· skripsi oleh : ismail nim: 0431056 bab i pendahuluan a. latar belakang masalah dewasa ini,...
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................... ii
KATA PENGANTAR.............................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................. v
DAFTAR TABEL..................................................................................... vii
ABSTRAK................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………….. 4
C. Pengertian Judul dan Defenisi Operasional ....................... 5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................... 7
E. Garis-garis Besar Isi Skripsi .............................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 10
A. Pengertian Alquran ............................................................ 10
B. Hakekat diturunkannya Alquran ........................................ 17
C. Peranan Hafidz Alquran terhadap
Pemeliharaan keaslian Alquran ......................................... 20
D. Keutamaan Qiraatul qur’an ............................................... 25
C. Kerangka Pikir ................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 30
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ......................................... 30
B. Populasi dan Sampel ........................................................... 31
C. Metode Pengumpulan Data ................................................. 34
D. Teknik Analisis Data ........................................................... 36
BAB IV PEMBAHASA HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros ....... 39
B. Eksistensi Qira’atul Qur’an Pondok Pesantren
Hj. Haniah Maros ................................................................... 43
C. Intensitas Pembinaan Qira’atul Qur’an Pondok Pesantren Hj.
Haniah Maros ........................................................................... 60
v
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 63
A. Kesimpulan ................................................................................ 63
B. Saran-Saran ............................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA………….....………….......….....................……........ 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
EKSISTENSI PEMBELAJARAN QIRA’ATUL QUR’AN
PADA PONDOK PESANTREN Hj. HANIAH MAROS
Skripsi
Oleh : Ismail Nim: 0431056
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, dapat dilihat adanya peluang bagi umat Islam dengan
lembaga pendidikannya menjalankan peran pelopor untuk
mengintegrasikan dua sistem pendidikan yang sampai sekarang masih
berjalan. Hal itu disimpulkan dari tujuan pendidikan nasional yang terdapat
dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bab II, pasal 3 sebagai berikut:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1
Keputusan politik di atas sangatlah tepat, karena telah
menempatkan keimanan dan ketaqwaan sebagai ide sentralnya. Dengan
demikian, lembaga pendidikan Islam baik madrasah, pesantren maupun
1 Departemen Agama RI., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2007), h. 5.
Selanjutnya disebut Undang-Undang .
2
sekolah-sekolah Islam lainnya merupakan lembaga pendidikan Islam yang
memiliki peranan yang sangat penting. Dalam hal ini lembaga pendidikan
Islam tersebut merupakan lembaga pendidikan yang berciri khas Islam yang
dapat mewujudkan bukan hanya pendidikan Islam, tujuan pendidikan
nasionalpun dapat dicapai. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas
kependidikannya, lembaga pendidikan Islam tidak hanya sebagai tempat
lahirnya sumber daya insani yang membina kecerdasan dan keterampilan,
akan tetapi juga membina, melatih dan mengembangkan potensi anak didik
sesuai dengan ajaran Alquran.
Salah satu hakekat diturunkannya Alquran adalah untuk menjadi
pedoman dan petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang lurus.2 Hal ini
berarti bahwa Alquran dapat memberikan bimbingan kepada manusia ke
jalan yang diridhai Allah serta memberikan dorongan untuk berjuang
dijalan-Nya dan berusaha meningkatkan potensi kemanusiaan dalam
berbagai macam situasi dan kondisi zaman yang senantiasa berubah.
Pondok pesantren (Ma’had) sebagai lembaga pendidikan Islam
berorientasi bagaimana menjaga keseimbangan pemurnian ajaran Islam dari
tarikan asimilasi budaya asing maupun unsur sistem budaya lokal. Alquran
merupakan salah satu warisan Nabi Muhammad saw. yang perlu dijaga,
2 Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Alquran, diterjemahkan oleh
Aunur Rafiq El-Mazni dengan judul Pengantar Studi Ilmu Alquran, (Cet. I; Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 3.
3
dikaji, dan dipraktekkan semangat dan isinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pesantren adalah institusi pendidikan Islam yang diharapkan mampu
melakukan hal tersebut, dan mencetak generasi-generasi yang siap
menyebarkan ajaran-ajaran Islam serta melestarikannya. Oleh karena itu,
peranan lembaga pendidikan Islam (madrasah dan pesantren) disamping
sebagai tempat pendidikan, ia juga berperan untuk menjaga dan memelihara
keotentikan (kemurnian) Alquran.
Menjaga Alquran sebenarnya bukan hanya tugas suatu lembaga
pendidikan, tetapi semua umat Islam, baik ulama ataupun cendekiawan
harus menguasai ilmu-ilmu tentang Alquran. Hal itu disebabkan karena
menjaga kemurnian Alquran merupakan salah satu ibadah yang tinggi
pahalanya di sisi Allah. Salah satu cara untuk menjaga kemurnian Alquran
agar tidak ada jalan bagi orang-orang kafir untuk merubah teks, huruf
maupun tanda baca Alquran adalah dengan cara membaca dan
menghafalnya.3
Salah satu lembaga pendidikan Islam yang berusaha menjaga
kemurnian Alquran adalah Pondok Pesantren Hj. Haniah (disingkat PPH-
Hj. Haniah) Maros yang mengupayakan mengembangkan Qira’ah,
Tilawah dan Tahfidzul Qur’an. PPH.Hj. Haniah Maros merupakan salah
3 M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran; Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Cet. XXV; Bandung: Mizan, 2003), h. 64. Selanjutnya ditulis
Membumikan ...
4
satu pondok pesantren yang membina dan mendidik santri-santrinya untuk
mengkaji dan mempelajari Alquran baik dalam bentuk Qira’ahnya,
tilawanya maupun dalam bentuk hafalan dengan pembinaan khas pesanten.
Berdasarkan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat muslim
tentang generasi kader imam baik dalam shalat fardhu maupun tarawih
semakin bertambah. Demikian pula tenaga yang dipersiapkan sebagai
peserta dalam arena MTQ., baik di tingkat kabupaten, propinsi, maupun
tingkat nasional dan internasional sangat dibutuhkan. Sementara generasi
muda Islam yang menekuni kegiatan ini semakin terbatas jumlahnya. Oleh
karena itu, sangat perlu untuk diteliti tentang lembaga qira’tul qur’an yang
potensial maju dan berkembang untuk mendorong agar senantiasa
menumbuh kembangkan diri sehingga tetap eksis bahkan optimal ke depan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah pokok
yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana eksistensi
pembelajaran Qira’atul Qur’an Pondok Pesantren Hj. Haniah ( PPH.Hj.
Haniah) di Maros ? agar pembahasan nantinya lebih terarah berikut ini
dikemukakan sub sebagai batasan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana eksistensi pembelajaran qira’tul Qur’an PPH. Hj. Haniah di
Maros ?
5
2. Bagaimana intensitas pembinaan santri qira’tul Qur’an PPH. Hj. Haniah
Maros ?
C. Pengertian Judul dan Defenisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya berbagai penafsiran terhadap makna
dalam judul penelitian ini, berikut ini dikemukakan beberapa pengertian
variabel yang digunakan dalam judul, antara lain:
1. Eksistensi Pembelajaran Qira’tul Qur’an
Dalam Kamus Istilah Induk Ilmiah, Eksistensi adalah “wujud dari
sesuatu (zat, benda) hakikat; keberadaan(nya)”.4 Konsep Eksistensi yang
terdapat pada judul ini adalah keberadaan pembelajaran qira’tul qur’an di
PPH. Hj. Haniah Maros.
Pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”5
Adapun kata Qira’ah berti hal-hal yang berhubungan dengan cara
pembacaan Alquran.6 Sdangkan kata Qira’ah H. Achmad Roestandi, SH,
adalah membaca atau seni baca Alquran yang sesuai dengan ilmu tajwid.7
4 M. Dahlan Y. Al-Barry, Kamus Induk Istilah Ilmiah, seri Intelektual (Cet. I;
Surabaya: Target Press, 2003), h. 163
5 Departemen Agama RI., Undang-Undang ... Bab I Pasal 1 Ayat 20. op. cit., h.
4. 6 Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Cet. 2; Jakarta
: Balai Pustaka, 2002), h. 116
7 H. Achmad Roestandi, SH, Ensiklopedi dasar Islam,(Cet. I; Jakarta : Pradnya
Paramita,1993), h. 221.
6
Dengan demikian, konsep pembelajaran Qira’atul Qur’an adalah
suatu usaha yang ditempuh dalam membaca Alquran. Dalam penelitian ini,
akan dikemukakan pola dan sistem bacaan Qur’an di PPH. Hj. Haniah.
2. PPH. Hj. Haniah Maros.
PPH. Hj. Haniah singkatan dari Pondok Pesantern Hj. Haniah
yang berarti lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat
madrasah-madrasah yang mempelajari ilmu khusus dan umum dengan
sistem Asrama ( pondok). 8
PPH. Hj. Haniah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam
yang berada di Maros. PPH merupakan pondok pesantren yang memakai
sistem kombinasi antara kurikulum madrasah dan pondok pesantren. Dalam
pesantren ini, terdapat 8 (delapan) tingkatan organisasi edukatif, yaitu: 1)
Pengajian Dasar; 2) Raudhatul Athfal atau Taman Kanak-kanak; 3)
Pengajian Kitab Kuning; 4) Kursus Ilmu Tajwid; 5) Madrasah Diniyah; 6)
Madrasah Tsanawiyah; 7) Madrasah Aliyah; 8) Qira’ah, Tilawah dan
Tahfidz al-Qur’an, Dalam penelitian ini, yang menjadi topik pembahasan
adalah qira’atul Qur’an di PPH. Hj. Haniah Maros.
8 K.H. M.Anwar Pane, Pimpinan Pondok Pesantren Hj. Haniah, Wawancara,
Pada Tanggal 9 Agustus 2008 di Rumahnya.
7
Dari pengertian di atas, dapat dipamahami bahwa yang dimaksud
dengan judul Eksistensi Pembelajaran Qira’atul Qur’an PPH Maros adalah
suatu kajian terhadap keberadaaan pembelajaran Qira’atul Qur’an PPH. Hj.
Haniah Maros. Dengan kata lain, kajian dan penelitian tentang pembinaan
qira’ah Alquran pada santri PPH. Hj. Haniah. Dengan demikian, secara
operasional, ruang lingkup pembahasannya meliputi latar belakang
diprogramkannya Qira’tul Qur’an di PPH. Hj. Haniah, serta pola dan sistem
pembelajaran serta intensitas pembinaan santri Qira’atul Qur’an yang
dikembangkan di PPH. Hj. Haniah.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini lahir atas kondisi masalah-masalah yang
muncul dalam permasalahan yang ada sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan eksistensi pembelajaran qiratul Qur’an di PPH.
Hj. Haniah Maros.
2. Untuk mendeskripsikan intensitas pembinaan santri qira’atul Qur’an
yang dikembangkan di PPH. Hj. Haniah.
Adapun kegunaan penelitian ini, sebagai berikut:
1. Kegunaan Ilmiah
a. Menambah khasanah ilmiah tentang eksistensi pembelajaran qira’atul
Qur’an pada PPH. Hj. Haniah Maros.
8
b. Memberikan kontribusi ilmiah dalam bidang pendidikan tentang sistem
pembelajaran yang dikembangkan di Maros khususnya pembelajaran
qira’tul Qur’an di PPH. Hj. Haniah.
2. Kegunaan Praktis
a. Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi
pengelola PPH selanjutnya, terkhusus tentang sistem pembelajaran
qira’tul Qur’an.
b. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program
Strata satu ( S.1) Tarbiyah STAI DDI Maros.
E. Garis-garis besar Isi Sripsi
Untuk memperoleh gambaran global tentang apa dan bagaimana yang
diuraikan dalam skripsi ini, maka penulis akan memaparkan lintasan sekilas
pembahasan ke bab per bab sebagai garis besarnya ada lima yaitu :
Dalam bab pendahuluan, penulis mengemukakan pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam skripsi ini, serta teori-teori yang ditemukan yang kelak
akan diuji kebenarannya dalam ulasan yang lebih luas dan terinci, pada bab ini
diawali dengan menguraikan latar belakang masalah, disusun dengan urutan
kebawah yaitu rumusan dan batasan masalah dengan muatan nilai-nilai
pertanyaan, pokok permasalahan dengan sub-subnya, kemudian pengertian judul
dan definisi operasional, kemudian tujuan dan kegunaan penelitian, diruang
penutup dalam bab pendahuluan ini diakhiri dengan garis-garis besar isi skripsi
9
Selanjutnya pada bab kedua, penulis menguraikan tinjauan pustaka,
dengan menguraikan tentang hubungan dengan penelitian sebelumnya, landasan
teori yang memuat pengertian Alqur’an, hakekat diturunkannya Alquran, Peranan
Qira’atul qur’an terhadap pemeliharaan keaslian Alquran, Keutamaan Qira’ah
Alquran, kemudian pada akhir bab ini adalak kerangka pikir Pondok Pesantren Hj.
Haniah
Kemudian pada bab ke tiga selanjutnya dijelaskan metode penelitian
dengan sistem pendekatan dan jenis penolitian, populasi dan sampel, selanjutnya
diungkapkan metode pengumpulan data melalui librariy research dan field
research, dengan sistem interview, Obserfasi, wawancara, angket dan
dekumentasi, kemudian diuraikan teknis analisis data dengan menggunakan
reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan ( komparatif).
Pada uraian selanjutnya adalah uraian hasil penelitian yaitu bab
keempat yang merupakan bab inti yakni menguraikan Gambaran umum Pondok
pesantren Hj. Haniah dengan menguraikan eksistensi Qira’atul Qur’an pada
pondok pesantren Hj. Haniah Maros, Intensitas Pembinaan Qira’atul qur’an
Podok pesantren Hj. Haniah Maros.
Bab lima adalah merupakan bab akhir penutup, setelah memusatkan
perhatian pada bab pembahasan inti dalam skripsi ini, maka penulis menarik
beberapa kesimpulan dari uraian pembahasan skripsi tersebut diatas dan
memaparkan beberapa saran-saran sebagai sumbangan pemikiran peneliti dari
hasil yang dicapai dalam skripsi ini.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Alquran
a. Ta’rif Alquran dari Segi Bahasa
Dalam pembicaraan soal ta’rif (batasan pengertian sesuatu), akan
dimulai dari sudut bahasa. Alquran menurut bahasa ialah bacaan atau yang
dibaca.9 Kata Alquran merupakan bentuk masdar dari قرأ - يقرأ - قرآءة - وقرانا
yang diartikan dengan isim maf’ul, yaitu maqru’ yang dibaca.10 Akan tetapi
hal itu tidak disepakai bersama sepenuhnya. Sebab ada yang mengatakan
Alquran bukanlah terambil dari kata-kata apa pun, melainkan dia nama
khusus bagi “kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad
saw., sebagai halnya yang diberikan-Nya untuk kitab suci: Taurat dan Injil.
Bila dibaca “Qur’an” (tanpa al di depannya) memang berarti nama bagi
segala yang dibaca. Sedangkan Alquran hanyalah tertuju kepada firman
Allah yang diturunkan dalam bahasa Arab itu.
9 Ahmad Warson al-Muawwir, Kamus al-Munawir: Arab Indonesia (Cet. XIV:
Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 1102;
10 Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran (Cet. VIII,
Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 15.
11
Kata Alquran dari segi istiqaq-nya terdapat beberapa pandangan
dari para ulama, antara lain sebagaimana yang terungkap dalam kitab al-
Madkal li Dirasah al-Qurān al-Karim, sebagai berikut:
b. Alquran adalah bentuk masdar dari kata kerja qara’a. Berarti
bacaan. Kata ini selanjutnya, berarti kitab suci yang diturunkan
Allah swt., kepada Nabi Muhammad saw. Pendapat ini
berdasarkan firman Allah swt., dalam QS. al-Qiyamah [75]: 18.
Pendapat seperti ini di antaranya dianut oleh al-Lihyan (w. 215 H).
c. Alquran adalah kata sifat dari al-qara’u yang bermakna al-jam’u
(kumpulan) sebagaimana orang Arab mengatakan: “qara’tul mā-a
fi al-haudhi” (aku mengumpulkan air ke dalam telaga).
Selanjutnya kata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab
suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., karena
Alquran terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuat kisah-
kisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti sari dari
kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Pendapat ini
dikemukakan oleh Az-Zujjaj (w. 311 H).
d. Kata Alquran adalah ism alam, bukan kata bentukan dan sejak awal
digunakan sebagaimana bagi kitab suci umat Islam. Lafal Alquran
tidaklah berhamzah (berbunyi an) dan bukan pula terambil dari
sesuatu kalimat lain, tidak berasal dari “qara’tu” (aku membaca).
Sebab kalau berasal dari “qara’tu, tentulah setiap apa yang dibaca
12
orang dinamakan Alquran. Oleh karena itu Alquran hanyalah nama
resmi bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi saw., tetapi
dengan pengertian Alquran harus dibaca dengan tidak
membunyikan “an” yaitu al-Qurān. 11
Menurut Abu Syuhbah, dari ketiga pendapat di atas, yang paling
tepat adalah pendapat pertama, yakni Alquran dari segi istiqaq-nya, adalah
bentuk mashdar dari kata qara’a.12 Hal ini diperkuat dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Subhi Shaleh, beliau menyimpulkan bahwa sekian
banyak pendapat tentang asal kata Alquran, beliau cenderung menguatkan
pendapat bahwa Alquran adalah mashdar dari kata kerja “qara’a”,
sehingga kata Alquran bersamaan (muradif) artinya dengan “qira’ah” yang
bermakna bacaan.13 Hal demikian adalah makna yang dipergunakan oleh
ayat Alquran sendiri sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Qiyamah
[75]: 16-18:
Terjemahnya:
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Alquran
Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya (16). Sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
11 Muhammad bin Muhammad Abu Syahban, Al-Madkal li Dirasah al-Quran
al-Karim (Beirut: Dar al-Jil, 1992 M./1412 H.), h. 19-20.
12 Ibid., 20.
13 Subhi Shaleh, Mahahis fi Ulum al-Qur’an, (Cet. IX; Beirut: Dar al-Ilm li al-
Malayin, 1977), h. 24.
⧫ ⧫ ➔⧫ . ◆◼⧫ ➔⬧
⧫◆➔◆ .⬧⬧ ⧫⧫⬧ ⬧ ⧫◆➔
13
(membuatmu pandai) membacanya (17). Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu (18). Kemudian,
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (19).14
Ibn Abbas mengatakan bahwa Asbab al-Nuzul ayat sebagaimana
disebutkan di atas, berawal dari keinginan Rasulullah saw., sangat segera
menguasai Alquran yang diturunkan. Ia menggerakkan lidah dan kedua
bibirnya karena takut apa yang turun itu akan terlewatkan. Ia ingin segera
menghafalnya, maka Allah menurunkan: “Janganlah kamu gerakkan
lidahmu untuk (membaca) Alquran karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya”.
Maksudnya. “Kami yang mengumpulkannya di dadamu, kemudian Kami
membacakannya, kemudian Kami membacakannya”. Apabila Kami telah
selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu; maksudnya,
dengarkan dan perhatikanlah ia”. Kemudian, sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah penjelasannya, yakni menjelaskannya dengan
lidahmu’. Dalam lafal yang lain dikatakan “atas tanggungan Kamilah
14 Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahannya (Saudi Arabiah:
Mujamma' al-Malik Fahd Li Thiba'at al-Mushaf, 1415 H.), h. 999. Pengertian “membaca”
juga terdapat dalam ayat di atas terdapat pula dalam berbagai ayat di antaranya QS.bAl-
Hijr [15]:87; An-Naml [27]:6; Al-Ahqaf [46]:29; Al-Waqi’ah [56]:77-79
14
membacakannya’. Setelah ayat ini turun bila Jibril telah pergi, barulah ia
membacanya sebagaimana diperintahkan Allah swt.15
Qur’ānah pada ayat di atas berarti qirā’atahu (bacaannya/cara
membacanya). Jadi kata itu adalah masdar (infinitif) menurut wazan
(tasrif, konjungsi) fu’lan dengan vokal “u” seperti “gufran” dan “syukur”.
Sehingga dapat dikatakan qara’tuhu, qur’an, qirā’atan wa qur’ānan. Di
sini maqru’ (apa yang dibaca) diberi nama Qur’an (bacaan), yakni
penamaan ‘maf’ul dengan masdar. 16 Dengan demikian dari ayat di atas
dapat diketahui bahwa kata Alquran bersamaan (muradif) artinya dengan
“qiraah” yang bermakna bacaan.
Pengertian “membaca” yang tersebut dalam ayat di atas terdapat
pula dalam berbagai ayat, di antaranya QS. al-Hijr [15]:87; an-Naml [27]:6;
al-Ahqaf [46]:29; al-Waqi’ah [56]:77-79.
b. Ta’rif Alquran dari Segi Istilah
Allah swt., menamai kitab-Nya dengan nama yang berlainan
dengan nama yang diberikan orang-orang Arab terhadap hasil karya tulis
15 Jalaluddin as-Suyuthi, Lubab an-Nuzul fi Asbab an-Nuzul diterjemahkan
oleh Rohadi Abu Bakar dengan judul Terjemah Asababun Nuzul (Semarang: Waicaksana,
1986), h. 650-651.
16 Manna al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an diterjemahkan oleh
Mudzakkir dengan judul Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Cet. VIII; Bogor: Litera AntarNusa,
2004), h. 16.
15
mereka. Mereka menamakan himpunan dari khutbah dan syair mereka
dengan ”diwan”, sebagaimana Allah menamai himpunan firman-Nya
dengan “Alquran”. Mereka menyebut sebagian dari isi diwan itu dengan
“qasidah” sebagaimana Allah menamai sebagian isi Alquran dengan
“surah”. Mereka menamai isi sebagian qasidah itu dengan bait,
sebagaimana Allah menamai sebagaian surah itu dengan “ayat”.17 Jelaslah
bahwa semua istilah yang terdapat dalam Alquran adalah produk asli dari
Allah swt., yang tiada dikenal bangsa Arab sebelumnya.
Dari sudut defenisi, sesungguhnya banyak sekali defenisi yang
diberikan oleh para ahli tentang Alquran, yang satu sama lain agak
berlainan, namun juga mengandung beberapa persamaan, misalnya yang
dikemukakan oleh Muhammad bin Muhammad Abu Syahban sebagai
berikut:
م القران هو اللفظ العريب املنـزل على سيدان حممد صلى هللا عليه وسلاملنقول الينا تواترا املتعبد بتالوته املتحدي ابقصر سورة منه املبدء بسورة
18الفاحتة املختتم بسورة الناس.Terjemahnya:
Alquran adalah lafal berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw., yang disampaikan kepada kita secara mutawatir,
yang dianggap sebagai ibadah membacanya, yang menentang
17 Muhammad Ali Ash-Shabuny, At-tibyan fi ’Ulum al-Qur’an, diterjemahkan
oleh Moch. Chudhori Umar dan Moh. Matsna dengan judul Pengantar Studi al-Qur’an
(Bandung: al-Ma’arif, 1987), h. 12.
18 Muhammad bin Muhammad Abu Syahban, op. cit., h. 12.
16
setiap orang (untuk menyusun walaupun) dengan (membuat) surah
yang terpendek daripadanya, yang dimulai dengan surat al-
Fa<tihah dan ditutup dengan surah al-Na<s.
Sedangkan Yusuf al-Qardawi berpendapat bahwa Alquran ialah:
Kitab Allah yang mencakup kalimat-kalimatnya yang diturunkan
kepada penutup para Nabi dan rasul, Muhammad saw. Seratus
persen lafadz dan maknanya bersumber dari ilahi, yang
diwahyukan kepada rasul dan Nabi Muhammad saw. Lewat wahyu
yang jelas dibawa turun utusan dari jenis malaikat yaitu Jibril as.,
kepada seorang utusan dari jenis manusia yaitu Muhammad. Cara
diturunkannya tidak dengan cara lain seperti ilmu atau hembusan
atau mimpi atau lainnya.19
Selain dari pengertian di atas, sebenarnya masih terdapat defenisi
tentang Alquran. Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Alquran adalah Kalam Allah
yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dengan
perantara Malaikat Jibril as., dimulai dengan surah Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surah al-Nash, dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan
kepada manusia secara mutawatir (orang banyak) sebagai pedoman serta
petunjuk dan menjadi ibadah bagi orang yang membacanya.
19 Yusuf al-Qardawi, Kaifa Nata’ammal Ma’a Alquran (Bagaimana
Berinteraksi dengan Alquran), (Cet. I; Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2000), h. 3.
17
B. Hakekat Diturunkan Alquran
Hakekat diturunkan Alquran adalah sebagai petunjuk, hal ini dapat
dilihat dalam QS. al-Baqarah [2]: 2:
⬧ ⧫ ◆
➔ ☺
Terjemahnya:
“Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa”.20
Ahmad Mushtafa al-Maraghi mengemukakan bahwa kata al-kitab
merupakan isim yang berarti sesuatu yang ditulis. Pengertian yang )الكتب(
populer ialah al-Kitab yang sudah dikenal dan turun kepada Nabi
Muhammad saw., sebagai pengukuhan atas risalah yang dibawa, di
samping merupakan petunjuk bagi orang-orang yang mencari kebenaran,
dan menunjukkan kepada orang-orang hal-hal yang menjadi kebahagiaan di
dunia dan akhirat..21 Hal ini senada dengan pendapat Muhammad Abdul
Aziz al-Hakimi yang menjelaskan bahwa Alquran yang berisikan segala
kebakan bagi kehidupan hidup di dunia dan akhirat, yang meyempurnakan
kebahagiaan seluruh manusia, yang menjamin terlaksananya kehidupan
20 Departemen Agama, op. cit., h. 8.
21 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maragy, diterjemahkan oleh Bahrun
Abubakar dengan judul Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Jilid I (Cet. I; Semarang: Toha
Putra, 1985), h. 59.
18
yang baik dan kebahagiaan yang abadi kela di akhirat bagi orang-orang
yang mengikuti petunjuk-Nya.22
Dari keterangan mufassir di atas, dapat dipahami bahwa hakekat
diturunkannya Alquran adalah untuk menjadi petunjuk bagi manusia dan
sekaligus sebagai pemberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman
sekaligus sebagai pemberi ancaman kepada orang-orang kafir, disamping
agar Rasulullah saw., sebagai utusan Allah dapat memberikan keterangan-
keterangan dalam persoalan aqidah, syari'ah dan akhlak.
Alquran memberikan hukum-hukum, perintah dan larangan-
larangan, memberikan berita gembira bagi orang-orang yang berpegang
teguh dengannya, menjalani isi kandungannya dan memberikan ancaman
keras dengan siksa yang pedih bagi orang-orang yang melanggar rel-rel
yang telah digariskan oleh Allah swt.23 Quraish Shihab mengemukakan
bahwa tujuan diturunkannya Alquran, yaitu:
a. Untuk membersihkan akal dan mensucikan jiwa tentang keesaan yang
sempurna bagi Tuhan seru sekalian alam, keyakinan yang tidak semata-
mata sebagai suatu konsep theologis, tetapi falsafah hidup dan
kehidupan umat manusia.
22Muhammad Abdul Aziz al-Hakim, Al-Futuhatu al-Rabbaniyyah diterjemahkan
oleh Q. Shaleh, A. Dahlan dan M.D. Dahlan dengan judul, Ayat-ayat Hukum: Tafsir dan
Uraian Perintah-perintah dalam Alquran (Cet. I; Bandung: Diponegoro, 1976), h. 48.
23 Soleh Muhammad Basalamah, Pengantar Ilmu al-Qur'an (Cet. I; Semarang:
Dina Utama, 1997), h. 7.
19
b. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa
umat manusia merupakan suatu umat yang seharusnya dapat
bekerjasama dalam pengabdian kepada Allah swt., dan pelaksanaan
tugas kekhalifahan.
c. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja antar suku atau
bangsa, tetapi kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dunia dan
akhirat.
d. Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam bidang
kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah dan
mufakat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.24
Selanjutnya Quraish Shihab mengemukakan bahwa Alquran
mempunyai 3 (tiga) tujuan pokok sebagai berikut:
a. Penunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang
tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan
kepastian adanya hari pembalasan.
b. Penunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan
norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia
dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.
24 Quraisyh Shihab, Wawasan al-Quran: Tafsir Mawdhui atas Pelbagai
Persoalan Umat (Cet. I; Bandung: Mizan, 1996), h. 12
20
c. Metunjuk mengenal syari'at dan hukum dengan jalan menerangkan
dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.25
Dari kutipan di atas, dapat dikatakan bahwa hakekat diturunkanya
Alquran adalah untuk menjadi pedoman dan petunjuk bagi seluruh manusia
ke jalan yang lurus dan harus ditempuh untuk mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Hal ini berarti bahwa Alquran dapat memberikan
bimbingan kepada manusia ke jalan yang diridhai Allah serta memberikan
dorongan untuk berjuang dijalan-Nya dan berusaha meningkatkan potensi
kemanusiaan dalam berbagai macam situasi dan kondisi zaman yang
senantiasa berubah.
C. Peranan Hafidz Alquran Terhadap Pemeliharaan Keaslian Alquran
Peranan penghafal Alquran (hafidz al-Qur’ani) sejak zaman
Rasulullah saw., sampai sekarang, bahkan sampai akhir zaman nanti, insya
Allah mempunyai peranan yang penting, yaitu dalam melestarikan dan
menjaga keaslian Alquran. Dalam hubungan ini, Allah swt., telah berfirman
dalam QS. al-Hijr [15]: 9:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.26
25 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an (Cet. XXVIII; Bandung: Mizan,
1999), h. 40.
26 Departemen Agama, op. cit., h. 391.
⧫ ◆⧫
⧫ ◆ ⬧
⧫❑→⧫
21
Yang menarik dari ayat di atas, Allah menggunakan kata “Kami”
dalam pemeliharaan Alquran yang oleh kalangan ahli tafsir kata “Kami”
biasanya mengandung makna adanya keterlibatan atau campur tangan
manusia di dalamnya. Artinya, secara tersamar sesungguhnya Alquran
sendiri memberikan akomodasi bagi telaah historis dan sosiaologis
mengenai proses transmisi Alquran dari generasi ke generasi untuk menjaga
otoritasnya.27 Dengan pengertian ini maka bukan berarti Allah langsung
membetulkan ayat-ayat Alquran yang keliru atau salah. Tetapi melalui
penghafal Alquran, kitab suci itu Akan terpelihara dari kesalahan-kesalahan
dan terjaga dari usaha sementara pihak yang ingin mengubahnya.
Peranan para penghafal Alquran pada zaman Utsman bin Affan
dalam usaha untuk melestarikan kemurnian Alquran. Pada masa
pemerintahan Utsman, wilayah Islam telah meluas sampai ke Tripoli Barat,
Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu, Islam sudah tersebar ke beberapa
wilayah di Afrika, Syiria dan Persia.28 Para penghafal Alquran pun akhirnya
27 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik
(Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1996), h. 111-112.
28 Ira M Lapidus, A History of Islamic Socities diterjemahkan oleh Ghufran A.
Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam, bagian kesatu dan kedua (Cet. Jakarta:
rajaGrafindo Persada, 2000), h. 58-59.
22
tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru, yaitu saling silang
pendapat di kalangan kaum muslimin mengenai bacaan (qiraah) Alquran.29
Para pemeluk Islam masing-masing daerah mempelajari dan
menerima bacaan Alquran dari sahabat yang ahli qiraah di daerah
bersangkutan. Penduduk Syam misalnya, belajar Alquran pada Ubay bin
Ka’ab. Warga Kufah berguru pada Abdullah bin Mas’ud, sementara
penduduk yang tinggal di Basrah berguru dan membaca Alquran dengan
qiraah Abu Musa al-Asyari.30 Versi qiraat yang dimiliki dan diajarkan
masing-masing ahli qiraat satu sama lain berlainan. Hal ini rupanya
menimbulkan dampak negatif dikalangan umat Islam waktu itu. Masing-
masing saling membanggakan versi qiraat mereka dan saling mengakui
bahwa versi qiraat mereka yang paling baik dan benar.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan, di antara orang
yang menyerbu kedua kota tersebut adalah Khuzaifah bin al-Yaman. Ia
banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Alquran, bahkan ia
mengamati sebagian qiraat itu bercampur dengan kesalahan. Masing-
masing mempertahankan bacaaanya serta menentang bacaan yang bukan
berasal dari gurunya. Melihat kenyataan yang memprihatinkan ini
29 Ibrahim al-Ibyari, Tarikh al-Qur’an (Kairo: dar al-Qalam, 1965), h. 81.
30 Hasanuddin AF, Anatomi al-Qur’an: Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya
terhadap Istinbath hukum dalam Alquran (jakarta: RajaGrafindo Persda, 1995), h. 56.
23
Khuzaifah segera menghadap khalifah Utsman dan melaporkan apa yang
telah dilihatnya, dia berkata:
الناس قبل ان خيتلفوا يف كتاهبم الذى هو اصل الشريعة ودعامه أدرك 31الدين كمااختلف اليهود والنصارى.
Terjemahnya:
Dapatilah orang-orang sebelum mereka memperselihsihkan kitab-
kitab mereka yang menjadi pokok syariat agama, sebagai mana
perselisihankaum Yahudi dan Nasrani.
Setelah menerima laporan serta pandangan-pandangan Huzaifah,
Utsman segera mengundang para sahabat dari Anshar dan Muhajirin
bermusyawarah, yang akhirnya dicapai suatu kesepakatan agar mushaf Abu
Bakar di salin kembali dan dikirim ke berbagai kota atau daerah untuk
dijadikan rujukan bagi kaum muslimin terutama apabila terjadi perselisihan
tentang qiraah Alquran antara mereka.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Khalifah Utsman membentuk
satu tim yang terdiri dari empat orang sahabat, yaitu: Zaid bin Tsabit,
Abdullah ibn Zubair, Sa’id ibn al-‘As dan Abd. Rahman ibn Haris ibn
Hisyam.32 Keempat orang itulah para penulis wahyu. Tim itu bertugas
31 Ibrahim al-Ibyari, op. cit. h. 82.
32 Pendapat ini diyakini oleh Jumhur ulama. Lihat Muhammad Abd. Al-Azim al-
Zarqani, op. cit., h. 257; Subhi Shalih, op. cit., h. 78. sementara itu terdapat riwayat lain
yang menyatakan bahwa tim tersebut berjumlah 12 orang, lihat Ahmad Adil Kamal,
Ulum al-Qur’an (tp., tt., t.th.), h. 34 dan 44.
24
menyalin mushaf Alquran yang tersimpan pada Hafsah karena dipandang
sebagai mushaf standar.
Hasil kerja tim tersebut berwujud empat mushaf Alquran standar.
Tiga di antaranya dikirim ke Syam, Khufah dan Basrah dan satu mushaf di
tinggalkan di Madinah untuk Utsman sendiri yang nantinya dikenal sebagai
al-mushaf al-Imam.33 Adapun mushaf yang semula dari Hafsah
dikembalikan lagi kepadanya. Ada juga riwayat yang mengatakan bahwa
jumlah pengadaan mushaf sebanyak 5 buah, ada lagi yang menyebut 7 buah
dan dikirim selain tiga tempat di atas, ke Mekkah, Yaman dan Bahrain.
Agar persoalan saling silang pendapat mengenai bacaan Alquran dapat
diselesaikan secara tuntas, Utsman memerintahkan semua mushaf yang
berbeda dengan hasil kerja “panitia empat” ini segera dibakar.
Tentang jumlah mushaf yang ditulis, berapapun jumlahnya tidak
menjadi persoalan. Yang pasti, upaya tersebut telah berhasil melahirkan
mushaf baku sebagai rujukan kaum muslimin dan menghilangkan
perselisihan serta perpecahan di antara mereka.
Demikianlah berkat para hafidzul quran, hal-hal yang mengancam
keaslian Alquran pada masa Khalifah Utsman bisa teratasi sehingga
kemurnian Alquran terpelihara sampai hari ini dan seterusnya.
33 Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-
Qur’an, Jilid I (Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, 1975), h. 240.
25
Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya
peranan para pembaca ( Qari’ qari’ah dan hafidz hafidzah) Alquran di
kalangan umat Islam, karena telah bertugas sebagai penjaga keaslian
Alquran. Dengan demikian benarlah bahwa Alquran itu akan terperlihara
keasliannya.
D. Keutamaan Qira’atul Qur’an ( menghafal )
Memelihara kemurnian Alquran merupakan salah satu ibadah yang
tinggi pahalanya di sisi Allah. Salah satu cara untuk memelihara kemurnian
Alquran adalah dengan menghafal / membacanya, hal itu sesuai dengan QS.
al-Hijr [15]: 9, berbunyi:
⧫ ◆⧫ ⧫ ◆ ⬧ ⧫❑→⧫
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”34
Imam Ali ibn Muhammad Ma’ruf menjelaskan انا نحن نزالنا الذكر
yakni Alquran yang diturunkan kepada Muhammad merupakan jawaban
dari firman-Nya yang menurunkan Alquran, maka Allah yang berhak,
perkasa dan Maha Tinggi yang menrunkan Alquran kepada Nabi
Muhammad, saw. وانا له الحا فظون, dhamir له kembali kepada الذكر yakni dan
34 Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran
selama-lamanya. Departemen Agama. Al-Quran dan Terjemahannya (Saudi Arabiah:
Mujamma' al-Malik Fahd Li Thiba'at al-Mushaf, 1415 H.), h. 391.
26
Kami menurunkan Alquran kepada Muhammad untuk dipelihara yakni dari
penambahan di dalamnya, dan mengurangi dari padanya dan merubahnya
dan merusaknya.35 Selanjutnya M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa
bentuk jamak (نحن) yang digunakan ayat di atas menunjukkan dan
mengisyaratkan adanya keterlibatan selain Allah, yakni malaikat Jibril as.,
dalam menurunkannya serta kaum muslimin dalam pemeliharaanya dengan
cara menghafal. Oleh karena itu, bila ada salah dalam menafsirkan
maknanya, atau keliru dalam membacanya, maka akan tampil sekian
banyak orang yang meluruskan kesalahan dan kekeliruan itu (khsusunya
para penghafal). Jadi, yang dilakukan oleh manusia itu, tidak terlepas dari
taufiq dan bantuan Allah swt., guna pemeliharaan kitab suci umat Islam.36
Dengan demikian, dalam memelihara Alquran (لحفظون), tentu dibutuhkan
pula usaha manusia. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh manusia
adalah menghafal Alquran. Dalam menghafal Alquran tidak mungkin hanya
diangan-angan tapi harus disuarakan. Jadi menghafal Alquran adalah
membaca tanpa melihat tulisan dalam mushaf Alquran.
Para ulama menyebutkan berbagai keutamaan menghafal/membaca
Alquran di antaranya:
35 Imam Ali ibn Muhammad Ma’ruf, Tafsir al-Hazin, Juz IV (Cet. I; Mesir:
Mat’baah Taqaddum al-Ilmiah, 1332 H.), h. 47-48.
36 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian
Alquran, (Cet. I; Jakarta: Lentera, 2000), h. 95. Selanjutnya ditulis Al-Misbah ...
27
a. Kesuksesan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat bila amal shaleh
disertai dengan hafalan itu.
b. Menajamkan ingatan dan akal pikiran, karena itu penghafal Alquran
cepat tanggap, lebih tepat, sebab para penghafal lebih sering
mencocokkan ayat-ayat yang dihafalnya, membedakan kalimatnya yang
serupa dan mengembalikan kepada keyakinannya.
c. Keluasan ilmu. Ini tersimpan dalam ingatan, dan kepada hafalan itulah
kembali menguasai keunggulan para pelajar yang menghafal Alquran.
d. Berkelakuan baik, sebab penghafal akan menjauhkan diri dari perbuatan
maksiat.
e. Fasih dalam berbicara, ucapannya benar dan dapat mengeluarkan
fonetik Arab dan lancasan secara alami.37
Demikian beberapa faedah menghafal / membaca Alquran. Dari
uraian di atas dapat dipertegas bahwa banyak dasar yang menunjukkan
tentang kelebihan dan keagungan Alquran yang berhubungan dengan
keutamaan mempelajari dan mengajarkannya. Ada yang berhubungan
dengan keutamaan-keutamaan membaca dan memperhatikannya, dan ada
pula yang berhubungan dengan keutamaan penghafalan dan
pemantapannya. Mempelajari Alquran bagi umat Islam merupakan salah
satu ibadah yang tinggi pahalanya, karena Alquran merupakan sumber
37 Abdurrab Nawabuddin, Teknik Menghapal Alquran, (Cet. III; Jakarta: Sinar
Baru Algesindo, 1996), h. 21.
28
hukum yang pertama dan utama dalam menentukan hukum-hukum fiqih,
pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
E. Kerangka Pikir
Pondok Pesantren (Ma’had) PPH. Hj. Haniah menggunakan sistem
kombinasi antara kurikulum madrasah dan pondok pesantren (Ma’had).
Pesantren ini terdiri atas tiga tingkatan yaitu Madrasah diniyah, Madrasah
Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Semua santri PPH pada tiap madrasah
berhak dan berpeluang wajib mendapatkan pelajaran Qira’tul al-Qur’an,
sebab salah satu ciri khas pesantren ini adalah pembelajaran Qira’ah al-
Qur’an.
Walaupun seluruh santri berpeluang dan wajib untuk mendapatkan
pelajaran qira’tul Quran, haruslah memiliki syarat antara lain: tamat
membaca Iqra’, lancar bacaan dan tentunya disertai dengan tajwid. Adapun
santri yang belum tamat baca Iqra’ harus mengikuti pelajaran atau
pengajian tingkat dasar pada TPA atapun Diniah khususnya bagi santri
yang tinggal Pondok atau luar Asrama.
Untuk menciptakan pembelajaran Qira’tul Qur’an yang efektif,
terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca ataupun
menghapal Alquran, antara lain adalah metode yang digunakan. Selain itu
terdapat beberapa penunjang dalam membaca/menghapal Alquran adalah
29
seorang Qari’ Qari’ah , hafidz hafizah hendaknya memiliki motivasi, baik
dari dalam maupun dari luar diri siswa itu sendiri
Untuk lebih memahami alur pemikiran dalam penelitian ini, berikut
dikemukakan skema kerangka pikir sebagai berikut:
PPH. Hj. Haniah Maros
Pembina/mudarris
Metode
Qira’ah & Tajwid
Santri
QARI’ / QARI’AH
HAFIDZ DAN
HAFIDZAH
Eksistensi Pembelajaran Intensitas Pembinaan
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Agar penelitian skripsi ini dapat terlaksana dengan baik dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis dan sesuai dengan prosedur
penelitian yang berlaku, maka metode merupakan hal yang sangat urgen.
Oleh karenanya, pada bagian ini akan dijelaskan pendekatan dan jenis
penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, dan tehnik
analisis data.
A. Pendekatan, Jenis dan Sifat Penelitian
Judul penelitian ini ialah “Eksistensi Pembelajaran Qira’atul
Qur’an Pondok Pesantren Hj. Haniah (PPH) Hj.Haniah Maros, oleh
karenanya bila melihat pendekatan yang digunakan (cara menyoroti dan
menganalisis permasalahan), penelitian ini tergolong sebagai penelitian
deskriptif kualitatif. Disebut deskriptif, karena pembahasannya dilakukan
dengan mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta dalam bentuk
narasi,38 secara menyeluruh tentang situasi dan kejadian secara sistematis
dan faktual mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara
fenomena yang dimiliki untuk melakukan akumulasi dasar dimana pada
38 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Cet. IV; Jakarta : Rineka Cipta,
1998), h. 309.
31
umumnya jenis ini diartikan secara luas yaitu bukan hanya memberikan
gambaran terhadap fenomena melainkan juga menerangkan hubungan-
hubungan dan memperkuat prediksi serta mendapatkan makna dan
kompilasi dari permasalahan yang hendak dicapai, dan disebut kualitatif
karena data (informasi) yang digunakan adalah konsep-konsep dan
pernyataan-pernyataan yang bersifat kualitatif.
Bila dilihat dari jenis dan sifatnya, penelitian ini dapat
dikategorikan sebagai penelitian survei. Peneliti langsung menyaksikan
kenyataan-kenyataan di lapangan. Oleh karena itu, penelitian dilakukan
dengan mengumpulkan data sesuai dengan realitas di lapangan. Pondok
Pesantren Hj. Haniah Maros yang menjadi obyek penelitian ditinjau secara
langsung oleh peneliti sesuai dengan permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini.
B. Populasi dan Sampel
Untuk mengetahui populasi yang dijadikan obyek dalam penelitian
skripsi ini, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian populasi
berdasarkan rumusan dari beberapa peneliti antara lain yang dikemukakan
oleh:
Nana Sudjana mengemukakan :
Populasi, maknanya bertalian dengan elemen, yaitu unit tempat di
perolehnya informasi, elemen tersebut bisa berupa individu,
32
keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas, organisasi
dan lain-lain.39
Sutrisno Hadi memberikan pengertian populasi sebagai berikut :
Populasi adalah semua individu untuk semua kenyataan-kenyataan
yang di peroleh dari sampel itu hendak diperoleh dari sampel itu
hendak di generalisasikan.40
Dari kutipan di atas dapat diketahui populasi adalah keseluruhan
individu yang menjadi subyek penelitian. Penelitian populasi ini dilakukan
apabila peneliti ingin melihat semua liku-liku yang ada dalam populasi.
Oleh karena itu, subjeknya meliputi semua yang terdapat dalam populasi.
Berkaitan dengan penelitian ini maka yang menjadi polpulasi adalah
Pimpinan Pondok, Pembina Qira’ah (Mudarris) serta santri untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1 Keadaan Populasi Penelitian pada Qira’atul Qur’an Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros
No JENIS POPULASI JUMLAH
1 Pimpinan Pondok 1 Orang
2 Pembina ( Mudarris) 4 Orang
3 Santri 30 Orang
Jumlah 34 orang
Sumber Data: Kantor Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros, 20 Oktober 2008.
39 Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan¸Bandung : (Sinar Baru,
1989), h. 84.
40 Sutrisno Hadi, Metedologi Reserch, (Cet. XVI ; Yogyakarta, Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada, 1984), h. 70.
33
Dengan demikian, jumlah keseluruhan objek (populasi) dalam
penelitian ini adalah 34 orang. Jika populasi mengandung arti keseluruhan
dari elemen yang akan diteliti, maka sampel adalah sebagian dari objek
yang akan di teliti, atau sebagian dari jumlah populasi yang ditetapkan.
Dalam hal ini Suharsimi Arikunto memberikan pengertian sampel sebagai
berikut :
”Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, di
namakan penelitian sampel apabila kita bermaksud
menggeneralisasikan hasil penelitian”.41
Menggeneralisasikan yang dimaksud di sini adalah mengangkat
kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi. Berkaitan
dengan penentuan sampel tersebut, penulis berpedoman pada pendapat
Suharsimi Arikunto yang mengatakan bahwa :
…. Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika
subjeknya besar dapat diambil antara 10 – 15 % atau 20 – 25 % atau
lebih….42
Dengan berpedoman dengan pendapat Suharsini Arikunto di atas
maka penelitian ini merupakan penelitian populasi sehingga dengan
melakukan penelitian populasi tersebut, maka penulis dapat mengetahui
secara jelas mengenai eksistensi pembelajaran Qira’atul Qur’an Pondok
41 Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 104.
42 Ibid., h. 107.
34
Pesantren Hj. Haniah Maros. Oleh karena itu, jumlah sampel dalam
penelitian ini, adalah keseluruhan dari jumlah populasi yaitu 34 orang.
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk menjaring data di lapangan, maka digunakan tehnik
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Sebelum diketahui lebih jelas tentang eksistensi PPH Hj. Haniah
sebagai salah satu lembaga pendidikan yang mengembangkan Qira’atul
Qur’an, terlebih dahulu diadakan observasi di lapangan. Observasi
dilakukan dalam rangka memperoleh data awal dengan cara melakukan
pengamatan langsung terhadap: Kondisi siswa/santri, Kondisi lingkungan
(tempat pembelajaran), Kondisi Asrama (Asrama santri ), Pembelajaran
Qira’ah dan instesitas pembinaan
2. Wawancara
Metode wawancara digunakan untuk memperoleh atau
mengumpulkan data melalui tanya jawab dengan responden, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Bimo Walgito bahwa “wawancara atau interviu
35
adalah salah satu metode untuk mendapatkan data awal dengan
mengadakan tanya jawab secara langsung dengan informan”.43
Metode wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data secara langsung dengan cara mewawancarai responden.
Wawancara digunakan untuk memperoleh data melalui tanya jawab dengan
responden guna memperoleh data tentang:
a. Eksistensi pembelajaran Qira’atul Qur’an di PPH. Hj. Haniah.
b. Intesitas pembinaan Qira’atu Qur’an di PPH. Hj. Haniah.
Adapun objek wawancara dalam penelitian ini adalah pimpinan
pondok dan pembina tahfidz.
3. Angket
Angket adalah suatu daftar pertanyaan yang diberikan kepada
orang yang ingin diminta pendapat, keyakinannya, atau diminta
menceritakan tentang keadaan dirinya sendiri.44 Untuk memperoleh data
dari responden maka penulis mengedarkan angket kepada 30 santri
Qira’atul Qur’an di PPH. Hj. Haniah.
43 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Cet. II; Jogjakarta:
Andi Offset, 1993), h. 63.
44 Ibid., h. 202.
36
4. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk mencari data
yang berkenaan dengan catatan ataupun arsip sebagai sumber data yang
berhubungan dengan objek yang diteliti. Adapun dokumen yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah catatan atau arsip PPH. Hj. Haniah seperti
“jumlah guru, murid, serta data tentang sejarah dan perkembangan PPH. Hj.
Haniah yang mengembangkan Qira’atul Qur’an di Maros”.
D. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan bersamaan
dengan pengumpulan data. Sehubungan dengan pendapat tersebut, maka
kegiatan analisis data dalam penelitian ini sepanjang proses pengumpulan
data di lapangan berlangsung hingga data yang dikehendaki sudah dianggap
lengkap dan jenuh.
Pelaksanaannya ketika peneliti mengadakan observasi, wawancara
dan angket. Analisis dilakukan dengan membandingkan maupun
menghubung-hubungkan antara sartu informasi dengan informasi lainnya.
Dengan cara semacam ini peneliti dapat mengembangkan pelacakan dan
penjelajahan lebih lanjut terhadap data yang diperlukan.
Analisis data berikutnya dilanjutkan ketika penelitia membuat
catatan hasil temuan ke dalam buku catatan lapangan. Data tersebut
diklarifikasi sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, kemudian
37
diberi pengkodean sehingga memudahan peneliti dalam menganalisis secara
keseluruhan.
Penelitian analisis secara keseluruhan dilakukan setelah kegiatan
pengumpulan data di lapangan dinyatakan rampung dan data diperlukan
sudah lengkap. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
semua data hasil temuan di lapangan.
Rangkaian proses analisis data dalam penelitian ini mengikuti
prosedur atau alur analisis data model, Miles dan Huberman,
mengemukakan bahwa kegiatan analisis data penelitian kualitatif terdiri
dari tiga alur yaitu:
1. Reduksi Data
Istilah reduksi data dapat disejajarkan maknanya dengan istilah
pengolahan data (mulai dari editing, coding, sampai pada tabulasi data)
dalam penelitian kuantitatif.45 Ia mencakup kegiatan mengikhtisarkan hasil
pengumpulan data selengkap mungkin dan memilah-milahkannya ke dalam
satuan konsep tertentu, kategori tertentu atau tema tertentu.
2. Sajian Data
Seperangkat hasil reduksi data kemudian diorganisasikan ke dalam
suatu bentuk tertentu berupa sajian data (display) yakni kegiatan yang
45 Burhan Buangin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Cet. II; Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003), h. 70.
38
dilakukan dengan berusaha untuk menampilkan data yang sudah terkumpul.
Penyajian data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan narasi. Namun
demikian, data juga dapat disajikan dalam bentuk grafik, tabel, matriks.
3. Penarikan Kesimpulan
Pengambilan/penarikan kesimpulan merupakan kegiatan mencari
kesimpulan atas data yang direduksi dan sajian data tadi. Setelah data
dianalisis, hasil-hasilnya harus diinterpretasikan atau ditafsirkan. Penafsiran
hasil analisis dimaksudkan untuk mempermudah penarikan kesimpulan.
Selain dari analisis data yang dikemukakan di atas, penulis juga
menggunakan analisis presentase (%). Data yang diperoleh melalui angket
dianalisis dengan menggunakan uji distribusi dengan rumus:
Persentase
P = F x 100
N
Keterangan
P = Angka Persentase
F = Frekwensi yang dicari frekwensinya.
N = Jumlah frekwensi/ banyaknya
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kajian
tentang permasalahan yang dikemukakan pada uraian sebelumnya yang
secara sistematis meliputi dua sub bahasan, yaitu : (1) Eksistensi
Pembelajaran Qira’atul Qur’an PPH. Hj. Haniah Maros, (2) Intensitas
Pembinaan Qira’atul Qur’an di PPH. Hj. Haniah Maros.
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros
Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros yang disingkat PPH. Hj.
Haniah merupakan lembaga pendidikan Islam juga sebagai lembaga
Qira’atul Qur’an. Pondok Pesantren Hj. Haniah di rintis oleh Keluaga
besar H. Bukhari yang di polopori oleh Drs. H. Muh. Hajar Arif Dg.
Gassing, pertengahan bulan Nopember 2005 Silang , seorang Putra Maros
Alumni DDI Mangkoso, Kembali dari daerah rantauannya yang tepatnya di
daerah Papua Jayapura dia adalah Drs. Muh. Hajar Arif Dg. Gassing, yang
merupakan saudara tiri dari istri H. Bukhari46.
46 H. Bukhari adalah Pendiri Pondok Pesantren Hj. Haniah, dia adalah orang ternama di
maros bahkan di Indonesia, dia dikenal sebagai Pengusaha Mobil yang sukses.
40
Pondok Pesantren Hj. Haniah.47 Awal berdirinya pondok
Pesantren ini yaitu awal tahun 2006, Pondok Pesantren Hj. Haniah adalah
lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pengembangan
sumberdaya manusia yang bertujuan menciptakan manusia/generasi muda
yang berakhlak mulia, terampil, mandiri, berilmu pengetahuan dan dapat
bersaing dalam lapangan kerja. Serta berguna bagi Agama, masyarakat
Bangsa dan Negara.
Pondok Pesantren Hj. Haniah telah dibuka sejak tanggal 1 Maret
tahun 2006 dengan jumlah santri ketika itu 451 orang pada jenjang
pendidikan TKA, TPA dan madrasah diniyah dengan mata pelajaran khusus
Agama yang dititip beratkan pada pelajaran Qira’atul Qur’an, yang di
bawah naungan kepemimpinan A.G. Usman Hawa, bersama Drs. H.Muh.
Hajar Arif Dg. Gassing. Melihat tuntutan zaman dan situasi serta kondisi
saat itu, sangat memungkinkan untuk di buka Madrasah, maka pada tahun
itu juga di bukalah Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah aliyah tepatnya
pada awal tahun pelajaran 2006-2007 yaitu tanggal 19 Juli 2006.48
Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros berlokasi di Desa
Bontotallasa Dusun Banyo Kecamatan simbang Kabupaten Maros yang
47 H. Muh. Arif Dg. Gassig, mengatakan bahwa :Hj. Haniah adalah Ibu kandung dari
H. Bukhari, nama Hj. Haniah ini di abadikan oleh Keluarga besar H. Bukhari dengan mendirikan
Pondok Pesantren dengan nama Ibu kandungnya” Hj. Haniah” Wawan cara dirumahnya tanggal
10 Oktober 2008 48 Drs.H.Muh. Hajar Arif Dg, Gassing, Wawancara di rumahnya tanggal 29 Oktober
2008. Lihat juga Brosul Penerimaan Santri tahun 2006
41
didirikan oleh H. Bukhari, dengan penyandang dana adalah H. Salmiah Isri
H. Bukhari bersama anak dan menantunya.
Pondok Pesantren Hj. Haniah berdiri diatas areal seluas 6 Ha,
dengan bangunan permanen seluas 2.70 m2 yang terdiri dari 21 Ruangan
belajar putra putri terpisah, 12 Rumah Guru dan Pembina, 6 asrama santri
yang masing putra dan putri asrama terpisah, kantor dan masjid,
perpustakaan.49
Pondok Pesantren Hj. Haniah sejak akhir tahun pelajaran 2007-
2008 sampai sekarang di pinmpin oleh K.H.M. Anwar Pane, tepatnya pada
tanggal 9 April 2007.50
Selanjutnya Drs. H. M. Anwar Pane, mengemukakan bahwa “
Qira’tul Qur’an perlu di adakan bimbing khusus sebab itu adalah ciri khas
Pesantren, dan tidak ada artinya seorang alumni pesantren kalau tidak tau
mengaji / Qira’ah Alquran, sebab itu adalah kunci untuk mempelajari ilmu
di pesantren harus tau mengaji ( Qira’atul Quran )“.51
Struktur organisasi Pondok Pesantren Hj. Haniah pada tahun
pelajaran 2008-2009 Ketua H. Syamsul HB, SE, dibatu dengan oleh 3 (tiga)
orang anggota Pengurus Harian yang di Pimpin langsung oleh K.H. M.
Anwar Pane sebagai pimpinan Pondok dan dibantu oleh 4 ( empat) orang
49 Hamzah Ahmad, S. Ag, Kepala Madrasah Aliya Hj. Haniah, Wawancara, Pada tanggal
1 Nopember 2008 50 Drs. H. Abd. Asis Zakariah, M.Pd. Kepala bagian Kependidikan, Wawancara, pada
tanggal 12 Desember 2008, di kantor PPH. Hj. Haniah. 51 Drs. H. M. Anwar Pane, Pimpinan Pondok Pesantren Hj. Haniah, Wawancara, pada
tanggal 1 Januari 2009.
42
kepala yang masing – masing Hamzah Ahmad, S. Ag Kepala Madrasah
Alyah, Ismail. S.HI, kepala Madrasah Tsanawiyah, Hj. Hasniati, A.Ma,
sebagai kepala RA/TK, dan Umar Afati, S. Ag, Kepala bagian Kesantrian,
serta Dra. Nurhawa sebagai kepala Asrama Putri, H. Jufri Muh. Zen, Lc,
sebagai kepala asrama Putra, dan H. Rusdiawan, S. Ag sebagai pengasuh
bimbingan Qira’atul qur’an .52
Pada tahun Pelajaran 2008-2009 merupakan puncak jumlah siswa
Pondok Pesantren Hj. haniah mencapai ratusan siswa dan ditambah dengan
kelas sore sehingga mencapai ± 400 siswa.
Musyker PPH yang dilaksanakan sekali dalam satu tahun yang
bertujuan untuk melihat sejauh mana program yang telah dilaksanakan,
hambatan-hambatan, memilih pengurus baru dan beberapa hal lain yang
dianggap penting.
Kini PPH membina 8 (delapan) tingkatan organisasi edukatif,
yaitu: 1) Pengajian Dasar; 2) Raudhatul Athfal atau Taman Kanak-kanak;
3) Pengajian Dasar; 4) Kursus Ilmu Tajwid; 5) Madrasah Ibtidaiyyah; 6)
Madrasah Tsanawiyah; 7) Madrasah Aliyah; 8) Qira’atul Qur’an,Setiap
tingkatan pendidikan di atas, masing-masing ditangani oleh seorang
pimpinan/pembina dan dibantu oleh beberapa tenaga pendidik, baik sebagai
tenaga tetap maupun guru-guru bantu.
52 Pusat Informasi Kantor PPH. Hj. Haniah, Lihat Papan Struktur Organisasi.
43
Berdasarkana tingkatan pendidikan di PPH. Hj. Haniah di atas
maka nampaknya Qira’atul Qur’an merupakan lembaga edukatif yang
dibinanya.
B. Eksistensi Pembelajaran Qira’tul Qur’an di PPH. Hj. Haniah Maros
Untuk mahir dalam Qira’tul Qur’an bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah, tetapi bukan pula suatu hal yang tidak mungkin, sebab sejak masa
Nabi saw., sahabat, tabiin dan tabi’it tabiin bahkan hingga sekarang ini
telah banyak orang yang mahir dalam qira’ah bahkan sampai hafal Alquran,
baik di seluruh dunia maupun di Indonesia bahkan lebih khusus di Pondok
Pesantren Hj. haniah (PPH) Maros.
Eksistensi pembelajaran di PPH.Hj. Haniah Maros seperti seleksi
penerimaan sebagai santri, metode pembelajaran, tata tertib, pemberian
pelajaran tajwid sebelum Mempelajari Qira’ah, Tilawah, Tahfidz,
pengulangan bacaan sebelum pindah juz.
Berikut ini akan diuraikan berbagai persepsi responden tentang
eksistensi pembelajaran Qira’atul Qur’an di PPH.Hj. Haniah Marosyaitu:
1. Alasan Santri Masuk di Qira’atul Qur’an PPH. Hj. Haniah Maros.
Dalam proses Qira’h atau pun hafdzul (menghafal) Alquran,
metode pembelajaran merupakan salah satu aspek yang sangat penting.
Melalui metode pembelajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan
44
pengetahuan oleh santri sehingga dapat menyerap dan memahami dengan
baik apa yang telah disampaikan gurunya. Oleh karenanya, guru dalam
proses pendidikan Islam, tidak hanya dituntut menguasai sejumlah materi
yang akan diberikan kepada santrinya, tetapi juga harus menguasai
sejumlah metode pendidikan guna kelangsungan, trasformasi dan
internalisasi materi pelajaran. Di sini, metode mempunyai posisi paling
penting dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, tanpa metode, suatu
materi pelajaran tidak dapat berproses secara efisien dan efektif.
Untuk mengetahui respon santri yang Belajar Qira’ah ataupun
menghafal Alquran di PPH.Hj. Haniah Maros dapat dilihat pada tabel 2
berikut:
Tabel 2
Respon Santri Untuk Masuk di Qira’ah / Tahfidzul Qur’an PPH. Hj. Haniah Maros
No Kategori Jawaban Frekuensi Jawaban Persentase %
1
2
3
Metodenya
Tempatnya yang strategis
Pendidkannya gratis
15
7
8
60 %
20 %
20 %
Jumlah 30 100%
Sumber data: Angket no.
Memperhatikan tabel 2 di atas diketahui bahwa responden yang
berminat masuk karena metodenya terdapat 15 orang (60 %). Sedangkan
responden yang menjawab tempatnya yang strategis terdapat 7 orang
45
(20%) dan respon yang menjawab karena Pendidkannya gratis terdapat 8
orang (20%). Penulis menyimpulkan bahwa santri Qira’h/tahfidzul Qur’an
(PPH) Hj. Haniah Maros tertarik masuk karena metode yang digunakan
oleh mudarris juga karena Pendidkannya Gratis.
Berkaitan dengan metode Qira’ah / tahfidzul Qur’an di PPH. Hj.
Haniah Maros, maka sepanjang penelitian yang dilakukan, ada dua metode
yang diterapkan dimana antara satu dengan yang lain tidak bisa dipisahkan,
yaitu Iqra’ dan Tadarrus / Tilawah. Kedua metode ini senantiasa diterapkan
di PPH. Hj. Haniah Maros. Metode Iqra’ / Qira’ah adalah membaca suatu
proses pembelajaran dalam memantapkan tajwid atau menghafal materi
baru, sedangkan Metode Tadarrus/Tilawah adalah Suatu pelatihan khusus
bagi santri yang telah mahir dan mempunyai bakad tertentu terutama suara (
Fokal) dan yang tak kalah penting adalah pelajaran tajwidntya sudah
bagus.53
Biasanya metode Iqra / Qiraah dilaksanakan 3x2 jam dalam
seminggu = 6 jam. Setiap kali bimbingan, santri memperdengarkan
bacaannya kepada ustadz minimal 2 halaman, kemudian pembina
membacakan materi baru dengan memberikan pengarahan-pengarahan dan
selanjutnya santri membaca bersama-sama. Sedangkan metode
Tadarrus/Tilawah dilaksanakan 3x2 jam dalam seminggu = 6 jam. Setiap
53 H. Rusdiawan, S. Ag., Pembina Qira’ah dan Tahfidzul Qur’an di PPH. Hj.
Haniah, Wawancara di Maros, 1 Januari 2009 di PPH. Hj. Haniah Maros.
46
kali bimbingan, santri dilatih baik iramah suara kemudian
memperdengarkan maqra’ tersebut satu persatu dari materi yang sudah
diajarkan sesuai dengan petunjuk ustadz.
Dalam prakteknya pelaksanaan Iqra’/Qira’ah dan
Tadarrus/Tilawah yang di lakukan oleh santri dapat diurutkaan dengan
urutan sebagai berikut:
a. Membaca bin-nadzhar (melihat mushaf) halaman yang akan dibaca
dengan cermat secara berulang-ulang sehingga memperoleh gambaran
secara menyeluruh tentang lafadz maupun urutan ayat-ayatnya.
b. Memaca maqra’ tersebut sediki-demi sedikit, misalnya satu baris,
beberapa kalimat atau sepotong ayat yang pendek dengan irama atau
nada yang telah di sampaikan.
c. Setelah materi satu maqra’ dapat dikuasai dengan lancar kemudian
pindah kepada materi maqra’ berikutnya.
d. Untuk merangkaikan bacaan materi ayat berikutnya para santri secara
rutin mengulang-ngulang mulai dari ayat pertama dirangkaikan dengan
ayat kedua dan seterusnya. Sampai terbentuk sebuah maqra’ bacaan
yang sempurna baik tajwid maupun iramanya.
e. Untuk mempercepat proses Qira’atul qur’an maka santri di PPH.Hj.
Haniah Maros dianjurkan sedapat mungkin harus membuat target
bacaan atau dua halaman atau seperdelapan juz dan seterusnya.
Tentunya target ini disesuiakan dengan kemampuan santri.
47
2. Selekasi Penerimaan Santri PPH. Hj. Haniah Maros
Santri yang diterima di Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros harus
melewati test penyaringan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut
ini:
Tabel 3
Respon Santri tentang Penerimaan Sebagai Santri
No Kategori Jawaban Frekuensi Jawaban Persentase %
1
2
3
Benar-benar diseleksi
Sekedar diseleksi
Tidak diseleksi
27
3
0
90 %
10 %
0 %
Jumlah 30 100%
Sumber data: Angket no
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa respon santri yang
menyatakan benar-benar diseleksi 27 orang (90 %). Sementara sekedar
diseleksi terdapat 3 orang (10 %). dan tidak ada yang menjawab tidak
diselekasi.
Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa penerimaan Santri
Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros benar-benar diseleksi, hal ini terbukti
hanya 3 orang (10 %) yang menjawab sekedar diseleksi sedangkan tidak
diseleksi, tidak satupun responden yang menjawabnya.
48
Adanya tes masuk yang diterapkan oleh PPH.Hj. Haniah Maros ini
merupakan langkah awal yang dilakukan pada saat penerimaan santri baru
adalah melakukan test pengelompokan (clasement test), hal ini bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana seorang santri terhadap penguasaan bacaaan
Alquran. Data di lapangan menunjukkan bahwa ada dua sisi yang menjadi
indikator penilaian clasement test yaitu: Pertama, dari segi kelancaran dan
kefasihan membaca Alquran. Kedua, dari segi penerapan bacaan menurut
kaidah ilmu tajwid. Selanjutnya, setelah santri mengikuti tes
pengelompokan (clasement test), para santri akan dikelompokkan menjadi 4
(empat) kelompok sesuai dengan kemampuannya atau penguasaannya
terhadap pembacaan Alquran, yaitu:
a. Kelompok IV, kelompok ini terdiri dari para santri yang penguasaan
bacaan Alqurannya sangat kurang, yaitu santri yang baru menghafal
huruf hijaiyyah sampai dengan santri yang mampu mengeja bacaan
Alquran.
b. Kelompok ke III, yaitu kelompok santri yang hanya mampu membaca
Alquran dengan tanpa menggunakan ilmu tajwid.
c. Kelompok II, yaitu kelompok yang membaca Alquran sesuai dengan
kaidah ilmu tajwid, dan
d. Kelompok I yaitu kelompok santri yang sudah mampu membaca
Alquran dengan lancar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
49
Senada dengan pemaparan di atas tentang pengelompokan
kemampuan santri, H. Idris Abdul Rahman, Lc. Salah seorang pembina
santri pondok pesantren PPH. Hj. Haniah Maros, memaparkan bahwa
pendidikan Alquran dilakukan dengan jadwal waktu yang telah ditentukan
secara rutin yaitu setiap selesai shalat berjama’ah, dan untuk malam hari
antara shalat maghrib dan isya difokuskan untuk pendidikan Alquran bagi
santri dengan bimbingan langsung oleh pembina santri maupun santri
senior yang mendapat kepercayaan dari pembina untuk membimbing santri
junior. 54
Untuk pengelompokan santri baru mengenai huruf hijaiyyah
sampai dengan santri yang mampu mengeja bacaan Alquran biasanya
dibimbing oleh santri-santri senior, Pembina Asrama hanya mengontrol
pembinaan pendidikan Alquran untuk santri kelompok I yang membaca
Alquran atau Qira’atul qur’an.
Santri yang baru mengenal huruf hijaiyah dibimbing secara privat
atau secara perseorangan oleh para senior yang dipercayakan oleh pembina,
dengan cara ini terbukti dalam jangka enam sampai delapan bulan sudah
lancar membaca Alquran sehingga tidak jarang bagi mereka langsung naik
ke kelompok II, dan mereka yang sudah mampu diarahkan untuk membacal
54 H.Idris Abdul rahman, Pembina Qira’atul Qur’an dan Guru bahasa Arab di
PPH. Hj. Haniah, wawancara di Maros, 3 Januari 2009 di PPH. Hj. Haniah Maros.
50
Alquran dan metode pembelajaran yang digunakan untuk kelompok ini
yaitu metode iqra dan metode bagdadiyah.
H. Rusdiawan, S.Ag, mengemukakan bahwa metode yang
digunakan dalam pembelajaran dasar Qira’tul Qur’an di PPH.Hj. Haniah
Maros bagi pemula ada 2 (dua) metode, yaitu:55
a. Metode Iqra’, yaitu metode pembelajaran Alquran yang memakai
pendekatan pengenalan bacaan kepada santri tanpa mengenal nama-
nama huruf hijaiyyah. Sistem pembelajaran metode Iqra’ ini bisa
dengan:
1) Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yaitu guru penyimak saja, kecuali
hanya memberikan contoh.
2) Privat, yaitu menyimak dengan perseorangan
3) Assistensi, santri yang lebih tinggi pelajarannya diharapkan
membantu menyimak santri yang lain
b. Metode Bagdadiyah, metode pembelajaran Alquran yang memuat suatu
materi pelajaran yang diajarkan secara dialektis, materi-materi diurutkan
dari kongkrit ke abstrak, dari yang mudah ke yang sukar, dari materi
yang umum sifatnya kepada khusus. Metode ini adalah metode yang
digunakan oleh guru mengaji sebelum adanya metode Iqra’.
55 H. Rusdiawan, S. Ag, Pembina Tilawah dan Tahfidzul Qur’an di PPH. Hj.
Haniah, Wawancara di Maros, 5 Januari 2009 di PPH. Hj. Haniah Maros.
51
Untuk santri kelompok III, yaitu santri yang sudah lancar bacaan
Alqurannya namun memakai kaidah ilmu tajwid, mereka dibimbing
langsung oleh para pembina santri, karena mereka diajar dan dibimbing
dengan kaidah ilmu tajwid secara teorits dan praktis.
Sedangkan santri kelompok I dan II diarahkan langsung untuk
Qira’atul Qur’an ( seni baca Alquran ) dan mereka diwajibkan untuk
berlatih setiap ada kesempatan dan menyetor maqra’ bacaanya 2 maqra’
bacaan Alquran setiap 2 (dua) hari. Penyetoran Qira’ah ini dilakukkan
sesuai dengan kesepakatan waktu antara santri dan pembina namun
biasanya penyetoran maqra’ bacaan dilakukan setiap hari.
3. Tata Tertib Yang Harus Di Patuhi Dalam Mengikuti Proses
Pembelajaran di PPH.Hj. Haniah Maros
Pembina dan mudarris mengarahkan santri dengan penekanan-
penekanan melalaui tata tertib, sehingga anak-anak santri ikhlas dan cerah
hatinya mengikuti pelajaran. Untuk membuktikan hal ini dapat dilihat pada
tabel 4 berikut ini:
52
Tabel 4
Respon Santri Mengenai Tata Tertib
No Kategori Jawaban Frekuensi Jawaban Persentase %
1
2
3
Ada manfaatnya
Kurang manfaatnya
Tidak ada manfaatnya
30
0
0
100 %
0 %
0 %
Jumlah 30 100%
Sumber data: Angket no
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa 100 % responden santri
Qira’tul Qur’an yang menyatakan ada manfaatnya tata tertib yang
diterapkan di Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros. Dengan demikian
frekuensi jawaban tersebut menunjukkan bahwa tata tertib yang diterapkan
di Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros. Hasil wawancara penulis dengan
santri yang masih aktif mengungkapkan bahwa tata tertib tertib yang telah
ditetapkan benar-benar dapat membantu kesuksesan pelaksanaan
Pembelajaran Qira’tul qur’an karena senantiasa diingat sehingga dapat
memotivasi santri lebih bersungguh-sungguh belajar dan tidak
mengindahkan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Penetapan tata tertib Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros tidak
ditetapkan secara baku, dalam artian secara tertulis, tapi penetapan tata
53
tertib hanya bersifat lisan, berikut hasil wawancara penulis dengan Ustadz
Burhanuddin, S. HI. sebagai berikut:
1) Santri pondok pesantren wajib berakhlak karimah menurut
ajaran Islam
2) Santri pondok pesantren patuh kepada gurutta/pembina
3) Santri pondok pesantren wajib patuh kepada orang tua, teman
yang lebih tua dari padanya, dan sayang kepada teman yang
lebih muda.
4) Santri pondok pesantren diwajibkan hadir lebih awal sebelum
pengajian dimulai.
5) Santri pondok pesantren diharuskan mengucapkan salam jika
bertemu dengan sesama muslim.
6) Santri pondok pesantren diharamkan minum minuman keras,
merokok dan mengkonsumsi narkoba dengan sejenisnya.
7) Santri pondok pesantren tidak dibenarkan bermain dengan
permainan yang bertentangan dengan tata susila, begitupun
permainan yang dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan
pada sarana dan prasarana pondok
8) Santri pondok pesantren diwajibkan berpakaian yang menutup
aurat sesuai dengan aturan Islam, baik dalam ruangan maupun
ditempat-tempat umum.
54
9) Santri pondok pesantren diharuskan menjaga kebersihan
badan, pakaian, tempat tinggal dan tempat pengajian.
10) Santri pondok pesantren diharuskan selalu shalat berjama’ah di
masjid dalam lingkungan manapun mereka berada.
11) Minta izin tidak mengikuti pengjian harus langsung kepada
guruttta/pembina.
12) Dilarang merokok.
13) Bagi santri pondok pesantren yang melanggar tata tertib ini
akan sangsi secara bertahap, yaitu:
a) Pertama dengan nasehat,
b) Kedua peringatan keras, tembusan surat kepada orang tua
c) Dikeluarkan dengan tidak hormat dari kegiatan menghafal
Alquran.56
Selain adanya tata tertib yang ditetapkan oleh pembina Pondok
Pesantren Hj. Haniah Maros kegiatan keseharian santri juga telah
terjadwal. Salah seorang pembina, Ustadz Umar, S. Ag., memaparkan
bahwa pendidikan Alquran dilakukan dengan jadwal waktu yang telah
ditentukan seperti tertera di atas secara rutin yaitu setiap selesai shalat
berjama’ah, dan untuk malam hari antara shalat maghrib dan isya
difokuskan untuk pendidikan Alquran bagi santri dengan bimbingan
56 Burhanuddin, S. Hi, Pembina Tahfidzul Qur’an di PPH. Hj. Haniah,
Wawancara di Maros, 10 Januari 2009 di PPH. Hj. Haniah Maros.
55
langsung oleh pembina santri maupun santri senior yang mendapat
kepercayaan dari pembina untuk membimbing santri junior.57 Untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5
Jadwal Kegiatan Santri Pondok Pesantren PPH. Hj. Haniah Maros
No Waktu Kegiatan Tempat
1 04.30-05.30 Sholat tahajjud, mengaji, sholat subuh Masjid
2 05.30-06.30 Pengajian oleh pimpinan ponpes Masjid
3 06.30-07.30 Sarapan, mandi Dapur, kamar mandi
4 07.30-12.30 Masuk sekolah formal Madrasah ( Kelas)
5 12.30-13.00 Sholat dzhuhur ( Ishomah) Masjid
6 13.00-14.00 Lanjutan Pelajaran sekolah Madrasah ( Kelas)
7 14.00-15.20 Istirahat, tidur siang Ruang Asrama
8 15.20-15.50 Shalat Ashar Masjid
9 15.30-17-45 Belajar sore, olahraga Madrasah, lapangan
10 17.45-18.30 Istirahat sholat maghrib Asrama, Masjid
11 18.30-19.30 Mengaji, menyetor Maqra Qira’ah Masjid, Aula
12 19.30-20.00 Shalat Isya Masjid
13 20.00-22.00 Belajar individual, diskusi Kelas, Aula
14 22.00-22.30 Pengarahan, doa tidur ( yang
bertugas) Aula, Kelas
15 22.30-04.30 Tidur, istirahar Ruang Asrama
Sumber data: Papan Jadwal Kegiatan Santri Pondok Pesantren di PPH. Hj. Haniah Maros
57 Umar Afati, S. Ag.. Kepala bagian kesantrian di PPH. Hj. Haniah
Wawancara di Maros, 28 Januari 2009 di PPH. Hj. Haniah Maros.
56
Dengan adanya jadwal di atas, Ustadz Muhammad Idris. S. Ag,
memaparkan bahwa pendidikan Alquran dilakukan dengan jadwal waktu
yang telah ditentukan seperti tertera di atas secara rutin yaitu setiap selesai
shalat berjama’ah, dan untuk malam hari antara shalat Maghrib dan Isya
difokuskan untuk pendidikan Alquran bagi santri dengan bimbingan
langsung oleh pembina santri maupun santri senior yang mendapat
kepercayaan dari pembina untuk membimbing santri junior.58
Berdasarkan jadwal kegiatan tersebut di atas, terlihat bahwa para
santri disamping melaksanakan kegiatan pokoknya melaksanakan kegiatan-
kegiatan lain yaitu sekolah dan mengikuti pengajian-pengajian di masjid.
4. Pemberian Pelajaran Tajwid Sebelum Memulai Qira’ah/ menghafal
Untuk memudahkan dalam membaca ataupun menghafal Alquran
maka seorang calon Qari’atau hafidz harus sudah mampu membaca
Alquran dengan bacaan yang benar, fasih serta lancar.
Salah satu cara yang ditempuh untuk membenarkan pengucapan
dan bacaan Alquran dengan mempelajari ilmu tajwid. Pelajaran tajwid ini
memang sangat dipentingkan, karena jika tidak, nanti para Qari’ atau
hafidz-hafidz yang dicetak kurang baik bacaannya bila dikaitkan dengan
58 Muh. Idris, S. Ag, Pembina Qira’atul Qur’an di PPH. Hj. Haniah,
Wawancara di Maros, 2 Pebruari 2009 di PPH. Hj. Haniah Maros.
57
kaidah bacaan Alquran. Untuk mengetahui hal ini dapat dilihat pada hasil
angket 6 berikut:
Tabel 6
Respon Santri Mengenai Pemberian Pelajaran tajwid
Sebelum Memulai Qira’ah dan menghafal
No Kategori Jawaban Frekuensi Jawaban Persentase %
1
2
3
Sangat ada manfaatnya
Ada manfaatnya
Kurang manfaatnya
30
-
-
100%
-
-
Jumlah 30 100%
Sumber data: Angket no
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan
sangat ada manfaatnya bila pemberian pelajaran tajwid sebelum memulai
Qira’ah atau menghafal terdapat 30 orang (100 %). Tidak terdapat
responden yang menjawab ada manfaatnya dan kurang ada manfaatnya.
Dengan melihat frekuensi jawaban santri tersebut menunjukkan bahwa
pemberian pelajaran tajwid sebelum memulai menghafal para santri merasa
sangat ada manfaatnya.
58
Tabel 7
Materi Tajwid Qira’ah dan Tahfidzul Qur’an
di PPH. Hj. Haniah Maros
Bulan Minggu Materi Tajwid Materi Tahfidz
1
I
II
III
IV
Makharijul Huruf
Makharijul huruf
Sifatul huruf
Sifatul huruf
Al-Fatihah, an-
Naba’, an-Nazi’at,
Abasa dan at-Takwir
2
I
II
III
IV
Hukum Nun mati/tanwin
Hukum mim mati dan idghom
Hukum Mad
Praktek bacaan murattal
Al-Infithar dan al-
Muthaffifin
Al-Insyiqaq dan Al-
Buruj
At-Thariq, al-A’la,
al-Ghasyiyah
3
I
II
III
II
Tarqiq dan tafkhim
Tarqiq dan tafkhim
Al waqfu wal Ibtida
Praktek Bacaan Murattal
Al-Fajr dan al-Balad
As-Syams, al-lail, ad-
Dhuha, Al-Insyirah,
at-Tin, al-‘Alaq, al-
Qadar.
Al-Bayyinah, al-
Zalzalah, al-Adiyat
4
I
II
III
IV
Al Waqfu wal Ibtida’
Gharaibul Qira’at
Praktek bacaan murattal
Evaluasi teori dan praktek
Al-Qari’ah, at-
Takatsur, al-Ashr, al-
Humazah, al-Fill,
Quraisy, al-Maun, al-
Kautsar, al-Kafirun,
am-Nashr, al-Lahab,
al-Ikhlash, al-Falaq
dan an-Naas
Sumber data: Wawancara dengan Ustadz H. Rusdiawan, S. Ag,
Burhanuddin, S. SI, Muhammad Idris, S. Ag, H. Idris abdul
Rahman, Lc, pembina Qira’ah dan Tahfidzul Qur’an di
PPH.Hj. Haniah Maros pada tanggal 3 Pebruari 2009.
59
5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana dalam proses pendidikan sangat menentukan
keberhasilan peserta didik dalam hal ini para santri di pondok Pesantren Hj.
Haniah Maros. Maka untuk membuktikan hal ini dapat dilihat pada tabel 8
berikut ini.
Tabel 8
Respon Santri PPH. Hj. Haniah Mengenai Sarana dan Prasarana
Dalam Menyukseskan Qira’atul Quran
No Kategori Jawaban Frekuensi Jawaban Persentase %
1
2
3
Sangat memadai
memadai
Kurang memadai
15
8
7
60 %
20 %
20 %
Jumlah 30 100%
Sumber data: Angket no. 8
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa responden yang menjawab
sarana sangat memadai terdapat 15 orang (60 %), dan yang menjawab
memadai terdapat 8 orang (20 %) sedangkan yang menjawab kurang
memadai 7 orang (20 %). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sesuai kenyataan memang sarana dan prasarana sangat memadai terutama
sarana pemondokan, sarana lainnya.
60
C. Intensitas Pembinaan Qira’tul Qur’an PPH. Hj. Haniah Maros
Melahirkan seorang Qari’ qariah hafidz hafidz Qur’an tidak terlalu
mudah. Sebab tidak semua orang mempunyai kelebihan di bidang itu dan
tidak semua orang mempunyai niat dan tekad yang kuat pula untuk mau
mempelajari qira’ah apalagi menghafal Alquran. Namun memelihara yang
telah ada dan meningkatkan mutu dalam bidang seni baca Alquran
nampaknya lebih sulit lagi. Oleh karena itu, Intensitas atau keseringan
dalam melakukan pengulangan terhadap Qira’ah atau bacaan / hapalan
merupakan penentu terhadap berhasil atau tidaknya seorang untuk mahir
dalam seni baca Alquran.
Kesulitan yang timbul adalah disebabkan oleh berbagai faktor, baik
faktor intern, yakni sikap jiwa dan pemikiran seorang siswa itu sendiri
maupun faktor ektern, yaitu penerimaan dan penghargaan masyarakat
terhadap para Qari’ ataupun hafidz. Sepanjang pengamatan penulis ketika
meneliti para Qira’atul Qur’an di PPH.Hj. Haniah Maros adalah pada
waktu yang dihadapi para siswa Alquran dan ilmu-ilmu lain yang
berhubungan dengannya. Selain itu tempat tinggal pun dilembagakan,
dalam hal ini PPH.Hj. Haniah Maros yang suasananya sangat mendukung
dalam menyelesaikan pekerjaan siswa yang ditekuninya serta mendapat
bimbingan dari pembina setiap saat. Sedangkan apabila ia telah menjadi
santri yang mahir dalam Qira’ahtul quran atau menjadi hafidz dan terjun
61
ditengah-tengah masyarakat, maka keadaanya menjadi lain. Sebab
kehadiran di tengah-tengah masyarakat langsung dihadapkan berbagai
masalah, bukan saja masalah kehidupan dan penghidupan mereka tetapi
juga dihadapkan kepada sikap masyarakat terhadapnya. Oleh karena itu,
sebenarnya tugas para hafidz sungguh amat berat, ini bukan saja yang para
alumni PPH.Hj. Haniah Marostapi para hafidzhul Qur’an secara
keseluruhan. Sebab di samping mereka membawa beban hafalan yang harus
dipeliharanya agar tetap lestari, juga dituntut untuk berusaha memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari yang seringkali menyita waktu dan memeras
tenaga. Kita dapat bayangkan, andaikata bukan karena tanggung jawab dan
disiplinnya dalam kondisi jasmani penat itu barangkali amat sulit untuk
memelihara hafalannya.
Pada sisi lain sikap masyarakat terhadap para Pembaca Qur’an
/hafidz saat ini nampaknya belum memenuhi harapan. Setiap pribadi dalam
masyarakat pada umumnya bergumul dengan masalah kehidupan dan
penghidupannya sendiri yang kadang-kadaang bersifat kebendaan saja.
Andaikata bergumul dengan masalah kehidupan keagamaan kadang-kadang
hanya bersifat praktis dan sesaat. Sedangkan orang yang memikirkan
masalah-masalah kehidupan dan penghidupan para pembaca Alqur’an
nampaknya penulis menemukan masih langka.
Adapun tujuan pembinaan para calon Qira’ah Alqur’an / hafidz
dan hafidzah PPH.Hj. Haniah Maros adalah untuk menimbulkan rasa
62
percaya diri (selfreliance) dan memiliki kemampuan pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan usaha dan kegiatan pengembangan dan
memajukan diri (self development and advancement) dengan keberanian
melaksnakan koreksi, eavluasi pribadi secara obyektif baik sebagai anggota
masyarakat maupun sebagai Qari’ / hafidz yang profesional.
Dengan demikian, intensitas pembinaan di PPH.Hj. Haniah Maros
dengan konsep pembinaan yang secara langsung menyertakan para Qira’tul
Qur’an / hafidz itu sendiri sebagai subyek yang aktif membina diri, berarti
kesempatan-kesempatan dan kemungkinan-kemungkinan harus dibuka
seluas mungkin bagi para hafidz untuk berpartisifasi dan ikut bertanggung
jawab baik dalam usaha pembinaan dirinya maupun dalam usaha dan
kegiatan pembangunan keagamaan pada umumnya.
63
BAB V
P E N U T U P
Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya, maka pada bagian ini
merupakan simpulan dan saran dari eksistensi pembelajaran tahfidzul
Qur’an Ma’had Dirasatil Islamiyah wal-Arabiyah (PPH) Taqwa Maros,
yaitu:
A. Kesimpulan
1. Eksistensi pembelajaran Qira’tul Qur’an Pondok Posantren Hj. haniah
Maros dapat dilihat dengan andanya metode pembelajaran yang
diterapkan yaitu: pemberian materi tajwid sebelum mempelajari Qira’ah
ataupun menghafal, tata tertib yang harus dipatuhi santri, pegamalan
do’a baik sebelum mapun setelah selesai membaca Alqur’an,
pengulangan maqra’ bacaan atau hafalan hafal sebelum pindah maqra’
atau hafalan.
2. Intensitas pembinaan santri Qira’tul Qur’an Pondok Pesantren Hj.
Haniah Maros adalah menganjurkan para santri untuk banyak berlatih
mentakrir (mendaras) bacaannya baik sendiri maupun dalam shalat. Hal
itu dilakukan untuk lebih memperlancar bacaan ( Qiraahnya) yang telah
ada. Selain itu, pembinaan tidak kalah pentingnya ialah pendayagunaan
para santri pada tempat-tempat tertentu seperti mengirim santri menjadi
64
peserta dalam arena MTQ menajadi imam masjid dan imam pada salah
tarawih pada bulan Ramadhan.
B. Saran-Saran
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas,
maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran Qira’tul Quran Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros
secara umum perlu menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya
Qari’ qari’ah serta hafidz dan hafidzah. Oleh karena itu, proses
pembelajaran Qiraatul Quran Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros
sebagaimana telah berjalan pada saat ini perlu mendapat sentuhan yang
lebih kreatif dan inovatif agar pembelajaran Qira’atul Quran Pondok
Pesantren Hj. Haniah Maros makin berkualitas.
2. Perlu disadari bahwa Qari’ dan Qari’ah ataupun hafidz memiliki potensi
spesifik dalam usaha menjaga keaslian Alquran, oleh karena itu
diharapkan mendapat perhatian yang layak dari pemerintah terutama
dalam setiap kegiatan yang dilakukannya.
3. Para Pembina agar lebih berusaha secara maksimal untuk
mengoptimalkan segala potensi yang ada untuk lebih meningkatkan dan
mengembangkan Qira’atul Quran Pondok Pesantren Hj. Haniah Maros
65
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Imam Badaruddin Muhammad bin, Al-Burhan fi Ulum al-
Quran, Juz I. Kairo: dar
AF, Hasanuddin, Anatomi al-Qur’an: Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya
terhadap Istinbath hukum dalam Alquran. Jakarta: RajaGrafindo
Persda, 1995.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Cet. VIII; Jakarta: Rineka Cipta,
1991.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fath al-Bari, Juz I, Beirut: Dar al-Fikr, 1993.
Basalamah, Soleh Muhammad, Pengantar Ilmu al-Qur'an. Cet. I;
Semarang: Dina Utama, 1997.
Al-Barry, M. Dahlan Y., Kamus Induk Istilah Ilmiah, seri Intelektual
Terbitan I; Surabaya: Target Press, 2003.
Buangin, Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Cet. II; Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003.
Departemen Agama. Al-Quran dan Terjemahannya. Saudi Arabiah:
Mujamma' al-Malik Fahd Li Thiba'at al-Mushaf, 1415 H.
_________, Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta: Ditjen Kelembagaan
Agama Islam, 2003.
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Cet. II; Jakarta: PT Rineka Cipta,
2002.
Al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya Ulumuddin, Jilid III Beirut, t.th.
Al-Hakim, Muhammad Abdul Aziz, Al-Futuhatu al-Rabbaniyyah
diterjemahkan oleh Q. Shaleh, A. Dahlan dan M.D. Dahlan
dengan judul, Ayat-ayat Hukum: Tafsir dan Uraian Perintah-
perintah dalam Alquran. Cet. I; Bandung: Diponegoro, 1976.
Hamalik, Oemar Proses Belajar Mengajar, Cet. I; Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2001.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Cet. IV; Jakarta:
Rajawali Pers, 2001.
66
Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian
Hermeneutik. Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1996.
Al-Hifdz, Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghapal Al-Qur’an, Cet. II;
Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Al-Ibyari, Ibrahim, Tarikh al-Qur’an. Kairo: Dar al-Qalam, 1965.
Lapidus, Ira M, A History of Islamic Socities diterjemahkan oleh Ghufran
A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam, bagian
kesatu dan kedua. Cet. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000.
Al-Maraghi Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maragy, diterjemahkan oleh
Bahrun Abubakar dengan judul Terjemah Tafsir Al-Maraghi,
Jilid I. Cet. I; Semarang: Toha Putra, 1985.
Ma’ruf, Imam Ali ibn Muhammad, Tafsir al-Hazin, Juz IV. Cet. I; Mesir:
Mat’baah Taqaddum al-Ilmiah, 1332 H.
Al-Muawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawir: Arab Indonesia. Cet.
XIV: Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Nawabuddin, Abdurrab, Teknik Menghapal Al-Qur’an, Cet. III; Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 1996.
Nizar, Syamsul, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam;
Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, Cet. I; Ciputat:
Quantium Teacing, 2005.
Pemerintah Republik Indonesia., Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Serta Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2007.
Al-Qardawi, Yusuf, Kaifa Nata’ammal Ma’a Alquran (Bagaimana
Berinteraksi dengan Alquran). Cet. I; Jakarta: Pustaka Alkautsar,
2000.
Al-Qattan, Manna, Mabahits fi Ulum al-Qur’an diterjemahkan oleh
Mudzakkir dengan judul Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Cet. VIII;
Bogor: Litera AntarNusa, 2004.
Rauf, Abdul Aziz Abdul, Kiat Sukses Menjadi HafidZ Qur’an Da’iyah,
Bandung: Asy-Syamil, 2000.
67
Ar-Rum, Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas Al-
Qur’an, Cet. I; Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Cet. VII; Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran. Cet. VIII,
Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Shaleh, Subhi, Mahahis fi Ulum al-Qur’an. Cet. IX; Beirut: Dar al-Ilm li al-
Malayin, 1977.
Ash-Shabuny, Muhammad Ali, At-tibyan fi ’Ulum al-Qur’an,
diterjemahkan oleh Moch. Chudhori Umar dan Moh. Matsna
dengan judul Pengantar Studi al-Qur’an. Bandung: al-Ma’arif,
1987.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Cet. XXV; Bandung: Mizan,
2003.
_________, Wawasan al-Quran: Tafsir Mawdhui atas Pelbagai Persoalan
Umat. Cet. I; Bandung: Mizan, 1996.
_________, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Cet. I; Jakarta: Lentera, 2000.
Sudjana, Nana, Metode Statistik, Ed. V, Bandung: Tarsito, 1989.
Syahban, Muhammad bin Muhammad Abu, Al-Madkal li Dirasah al-Quran
al-Karim. Beirut: Dar al-Jil, 1992 M./1412 H.
As-Suyuthi, Jalaluddin, Lubab an-Nuzul fi Asbab an-Nuzul diterjemahkan
oleh Rohadi Abu Bakar dengan judul Terjemah Asababun Nuzul.
Semarang: Waicaksana, 1986.
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa
Depan, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Walgito, Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Cet. II; Jogjakarta:
Andi Offset, 1993.
Al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah, Al-Burhan fi Ulum al-
Qur’an, Jilid I. Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, 1975.
68
Al-Zarqani, Muhammad Abd.al-Azim, Al-Irfan fi Ulum al-Qur’an. Mesir:
isa al-Babi al-Halabi, t.t.
Zein, Muhaemin, Bimbingan Praktis Menghapal Al-Qur’anul Karim, Cet. I;
Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996.
Zuhaerini, Sejarah Pendidikan Islam. Cet. VII; Bumi Aksara, 2004.
Media Elektonik
CD-ROM Mawsu'ah al-Hadis, Sakhr, 1998-2000.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Imam Badaruddin Muhammad bin, Al-Burhan fi Ulum al-
Quran, Juz I. Kairo: dar
AF, Hasanuddin, Anatomi al-Qur’an: Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya
terhadap Istinbath hukum dalam Alquran. Jakarta: RajaGrafindo
Persda, 1995.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Cet. VIII; Jakarta: Rineka Cipta,
1991.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fath al-Bari, Juz I, Beirut: Dar al-Fikr, 1993.
Basalamah, Soleh Muhammad, Pengantar Ilmu al-Qur'an. Cet. I;
Semarang: Dina Utama, 1997.
Al-Barry, M. Dahlan Y., Kamus Induk Istilah Ilmiah, seri Intelektual
Terbitan I; Surabaya: Target Press, 2003.
Buangin, Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Cet. II; Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003.
Departemen Agama. Al-Quran dan Terjemahannya. Saudi Arabiah:
Mujamma' al-Malik Fahd Li Thiba'at al-Mushaf, 1415 H.
_________, Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta: Ditjen Kelembagaan
Agama Islam, 2003.
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Cet. II; Jakarta: PT Rineka Cipta,
2002.
Al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya Ulumuddin, Jilid III Beirut, t.th.
Al-Hakim, Muhammad Abdul Aziz, Al-Futuhatu al-Rabbaniyyah
diterjemahkan oleh Q. Shaleh, A. Dahlan dan M.D. Dahlan
dengan judul, Ayat-ayat Hukum: Tafsir dan Uraian Perintah-
perintah dalam Alquran. Cet. I; Bandung: Diponegoro, 1976.
Hamalik, Oemar Proses Belajar Mengajar, Cet. I; Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2001.
70
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Cet. IV; Jakarta:
Rajawali Pers, 2001.
Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian
Hermeneutik. Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1996.
Al-Hifdz, Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghapal Al-Qur’an, Cet. II;
Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Al-Ibyari, Ibrahim, Tarikh al-Qur’an. Kairo: Dar al-Qalam, 1965.
Lapidus, Ira M, A History of Islamic Socities diterjemahkan oleh Ghufran
A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam, bagian
kesatu dan kedua. Cet. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000.
Al-Maraghi Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maragy, diterjemahkan oleh
Bahrun Abubakar dengan judul Terjemah Tafsir Al-Maraghi,
Jilid I. Cet. I; Semarang: Toha Putra, 1985.
Ma’ruf, Imam Ali ibn Muhammad, Tafsir al-Hazin, Juz IV. Cet. I; Mesir:
Mat’baah Taqaddum al-Ilmiah, 1332 H.
Al-Muawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawir: Arab Indonesia. Cet.
XIV: Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Nawabuddin, Abdurrab, Teknik Menghapal Al-Qur’an, Cet. III; Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 1996.
Nizar, Syamsul, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam;
Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, Cet. I; Ciputat:
Quantium Teacing, 2005.
Pemerintah Republik Indonesia., Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Serta Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2007.
Al-Qardawi, Yusuf, Kaifa Nata’ammal Ma’a Alquran (Bagaimana
Berinteraksi dengan Alquran). Cet. I; Jakarta: Pustaka Alkautsar,
2000.
Al-Qattan, Manna, Mabahits fi Ulum al-Qur’an diterjemahkan oleh
Mudzakkir dengan judul Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Cet. VIII;
Bogor: Litera AntarNusa, 2004.
71
Rauf, Abdul Aziz Abdul, Kiat Sukses Menjadi HafidZ Qur’an Da’iyah,
Bandung: Asy-Syamil, 2000.
Ar-Rum, Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas Al-
Qur’an, Cet. I; Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Cet. VII; Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran. Cet. VIII,
Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Shaleh, Subhi, Mahahis fi Ulum al-Qur’an. Cet. IX; Beirut: Dar al-Ilm li al-
Malayin, 1977.
Ash-Shabuny, Muhammad Ali, At-tibyan fi ’Ulum al-Qur’an,
diterjemahkan oleh Moch. Chudhori Umar dan Moh. Matsna
dengan judul Pengantar Studi al-Qur’an. Bandung: al-Ma’arif,
1987.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Cet. XXV; Bandung: Mizan,
2003.
_________, Wawasan al-Quran: Tafsir Mawdhui atas Pelbagai Persoalan
Umat. Cet. I; Bandung: Mizan, 1996.
_________, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Cet. I; Jakarta: Lentera, 2000.
Sudjana, Nana, Metode Statistik, Ed. V, Bandung: Tarsito, 1989.
Syahban, Muhammad bin Muhammad Abu, Al-Madkal li Dirasah al-Quran
al-Karim. Beirut: Dar al-Jil, 1992 M./1412 H.
As-Suyuthi, Jalaluddin, Lubab an-Nuzul fi Asbab an-Nuzul diterjemahkan
oleh Rohadi Abu Bakar dengan judul Terjemah Asababun Nuzul.
Semarang: Waicaksana, 1986.
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa
Depan, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Walgito, Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Cet. II; Jogjakarta:
Andi Offset, 1993.
72
Al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah, Al-Burhan fi Ulum al-
Qur’an, Jilid I. Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, 1975.
Al-Zarqani, Muhammad Abd.al-Azim, Al-Irfan fi Ulum al-Qur’an. Mesir:
isa al-Babi al-Halabi, t.t.
Zein, Muhaemin, Bimbingan Praktis Menghapal Al-Qur’anul Karim, Cet. I;
Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996.
Zuhaerini, Sejarah Pendidikan Islam. Cet. VII; Bumi Aksara, 2004.
Media Elektonik
CD-ROM Mawsu'ah al-Hadis, Sakhr, 1998-2000.