
berhubungan dengan terjadinya kanker. Selain itu beberapa
penelitian lain juga menunjukan bahwa paparan Pb pada hewan
terbukti menjadi penyebab kanker terhadap hewan (NIOSH,
1997).
Beberapa dampak paparan Pb terhadap kesehatan dapat
dilihat seperti pada tabel 2.4.
34
Tabel 2.4: Dampak Paparan Pb Terhadap Kesehatan (NIOSH, 1997)
Kadar Pb
(µg/dl)
Dampak kesehatan
< 10 Inhibisi ALA-D
15 -20 Kekurangan eritrosit protoporfirin (EP) pada
wanita
25- 30 Kekurangan eritrosit protoporfirin (EP) pada
laki-laki
30 Tekanan darah tinggi pada laki-laki berusia
40-59
40 Gangguan kandung kemih dan disfungsi
syaraf perifer.
50 Pengurangan produksi hemoglobin, gejala
neurologis dan perubahan fungsi testis.
60 Gangguan reproduksi pada wanita
80 Menderita anemia
100-120 Tanda-tanda encefalopatik dan nefropati
kronis
2.3 Hasil Penelitian Antara Timbal (Pb) dengan Anemia
Beberapa penelitian terkait Pb sudah banyak dilakukan, berikut beberapa
penelitian terkait Pb yang sudah dilakukan sebelumnya oleh para peneliti lainnya
dapat dilihat pada tabel 2.5.
35
Tabel 2.5 : Hasil Penelitian Antara Timbal dengan Anemia
No
Judul
Penulis
Desain
Variabel
dependen
Variabel
independen
Kesimpulan
1. Analisis hubungan
konsentrasi pajanan
timbal di udara
ambient terhadap
resiko kejadian anemia
pada komunitas
dikawasan Puspitek
Serpong
Ira
wardani
(2013)
Cohort
Retrospe
ktif
Anemia Konsentrasi
timbal di
udara
Menunjukan
hubungan signifikasi
secara statistik
antara konsentrasi
pajanan timbal di
udara dengan
anemia
2. Gambaran hasil
pengukuran
konsentrasi timbal di
udara dan
hubungannya dengan
kadar hemoglobin
dalam darah anak di
perumahan Kawasan
Serpong.
Tri utami
pramudy
astuti
(2010)
Cross
Sectional
Kadar
hemoglobin
Kadar timbal
di udara
Menunjukan
hubungan terbalik
antara yaitu semakin
tinggi konsentrasi
timbal di udara
semakin rendah
kadar hemoglobin.
3. Hubungan antara
paparan gas buang
kendaraan (Pb) dengan
kadar hemoglobin dan
eritrosit berdasarkan
lama kerja pada
petugas operator
wanita SPBU di
wilayah Semarang
Mifbakhu
ddin
(2010)
Cross
Sectional
Kadar
hemoglobin
dan eritrosit
Paparan gas
buang
kendaraan
(Pb)
Tidak ada hubungan
antara Pb dalam
darah, lama kerja
dengan hemoglobin
dan eritrosit.
36
4. Timbal di udara
ambient dan
hubungannya dengan
timbal dalam darah
serta kejadian anemia
pada pegawai UPTD
terminal Dinas
Perhubungan Kota
Sukabumi.
Ending
tjahjandi
(2007)
Cross
Sectional
Timbal di
udara
Pb di
darah
Kadar Hb
dalam
darah
Kebiasaan
merokok
dan pakai
masker
Ada hubungan
yang signifikan
antara kadar Pb di
udara ambient
dengan kadar Pb
dalam darah
pegawai
Ada hubungan
kadar Pb dalam
darah dengan
kadar Hb pada
polisi lalu lintas.
Tidak ada
hubungan
kebiasaan
merokok dan
pakai masker
dengan kadar Pb
dalam darah.
5. Hubungan kadar
timbal di udara
ambient dgn timbal
dalam darah pada
pegawai dinas
perhubungan terminal
antar Kota Medan.
Ermi
girsang
(2008)
Cross
Sectional
Kadar Pb
dalam darah
Kadar Pb di
udara
ambient
Tidak ada hubungan
yang signifikan
antara kadar Pb
udara dengan kadar
Pb di dalam darah
37
2.4 Kerangka Teori
Pada kerangka teori ini, peneliti tidak meneliti lebih lanjut proses Pb di
dalam tubuh melainkan hanya Pb yang tereksresi melalui urin. Hal ini
disebabkan karena eksresi Pb pada urin lebih besar dibandingkan dengan rambut
atau feces. Kadar Pb pada urin merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kejadian anemia. Adapun faktor lain yang berhubungan dengan
anemia yaitu faktor individu dan faktor gizi Oleh sebab itu peneliti mengambil
Pb pada urin, faktor individu dan faktor gizi sebagai variabel independen,
sedangkan kejadian anemia sebagai variabel dependen. Berdasarkan teori-teori
yang dijelaskan pada tinjauan pustaka sebelumnya, dapat disimpulkan menjadi
sebuah kerangka teori seperti pada bagan 2.3.
Bagan 2.3: Kerangka Teori
Sumber: Adnan (2001), NIOSH (1997), Palar (2004), Sacher et al (2004), Sormin (2012), Wardani (2013).
- Kadar Pb pada darah
- Kadar Pb pada urin
- Kadar Pb pada tinja
- Kadar Pb pada rambut
Paparan
Timbal (Pb)
Kejadian
Anemia
Faktor Gizi: - Konsumsi zat
besi - Konsumsi
vitamin C - Konsumsi asam
folat
Faktor Individu: - Umur - Pendidikan - Perilaku
merokok - Lama Bekerja
38
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori pada bagan 2.2, peneliti mengambil variabel
independen yang ingin di teliti yaitu kadar timbal (Pb) pada urin, umur,
pendidikan, kebiasaan merokok, lama berkerja, konsumsi zat besi, konsumsi
vitamin C dan konsumsi asam folat. Semua faktor tersebut diduga berhubungan
dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung
Rambutan Jakarta Timur. Untuk lebih jelasnya, gambaran kerangka konsep dapat
dilihat pada bagan 3.1.
Variabel Independen
Variabel Dependen
Bagan 3.1: Kerangka Konsep
Kejadian Anemia
Kadar Timbal (Pb) pada urin.
Umur
Pendidikan
Kebiasaan merokok
Lama bekerja
Konsumsi zat besi
Konsumsi vitamin C
Konsumsi asam folat
39
3.2 Definisi Operasional
Definisi Operasional pada penelitian ini dapat dilihat seperti pada tabel
3.1.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
No Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Timbal
(Pb)
Konsentrasi
Timbal yang
terdapat pada urin
responden
(Kepmenkes
No.1406/Menkes/
SK/XI/2002) .
Pengukuran
Timbal pada
urin.
SSA mg/L Rasio
2. Kejadian
Anemia
Keadaan yang
menunjukan kadar
hemoglobin (Hb)
lebih rendah di
bandingkan
dengan keadaan
normal (12 g/dL)
(Soebroto,2010)
Pengukuran
kadar Hb
melalui darah.
Easy Touch
GC Hb
1. Anemia (Kadar
Hb < 12 g/dl)
2. Tidak anemia
(Kadar Hb ≥12
g/dL )
(Manuaba,
2001).
Ordinal
3. Umur Umur pedagang
yang dihitung
sejak tanggal lahir
sampai dengan
waktu penelitian
yang dinyatakan
dalam tahun.
(Listanti,2007)
Wawancara Kuesioner 1. Produktif (15-
50 tahun)
2. Non produktif
(<15 & >50
tahun)
(Listanti,2007)
Ordinal
40
4. Pendidikan Status pendidikan
formal responden.
Wawancara Kuesioner 1. Rendah (Tidak
tamat/sekolah,
SD, SMP)
2. Tinggi (SMA-
PT)
(Gunatmaning
sih, 2007).
Ordinal
5. Kebiasaan
merokok
Responden
dikatakan merokok
apabila merokok
minimal 1 batang
per hari dan telah
merokok selama 1
bulan terakhir
(Sormin, 2012).
Wawancara Kuesioner 1. Perokok berat
(Indeks
Brinkman ≥
600)
2. Perokok
ringan (Indeks
Brinkman <
600)
(Tana, 2007).
Ordinal
6. Lama
bekerja
Waktu (dalam
tahun) yang telah
di habiskan
responden untuk
berdagang dari
awal masuk
sampai sekarang
(Sormin, 2012).
Wawancara Kuesioner 1. ≥ 1 tahun
2. < 1 tahun
(Wdyastuti,
2005).
Ordinal
7. Konsumsi
zat besi
Jumlah konsumsi
zat besi pedagang
wanita yang
diperoleh dengan
menggunakan
kuesioner Semi
Metode Semi
Frequently
Food
Questionaire
(SFFQ) dan
dianalisis
Kuesioner
Semi
Frequently
Food
Questionaire
(SFFQ)
1. Rendah (< nilai
median jumlah
asupan zat besi
seluruh
responden)
(Supariasa,
Ordinal
41
Frequently Food
Questionaire
(SFFQ).
menggunakan
nutri survey
2002).
2. Cukup ( ≥ nilai
median jumlah
asupan zat besi
seluruh
responden)
(Wardani,
2013).
8. Konsumsi
vitamin C
Jumlah konsumsi
vitamin C
pedagang wanita
yang diperoleh
dengan
menggunakan
kuesioner Semi
Frequently Food
Questionaire
(SFFQ).
Metode Semi
Frequently
Food
Questionaire
(SFFQ) dan
dianalisis
menggunakan
nutri survey
Kuesioner
Semi
Frequently
Food
Questionaire
(SFFQ)
1. Rendah (< nilai
median jumlah
asupan
Vitamin C
seluruh
responden)
2. Cukup ( ≥ nilai
median jumlah
asupan
Vitamin C
seluruh
responden
(Wardani,
2013).
Ordinal
42
9.
Konsumsi
asam folat
Jumlah konsumsi
asam folat
pedagang wanita
yang diperoleh
dengan
menggunakan
kuesioner Semi
Frequently Food
Questionaire
(SFFQ).
Metode Semi
Frequently
Food
Questionaire
(SFFQ) dan
dianalisis
menggunakan
nutri survey
Kuesioner
Semi
Frequently
Food
Questionaire
(SFFQ)
1. Rendah (< nilai
median jumlah
asupan asam
folat seluruh
responden)
2. Cukup ( ≥ nilai
median jumlah
asupan Asam
folat seluruh
responden)
(Wardani,
2013).
Ordinal
3.3 Hipotesis
a. Ada hubungan kadar timbal (Pb) pada urin dengan kejadian anemia pada
pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur.
b. Ada hubungan karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan merokok,
lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi asam folat)
dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung
Rambutan Jakarta Timur.
43
BAB 1V
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
metode deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional karena pada
penelitian ini variable independent dan dependent akan diamati pada waktu yang
sama. Desain penelitian cross sectional merupakan penelitian non ekperimental
dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan
efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu dengan model
pendekatan point of time. Variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel yang
termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Sumantri, 2011).
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya
akan diduga. Anggota unit populasi disebut elemen populasi (Sumantri,
2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kios wanita
yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur.
Berdasarkan data DISHUB Terminal Bus Kampung Rambutan, populasi
pedagang berjumlah 54 orang.
44
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau
diukur (Sumantri, 2011). Sampel pada penelitian ini adalah pedagang
kios wanita yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan.
Perhitungan sampel menggunakan uji hipotesis dua proporsi dengan
rumus sebagai berikut:
n = { √2P(1-P) + √P1 (1-P1) + P2(1-P2)
(P1-P2
n = jumlah sampel = derajat kepercayaan = 1,96 pada 95% CI = kekuatan uji 90% (1,28)
P1 = proporsi terpapar timbal (Pb) dan menderita anemia 0,454
(Wardani, 2013).
P2 = proporsi tidak terpapar timbal (Pb) dan menderita anemia 0,065
(Wardani, 2013).
P = rata-rata P1 dan P2 (P1+P2)/2=0,2592
(Ariawan, 2008).
Besarnya sampel yang di hasilkan adalah:
n = {1,96√ 2 x 0,2595 (1-0,2592) + 1,28 √0,454 (1-0,454) + 0,065 (1-0,065
(0,454-0,065
n = 29 orang
45
Hasil perhitungan sampel berjumlah 29 x 2 = 58 orang. Akan tetapi
setelah dilakukan perhitungan sampel ternyata jumlah sampel melebihi jumlah
populasi, maka sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling yaitu
seluruh pedagang kios wanita yang berjualan di Terminal Bus Kampung
Rambutan sebanyak 54 orang.
4.3 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini yaitu kuesioner yang digunakan untuk
mengukur variabel umur, pendidikan, kebiasaan merokok dan lama bekerja.
Lembar SFFQ digunakan untuk mengukur variabel konsumsi zat besi, konsumsi
vitamin C dan konsumsi asam folat. Easy Touch GC Hb digunakan sebagai alat
untuk mengukur kadar Hemoglobin. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
digunakan sebagai alat untuk pengukuran kadar Pb pada urin.
4.3.1 Prosedur Pengukuran Hemoglobin (Hb)
Data kadar Hb dalam darah pada pedagang wanita di Terminal
Kampung Rambutan diperoleh dengan menggunakan Easy Touch GC Hb.
Easy Touch GC Hb merupakan alat untuk menentukan kadar hemoglobin
dalam darah.
a. Peralatan
1. Easy Touch GC Hb
2. 4 baterai
46
3. Microcuvette Easy Touch Blood Hemoglobin
4. Blood Lancets
5. Alcohol Swabs
6. Sensi Gloves
b. Pengambilan darah
1. Pastikan tangan pasien santai (tidak tegang). Hanya gunakan jari
tengah atau jari manis untuk pengambilan sampel darah.
2. Bersihkan jari dengan alkohol atau desinfektan yang sesuai dan
keringkan atau usap menggunakan kain pembalut (kasa)
3. Tekan pelan-pelan dari ujung ruas jari sampai ujung yang lainnya.
Hal ini menstimulasi darah mengalir menuju titik pengambilan
sampel
4. Selama menekan pelan ujung jari, tusukan jari menggunakan
lanset
5. Tekan pelan jari sampai tetesan darah tersebut muncul.
6. Ketika tetesan darah cukup banyak, isi microcuvette dalam satu
proses yang berkesinambungan jangan isi ulang.
7. Bersihkan darah yang berlebihan pada bagian luar microcuvette
dengan kasa yang bersih. Hati-hati jangan menyentuh ujung
microcuvette yang terbuka, yang dapat menyebabkan darah
terlarut microcuvette.
8. Taruh microcuvette didalam penahan cuvette.
47
9. Geser penahan cuvette dengan halus ke posisi pengukuran
10. Tunggu selama 15-60 detik, nilai kadar Hb pada sampel yang di
ukur akan muncul. Hasil tersebut akan tetap muncul di layar
selama penahan cuvette masih dalam posisi mengukur.
4.3.2 Prosedur Pengukuran timbal (Pb) pada Urin
Adapun prosedur kerja untuk pengukuran Pb yang diambil pada
urin responden dengan menggunakan metode Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA) yaitu sebagai berikut:
a. Ambil 15 ml urin dengan gelas ukur masukan ke dalam gelas beker
b. Destruksi sampel urin dengan cara sampel ditambah dengan dan
sebesar 0,6 ml dan sebesar 0,3 ml
c. Destruksi sampel tersebut dalam lemari asam dengan suhu dibawah C. setelah larutan mengering ± 5 ml bilas dengan aquades
kemudian disaring. Setelah itu tera sampel dengan aquades dalam
labu ukur 25 ml sampai tanda batas.
d. Optimalkan alat SSA dengan kondisional yang telah ditentukan
berdasarkan instruksi kerja
e. Ukur sampel dengan SSA.
48
4.3.5 Prosedur Pengumpulan Data Tingkat Asupan Besi, Tingkat Asupan
Vitamin C dan Tingkat Asupan Asam Folat
Pengumpulan data tingkat asupan Fe, Vitamin C dan asam folat
responden dilakukan dengan menggunakan metode SFFQ (Semi Food
Frequently Questionaire) (Supariasa, 2002). Adapun langkah-langkah
yang di lakukan adalah:
1. Melakukan wawancara dengan responden menggunakan kuesioner
SFFQ
2. Menghitung nilai asupan harian makanan responden dengan
menggunakan takaran pada tabel 4.1.
49
Tabel 4.1: Perhitungan Ukuran Tingkat Asupan Zat Besi, Vitamin C dan Asam Folat (Wardani, 2013).
Jenis makanan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) (mg)
Kandungan Fe
(mg)
1 buah kentang 210 0,8
1 buah jagung 50 0,3
1 mangkuk bayam 150 2,7
1 mangkuk kangkung 150 1,7
1 butir telur 55 0,6
1 potong ikan 40 0,4
1 potong kerang 7 0,2
1 potong daging 35 0,6
1 potong udang 7 0,2
1 potong tahu 50 2,5
1 potong tempe 25 0,5
Jenis Makanan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) (mg)
Kandungan
Vitamin C (mg)
1 buah apel 85 5,1
1 buah jeruk 55 33,5
1 potong semangka 90 9,0
1 potong melon 190 11,4
1 potong pepaya 110 68,2
1 buah pisang 45 4,9
1 buah mangga 120 51,6
Jenis Makanan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) (mg)
Kandungan
Asam Folat (mg)
1 sdm kacang panjang 15 1,8
1 sdm kacang merah 15 51,5
1 sdm buncis 15 4,9
3. Langkah selanjutnya yaitu memasukan data asupan tersebut ke dalam
program nutri survey.
4. Mencantumkan nilai asupan zat besi, vitamin C dan asupan folat
responden sesuai dengan nilai yang tertera dalam program nutri
survey.
50
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.4.5 Lokasi Penelitian
Lokasi pada penelitian ini terletak di Terminal Bus Kampung
Rambutan. Terminal ini merupakan salah satu pangkalan kendaraan
bermotor yang terletak di Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Kota
Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Terminal ini keseharianya
digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan
dan menurunkan orang atau barang serta perpindahan antara angkutan
satu dengan yang lainnya (Sugiarto, 2006).
Terminal Kampung Rambutan merupakan salah satu terminal tipe
A sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No
SK.1361/AJ.106/DRJD/2003 tentang penetapan simpul jaringan
transportasi jalan untuk terminal penumpang tipe A di Indonesia.
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan RI No PM. 2 Tahun 2013
tentang petunjuk teknis penerapan dan pencapaian standar pelayanan
minimal bidang perhubungan daerah provinsi dan daerah kabupaten kota,
terminal tipe A melayani Antar Kota Antar Propinsi (AKAP), angkutan
Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), angkutan Koperasi Wahana Kalpika
(KWK), Angkutan Kota (ANGKOT), Damri, Busway dan Taxi.
Terminal tipe A mampu menampung lebih banyak kendaraan bermotor
dibandingkan dengan terminal tipe-tipe lainnya. Berikut gambaran lokasi
pada penelitian ini seperti pada gambar 4.1.
51
Gambar 4.1: Lokasi Penelitian
4.4.6 Waktu Penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan April
sampai dengan Mei tahun 2014.
4.5 Pengolahan Data
Pengolahan data terdiri dari serangkaian tahapan yang harus
dilakukan agar data siap untuk diuji statistik dan dilakukan
analisis/interprestasi. Berikut tahapan pengolahan data menurut Amran
(2012) yaitu:
52
a. Data Coding, kegiatan mengklasifikasi data dan memberi kode untuk
masing kelas sesuai dengan tujuan dari pengumpulan data tersebut.
b. Data Editing, kegiatan penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses
pemasukan data.
c. Data Structure, kegiatan yang dikembangkan sesuai dengan analisis yang
akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang digunakan. Pada saat
pengembangan data struktur, bagi masing-masing variabel perlu
ditetapkan: nama, skala ukur variabel, jumlah digit.
d. Data Entry, kegiatan memasukan data ke dalam program atau fasilitas
analisis data seperti SPSS, Epi Info, Epi Data dll.
e. Data Cleaning, kegiatan proses pembersihan data setelah data di entri.
4.6 Analisis Data
Analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi dua tahapan
yaitu analisis univariat dan bivariat.
4.6.5 Analisis Univariat
dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diteliti atau
menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel
bebas (independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi
karakteristik responden (Amran,2012).
53
4.6.6 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunan uji statistik
dengan uji T-Independent untuk melihat uji hipotesis antara variabel
numerik independent dan variabel kategorik dependen sama dengan
dua, serta menggunakan uji Chi Square untuk melihat hubungan antara
variabel kategorik independen dan variabel kategorik dependent.
Tingkat kepercayaan pada penelitian ini sebesar 95% dengan nilai α
0,05. Dikatakan memiliki hubungan yang signifikan jika nilai p < 0,05
dan tidak memiliki hubungan yang signifikan jika nilai p > 0,05.
54
BAB V
HASIL
5.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing
variabel yang diteliti meliputi variabel bebas (independen) maupun variabel
terikat (dependen).
5.1.1 Gambaran Kejadian Anemia
Distribusi pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan
yang mengalami anemia dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1: Distribusi Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
Kejadian Anemia Frekuensi %
Anemia 21 38,9
Tidak anemia 33 61,1
Total 100 100
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa pedagang wanita yang
mengalami anemia sebanyak 21 (38,9%) sedangkan pedagang wanita
yang tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 33 (61,1%).
55
5.1.2 Gambaran Kandungan Timbal (Pb) pada Urin
Distribusi kandungan timbal pada urin pedagang wanita di Terminal
Bus Kampung Rambutan dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2: Distribusi Kandungan Timbal pada Urin Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
Pb Mean Median SD Nilai
Min
Nilai
Max
95 % CI
Kandungan
Pb pada urin
0,28454 0,27550 0,086664 0,078 0,525 0,26088-0,30819
Berdasarkan hasil analisis didapatkan rata-rata kandungan timbal
pada urin pada pedagang wanita adalah 0,28454, median 0,27550, standar
deviasi 0,086664. Kandungan Pb pada urin terendah 0,078 mg/L dan
tertinggi 0,525 mg/L. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini rata-rata kadar timbal pada urin 0,26088-0,30819.
5.1.3 Gambaran Karakteristik Individu
Distribusi gambaran karakteristik individu pada pedagang
wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan dapat dilihat pada tabel
5.3.
56
Tabel 5.3: Distribusi Karakteristik Individu pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
No Variabel Hasil Ukur n Total Persentase
(%)
1. Umur - Produktif (15-50
tahun)
- Non Produktif
(<15&>50 tahun)
47
7
54
87
13
2. Pendidikan - Rendah (tidak
tamat/sekolah, SD,
SMP)
- Tinggi (SMA,PT)
33
21
54
61,1
38,9
3. Perilaku
merokok
- Perokok berat (IB ≥
600)
- Perokok ringan (IB <
600)
- Tidak merokok
1
15
38
54
1,8
27,8
70,4
4. Lama
berkerja
- ≥1 tahun
- <1 tahun
47
7
54 87
13
5. Konsumsi
zat besi
- Rendah (< 6,850 mg)
- Cukup (≥ 6,850 mg)
27
27
54 50
50
6. Konsumsi
vitamin C
- Rendah (< 24,900 mg)
- Cukup (≥ 24,900 mg)
27
27
54 50
50
7. Konsumsi
asam folat
- Rendah (< 3,812 mg)
- Cukup (≥ 3,812 mg)
27
27
54 50
50
57
Berdasarkan tabel 5.3, diketahuai sebagian besar pedagang
wanita pada penelitian ini berusia produktif 47 (87%), berpendidikan
rendah 33 (61,1%), perokok ringan 38 (93,8 %), berkerja selama > 1
tahun 47 (87%), mengkonsumsi zat besi cukup 27 (50%),
mengkonsumsi vitamin C cukup 27 (50%), mengkonsumsi asam folat
cukup 27 (50%).
5.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen) dengan menggunakan uji
T-Independent dan Chi Square. Dikatakan memiliki keterkaitan yang signifikan
jika nilai p < 0,05 dan tidak memiliki keterkaitan jika nilai p > 0,05.
5.2.1 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia
Berikut hasil analisis bivariat hubungan kadar timbal pada urin pada
pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan dengan kejadian
anemia seperti pada tabel 5.4.
58
Tabel 5.4: Hubungan Kadar Timbal pada Urin dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan
Tahun 2014
Timbal pada
urin
Mean SD 95% CI P
value
n
anemia 0,33033 0,093967 0,030588-0,026731 0,001 21
Tidak anemia 0,25539 0,068328 33
Berdasarkan hasil uji T-Independent diketahui rata-rata kadar
timbal pada urin pedagang wanita yang menderita anemia ada 0,33033
mg/L dengan standar deviasi 0,093967 mg/L, sedangkan rata-rata
responden yang tidak menderita anemia 0,25539 mg/L dengan standar
deviasi 0,068328 mg/L. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas
menggunakan Equal variances assumed sebesar 0,001, artinya pada alpha
5% terdapat perbedaan rata-rata kadar timbal pada urin antara responden
yang menderita anemia dan tidak menderita anemia.
5.2.2 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia
Berikut hasil analisis bivariat hubungan karakteristik individu
dengan kejadian anemia menggunakan uji Chi Square dapat dilihat
seperti pada tabel 5.5.
59
Tabel 5.5: Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan
Tahun 2014
Variabel
Hasil Ukur
Kejadian Anemia
n
Total
P
value
Anemia Tidak
anemia
n % n % n %
Umur - Produktif
- Non
produktif
19
2
40,4
28,6
28
5
59,6
71,4
47
7
100
100
54
0,693
Pendidikan - Rendah
- Tinggi
14
7
42,4
33,3
19
14
57,6
66,7
33
21
100
100
54
0,703
Perilaku
merokok
- Perokok
berat
- Perokok
ringan
0
6
0
40,0
1
9
100
60,0
1
15
100
100
16
1,000
Lama
berkerja
- ≥1tahun
- <1tahun
19
2
40,4
28,6
28
5
59,6
71,4
47
7
100
100
54 0,693
Konsumsi
zat besi
- Rendah
- Cukup
11
10
40,7
37,0
16
17
59,3
63,0
27
27
100
100
54
1,000
Konsumsi
vitamin C
- Rendah
- Cukup
12
9
44,4
33,3
15
18
55,6
66,7
27
27
100
100
54
0,577
Konsumsi
asam folat
- Rendah
- Cukup
9
12
33,3
44,4
18
15
66,7
55,6
27
27
100
100
54
0,577
60
a. Hubungan Umur dengan Kejadian Anemia
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahuai bahwa pedagang wanita
yang berumur produktif dan juga menderita anemia ada 19 dari 47
orang (40,4%), sedangkan responden yang berumur non produktif
dan ada 2 dari 7 orang (28,6%) yang menderita anemia. Berdasarkan
hasil uji statistik Chi Square menggunakan Fisher Exact diperoleh
nilai probabilitas (P value 0,693), artinya pada alpha 5 % tidak
terdapat keterkaitan yang signifikan antara umur dengan kejadian
anemia.
b. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita
yang berpendidikan rendah dan menderita anemia ada 14 dari 33
orang (42,4%), sedangkan responden yang beperdidikan tinggi ada 7
dari 21 (33,3%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji
statistik Chi Square menggunakan Continuity Correction diperoleh
nilai probabilitas (P value 0,703), artinya pada alpha 5 % tidak
terdapat keterkaitan yang signifikan antara pendidikan dengan
kejadian anemia.
c. Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian Anemia
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita
yang perokok berat dan menderita anemia ada 0 dari 0 orang (0%),
61
sedangkan responden yang perokok ringan ada 6 dari 15 orang
(40,0%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi
Square menggunakan Fisher Exact diperoleh nilai probabilitas (P
value 1,000), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang
signifikan antara perilaku merokok dengan kejadian anemia.
d. Hubungan Lama Bekerja dengan Kejadian Anemia
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita
yang berkerja ≥ 1 tahun dan menderita anemia ada 19 dari 47 orang
(40,4%), sedangkan respoden yang berkerja < 1 tahun ada 2 dari 7
orang (28,6%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik
Chi Square menggunakan Fisher Exact diperoleh nilai probabilitas (P
value 0,693), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang
signifikan antara lama berkerja dengan kejadian anemia.
e. Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa responden yang
mengkonsumsi zat besi rendah dan menderita anemia ada 11 dari 27
orang (40,7%), sedangkan responden yang mengkonsumsi zat besi
cukup ada 10 dari 27 orang (37,0%) yang menderita anemia.
Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Continuity
Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 1,000), artinya pada
62
alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara konsumsi
zat besi dengan kejadian anemia.
f. Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kejadian Anemia
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita
yang mengkonsumsi vitamin C rendah dan menderita anemia ada 12
dari 27 orang (44,4%), sedangkan responden yang mengkonsumsi
vitamin C cukup ada 9 dari 27 orang (33,3%) yang menderita
anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan
Continuity Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 0,577),
artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan
antara konsumsi konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia.
g. Hubungan Konsumsi Asam Folat dengan Kejadian Anemia
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita
yang mengkonsumsi asam folat rendah dan menderita anemia ada 9
dari 27 orang (33,3%), sedangkan responden yang mengkonsumsi
asam folat cukup ada 12 dari 27 orang (44,4%) yang menderita
anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan
Continuity Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 0,577),
artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan
antara konsumsi asam folat dengan kejadian anemia.
63
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, adapun keterbatasan dalam
penelitian ini yaitu:
a. Tidak ada pengukuran Pb di udara ambient wilayah terminal Kampung
Rambutan, sehingga hanya menggambarkan konsentrasi Pb yang
tereksresi di urin responden. Pengukuran Pb di udara sangat penting
dilakukan untuk memastikan pajanan Pb pada urin pedagang benar-benar
berasal dari terminal.
b. Penggunaan kuesioner SFFQ hanya menggambarkan konsumsi makanan
yang telah tersedia pada lembar kuesioner sehingga tidak
menggambarkan konsumsi makanan lain di luar kuesioner SFFQ. Dalam
proses menjawab kuesioner SFFQ dibutuhkan waktu untuk mengingat
kembali makanan apa saja yang sudah dikonsumsi oleh para pedagang
yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan.
6.2 Kejadian Anemia
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit atau hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen ke jaringan
tubuh. (Handayani et al, 2008).
64
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa 21 orang (38,9%) dari
54 pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan menderita anemia
dimana kadar Hb mereka dibawah nilai batas normal. Kejadian anemia di
Terminal Bus Kampung Rambutan ini terjadi disebabkan oleh faktor lama
berkerja dan banyaknya aktivitas di terminal sehingga menyebabkan terpajan zat
polutan Pb. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu menunjukan 49
orang (55,7%) dari 88 buruh perempuan di Pabrik Bitratex Semarang berstatus
anemia dan tingginya kejadian anemia ini juga di pengaruhi oleh faktor lama
bekerja di pabrik (Aminah et al, 2005).
Secara umum kejadian anemia disebabkan karena gangguan sumsum
tulang, defisiensi gizi seperti kurangnya asupan folat, zat besi dan vitamin C,
namun dengan adanya akumulasi Pb di dalam tubuh juga dapat menyebabkan
kejadian anemia karena dapat memperpendek umur eritrosit dan dapat
mengganggu sistem biosintesis heme yang berperan penting terhadap
pembentukan sel darah merah di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan upaya
penanggulangan seperti memperbaiki pola konsumsi gizi sesuai dengan
kebutuhan yang dianjurkan (Sacher et al, 2004).
Menurut Sloane (2004) anemia merupakan penyakit yang tidak dapat
dideteksi dengan kasat mata kecuali dengan adanya pengukuran Hb terlebih
dahulu (asimtomatik), berbeda dengan penyakit lainnya yang memiliki gejala
dan karakteristik khas sehingga bisa di ketahui oleh orang lain disekitarnya.
Umumnya banyak ditemukan di lapangan penderita anemia yang tidak
mengetahui dirinya menderita anemia, meskipun mereka menderita anemia
65
namun masih tetap bisa melakukan aktivitas dalam kesehariannya dan hal inilah
yang menyebabkan banyak penderita anemia yang tidak menyadari dirinya
sedang menderita anemia.
Penanggulangan anemia harus dilakukan secara tepat dan optimal dimana
dapat dilakukan dengan memperbaiki pola konsumsi makan yang baik dan benar
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Selain itu juga dapat dilakukan dengan
mengkonsumsi suplemen tambahan seperti suplemen penambah darah dan
suplemen vitamin C serta di perlukan pengukuran hemoglobin secara rutin agar
dapat melakukan tindakan pengendaliannya. Penggunaan alat pelindung diri
berupa masker juga harus dilakukan untuk meminimalisir paparan Pb dimana
dapat mengurangi resiko terhadap anemia.
6.3 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia
Pb merupakan salah satu kelompok logam berat dimana dapat
menimbulkan permasalahan kesehatan jika terakumulasi pada konsentrasi tinggi.
Secara alami Pb berasal dari batu-batuan, dan air dalam tanah. Laju aktivitas
industri dan tranportasi merupakan salah satu penghasil zat polutan Pb (ATSDR,
2007 dalam Prasetyo, 2010).
Pb diudara dapat berasal dari emisi kendaraan bermotor yang
menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium tidak sempurna.
Bensin premium terdiri dari 2-4 gram Pb per galon dengan rata-rata 2,8 gram.
Bensin regular rata-rata mengandung Pb 2,3 gram per galonnya. Rata-rata 70-80
66
% Pb didalam bensin dikeluarkan dari pipa knalpot kendaraan bermotor sebagai
partikulat polutan udara (Riyadina, 1997).
Terminal Kampung Rambutan merupakan salah satu tempat
berkumpulnya kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang berkumpul di
terminal merupakan penyumbang zat polutan Pb yang dikeluarkan melalui emisi
kendaraan bermotor tersebut. Adapun segmen masyarakat yang paling beresiko
terhadap asap knalpot kendaraan tersebut salah satunya adalah para pedagang di
terminal.
Para pedagang banyak menghabiskan waktu sehari-harinya beraktivitas di
terminal. Pb yang terhirup akan masuk ke dalam tubuh melalui jalur organ
pernafasan. Pb yang terabsorbsi akan bercampur dengan aliran darah dan
berikatan dengan eritrosit. Pb dalam darah didistribusikan oleh plasma darah ke
bagian syaraf, ginjal, hati, kulit dan otot skeletal/rangka. Pb lebih lama akan
terakumulasi didalam tulang dan bergabung dengan matrik tulang seperti kalsium
(Ca). Akumulasi Pb di dalam tulang dapat menimbulkan hipertiroidisme dan
osteoporosis. Akumulasi di dalam darah dapat mengganggu sintesis heme yang
berperan dalam proses pembentukan sel darah merah. Terganggunya sintesis
heme dapat menyebabkan pemendekan umur eritrosit di dalam tubuh sehingga
beresiko terhadap anemia. Pb yang terakumulasi akan tereksresi melalui feces
dan urin (Riyadina, 1997).
Hasil uji statistik menunjukan keterkaitan antara kadar Pb di dalam urin
dengan kejadian anemia (P<0,001). Kadar Pb memiliki keterkaitan dengan
kejadian anemia disebabkan karena besarnya kadar akumulasi Pb di dalam urin
67
pedagang. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan rata-rata kadar Pb dalam
urin pedagang 0,27550 mg/L, sedangkan menurut MBIE (2013) nilai ambang
batas kadar Pb pada urin 0,15 mg/L dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar
Pb pada urin pedagang wanita melebihi ambang batas yang telah ditetapkan.
Besarnya akumulasi Pb di dalam urin juga dipengaruhi oleh lama
berdagang di terminal. Hasil penelitian menunjukan para pedagang wanita
sebanyak 47 orang (87%) dari 54 responden bekerja di atas satu tahun. Menurut
Widyastuti (2005) paparan Pb selama satu tahun dapat menimbulkan efek berupa
penyakit dan gangguan lainnya, salah satunya yaitu anemia.
Pb yang terakumulasi didalam tubuh akan bercampur di dalam darah
sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin di dalam
tubuh dimana beresiko terhadap kejadian anemia. Namun hal ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian Malaka (2012) dimana menunjukan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara kadar Pb dalam darah dengan kadar hemoglobin
dan hematokrit pada petugas pintu tol Jagorawi.
Besarnya kandungan Pb dalam urin dapat menggambarkan akumulasi Pb
di dalam tubuh seseorang, hal ini disebabkan karena eksresi Pb melalui urin lebih
besar dibandingkan dengan ekresi melalui rambut, keringat dan feces 75-80%
dan oleh sebab itu eksresi timbal pada tubuh manusia yang paling besar yaitu
melalui urin (Nordberg, 1986).
Menurut Papuling (2011) besarnya kandungan Pb di dalam urin ini
disebabkan oleh banyak hal seperti lamanya beraktivitas dan adanya pemajanan
yang lama ditempat yang merupakan sumber polutan Pb, hal ini sesuai dengan
68
penelitian Hastuti (2008) menunjukan adanya hubungan yang signifikan lama
beraktivitas anak jalanan di jalan raya dengan kadar Pb pada urin. Para pedagang
banyak melakukan aktivitas kesehariannya di Terminal Bus Kampung
Rambutan, dimana terminal tersebut merupakan salah satu sumber polutan Pb
sehingga memungkinkan jika hal inilah yang mempengaruhi besarnya
kandungan Pb di dalam urin. NIOSH (1997) menyatakan jika paparan Pb ini
melebihi 80 µg/dl dan dibarengi dengan lama beraktivitas pada tempat sumber
polutan Pb maka akan berpotensi terjadinya anemia.
Menurut WHO (1997) dalam Papuling (2011) besarnya kandungan Pb di
dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal seperti absorbsi Pb lebih besar pada
usia dewasa, jenis kelamin wanita lebih rentan dibandingkan pria, musim panas
akan meningkatkan besarnya akumulasi Pb, peningkatan asam lambung dapat
meningkatkan absorbsi Pb, peminum alkohol lebih rentan terhadap akumulasi
Pb.
Upaya khusus sangat diperlukan untuk mengurangi paparan polusi Pb
yang terhirup ke saluran pernafasan seperti penggunaan alat pelindung diri
berupa masker, mengurangi lama beraktivitas di terminal, pergantian jam
berdagang, selain itu juga diperlukan upaya penghijauan di wilayah sekitar
terminal agar dapat meminimalisir polusi Pb di udara.
69
6.4 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia
Variabel karakteristik individu yang diteliti pada penelitian ini meliputi
umur, pendidikan, kebiasaan merokok, lama berkerja, konsumsi zat besi,
konsumsi vitamin c dan konsumsi asam folat.
6.4.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Anemia
Umur berkaitan dengan perubahan degeneratif fungsi fisiologis
tubuh. Bertambahnya umur berarti terjadi perubahan pada jaringan tubuh
(Soleha, 2009).
Hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara umur
dengan kejadian anemia (P>0,693). Hasil penelitian terdahulu juga
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan
kejadian anemia pada pekerja wanita di PT. HM Sampoerna (P>0,751)
(Supriyono, 2012).
Tidak adanya keterkaitan umur dengan kejadian anemia
disebabkan karena anemia merupakan penyakit asimtomatik dan tidak
memiliki karakteristik khusus dapat menyerang pada kalangan usia yang
spesifik, namun anemia merupakan salah satu penyakit yang bisa diderita
oleh siapapun baik dari kalangan anak-anak hingga kalangan orang
dewasa tanpa memandang usia. Selain itu, pada umur yang produktif juga
belum bisa menjamin seseorang rentan terhadap anemia, hal ini
dibuktikan sesuai dengan hasil pada penelitian ini menunjukan pada
pedagang wanita yang memiliki usia produktif lebih banyak tidak
70
menderita anemia (59,6%) dibandingkan dengan yang menderita anemia
(40,4%).
Umumnya penyakit anemia banyak diderita pada usia yang
produktif (Zebua, 2011). Pada usia yang produktif, fungsi fiologis tubuh
sudah lebih sempurna dibandingkan pada usia non produktif, sehingga
sistem kekebalan terhadap tubuh juga lebih baik dan tidak rentan
terhadap penyakit (Riihimaki, 1998 dalam Soleha, 2009). Wanita dengan
usia yang produktif lebih rentan terhadap anemia, dimana wanita usia
produktif pada umumnya mengalami menstruasi setiap bulannya,
mengalami kehamilan dan menyusui anak (Fatimah et al, 2011).
Umur yang non produktif akan peka terhadap polutan Pb, hal ini
berhubungan dengan perkembangan fungsi fisiologis tubuh yang belum
sempurna, dibandingkan pada umur produktif kepekaanya jauh lebih
tinggi karena bertambahnya umur, hal ini disebabkan karena aktivitas
enzim biotransformase menjadi berkurang terhadap efek Pb.
Semakin tinggi umur seseorang maka aktivitas yang dijalankan
sehari-hari juga semakin banyak seperti halnya bekerja, aktivitas di jalan
raya dan lain sebagainya dimana penyumbang besarnya akumulasi Pb di
dalam tubuh dibandingkan dengan usia yang non produktif dimana tidak
banyak melakukan aktivitas dalam kesehariannya, hal ini diduga
merupakan salah satu penyebab lain besarnya akumulasi Pb di dalam
tubuh yang merupakan penyebab anemia (Wardani, 2013).
71
Akumulasi Pb yang tinggi di dalam tubuh jika dibarengi dengan
umur yang semakin tua juga dapat meningkatkan tekanan darah sehingga
berisiko terhadap kejadian hipertensi. Kenaikan tekanan darah akibat
akumulasi Pb ini sangat rentan terjadi pada umur 40-59 tahun (NIOSH,
1997). Hal ini sesuai dengan penelitian Nurmaini (2004) menunjukan ada
hubungan yang signifikan antara kadar Pb dalam darah dengan tekanan
darah polisi lalu lintas Kota Medan (P<0,01).
Seiring dengan bertambahnya usia yang semakin tua maka dapat
berdampak terhadap produktivitas tubuh menurun. Oleh sebab itu,
produktivitas tubuh harus tetap di jaga keseimbangannya agar tidak
mudah terserang penyakit anemia. upaya yang dapat dilakukan untuk
menjaga produktivitas tubuh diantaranya yaitu dengan mengurangi
aktivitas di terminal, menjaga pola konsumsi makan yang sehat dan
penggunaan alat pelindung diri berupa masker.
6.4.2 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan yang berlangsung seumur hidup (GBHN,
2004). Pendidikan bagian dari segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmodjo, 2003 dalam Maulana,
2009).
72
Hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara
pendidikan dengan kejadian anemia (P>0,703). Hal ini sesuai dengan
penelitian terdahulu menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia pada pekerja wanita di
PT. HM Sampoerna (P>0,129) (Supriyono, 2012). Beberapa penelitian
terdahulu lainnya juga menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan dengan kejadian anemia pada pekerja perempuan di
Kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo (P>0,704) (Raharjo, 2003).
Pendidikan tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia
disebabkan karena tingginya rendahnya tingkat pendidikan seseorang
belum bisa menjamin kesadaran seseorang peduli untuk berperilaku
hidup sehat serta peka terhadap suatu penyakit, hal ini dibuktikan sesuai
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa
persentase pedagang diterminal yang memiliki pendidikan rendah 61,1%,
diantaranya sebesar 57,6% para pedagang disana tidak menderita anemia.
Pendidikan merupakan bagian dalam penentuan kemampuan diri
seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan menentukan
kualitas di dunia pekerjaan dalam menunjang ekonomi keluarga. Semakin
baik tingkat pendidikan maka diharapkan akan baik pula taraf kehidupan
dan kesejahteraan dalam hal pemanfaatan dari sumber daya manusia
(Liow, 2010).
Beberapa hasil penelitian terdahulu menyatakan tingkat
pendidikan memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia, seperti pada
73
penelitian Sihombing (2009) menunjukan adanya hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan kejadian anemia pada pekerja di
Kawasan Pulo Gadung (P<0,000). Umumnya masyarakat yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan memiliki tingkat pendidikan
kesehatan yang tinggi pula, karena tingkat pendidikan kesehatan
merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku kesehatan
dimana masyarakat menyadari cara memelihara kesehatan diri sendiri
serta menghindari dan mencegah dari sesuatu yang merugikan kesehatan
diri sendiri dan kesehatan orang lain serta bagaimana seharusnya mencari
pengobatan bila sakit (Gunatmaningsih, 2007).
Pendidikan juga mempengaruhi tingkat asupan gizi, dimana
seseorang berpendidikan tinggi jauh lebih mandiri serta peduli untuk
hidup lebih sehat dan tidak heran jika penyakit anemia banyak diderita
oleh masyarakat yang berpendidikan rendah (Liow, 2010). Masyarakat
yang memilki tingkat pendidikan rendah umumnya akan lebih sulit
menerima informasi kesehatan khususnya bidang gizi, sehingga akan sulit
juga menambah pengetahuan dan tidak mampu menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari (Gunatmaningsih, 2007).
Kesadaran pedagang untuk berperilaku hidup sehat sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi.
Pengetahuan dapat di peroleh dengan banyak mencari informasi-
informasi penting terkait penyakit anemia. upaya ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran pedagang untuk menjaga kesehatan dan
74
berprilaku hidup sehat. Sehingga dengan adanya kesadaran para
pedagang dapat meminimalisir resiko terjadinya anemia seperti dengan
penggunaan alat pelindung diri berupa masker.
6.4.3 Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian Anemia
Merokok merupakan suatu kebiasaan suatu individu yang sulit
untuk ditinggalkan. Kebiasaan merokok banyak dialami oleh orang
dewasa dan berbagai kalangan profesi salah satunya para pedagang
wanita di Teminal Bus Kampung Rambutan.
Hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara
perilaku merokok dengan kejadian anemia (P>1,000). Hasil penelitian
terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara perilaku merokok dengan kejadian anemia pada pekerja di
kawasan tri Pulo Gadung (P>0,5) (Sihombing, 2009).
Perilaku merokok tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian
anemia disebabkan karena jumlah pedagang wanita yang merokok lebih
sedikit dibandingkan yang merokok, hasil penelitian juga menunjukan 38
orang 70,4% dari 54 pedagang diterminal tidak merokok. Penyebab
lainnya yaitu karena dipengaruhi oleh jenis rokok yang dikonsumsi
dimana pedagang yang mengkonsumsi jenis rokok kretek (non filter) jauh
lebih beresiko dibandingkan dengan jenis rokok biasa (filter) karena
volume asap rokok kretek yang dihasilkan lebih besar dan resikonya juga
semakin besar pula, hasil penelitian menunjukan 16 orang (29,6%)
75
pedagang yang merokok seluruhnya mengkonsumsi jenis rokok biasa
(filter).
Banyaknya jumlah batang rokok yang dikonsumsi juga dapat
mempengaruhi tidak adanya keterkaitan perilaku merokok dengan
kejadian anemia, hasil penelitian menunjukan rata-rata jumlah batang
rokok yang dikonsumsi sebanyak 8 batang perharinya dan hal ini masih
termasuk kedalam kategori perokok ringan. Selain itu, lamanya
mengkonsumsi rokok juga turut mempengaruhi tidak adanya keterkaitan
perilaku merokok dengan kejadian anemia, hasil penelitian menunjukan
rata-rata lama pedagang yang merokok 7 tahun dan dampak perilaku
merokok tidak dapat terlihat dalam jangka yang waktu yang cepat
melainkan dalam jangka waktu berpuluh-puluh tahun kedepannya .
Sebagian kalangan menyakini bahwa seseorang yang terbiasa
merokok akan memiliki suatu karakteristik khusus, namun hal ini tidak
sepenuhnya benar. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200
diantaranya beracun, seperti Karbon Monoksida (CO) dari asap rokok
tersebut dapat menyebabkan desaturasi hemoglobin dimana terjadi
penurunan peredaran oksigen keseluruh jaringan tubuh sehingga
menggantikan tempat oksigen di hemoglobin. Kandungan Nikotin dalam
asap rokok juga menyebabkan peningkatan tekanan darah, penggumpalan
dinding pembuluh darah sehingga dapat merusak sistem pembuluh darah
(Sirajuddin et al, 2011).
76
Kebiasaan merokok dapat menimbulkan permasalahan kesehatan
dan mempengaruhi produktivitas tubuh (Husaini, 2006). Dampak
merokok tidak secara langsung terasa, namun akan terasa setelah 10-20
tahun pasca digunakan (Sirajuddin et al, 2011). Asap rokok yang masuk
melalui inhalasi dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran pernafasan
dimana terjadi penurunan fungsi bulu getar yang berguna untuk
menyaring benda asing seperti zat polutan Pb yang merupakan penyebab
anemia. Penurunan fungsi bulu getar ini menyebabkan polutan Pb akan
lebih mudah masuk ke paru-paru dan bercampur dengan darah sehingga
seorang yang merokok lebih beresiko terhadap anemia (Sormin, 2012).
Perokok pasif juga merupakan kelompok yang beresiko
dibandingkan dengan perokok aktif. Berdasarkan hasil penelitian UNAIR
(2010) menunjukan bahwa perokok pasif di lingkungan kerja atau
kehidupan sosial menyebabkan risiko terserang berbagai penyakit dan
akan meningkat menjadi 16% sedang bila berlangsung lama, hingga 20
tahun lebih, akan meningkat lagi risikonya menjadi 27%.
Kesadaran pedagang wanita untuk tidak merokok sangat berperan
penting untuk berprilaku hidup sehat. Perokok aktif dan pasif sangat
berbahaya bagi kesehatan terutama sangat rentan terhadap wanita. Oleh
sebab itu diperlukan upaya yang tepat untuk menanggulanginya seperti
pada perokok pasif hendaknya menggunakan masker penutup hidung atau
menjauhi sumber asap rokok. Untuk perokok aktif hendaknya
mengurangi konsumsi rokok dan jangan merokok di sembarangan tempat
77
karena hal ini dapat menyebarkan asap rokok di lingkungan sekitarnya.
Sehingga seseorag yang tidak mengkonsumsi rokok juga turut menghirup
asap yang telah tersebar disekitarnya.
6.4.4 Hubungan Lama Berkerja dengan Kejadian Anemia
Lama berkerja menggambarkan aktivitas yang menjadi kegiatan
rutinitas dalam keseharian serta menunjukan berapa lama seseorang
berkerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan (Agusmidah, 2010).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan
antara lama berkerja dengan kejadian anemia (P>0,693). Hasil penelitian
terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara masa kerja (tahun) dengan kadar hemoglobin pada petugas pintu
tol jagorawi (P>0,987) (Malaka, 2012).
Lama berkerja tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia
disebabkan karena pedagang yang berkerja diatas satu tahun dan
menderita anemia (40,4%) lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak
menderita anemia (59,6%), selain itu juga dapat dipengaruhi oleh
perilaku istirahat pedagang yang memilih untuk tetap di terminal atau
kembali ke rumah masing-masing serta waktu yang dihabiskan dalam
sehari untuk berdagang dimana dapat mempengaruhi perbedaan kadar
akumulasi Pb didalam tubuh yang berdampak terhadap anemia.
Lama berkerja di tempat sumber polutan Pb (Terminal Bus) dapat
mempengaruhi besarnya akumulasi zat polutan Pb yang berasal dari
78
knalpot kendaraan bermotor yang masuk didalam tubuh diamana dapat
mempengaruhi kejadian anemia (Papuling, 2011). Seorang pekerja yang
berkerja pada tempat sumber polutan Pb dan sudah berkerja selama 30
hari wajib dilakukan pemeriksaan kadar timbal didalam darah (OSHA
dalam Malaka, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan sebesar 87% para
pedagang diterminal berkerja diatas satu tahun. Menurut Wdyastuti
(2005) polusi Pb dapat menyebabkan permasalahan kesehatan dan
gangguan fisiologis tubuh jika terpapar selama satu tahun. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berkerja di tempat sumber
polusi (terminal) lebih besar dari satu tahun beresiko terhadap anemia
begitu juga sebaliknya. Sehingga tidak heran jika akumulasi Pb pada urin
pedagang sangat dipengaruhi oleh lama berkerja pada tempat yang
merupakan sumber polutan Pb dimana merupakan faktor penyebab
terjadinya anemia.
Besarnya akumulasi Pb sangat dipengaruhi oleh lama bekerja.
Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk mengurangi akumulasi Pb di
dalam tubuh seperti dengan pergantian jam kerja, memilih untuk
beristirahat di rumah dibandingkan tetap berada di terminal dan selalu
menggunakan masker saat berdagang di terminal. Upaya-upaya ini
diharapkan agar dapat mengurangi akumulasi paparan Pb yang masuk ke
dalam tubuh sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya anemia.
79
6.4.5 Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia
Asupan zat besi sangat dibutuhkan didalam tubuh karena
diperlukan untuk sintesis protein yang membawa oksigen yaitu
hemoglobin serta mioglobin dalam tubuh (Gibney et al, 2005).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan
antara konsumsi zat besi dengan kejadian anemia (P>1,000). Hasil
penelitian terdahulu menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin pada pembantu rumah
tangga (P>0,933) (Lubis, 2006). Hasil penelitian lainnya juga
menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi zat
besi dengan kadar hemoglobin pada pekerja wanita di PT. Tyfountex
Indonesia kabupaten Sukoharjo (P>0,608) (Muwakhidah, 2009).
Konsumsi zat besi ini tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian
anemia disebabkan karena asupan zat besi pada sebagian pedagang
wanita diterminal sudah mencukupi diatas 6,850 mg (50%) dan hal ini
juga dibuktikan sesuai dengan hasil penelitian menunjukan konsumsi zat
besi pada pedagang yang sudah mencukupi lebih banyak tidak menderita
anemia (63,0%) dibandingkan yang menderita anemia (37,0%).
Penyebab lain tidak adanya keterkaitan antara konsumsi zat besi
dengan kejadian anemia karena adanya pengaruh kemampuan absorbsi
zat besi didalam tubuh yang tergantung dari komponen dan jenis
makanan yang dikonsumsi sebagai sumber zat besi. Bahan makanan
mengandung zat besi yang berasal nabati penyerapan didalam tubuh akan
80
lebih sulit (1-5%) dibandingkan dengan bahan makanan hewani (10-
20%), selain itu adanya asam oksalanat, asam fitat dan tannin didalam
tubuh juga menjadi penghambat penyerapan zat besi (Priswanti,2004).
Total besi pada tubuh manusia sekitar 3,8 g, dimana pada wanita
2,3 g dan pada laki-laki sekitar sepertiga dari total zat besi. Perempuan
dewasa lebih banyak memerlukan zat besi sekitar 1,4 mg jika sedang
mengalami menstruasi dan pada laki-laki dewasa hanya memerlukan zat
besi sekitar 1 mg untuk menggantikan zat besi yang hilang melalui
sekresi usus, sel epitel, urine dan kulit. Oleh sebab itu, jika kekurangan
zat besi seorang wanita lebih rentan terhadap anemia dibandingkan
dengan laki-laki (Gibney et al, 2005).
Asupan besi yang tidak memadai sesuai dengan kebutuhan yang
dianjurkan akan berdampak terhadap defisiensi besi yang berakibat
anemia, hal ini sesuai dengan penelitian Raharjo (2003) menunjukan
terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kejadian
anemia pada pekerja perempuan di kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo
(P<0,005). Kekurangan asupan zat besi memiliki hubungan dengan
kejadian anemia disebabkan karena berkurangnya transportasi besi ke
sumsum tulang dimana sebagai tempat produksi sel darah merah dan
dapat menurunkan kadar hemoglobin yang beresiko anemia. Resiko
terhadap anemia tidak akan terjadi jika asupan zat besi didalam tubuh
terpenuhi sesuai kebutuhannya begitu juga sebaliknya (Gibney et al,
2005).
81
Selain berdampak terhadap anemia, asupan besi yang masih
kurang didalam tubuh juga berdampak terhadap produktivitas kerja, hal
ini sesuai dengan penelitian Nasution et al (2004) menunjukan ada
hubungan antara konsumsi zat besi dengan produktivitas kerja wanita
pencetak batu bata di Kabupaten Deli Serdang (P<0,017). Asupan zat
besi dikenal sebagai pembentukan sel darah merah yang sangat
diperlukan untuk mengangkut oksigen keseluruh tubuh dan oksigen inilah
yang berperan penting dalam pembentukan energi yang berguna untuk
meningkatkan produktivitas kerja, oleh sebab itu seseorang yang
kekurangan asupan besi dapat menimbulkan dampak terhadap penurunan
produktivitas kerja (Nasution et al, 2004).
Kekurangan konsumsi besi yang tidak memadai dapat beresiko
terhadap anemia. oleh sebab itu diperlukan upaya yang tepat dan optimal
untuk mengatasinya seperti pemenuhan asupan besi yang memadai di
dalam tubuh. Untuk memenuhi asupan besi dapat dilakukan dengan
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandun zat besi seperti
kentang, jagung, bayam, kangkung, telur, ikan, kerang, daging, udang,
tahu dan tempe.
Penyerapan zat besi di dalam tubuh dapat terhambat dengan
keberadaan Pb di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan penggunaan
masker saat berdagang di terminal. Kesadaran pedagang untuk
menggunaan masker sangat berperan penting untuk meminimalisir
82
paparan Pb ketika berdagang di terminal dan mengurangi resiko
terjadinya anemia.
6.4.6 Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kejadian Anemia
Konsumsi vitamin C pada tubuh dapat membantu meningkatkan
penyerapan (enhancer) untuk zat besi didalam tubuh (Fatimah et al,
2011).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan
antara konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia (P>0,577). Hasil
penelitian terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia pada pekerja
perempuan di kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo (P>0,596) (Raharjo,
2003).
Konsumsi vitamin C ini tidak memiliki keterkaitan dengan
kejadian anemia disebabkan karena asupan vitamin C pada pedagang
disana sebagian sudah mencukupi diatas 24,900 mg (50%) dan hal ini
juga dibuktikan sesuai dengan hasil penelitian menunjukan konsumsi
vitamin C pada pedagang yang sudah mencukupi lebih banyak tidak
menderita anemia (66,7%) dibandingkan yang menderita anemia
(33,3%).
Penyebab lain tidak ada keterkaitan konsumsi vitamin C dengan
anemia karena beberapa pedagang juga mengkonsumsi suplemen vitamin
C untuk menambah jumlah asupan vitamin C didalam tubuh (29,%). Hal
83
ini disebabkan karena untuk menambah asupan vitamin C tidak hanya
bersumber dari makanan sehari-harinya namun bisa juga didapatkan dari
konsumsi suplemen vitamin C dan jika para pedagang disana
mengkonsumsi makanan sehari-harinya banyak mengandung vitamin C
dengan dibarengi mengkonsumsi suplemen tambahan maka dapat
mencukupi jumlah asupan vitamin C yang dibutuhkan oleh tubuh
sehingga tidak berdampak terhadap kejadian anemia
Penyebab lain tidak adanya keterkaian antara konsumsi vitamin C
dengan kejadian anemia karena konsumsi makanan yang mengandung
vitamin C belum menjamin ketersediaan vitamin C yang memadai
didalam tubuh, hal ini disebabkan karena jumlah vitamin C yang
diabsorbsi sangat dipengaruhi jenis sumber vitamin C dan ada tidaknya
zat penghambat dan peningkatan absorbsi vitamin C (Arifin, 2013).
Vitamin C membantu peningkatan penyerapan kalsium,
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi serta berperan penting
untuk pencegahan kanker karena sebagai antioksidan didalam tubuh
sehingga dapat menangkal radikal bebas didalam tubuh yang beresiko
terhadap permasalahan kesehatan. Jika asupan vitamin C berkurang
didalam tubuh, maka akan menimbulkan permasalahan bagi kesehatan
seperti implikasi terhadap kadar hemoglobin pada pedagang wanita di
Terminal Bus Kampung Rambutan dan begitu pula sebaliknya
(Wirakusumah, 2007).
84
Vitamin C sangat berperan penting untuk absorbsi dan
metabolisme besi karena dapat menghambat pembentukan hemosiderin
yang sulit di mobilisasikan untuk membebaskan besi yang diperlukan
didalam tubuh. Vitamin C dapat merubah besi menjadi bentuk veri (tidak
larut) ke vero (larut) sehingga dengan adanya perubahan ini dapat
membantu penyerapan besi ke usus halus. Absorbsi besi akan meningkat
menjadi empat kali lipat bila adanya vitamin C didalam tubuh (Arifin,
2013).
Kekurangan konsumsi vitamin C dapat beresiko terhadap anemia.
oleh sebab itu diperlukan upaya penanganan yang tepat dan optimal
seperti pemenuhan asupan vitamin C yang memadai di dalam tubuh.
Untuk memenuhi asupan vitamin C dapat dilakukan dengan
mengkonsumsi apel, jeruk, semangka, melon, papaya, pisang dan
mangga. Pemenuhan asupan viamin C tidak hanya bersumber dari buah-
buahan namun bisa juga bersumber dari suplemen tambahan. Oleh sebab
itu, untuk pemenuhan asupan vitamin C di dalam tubuh juga dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi suplemen tambahan lainnya.
penyerapan vitamin C di dalam tubuh dapat terhambat dengan
keberadaan Pb di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan penggunaan
masker saat berdagang di terminal. Kesadaran pedagang untuk
menggunaan masker sangat berperan penting untuk meminimalisir
paparan Pb ketika berdagang di terminal dan mengurangi resiko
terjadinya anemia.
85
6.4.7 Hubungan Konsumsi Asam Folat dengan Kejadian Anemia
Konsumsi asam folat sangat berperan penting dalam pembentukan
sel-sel darah merah dan darah putih pada sumsum tulang belakang
(Wirakusumah, 2007).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan
antara konsumi asam folat dengan kejadian anemia (P>0,577). Hasil
penelitian terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara konsumsi asam folat dengan kadar hemoglobin pada
pekerja wanita di PT. Tyfountex Indonesia kabupaten Sukoharjo
(P>0,268) (Muwakhidah, 2009).
Konsumi asam folat tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian
anemia disebabkan karena asupan asam folat pada pedagang disana
sebagian sudah mencukupi diatas 3,812 mg (50%) dan hal ini dibuktikan
sesuai dengan hasil penelitian menunjukan konsumsi asam folat pada
pedagang yang sudah mencukupi lebih banyak tidak menderita anemia
(55,6%) dibandingkan yang menderita anemia (44,4%).
Penyebab lain tidak adanya keterkaitan antara konsumsi asam
folat dengan kejadian anemia ini juga disebabkan karena adanya
pengaruh tingkat absorbsi dan metabolisme asam folat didalam tubuh,
seperti seseorang yang mendapat obat tertentu akan berbeda tingkat
penyerapanya dengan seseorang yang tidak mendapat obat tertentu.
Penyerapan asam folat juga dapat terhambat disebabkan karena adanya
penggunaan kontraseptif oral (Priswanti,2004).
86
Asam folat juga berperan sebagai koenzim hemoglobin yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Adapun konsumsi asam
folat yang diteliti pada penelitian ini yaitu kacang panjang, kacang merah
dan buncis. Seseorang yang kekurangan konsumsi asam folat ini dapat
beresiko terhadap anemia makrositik dan depresi sumsum tulang. Oleh
sebab itu, untuk menghindari hal tersebut terjadi maka dibutuhkan
konsumsi asam folat yang mencukupi didalam tubuh sesuai dengan yang
dibutuhkan. Kelebihan konsumsi asam folat didalam tubuh juga dapat
menimbulkan permasalahan yang lain seperti insomnia dan iritabilitas,
oleh sebab itu konsumsi folat tidak boleh terlalu berlebihan dan begitu
juga sebaliknya (Wong et al, 2009).
Kekurangan asam folat dapat mempengaruhi kadar Hemoglobin
didalam tubuh yang berdampak terhadap anemia terutama pada wanita
yang hamil. Hal ini sesuai dengan penelitian Besuni et al (2013)
menunjukan ada hubungan yang signifikan antara asam folat dengan
kadar hemoglobin pada ibu hamil di kabupaten Gowa (P<0,002). Anemia
terjadi disebabkan karena jumlah asupan asam folat yang masih kurang
dari kecukupan yang dianjurkan sehingga tidak mendukung metabolisme
pembentukan sel darah merah selain itu juga berperan penting untuk
membantu pematangan sel darah merah (Muwakhidah, 2009).
Disamping itu, kekurangan asam folat juga dapat menyebabkan
anemia megaloblastik dan gangguan darah lain, peradangan lidah dan
gangguan saluran cerna. Folat berperan penting untuk mengubah besi
87
menjadi bentuk aktif dan dalam fungsi normal metabolisme semua sel,
terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan saraf
(Almatsier, 2001).
Kekurangan konsumsi asam folat dapat beresiko terhadap anemia.
oleh sebab itu diperlukan upaya penanganan yang tepat dan optimal
seperti pemenuhan asupan asam folat yang mencukupi di dalam tubuh.
Untuk memenuhi asupan asam folat dapat dilakukan dengan
mengkonsumsi kacang-kacangan sperti kacang panjang, kacang merah
dan buncis.
penyerapan asam folat di dalam tubuh dapat terhambat dengan
keberadaan Pb di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan penggunaan
masker saat berdagang di terminal. Kesadaran pedagang untuk
menggunaan masker sangat berperan penting untuk meminimalisir
paparan Pb ketika berdagang di terminal dan mengurangi resiko
terjadinya anemia.
88
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,
maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
a. Pedagang yang tidak menderita anemia (61,1%) lebih banyak
dibandingkan dengan yang menderita anemia (38,9%).
b. Hasil pengukuran kadar Pb pada urin responden dengan rata-rata 0,28454
mg/L, standar deviasi 0,086664. Kandungan Pb pada urin terendah 0,078
mg/L dan terendah 0,525 µg/L. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini rata-rata kadar timbal pada urin 0,26088-0,30819.
c. Gambaran karakteristik individu:
1. Pedagang yang memiliki umur produktif (15-50 tahun) (13%)
lebih banyak dibandingkan non produktif (<15&>50 tahun)
(87%).
2. Pedagang yang memiliki pendidikan rendah (tidak tamat/sekolah,
SD, SMP) (61,1%) lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan
tinggi (SMA,PT) (38,9%).
3. Pedagang yang perokok ringan (93,8%) lebih banyak
dibandingkan perokok berat (6,2%).
89
4. Pedagang yang berkerja ≥1 tahun (87%) lebih banyak
dibandingkan dengan <1 tahun (13%).
5. Pedagang yang mengkonsumsi zat besi cukup (≥ 6,850) dan
rendah (< 6,850) masing-masing sebesar 50%.
6. Pedagang yang mengkonsumsi vitamin C cukup (≥ 24,900) dan
rendah Rendah (< 24,900) masing-masing sebesar 50%.
7. Pedagang yang mengkonsumsi asam folat cukup (≥ 3,812) dan
rendah Rendah (< 3,812) masing-masing sebesar 50%.
d. Hasil analisis bivariat menunjukan keterkaitan antara kadar timbal pada
urin dengan kejadian anemia (P<0,001).
e. Hasil analisis bivariat hubungan karakteristik individu dengan kejadian
anemia antara lain sebagai berikut:
1. Tidak terdapat keterkaitan antara umur dengan kejadian anemia
(P>0,693).
2. Tidak terdapat keterkaitan antara pendidikan dengan kejadian
anemia (P>0,703).
3. Tidak terdapat keterkaitan antara perilaku merokok dengan
kejadian anemia (P>1,000).
4. Tidak terdapat keterkaitan antara lama berkerja dengan kejadian
anemia (P>0,693).
5. Tidak terdapat keterkaitan antara konsumsi zat besi dengan
kejadian anemia (P>1,000).
90
6. Tidak terdapat keterkaitan antara konsumsi vitamin C dengan
kejadian anemia (P>0,577).
7. Tidak terdapat keterkaitan antara konsumsi asam folat dengan
kejadian anemia (P>0,577).
7.2 Saran
a. Bagi Dinas Perhubungan
1. Melakukan pengukuran kadar Pb udara ambient di Terminal Bus
Kampung Rambutan, sehingga dengan adanya pengukuran
tersebut dapat dibuat upaya kebijakan untuk meminimalisir seperti
membuat program penghijauan atau pemenuhan ruang terbuka
hijau.
b. Bagi Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan
1. Lebih sering melakukan pemeriksaan Hb, hal ini disebabkan
karena masih banyak ditemukan dilapangan para pedagang yang
tidak menyadari dan mengetahui bahwa dirinya menderita
anemia.
2. Mulai membiasakan diri untuk menggunakan masker secara rutin
ketika sedang berdagang di terminal, hal ini disebabkan karena
semua para pedagang yang di temui dilapangan tidak ada yang
menggunakan masker dan upaya ini dilakukan untuk
meminimalisir emisi kendaraan bermotor yang mengandung
polutan Pb dapat terakumulasi didalam tubuh.
91
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Kejadian anemia ini mungkin saja disebabkan oleh faktor lain
diluar topik yang diteliti, dan ini menjadi keterbatasan pada
penelitian ini yang diharapkan dapat ditelusuri lebih lanjut oleh
para peneliti berikutnya serta diharapkan dapat mengikutsertakan
variabel-variabel lain yang diduga terdapat keterkaitan dengan
kejadian anemia yang tidak diikutsertakan pada penelitian ini
92
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F, 2012. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Agency For Toxic Substance and Disease Registry (ATSDR), 1999.
Toxicological profile for lead. Atlanta.
Agency For Toxic Substance and Disease Registry (ATSDR), 2007. Lead
Toxicity What Are The U S Standards For Lead Levels. Atlanta.
Agusmidah, 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan. Universitas Sumatera
Utara Press, Medan.
Almatsier, Sunita, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Amran, Yuli, 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang
Kesehatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayahtullah, Jakarta.
Aminah, Siti et al, 2005. Status Anemia, Perilaku dan Pengetahuan Gizi Serta
Kesehatan Rerpoduksi Buruh Perempuan: Gambaran Kerentanan
Kesehatan Reproduksi Buruh Perempuan di Pabrik Bitratex Kecamatan
Pedurunan Kota Semarang. (Jurnal) Universitas Muhamadiyah
Semarang.
Anies, 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular Solusi Pencegahan
dari Aspek Perilaku dan Lingkungan. Elex Komputindo, Jakarta.
93
Arifin, S. U et al, 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Kejadian Anemia
Pada Anak Sekolah Dasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
(Jurnal) Universitas Sam Ratulangi Manado
Ariawan, Iwan, 1998. Besar dan Metode pada Sampel Penelitian Kesehatan.
Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UNDIP.
Association Of Indonesian Environmental Observers 2011. Isu Lingkungan.
Atmakusumah et al ,1996. Mengangkat Masalah Lingkungan Ke Media
Masa. Jakarta Yayasan Obor Indonesia.
Besuni et al, 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Pembentuk Sel Darah Merah
Dengan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa.
(Jurnal) Universitas Hasanuddin Makassar
BPS, 2013. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun
1987-2011.
Dahlan, Sopiyudin, 2010. Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan
Kesehatan. Sagung Seto, Jakarta.
Deswanto, 2013. Maternal Anemia and Neonatal Outcome .
Depkes RI, 2013. Peningkatan Status Kesehatan Gizi dan Produktivitas Kerja
Pekerja Perempuan Melalui GP2SP.
Dinas Perhubungan (DISHUB) DKI Jakarta, 2014. Laporan Bulanan Terminal
Bus Dalam Kota dan Luar Kota Kampung Rambutan Jakarta Timur.
Environmental Protection Agency (EPA). Lead. United States
Fardiaz, Srikandi, 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.
94
Fatima, Siti et al, 2011. Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil
di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. (Jurnal) Universitas Hasanuddin
Makasar.
Gibney, M. J, et al, 2005. Public Health Nutrition. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Girsang, Ermi, 2008. Hubungan Kadar Timbal di Udara Ambient dengan Timbal
dalam Darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota
Medan. (Tesis) Universitas Sumatera Utara
Gunatmaningsih, Dian, 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMAN 1 Kecamatan Jati Barang
Kabupaten Brebes. (Skripsi) Universitas Negeri Semarang.
Handayani, wiwik et al, 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika, Jakarta
Hastuti, 2008. Hubungan Lama Beraktivitas dijalan Dengan Kadar Timbal
Dalam Urin (Penelitian Pada Anak Jalanan Di Kota Yogyakarta.
(Skripsi) Universitas Diponegoro.
Herawati, Cucu, et al, 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia
Gizi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Jalaksana Kuningan. (Jurnal)
Kesehatan Kartika.
Husaini, Aiman, 2006. Tobat Merokok, Rahasia dan Cara Empatik Berhenti
Merokok. Pustaka IIMaN, Depok
95
Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 551/2001.
Tentang Baku Mutu Udara Ambien Dan Baku Mutu Kebisingan di
Provinsi DKI Jakarta.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No
SK.1361.AJ.106/DRJD/2003. Tentang Penetapan Simpul Jaringan
Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A Diseluruh
Indonesia.
Kepmenkes RI No.1406 tahun 2002. Tentang Standar Pemeriksaan Kadar
Timah Hitam Spesimen Biomarker Manusia Kadar Timah hitam.
Laelasari, Ela, 2001. Pengaruh Timah Hitam (Pb) (Studi Kohort Historis
Prospektif Kelahiran Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah). (Tesis)
Universitas Indonesia.
Lapan, 2013. Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara.
Lewis Publisher, 1992. ATSDR Public Health Asessment Guidance Manual.
Print In The United States Of America.
Liow, F. M, et al. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Anemia Pada
Ibu Hamil Didesa Sapa Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa Selatan.
(Jurnal) Universitas Sam Ratulangi Manado.
Listanti, Asri, 2007. Analisis Risiko Gangguan Kesehatan Pada Pedagang Kaki
Lima (PKL) Yang Terpajan Oleh Nitrogen Dioksida (NO2) Udara
Ambient Di Terminal Bus Pasar Senen Jakarta Pusat. (Skripsi)
Universitas Indonesia.
96
Lubis, Agustina et al, 2002. Status Kesehatan Pekerja Wanita di Industri Batik
Penyamakan Kulit dan Industri Sepatu dan Tas. (Jurnal) Puslitbang
Ekologi Kesehatan
Lubis, F. S. M, 2006. Hubungan Pengetahuan Tentang Anemia dan Konsumsi
Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin dalam Darah pada Pembantu
Rumah Tangga dipermukaan Korpri Kelurahan Bulusan Kecamatan
Tembalang Kota Semarang. (Jurnal)
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) No IV Tahun
2004. Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Malaka, Tan et al, 2012. Hubungan Kadar Timbal Dalam Darah Dengan Kadar
Hemoglobin Dan Hematokrit Pada Petugas Pintu Tol Jagorawi. (Jurnal)
Universitas Sriwijaya
Mardiyah, Siti, 2010. Gambaran Hasil Pengukuran Timbal pada Debu dan
Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin dalam Darah Anak di
Perumahan Kawasan Serpong Tangerang Selatan. (Skripsi) Universitas
Indonesia.
Martina, A. D, 2010. Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Status Nutrisi dengan
Kejadian Anemia Pada Pasien Tuberkulosis di RSUP Dr. Kariadi
Semarang. (Skripsi) Universitas Diponegoro.
Manuaba, I. B. G, 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Buku Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta
Maulana, H. D. J, 2009. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
97
Mifbakhuddin, 2010. Hubungan Antara Paparan Gas Buang Kendaraan (Pb)
dengan Kadar Hemoglobin dan Eritrosit Berdasarkan Lama Kerja pada
Petugas Operator Wanita SPBU di Wilayah Semarang. (Jurnal)
Ministry of Business Inovation and Employee (MBIE), 2013. Work Exposure,
Standards and Biological Exposure Indices.
Moehji, Sjahmien, 1992. Ilmu Gizi. Bhatara. Palembang.
Mulansari, N. A, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia di
Indonesia. Universitas Indonesia
Muwakhidah, 2009. Efek Suplementasi Fe, Asam Folat Dan Vitamin B12
Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Pada Pekerja Wanita Di
Kabupaten Sukoharjo. (Tesis) Universitas Diponegoro
National Institute for Occupational Safety and Helath (NIOSH), 1997. Protecting
Workers Exposed to Lead-Based Paint Hazards. U.S. Department of
Health and Human Service, Public Health Service, Centers for Disease
and Prevention (CDC).
Nasution, Ernawati et al, 2004. Hubungan Konsumsi Zat Besi Dan Status Gizi
Dengan Produktivitas Kerja Wanita Pencetak Batu Bata Di Kecamatan
Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. (Jurnal) Universitas Sumatera
Utara.
Nordberg, G. F et al, 2007. Handbook On The Toxicology Of Metal. Elsevier
B.V. All right reserved. Except for Chapter 29 which is in the public
domain.
98
Novianthie, Rosy, 2007. Kualitas Udara Total Suspended Particullate ,
Particullate Matter 10 Dan Kejadian ISPA Pada Pedagang Kaki Lima
Terminal Bus Senen Jakarta Pusat. (Skripsi) Universitas Indonesia
Nurmaini, 2004. Hubungan Tekanan Darah Dengan Kadar Timbal Pada Polisi
Lalu Lintas Kota Medan. (Jurnal) Universitas Sumatera Utara
Palar, Heryando, 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Rineka
Cipta, Jakarta
Papuling, Andryes, 2011. Studi Deskriptif Kandungan Timbal Dalam Urine
Pada Pedagang Asongan Di Sekitar Jumbo Pasar Swalayan Kota
Manado. (Jurnal) Poltekkes Kemenkes Manado.
Pasorong, M. B, 2007. Hubungan Antara Kadar Plumbum (Pb) dan Hipertensi
Pada Polisi Lalu Lintas Di Kota Manado. (Tesis) Universitas Gajah
Mada.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1999. Tentang
Pengendalian Pencemaran udara.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No PM.2 Tahun 2013.
Tentang Petunjuk Teknis Penerapan Dan Pencapaian Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota
Prasetyo, S. B, 2010. Hubungan Konsentrasi Timbal didalam Air dengan Kadar
Hemoglobin Dalam Darah Anak Sekolah Dasar di Kawasan Serpong.
(Skripsi) Universitas Indonesia
99
Pramudyastuti, Triutami, 2010. Gambaran Hasil Pengukuran Konsentrasi
Timbal di Udara dan Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin dalam
Darah Anak di Perumahan Kawasan Serpong. (Skripsi) Universitas
Indonesia
Pristanti, 2004. Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga dan Tingkat
Konsumsi Energi Protein, Fe, Folat, Vitamin B12, Dengan Kejadian
Kurang Energi Kronik (KEK) Dan Anemia Pada Ibu Hamil. (Jurnal)
Universitas Diponegoro
Rachma, Henny, 2013. Selama 2012 13 Juta Kendaraan Sesaki Jakarta.
Raharjo, Bejo, 2003. Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Anemia Pada Pekerja Perempuan Di Kelurahan Jetis
Kecamatan Sukoharjo. (Tesis) Universitas Diponegoro Semarang
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2007. Laporan Nasional 2007.
Riyadina, Woro, 1997. Pengaruh Pencemaran Pb Plumbum Terhadap
Kesehatan. (Jurnal) Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
Sacher, Ronald. A, et al, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Setiowati, Tetty, 2007. Biologi Interaktif. Azka Press, Jakarta
Sihombing, Marice et al, 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Anemia pada Pekerja Dikawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. (Jurnal)
Media Peneliti dan Pengembang Kesehatan Volume XIX No 3.
100
Sirajuddin, et al, 2011. Pengaruh Paparan Asap Rokok Terhadap Kejadian Berat
Badan Lahir Bayi Rendah Di Sulawesi Selatan. (Jurnal) Media Gizi
Pangan, Vol. XI, Edisi 1 januari-Juni Politeknik Kemenkes Makasar.
Sloane, Ethel, 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Sormin, K. R, 2012. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja yang
Terpajan Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT. Unitex Tahun 2011.
(Skripsi) Universitas Indonesia.
Soebroto, I, 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta Bangkit
Soleha, Siti, 2009. Hubungan Resiko Ergonomi dengan Keluhan Musculoskeletal
Disorder (MSDs) Pada Operator Can Plant PT. X Tahun 2009. (Skripsi)
UIN Jakarta
Sugiarto, Bagus, 2006. Analisis Prioritas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Efektivitas Fungsi Terminal Kampung Rambutan. (Jurnal) Universitas
Gunadarma
Sumantri, Arif, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Kencana Prenada Media
Group, Jakarta
Supariasa, D. N, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Supriyono, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Gizi Besi Pada
Tenaga Kerja Wanita Di PT.HM Sampoerna. Kemenkes RI
101
Syafri, Muhammad et al, 2013. Hubungan Faktor Keluarga dan Anak dengan
Kejadian Anemia Pada Anak Sekolah Dasar Inpress Cilalang Kota
Makasar. (Jurnal) Universitas Hasanuddin
Tjahjandi, Andang, 2007. Timbal di Udara Ambient dan Hubungannya dengan
Timbal dalam Darah Serta Kejadian Anemia pada Pegawai UPTD
Terminal Dinas Perhubungan Kota Sukabumi. (Tesis) Universitas
Indonesia.
Tana, Lusianawati et al, 2007. Merokok dan Usia Sebagai Faktor Risiko Katarak
Pada Pekerja Berusia > 30 Tahun di Bidang Pertanian. (Jurnal)
Universa Medicina.
Uswan, Alie, 2013. Jumlah Kendaraan Meningkat.
Wulan, Arum, 2013. Faktor-Faktor Terjadinya Anemia Pada Remaja di SMPN
37 Semarang. (Jurnal)
WHO, 2012. Global Database on Anemia. Di akses pada tanggal 20 Desember
2013 dari:
http://who.int/vmnis/anaemia/data/database/countries/idn_ida.pdf
Wardani, Ira, 2012. Analisis Hubungan Konsentrasi Pajanan Timbal di udara
Ambient Terhadap Resiko Kejadian Anemia pada Komunitas dikawasan
Puspitek Serpong. (Skripsi) Universitas Indonesia.
Widyasuti, Palupi, 2005. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan
Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Yusniwarti, Yusad, 2013. Polusi Udara di Kota Besar di Dunia.
102
Zebua, A. M, 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan Anemia Gizi di wilayah
kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias. (Skripsi) Universitas
Sumatera Utara.
Wirakusumah, E. S, 2007, Penebar Plus Hidup Sehat, 202 Jus Buah dan
Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wong, D. L et al, 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.