skripsi erri gunrahti.pdf

103
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaran pemerintahan mempunyai prinsip daerah yang menjadi pegangan oleh aparat pemerintahan dalam menggerakkan administrasi pemerintahan atau manajemen pemerintahan. Prinsip-prinsip dasar tersebut disebut dengan asas-asas pemerintahan. Sentralisasi, dekonsentrasi, dan desentralisasi adalah konsep-konsep yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi Negara. 1 Desentralisasi dan otonomi daerah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan telah diperbaharui oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan payung hukum bagi daerah otonom. Desentralisasi dalam wujudnya sebagai otonomi daerah, memberikan sebagian kewenangan pengelolaan urusan publik untuk dilimpahkan pada provinsi dan Kabupaten, termasuk pemekaran wilayah dalam usaha mempercepat pembangunan dan perkembangan wilayah. 2 Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan 1 Hanif Nurcholis, “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah”, Penerbit Grasindo, Jakarta,2007, hal. 3. 2 Agus Dwiyanto (ed.), Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, hal. 45.

Upload: kurniawan-tri-wibowo

Post on 31-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaran pemerintahan mempunyai prinsip daerah yang menjadi

pegangan oleh aparat pemerintahan dalam menggerakkan administrasi

pemerintahan atau manajemen pemerintahan. Prinsip-prinsip dasar tersebut

disebut dengan asas-asas pemerintahan. Sentralisasi, dekonsentrasi, dan

desentralisasi adalah konsep-konsep yang berhubungan dengan pengambilan

keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi Negara.1

Desentralisasi dan otonomi daerah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor

22 tahun 1999 dan telah diperbaharui oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan payung hukum bagi daerah

otonom. Desentralisasi dalam wujudnya sebagai otonomi daerah, memberikan

sebagian kewenangan pengelolaan urusan publik untuk dilimpahkan pada provinsi

dan Kabupaten, termasuk pemekaran wilayah dalam usaha mempercepat

pembangunan dan perkembangan wilayah.2

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya

nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja

daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan

1 Hanif Nurcholis, “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah”, PenerbitGrasindo, Jakarta,2007, hal. 3.

2 Agus Dwiyanto (ed.), Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, GadjahMada University Press, Yogyakarta, 2005, hal. 45.

Page 2: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

2

pemerintah daerah sebagai subsistem pemerintah negara untuk meningkatkan

daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat,

sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab

menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip – prinsip

keterbukaan, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat ( Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ).

Adanya aspirasi masyarakat yang memiliki visi terhadap kemajuan dan

kemakmuran untuk dimekarkan wilayah guna meningkatkan perkembangan

wilayah dan pemerataan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Munculnya Undang-undang otonomi daerah merupakan salah satu usaha untuk di

satu pihak “mendinginkan” euforia reformasi dan di lain pihak untuk menjaga

keutuhan NKRI. Oleh karena itu, isi dari UU No.22 Tahun 1999 tersebut lebih

memberikan kebebasan yang nyata dan seluas-luasnya bagi daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahannya sendiri demi untuk kesejahteraan daerahnya

sendiri-sendiri.

Era reformasi yang dimulai dari tahun 1998 telah menggeser paradigma

desentralisasi administratif, yang dianut pada masa orde baru, menjadi

desentralisasi politik pasca UU Nomor 22 Tahun 1999. Pemekaran wilayah/

daerah atau pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di era reformasi

merupakan konskuensi logis dari penerapan kebijakan desentralisasi politik oleh

pemerintah pusat di daerah. Adanya desentralisasi politik maka pemerintah pusat

membentuk daerah-daerah otonom atau daerah-daerah yang mempunyai

pemerintahan, yaitu daerah-daerah yang mempunyai wilayah, masyarakat hukum,

Page 3: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

3

kepala daerah, dan anggota DPRD yang dipilih oleh rakyat, pegawai, dan

kewenangan serta keleluasaan mengatur dan mengurus daerah. Kebijakan

pemekaran daerah pasca ditetapkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah mempunyai perbedaan yang signifikan jika dibandingkan

pengaturan pemekaran daerah berdasar UU Nomor 5 Tahun 1974 (orde baru).

Pelaksanaan kebijakan pemekaran daerah pada orde baru, bersifat elitis dan

memiliki karakter sentralistis, dimana perencanaan dan implementasi

pemekarannya lebih merupakan inisiatif pemerintah pusat dari pada partisipasi

dari bawah. Proses pemekaran daerah seringkali menjadi proses yang tertutup dan

menjadi arena terbatas di kalangan pemerintah pusat.

Pada orde baru, kebijakan pemekaran lebih bersifat elitis dan sentralistis.

Namun pada masa itu pemerintah telah mencoba mendorong upaya penyiapan

infrastruktur birokrasi (bukan infrastruktur politik) sebelum pembentukan daerah

otonom. Masa transisi teknokratis disiapkan sedemikian rupa sebelum menjadi

Daerah Otonomi Baru. Dalam masa transisi, pembentukan daerah baru ini lebih

menekankan pada mekanisme teknokratis daripada mekanisme politik, seperti

penyiapan administrasi birokrasi, infrastruktur, gedung perkantoran, dan

sebagainya. Setelah penyiapan teknokratis dirasa cukup barulah kemudian

penyiapan politik dilakukan yaitu dengan pembentukan DPRD, dari situ barulah

kemudian dibentuk daerah otonomi baru (DOB).

Di masa era reformasi sekarang, proses-proses penyiapan teknokratis

tersebut pada kebijakan pemekaran daerah berdasar UU Nomor 22 Tahun 1999

tidak ada, tetapi justru lebih menekankan pada proses-proses politik. Ruang bagi

Page 4: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

4

daerah untuk mengusulkan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) dibuka

lebar oleh kebijakan pemekaran daerah berdasar UU Nomor 22 Tahun 1999.

Kebijakan yang demikian ini, kebijakan pemekaran daerah sekarang lebih

didominasi oleh proses politik daripada proses teknokratis.

Perubahan paradigma otonomi daerah sampai ke tingkat Kecamatan

membuka peluang pemerintah daerah untuk melakukan pemekaran di sejumlah

Kecamatan. Pemekaran Kecamatan dianggap mendesak agar pengelolaan daerah

semakin mudah. Bupati dan Walikota banyak yang tertarik untuk melakukan

pemekaran Kecamatan dalam rangka mempercepat pembangunan. Adanya

pemekaran Kecamatan, kegiatan susulan lainnya adalah penempatan lokasi pusat

Kecamatan agar optimal dalam pelayanan publik.

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah secara

normatif menggariskan bahwa Kecamatan dan kelurahan adalah merupakan

bagian dari perangkat pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Urusan yang dapat

dilakukan oleh tingkat Kecamatan atau kelurahan, tidak perlu ”berduyun-duyun”

ke tingkat Kabupaten/Kota. Lokasi kantor Kecamatan yang tepat adalah yang

mudah dijaungkau oleh seluruh warga masyarakat desa atau kelurahan setempat,

memberi dampak efektif dan efisien bagi masyarakat, dan tentu saja dapat

memotong birokrasi yang berbelit-belit. Asumsi yang dibangun di atas, sebuah

Kecamatan yang terlalu gemuk dengan jumlah desa/kelurahan yang banyak tidak

lagi efektif dan efisien. Semangat dari studi ini adalah dengan penempatan lokasi

pelayanan publik yang tepat, diharapkan secara bertahap dapat membangun

wilayah secara lebih merata dan meningkatkan pelayanan publik.

Page 5: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

5

Pemekaran wilayah khususnya Kecamatan sangat jarang sekali dibahas,

karena pada umumnya pemekaran dilakukan untuk menimbulkan Kabupaten Baru

atau memunculkan Provinsi baru yang otonom maka kiranya perlu adanya suatu

kajian pemekaran Kecamatan untuk memperjelas dan mendapatkan ilmu

pengetahuan baru yang berguna bagi pengembangan hukum pemerintahan daerah.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS

PEMEKARAN KECAMATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat diambil suatu

perumusan masalah yaitu sebagai berikut bagaimanakah syarat dan mekanisme

pemekaran Kecamatan berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui syarat dan mekanisme pemekaran

Kecamatan berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah.

D. Kegunaan Penelitian

1. Keguanaan teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan

Hukum pemerintahan daerah khususnya syarat dan mekanisme pemekaran

Page 6: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

6

Kecamatan berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah.

2. Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pembaca, bagi instansi yang terkait dengan syarat dan mekanisme

pemekaran Kecamatan berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah.

Page 7: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemerintahan Daerah

Menurut Inu Kencana Syafie yang mengutip dari C.F Strong dalam bukunya

yang berjudul “Ekologi Pemerintahan, definisi pemerintahan adalah sebagai

berikut:

“Maksudnya Pemerintahan dalam arti luas mempunyai kewenanganuntuk memelihara perdamaian dan keamanan Negara, ke dalam dan keluar.Oleh karena itu, pertama harus mempunyai kekuatan militer ataukemampuan untuk mengendalikan angkatan perang. Kedua harusmempunyai kekuatan Legislatif atau dalam arti pembuatan Undang-undang.Ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial/kemampuan untuk mencukupikeuangan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadan Negaradalam menyelengggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka kepentinganNegara”.3

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah oleh DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Republik

Indonesia tahun 1945, pemerintahan daerah meliputi :

1) Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota danperangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahandaerah.

2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembagaperwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahandaerah.

3Inu Kencana Syafii, Manajemen Pemerintahan, PT. Perjta, Jakarta, 1998, hal. 4-5.

Page 8: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

8

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah

yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat

serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang

diatur dalam undang-undang.

Pemerintah daerah semata-mata disebabkan karena banyaknya urusan-

urusan pemerintah pusat mengurusi kepentingan daerah. Hal ini sebagaimana

dikatakan oleh Boedi Soesetyo yaitu:

Bahwa alasan mengadakan pemerintahan daerah adalah semata-matauntuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Hal yang dianggapdoelmatig untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannyadiserhakan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat diurus oleh pemerintahpusat tetap diurus oleh pemerintah pusat yang bersangkutan. Dengandemikian, maka persoalan desentralisasi adalah persoalan teknik belakayaitu teknik pemerintahan yang ditujukan untuk mencapai hasil yangsebaik-baiknya.” 4

Pemerintahan lokal/daerah yang kita kenal sekarang berasal dan

perkembangan praktik pemerintahan di Eropa pada abad ke 11 dan 12. Satuan-

satuan itu wilayah di tingkat dasar yang secara alamiah muncul membentuk suatu

lembaga pemerintahan. Awalnya satuan-satuan wilayah tersebut merupakan suatu

komunitas swakelola dari sekelompok penduduk. Satuan-satuan wilayah tersebut

diberi nama municipal (Kota), county (Kabupaten), commune/gementee (desa).

Fenomena tersebut mirip dengan satuan komunitas asli penduduk Indonesia yang

disebut dengan desa (Jawa), nagari (Sumatera Barat), huta (Sumatera Utara),

4Boedi Soesetyo., dalam Liang Gie., Pertumbuhan Pemerintah Daerah Di Negara RepublikIndonesia, Jidil III, Gunung Agung, Jakarta, 1989, hal. 38.

Page 9: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

9

marga (Sumatera Selatan), gampong (Aceh), kampung (Kalimantan Timur), dan

lain-lain. Satuan komunitas tersebut merupakan entitas kolektif yang didasarkan

pada hubungan saling mengenal dan saling membantu dalam ikatan genealogis

maupun teritorial. Satuan komunitas ini membentuk kesatuan masyarakat hukum

yang pada asalnya bersifat komunal.5

Satuan komunitas tersebut pada mulanya terbentuk atas kebutuhan

anggotanya sendiri. Untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan

hidupnya mereka membuat lembaga yang diperlukan. Lembaga yang dibentuk

mencakup lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan.

Dengan demikian, lembaga yang terbentuk sangat beragam, tergantung pada pola-

model tertentu berdasarkan adat-istiadat komunitas yang bersangkutan.

Perkembangan berikutnya satuan-satuan komunitas tersebut dimasukkan ke

dalam sistem administrasi negara dan suatu negara yang berdaulat. Untuk

kepentingan administrasi, satuan-satuan komunitas tersebut lalu ditentukan

kategori-kategorinya, batas-batas geografisnya, kewenangannya, dan bentuk

kelembagaannya. Melalui keputusan politik, satuan komunitas tersebut lalu

dibentuk menjadi unit organisasi formal dalam sistem administrasi negara pada

tingkat lokal. Sesuai dengan kepentingan politik negara yang bersangkutan,

organisasi pemerintahan lokal dipilah menjadi dua: satuan organisasi perantara

dan satuan organisasi dasar. Misal di Perancis, satuan organisasi perantara adalah

departement dan satuan dasarnya adalah commune. Di Indonesia, satuan

5 Hanif Nurcholis, Op cit., hal. 1

Page 10: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

10

organisasi perantara adalah provinsi, sedangkan satuan organisasi dasarnya adalah

Kota, Kabupaten, dan desa.

Menurut Stoker dalam Hanif Nurcholis, munculnya pemerintahan daerah

modern berkaitan erat dengan fenomena industrialisasi yang melanda Inggris pada

pertengahan abad ke-18. Industrialisasi menyebabkan perpindahan penduduk dari

desa ke Kota secara besar-besaran. Urbanisasi tersebut mengakibatkan

berubahnya corak wilayah. Muncul wilayah-wilayah baru terutama di Kota-Kota

dan pinggiran Kota yang sangat padat dengan ciri khas perKotaan. Kondisi

tersebut memunculkan masalah baru di bidang sosial, politik, dan hukum. Oleh

karena itu, untuk merespons hal tersebut perlu pengaturan kembali sistem

kemasyarakatan yang baru tumbuh tersebut.6

Merespons kondisi tersebut, semula dibentuk badan-badan ad hoc untuk

menangani suatu masalah yang masih dikendalikan oleh pemerintah pusat.

Perkembangan berikutnya, di dalam suatu satuan administrasi lokal dibentuk

Dewan Kota yang dipilih oleh penduduk setempat. Dewan Kota tersebut diberi

wewenang untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri

Konsep Local government berasal dari Barat untuk itu, konsep ini harus

dipahami sebagaimana orang Barat memahaminya. Bhenyamin Hoessein

menjelaskan bahwa Local government dapat mengandung tiga arti. Pertama,

berarti pemerintah lokal. Kedua, berarti pemerintahan lokal yang dilakukan oleh

pemerintah lokal. Ketiga, berarti, daerah otonom.7

6 Ibid., hal. 27 Bhenjamin Hoessein, Sentralissi dan Desentralisasi: Masalah Prospek dalam Menelaah

Politik Orde Baru, Yayasan Insan Politika, Jakarta, 1995, hal.3.

Page 11: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

11

Local government dalam arti pertama menunjuk pada lembaga/ organnya.

Maksudnya Local government adalah organ/badan/ organisasi pemerintah di

tingkat daerah atau wadah yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di

daerah. Arti istilah Local government sering dipertukarkan dengan istilah local

authority (UN:1961) . Baik Local government maupun local authority, keduanya

menunjuk pada council dan major (dewan dan kepala daerah) yang rekrutmen

pejabatnya atas dasar pemilihan. Dalam konteks Indonesia Local government

merujuk pada kepala daerah dan DPRD yang masing-masing pengisiannya

dilakukan dengan cara dipilih, bukan ditunjuk

Local government dalam arti kedua menunjuk pada fungsi/ kegiatannya.

Dalam arti ini Local government sama dengan pemerintahan daerah. Dalam

konteks Indonesia pemerintah daerah dibedakan dengan istilah pemerintahan

daerah. Pemerintah daerah adalah badan atau organisasi yang lebih merupakan

bentuk pasifnya, sedangkan pemerintahan daerah merupakan bentuk aktifnya.

Local government dalam pengertian organ maupun fungsi tidak sama

dengan pemerintah pusat yang mencakup fungsi legislatif, eksekutif, dan

yudikatif. Local government hampir tidak terdapat cabang dan fungsi judikatif.

Hal ini terkait dengan materi pelimpahan yang diterima oleh pemerintah lokal.

Materi pelimpahan wewenang kepada pemerintah lokal hanyalah kewenangan

pemerintahan. Kewenangan legislasi dan judikasi tidak diserahkan kepada

pemerintah lokal. Kewenangan legislasi tetap dipegang oleh badan legislatif

(MPR, DPR, dan BPD) di pusat sedangkan kewenangan judikasi tetap dipegang

oleh badan peradilan (Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Peradilan Negeri,

Page 12: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

12

dan lain-lain). Kalau toh di daerah terdapat badan peradilan seperti Pengadilan

Tinggi di provinsi dan Pengadilan Negeri di Kabupaten/ Kota masing-masing

bukan merupakan bagian dan pemerintah lokal. Badan-badan peradilan tersebut

adalah badan yang independen dan otonom di bawah badan peradilan pusat.8

Istilah legistalif dan eksekutif juga tidka lazim digunakan pada Local

government. Istilah yang lazim digunakan pada Local government adalah fungsi

pembentukan kebijakan (policy making function) dan fungsi pelaksanaan

kebijakan (policy executing function). Fungsi pembentukan kebijakan dilakukan

oleh pejabat yang dipilih melalui pemilu, sedangkan fungsi pelaksanaan kebijakan

dilakukan oleh pejabat yang diangkat/birokrat lokal.9

Local government dalam pengertian ketiga yaitu sebagai daerah otonom

dapat disimak dalam definisi yang diberikan oleh The United Nations of Public

Administration: yaitu subdivisi politik nasional yang diatur oleh hukum dan

secara substansial mempunyai kontrol atas urusan-urusan lokal, termasuk

kekuasaan untuk memungut pajak atau memecat pegawai untuk tujuan tertentu.

Badan pemerintah ini secara keseluruhan dipilih atau ditunjuk secara lokal.10

Pengertian Local government dalam hal ini memiliki otonomi (lokal), dalam

arti self government. Yaitu mempunyai kewenangan mengatur (rules making =

regelling) dan mengurus (rules application = bestuur) kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri. Istilah administrasi publik masing-masing

wewenang tersebut lazim disebut wewenang membentuk kebijakan (policy

making) dan wewenang melaksanakan kebijakan (policy executing). Mengatur

8 Hanif Nurcholis, Op cit., hal. 259 Bhenjamin Hoessein, Op cit., hal. 10.10 Ibid., hal. 26

Page 13: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

13

merupakan perbuatan menciptakan norma hukum yang berlaku umum. Dalam

konteks otonomi daerah, norma hukum tertuang dalam Peraturan Daerah dan

Keputusan Kepala Daerah yang bersifat pengaturan. Sedangkan mengurus

merupakan perbuatan menerapkan norma hukum yang berlaku umum pada situasi

konkrit dan individual (beschikking) atau perbuatan material berupa pelayanan

dan pembangunan obyek tertentu.11

Harris menjelaskan bahwa pemerintahan daerah (local self-government)

adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh badan-badan daerah yang dipilih

secara bebas dengan tetap mengakui supremasi pemerintahan nasional.

Pemerintahan ini diberi kekuasaan, diskresi (kebebasan mengambil kebijakan),

dan tanggung jawab tanpa dikontrol oleh kekuasaan yang lebih tinggi.12

De Guzman dan Taples dalam Hanif Nurcholis, menyebutkan unsur-unsur

pemerintahan daerah yaitu:

1. Pemerintahan daerah adalah subdivisi politik dan kedaulatan bangsadan negara;

2. Pemerintahan daerah diatur oleh hukum;3. Pemerintahan daerah mempunyai badan pemerintahan yang dipilih

oleh penduduk setempat;4. Pemerintahan daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan

peraturan perundangan;5. Pemerintahan daerah memberikan pelayanan dalam wilayah

jurisdiksinya.13

Merujuk pada uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah

berhubungan dengan pemerintahan daerah otonom (Self Local government) .

Pemerintahan daerah otonom adalah pemerintahan daerah yang badan

11Ibid.12 Ibid., hal. 2713 Ibid.

Page 14: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

14

pemerintahannya dipilih oleh penduduk setempat dan memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus urusannya sendiri berdasarkan peraturan perundangan

dan tetap megnakui supremsi dan kedaulatan nasional. Oleh karena itu, hubungan

pemerintah daerah satu dengan pemerintah daerah lainnya tidak bersifat hirarkis

tapi sebagai sesama badan publik. Demikian pula hubungan antara pemerintah

daerah dengan pemerintah pusat: hubungan sesama organisasi publik. Akan tetapi,

harus diingat bahwa sekalipun hubungan antara pemerintah daerah dengan

pemerintah pusat merupakan hubungan antar organisasi, namun keberadaannya

merupakan sub-ordinat dan dependent terhadap pemerintah pusat.14

Pemerintah daerah merupakan sub sistem dari pemerintah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Oleh karena itu, segala tujuan dan cita-cita yang diamanatkan

oleh pembukaan UUD 1945 adalah juga merupakan cita-cita dan tujuan

pemerintah daerah yang harus dicapai. Dengan dilaksanakannya asas

desentralisasi, pemerintah daerah menjadi pemegang kendali bagi pelaksanaan

pemerintah di daerah.

Pemerintah dalam penyelenggaraan ada beberapa prinsip daerah yang

menjadi pegangan oleh aparat pemerintahan dalam menggerakkan administrasi

pemerintahan atau manajemen pemerintahan. Prinsip-prinsip dasar tersebut

disebut dengan asas-asas pemerintahan. Sentralisasi, dekonsentrasi, dan

desentralisasi adalah konsep-konsep yang berhubungan dengan pengambilan

keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi Negara.15 Asas-asas

kedaerahan adalah prinsip-prinsip dasar dalam pendelegasian wewenang dan

14 Ibid., hal. 2815 Ibid., hal. 3.

Page 15: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

15

pelaksanaan tugas sesuai dengan sumber wewenang tersebut. Asas tersebut ada

tiga jenis, yaitu :

1. Desentralisasi.

2. Dekonsentrasi.

3. Medebewind.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada

daerah dalam kerangka sistem kenegaraan. Dalam Negara kesatuan seperti,

penyerahan wewenang dari pemerintah diserahkan kepada daerah otonom. Daerah

otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah

tertentu serta berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan

Negara kesatuan (Pasal 1 angka 6 dan 7 UU No.32 Tahun 2004).

Adanya pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi.

Desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum

yang berarti pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian,

desentralisasi bersarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak

putus sama sekali dengan pusat tapi hanya menjauh dari pusat.

Organisasi yang besar dan kompleks seperti Negara Indonesia tidak akan

efisien jika semua kewenangan politik dan administrasi diletakkan pada puncak

hirearki organisasi / pemerintah pusat, karena pemerintah pusat akan menanggung

beban yang berat. Juga tidak cukup hanya dilimpahkan secara dekonsentrasi

kepada pejabatnya yang berada di wilayah Negara. Agar kewenangan tersebut

dapat diimplementasikan secara efisien dan akuntabel, maka sebagian

Page 16: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

16

kewenangan poltik dan administrasi pada organisasi yang lebih rendah disebut

desentralisasi.

Karena jenjang hierarki yang lebih rendah (pemerintah daerah) tersebut

diserahi wewenang penuh, baik politik maupun administrasi, maka pada jenjang

organisasi yang diberi penyerahan wewenang tersebut timbul otonomi. Otononi

artinya kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah yang bersangkutan untuk

mengatur dsan mengurus kepentingannya yang bersifat lokal, bukan yang bersifat

nasional. Karena itu , desentralisasi menimbulkan otonomi daerah, yaitu

kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus kepentingannya yang bersifat lokal. Jadi, otonomi daerah adalah

konsekuensi logis penerapan asas desentralisasi pada pemerintahan daerah.

Henry Maddick menjelaskan, desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan

secara hukum untuk menangani bidang-bidang / fungsi-fungsi tertentu kepada

daerah otonom.16 Rodinelli seperti dikutip oleh Hanif Nurcholis mengatakan

bahwa :

Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan, pembuatan keputusan,

dan kewenanan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasi

wilayah, satuan administrasi daerah, organisasi semi otonom, pemrintah

daerah, atau organisasi non pemerintah / lembaga swadaya masyarakat. 17

Menurut smith, desentalisasi mempunyai cirri-cirri sebagai berikut :

1. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahantertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.

2. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang

16 Ibid., hal.1017 Ibid., hal. 11

Page 17: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

17

tersisa (residual function).3. Penerima wewenang adalah daerah otonom4. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan

melaksanakan kebijakan,wewenang mengatur dan mengurus (regelingen bestuur) kepentingan yang bersifat lokal.

5. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan normahukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak.

6. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan normahukum yang bersifat individual dan konkrit (beschikking, acteadministratif,verwaltungsakt)

7. Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirearki organisasipemerintah pusat.

8. Menunjukkan pola hubungan antar organisasi.9. Menciptakan political veriety dan diversity of structur dalam sistem

politik.18

Bhenyamin Hoessein menjelaskan dalam pidato pengukuhan Doktornya,

dalam rangka desentralisasi, daerah otonom berada di luar hirearki organisasi

pemerintah pusat. Sedangkan dalam rangka dekonsentrasi, wilayah administratif

(filed administration) berada dalam hirearki organisasi pemerintah pusat.19

Desentralisasi menunujukkan model hubungan kekuasaan antar oganisasi,

sedangkan dekonsentrasi menunjukkan model hubungan kekuasaan intra

oganisasi.

J. Riwu Kaho, mengatakan Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan

yang didesentralisasikan.20 Alasan diterapkannya asas desentralisasi adalah

pelaksanaan asas desentralisasi akan membawa efektifitas dalam pemeintahan,

sebab wilayah Negara itu pada umumnya terdiri pada pelbagai satuan daerah yang

masing-masing memilikki sifat khusus tersendiri yang disebabkan oleh faktor-

faktor geografis (keadaan tanah, iklim, flora, fauna, adat-istiadat, kehidupan

18 Ibid., hal.1519 Ibid.20 J. Riwu Kaho, “Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia”. Rajawali Pers,

Jakarta, 1997, hal. 5.

Page 18: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

18

ekonomi, bahasa, tingkat pendidikan / pengajaran, dan sebagainya).21

Pemerintahan dapat efektif kalau sesuai dan cocok dengan keadaan riil dalam

Negara.22 Sehubungan dengan alasan penerapan asas desentralisasi tersebut,

beberapa pakar memberikan pendapatnya, seperti The Liang Gie yang dikutip

oleh Hanif Nurcholis, yang menjelaskan dianutnya desentralisasi adalah :

1. Desentralisasi dapat mencegah penumpukan kekuasaan padapemerintah pusat yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

2. Desentralisasi dapat dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, yaituuntuk ikut menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatihdiri dalam pemerintahan dalam menggunakan hak-hak demokrasi.

3. Dilihat dari sudut teknik organisatoris, desentalisasi mampumenciptakan pemerintahan yang efisien. Hal-hal yang lebih utamauntuk diurus oleh pemerintah setempatnya pengurusannya diserahkankepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat ditangani pusat tetap diurusoleh pemerintah pusat.

4. Dilihat dari sudut cultural, desentralisasi perlu diadakan supayaperhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan pada kekhususan daerah,seperti keadaan geografi, penduduk, kegiatan ekonomi, watakkebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.

5. Dilihat dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasidiperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secaralangsung membantu pembangunan tersebut.23

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada

daerah sebagai wakil pemerintah dan / atau perangkat pusat di daerah. Dalam

Negara kesatuan seperti Indonesia, pelimpahan wewenang tersebut adalah dari

pemerintah pusat kepada Gubernur sebagi wakil pemerintah dan / atau perangkat

pusat di daerah disebut juga dengan instansi vertical, yaitu perangkat departemen

dan / atau lembaga pemerintah non departemen di daerah (Pasal 1 angka 8 UU

No.32 Tahun 2004). Dekonsentrasi sebenarnya sentralisasi juga tapi lebih halus

dari pada sentralisasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi

21 Ibid, hal. 10.22 Ibid., hal. 1123 Hanif Nurcholis, Op.cit, hal.43

Page 19: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

19

dari pemeintah pusat kepada pejabatnya yang berada pada wilayah Negara di luar

kantor pusatnya. Dalam konteks ini yang dilimpahkan adalah wewenang

administrasi bukan wewenang politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat.

Pejabat pemerintah pusat yang berada di wilayah Negara adalah pejabat

yang diangkat oleh pemerintah pusat, dan ditempatkan pada wilayah-wilayah

tertentu sebagai wilayah kerjanya. Rondinelli menjelaskan bahwa dekonsentrasi

adalah penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab administrasi

kepada cabang departemen atau badan pemerintah yang lebih rendah.24 Harold F.

Aldefer menjelaskan, pelimpahan wewenang dalam bentuk dekonsentrasi semata-

mata menyusun unit administrasi baik tunggal ataupun dalam hiearki, baik itu

terpisah ataupun tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya

mereka kerjakan atau bagaimana mengerjakannya.25 Dalam dekonsentrasi tidak

ada kebijakan yang dibuat ditingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental

yang diambil. Badan-badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya

sementara pejabat lokal merupakan bawahan sepenuh-penuhnya dan mereka

hanya menjalankan perintah. Menurut Smith dekonsentrasi mempunyai cirri-cirri

sebagai berikut :

1. Pelimpahan wewenang untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentuyang dirinci dari pemrintah pusat kepada pejabat pemerintah pusatyang ada di daerah.

2. Penerima wewenang adalah pejabat pemerintah pusat yang ada didaerah.

3. Tidak mencakup kewenangan untuk menetapkan kebijakan danwewenang untuk mengatur.

4. Tidak menciptakan otonomi daerah dan daerah otonom tapimenciptakan wilayah administrasi.

24 Ibid, hal.1925 Ibid.

Page 20: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

20

5. Keberadaan field administration berada dalam hiearki organisasipemerintah pusat.

6. Menunjukkan pola hubungan kekuasaan intra organisasi.7. Menciptakan keseragaman dalam struktur politik.26

Pelimpahan dalam dekonsentrasi hanya kebijakan administrasi

(impelementasi kebijakan politik) sedangkan kebijakan politiknya tetap berada

pada pemerintah pusat. Oleh karena itu, pejabat yang diserahi pelimpahan

wewenang tersebut adalah pejabat yang mewakili pemerintah pusat, bukan dipilih

oleh rakyat yang dilayani. Karena itu, pejabat tersebut bertanggung jawab kepada

pejabat yang mengangkatnya yaitu pejabat pusat, bukan kepada rakyat yang

dilayani.

Medebewind (pembantuan) adalah penugaan pemerintah pusat kepada

daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang

disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumer daya manusia dengan

kewajiban melaporkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan (Pasal 1 angka 9

UU No.32 Tahun 2004).

Menurut Bagir Manan tugas pembantuan diberikan oleh pemerintah pusat

atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya

berdasarkan undang-undang.27 Kusumah Atmadja mengartikan medebewind

sebagai pemberian kemungkinan dari pemrintah pusat / pemerintah daerah yang

lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah / pemerintahan yang

tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga

pemerintah / daerah yang tingkatannya lebih atas.28 Dalam menjalankan

26 Ibid, hal. 20.27Ibid, hal. 2128 Ibid, hal. 22.

Page 21: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

21

medebewind tersebut urusan pusat / daerah yang lebih atas, tidak beralih menjadi

urusan daerah yang dimintai bantuan. Hanya saja cara daerah otonom

menyelenggarakan bantuan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada daerah itu

sendiri. Daerah otonom ini tidak berada di bawah perintah, juga tidak dapat

dimintai pertanggungjawaban oleh pemerintah pusat / daerah yang lebih tinggi

yang memberi tugas. Karena hakekatnya urusan yang diperbantukan pada daerah

otonom tersebut adalah urusan pusat maka dalam sistem medebewind

anggarannya berasal dari APBN. Anggaran pusat ini lalu ditransfer langsung ke

kas daerah. Anggaran ini masuk ke rekening khusus yang pertanggunjawabannya

terpisah dari APBD.

Bagir Manan juga mengatakan :

Pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakanperaturan perundang - undangan lebih tinggi (de uitvoering van hogereregelingen). Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangantermasuk yang diperintahkan atau diminta dalamr rangka tugaspembantuan.29

29 Ibid.,

Page 22: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

22

B. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah, dan DPRD.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas

desentralisasi, tugas pembantuan, serta dekonsentrasi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, pemerintah daerah dalam

menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas

pembantuan.

Pemerintah daerah dalam penyelenggaraannya berpedoman pada asas

Umum penyelenggaraan Negara, yang di dalam Hukum Administrasi Negara

dikenal dengan “Asas-asas umum pemerintah yang layak”. Di negeri Belanda,

asas-asas umum pemerintahan yang layak ini sudah diterima sebagai norma

hukum tidak tertulis, yang harus ditaati oleh penyelenggara pemerintahan,

terutama Pejabat Tata Usaha Negara, dalam membuat keputusan Tata Usaha

Negara.30 Sebelumnya dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,

asas-asas ini sudah mulai diterima, walaupun secara formal belum diakui sebagai

sesuatu norma hukum tidak tertulis yang harus ditaati oleh penyelenggara

pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Secara yuridis formal, hal

semacam ini baru diakui di Negara kita, dengan diundangkannya UU No. 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme (KKN), ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas.

Kemudian dalam Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa asas-asas

tersebut dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

30 Ibid.

Page 23: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

23

Asas dimaksud disebut dengan “Asas Umum Penyelenggara Negara”, yang dirinci

antara lain:

1. Asas kepastian hukum;2. Asas tertib penyelenggaraan Negara;3. Asas kepentingan umum;4. Asas keterbukaan;5. Asas proporsionalitas;6. Asas profesionalitas;7. Asas akuntabilitas;8. Asas efisiensi;9. Asas efektivitas. Hal ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan “good

governance” (tata pemerintahan yang baik).31

Menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam

penyelenggaraan otonomi, daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu.

Hak-hak daerah tersebut antara lain :

1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya;2. Memilih pemimpin daerah;3. Mengelola aparatur daerah;4. Mengelola kekayaan daerah;5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya lainnya yang berada di daerah;7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang lain yang sah; dan8. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan.32

Di samping hak-hak tersebut di atas, daerah juga dibebani beberapa

kewajiban, yaitu:

1. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan

nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

31 Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah SecaraLangsung, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 26

32 Ibid., hal. 27

Page 24: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

24

4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;

5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;

8. Mengembangkan sistem jaminan sosial;

9. Menyusunan perancanaan dan tata ruang daerah;

10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

11. Melestarikan lingkungan hidup;

12. Mengelola administrasi kependudukan;

13. Melestarikan nilai sosial budaya;

14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai

dengan kewenangannya; dan

15. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja

pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja dan

pembiyaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.

Sesuai dengan asas-asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan

daerah dilakukan secara efisien , efektif, transparan, bertanggung jawab, tertib,

adil, patuh dan taat pada peraturan perundang-undangan.33

33 Ibid., hal. 30

Page 25: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

25

C. Struktur Pemerintahan Darah

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

mengamanatkan bahwa, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan Kota,

yang masing-masing sebagai daerah otonom. Sebagai daerah otonom, daerah

provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki pemerintahan daerah yang melaksanakan

fungsi-fungsi pemerintahan daerah, yakni Pemerintah Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah

Daerah baik di daerah provinsi maupun Kabupaten/Kota, yang merupakan

eksekutif di daerah, sedangkan DPRD baik di daerah provinsi maupun daerah

Kabupaten/Kota merupakan lembaga legislatif daerah. Berdasarkan pembagan

yang didasarkan atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, maka pembagian struktur pemerintahan daerah dibagi atas Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

1. Pemerintah Provinsi

Indonesia merupakan negara yang luas. Oleh karena itu, dibagi ke

dalam beberapa provinsi. Semenjak reformasi, seluruh provinsi di Indonesia

memiliki hak otonomi. Hak itu disebut juga otonomi daerah. Otonomi

daerah adalah kewenangan daerah mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat. Kewenangan tersebut berdasarkan aspirasi masyarakat.

Pelaksanaannya disesuaikan dengan Undang Undang. Jumlah provinsi di

Indonesia sekarang sekitar 33 provinsi. Sebelumnya, hanya ada sekitar 27

provinsi. Jumlah ini karena pemekaran provinsi di wilayah Negara Kesatuan

Page 26: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

26

Republik Indonesia. Dalam pemerintahan provinsi terdapat dua lembaga

pemerintahan, yaitu kepala daerah (Gubernur) dan Dewan Perwakilan

Rakyat (DPRD).

a. Gubernur

Pemerintah daerah di wilayah provinsi dipimpin oleh seorang

Gubernur dan Wakil Gubernur. Mereka dipilih dalam satu pasangan

secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Pemilihan

kepala daerah (Pilkada) dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil. Gubernur bertanggung jawab kepada presiden,

melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Dalam menjalankan tugas

dan kewenangan sebagai kepala daerah, Gubernur bertanggung jawab

langsung kepada DPRD Provinsi. Gubernur memiliki tugas dan

wewenang sebagai berikut.

1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraanpemerintahan daerah di tingkat kabupaten/ Kota.

2) Penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsidan kabupaten/Kota.

3) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugaspembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/Kota.

b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Dewan Perwakilan Daerah merupakan lembaga perwakilan

rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Anggota DPRD merupakan perwakilan dari

berbagai partai politik yang dipilih melalui pemilihan umum. Anggota

DPRD provinsi sekurang-kurangnya berjumlah 35 orang dan paling

banyak berjumlah 100 orang. DPRD memiliki fungsi, di antaranya:

Page 27: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

27

1) Legislasi (menyusun peraturan daerah);

2) Anggaran;

3) Pengawasan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi,

antara lain sebagai berikut:

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

c. Pengendalian lingkungan hidup;

d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. Penanganan bidang kesehatan.

Susunan struktur pemerintahan Provinsi adalah sebagai berikut :

2. Pemerintah Kabupaten/ Kota

Kabupaten/Kota merupakan gabungan dari beberapa Kecamatan yang

ada di sekitarnya. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dipimpin oleh seorang

Page 28: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

28

Bupati. Pemerintah Kota (Pemkot) dipimpin oleh seorang Walikota.

Kabupaten/Kota merupakan daerah bagian langsung dari provinsi.

Kabupaten/ Kota dipimpin oleh Bupati/Walikota yang dibantu oleh seorang

Wakil Bupati/Wakil Walikota dan perangkat daerah lainnya. Dalam

menyelenggarakan pemerintahan, setiap kabupaten/Kota dibekali dengan

hak dan kewajiban tertentu. Kewenangan daerah tersebut antara lain:

a. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya.

b. Memilih pemimpin daerah.

c. Mengelola pegawai daerah.

d. Mendapatkan sumber - sumber pendapatan lain yang sah.

e. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan

perundang - undangan.

Pada dasarnya selain memiliki hak terdapat pula kewajiban yang harus

dijalankan. Di samping hak - hak tersebut, daerah juga dibebani beberapa

kewajiban yang harus dilakukan, antara lain sebagai berikut.:

a. Menyediakan sarana sosial dan sarana umum yang layak.

b. Mengembangkan sistem jaminan sosial.

c. Menyusun perencanaan dan tata ruang pada daerah yang

bersangkutan.

d. Melestarikan lingkungan hidup.

e. Membentuk dan menerapkan berbagai peraturan perundang -

undangan yang sesuai dengan kewenangannya.

Page 29: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

29

Hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja

pemerintahan daerah. Rencana kerja tersebut dijabarkan dalam bentuk

pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah (RAPBD). Kemudian dikelola

dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pemerintahan kabupaten/Kota

memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah.

a. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah dan wakil kepala

daerah. Kepala daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah.

Kepala daerah provinsi disebut Gubernur, dan wakilnya disebut Wakil

Gubernur. Sementara itu, kepala daerah kabupaten/Kota disebut

Bupati/Walikota dan wakilnya disebut Wakil Bupati/Wakil Walikota.

Dalam menjalankan tugasnya, wakil kepala daerah bertanggung jawab

kepada kepala daerah. Wakil kepala daerah dapat menggantikan

kepala daerah apabila kepala daerah tidak dapat menjalankan tugasnya

selama enam bulan berturut - turut.

b. Perangkat Daerah

Pemerintahan daerah memiliki perangkat daerah. Adapun

perangkat daerah kabupaten/ Kota adalah sebagai berikut.

1) Sekretariat Daerah

Sekretariat daerah dipimpin oleh sekretaris daerah.

Sekretaris mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala

daerah dalam menyusun kebijakan dan mengoordinasikan dinas

daerah dan lembaga teknis daerah. Dalam melaksanakan tugas

Page 30: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

30

dan kewajibannya, sekretaris daerah bertanggung jawab kepada

kepala daerah.

2) Sekretariat DPRD

Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang sekretaris

DPRD. Sekretaris DPRD diangkat dan diberhentikan oleh

Gubernur untuk provinsi dan Bupati/ wali Kota untuk

kabupaten/Kota. Tugas sekretaris DPRD adalah sebagai berikut.

a) Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan

DPRD.

b) Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD.

c) Menyediakan dan mengoordinasikan tenaga ahli

yang diperlukan oleh DPRD dalam melak sanakan

fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan

daerah.

d) Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD.

3) Dinas Daerah

Dinas daerah merupakan unsur pelaksana pemerintahan

daerah. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat

dan diberhentikan kepala daerah, yang memenuhi syarat atas

usul sekretaris daerah. Kepala dinas dalam melaksanakan

tugasnya bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui

sekretaris daerah. Misalnya, dinas pekerjaan umum yang

bertugas mengurus dan membangun jalan raya atau jembatan.

Page 31: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

31

4) Lembaga Teknis Daerah

Lembaga ini merupakan unsur pendukung tugas kepala

daerah. Tugasnya berperan dalam penyusunan dan pelaksanaan

kebijakan daerah yang bersifat khusus. Lembaga teknis daerah

berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.

Lembaga - lembaga tersebut dipimpin kepala badan, kepala

kantor, dan direktur rumah sakit umum. Mereka diangkat oleh

kepala daerah yang memenuhi syarat atas usul sekretaris daerah.

5) Kecamatan

Kecamatan merupakan bagian dari kabupaten/ Kota.

Kecamatan terdiri atas beberapa kelurahan. Kecamatan dipimpin

oleh seorang camat. Camat bertanggung jawab kepada

Bupati/Walikota.

6) Kelurahan

Kelurahan adalah daerah pemerintahan yang dibentuk di

wilayah Kecamatan yang ada di perKotaan dengan peraturan

daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah. Kelurahan

dipimpin oleh seorang lurah yang memiliki tugas sebagai

berikut:

a) Melaksanakan kegiatan pemerintahan di tingkat

kelurahan.

b) Memberdayakan masyarakat.

c) Memberi pelayanan kepada masyarakat.

Page 32: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

32

d) Menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban

umum.

e) Menegakkan peraturan daerah.

7) Satuan Polisi Pamong Praja

Satuan polisi pamong praja merupakan perangkat

pemerintahan daerah dalam me melihara ketenteraman dan

ketertiban umum serta penegak peraturan daerah. Polisi Pamong

Praja dibentuk agar penyelenggaraan pemerintah di daerah

berjalan dengan baik.

Struktur organisasi Pemerintah Kabupaten/ Kota adalah sebagai

berikut :

Page 33: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode penelitian yang dipakai adalah penelitian yuridis normatif yaitu

penelitian yang menggunakan legis positivis, yang menyatakan bahwa hukum

identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga

atau pejabat yang berwenang. Selain itu konsepsi ini memandang hukum sebagai

suatu sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan

masyarakat.34 Metode penelitian tersebut digunakan karena untuk mengetahui

syarat dan mekanisme pemekaran Kecamatan berdasarkan Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan untuk mengetahui

implikasi pemekaran Kecamatan terhadap administrasi dan status pemerintahan

daerah menurut Undang-undang yang berlaku.

B. Spesifikasi Penelitian

Dalam usaha memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun penulisan

hukum, maka akan dipergunakan spesifikasi penelitian deskriptif. Spesifikasi

penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan

keadaan obyek yang akan diteliti.35 Dalam hal ini penulis menggambarkan syarat

dan mekanisme pemekaran Kecamatan berdasarkan Undang-undang Nomor 32

34 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,2005, hal.37.

35Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2006, hal. 35.

Page 34: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

34

Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan untuk mengetahui implikasi

pemekaran Kecamatan terhadap administrasi dan status pemerintahan daerah

menurut Undang-undang yang berlaku.

C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

1. Jenis Bahan Hukum

Data yang diperlukan untuk dipakai dalam penelitian ini adalah data

sekunder. Bahan Hukum di bidang hukum dipandang dari sudut mengikat

dapat dibedakan :

1) Bahan Hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya memiliki suatu otoritas, mutlak dan mengikat

Bahan hukum primer terdiri dari peraturan dasar, peraturan

perundang-undangan, catatan resmi, lembar negara penjelasan,

risalah, putusan hakim dan yurisprudensi.36 Penelitian ini

menggunakan bahan hokum primer antara lain Undang-undang

Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Undang-undang Nomor 5

Tahun 1974, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999,Undang-

undang otonomi daerah tahun 1999, Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004, PP RI Nomor 129 Tahun 2000 dan PP Nomor 8

Tahun 2003.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil karya

dari kalangan hukum dalam bentuk buku-buku atau artikel.

36Ibid, hal. 113.

Page 35: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

35

Bahan hukum sekunder digunakan dengan pertimbangan bahwa

data primer tidak dapat menjelaskan realitas secara lengkap

sehingga diperlukan bahan hukum primer dan sekunder sebagai

data sekunder untuk melengkapi deskripsi suatu realitas.

D. Metode Pengambilan Bahan Hukum

Bahan Hukum diperoleh dengan melakukan inventarisasi peraturan

perundang-undangan, dokumen resmi, dan literatur yang kemudian dicatat

berdasarkan relevansinya dengan pokok permasalahan untuk kemudian dikaji

sebagai suatu kajian yang utuh.

E. Metode Penyajian Bahan Hukum

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk teks naratif yang disusun secara

sistematis. Sistematis disini maksudnya adalah keseluruhan Bahan Hukum

primer yang diperoleh akan dihubungkan Bahan Hukum yang didapat serta

dihubungkan satu dengan yang lainnya dengan pokok permasalahan yang

diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.

F. Analisis Bahan Hukum

Data dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan menjabarkan dan

menginterpretasikan data yang berlandaskan pada teori-teori ilmu hukum

(Theoritical Interpretation) yang ada.37 Berdasarkan hasil pembahasan diambil

kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

37 Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, Jakarta,1983, hal.93.

Page 36: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis maka didapatkan

hasil penelitian sebagai berikut :

1. Definisi Operasional berdasarkan Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004 diatur sebagai berikut ini.

a. Pembentukan Kecamatan adalah pemberian status pada wilayah

tertentu sebagai Kecamatan di Kabupaten/Kota.

b. Penghapusan Kecamatan adalah pencabutan status sebagai

Kecamatan di wilayah Kabupaten/Kota.

c. Penggabungan Kecamatan adalah penyatuan Kecamatan yang

dihapus kepada Kecamatan lain.

d. Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator

penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja Kecamatan

yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan

kewenangan pemerintahan dari Bupari/Walikota untuk

menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan

menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.

Page 37: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

37

2. Pembentukan Kecamatan

Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah,berdasarakan pasal tersebut Kecamatan dibentuk di

wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 dalam hal ini dapat dijelaskan :

a. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang

Kecamatan menyatakan bahwa, Pembentukan Kecamatan dapat

berupa :

a. pemekaran satu Kecamatan menjadi dua Kecamatan atau

lebih;

b. dan/atau penyatuan wilayah desa dan/atau kelurahan dari

beberapa Kecamatan.

b. Pasal 3 menyatakan bahwa, pembentukan Kecamatan harus

memenuhi syarat :

1) administratif

2) teknis, dan

3) fisik kewilayahan.

3. Syarat Administratif Pembentukan Kecamatan

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008

Tentang Kecamatan, menyatakan bahwa, syarat administratif pembentukan

Kecamatan meliputi:

a. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima)

tahun;

Page 38: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

38

b. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau

kelurahan yang akan dibentuk menjadi Kecamatan minimal 5

(lima) tahun;

c. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain

untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain

untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamata baik yang menjadi

calon cakupan wilayah Kecamatan baru maupun Kecamatan

induk tentang persetujuan pembentukan Kecamatan;

d. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan

Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan di seluruh

wilayah Kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah

Kecamatan baru maupun Kecamatan induk tentang persetujuan

pembentukan Kecamatan;

e. Rekomendasi Gubernur.

4. Syarat Fisik Kewilayahan

Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang

Kecamatan menyatakan bahwa, syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan

wilayah, lokasi calon ibuKota, sarana dan prasarana pemerintahan. Cakupan

wilayah sebuah Kecamatan untuk daerah Kabupaten paling sedikit terdiri

atas 10 (sepuluh) desa/kelurahan dan untuk daerah Kota paling sedikit

terdiri atas 5 (lima) desa/kelurahan. (Pasal 6 ayat 1). Lokasi calon ibuKota

memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi

Page 39: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

39

dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial

budaya. (Pasal 6 ayat 2). Sarana dan prasarana pemerintahan meliputi

bangunan dan lahan untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

5. Persyaratan Teknis Pembentukan Kecamatan

a. Persyaratan teknis meliputi :

1) Jumlah penduduk;

2) Luas wilayah;

3) Rentang kendali penyelenggaraan pelayanan

pemerintahan;

4) Aktivitas perekonomian;

5) Ketersediaan sarana dan prasarana. (Pasal 7 ayat 1

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang

Kecamatan).

b. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai

berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pemerintah Kabupaten

/Kota sesuai indikator sebagaimana tercantum dalam lampiran

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PP ini. (Pasal 7

ayat 2).

c. Pemerintah Kabupaten/Kota dapat membentuk Kecamatan di

wilayah yang mencakup satu atau lebih pulau, yang

persyaratannya dikecualikan dari persyaratan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 dengan pertimbangan untuk efektivitas

pelayanan dan pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau

terpencil dan/atau terluar. (Pasal 8 ayat 1).

Page 40: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

40

d. Pembentukan Kecamatan harus terlebih dahulu mendapat

persetujuan dari Gubernur sebagai wakil Pemerintah. (Pasal 8

ayat 2).

e. Pemerintah dapat menugaskan kepada pemerintah Kabupaten/

Kota tertentu melalui Gubernur selaku wakil Pemerintah untuk

membentuk Kecamatan dengan mengecualikan persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (Pasal 9 ayat 1).

f. Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9

ayat (1), atas pertimbangan kepentingan nasional dan

penyelenggaraan tugas umum pemerintahan. (Pasal 9 ayat 2).

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pembentukan

Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) paling

sedikit memuat :

a. Nama Kecamatan;

b. Nama ibuKota Kecamatan;

c. Batas wilayah Kecamatan, dan

d. Nama desa dan/atau kelurahan. (Pasal 10 ayat 1).

h. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri

peta Kecamatan dengan batas wilayahnya sesuai kaidah teknis

dan memuat titik koordinat. (Pasal 10 ayat 2).

i. Perubahan nama dan/atau pemindahan ibuKota Kecamatan

ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal

11).

Page 41: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

41

j. Pasal 2 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000

Tentang Pedoman Pembentukan Kecamatan menyatakan bahwa,

Pembentukan Kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah

dan memperhatikan kemampuan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Tata cara penilaian Pembentukan Kecamatan ditetapkan oleh

Bupati/Walikota.

k. Pasal 3 menyatakan bahwa, Pembentukan Kecamatan

sebagaimana dimaksud Pasal 2 harus memenuhi kriteria-kriteria

:

a. Jumlah penduduk;

b. Luas wilayah;

c. Jumlah Desa/Kelurahan.

l. Pasal 4 menyatakan bahwa, jumlah penduduk sebagaimana

dimaksud Pasal 3 huruf a terdiri dari :

a. Wilayah Jawa dan Bali minimal 10.000 jiwa;

b. wilayah Sumatera dan Sulawesi minimal 7.500 jiwa;

c. wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya minimal 5.000

jiwa.

m. Pasal 5 menyatakan bahwa, luas Wilayah Kecamatan

sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf b terdiri dari:

a. Wilayah Jawa Bali minimal 7,5 Km2;

b. Wilayah Sumatera dan Sulawesi minimal 10 Km2 ;

Page 42: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

42

c. Wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya minimal 12,5

Km2 ;

n. Pasal 6 menyatakan bahwa, jumlah Desa/Kelurahan

sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf c Wilayah Jawa, Bali,

Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tenggara Timar, Maluku dan Irian Jaya minimal 4

Desa/Kelurahan.

6. Syarat-syarat dan Indikator Pembentukan suatu Daerah Baru

Pembentukan suatu daerah baru tidak terlepas dari persyaratan dan

indikator yang harus dicapai, maka dari itu syarat dan indikator dalam Bab

III PP RI No 129 Tahun 2000 terdiri dari:

a. Kemampuan ekonomi hal ini merupakan cerminan hasil

kegiatan usaha perekonomian yang berlangsung di suatu daerah

Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan.

b. Potensi daerah merupakan cerminan tersedianya sumberdaya

yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap

penerimaan daerah dan kesejahteraan msyarakat yang diukur

dari:

1) Sarana ekonomi

2) Sarana pendidikan

3) Sarana kesehatan

4) Sarana transportasi

Page 43: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

43

5) Sarana pariwisata

c. Sosial budaya merupakan cerminan yang berkaitan dengan

struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial

budaya masyarakat yang dapat diukur dari tempat peribadatan

dan sarana olah raga.

d. Jumlah penduduk yaitu jumlah tertentu penduduk dalam suatu

daerah

e. Luas daerah yaitu nilai luas keseluruhan suatu daerah tertentu.

f. Pertimbangan lain bagi terselenggaranya otonomi daerah dengan

berpatok pada: kemanan/ketertiban, ketersediaan sarana

prasarana, rentang kendali dan lain-lain.

7. Penghapusan Dan Penggabungan Kecamatan

a. Kecamatan dihapus apabila :

1) jumlah penduduk berkurang 50% (lima puluh perseratus)

2) atau lebih dari penduduk yang ada, dan/atau

3) cakupan wilayah berkurang 50% (lima puluh perseratus)

4) atau lebih dari jumlah desa/kelurahan yang ada. (Pasal 12

ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008

Tentang Kecamatan).

b. Kajian penghapusan dan/atau penggabungan Kecamatan

dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan melibatkan

Page 44: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

44

perguruan tinggi terdekat yang ada di Kabupaten/Kota atau

provinsi yang bersangkutan.

c. Penghapusan dan penggabungan Kecamatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 ditetapkan dengan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota. (Pasal 13).

8. Pemekaran Kecamatan di Indonesia

No NAMA

PROVINSI

Nama dan Jumlah Keterangan/ dasar

hukumKab Kota Kec Kel Ds

1 Aceh Aceh

Selatan

Kota

Bahagia

10 Pemekaran Kec Perda

No. 3/2010

Trumon

Tengah

10 Pemekaran Kec Perda

No. 3/2010

Aceh Besar Blang

Bintang

26 Pemekaran Kec

Qanun No. 3/2006

Pidie Trieng

Gadeng

Menjadi wil. Kab.

Pidie Jaya, UU No. 7

/ 2007

Keumala

Ulin

Perubahan nama Kec.

Titeue Keumala,

Perda No. 9/2007

Aceh Jaya Indra Jaya 14 Pemekaran Kec.

Perda No. 3/2011

Darul

Hikmah

19 Pemekaran Kec.

Perda No. 3/2011

Pasie Raya 14 Pemekaran Kec.

Perda No. 3/2011

Nagan Raya Tripa

Makmur

11 Pemekaran Kec Perda

No. 3/2011

Bener

Meriah

Bener

Kelipah

12 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2007

Mesidah 15 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2007

Gajah 10 Pemekaran Kec.

Page 45: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

45

Putih Perda No. 5/2007

2 Sumatera

Utara

Tapanuli

Tengah

Sorkam 14 Perubahan nama Kec.

Sibolga, Perda No.

8/2003.

Pandan 1 Perubahan nama Kec.

Lumut, Perda No.

8/2003.

Tapanuli

Selatan

Angkola

Barat

11 Perubahan nama Kec.

Padang Sidempuan

Barat, Perda No.

13/2007

Angkola

Timur

19 Perubahan nama Kec.

Padang Sidempuan

Barat, Perda No.

13/2007

Angkola

Selatan

13 Perubahan nama Kec.

Siais, Perda No.

13/2007

3 Riau Kota Dumai Dumai

Kota

5 Pembentukan Kec.

Perda No. 8/2009

Dumai

Selatan

5 Pembentukan Kec.

Perda No. 8/2009

4 Jambi Sarolangun Palawan 11 Perubahan nama Kec.

Pelalawan Singkut,

Perda No. 5/2007

Tanjung

Jabung

Timur

Muara

Sabak

Timur

10 2 Perubahan nama Kec.

Muara Sabak, Perda

No.12/2004

Bungo Pasar

Muara

Bungo

1 Perubahan nama Kec.

Muaro Bungo, Perda

No. 9/2005

5 Sumatera

Selatan

Ogan

Komering

Ilir

Sungai

Menang

14 Perubahan nama Kec.

Pematang Panggang,

Perda No. 5/2005

Lahat Tanjung

Sakti Pumu

14 Perubahan nama Kec.

Tanjung Sakti, Perda

No. 10/2006

Musi Rawas STL Ulu

Terawas

1 12 Perubahan nama Kec.

BKL. Ulu Terawas,

Perda No. 20/2006

Page 46: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

46

Musi Banyu

Asin

Tungkal

Jaya

16 Pemekaran Kec

Bayung Lencir Perda

No 12/2010

Lawang

Wetan

15 Pemekaran Kec

Bayung Lencir Perda

No 12/2010

Babat

Supat

15 Pemekaran Kec

Sungai Lilin Perda

No 12/2010

Banyu Asin Suak

Tapeh

11 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2011

Sembawa 11 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2011

KOTA

LUBUK

LINGGAU

Lubuk

Linggau

Timur I

8 Perubahan nama Kec.

Lubuk Linggau

Timur, Perda

No.18/2004, Perda

No.7/2005

Lubuk

Linggau

Barat I

11 Perubahan nama Kec.

Lubuk Linggau Barat,

Perda No.18/2004,

Perda

No.7/2005

Lubuk

Linggau

Selatan I

7 Perubahan nama Kec.

Lubuk Linggau

selatan, Perda

No.18/2004, Perda

No.7/2005

Lubuk

Linggau

Utara I

10 Perubahan nama Kec.

Lubuk Linggau

Utara, Perda

No.18/2004, Perda

No.7/2005

6 Bengkulu Mukomuko Kota

Mukomuko

3 6 Perub. nama Kec.

Mukomuko Utara,

Perda No. 15/2008

Kota

Bengkulu

Singaran

Pati

6 Pemekaran Kec.

Perda No. 3/2011

7 Bangka

Blitung

Belitung

Timur

Damar 5 pemekaran sebagian

Kec. Manggar &

Page 47: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

47

Kelapa Kampit Perda

No. 3/2010

Simpang

Renggiang

4 Pemekaran sebagian

Kec. Gantung Perda

No. 3/2010

Simpang

Pesak

4 Pemekaran sebagian

Kec. Manggar &

Kelapa Kampit Perda

No. 3/2010

8 Jawa Barat Ciamis Sukamantri 5 Perubahan Nama

Kec. Panjalu Utara,

Perda No. 24/2004

Cirebon Talun 11 Perubahan nama Kec.

Cirebon Selatan,

Perda No.17/2006

Kedawung 8 Perubahan nama Kec.

Cirebon, Perda No.

8/2004

Gunung

Jati

13 Perubahan nama Kec.

Cirebon Utara, Perda

No. 17/2006

Bandung Kota

Bandung

Antapani 4 Perubahan nama Kec.

Cicadas, Perda No.

6/2006

Buahbatu 4 Perubahan nama Kec.

Margacinta, Perda

No. 6/2006

9 Nusa

Tenggara

Timur

Flores

Timur

Solor

Selatan

7 Pemekaran

Kecamatan Perda No.

8/2009

Sikka Palue

Timur

5 Perubahan nama Kec.

Maumere, Perda No.

3/2007

Ende Lepembusu

Kalisoke

10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Ngada Soa Ngada

Bawa

Menjadi wil. Kec.

Bajawa, Perda No

2/2004

Manggarai

Barat

Ndoso 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2011

Page 48: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

48

Lembor

Selatan

10 Pemekaran Kec.

Perda No. 6/2011

Mbeliling 13 Pemekaran Kec.

Perda No. 7/2011

Kota

Kupang

Kota Raja 7 Pemekaran Kec.

Perda No. 3/2010

Kota Lama 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2010

10 Kalimantan

Tengah

Tualan

Hulu

11 Pemekaran

Kecamatan Perda No.

16/2010

Telaga

Antang

17 Pemekaran

Kecamatan Perda No.

16/2010

Seruyan Seruyan

Hilir Timur

4 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2008

Seruyan

Raya

4 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2008

Danau

Seluluk

4 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2008

Batu

Ampar

6 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2008

Suling

Tambun

8 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2008

Sembuluh

Raya

4 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2008

Natai

Kelampai

7 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2008

Sepan Biha 4 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2008

Seruyan

Hulu Utara

7 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2008

11 Kalimantan

Timur

Kota

Samarinda

Sambutan 7 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Sungai

Pinang

5 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Samarinda

Kota

5 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Page 49: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

49

Loa Jaman

Ilir

5 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

12 Sulawesi

Utara

Kepulauan

Talaud

Miangas 1 Perda No. 11/2006

(Kecamatan Khusus)

Kota Bitung Lembeh

Selatan

7 Perubahan nama dari

Kec. Bitung Selatan,

Perda No. 3/2007

Madidir 8 Perubahan nama dari

Kec. Bitung Tengah,

Perda No. 3/2007

Ronowulu 11 Perubahan nama dari

Kec. Bitung Utara,

Perda No. 3/2007

Aertembag

a

10 Perubahan nama dari

Kec. Bitung Timur,

Perda No. 3/2007

Matuari 8 Perubahan nama dari

Kec. Bitung Barat,

Perda No. 3/2007

13 Sulawesi

Tengah

Poso Pamona

Utara

3 7 Pemekaran Kec.

Perda No. 11/2010

Donggala Labuan 6 Perubahan Nama

Kec. Tawaeli, Perda

No. 3/2005

Balaesang

Tanjung

7 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2004

Banggai

Kepulauan

Lobobo 6 Perubahan nama Kec.

Lobangkurung, Perda

No. 4/2006

14 Sulawesi

Selatan

Enrekang Bungin 6 Perubahan Nama

Kec. Maiwa Atas,

Perda No.5/2002

Cendana 6 Perubahan Nama

Kec. Enrekang

Selatan, Perda

No.4/2002

Curio 11 Perubahan Nama

Kec. Alla Timur,

Perda No.7/2002

Malua 7 Perubahan Nama

Page 50: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

50

Kec.Anggeraja

Timur, Perda

No.6/2002

15 Sulawesi

Tenggara

Konawe Wawonii

Barat

1 4 Perubahan nama Kec.

Wawonii, Perda No.

16/2003

Wawonii

Timur

1 4 Perubahan nama Kec.

Waworete, Perda No.

16/2003

Kab.

Kolaka

Utara

Tolala 6 Pemekaran Kec.

Perda No. 17/2008

Tiwu 7 Pemekaran Kec.

Perda No. 17/2008

Kotai 6 Pemekaran Kec.

Perda No. 14/2007

Konawe

Utara

Oheo 16 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2010

Andowia 1 12 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2010

Motui 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2010

16 Gorontalo Kab.

Gorontalo

Bilato 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 40/2010

Kota

Gorontalo

Sipatana 5 Pemekaran Kec.

Perda No. 19/2011

Dumbo

Raya

5 Pemekaran Kec.

Perda No. 20/2011

Hulonthala

ngi

5 Pemekaran Kec.

Perda No. 20/2011

17 Sulawesi

Barat

Kab.

Mamuju

Kep. Bala

Balakang

2 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2009

Mamasa Buntumala

ngka

11 Pemekaran Kec.

Perda No. 6/2009

Mehalaan 1 Pemekaran Kec.

Perda No. 6/2009

Polewali

Mandar

Polewali 1 12 Perubahan nama Kec.

Tutallu, Perda No.

1/2004

Page 51: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

51

18 Maluku Kab.

Maluku

Tenggara

Barat

Molu Maru 5 Pemekaran Kec.

Perda No. 12 Tahun

2011

19 Maluku

Utara

Kep. Sula Taliabu

Timur

Selatan

10 Perubahan nama Kec.

Taliabu Timur, Perda

No. 2/2006

Halmahera

Tengah

Weda

Tengah

7 Pemekaran

Kecamatan Perda No.

23/2008

Pantai

Barat

5 Pemekaran

Kecamatan Perda No.

24/2008

Kota

Ternate

Pulau Hiri 6 Pemekaran Kec.

Perda No. 8/2009

20 Papua Kab. Biak

Numfor

Yawosi 6 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2007

Andey 6 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2007

Swandiwe 11 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2007

Bruyadori 6 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2007

Orkeri 8 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2007

Poiru 5 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2007

Aimando

Padaido

11 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2007

Oridek 13 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2007

Bondifuar 5 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2007

Kab.

Keerom

Skanto 11 Pemekaran Kec.

Perda No. 7/2008

Arso

Timur

7 Pemekaran Kec.

Perda No. 7/2008

Kab

Pegunungan

Bime 12 Pemekaran sebagian

Kec. Oksibil Perda

Page 52: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

52

Bintang No. 12/2008

Alemsom 6 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Okbape 5 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Kalomdol 5 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Oksop 8 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Serambako

n

6 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Ok Aom 7 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Kawor 5 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Awinbon 7 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Tarup 4 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Okhika 12 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Oksamol 9 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Oklip 4 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Okbemtau 12 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Oksebang 7 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Okbab 9 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Batani 4 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Weime 5 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Murkim 4 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Mofinop 5 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Page 53: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

53

Jetfa 6 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Teiraplu 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Eipumek 14 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Pamek 11 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Nongme 7 Pemekaran Kec.

Perda No. 12/2008

Kab.

Tolikara

Tagineri 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Yuneri 11 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Wakuwo 12 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Gika 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Telengge

me

10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Anawi 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Wenam 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Wugi 11 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Danime 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Tagime 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Kai 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Aweku 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Bogonuk 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Li

Anogomm

a

10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

Page 54: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

54

Yuko 10 Pemekaran Kec.

Perda No. 5/2010

21 Papua Barat Kab.

Sorong

Mariat 1 Pemakaran Kec.

Perda No. 22/2007

Klayili 6 Pemakaran Kec.

Perda No. 22/2007

Klaso 5 Pemakaran Kec.

Perda No. 22/2007

Moisegen 7 Pemakaran Kec.

Perda No. 22/2007

Kab.

Manokwari

Manokwari Pecah Menjadi Empat

Kecamatan

Kab. Raja

Ampat

Kec.

Sulawati

Utara

6 Perubahan nama Kec.

Samate, Perda No.

3/2006

Kepulauan

Ayau

6 Perubahan nama Kec.

Misool Timur

Selatan, Perda No.

3/2006

Kota

Waisai

4 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Tiplol

Mayalibit

6 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Batanta

Utara

4 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Salawati

Barat

4 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Salawati

Tengah

7 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Supnin 4 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Ayau 4 Pemekaran Kec.

Perda No. 2/2010

Teluk

Bintuni

Wamesa 5 Perubahan Kec.

Idoor, Perda No.

3/2007

Kota

Sorong

Sorong

Manoi

5 Pemekaran Kec.

Perda No. 4/2010

Sumber : Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, BulanJanuari 2011

Page 55: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

55

B. Pembahasan

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi,

Kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan

undang -undang. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah provinsi, Kabupaten/Kota atau antara Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan

kekhususan dan keragaman daerah. Selain itu Negara mengakui dan menghormati

satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelenggaraan

pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas

pembantuan. Prinsip penyelenggaraan desentralisasi adalah otonomi seluas-

luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengatur dan mengurus semua

urusan pemerintahan di Sistem pemerintahan dalam negara demokrasi modern

dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis utama, yaitu sistem pemerintahan

parlementer, sistem pemerintahan presidensiil, dan sistem pemerintahan

campuran. Demokrasi dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya memberikan

ribuan makna dan harapan, tetapi juga mengakibatkan ribuan bencana dan

penderitaan manusia. Namun demikian, demokrasi masih dipandang lebih

Page 56: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

56

menjanjikan kehidupan yang lebih baik dari pada sistem yang lain.38

Berdasarkan alur pikir tersebut, maka demokratisasi penyelenggaraan

pemerintahan daerah di Indonesia, ditandai dengan lahirnya Undang-undang

Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalam Undang-undang

tersebut, sebagai antisipasi meningkatnya partisipasi masyarakat-sebagai implikasi

demokratisasi, yang salah satu indikatornya adalah peningkatan partisipasi

dalam proses penyelenggaraan pemerintahan termasuk tuntutan peningkatan

pelayanan, antara lain dimungkinkan atau adanya peluang pembentukan daerah

otonom bare. Sebagai salah satu solusi mendekatkan pemerintah daerah dengan

masyarakat.

Pasal 5 Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, mengatur mengenai

pembentukan daerah otonom. Pasal 5 Undang-undang dimaksud berbunyi sebagai

berikut:

(1) Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi,potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk,luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkanterselenggaranya otonomi daerah.

(2) Pembentukan, nama, batas dan ibuKota sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan dengan undang-undang.

(3) Perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatudaerah, perubahan nama daerah, serta perubahan nama danpemindahan ibuKota daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Syarat-syarat pembentukan daerah, sebagaimana dimaksud padaayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Amanat Pasal 5 Undang-undang organik tersebut, ditetapkan Peraturan

Pemerintah nomor 129 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria

Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan daerah. Peraturan pemerintah

38 Murtir Jeddawi, Pro Kontra Pemekaran Daerah, Total Media, Yogyakarta, 2009, hal. 17

Page 57: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

57

ini, selama empat tahun berlakunya, kemudian telah ditindaklanjuti dengan

dengan lahirnya ratusan daerah otonom barn, meliputi provinsi, Kabupaten dan

Kota.

Lahirnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 sebagai pengganti

Undang-undang nomor 22 tahun 1999, telah dibentuk Peraturan Pemerintah

78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Daerah Otonom. Peraturan

Pemerintah dimaksud merupakan pelaksanaan Pasal 4 dan Pasal 5, Pasal 6,

Pasal 7, dan Pasal 8 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.

Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :

Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

ditetapkan dengan undang-undang. (Pasal 2 ayat 1 Undang-undang yang

sama, menegaskan mengenai adanya daerah otonom yang mempunyai

pemerintahan daerah).

Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibuKota, kewenangan

menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan pejabat kepala daerah,

pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan dan

dokumen, serta perangkat daerah.

Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau

bagian daerah yang bersangkutan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua

daerah atau lebih. Pada pada Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-

pokok Pemerintahan di Daerah, yang berlaku pada era Orde Baru tentang

pembentukan daerah diatur pula pada Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

Page 58: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

58

Sementara pada Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 tentang Pokok-pokok

Pemerintahan Daerah, yang berlaku sebelumnya juga mengatur pembentukan

daerah otonom pada Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4. Pada Undang-undang Nomor 1

tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah

diatur pada Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4. Demikian halnya pada Undang-undang

22 tahun 1948 tentang Pemerintah daerah, pembentukan daerah otonom diatur

pada Pasal 1 dan Pasal 2.

Berdasarkan beberapa rumusan pasal dari berbagai Undang-undang yang

mengatur pemerintahan daerah tersebut, memberi kesimpulan, bahwa

pembentukan daerah senantiasa menjadi started point bagi daerah, dalam

mengemban fungsinya. Pembentukan daerah diatur pada Pasal awal di setiap

Undang-undang pemerintahan daerah, sebagai penekanan awal dari pembentuk

undang-undang, bahwa pembentukan daerah, merupakan pundamen untuk

keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga aspek

persyaratan dasar pembentukan daerah menjadi sangat penting diperhatikan.

Dalam pengertian lain, pembentukan daerah otonom sangat substantif, sehingga

pemenuhan persyaratan haruslah komprehensif dipenuhi, baik syarat formil

maupun syarat materil.

Pemekaran wilayah merupakan salah satu bentuk usaha memaksimalkan

pemerataan pembangunan daerah dan pengembangan wilayah. Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur beberapa prasyarat

bagi adanya pemekaran wilayah. Syarat tersebut antara lain syarat teknis, fisik

kewilayahan, dan administratif. Tujuan dari pemekaran wilayah adalah dalam

Page 59: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

59

rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan

kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian

daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan

ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah.

UUD 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran

suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18B ayat (1) bahwa,

“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahandaerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur denganundang-undang”.

Selanjutnya, pada ayat (2) Pasal yang sama tercantum kalimat sebagai

berikut:

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakathukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dansesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara KesatuanRepublik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

mengatur ketentuan mengenai pembentukan daerah dalam Bab II tentang

Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Pemekaran wilayah dapat

dianalogikan juga termasuk dalam ruang lingkup pembentukan daerah. Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menentukan bahwa

pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan Undang-undang tersendiri.

Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) Pasal yang

sama menyebutkan,

“Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud padaayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wailayah, batas, ibuKota,kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabatkepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian,pendanaan, peralatan, dokumen, serta perangkat daerah.”

Page 60: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

60

Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan dalam Pasal yang sama pada

ayat berikutnya ayat (3) yang menyatakan bahwa,

“Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerahatau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerahmenjadi dua daerah atau lebih.” Dan ayat (4) menyebutkan, “Pemekarandari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksudpada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usiapenyelenggaraan pemerintahan”.

Pemekaran wilayah memiliki berbagai aspek misalnya letak geografis.

Menurut Smith dimensi geografi pembentukan daerah otonom adalah variabel

yang terkait dengan pembentukan daerah otonom sebagai akibat munculnya

ikatan-ikatan yang bermotif politik pada masyarakat yang tinggal di suatu daerah.

Ikatan-ikatan bermotif politik tersebut, latar belakang kesatuan geografis itu

dihubungkan oleh suatu ikatan secara politis. Kuat lemahnya ikatan tersebut

sangat tergantung kepada seberapa besar daya tarik politik terhadap hadirnya

kesatuan masyarakat tersebut sebagai suatu kesatuan politis.39

Pandangan ini menjadi pembenaran terbentuknya suatu daerah otonom.

Daerah otonom tidaklah mungkin terbentuk jika tidak terdapat jalinan ikatan

politis antara masyarakat dengan wilayah tinggalnya. Sebagai bentuk dan

aktualisasi politik, pembentukan daerah otonom harus memiliki landasan dasar

yang kuat secara politis, sehingga daerah otonom mampu memberi identitas baru

yang merepresentasikan perasaan-perasaan masyarakat dalam bentuk yang sangat

khas.

Aspek geografis, mengasumsikan bahwa kondisi geografis suatu daerah

39 B.C Smith, Decentralization: The Territorial Dimension of the State, Asia PublishingHouse, London, 1985, hal. 15

Page 61: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

61

akan berpengaruh terhadap pembentukan identitas suatu kelompok masyarakat

yang akhirnya akan berkembang menjadi satu kesatuan politik. Misalnya

masyarakat daerah pantai, gunung atau pulau. Masyarakat yang terpisah secara

geografis, cenderung membentuk komunitas tersendiri dan akan menjadi dasar

pembentukan kelompok masyarakat.

Berdasarkan Bab III PP RI No 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan

Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah

Presiden Republik Indonesia, tertera syarat-syarat Pembentukan suatu daerah

baru; diantaranya:

a. Kemampuan ekonomi : merupakan cerminan hasil kegiatan usaha

perekonomian yang berlangsung di suatu daerah Provinsi,

Kabupaten/Kota, Kecamatan yang dapat diukur dari PDRB dan

penerimaan daerah itu sendiri.

b. Potensi daerah : merupakan cerminan tersedianya sumber daya yang

dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan

daerah dan kesejahteraan msyarakat yang diukur dari :

(1) sarana ekonomi

(2) sarana pendidikan

(3) sarana kesehatan

(4) sarana transportasi

(5) sarana pariwisata

c. Sosial budaya : cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan

pola budaya masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat yang dapat

diukur dari:

Page 62: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

62

(1) tempat peribadatan

(2) sarana olah raga

d. Jumlah penduduk : jumlah tertentu penduduk dalam suatu daerah.

e. Luas daerah : nilai luas keseluruhan suatu daerah tertentu.

Disisi lain berkembangnya wacana pemekaran daerah, tidak terlepas

dari pemberlakuan prinsip-prinsip otonomi daerah. Secara eksplisit didalam

UU otonomi daerah tahun 1999, memang telah dengan jelas diamanatkan

bahwa pada prinsipnya otonomi daerah media atau jalan untuk menjawab

tiga persoalan mendasar dalam tata pemerintahan dan pelayanan terhadap

publik. Pertama, otonomi daerah haruslah merupakan jalan atau upaya untuk

mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Kedua, melalui otonomi daerah

juga harus tercipta akuntabilitas yang terjaga dengan baik. Ketiga,

bagaimana otonomi daerah diformulasikan menjadi langkah untuk

mengupayakan responsiveness, dimana publik berpartisipasi aktif dalam

pengambilan kebijakan di tingkat lokal.

Menurut Maskun, tuntutan pemekaran wilayah sebenarnya bisa

dilakukan baik dalam status Daerah Otonom ataupun status Wilayah

Administratif. Menurutnya, seyogyanya tuntutan untuk menjadi daerah

otonom diawali terlebih dahulu dengan terbentuknya beberapa Provinsi

Administratip maupun Kabupaten dan Kecamatan. Diharapkan penetapan

wilayah administratip tersebut merupakan suatu proses penting untuk

mendewasakan dan memperkuat kemampuan Provinsi/Kabupaten

/Kecamatan tersebut agar suatu saat dapat menjadi Daerah Otonom.

Pertimbangan ini penting mengingat banyak Daerah Otonom, baik tingkat

Page 63: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

63

Provinsi maupun Kabupaten/Kecamatan yang belum memiliki kemampuan

untuk mengurus rumah tangganya sendiri (berotonomi). Hal lain mengingat

bahwa pemekaran tidak saja dapat dilihat dari sisi kemampuan keuangan

daerah, tetapi juga faktor-faktor lain yang juga turut menentukan.40

Pembentukan daerah otonom memang ditujukan untuk

mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan dengan suatu lingkungan

kerja yang ideal dalam berbagai dimensinya. Daerah otonom yang memiliki

otonomi luas dan utuh diperuntukkan guna menciptakan pemerintahan

daerah yang lebih mampu mengoptimalkan pelayanan publik dan

meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal dalam skala yang lebih luas.

Pemekaran daerah seharusnya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan

obyektif yang bertujuan untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Tujuan pembentukan daerah otonom tidak dapat dilihat

semata-mata dari dimensi administrasi dalam arti untuk meningkatkan

penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif, tetapi juga dari

aspek ekonomi, politik dan social budaya.41

Apabila ditelusuri lebih jauh, urgensi pembentukan daerah otonom

tidak hanya ditentukan oleh persyaratan-persyaratan teknis seperti

kemampuan ekonomi, karakteristik dan potensi daerah, jumlah penduduk,

dan luas daerah, disamping dimensi administrasi terdapat pula dimensi

politik. Pembatasan wilayah untuk tujuan desentralisasi pemerintahan dan

40Sumitro Maskun, Aspek Perencanaan Dalam Otonomi Daerah, dalam Buku OtonomiDaerah Peluang dan Tantangan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001, hal. 13.

41 Afan Qafar Syaukani & Rasyid. Ryaas, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 4

Page 64: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

64

administrasi jauh dari hanya sekedar teknis pelaksanaan belaka.42

Aspek administrasi juga memiliki peranan penting dalam pemekaran

daerah. Mutalib pengorganisasian wilayah didasarkan pada setiap aktivitas

yang dilaksanakan dalam suatu wilayah sehingga memerlukan area kerja

sendiri. Wilayah-wilayah yang diberi status otonom atau yang

didesentralisasikan diyakini akan meningkatkan pelaksanaan administrasi

dan pelayanan kepada masyarakat, karena desentralisasi dapat memberikan

peluang pada penyesuaian administrasi dan pelayanan terhadap karakteristik

wilayah-wilayah yang bervariasi sebagai konsekuensi dan perbedaan-

perbedaan yang dibentuk geografi.43

Geografi dalam pengertian fisik menjadi dasar penentuan batas-batas

administrasi. Suatu wilayah geografis dengan wilayah yang relatif kecil

adalah areal yang tepat untuk :

a. Pelayanan lebih optimal, karena wilayah pelayanan relatif sempit.b. Pemerintahan lebih responsif karena lebih dekat dengan komunitas

yang dilayani.c. Partisipasi masyarakat lebih meluas karena akses masyarakat yang

relatif terbuka.d. Konsolidasi masyarakat menjadi lebih mudah karena kedekatan

institusi dengan masyarakat.e. Pengawasan menjadi lebih mudah karena wilayah pengawasan yang

relatif sempit.

Smith menyatakan bahwa, dimensi lain mendasarkan pada prinsip

teknis, yaitu suatu daerah atau wilayah bagi suatu fungsi pemerintahan

ditentukan oleh lingkungan kerja (alam) ataupun ekonomi : air, iklim,

kondisi pantai, topografi dan lokasi sumber daya alam serta distribusi

42 Smith, Op cit., hal.56.43 MA Muthalib & Khan, Mohd. Akbar Ali, Theory of Local Government, Starling

Publisher Private Limited, New Delh, 1982, hal. 10

Page 65: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

65

industri. Sumber-sumber alam yang ada di daerah mungkin memiliki

persamaan secara administratif serta menyediakan suatu pola daerah

berdasarkan ciri-ciri fisiknya. Daerah-daerah memiliki perbedaan secara

geografis dan administratif akan tetapi administrasi daerah dibuat selalu

berdasarkan pada letak geografisnya yaitu karakteristik-karakteristik dan

bagi para geografer hal-hal lain yang dimaksudkan diatas termasuk di

dalamnya sosial dan ekonomi, lahan batubara atau daerah-daerah

pertanian.44

Faktor yang sangat berpengaruh yaitu faktor politik. Pemerintahan

daerah atau daerah otonom dalam perspektif teori adalah entitas yang

memberi wujud khas pada kelompok masyarakat tertentu menjadi bagian

integral dari organisasi negara yang berada di bawah hukum pemerintahan

daerah dengan batas-batas geografis tertentu. Pengelompokan tidak hanya

terletak pada batas geografis semata tetapi pada kehidupan kelompok yang

hidup bersama sebagai suatu kesatuan. Kelompok mereka berbeda secara

abstrak karena adanya perbedaan aspek sosial dan demografi. Dimensi

politik desentralisasi mencakup aspek-aspek geografis, sosial, dan

demografi yang membedakan suatu komunitas secara kongkrit atau abstrak

yang membentuk identitas dan landasan bersama sebagai suatu kesatuan

atau entitas politik

Kebijakan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, secara eksplisit memberikan otonomi yang luas

44 Smith, Op cit., hal. 10.

Page 66: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

66

kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai kepentingan

dan kesejahteraan masyarakat daerah. Pemerintah Daerah harus mengoptimalkan

pembangunan daerah yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Melalui

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah dan masyarakat di

daerah lebih diberdayakan sekaligus diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk

mempercepat laju pembangunan daerah.

Sejalan dengan hal tersebut, maka implementasi kebijakan otonomi daerah

telah mendorong terjadinya perubahan, baik secara struktural, fungsional maupun

kultural dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu

perubahan yang sangat esensial yaitu menyangkut kedudukan, tugas pokok dan

fungsi Kecamatan yang sebelumnya merupakan perangkat wilayah dalam

kerangka asas dekonsentrasi, berubah statusnya menjadi perangkat daerah dalam

kerangka asas desentralisasi.

Perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan Kecamatan

sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 22 Tahun 1999, kemudian dilanjutkan

pada UU Nomor 32 Tahun 2004. Perubahannya mencakup mengenai kedudukan

Kecamatan menjadi perangkat daerah Kabupaten/Kota, dan carnat menjadi

pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang

Bupati/Walikota. Di dalam Pasal 120 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004

diyatakan bahwa, "Perangkat daerah Kabupaten/Kota terdiri alas sekretariat

daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, Kecamatan, dan

Kelurahan". Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu:

Page 67: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

67

Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan dan dipersepsikan

merupakan wilayah kekuasaan camat. Dengan paradigma baru, Kecamatan

merupakan suatu wilayah kerja atau areal tempat Camat bekerja.

Camat adalah perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dan bukan lagi

kepala wilayah administrasi pemerintahan, dengan demikian camat bukan lagi

penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan,

pembangunan dan kemasyarakatan, akan tetapi merupakan pelaksana sebagian

wewenang yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota.45

Perubahan kedudukan Kecamatan dan kedudukan camat, membawa dampak

pada kewenangan yang harus dijalankan oleh camat. Namun demikian ada

karakter yang berbeda antara status perangkat daerah yang ada pada Kecamatan

dengan instansi/lembaga teknis daerah. Bila ditelaah lebih lanjut, kewenangan

camat justru lebih bersifat umum dan menyangkut berbagai aspek dalam

pemerintahan dan pembangunan serta kemasyarakatan. Hal ini berbeda dengan

dengan instansi dengan lembaga dinas daerah ataupun lembaga teknis daerah yang

bersifat spesifik.46

Sebagai perangkat Daerah, Camat memiliki kewenangan delegatif seperti

yang dinyatakan dalam Pasal 126 ayat (2) bahwa: "Kecamatan dipimpin oleh

Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian

wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi

daerah". lni berarti bahwa kewenangan yang dijalankan oleh Camat merupakan

kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Dengan demikian luas atau

45 Sadu Setiono, Ismail Nurdin dan M. Fahrurozi, Perkembangan Organisasi KecamatanDari Masa Ke Masa, Fokusmedia, Bandung, 2009, hal. 33

46 Ibid.

Page 68: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

68

terbatasnya pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota sangat tergantung pada

keinginan politis dari Bupati/Walikota.

Camat juga melaksanakan tugas umum pemerintahan yang merupakan

kewenangan atributif sebagaimana diatur dalam Pasal 126 ayat (3) yaitu sebagai

berikut:

(1) Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;(2) Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban

umum;(3) Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-

undangan;(4) Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan

umum;(5) Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat

Kecamatan;(6) Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;(7) Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang iingkup

tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desaatau kelurahan.

Tugas umum pemerintahan yang dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3) UU

Nomor 32 Tahun 2004 berbeda maknanya dengan urusan pemerintahan umum

sebagaimana dimaksud pada UU Nomor 5 Tahun 1974. Menurut Pasal 1 huruf (j)

UU Nomor 5 Tahun 1974, yang dimaksud dengan urusan pemerintahan umum

adalah: "urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan

ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang

tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan rumah

tangga Daerah". Urusan pemerintahan umum ini diselenggarakan oleh setiap

kepala wilayah pada setiap tingkatan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah

dalam rangka melaksanakan asas dekonsentrasi.47

47 Ibid., hal. 34

Page 69: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

69

Tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan oleh Camat tidak di-

maksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat bukan

lagi sebagai kepala wilayah. Selain itu, intinya juga berbeda. Tugas umum

pemerintahan sebagai kewenangan atributif mencakup tiga jenis kewenangan

yakni kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan,

kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan

kepada masyarakat. Kewenangan koordinasi dan pembinaan merupakan bentuk

pelayanan secara tidak langsung (indirect services), karena yang dilayani adalah

entitas pemerintahan lainnya sebagai pengguna (users), meskipun pengguna

akhirnya (end users) tetap masyarakat. Sedangkan kewenangan pemberian

pelayanan kepada masyarakat, pengguna (users) maupun pengguna akhirnya (end

users) sama yakni masyarakat. Jenis pelayanan ini dapat dikategorikan sebagai

pelayanan secara langsung (direct services).48

Diberikannya kewenangan atributif bersama-sama kewenangan delegatif

kepada Camat menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 sebenarnya merupakan koreksi

terhadap UU Nomor 22 Tahun 1999. Pada masa UU tersebut, Camat hanya

memiliki kewenangan delegatif dari Bupati/Walikota tanpa disertai kewenangan

atributif. Dalam prakteknya selama UU tersebut berlaku, masih banyak

Bupati/Walikota yang tidak mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada

Camat, entah karena tidak tahu ataupun karena tidak mau tahu. Akibatnya banyak

Camat yang tidak mengetahui secara tepat mengenai apa yang menjadi

kewenangannya. Mereka umumnya hanya menjalankan kewenangan tradisional

48 Ibid., hal. 35

Page 70: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

70

yang sudah dijalankan secara turun temurun, padahal peraturan perundang-

undangannya sudah berubah. Posisi camat menjadi serba tidak menentu.49

Pada sisi lain, bagi Bupati/Walikota yang paham tentang penyelenggaraan

pemerintahan, mereka akan melakukan delegasi kewenangan yang luas kepada

Camat sehingga fungsinya menjadi lebih besar dan luas dibanding pada waktu

Camat masih menjadi kepala wilayah. Pendelegasian sebagian kewenangan

Bupati/Walikota kepada Camat sebenarnya menguntungkan Bupati/ Walikota

bersangkutan, karena mereka tidak dibebani oleh urusan-urusan elementer

berskala Kecamatan yang dapat diselesaikan oleh Camat.

Menyadari kedudukan Kecamatan yang strategis tersebut, maka yang perlu

dilakukan adalah bagaimana pemerintah daerah Kabupaten/Kota mendudukkan

Kecamatan sebagai bagian pemerintah daerah dalam menyelenggarakan otonomi

serta memberikan penguatan untuk melalukan banyak peran dalam

penyelenggaraan otonomi daerah melalui pelimpahan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan Kabupaten/Kota.

Sebagai intitusi publik, keberadaan Kecamatan hendaknya dimanfaatkan

secara optimal untuk melayani masyarakat. Jangan sampai dana publik yang

dikeluarkan untuk membayar gaji PNS dan membiayai fasilitas kantor namun

tidak memberi manfaat bagi rakyat sebagai pemilik kedaulatan.

Pasal 12 ayat (5) PP Nomor 8 Tahun 2003 Tentang. Pedoman Organisasi

Perangkat, pedoman organisasi Kecamatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri

Dalam Negeri. Sekarang telah terbit lagi Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004

49 Ibid.

Page 71: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

71

tentang Pedoman Organisasi Kecamatan. Pada Pasal 5 Kepmendagri tersebut

dikemukakan bahwa susunan organisasi Kecamatan terdiri dari:

a. Camat;b. Sekretaris Kecamatan;

c. Seksi Pemerintahan;d. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum;e. Seksi lain dalam lingkungan Kecamatan yang nomenklaturnya

disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik wilayah kecarnatansesuai kebutuhan Daerah;

f. Kelompok jabatan fungsional.

Dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, terbuka

kemungkinan untuk membentuk Kecamatan baru. Pada masa UU Nomor 5 Tahun

1974, pembentukan Kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah

melewati tahap persiapan dalam bentuk Perwakilan Kecamatan. Karena

pembentukannya melalui PP, rnaka jumlah Kecamatan dapat dikendatikan sesuai

prinsip efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. Pada masa UU

Nomor 22 Tahun 1999 maupun UU Nomor 32 Tahun 2004, pembentukan

Kecamatan baru dapat dilakukan secara iangsung tanpa melIalui tahap persiapan

oleh Kabupaten/Kota dengan Peraturan Daerahnya masing-masing. Pembentukan

Kecamatan baru seringkali juga didasarkan pada pertimbangan politis untuk bahan

pembentukan Kabupaten/Kota baru.

Pembentukan Kecamatan banru seharusnya dilakukan dengan alasan

mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan ketentraman dan

kctertiban, serta mempercepat pengembangan potensi wilayah. Intinya untuk Icbih

mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu kebijakan

pembentukan terhadap Kecamatan tersebut didasarkan luas wilayah, jumlah

penduduk, dan potensi yang dimiliki.

Page 72: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

72

Hasil survey potensi wilayah pada beberapa provinsi, Kabupaten dan Kota

menggambarkan bahwa pembangunan pada unit organisasi pemerintahan terutama

Kecamatan belum merata terutama pada bagian wilayah tertentu yang memiliki

orbitasi relatif jauh ciari kantor Kecamatan. Pelayanan pemerintahan belum

menyentuh masyarakat sampai ke pelosok wilayah kerja pemerintahan kecarnatan,

serta masih banyaknya potensi yang belum tersentuh atau belum dikelola secara

optimal sehingga terjadi kesenjangan pelayanan masyarakat dan pembangunan

pada bagian-bagian tertentu dalam wilayah kerja pemerintahan Kecamatan.

Untuk menjawab persoalan itu, alternatif pilihan kebijakan yang dapat

diambil adalah melakukan penguatan pada Kecamatan dan pembentukan

Kecamatan baru pada wilayah kerja pemerintahan kecarnatan dengan melihat

potensi pada Kecamatan yang ada.

Melalui pembentukan Kecamatan, dapat dipastikan rentang kendali pe-

merintah akan menjadi lebih kecil dan institusi pelayanan menjadi lebih dekat

dengan masyarakat. Terjadinya pembentukan Kecamatan baru diharapkan akan

berdampak terhadap peningkatan dan pemerataan pembangunan dan pelayanan

umum.

Terdapat tiga konsep pemekaran Kecamatan yang pernah berlaku di

Indonesia antara lain menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, menurut UU Nomor 22

Tahun 1999, dan menurut UU Nomor 32 Tahun 2004. Pada saat berlakunya UU

Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah, dikenal istilah Kemantrenan.

Kemantren yang sudah dikenal oleh masyarakat di tanah Jawa. Kemantren pada

dasarnya adalah suatu wilayah tertentu yang memperoieh dan menjadi binaan

Page 73: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

73

khusus seorang Mantri Polisi (dahulu disebut Mantri Pagar Praja). Pembinaan

khusus tersebut dilakukan dalam rangka membantu tugas Camat membina

wilayah secara keseluruhan. Pembinaan khusus tersebut dilakukan kemungkinan

karena wilayahnya berjauhan clengan kantor Camat sehingga sulit dalam

pengendaliannya ataupun karena jurnlah desa di lingkungan suatu Kecamatan

terlalu banyak sehingga diperlukan pembagian tugas.50

Keberadaan kemantren diatur secara formal menurut Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 138-210 Tahun 1982 tentang Tata Cara Pembentukkan

Kecamatan dan Perwakilan Kecamatan. Istilah Kemantren dibakukan menjadi

Perwakilan Kecamatan. Secara garis besar, Peraturan Menteri Dalam Negeri

tersebut mengatur mengenai proses pembentukan Kecamatan baru melalui

pembentukan perwakilan Kecamatan terlebih dahulu. Adapun persyaratan

pembentukan Kecamatan baru antara lain:

1. Untuk Daerah Jawa dan Bali, jumlah penduduk minimal adalah 2.500

Kepala Keluarga atau 12.500 jiwa;

2. Untuk Daerah luar Jawa dan Bali, jumlah penduduk minimal 1.500

Kepala Keluarga atau l.k. 7.500 jiwa;

3. Wilayah bawahan minimal terdiri dari 4 Desa/Kelurahan:

4. Kecuali bagi wilayah yang penduduknya lebih dari 4.000 Kepala

Keluarga atau 20.000 jiwa, wilayah bawahan dapat terdiri dad 3

Desa/Kelurahan. (Pasal 4 ayat 1 Permendagri Nomor 138-210 Tahun

50 Sadu Wastiono, dkk, Op cit., hal. 9

Page 74: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

74

1982).51

Dilatarbelakangi karena pembentukan Kecamatan baru harus terlebih dahulu

melalui pembentukan Perwakilan Kecamatan, maka dapat dikatakan bahwa

perwakilan Kecamatan merupakan bentuk embrional dari Kecamatan. Perwakilan

Kecamatan dibentuk dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

setelah mendapat persetujuan dart Menteri Dalam Negeri. Dalam hal ini, inisiatif

pembentukannya berasal dart Daerah Tingkat I dan atau Daerah Tingkat II.

Konsekuensi logis dart hal tersebut maka seluruh fasilitas. sarana dan pembiayaan

perwakilan Kecamatan menjadi beban APBD Tingkat I dan APBD Tingkat II

(Pasal 8 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138-210 Tahun 1982).

Meskipun perwakilan Kecamatan pada dasarnya adalah bagian dart wilayah Ad-

ministratif Kecamatan yang menjalankan tugas dekonsentrasi.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 memang mengenal perbedaan antara

desentralisasi, dekonsentrasi maupun tugas pembantuan tetapi tidak secara tegas

memisahkan pelaksanaannya, sehingga tidak tertutup kemungkinan perangkat

Wilayah Administratif diberi tugas membantu melaksanakan tugas-tugas

desentralisasi.52

Pada Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138-210 Tahun 1982,

dikemukakan bahwa selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak dibentuknya

perwakilan Kecamatan, harus sudah diusulkan menjadi Kecamatan dengan

memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Bab II. Hal-hal pokok yang perlu

diperhatikan untuk pengusulan perwakilan Kecamatan menjadi Kecamatan adalah

51 Ibid.52 Ibid., hal. 10

Page 75: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

75

:

1. Jumlah penduduk dan tingkat perkembangannya, yang merupakanfaktor penting berkaitan dengan keberadaan Kecamatan itu sendiriserta dengan pelayanan kepada masyarakat;

2. Jumlah pegawai, prasarana dan sarana pemerintahan yang tersedia,berkaitan pula dengan pelayanan kepada masyarakat;

3. Instansi-instansi Vertikal dan Dinas yang telah ada yang diperlukandalam rangka koordinasi;

4. Fasilitas-fasilitas umum (public utilities) yang tersedia;5. Jaringan-jaringan jalan yang telah tersedia.53

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138-210 Tahun 1982,

meskipun sebuah perwakilan Kecamatan sudah berusia 3 (tiga) tahun atau lebih

dan sudah diusulkan menjadi Kecamatan definitif, tetapi usulan tersebut belum

tentu disetujui. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang diketuai oleh

Menteri Dalam Negeri akan mengkaji usulan dart Daerah dengan memperhatikan

pula kemampuan keuangan negara untuk menggaji pegawai, menyediakan sarana

dan prasarana perkantoran. Tetapi yang sexing menjadi penyebab ialah bahwa

jumlah Instansi Vertikal dan Dinas yang ada diperwakilan Kecamatan tersebut

belum cukup memadai. Hal ini dapat dimengerti karena pandangan kepentingan

suatu Departemen atau daerah Otonom terhadap suatu wilayah akan berbeda-

beda. Masing-masing pihak memiliki tolok ukurnya sendiri-sendiri. Ditinjau dari

sudut pandangan manajemen pemerintahan, keberadaan perwakilan Kecamatan

pada dasarnya adalah untuk memperkecil rentang kendali Camat terhadap

desa/kelurahan bawahan dan masyarakat.

Pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, pembentukan Kecamatan ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah setelah melewati tahap persiapan dalam bentuk

53 Ibid.

Page 76: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

76

Perwakilan Kecamatan. Karena pembentukannya melalui PP maka jumlah

Kecamatan dapat dikendalikan sesuai prinsip efektivitas dan efisiensi

penyelenggaraan pemerintahan. Pada masa UU Nornor 22 Tahun 1999 maupun

UU Nomor 32 Tahun 2004, pembentukan Kecamatan baru dapat dilakukan secara

langsung tanpa melalui tahap persiapan oleh kabupaten/Kota dengan Peraturan

Daerahnya masing-masing. Pembentukan Kecamatan baru seringkali juga

didasarkan pada pertimbangan politis untuk bahan pembentukan kabupateniKota

baru.54

Pembentukan Kecamatan baru seharusnya dilakukan dengan alasan

mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan ketentraman dan

ketertiban, serta mempercepat pengembangan potensi wilayah. Intinya ditujukan

untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu

kebijakan pembentukan terhadap Kecamatan tersebut didasarkan luas wilayah,

jumlah penduduk, dan potensi yang dimiliki.55

Hasil survey potensi wilayah pada beberapa provinsi, kabupaten dan Kota

menggambarkan bahwa pembangunan pada unit organisasi pemerintahan terutama

Kecamatan belum merata terutama pada bagian wilayah tertentu yang memiliki

orbitasi relatif jauh clan kantor Kecamatan. Pelayanan pemerintahan belum

menyentuh masyarakat sampai ke pelosok wilayah kerja pemerintahan

Kecamatan, serta masih banyaknya potensi yang belum tersentuh atau belum

dikelola secara optimal sehingga terjadi kesenjangan pelayanan masyarakat dan

pembangunan pada bagian-bagian tertentu dalam wilayah kerja pemerintahan

54 Ibid., hal. 3755 Ibid.

Page 77: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

77

Kecamatan.

Untuk menjawab persoalan itu, alternatif pilihan kebijakan yang dapat

diambil adalah melakukan penguatan pada Kecamatan dan pembentukan

Kecamatan baru pada wilayah kerja pemerintahan Kecamatan dengan melihat

potensi pada Kecamatan yang ada.

Melalui pembentukan Kecamatan, dapat dipastikan rentang kendali

pemerintah akan menjadi lebih kecil dan institusi pelayanan menjadi lebih dekat

dengan masyarakat. Terjadinya pembentukan Kecamatan baru diharapkan akan

berdampak terhadap peningkatan dan pemerataan pembangunan jam pelayanan

umum.

Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/Kota dengan Peraturan Daerah

berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang

Kecamatan atas payung hukum UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Pembentukan Kecamatan dapat berupa pemekaran 1 (satu) Kecamatan

menjadi 2 (dua) Kecamatan atau lebih, dan/atau penyatuan wilayah desa dan/atau

kelurahan dari beberapa Kecamatan.

Pembentukan Kecamatan berdasarkan konsep Peraturan Pemerintah Nomor

19 Tahun 2008 tentang Kecamatan atas payung hukum UU Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis,

dan fisik kewilayahan.

Pemerintah kabupaten/Kota dapat membentuk Kecamatan di wilayah yang

mencakup satu atau lebih pulau, yang persyaratannya dikecualikan dari

persyaratan dengan pertimbangan untuk efektifitas pelayanan dan pemberdayaan

Page 78: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

78

masyarakat di pulau -pulau terpencil dan/ atau terluar. Pembentukan Kecamatan

harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari gubernur sebagai wakil

Pemerintah.

Pemerintah dalam hal ini dapat menugaskan kepada pemerintah

kabupaten/Kota tertentu melalui gubernur selaku wakil Pemerintah untuk

membentuk Kecamatan dengan mengecualikan persyaratan. Pembentukan

Kecamatan haruslah didasari atas pertimbangan kepentingan nasional dan

penyelenggaraan tugas umum pemerintahan.

Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan

menysyaratkan bahwa, pembentukan Kecamatan haruslahmelalui Peraturan

Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pembentukan Kecamatan

paling sedikit memuat:

a. Nama Kecamatan;

b. Nama ibuKota Kecamatan;

c. Batas wilayah Kecamatan; dan

d. Nama desa dan /atau kelurahan.

Peraturan Daerah tersebut dilampiri peta Kecamatan dengan batas

wilayahnya sesuai kaidah teknis dan memuat titik koordinat. Konsep pemekaran

bukan hanya pembentukan baru tetapi juga akibat adanya perluasan, penyempitan

daerah Kecamatan yag mengakibatkan perubahan nama Kecamatan. Perubahan

nama dan/ atau pemindahan ibuKota Kecamatan harus pula ditetapkan dengan

Peraturan Daerah kabupaten/Kota.

Page 79: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

79

Akibat logis dari adanya pemekaran yaitu penghapusan dan penggabungan

suatu Kecamatan. Kecamatan dihapus apabila:

a. Jumlah penduduk berkurang 50% (limapuluh perseratus) atau lebih

dari penduduk yang ada; dan/atau

b. Cakupan wilayah berkurang 50% (limapuluh perseratus) atau lebih

dari jumlah Desa/kelurahan yang ada.

Kecamatan yang dihapus, wilayahnya digabungkan dengan Kecamatan yang

bersandingan setelah dilakukan pengkajian. Penghapusan dan penggabungan

Kecamatan haruslah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan penjelasan mengenai pembentukan Kecamatan menurut UU Nomor

5 Tahun 1974, UU Nomor 22 Tahun 1999 serta UU Nomor 32 Tahun 2004 dapat

dibuat perbandingan sebagai berikut:

(1) Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, pembentukan Kecamatanditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah melalui tahappembentukan perwakilan Kecamatan terlebih dahulu.

(2) Pada UU Nomor 22 Tahun 1999, sesuai dengan semangatdesentralisasi yang seluas-luasnya, pembentukan Kecamatansepenuhnya menjadi kewenangan daerah Kabupaten/Kota karenaKecamatan sudah merupakan perangkat daerah. Pembentukannyacukup melalui Peraturan Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan,

(3) Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 juncto PP Nomor 19 Tahun 2008,pembentukan Kecamatan dilakukan dengan Peraturan Daerah setelahada rekomendasi dari Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat.Tujuannya adalah agar penambahan jumlah Kecamatan dapatdikendalikan sesuai prinsip efektivitas dan efisiensi serta kemampuankeuangan negara. Sebab pembentukan Kecamatan baru biasanyadisertai dengan pembentukan instansi vertikal tingkat Kecamatanseperti Koramil, Polsek, Mantri Statistik, KUA dan lain sebagainya.

Secara khusus sebenarya kriteria pembentukan Kecamatan berdasarkan UU

Nomor 32 Tahun 2004 masih mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri

Page 80: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

80

Nomor 4 Tahun 2000 dengan variabel utama jumlah minimal penduduk, luas

wilayah dan jumlah desa/kelurahan sebagaimana Tabel di bawah ini:

No. Variabel Jumlah

1. Jumlah Penduduka. Wilayah Jawa dan Bali.b. Wilayah Sumatera dan Sulawesic. Wilayah Kalimantan, NTB, NTT,Maluku dan Irian Jaya

Minimal 10.000 jiwaMinimal 7.500 jiwaMinimal 5.000 jiwa

2. Luas Wilayaha. Wilayah Jawa dan Bali.b. Wilayah Sumatera dan Sulawesic. Wilayah Kalimantan, NTS, NTT,Maluku dan Irian Jaya

Minimal 7,5 km2Minimal 10 km2Minimal 12,5 km2

3. Jumlah Desa Kelurahan Seragam untuk semua, yaitu4 desa/kelurahan

Keputusan Mendagri No 4 Tahun 2000

Syarat pembentukan Kecamatan yang hanya terdiri dari tiga variabel telah

mendorong daerah Kabupaten/Kota berlomba-lomba membentuk Kecamatan

baru. yang pada gilirannya membuat birokrasinya membengkak sehingga belanja

aparaturnya meningkat serta mengurangi belanja publik. Padahal tujuan utama

pembentukan Kecamatan baru adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat, tetapi variabel yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat malahan

tidak dijadikan syarat pembentukan.

Berdasarkan kajian tentang pembentukan Kecamatan di berbagai daerah.

Penulis mengkonstruksikan pengukuran potensi dengan menggunakan variabel

lain yang dapat mendukung persyaratan pembentukan Kecamatan seperti variabel

kesehatan masyarakat, pendidikan, perekonomian, demografi, aspek

pemerintahan, sarana komunikasi, sarana transportasi, penerangan umum,

ketenagakerjaan, pariwisata, sarana ibadah, sarana olah raga, politik dan aspirasi

Page 81: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

81

masyarakat, kamtibmas, orbitasi, peternakan, perikanan (darat/laut), kondisi sosial

masyarakat dan pertanian. Berkaitan penjelasan di atas, kiranya perlu segera

dilakukan pengkajian potensi wilayah kerja pemerintahan Kecamatan dan

kelurahan dalam rangka mengukur dan mengevaluasi variabel atau kriteria potensi

wilayah yang realibel untuk mengetahui dapat atau tidaknya dilakukan

pembentukan baru pada sebuah Kecamatan. Adapun kerangka pemikiran

pembentukan Kecamatan adalah sebagai berikut:

Page 82: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

82

Page 83: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

83

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000 sebagaimana

dikemukakan di atas kemudian tidak digunakan lagi karena sudah terbit PP

Nomor 19 Tahun 2008. Pada Pasal 3 PP tersebut dikemukakan bahwa pem-

bentukan Kecamatan harus memenuhi Syarat Administratif, Syarat Teknis Dan

Syarat Fisik Kewilayahan.

Pada Pasal 4 PP Nomor 19 Tahun 2008 dikemukakan mengenai syarat

administratif pembentukan Kecamatan meliputi:

1. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima) tahun;

2. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan

yang akan dibentuk menjadi Kecamatan minimal 5 (lima) tahun;

3. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain untuk

Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk

kelurahan di seluruh wilayah kecamata balk yang menjadi calon

cakupan wilayah Kecamatan bard maupun Kecamatan induk tentang

persetujuan pornbentukan Kecamatan;

4. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan Keputusan

Lurah atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah Kecamatan

balk yang akan menjadi cakupan wilayah Kecamatan baru maupun

Kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan Kecamatan;

5. Rekomendasi Gubernur.

Pasal 5 PP Nomor 19 Tahun 2008 dikemukakan mengenai syarat fisik

kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibu Kota, sarana dan

Page 84: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

84

prasarana pemerintahan yang tersedia. Makna cakupan wilayah diatur secara lebih

rinci dalam Pasal 6 PP Nomor 19 Tahun 2008 yaitu sebagai berikut:

(1) Cakupan wilayah untuk daerah Kabupaten paling sedikit terdiri atas

10 desa/kelurahan dan untuk daerah Kota paling sedikit terdiri atas 5

desa/kelurahan.

(2) Lokasi calon ibuKota memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan

fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan,

sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.

(3) Sarana dan prasarana pemerintahan meliputi bangunan dan lahan

untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat.

Persyaratan teknis yang dimaksud diatur secara rinci pada Pasal 7 ayat (1)

PP Nomor 19 Tahun 2008, yang meliputi:

(1) Jumlah penduduk;

(2) Luas wilayah;

(3) Rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan;

(4) Aktivitas perekonomian;

(5) Ketersediaan sarana dan prasarana.

Persyaratan teknis sebagaimana dikemukakan di atas dinilai berdasarkan

hasil kajian yang dilakukan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan indikator

yang tertera pada Lampiran PP Nomor 19 Tahun 2008. Antara lain sebagai berikut

:

Page 85: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

85

Cara perhitungan melalui indikatur tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Jumlah Penduduk:

Semua orang yang berdomisili di suatu daerah selama 6 (enam) bulan

atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 (enam)

bulan tetapi bertujuan menetap.

(2) Luas Daerah/Wilayah Keseluruhan:

Jumlah luas daratan ditambah luas lautan

(3) Wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan:

Page 86: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

86

Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budi daya di luar

kawasan lindung.

(4) Rata -rata jarak ke pusat pemerintahan Kecamatan:

Jumlah jarak dari desa/kelurahan ke pusat pemerintahan Kecamatan

dibagi jumlah desa/kelurahan.

(5) Rata-rata waktu perjalanan dari Kabupaten/Kota atau Kecamatan ke

pusat pemerintahan:

Jumlah waktu perjalanan dari desa/kelurahan ke pusat pemerintahan

Kecamatan dibagi jumlah desa/kelurahan

(6) Jumlah Bank:

Jumlah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

(7) Lembaga Keuangan Non Bank:

Jumlah badan usaha selain bank, meliputi asuransi, pegadaian, dan

koperasi.

(8) Kelompok Pertokoan:

Sejumlah toko yang terdiri atas paling sedikit 10 (sepuluh) toko dar

mengelompok. Dalam satu kelompok pertokoan bangunan fisiknya

dapat lebih dari satu.

Page 87: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

87

(9) Jumlah Pasar:

Prasarana fisik yang khusus dibangun untuk tempat pertemuan antara

penjual dan pembeli barang dan jasa, yang aktivitasnya rutin

dilakukan setiap hari.

(10) Rasio Sekolah Dasar per penduduk usia Sekolah Dasar:

Jumlah Sekolah Dasar dibagi jumlah penduduk usia 7-12 tahun. Rasio

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama per penduduk usia Sekolah

Lanjutan

(11) Tingkat Pertama:

Jumlah sekolah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dibagi jumlah

penduduk usia 13 - 15 tahun.

(12) Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Atas per penduduk usia Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas:

Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dibagi jumlah penduduk usia

16-18 tahun.

(13) Rasio tenaga medis per penduduk:

Jumlah dokter, perawat, dan mantri kesehatan dibagi jumlah penduduk

(14) Rasio fasilitas kesehatan per penduduk:

Jumlah rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik baik negeri

maupun swasta dibagi jumlah penduduk:

Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau

perahu atau perahu motor atau kapal motor:

Page 88: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

88

Jumlah rumah tangga yang mernpunyai kendaraan bermotor atau

perahu atau perahu motor atau kapal motor dibagi dengan jumlah

rumah tangga dikali 100.

(15) Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga:

Jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik PLN dan Non PLN

dibagi jumlah rumah tangga dikali 100.

(16) Rasio panjangjalan terhadap jumlah kendaraan bermotor:

Jumlah panjangja lan dibagi jumlah kendaraan bermotor.

(17) Rasio sarana Peribadatan per penduduk:

Jumlah masjid, gereja, pura, vihara dibagi jumlah penduduk.

(18) Rasio fasilitas lapangan olah raga per penduduk:

Jumlah lapangan bulu tangkis, sepak bola, bola volly, dan kolam

renang dibagi jumlah penduduk.

(19) Balai Pertemuan:

Tempat (gedung) yang digunakan untuk pertemuan masyarakat

melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial.

Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu

berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan

wilayah dilaksankan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya

secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat

komperhensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosoial, budaya dan lingkungan

Page 89: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

89

hidup utnuk pembangunan berkelanjutan. Prinsip ini juga sering disebut dengan

pembangunan berkelanjutan dengan basis pendekatan penataan ruang wilayah.

Pembangunan berkelanjutan dengan prinsi seperti ini harus dijadikan tujuan utama

bagi pembuat keputusan kebijakan publi untuk setiap tingkatan pemerintahan

yang memang berbeda tipenya.56

Tujuan penataan ruang antara lain adalah tercapainya pemanfaatan ruang

yang berkualitas untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas berbudi luhur

dan sejahtera, mewujudkan keterpaduan pemanfaatan sumberdaya, meningkatkan

sumberdaya alam secara efisien dan efektif bagi manusia, dan mewujudkan bagi

perlindungan fungsi ruang dan mencegah kerusakan lingkungan. Hal yang sama

dinyatakan oleh Sitorus, bahwa pembangunan wilayah berkelanjutan erat

kaitannya dengan rencana pemanfaatan lahan (ruang) dan dapat diwujudkan

melalui keterkaitan pengelolaan yang tepat antara sumberdaya alam, dengan aspek

social-ekonomi, dan budaya (kultur).57

Dalam pengembangan wilayah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan

penggunaan lahan yang strategis yang dapat memberikan keuntungan ekonomi

wilayah (strategic landuse development planning). Menurut Sitours perencanaan

penggunaan lahan yang strategis bagi pembangunan merupakan salah satu

kegiatan dari upaya pengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan. Hal ini

penting untuk mengetahui potensi pengembangan wilayah, daya dukung dan

56 Djakapermana, Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Kesisteman, IPB Press,Bogor, 2005, hal. 10

57 S.R.P. Sitorus, Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan, IPB Press, Bogor,2004, hal.10.

Page 90: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

90

manfaat ruang wilayh melalui proses inventarisais dan penilaian keadaan/kondisi

lahan, potensi, dan pembatasan-pembatasan suatu daerah tertentu.58

Ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan serta kegiatan pengolahan

hasil ekstraksi sumberdaya alam tersebut juga akan berinteraksi dengan penduduk

setempat, permukiman atau lokasi-lokasi pasar (outlet-Kota/pelabuhan). Interaksi

yang baik, aman, lancar, murah dan tidak mengganggu lingkungan alam yang

serasi merupakan kebutuhan untuk dapat memperlancar pemasaran hasil produksi

pemanfaatan sumberdaya alam, dan sekaligus akan memberikan dampak

timbulnya berbagai kegiatan pemanfaatan ruang lainnya yang berpotensi bagi

pengembangan wilayah dimasa yang akan datang.59

Berdasarkan beberapa pandangan tersbut, terlihat suatu keterkaitan antara

upaya pemanfaatan ruang wilayah dengan faktor optimasi pemnafaatan

sumberdaya alam, lingkungan dan pengembangan prasarana transportasi wilayah.

Upaya untuk mengembangkan wilayah harus sesuai dengan tujuan pokok

pengembangan wilayah yang ada dalam rencana tata ruang yang telah disepakati

sebelumnya. Tujuan ini selanjutnya dituangkan dalam rencana struktur dan pola

ruang serta berbagai indikasi program. Perwujudan rencana tata ruang dan

indikasi program tersebut masih memerlukan alat penjabarannya dalam bentuk

arahan kebijakan strategis.

Dalam proses pengembangan wilayah ada beberapa pengertian wilayah

yang terkait aspek keruangan yang harus dipahami terlebih dahulu. Konsep

wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang

58Ibid., hal.1259 Djakapermana, Op cit., hal. 14

Page 91: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

91

wilayah ekonomi, ruang wilayah sosial budaya, ruang wilayah ekologi, dan ruang

wilayah politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis (deliniasi yang

dibatasi oleh koordiant geografis) yang mempunyai pengertian atau maksud

tertentu atau sesuai fungsi pengamatan tertentu.

Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

pengertian wilayah adalah “ruang” yang merupakan satu kesatuan geografis

beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Sementara itu, pengertian ruang

menurut Undang-undang yang sama adalah wadah yang meliputi ruang darat,

ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan

wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lain, melakukan kegiatan dan

memelihara kelangsungan hidupnya. Dengan pengertian ruang tersebut, maka ada

ruang untuk kegiatan manusia melakukan kegiatannya (budidaya) dan ada ruang

untuk kelangsungan mahluk hidup lainnya yang harus dipelihara, dijaga, dan

bahkan dlindungi agar kehidupannya bisa tetap berlangsung (ruang yang harus

dilindungi).

Berdasarkan pengertian Undang-undang tersebut, ada dua aspek yang harus

diperhatikan dalam konsep wilayah yaitu:

1. Didalam wilayah ada unsur-unsur yang saling terkait yaitu ruang yang

berfungsi lindung yang harus selalu dijaga keberadaannya dan ruang

yang berfungsi budidaya sebagai tempat manusia melakukan

kegiatannya untuk kelangsungan hidupnnya, yang pada dasarnya,

Page 92: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

92

keduanya tidak biasa hidup dan berkembang serta survive

(berkelanjutan) secara sendiri-sendiri.

2. Adanya pengertian deliniasi fungsi berdasarkan kooridnasi geografis

(batas berdasarkan titik-titik kooridnat) yang deliniasinya bisa wilayah

admnisitrasi (pemerintahan) dan wilayah fungsi tertentu lainnya.

Pengertian wilayah ini menurut Rustiadi et al akan selalu terkait aspek

kepentingan sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan maupun

pertahanan. Secara umum pengertian wilayah ini dapat dikelompokan

sebagai berikut:

1) Ruang wilayah ekologis adalah deliniasi fungsi kesatuanekosistem berbagai kehidupan alam dan buatan yangmembentuk pola ruang ekotipe dan struktur hubungan yanghierarkis antara ekotipe, misalnya daerah aliran sungai (DAS)dengan sub DAS-nya, wilayah hutan tropis dengan strukturbagian hutan tropisnnya.

2) Ruang wilayah ekonomi adalah deliniasi wilayah yangberorientasi menggambarkan maksud fungsi (manfaat-manfaat)ekonomi, seperti wilayah produksi, konsusmi, perdagangan,aliran barang dan jasa.

3) Ruang wilayah sosial budaya adalah deliniasi wilayah yangtekait dengan budaya adat dan berbagai prilaku masyarakat,misalnya wilayah adat/marga, suku maupun wilayah pengaruhkerajaan.60

Menurut Rustiadi et al wilayah politik yaitu dimensi wilayah yang terkait

dengan batas administrasi, yaitu batasan ruang kewenangan kepala pemerintahan

yang mengatur dan mengelola berbagai sumber daya alam dan manffatnya untuk

kepentingan pengembangan wilayah yang akan diatur dan yang menjadi

kewenangan politiknya selaku penguasa wilayah.61

60 Ibid., hal.2861 Ibid., hal.29

Page 93: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

93

Kondisi sosial ekonomi merupakan suatu keadaan atau tingkat sosial dan

ekonomi masyarakat yang mempengaruhi atau menjadi indikator pemekaran

Kecamatan. Untuk melihat suatu keadaan tersebut, dapat dilihat dari beberapa

indikator seperti dibawah ini :

e. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia suatu bangsa. Salah satu indikator pemekaran

Kecamatan yaitu, Rasio Sekolah Dasar per penduduk usia Sekolah Dasar,

Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama per penduduk usia Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama dan Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Atas per

penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Berdasarkan hal tersebut

maka dapat diketahui bahwa terwujudnya pemekaran Kecamatan di landasi

ada atau tidaknya dan/atau terpenuhinya sarana dan prasarana mendidik baik

bagi siswa SD, SLTP dan SMU.

f. Kesehatan

Kesehatan merupakan hal penting dalam menjalani kehidupan.

Peningkatan sumber daya kualitas manusia serta kesejahteraan keluarga dan

masyarakat akan tercapai bila derajat kesehatan masyarakat meningkat.

Pada umumnya tingkat kesehatan pada masyarakat perKotaan lebih baik

dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Hal ini terjadi karena fasilitas

kesehatan di daerah perKotaan lebih memadai dibandingkan dengan

didaerah pedesaan.

Page 94: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

94

g. Transportasi

Transportasi merupkan salah satu faktor pendorong perkembangan

Kota. Untuk memudahkan dalam berkomunikasi dan kelancaraan aktivitas

masyarakat maka diperlukan sarana transportasi yang memadai. Dengan

memadainya sektor transportasi dalam suatu wilayah, maka perekonomian

wilayah tersebut akan cepat meningkat.

Masyarakat di daerah perKotaan dikenal sebagai masyarakat yang

setiap saat sibuk dengan aktivitasnya, yang selalu berinteraksi dengan

orang-orang di berbagai tempat. Tanpa adanya sarana transportasi yang

memadai, maka secara tidak langsung aktivitasnya pun akan terhambat.

h. Mata pencaharian

Mata pencaharian merupakan usaha manusia dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya dengan bekerja pada berbagai sektor. Mata pencharian

merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat

karena dapat menggambarkan tingkat pendapatan penduduk dan dapat

mengetahui tingakt taraf kesejahteraan hidupnnya.

Mata pencaharian penduduk pada suatu wilayah merupakan salah satu

aspek yang paling penting dalam mendukung laju pertumbuhan dan

perkembangan wilayah tersebut. Usaha ini erat kaitannya dengan

leingkungan sekitarnya. Daerah yang berada di lingkungan agraris maka

sebagian besar penduduk disekitar bekerja sebagai petani. Begitu pula

dengan daerah yang berbeda di lingkungan industri maka sebagian besar

penduduk di sekitarnya bekerja pada sektor industri.

Page 95: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

95

i. Tingkat pendapatan

Tinggi rendahnya tingkat pendapatan dapat menunjukan tinggi

rendahnya keadaan sosial ekonomi msayarakat pada suatu wilayah. Besar

kecilnya tingkat pendapatan tergantung beberapa faktor diantaranya tingkat

pendidikan, modal, serta jenis pekerjaan. Pada umumnya tingkat pendapatan

masyarakat pada derah perKotaan lebih besar dibandingkan dengan

masyarakat daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan

masyarakat pada derah perKotaan lebih tinggi sehingga memiliki kedudukan

yang lebih tinggi pula dalam pekerjaan.

Metode Penilaian yang digunakan adalah sistem skoring, untuk

pembentukan Kecamatan baru terdiri dari dua macam metode yaitu Metode Rata-

rata, dan Metode Kuota yang dapat digambarkan dalam matriks berikut :

Penilaian Metode Indikator Skor Pemberian SkorSistemSkoring

1.Metode Rata-rataadalah metode yangmembandingkanbesaran/nilai tiap calonKecamatandan Kecamatan indukterhadapbesaran/nilai rata-ratakeseluruhanKecamatan diKabupaten/Kota.· Kecamatan yangmemilikibesaran/nilai indikatoryang sangatberbeda (di atas 5 kalidaribesaran/nilai terendah),· maka besaran/nilai

skala 1-5(sangatmampu)· skor 4(mampu)· skor 3 (kurangmampu)· skor 2 (tidakmampu)· skor 1 (sangattidak mampu)

skor 5: nilaiindikatorlebih besar /sama dengan80%· skor 4: nilaiindicatorlebih besar/sama dengan60%· skor 3: nilaiindicatorlebih besar /sama dengan40 %· skor 2: nilaiindicatorlebihbesar/sama

Page 96: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

96

SistemSkoring

tersebut tidakdiperhitungkan2.Metode Kuotaadalah metode yangmenggunakanangka tertentu sebagaikuotapenentuan scoring baikterhadapcalon Kecamatanmaupun Kecamataninduk.

1. Untuk pembentukanKecamatandiKabupaten adalah 10(sepuluh) kali rata-ratajumlah penduduk desakelurahan seluruhKecamatandiKabupaten yangbersangkutan.2. Untuk pembentukanKecamatan diKotaadalah 5 (lima) kalirata-rata jumlahPenduduk desa/kelurahan seluruhKecamatan di Kotayangbersangkutan.3. 2/4 Semakin besarperolehan besaran/nilaicalon Kecamatan danKecamatan induk(apabila dimekarkan)terhadap kuotapembentukanKecamatan, makasemakin besar skornya.

dengan 20%

skor 1: nilaiindikator kurangdari 20%nilairata-rata

Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

Page 97: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

97

Metode rata -rata adalah metode yang membandingkan besaran/nilai tiap

calonKecamatan dan Kecamatan induk terhadap besaran/nilai rata-rata

keseluruhan Kecamatan di Kabupaten/Kota. Dalam hal terdapat Kecamatan yang

memiliki besaran/nilai indikator yang sangat berbeda (di atas 5 kali dari

besaran/nilai terendah), maka besaran/nilai tersebut tidak diperhitungkan.

Metode Kuota adalah metode yang menggunakan angka tertentu sebagai

kuota penentuan skoring baik terhadap calon Kecamatan maupun Kecamatan

induk. Untuk daerah Kabupaten, kuota jumlah penduduk Kecamatan untuk

pembentukan Kecamatan adalah 10 (sepuluh) kali rata-rata jumlah penduduk

desa/kelurahan seluruh Kecamatan di Kabupaten yang bersangkutan. Untuk

daerah Kota, kuota jumlah penduduk Kecamatan untuk pembentukan Kecamatan

adalah 5 (lima) kali rata-rata jumlah penduduk desa/kelurahan seluruh Kecamatan

di Kota yang bersangkutan.

Semakin besar perolehan besaran/nilai calon Kecamatan dan Kecamatan

induk (apabila dimekarkan) terhadap kuota pembentukan Kecamatan, maka

semakin besar skornya. Setiap indikator mempunyai skor dengan skala 1-5,

dimana skor 5 masuk dalam kategori sangat mampu, skor 4 kategori mampu, skor

3 kategori kurang mampu, skor 2 kategori tidak mampu dan skor 1 kategori sangat

tidak mampu. Pemberian skor 5 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau

sama dengan 80% besaran/nilai rata -rata, pemberian skor 4 apabila besaran/nilai

indikator lebih besar atau sama dengan 60% besaran/nilai rata-rata, pemberian

skor 3 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan 40%

besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 2 apabila besaran/nilai indikator lebih

Page 98: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

98

besar atau sama dengan 20% besaran/nilai rata -rata, pemberian skor 1 apabila

besaran/nilai indikator kurang dari 20% besaran/nilai rata -rata.

Setiap faktor dan indikator mempunyai bobot yang berbeda -beda sesuai

dengan perannya dalam pembentukan Kecamatan. Bobot untuk masing-masing

faktor dan indikator sebagai berikut :

Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

Page 99: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

99

Nilai indikator adalah hasil perkalian skor dan bobot masing-masing

indikator Kelulusan ditentukan oleh total nilai seluruh indikator dengan kategori:

Suatu calon Kecamatan direkomendasikan menjadi Kecamatan baru apabila

calon Kecamatan dan Kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total

nilai seluruh indikator dengan kategori sangat mampu (420-500) atau mampu

(340-419). Usulan pembentukan Kecamatan ditolak apabila calon Kecamatan atau

Kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator

dengan kategori kurang mampu (260-339), tidak mampu (180-259) dan sangat

tidak mampu (100-179).

Page 100: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

100

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembentukan atau Pemekaran Kecamatan berdasarkan Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilakukan dengan memenuhi

syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif yang

dimaksudkan ialah batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima)

tahun, batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang

akan dibentuk menjadi Kecamatan minimal 5 (lima) tahun, Keputusan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD), Keputusan Kepala Desa, dan Rekomendasi

Gubernur. Syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibu

Kota, sarana dan prasarana pemerintahan yang tersedia. Kemudian Persyaratan

teknis yang dimaksud ialah jumlah penduduk, luas wilayah, rentang kendali

penyelenggaraan pelayanan pemerintahan, aktivitas perekonomian, Ketersediaan

sarana dan prasarana.

Page 101: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

101

B. Saran

Pemekaran Kecamatan haruslah didasarkan atas kebutuhan pembangunan

dan pelayanan masyarakat semata dan bukanlah unsur politis, sehingga ketentuan

dengan mengikut sertakan akademisi dan perguruan tinggi dalam penilaian

indikator. Sehingga diperlukan pengaturan yang lebih rinci mengenai teknis

penilaian dan kriteria seorang penilai dalam suatu Peraturan Pemerintah.

Page 102: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

102

DAFTAR PUSTAKA

A. LiteraturB.C Smith. 1985. Decentralization: The Territorial Dimension of the State.

Asia Publishing House. London.

Dwiyanto, Agus (ed.). 2005. Mewujudkan Good Governance MelaluiPelayanan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Maddick, Hendry dan Hanif Nurcholis. 2007. “Teori dan PraktikPemerintahan dan Otonomi Daerah”. Grasindo. Jakarta.

MA Muthalib & Khan. Mohd. Akbar Ali. 1982. Theory of LocalGovernment. Starling Publisher Private Limited. New Delh.

Maskun, Sumitro. 2001. Aspek Perencanaan Dalam Otonomi Daerah.dalam Buku Otonomi Daerah Peluang dan Tantangan. Pustaka SinarHarapan. Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Kencana Prenada MediaGroup. Jakarta.

Nurcholis, Hanif. 2007. “Teori dan Praktik Pemerintahan dan OtonomiDaerah”. Penerbit Grasindo. Jakarta.

Soemitro, Ronny H. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia.Jakarta.

Soesetyo, Boedi. 1989. Pertumbuhan Pemerintah Daerah Di NegaraRepublik Indonesia, Jidil III. Gunung Agung. Jakarta.

Sunggono, Bambang. 2006. Metode Penelitian Hukum. PT Raja GrafindoPersada. Jakarta.

Syafii, Inu Kencana.1998. Manajemen Pemerintahan. PT. Perjta. Jakarta.Syaukani, Afan Qafar & Rasyid. Ryaas. 2003. Otonomi Daerah dalam

Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Page 103: SKRIPSI ERRI GUNRAHTI.pdf

103

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

PP Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat.

PP RI Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan danKriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

PPNomor 78 tahun 2007 tentang Persyaratan Pembentukan dan KriteriaPemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.