skripsi faktor-faktor yang berhubungan...
TRANSCRIPT
-
i
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEBAB
PUTUS OBAT PASIEN TUBECULOSIS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR
Oleh :
DG. JIKANANG
NIM. C 121 09 575
P R O G R A M S T U D I I L M U K E P E R A W A T A N
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
-
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEBAB
PUTUS OBAT PASIEN TUBECULOSIS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR”
Proposal ini disetujui untuk diajukan pada seminar proposal
Pembimbing I Pembimbing II
Abd Majid, S.Kep, Ns, Sp.KMB Inchi Kurniaty Kusri, S.Kep, Ns
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
DR. Dr. Ilhamjaya A.Petellongi, M.Kes
Nip. 195801281989031002
-
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
STUDI KUALITATIF
“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PUTUS OBAT
PASIEN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JONGAYA
MAKASSAR“
Diajukan Oleh :
DG JIKANANG
C 121 09 575
Skripsi ini disetujui untuk diajukan pada Dewan penguji skripsi pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 22 Februari 2011
Tempat : Ruangan Rapat Bersama PSIK Unhas
Tim Penguji :
1. Kusrini Kadar, SKp, MN (……………………………)
2. Meisje Utama, S.Kep, Ns, M.Kes (……………………………)
Tim Pembimbing
1. Abd Majid, S,Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB (……………………………)
2. Inchi Kurniaty Kusri, S.Kep, Ns (……………………………)
-
ABSTRAK
Dg. Jikanag C121009575, “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEBAB PUTUS OBAT PASIEN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
JONGAYA MAKASSAR” yang dibimbing oleh Abd Majid dan Inchi Kurniaty Kusri. Latar belakang: Banyak faktor yang menyebabkan penderita TB paru putus obat, salah satunya
adalah pengetahuan yang tidak cukup mengenai penyakit TB paru, cara pengobatan dan bahaya
akibat berobat tidak adekuat, dengan pemberian obat anti tuberculosis (OAT) selama 6-8 bulan,
melihat lamanya pengobatan TB paru, maka diperlukan kepatuhan pasien TB paru untuk teratur
mengikuti pengobatan hingga tuntas. Pengobatan yang tidak teratur dan kobinasi obat yang tidak
cukup menyebabkan timbulnya resistensi kuman TB paru terhadap OAT. Kondisi ini menyebabkan
pasien harus mengulang kembali pengobatan OAT dari awal dengan biaya yang lebih mahal yang hasilnya belum tentu memuaskan.
Metode: Jenis penelitian ini adalah kualitatif, desain penelitian ini dengan pendekatan
fenomenologi, teknik pengambilan sampel Purposive sampling, dengan jumlah informan lima
orang. Instrumen penelitian ini peneliti sendiri dengan memggunakan alat perekam tape recorde.
Tujuan Penelitian: Diperolehnya pemahaman yang mendalam mengenai factor-faktor yang
berhubungan dengan penyebab putus obat pada penderita TB pau di wilayah kerja Puskesmas
Jongaya Makassar.
Hasil: dalam penelitian faktor-faktor penyebab pasien tuberculosis putus obat, ini didapatkan tiga
tema yaitu: 1). Respon pasien yang menjalani pengobatan kembali. 2). Hubungan sosial. 3) Persepsi pasien yang menjalani pengobatan kembali.
Kesimpulan: dari lima informan semuanya tidak patuh menjalani pengobatan sebelumnya,
sedangkan faktor eksernal terdiri dari dikungan keluarga, petugas kesehatan dan biaya, hubungan
sosial pasien tuberculosis dengan lingkungan sekitar, teman kerja, dan hubungan dengan keluarga,
dua informan mendapatkan perhatian dari keluarga, tiga informan dalam hubungan sosial dengan
keluarga, lingkungan sekitar, dan teman kerja sangat baik dan tidak ada perubahan setelah pasien
menderita penyakit tuberculosis dan persepsi pasien sebelum menjalani pengobatan kembali, tiga
informan mengatakatan bahwa penyakitnya tambah parah, persepsi pasien setelah menjalani kembali
pengobatan yang diunkapkan lima informan menunjukkan persepsi yang adaptif.
Saran: bagi pasien tuberculosis, meningkatkan pengetahuan tentang dampak bagi dirinya jika tidak
patuh minum obat, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan. Bagi pelayanan kesehatan
khususnya perawat lebih meningkatkan lagi pelayanan kesehatan bagi pasien tuberculosis dengan
melalui penyuluhan kesehatan. Bagi penentu kebijakan tetap memprogramkan pengobatan gratis.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan adanya penelitian lebih lanjut dan diperlukan pemahaman
secara mendalam mengenai penelitian kualitatif, baik tekhnik wawancara, maupun dalam
menentukan hasil analisa data dan pebhasan, sehngga penelitian yang dilakukan dapat lebih baik.
Kata kunci : Penyebab putus obat, Pasien Tuberculosis.
Daftar Pustaka : (2005-2010)
-
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang patut di ucapkan selain syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala limpahan rahmat dan taufik-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Berbagai hambatan dan kesulitan saya temui dalam proses penyusunan ini,
namun berkat usaha dan kerja keras serta bimbingan dan arahan dari berbagai pihak
pada akhirnya skripsi ini dapat di selesaikan walaupun masih jauh dari apa yang
diharapkan.
Dengan segala kerendahan hati, melalui kesempatan ini kami
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, SpB, SpBO, selaku Rektor Universitas
Hasanuddin Makassar.
2. Dr.dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Abd Majid S.Kep,Ns, Sp.KMB Selaku Pembimbing I dan Inchi Kurniaty Kusri,
S.Kep,Ns. Selaku Pembimbing II dalam penyusunan Skripsi ini.
4. Kurini Kadar, SKp, MN. sebagai penguji I yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan.
5. Meisje Utama, S.Kep, Ns, M.Kes. sebagai penguji II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan.
-
6. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberi
bantuan dan bimbingan selama peneliti mengikuti pendidikan.
7. Kepala Puskesmas Jongaya beserta Staf yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk mengadakan penelitian.
8. Suami dan anak-anak tersayang yang telah memberikan motivasi selama
mengikuti pendidikan.
9. Seluruh rekan mahasiswa PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, Untuk itu segala saran dan masukan sangat peneliti harapkan,
disamping itu peneliti berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan berguna bagi tenaga kesehatan
khususnya bagi tenaga Keperawatan.
Makassar, Februari, 2011
Penulis
-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iii
ABSTRAK .......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang TB Paru ........................................... 6
B. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan minum obat 17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ............................................................. 28
B. Tempat dan Waktu .................................................................. 29
C. Populasi dan Sampel ............................................................... 29
D. Instrumen dan Pengumpulan Data............................................. 31
-
E. Analisa Data............................................................................... 32
F. Alur Penelitian ........................................................................ 34
G. Keabsahan Data dan Pengujian Validasi, Rehabitas penelitian
Kualitatif................................................................................... . 35
H. Etika Penelitian ....................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian………………………………………………… 39
1.Krakteristik informan………………………………………… 39
2.Analisa Tema………………………………………………… 40
3.Interpretasi Data…………………………………………….. 47
B. Keterbatasan Penelitian……………………………………….. 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ....................................................................... 52
B. SARAN ................................................................................... 53
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Gambar 4.1
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Alur penelitian………………………………………………
Respon pasien yang menjalani pengobatan kembali……….
Hubungan social……………………………………………
Persepsi pasien menjalani pengobatan kembali…………….
34
41
45
46
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Penjelasan penelitian
Persetujuan menjadi partisipan
Pedoman wawancara
Transkip wawancara
Matriks hasil wawancara
Surat izin penelitian dari PSIK Unhas, Gubernuran, Dinas
Kesehatan Kotamadya.
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Tuberculosis (TB) telah menjadi masalah dunia karena
telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia dan masih merupakan problem
kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang. Berdasarkan
laporan World Health Organization (WHO), Mycobacterium Tuberculosis
menginfeksi sepertiga penduduk dunia, dengan kematian 3 juta orang per tahun
dimana 40% dari penyakit TB paru di dunia, berada di kawasan Asia Tenggara
selain itu 80% penderita adalah mereka dalam usia produktif dan diperkirakan
meningkat dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan, kekurangan
pangan dan gizi (Nurdewati, 2005).
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1995, didapatkan bahwa
tuberculosis merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit paru lainnya, dan penyebab kematian nomor satu
dari kasus infeksi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI,
2008).
Program Pemberantasan Tuberculosis (P2TB) yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah sejak Pelita I tahun 1969, bahkan sejak tahun
1980 telah dilaksanakan pemberian obat anti tuberkulosis dalam bentuk paket
secara cuma-cuma bagi masyarakat. Tetapi dalam pelaksanaannya menunjukkan
-
masih banyak ditemukannya penderita yang tidak teratur berobat sehingga
sampai akhir Pelita V belum mencapai hasil akhir yang baik (Depkes, 2005).
Kebijakan lain yang ditempuh Pemerintah adalah DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse) atas rekomendasi WHO untuk menurunkan angka
Prevalensi TB paru karena beberapa negara yang menggunakan strategi DOTS
tersebut ternyata berhasil dalam pemberantasan penyakit tuberculosis (Hudoyo,
2005). Efek dari strategi ini secara signifikan berhasil meningkatkan angka
kesembuhan/cure rate sampai dengan 80%.
Upaya pemberantasan penyakit TB paru ditujukan melalui
memberikan penyuluhan tentang penyakit TB paru, pengobatan yang teratur
sesuai dengan prosedur, sehingga pengobatan penyakit TB paru untuk
membasmi kuman Mycobacterium Tuberculosis meskipun memerlukan waktu
yang cukup lama. Dengan upaya tersebut diharapkan bahwa penularan dapat
dikurangi (Adin, 2005).
Di Sulawesi Selatan, menurut laporan Dinas Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2&PL) Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi
Selatan, sampai dengan triwulan IV tahun 2009, Case Detection Rate (CDR)
sebesar 69,55%, Convertion Rate 93%, jumlah pasien BTA (-), rotgen (+)
sebanyak 1548, DO=165 orang, kasus baru sebanyak 6.428 orang, DO=379,
tahun 2010 pada periode yang sama terjadi peningkatan baik jumlah suspek,
kasus baru (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Sulawesi Selatan (BP4,
2007).
-
Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan (2002) dalam
Baucaya (2008) yang menyatakan bahwa penyakit TB paru adalah penyakit
yang sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi, dan penderita
merupakan sasaran utama dalam pengobatan oleh karena itu peran serta
keluarga sangat penting untuk penyembuhan penderita TB paru, karena
keluarga merupakan sistem pendukung yang terdekat bagi penderita TB paru.
Banyak faktor yang menyebabkan penderita TB paru putus obat,
salah satunya adalah pengetahuan yang tidak cukup mengenai penyakit TB
paru, cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat, dengan
pemberian obat anti tuberculosis (OAT) selama 6-8 bulan, melihat lamanya
pengobatan TB paru, maka diperlukan kepatuhan pasien TB paru untuk teratur
mengikuti pengobatan hingga tuntas. Pengobatan yang tidak teratur dan
kobinasi obat yang tidak cukup menyebabkan timbulnya resistensi kuman TB
paru terhadap OAT. Kondisi ini menyebabkan pasien harus mengulang kembali
pengobatan OAT dari awal dengan biaya yang lebih mahal yang hasilnya belum
tentu memuaskan. Dan masih merupakan salah satu masalah kesehatan di
Indonesia, hal ini dikarenakan masih tingginya angka putus obat (drop out),
dikategorikan sebagai pasein default adalah pasien TB paru yang putus obat
selama 2 bulan atau lebih, kemudian dinyatakan masih sakit TB paru dengan
hasil BTA positif, salah satu penyebabnya adalah masalah perilaku penderita.
Pada studi pendahuluan yang dilakukan di puskesmas Jongaya Makassar
pada bagian penanggulan penyakit menular (P2M) berdasarkan data penderita
yang ada menyebutkan jumlah penderita TB paru yang putus obat selama
-
periode 2009 sampai dengan 2010 adalah sebagai berikut: tahun 2009 sebanyak
8 orang, tahun 2010 sebanyak 8 orang dan penderita TB paru putus obat yang
sementara pengobatan sebanyak 7 orang
Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti “faktor-
faktor yang berhubungan dengan penyebab putus obat pasien tubeculosis di
wilayah kerja Puskesmas Jongaya Makassar”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah “faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan penyebab
putus obat penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Makassar.
C. TUJUAN PENELITIAN
Diperolehnya pemahaman yang mendalam mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyebab putus obat pada penderita TB paru di wilayah
kerja Puskesmas Jongaya Makassar.
D. MANFAAT PENELITIAN.
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada puskesmas
Jongaya Makassar mengenai faktor penyebab putus obat penderita TB paru.
2. Bagi institusi pendidikan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah Ilmu
pengetahuan dan menjadi salah satu acuan bagi penelitian selanjutnya.
-
3. Bagi peneliti
Merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam memperluas
wawasan pengetahuan tentang beberapa kiat dalam memotivasi penderita
TB paru untuk tidak putus obat melalui penelitian yang dilaksanakan.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.
A. Tinjauan Umum tentang Penyakit TB Paru.
1. Pengertian
Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Tuberculosis. Umumnya menyerang daerah paru-
paru dan beberapa jaringan dalam tubuh yang sifatnya menahun.
Tuberkulosis Paru merupakan penyakit gangguan pernafasan yang
dikategorikan sebagai penyakit menular, dan merupakan penyakit infeksi
yang umumnya menimbulkan gejala yang sangat bervariasi pada masing-
masing penderita (Arif, 2006).
Departemen Kesehatan Rebublik Indonesia (Depkes RI, 2005)
mendefisikan tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian
besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut
biasanya masuk ke dalam tubuh manusia dari penderita TB paru dengan
BTA positif menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru ke bagian
tubuh lainya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limpe, melalui
saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya.
Dalam pemberantasan penyakit TB paru, ada 2 klasifikasi, yaitu:
-
a. Tuberculosis Paru
Tuberculosis paru merupakan bentuk paling sering dijumpai sekitar 80
% dari semua penderita. Tuberculosis yang menyerang jaringan paru ini
merupakan satu-satunya bentuk dari tuberkulosis yang mudah menular.
b. Tuberculosis Ekstra Paru
Merupakan tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
pleura, kelenjar lymfe, persendian, tulang belakang, saluran kencing,
susunan saraf dan perut. Sebenarnya tuberkulosis dapat menyerang
semua organ dari tubuh (Depkes RI, 2005).
2. Manifestasi klinik
Tuberculosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik (Aditama, 2005).
Gambaran klinik tuberculosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik menurut Aditama (2005) sebagai berikut :
a. Gejala respiratorik, meliputi:
1) Batuk
a) Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
-
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberculosis termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarapan di pleura
terkena.
2) Gejala sistemik, meliputi
Demam, merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul
dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas
serangan makin pendek (Arif, 2006).
3) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
-
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dan dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia (Helena, 2010).
b. Gejala klinis
Menurut Waspadji (2005), kita harus memastikan bahwa
perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Batuk darah
a) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b) Darah berbuih bercampur udara
c) Darah segar berwarna merah muda
d) Darah bersifat alkalis
e) Anemia kadang-kadang terjadi
2) Muntah darah
a) Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b) Darah bercampur sisa makanan
c) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d) Darah bersifat asam
e) Anemia seriang terjadi
f) Benzidin test positif
3) Epistaksis
a) Darah menetes dari hidung
b) Batuk pelan kadang keluar
-
c) Darah berwarna merah segar
d) Darah bersifat alkalis
e) Anemia jarang terjadi
3. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang. Spesies mycobacterium lain yang memberikan
infeksi pada manusia, adalah M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellulare.
Sebagian besar terdiri dari asam lemak. hal inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam dan tahan terhadap perubahan kimia dan fisik.
Sifatnya dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dormant)
yang suatu waktu dapat aktif kembali pada waktu tertentu dalam jaringan
kuman hidup parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat
lainnya aerob dimana kuman menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya, dan bagian apikal dari parulah merupakan tempat predileksi
terbanyak penyakit tuberkulosis ini (Helena, 2010).
4. Patogenesisi
Tuberculosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui
droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi, dalam
fase aktif. Setiap kali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet
nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei
dan dapat tinggal di udara dalam waktu 9 jam lebih lama. Di bawah sinar
matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang
gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu
-
keberhasilan pemaparan TB paru pada individu baru yakni konsentrasi
droplet nuclei dalam udara dan di samping daya tahan tubuh yang
bersangkutan (Helena, 2010).
Tuberculosis primer adalah penularan penyakit tuberkulosis paru ini
terjadi dengan penularan langsung melalui udara (droplet) yang
mengandung kuman tuberkulosis pada saat batuk/bersin dari penderita TB
paru. bila kuman partikel TB paru terhisap orang dewasa maka ia akan
masuk saluran napas sampai cabang trakheobronchial dan masuk
membentuk sarang pada jaringan paru, tumbuh kembangnya berada dalam
sitoplasma makrofag yang diserangnya dan tahap selanjutnya menyebabkan
peradangan pada pembuluh getah bening (limfadenitis regional).
Tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan
paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh
terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut (Helena, 2010).
Tuberculosis post primer adalah kelanjutan dari kuman yang
dormant yang bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa. Yang telah menyerang daerah apikal paru sampai
kedaerah paremkin paru dari invasinya. Parah tidaknya penyakit TB paru ini
sangat ditentukan oleh tingkat virulensi dan imunitas penderitanya.
5. Diagnosa
Menurut Helena (2010), diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala
sebagai berikut :
-
a. Pemeriksaan Klinis
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala seperti batuk berdahak
lebih dari 2 minggu, adanya darah dalam dahak, dahak semu hijau atau
kuning dengan nanah, nyeri dada disertai sesak pada saat bernapas,
demam lebih dari 2 minggu, lelah, berat badan menurun.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk membuktikan bahwa
basil tuberculosis pada penderita yang bersangkutan telah berhasil
menyebabkan kelainan kavarne, proses pengejuan dan infiltrat yang ada
di paru-paru.
c. Pemeriksaan sputum
Dikatakan menderita tuberkulosis bilamana ditemukan basil
tahan asam (BTA) dalam sputum penderita. Hubungan antara
pemeriksaan sputum dengan sputum positif pada pemeriksaan
mikroskop diikuti semuanya oleh adanya kelainan radiologi yang
relevan untuk tuberculosis di paru-paru.
6. Epidemologi
Kurang lebih sepertiga penduduk dunia (1700 juta) terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis. Prevalensi tertiggi di Pasifik Barat (44%) dan
yang terendah di Mediterania Timur (19%). Sebagian besar yang terinfeksi
tinggal di Asia Tenggara (25%), Cina (22%) sedangkan di Eropa dan lima
negara industri (Jepang, Australia, Selandia Baru, Canada dan Amerika
Serikat) berjumlah 22% (Adin, 2005).
-
Di negara berkembang mayoritas individu yang terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis adalah golongan usia dibawah 50 tahun.
Sedangkan di negara maju prevalensi infeksi TB paru sangat rendah diantara
mereka yang berusia dibawah 50 tahun namun masih tinggi pada golongan
orang yang lebih tua. Hal ini mencerminkan risiko infeksi masa lalu yang
tinggi dan sangat mungkin setelah usia lanjut (Adin, 2005).
7. Penatalaksanaan
a. Obat Anti Tuberculosis (OAT) yang diberikan pada penderita harus
terdiri dari beberapa obat-obat yang sering digunakan yaitu paduan obat
HRZE (Isoniasid, Rifampisin, Pyrasinamide, dan Ethambutol) sesuai
dengan anjuran dokter dan perawat. Diperlukan waktu 6-9 bulan untuk
penyembuhan dengan pengawasan minum obat, dan yang lebih penting
adalah dilakukan penyuluhan dan pendidikan mengenai penyakit dan
keteraturan berobat yang ditujukan pada penderita dan keluarganya agar
terjadi kepatuhan berobat.
b. Obat tambahan lainnya, selain diberikan OAT penderita juga diberikan
obat-obat lainnya berdasarkan gejala atau keluhan batuk, sesak napas
dan sebagainya.
c. Makanan, penderita TB paru membutuhkan makanan bergizi dan hindari
rokok dan alkohol agar daya tahan tubuh tetap baik sehingga akan
membantu proses penyembuhan dan mengurangi terjadinya infeksi.
d. Pembedahan, dilakukan pada penderita–penderita tertentu dengan
komplikasi seperti : hemoptoe yang banyak sekali dan tidak dapat
-
diatasi, penderita dengan dahak tetap positif walaupun sudah diobati, TB
paru dengan komplikasi adanya nanah di rongga pleura yang tidak
pernah sembuh dan bekas TB Paru yang mengalami hemoptoe berulang
(Basri, 2006).
8. Pencegahan
Penyakit tuberkulosis dapat dicegah dengan :
a. Pemberian imunisasi sedini mungkin (usia 2-9 bulan)
b. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin.
c. Tidak meludah di sembarang tempat, sebaiknya meludah di tempat
tertentu seperti kaleng yang diisi dengan lisol atau karbol.
d. Mengusahakan cukup sinar matahari dan udara segar masuk ke kamar
tidur.
e. Menjemur kasur, bantal dan tempat tidur penderita terutama pada pagi
hari.
f. Penderita yang sedang menjalani pengobatan dengan tekun dan teratur
sudah tidak menularkan kuman tersebut (Aditama, 2005).
B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat.
1. Perilaku
Perilaku dipandang dari biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas
individu yang bersangkutan. Menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi,
seperti yang dikutip oleh Widayatun (2006) bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui adanya stimulus terhadap
-
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner
ini disebut teori Stimulus Organisme Respon (SOR).
Faktor perilaku, menyangkut pengetahuan, sikap, kepercayaan dan
kebisaan serta tindakan seseorang terhadap suatu objek (Widayatun, 2006).
Orang yang memiliki perilaku yang positif terhadap kesehatan, maka besar
kemungkinan orang tersebut akan lebih sehat pula. Begitupun sebaliknya,
orang yang negatif terhadap kesehatan, besar kemungkinan baginya untuk
tertular penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis paru.
Keberhasilan pengobatan TB paru sangat dipengaruhi akan
kepatuhan dalam berobat. Menurut Rosiyanti (2006), menyatakan bahwa
ketaatan dan kepatuhan merupakan perilaku yang disampaikan secara
berkesinambungan oleh seseorang dalam kesehariannya. Jadi perilaku
manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri,
baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Keteraturan berobat seseorang pada dasarnya adalah respon seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakitnya karena
menghasilakan sesuatu yang bermanfaat.
Reaksi manusia dapat bersifat pasif (pengetahuan, sikap dan
persepsi) atau juga aktif (tindakan nyata/praktis). Sedangkan
rangsangan/stimulus disini meliputi unsur-unsur sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian perilaku
keteraturan berobat dapat mencakup perilaku seseorang terhadap sakit dan
-
penyakitnya yaitu bagaimana seseorang berespon baik secara pasif
(mengetahui, bersikap dan mempunyai persepsi) tentang penyakit dan rasa
sakit yang ada pada dirinya serta diluar dirinya maupun secara aktif
(tindakan) yang dilakukan seseorang terhadap sakit dan penyakitnya
sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut (Notoatmodjo, 2005).
2. Pendidikan
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti
dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau
perubahan kearah yang lebih dewasa dan lebih baik serta lebih matang pada
diri individu tersebut (Mendiknas, 2010).
Menurut Notoatmodjo, 2005, tingkat pendidikan merupakan dasar
pengembangan daya nalar seseorang dan memudahkan menerima motivasi.
Sedang menurut Refika (2005) mengatakan bahwa penderita yang
berpendidikan tinggi lebih mudah menerima ide-ide baru dan motivasi.
Dibanding penderita yang memiliki pendidikan yang rendah, seperti hasil
penelitian Burhanuddin di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4)
Makassar tahun 2005, jumlah penderita penyakit TB paru pada tingkat
pendidikan tinggi sebanyak 35,55%, sekolah dasar sebanyak 23,70% dan
tidak sekolah sebanyak 3,70% ini membuktikan bahwa persentase dalam
tahap proses penyembuhan untuk pendidikan lebih tinggi cenderung lebih
baik karena keteraturan berobat dibandingkan dengan penderita dengan
pendidikan sangat rendah.
-
3. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengalaman
penelitian menyatakan ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan yang perlu diketahui seorang penderita tuberculosis,
yaitu bagaimana reaksi obat dan kepatuhan minum obat karena faktor angka
putus obat di Indonesia masih tinggi. Banyak pasien menghentikan
pengobatannya karena sudah merasa baikan pada pengobatan dua bulan
pertama. Juga karena pengobatan yang berlangsung lama, dan harus kontrol
secara rutin, membuat banyak penderita tuberculosis yang merasa bosan dan
akhirnya menghentikan (Abraham, 2005). Oleh karena mikobakterium
tuberculosis resestensi terhadap obat, maka akan lebih mempersulit proses
penyembuhannya. Di sisi lain, akan terjadi perkembangbiakan
mikobakterium tuberculosis yang dapat berakibat fatal bagi kehidupan,
seperti kecacatan dan kematian. Juga bagi anggota keluarga yang lain dan
orang yang berada di sekitar penderita tersebut memiliki risiko tinggi untuk
tertular kuman mikobakterium tuberculosis.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang
melakukan pengnderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengara,
penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).
-
Pengetahuan menurut Winardi (2007) ialah mengerti sesudah
melihat atau setelah mengalami atau diajarkan. Rendahnya pengetahuan
seseorang sangat berpengaruh besar dalam tahap penyembuhan penyakit.
Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmat (2005)
bahwa tingkat pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat kepatuhan
berobat. Dari 200 responden yang diteliti didapatkan (83,8%) memiliki
pengetahuan baik/cukup patuh dalam berobat sedangkan (17,2%)
berpengetahuan kurang tergolong kurang patuh.
4. Motivasi
Motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri
manusia yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah
laku (Winardi, 2007). Sedangkan mativasi digolongkan menjadi dua yaitu:
a. Motivasi Primer
Motivasi yang melibatkan psikosis dari dalam tubuh, tergantung dari
keadaan organik individu seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya.
b. Motivasi Sekunder
Motivasi yang tidak bersifat psiko-chemis, tetapi didasarkan pengalaman
individu yang sering kali berhubungan dengan mativasi primer. Jadi
motivasi adalah insentif atau stimulus untuk bertindak.
Motivasi adalah semua hal, verbal, fisik atau psikologi yang membuat
seseorang melakukan sesuatu sebagai respon (Hasibuan, 2005).
-
Hakekat motivasi menurut Winardi (2007). Dapat dibagi menjadi
dua:
a. Motif
Muncul sebagai akibat dari kebutuhan, kebutuhan akan muncul sangat
mempengaruhi oleh perasaan/keinginan. Kuat lemahnya emosi
mempengaruhi kuat lemahnya pemunculan motif. Demikian pula
lemahnya tingkah laku atau gerakan untuk mencapai tujuan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan.
b. Kebutuhan manusia
Motifasi tumbuh dari adanya sumber yang telah ada dalam diri manusia
yang berupa energi, namun energi itu harus dibangkitkan untuk
diarahkan pada sasaran yang ingin dituju. Adapun keberhasilan masih
sangat dipengaruhi oleh kuat lemahnya daya dorong atau semangat
untuk meraihnya oleh karena itu keberhasilan pada hakikatnya bukanlah
masalah kuantitas melainkan masalah kualitas akan semangat dan
keyakinan tercapainya sasaran tersebut, demikian itu pula hakikat
motivasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi antara lain:
a. Karakteristik biografikal.
1) Umur
Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa usia mempunyai
kaitan dengan tingkat kedewasaan psikologis artinya, semakin
lanjut usia seseorang yang bersangkutan diharapkan semakin
-
mampu menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin
bijaksana semakin mampu berfiikir secara rasional, semakin
mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat yang menunjukkan
kematangan inelektual dan psikologis, semakin toleran terhadap
pandangan dan prilaku yang berbeda dari pandangan dan
perilaku sendiri (Hasibuan, 2005).
2) Jenis kelamin,
Dari faktor lain yang perlu mendapat perhatian ialah wanita,
akan tetapi dewasa ini nampak adanya pergeseran nilai tentang
peranan wanita yang menonjol ialah gerakan emansipasi,
pendidikan wanita yang semakin menigkat dan pertimbangan
ekonomi. Oleh sebab itu dikalangan masyarakat timbul wanita
untuk diperlukan sama dengan pria dalam semua segi kehidupan,
termasuk kehidupan berkarya (Hasibuan, 2005).
3) Kepribadian
Merupakan organoisasi dinamika dari suatu sisitem psikologis
yang terdapat pada diri seseorang yang pada gilirinya menetukan
penyesuaian- penyesuaian yang khas yang dilakakan terhadap
lingkungan. Tiap manusia mempunyai jati diri yang khas.
Kepribadian seseorng sangat dipengaruuhi oleh genetik,
pengalaman dan situasi. Kepribadian terbagi 4 domain yakni:
Kepribadian ekstrover, inrover, tingkat keresahan tinggi dan
tingkat keresahan rendah (Winardi, 2007).
-
b. Persepsi
Bahwa apa yang ingin dilihat seseorang belum tentu sama dengan
fakta-fakta yang sebenanya. Keinginan menyebabkan tiap orang
akan memberikan interpretasi yang berbedaterhadap hal yang sama.
Interpretasi seseorang tentang kerja sensorikya mengenai lingkungan
akan mempengaruhi perilakunya yang pada gilirannya menentukan
faktor-faktor apa yang dipandangnya sebagai faktor makfasional
yang kuat. Perssepsi seseorang dipengaruhi oleh pengalaman dan
harapan (Hasibuan, 2005).
c. Sikap
Merupakan pernyataan evaluatif seseorang terhadap objek tertentu,
peristiwa tertentu. Sumber sikap seseorang berasal dari orang tua,
guru, dan teman. Sikap merupakan salah satu faktor yang turut
berpengaruh terhadap persepsi seseorang mengenai sesuatu.
Sikap seseorang terhadap suatu peristiwa atau hal dapat di duga,
akan tetapi merupakan suatu kenyataan bahwa tidak seorang pun
yang konsisten benar terus menerusterhadap sesuatu, mungkin saja
terjadi disosiasi antara sikap dan perilaku seseorang yang pada
gilirannya mempunyai implikasi terhadap motivasi yang
bersangkutan (Winardi, 2008).
Motivasi dapat berupa dukungan dari keluarga. Keluarga merupakan
orang-orang yang terdekat dan dianggap paling banyak tahu serta
mempengaruh kondisi pasien. Oleh karena itu, keluarga memegang peranan
-
penting dalam pencegahan dan pembertasan penyakit tuberculosis. Keluarga
yang tidak mengerti dan memiliki pemahaman yang salah tentang
tuberculosis dapat mengakibatkan anggota kelurganya mudah terserang
mikobakterium tuberculosis (Depkes RI, 2007).
Dukungan keluarga faktor lain bisa membuat seseorang termotivasi
untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan yaitu faktor
pelayanan kesehatan, termasuk ke dalam faktor ini adalah penyedian dan
atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan
manajemen pelayanan kesehatan, dan lain sebagainya (Notoadmodjo, 2005).
Hal ini jelas bahwa daerah yang fasilitas kesehatannya tidak memadai, baik
dari segi kuantitas maupun kualitas: tenaga kesehatan kurang, peralatan
kesehatan yang tidak memadai untuk mendiagnosa penyakit tuberculosis,
dan obat-obat tuberkulosis yang distribusinya tidak lancar, dapat
menyebabkan risiko masyarakat yang tinggal di daerah tersebut untuk
terinfeksi mikobakterium menjadi meningkat.
-
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang disajikan dalam bentuk
gambaran deskriptif melalui teknik in-depth interview (wawancara yang
mendalam).
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman
yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan
masalah manusia. Hidayat (2007), mengemukakan bahwa metodologi kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis maupun lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati dan
bertujuan untuk menjelaskan pengalaman seseorang dalam kehidupannya.
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan
(Syarifudin, 2009).
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini bertujuan
untuk menggali pengalaman penderita TB paru tentang putus obat dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi karena terkait langsung dengan pengalaman
manusia yang bervariasi dan berusaha untuk memahami makna dari pengalaman.
-
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Makassar mulai
sejak penyusunan proposal sampai dengan didapatkan kesimpulan penelitian.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau obyek yang
akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini populasi adalah semua
penderita TB paru yang drop out (DO) berkunjung ke Puskesmas Jongaya
Makassar.
2. Partisipan
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita TB paru yang pernah
purtus obat. Partisipan merupakan subjek yang mewakili populasi tertentu,
jumlah partisipan yaitu 8 partisipan, namun pada saat dilakukan penelitian,
partisipan yang bersedia menjadi partisipan hanya 5 orang karena bertepatan
waktu pengambilan obat, saat dilakukan wawancara tiga partisipan tidak
datang disebabkan waktu pengambilan obat belum sampai oleh karena itu
penentuan jumlah partisipan dianggap telah memadai apabila telah sampai
pada redundancy artinya bahwa dengan menggunakan partisipan selanjutnya
boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti
(Poerwandari, 2005; Suryono, 2009).
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling. Teknik ini merupakan cara pengambilan sampel
untuk tujuan tertentu (Hidayat, 2007). Teknik ini adalah penentuan partisipan
-
dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan dalam
penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang
berharga bagi penelitian dan sesuai dengan tujuan penelitian (Suryono &
Anggraeni, 2010).
Adapun kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini adalah :
1. Penderita TB paru yang putus obat
2. Tidak mengalami gangguan psikis
3. Bersedia menjadi partisipan
4. Tidak mengalami gangguan dalam komunikasi verbal (tidak bisu dan
tuli).
Krteria eksklusi:
1. Penderita TB paru yang putus obat tidak bersedia jadi partisipan
2. Penderita TB paru yang putus obat tidak kooperatif saat diwawancarai.
3. Tidak mampu berkomunikasi.
D. Instrumen dan Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara wawancara,
yang bertujuan untuk mendapatkan informasi secara mendalam dari informan dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dan informan dengan
pedoman umum, peneliti mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan
urutan pertanyaan, pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek yang harus dibahas dan peneliti menggunakan alat bantu berupa
tape record untuk merekam informasi dari partisipan. Sebelum melakukan wawancara
terlebih dahulu peneliti mengambil data demografi partisipan untuk mendapatkan
-
gambaran singkat partisipan dan peneliti harus melakukan kontrak waktu dengan
partisipan.
Wawancara memerlukan waktu 60-90 menit namun saat dilakukan
wawancara peneliti hanya menggunakan waktu 30-45 menit satu partisipan hal ini
dimaksudkan agar informan tidak terlalu lelah sehingga tidak mempengaruhi kondisi
dan jawaban atas pertanyaan penelitian dan mereka dapat juga merencanakan
kegiatannya pada hari itu tanpa terganggu oleh wawancara. Suasana saat wawancara
seperti tatanan lingkungan diatur sedemikian rupa agar informan tidak merasa bosan
dan jenuh, kemudian membina hubungan saling percaya, selanjutnya peneliti
meminta persetujuan menjadi partisipan, dan peneliti mulai wawancara. Jika dalam
waktu yang maksimal tersebut data belum semua diperoleh, wawancara dapat
dilakukan sekali lagi atau lebih. Beberapa kali wawancara singkat akan lebih efektif
dibanding hanya satu kali dengan waktu yang panjang (Holloway & Wheeler, 1996
dalam Bugin, 2007).
E. Analisa Data
Analisa data penelitian kualitatif yang akan dilakukan dengan metode
fenomenologi yang dikembangkan oleh Colaizzi (1978). Menurut Coalizzi, analisis data
dilakukan dengan cara editing dimana pneliti membaca seluruh hasil wawancara
sampai habis serta mencari segmen-segmen penuh arti dalam unit-unit. Setelah
segmen dikenali dan ditinjau, interpreter dikembangkan dalam satu rencana
pengelopokan dan mengkode sesuai yang digunakan untuk memilih jenis dan
mengorganisasikan data, kemudian mencari struktur dan pola-pola yang
menghubungkan kategori-kategori pokok.
-
Langkah-langkah dalam analisa data pada studi fenomenologi yang dikutip
dalam Suryono dan Anggraeni (2010) adalah:
1. Peneliti mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentan
fenomena pengalaman yang telah dikumpul.
2. Membaca secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang
dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data.
3. Mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh partisipan dengan
melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlukan
memiliki nilai yang sama, selanjutnya pernyataan yang tidak relevan dengan topik
dan pernyataan yang bersifat repetive atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga
tersisa hanya horizons artinya tekstural dan unsur atau penyusunan dari fenomena
yang tidak mengalami penyimpanan.
4. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari hasil
wawancara yang didapat dari informan tentang pengalaman selama putus obat.
5. Peneliti kemudian memberi penjelasan naratif mengenai esensi dari fenomena
yang ditiliti dan mendapatkan makna pengalaman informan mengenai fenomena
tersebut.
6. Mengelompokkan makna-makna ke dalam kelompok tema
7. Menuliskan gambaran yang mendalam
8. Selanjutnya membuat laporan pengalaman sikap informan setelah itu gabungan
dari gambaran itu ditulis.
-
Kesimpulan dan Saran
F. Alur Penelitian
Pengajuan usulan judul proposal
Penentuan lokasi dan mengidentifikasi populasi penelitian
Penyusunan proposal penelitian
Presentasi proposal
Perbaikan sebagaimana mestinya
Mengajukan surat permohonan penelitian
Pengambilan data awal dan Penentuan Populasi
Penentuan sampel dengan cara purporsive sampling sesuai kriteria inklusi
Persetujuan Menjadi Partisipan dan Membina hubungan saling percaya
Wawancara mendalam terkait pengalaman penderita TB paru yang putus obat
Analisa data
Penyajian Hasil
-
G. Keabsahan Data dan Pengujian Validitas, Reliabilitas Penelitian Kualitatif
Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena
beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam
penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara
mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi
tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan
mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa
cara menentukan keabsahan data, yaitu: data yang diperoleh perlu
mempertimbangkan validitas, realibilitas, dan objektivitas. Sudah barang tentu
dari berbagai jenis penelitian kreteria tidak sama, penelitian kualitatif bukan uji
instrument melainkan uji data yang dikumpulkannya (Sugiyono, 2007).
1. Credibility
Credibility merupakan kriteria yang digunakan untuk memenuhi
nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Untuk mencapai
prinsip ini, peneliti melakukan pengecekan kembali hasil transkip untuk
melihat kesesuaian dengan hasil rekaman dan catatan lapangan. Peneliti
kemudian meminta partisipan untuk mengecek kembali hasil kutipan
wawancara dan menanyakan apakah parisipan setuju dengan hasil analisa
atau ingin mengubah atau menambah data yang telah diberikan. Hal ini
dilakukan untuk melihat apakah partisipan mengenal hasil penelitian sebagai
pengalaman nyata mereka (Sugiyono, 2007).
2. Transferability
-
Transferability merupakan kriteria yang digunakan untuk memenuhi
criteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting)
tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki tipologi yang sama
(Saryono & Anggraeni, 2010). Oleh karena itu, peneliti memiliki
tanggungjawab untuk menyediakan laporan hasil penelitian dengan rincian
yang memadai sehingga peneliti langsung dapat memutuskan apakah hasil
penelitian ini dapat digunakan pada populasi lain dengan situasi yang sama
(Speziale & Carpenter 2003 dalam Nurlaela, 2008).
3. Dependability
Dependability merupakan suatu kestabilan data atau proses dari
waktu ke waktu dengan menggunakan inquiry audit (Polit & Hungler, 1999
dalam Nurlaela, 2008). Pada proses dependability, hasil wawancara yang
telah dibuat transkip verbatim, kemudian diinterpretasikan dalam kata-kata
kunci, kategori, tema, dan sub tema (Nurlaela, 2008). Teknik terbaik yang
digunakan adalah dependability audit dengan meminta dependent dan
independent auditor untuk mereview aktifitas peneliti (Suryono &
Anggraeni, 2010).
4. Comfirmability
Comfirmability mengandung makna bahwa sesuatu hal ini dinilai
secara objektif dan netral, dimana ada beberapa orang independen yang
menilai data yang telah dikumpulkan oleh peneliti (Streubert & Carpenter,
2003). Inquiry audit juga dapat digunakan untuk membangun dependability
dan confirmability data. Pada penelitian ini, prinsip ini tercapai melalui
-
kesamaan pandangan antara peneliti dengan pembimbing. Kesamaan
pandangan dilakukan setelah melakukan wawancara mendalam dengan
setiap partisipan.
H. Etika Penelitian
1. Autonomy
Prinsip autonomy digunakan saat partisipan dipersilahkan untuk
menentukan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian, calon partisipan
diminta kesediaannya menjadi partisipan. Jika partisipan menolak untuk
menjadi partisipan maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati hak-haknya.
2. Beneficence
Prinsip Beneficence dimana peneliti melaksanakan prosedur
penelitian untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat, meminimalkan
dampak bagi subjek penelitian (nonmalefience) dan menjelaskan
keuntungan atau manfaat yang didapatkan partisipan dan potensial risiko
yang dapat tejadi.
3. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan ibu menyusui, peneliti tidak
mencantumkan nama koresponden pada lembar pengumpulan data, cukup
dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.
4. Justice
Dalam prinsip ini peneliti memperlakukan semua partisipan secara
adil dan terbuka serta mempunyai hak yang sama. Kerahasiaan informasi
-
partisipan dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang
akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset (confidutiality).
-
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Bab ini akan menjelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan,
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dan mengeksplorasikan secara
mendalam tentang pengalaman pasien tuberculosis setelah putus obat.
Jumlah informan dalam penelitian ini ada lima orang. Dari lima informan
ada tiga informan laki-laki dan satu informan perempuan. Dari lima
informan dua belum menikah, dua informan status perkawinannya menikah
dan satu janda. Bagian ini terdiri dari uraian karakteristik informan dan
analisis tema yang muncul tentang pemahaman dan pengalaman mereka
setelah putus obat dan berobat kembali.
Informan dalam penelitian ini berjumlah lima orang. Semua
informan adalah pasien drop aut yang bertempat tinggal di wilayah
kerja puskesmas Jongaya Makassar.
-
1. Karakteristik Informan
KARAKTERISTIK
PARTISIPAN
1 2 3 4 5
UMUR 31 31 73 36 62
JENIS
KELAMIN
P L L L L
PENDIDIKAN SD SMP
SARJANA
MUDA
SMA SMA
PEKERJAAN BURUH
HARIAN
BURUH
BANGUNAN
PENSIUNAN
PNS
PEGAWAI
SWASTA
PENSIUNAN
PNS
AGAMA ISLAM ISLAM ISLAM ISLAM ISLAM
SUKU MAKASSAR MAKASSAR BUGIS MAKASSAR MAKASSAR
Pengkodean informan di atas berdasarkan urutan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti sebanyak empat orang dengan I sebagai
informan, yakni I1, I2, I3, I4, dan I5.
2. Analisis Tema
Data pada penelitian ini berupa transkip verbatim dan catatan
lapangan dari setiap wawancara mendalam yang telah dilakukan,
kemudian dianalisis dengan menggunakan metode fenomenologi
menurut Cratee dan Miller 1992, dalam Saryono & Anggreni (2010).
Setelah melakukan sembilan langkah analisis data yang dikemukakan
oleh Collaizi, kemudian peneliti mengidentifikasi tiga tema sebagai hasil
penelitian ini, masing-masing tema muncul berdasarkan wawancara
-
mendalam dengan lima orang informan tentang penyebab putus obat
pasien tuberculosis di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Makassar.
Tema tersebut akan diuraikan di bawah ini sebagai berikut :
a. Respon pasien sebelum menjalani pengobatan kembali
Tema 1: Respon pasien sebelum menjalani pengobatan kembali
“Posoka”
“Baikmi
perasaanku”
“Perasaanku
loyo”
“Tidak ada
perubahan”
“Kayak
allergika”
Perilaku
Respon
pasien
yang
sebelum
menjalani
pengobatan
kembali
Gambar 4.1. Respon pasien yang menjalani pengobatan kembali
-
“Suamiku
tinggalkanka”
“Batuk latto-
lattoka”
“Tidak
sembuh”
“Tidak bisa
telat minum
obat”
“Tuhan yang
tauki”
“Serahkan ke
Tuhan”
“Allah Maha
segalanya”
“Adikku suruh
ambil obat”
“Orang tua
yang
mengingatkan”
“Tidak ada
mengingatkan”
“Datang
sendiri”
“Istri yang
ambil obat”
Psikologis
Spritual
Dukungan/motivasi
Respon pasien yang
menjalani
pengobatan
kembali
Gambar 4.2. Respon pasien yang menjalani pengobatan kembali
Tema ini tersusun atas dua sub tema yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi beberapa kategori, yakni
perilaku tentang ketidak patuhan minum obat sebelum menjalani
pengobatan kembali, psikologis, dan spritual. Sedangkan faktor
-
eksternal terdiri dari dukungan/motivasi untuk minum obat secara
teratur dari keluarga, tidak ada informasi dari petugas kesehatan tentang
efek samping bila obat telat diminum satu hari dan biaya. Sub tema
faktor internal pertama adalah perilaku yaitu tidak patuh. Dari kelima
informan semuanya tidak patuh minum obat. Seperti pernyataan berikut
ini:
“Tidak kuminumki obatku karena posoka kurasa”(I1)
“Tidak teraturka minum na’baik-baikmi kurasa perasaanku”(I2)
“Perasaanku loyo, ya itu kuberhenti minum obat”(I3)
“Tidak kuminum obatku, karena tidak ada kurasa perubahan”(I4)
“Karena minum repamfisin, mukaku merah, kayak allergi”(I5)
Kategori kedua dari sub tema faktor internal adalah psikologis yang
terdiri dari malu dan terbebani. Sub kategori malu, tiga dari lima
informan mengatakan sebagai berikut:
“Maluka, kalau batu-batuka latto-lattoki”(I2)
“Sudah berobat di RS.”X”dan dr.”X” naitidak sembuh-sembuh”(I4)
Sedangkan kategori terbebani, satu dari lima informan yang
mengatkatan sebagai berikut:
“Tidak bisaki telat minum obat satu hari, na’ kerjaki”(I3)
Kategori spiritual dengan sub kategori berserah diri dikemukakan oleh
lima informan sebagai berikut:
“Tuhan yang tauki” (I1)
“Semuanya serahkan ke Tuhan”(I2), (I3), (I4)
“Allah Maha segalanya”(I5)
Sub tema faktor eksternal terdiri dari satu kategori yakni dukungan,
terbagi tiga sub kategori, untuk sub kategori dukungan/motivasi
keluarga, oleh tiga informan mengatakan sebagai berikut:
-
“Adikku yang laki-laki selalu suruhka pergi ambilki obat”(I1)
“Tidak ada yang mengingatkan minum obat”(I4)
“Istri saya yang datang ambilkan obat”(I5)
Sub kategori dukungan petugas kesehatan sebelum menjalani
pengobatan kembali dikemukakan oleh lima informan sebagai berikut:
“Petugas tidak pernah datang di rumah”(I1)
“Tidak ada penyampain, obat tidak boleh telat diminum satu hari”(I2)
“Bukan saya yang lalai minum, tapi waktu saya pertama dapat
“Na’bilang petugasnya tidak adami obatnya”(I3)
“Na’bilang dokter “X”sudah sembuhmaki”(I4)
“Tidak ada informasi mengenai efek samping obat”(I5)
Sub kategori biaya dari lima informan tiga mengatakan akan berhenti
minum obat kalau harus dibeli dan dua informan mengatakan akan
mengusahakan membeli obat bila obat TB paru harus dibeli sebagai
berikut:
“Kalau tidak adami gratis dari pemerintah, berhentima makan obat”(I1)
“Adami na’siapkan pemerintah gratis “mubazir”(I3)
“Tidak usami berobat kalau beli obat”(I4)
“Diusahakan mami yang penting sembuh”(I2)
“Tidak jadi masalah, adaji sedikit gaji pensiunku pakai beli obat”(I5)
-
b. Hubungan Sosial
Tema II: Hubungan Sosial
“Biasa-biasaji”
“Biasa temanku
bertanya obat
apami kau minum”
“Janganmi
terlalu repot”
“Nahindarika”
“Tidak adaji
perubahan”
Dengan lingkungan
sekitar
Dengan teman kerja
Dengan Keluarga
Hubungan sosial
Gambar 4.3 Hubungan sosial
Tema ini tersusun atas tiga kategori yaitu lingkungan sekitar,
teman kerja, keluarga, dan terdiri dari tiga Sub kategori tidak berubah dan
satu sub yang mengalami perubahan. Sebagaimana lima informan yang
dikemukakan sebagai berikut:
“Biasa-biasaj”(I2)
“Biasa temanku bilang “obat apami itu kau minum”(I4)
“Janganmi terlalu repot”(I3)
“Nahindarika”(I1)
“Tidak adaji perubahan”(I5)
-
c. Persepsi pasien yang menjalani pengobatan kembali
Tema III: Persepsi pasien yang menjalani pengobatan kembali
“Baik-baikmi kurasa”
“Sempatka ragu karena
lendirku warna coklatki
lagi”
“Ada perubahan setelah
minum obat tiga bulan”
“Bisamaka baring”
“Ada perbaikan napsu
makan”
Persepsi pasien setelah
menjalani pengobatan
kembali
Gambar 4.4 Persepsi pasien yang menjalani pengobatan kembali.
Tema ini tersusun menjadi dua kategori yaitu sebelum minum obat
kembali dan setelah minum obat kembali, yang dikemukakan oleh lima
informan sebagai berikut:
“Baik-baikmi kurasa”(I1)
“Ada perubahan, sudah teratur berobat 3 bulan, enakmi saya rasa”(I2)
“Sempatka ragu karena lendirku warna coklatki lagi”(I3)
“Sekarang bisamaka baring”(I4)
“Ada perbaikan napsu makan”(I5)
-
B. Pembahasan
Interpretasi Data
Dari hasil analisa data di atas menunjukkan bahwa respon pasien
yang menjalani pengobatan kembali dipengaruhi oleh faktor internal dan
ekternal yang meliputi perilaku, psikologis, spiritual, sedangkan faktor
eksternal terdiri dari dukungan keluarga, petugas kesehatan, dan biaya.
Perilaku dari kelima informan menunjukkan bahwa mereka tidak
patuh menjalani pengobatan atau minum obat sebelumnya dengan berbagai
alasan seperti sakit, tidak ada informasi tentang efek samping obat dari
petugas kesehatan. Oleh karena itu pengobatan yang tidak teratur dan
kobinasi obat yang tidak cukup menyebabkan timbulnya resistensi kuman
TB paru terhadap OAT, sehingga kondisi ini menyebabkan pasien harus
mengulang kembali pengobatan OAT dari awal dengan biaya yang lebih
mahal yang hasilnya belum tentu memuaskan, karena kondisi pasien saat
dilakukan wawancara didapatkan keluhan-keluhan pasien bahwa gejala yang
dirasakan sebelumnya agak ringan tetapi sekarang bertambah parah.
Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2005) bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar. perilaku ini terjadi melalui adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut meresponnya.
-
Respon psikologis terdiri dari malu dan terbebani, ada tiga informan
yang mengatakan malu, satu informan mengatakan terbebani, dan satu
informan mengatakan biasa-biasa saja.
Ketidaksiapan yang akan menyebabkan pasien tubeculosis merasa
malu menghadapi penyakitnya karena faktor sosial yang mungkin
mempunyai kontribusi seperti perceraian, perpisahan artinya faktor tersebut
dapat saja menjadi pemicu terjadinya kesedihan, namun itupun belum pasti
karena faktor budaya mempengaruhi nilai yang dimiliki oleh individu dan
karenanya latar belakang budaya juga berkaitan dengan sumber kesedihan
(Hawari, 2006).
Terbebani akan keteraturan minum akan mempengaruhi kepatuhan
minum obat pasien tuberculosis, banyak pasien menghentikan
pengobatannya karena sudah merasa lebih baik pada pengobatan dua bulan
pertama. Juga karena pengobatan yang berlangsung lama, dan harus kontrol
secara rutin, membuat banyak penderita tuberculosis yang merasa bosan dan
akhirnya menghentikan pengobatannya (Abraham, 2005). Hal ini peneliti
dapatkan saat dilakukan wawancara, menanyakan tentang riwayat
pendidikan, satu informan hanya sampai kelas tiga sekolah dasar, tiga
informan tamat sekolah menengah atas, dan satu informan diploma III,
namun tingkat pndidikan dan pengetahuan tidak menjamin bahwa seseorang
akan patuh dalam hal ini kepetuhan dan keteraturan minum bagi pasien
tubeculosis, karena tergantung pada motivasi individu bahwa perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan di
-
dahului tanggapan terhadap adanya tujuan tertentu terutama bila kebutuhan
untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendasak, namun kenyataannya
dari kelima informan ini menganggap penyakitnya bukan merupakan
kebutuhan yang mendesak karena gejala yang dirasakan tidak mengganggu
aktifitas sehari-harinya (Winardi, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengalaman
penelitian menyatakan ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2005).
Faktor eksternal yang mempengaruhi respon pasien tuberculosis
putus obat yaitu dukungan keluarga, petugas kesehatan dan biaya.
Dukungan keluarga yang diungkapkan tiga informan bahwa dalam
menjalani kembali pengobatan selalu diingatkan untuk minum obatnya
secara teratur dan mengambil obat kembali. Satu informan mengatakan
bahwa tidak ada dukungan dari petugas kesehatan, pada analisa data
didapatkan bahwa petugas kesehatan tidak memberikan penjelasan
mengenai efek samping minum obat anti tuberculosis seperti warna urine
menjadi merah setelah minum obat repanfisin.
Sedangkan mengenai biaya yang diungkapkan informan ada tiga
yang mengungkapkan akan menghentikan pengobatan bila obat anti
tuberculosis harus dibeli, karena dua informan mempunyai pekerjaan hanya
buruh harian dimana pendapatan pas-pasan, dan satu informan mengetahui
-
bahwa OAT didapatkan dari pemerintah secara cuma-cuma dua informan
mengungkapkan akan mengusakan membeli OAT jika harus dibeli.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dukungan
keluarga, petugas kesehatan dan biaya sangat mempengaruhi pasien
tuberculosis untuk tidak teratur minum obat atau putus obat.
Program Pemberantasan Tuberculosis (P2TB) yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah sejak Pelita I tahun 1969, bahkan sejak tahun
1980 telah dilaksanakan pemberian obat anti tuberculosis dalam bentuk
paket secara cuma-cuma bagi masyarakat (Depkes, 2005). Dukungan atau
motivasi dari keluarga bisa membuat seseorang termotivasi untuk
melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan yaitu faktor pelayanan
kesehatan, termasuk ke dalam faktor ini adalah penyedian dan atau
perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen
pelayanan kesehatan, dan lain sebagainya (Notoadmodjo, 2005).
Pada penelitian ini, hubungan sosial, dua informan mengatakan
mendapatkan perhatian dari keluarganya, tiga informan mengatakan
penerimaan dari lingkungan sekitar, keluarga, dan teman kerjanya. Dapat
disimpulkan bahwa informan yang tidak mendapatkan perhatian dari
keluarga karena keluarga tidak mengetahui nilai-nilai keluarga terhadap
kesehatan, karena nilai-nilai yang dimiliki keluarga mempengaruhi
kesehatan keluarga terutama dalam hal kepatuhan berobat. Misalnya
sebuah keluarga yang kurang memperhatikan kesehatan anggota
keluarganya utamanya yang sedang sakit akan merasa bahwa tanpa
-
melakukan upaya apapun, kesehatan keluarganya tetap terjaga, maka
keluarga akan kuat meyakininya, tetapi keluarga tersebut akan mengalami
kesulitan jika suatu waktu nilai yang diyakininya ternyata salah, oleh
karena itu kesehatan keluarga dipengaruhi oleh anggota keluarga dalam
menjalankan fungsinya seperti memberikan perhatian, dorongan dan
motivasi dengan baik sehingga sebagai dampak perubahan yang terjadi
pada lingkungan internal dan eksternal (Friedman, 2008).
Dari hasil analisa data di atas bahwa persepsi pasien sebelum minum
obat kembali, lima informan menggungkapkan penyakitnya bertambah
parah.
Persepsi pasien menentukan sikap dalam memutuskan untuk
menjalani pengobatan kembali karena proses terjadinya persepsi pertama
karena adanya obyek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap oleh
panca indra (obyek tersebut perhatian panca indra), kemudian
obyek/stimulus perhatian tadi dibawa ke otak dari otak terjadi adanya kesan
atau jawaban (response) stimulus berupa kesan/respon yang dibalikkan
kembali berupa tanggapan atau persepsi atau hasil kerja indra berupa
pengalaman pengolahan otak. Proses terjadinya persepsi ini perlu fenomena
dan yang terpenting fenomena dari persepsi ini adalah perhatian/attantion.
Pengertian perhatian itu sendiri adalah suatu konsep yang diberikan pada
proses persepsi yang menseleksi input-input tertentu untuk diikutsertakan
dalam suatu pengalaman yang kita sadari/kenal dalam suatu waktu tertentu
(Rachmat, 2005).
-
Kondisi informan dengan kategori yang kedua persepsi pasien
setelah menjalani pengobatan kembali yang diungkapkan oleh lima
informan menunjukkan persepsi yang adaptif, karena pasien mendapatkan
dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan, terutama, jika obat pasien
akan habis maka petugas yang mengingatkan untuk dating ke puskesmas
untuk mengabilnya walaupun bertepatan dengan hari libur kerja. Oleh
karena itu persepsi seseorang tidak timbul begitu saja tetapi dapat
dipengaruhi dari orang yang bersangkutan, apabila seseorang melihat
sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya
itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh
seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pendidikan, harapan, dan
pengalaman (Rachmat, 2005).
C. Keterbatasan penelitian
1. Keterbatasan penelitian ini adalah keterbatasan jurnal penelitian yang
berkaitan dengan studi kualitatif faktor-faktor penyebab pasien
tubeculosis putus obat.
2. Penelitian ini hanya dilakukan satu tempat saja sehingga sulit untuk
mengidentifikasi mengenai faktor-faktor penyebab pasien tubeculosis
putus obat.
3. Keterbatasan lain ketiak berhadapan dengan partisipan sulit memberikan
jawaban dan hanya memberikan jawaban yang singkat.
-
4. Kemampuan peneliti dalam melakukan analisis yang kurang, yaitu
kurang memahami kontekstual kalamat dari partisipan, bagaiamana
memahami kesepadanan arti dan menjadikannya sebagai kategori-
kategori yang sesuai untuk menghasilkan tema.
-
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat di
simpulkan sebagai berikut :
1. Respon pasien menjalani pengobatan kembali dipengaruhi oleh faktor
internal dan ekternal yang meliputi respon psikologis, spiritual dan perilaku
dalam hal kepatuhan berobat. Dari lima informan semuanya tidak patuh
menjalani pengobatan sebelumnya, sedangkan faktor eksternal terdiri dari
dukungan keluarga, petugas kesehatan dan biaya.
2. Hubungan sosial pasien tuberculosis dengan lingkungan sekitar, teman
kerja, dan hubungan dengan keluarga, dua informan mendapatkan
diskriminasi dari keluarga, tiga informan dalam hubungan social dengan
keluarga, lingkungan sekitar, dan teman kerja sangat baik dan tidak ada
perubahan setelah pasien menderita penyakit tuberculosis.
3. Persepsi pasien sebelum menjalani pengobatan kembali, tiga informan
mengatakan bahwa penyakitnya tambah parah. Persepsi pasien setelah
menjalani kembali pengobatan yang diungkapkan lima informan
menunjukkan persepsi yang positif.
-
B. Saran
1. Bagi pasien tuberculosis
Meningkatkan pengetahuan tentang dampak bagi dirinya jika tidak patuh
minum obat, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan.
2. Bagi pelayanan kesehatan
Khususnya perawat lebih meningkatkan lagi pelayanan kesehatan bagi
pasien tuberculosis dengan melalui penyuluhan kesehatan.
3. Bagi penentu kebijakan
Tetap memprogramkan pengobatan gratis.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut dan diperlukan pemahaman
secara mendalam mengenai penelitian kualitatif, baik tekhnik wawancara,
maupun dalam menentukan hasil analisa data dan pebhasan, sehngga
penelitian yang dilakukan dapat lebih baik.
-
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, C. & Shanley, E. (2005). Psikologi sosial untuk perawat, alih bahasa
Leoni Sally M. Jakarta : EGC.
Aditama, T.Y. (2005). Mengenal Tuberkulosis . Surabaya : Penyuluhan No. 12.
Adin, AN, (2005). Kebijakan Paru dalm Penangulangan Tuberkuosis di Indonesia,
Jakarta : Depkes RI.
Anggraeni, S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Arif, (2006). Pengobatan Penyakit Tuberkulosis. Jakarata : Bagian Penyakit Dalam
Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Arikunto, S. (2005). Prosedur Penelitian (Suatu pendekatan praktek), Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru. (2007). Sepuluh masalah Tuberkolusis dan
Penanggulangannya, Jurnal Respinologi Indonesia, Vol. 20, No. 1 Jakarta.
Basri. (2006). Apakah DOTS merupakan Cara Terbaik mengatasi TB?, Kumpulan
Makalah Simposium Peran Dokter Swasta dalam Penerapan Strategi DOST
pada Pemberantasan TB di Indonesia.
Bugin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta
Burhanuddin. (2007). Penanggulangan Penyakit Tubercolosis Oleh Perawat, FKM
Unhas. Makassar.
Crofton & Fred Miller. (2005). Tuberkulosis Klinis, Jakarta: Widya Medika.
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Direktorat Jendral PPM dan PLP.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Direktorat Jendral PPM dan PLP
Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Direktorat Jendral PPM dan PLP
Departemen Pendidikan Nasional RI, (2010). Pembelajarn Orang Dewasa. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PEKERTI.
-
Friendman, Marlyn M, (2008). Keperawatan Keluaarga: teori dan praktik. Alih
bahasa, Ina Bebora, Ed. 3. Jakarta. EGC.
Hasibuan & Winardi. (2005). Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hawari, (2006). Psikiater Manajemen Stress, Cemas, Depresi, Jakarta :FKUI
Helena. (2010). Pengobatan Penyakit Tuberkulosis. Jakarata : Bagian Penyakit
Dalam Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika.
Hudoyo. (2005). Strategi Pelaksanaan DOTS. Jakarta: Pedoman Nasional
Penggulangan Tuberkulosis. Edisi. 2.
Litbangkes, (2007). Data pelatihan dan Pengembangan Kesehatan RI. Jakarta.
Notoatmodjo. (2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Rinda
Cipta.
Nurdewati. (2005). Profil Penderita Tuberkulosis yang berobat di Rumah Sakit
Fatmawati priode 1988-1999, Fatmawati Journal of Health Sciences.
Rachmat, J. (2005). Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Refika . (2005). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung.
Rintiswati, (2005). Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi Dots, Bagian
Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Barat.
Saryono, S. (2006). Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
Sugiyono & Anggraeni, (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Syarifudin, B. (2009). Panduan TA keperawatan dan kebidanan dengan SPSS.
Yogyakarta : Penerbit Grafindo Litera Media.
-
Waspadji, SS. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Jakarta : PT. Balai Penerbit
FKUI.
Widayatun, T.R. (2006). Ilmu perilaku. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Winardi, J. (2007). Motivasi, Pemotivasian Dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
-
Lampiran
PENJELASAN PENELITIAN
Kepada Yth.
Saudara Partisipan
Di-
T e m p a t
Dengan hormat
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan maka saya :
Nama : Dg Jikanang
Nim : C121 09 575
Alamat :
Sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, bermaksud akan melaksanakan penelitian dengan judul:
” Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab putus obat pasien
tubeculosis di wilayah kerja puskesmas Jongaya Makassar”
Sehubungan dengan hal diatas saya mohon kesediaan saudara kiranya dapat
berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menjadi partisipan. Penelitian ini
mengunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Berikut ini saya
akan menjelaskan beberapa hal terkait dengan penelitian yang akan saya lakukan :
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor
penyebab putus obat pada pasien tuberculosis.
2. Manfaat penelitian ini secara garis besar adalah meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan khususnya dibidang perawatan pasien tuberculosis yang
putus obat, khususnya peran serta petugas, keluarga dalam memberikan
informasi dan dukungan/motivasi kepada pasien tuberculosis.
3. Partisiapan dalam penelitian ini adalah pasien tuberculosis yang putus obat.
-
4. Pengambilan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara
secara mendalam dengan partisipan yang berlangsung selama 30-45 menit untuk
setiap partisipan.
Atas partisipasi dan kebijakannya yang baik saya mengucapkan banyak
terima kasih.
Hormat saya Peneliti
Dg Jikanang
-
Lampiran
SURAT PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN
(INFORMED CONCENT)
Surat persetujuan menjadi partisipan
Saya bertanda tangan dibawah ini tidak berkeberatan untuk menjadi
partisipan dalam penelitian yang dilakukan mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul: “
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEBAB
PUTUS OBAT PASIEN TUBECOLUSIS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR”.
Saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia. Demikianlah surat
pernyataan ini dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun semoga dapat
dipergunakan seperlunya.
Makassar, Januari 2011
Responden
.
.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
-
PEDOMAN WAWANCARA
“Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab putus obat pasien
tubeculosis di wilayah kerja puskesmas Jongaya Makassar”.
A. Krakteristik responden
1. Inisial responden :
2. Umur :
3. Agama :
4. Jenis kelamin :
5. Alamat :
6. Pendidkan terakhir :
7. Status perkawinan :
8. Pekerjaan :
9. Tinggal bersama :
B. Pedoman wawancara
1. Selama saudara menjalani pengobatan, pernahkah saudara lalai minum
obat?
2. Apa saudara mendapat kesulitan pelayanan untuk melanjutkan
pengobatan bila berobat ke tempat lain?
3. Apa anda setiap mengkomsumsi obat ada perbaikan atau perubahan?
4. Seandainya untuk memperoleh obat tersebut, anda harus membayar atau
mengeluarkan biaya, apakah anda bersedia?
-
5. Selama pengobatan, pernahkah anda terlambat mendapatkan obat dari
pengawas minum obat (PMO)?
6. Setiap kali saudara ke puskesmas untuk mengambil obat, apakah saudara
disambut dan dilayani dengan baik oleh petugas yang memberikan saudara
pengobatan?
7. Selama saudara menjalani pengobatan, pernahkah petugas kesehatan yang
memberikan pengobatan, berkunjung ke rumah saudara?
8. Apa keluarga saudara memberikan dorongan untuk berobat secara teratur
dan tuntas?
-
TRANSKIP HASIL WAWANCARA INFORMAN I1
Wawancara dilakukan pada tanggal, Februari 2011, jam di ruangan
pertemuan Puskesmas Jongaya Makassar, suasana ruangan bersih, dan tertata rapi, s
informan ramah dan kooperatif pada saat wawancara berlangsung. Informan atas
nama Ny. R, umur 31 tahun, agama islam, jenis kelamin perempuan, status
perkawinan pisah, tinggal bersama kakak dan adiknya di rumah orang tuanya,
kedua orang tuanya sudah meninggal, pekerjaan buruh harian seperti membantu
tetangganya mencuci pakaian.
Pt :
Inf :
Pt :
Inf :
Pt :
Inf :
Selama saudara menjalani pengobatan, pernahkah saudara lalai minum
obat?
Dulu itu bu, tidak kuminumki obatku karena posoka kurasa, nabawa
tongmi poeng adik iparku, na’ dua haripi baru nabawakanka.
Apa saudara mendapat kesulitan pelayanan untuk melanjutkan
pengobatan bila berobat ke tempat lain?
Tidak pernaka, pindah berobat, tapi waktunya petugasnya belum diganti
saya biasa dimarah-marahi petugasnya, apalagi kalau paski hari libur
na’habiski obatku. Sekarang petugasnya terutama sus”M” natelponki
kalau natauki kalau sudah mau habis obatku.
Apa anda setiap mengkomsumsi obat ada perbaikan atau perubahan?
Sebelumnya bu, tidak ada perubahan kurasakan bahkan tambah posoka,
-
Pt :
Inf :
Pt :
Inf :
Pt :
Inf :
Pt :
Inf :
Pt :
sekarang kalau malamki tidak banyakmi keringatku.
Seandainya untuk memperoleh obat tersebut, anda harus membayar atau
mengeluarkan biaya, apakah anda bersedia?
Kalau tidak adami gratis dari puskesmas, berhentima makan obat, karena
makan saja sehari-hari, pergipa jadi buruh harian, ya bantu-bantu orang
cuci pakaiannya.
Selama pengobatan, pernahkah anda terlambat mendapatkan obat dari
pengawas minum obat (PMO)?
Sering saya terlambat minum obat, apalagi kalau pergika bantu-bantu
orang mencuci, baru saya sendiriji yang minum obatku tidak ada orang
yang kasi ingatka.
Setiap kali saudara ke puskesmas untuk mengambil obat, apakah saudara
disambut dan dilayani dengan baik oleh petugas yang memberikan
saudara pengobatan?
Sekarang petugasnya baikbaik semua, ituji dulu iya, takut-takutki pergi
ambil obat.
Selama saudara menjalani pengobatan, pernahkah petugas kesehatan
yang memberikan pengobatan, berkunjung ke rumah saudara?
Waktuku pertama berobat tidak pernah dating petugas ke rumah, tapi
sekarang biasaji datang, biasa iya natelponki lagi.
Apa keluarga saudara memberikan dorongan untuk berobat secara
teratur dan tuntas?
-
Inf : Tidak pernah, bahkan suamiku natinggalkanka, na’tauki na’kenaka
penyakit ini, untug adaji adikku yang mengingatkan minum obat, karena
tinggalmaka sama-sama.
-
NO TEMA SUB
TEMA KATEGORI
SUB
KATEGORI KATA KUNCI I1 I2 I3 I4 I5
1
Respon
pasien
yang
menjalani
pengobatan
kembali
Faktor
Internal
Faktor
ekternal
Perilaku
Psikologis
Spritual
Dukungan
Tidak patuh
Malu
Terbebani
Berserah diri
Keluarga
“Tidak kuminumki
obatku karena
posoka kurasa”
”Tidak teratukar
minum obat
na’baik-baikmi
kurasa
perasaanku.
“Perasaanku loyo,
itu kuberhenti
minum obat”
“Tidak kuminum
obatku, karena
tidak ada
perubahan”
“Minum
ripamfisin, mukaku
merah, kayak
allergi”
“Na’tinggalkanma,
suamiku”
“Maluka, batu-
batuka latto-
lattoka”
“Sudah berobat di
RS.”X”dan dr.”X”
naitidak sembuh-
sembuh”
“Tidak bisaki telat
minum obat”
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
-
2
Hubungan
sosial
Dengan
lingkungan
sekitar
Dengan
Petugas
kesehatan
Biaya
Berubah/tidak
berubah
“Tuhan yang tauki
”
“Semuanya saya
serahkan ke Tuhan
”
“Allah Maha
Segalanya”
“Adikku selalu
suruhka pergi
ambilki obatku”
“Orang tuaku
sering
mengingatkan
untuk datang ambil
obat”
“Tidak ada yang
mengingatkan
minum obat”
“Datang sendiri
ambil obat”
“Istri saya yang
ambilkan obat”
“Tidak pernah
petugas datang di
rumah”
“Tidak ada
penyampaian, obat
tidak boleh telat
diminum satu
hari”
“Na’bilang dokter
“X”sudah
sembuhmaki”
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
-
3
Persepsi
pasien
yang
menjalani
pengobatan
kembali
teman kerja
Dengan
keluarga
Setelah
minum obat
kembali
“Bukan saya yang
lalai minum”
“Tidak ada
informasi
mengenai efek
samping obat”
“Kalau tidak
adami gratis dari
pemerintah,
berhentima makan
obat”
“Diusahakan
mami yang penting
sembuh”
“Adami
na’siapkan
pemerintah gratis
“mubazir”
“Tidak usami
berobat kalau beli
obat”
“Tidak jadi
masalah, adaji
sedikit gaji
pensiunku pakai
beli obat
“Nahindarika”
“Biasa-biasaji”
“Biasa temanku
bilang “obat
apami itu kau
minum”
x
x
x
x
x
x
x
x
-
“Janganmi terlalu
repot”
“Tidak adaji
perubahan”
“Baik-baikmi
kurasa”
“Ada perubahan,
sudah teratur
berobat 3 bulan,
enakmi saya rasa”
“Sempatka ragu
karena lendirku
warna coklatki
lagi”
“Sekarang