skripsi fadhli aufar kasyfi 04111001091
TRANSCRIPT
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
1/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
2/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
3/77
PERNYATAAN
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister dan/ atau doktor), baik di
Universitas Sriwijaya maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian Saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan verbal Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka Saya
bersedia menerima sanksi akademik atau sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Palembang, 22 Januari 2015
Yang membuat pernyataan,
Fadhli Aufar Kasyfi
NIM 04111001091
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
4/77
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sriwijaya, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fadhli Aufar Kasyfi
NIM : 04111001091
Program Studi : Pendidikan Dokter Umum
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Hak Bebas Royalti Noneksklusif
(Non-exclusive Royalty-F ree Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Karakteristik Pasien Dislokasi Sendi Bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2012 sampai 2013.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya berhak menyimpan,mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Palembang
Pada tanggal: Januari 2015
Yang Menyatakan
(Fadhli Aufar Kasyfi)
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
5/77
ABSTRAK
KARAKTERISTIK PASIEN DISLOKASI SENDI BAHU DI
SUBBAGIAN BEDAH ORTOPEDI RSUP Dr. MOHAMMAD
HOESIN PALEMBANG TAHUN 2012-2013
(Fadhli Aufar Kasyfi, Januari 2015, 45 halaman )
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Latar Belakang: Epidemiologi kasus dislokasi sendi bahu masih kurang
dipahami sampai saat ini. Tingkat morbiditas penderita dislokasi sendi bahu masih
relatif tinggi berkaitan dengan faktor resiko dan tatalaksana yang dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien dislokasi sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
ditinjau dari segi demografi, kejadian dislokasi, dan tatalaksana.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross
sectional . Populasi penelitian ini adalah semua pasien rawat inap dislokasi sendi
bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Sampel diambil dengan metode total sampling dari seluruh rekam medik pasien di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dari bulan Januari 2012 sampai bulan
Desember 2013.
Hasil: Subjek penelitian adalah 55 pasien yang terdiri dari 39 laki-laki dan 16
perempuan. Sebanyak 26,1% penderita berusia 14-24 tahun dan 70,9% diderita
oleh laki-laki. Berdasarkan waktu kejadian dislokasi, 76,4% pasien datang dengan
dislokasi akut. Penyebab utama dislokasi adalah trauma (90,9%). 60% kasus
terjadi akibat mekanisme trauma langsung. Dislokasi anterior menjadi yang paling
banyak yaitu 50 dari 55 kasus (90,9%) yang diteliti. 34,5% kasus ditemukan
komplikasi berupa fraktur-dislokasi. Teknik reduksi menjadi yang paling banyak
dilakukan dalam penatalaksanaan yaitu 56,4%.
Kesimpulan: Usia muda dan jenis kelamin laki-laki adalah faktor resiko
terjadinya dislokasi sendi bahu. Kejadian dislokasi terbanyak adalah dislokasi
anterior, dislokasi akibat trauma, dan dislokasi akut.
Kata kunci: dislokasi sendi bahu, dislokasi akut, dislokasi anterior, fraktur-dislokasi.
Palembang, 19 Januari 2015
Mengetahui
Pembimbing I Pembantu Dekan I
Dr. dr. Nur Rachmat Lubis Sp. OT dr. Mutiara Budi Azhar, SU, MMedSc
NIP. 195902181985111001 NIP. 1952201071989031001
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
6/77
ABSTRACT
CHARACTERISTICS OF SHOULDER DISLOCATION
PATIENTS AT ORTHOPAEDICS SURGERY SUBDIVISION
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN 2012-2013
(Fadhli Aufar Kasyfi, January 2015, 45 pages )
Faculty of Medicine Sriwijaya University
Background: Epidemiology of shoulder dislocation was poorly understood.
Morbidity rate of shoulder dislocation patients is relatively high associated with
risk factor and management. This study aims to investigate the characteristics of
shoulder dislocation patients at Orthopaedics Surgery Subdivison RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang in terms of dermographics, incidence of
dislocation, and management.
Methods: The study is descriptive study with cross-sectional design. Population
of the study is all shoulder dislocation patients at Orthopaedics Surgery
Subdivision RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Samples are taken with a
total sampling methods of the entire medical records of patients at RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang from January 2012 to December 2013.
Results: The subjects were 55 patients consisted of 39 male and 16 female. A
total of 26.1% is patients with aged 14-24 years and 70.9% suffered in male.Based on the time occurrence of dislocation, 76.4% of patients come with acute
dislocation. The major cause is traumatic dislocation (90.9%). 60% of cases result
from direct trauma mechanism. Anterior dislocation became the most dislocation
with 50 of 55 cases (90.9%) were studied. 34.5% of cases are found with fracture-
dislocation. Reduction techniques become the most widely applied in the
management of which 56.4%.
Conclusion: Young age and male gender is a risk factor of shoulder dislocation.
The most incidence of shoulder dislocation are anterior dislocation, traumatic
dislocation, and acute dislocation.
Keywords: shoulder dislocation, acute dislocation, anterior dislocation, fracture-
dislocation
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
7/77
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas
kesehatan dan segala kemudahan yang di berikan- Nya sehingga Skripsi dengan judul
“ Karakteristik pasien dislokasi sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2012-2013” ini dapat diselesaikan dengan baik
tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S. Ked).
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, bimbingan, doa, semangat, serta saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. DR. Dr. M. Zulkarnain, MMedSc, PKK., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
2. DR. dr. Nur Rachmat Lubis, Sp. OT selaku pembimbing substansi dan penguji
1(satu) yang telah bersedia mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga untukmengarahkan serta mendorong saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. DR. dr. Legiran, M.Kes selaku pembimbing metodologi penelitian dan penguji
2(dua) yang telah bersedia mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga untuk
mengarahkan serta mendorong saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Indri Septadina, M.Kes, selaku penguji 3 (tiga) yang telah menguji dan
memberikan saran untuk perkembangan skripsi ini.
5. Prof. DR. Dr. Yuwono, M.Biomed., sebagai penguji kelayakan etik proposal
skripsi
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
8/77
vii
6. Keluarga saya secara khusus kepada kedua orang tua saya DR. Ir. Kuswanta Futas
Hidayat, M. P., dan Yati Surini, S. Kep., Ners, M. Pd., kepada kakek saya tercinta,
dan juga kepada saudara/i saya Fanny dan Farid atas dukungan baik secara moral
maupun material dan doa restu dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kekasih saya Rinda Mentari, sahabat-sahabat saya Dimas, Riedho, Riandri,
Ganda, Johannes, Agien, Tafdhil, dan semua teman dekat maupun kawan-kawan
seangkatan sekalian yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah turut
membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan dan penyelesaian skripsi ini yang tidak bias saya sebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian lain selanjutnya dan bagi
masyarakat. Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan berkat dan
rahmat bagi kita semua. Amin.
Palembang, 21 Januari 2015
Fadhli Aufar Kasyfi
04111001091
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
9/77
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAAN ............................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ixDAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 3
1.4.
Manfaat Penelitian .............................................................................. 41.4.1 Manfaat Ilmiah ........................................................................ 4
1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat ........................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sendi Bahu ........................................................................................... 5
2.1.1. Anatomi .................................................................................. 5
2.1.2. Biomekanik ............................................................................. 7
2.2 Dislokasi Sendi Bahu ............................................................................ 9
2.2.1. Definisi ................................................................................... 9
2.2.2. Epidemiologi .......................................................................... 9
2.2.3. Etiologi ................................................................................... 10
2.2.4. Patofisiologi ............................................................................ 102.2.5. Mekanisme.............................................................................. 11
2.2.6. Klasifikasi ............................................................................... 12
2.2.6.1 Dislokasi Anterior....................................................... 12
2.2.6.2 Dislokasi Posterior ...................................................... 13
2.2.6.3 Dislokasi Inferior ........................................................ 13
2.2.7. Diagnosis ................................................................................ 13
2.2.8. Pengkajian Diagnostik ............................................................ 14
2.2.9. Manifestasi Klinik .................................................................. 14
2.2.10. Komplikasi.............................................................................. 15
2.2.11. Penatalaksanaan ...................................................................... 15
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
10/77
2.2.12. Prognosis ................................................................................ 20
2.3 Kerangka Teori ..................................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN3.1. Jenis Penelitian ................................................................................... 22
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 22
3.2.1. Lokasi ..................................................................................... 22
3.2.2. Waktu ...................................................................................... 22
3.3. Populasi dan Sampel ........................................................................... 22
3.3.1. Populasi Penelitian .................................................................... 22
3.3.2. Sampel Penelitian ..................................................................... 22
3.4. Variabel Penelitian............................................................................... 23
3.5. Definisi Operasional ............................................................................ 23
3.6.1 Usia .......................................................................................... 23
3.6.2 Jenis Kelamin ........................................................................... 243.6.3 Jenis Dislokasi .......................................................................... 24
3.6.4 Arah Dislokasi .......................................................................... 24
3.6.5 Penyebab Dislokasi .................................................................. 25
3.6.6 Mekanisme Dislokasi ............................................................... 25
3.6.7 Fraktur Komponen Sendi ......................................................... 25
3.6.8 Penatalaksanaan ......................................................................... 26
3.6. Cara Pengumpulan Data ..................................................................... 26
3.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data.................................................... 26
3.8 Alur Penelitian .................................................................................... 27
3.9 Aspek Etik .......................................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................... 29
4.1.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ...................................... 29
4.1.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ....................... 30
4.1.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi ..................... 31
4.1.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi ..................... 32
4.1.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi .............. 32
4.1.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi ........... 33
4.1.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi ..... 34
4.1.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan ................... 34
4.2
Pembahasan ......................................................................................... 364.2.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ...................................... 36
4.2.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ....................... 37
4.2.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi ..................... 38
4.2.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi ..................... 39
4.2.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi .............. 40
4.2.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi ........... 41
4.2.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi ..... 42
4.2.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan ................... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 44
5.2
Saran .................................................................................................... 44
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
11/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
12/77
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ................................................ 30
4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ................................ 31
4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi ............................... 31
4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi ............................... 32
4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi ....................... 33
4.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi .................... 33
4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi .............. 34
4.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan............................. 35
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
13/77
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Ligamentum pada sendi bahu......................................................... 6
2.2 Otot- otot pada bahu ....................................................................... 7
2.3 Teknik Reduksi Cooper-Milch ....................................................... 16
2.4 Teknik Reduksi Stimson’s ............................................................. 16
2.5 Teknik reduksi Hipocrates ............................................................. 17
2.6 Teknik reduksi Kocher ................................................................... 18
2.7 Teknik manipulasi Countertraction ............................................... 192.8 Teknik reduksi Spaso ..................................................................... 19
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
14/77
DAFTAR GRAFIK
Grafik Judul Halaman
4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ................................................ 36
4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi ............................... 39
4.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi .................... 41
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
15/77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Lampiran Data Pasien ..................................................................... 59
2 Lampiran Surat Etik ........................................................................ 62
3 Lampiran Surat Izin Penelitian........................................................ 63
4 Lampiran Surat Selesai Penelitian .................................................. 64
5 Lampiran Artikel ............................................................................. 65
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
16/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
17/77
2
Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri pada bahu serta adanya
riwayat trauma. Diagnosis pada kasus dislokasi yaitu dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboraturium. Sebagian kasus dislokasi sendi
merupakan kompetensi dokter spesialis. Dokter umum harus memiliki
kemampuan untuk mendiagnosis awal dan melakukan sitem rujukan yang benar
untuk menghindari tingginya angka morbiditas dan komplikasi yang serius. Pada
beberapa kasus, contohnya pada kasus dislokasi bahu posterior, didapatkan 60 –
80% sering terjadi kesalahan mendiagnosis kasus (Koval dan Zuckerman, 2006).
Pada keadaan akut, penatalaksanaan yang lama dan tidak cermat dapat
menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya nekrosis vaskular dan dislokasi
berulang yang disbut juga luksasio habitualis (Sjamsuhidajat, 2010).
Penatalaksaan dalam kasus dislokasi sendi bahu dibagi menjadi tindakan operatif
dan non-operatif atau konservatif. Dalam sebuah studi di Inggris didapatkan terapi
operatif lebih menurunkan angka terjadinya dislokasi sendi bahu berulang.
Penanganan yang cepat dan tepat merupakan kunci untuk menurunkan angka
morbiditas (Handoll, 2004).
Berdasarkan pernyataan masih kurangnya tingkat pengetahuan mengenai
epidemiologi dislokasi sendi bahu, angka morbiditas yang tinggi serta tingkat
pengetahuan dokter umum yang sangat penting berkaitan dengan diagnosis awal
dan rujukan, timbul pemikiran bahwa informasi dan pengetahuan penyebab, jenis,
dan faktor risiko terjadinya dislokasi sendi menjadi sangat penting dan perlu
pengetahuan yang lebih jelas berkaitan dalam pendekatan diagnosis, tatalaksana,
dan pencegahan. Dalam hal ini, peneliti memilih semua rekam medis dislokasi
sendi bahu di Sub Bagian Bedah Ortopedi RS Dr. Mohammad Hoesin, Palembang
Januari 2012 – Desember 2013 sebagai sampel penelitian.
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
18/77
3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik pasien dislokasi sendi bahu pada tahun 2012 dan
2013 di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui karakteristik penderita dislokasi sendi yang dirawat di Sub
Bagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang pada tahun
2012 dan 2013.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui demografi pasien dislokasi sendi bahu pada tahun 2012
dan 2013 yang dirawat di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin, Palembang.
2. Mengetahui kejadian dislokasi pada pasien dislokasi sendi bahu pada
tahun 2012 dan 2013 yang dirawat di Sub Bagianbedah Ortopedi
RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang.
3. Mengetahui penatalaksanaan dislokasi pada pasien dislokasi sendi
bahu pada tahun 2012 dan 2013 yang dirawat di Subbagian Bedah
Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang.
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
19/77
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
a.
Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti yaitu mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian serta
berkontribusi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
b. Bagi Institusi
1.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data epidemiologi
dislokasi sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang pada tahun 2012 - 2013.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan
pembanding untuk penelitian selanjutnya.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang
berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang kedokteran.
1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber ilmu
pengetahuan dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang
karakteristik klinis pasien dislokasi sendi bahu yang ada di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
20/77
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sendi Bahu
2.1.1 Anatomi
Sendi bahu merupakan sendi yang kompleks pada tubuh manusia dibentukoleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone),
humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup
empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular , sendi glenohumeral , sendi
acromioclavicular , dan sendi scapulothoracal . Empat sendi tersebut bekerjasama
secara sinkron. Pada sendi glenohumeral sangat luas lingkup geraknya karena
caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal
(Snell, 2006).
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas
glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas
glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar
sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi
terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus,
dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar
caput humerus selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya (Snell, 2006). Hal ini
memungkinkan seseorang menggerakan lengannya secara leluasa. Namun struktur
yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan sering
menimbulkan gangguan pada bahu (Rasjad, 2007).
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain
ligamen glenoidalis, ligamen humeral tranversum, ligamen coraco humeral , dan
ligamen coracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan
collum anatomicum humeri (Snell, 2006).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
21/77
6
Sendi glenohumeral memiliki banyak bursa. Bursa merupakan kantung
yang berisi cairan, dilapisi oleh membran synovial yang terletak antara kapsul
sendi dan permukaan otot bagian dalam komponen sendi tersebut. Bursa-bursa
tersebut meliputi, Bursa musculus latisimus dorsi, bursa infraspinatus, bursa
musculus pectoralis mayor, bursa subdeltoideus, bursa subcutaneus acromialis,
dan bursa musculus subscapularis (Snell, 2006).
Gambar 2.1 Ligamentum pada sendi bahu (Sobotta, 2010)
Gerakan yang sedemikian kompleks ini, selain ditunjang oleh banyaknya
sendi pada bahu, juga ditunjang oleh otot- otot yang berperan pada bahu. Otot-
otot tersebut dikelompokkan menjadi, otot penggerak sendi bahu dan otot
penggerak pergelangan bahu. Otot intrinsik bahu yaitu : musculus deltoideus,
musculus supraspinatus, musculus infraspinatus, musculus subscapularis, dan
musculus teres minor. Otot-otot tersebut juga disebut sebagai Rotator Cuff (Snell,
2006).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
22/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
23/77
8
Elevasi yaitu gerakan skapula ke atas sejajar dengan vertebra, dapat
dilakukan dengan mengangkat bahu ke atas. Sedangkan depresi adalah
kembalinya bahu dari posisi elevasi. Protraksi adalah gerakan kelateral skapula
menjauhi vertebra. Gerakan ini dapat terjadi ketika bahu melakukan gerakan
mendorong ke depan. Retraksi yaitu gerakan skapula ke medial, dapat dilakukan
dengan menarik bahu ke belakang. Upward rotation yaitu gerakan rotasi dari
scapula pada bidang frontal sehingga fossa glenoidalis bergerak ke atas.
Sedangkan downward rotation yaitu gerakan kembali dari upward rotation.
Upward tilt yaitu gerakan skapula pada aksis frontal horizontal yang
menyebabkan permukaan posterior skapula bergerak ke atas. Gerakan ini terjadi
karena rotasi dari klavikula, sehingga bagian superior skapula bergerak naik-turun
dan bagian inferiornya bergerak maju-mundur. Hal ini hanya terjadi jika bahu
hiperekstensi. Reduction of upward tilt yaitu gerakan kembali dari upward tilt .
Gerakan Humerus meliputi gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
fleksi horizontal, ekstensi horizontal, endorotasi, dan eksorotasi. Gerak fleksi
adalah gerakan lengan atas dalam bidang sagital ke depan dari 0o ke 180
o. Gerak
yang berlawanan ke posisi awal (0o) disebut gerak depresi lengan. Gerak ekstensi
adalah gerak dari lengan dalam bidang sagital ke belakang daro 0o ke kira-kira
60o. Gerak abduksi adalah gerak dari lengan menjauhi tubuh dalam bidang frontal
dari 0° ke 180° Gerak adduksi adalah gerak kebalikan dari abduksi yaitu gerak
lengan menuju garis tengah tubuh. Gerak fleksi horizontal adalah gerak dari
lengan dalam bidang horizontal mulai 0° – 135°. Gerak ekstensi horisontal ialah
gerak lengan kebelakang dalam bidang horisontal dari 0° – 45°. Rotasi dengan
lengan disamping tubuh, siku dalam fleksi, bila lengan bawah digerakkan
menjauhi garis tengah tubuh disebut eksorotasi, bila lengan bawah digerakkan
menuju garis tengah tubuh disebut endorotasi (Nordin dan Frankel, 1989).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
24/77
9
2.2 Dislokasi Sendi Bahu
2.2.1 Definisi
Dislokasi adalah suatu keadaan terjadinya pergeseran secara total dari
permukaan sendi. Dislokasi ditandai dengan keluarnya bongkol sendi dari
mangkok sendi atau keluarnya kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya
sebagian yang bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.
Dikatakan Recurrent apabila terjadi suatu dislokasi berulang sedangkan Habitual
apabila dislokasi dapat diprofokasikan sendiri oleh penderitanya, keadaan ini
bersifat kongenital atau akibat injeksi berkali-kali (biasanya antibiotika) ke dalam
otot (Apley, 2010).
Dislokasi sendi bahu adalah lepasnya hubungan sendi pada bahu yang
sering disebabkan oleh suatu cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi di luar
kemampuan dari kaput humeri yang dipertahankan pada sendi glenoidale yang
dangkal oleh labrum glenoidale, ligamentum glenohumerale, ligamentum
coracohumerale, kanopi arcus coracoacromiale, dan otot di sekeliling (Helmi,
2012). Kelemahan ligamen atau glenoid dysplasi dan stress pada sendi akibat
aktivitas yang berlebihan bisa juga menyebabkan terjadinya dislokasi ini
(Nagayam, 2010).
Dislokasi bisa terjadi juga karena kekuatan yang menyebabkan gerakan
rotasi eksterna dan ekstensi bahu. Kaput humerus terdorong ke depan, sehingga
menyebabkan avulsi simpul sendi dan kartilago beserta periosteum
labrumglenoidale bagian anterior (Sjamsuhidajat, De Jong, 2010).
2.2.2 Epidemiologi
Sendi bahu menjadi kasus yang paling sering terjadi dengan angka 45 %
dari seluruh kasus dislokasi, menyusul sendi panggul, dan siku. Dalam sebuah
studi di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kasus dislokasi sendi bahu berupa
95% dislokasi anterior, 4% dislokasi posterior, 0,5% dislokasi inferior, serta
kurang dari 0,5% dislokasi superior (Koval dan Zuckerman, 2006). Dislokasi
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
25/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
26/77
11
luar biasa, misalnya setelah serangan epilepsi atau kejutan listrik yang hebat
(Helmi, 2012).
Pada dislokasi berulang, labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar
anterior glenoid . Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta
ligamentum glenohumerus keduanya terlepas atau terentang kearah anterior dan
inferior. Selain itu mungkin ada lesi pada bagian posterolateral kaput humerus
(lesi Hill-Sachs), yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan
lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi (Koval dan Zuckerman,
2006).
2.2.5 Mekanisme
Mekanisme dislokasi dibagi menjadi akibat trauma langsung, trauma tidak
langsung, kejadian kejang, dan dislokasi rekuren atau berulang. Pada trauma
langsung, terdapat gaya yang langsung merusak komponen sendi sehingga
dislokasi dapat terjadi seperti pada kasus kecelakaan. Trauma tidak langsung
berkaitan dengan pergerakan sendi seperti abduksi, ekstensi, rotasi interna, serta
rotasi eksterna. Pada kejadian kejang juga dapat menyebabkan terjadinya
dislokasi, sering pada kasus dislokasi bahu posterior. Dislokasi berulang
merupakan dislokasi yang terjadi setelah dislokasi primer terjadi sebelumnya
dengan gaya yang kecil. Pada kasus ini ligamen komponen sendi sudah
mengalami kelemahan (Koval dan Zuckerman, 2006).
Dislokasi anterior disebabkan oleh adanya trauma tidak langsung dengan
mekanisme abduksi, ekstensi, dan rotasi eksternal. Kepala dari humerus bergeserkedepan, kapsul sendi mengalami tear, dan terbentuk avulsi dari labrum
glenoidale (Bankart Lesion). Dislokasi posterior, biasanya disebabkan rotasi
interna dan abduksi yang berat. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang
mengalami kejang atau keadaan tersambar listrik. Dislokasi inferior (luxutio
erecta), merupakan kondisi dislokasi bahu yang serius meskipun jarang terjadi.
Dislokasi ini disebabkan hiperabduksi yang hebat menyebabkan kepala humerus
bergeser ke sebrang inferior dari cavitas glenoidale (Helmi, 2012).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
27/77
12
2.2.6 Klasifikasi
2.2.6.1
Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior dapat mengenai komponen preglenoid, subcoracoid, dan
subclaviculer. Pada kasus ini paling sering ditemukan jatuh dalam keadaan out
stretched atau jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu atau cedera akut
karena lengan dipaksa berabduksi, dan ekstensi. Trauma pada scapula dengan
gambaran klinis nyeri hebat dengan gangguan pergerakan bahu, kontur sendi bahu
rata, dan caput humerus bergeser ke depan pada pemeriksaan radiologis (Koval
dan Zuckerman, 2006).
2.2.6.2 Dislokasi Posterior
Pada dislokasi posterior biasanya trauma langsung pada sendi bahu dalam
keadaan rotasi interna, serta terjulur atau karena hantaman pada bagian depan
bahu, dan dapat juga terkait dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat
tersetrum listrik (Koval dan Zuckerman, 2006).
2.2.6.3 Dislokasi Inferior
Pada luxatio erecta atau dislokasi inferior, posisi lengan atas dalam posisi
abduksi, kepala humerus terletak dibawah glenoid , terjepit pada kapsul yang
robek. Karena robekan kapsul sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka
sangat susah kepala humerus ditarik keluar, hal ini disebut sebagai “efek lubang
kancing” ( Button hole effect ). Pengobatan dilakukan reposisi tertutup seperti
dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan operasi (Koval
dan Zuckerman, 2006).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
28/77
13
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis
(autoanamnesis atau alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis dapat memberikan informasi riwayat trauma dan
mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga dapat lebih membantu
menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit yang mungkin telah ada
dan yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi mengenai
riwayat penyakit pasien dan riwayat trauma sebelumnya, untuk
mempertimbangkan penanganan yang akan diambil. (Rasjad, 2007)
Pada pemeriksaan fisik regional dislokasi didapatkan terlihat adanya
penonjolan acromion, bahu menjadi rata, penonjolan kepala humerus, lengan
abduksi, dan rotasi eksterna. Pasien mencegah pergerakan rotasi interna, fleksi
siku, dan lengan bawah dibantu lengan normal. Kepala humerus teraba, periksa
adanya gangguan fungsi sensori dan motorik dari muskulotaneus dan saraf radial.
Pasien juga tidak mampu menggerakan bahu secara adduksi dan rotasi interna
(Helmi, 2012).
Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu ini dapat menggunakan
tanda cemas (apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
mengangkat lengan kedalam abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara
hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring. Pada saat kritis pasien akan merasa
bahwa kaput humerus seperti akan telepas kebagian anterior dan tubuhnya
menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan
bahu, dimana dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tandacemasnya negatif (Rasjad, 2007)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu
anteroposterior (AP) dan lateral. Rontgen bagian AP akan memperlihatkan
bayangan yang tumpang tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid , kaput
biasanya terletak di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang
diarahkan pada daun skapula akan memperlihatkan kaput humerus keluar
mangkuk sendi (Apley, 2010).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
29/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
30/77
15
sedangkan jika telah lebih dari 2 minggu disebut dislokasi kronik. Dislokasi
kronik sangat berhubungan dengan terjadinya dislokasi berulang apabila tidak
mendapat penanganan yang adekuat dan segera (Verhaegen, 2012).
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi dini dapat berupa cedera saraf, cedera pembuluh darah, serta
terjadinya fraktur-dislokasi. Bila tidak mendapat penanganan atau penanganan
tidak memadai dapat terjadi komplikasi lanjut, yaitu kekakuan bahu, atrofi atau
kelemahan otot, serta dislokasi berulang. Biasanya dislokasi berulang terjadi
karena ligamen-ligamen pada sendi tersebut menjadi kendor. Apabila terjadi
fraktur-dislokasi, direkomendasikan untuk melakukan open reduksi dan fiksasi
internal. Bila keadaan belum membaik, tindakan operasi sangat dianjurkan untuk
menghindari keadaan yang lebih buruk (Helmi, 2012).
2.2.11 Penatalaksanaan
Reduksi dislokasi harus dilakukan segera mungkin. Beberapa intervensi dalam
melakukan reduksi bahu, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Teknik Cooper-Milch
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine
dengan siku fleksi 90o.
b.
Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi
abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten
mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi medial dan inferior dari
humeral head.
c. Adduksi lengan secara bertahap.
d.
Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
31/77
16
Gambar 2.3 Teknik reduksi Cooper-Milch (Bishop, 2004).
2. Teknik Stimson‟s
a.
Berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi
dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-5kg
terikat pada lengan tersebut.
b.
Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
c.
Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.
Gambar 2.4 Teknik reduksi Stimson‟s (Bishop, 2004).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
32/77
17
3. Teknik Hipocrates
Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam
waktu 15 menit.
a. Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.
b. Lengan pasien ditarik kearah distal punggung dengan sedikit abduksi,
sementara kaki penolong berada diketiak pasien untuk mengungkit kaput
humerus kearah lateral dan posterior.
c. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan
penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu
d. Pasang collar dan cuff, periksa x-ray post reduksi
Gambar 2.5 Teknik reduksi Hipocrates (Bishop, 2004).
4.
Teknik Kocher
Penderita ditidurkan diatas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat
dibagi menjadi 4 tahap :
a. tahap 1 : dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas kearah
distal.
b.
tahap 2 : dilakukan gerakan ekserotasi dari sendi bahu
c. tahap 3 : Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu
d.
tahap 4 : Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
33/77
18
Setelah terreposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verban dan
lengan bawah digantung dengan sling (mitella ) selama 3 minggu.
Gambar 2.6 Teknik reduksi Kocher (Bishop, 2004).
5. Teknik Countertraction
Bermanfaat sebagai sebuah manuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.a.
Dibawah conscious sedation, tempatkan pasien berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.
b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction
sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan
menggunakan rolled sheet.
c. Setelah relokasi, pasang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.
d.
Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
34/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
35/77
20
Pasca-reduksi sinar-x dilakukan untuk memastikan reduksi tidak
menyebabkan fraktur. Bila pasien sepenuhnya sadar, abduksi aktif dengan pelan-
pelan diuji untuk menyingkirkan suatu cedera saraf aksila. Lengan diistirahatkan
dalam kain gendongan selama satu atau dua minggu dan digerakan aktif kemudian
dimulai, tetapi kombinasi abduksi dan rotas lateralharus dihindari sekurang-
kurangnya selama 3 minggu. Selama periode ini, gerakan siku dan jari dipraktikan
setiap hari (Helmi, 2012).
Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak
memungkinkan, maka dapat dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk
dilakukan operasi adalah dislokasi yang berkali – kali, terutama bila terdapat nyeri
serta subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah
keikutsertaan dalam aktifitas sehari – hari atau olahraga.
Operasi terdiri atas tiga jenis yaitu operasi untuk memperbaiki labrum
glenoid dan kapsul yang robek (prosedur Bankart), operasi untuk memendekkan
kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan tumpang – tindih (operasi
Plutti – Platt ), dan operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan
mengarahkan tulang otot lain ke bagian depan sendi (Salter, 1999).
2.2.12 Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi
(Rasjad, 2007)
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
36/77
21
2.3 Kerangka Teori
Kondisi
Patologis
Trauma Kongenital
Dislokasi
Bahu
Usia
Jenis Kelamin
Kmponen
sendi
n. axillaris
tertekan caput
Mengeluarka
n zat
Inflamasi
Nyeri
Nosiseptik
Rotator cuff
mengalami
Kapsul
articularis
Dislokasi
berulang
Ligamen
meregang
Fraktur-
dislokasi
Teknik Operatif
Teknik Reduksi
Penatalaksanaan
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
37/77
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di Sub Divisi Bedah Ortopedi, RSUP Dr. Mohammad
Hoesin, Palembang.
3.2.2 Waktu
Penelitian dilakukan dari tanggal 12 Juni 2014 hingga 31 Desember 2014
yang terdiri dari penyusunan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, dan
pembuatan laporan penelitian.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
a. Populasi Target
Populasi target dari penelitian ini adalah semua penderita dislokasi
sendi bahu di Palembang, Sumatera Selatan.
b.
Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah semua pasien rawat
inap dislokasi sendi bahu di sub bagian bedah ortopedi RS Dr. Mohammad
Hoesin, Palembang pada bulan Januari 2012 – Desember 2013.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah semua pasien rawat inap
dislokasi sendi bahu di Instalasi Rekam Medik Rawat Inap bagian Bedah
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
38/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
39/77
24
3.5.2 Jenis Kelamin
Definisi : Suatu kelompok dalam suatu subjek yang dibagi
menjadi laki-laki dan perempuan.
Alat Ukur : Rekam medik
Cara Ukur : Observasi
Skala Pengukuran : Nominal
Hasil Ukur : Dikategorikan atas:
a.
Laki-laki b. Perempuan
3.5.3 Jenis Dislokasi
Definisi : Klasifikasi dislokasi berdasarkan waktu terjadinya
dislokasi
Alat Ukur : Rekam medik
Cara Ukur : Observasi
Skala Pengukuran : Ordinal
Hasil Ukur : Dikategorikan atas:
a. Akut
b. Kronik
3.5.4
Arah Dislokasi
Definisi : Klasifikasi dislokasi berdasarkan arah terjadinya
dislokasi.
Alat Ukur : Rekam medik
Cara Ukur : Observasi
Skala Pengukuran : Nominal
Hasil Ukur : Dikategorikan atas:
a.
Anterior
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
40/77
25
b. Posterior
c. Inferior
3.5.5 Penyebab Dislokasi
Definisi : Klasifikasi dislokasi berdasarkan etiologi atau
penyebab terjadinya dislokasi.
Alat Ukur : Rekam medik
Cara Ukur : Observasi
Skala Pengukuran : NominalHasil Ukur : Dikategorikan atas:
a. Trauma
b.
Patologik
3.5.6 Mekanisme dislokasi
Definisi : Mekanisme terjadinya dislokasi sendi.
Alat Ukur : Rekam medik
Cara Ukur : Observasi
Skala Pengukuran : Nominal
Hasil Ukur : Dikategorikan atas:
a.
Trauma langsung
b. Trauma tidak langsung
c. Lainnya
3.5.7 Fraktur Komponen Sendi
Definisi : Terjadinya fraktur penyerta pada komponen sendi
yang mengalami dislokasi.
Alat Ukur : Rekam medik
Cara Ukur : Observasi
Skala Pengukuran : Ordinal
Hasil Ukur : Dikategorikan atas:
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
41/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
42/77
27
3.8 Alur Penelitian
Semua rekam medis pasien rawat inap dislokasi sendi bahu
di Subbagian Bedah Ortopedi RSMH, Palembang.
Kriteria inklusi dan ekslusi
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Hasil Penelitian
Kesim ulan
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
43/77
28
3.9 Aspek Etik
Penelitian ini disusun berdasarkan tinjauan penelitian sebelumnya dan
tinjauan pustaka yang menyangkut topik penelitian sehingga penelitian ini akan
membuahkan hasil yang sesuai dengan tujuan dan akan memberikan manfaat.
Etika penelitian merupakan prinsip-prinsip etik dalam pengolahan penelitian
mulai dari penerapan topik hingga penyajian hasil penelitian. Prinsip-prinsip yang
mendasari adalah beneficience, respect for human dignity, dan justice. Informed
Consent tidak diperlukan karena penelitian menggunakan data sekunder yaitu
rekam medik.
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
44/77
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian deskriptif untuk mengetahui
karakteristik pasien dislokasi sendi bahu dengan menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien rawat inap yang
menderita dislokasi sendi bahu di Sub Bagian Bedah Ortopedi RS Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari 2012 – 31 Desember
2013. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 – 25 November 2014.
Populasi penelitian ini adalah semua pasien rawat inap yang
menderita dislokasi sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RS Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari 2012 – 31 Desember
2013 yaitu sebesar 64 kasus. Subjek penelitian diambil dari seluruh
populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu pasien yang
memiliki data rekam medik lengkap serta telah didiagnosis dislokasi sendi
bahu sebanyak 55 dari 64 kasus. Hasil penelitian yang didapat disajikan
dalam bentuk tabel, diagram dan narasi.
4. 1. 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia
Untuk memudahkan peneliti dalam menghitung distribusi frekuensi
dislokasi sendi bahu menggunakan aturan sturges yaitu dibagi menjadi
tujuh kelas kategori usia dengan interval sebelas. Hasil distribusi
berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
45/77
30
Tabel 4. 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia
Usia n
(55)
%
3-13 tahun 6 10,9
14-24 tahun 16 29,1
25-35 tahun 10 18,2
36-46 tahun 9 16,4
7-57 tahun 10 18,2
58-68 tahun
69-79 tahun
1
3
1,8
5,5
Total 5 100
Dari tabel di atas, pada periode tahun 2012 dan 2013, pada
kelompok usia 3-13 tahun didapatkan sebanyak 6 kasus (10,9%). Kasus
dislokasi sendi bahu paling sering terjadi pada usia 14-24 tahun yaitu
sebanyak 1 kasus (29,1%). Selanjutnya pada usia 25-35 tahun sebanyak 10
kasus (18,2%). Pada usia 36-46 tahun dan 47-57 tahun berturut-turut yairu
sebanyak 9 kasus (16,4%) dan 10 kasus (18,2%). Kasus paling sedikit
ditemui pada usia 58-68 tahun yaitu hanya 1 kasus (1,8%) dan yang
terakhir pada usia 69-79 tahun sebanyak 3 kasus (5,5%). Nilai rata-rata
umur yang mengalami dislokasi sendi bahu yaitu sebesar 32,69 tahun
dengan umur paling muda 3 tahun dan umur paling tua 78 tahun.
4. 1. 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil distribusi dislokasi sendi berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
46/77
31
Tabel 4. 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin n
(55)
%
Laki-laki 39 70,9
Perempuan 16 29,1
Total 55 100
Tabel 4. 2 menunjukkan bahwa dari 55 kasus, dislokasi sendi bahu
paling banyak terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 39 kasus (70,9%),
sementara perempuan hanya terjadi sebanyak 16 kasus (29,1%).
4. 1. 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi
Jenis dislokasi sendi bahu dibedakan menjadi akut dan kronik.
Dislokasi akut adalah dislokasi dengan waktu kejadian kurang dari 2
minggu sedangkan dislokasi kronik lebih dari 2 minggu. Hasil distribusi
dislokasi sendi bahu berdasarkan jenis dislokasi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4. 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi
Jenis Dislokasi n
(55)
%
Akut 42 76,4
Kronik 13 23,6
Total 55 100
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
47/77
32
Tabel 4. 3 menunjukkan bahwa kejadian dislokasi sendi bahu
sering terjadi secara akut yaitu sebanyak 42 kasus (76,4%), sementara
kronik sebanyak 13 kasus (23,6%)
4. 1. 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi
Hasil distribusi kasus dislokasi sendi bahu di bedakan menjadi arah
anterior, posterior dan inferior. Hasil distribusi berdasarkan arah dislokasi
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi
Dapat dilihat pada tabel 4. 4 bahwa terjadinya dislokasi sendi bahu
didapatkan paling banyak terjadi pada arah anterior yaitu sebanyak 50
kasus (90,9%), diikuti arah posterior terjadi sebanyak 4 kasus (7,3%) dan
hanya terjadi 1 kasus (1,8%) pada arah inferior.
4. 1. 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi
Hasil distribusi kasus dislokasi sendi bahu berdasarkan penyebab
terjadinya dislokasi, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi
Arah Dislokasi n
(55)
%
Anterior
Posterior
Inferior
50
4
1
90,9
7,3
1,8
Total 55 100
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
48/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
49/77
34
Dapat dilihat pada tabel 4. 6 bahwa terjadinya dislokasi sendi bahu
didapatkan paling banyak terjadi akibat trauma langsung sebanyak 33
kasus (60%), diikuti dengan trauma tidal langsung sebanyak 17 kasus
(30,9%) dan lainnya hanya terjadi 5 kasus (9,1%).
4. 1. 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi
Hasil distribusi kasus dislokasi sendi bahu berdasarkan fraktur
komponen sendi dibedakan menjadi positif yaitu disertai fraktur dan
negatif yaitu tidak disertai fraktur.
Tabel 4. 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi
Fraktur Komponen n
(55)
%
Fraktur positif (+) 19 34,5
Fraktur negatif (-) 36 65,5
Total 55 100
Dapat dilihat pada tabel 4. 7 bahwa didapatkan sebanyak 19 kasus
(34,5%) penderita dislokasi sendi bahu positif mengalami fraktur penyerta
komponen sendi bahu dan sisanya sebanyak 36 kasus (65,5%) tidak
mengalami fraktur komponen sendi.
4. 1. 8. Distribusi Sampel Bahu Berdasarkan Penatalaksanaan
Hasil distribusi kasus dislokasi sendi bahu berdasarkan
penatalaksanaannya dibedakan menjadi operatif dan non-operatif.
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
50/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
51/77
36
4. 2. Pembahasan
4. 2. 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia
Distribusi frekuensi dislokasi sendi bahu berdasarkan usia dari 55 kasus
dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 4. 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada kelompok usia
3-13 tahun didapatkan sebanyak 6 kasus (10,9%). Kasus dislokasi sendi
bahu paling sering terjadi pada usia 14-24 tahun yaitu sebanyak 1 kasus
(29,1%). Selanjutnya pada usia 25-35 tahun sebanyak 10 kasus (18,2%).
Pada usia 36-46 tahun dan 47-57 tahun berturut-turut yairu sebanyak 9
kasus (16,4%) dan 10 kasus (18,2%). Kasus paling sedikit ditemui pada
usia 58-68 tahun yaitu hanya 1 kasus (1,8%) dan yang terakhir pada usia
69-79 tahun sebanyak 3 kasus (5,5%). Nilai rata-rata umur yang
mengalami dislokasi sendi bahu yaitu sebesar 32,69 tahun dengan umur
termuda 3 tahun dan umur tertua 78 tahun.
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
3-13
tahun
14-24
tahun
25-35
tahun
36-46
tahun
47-57
tahun
58-68
tahun
69-79
tahun
kategori usia
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
52/77
37
Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Amerika Serikat, yaitu didapatkan kelompok usia yang paling sering
mengalami dislokasi sendi bahu adalah usia 15-29 tahun sebanyak 46,8%
(Zachili dan Owens, 2010). Hasil penelitian di Oslo, Norwegia pada tahun
2009 juga menyatakan hasil yang serupa dengan ditemukan 108 dari 360
kasus (30%) dislokasi sendi bahu paling sering pada kelompok usia 20-30
tahun (Liavaag dkk, 2011).
Usia 15-30 tahun merupakan salah satu faktor resiko terbesar
dislokasi sendi bahu. Pada usia ini merupakan usia yang aktif secara fisik
khususnya pada laki-laki. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya stress
yang berulang pada sendi bahu, misalnya akibat kegiatan olahraga maupun
pekerjaan yang membuat sendi bahu menjadi lebih mudah untuk terjadi
dislokasi (Liavaag dkk, 2011).
4. 2. 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Diketahui bahwa laki-laki lebih cenderung mengalami dislokasi
sendi bahu dengan 39 dari 55 kasus (70,9%) dan pada perempuan hanya
16 kasus (29,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat, yaitu didapatkan sebanyak 71,8% dislokasi
sendi bahu dialami oleh laki-laki dan hanya 29,2% pada perempuan
(Zachili dan Owens, 2010). Pada penelitian lain juga menyebutkan bahwa
laki-laki mengalami dislokasi sendi bahu 2,5 kali lebih sering
dibandingkan perempuan (Kroner dkk, 1989). Penelitian di Oslo,
Norwegia tahun 2009 juga menunjukan hasil yang sesuai yaitu sebanyak
71,7% laki-laki dan 28,3% perempuan (Liavaag dkk, 2011). Hal ini
disebabkan, pada umumnya laki-laki lebih sering melakukan aktifitas
secara aktif dibandingkan perempuan, sehingga dapat menimbulkan stress
yang menjadi salah satu faktor resiko dislokasi sendi bahu (Zachili dan
Owens, 2010).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
53/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
54/77
39
4. 2. 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi
Distribusi frekuensi dislokasi sendi bahu berdasarkan arah
dislokasi bisa dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 4. 2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi
Dapat dilihat pada tabel 4. 6 bahwa dislokasi sendi bahu paling
banyak terjadi ke arah anterior sebanyak 50 dari 55 kasus (90,9%), diikuti
dengan arah posterior sebanyak 4 dari 55 kasus (7,3%) dan arah inferior
sebanyak 1 dari 55 kasus (1,8%). Hasil Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Koval dan Zuckerman (2006) di Amerika
yang menunjukan hasil yang serupa yaitu paling banyak terjadi dislokasi
anterior 95%, dislokasi posterior 4%, serta kurang lebih sebanyak 0,5%
terjadi ke arah inferior (Koval dan Zuckerman, 2006). Pada penelitian
yang dilakukan Brady dkk tahun 1995 juga menunjukan hasil yang serupa
yaitu, 95% dislokasi anterior, 4% kasus dislokasi posterior, dan hanya
±0,5% dislokasi inferior (Brady dkk, 1995).
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
Anterior Posterior Inferior
Arah Dislokasi
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
55/77
40
Ligamentum anteromedial dan anteroinferior glenohumeral
merupakan ligamen yang cenderung mengalami avulsi dari labrum
glenoidale, hal ini yang membuat kecenderungan untuk terjadi dislokasi
anterior (Koval dan Zuckerman, 2006). Sedangkan pada dislokasi
posterior, biasanya terjadi pada kontraksi otot yang sangat kuat seperti
pada keadaan kejang dan tersengat listrik sehingga cukup jarang
ditemukan dislokasi posterior (Beltran dkk, 1997)
4. 2. 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi
Diketahui dislokasi sendi bahu terbanyak terjadi akibat trauma
sebanyak 50 dari 55 kasus (90,9%) dan akibat patologis sebanyak 5 dari
55 kasus (9,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di Altoona, Amerika Serikat yaitu sebanyak kurang lebih 90%
dislokasi sendi bahu diakibatkan oleh trauma, baik trauma tidak langsung
maupun trauma langsung (Saylor, 2012). Hasil penelitian lain juga
menyebutkan hampir 95% kasus dislokasi sendi bahu diakibatkan oleh
trauma dan 46,4% akibat dari kegiatan olahraga (Zachili dan Owens,
2010). Pada penelitian ini, didapatkan 9,1% akibat kondisi patologis yaitu
4 kasus akibat osteoarthritis dan 1 kasus akibat rheumatoid arthritis. Pada
penderita osteoarthritis, keutuhan dari struktur sendi terganggu terutama
kartilago dari sendi akibat dari proses degeneratif sedangkan pada penyakit
rheumatoid arthritis, reaksi imun yang berlebih merupakan salah satu
faktor selain faktor infeksi dan genetik (Helmi, 2012).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
56/77
41
4. 2. 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi
Distribusi frekuensi dislokasi sendi bahu berdasarkan mekanisme
dislokasi bisa dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 4. 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi
Berdasarkan grafik diatas didapatkan sebanyak 33 dari 55 kasus
(60,0%) terjadi akibat trauma langsung, diikuti sebanyak 17 dari 55 kasus
(30,9%) akibat trauma tidak langsung, serta Lainnya sebanyak 5 dari 55
kasus (9,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan di Taiwan dari tahun 2000-2005 yang menyatakan 57,4%
dislokasi sendi bahu terjadi akibat trauma langsung serta 27,5% terjadi
akibat trauma tidak langsung (Nan-Ping Y, 2011). Trauma langsung
merupakan mekanisme dislokasi yang terjadi akibat adanya suatu trauma
atau benturan langsung terhadap sendi bahu, sehingga dapat langsung
merusak komponen-komponen yang ada dalam sendi bahu tersebut.
Biasanya trauma langsung terjadi akibat kecelakaan lalu lintas yang
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
Trauma Langsung Trauma tidak
langsung
Lainnya
Persentase
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
57/77
42
merupakan salah satu akibat banyaknya kasus dislokasi sendi bahu yang
terjadi (Nan-Ping Y, 2011).
4. 2. 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi
Didapatkan sebanyak 19 dari 55 kasus (34,5%) positif terjadi
fraktur dari komponen sendi bahu tersebut dan sisanya sebanyak 36 dari
55 kasus (65,5%) tidak disertai fraktur komponen sendi. Hasil penelitian
ini mirip dengan penelitian yang dilakukan Zachili dan Owens (2010)
yang menyatakan terjadi fraktur komponen sendi pada 16% dari kasus
dislokasi sendi bahu. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat yang menyatakan 30% dari seluruh
kasus dislokasi sendi bahu mengalami fraktur dari komponen sendi
tersebut (Robinson dkk, 2007). Pada penelitian ini, didapatkan kasus
fraktur komponen sendi yang relatif lebih tinggi dibanding penelitian lain.
Peneliti berasumsi bahwa, kecelakaan lalu lintas yang merupakan
penyebab paling banyak membuat kejadian fraktur komponen sendi
menjadi relatif lebih tinggi. Pada kecelakaan lalu lintas yang membuat
trauma langsung pada sendi memudahkan untuk terjadinya fraktur dari
tulang humerus.
4. 2. 8. Distribusi Dislokasi Sendi Bahu Berdasarkan Penatalaksanaan
Didapatkan sebanyak 24 dari 55 kasus (43,6%) dislokasi sendi
bahu dilakukan tindakan operatif sedangkan sebanyak 31 dari 55 kasus
(56,4%) dilakukan tindakan non-operatif atau teknik reduksi. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Charles dkk
(1998) yang menyatakan pada kasus dislokasi sendi bahu dilakukan
tindakan reduksi atau non-operatif sebanyak 55% dan tindakan operatif
sebanyak 45%. Pada penelitian di Oslo, Norwegia tahun 2009 juga
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
58/77
43
menyatakan hasil yang serupa yaitu sebanyak 66% kasus dilakukan
tindakan reduksi atau tindakan non-operatif (Liavaag dkk, 2011).
Tindakan operatif merupakan pilihan terbaik pada pasien dengan
umur yang relatif muda. Pada tindakan operatif, resiko untuk terjadinya
dislokasi berulang menjadi berkurang, oleh karena itu informed consent
menjadi sangat penting untuk menentukan penatalaksanaan yang sesuai
dengan umur serta harapan pasien (Handoll dkk, 2004).
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
59/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
60/77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
a. Berdasarkan demografi pasien, rentang usia yang paling banyak
menderita dislokasi sendi bahu adalah usia 14-24 tahun dengan frekuensi
kejadian terdapat 16 dari 55 kasus (29,1%). Laki-laki lebih sering
mengalami dislokasi sendi bahu yaitu ditemukan sebanyak 39 dari 55
kasus (70,9%).
b.
Berdasarkan kejadian dislokasi, dislokasi sendi bahu lebih sering terjadi
secara akut yaitu sebanyak 42 dari 55 kasus (76,4%). Dislokasi arah
anterior menjadi yang paling banyak dibandigkan dengan arah posterior
dan inferior yaitu dengan jumlah kasus 50 dari 55 kasus (90,9%).
Penyebab tersering pada kasus dislokasi sendi bahu yaitu akibat trauma
dengan 50 kasus (90,9%) Trauma langsung menjadi mekanisme yang
paling banyak terjadi yaitu sebanyak 33 dari 55 kasus (60,0%). Sebanyak
34,5% atau 19 dari 55 kasus dijumpai mengalami fraktur penyerta dari
komponen sendi bahu.
c. Tindakan non-operatif yaitu teknik reduksi menjadi tindakan
penatalaksanaan yang paling banyak dilakukan yaitu sebanyak 31 dari55 kasus (56,4%).
5.2. Saran
a.
Kelengkapan data rekam medik pada pasien dislokasi sendi bahu perlu
lebih diperhatikan, sehingga dapat memberi dukungan maksimal dalam
menghasilkan penelitian yang lebih valid dan akurat.
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
61/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
62/77
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A Graham & Solomon, Louis. 2010. Ortopedi dan Fraktur sistem Apley,
Ninth edition ISE. Jakarta: CRC Press.
Beltran J., et al. 1997. Glenohumeral instability: evaluation with MR
arthrography. Radiographics. 17(3):657-673.
Bishop J, Flatow EL. 2004. Orthopedic Surgery: The Shoulder. In Principles of
Surgery, 7th edition. Edited by Schwartz, Seymour. New York: McGraw
Hill.
Brady WJ, Knuth CJ, Pirrallo RG. Bilateral inferior glenohumeral dislocation:
luxatio erecta, an unusual presentation of a rare disorder. J Emerg Med
1995; 13:37.
Brett Owens, MD, study co-author. 2010. High rates of shoulder dislocation in
young men and elderly women. New York: Uniformed ServicesUniversity of Health Sciences
Clifford R. Wheeless. 2012. Anterior Instabillity of the Shoulder from
http://www.wheelessonline.com/ortho/anterior_instability_of_the_shoulde
r diakses 4 September 2014.
Crenshaw. 1992. AH Dislocation in Campbell’s Operative Orthopaedics, 8th ed.
Vol II Mosby Year Book, St.Louis Baltimore Boston Chicago London
Philadelphia Sydney Toroto.
Cole, W. H., Zollinger R. M., 1970. Textbook of Surgery, Ninth Edition. New
York: Meredith Corporation.
Handoll H., 2004. Surgical versus non-surgical treatment for acute anterior
dislocation, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14974064 ,
diakses 5 September 2014.
http://www.uptodate.com/contents/shoulder-dislocation-and-reduction/abstract/6http://www.uptodate.com/contents/shoulder-dislocation-and-reduction/abstract/6http://www.uptodate.com/contents/shoulder-dislocation-and-reduction/abstract/6http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=en&prev=/search%3Fq%3Dangka%2Bkejadian%2Bdislokasi%2Bbahu%26hl%3Den%26biw%3D1024%26bih%3D467%26prmd%3Divns&rurl=translate.google.com&sl=id&u=http://www.news-medical.net/news/20100302/8/Indonesian.aspx&usg=ALkJrhiQuKw2RqkhpCW5Iec6xUzGK2v2VQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=en&prev=/search%3Fq%3Dangka%2Bkejadian%2Bdislokasi%2Bbahu%26hl%3Den%26biw%3D1024%26bih%3D467%26prmd%3Divns&rurl=translate.google.com&sl=id&u=http://www.news-medical.net/news/20100302/8/Indonesian.aspx&usg=ALkJrhiQuKw2RqkhpCW5Iec6xUzGK2v2VQhttp://www.wheelessonline.com/ortho/anterior_instability_of_the_shoulderhttp://www.wheelessonline.com/ortho/anterior_instability_of_the_shoulderhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14974064http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14974064http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14974064http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14974064http://www.wheelessonline.com/ortho/anterior_instability_of_the_shoulderhttp://www.wheelessonline.com/ortho/anterior_instability_of_the_shoulderhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=en&prev=/search%3Fq%3Dangka%2Bkejadian%2Bdislokasi%2Bbahu%26hl%3Den%26biw%3D1024%26bih%3D467%26prmd%3Divns&rurl=translate.google.com&sl=id&u=http://www.news-medical.net/news/20100302/8/Indonesian.aspx&usg=ALkJrhiQuKw2RqkhpCW5Iec6xUzGK2v2VQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=en&prev=/search%3Fq%3Dangka%2Bkejadian%2Bdislokasi%2Bbahu%26hl%3Den%26biw%3D1024%26bih%3D467%26prmd%3Divns&rurl=translate.google.com&sl=id&u=http://www.news-medical.net/news/20100302/8/Indonesian.aspx&usg=ALkJrhiQuKw2RqkhpCW5Iec6xUzGK2v2VQhttp://www.uptodate.com/contents/shoulder-dislocation-and-reduction/abstract/6http://www.uptodate.com/contents/shoulder-dislocation-and-reduction/abstract/6http://www.uptodate.com/contents/shoulder-dislocation-and-reduction/abstract/6
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
63/77
47
Helmi, Z. N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta: Salemba
Medika.
Koval, K. J., Zuckerman, J. D. 2006. Upper Extremity Fractures and Dislocations.
Handbook of Fractures, 3: 148-164.
Krøner K. et al. 1989. The epidemiology of shoulder dislocation. Arch Orthop
Trauma Surg. 108(5):288-90.
Liavaag, S. et al. 2011. Epidemiology of shoulder dislocation in Oslo.
Scandinavian journal of medicine and science in sport. 21(6): e334-e340.
Mansjoer, A. dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Nan-Ping Y. et al., 2011. Epidemiological survey of orthopedic joint dislocations
based on nationwide insurance data in Taiwan, 2000-2005. BMC
Musculoskeletal Disorder, from http://www.biomedcentral.com/1471-
2474/12/253 , diakses 5 Desember 2014
Nordin, M and Frankel H victor, 2000. Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal
system.P hiladelphia: Lea and Febriger.
Putz, R., Pabst, R. 2010. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1, Edisi 23, Jakarta:
EGC.
Rasjad, C. 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif
Watampone (Anggota IKAPI).
Robinson C., M. et al., 2011. The epidemiology, risk of recurrence, and functional
outcome after an acute traumatic posterior dislocation of the shoulder.
Bone Joint Surgery, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21915575
, diakses 9 Desember 2014.
Salter R., B. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins.
http://www.biomedcentral.com/1471-2474/12/253http://www.biomedcentral.com/1471-2474/12/253http://www.biomedcentral.com/1471-2474/12/253http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21915575http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21915575http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21915575http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21915575http://www.biomedcentral.com/1471-2474/12/253http://www.biomedcentral.com/1471-2474/12/253
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
64/77
48
Saylor S., 2012. Shoulder Dislocation and Separation in Youth Sport. DO Blain
Orthopaedics. Altoona: Blair Orthopaedics.
Sjamsuhidajat , R ., Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta:
EGC.
Snell, R., S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed 6, Jakarta:
EGC.
Smith, R., L. Brunolli, J. J., 1990. Shoulder kinesthesia after anterior
glenohumeral joint dislocation. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical
Therapy, 11(11): 507-513.
Verhaegen, F. 2012. Aspect of current management. Chronic shoulder dislocation,
78(3): 291-295.
Zachilli, M. A., Owens, B. D., 2010. Epidemiology of shoulder dislocation. Bone
Joint Surgery, from www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20194311 , diakses 8
September 2014.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20194311http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20194311http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20194311
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
65/77
Lampiran 1
LAMPIRAN DATA PASIEN DISLOKASI SENDI BAHU TAHUN 2012-2013
No Nama Usia Jenis
Kelamin
Jenis
Dislokasi
Arah
Dislokasi
Penyebab
Dislokasi
Mekanisme
Dislokasi
Fraktur
Komponen
Tatalaksana
1 AS 33 L Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif Operatif
2 AT 29 P Akut Anterior Patologik Lainnya positif
Non-
Operatif
3 FS 74 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif Operatif
4 AK 50 P Kronik Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif
Non-
Operatif
5 AKS 31 L Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif
Non-
Operatif
6 IT 41 L Akut Anterior TraumaTrauma
Langsung negatif Non-
Operatif
7 IA 38 L Kronik Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung positif Operatif
8 AU 20 L Kronik Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif Operatif
9 JA 54 P Kronik Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung positif
Non-
Operatif
10 MLH 39 L Akut Posterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif
Non-
Operatif
11 FH 19 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
12 AP 13 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
13 WS 18 L Akut Posterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
14 KJ 53 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
15 TR 51 L Kronik Anterior Patologik Lainnya positif
Non-
Operatif
16 SU 60 P Akut Posterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif Operatif
17 MI 3 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
18 API 6 P Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
19 SA 53 L Kronik Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif Operatif
20 HR 12 L Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif
Non-
Operatif
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
66/77
Lampiran 1
21 FE 19 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif Operatif
22 JA 37 P Kronik Anterior Patologik Lainnya negatif
Non-
Operatif
23 RO 26 L Akut Inferior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
24 HM 43 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
25 DH 28 L Kronik Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif
Non-
Operatif
26 RA 14 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
27 IS 17 P Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
28 ZA 52 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
29 RM 16 L Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif
Non-
Operatif
30 RG 22 L Kronik Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
31 RC 19 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
32 JR 45 P Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
33 AA 36 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
34 AY 39 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif Operatif
35 MM 53 P Kronik Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif Operatif
36 SD 17 P Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif
Non-
Operatif
37 JL 16 L Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif
Non-
Operatif
38 ES 35 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
39 SH 26 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
40 SP 51 L Kronik Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
41 EP 29 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
42 YT 17 L Akut Anterior TraumaTrauma tidak
langsung negatif Non-
Operatif
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
67/77
Lampiran 1
43 ST 77 P Kronik Posterior Patologik Lainnya negatif Operatif
44 DR 21 L Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif
Non-
Operatif
45 AG 36 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
46 KM 32 P Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
47 MR 18 L Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung positif Operatif
48 AN 15 P Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung positif Operatif
49 PH 48 P Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
50 SL 24 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
51 MF 5 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif Operatif
52 EY 51 P Kronik Anterior Patologik Lainnya positif
Non-
Operatif
53 DN 78 L Akut Anterior Trauma
Trauma tidak
langsung negatif
Non-
Operatif
54 ES 30 P Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung negatif
Non-
Operatif
55 ML 9 L Akut Anterior Trauma
Trauma
Langsung positif Operatif
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
68/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
69/77
Lampiran 3
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
70/77
Lampiran 4
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
71/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
72/77
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
73/77
Lampiran 5
Tabel 3 menunjukkan kejadian dislokasi sendi bahusering terjadi secara akut yaitu sebanyak 42 kasus
(76,4%), sementara kronik sebanyak 13 kasus(23,6%)
Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis
Dislokasi
Jenis Dislokasi n
(55)
%
Akut 42 76,4
Kronik 13 23,6
Total 55 100
Dapat dilihat pada tabel 4 bahwa terjadinya dislokasi
sendi bahu didapatkan paling banyak terjadi pada
arah anterior yaitu sebanyak 50 kasus (90,9%),
diikuti arah posterior terjadi sebanyak 4 kasus(7,3%) dan hanya terjadi 1 kasus (1,8%) pada arah
inferior.
Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Arah
Dislokasi
Dapat dilihat pada tabel 5 bahwa penyebabterjadinya dislokasi sendi bahu paling banyak
disebabkan oleh trauma sebanyak 50 kasus (90,9%),sedangkan yang disebabkan oleh kondisi patologik
yaitu hanya sebanyak 5 kasus (9,1%) dengan 4kasus (7,3%) akibat penyakit degeneratif
osteoarthritis dan 1 kasus (1,8%) akibat rheumatoid
arthritis.
Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab
Dislokasi
Penyebab Dislokasi n
(55)
%
Trauma 50 90,9
Patologik 5 9,1
Total 55 100
Dapat dilihat pada tabel 6 bahwa terjadinya dislokasisendi bahu didapatkan paling banyak terjadi akibat
trauma langsung sebanyak 33 kasus (60%), diikutidengan trauma tidal langsung sebanyak 17 kasus
(30,9%) dan lainnya hanya terjadi 5 kasus (9,1%).
Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan MekanismeDislokasi
Dapat dilihat pada tabel 7 bahwa didapatkan
sebanyak 19 kasus (34,5%) penderita dislokasi sendi
bahu positif mengalami fraktur penyerta komponen
sendi bahu dan sisanya sebanyak 36 kasus (65,5%)
tidak mengalami fraktur komponen sendi.
Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur
Komponen Sendi
Fraktur Komponen n
(55)
%
Fraktur positif (+) 19 34,5
Fraktur negatif (-) 36 65,5
Total 55 100
Dapat dilihat pada tabel 8 bahwa didapatkan
sebanyak 24 kasus (43,6%) penderita dislokasi sendi bahu memerlukan tindakan operatif dan sisanya
sebanyak 31 kasus (56,4%) tidak memerlukan
tindakan operatif.
Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan
Penatalaksaan
Penatalaksanaan n
(55)
%
Operatif 24 43,6
Non-operatif 31 56,4
Total 55 100
Arah Dislokasi n
(55)
%
Anterior
Posterior
Inferior
50
4
1
9 90,97
7,3
11,8
Total 55 1 100
Mekanisme Dislokasi n
(55)
%
Trauma langsung
Trauma tidak langsung
Lainnya
33
17
5
60,0
30,9
9,1
Total 55 100
-
8/9/2019 Skripsi Fadhli Aufar Kasyfi 04111001091
74/77
4. Pembahasan
Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada
kelompok usia 3-13 tahun didapatkan sebanyak 6
kasus (10,9%). Kasus dislokasi sendi bahu palingsering terjadi pada usia 14-24 tahun yaitu sebanyak1 kasus (29,1%). Selanjutnya pada usia 25-35 tahun
sebanyak 10 kasus (18,2%). Pada usia 36-46 tahun
dan 47-57 tahun berturut-turut yairu sebanyak 9
kasus (16,4%) dan 10 kasus (18,2%). Kasus paling
sedikit ditemui pada usia 58-68 tahun yaitu hanya 1
kasus (1,8%) dan yang terakhir pada usia 69-79tahun sebanyak 3 kasus (5,5%). Nilai rata-rata umur
yang mengalami dislokasi sendi bahu yaitu sebesar32,69 tahun dengan umur termuda 3 tahun dan umur
tertua 78 tahun.
Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitianyang dilakukan di Amerika Serikat, yaitu didapatkan
kelompok usia yang paling sering mengalamidislokasi sendi bahu adalah usia 15-29 tahun
sebanyak 46,8%. Hasil penelitian di Oslo, Norwegia pada tahun 2009 juga menyatakan hasil yang serupa
dengan ditemukan 108 dari 360 kasus (30%)
dislokasi sendi bahu paling sering pada kelompok
usia 20-30 tahun.2,5
Usia 15-30 tahun merupakan salah satu faktor resikoterbesar dislokasi sendi bahu. Pada usia ini
merupakan usia yang aktif secara fisik khususnya
pada laki-laki. Hal ini dapat menimbulkan terjadinyastress yang berulang pada sendi bahu, misalnya
akibat kegiatan olahraga maupun pekerjaan yang
membuat sendi bahu menjadi lebih mudah untuk
terjadi dislokasi.5
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Diketahui bahwa laki-laki lebih cenderung
mengalami dislokasi sendi bahu dengan 39 dari 55
kasus (70,9%) dan pada perempuan hanya 16 kasus
(29,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, yaitu
didapatkan sebanyak 71,8% dislokasi sendi bahudialami oleh laki-laki dan hanya 29,2% pada
perempuan.2
Pada penelitian lain juga menyebutkan bahwa laki-
laki mengalami dislokasi sendi bahu 2,5 kali lebih
sering dibandingkan perempuan. Penelitian di Oslo, Norwegia tahun 2009 juga menunjukan hasil yang
sesuai yaitu sebanyak 71,7% laki-laki dan 28,3% perempuan. Hal ini disebabkan, pada umumnya
laki-laki lebih sering melakukan aktifitas secaraaktif dibandingkan perempuan, sehingga dapat
menimbulkan stress yang menjadi salah satu faktor
resiko dislokasi sendi bahu.2,5,6
Distribusi Sampel Berdsarkan Jenis Dislokasi
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa didapatkan
sebanyak 42 dari 55 kasus (76,4%) terjadi secaraakut dan sebanyak 13 dari 55 kasus (23,6%) terjadi
secara kronik atau terjadi dislokasi berulang. Hasil
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat,didapatkan sebanyak 92 dari 112 kasus (82,1%)
terjadi secara akut dan sisanya 20 dari 112 kasus
(17,9%) terjadi secara kronik atau terjadi dislokasi
berulang. Terjadinya dislokasi berulang atau yang
biasa disebut reccurent dislocation disebabkanapabila terjadi lepasnya labrum glenoid atau terjadi
perpisahan antara kapsul dan kepala glenoid,sehingga lebih mudah untuk terjadinya dislokasi
berulang.6
Penelitian yang dilakukan di Baltimore, Amerika
Serikat pada tahun 2012 oleh Murthi dan Ramirez
menyebutkan 90% kelompok usia yang mengalamidislokasi berulang atau reccurent dislocation berusia
20-30 tahun sedangkan 40tahun. Perbedaan mekanisme dislokasi menjadi
salah satu faktor yang paling bertanggung jawab atas
tingginya insidensi dislokasi berulang pada pasien
yang berusia muda dan kebanyakan pada pasien usia
>40% mengalami rotator cuff tear.6
Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi
Dapat dilihat pada tabel 4. 6 bahwa dislokasi sendi bahu paling banyak terjadi ke arah anterior sebanyak
50 dari 55 kasus (90,9%), diikuti dengan arah posterior sebanyak 4 dari 55 kasus (7,3%) dan arah