skripsi me141501 perancangan cold storage pada …
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI – ME141501
PERANCANGAN COLD STORAGE PADA PALKA KAPAL IKAN 30
GT DENGAN ISOLASI DARI BAHAN CAMPURAN HDPE DAN
SEKAM PADI
Sulfia Anizar A S NRP 04211440000059 Dosen Pembimbing Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil
DEPARTEMEN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2018
i
SKRIPSI – ME 141501
PERANCANGAN COLD STORAGE PADA PALKA KAPAL IKAN 30 GT DENGAN ISOLASI DARI BAHAN CAMPURAN HDPE DAN SEKAM PADI Sulfia Anizar A S NRP 04211440000059
Dosen Pembimbing Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil
DEPARTEMEN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2018
ii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
iii
SKRIPSI – ME 141501
COLD STORAGE DESIGN AT FISHING VESSEL 30GT WITH ISOLATION OF MIXED MATERIALS HDPE AND RICE HUSK Sulfia Anizar A S NRP 04211440000059
Supervisors Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil
DEPARTEMEN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2018
iv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
vi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
viii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
ix
Perancangan Cold Storage Pada Palka Kapal Ikan 30 GT Dengan Isolasi Dari
Bahan Campuran HDPE dan Sekam Padi
Nama Mahasiswa : Sulfia Anizar A S
NRP : 04211440000059
Departemen : Teknik Sistem Perkapalan ITS
Dosen Pembimbing 1 : Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil
Abstrak
Pada proses penangkapan ikan membutuhkan beberapa perlengkapan alat, hal yang
paling penting dalam penangkapan ikan adalah tempat dimana ikan itu akan ditampung.
Tempat penampungan ikan sementara pada kapal biasa disebut lubang palkah atau cold
storage. Bahan isolasi pada palka kapal ikan yang sering digunakan adalah polyurethane.
Namun biaya penggunaan dan pembuatan isolasi ini membutuhkan biaya yang mahal,
sehingga diperlukan alternatif baru untuk insulasi palka (cold storage) pada kapal ikan
yang lebih terjangkau dan mampu menahan suhu yang lebih lama pada cold storage. Dari
beberapa penelitian mengenai bahan alternatif untuk isolasi kapal perikanan tradisional
telah dilakukan. Untuk menindak lanjuti penelitian yang telah dikembangkan, maka
dilakukan pengembangan isolasi dengan perancangan cold storage pada kapal ikan 30
GT menggunakan bahan murni HDPE dengan campuran sekam padi. HDPE atau High
Density Polyethylene ini digunakan secara luas dalam pembuatan kemasan makanan, tas,
pipa plastik, dan insulasi kabel listrik. Polietilena ini termasuk jenis termoplastik yang
terbuat dari minyak bumi dengan densitas sebesar kurang lebih 0.94 gr/m3. Tugas akhir
pada perancangan isolasi untuk cold storage kapal ikan memiliki tujuan untuk
mengetahui kemampuan komposit campuran HDPE dan sekam padi melalui pengujian
konduktivitas termal dan massa jenis, mengetahui komposisi yang cocok untuk prototipe
dan melakukan perancangan melalui pembuatan prototipe isolasi pada cold storage. Dari
pengujian konduktivitas termal dan massa jenis didapatkan perbandingan terbaik pada
komposisi 50:50 dengan nilai sebesar 0.77 W/mK, sedangkan untuk massa jenis sebesar
0.69 gr/cm3. Pada percobaan prorotipe cold storage dilakukan dengan beban pendingin
es batu sebanyak 0,5 kg dan ikan laut jenis ekor kuning. Kotak prototipe mampu
mempertahankan suhu dibawah 10 oC selama 17 jam dan mampu menjaga suhu hingga
25 oC selama 24 jam dengan suhu lingkungan antara 25 – 31 oC. Biaya yang dikeluarkan
untuk pembuatan isolasi dari bahan campuran HDPE dan sekam padi sebanyak Rp
156.252.608,00.
Kata kunci : HDPE, Sekam Padi, Cold Storage, Konduktivitas Termal
x
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xi
Cold Storage Design at Fishing Vessel 30GT With Isolation Of Mixed Materials
HDPE and Rice Husk
Name of Student : Sulfia Anizar A S
NRP : 04211440000059
Department : Marine Engineering
Supervisor 1 : Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil
Abstract
In the process of fishing requires some equipment, the most important thing in fishing is
where the fish will be accommodated. Temporary fish shelters on boats are commonly
called cold storage. The insulation material on the cold storage of a fishing vessel that is
often used is polyurethane. However, the cost of using and making of this isolation is
expensive, so a new alternative to cold storage is needed on the more affordable fishing
vessels that can withstand longer temperatures in cold storage. From several studies on
alternative materials for traditional fishing vessel isolation has been done. To follow up
the research that has been developed, then carried out the development of insulation with
cold storage design on the 30 GT fishing vessels using pure HDPE with mixed rice husks.
HDPE or High Density Polyethylene is widely used in the manufacture of food
packaging, bags, plastic pipes, and electrical cable insulation. This polyethylene includes
a thermoplastic type made from petroleum with a density of approximately 0.94 g / m3.
The final project on isolation design for cold storage fishing vessels has the objective of
knowing the composite capability of mixed HDPE and rice husk through thermal
conductivity and density testing, knowing suitable compositions for prototype and
designing through the manufacture of isolation prototype in cold storage. From thermal
conductivity test and density, the best comparison of 50:50 composition with value of
0.77 W / mK was obtained, while for density was 0.69 gr / cm3. In the cold storage
prototype experiments carried out with ice cooling ice loads of 0.5 kg and yellow tail fish
species. The prototype box is able to maintain temperatures below 10 oC for 17 hours and
is able to keep temperatures up to 25 oC for 24 hours with an ambient temperature
between 25 - 31 oC. Costs incurred for the manufacture of insulation of mixed material
HDPE and rice husk as much as Rp 156.252.608,00.
Keywords : HDPE, Rice Husk, Cold Storage, Thermal Conductivity
xii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xiii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
Tugas Akhir yang berjudul “Perancangan Cold Storage Pada Palka Kapal Ikan 30 GT
Dengan Isolasi Dari Bahan Campuran HDPE Dan Sekam Padi” dengan baik dan
tepat waktu. Dimana tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan program
studi sarjana di Departemen Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Penulis menyadari, dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa
terimakasih yang mendalam kepada pihak-pihak di bawah ini :
1. Kedua orang tua penulis, Ibu Runtung Tri Karyani dan Bapak Sunyoto yang
terus memberikan doa, dukungan dan menjadi penyemangat penulis dalam
melakukan aktifitas selama perkuliahan dan penulisan tugas akhir ini.
2. Para saudara penulis, M. Rosi Saosa Abimanyu dan Rayhan Fabio Dhiya’ Ulhaq
yang memberikan semangat, hiburan dan warna baru serta semangat dalam
kehidupan penulis.
3. Bapak Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil selaku dosen pembimbing penulis yang
senantiasa memberikan bimbingan, bantuan serta motivasi pada saat proses
penelitian dan pembelajaran baik di perkuliahan maupun diluar perkuliahan.
4. Bapak Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc., Ph.D selaku dosen wali penulis
yang selalu senantiasa mendidik dan memberikan bimbingan kepada penulis
selama masa perkuliahan yang berkaitan dengan sikap, kerja keras, sopan
santun, disiplin serta bertanggung jawab bagi penulis.
5. Bapak Dr. Eng. Badrus Zaman, ST., MT selaku kepala Departemen Teknik
Sistem Perkapalan yang sudah memberikan ilmu baik materi perkuliahan
maupun diluar perkuliahan yang dapat menjadi pembelajaran bagi penulis.
6. Seluruh dosen, tenaga kependidikan serta manajemen Departemen Teknik
Sistem Perkapalan FTK – ITS.
7. Keluarga kecil DENSUS 86 yang menjadi sahabat penulis dari awal masa
perkuliahan hingga saat ini yang selalu memberi hiburan dan kisah hidup baru
bagi penulis.
8. Sahabat Bidadari Surga : Ulfa Octa, Khoirun Nisa’ dan Elin Putri yang telah
menjadi sahabat terbaik di dunia bagi penulis dalam segala hal.
9. Kabinet HIMASISKAL ASIK 2016/2017 : Faishal Afif, Azizah, Dinar, Salsa,
Firman, Isom, Abyan, Syauqi, Akang Naufal, Barok, Rayka, Christopher,
Salvin, Rizal, Arif, Azis, Rivaldi, Joel, dan Bagus yang senantiasa memberi
semangat, motivasi, pengalaman baru dan warna warni kehidupan selama
dikampus
10. Badan Pengurus Harian HIMASISKAL ASIK 2016/2017 yang telah
memberikan romansa kekeluargaan didalam berorganisasi bagi penulis selama
perkuliahan.
xiv
11. Seluruh kawan-kawan pejuang akhir bidang MMS tercinta yaitu Ikbar, Dannet,
Pemal, Horas, Sabil dll yang selalu mewarnai kehidupan di semester akhir serta
telah memberikan dukungan secara mental dan fisik untuk bisa bersama-sama
menguatkan penulis dalam pengerjaan tugas akhir.
12. Seluruh kawan-kawan bidang MPP yaitu Linggar, Hanifan, Wafiq, Ipu dll yang
telah membantu dalam pengerjaan tugas akhir ini.
13. Kawan kepanitian GERIGI 2016 Kakak Pendamping Provinsi Sumatera Barat
yang telah memberikan semangat serta doa dalam pengerjaan tugas akhir ini.
14. Kawan seperjuangan angkatan MERCUSUAR ’14 tersayang yang turut
berjuang bersama untuk bisa menyelesaikan tugas akhir ini.
15. Kawan-kawan Rumpi Cantik : Nur Azizah, Dinar, Kirana, Puteri, Halimah,
Yuniar, dan Shanty yang selalu mewarnai hari-hari penulis dengan keceriaan
dan memberikan semangat tiada hentinya dikala sedih maupun senang dan
selalu menjadi penghibur dan menjadi tempat curhat penulis.
16. Tiga Serangkai tercinta : M. Syahirul Mubarok dan Raka Sukma sahabat penulis
yang selalu menjadi teman curhat, memberikan hiburan serta selalu tidak sedih
dan keberatan apabila direpotkan oleh penulis.
17. Perempuan-perempuan terbaik Superwoman angkatan 2014 yang menjadi
squad wanita terkuat diangkatan 2014.
18. Seluruh keluarga besar MERCUSUAR ’14 yang selalu mendukung dan
membantu selama perkuliahan di tahun pertama hingga tahun terakhir di
Departemen Teknik Sistem Perkapalan.
19. Seluruh kakak tingkat BISMARCK ’12 yang telah memberikan bimbingan dan
wawasan yang luas bagi penulis, kepada kakak tingkat BARAKUDA ’13
sebagai kaka tingkat terdekat yang sudah memberikan pengalaman
berorganisasi dan memberikan ilmu yang bermanfaat selama ini, serta Salvage
’15 dan Voyage ’16 sebagai adik tingkat yang selalu mensupport dan
mendoakan penulis dalam proses pengerjaan tugas akhir ini.
20. Kepada pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas segala
bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini jauh
dari sebuah kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat terbuka untuk
membangun dan kebaikan bersama kedepannya bagi penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang tertulis dalam tugas akhir ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya.
Surabaya, Juli 2018
Penulis
xv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ v LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xvii DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xix BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 2 1.3 Batasan Masalah ............................................................................................... 2 1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 2 1.5 Manfaat ............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3 2.1 Definisi Kapal Perikanan .................................................................................. 3 2.2 Ruang Palka ...................................................................................................... 4 2.3 Pengertian HDPE (High Density Polyethylene) ............................................... 6 2.4 Sekam Padi ....................................................................................................... 9 2.5 Xylene ............................................................................................................. 10 2.6 Perpindahan Kalor .......................................................................................... 12 2.7 Konduktivitas Termal ..................................................................................... 14 2.8 ASTM E1225 – 3 ............................................................................................ 15
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 19 3.1 Metodologi Penelitian ..................................................................................... 19 3.2 Perumusan Masalah ........................................................................................ 20 3.3 Studi Literatur ................................................................................................. 20 3.4 Pembuatan Spesimen ...................................................................................... 21 3.5 Pengujian Spesimen ........................................................................................ 21 3.6 Pembuatan Prototype ...................................................................................... 23 3.7 Pelaksanaan Percobaan ................................................................................... 24 3.8 Analisa dan Pembahasan ................................................................................ 24 3.9 Kesimpulan ..................................................................................................... 24
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ................................................................ 25 3.1 Spesimen Komposit ......................................................................................... 25 3.2 Pengujian Komposit ........................................................................................ 27 4.3 Pengujian Prototype Cold Storage ................................................................. 41 4.4 Perhitungan Matematis Distribusi Temperatur Prototype ............................... 45 4.5 Perhitungan Biaya ........................................................................................... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 53 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 53 5.2 Saran ................................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 55 LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
BIODATA PENULIS
xvi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Biji Plastik Jenis High Density Poliethylene (HDPE)................................. 7 Gambar 2.2 Sekam Padi................................................................................................ 10 Gambar 2.3 Skema Pengujian ASTM E1225 – 3 ......................................................... 15 Gambar 2.4 Desain Alat Pengujian ............................................................................... 16 Gambar 3.1 Diagram Alur Pengerjaan Tugas Akhir .................................................... 19 Gambar 3.2 Lanjutan Diagram Alur Pengerjaan Tugas Akhir ..................................... 20 Gambar 3.3 Alat Pengujian Konduktivitas Termal ....................................................... 22 Gambar 3.4 Desain Protoype Cold Storage Pada Palka Kapal Ikan 30 GT ................. 23 Gambar 4.1 Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis. (a)Komposisi 50:50
(b)Komposisi 60:40 (c)Komposisi 70:30 .................................................. 26 Gambar 4.2 Perangkat Alat Pengujian Konduktivitas Termal ...................................... 28 Gambar 4.3 Grafik pengujian konduktivitas termal ..................................................... 38 Gambar 4.4 Spesimen Uji Massa Jenis ......................................................................... 39 Gambar 4.5 Grafik Hasil Perhitungan Massa Jenis ...................................................... 41 42 Gambar 4.6 Prototype Cold Storage ............................................................................. 42 Gambar 4.7 Grafik perbandingan pengujian prototype ................................................ 44 Gambar 4.8 Grafik Laju Perpindahan Kalor ................................................................. 46
xviii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karateristik HDPE ........................................................................................... 8 Tabel 2.2 Perbandingan Tegangan dan Tarik NDU dan DU ........................................... 8 Tabel 2.3 Komposisi Sekam Padi .................................................................................... 9 Tabel 2.4 Properties dari xylene .................................................................................... 11 Tabel 2.5 Konduktivitas Termal Bahan ......................................................................... 14 Tabel 4.1 Kebutuhan Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis ................ 25 Tabel 4.2 Data Pengujian Konduktivitas Termal Spesimen 50:50 ................................ 28 Tabel 4.3 Data Pengujian Konduktivitas Termal Spesimen 60:40 ................................ 29 Tabel 4.4 Data Pengujian Konduktivitas Termal Spesimen 70:30 ................................ 29 Tabel 4.5 Konduktivitas Termal Spesimen 50 : 50 ....................................................... 32 Tabel 4.6 Konduktivitas Termal Spesimen 60:40 ......................................................... 34 Tabel 4.7 Konduktivitas Termal Spesimen 70 : 30 ....................................................... 37 Tabel 4.8 Konduktivitas Termal Setiap Spesimen ......................................................... 38 Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Massa Jenis ...................................................................... 40 Tabel 4.10 Pengukuran Temperatur Prototype isolasi Cold Storage ............................ 42 Tabel 4.11 Perhitungan Perpindahan Panas Pada Prototype ......................................... 45 Tabel 4.12 Ukuran Utama Kapal Purse Sein 30 GT ...................................................... 47 Tabel 4.13 Harga barang satuan di pasar ....................................................................... 47 Tabel 4.14 Perhitungan volume luar pada palkah 1 ....................................................... 48 Tabel 4.15 Perhitungan volume dalam pada palkah 1 ................................................... 48 Tabel 4.16 Kebutuhan Produksi Pada Palkah 1 ............................................................. 49 Tabel 4.17 Perhitungan Volume Luar Pada Palkah 2 .................................................... 49 Tabel 4.18 Perhitungan volume dalam pada palkah 2 ................................................... 50 Tabel 4.19 Kebutuhan produksi pada palkah 2.............................................................. 50 Tabel 4.20 Perhitungan Volume Luar Pada Palkah 3 .................................................... 51 Tabel 4.21 Perhitungan Volume Dalam Pada Palkah 3 ................................................. 51 Tabel 4.22 Kebutuhan Produksi Pada Palkah 3 ............................................................. 52 Tabel 4.23 Perhitungan Untuk Biaya Pekerja ................................................................ 52 Tabel 4.24 Total Biaya Pembuatan Insulasi .................................................................. 52
xx
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil penangkapan ikan merupakan salah satu jenis pangan yang perlu mendapat
perhatian sekarang ini. Penggunaan isolator atau bahan penyekat panas dalam palka kapal
ikan sangat mempengaruhi kualitas dari ikan yang diangkut, hal ini karena isolator
mampu menjaga suhu pada ruang palka. Dalam proses penangkapan ikan, nelayan-
nelayan tradisional yang lama melautnya one day one fishing terkadang hanya membawa
es balok untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan agar tetap segar saat tiba di darat atau
pelabuhan. Namun penggunaan es balok masih kurang efektif karena memiliki banyak
kelemahan, salah satunya adalah cepat mencair. Selain itu, penggunaan es balok
membutuhkan ruang yang cukup banyak, hal ini mempengaruhi penempatan hasil
tangkapan.
Ada beberapa cara agar es balok tidak mudah mencair, yaitu dengan cara
penggunaan isolasi pada palka kapal ikan tradisional. Penggunaan palka berinsulasi dapat
menghambat pencairan es balok selama proses penangkapan. Penggunaan insulasi dapat
mempertahankan jumlah es balok mencapai 20-30% bahkan dapat mencapai 50% saat
proses pendaratan dan pembongkaran. (Nasution,2014). Bahan isolasi pada kapal ikan
yang sering digunakan adalah polyurethane. Polyurethane merupakan bahan campuran
antara karet dan plastik yang memiliki keunggulan stabil dalam temperatur dingin dan
panas. Namun biaya penggunaan dan pembuatan insulasi ini membutuhkan biaya yang
mahal, sehingga diperlukan alternatif baru untuk insulasi palka (cold storage) pada kapal
ikan yang lebih terjangkau.
Beberapa penelitian mengenai bahan alternatif untuk insulasi kapal ikan
tradisional telah dilakukan. Dalam tugas akhir yang membahas tentang penggunaan
limbah serbuk kayu sebagai polyurethane pada insulasi palka kapal ikan tradisional
dengan komposisi 40 : 60 mampu mempertahan es balok hingga mencair pada jam ke-
34. Dalam tugas akhir yang membahas tentang penggunaan campuran sekam padi dengan
perekat semen putih dengan komposisi 1 : 1 masih belum mampu menyetarakan
konduktivitas thermal dari bahan styrofoam.
Dari beberapa pengembangan insulasi pada kapal ikan tradisional diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk isolasi pada palka kapal ikan. Penggunaan HDPE ini sangat
aman untuk makanan karena memiliki standar food grade. Untuk menindak lanjuti
penelitian yang telah dikembangkan, maka penulis ingin mengembangkan isolasi dengan
perancangan cold storage pada kapal ikan 30 GT menggunakan bahan murni HDPE
dengan campuran sekam padi. Tugas akhir pada perancangan ini bertujuan untuk
mengukur ketebalan isolasi pada cold storage kapal ikan 30 GT bergantung pada lamanya
waktu berlayar dan mengetahui efektivitas dari penggunaan HDPE dan sekam padi
dengan bahan yang biasa digunakan pada cold storage. Dari penelitian ini penulis
berharap bahwa material HDPE dan sekam padi dapat menjadi bahan alternatif sebagai
isolasi cold storage pada kapal ikan.
2
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ada tiga, yaitu :
1. Bagaimana kemampuan komposit campuran HDPE dan sekam padi melalui
pengujian?
2. Bagaimana perbandingan campuran HDPE dengan sekam padi yang optimal
sebagai isolasi cold storage pada palka kapal ikan 30GT?
3. Bagaimana perancangan cold storage pada palka kapal ikan 30 GT dengan
menggunakan isolasi dari bahan HDPE dengan sekam padi?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dibuat agar lingkup penelitian ini lebih fokus, yaitu:
1. Dalam penelitian ini hanya berfokus pada pengujian konduktivitas termal dari
bahan biji plastik HDPE dengan sekam padi.
2. Data kapal dalam perancangan cold storage menggunakan kapal ikan 30 GT.
3. Dalam penelitian hanya berfokus pada pembuatan prototype.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kemampuan komposit campuran HDPE dan sekam padi melalui
pengujian.
2. Mengetahui perbandingan campuran HDPE dengan sekam padi yang optimal
sebagai isolasi cold storage pada palka kapal ikan 30GT.
3. Membuat perancangan cold storage pada palka kapal ikan dengan
menggunakan isolasi dari bahan campuran HDPE dengan sekam padi.
1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam penelitian ini diharapkan penggunaan campuran bahan HDPE dengan
sekam padi dapat bermanfaat untuk nelayan tradisional sebagai isolator pada
cold storage di kapal ikan.
2. Sebagai inovasi dan bahan alternatif pendingin ikan yang efektif dikapal ikan
30 GT.
3. Mengurangi limbah sekam padi yang ada di masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kapal Perikanan
Kapal merupakan kendaraan untuk mengangkut barang dan penumpang pada
daerah yang memiliki wilayah perairan tertentu. Konstruksi kapal memiliki fungsi
tertentu bergantung pada tiga faktor utama, yaitu jenis (macam) kargo yang di bawa,
material pembuatan kapal, dan daerah operasi (pelayaran) kapal. Sesuai dalam pasal 1
undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, menyatakan bahwa “kapal
perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain, yang di pergunakan untuk
melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan
ikan, pengangkutan ikan, pelatihan perikanan,dan penelitian atau eksplorasi perikanan.”
Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk mengangut
ikan, termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan
ikan. (Furkanudin, 2008)
Purse seine adalah alat yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang
membentuk gerombolan. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari purse seine adalah
ikan – ikan “pelagic shoaling species” yang berarti ikan – ikan tersebut haruslah
membentuk gerombolan, berada di dekat dengan permukaan air dan sangatlah diharapkan
pula gerombolan ikan tersebut tinggi, yang berarti jarak ikan dengan ikan lainnya
haruslah sedekat mungkin. Prinsip penangkapan ikan dengan purse seine adalah
melingkari gerombolan ikan dengan jaring, sehingga jaring tersebut membentuk dinding
vertical, dengan demikian gerakan ikan kearah horizontal dapat dihalangi. Setelah itu,
bagian bawah jaring dikerucutkan untuk mencegah ikan lari kebawah jaring.
Satuan armada penangkapan ikan adalah kelompok kapal perikanan yang
dipergunakan untuk menangkap ikan jenis pelagis yang bermigrasi dan dioperasikan
dalam satu kesatuan system operasi penangkapan atau dalam satu keatuan manajemen
usaha, yang terdiri dari kapal penangkap ikan, kapal pembantu penangkap ikan, dan kapal
pengangkut ikan, atau kelompok kapal pengangkut ikan dalam suatu manajemen usaha
penangkapan. (Wibawa, n.d.)
Kapal ikan dibagi berdasarkan alat tangkapnya, yaitu :
a. Kapal pukat hela
Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan pukat hela yang dilengkapi
dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa
pangsi pukat, penggantung, tempat peluncur dan batang rentang.
b. Kapal pukat cincin
Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan pukat cincin yang dilengkapi
dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa
blok daya, derek tali kerut, sekoci kerja dan tempat peluncur.
c. Kapal penggaruk
Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap penggaruk yang
dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan
berupa pangsi penggaruk dan batang rentang.
4
d. Kapal jaring angkat
Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap jaring angkat yang
dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan
berupa pangsi jaring angkat, batang rentang depan dan belakang serta lampu
pengumpul ikan.
e. Kapal jaring insang
Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap jaring insang yang
dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan
berupa pangsi penggulung jaring.
f. Kapal pemasang perangkap
Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap perangkap yang
dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan
berupa pangsi penarik tali tangkap.
g. Kapal pancing (Rawai Tuna atau Longline)
Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan pancing yang dilengkapi
dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa
penarik/penggulung tali (line hauler), pengatur tali, pelempar tali, bangku
umpan, ban berjalan, bak umpan hidup atau mati dan alat penyemprot air.
2.2 Ruang Palka
Palka merupakan suatu ruangan didalam kapal yang memiliki fungsi sebagai
penyimpanan ikan sementara hasil tangkapan selama berlayar. Keuntungan terbesar dari
suatu operasi penangkapan ikan adalah dengan memperbanyak hasil tangkapan dan
memaksimalkan usaha mempertahankan tingkat dari kesegaran ikan sampai ke tangan
konsumen. Hal ini bertujuan agar mendapat harga jual yang tinggi per satuan berat ikan.
Bentuk palka secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu berbentuk ruang empat persegi
dan berbentuk mengikuti bentuk badan kapal dibagian dasar dan atau sisi samping.
Persyaratan palka kapal ikan di bagi menjadi 4 bagian, antara lain sebagai berikut:
1. Persyaratan teknis, yang harus dipenuhi oleh palka adalah mampu
meminimalkan pengaruh panas yang masuk ke dalam palka. Panas yang masuk
ke dalam palka akan memperbesar beban pendinginan. Akibatnya, penurunan
suhu tubuh ikan menjadi lebih lama dan usaha menstabilkan suhu ruang
penyimpanan juga menjadi terganggu karena adanya fluktuasi.
2. Persyaratan ekonomis, ukuran ruang palka jangan terlalu luas, tetapi juga jangan
terlalu sempit. Luas palka harus disesuaikan dengan kemampuan kapal dalam
beroperasi dan menangkap ikan. Ruang yang terlalu luas dan tidak sesuai dengan
hasil tangkapan yang diperoleh akan menyebabkan banyak ruang yang kosong
tidak terisi. Semakin luas ruang palka maka panas juga semakin besar sehingga
media pendingin yang diperlukan lebih banyak. Dengan demikian, biaya
pendinginan menjadi lebih besar.
3. Persyaratan sanitasi dan higienis, palka ikan harus memiliki sistem sanitasi dan
higienis yang baik. Hal ini bertujuan agar palka dapat dibersihkan dengan mudah,
5
baik sebelum, maupun sesudah penyimpanan ikan. Palka yang kotor dapat
menjadi sumber bersarangnya bakteri dan mikroorganisme lain. Sementara ikan
merupakan bahan pangan yang sangat mudah terkontaminasi, terutama oleh
bakteri. Oleh karena itu, permukaan palka yang mungkin bersinggungan
langsung dengan ikan harus dibuat dari bahan-bahan yang kedap air, mudah
dibersihkan, dan mempunyai permukaan yang halus.
4. Persyaratan biologis, palka harus dibuat dengan drainase yang baik untuk
mengeluarkan air lelehan es, lendir, dan darah yang mungkin yang terkumpul di
dasar palka. Selama penyimpanan dalam palka, es yang digunakan dalam
penanganan ikan akan mencair dan air lelehan ini akan melarutkan kotoran-
kotoran dan darah ikan. Air lelehan tersebut, jika tidak dikeluarkan, akan
menggenangi dasar palka dan menjadi sumber pencemaran yang serius karena
dalam air tersebut banyak mengandung bakteri.
Penggunaan palka pada kapal ikan sudah semakin maju, salah satunya adalah
penggunaan palka yang diisolasi atau biasa disebut dengan cold storage. Pemakaian
palka berisolasi ini bertujuan untuk menekan sekecil mungkin penggunaan es balok
sehingga ruang untuk menampung ikan akan lebih banyak. Keuntungan dengan
penggunaan palka berisolasi yaitu pengurangan beban pengangkutan kapal ke tempat
penangkapan, pemanfaatan banyak ruang untuk keperluan yang lainnya, dan penguran
biaya dalam pendinginan ikan.
Palka berinsulasi adalah tempat atau wadah yang dibuat dengan lapisan
kekedapan yang dapat menghambat laju perpindahan panas untuk menjaga suhu didalam
wadah/tempat yang bersifat tetap (fixed) ataupun dapat dipindahkan (portable) dari dan
ke kapal perikanan yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas hasil tangkapan.
(Hidayat, 2017). Manfaat dari penggunaan palka berinsulasi yaitu menghemat sistem
pendingin es dan mutu kesegaran ikan dapat dipertahankan, meningkatkan harga jual
ikan, waktu operasi penangkapan ikan lebih lama, memperkecil tingkat kerusakan ikan
hasil tangkapan, meningkatkan pendapatan nelayan. Tipe dan ukuran dari cold storage
ditentuka oleh kebutuhan pendingin atau beban yang harus dihitung berdasarkan produk
dan kebutuhan storage. Beban pendingin sangat sensitif terhadap produk yang akan di
pertahankan temperaturnya didalam storage. (Parenden, 2012).
Beberapa faktor yang menentukan beban pendingin adalah sebagai berikut :
1. Ukuran dari cold storage sendiri
2. Tipe dari produk yang akan didinginkan
3. Temperatur dari produk ketika dimasukan kedalam cold storage
4. Temperatur optimum storage yang dipakai untuk mendinginkan produk
5. Letak atau lokasi dari pada cold storage
6. Karakteristik peralatan pendingin
7. Penggunaan manajemen praktis untuk mengoperasikan cold storage
Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai bahan insulasi antara lain :
1. Udara tidak bergerak, udara diam yang mati terkurung di antara dinding rangkap
sejajar dan lembaran logam adalah bahan insulasi yang paling baik. Besarnya
6
arus panas total yang melintasi rongga udara itu adalah jumlah dari arus panas
oleh radiasi, konversi dan konduksi. Sekali terjadi arus konversi dan radiasi
panas udara akan berubah menjadi bahan insulasi yang jelek.
2. Gabus, merupakan bahan insulasi dalam bentuk butiran atau lembaran, berpori,
rongga udara terkurung dan halus. Bahan ini tidak tahan terhadap api dan
serangga.
3. Kayu, kayu yang kering adalah bahan insulasi yang baik tetapi apabila kayu ini
lembab akan menjadi konduktor. Kayu hanya efektif sebagai dinding palka,
sehingga perlu diisi dengan bahan insulasi jenis lain antara dua lapis dinding.
4. Fiberglass, adalah gelas atau kaca dalam bentuk serat fleksibel. Bersifat tahan
api, tahan panas, tidak berbau dan tahan terhadap serangga.
5. Mineralwool, adalah bahan yang berisi sel udara halus. Tahan tehadap api dan
dapat diperoleh dalam bentuk butiran dan lembaran. Dalam penggunaannya
perlu dilindungi dengan bahan kedap air.
6. Styrofoam, merupakan bahan yang memiliki konduktivitas yang sangat rendah,
ringan, tahan terhadap serangga, tidak mudah lapuk, tahan terhadap asam encer
dan alkali pekat, tidak tahan terhadap pelumas dan bensin, terbakar dengan
lambat dan mudah dikeringkan.
7. Foamglass, merupakan matrik gelas yang terkurung masa sel gas yang sangat
halus. Tahan terhadap api, tahan terhadap uap air dan tahan terhadap serangga
dan
8. Polyurethane, merupakan bahan yang memiliki permeabilitas yang baik, tahan
terhadap bahan kimia, pelumas dan pelarut, lazimnya bahan dapat terbakar, tetapi
dibuat tahan api, dapat dipasok dalam bentuk panel, dipasang di tempat,atau
disemprotkan.
2.3 Pengertian HDPE (High Density Polyethylene)
Polyethylene (PE) adalah salah satu bahan mentah yang terutama digunakan
untuk gas dan distribusi air diseluruh dunia. Sejak perkembangannya di tahun 1954
sampai sekarang, terjadi kemajuan besar pada keandalan material HDPE. Dari generasi
pertama PE 63 ketiga, PE 100 diperkenalkan ada tahun 1989 oleh Solvay Polyolefi
(sekarang Ineos Polyolefins), polietilena telah menjadi salah satu bahan baku yang
mendominasi untuk gas dan distribusi air. Karena bahan kimia yang memiliki tingkat
resistansi yang baik, dan juga merupakan bahn pilihan untuk banyak aplikasi industri.
HDPE (High Density Polyethylene) adalah material polietilena termoplastik berdensitas
tinggi (0,941 ≤ densitas < 0,965) yang merupakan gabungan dari carbon dengan
hydrogen atom dan membentuk suatu produk dengan berat molekul tinggi. (Wilogo,
2017).
High density polyethyelene adalah thermoplastik material yang terdiri dari atom
karbon dan hidrogen yang membentuk prduk berat molekul. HDPE memiliki kimia fisik
berupa gas metana yang diubah menjadi etilen, kemudian dengan adanya panas dan
tekanan menjadi polyethylene. Rantai polimer yang dimiliki 500.000 hingga 1.000.000
7
unit karon panjang. Molekul rantau pendek dan/atau panjang dengan polimer molekul
rantai utama, semakin panjang rantai utama maka semakin besar jumlah atom dan
mengakibatkan semakin besar berat molekulnya. Berat molekul dan jumlah cabang
menentukan banyaknya sifat mekanik dan kimia darii produk polietilena. HDPE adalah
bahan viskoelastik non-linear dengan sifat tergantung waktu. ASTM D 3350
mengklasifikasikan polietilena berdasarkan kepadatan sebagai berikut :
1. High-density polyethylene (0.941 < density < 0.965)
2. Low-density polyethylene (0.910 < density < 0.925)
3. Medium-density polyethylene (0.926 < density < 0.94)
Bahan PE yang masih jarang digunakan adalah homopolimer dengan densitas >
0.965 dan very low density polyethylene (VLDPE) dengan densitas < 0.910. Kekuatan
lentur dan kekuatan tarik meningkat sesuai dengan kepadatan bahan, yang akan
mengakibatkan meningkatnya kerapuhan dan menurunkan ketahanan retak. Laju alir
leleh merupakan parameter yang terkait dengan berat molekul rata-rata rantai resin
polimer melalui ukuran standar dibawah kondisi tekanan tertentu dan suhu dala jangka
waktu sepuluh menit. Semakin besar panjang molekul maka semakin besar pula berat
molekul. Ketika dilakukan pengujian konduksi dengan memberikan tekanan beban sesuai
standar yaitu 47.6 lb (21.6 kg) pada suhu 374oF (190oC), laju alir leleh yang dihasilkan
disebut Melt Index (MI). Dimana semakin besar visositas, semakin rendah nilai indeks
leburnya. Melt index (MI) yang lebih rendah memiliki kekuatan tarik yang lebih besar
dan ketahanan retak tegangan yang lebih besar, namun semakin rendah nilai MI maka
semakin besar energi yang dibutuhkan pada suhu untuk mengekstraksi resin polietilena.
PE memiliki modulus lentur, yaitu kekakuan material yang sebagian strukturnya atau
ketahanan elemen struktural dibawah penerapan beban. Semakin besar kekakuan lentur
semakin besar ketahanan lentur dan semakin besar tekanan lenturnya.
Gambar 2.1 Biji Plastik Jenis High Density Poliethylene (HDPE)
Sumber: http://gpsplastik.com
Biji plastik yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 merupakan salah satu dari
berbagai jenis biji plastik high density poliethyelene. Menurut katalog perpipaan milik
PT. Langgeng Makmur Industri Tbk, bahan polietilena merupakan salah satu
pengembangan material thermo plastic yang memiliki sifat meleleh saat dipanaskan dan
8
akan mengeras apabila didinginkan. Selain itu bahan ini terbuat dari minyak bumi yang
didesain memiliki densitas atau massa jenis yang tinggi yaitu 0.94 gr/cm3. Artinya, ikatan
molekul pada material lebih kuat sehingga tak mudah rusak karena satu dan beberapa hal.
Hal ini membuat bahan HDPE memiliki standard food grade atau material dapat
digunakan untuk jaringan perpipaan air bersih layak minum.
Tabel 2.1 Karateristik HDPE
Sumber : Dahnia, 2003
Pada Tabel 2.1 merupakan deskripsi dari karakteristik HDPE menurut Dahnia,
dimana densitas HDPE pada suhu 200C sebesar 0.93 – 0.96, HDPE dapat melunak pada
suhu 123 – 1270C, titik lebur yang dimiliki HDPE sebesar 125 – 1350C, tidak memiliki
permeabilitas gas (kemampuan yang dimiliki pleh suatu zat untuk meloloskan sejumlah
partikel yang menembus atau melaluinya). Senyawa polietilen ini sudah digunakan
secara luas, misalnya dalam pembuatan kemasan makanan, tas, pipa plastik dan insulasi
kabel listrik. HDPE adalah jenis plastik yang memiliki sifat lebih kuat dan tahan terhadap
suhu yang tinggi, selain itu bahan ini juga dapat didaur ulang dan ramah lingkungan, hal
ini dikarenakan bahan HDPE memiliki urutan ke dua pada simbol daur ulang. Selain
memiliki densitas yang tinggi, tahan terhadap kimia, dan panas, plastik HDPE ini juga
memiliki ketahanan terhadap tegangan dan tarikan.
Tabel 2.2 Perbandingan Tegangan dan Tarik NDU dan DU
No.
Tegangan Tarik
HDPE [N/mm2]
Regangan Tarik
HDPE [%]
Perbedaan NDU dengan
DU Teg. & Reg. Tarik
NDU DU NDU DU Teg. Tarik
[N/mm2]
Reg. Tarik
[%]
1 21.4 14.5 3 3.3 6.9 0.3
2 21.4 13.8 5 6.6 7.6 1.6
3 22.7 14 6 3 8.7 3
4 21.4 15.8 3 3.3 5.6 0.3
5 20.2 13.2 2 5 6.9 3
6 22.7 13.8 6 3.3 9.6 2.7
7 21.4 13.8 4 3.3 8.9 0.7
Rerata 21.72 14.08 4.5 3.88 7.63 0.613 Sumber : Suyadi, 2009
No Deskripsi HDPE
1 Densitas pada suhu 200C
(g/cm2) 0,93 – 0,96
2 Suhu melunak (0C) 123 – 127
3 Titik melebur (0C) 125 – 135
4 Permeabilitas gas -
5 Nitrogen 3
6 Oksigen 11
7 Gas karbon 43
9
Pada tabel 2.2 merupakan hasil eksperimen dan uji ketahanan tegangan dan
tarikan yang dibedakan antara Non Daur Ulang (NDU) dengan Daur Ulang (DU) yang
menunjukkan bahwa plastik jenis HDPE ini mampu untuk menjadi bahan baku insulasi
cold storage palka kapal ikan. Ketahanan material yang dimiliki oleh plstik jenis
polietilen ini terhadap air dan berat jenisnya yang lebih ringan dari air membuat material
ini menjadi pilihan yang baik dalam pembuatan insulasi. Jenis plastik HDPE ini dapat
dibentuk dengan cetakan dan metode ekstrusi, dalam proses fabrikasi yaitu dengan cara
dilelehkan pada suhu diatas 100oC.
2.4 Sekam Padi
Sekam padi merupakan kulit dari bulir padi yang telah dipisahkan dari biji padi
berupa lembaran yang kering, kasar dan tidak dapat dimakan. Menurut Badan Pusat
Statistika (2015), Indonesia menghasilkan padi sebanyak 75 juta ton. Saat proses
penggilingan dihasilkan sekam sebanyak 20 – 30 %, dedak 8 – 12 % dan beras giling 52
% bobot awal gabah (Hsu dan Lum, 1980). Untuk saat ini penggunaan sekam padi hanya
sebatas sebagai sumber silika, penghasil pelarut berupa minyak, sebagai bahan bakar, dan
bahan pengampelas. Penggunaan sekam padi masih sangat terbatas karena bersifat
abrasif, nilai nutrisi rendah, dan kandungan abu yang tinggi, sehingga biasanya sekam
padi akan dibakar untuk dijadikan abu untuk mengurangi volumenya. Dari pembakaran
sekam padi ini akan menghasilkan pencemaran lingkungan, oleh karena itu perlu adanya
inovasi untuk mengurangi pembakaran sekam padi, namun tetap mempunyai nilai jual
yang tinggi.
Bagi Indonesia sebagai salah satu negara agraris penghasil beras, sekam padi
merupakan limbah sisa penggilingan padi yang jumlahnya sangat melimpah. Sekam padi
yang selama ini secara tradisional banyak dimanfaatkan pada pembuatan abu gosok, batu
bata serta pengeraman ayam, kini telah mampu menghasilkan ratusan megawatt listrik
dan komoditas silika atau karbon. (SOEMOWIDAGDO, 2009)
Tabel 2.3 Komposisi Sekam Padi
(Sumber : Houston, 1972)
No Komponen %Berat
1 H2O 2,4 – 11,35
2 Crude Protein 1,7 – 7,26
3 Crude Fat 0,38 – 2,98
4 Ekstrak Nitrogen Bebas 24,7 – 38-79
5 Crude Fiber 31,37 – 49,92
6 Abu 13,16 – 29,04
7 Pentosa 16,94 – 21,95
8 Selulosa 34,34 – 43,80
9 Lignin 21,40 – 46,97
10
Pada tabel 2.3 dijelaskan beberapa komposisi dari kandungan sekam padi
menurut Houston, diantaranya yaitu H2O, crude protein, crude fat, ekstrak nitrogen
bebas, crude fiber, abu, pentosa, selulosa, dan lignin. Sebagaimana tumbuh-tumbuhan
lain, sekam padi juga mempunyai kandungan silika yang tinggi. Konsentrasi silika dapat
ditemukan pada keadaan sekam padi atau tumbuhan kering, yang besarnya tergantung
dari jenis tanah tempat tumbuhan padi tumbuh, jenis tanaman dan juga tergantung dari
iklim dimana tumbuhan padi tumbuh. Konsentrasi silika pada sekam kering berkisar 21,
5 % dari berat, dan 12 % pada daun keringnya. (Wibowo, 2008)
Gambar 2.2 Sekam Padi
Sumber : interiordesignassist.wordpress.com
Pada gambar 2.2 merupakan bentuk dari sekam padi, sekam padi mempunyai
berat sekitar 20 % dari bagian kering yang keras dari padi, maka total jumlah silika dalam
sekam padi dapat mencapai 4 % dari total berat padi kering. Setiap tahunnya produksi
sekam padi dunia mencapai 80 juta ton, maka silika yang dihasilkan per tahunnya adalah
3,2 juta ton. Sekam padi memiliki karakteristik tidak mudah menyusut,tidak terpelintir,
bengkok, terbelah dan melengkung. Sekam padi juga kuat, kaku, lurus, ringan dan harga
yang terjangkau. Selain itu, sekam padi memiliki ukuran partikel yang lebih kecil, ukuran
stabil, memilliki permukaan yang kuat, tahan air dan tahan terhadap tekanan. Sekam padi
memiliki konduktivitas termal yang rendah, yaitu 0,034 sehingga bisa dijadikan sebagai
bahan isolasi yang baik. Sekam adi merupakan limbah hasil pertanian yang masih bisa
dimanfaatkan secara langsung. Baik dapat digunakan sebagai komponen bahan bangunan
rumah, peredam panas dan tempat penyimpanan, seperti untuk membuat meja, ceiling,
cold storage maupun fire wall (Wibowo, 2008). Dalam tugas akhir ini sekam padi akan
dihaluskan menjadi tepung sekam padi yang digunakan sebagai bahan komposit dari
plastik HDPE.
2.5 Xylene
Xylene adalah zat kimia yang memiliki rumus C6H4(CH3)2 yang memiliki nama
lain xylol dan dimetilbenzene. Xylene memiliki berat molekul 106,17 gram/mol dengan
komposisi karbon (C) sebesar 90,5% dan hydrogen (H) 9,5%. Xylene memiliki tiga
isomer yaitu ortho-xylene, meta-xylene dan para-xylene. Xylene merupakan cairan tidak
berwarna yang dihasilkan dari minyak bumi atau aspal cair dan sering digunakan sebagai
pelarut dalam industry. (G.A. Jacobson dan S. McLean, 2003).
11
Xylene pada aspal cair pertama kali ditemukan pada pertengahan abad ke 19.
Nama dari xylene berasal dari bahasa latin “wood xulon” karena xylene dapat diperoleh
juga dari hasil destilasi kayu tanpa adanya oksigen. (Richard L.Myers, 2007). Xylene
merupakan hidrokarbon aromatic yang secara luas digunakan dalam industry dan
teknologi medis sebaga pelarut. (Langman JM, 1994). Properties dari xylene dapat dilihat
pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Properties dari xylene
Item Properties
Berat molekul (g) 106
Titik leleh -48°C
Titik didih 137 sampai 144°C
Densitas, g/cm3 Pada 20°C: 0,860
Keadaan fisik Cair
Warna Tidak berwarna
Bau Sweet
Solubility:
Air
Solven organic
Insoluble
Pada 25°C: 0,013 g/100 1 (130 ppm)
Larut dengan alcohol, eter, dan organik cair
lainnya
Tekanan uap Pada 7,5°C: 2,50 mm Hg
Pada 20°C: 6,16 mm Hg
Pada 21°C: 6,72 mm Hg
Konstanta hukum
Henry
Not Available
Plash point 0C (°F) 37,8 (100) tag open cup (Emission Inventory Branch, 1994)
Xylene teroksidasi dimana gugus methyl berubah menjadi gugus karbosilat.
Ortho-xylene akan membentuk phthalic acid sedangkan para-xylene akan membentuk
terephthalic acid. Terephthalic acid adalah salah satu bahan dalam pembuatan polyesters.
Terephthalic acid dapat bereaksi dengan ethylene glycol yang membentuk ester
polyethylene terephthalate (PET). Bahan PET merupakan bahan plastik yang digunakan
sebagai wadah makanan. Perkiraan penggunaan xylene diseluruh dunia mencapai 30 juta
ton pertahun. (Richard L.Mayers, 2007).
Beberapa lembaga internasional telah menentukan nilai ukuran toksisitas untuk
cairan kimia xylene. ACGIH mementukan nilai 100 ppm selama 8 jam untuk batas TWA
dan 150 ppm selama 15 menit untuk STEL. NIOSH menetapkan angka yang sama untuk
TWA yaitu 100 ppm atau sekiar 435 mg/m3 dan 150 ppm atau sekitar 655 mg/m3 untuk
STEL. OSHA menetapkan hal yang sama untuk TWA yaitu 100 ppm atau sekitar 435
mg/m3. Kementrian tenaga kerja menetapkan nila ambang batas sebesar 434 mg/m3
selama 8 jam. Nilai ambang batas adalah konsentrasi dari zat, uap, atau gas dalam udara
yang dapat dihirup selama 8 jam per hari selama 5 hari/minggu, tanpa menimbulkan
gangguan kesehatan yang berarti. (Soemanto Imamkhasani, 1990).
12
Xylene dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan beberapa jalur, seperti oral,
inhalasi maupun dermal. Pemaparan melalui oral untuk kasus xylene sering terjadi
dikarenakan kurang higienis para pekerja setelah menggunakan atau setelah terpapar
xylene. Xylene memiliki karakteristik mudah menguap dan uap xylenen dapat terabsorbsi
dengan cepat melalui paru-paru. Pemaparan melalui inhalasi akan mengiritasi saluran
pernapasan , penggunaan xylene dengan dosis yang terlalu tinggi akan mengiritasi
hidung, tenggorokan hingga paru-paru. Pemaparan melalui dermal menyebabkan kulit
mengalami kerusakan berupa larutnya lemak oleh xylene, hal ini dikarenakan larutan
xylene mudah larut dalam lemak.
2.6 Perpindahan Kalor
Perpindahan kalor atau heat transfer adalah ilmu yang mempelajari tentang
perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau
material. Ilmu perpindahan kalor tidak hanya menjelaskan bagaimana energi kalor
berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan
yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum
pertama termodinamika, yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang
dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi. Perpindahan kalor terjadi
ketika panas atau kalor bergerak yang mengakibatkan penukaran panas dan akan berhenti
ketika kedua media yang berinteraksi telah memiliki temperatur yang sama. Mekanisme
perpindahan kalor memiliki tiga cara perpindahan yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.
1. Perpindahan Kalor Secara Konduksi
Apabila suatu benda terdapat gradien suhu maka akan terjadi perpindahan
energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Energy
berpindah secara konduksi atau hantaran dan laju perpindahan panas itu
berbanding dengan gradien suhu normal. Konduksi adalah perpindahan kalor
atau panas melalui perantara dimana zat perantara tidak ikut berpindah,
dengan arti lain yaitu perpindahan kalor pada suatu zat tanpa disertai dengan
perpindahan partikel-partikelnya. Perpindahan panas konduksi atau hantaran
adalah perpindahan energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang
bersuhu rendah didalam media diam (padat atau cair) dengan melintasi
media tersebut terdapat perbedaan temperatur atau temperatur gradien.
Kerugian energi yang diakibatkan oleh perpindahan panas konduksi melalui
dinding yang sebagai pemisah antara ruangan dengan udara luar. Untuk
mengetahui besarnya proses perpidahan kalor digunakan hukum Fourier
untuk menghitung besarnya energi yang dipindahkan persatuan waktu.
2. Perpindahan Kalor Secara Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas melalui aliran di mana zat perantaranya
ikut berpindah. Jika partikel berpindah dan mengakibatkan kalor merambat,
maka terjadilah konveksi. Perpindahan kalor secara konveksi ini terjadi pada
zat cair dan gas. Kecepatan udara yang ditiupkan ke plat panas iniakan
mempengaruhi laju perpindahan kalor. Gradien suhu bergantung pada laju
fluida, kecepatan yang tinggi akan menyebabkan gradient suhu yang besar
pula dan gradient suhu bergantung dari medan aliran. Perpindahan kalor
konveksi bergantung kepasa viskositas fluida samping ketergantungannya
13
kepada sifat-sifat termal fluida. Hal ini dapat dimengerti karena viskositas
mempengaruhi profil kecepatan dan mempengaruhi laju perpindahan energi
didaerah dinding.
3. Perpindahan Kalor Secara Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas tanpa zat perantar, terkadang disertai
cahaya. Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam
bentuk partikel atau gelombang. Salah satu karakteristik radiasi adalah
memiliki panjang gelombang, yaitu jarak dari suatu puncak gelombang ke
puncak gelombang berikutnya.
Perpindahan kalor didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu sistem
yang lain akibat adanya perbedaan temperatur antara kedua sistem tersebut. Besarnya
kalor yang diterima dengan cara konduksi dalam suatu bahan (Q) adalah:
Q = k . A . ΔT / x, (Watt) ……...(1)
Dimana:
k = konduktivitas termal bahan(W/cm°C), yaitu sifat bahan yang menunjukkan jumlah
kalor yang dapat mengalir melintasi satu satuan luas bahan.
A = luas penampang bahan(cm²), yaitu area yang dilewati oleh kalor yang harus diukur
tegak lurus dengan arah aliran kalor.
ΔT / x = adalah perbandingan perubahan suhu per satuan jarak (°C/cm) pada penampang
bahan, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak x dalam arah aliran kalor.
Apabila diaplikasikan untuk sistem dalam palka (ruangan) seperti kapal, maka A
adalah luas permukaan total dari palka kapal, x adalah tebal dari bahan penyekat panas
palka, ΔT adalah beda temperatur antara temperatur dalam palka dan temperatur
sekitarnya, sedangkan k adalah tetapan konduktivitas panas dari bahan penyekat.
Menurut Nasution, 2014. Kalor yang dilepaskan pada saat es mencair didalam kotak
berinsulasi dengan laju perpindahan kalor adalah sebagai berikut :
Q = U . A . ΔT ……..(2)
Dan,
Q = m . c . ΔT
Q = m . 𝐿
ΔT
Q = ΔT
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Q = 1
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (W/m2 oC)
Q = 1
(1
ℎ1𝐴)+(
𝑥1
𝑘1𝐴1)+(
𝑥2
𝑘2𝐴2)+(
1
ℎ2𝐴2)
Dimana :
Q = Laju perpindahan panas (kkl)
c = Kalor spesifik (es = 0.53 cal/kg oC dan air = 1 cal/kg oC)
h1 = Didalam palka berinsulasi (20 W/m2 oC)
h2 = Air dingin didalam palka (5 W/m2 oC)
14
2.7 Konduktivitas Termal
Indikator utama dalam menentukan kualitas bahan dari suatu insulasi adalah
dengan melakukan pengujian konduktivitas termal. Konduktivitas termal atau kehantaran
termal adalah seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Konduktivitas termal
merupakan besaran yang menyatakan kemampuan suatu material dalam menghantarkan
suatu panas. Nilai konduktivitas termal suatu bahan tentunya berbeda-beda. Hubungan
nilai konduktivitas termal dengan kemampuan menghantarkan panas adalah sebanding.
Artinya semakin besar nilai konduktivitas termalnya, maka semakin besar kemampuan
dalam menghantarkan panas.
Pada umumnya konduktivitas termal sangat tergantung pada suhu. Energi kinetik
molekul ditunjukkan oleh suhunya, pada bagian bersuhu tinggi molekul-molekul
memiliki kecepatan yang lebih tinggi dari pada molekul yang berada pada suhu rendah.
Molekul-molekul selalu berada dalam gerakan rambang atau acak, saling bertumbukan
satu sama lain, dimana terjadi pertukaran energi dan momentum. Jika suatu molekul
bergerak dari daerah suhu tinggi kedaerah bersuhu rendah, maka molekul mengangkut
energi kinetik ke bagian sistem yang suhunya lebih rendah. Nilai konduktivitas
menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Semakin cepat molekul
maka semakin cepat pula mengangkut energi. Energi termal dihantarkan dalam zat padat
melalui getaran kisi (lattice vibration) atau dengan angkutan melalui elektron bebas.
Dalam konduktor listrik yang baik terdapat elektron bebas yang bergerak didalam
struktur kisi bahan-bahan, maka elektron dapat mengangkut muatan listrik dan dapat
puamembawa energi termal dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah.
Konduktivitas termal beberapa zat ditunjukkan dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Konduktivitas Termal Bahan
No Material Density
(kg/m³)
Konduktivitas termal
(W/m°C)
1 Wood soft 350 – 740 0.11 - 0.16
2 Wood hard 370 - 1100 0.11 – 0.255
3 Plywood 530 0.14
4 Aluminum alloy 2740 221
5 Mild steel 7800 45.3
6 Fiberglass reinforce
plastic
64 – 144 0.036
7 High tensile
polyethylene
- 0.5
8 Kulit baja kapal - 0.72
9 Rongga udara - 0.107
10 Styrofoam - 0.033
11 Plester beton - 0.72
12 Jenis kayu - 0.15
13 Serat material - 0.039
14 Lempengan gabus - 0.043
15 Polystyrene - 0.03
16 Polyurethane - 0.025
15
No Material Density
(kg/m³)
Konduktivitas termal
(W/m°C)
17 Plaster aspal gips - 0.056
18 Udara diam - 0.103
19 Serut gergajian - 0.065
20 Ampas Tebu - 0.046
21 Sabut Kelapa - 0.054
22 Sekam Padi - 0.034
23 Jerami - 0.08
2.8 ASTM E1225 – 3
ASTM E1225 – 3 merupakan standar yang digunakan untuk menentukan
konduktivitas termal pada keadaan steady state. Pengujian ini efektif digunakan pada
material yang memiliki konduktivitas termal rata-rata dengan rentang 0,2 < λ > 200 W/m
dengan rentang temperatur antara 90 sampai 1300 K. Apabila digunakan nilai diluar
rentang tersebut akan mengakibatkan penurunan akurasi pada penentuan nilai
konduktivitas thermal.
Pengujian ini dilakukan dengan cara memasukkan spesimen uji dibawah beban
antara dua spesimen dari bahan sifat termal yang diketahui. Gradien suhu terbentuk
ditumpukkan uji dan kehilangan panas diminimalkan dengan penggunaan longitudinal
yang memiliki gradien suhu yang hampir sama. Pada kondisi ekuilibrum, konduktivitas
termal berasal dari gradien suhu yang diukur pada masing-masing spesimen dan
konduktivitas termal bahan referensi.
Gambar 2.3 Skema Pengujian ASTM E1225 – 3
16
Dalam proses pengujian konduktivitas termal memiliki alat uji terdiri dari
berbagai komponen peralatan yang memiliki fungsi tersendiri yang disusun menjadi satu
sistem alat uji kondukivitas termal. Komponen tersebut meliputi spesimen uji, heater dan
panel box. Spesimen uji dikhususkan untuk mengukur konduktivitas termal material yang
padat dengan ketebalan berkisar 0.02 sampai 10 mm. Selain itu diperlukan sensor
temperatur jenis thermocouple jenis K yang mampu beroperasi pada rentang suhu 0-
1370oC. Penempatan thermocouple tersebut adalah enam buah pada parameter bar : hot
meter bar tiga buah (T1, T2, dan T3) dan cold meter bar tiga buah (T4, T5, dan T6), satu
buah pada sisi luar thermal jacket dan satu berfungsi sebagai kontrol suhu heater.
Gambar 2.4 Desain Alat Pengujian
Gambar 2.4 merupakan desain dari alat pengujian yang digunakan untuk
pengujian konduktivitas termal. Spesimen uji yang telah dijadi diletakkan pada alat uji
diantara cold meter bar dan hot meter bar, kemudian ditunggu beberapa jam sampai suhu
dalam keadaan steady. Setelah suhu berada pada keadaan steady, spesimen uji dapat
diukur nilai konduktivitas termalnya. Berikut adalah keterangan dari gambar 2.44 :
1. Tuas penekan
2. Base plat atas
3. Vertical rods
4. Load cell
5. Case pendingin
6. Base plat tengah
7. Linear bearing
9. Sampel uji
10. Hot meter-bar
11. Thermocouple
12. Set heater
13. Isolasi heater
14. Base plat bawah
15. Kaki-kaki
17
8. Cold meter-bar
18
“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah rangka dasar dalam membuat suatu penelitian
yang akan dibuat. Metodologi tersebut mencakup semua kegiatan yang akan
dilakukan untuk memecahkan masalah atau untuk melakukan proses dalam
menganalisa permasalahan yang ada pada tugas akhir. Adapun tahapan-tahapan dalam
pengerjaan bisa dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Gambar 3.1 Diagram Alur Pengerjaan Tugas Akhir
Mulai
Perumusan Masalah
Studi Literatur
Pembuatan Spesimen
Hasil pengujian sesuai dengan
standar
A
Jurnal Paper Tugas Akhir
Sesuai
Tidak Sesuai
20
Gambar 3.2 Lanjutan Diagram Alur Pengerjaan Tugas Akhir
3.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan tahap awal dalam pelaksanaan skripsi. Tahap
ini merupakan tahap yang paling penting, dimana pada tahap inilah mengapa suatu
permasalahan yang ada harus dipecahkan sehingga layak untuk dijadikan bahan dalam
skripsi. Pencarian masalah dilakukan dengan cara menggali informasi mengenai
masalah yang terjadi pada saat ini. Dari tahap ini juga, tujuan mengapa skripsi ini
dikerjakan dapat diketahui. Dalam skripsi ini, masalah yang akan dibahas dan
dipecahkan adalah penggunaan palstik jenis HDPE dengan campuran sekam padi
untuk insulasi cold storage pada kapal ikan.
3.3 Studi Literatur
Setelah suatu permasalahan dalam tugas akhir ini telah diketahui, maka proses
selanjutnya adalah studi literatur. Pada tahap ini meliputi pencarian referensi
permasalahan-permasalahan yang ada beserta solusinya dan juga mempelajari kedua
hal tersebut untuk diimplementasikan pada tugas akhir ini, sehingga jelas apa saja
yang harus dilakukan agar permasalahan tersebut dapat terpecahkan. Studi literatur
dapat dilakukan dengan cara melalui paper, jurnal, tugas akhir, dan buku yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan dipecahkan.
Pembuatan prototype cold storage
Percobaan
Analisa dan Pembahasan
Pembuatan Laporan & Kesimpulan
Selesai
A
21
3.4 Pembuatan Spesimen
Pada tahapan ini dilakukan proses perancangan untuk cold storage pada palka
kapal ikan 30 GT dengan pembuatan spesimen dari bahan campuran HDPE dan sekam
padi. Spesimen akan digunakan pada saat pengujian dan mendapatkan komposisi yang
paling baik antara campuran HDPE dan sekam padi. Pembuatan spesimen ini terdiri
dua pengujian yaitu pengujian konduktivitas termal dan pengujian massa jenis bahan.
3.4.1. Bahan dan Peralatan Dalam proses pembuatan spesimen terdapat bahan dan peralatan yang
digunakan dalam eksperimen, yaitu :
a. Biji plastik HDPE
b. Sekam padi
c. Xylene
d. Cetakan tabung dari bahan besi yang digunakan untuk pengujian
spesimen konduktivitas termal dan massa jenis
e. Oven
f. Aluminium foil
g. Gelas ukur
h. Timbangan digital
3.4.2. Pembuatan Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis Spesimen untuk pengujian konduktivitas termal bertujuan untuk
menentukan nilai konduktivitas termal bahan campuran HDPE dengan
sekam padi. Spesimen untuk pengujian massa jenis bertujuan untuk
mengetahui densitas dari bahan campuran HDPE dengan sekam padi.
Proses dalam pembuatan spesimen meliputi :
a. Sekam padi dihaluskan hingga menjadi serbuk sekam padi.
b. Biji plastik HDPE dan serbuk sekam padi diletakkan kedalam wadah
dan dicampur dengan larutan xylene dengan volume 50 – 90 ml.
Pelarut xylene berfungsi untuk mempercepat pelelehan plastik HDPE.
c. Biji plastik HDPE dan serbuk sekam padi yang telah dicampur dengan
xylene kemudian dipanaskan dengan suhu 1500C selama 45 menit
menggunakan oven.
d. Setelah dipanaskan, plastik HDPE dan serbuk sekam padi diaduk
hingga homogen. Kemudian dimasukkan kedalam cetakan berbentuk
tabung dan ditekan agar bentuk spesimen menjadi lebih rapi.
e. Dalam pencampuran serbuk sekam padi dan biji plastik HDPE
menggunakan perbandingan 30:70, 40:60, dan 50:50.
f. Spesimen yang telah jadi dijemur di ruangan terbuka selama 72 jam
untuk menghilangkan kandungan xylene pada material.
3.5 Pengujian Spesimen
Pengujian spesimen pada tahap ini meliputi pengujian konduktivitas termal
dan massa jenis. Pengujian konduktivitas termal dilakukan dengan menggunakan
metode steady state yang merujuk pada standar ASTM – E 1225.
22
3.5.1 Pengujian Konduktivitas Termal
Pengujian konduktivitas termal untuk spesimen dilaksanakan di
Laboratorium Rekayasa Termal, Departemen Teknik Mesin FTI – ITS.
Dalam proses pengujian konduktivitas termal spesimen uji diletakkan pada
mesin penguji, yaitu dengan mengapit kedua sisi atas dan bawah dari
spesimen dengan tembaga yang berbentuk tabung. Kemudian dibagian atas
spesimen dipanaskan oleh pemanas (heater) dengan menggunakan tembaga.
Alat pengujian tersebut dilapisi oleh bahan kapuk agar kalor yang
ditransferkan tidak terlalu banyak yang terbuang. Pada alat pengujian terdapat
kabel yang tersambung pada termokopel yang berfungsi sebagai pengukur
suhu yang ditransfer oleh pemanas.
Gambar 3.3 Alat Pengujian Konduktivitas Termal
Pada Gambar 3.3 merupakan alat yang digunakan dalam pengujian
konduktivitas termal. Dalam pengujian tersebut memiliki dua metode yaitu
pengukuran untuk konduktiviitas termal bahan konduktor dan pengukuran
konduktivitas termal bahan isolator. Dalam proses penagmbilan data
memerlukan waktu hingga 2,5 jam. Data konduktivitas termal bahan dapat
diambil ketika suhu dari spesimen telah konstan. Terdapat 5 titik suhu yang
diambil dalam proses pengujian yaitu T1, T2, T3 yang merupakan suhu dari
komposit spesimen atau isolator dan T4,T5 yang merupakan suhu dari bahan
konduktor.
3.5.2 Pengujian Massa Jenis
Pengujian massa jenis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar
densitas dari bahan campuran HDPE dan sekam padi. Pada proses pengujian
ini, komposit yang berbentuk tabung ditimbang menggunakan timbangan
digital. Setelah mengetahui berapa berat dari tiap spesimen, dihitung massa
jenis bahan menggunakan rumus massa jenis.
23
3.6 Pembuatan Prototype
Tahap ini merupakan proses perancangan prototype cold storage dengan
dimensi 24 cm x 24 cm x 24 cm dengan ketebalan setiap sisinya adalah 3 cm. Untuk
desain pembuatan prototype dapat dilihat pada Gambar 3.4. Dalam pembuatan
prototype memerlukan alat dan bahan sebagai berikut :
1. HDPE
2. Sekam padi yang sudah dihaluskan
3. Xylene
4. Oven
5. Aluminium foil
6. Cetakan berukuran 24 cm x 24 cm dengan ketebalan 3 cm untuk membentu
komposit bahan
Gambar 3.4 Desain Protoype Cold Storage Pada Palka Kapal Ikan 30 GT
Penentuan komposisi prototype ditentukan dari hasil dari pengujian konduktivitas
termal dan massa jenis spesimen. Setelah menemukan hasil dari pengujian, proses
selanjutnya adalah pembuatan prototype cold storage dengan dimensi yang telah
ditentukan. Proses pembuatan prototype meliputi :
1. Sekam padi dihaluskan hingga berbentuk serbuk.
2. HDPE dan serbuk sekam padi diletakkan kedalam wadah kemudian dicampur
dengan larutan kimia xylene. Komposisi dalam pencampuran ini adalah 50%:
50% berdasarkan volume cetakan, yaitu 50% HDPE dan 50% serbuk sekam
padi.
3. Campuran HDPE dan serbuk sekam padi kemudian dimasukkan kedalam
oven dan dilelehkan dengan suhu 1800C selama 2 jam.
4. Setelah proses pelelehan, campuran bahan kemudia ditekan selama 1 menit
untuk hasil yang rapi.
5. Kemudian bahan komposit dikeluarkan dan dipasang agar membentuk kotak.
24 cm
24
6. Setelah berbentuk kotak, campuran komposit dilapisi fiber agar tidak terjadi
kebocoran selama percobaan.
3.7 Pelaksanaan Percobaan
Dilakukan percobaan dari hasil desain dengan cara pembuatan prototype.
Percobaan dilakukan untuk mengetahui suhu terendah dan lama waktu yang dapat
dicapai dengan penggunaan cold storage serta kondisi ikan yang telah didinginkan.
Pada percobaan ini prototype dilapisi dengan fiber agar campuran HDPE dan sekam
padi tidak bercampur dengan ikan apabila es batu telah mencair dan merusak
kesegaran ikan yang disimpan. Temperatur dalam percobaan ini meliputi temperatur
lingkungan, temperatur prototype, temperatur ikan dan temperatur beban (es batu).
3.8 Analisa dan Pembahasan
Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap data-data yang telah diperoleh.
Data-data yang diperoleh akan di analisa dan dibuat grafik perbandingan bahan isolasi
cold storage campuran HDPE dan sekam padi. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui
apakah bahan campuran tersebut menghasilkan pendinginan lebih lama dan konstan
ataupun sebaliknya.
3.9 Kesimpulan
Pada tahap ini dilakukan kesimpulan dari perancangan cold storage pada kapal
ikan dengan isolasi dari bahan campuran HDPE dan sekam padi. Tujuan akhir dari
pengembangan ini yaitu untuk mengetahui tingkat efisien dan keuntungan dari
penggunaan isolasi dari bahan HDPE dengan sekam padi pada cold storage di kapal
ikan. Selain itu juga diharapkan bahan ini menjadi alternatif isolasi pada kapal ikan
dan membuat taraf hidup nelayan menjadi lebih baik.
25
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Spesimen Komposit
Dalam pengujian insulasi cold storage kapal ikan diawali dengan pembuatan
spesimen komposit untuk pengujian konduktivitas termal dan massa jenis dengan
diameter 50 mm dan tinggi 50 mm dari bahan HDPE dan sekam padi dengan pelarut
menggunakan xylene. Pembuatan spesimen komposit terdiri dari tiga variasi, yaitu :
1. HDPE 50% dan sekam padi 50%
2. HDPE 60% dan sekam padi 40%
3. HDPE 70% dan sekam padi 30%
Dengan campuran xylene sebagai pelarut sebanyak 51-53 ml.
Tabel 4.1 Kebutuhan Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis
No HDPE Sekam
Padi
Berat
HDPE Sekam padi Xylene
1 50% 50% 38 gr 25 gr 51 ml
2 60% 40% 46 gr 20 gr 51 ml
3 70% 30% 42 gr 12 gr 53 ml
Dari Tabel 4.1 merupakan perbandingan komposisi dan kebutuhan bahan
dalam pembuatan spesimen uji. Proses pembuatan spesimen 1 dengan komposisi
50% HDPE dan 50% serbuk sekam padi dengan campuran 92,5 ml xylene masing-
masing bahan ditimbang dahulu menggunakan timbangan digital untuk menentukan
seberapa banyak bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan spesimen. Setelah
mengetahui seberapa banyak bahan yang dibutuhkan yaitu 38 gram HDPE dan 25
gram serbuk sekam padi, kemudian bahan tersebut dicampur menjadi satu dan
dimasukkan kedalam oven. Dalam proses pelelehan HDPE dan serbuk sekam padi
memerlukan waktu 45 menit dengan suhu 150oC. Setelah di oven, bahan diaduk
hingga homogen kemudian dimasukan kedalam cetakan yang berbentuk tabung dan
ditekan agar spesimen berbentuk presisi. Dalam proses pembuatan spesimen ini lebih
mudah karena perbandingannya yang seimbang, namun sekam padi yang memiliki
tekstur lembut kurang menyatu dengan HDPE. Untuk hasil dari proses pembuatan
spesimen dapat dilihat pada gambar 4.1 (a).
Spesimen ke 2 memiliki komposisi 60% HDPE, 40% serbuk sekam padi, dan
92,5 ml xylene sebagai pelarut. Proses pembuatan spesimen kedua ini hampir sama
dengan cara pembuatan pada spesimen pertama. Pada spesimen kedua diperlukan
HDPE sebanyak 46 gram dan serbuk sekam padi sebanyak 20 gram dengan larutan
xylene sebanyak 92,5 ml. Pelelehan HDPE dalam spesimen kedua lebih lama dari
spesimen pertama, yaitu selama 50 menit dengan suhu 150oC. Hal ini dikarenakan
bahan HDPE yang semakin banyak sehingga membutuhkan proses pelelehan yang
lama. Spesimen kedua memiliki tekstur yang lebih mudah merekat dibandingkan
dengan spesimen pertama karena kandungan HDPE yang lebih banyak dan juga lebih
cepat mengeras. Untuk hasil dari pembuatan spesimen ke dua dapat dilihat pada
26
gambar 4.1 (b). Spesimen ke tiga memiliki komposisi 70% HDPE, 30% serbuk
sekam padi dan 92,5 ml xylene sebagai pelarut. Langkah pembuatan spesimen ketiga
ini sama seperti pembuatan spesimen pertama dan kedua. Pada spesimen ketiga ini
diperlukan 42 gram HDPE, 12 gram serbuk sekam padi dan 92,5 ml pelarut xylene.
Dalam proses pelelehan HDPE pada spesimen ketiga ini membutuhkan waktu yang
lebih lama, yaitu 55 menit dengan suhu 150 oC. Pada spesimen ketiga ini memiliki
daya rekat lebih kuat karena kandungan HDPE sebanyak 70% dan menghasilkan
spesimen yang lebih kuat. Terjadi kendala dalam proses pembuatan, yaitu susahnya
spesimen keluar dari cetakan. Untuk hasil pembuatan spesimen ketiga dapat dilihat
pada gambar 4.1 (c).
Gambar 4.1 Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis. (a)Komposisi 50:50
(b)Komposisi 60:40 (c)Komposisi 70:30
Dari proses pembuatan spesimen pertama hingga ke tiga, pengujian spesimen uji
konduktivitas termal dan massa jenis dilakukan pada spesimen yang mengandung lebih
banyak HDPE dibanding dengan serbuk sekam padi. Pengujian konduktivitas termal
pada spesimen bertujuan untuk mengetahui nilai konduktivitas termal dari bahan.
Apabila nilai konduktivitas semakin tinggi maka kemampuan dalam menghantarkan
panas akan semakin besar. Dari hasil pengujian spesimen konduktivitas termal akan
diambil nilai yang paling rendah untuk pembuatan prototype cold storage. Pengujian
(b) (a)
(c)
27
massa jenis dilakukan dengan cara penimbangan bahan komposit dengan menggunakan
timbangan digital. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar densitas dari
bahan komposit.
3.2 Pengujian Komposit
3.2.1 Pengujian Konduktivitas Termal Komposit
Pengujian konduktivitas termal berbahan campuran HDPE dan
sekam padi mengacu pada ASTME 1225-3. Pengujian bahan ini dilakukan
di Laboratorium Rekayasa Thermal, Departemen Teknik Mesin FTI – ITS
menggunakan metode steady state. Pada saat proses pengujian, spesimen
diapit oleh tembaga berbentuk tabung pada sisi atas dan akan dipanaskan
oleh pemanas. Alat pengujian untuk konduktivitas termal di lindungi oleh
kapuk yang bertujuan agar tidak terlalu banyak kalor yang terbuang. Nilai
konduktivitas termal akan menunjukkan kecepatan ketika terjadinya
perpindahan kalor dari tembaga atas ke spesimen dan diteruskan ke tembaga
bagian bawah. Pada pengujian, spesimen komposit diberi lubang kecil untuk
penempatan kabel T1,T2 dan T3 yang berjarak 10 mm. hal ini bertujuan
untuk mengetahui berapa besar suhu yang dimiliki oleh spesimen selama
pengujian. T4 dan T5 merupakan suhu tembaga yang digunakan apabila
terjadi error pada saat pengambilan data. Instalasi alat pengujian yang
digunakan terdiri dari berbagai komponen yang memiliki fungsi sendiri di
tiap bagiannya, kemudian disusun menjadi satu sistem alat uji konduktivitas
termal. Komponen peralatan dan penjelasannya sebagai berikut :
1. Spesimen uji, merupakan alat uji yang dikhususkan untuk mengukur
konduktivitas termal material padat dengan ketebalan antara 0.02
mm sampai 10 mm, spesimen pada pengujian ini menggunakan
ukuran dengan ketebalan 50 mm dan tinggi 50 mm.
2. Heater, dalam pengujian ini menggunakan jenis heater element
dengan daya 1000 W
3. Panel Box, didalamnya terdapat beberapa komponen yang memiliki
fungsi tersendiri. SSR berfungsi untuk mengubah daya untuk heater
dari listrik AC 220V menjadi daya DC 12 V dengan ampere 5 Ohm,
thermoset berfungsi sebagai saklar apabila suhu yang ada pada
heater telah mencapai suhu pengaturan.
Perangkat pengambilan data pada pengujian menggunakan computer untuk
mendapatkan keakuratan data, proses ini disebut dengan akuisisi data.
Perangkat yang digunakan sebagai pengolah akuisisi data sebagai berikut :
1. Sensor temperatur
Sensor temperatur yang digunakan adalah jenis thermocouple jenis
K yang mampu beroperasi pada rentang suhu 0 ~ 1370°C.
penempatan thermocouple tersebut adalah, enam buah pada meter
bar: hot meter bar tiga buah (T1, T2 dan T3) dan cold meter bar dua
buah (T4 dan T5), satu buah pada sisi luar thermal jacket, satu buat
sebagai kontrol suhu heater.
28
2. Analog to Digital Converter (ADC)
ADC yang digunakan pada proses pengujian ini menggunakan
advantech (ADAM 4018) dengan spesifikasi 6 differential dan 2
single-ended thermocouple input channel, resolution 16 bit, input
arus 4-20 mA, indikator LED, sampling rate 10 sample/second,
thermocouple jenis K.
Gambar 4.2 Perangkat Alat Pengujian Konduktivitas Termal
Gambar 4.2 merupakan perangkat yang digunakan dalam pengujian
konduktivitas termal spesimen dari bahan isolator non-logam. Dalam
pengujian konduktivitas termal didapat data sebagai berikut :
Tabel 4.2 Data Pengujian Konduktivitas Termal Spesimen 50:50
Pengambilan
ke - Volt Arus
T eks
(oC)
T1
(oC)
T2
(oC)
T3
(oC)
T4
(oC)
T5
(oC)
1 220 1.4 100 103.5 102.8 97.6 72.5 54
2 220 1.4 100 103.4 102.8 97.6 72.7 54.3
3 220 1.4 100 103.8 103 97.8 73.1 54.8
4 220 1.4 100 104 103.3 98.2 73.7 55.4
5 220 1.4 100 103.7 103.1 98.1 73.9 55.5
29
Tabel 4.3 Data Pengujian Konduktivitas Termal Spesimen 60:40
Pengambilan
ke - Volt Arus
T
eks
(oC)
T1
(oC)
T2
(oC)
T3
(oC)
T4
(oC)
T5
(oC)
1 220 1.4 100 99.7 99 93.2 68.8 63.3
2 220 1.4 100 99.7 99 93.2 68.8 63.3
3 220 1.4 100 99.9 99.3 93.7 69.4 63.9
4 220 1.4 100 100 99.2 93.8 69.6 64.2
5 220 1.4 100 99.7 99.1 93.6 69.6 64.1
Tabel 4.4 Data Pengujian Konduktivitas Termal Spesimen 70:30
Pengambi
lan ke - Volt Arus
T
eks
(oC)
T1
(oC)
T2
(oC)
T3
(oC)
T4
(oC)
T5
(oC)
1 220 1.4 100 103.3 102.5 99.7 77.9 63.1
2 220 1.4 100 103.6 102.8 99.8 78 63.2
3 220 1.4 100 104.2 103.5 100.6 78.7 63.7
4 220 1.4 100 104.3 103.6 100.7 79 64
5 220 1.4 100 104.3 103.6 100.7 79 64
Pada Tabel 4.2 merupakan data yang didapat pada saat pengujian
konduktivitas termal dari spesimen pertama dengan komposisi campuran
HDPE 50% dan sekam padi 50%. Tabel 4.3 merupakan data hasil pengujian
konduktivitas termal campuran bahan HDPE dan sekam padi dengan
komposisi perbandingan 60% : 40%. Tabel 4.4 merupakan data hasil
pengujian konduktivitas termal spesimen dengan perbandingan 70% HDPE
dan 30% sekam padi. Berdasarkan hasil pengambilan data terlihat bahwa
terjadi perbedaan temperatur pada plat pemanas, plat dingin dan temperatur
pada spesimen. Terjadi kenaikan suhu secara konstan pada setiap spesimen
Besarnya suhu yang didapat akan menunjukkan hasil pada saat perhitungan.
Dari data yang telah didapat dilakukan perhitungan untuk hasil dari
konduktivitas termal sebagai berikut :
1. Spesimen 50:50
Dalam perhitungan untuk spesimen 50:50 menggunakan rumus sebagai
berikut :
Area tembaga = 3.14 x (0.022)
= 0.001256 m2
Area spesimen = 3.14 x (0.0252)
= 0.001963 m2
Panjang tembaga = 0.09 m
Panjang spesimen = 0.01 m
30
No. Setting Thermostat (oC) K
1 75 396.892
2 100 395.316
3 125 393.872
4 150 392.564
Percobaan pertama
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(103.15−100)
25 + 395.316
= 395.13
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.13 𝑥 0.001256 𝑥 (103.5−102.8)
0.09
= 3.86
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.86 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (97.6−72.5)
= 0.78
Percobaan kedua
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(103.1−100)
25 + 395.316
= 395.14
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.14 𝑥 0.001256 𝑥 (103.4−102.8)
0.09
= 3.31
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.31 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (97.6−72.7)
= 0.68
Percobaan ketiga
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(103.4−100)
25 + 395.316
= 395.12
31
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.12 𝑥 0.001256 𝑥 (103.8−103)
0.09
= 4.41
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 4.41 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (97.8−73.1)
= 0.91
Percobaan keempat
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(103.65−100)
25 + 395.316
= 395.11
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.11 𝑥 0.001256 𝑥 (104−103.3)
0.09
= 3.86
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.86 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (98.2−73.7)
= 0.80
Percobaan kelima
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(103.4−100)
25 + 395.316
= 395.12
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.12 𝑥 0.001256 𝑥 (103.7−103.1)
0.09
= 3.31
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.31 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (98.1−73.9)
= 0.70
32
Jadi, k = 𝑘1+𝑘2+𝑘3+𝑘4+𝑘5
5
K = 0.77
Tabel 4.5 Konduktivitas Termal Spesimen 50 : 50
Perco
baan
T
eks
(oC)
T1
(oC)
T2
(oC)
T3
(oC)
T4
(oC)
Q
cu K cu
k
(𝑊 𝑚. 𝑘⁄ )
1 100 103.5 102.8 97.6 72.5 3.86 395.
13 0.78
2 100 103.4 102.8 97.6 72.7 3.31 395.
14 0.68
3 100 103.8 103 97.8 73.1 4.41 395.
12 0.91
4 100 104 103.3 98.2 73.7 3.86 395.
11 0.80
5 100 103.7 103.1 98.1 73.9 3.31 395.
12 0.70
k 0.77
2. Spesimen 60:40
Dalam perhitungan untuk spesimen 60:40 menggunakan rumus
sebagai berikut :
Area tembaga = 3.14 x (0.022)
= 0.001256 m2
Area spesimen = 3.14 x (0.0252)
= 0.001963 m2
Panjang tembaga = 0.09 m
Panjang spesimen = 0.01m
No. Setting Thermostat (oC) K
1 75 396.892
2 100 395.316
3 125 393.872
4 150 392.564
Percobaan pertama
Kcu = (K2 – K1)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (395.316−396.892)𝑥(99.35−75)
25 + 395.316
= 393.78
33
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 393.78 𝑥 0.001256 𝑥 (99.7−99)
0.09
= 3.85
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.85 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (93.2−68.8)
= 0.80
Percobaan kedua
Kcu = (K2 – K1)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (395.316−396.892)𝑥(99.35−75)
25 + 395.316
= 393.78
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 393.78 𝑥 0.001256 𝑥 (99.7−99)
0.09
= 3.85
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.85 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (93.3−68.8)
= 0.80
Percobaan ketiga
Kcu = (K2 – K1)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (395.316−396.892)𝑥(99.6−75)
25 + 395.316
= 393.77
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 393.77 𝑥 0.001256 𝑥 (99.9−99.3)
0.09
= 3.30
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.30 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (93.7−68.94)
= 0.69
34
Percobaan keempat
Kcu = (K2 – K1)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (395.316−396.892)𝑥(99.6−75)
25 + 395.316
= 393.77
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 393.77 𝑥 0.001256 𝑥 (100−99.2)
0.09
= 4.40
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 4.40 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (93.8−69.6)
= 0.93
Percobaan kelima
Kcu = (K2 – K1)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (395.316−396.892)𝑥(99.4−75)
25 + 395.316
= 393.78
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 393.78 𝑥 0.001256 𝑥 (99.7−99.1)
0.09
= 3.30
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.30 𝑥 0.01
0.001963 𝑥 (93.6−69.6)
= 0.70
Jadi, k = 𝑘1+𝑘2+𝑘3+𝑘4+𝑘5
5
K = 0.78
Tabel 4.6 Konduktivitas Termal Spesimen 60:40
Perco
baan
T
eks
(oC)
T1
(oC)
T2
(oC)
T3
(oC)
T4
(oC)
Q
cu K cu
k
(𝑊 𝑚. 𝑘⁄ )
1 100 99.7 99 93.2 68.8 3.85 393.
78 0.80
2 100 99.7 99 93.2 68.8 3.85 393.
78 0.80
35
3 100 99.9 99.3 93.7 69.4 3.30 393.
77 0.69
4 100 100 99.2 93.8 69.6 4.40 393.
77 0.93
5 100 99.7 99.1 93.6 69.6 3.30 393.
78 0.70
k 0.78
3. Spesimen 70:30
Dalam perhitungan untuk spesimen 60:40 menggunakan rumus sebagai
berikut :
Area tembaga = 3.14 x (0.022)
= 0.001256 m2
Area spesimen = 3.14 x (0.0252)
= 0.001963 m2
Panjang tembaga = 0.09 m
Panjang spesimen = 0.009 m
No. Setting Thermostat (oC) K
1 75 396.892
2 100 395.316
3 125 393.872
4 150 392.564
1. Percobaan pertama
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(102.9−100)
25 + 395.316
= 395.15
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.15 𝑥 0.001256 𝑥 (103.3−102.5)
0.09
= 4.41
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 4.41 𝑥 0.009
0.001963 𝑥 (99.7−77.9)
= 0.93
2. Percobaan kedua
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(1023.2−100)
25 + 395.316
36
= 395.13
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.13 𝑥 0.001256 𝑥 (103.6−102.8)
0.09
= 4.41
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 4.41 𝑥 0.009
0.001963 𝑥 (99.8−78)
= 0.93
3. Percobaan ketiga
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(103.85−100)
25 + 395.316
= 395.09
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.09 𝑥 0.001256 𝑥 (104.2−103.5)
0.09
= 3.86
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.86 𝑥 0.009
0.001963 𝑥 (100.6−78.7)
= 0.81
4. Percobaan keempat
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(103.95−100)
25 + 395.316
= 395.09
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.15 𝑥 0.001256 𝑥 (104.3−103.6)
0.09
= 3.86
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 3.86 𝑥 0.009
0.001963 𝑥 (100.7−79)
= 0.82
37
5. Percobaan kelima
Kcu = (K3 – K2)𝑥 (𝑇𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒−𝑇ℎ𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡)
25 + K2
= (393.872−395.316)𝑥(103.95−100)
25 + 395.316
= 395.09
Qcu = 𝐾𝑐𝑢 𝑥 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑎 𝑥 (𝑇1−𝑇2)
𝑙
= 395.15 𝑥 0.001256 𝑥 (104.3−103.6)
0.09
= 3.86
k = 𝑄𝑐𝑢 𝑥 𝑙
𝐴 𝑥 (𝑇3−𝑇4)
= 4.41 𝑥 0.009
0.001963 𝑥 (100.7−79)
= 0.82
Jadi, k = 𝑘1+𝑘2+𝑘3+𝑘4+𝑘5
5
K = 0.86
Tabel 4.7 Konduktivitas Termal Spesimen 70 : 30
Perco
baan
T
eks
(oC)
T1
(oC)
T2
(oC)
T3
(oC)
T4
(oC)
Q
cu K cu
k
(𝑊 𝑚. 𝑘⁄ )
1 100 103.3 102.5 99.7 77.9 4.41 393.
15 0.93
2 100 103.6 102.8 99.8 78 4.41 393.
13 0.93
3 100 104.2 103.5 100.
6 78.7 3.86
393.
09 0.81
4 100 104.3 103.6 100.
7 79 3.86
393.
09 0.82
5 100 104.3 103.6 100.
7 79 3.86
393.
09 0.82
k 0.86
Pengujian dilakukan dengan menggunakan tiga spesimen
campuran HDPE dan sekam padi dengan perbandingan 50:50, 60:40 dan
70:30. Dari perhitungan didapatkan hasil perhitungan yang tercantum pada
Tabel 4.8. Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa campuran antara HDPE dan
sekam padi dengan komposisi 50:50 memiliki konduktivitas termal sebesar
0.77, untuk komposisi campuran 60:40 memiliki konduktivitas termal
sebesar 0.78, dan untuk campuran dengan komposisi 70:30 memiliki
konduktivitas termal sebesar 0.86. Konduktivitas terendah dari tiga
spesimen lain didapatkan pada spesimen 50:50, hal ini dikarenakan sekam
38
padi memiliki kandungan isolator yang lebih baik dari pada HDPE sehingga
dengan semakin banyaknya sekam padi mampu menurunkan dan
menyeimbangkan nilai konduktivitas termal HDPE yang lebih tinggi.
Sedangkan pada campuran dengan komposisi 60:40 dan 70:30 memiliki
nilai konduktivitas termal tinggi dikarenakan kandungan HDPE yang lebih
banyak dibandingkan sekam padi.
Tabel 4.8 Konduktivitas Termal Setiap Spesimen
Variasi Spesimen Konduktivitas Termal
50 : 50 0.77
60 : 40 0.78
70 : 30 0.86
Gambar 4.3 Grafik pengujian konduktivitas termal
Dari grafik yang terdapat pada Gambar 4.3 dapat disimpulkan
bahwa nilai konduktivitas terendah terdapat pada campuran HDPE dan
sekam padi dengan komposisi 50:50. Hal ini karena banyaknya
kandungan sekam padi mampu memperkecil nilai konduktivitas pada
HDPE yang cenderung tinggi.
4.2.2. Perhitungan Massa Jenis Komposit
Pengujian massa jenis ini bertujuan untuk mengetahui berapa
besar densitas dari bahan campuran HDPE dan sekam padi. Pada proses
pengujian ini, komposit yang berbentuk tabung ditimbang menggunakan
timbangan digital. Setelah mengetahui berapa berat dari tiap spesimen,
dihitung massa jenis bahan menggunakan rumus massa jenis.
Perhitungan massa jenis komposit ini mengacu pada massa persatuan
0.77 0.78
0.86
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
Ko
nd
ukt
ivit
as T
erm
al
Spesimen
Grafik Pengujian Konduktivitas Termal
Spesimen 1
Spesimen 2
Spesimen 3
39
volume dimana banyaknya jumlah zat tidak akan berpengaruh dan tetap
sama. Terdapat 3 spesimen komposit untuk perhitungan massa jenis
yaitu bahan campuran HDPE dengan sekam padi sebanyak 50:50, 60:40
dan 70:30 yang memiliki dimensi dengan diameter 50 mm dan tinggi 50
mm. Proses perhitungan massa jenis dilakukan ketika spesimen telah
dijemur selama 72 jam untuk menghilangkan kandungan xylene.
(a) (b)
(c)
Gambar 4.4 Spesimen Uji Massa Jenis
Gambar 4.4 merupakan spesimen dengan bentuk tabung yang digunakan
untuk perhitungan massa jenis. Perhitungan massa jenis menggunakan
rumus sebagai berikut :
ρ = 𝑚
𝑣
Dimana :
ρ = massa jenis (gr/cm3)
m = massa (gr)
V = volume (cm3)
40
1. Spesimen 50:50
Mspesimen = 69 gram
Vspesimen = π x r2 x t
= 98.125 cm3
Maka, ρ = 𝑚
𝑣
= 69
98.125
= 0.70 gr/cm3
2. Spesimen 60:40
Mspesimen = 72 gram
Vspesimen = π x r2 x t
= 98.125 cm3
Maka, ρ = 𝑚
𝑣
= 71
98.125
= 0.73 gr/cm3
3. Spesimen 70:30
Mspesimen = 80 gram
Vspesimen = π x r2 x t
= 98.125 cm3
Maka, ρ = 𝑚
𝑣
= 63
98.125
= 0.82 gr/cm3
Dari perhitungan masing-masing spesimen didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Massa Jenis
Spesimen Massa (gr) Volume (cm3) ρ
50:50 69 98.125 0.70
60:40 72 98.125 0.73
70:30 80 98.125 0.82
41
Gambar 4.5 Grafik Hasil Perhitungan Massa Jenis
Pada Gambar 4.5 didapatkan hasil bahwa spesimen dengan komposisi
campuran HDPE dan sekam padi sebanyak 50:50 memiliki massa jenis
sebesar 0.70 gr/cm3, komposisi 60:40 memiliki massa jenis dengan nilai
0.73 gr/cm3, dan komposisi 70:30 memiliki nilai massa jenis sebesar
0.82 gr/cm3. Dari perhitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa spesimen dengan komposisi campuran 50:50 memiliki nilai
massa jenis terendah.
4.3 Pengujian Prototype Cold Storage
Pengujian dilakukan dari hasil desain dan setelah pengujian spesimen komposit
dengan cara pembuatan prototype cold storage untuk palka kapal ikan 30GT. Percobaan
ini dilakukan untuk mengetahui suhu terendah dan lama waktu yang dapat dicapai dengan
penggunaan insulasi cold storage dari bahan campuran HDPE dan sekam padi serta
kondisi ikan yang telah didinginkan. Pada pengujian ini prototype menggunakan lapisan
fiber agar campuran HDPE dan sekam padi tidak bercampur dengan ikan apabila es batu
telah mencair dan merusak kesegaran ikan yang disimpan. Temperatur dalam percobaan
ini meliputi temperatur lingkungan, temperatur prototype, temperatur ikan dan
temperatur beban (es batu). Prototype cold storage memiliki ukuran 24 cm x 24 cm x 24
cm dengan ketebalan 3cm disetiap sisinya, dapat dilihat pada Gambar 4.6.
0.64
0.66
0.68
0.7
0.72
0.74
0.76
0.78
0.8
0.82
0.84
1 2 3
Grafik Perhitungan Massa Jenis
42
Gambar 4.6 Prototype Cold Storage
Komposisi yang digunakan untuk prototype isolasi cold storage ini adalah 50:50
antara HDPE dan sekam padi. Komposisi ini dipilih karena memiliki nilai konduktivitas
termal terendah dibanding dengan komposisi spesimen 60:40 dan 70:30 selain itu dengan
komposisi tersebut prototype akan lebih kuat karena memiliki ketahanan yang seimbang
antara HDPE dan sekam padi, serta memiliki nilai massa jenis terendah kedua. Proses
pembuatan kotak prototype isolasi cold storage ini memerlukan beberapa alat dan bahan,
diantaranya HDPE, sekam adi yang sudah dihaluskan, xylene, oven untuk melelehkan
HDPE, aluminium foil sebagai pelapis cetakan agar komposit tidak menempel pada
cetakan, dan cetakan berbentuk kotak dengan ukuran 24 cm x 24 cm dengan ketebalan 3
cm. Pengukuran temperatur menggunakan thermometer digital yang sensornya
diletakkan pada setiap titik T1, T2, T3 dan T4. Titik T1 merupakan temperatur dari es
batu atau beban pendingin, T2 merupakan temperatur pada ikan, T3 merupakan
temperatur dari kotak prototype dan T4 merupakan temperatur lingkungan. Beban
pendingin menggunakan cacahan es batu agar mempermudah dalam peletakkan dan
mempermudah dalam pengambilan data, jumlah yang digunakan adalah 0,5 kg es batu
cacah. Untuk ikan yang digunakan adalah ikan laut jenis ikan ekor kuning dengan berat
0,194 kg. Pengambilan data dalam pengujian ini dilakukan setiap 1 jam sekali selama 24
jam. Hasil dari pengukuran ditunjukkan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Pengukuran Temperatur Prototype isolasi Cold Storage
Waktu
(jam)
T1
(Temperatur
Es)
T2
(Temperatur
Ikan)
T3
(Temperatur HDPE
dan sekam padi)
T4
(Temperatur
Lingkungan)
0 0.1 0.7 5.4 31.2
1 -2 -1.7 2.2 30.2
2 -0.8 -1.6 2.9 29.5
3 0 -0.9 3.6 28.8
43
4 0.1 0 3.6 28.5
5 0.1 0 3.7 28
6 0.1 0 3.5 27.7
7 0.3 0 5.4 27.8
8 2 0 7.5 27.8
9 2.7 0.1 9.6 27.4
10 3.1 0.1 11.9 26.7
11 4.5 0.9 14.1 26.7
12 5.1 1 15.6 26.2
13 4.2 0.9 16.4 26.2
14 5.8 1.6 16.8 25.9
15 6.4 2.4 17.4 26.6
16 8.7 5.7 18.2 27.1
17 11.9 6.6 18.7 27
18 13 10 18.8 28.9
19 15 12.3 18.9 29.3
20 17.4 13.5 19.2 30.6
21 19 14.1 19.7 30.6
22 23.3 17.3 20.9 30.9
23 24.8 17.6 24.6 30.1
24 25.6 19 26.4 29.9
Selama 24 jam pengukuran dan pengamatan dengan temperatur lingkungan
berkisar antara 25 – 31 oC, beban es yang ada pada kotak prototype telah mencair.
Temperatur pada T1 yaitu es batu memiliki suhu terendah sebesar -2 oC dan suhu tertinggi
sebesar 25.6 oC. Temperatur yang ada pada T1 mampu menjaga suhu dengan baik karena
bisa mempertahankan suhu dengan konstan dan tidak terlalu cepat mencair dengan
rentang waktu 24 jam didalam kotak prototype. Temperatur T2 yaitu ikan memiliki suhu
terendah sebesar – 1.7 oC dan suhu tertinggi sebesar 19 oC. Temperatur T3 yaitu suhu
didalam kotak prototype memiliki suhu terendah sebesar 2.2 oC dan suhu tertinggi
sebesar 36.4 oC. Penggunaan insulasi dengan bahan komposit campuran HDPE dan
sekam padi mampu menahan suhu es batu dibawah 10 oC selama 16 jam dan mampu
mempertahan suhu ikan selama 18 jam dengan rentang suhu didalam prototype antara 2 oC hingga 18 oC. Temperatur yang ada pada insulasi mampu menjaga suhu dengan baik
karena bisa mempertahankan suhu dengan konstan dan tidak terlalu cepat mencair
dengan rentang waktu 24 jam didalam kotak prototype. Rata-rata kenaikan suhu antar
T1, T2, T3, dan T4 sebanyak 0.8 dan tertinggi 4.3 disetiap jamnya. Suhu yang ada pada
lingkungan sangat mempengaruhi suhu didalam kotak protype karena apabila suhu
lingkungan tinggi maka suhu yang ada didalam kotak pun juga akan bertambah tinggi
dan apabila suhu lingkungan rendah maka suhu yang ada pada kotak juga cenderung akan
menurun. Hal ini dibuktikan dengan percobaan yang telah dilakukan selama 24 jam pada
kotak prototype berbahan campuran HDPE dan sekam padi. Pada Gambar 4.7 dapat
dilihat grafik perbandingan hasil percobaan kotak prototype selama 24 jam.
44
Gambar 4.7 Grafik perbandingan pengujian prototype
Nilai konduktivitas pada komposit berbahan campuran HDPE dan sekam padi
sebesar 0.77, hal ini menyebabkan kurang optimalnya kotak prototype menjaga suhu
yang ada didalamnya. Apabila nilai konduktivitas semakin rendah maka akan semakin
baik dalam mempertahankan suhu yang ada didalamnya. Kurang optimalnya prototype
dalam menjaga suhu dikarenakan kurang tercampurnya antara bahan HDPE dan sekam
padi. Namun bahan HDPE ini memiliki kontruksi yang sangat kuat apabila digunakan
sebagai bahan insulasi pada kapal. Penyambungan komposit dapat mempengaruhi nilai
konduktivitas termal didalam kotak prototype. Penambahan fiber pada kotak prototype
membuat kotak semakin kedap dan bagus dalam pengujian karena fiber memiliki sifat
yang kuat dan kedap sehingga air yang ada dalam kotak tidak meluber keluar atau bocor
dan dapat menjaga suhu ruangan tetap dalam keadaan stabil.
Berbagai macam sifat karakteristik material insulasi yang baik yaitu mencakup
sifat kimia dan fisika yang pada umumnya dimiliki oleh material polyurethane. Hal inilah
yang membuat beberapa industri kapal perikanan memilih polyurethane sebagai material
insulasi pada palka. Keuntungan dalam penggunaan polyurethane sebagai palka yaitu
memiliki sifat konduktivitas termal yang lebih rendah dengan nilai k sebesar 0,023 serta
mudah dalam pemasangan. Insulasi pada palka kapal perikanan yang baik yaitu memiliki
kerapatan insulasi mencapai ρ ≥ 30kg/m3. Polyurethane merupakan salah satu material
insulasi berbentuk busa yang didalamnya terdapat kandungan gas. Gas merupakan
penghantar panas yang buruk, oleh sebab itu pemilihan material jenis ini dapat
memperlambat pencairan es batu yang digunakan pada palka kapal perikanan dan dapat
menjaga kualitas ikan tetap dalam keadaan segar.
Dari percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa bahan campuran
HDPE dan sekam padi tidak lebih bagus dari bahan isolasi palka kapal ikan yang telah
ada dikarenakan kandungan konduktivitas termal yang lebih tinggi dibanding dengan
polyurethane.
-5
10
25
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Tem
per
atu
r
Waktu (jam)
Data Temperatur Pengujian Prototype
T1
T2
T3
T4
45
4.4 Perhitungan Matematis Distribusi Temperatur Prototype
Perhitungan untuk menentukan perpindahan kalor pada es saat mencair didalam
prototype berinsulasi sebagai berikut :
Q = U . A . ΔT (kkal)
Dimana :
U = 1/Rtotal (W/m²°C)
U = 1
(1
ℎ1𝐴)+(
𝑥1
𝑘1𝐴1)+(
𝑥2
𝑘2𝐴2)+(
1
ℎ2𝐴2)
Dimana faktor koefisien perpindahan panas konveksi pada palka :
h1 (dalam palka berinsulasi) = 20 W/m²°C
h2 (air dingin dalam palka) = 5 W/m²°C
x1 (tebal dinding fiber) = 0.001 m
x2 (tebal dinding insulator) = 0.03 m
k1 (konduktivitas termal fiber) = 0.036
k2 (konduktivitas termal insulator) = 0.77
Maka untuk perhitungan adalah sebagai berikut :
U =1
(1
ℎ1𝐴)+(
𝑥1
𝑘1𝐴1)+(
𝑥2
𝑘2𝐴2)+(
1
ℎ2𝐴2)
U = 1
(1
20)+(
0.001
0.036)+(
0.03
0.77)+(
1
5)
= 3.15 W/m²°C
Perpindahan kalor pada 1 jam pertama
Dengan Tes = -2
Tlingkungan = 30.2
Q = 30.2−(−2)
3.15
= 30.83 Watt
Pada jam kedua dan seterusnya menggunakan perhitungan diatas. Perhitungan matematis
laju kalor dan hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Perhitungan Perpindahan Panas Pada Prototype
Jam Ke - Temperatur
Q (Watt) Dalam (°C) Luar (°C)
1 -2 30.2 30.83
2 -0.8 29.5 29.75
3 0 28.8 28.80
4 0.1 28.5 28.47
5 0.1 28 27.97
6 0.1 27.7 27.67
7 0.3 27.8 27.70
46
8 2 27.8 27.17
9 2.7 27.4 26.54
10 3.1 26.7 25.72
11 4.5 26.7 25.27
12 5.1 26.2 24.58
13 4.2 26.2 24.87
14 5.8 25.9 24.06
15 6.4 26.6 24.57
16 8.7 27.1 24.34
17 11.9 27 23.23
18 13 28.9 24.78
19 15 29.3 24.55
20 17.4 30.6 25.09
21 19 30.6 24.58
22 23.3 30.9 23.52
23 24.8 30.1 22.24
24 25.6 29.9 21.79
Pada hasil pehitungan perpindahan kalor didalam palka berinsulasi dapat dilihat bahwa
pada beberapa jam awal pengukuran nilai laju panas cukup besar. Nilai laju panas dapat
bertahan sekitar 24 hingga 30 °C pada jam ke-16. Kemudian setelah 17 jam keatas nilai
laju perpindahan kalor berangsur-angsur turun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Grafik Laju Perpindahan Kalor
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
Tem
per
atu
r
Waktu (Jam)
Laju Perpindahan Kalor
Laju Perpindahan Kalor
47
4.5 Perhitungan Biaya
Dalam produksi suatu barang tentunya diperlukan sebuah proses yang panjang
dan terencana dengan baik agar suatu produk berkualitas. Proses pembuatan insulasi cold
storage pada kapal ikan membutuhkan estimasi harga agar tidak terjadi pembengkakan
yang berakibat pada mahalnya biaya pembuatan. Biaya merupakan pengeluaran
ekonomis yang diperlukan untuk perhitungan proses produksi. Biaya produksi
merupakan akumulasi dari semua biaya-biaya yang dibutuhkan dalam proses produksi
untuk menghasilkan suatu barang yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
dan lain sebagainya. Hal ini perlu diperhitungkan untuk mendukung proses pengolahan
bahan baku menjadi produk insulasi cold storage yang siap digunakan oleh para nelayan.
Perhitungan biaya pada pembuatan insulasi pada cold storage kapal ikan 30 GT
menggunakan kapal ikan jenis purse sein dengan ukuran utama kapal pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Ukuran Utama Kapal Purse Sein 30 GT
Panjang keseluruhan (LOA) 23 m
Panjang garis air (LWL) 21,5 m
Panjang antara dua garis tegak
(LBP)
19 m
Lebar moulded (BM) 5 m
Tinggi moulded (HM) 1,6 m
Sarat desain (T) 1,1 m
Gross tonage 30 GT
Mesin utama 170 HP
Kecepatan (Vs) 9 knots
ABK 12 orang
Kapasitas tangki BBM 2 ton
Kapasitas tangki air tawar 1 ton
Tabel 4.13 Harga barang satuan di pasar
Nama Barang Harga
HDPE Rp 100.000,00 /kg
Sekam padi Rp 4.000,00 /kg
Xylene Rp 40.000,00 /L
Fiber Rp 730.000,00
Resin Rp 219.000,00
Tabel 4.13 merupakan harga barang yang ada di pasaran. Hal pertama yang
dilakukan sebelum menghitung berapa biaya yang akan dikeluarkan adalah menghitung
dahulu berapa tebal insulasi pada kapal. Kapal ikan jenis purse sein 30GT ini memiliki 3
ruang palkah. Untuk perhitungan tiap palkah adalah sebagai berikut :
1. Palkah 1
Perhitungan ruang palkah untuk mengetahui berapa ketebalan insulasi
dilakukan dengan cara menghitung volume luar dan volume dalam ruang
48
palkah, kemudian volume luar dikurangi dengan volume dalam ruang
palkah, perhitungan volume ini menggunakan metode simpson.
Volume luar :
Tabel 4.14 Perhitungan volume luar pada palkah 1
No WL Luas
WL Fs A x Fs
0 0 1 0
1 4.7885 4 19.15
2 7.0673 2 14.13
3 7.6615 4 30.65
4 7.9056 2 15.81
5 8.0549 4 32.22
6 8.1425 1 8.14
Total 120.11
V = 1/3 x Σ x 0.16
= 1/3 x 120.11 x 0.16
= 6.41 m3
Volume dalam :
Tabel 4.15 Perhitungan volume dalam pada palkah 1
No WL Luas
WL Fs A x Fs
0 0 1 0
1 3.8787 4 15.51
2 5.7245 2 11.45
3 6.2058 4 24.82
4 6.4035 2 12.81
5 6.5245 4 26.10
6 6.5954 1 6.60
Total 97.29
V = 1/3 x Σ x 0.14
= 1/3 x 97.9 x 0.14
= 4.54 m3
Maka, Vinsulasi = Vluar – Vdalam
= 1.87 m3
49
Setelah mengetahui berapa volume pada ruang insulasi, langkah selanjutnya
adalah menentukan berapa biaya insulasi pada ruang palkah 1. Perhitungan
untuk mengetahui besarnya biaya terdapat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Kebutuhan Produksi Pada Palkah 1
Bahan Harga Kebutuhan Total
HDPE Rp 100.000,00 ρ x ½ V
561 x ½ x 1,87
523,32 m3
Rp 52.332.212,00
Sekam padi Rp 4.000,00 ρ x ½ V
70 x ½ 1,87
65,3 m3
Rp 261.195,00
Xylene Rp 40.000,00 50 L Rp 2.000.000,00
Fiber Rp 730.000,00 1,87 Rp 1.361.943,00
Resin Rp 219.000,00 1,87 Rp 408.583,00
Total Rp 56.363.933,00
2. Palkah 2
Perhitungan pada palkah 2 sama seperti dengan cara perhitungan pada palkah
1, yaitu dengan cara mengurangi volume luar dengan volume dalam untuk
mengetahui berapa volume pada insulasi. Setelah mengetahui berapa volume
yang ada ada di ruang insulasi barulah bisa dihitung berapa anggaran biaya
untuk insulasi pada palkah 2.
Volume luar :
Tabel 4.17 Perhitungan Volume Luar Pada Palkah 2
No WL Luas
WL Fs A x Fs
0 0 1 0.00
1 5.1183 4 20.47
2 7.5234 2 15.05
3 8.2705 4 33.08
4 8.5927 2 17.19
5 8.7889 4 35.16
6 8.9054 1 8.91
Total 129.85
V = 1/3 x Σ x 0.16
= 1/3 x 129.85 x 0.16
= 6.93 m3
50
Volume dalam :
Tabel 4.18 Perhitungan volume dalam pada palkah 2
No WL Luas
WL Fs A x Fs
0 0 1 0.00
1 4.1458 4 16.58
2 6.0939 2 12.19
3 6.6991 4 26.80
4 6.9601 2 13.92
5 7.119 4 28.48
6 7.2134 1 7.21
Total 105.18
V = 1/3 x Σ x 0.14
= 1/3 x 105.18 x 0.14
= 4.91 m3
Maka, Vinsulasi = Vluar – Vdalam
= 2.02 m3
Setelah mengetahui berapa volume insulasi pada palkah ke 2, langkah
selanjutnya adalah menghitung berapa besar biaa yang dibutuhkan untuk
pembuatan insulasi. Perhitungan dan anggaran biaya dapat dilihat pada tabel
4.19.
Tabel 4.19 Kebutuhan produksi pada palkah 2
Bahan Harga Kebutuhan Total
HDPE Rp 100.000,00 ρ x ½ V
561 x ½ x 2,02
565, 77 m3
Rp 56.576.513,00
Sekam
padi
Rp 4.000,00 ρ x ½ V
70 x ½ 2,02
70,59 m3
Rp 282.378,00
Xylene Rp 40.000,00 50 L Rp 2.000.000,00
Fiber Rp 730.000,00 2,02 Rp 1.472.401,00
Resin Rp 219.000,00 2,02 Rp 441.720,00
Total Rp 60.773.013,00
3. Palkah 3
Untuk perhitungan pada palkah 3 sama seperti dengan cara perhitungan pada
palkah 1 dan 2, yaitu dengan cara mengurangi volume luar dengan volume
dalam untuk mengetahui berapa volume pada insulasi. Setelah mengetahui
51
berapa volume yang ada ada di ruang insulasi barulah bisa dihitung berapa
anggaran biaya untuk insulasi pada palkah 3.
Volume luar :
Tabel 4.20 Perhitungan Volume Luar Pada Palkah 3
No WL Luas
WL Fs A x Fs
0 0 1 0.00
1 2.0336 4 8.13
2 3.1883 2 6.38
3 4.0794 4 16.32
4 4.712 2 9.42
5 5.1764 4 20.71
6 5.5649 1 5.56
Total 66.52
V = 1/3 x Σ x 0.16
= 1/3 x 66.52 x 0.16
= 3.55 m3
Volume dalam :
Tabel 4.21 Perhitungan Volume Dalam Pada Palkah 3
No WL Luas
WL Fs A x Fs
0 0 1 0.00
1 1.6462 4 6.58
2 2.5825 2 5.17
3 3.3043 4 13.22
4 3.8167 2 7.63
5 4.1929 4 16.77
6 4.5076 1 4.51
Total 53.88
V = 1/3 x Σ x 0.14
= 1/3 x 53.88 x 0.14
= 2.51 m3
Maka, Vinsulasi = Vluar – Vdalam
= 1.03 m3
52
Dari perhitungan didapatkan 1,03 m3 untuk volume insulasi pada palkah 3.
Langkah selanjutnya adalah mengitung berapa biaya yang dikeluarkan saat
pembuatan insulasi. Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.22.
Tabel 4.22 Kebutuhan Produksi Pada Palkah 3
Bahan Harga Kebutuhan Total
HDPE Rp 100.000,00 ρ x ½ V
561 x ½ x 1,03
289.90 m3
Rp 28.990.161,00
Sekam
padi
Rp 4.000,00 ρ x ½ V
70 x ½ 1,03
36,17 m3
Rp 144.692,00
Xylene Rp 40.000,00 50 L Rp 2.000.000,00
Fiber Rp 730.000,00 1,03 Rp 754.468,00
Resin Rp 219.000,00 1,03 Rp 226.340,00
Total Rp 32.115.662,00
Selain melakukan perhitungan untuk biaya produksi, biaya untuk man power
atau tenaga pekerja juga perlu diperhitungkan. Untuk biaya man power dapat
dilihat pada Tabel 4.23.
Tabel 4.23 Perhitungan Untuk Biaya Pekerja
Hari Pekerja Gaji Perhari Total
7 5 Rp 200.000,00 Rp 7.000 000,00
Tabel 4.24 Total Biaya Pembuatan Insulasi
Insulasi Palkah 1
Rp 56.363.933,00
Insulasi Palkah 2 Rp 60.773.013,00
Insulasi Palkah 3 Rp 32.115.662,00
Man Power Rp 7.000 000,00
Total Biaya Rp 156.252.608,00
Pembuatan insulasi pada palkah 1 membutuhkan total biaya sekitar Rp
56.363.933,00, pada palkah 2 membutuhkan total biaya sekitar Rp
60.773.013,00, dan untuk pembuatan insulasi pada palkah 3 membutuhkan
biaya sekitar Rp 32.115.662,00. Total biaya kebutuhan untuk insulasi pada
kapal ikan 30 GT berbahan campuran HDPE dan sekam padi sebesar Rp
156.252.608,00. Sedangkan pada proses pembuatan insulasi palka kapal
ikan dengan bahan polyurethane hanya membutuhkan biaya sekitar Rp
13.406.000,00. Selain lebih murah dalam biaya pembuatan, proses
pembuatan dengan menggunakan polyurethane lebih cepat dibandingkan
dengan pembuatan campuran HDPE dan sekam padi.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil percobaan dan pengujian isolasi cold storage pada kapal
dengan bahan HDPE dan sekam padi yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkann
sebagai berikut :
1. Hasil pengujian konduktivitas termal dan massa jenis untuk insulasi cold
storage pada kapal ikan dengan bahan campuran HDPE dan sekam padi
didapatkan hasil seperti berikut :
a. Pada pengujian konduktivitas termal mendapatkan hasil bahwa
campuran HDPE dan sekam padi dengan komposisi 50:50 mampu
menghasilkan termal paling rendah diantara komposisi lainnya yaitu
sebesar 0.77 W/mK, sedangkan pada komposisi 60:40 mendapatkan
hasil sebesar 0.78 W/mk, dan pada komposisi 70:30 mendapatkan hasil
termal sebesar 0.86. Banyaknya jumlah HDPE pada setiap campuran
komposit mengakibatkan konduktivitas termal semakin tinggi.
b. Pengujian massa jenis menggunakan tiga spesimen komposit dengan
perbandingan campuran HDPE dan sekam padi sebanyak 50:50, 60:40,
dan 70:30. Campuran komposit dengan perbandingan 50:50
menghasilkan massa jenis paling ringan diantara yang lain yaitu sebesar
69 gr/cm3. Untuk komposisi 60:40 menghasilkan massa jenis sebesar 72
dan komposisi 70:30 gr/cm3 menghasilkan komposisi sebesar 80 gr/cm3.
Semakin banyaknya kandungan HDPE maka semakin berat massa jenis
pada spesimen. Hal ini dipengaruhi oleh massa jenis HDPE yang lebih
besar dibanding dengan massa jenis sekam padi.
2. Dari hasil pengujian konduktivitas termal dan massa jenis pada komposit
campuran HDPE dan sekam padi didapatkan hasil terbaik pada perbandingan
50:50 yang kemudian akan digunakan pada perancangan kotak prototype
cold storage.
3. Pada hasil percobaan prototype cold storage selama 24 jam hanya mampu
menahan suhu dibawah 10oC selama 16 jam dan temperatur semakin naik
tiap jamnya. Sehingga isolasi dengan bahan HDPE dan sekam padi kurang
baik dibandingkan dengan penggunaan polyurethane jika diaplikasikan
untuk cold storage kapal ikan. Hal ini dipengaruhi oleh nilai konduktivitas
termal pada komposit dengan komposisi 50:50 cukup tinggi yaitu 0,77
W/mK dan konduktivitas termal polyurethane hanya 0,23 W/mK.
54
4. Pembuatan isolasi cold storage kapal ikan 30GT dengan campuran HDPE di
sekam padi membutuhkan total biaya yang tinggi yaitu sekitar Rp
156.252.608,00 lebih mahal dibandingkan dengan polyurethane yang hanya
menghabiskan biaya sekitar Rp 13.406.000,00. Serta proses pembuatan
dengan bahan polyurethane lebih cepat.
5.2 Saran
Untuk menyempurnakan penelitian ini maka terdapat beberapa saran yang dapat
dilakukan pada penelitian selanjutnya, antara lain :
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya ditambah dengan pengujian kelembapan
dan daya tahan komposit terhadap pelapukan dan waktu.
2. Untuk pembuatan komposit HDPE dan sekam padi dengan perbandingan
40 : 50.
3. Menggunakan bahan campuran lain agar nilai konduktivitas HDPE lebih
rendah.
55
DAFTAR PUSTAKA
Anon., 2015. Badan Pusat Statistika. s.l.:s.n.
BS, A. W., n.d. ANALISA DEVINISI KAPAL IKAN PURSE SEINE 109 GT KM.
SURYA REDJEKI. Jurnal Ilmiah Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro,
p. 1.
Djoko Tri Ismanto, T. F. N. d. A. B., 2013. Desain Sistem Pendingin Ruang Muat Kapal
Ikan Tradisional Menggunakan Es Kering dengan Penambahan Campuran Silika
Gel. JURNAL TEKNIK POMITS No. 2 ISSN: 2337-3539, Volume 2, p. 178.
Furkanudin, 2008. DESAIN PALKA KAPAL IKAN YANG EFISIEN GUNA
MELAYANI KEBUTUHAN PELAYARAN DI DAERAH ZONA EKONOMI
EKSKLUSIF. Jurnal Teknik Perkapalan Fakultas Teknik UNDIP, pp. 2,3.
Herman Afdul Ngazis, Kiryanto, Imam pujo M, 2016. PERANCANGAN KAPAL IKAN
MINI PURSE SINE DISPLACEMENT 15 TON TIPE MONOHULL
MENGGUNAKAN PIPA PVC. Jurnal Teknik Perkapalan No.1, Volume 4, p.
220.
Hidayat, M., 2017. PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU SEBAGAI CAMPURAN
POLYURETHANE PADA INSULASI PALKA KAPAL IKAN TRADISIONAL,
Surabaya: Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK - ITS.
Holman, J., 1991. Perpindahan Kalor. 6 ed. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mamat Riyadi1, Untung Budiarto1, Ari Wibawa Budi Santosa1, 2016. ANALISA
TEKNIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN SISTEM PENDINGIN
REFRIGERATED SEA WATER (RSW) PADA. Jurnal Teknik Perkapalan,
Volume 4. No 1, p. 105.
Mubarok, M. A., 2018. Pemanfaatan Limbah Plastik Jenis High Density Polyetylene
(Hdpe) Dan Sekam Padi Sebagai Bahan Insulasi Palka Kapal Ikan Tradisional,
Surabaya: Departemen Teknik Sistem Perkapalan.
Parenden, D., 2012. PERENCANAAN COLD STORAGE PADA RUANG PALKA
KAPAL IKAN ARUJAYA 30 GT. Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha No. 2 ISSN
2089-6697, Volume 1, p. 66.
SOEMOWIDAGDO, A. L., 2009. Sekam Padi Untuk Proses Pack Karburising Baja
Karbon Rendah. JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA No.1, 55-66, Volume
12, p. 58.
56
Wibawa, A., n.d. ANALISA DEVINISI KAPAL IKAN PURSE SEINE 109 GT KM.
SURYA REDJEKI. Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro, p. 1.
Wibowo, H., 2008. STUDI BANDING KONDUKTIFITAS PANAS ANTARA GABUS
(STYROFOAM) DENGAN SEKAM PADI. Yogyakarta, Seminar Nasional
Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND.
Wilogo, B. C., 2017. Analisa Penggunaan "High-Density Polyethylene" (HDPE) Pipe
Liner Pada Pipa Utama Seachest Di Kapal, Surabaya: s.n.
57
LAMPIRAN 1
Alat dan Bahan Pembuatan Komposit
58
“halaman ini sengaja dikosongkan”
59
HDPE
Serbuk Sekam Padi
Oven
60
Timbangan Digital
Xylene
Aluminium Foil
61
Tabung Ukur
Cetakan Tabung
Cetakan kotak untuk prototipe
62
Termometer Digital
Fiber
Es Batu
63
Ikan Ekor Kuning
Resin
Katalis
64
Kotak Prototipe Cold Storage
65
LAMPIRAN 2
Pembuatan Prototipe
66
“halaman ini sengaja dikosongkan”
67
Proses Penimbangan HDPE
Proses Penimbangan Sekam Padi yang Sudah di Haluskan
68
Mengukur Takaran Xylene
Pencampuran HDPE, Sekam Padi dan Xylene Untuk di Lelehkan
Proses Pencetakan Komposit
69
Proses Pelelehan Komposit
Hasil Cetakan Komposit
Prototipe Insulasi Yang Telah Jadi
70
Proses Pengujian Dengan Menggunakan Beban Es Batu dan Ikan
Proses Pengambilan Data
71
LAMPIRAN 3
Dokumen Pengujian
72
“halaman ini sengaja dikosongkan”
73
Dokumen Pengujian Konduktivitas Termal
74
Sertifikat Analisis HDPE
75
Desain Kapal Ikan 30 GT
76
“halaman ini sengaja dikosongkan”
77
BIODATA PENULIS
Penulis lahir di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 22 Agustus
1996 dengan nama Sulfia Anizar Andari Sunya dan
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Terlahir dari
pasangan suami istri, Sunyoto dan Runtung Tri Karyani.
Penulis menempuh jenjang mulai dari TK Yapita Surabaya,
Jawa Timur (2000-2002), SD Negeri 24 Keputih – Surabaya,
Jawa Timur (2002 – 2008), SMP Negeri 23 Surabaya, Jawa
Timur (2009 – 2011) dan SMA Negeri 1 Pilangkenceng –
Madiun, Jawa Timur (2012 – 2014). Setelah lulus dari bangku
Sekolah Menengah Atas (SMA), penulis diterima di
Departemen Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi
Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember melalui jalur
SBMPTN pada tahun 2014. Selama menempuh masa studi,
penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan dan organisasi. Diantaranya menjadi
Sekretaris Departemen Dalam Negeri MAHAKARYA HIMASISKAL FTK – ITS
2015/2016, panitia dari Marine Icon 2015 hingga 2017, Kakak Pendamping di GERIGI
ITS 2016, Sekretaris Kabinet HIMASISKAL FTK – ITS ASIK 2016/2018 dan anggota
dari Marine Machinery Fluid and System Laboratory Departemen Teknik Sistem
Perkapalan FTK – ITS. Selama masa perkuliahan, penulis juga pernah mengikuti
mengikuti PKM yang diselenggarakan oleh DIKTI dan menjadi Tim ABMAS hingga
didanai oleh pemerintah. Selain itu, penulis juga pada masa perkuliahan melakukan kerja
praktik di dua tempat yaitu di PT. Dok Perkapalan Surabaya dan PT. PAL INDONESIA.