skripsi pendidikan (133)
TRANSCRIPT
1
POLA PENDIDIKAN ANAK DARI KELUARGA MISKIN
(Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja -Kendal)
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh,
Nama : Haniatul Masruroh
NIM : 1214000012
Jurusan : Pendidikan Luar Sekolah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
2
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
� Orang bijak adalah dia yang hari ini mengerjakan apa yang orang bodoh
akan mengerjakan tiga hari kemudian. (Abdullah Ibnu Mubarak)
� Jangan pernah menganggap diri besar karena sejatinya kita kecil, dan
jangan menganggap diri kita kecil karena kita sejatinya besar.
� Semangat !!!!!
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
� Diriku sendiri.
� Pak Aji dan Bu Ella.
� Ayahanda Supriyadi dan Almh. Mamaku Siti
Zumaroh serta Ibunda Rohmah Fatimah.
� Kakak-kakakku: Mbak Ufat, Mbak Anik dan Mas
Umar.
� Adik-adikku: Johan, Arip, Bagus, Ari dan Taufik.
� Orang yang kucintai dan terkasih.
� Rinda, Desti, Rima, Uswah, Indri, Nova dan seluruh
teman-teman yang ada di Wisma Putri Sederhana I.
� Uda, Kamal dan seluruh kawan-kawan PLS
Angkatan 2000.
Tanpa mereka , Aku dan karya ini takkan pernah ada
3
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’aalamiin, segala puji serta syukur yang terlimpah
hanyalah untuk Allah S.W.T yang telah memberikan segala nikmat dan kasih
sayang-Nya sehingga akhirnya skripsi yang penulis buat ini dapat terselesaikan.
Tiada kemudahan yang datang selain karena izin-Nya. Sholawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada Qudwah sepanjang zaman, Rosulullah S.A.W
beserta para keluarga dan sahabatnya serta para pengikutnya yang setia pada
setiap masa untuk menyebarkan segala ajarannya.
Skripsi yang berjudul “Pola Pendidikan Anak dari Keluarga Miskin” ini
berisi tentang penelitian mengenai pola dari orang tua yang berlatar belakang
ekonomi miskin dalam memberikan pendidikan anak dalam keluarga.
Penulis menyadari bahwa selama proses pembuatan skripsi ini, banyak
sekali pihak-pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu, tidak lupa
dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk
berbagai pihak, yaitu :
1. Dr. H. A. T. Soegito, SH, M.M, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Siswanto M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Achmad Rifai,M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. Fakhrudin Mpd, selaku dosen pembimbing I yang telah begitu sabar dan
telaten selama membimbing pembuatan skripsi ini.
4
5. Dra. Emmy Budiartati, M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah begitu
sabar dan telaten selama membimbing pembuatan skripsi ini.
6. HM. Siswoyo ,SH ,M.KN selaku Kepala Desa Meteseh yang telah
mengizinkan peneliti untuk meneliti di daerah Meteseh.
7. Keluarga informan atas waktu kebersamaannya dan pembelajaran tentang
realita hidup.
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu penulisan skripsi.
Semoga apa yang telah kalian berikan digantikan oleh Allah dengan ganti
yang lebih baik dan lebih berlipat ganda. Yang pada gilirannya nanti penulis yakin
akan dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan mengkaji skripsi ini.
Semarang,
…..2005
Penulis
5
SARI
Masruroh, Haniatul.2005. Pola Pendidikan Anak Dari Keluarga Miskin (Studi
Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak UI di Desa Meteseh
Kecamatan Boja-Kendal). Skripsi. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
Fakultas Negeri Semarang. Pembimbing: I.Drs.Fakhrudin, M.Pd, II.
Dra. Emmy Budiartati, M.Pd.
Kata Kunci: Pola Pendidikan Anak, Keluarga Miskin
Pendidikan adalah sebagai sebuah usaha sadar dari pendidik kepada
peserta didik yang melalui bimbingan, pengajaran dan latihan untuk membantu
peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah terciptanya pribadi yang
dewasa –susila merupakan sesuatu yang berhubungan langsung dengan
pembangunan sumber daya manusia.
Perlunya sumber daya manusia yang handal tentunya memerlukan
sarana pembentukan yang baik dan lingkungan pendidikan yang pertama kali
diterima setiap individu adalah lingkungan keluarga. Dalam hal ini, proses
pendidikan keluarga adalah sangat penting karena dari keluarga dibekali
pengetahuan, sikap, mental dan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan
ketrampilan agar dapat mengembangkan dirinya sendiri dan menjadi keluarga
yang sejahtera dan bahagia.
Pola pendidikan anak dalam keluarga ditandai dengan interaksi secara
terus menerus antara orang tua dengan anak-anaknya. Interaksi ini ditujukan agar
anaknya dapat diasuh hingga tumbuh kembang secara sempurna. Dengan pola
pendidikan ini akan terlihat cara orang tua dalam merawat anak, mendidik anak
sampai dewasa, baik untuk tujuan pengembangan jasmani atau rohani.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini merupaka salah satu
upaya untuk mengidentifikasi sebuah keluarga dengan latar belakang miskin yaitu
pada keluarga Pak UI dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu a)
Bagaimanakah pola pendidikan anak yang diterapkan keluarga Pak UI, b) Faktor-
faktor apa yang mempengaruhi keluarga Pak UI menerapkan pola pendidikan
terhadap anak-anakya. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang hal-
hal yang berkaitan dengan pola pendidikan keluarga miskin pada keluarga Pak UI
di Desa Meteseh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan mempertimbangkan gejala yang diteliti bersifat apa adanya ,
buka holistik. Tipe atau jenis penelitian ialah studi diskriptif dan menggunakan
metode studi kasus yang berupaya untuk menelaah suatu kasus secara mendalam,
intensif, mendetail dan komprehensif.
Hasil penelitian ini adalah bahwa keluarga Pak UI yang mempunyai latar
belakang miskin yaitu menerapkan pola pendidikan secara demokratis dan
permissive dalam mendidik anak-anaknya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi keluarga Pak UI menerapkan dua pola tersebut yaitu a) faktor
pengalaman pribadi orang tua sebagai pendidik, b) faktor curah waktu, c)faktor
lingkungan masyarakat, dan d) faktor informasi dari media.
6
Saran yang disampaikan yaitu kepada Pak UI dan Ibu S untuk
meningkatkan perhatian kepada anak-anaknya terutama dalam akhlaq dan budi
pekerti.; memberikan saran kepada anaknya yang sudah selesai dari jenjang SLTP
agar mengukuti Kejar Paket C untuk menambah pengetahuan atau disarankan
untuk bekerja untuk kesejahteraan hidupnya sehingga tidak tergantung dengan
orang tuanya; tidak memberikan kebebasan tanpa aturan terhadap anaknya yang
drop out tetapi lebih meningkatkan dalam hal perhatian dan arahan demi masa
depannya; memperhatikan waktu belajar dan memotivasi untuk menjadi anak
yang berprestasi terhadap anaknya yang masih duduk di bangku sekolah. Kepada
peneliti lain dengan penelitian yang sejenis, diharapkan hasil dari penelitian ini
sebagai dasar untuk penelitian lanjutan.
7
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN ................................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
PRAKATA ......................................................................................................... vi
SARI ................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan ............................................................................................ 10
B. Pola-Pola Pendidikan ............................................................................ 17
C. Keluarga ................................................................................................ 23
D. Kemiskinan ........................................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Teknik Pemilihan Informan .................................................................. 41
B. Lokasi Penelitian ................................................................................... 42
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 44
D. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................. 47
E. Analisis Data dan Interpretasi ............................................................... 50
F. Pengecekan Keabsahan Data ................................................................. 53
BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
A.Kondisi Demografis Desa Meteseh ........................................................ 57
1. Kondisi Geografis ....................................................................... 57
2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ........................... 58
3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian .................... 58
4 Fasilitas Pendidikan .................................................................... 60
5. Komposisi Penduduk Menurut Agama ....................................... 60
6. Fasilitas Sarana Peribadatan ....................................................... 61
7. Fasilitas Kesehatan ..................................................................... 62
B.Deskripsi Hasil Penelitian ....................................................................... 62
1.Profil Keluarga Informan ............................................................ 62
8
2. Pendidikan yang Diterapkan Oleh Keluarga Informan............... 71
C.Analisis Hasil Penelitian ......................................................................... 81
1. Pola Pendidikan Anak yang Diterapkan Oleh Keluarga Pak UI . 82
2.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Pendidikan Anak ........ 83
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................ 88
B. Saran........................................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 92
LAMPIRAN........................................................................................................ 93
BAB I
9
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang
sampai saat ini masih terus berupaya melanjutkan usaha pembangunan di
segala bidang. Sebagai salah satu negara yang baru-baru ini mengalami
guncangan hebat akibat krisis ekonomi yang berakhir pada krisis multi
dimensional, Indonesia masih harus banyak mengkonsentrasikan dirinya pada
permasalahan pembangunan di berbagai bidang secara terencana dan
bersungguh-sungguh.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mencapai tingkat
kesejahteraan yang lebih baik dari dari suatu masyarakat dengan memenuhi
berbagai kebutuhan anggota masyarakat, baik kebutuhan material maupun
spiritual yang kemudian akan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Daoed Joesoef dalam sebuah artikel yang berjudul Dua Pendekatan
dalam Mempolakan Pendidikan menuliskan bahwa suatu pembangunan
nasional tidak hanya tergantung pada sumber-sumber dan kekayaan alam yang
terkandung oleh bangsa yang bersangkutan,antara daratan dan lautan suatu
negara dengan pendapatan perkapita yang dimiliki rakyatnya, terdapat suatu
variabel penting yang menghubungkan keduanya, variabel tersebut adalah
pendidikan ( Daoed Joesof dalam bukunya Sindhunata 2001:15 ).
Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Schumacher, bahwa
pembangunan tidak dimulai dengan barang tetapi dimulai dengan manusianya,
10
pendidikannya, organisasinya serta disiplinnya ( E. F. Schumacher, Kecil Itu
Indah, 1979 : 3 ). Manusialah yang pada akhirnya menentukan karakter dan
langkah ekonomi dan sosialnya, bukan modal dan bukan pula sumber-sumber
materialnya. Jelaslah bahwa faktor sumber daya manusia merupakan faktor
yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan suatu negara.
Dalam hubungannya dengan pernyataan diatas tidaklah mengherankan
jika pembangunan sumber daya manusia kemudian menjadi hal yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh seluruh lapisan bangsa, karena bagaimanapun
juga pendidikan merupakan sarana penting dalam pembangunan sumber daya
manusia. Adapun maksud dari pembangunan sumber daya manusia itu ada 2
hal, yang pertama adalah meningkatkan ketrampilan dan kemampuan manusia
dalam melakukan kegiatan di masyarakat dan yang kedua adalah untuk
peningkatan taraf hidup. ( Priyono Tjiptoherijanto, 1982 : 73 ).
Pendidikan yang dimengerti secara luas dan umum sebagai usaha sadar
yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran dan latihan
untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah
terciptanya pribadi yang dewasa-susila merupakan sesuatu yang berhubungan
langsung dengan pembangunan sumber daya manusia suatu negara.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Bab 1 Pasal 1, bahwa Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan
informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan Formal adalah
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
11
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan Nonformal
adalah adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan Informal adalah
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa
pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan peserta didik
berlangsung sepanjang hayat.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan anak dalam keluarga mempunyai
peran menentukan bagi pencapaian mutu sumber daya manusia. Hal ini
dikarenakan melalui pendidikan keluarga individu pertama kali mempelajari
dan mengenal sistem nilai budaya yang berwujud aturan-aturan khusus,
norma, kebiasaan dan teladan dari masyarakat lain.
Setiap anak berada dalam suatu proses perkembangan. Perkembangan
anak tersebut berjalan secar kontinu (terus menerus), unik (komplek dan sifat
khas) serta dinamis (berubah menyempurnakan diri). Perkembangan seorang
anak juga membutuhkan keserasian dengan perkembangan anak lain serta
lingkungan. Namun adakalanya perkembangan seorang anak berjalan secara
lamban bahkan mengalami hambatan sehingga anak tidak akan berkembang
secara optimal untuk membantu mengatasi kelambanan dan hambatan.
Hambatan yang dihadapi anak serta agar anak mencapai pembangunan yang
optimal maka dibutuhkan pola pendidikan yang tepat.
Keluarga tidak terbatas hanya berfungsi sebagai penerus keturunan.
Namun keluarga merupakan tempat peletak landasan dalam membentuk
sosialisasi anak dan dalam bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber
12
pendidikan utama karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual
manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya
sendiri. Proses dan hasil pendidikan keluarga akan sangat bermakna bagi
pencapaian mutu pendidikan pada jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dalam
penyelenggaraan pendidikan keluarga tidak sekedar berperan sebagai
pengelola yang bertanggung jawab dalam meletakkan landasan dan arah serta
pola-pola kehidupan anak, sehingga keluarga khususnya orang tua harus
memiliki wawasan, sikap dan kemampuan analisis pasif yang memadai dalam
menyelenggarakan pendidikan prasekolah di keluarga. Sebagai salah satu
komponen pendidikan yang mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan
tujuan pendidikan keluarga yaitu orang tua harus dapat menciptakan suasana
yang mendukung anak melakukan aktivitas belajar. Tujuan diselenggarakan
pendidikan keluarga adalah membekali pengetahuan, sikap, mental dan
ketrampilan produktif bagi penanggung jawab keluarga dalam menanamkan
keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan agar dapat
mengembangkan dirinya sendiri dan menjadi keluarga yang sejahtera dan
bahagia.
Keluarga merupakan tempat peletak landasan dalam membentuk
sosialisasi anak, sehubungan dengan hal itu Vembrianto (dalam bukunya
Supartinah, 1981: 45) menyatakan sebagai berikut : Anak yang dibesarkan
dalam keluarga yang bersuasana demokratis perkembangan lebih luwes dan
dapat menerima kekuasaan secara rasional. Sebaliknya, anak yang dibesarkan
dalam suasana otoriter, memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang harus
13
ditakuti dan bersifat magis. Ini mungkin menimbulkan sifat tunduk pada
kekuasaan atau justru sikap menentang kekuasaan.
Pemahaman terhadap sistem nilai budaya ini selanjutnya tidak akan
dijadikan sebagai acuan atau rujukan oleh individu untuk berfikir dan
bertindak dalam rangka mencapai tujuan kehidupannya, termasuk di dalam
menjalani atau menempuh pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, proses dan
hasil pendidikan keluarga tidak sekedar berperan sebagai pelaksana yang
bersifat rutin dan alamiah, melainkan berperan sebagai pengelola yang
bertanggung jawab dalam meletakkan landasan, memberikan bobot dan arah
serta pola-pola kehidupan anak. Implikasinya, keluarga (orang tua) mesti
memiliki wawasan, sikap dan kemampuan yang memadai dalam
menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah di keluarga.
Keluarga miskin yang pada dasarnya merujuk pada suatu keluarga
yang kekurangan harta benda materi untuk pemenuhan kebutuhan dalam
rangka mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan hidup, suatu tingkat
kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan
standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Tingkat kesejahteraan hidup yang rendah ini dapat secara langsung tampak
pengaruhnya terhadap :(1) tingkat pemenuhan kebutuhan primer seperti
kesehatan , makanan yang dikonsumsi, pakaian yang disandang, kondisi
rumah yang dihuni dan kondisi pemukiman tempat tinggal; (2) tingkat atau
bentuk pemenuhan kebutuhan sekunder untuk mengembangkan diri dalam
kehidupan sosial yang lebih luas, yang mampu memperjuangkan kepentingan
14
sesama orang miskin utnuk meningkatkan kesejahteraan mereka, dan ; (3)
secara tidak langsung tampak dalam kehidupan moral, etika, dan estetika,
yang digunakan oleh mereka yang hidup dalam kondisi miskin sebagai
pedoman hidup, harapan dan harga diri yang mereka mempunyai sebagaimana
tercermin dalam sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka (Tjetjep Rohendi
Rohidi 2000: 25 )
Dalam kategori hubungan dengan masyarakat yang lebih luas, tampak
bahwa pada umumnya orang miskin tidak atau kurang mempunyai konsep-
konsep atau tradisi-tradisi yang menunjukkan bahwa mereka merupakan
bagian integral dari pranata-pranata sosial yang lebih luas. Pada tingkat
keluarga tampak bahwa keluarga orang miskin terwujud sebagai suatu struktur
parsial, yang di dalamnya terdapat kecenderungan anak-anak cepat menjadi
dewasa karena beban ekonomi, kerapuhan keluarga, serta ciri-ciri rumah
tangganya yang menunjukkan kepadatan yang tinggi dan tiadanya ruang
pribadi. Dan pada tingkat individu tampak adanya perasaan tidak berdaya, rasa
rendah diri, orientasi pada kekinian, serta ketergantungan sesuatu dari luar
termasuk bantuan gaib dan jimat-jimat.
Pada kehidupan keluarga yang masih kekurangan biarpun bekerja
keras, kenyataan mereka tetap berada dalam kondisi masih serba kekurangan
tersebut memaksa anak-anak mereka pada umur yang sangat muda harus
berfikir bahwa yang penting ialah untuk segera dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya, yakni pangan, sandang dan papan. Anak-anak dalam umur yang
sangat muda sudah harus bekerja mencari nafkah, suatu hal yang semestinya
15
dilakukan oleh orang dewasa. Seiring dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan
pemikiran dan upaya sistemik dan menyeluruh terhadap pengelolaan
pendidikan dalam keluarga, khususnya bagi keluarga yang berada pada
komunitas kurang mampu di pedesaan. Tujuan diselenggarakan pendidikan
keluarga adalah membekali pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan
produktif bagi penanggung jawab keluarga dalam menanamkan keyakinan
agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan agar dapat mengembangkan
dirinya sendiri dan keluarga yang sejahtera dan bahagia. Berdasarkan
pengamatan dilapangan dijumpai masih kurangnya warga masyarakat dalam
perhatian pendidikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : (a)
masih rendahnya keadaan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat umumnya,
(b) faktor pendidikan warga masyarakat yang rendah, (c) faktor lingkungan
yang kurang mendukung.
16
B. Rumusan Masalah
Pola pendidikan dalam keluarga pada dasarnya dipengaruhi oleh
berbagai masalah, yang akan ditimbulkan keluarga terutama yang bertanggung
jawab orang tua. Sikap dari orang tua yang cenderung mendukung, orang tua
akan memperhatikan pendidikan anak-anaknya, bahkan sampai pada
perkembangan selanjutnya baik dalam bidang akademis dan bidang sosial.
Bagi orang tua yang bersikap cenderung kurang mendukung, orang tua
bersikap tidak tahu menahu tentang bagaimana keadaan anaknya dalam
pendidikan, semua hanya terserah saja.
Kemiskinan atau kondisi miskin dari susut pandang biologis
merupakan keluarga yang keseluruhan pendapatannya tidak cukup untuk
memperoleh keperluan-keperluan minimum untuk mempertahankan efisiensi
fisik angota-anggota keluarganya secara layak. Keadaan tersebut menciptakan
keluarga miskin memiliki pola-pola tertentu dalam kehidupannya salah
satunya yaitu dalam hal pendidikan keluarga oleh orang tua dalam mendidik
anak-anaknya. Kondisi semacam ini mendorong penulis untuk meneliti
sebuah keluarga miskin di Desa Meteseh Kecamatan Boja.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti dapat mengidentifikasi
permasalahannya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pola pendidikan anak yang diterapkan oleh keluarga miskin
pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja-Kendal ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola pendidikan anak yang
diterapkan keluarga miskin pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh
Kecamatan Boja –Kendal ?
17
C. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dan menghindari salah pengertian dalam
memberikan interpretasi tentang hal-hal yang ada dalam skripsi, peneliti
memberikan batasan istilah-istilah sebagai berikut :
1. Pola Pendidikan Anak
Pola pendidikan anak yaitu suatu wujud, tipe, sifat yang dikenakan
kepada anak oleh orang tua dalam kegiatan mendidik, membimbing,
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai
norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.
2. Keluarga Miskin
Bahwa rumah tangga yang tergolong tidak cukup dalam hal
penghasilan diukur dengan ukuran senilai (ekuivalen jual- beli) beras buka
rupiah tanpa perlu membuat perhitungan pengaruh inflansi dan perbedaan
harga pangan di beragam daerah. Hal ini terlihat dari hasil laporan kasus desa
Sriharjo (Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta) bahwa ukuran tingkat
penghasilan “cukup” yang diambil serendah 20 kg ekuivalen beras per orang
sebulan (penghasilan Rp 10.000,00 bagi keluarga sebesar 5 orang, jika harga
beras Rp 100,00 per kg). (Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo, 1989:217)
D.Tujuan Penelitian
1. Mendiskripsikan pola pendidikan yang diterapkan oleh keluarga miskin
pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja-Kendal.
18
2. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pola pendidikan anak
yang diterapkan di keluarga miskin di Desa Meteseh Kecamatan Boja-
Kendal.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Secara toritis diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan untuk
mengembangkan Fakultas Ilmu Pendidikan terutama jurusan Pendidikan
Luar Sekolah khususnya di bidang pendidikan anak dalam keluarga.
2. Secara praktis diharapkan memberikan informasi bagi pakar-pakar
pendidikan untuk memperdalam penelitian khususnya pendidikan keluarga
miskin.
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan
Pendidikan dipahami sebagai suatu sosialisasi karena didalamnya ada
tujuan untuk meneruskan kebudayaan dengan beberapa perubahan dari
generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda, melalui interaksi
sosoial.
Menurut Emile Durkheim pendidikan adalah suatu pelatihan terlatih
dari orang dewasa kepada generasi yang belum siap untuk kehidupan sosial
yang tujuannya adalah meningkatkan dan mengembangkan pada diri sang
anak sejumlah keadaan fisik, intelektual dan moral yang diperlukan baik oleh
keseluruhan komunitasnya atau sebagian saja (Vivin Alvian, 2002: 26)
Pendidikan dalam arti luas adalah proses pembudayaan, dimana
masing-masing anak yang dilahirkan dengan potensi belajar yang lebih besar
dari makhluk menyusui lainnya, dibentuk menjadi anggota penuh dari suatu
20
masyarakat, menghayati dan mengamalkan bersama-sama anggota lainnya
suatu kebudayaan di dalamnya termasuk ketrampilan, pengetahuan, sikap-
sikap dan nilai-nilai serta pola-pola perilaku tertentu. Pendidikan juga
dinyatakan sebagai “the transmision of culture” (Lukas and Cookriel, 1988:
352).
Pendidikan di Indonesia menganut konsep pendidikan seumur hidup,
yang bertolak dari suatu pandangan bahwa pendidikan adalah unsur esensial
sepanjang umur seseorang. Pada hakekatnya pendidikan adalah suatu proses
kehidupan masa kini dan sekaligus adalah proses untuk persiapan bagi
kehidupan yang akan datang.
Lingkungan pendidikan adalah lingkungan atau keadaan, kondisi
tempat yang ada disekitar peserta didik yang mempengaruhi berlangsungnya
proses pendidikan. Lingkungan pendidikan secara umum dibagi menjadi tiga
macam yaitu lingkungan pendidikan keluarga, lingkungan pendidikan sekolah
dan lingkungan pendidikan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan itu
mempunyai peranan yang besar dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan anak menuju terbentuknya kepribadian anak.
1. Lingkungan pendidikan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama
dan utama. Dikatakan pertama karena sejak anak masih ada dalam
kandungan dan lahir berada dalam keluarga. Dikatakan utama karena
keluarga merupakan yang sangat penting dalam proses pendidikan untuk
membentuk pribadi yang utuh. Semua aspek kepribadian dapat dibentuk di
21
lingkungan ini. Pendidik yang bertanggung jawab pada lingkungan keluarga
adalah orangtua. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang
berhubungan dengan perasaan dapat dibentuk di dalam keluarga. Misalnya
menanamkan rasa disiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir
matang, bersahaja, bersemangat, bersyukur, bertanggung jawab,
bertenggang rasa, cermat, gigih, hemat, jujur, kreatif, mandiri, mawas diri,
pemaaf, pemurah, pengendalian diri, rajin, ramah tamah, kasih sayang,
percaya diri, rendah hati, sabar, setia, adil, rasa hormat, tertib, sopan santun,
sportif, susila, tegas, teguh, tekun, tepat janji, terbuka dan ulet (Edi
Setyawan, dalam bukunya Soelaiman Joesoef, 1992: 75).
Semua sifat dan sikap diatas dapat ditanamkan dihati anak, namun
pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kematangan, kecerdasan, umur
anak, dan tingkat perkembangan anak sehingga tidak ada unsur paksaan.
Mengingat adanya ketentuan ini orang tua perlu mengetahui keadaan anak
pada setiap memberikan pengaruh.
Sebagai pendidik dalam pendidikan keluarga, maka orang tua harus
meninjau apa yang menjadi sifat umum, fungsi dan sifat khusus dari
pendidikan keluarga.
a. Sifat-sifat umum pendidikan keluarga
Yaitu sifat keluarga sebagai lembaga pendidikan yang ikut
bertanggung jawab dalam proses pendidikan . Sifat-sifat tersebut meliputi:
a) Lembaga pendidikan tertua
22
Ditinjau dari sejarah perkembangan pendidikan maka pendidikan
keluarga merupakan lembaga pendidikan yang paling tua terutama
pendidikan lahir (sejak adanya manusia), orang tua yaitu ayah serta ibu
sebagai pendidiknya dan anak sebagi terdidiknya.
b) Lembaga pendidikan informal
Yaitu lembaga pendidikan yang tidak terorganisasi, tidak mengenal
perjenjangan kronologis atas dasar usia merupakan pengetahuan/
keterampilan atau dengan kata lain tidak adanya kurikulum dan daftar jam
pelajaran yang tertulis secara resmi dalam bentuk yang tertentu dan jelas.
c) Lembaga pendidikan pertama dan utama
Dalam keluargalah, pertama anak memperoleh pendidikan sejak dia
dilahirkan dan pendidikan keluarga pula yang merupakan pembentuk
dasar kepribadian anak. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa alam
keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting, oleh
karena sejak timbulnya adat kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu
selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti tiap-tiap manusia.
d) Bersifat kodrat
Pendidikan keluarga bersifat kodrat karena terdapatnya hubungan
antara pendidik dan anak didiknya.
b. Fungsi pendidikan keluarga
Fungsi-fungsi pendidikan keluarga yang penting yaitu :
a) Pengalaman pertama masa kanak-kanak
23
Dalam pendidikan keluarga, anak memperoleh pengalaman pertama
yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak-anak
selanjutnya dan menurut penelitian para ahli , pengalaman pada masa
kanak-kanak akan mempengaruhi perkembangan individu dalam hidupnya.
b) Menjamin kehidupan emosional anak
Dalam pendidikan keluarga maka kehidupan emosional atau
kebutuhan rasa kasih sayang seorang anak dapat menjamin dengan baik. Hal
ini disebabkan karena adanya hubungan darah antara pendidik dan anak
didik, karena orang tua hanya mengahadapi sedikit anak didik dan karena
hubungan atas kasih sayangnya yang murni.
c) Menanamkan dasar pendidikan moral
Dalam pendidikan keluarga, maka pendidikan ini selanjutnya
mengarah kepada pendidikan moral anak-anak karena di dalam keluarga
tertanam dasar-dasar pendidikan moral melalui contoh-contoh yang kongret
dalam kehidupan sehari-hari.
d) Memberikan dasar pendidikan kesosialan
Dalam kehidupan keluarga sering anak-anak harus membantu
(menolong) anggota keluarga yang lain da menolong saudaranya sakit,
bersama-sama menjaga ketertiban keluarga dan sebagainya. Kesemuanya
memberi pendidikan pada anak, tertutama memupuk berkembangnya benih-
benih kesadaran sosial pada anak-anak.
e) Pendidikan keluarga dapat pula merupakan lembaga pendidikan penting
untuk meletakkan dasar pendidikan agama bagi anak.
24
Seperti tampak adanya anak yang belajar mengaji pada orangtuanya
atau tetangganya.
c. Sifat khusus pendidikan keluarga
Sifat khusus pendidikan keluarga dimaksudkan adalah beberapa hal
khusus yang berhubungan si terdidik dalam lembaga pendidikan keluarga.
Sifat-sifat yang dimaksud diantaranya yaitu :
(a) Sifat menggantungkan diri
Anak yang baru lahir memiliki sifat serta ketergantungan pada orang
tuanya, sehingga tanpa pertolongan orang tua anak tidak akan bisa
berkembang dalam hidupnya atau tidak dapat melanjutkan hidupnya.
(b) Anak didik kodrat
Terbentuknya keluarga karena pernikahan antara ayah dan ibu, maka
keluarga merupakan lembaga pendidikan yang mengikat anak secara takdir
menjadi anak didik dalam pendidikan tersebut, kecuali dalam keadaan
tertentu menyebabkan anak dipelihara oleh orang lain maka nilai anak didik
kodrat menjadi hilang. ( Soelaiman Joesoef, 1992:74-77)
2. Lingkungan pendidikan sekolah
Lingkungan pendidikan sekolah merupakan lingkungan
pendidikan yang kedua. Pada lingkungan sekolah perlu dilengkapi dengan
suasana yang ideal dan kondusif.
25
Sekolah merupakan tempat yang dapat membentuk dan melatih
kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosional. Keduanya sangat penting
bagi terbentuknya kepribadian. Manusia yang berkepribadian tidak cukup
hanya cerdas atau pandai saja, akan tetapi juga bermoral. Sekolah membantu
pendidikan moral antara lain budi pekerti disamping tugas utamanya
mencerdaskan anak melalui pemberian ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dijelaskan oleh Sikun Pribadi (1981,73) bahwa dalam lingkungan
pendidikan sekolah, anak dipersiapkan untuk memecahkan berbagai masalah
hidup, seperti mengurus kesehatannya, mencari pekerjaan, bergaul dengan
orang lain yang bukan anggota keluarga, mengurus barang-barang yang
menjadi miliknya, mempertahankan diri dari berbagai ancaman dan mengenal
dirinya sendiri. Berbagai contoh persiapan tersebut ditunjukkan kepada
perkembangan seluruh kepribadiannya, terutama perbuatan etis sebagai orang
dewasa bertanggung jawab.
3. Lingkungan pendidikan masyarakat
Lingkungan pendidikan yang ketiga yaitu lingkungan pendidikan
masyarakat. Pendidikan pada lingkungan masyarakat merupakan pendidikan
yang lebih luas dan kompleks. R.A Santoso dalam bukunya yang berjudul
“Pendidikan Masyarakat” menyatakan bahwa pendidikan masyarakat adalah
pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa termasuk pemuda di luar
batas umur tertinggi kewajiban belajar dan dilakukan diluar lingkungan dan
sistem pengajaran sekolah dasar (Sulaiman Joesoef,2000:91). Lingkungan
26
pendidikan ini memberi kesempatan yang sangat luas bagi anak dalam
mengembangkan kreativitasnya.
Proses pendidikan akan berhasil jika faktor pendidikan dipenuhi,
jika salah satu tidak ada proses pendidikan akan berjalan pincang atau dengan
kata lain bahwa faktor pendidikan harus ada semua. Adapun faktor yang
dimaksud adalah :
a. Peserta didik : orang atau sekelompok orang yang menjadi subyek
pendidikan
b. Pendidik : yang berwewenang mendidik dan mengajar
c. Tujuan pendidikan : membentuk manusia dewasa yang mampu berdiri
sendiri dan tidak tergantung orang lain ( pendidikan teoritis )
d. Lingkungan pendidikan : suatu keadaan atau kondisi yang berada
disekitar yang mempengaruhi berlangsungnya pendidikan.
e. Alat pendidikan : tindakan perlakuan atau kegiatan yang digunakan
untuk mendidik misalnya perlindungan , perhatian, hadiah, hukuman.
Adapun yang dimaksud peneliti dalam kajian pola pendidikan anak
ini adalah mengenai pendidikan anak di lingkungan keluarga, baik itu anak
kandung maupun anak pungut atau anak yang berada dalam asuhan
mereka.
B. Pola-pola Pendidikan
Kelakuan budaya diorganisasi dan dipolakan. Ini berarti bahwa
ada keteraturan, ada pola yang tidak terwujud dengan begitu saja, di
27
lingkungan masyarakat di mana anak itu dibesarkan. Dengan perkataan
lain, ada kegiatan atau kejadian-kejadian yang berlangsung berulang dan
ajeg sebagai suatu kebiasaan yang merupakan proses pendewasaan anak
yang diatur oleh norma-norma masyarakat setempat. Setiap anak
mengalami suatu proses pengkondisian, baik yang disadari ataupun tidak
disadari, di lingkungan sosial-budayanya sendiri sehingga mereka dapat
memainkan peran dalam lingkungan masyarakat. Anak senantiasa
mendapat kesempatan dalam kebudayaan yang didukung oleh masyarakat
untuk mengembangkan kepribadian atau dalam upaya memuaskan
keinginan pribadi dalam batas-batas harapan yang dimungkinkan oleh
lingkungan sosialnya. Tingkah laku mereka merupakan proses
pengkondisian sejak dini yang berlangsung secara teratur di lingkungan
keluarga sampai beberapa kurun waktu berikutnya di lingkungan (Tjetjep
Rohendi Rohidi, 2000:200)
Pola pendidikan yaitu suatu wujud, tipe, sifat, yang dikenakan
kepada anak oleh orang tua dalam kegiatan mendidik, membimbing,
mendisiplinlan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai
norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumya. Menurut Prof.
Dr.Soegeng Santoso, terdapat tiga pola pendidikan yaitu :
1. Pola pendidikan otoriter
Yaitu suatu cara mendidik yang bersifat keras, tegas, suka
menghukum dan tidak simpatik. Anak-anak cenderung dipaksa untuk
patuh terhadap perintah, nilai-nilai yang dianut orang tua dan bersifat
28
mengekang, orang tua tidak mendorong untuk mandiri, termasuk dalam
belajar karena semuanya ditentukan orang tua. Anak tidak diberi
kesempatan untuk mengemukakan atau berbuat sesuatu sesuai
keinginannya sehingga merasa tertekan. Tujuannya adalah agar anak
menurut, disiplin, tertib, tidak melawan dan tidak banyak kemauan.
Kebaikan dengan pola pendidikan otoriter yaitu sekolah atau keluarga
terlihat aman, tertib, tidak ada masalah, disiplin, tenang dan anak menurut.
Kelemahan, anak tidak ada kemauan untuk mencoba hal yang baru,
penakut, tidak memiliki kreativitas, rendah diri. Akibat lain adalah
emosinya labil, penyesuaian diri terhambat, tidak simpatik, tidak puas dan
mudah curiga serta kurang bijaksana dalam pergaulan. Akibat seringnya
mendapat hukuman dari orangtua dapat menyebabkan anak menjadi
agresif, nakal dan sejenisnya.
Menurut Stewart (1983, dalam bukunya Sutari Imam Barnadib
1986 :12) orangtua yang otoriter berciri selalu kaku, suka menghukum,
tidak menunjukkan perasaan kasih sayang dan tidak simpati. Mereka
selalu menilai anak-anak dari segi kepatuhan terhadap otoriter orang
tuanya. Orang tua yang otoriter amat berkuasa terhadap anak dan mereka
memegang kekuasaan tertinggi, maksudnya bahwa perintah-perintahnya
harus ditaati oleh anak. Menurut Sutari Imam Barnadib (1986:12)
mengatakan bahwa orangtua otoriter tidak memberikan hak untuk
mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan anak. Dari
pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang tua yang
29
menerapkan pola pendidikan otoriter ialah orang tua yang menerapkan
otoriter penuh terhadap segala aktifitas anaknya, menonjolkan kekuasaan
orang tua, bersikap kaku, suka memaksakan kehendak, selalu mengatur,
tanpa mengindahkan perasaan dan kemauan anaknya. Pola pendidikan
otoriter ini sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak.
2. Pola pendidikan permisif
Yaitu pendidikan yang lebih banyak memberikan kebebasan pada
anak untuk bertindak, berbuat atau berkreasi. Baumrind (dalam bukunya
Paul Hauck 1986 : 17) mengatakan bahwa orang tua yang menerapkan
pola pendidikan permisif, perilaku orang tua memberi kebebasan sebanyak
mungkin. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya baik dalam
belajar, bermain maupun lainnya. Anak tidak dituntut tanggungjawab,
tidak banyak dikontrol, bahkan mungkin dipedulikan. Akibat yang timbul
dengan penerapan pola ini adalah agresif, menentang atau tidak dapat
bekerjasama dengan orang lain, emosi kurang stabil,perkembangan tidak
matang, penuh ketergantungan, kurang percaya diri, sulit menghargai
orang lain, mudah frustasi, kurang bersahabat, selalu mengalami
kegagalan karena tidak ada bimbingannya. Selain itu tidak mempunyai
tujuan pendidikan yang jelas dan terencana. Dalam hal ini Hurlock (1980:
19) mengatakan bahwa pola pendidikan permisive bercirikan adanya
kontrol yang kurang. Orangtua bersikap bebas dan longgar, bimbingan
terhadap anak sangat kurang. Keadaan ini akan mempengaruhi
perkembangan kepribadian anak.
30
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pola
pendidikan permisif dalam keluarga oleh orang tua akan memberikan
kebebasan kepada anak, anak akan berjalan tanpa arah yang pasti, karena
menentukan sendiri apa yang dikehendaki, sehingga membuka
kemungkinan tindakan atau perbuatan yang menyimpang dengan tatanan
yang ada dalam masyarakat, hal ini akan merugikan anak itu sendiri.
3. Pola pendidikan demokratis
Yaitu pola pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak
untuk menampilkan kreativitasnya, tetapi dengan penuh bimbingan
pendidik. Jadi anak bebas tetapi dengan penuh pengawasan dan
pemantauan pendidik. Dalam mendidik anak diberi peluang untuk
berbicara, berpendapat, mengemukakan pandangan dan berargumentasi,
jadi anak tidak dikekang.
Baumrind (dalam bukunya Hurlock 1980: 20) mengatakan bahwa
ciri pola pendidikan demokrasi bercirikan adanya hak dan kewajiban
orangtua dan anak adalah sama dalam arti saling melengkapi. Anak dilatih
utnuk bertanggungjawab dan mencapai kedewasaannya. Orangtua selalu
mendorong untuk sangat dan penuh pengertian. Jika orangtua bertindak
sesuatu misalnya mengingatkan, maka tindakan tersebut disertai alasan
yang rasional. Suasana pola pendidikan yang demikian membuat emosi
anak stabil, mempunyai percaya diri yang kuat, memungkinkan anak
terbuka, maupun menghargai hak orang lain, peka terhadap lingkungan
31
dan bijaksana dalam bertindak, periang, mudah menyesuaikan diri dan
penuh persahabatan.
Cole (1963) (dalam bukunya Hurlock 1980: 20) mengatakan
bahwa orangtua yang menerapkan pola pendidikan demokratis selalu
memberikan penjelasan, mendiskusikan terlebih dahulu dengan anak,
sebelum menerapkan peraturan-peraturannya. Pola pendidikan demokratis
yang diterapkan orangtua memandang anak sebagai individu yang sedang
berkembang. Hal ini disebabkan karena orangtua menyesuaikan dengan
taraf-taraf perkembangan anak dengan cita-citanya, minatnya,
kecakapannya dan pengalamannya.
Keuntungan dan manfaat dengan menggunakan pola pendidikan
demokratis menurut Sutari Imam Barnadib adalah : (1) anak aktif dalam
hidupnya ; (2) penuh inisiatif; (3) percaya pada diri sendiri ; (4) perasaan
sosial ; (5) penuh tanggung jawab ; (6) emosi lebih stabil; (7) mudah
menyesuaikan diri ( Sutari Imam Barnadib, 1986: 125 )
Menurut Hurlock (1978: 61) pola pendidikan demokratis ditandai
ciri-ciri : anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan
kontrol internalnya; anak diakui keberadaanya oleh orang tua turut
dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Melengkapi hal ini Conger
(1976) (dalam bukunya Hurlock 1980: 21) menyatakan bahwa orang tua
yang menerapkan pola pendidikan demokratis lebih terbuka terhadap
anak-anaknya, anak diberi kesempatan untuk mengemukakan pandangan
32
termasuk dalam hal yang harus dilakukan dan keputusan itu dibuat atas
dasar persetujuan antara anak dengan orangtua.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pola
pendidikan demokratis dalam keluarga orangtua menempatkan anak pada
posisi yang sama dalam keluarga. Dimana anak selalu diajak diskusi
masalah-masalah yang dihadapi dalam keluarga, terutama yang
menyangkut persoalan anak itu sendiri. Antara orangtua dan anak saling
terbuka, saling menerima dan saling memberi, anak diakui keberadaannya.
Orangtua yang menerapkan pola pendidikan demokratis ini begitu
memperhatikan perkembangan kejiwaan anak.
C. Keluarga
Keluarga sebagai wadah pertama dimana manusia mengalami proses
sosialisasi awal akan sangat menentukan proses pendidikan seorang anak.
Sebagai sumber pendidikan utama, keluarga adalah tempat dimana pertama
kali diperoleh segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia dari
orangtuanya dan juga anggota keluarga yang lain, melalui suatu proses
interaksi yang berlangsung secara terus-menerus. Oleh karena itu pola,
pemikiran, sikap serta tindakan orang tua sangat berpengaruh bagi pendidikan
seorang anak.
Melalui pendidikan keluarga, dengan cara-cara yang sederhana anak
dibawa ke suatu sistem nilai atau sikap hidup yang diinginkan dan disertai
teladan orangtua yang secara tidak langsung sudah membawa anak kepada
33
pandangan dan kebiasaan tertentu, sekaligus dimulai pendidikan fisik. Proses
pendidikan yang meliputi mental, fisik dan intelektual di lingkungan keluarga
dapat berlangsung terus hingga anak dewasa. Semakin dewasa anak, peranan
orang tua semakin berkurang dan lebih bersifat mengawasi dan membantu.
Orang tua selalu siap memberikan bantuan berupa informasi atau nasehat jika
anak menghadapi jalan buntu dan tidak dapat memecahkan masalahnya
sendiri. Namun harus dijaga agar kasih sayang tidak berubah menjadi
memanjakan anak. Sebab memanjakan anak justru akan menjerumuskan
untuk seumur hidupnya (Suryohadiprojo, 1987: 98-99).
Para orangtua harus dapat mengambil sikap tegas terhadap anak,
bahkan sikap keras. Sikap demikian bukan karena kemarahan atau kebencian,
tetapi justru karena kasih sayang untuk mencegah anak jatuh dalam berbagai
kesalahan yang dapat merugikannya. Utamanya pada waktu anak masih kecil,
orangtua harus dapat menunjukkan dengan tegas apa yang dikehendaki dan
apa yang tidak disukai. Bila dengan nasehat dan teladan dari orangtua masih
saja anak berbuat hal lain yang bertentangan, maka orangtua yang sayang
kepada anaknya harus memberi teguran, dan bahkan hukuman kalau beberapa
kali teguran tidak mengubah sikap anak.
Di samping menerima bimbingan fisik, mental dan keterampilan, di
dalam keluarga anak-anak juga mengalami proses sosialisasi. Proses
sosialisasi adalah suatu proses menjadikan seseorang dalam hal ini anak,
tumbuh-kembang sebagai warga masyarakat yang memahami, menghayati
dan bertingkah laku dalam masyarakat. Tujuannya adalah agar anak dapat
34
hidup bersama-sama orang lain, secara selaras, serasi dan seimbang. Proses
sosialisasi terjadi pertamakali dalam keluarga, baru kemudian mengalami
perluasan ke luar lingkungan keluarga seperti lingkungan sekolah, teman
sebaya, masyarakat dan seterusnya ( Yaumil Achir, 1994:6 ).
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui hubungan timbal balik antara
kedua orang tua dengan anaknya. Hubungan timbal balik ini kita sebut
interaksi. Melalui interakasi dengan orang tuanya maka anak mempelajari
berbagai hal, utamanya sosialisasi nilai-nilai yang diunggulkan, yaitu :
1. Nilai-nilai Keagamaan
Nilai-nilai keagamaan seluruhnya ditujukan untuk membimbing anak
menjadi anak yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sosialisasi nilai keagamaan adalah upaya orang tua agar anak-anaknya dapat
menjalani hidup bahagia dunia dan akhirat.
2. Budi Pekerti Luhur
Biasanya orang tua ingin agar anaknya berkembang menjadi seseorang
yang memiliki budi pekerti luhur, yang dapat diajarkan atau dicontohkan
orang tua pada anaknya. Biasanya orang tua memakai patokan-patokan agama
atau patokan budaya sebagai pedoman. Lebih konkritnya, sejak kecil anak
diajarkan untuk tidak berbohong, tidak mengambil sesuatu barang miliknya,
patuh pada orang tua, berani membela kebenaran, tidak malu mengakui
kesalahan sendiri, dan sifat-sifat lainnya.
35
Budi pekerti seorang anak tergantung pada kualitas akhlaknya.
Disinilah kemudian terlihat dengan jelas kaitan antara nilai budaya dan nilai
keagamaan dengan perilaku sosial.
3. Gotong Royong
Sikap gotong royong anggota masyarakat dewasa ini boleh dikatakan
hampir pudar. Bila orang tua tidak memberi suri tauladan kepada anak
mengenai sikap gotong royong ini, maka ada kemungkinan nilai unggul
budaya bangsa kita dalam hal tolong menolong, bekerja sama dan membina
kekuatan sosial untuk tujuan mulia seperti kesetiakawanan sosial, akan segera
menipis.
4.Sikap Merendah, Tidak Sombong, Tidak Pamer
Orang yang banyak bicara tetapi tidak berisi, sering dikatakan seperti “
tong kosong yang nyaring bunyinya”. Orang seperti ini tidak begitu disukai
dalam pergaulan. Seandainya kita mempunyai banyak kelebihan, tidak
sepantasnya kelebihan tersebut dipamerkan.
5. Sikap Sabar, Ulet, Alot
Sikap-sikap ini sejak dulu dimiliki nenek moyang kita. Maka dari itu
para orang tua hendaknya senantiasa menanamkan kesabaran pada anak dalam
menganggapi berbagai masalah dalam kehidupan. Kesabaran yang disadari
oleh sikap ulet dan alot pun sudah banyak dicontohkan oleh para pendahulu
kita. Nenek moyang kita telah berhasil menciptakan berbagai peninggalan
seperti Candi Borobudur. Hasil karya tadi hanya dapat dilestarikan dengan
kesabaran, keuletan dan tekad hati saja.
36
6. Tata Krama
Tata krama tetaplah merupakan sikap dan perilaku yang perlu
ditanamkan pada anak sejak dini. Anak-anak tetap harus belajar menghargai
dan menghormati orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang dianggap
perlu. Dalam peradaban yang sedang berubah, budaya luhur bangsa tetap
harus dipertahankan, salah satu diantaranya adalah sopan santun dalam
hubungan sesama manusia. Karena itu anak dilatih untuk mengontrol ucapan,
sikap dan perbuatannya.
7. Nilai-nilai Baru
Sosialisasi nilai-nilai baru yang dituntut sesuai dengan perubahan
zaman, antara lain adalah kemandirian, kecerdasan, keuletan, rajin belajar,
bekerja keras, menghargai prestasi, sikap dan berfikir kreatif dan sikap-sikap
lain yang dianut masyarakat yang sedang berkembang ( Yaumil Agoes Achir:
7-10 ).
Dengan suasana yang baik di dalam keluarga sudah ada pencegahan
penting terhadap pengaruh dari luar. Makin dewasa, semakin banyak
kebebasan yang diberikan oleh orang tua. Anak dibiasakan tanggung jawab,
termasuk tanggung jawab atas nasibnya sendiri. Orang tua bersikap tut wuri
handayani.
Orang tua memberi pendapat , tetapi anak dibiasakan untuk
mengambil keputusan bagi diri sendiri didalam hidupnya (Suryahadiprojo,
1987:100). Keluarga dengan keterbatasan dan kemungkinan-kemungkinan
dapat merupakan tantangan dan kesempatan realisasi bagi anak. Diharapkan
37
bahwa dua hal ini dapat saling mengisi dan bermanfaat bagi perkembangan
anak secara optimal Siti Rahayu Haditono, 1987:151).
Terdapat beberapa pengartian tentang keluarga dan yang paling umum
di pakai adalah pengertian tentang Keluarga Batih dan Keluarga Luas.
Keluarga Batih (Nuclear Family)adalah satuan keluarga terkecil yang terdiri
ayah,ibu dan anak, sedangkan Keluarga Luas (Extended Family) adalah
keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih.
Sebenarnya keluarga itu sendiri merupakan suatu unit terkecil dari
lembaga masyarakat yang memiliki nilai strategi dalam upaya peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), keluarga bisa mampu menjalankan
fungsi keluarga dengan baik. Ada 8 fungsi dari keluarga (Membangun
Keluarga Sejahtera secara Mandiri, 1996 :2) yaitu :
a. Fungsi keagamaan
Yaitu fungsi yang mendorong dan mengembangkan setiap
anggotanya untuk menjadikan kehidupan keluarga sebagai wahana
pengamalan nilai-nilai agama dan untuk menjadi insan-insan agamis yang
penuh dengan iman dan takwa pada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Fungsi sosial budaya
Yaitu fungsi keluarga untuk memberikan kesempatan kepada
keluarga dan seluruh anggota keluarga untuk mengembangkan kebudayaan
bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan
c. Fungsi cinta kasih
38
Yaitu fungsi untuk memberikan landasan yang kokoh terhadap
hubungan antara anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan
anak serta hubungan kekerabatan yang penuh cinta kasih lahir dan batin.
d. Fungsi melindungi
Yaitu fungsi keluarga untuk menumbuhkan rasa aman dan
kehangatan diantara anggota keluarga dengan saling melindungi satu sama
lain.
e. Fungsi reproduksi
Merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang
direncanakan sehingga dapat meunjang tercapainya kesejahteraan
manusia.
f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan
Yaitu fungsi yang memberikan peranan kepada keluarga untuk
mendidik keturunannya agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam
kehidupannya di masa depan.
g. Fungsi ekonomi
Dimaksudkan untuk mendorong keluarga untuk meningkatkan
pendapatan materiil dan finansiil yang menunjang dan mendukung
kemandirian dan ketahanan keluarga.
h. Fungsi pembangunan lingkungan
39
Memberikan kepada setiap anggota keluarga kemampuan untuk
menempatkan diri secara serasi, selaras, seimbang sesuai dengan daya
dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.
Keseluruhan fungsi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia seorang anggota dari suatu
keluarga dan pendidikan sebagai suatu investasi sumber daya manusia
tentunya turut pula menuntut peranserta keluarga. Dalam kenyataanya
tidak seluruh keluarga mampu menjalankan fungsi-fungsi tersebut dengan
baik secara keseluruhanya, ada di antara mereka yang tidak mampu
berfungsi seperti fungsi-fungsi yang tersebut diatas dan salah satu
penyebab terjadinya ketidakmampuan kelurga berfungsi adalah karena
alasan kemiskinan.
Orang tua memang memiliki semacam tanggung jawab eksklusif
dalam hal proses membesarkan dan mengasuh seorang anak, termasuk
didalamnya adalah tentang pendidikan yang akan diterima oleh anak-anak
mereka.
Tanggung jawab tersebut tentunya harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dan untuk itulah orang tua dituntut harus dapat
menjalankan peranannya dengan baik. Namun, jika keluarga ternyata
berada pada suatu kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu
menjalankan segala fungsinya dengan baik, maka akan sangat terbuka
kemungkin untuk menurunnya kualitas sumber daya manusia (SDM) para
anggota keluarga terutama anak-anak.
40
D. Kemiskinan
Dalam setiap masyarakat atau perkembangan masyarakat dimanapun
dan kapanpun, senantiasa ada kelompok yang karena barbagai keterbatasan
yang membelenggunya, tidak dapat mensejajarkan diri dengan kelompok
lainnya untuk memperoleh dan menikmati kekayaan dan harta benda yang
berharga. Sesungguhnya, tidak ada masyarakat yang semua warga atau
kelompok di dalamnya memiliki kekayaan dan peluang secara sama rata.
Faktor penyebab utama adanya perbedaan itu adalah sistem stratifikasi sosial
dan sistem pendistribusian kekuatan sosial yang ada di masyarakat. Mereka
yang tertinggal, tidak bisa terlibat untuk berkembang bersama-sama dengan
warga masyarakat lainnya karena lemah secara ekonomi, sosial, politik dan
budaya
Kelompok atau warga masyarakat yang tertinggal itu yang dapat
digolongkan sebagai kelompok masyarakat miskin umumnya berpendidikan
rendah atau sama sekali tidak mengalami pendidikan sekolah. Mereka kurang
memiliki kesempatan untuk menyatakan dirinya, baik yang bertalian dengan
pemenuhan kebutuhan hidup materi maupun kesempatan untuk berperan
dalam organisasi sosial politik serta kurang mampu mengembangkan jaringan
sosial untuk memperoleh pekerjaan yang layak. (Tjetjep Rohendi Rohidi,
2000:17)
Kemiskinan merupakan suatu masalah sosial klasik yang mengandung
begitu banyak dimensi dan terikat pula dengan banyak hal. Dan ketika kini
41
kita membicarakan mengenai kemiskinan, sebenarnya masih banyak
perdebatan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan konsepsi kemiskinan.
Dan untuk memperkokoh validitas penelitian ini maka perdebatan –
perdebatan tersebut tidak akan di permasalahkan di sini.
Scot (1979) (dalam bukunya Tjetjep R.R, 2000:24) berpendapat
bahwa kemiskinan dapat didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk
uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan nonmateri yang diterima oleh
seseorang. Kemiskinan, pertama-tama, dapat diartikan sebagai kondisi yang
diderita manusia karena kekurangan atau tidak memiliki pendidikan yang
layak untuk meningkatkan taraf hidupnya, kesehatan yang buruk, dan
kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kedua,
kemiskinan didefinisikan dari segi kurang atau tidak memiliki aset, seperti
tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan
dapat didefinisiskan sebagai kekurangan atau ketiadaan nonmateri yang
meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang
layak, hak atas rumah tangga dan kehidupan yang layak.
Friedmann (1979) (Tjetjep Rohendi Rohidi, 2000:25) menyatakan
bahwa kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk
mengakumulasikan basis kekuasaan sosial meliputi (tidak terbatas pada):
modal yang produktif atau asset, misalnya tanah, perumahan, peralatan,
kesehatan dan lain-lain ; sumber-sumber keuangan (pendapatan dan kredit
yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk
mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi dan lain-
42
lain); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain-
lain; dan pengetahuan atau ketrampilan yang memadai, serta informasi yang
berguna untuk memajukan kehidupannya.
Coleman dan Cressy memberikan pengertian tentang kemiskinan
dengan mendefinisikannya melalui 2 jalur pendekatan, yang pertama adalah
pendekatan absolut yang menyatakan bahwa pembeda antara yang kaya
dengan yang miskin adapila suatu standar obyektif tertentu seperti misalnya
kurangnya uang untuk mendapatkan makanan, pakaian dan tempat berlindung
yang cukup, mereka yang miskin adalah mereka yang memiliki keadaan
dibawah standar obyektif tersebut. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan
relatif yang menyatakan bahwa orang miskin adalah mereka yang secara
signifikan memiliki pendapatan dan kekayaan yang kurang dari rata-rata orang
yang berada disekitar mereka (Vivin Alvian, 2002: 19)
Dimensi lain dari kemiskinan itu sendiri tidaklah hanya pada masalah
yang bisa disebut miskin dan yang mana tidak, permasalahan yang ada
sebenarnya jauh lebih kompleks dari pada itu semua. Terutama jika kita
mengetahui bahwa sebenarnya perbedaan pendapatan antara mereka yang
kaya dengan yang miskin akan membawa pengaruh-pengaruh terhadap gaya
hidup seseorang, sikap seseorang terhadap orang lain bahkan pengaruh pada
sikap terhadap dirinya sendiri.
Orang-orang yang hidup dalam kemiskinan memiliki berbagai
karakteristik diri yang mau tidak mau akan berpengaruh dalam berbagai
bidang kehidupan mereka. Karakteristik-karakteristik tersebut kebanyakan
43
muncul sebagai hasil dari upaya mereka untuk mempertahankan diri di tengah
kondisi kemiskinan yang mereka alami, yang kadangkala memang tampak
tidak berujung.
Suparlan (1984) menyatakan bahwa masyarakat miskin menganut
prinsip ekonomi bahwa hasil kerja mereka adalah hasil kerja yang harus dapat
segera dinikmati, karenanya mereka belum memikirkan masa-masa
mendatang dan itulah sebabnya mereka sangat tidak tertarik kepada segala
bentuk tabungan atau investasi.
Menurut Lincolin Arsyad, indikator kemiskinan ada bermacam-
macam yaitu konsumsi beras perkapita per tahun, tingkat pendapatan dan
tingkat kesejahteraan yang terdiri dari 9 komponen yaitu kesehatan, konsumsi
makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial,
sandang, rekreasi dan kebebasan.
Sajogjo (1977) menggunakan tingkat konsumsi beras per kapita
sebagai indikator kemiskinan. Untuk daerah pedesaan, penduduk dengan
konsumsi beras kurang dari 240 kg per kapita per tahun, sedangkan daerah
perkotaan adalah 360 kg per kapita pertahun.
Seorang ahli antropologi, Oscar Lewis bahkan pernah menyatakan
bahwa kemiskinan telah membuat para penderitanya membangun sebuah
kebudayaan tersendiri, yang disebut oleh Lewis sebagai kebudayaan
kemiskinan. Ia menyatakan bahwa kebudayaan kemiskinan merupakan suatu
hasil dari reaksi para orang miskin terhadap kesenjangan secara ekonomi yang
mereka alami dari masyarakat sekitarnya.Pertama kali kebudayaan
44
kemiskinan itu tumbuh, maka hal itu akan diturunkan dari satu generasi ke
generasi lainnya secara terus menerus.
Pramuwito juga menyatakan bahwa kemiskinan telah membuat orang-
orang yang berada didalamnya memiliki karakteristik tingkah laku yang
melekat erat dalam kehidupan mereka sehari-hari, salah satu tingkah laku
tersebut adalah tingkah laku ekonomi yang di gambarkan sebagai berikut :
- Mereka ingin bekerja yang cepat mendapatkan hasil dan karena modal yang
mereka miliki hanya otot mereka maka mereka bekerja di sektor informal.
Dengan pekerjaan itu, mereka merasa dapat langsung segera menikmati
hasilnya.
- Masyarkat miskin pada umumnya menginginkan pekerjaan yang sederhana,
tidak idealis dan yang tidak menggunakan prosedur yang rumit.
- Oleh karena pekerjaan mereka yang sederhan dan hanya mengandalkan otot,
maka sebagian besar dari mereka penghasilannya relatif kecil. Dengan
penghasilan yang relatif kecil tersebut, mereka berusaha dengan tindakan-
tindakan yang spekulatif, seperti hutang, bejudi, gadai menggadai dan lain
sebagainya.
Kemiskinan memang telah menjadi suatu masalah sosial yang sangat
kompleks dan rumit, kebanyakan cara dan metode yang di gunakan oleh
pihak-pihak yang ingin memerangi kemiskinan memang memerlukan
pendekatan yang menyeluruh dan tidak parsial. Dan karena kemiskinan
masyarakat tentang manusia, maka upaya penyelesaian masalah itu harus
dengan mempertimbangkan ketiga aspek yang melekat dalam diri manusia
yaitu aspek biologis atau fisik, aspek sosial dan aspek psikis atau pemikiran.
45
Sebagai sebuah masalah sosial konvensional telah disadari bahwa
kemiskinan memang tidak dapat dihilangkan dari seluruh wajah dunia ini
dengan total dan tanpa bersisa, tetapi kemiskinan itu sendiri sebenarnya dapat
dikurangi. Dan yang mungkin paling sering kita dengar dalam berbagai
program pengentasan kemiskinan, baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak
non pemerintah adalah tentang tujuan program-program tersebut dengan
berbagai cara dan metodenya untuk meningkatkan taraf penghasilan para
masyarakat miskin. Ini artinya ada suatu tujuan yang ingin mengurangi
kesenjangan penghasilan antara mereka yang hidup dalam kemiskinan dengan
mereka yang hidup berkecukupan.
Banyaknya perdebatan tentang batasan yang dipergunakan tentang
kategori kemiskinan dalam penelitian ini akan disederhanakan dengan jalan
memakai kategori kemiskinan menurut Pramuwito.
D. Keluarga Miskin
Di Indonesia terdapat istilah keluarga miskin yang biasanya lebih
sering disebut dengan keluarga pra-sejahtera ataupun keluarga sejahtera 1 dan
seterusnya. Di dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia tahun 1995,
disebutkan bahwa pengertian Keluarga Pra-Sejahtera adalah keluarga yang
belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dalam hal sandang,
pangan, papan dan pelayanan kesehatan yang sangat dasar. Sedangkan
keluarga Sejahtera I adalah kelarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan
dasar minimumnya dalam hal sandang, pangan, papan dan pelayanan
kesehatan yang sangat dasar tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial
psikologisnya.
46
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN )
merupakan sebuah lembaga pemerintah non-departemen telah menetapkan
suatu standar penilaian yang kemudian berguna untuk memberikan secara
jelas perbedaan antara keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I.
Untuk keluarga Pra- Sejahtera belum terpenuhi seluruh standar penilaian,
sedangkan untuk keluarga Sejahtera I kriteria 1 sampai 5 telah terpenuhi.
Standar penilaian tersebut adalah :
a. melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut oleh masing-
masing anggota keluarga.
b. pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih
c. pada umumnya anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda
untuk di rumah, bekerja untuk sekolah dan bepergian.
d. bagian terluas dari lantai rumah bukan tanah.
e. bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ( PUS ) ingin ber-KB
maka dibawa kesarana kesehatan.
f. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
g. paling kurang 1 kali seminggu keluarga menyediakan
daging/telur/ikan.
h. seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian
baru pertahun.
i. luas lantai rumah kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.
j. seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan
sehat.
47
k. paling kurang 1 orang anggota keluarga berumur 15 tahun keatas
berpenghasilan tetap.
l. seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa baca tulis
huruf latin.
m. seluruh anggota keluarga yang berusia 6-15 tahun bersekolah pada
saat ini.
n. bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih PUS ini
memekai kontrasepsi (kecuali sedang hamil).
o. mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
p. sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan
keluarga.
q. biasanya makan bersama paling kurang 1 kali dalam sehari dan
kesempatan itu dapat dimanfaatkan untuk komunikasi keluarga.
r. ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal.
s. mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang sekali
per 6 bulan.
t. dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/televisi/majalah.
u. anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai
ketentuan daerah.
v. secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela
memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk
material.
48
w. kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
perkumpulan/ yayasan/ institusi masyarakat.
Menurut Sajogjo dan Pudjiwati Sajogjo, bahwa rumah tangga yang
tergolong tak cukup dalam hal penghasilan diukur dengan ukuran senilai
(ekuivalen jual-beli) beras bukan rupiah tanpa perlu membuat perhitungan
pengaruh inflansi dan perbedaaan harga pangan di baragam daerah. Hal ini
terlihat dari laporan kasus desa Sriharjo (Kabupaten Bantul, D. I. Yogyakarta)
bahwa ukuran tingkat penghasilan “cukup” yang diambil serendah 20 kg
ekuivalen beras per orang sebulan (penghasilan Rp 10.000,00 bagi keluarga
sebesar 5 orang, jika harga beras Rp 100,00 per kg).
Kita tidak dapat mengingkari bahwa manusia adalah makhluk
berbudaya, yaitu sebagai konsekuensi logis dari hidup manusia dan
berkembang dalam kondisi kebudayaan tertentu. Manusia telah hidup,
dibesarkan dan bekerja, dalam lingkungan budaya tertentu. Tidak hanya
orang-orang dewasa yang merupakan manusia berbudaya, melainkan juga
anak-anak. Anak-anak merupakan manusia yang telah terlatih untuk dapat
berbicara dengan orang lain dengan penggunaan bahasa tertentu, manusia;
manusia yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan tertentu; manusia yang
mempunyai pengetahuan tertentu; terutama pengetahuan tentang lingkungan
dekat masing-masing; manusia yang telah mempunyai nilai-nilai tertentu yang
dijadikan pedoman untuk bertindak dan pedoman dalam menanggapi banyak
hal yang dihadapi; manusia yang berpegang pada aturan-aturan tertentu yang
telah diajarkan kepadanya sebagai pegangan dalam pergaulan dengan orang-
49
orang lain, aturan yang menyatakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
masing-masing; manusia yang telah mempunyai cara berpikir sesuai dengan
kebudayaan di lingkungannya (Bachtiar, 1987 dalam bukunya Tjetjep
Rohendi Rohidi, 2000:26)
Singkatnya, anak merupakan manusia berbudaya yang mendukung
kebudayaan tertentu yang juga dianut oleh para orang tuanya atau masyarakat
yang lebih luas.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa anak-anak dari orang tua
yang hidup dalam kondisi kemiskinan dibesarkan dan tumbuh dalam pola-
pola kehidupan masyarakat yang mendukung kebudayaan tertentu yaitu
kebudayaan yang menyiratkan adanya sifat-sifat kebudayaan kemiskinan.
Lewis(1984:32) mengatakan bahwa tatkala kebudayaan kemiskinan sudah
muncul, akan cenderung terus dilestarikan, betapa banyaknya perubahan yang
terjadi dalam kondisi lingkungan disekitar orang-orang miskin tersebut. Lewis
melihat kebudayaan kemiskinan sebagai suatu subkebudayaan yang
ditransmisikan antar generasi. Artinya dalam konteks sosialisasi dan kulturasi
adalah bahwa anak yang hidup dalam kebudayaan kemiskinan sejak dini telah
tercetak dalam kebudayaan kemiskinan tersebut ( Prof. Dr. Tjetjep Rohendi
Rohani, 2000:201).
Di Amerika dan dikebanyakan budaya barat lainnya, perbedaan
kelas sosial suatu keluarga dengan keluarga lain mampu menimbulkan
perbedaan dalam pola pengasuhan anak-anak dalam keluarga tersebut. Orang
tua yang berasal dari kelas sosial rendah sering menempatkan menempatkan
50
nilai-nilai yang tinggi terhadap karakteristik eksternal anak, contohnya adalah
kepatuhan. Sedangkan orang tua dari keluarga menengah lebih memberikan
penilaian yang tinggi terhadap karakteristik internal seperti misalnya saja
konsep diri.
Selain itu terdapat pula perbedaan dalam perilaku para orang tua
yang berasal dari kelas sosial yang berbeda, orang tua yang berasal dari kelas
sosial menengah akan lebih sering menjelaskan sesuatu dengan menggunakan
bahasa verbal, mengajarkan kedisiplinan dengan alasan dan membiarkan serta
mengijinkan anak-anak mereka untuk bertanya. Sedangkan orang tua dari
kelas sosial rendah akan lebih sering mendisiplinkan mereka dengan hukuman
fisik dan menghina anak-anak (Vivin Alvian, 2002 : 18).
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu
pendekatan penelitian yang menekankan pada kedekatan pada data dan
berdasarkan konsep bahwa pengalaman merupakan cara terbaik untuk
memahami perilaku sosial.
Sedangkan tipe atau jenis penelitian ini adalah studi diskriptif yaitu
tipe penelitian yang ingin mendiskripsikan atau menggambarkan secara
terperinci fenomena sosial tentang apa yang terjadi dengan menggunakan
51
metode studi kasus yang berupaya untuk menelaah suatu kasus secara
mendalam, intensif, mendetail dan komprehensif.
Sebagaimana disebutkan dalam tujuan, penelitian ini tidak menguji
hipotesa tetapi ingin mendiskripsikan, mengungkap dan menganalisa pola
pendidikan anak yang diberikan oleh keluarga miskin.
A. Teknik Pemilihan Informan
Prosedur pengambilan dan pemilihan informan dalam penelitian
kualitatif pada umumnya menampilkan karakteristik sebagai berikut :
1. Diarahkan tidak pada jumlah subjek yang besar, melainkan pada kasus-
kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.
2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik
dalam hal jumlah maupun karakteristik subjeknya sesuai dengan
pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian.
3. Teknik penentuan subjek dilakukan secara porposif, dimana kasus
yang dianggap sesuai dengan fenomena yang diteliti.
Dengan demikian kriteria yang dipergunakan untuk penelitian ini adalah :
a. Keluarga yang masuk dalam kategori keluarga miskin yang
memiliki karakteristik menurut Pramuwito (hal:32).
b. Keluarga yang masuk dalam kategori tidak cukup dalam hal
penghasilan yang diukur dengan ukuran senilai (ekuivalen jual-beli)
beras.
41
52
c. Keluarga yang memiliki anak usia 6-15 tahun baik laki-laki
maupun perempuan.
d. Keluarga yang memiliki anak baik anak kandung, anak pungut
maupun anak yang berada dalam asuhan mereka.
e. Keluarga yang diteliti adalah satu keluarga.
B. Lokasi Penelitian
Untuk menentukan lokasi penelitian, dilandasi oleh beberapa
pertimbangan. Pertimbangan pertama yaitu memungkinkan subyek bisa dikaji
secara mendalam. Pertimbangan yang kedua yaitu subyek memberikan
peluang untuk dapat diamati kegiatan dan interaksinya. Ketiga yaitu
memungkinkan peneliti untuk memainkan peran yang layak dalam rangka
mempertahankan kesinambungan kehadiran peneliti sepanjang waktu yang
diperlukan.pertimbangan yang terakhir yaitu adanya satuan kajian yang
memberi peluang diperolehnya kualitas data dan kredibilitas kajian.
Desa Meteseh terkenal dengan desa penghasil genting di kota Kendal
sekitarnya. Terlihat banyak home industri genting pres di desa tersebut
terutama Dukuh Krajan Barat, Dukuh Krajan Tengah dan Dukuh Teseh.
Paling sedikit pada home industri tersebut membutuhkan 2-3 pekerja. Dari
home industri yang ada, pemilik home industri sendiri yang mengerjakan dari
mencampur bahan sampai pada pembongkaran pembakaran kecuali
penggilingan bahan genting. Tetapi ada juga buruh tetap untuk ngepres
genting, untuk penjemuran genting dilakukan oleh pemiliknya. Biasanya para
53
buruh genting pres tersebut memulai bekerja kira-kira pukul 05.30 pagi
sampai pukul 04.00 sore. Dari beberapa buruh tetap pres genting, terdapat
wanita diantaranya. Dan kebanyakan dari mereka berstatus sebagai ibu rumah
tangga.
Alasan lain yang bersifat subyektif, yang secara langsung mendukung
teknis operasional lokasi kajian ini adalah bahwa peneliti pernah mengikuti
KKN 2003/2004 Di Desa Meteseh, Kecamatan Boja. Kegiatan KKN yang
berlangsung selama 40 hari. Keterlibatan peneliti dalam kegiatan selama KKN
tersebut, memperoleh keuntungan yaitu dapat menentukan lokasi penelitian
sesuai dengan masalah yang dikemukakan, yang kedua secara operasional
sudah tercipta hubungan sosial yang baik dengan pejabat daerah dan sebagian
dari warga masyarakat setempat.
Dengan pertimbangan dan alasan diatas, maka ditetapkan sebuah
lokasi yang dapat memenuhi pretimbangan dan alasan tersebut diatas. Lokasi
yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Meteseh, Kecamatan
Boja.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data,peneliti merupakan instrumen peneliti
yang utama. ( Moleong, 1991:121). Interaksi antara peneliti dengan informan
diharapkan dapat memperoleh informasi yang mampu mengungkap
permasalahan di lapangan secara lengkap dan tuntas. Beberapa alat
perlengkapan penelitian yang akan dipergunakan seperti : alat tulis, catatan
54
kancah, dan kamera foto. Alat tersebut digunakan sepanjang tidak menganggu
kewajaran pengamatan.
Ada 3 ( tiga ) teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Berikut ini dijabarkan ketiga teknik
dalam pengumpulan data :
1. Observasi/ penelitian lapangan
Observasi/penelitian lapangan yaitu peneliti langsung di lapangan
yang bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan
lingkungan, keadaan tempat tinggal dan keadaan keseharian informan.
Teknik ini dianggap kuat karena meskipun sasarannya individu,
akan tetapi selalu disadari bahwa yang dipotret adalah ”dunia sosial”
mereka, sehingga dapat ditampilkan potret masyarakat yang bersangkutan.
Data yang akan diungkap melalui observasi, antara lain : (a)
keadaan fisik rumah tangga, (b) pola perilaku orang tua dalam mendidik
anaknya, dan (c) proses sosialisasi pendidikan anak pada keluarga miskin
di Desa Meteseh, Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.
2. Wawancara
Wawancara mendalam yaitu pengumpulan data dengan jalan
mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada
informan dan jawaban. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data
yang utama dalam penelitian. Melalui wawancara, peneliti memperoleh
data atau informasi langsung dari informan , baik berkaitan dengan apa
yang ingin diketahui peneliti maupun informasi yang berhasil diungkap
55
atau direspon berdasarkan ekspresi wajah, ucapan ataupun perilaku
informan.
Bentuk wawancara yang dilakukan melalui wawancara tidak
terencana yang terfokus dan sambil lalu. Wawancara tidak terencana
terfokus adalah pertanyaan diajukan secara tidak terstruktur, akan tetapi
selalu berpusat kepada suatu pokok yang diteliti, dan kedua menggunakan
wawancara terstruktur. Wawancara mendalam (interview) digunakan
untuk mengungkap hal-hal yang terdapat di dalam “dunia mereka” yakni
meliputi kondisi sosial ekonomi keluarga, pendapatan dan pengeluaran
keluarga, model pengasuhan anak, aspirasi pendidikan serta pandangan
orang tua terhadap keberhasilan dan kehidupan di masa depan.
Pertimbangan dipilihnya teknik wawancara sebagai teknik
pengumpul data yang utama adalah : (a) sasaran penelitian adalah keluarga
miskin, memiliki anak baik kandung maupun anak asuh sehingga
wawancara akan memperlancar dalam pengumpulan data atau informasi
yang lebih akurat, (b) gejala penelitian bersifat holistik, sulit dipilah-pilah
antara gejala yang satu dengan gejala yang lain, sehingga jika digunakan
teknik lain seperti angket hanya akan menyulitkan peneliti dalam
mendiskripsikan informasi yang diperoleh, dan (c) gejala yang diteliti
bersifat alamiah sehingga sulit dilakukan penskoran.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu digunakan untuk menggali data yang tidak
dapat diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dokumentasi adalah
56
setiap pemanfaatan bahan tertulis yang tersedia yang tidak dipersiapkan
secara khusus untuk penelitian ( Lincoln dan Guba, 1985 : 228 )
Data yang akan diungkap melalui dokumentasi, yaitu : (a) luas
wilayah desa, (b) jumlah penduduk, (c) jumlah KK,dan (d) mata
pencaharian penduduk.
Pertimbangan peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk
mengumpulkan data adalah : dokumentasi merupakan sumber data yang
stabil, menunjukkan suatu fakta yang telah berlangsung dan mudah
didapatkan, data dari dokumentasi memiliki tingkat kepercayaan yang
tinggi akan kebenaran atau keabsahan, dokumentasi selalu tersedia dalam
monografi atau buku induk kantor desa, dan dokumentasi sebagai sumber
data yang kaya untuk memperjelas keadaan atau identitas subyek
penelitian sehingga dapat mempercepat proses penelitian.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam upaya pengumpulan data, peneliti yang ditempuh ada lima
langkah melalui tahap orentasi, tahap eksplorasi, tahap memberi cek, tahap
triangulasi sampai audit trail.
1. Tahap Orientasi
Tahap orientasi ini merupkan tahap awal mendekati subjek. Melalui tahap
ini diharapkan dapat diperkirakan faktor pendukung dan faktor
penghambat, sehingga dapat diperhitungkan pelaksanaan penelitian secara
cermat. Pada tahap ini pula dilakukan pendekatan dengan para sumber data
57
baik yang bersifat primer maupun yang bersifat sekunder, sehingga terbina
persahabatan dan saling percaya. Pertama-tama peneliti datang ke
Kelurahan setempat dan karyawan berdialog dengan peneliti sehingga
dapat disusun strategi untuk kegiatan selanjutnya.
2. Tahap Eksplorasi
Setelah mendapatkan gambaran secara umum lokasi/ tempat atau
kelurahan yang akan diteliti serta telah terbina hubungan baik dengan nara
sumber data, selanjutnya kegiatan meningkat pada tahap eksplorasi,
peneliti dapat terjun ke lapangan. kegiatan yang akan dilakukan adalah :
a. Menggali data dan informasi data yang diperlukan
b. Menentukan sumber data yang dapat dipercaya
c. Mendapatkan dan mengumpulkan data sesuai dengan fokus penelitian
d.Mendokumentasikan data dan informasi dalam bentuk catatan lapangan,
laporan lapangan dan buku harian lapangan. Catatan lapangan merupakan
catatan yang dibuat ketika peneliti pada saat membuat laporan kelak.
Untuk keperluan catatan lapangan ini dapat digunakan tape recorder
sebagai alat bantu. Sedangkan laporan lapangan atau field note merupakan
menuskrip sebagai hasil observasi, wawancara studi dokumentasi.
Laporan ini yang merupakan inti dari data penelitian. Oleh karena itu
pembuatannya segera dilakukan setelah pulang dari lapangan dituangkan
dalam buku harian lapangan. Oleh karena itu buku harian lapangan ini
berisikan catatan-catatan mengenai pengalaman, perasaan, kesulitan, buah
pikiran, pertimbangan-pertimbangan ketika menghadapi suatu masalah.
58
3. Tahap Mamber Check
Data diperoleh melalui tahap eksplorasi selanjutnya dilakukan
pengujian secara kritis, kegiatan ini dilakukan dalam tahap mamber check.
Ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu meminta tanggapan kepada
subjek untuk mencek kebenaran data dan melakukan koreksi serta
melengkapi terhadap hal-hal yang dirasa masih kurang sesuai atau kurang
lengkap. Untuk dapat melakukan pengujian kritis terhadap data, terutama
kepada para subjek, perlu ditanamkan hubungan baik dan saling percaya
dengan mereka selain itu nama baik mereka, serta menjaga kerahasiaan
datas oleh karena itu identitas mereka tidak mencantumkan secara jelas,
melainkan hanya tanda inisialnya saja.
4. Tahap Pengabsahan data
Setelah data dilakukan dari lapangan, langkah berikutnya yang
amat penting adalah pengecekan keabsahan data, kegiatan ini erat
kaitannya dengan tanggung jawab ilmiah terhadap hasil temuan penelitian,
pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan 4 kriteria,
sebagaimana dianjurkan Lincoln dan Guba (dalam bukunya Moleong,
2002: 175-185), yaitu
1. Terdapat derajat kepercayaan yang tinggi terdapat data (
Relidibility)
Ada beberapa teknik untuk melacak atau menggali derajat
kepercayaan data yaitu sebagai berikut :
a. Perpanjangan keikutsertaan ( Prologed Engagement )
59
Peneliti menambah waktu pengumpulan data dari alokasi
waktu yang telah dirancang agar dapat mendalami atau mempelajari
pula materi atau bahan penyuluhan dan dapat mengurangi adanya
distribusi data baik dari informan, selain tujuan tersebut perpanjangan
waktu merupakan nara sumber. Lebih lanjut diharapkan informan
memberikan data yang benar atau apa adanya.
b. Ketekunan pengamatan ( Persistence Observation )
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti mencatat dan
merekam semua informasi atau data yang sangat relevan dengan
masalah penelitian. Dengan demikian peneliti mampu menelusuri
unsur-unsur yang mendukung diskripsi masalah secara rinci, masalah
yang diamati.
c. Triangulasi ( Triangulation )
Mengecek kebenaran atau kepercayaan data dengan melihat
gejala dari berbagai sudut pandang dan melakukan pengujian temuan
dengan membandingkan data dari berbagai sumber dan dengan
berbagai teknik.
d. Referensi yang memadai ( Referential Adequasy )
Kepercayaan data dapat diperoleh dengan menggunakan
patokan bahan-bahan yang tercatat atau yang telah terekam. Bahan
referensi tersebut sebagai alat untuk menjawab kritikan-kritikan yang
muncul.
e. Pengecekan Anggota
60
Informan yang terlibat dalam pemberian data diminta untuk
memberikan tanggapan terhadap interpretasi data yang telah
diorganisir oleh peneliti. Teknik ini bermanfaat untuk memberi
kesempatan atau tambahan ( pelengkap ), memperbaiki penafsiran data
yang salah dan memberikan kesempatan untuk merangkum hasil
perolehan sementara sehingga akan memudahkan dalam penganalisaan
data.
2. Penerapan keterlibatan ( Transferbility )
Keabsahan data dapat diperoleh dengan memberikan deskriptif data
yang memungkinkan seseorang (pembaca) dapat mengalihkan hasil
penelitian ke daerah lain sesuai dengan konteknya. Usaha mempertinggi
keteralihan dapat dilakukan dengan melaporkan hasil temuan secara rinci
diharapkan sesuai dengan konteks penelitian dan fokus penelitian. Deskripsi
secara rinci diharapkan memudahkan pembaca dalam memahami temuan
dan memanfaatkannya sebagai landasan berpijak dalam mengambil
keputusan.
3. Ketergantungan terhadap data ( Dependentability )
Dalam penelitian non kualitatif sering disebut relibilitas. Penelusuran
data mentah, data yang telah direduksi dan hasil kajian dilakukan oleh
evaluator. Pelaksanaannya menggunakan catatan tentang pengembangan
instrumen dan konstruksi data dan hasil sintesis, seperti integrasi konsep
penafsiran hasil temuan dan penarikan kesimpulan.
4. Kepastian data ( Confirtability )
61
Gambaran tentang kepastian data dapat diupayakan dengan
memperhatikan catatan kancah, koherensi internalnya dalam penyajian
penafsiran dan simpulan-simpulan peneliti. Upaya tersebut dilakukan
dengan cara minta dosen pembimbing untuk melakukan audit kesesuaian
temuan penelitian yang digunakan, melaporkan proses dan hasil temuan
penelitian kepada audior untuk mendapatkan kritik dan saran dalam rangka
perbaikan.
Dalam penelitian keabsahan data dilakukan melalui triangulasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan diluar data itu, untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data ( Moleong, 1995:179 ).
Macam triangulasi : 1) sumber, 2) metode, 3) peneliti, dan 4) teori.
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek baik derajat
kepercatatan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda. Triangulasi metode menurut Patton (1987) terdapat dua strategi,
yaitu : (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama. Triangulasi peneliti yaitu
memanfaatkan peneliti yang lainnya untuk keperluan pengecekan kembali
derajat kepercayaan. Triangulasi teori menurut Lincoln dan Guba (1981)
bahwa berdasarkan fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori dan dinamakan penjelasan
pembanding (Moleong, 2000: 178).
62
Triangulasi merupakan proses pengujian terhadap keabsahan data
yaitu dilakukan dengan cara menggunakan suatu yang lain untuk keperluan
pengujian, atau sebagai pembanding terhadap yang ada. Beberapa cara
untuk melakukan pengujian keabsahan data dengan triangulasi yaitu : (a)
membandingkan hasil wawancara, antara yang dilakukan ketika ada orang
banyak atau ada orang lain dengan yang dilakukan dengan empat mata (b)
membandingkan fenomena-fenomena berupa kasus responden dengan
pendapat perangkat atau pandangan seseorang (c) membandingkan data
antara yang diperoleh melalui wawancara dengan yang diperoleh melalui
observasi, serta dokumentasi (d) membandingkan data yang diperoleh dalam
waktu yang berbeda atas data dan teknik yang sama.
5. Tahap Audit Trail
Tahap ini merupakan tahap pemantapan yang dimaksudkan untuk
membuktikan kebenaran data yang disajikan dalam laporan penelitian
untuk memudahkan penelusuran terhadap data yang sah, setiap data-data
yang ditampilkan disertai dengan keterangan sesuai dengan etika
penelitian, penyebutan terhadap sumber data yang sebatas penyebutan
saja, formasikan menjadi kesimpulan-kesimpulan yang singkat dan
bermakna.
E. Analisis Data dan Interpretasi
Data yang terjaring melalui ketiga teknik penelitian yaitu observasi,
wawancara dan dokumentasi masih merupakan data mentah. Oleh karena itu
63
akan dilakukan pemilihan, pereduksian, pengelaborasian dan untuk
selanjutnya diadakan analisis sesuai dengan tujuan penelititian. Jadi melalui
kegiatan ini, semua data dan informasi yang telah terkumpul disederhanakan
dan ditransformasikan menjadi kesimpulan-kesimpulan yang singkat dan
bermakna.
1. Analisis data
Dalam proses analisis data, dilakukan langkah kegiatan yang
mencakup teorisasi, analisis induktif, analisis tipologis dan neumerasi.
Langkah-langkah tersebut tidak bersifat diskrit antara yang satu dengan
yang lainnya. Selain itu, proses analisis data inipun terpisah dengan proses
pengumpulan data. Hal ini sesuai dengan karakteristik analisis data yang
bersifat kualitatif.
Bagian-bagian konsep yang akan dianalisis berdasarkan tahapan-
tahapan tersebut adalah : (a) gambaran secara umum keadaan geografi dan
kependudukan (b) keadaan sosial ekonomi (c) keadaan sosial budaya dan
(d) tentang potensi pendidikan keluarga yang mencakup tingkat
pendapatan keluarga, kontribusi orang tua terhadap pendidikan dan
aspirasi pendidikan keluarga.
a. Tahap Teorisasi
Tahap ini merupakan kegiatan pembahasan data dan informasi
yang telah terjaring dari responden. Tahap teorisasi merupakan proses
untuk mengabstraksikan fenomena-fenomena, membuat kategorisasi dan
mencari keterkaitan antar fenomena tersebut. Pada dasarnya tahap
64
teorisasi dilakukan sejak awal kegiatan pengumpulan data. Dalam
pelaksanaannya, peneliti menyediakan lembaran-lembaran untuk
mencatat data, baik yang bersifatt silent data maupun yang berupa
human orally data. Hasil dari tahap ini berupa konstruk-konstruk
(kesimpulan yang bersifat tentatif ).
b. Tahap Analisis Induktif
Tahap ini diawali dari fenomena/fakta empirik lapangan yang
selanjutnya diambil dalam konstruk yang lebih luas. Kesimpulan-
kesimpulan yang bersifat tentatif sebagai hasil dari teorisasi, kemudian
direduksi dan dimodifikasi agar selaras dengan fokus dan tujuan
penelitian. Proses ini adalah proses analisis induktif, melalui analisis
induktif ini akan diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang lebih singkat
dan jelas meskipun masih bersifat tentatif.
c. Tahap Analisis Tipologi
Meskipun telah dikukan penyederhanaan dan kategorisasi dan
melalui kegiatan analisis induktif, namun kesimpulan yang dihasilakan
masih belum menggambarkan keterkaitan antara beberapa hal yang
dikehendaki oleh fokus dan tujuan penelitian. Oleh karena itu dilakukan
kegiatan analisis tipologis, yaitu kegiatan yang membandingkan,
menarik implikasi, serta membuat kategorisasi baru, sehingga nantinya
kesimpulan yang diperoleh semakin halus dan jelas.
d. Tahap Enumerasi
65
Penghalusan data yang terakhir sebelum dilakukan interpretasi
adalah berupa kegiatan enumerisasi. Seperti pada tahap analisis tipologi
pada tahap inipun berisikan kegiatan penyederhanaan dan kategorisasi
yang ditujukan pada hal-hal yang diras kurang mengena ataupun
terhadap mata rantai yang terputus dari hasil analisis tipologis, yang
berkenaan dengan bahasa maupun yang berkenaan dengan konteknya.
Jadi enumerisasi merupakan kegiatan pengelaborasian kembali,
sehingga data dan informasi yang ada dapat dimaknakan secara holistik,
dari tahap ini nantinya akan diperoleh data yang siap untuk dilakukan
interpretasi terhadapnya.
2. Interpretasi data
Interpretasi data merupakan kegiatan yang bersifat reformatif. Jadi
tidak sekedar sekedar diskriptif biasa, seperti kegiatan analisis data. Atau
sering disebut bahwa proses interpretasi masalah pemaknaan yang
berlandaskan etic (dalam pendekatan penelitian kualitatif dikenal pandangan
emic dan pandangan etic). Jika pandangan emic peneliti berbicara atas dasar
perspektif informen, maka dalam pandangan etic peneliti berbicara dalam
perspektif keilmuan. Jadi dalam hal ini temuan-temuan yang diperoleh
melalui peneliti dituntut mampu menafsirkan, melakukan keterkaitan
konsep, serta pada akhirnya membangun pemahaman-pemahaman baru.
Dalam upaya proses interpretasi inilah diperlakukan analisis dan
sintesis secara kritis antara telaah teoritik yang menjadi dasar kerangka
66
acuan, hasil-hasil penelitian, serta temuan-temuan yang diperoleh dari
peneliti lain sejenisnya.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
Bab ini menyajikan deskripsi data kasus hasil penelitian dan
pembahasannya. Untuk mempermudah pemahaman di dalam mengkaji bab
ini berturut-turut disajikan sistematika kerangka sajian sebagai berikut : (a)
kondisi demografis desa Meteseh, (b) deskripsi hasil penelitian (c) analisis
hasil penelitian.
A. Kondisi Demografis Desa Meteseh
Desa Meteseh sebagai salah satu desa yang berada di wilayah
Kecamatan Boja, merupakan suatu wilayah yang memiliki beberapa
67
karakteristik tertentu dan salah satunya adalah karakteristik dalam kondisi
demografis.
Berikut ini disajikan beberapa karakteristik demografis yang ada di
wilayah Desa Meteseh ini.
1. Kondisi Geografis
Desa Meteseh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal memiliki luas
751.293 Hm. Ketinggian dari permukaan laut 280 m, dengan suhu udara
rata-rata 280
C - 300 C. Desa Meteseh secara administratif terdiri dari 7
dusun yaitu Krajan Barat, Krajan Timur, Krajan Tengah, Slamet, Teseh,
Rowosari dan Segrumung dan dibagi menjadi 8 RW dan 46 RT. Desa
Meteseh dipimpin oleh Kepala Desa dan dibantu oleh Sekretaris Desa,
Kepala Urusan Kesejahteraan, Kepala Urusan Pembangunan dan Kepala
Dusun. Lembaga-lembaga yang berada di pemerintahan Desa Meteseh yaitu
Lembaga Ketahanan Musyawarah Desa ( LKMD ), Lembaga Musyawarah
Desa (LMD), Badan Perwakilan Desa ( BPD) dan Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga ( PKK ).
2. Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin
Dalam tabel di bawah ini, disajikan data mengenai jumlah
penduduk Desa Metesah berdasarkan kategori jenis kelamin :
Tabel 1. Jumlah Penduduk DesaMeteseh
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki
Perempuan
3.505
3.849
49 %
51 %
68
Jumlah 7.152 100 %
Dari tabel di atas tersebut terlihat bahwa penduduk perempuan
di Desa Meteseh adalah lebih banyak daripada penduduk laki-laki,
walaupun memang perbedaan yang ada tidaklah terlalu besar dan juga tidak
terlalu mencolok.
3. Komposisi Penduduk menurut Mata Pencaharian
Sebagian besar warga Desa Meteseh bermata pencaharian
sebagai petani. Luas lahan pertanian meliputi lebih dari separuh wilayah
desa. Hasil pertanian yang menonjol adalah pisang, rambutan dan durian.
Akan tetapi untuk sekarang ini banyak yang bekerja sebagai buruh, baik itu
buruh pabrik maupun buruh dari home industri di wilayah desa tersebut
yaitu home industri pengrajin genting pres. Selain itu mata pencaharian
warga Desa Meteseh adalah sebagai pengrajin, pedagang, jasa angkutan,
buruh tani, buruh bangunan dan sebagian kecil bekerja sebagai PNS, TNI /
POLRI.
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Mata Pencaharian Warga Desa Meteseh
Mata Pencaharian Frekuensi Persentase
Petani 667 39,86 %
Buruh Tani 210 12,56 %
Pengusaha 52 3,10 %
Buruh Industri 346 20,68 %
69
Buruh Bangunan 270 16,14 %
Pedagang 30 1,79 %
Pensiunan 22 1,32 %
PNS 26 1,55 %
Nelayan - 0 %
Lain-lain 50 2,99 %
Jumlah 1673 100 %
5. Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang tersedia di Desa Meteseh, yaitu :
Tabel 3. Fasilitas Pendidikan di Desa Meteseh
No Nama Tingkat Lokasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
YKTM Farming
Meteseh 0I
Meteseh 02
Meteseh 03
Meteseh 04
Meteseh 05
Pertiwi 01
Pertiwi 02
Pertiwi 03
Sekolah Menengah Kejuruan
Sekolah Dasar
Sekolah Dasar
Sekolah Dasar
Sekolah Dasar
Sekolah Dasar
Taman Kanak-kanak
Taman Kanak-kanak
Taman Kanak-kanak
RW 01
RW 04
RW 02
RW 03
RW 06
RW 08
RW 02
RW 08
RW 07
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa di desa Meteseh sudah
tersedia sarana pendidikan meskipun belum lengkap.
4. Komposisi Penduduk menurut Agama
70
Komposisi terbesar penduduk Desa Meteseh adalah pemeluk
agama Islam, hal ini kemudian berimbas pada fasilitas-fasilitas sosial yang
berada di wilayah desa ini seperti jumlah Mesjid dan Mushola, dan juga
hadirnya sarana pendidikan yang bernuansakan Islam seperti Taman
Pendidikan Al-Quran ( TPA). Selain itu kegiatan yang bernuansakan Islam
dilaksanakan di masyarakat dianataranya yaitu kegiatan Berjanjen,
Kumpulan Jamaah Yasin baik ibu-ibu atau bapak-bapak, pengajian
selapanan dan kesenian rebana.
Dibawah ini akan disajikan data mengenai jumlah penduduk
Desa Meteseh menurut agama yang diyakini.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Meteseh Menurut Agama yang Diyakini
Agama Frekuensi Persentase
Islam
Kristen Protestan
Kristen Katolik
Hindhu
Budha
6.900
226
26
-
-
96,48 %
3,15 %
0,36 %
0 %
0 %
Jumlah 7.152 100 %
6. Fasilitas Sarana Peribadatan
Berikut ini akan disajikan tabel yang memuat data mengenai sarana-
sarana peribadatan yang terdapat di wilayah Desa Meteseh :
71
Tabel 5. Sarana Ibadah di Desa Meteseh
Jenis Sarana Jumlah
Mesjid
Mushola
Gereja
Vihara
Pura
10
21
-
-
-
Melihat pada tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa hanya sarana
ibadah umat Islam saja yang tersedia di Desa Meteseh, dan hal ini karena
komposisi terbesar penduduk menurut agama di wilayah Desa Meteseh
adalah pemeluk agama Islam.
7. Fasilitas Kesehatan
Di Desa Meteseh terdapat satu orang bidan desa yang bertempat
tinggal di sebelah balai desa Meteseh. Kegiatan Posyandu dilaksanakan
secara rutin satu bulan sekali. Selain itu di Desa Meteseh terdapat dua
orang dokter umum dan biasanya mereka membutuhkan jasa dokter tersebut
ketika salah satu keluarga mereka sakit karena Puskesmas Boja terletak jauh
dari wilayah desa tersebut.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Profil Keluarga Informan
Keluarga ini adalah keluarga besar dengan empat orang anak. Pak
UI adalah seorang warga desa Meteseh yaitu dusun Segrumung yang lahir di
72
Jakarta pada tahun 1950 Pak UI adalah anak pertama dari 5 saudara. Sejak
kecil Pak UI belum pernah melihat ayahnya karena ayahnya telah meninggal
sejak Pak UI berumur 4 bulan dalam usia kandungan. Empat saudara yang
lain berbeda ayah dengan Pak UI. Sejak umur 1 tahun Pak UI tinggal dan
diasuh dengan kakak laki-laki ibu Pak UI.
Pak UI hanya bersekolah di Sekolah Rakyat ( belum ada SD ) dan
itupun Pak UI drop out di kelas satu dengan alasan rumah Pak UI jauh dari
sekolahnya. Jarak sekolah dengan rumahnya yaitu kurang lebih 6 km.
Waktu itu belum ada angkutan desa seperti saat ini, karena alat transportasi
memang belum masuk desa tersebut. Sehingga Pak UI harus berjalan kaki.
Seperti penuturannya :
“Yo...teko wegah sekolah. Lha wong adoh seko ngomah.Jarake
seko ngomah kurang luwih 6 km, kuwi we nggo mlaku. Ora koyo saiki ono
angkot, mbiyen hurung ono angkot mlebu ndeso, ono trek we mbiyen aku
gumun tak elus-elus treke he..he..”.
(Ya...tidak mau sekolah saja. Karena jauh dari rumah. Jaraknya
dari rumah kurang lebih 6 km, itupun harus jalan. Nggak seperti sekarang ada
angkot, dahulu belum ada angkot masuk desa, ada truk saja dulu aku heran
dan saya sentuh –sentuh truknya he..he..).
Kakak dari Ibu Pak UI mempunyai 3 anak angkat salah satunya Pak
UI. Karena ketiga anak asuhnya tidak sekolah, mereka disuruh untuk
mencari kayu bakar di hutan karet setiap hari yang jauh dari rumahnya
Ketika mereka tidak mau, mereka sering kena marah dan dipukuli. Pernah
73
suatu hari Pak UI diikat di tiang jemuran seharian tanpa dikasih makan dan
minum padahal waktu itu sedang musim kemarau, yang sebelumnya Pak UI
dipukul sampai badannya berdarah dan disiram air garam.
Setelah berumur 11 tahun Pak UI pergi dari rumahnya dan ke kota
Semarang. Disana Pak UI merasa bebas dan pergaulannya pun tidak terarah
yang akhirnya pada usia tersebut Pak UI sudah mengenal minum-minuman
keras dan sampai melakukan tindakan kriminal yang kemudian
mengakibatkan Pak UI keluar masuk penjara. Terakhir Pak UI keluar dari
penjara sekitar tahun 1972. Sejak saat itu Pak UI mulai tersadar dan
hidupnya lambat laun mulai terarah. Sejak saat itu Pak UI mencoba bekerja
dengan membuka tambal ban di Simpang Lima yang waktu itu adalah GOR.
Peralatan yang digunakan dari dahulu sampai sekarang belum ada
peningkatan, misalnya saja Pak UI ingin mengganti pompa angin dengan
kompresor tetapi belum bisa. Pak UI buka tambal ban di emper salah satu
toko di Simpang Lima. Dan hanya pekerjaan itu yang digeluti untuk
mencukupi keluarganya sampai sekarang.
Penghasilan Pak UI saat ini rata-rata Rp 300.000,00 perbulan.
Menurutnya, penghasilan dahulu lebih mencukupi kebutuhannya daripada
penghasilan saat ini. Menurutnya bukan karena anaknya sudah banyak tetapi
karena uang saat ini banyak tetapi tidak ada artinya. Seperti penuturannya :
“Duit saiki karo mbiyen bedo. Duit Rp 1.500,00 mbiyen ki aji
ketimbang Rp15.000,00 duit saiki. Lha pie..mbiyen duit Rp 1500,00 iso tuku
beras 7 kilo we turah wis iso mangan enak nganggo iwak opo endok.
74
Padahal aku mbiyen entuke biso luwih seko semono. Saiki duit Rp15.000,00
kasarane tuku beras, gawe blonjo, gawe nyangoni anake kurang”
(Uang sekarang dengan dahulu berbeda. Uang Rp 1.500,00 dahulu
lebih banyak nilainya daripada Rp 10.000,00 uang sekarang. Lha gimana...
dahulu uang Rp 1.500,00 sudah bisa membeli beras 7 kilo saja uang masih
sisa dan bisa makan enak pakai daging atau telur. Padahal aku dahulu
dapatnya bisa lebih dari segitu. Sekarang uang Rp 10.000,00 untuk membeli
beras, belanja, untuk memeberi uang saku anaknya kurang).
Pak UI menikah tahun 1979 dan tinggal di Semarang. Waktu itu
Pak UI dan istrinya tinggal di gerobak. Pada tahun 1984 anak pertama Pak
UI lahir. Pada saat anak tersebut berumur 4,5 tahun, meminta untuk sekolah.
Karena biaya sekolah di kota sangat mahal, maka Pak UI dan istrinya
memutuskan untuk tinggal di desa Meteseh meskipun Pak UI masih bekerja
di Semarang sebagai tambal ban dan harus pulang seminggu sekali ke
rumah. Biasanya Pak UI beristirahat dirumah 1-2 hari. Di rumah pun Pak UI
sering membantu istrinya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, mencari
kayu di hutan karet atau mencari kayu di kebun milik saudara Pak UI yang
agak jauh dari rumah.
Istri Pak UI yaitu Ibu S adalah anak ketiga dari 4 bersaudara, lahir
tahun 1967 di Salatiga. Ia bersama keluarganya pindah ke Desa Brayo,Boja
pada tahun 1970. Pada tahun 1972 Ibu S dan keluarganya pindah ke desa
Meteseh karena tanah dan rumah di desa Brayo dijual untuk membeli tanah
di desa Meteseh. Pekerjaan orang tua Ibu S adalah pembuat gula merah.
75
Ibu S sama sekali tidak mengenyam bangku sekolah. Hal ini karena
Ibunya tidak pernah mengijinkan Ibu S untuk sekolah. Menurut Ibu S, orang
tuanya tidak mau menyekolahkan Ibu S karena Ibu S adalah seorang
perempuan, ibunya bilang bahwa seorang perempuan sekolahnya yaitu di
sawah untuk mencari padi (atau istilah jawanya yaitu ngasak) atau mencari
jagung atau mencari kacang tanah dan alat untuk menulisnya yaitu ani-ani
(alat pemotong padi), caping dan tenggok (alat yang berasal dari bambu).
Ibu S berangkat mencari padi sejak dini hari yaitu pada saat terdengar adzan
subuh sampai Dzuhur. Jika Ibu S belum bangun atau ibunya lebih dahulu
bangun Ibu S selalu dimarahi bahkan seringkali Ibu S mendapat siraman air
bekas cuci piring. Lebih-lebih jika Ibu S tidak mau berangkat, ibunya tidak
segan-segan untuk memukulnya. Bapak dari Ibu S sendiri tidak pernah
menghiraukan Ibu S yang selalu dipukul oleh ibunya.
Menurut ceritanya, Ibu S dahulu sehari makan dua kali yaitu siang
dan malam. Pagi hari sebelum berangkat ngasak, Ibu S makan ketela rebus.
Ibu S juga mendapat uang jajan meskipun jumlahnya lebih sedikit daripada
kedua kakak dan adiknya. Dengan keadaan yang demikian Ibu S selalu
berpikir bagaimana caranya untuk bisa keluar dari rumah dan mempunyai
uang sendiri. Suatu ketika Ibu S meminta ijin kepada ibunya untuk pergi ke
Arab Saudi untuk menjadi TKW, ibunya melarang dengan menakut-nakuti
akan dibuang di laut dan dimakan ikan besar. Pada saat itu, untuk pergi ke
Arab Saudi masih menggunakan sarana kapal laut. Karena rasa takut
tersebut, akhirnya Ibu S mengurungkan niatnya untuk pergi ke Arab Saudi,
76
meskipun bukan berarti ibu S tidak ada keinginan lagi untuk pergi dari
rumah. Pada akhirnya Ibu S bisa pergi dari rumah yaitu hanya dengan
pakaian satu stel yang dipakainya dan satu stel pakaian yang dibungkus
dengan plastik, Ibu S pergi ke Jakarta ikut truk. Ibu S di Jakarta bekerja
sebagai kuli bangunan. Setelah dua tahun bekerja Ibu S pulang ke rumah
dan hasil kerjanya diberikan kepada orang tuanya dan untuk biaya rumah
sakit yang pada saat itu adiknya terkena penyakit typus dan harus dirawat di
rumah sakit. Ibu S bekerja lagi menjadi pembantu rumah tangga di kota
Semarang. Pada tahun 1977 Ibu S berhenti menjadi pembantu rumah tangga
dan bekerja di salah satu rumah makan di kota Semarang. Pada saat itulah
Ibu S pertama kali bertemu dengan Pak UI dan akhirnya menikah pada
tahun 1979. Setelah menikah dengan Pak UI, Ibu S bekerja sebagai buruh
pencuci pakaian di perumahan Anggrek dekat tempat tinggalnya. Setelah
pindah ke desa Meteseh, Ibu S mencoba dengan membuka usaha genting.
Karena manajemen usahanya kurang tepat akhirnya usahanya bangkrut.
Kemudian Ibu S bekerja sebagai buruh genting pres di salah satu usaha
genting milik tetangganya. Setiap hari Ibu S bekerja sejak pukul 6 pagi
sampai pukul 3 sore. Ibu S bisa memperoleh 250-300 genting setiap harinya.
Setelah bahan genting habis, pada saat itulah Ibu S menerima upah. Rata-
rata Ibu S bekerja selama 12 hari dan penghasilannya rata-rata Rp
75.000,00. Untuk menunggu tanah bahan genting digiling, Ibu S mengisi
waktu luangnya kurang lebih 1 minggu untuk mencari kayu atau
menggantikan buruh genting pres yang lain atau istilahnya “pocokan/
77
srobotan” dan hasil pocokan tersebut kurang lebih Rp 10.000,00 – Rp
20.000,00.
Jika dikalkulasi penghasilan Pak UI dan Ibu S rata-rata Rp
400.000,00 setiap bulannya. Keluarga ini harus mengeluarkan biaya bulanan
secara hati-hati. Pengeluaran yang dianggap paling besar yaitu untuk
keperluan makan keluarga yaitu Rp250.000,00; untuk biaya sekolah dan
TPQ Rp 25.000,00 ; untuk uang jajan Rp 15.000,00 untuk membayar listrik
Rp15.000,00, untuk kepentingan sosial Rp 5.000,00, membayar cicilan
hutang Rp 30.000,00 dan arisan Rp 10.000,00. Jika dikalkulasi antara
pemasukan dan pengeluaran, Pak UI dan Ibu S mempunyai sisa uang
sejumlah Rp 50.000,00. Sisa tersebut menurut Pak UI dan Ibu S tidak
pernah menikmati karena selalu ada kebutuhan yang mendadak seperti salah
satu keluarga atau saudara ada yang sakit atau meninggal atau apa saja yang
mengharuskan mengeluarkan uang. Namun yang sering menjadi kendala
yaitu kadang-kadang dalam waktu yang cukup lama Pak UI di rumah tidak
bekerja atau Pak UI mendapat hasil yang sedikit biasanya itu terjadi pada
musim penghujan. Penghasilan Pak UI tidak cukup untuk makan sekeluarga
dalam satu bulan. Begitu juga dengan Ibu S, jika kondisi badan kurang
sehat, tidak berangkat bekerja atau bahan genting keras, Ibu S sering merasa
cepat capek. Seperti saat ini Ibu S menceritakan kadang hasil ngepres bisa
kurang karena badannya sekarang sudah lemah.
“ Aku saiki entuke ora akeh...awakku wis ora kuat, opo meneh nek
lemahe atos,lara kabeh rasane....”
78
(Aku sekarang dapatnya tidak banyak... badanku sudah tidak kuat,
apalagi kalau tanahnya keras, sakit semua rasanya....)
Ibu S bercerita bahwa ia memang tidak bisa terlalu lelah, karena
tubuhnya tidak memiliki ketahanan bekerja seperti wanita lain. Ia mengakui
sering merasa lemas karena kurang darah dan tekanan darahnya rendah. Jika
ia bekerja secara berat sebentar saja ia akan sakit dan kemudian tidak dapat
mengerjakan apapun meskipun pekerjaannya berat. Menurutnya, uang
sejumlah itu tidak cukup untuk kebutuhan keluarganya apalagi jika
suaminya sedang sepi atau lama di rumah, Ibu S sering menjual ayamnya
untuk uang belanja bahkan tidak jarang Ibu S pinjam uang kepada pemilik
usaha genting tempat bekerjanya dan di kembalikan dengan cara dipotong
upah kerjanya. Ibu S bercerita bahwa Ibu S jarang meminta uang kepada
anaknya meskipun sudah bekerja juga sebagai buruh genting pres. Ibu S
merasa kasihan meskipun kadang tanpa meminta, anaknya sering
memberinya uang untuk belanja.
“ Nek aku njaluk anakku rasane mesakke... ben ditabung karo gawe
tuku rokok. Yo kadang aku njaluk, kadang... aku ora nembung teko diwenehi
kanggo blonjo....”
(Kalau aku minta anakku rasanya kasihan... biar ditabung dan buat
beli rokok. Ya kadang-kadang aku minta, kadang-kadang.... aku tidak
meminta dikasih begitu saja untuk belanja ...)
79
Keadaan yang sering dapat memaksanya untuk tetap bekerja
misalnya ketika Pak UI lama dirumah dan uang belanja serta uang saku
anak-anak sudah menipis atau habis.
“ Nek aku ora ngepres meh mangan opo, bocah-bocah sangu njaluk
sopo, bayar sekolah seko ngendi.....”
(Kalau aku tidak ngepres mau makan apa, uang saku anak-anak
minta siapa, bayar sekolah dari mana....)
Menurut Pak UI dan Ibu S, latar belakang pendidikan khususnya
sekolah, tidak merupakan suatu penyebab dari keadaan ekonominya. Seperti
penuturan Pak UI, bahwa semua yang mereka jalani ini merupakan takdir
mereka dari TUHAN.
Keluarga Pak UI dan Ibu S tinggal di Desa Meteseh RW 2 RT 2.
Rumah yang saat ini dihuninya terbuat dari papan. Luas rumahnya sekitar
85 m2. Menurut Ibu S rumah yang saat ini dihuni merupakan warisan dari
orang tuanya. Rumah tersebut dibagi menjadi 3 kamar tidur, 1 ruang tamu
dan dapur yang sekaligus digunakan sebagai ruang makan yaitu dengan
meletakkan meja kecil ukuran 1x1 m dengan 1 kursi panjang dan satu ruang
kecil yang digunakan untuk tempat sholat yaitu dengan meletakkan amben
buatan sendiri dari papan. Adapun peralatan rumah tangga yang dimilikinya
yaitu 1 stel meja kursi, 1 bifet yang sudah agak kropos papan-papannya dan
digunakan sebagai lemari pakaian, 3 tempat tidur dari papan yang dibuatnya
sendiri dan peralatan dapur. Lantai rumah Pak UI dari tanah. Listrik yang
digunakan menyalur dari tetangganya. Untuk keperluan minum, MCK
80
menggunakan sumur yang menurut Ibu S sumur tersebut juga peninggalan
dari orangtuanya. WC dan kamar mandinya tidak permanen serta terpisah
dari rumah. Kamar mandi dibuat dekat sumur dengan dinding yang berasal
dari spanduk bekas dan kakus tidak permanen yaitu dibuat hanya dengan
membuat lubang agak besar yang tidak jauh dari rumah dan kamar mandi.
Dinding kakus juga terbuat dari spanduk bekas.
Adapun anak dari Pak UI dan Ibu S adalah MA (laki-laki, berumur
21 tahun) lulus STM dan bekerja sebagai buruh genting pres ,MI
(perempuan,18 tahun ) lulus SLTP, MU ( laki-laki, 14 tahun ) drop out kelas
2 SD, ME (perempuan, 11 tahun) duduk dikelas 5 Sekolah Dasar Meteseh
02.
Seperti layaknya desa yang lain, warga Desa Meteseh sering
mengadakan kegiatan masyarakat seperti jamaah Berjanjen dan Yasin, PKK,
gotong royong dan kegiatan masyarakat yang lain. Sebagai warga, Pak UI
dikatakan sebagai warga yang pasif dengan kegiatan masyarakat karena
jarang dirumah, ketika Pak UI dirumah dan ada undangan rapat warga atau
undangan tahlilan kadang diwakilkan oleh anaknya yang pertama yaitu MA.
Lain halnya dengan Ibu S, beliau sudah hampir satu tahun tidak mengikuti
kegiatan jamaah Yasin dan Berjanjen yang diadakan setiap hari rabu malam.
Waktu itu Ibu S mengundang jamaah untuk datang kerumahnya, namun
hanya dua orang saja yang datang padahal Ibu S sudah mempersiapkan
segalanya termasuk makanan. Alasan jamaah lainnya tidak datang karena di
rumah Pak UI dan Ibu S ada seekor anjing. Ketidakhadiran jamaah tersebut
81
akhirnya Ibu S memilih untuk keluar meskipun pemimpin jamaah sering
memintanya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
2. Pendidikan Yang Diterapkan Oleh Keluarga Informan
Pak UI dan Ibu S selama ini mempunyai cita-cita jika anak-anaknya
sudah besar nanti bisa hidup lebih baik dari pada kehidupan Pak UI dan Ibu
S seperti saat ini. Mereka memiliki cita-cita yang demikian karena mereka
merasakan bagaimana susahnya menjadi orang yang serba kekurangan.
Selain itu jika mereka sudah menjadi orang yang sukses harus menjadi
orang yang dermawan terhadap orang yang kurang mampu dan yang lebih
penting lagi harus ingat dan mengerti terhadap saudara dan kedua orang
tuanya yang telah membesarkan mereka sejak kecil.
Keluarga Pak UI mempunyai saat-saat tertentu untuk berkumpul,
yaitu pada sore hari tepatnya pada saat menjelang maghrib. Menurut
mereka hal tersebut tidak pernah terencana, melainkan karena waktu
tersebut bagi mereka adalah waktu santai. Biasanya mereka berkumpul di
ruang tamu sambil makan-makanan kecil atau kadang mereka makan sore
bersama. Pada saat-saat itulah keluarga Pak UI bergurau, berdiskusi kecil
dengan anak-anaknya dan waktu tersebut digunakan Pak UI dan Ibu S untuk
menasehati anak-anaknya.
Pak UI dan Ibu S dalam mengasuh anak-anaknya tidak menerapkan
apa yang mereka terima dari kedua orangtuanya. Menurut Pak UI, hal ini
karena Pak UI dahulu tidak diasuh oleh orangtuanya tetapi diasuh oleh
82
saudaranya. Sehingga apa yang pernah Pak UI rasakan tidak ingin anak-
anaknya merasakan kepahitan yang Pak UI alami.
Ibu S tidak pernah memanjakan salah satu dari anak-anaknya, begitu
juga dengan jumlah uang saku yang diberikan kepada anak-anaknya. Ibu S
menyesuaikan sedikit banyaknya uang yang dibutuhkan oleh masing-masing
anaknya. Menurut Ibu S jika anak dimanja, maka anak akan sulit untuk
berpikir lebih dewasa. Lain halnya dengan Pak UI, Pak UI memanjakan
salah satu dari keempat anaknya. Yaitu Pak UI merasa lebih sayang kepada
anaknya yang nomor dua MI. Hal tersebut disebabkan karena pada saat MI
masih kecil, MI yang sering mengambil uang milik Pak UI dan Ibu S
dituduh mencuri perhiasan milik tetangganya. Dan karena malu dan sangat
marah MI dipukul sampai sulit untuk bernafas. Dan akhirnya Pak UI
menyesal dengan perbuatannya tersebut apalagi setelah mengetahui bahwa
sebenarnya bukan MI yang mengambil. Dengan kejadian tersebut, Pak UI
sampai sekarang tidak pernah marah kepada MI sebesar apapun
kesalahannya. Bukan itu saja, Pak UI juga sering memberikan uang jajan
kepada MI tanpa sepengetahuan Ibu S. Meskipun Ibu S sering
mengetahuinya dan akhirnya Ibu S akan marah-marah, tetapi Pak UI tetap
saja memberikan uang jajan tambahan kepada MI. Hal ini juga diakui oleh
MI sendiri bahwa dirinya merasa lebih dekat dengan Pak UI daripada Ibu S
karena Pak UI sering memberinya uang.
83
“ Kalau aku memang lebih dekat dengan bapak, karena bapak sering
memberiku uang. Dan kadang aku minta ke bapak dan minta bapak untuk
tidak bilang ke ibu. Kalau tau ya..aku dimarahi...”
Tetapi menurut MA anak pertama Pak UI, dia tidak merasakan
bahwa salah satu diantara mereka ada yang dimanja.
“ Ya...mungkin itu perasaan ibu saja. Wajarlah kalau sampai adikku
minta uang ke bapak tidak sepengetahuan ibu, mungkin ada kebutuhan
mendadak..”
Ketika anak-anak Pak UI melakukan kesalahan, Pak UI dalam
mensehati keempat anaknya-anaknya dengan memahami sifat anak-
anaknya.menurut Pak UI cara menasehati dengan cara yang halus dan
disesuaikan dengan sifat masing-masing anak adalah cara yang terbaik agar
anak-anaknya tidak melakukan kesalahan. Yang mendorong Pak UI
melakukan hal tersebut, yaitu agar anak-anaknya lebih dekat dengan orang
tuanya dan anak akan merasa diperhatikan. Dan hal tersebut seperti
penuturan dari keempat anaknya, bahwa Pak UI bukan sesosok bapak yang
galak. Tetapi pada saat peneliti menanyakan tentang Ibu S kepada anak-
anak mereka, mereka mengakui bahwa Ibu S adalah ibu yang pemarah .
Karena Ibu S selalu marah-marah dan ketika anak-anaknya melakukan
kesalahan meskipun jarang memukul. Ketika penelitian sedang dilakukan,
Pak UI maupun Ibu S dalam menasehati ketika anak-anaknya melakukan
kesalahan cenderung menggunakan kata-kata kasar yang kurang normatif..
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan dari tetangga Pak UI, Ibu M :
84
“...marah-marah kalau anaknya salah. Kedengeran dari sini lho...”
Begitu juga dengan pernyataan Ibu P:
“..jangankan Ibu S, aku juga galak sama anak-anak kalau anak-
anakku tidak nurut..tapi Ibu S ngomongnya kasar sama anaknya...”
Pak UI dan Ibu S mempunyai perhatian terhadap sekolah anak-
anaknya meskipun pada kenyataanya anak-anak mereka saat ini yang masih
sekolah hanya anaknya yang nomor empat. Salah satu hambatannya yaitu
karena keadaan ekonomi keluarganya. Menurut MA anak pertama dari Pak
UI dan Ibu S, MA sebenarnya mempunyai keinginan untuk kuliah namun
karena orang tuanya tidak sanggup untuk membiayai akhirnya MU tidak
melanjutkan kuliah . Begitu juga dengan MI anak kedua dari Pak UI dan Ibu
S, ia tidak mau melanjutkan sekolah ke tingkat SMA karena merasa kasihan
kepada orang tuanya yang tidak mampu untuk membiayai sekolah. Pak UI
dan Ibu S membiarkan anak ketiganya yaitu MU drop out di kelas dua
dengan alasan mereka tidak mau memaksa anaknya untuk sekolah. Menurut
cerita Ibu S dan Pak UI alasan MU memilih untuk tidak sekolah karena
malu. MU waktu itu tinggal kelas, sampai akhirnya ketika ME adiknya naik
di kelas tiga, MU masih di kelas dua. Selain itu karena MU sering disuruh
guru kelasnya setiap pagi mengambil es dari rumah guru kelasnya untuk
dibawanya ke sekolah dan sepulang sekolang harus mengembalikan, yang
pada akhirnya MU berpikir bahwa dirinya sebagai suruhan.Tetapi menurut
pengakuan MU, MU tidak sekolah karena dirinya selalu mendapatkan
hukuman dari guru kelas karena sering mengganggu teman-temannya.
85
Meskipun sudah dinasehati bahkan sampai dipukul agar mau berangkat
sekolah, MU tetap memilih tidak mau berangkat ke sekolah. Seperti
penuturannya:
“ Digebuk kakange yo wis tau, tak tambahi sangune yo tetep ora
gelem. Wis tak kandhani...tetep ora gelem sekolah, yo wis..daripada
takpekso malah nggawe bingunge wong tuwo...”
(Dipukul kakaknya juga sudah pernah, uang saku ditambah juga
tetap tidak mau berangkat. Sudah saya nasehati... tetap tidak mau sekolah.
Ya sudah....daripada saya paksa justru membuat bingung orang tua....)
Pada saat walikelas mengundang orang tua murid, yang sering
datang kesekolah yaitu Ibu S. Seperti penuturan Ibu S, bahwa Pak UI belum
pernah mendatangi sekolah dari keempat anak-anaknya dengan alasan
malas. Oleh karena itu yang lebih mengetahui perkembangan anak-anaknya
di sekolah adalah Ibu S yaitu dari hasil rapor dan dari menanyakan tentang
anak-anaknya kepada guru kelasnya.
“ Bapakne bocah-bocah ora tau gelem ning sekolahan... njipuk
rapot yo aku, undangan rapat yo aku, njupuk ijazah kelulusan yo
aku....alasane yo mung njawab males ki, pie meneh..tekan saiki ki lho, ora
tau gelem..dadi ono opo-opo karo bocah-bocah ning sekolahan yo aku...”
(Bapaknya anak-anak sering tidak mau datang ke sekolah .... ambil
raport saya, undangan rapat juga saya, ambil ijazah kelulusan juga saya...
alasannya hanya malas, gimana lagi ....sampai sekarang ini lho, tidak pernah
mau ... jadi ada apa-apa dengan anak-anak di sekolah juga saya .....)
86
Apabila anak-anak Pak UI mengalami kesulitan mengerjakan PR,
biasanya mereka meminta bantuan kepada kakaknya atau jika Pak UI bisa
membantu dibantu oleh Pak UI . Ketika peneliti menanyakan kepada ME
anak keempat Pak UI siapa yang membantu mengerjakan PR, ME
menjawab bahwa kakaknya dan kadang Pak UI yang membantu
mengerjakannya. Seperti penuturannya :
“Yang mbantu ya...kakakku. Kadang bapak kalau bahasa Jawa..”
Hal ini disebabkan karena Pak UI dahulu tidak sekolah (drop
out) begitu juga dengan istrinya yang sama sekali tidak pernah mengenyam
pendidikan sekolah.
Pak UI dan Ibu S,mempunyai batasan waktu bermain kepada
anak-anaknya. Hal ini menurut mereka, anak butuh bermain tetapi waktu
bermain mereka ada batasannya. Misalnya anak-anak dilarang bermain
ketika waktu belajar dan setelah jam sembilan malam kecuali esok harinya
adalah libur yaitu sampai jam sepuluh malam.Pak UI dan Ibu S mengijinkan
mereka bermain malam hari karena mereka tahu bahwa anaknya menonton
televisi di tetangganya yang tidak jauh dari rumahnya bahkan tidak jarang
pula Ibu S ikut bersama mereka. Di lain waktu , ketika peneliti menanyakan
perihal MU yang setiap harinya dihabiskan untuk bermain dan meonton
televisi di tetangganya, peneliti menyimpulkan bahwa Pak UI dan Ibu S
bersikap membiarkan. Seperti penuturannya :
87
“ Dipekso kon ora dolan yo ora gelem...pie meneh, daripada
nggawe ribut ning ngomah...takkon ngrewangi nggolekke kayu yo ora mesti
gelem...”
(Saya paksa untuk tidak bermain juga tidak mau... bagaimana lagi,
daripada membuat ribut di rumah... saya suruh membantu mencari kayu
juga belum pasti mau.. )
Pergaulan anak-anak Pak UI dan Ibu S dibatasi. Mereka
diperbolehkan bermain dengan siapa saja baik laki-laki maupun perempuan.
Hal ini juga seperti yang dinyatakan oleh tetangga Pak UI Ibu M dan Ibu W,
bahwa anak Pak UI yaitu MA dan MI sering didatangi teman-temannya.
Tidak seperti anak lainnya, meskipun sama-sama sekolah tetapi MA dan MI
banyak dikunjungi teman-temannya.
Tetapi oleh Pak UI mereka dilarang untuk mengikuti tingkah laku
teman-teman mereka yang tidak baik. Menurut Pak UI dan Ibu S, jika anak-
anak mereka tidak dibatasi mereka takut anak-anaknya akan terjerumus
terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Terutama kepada anak-anak Pak UI
dan Ibu S yang pertama dan kedua yaitu MA dan MI yang menurut Pak UI
mereka sudah menginjak dewasa.
Sebagai orang tua, Pak UI dan Ibu S selalu menasehati bagaimana
bergaul dengan teman sebaya, dengan teman yang lebih muda, dengan orang
yang usianya lebih tua dan dengan tetangga. Karena Pak UI menginginkan
anak-anaknya bisa bergaul dengan siapa saja tetapi harus dengan aturan-
88
aturan agar anak-anaknya tidak dikatakan sebagai anak yang sombong. Hal
ini juga seperti penuturan dari MA :
“Kalau orang tuaku membatasi pergaulan ndak...ya itu tadi, asal
tau aturan jangan ikut sana sini tapi nggak tau arah. Karena orang tuaku juga
berpikir kalau anak selalu bergaul bebas juga tidak baik, kurang pergaulan
juga kurang baik”.
Aturan-aturan yang diterapkan kepada anak-anak Pak UI
misalnya terhadap teman sebaya saling pengertian , saling menghargai, tidak
membeda-bedakan si kaya dengan si miskin diantarnya. Terhadap anak yang
usianya lebih muda harus menyayangi, tidak menganggu. Terhadap orang
yang usianya lebih tua, terhadap tetangga misalnya harus sopan-santun,.
Menurut Pak UI , hal itu dilakukan dengan harapan agar anak-anaknya
bertingkah laku baik di masyarakat meskipun anak orang miskin .
Pendidikan kepada anak tentang perbedaan jenis kelamin menurut
Pak UI dan Ibu S adalah sangat penting untuk menunjukkan kepada mereka
bahwa anak-anak mereka tersebut laki-laki atau perempuan. Misalnya sejak
kecil anaknya yang laki-laki diberi mainan, diajak bermain permainan laki-
laki, memakai pakaian anak laki-laki. Begitu juga sebaliknya untuk anaknya
yang perempuan. Selain itu, pergaulan tentang perbedaan jenis kelamin
menurut mereka sangat penting terutama untuk MA dan MI yang menurut
Pak UI dan Ibu S, mereka sudah menginjak dewasa dan sudah besar.
Sebagai orang tua, Pak UI dan Ibu S sangat tidak menginginkan anak-
anaknya terjerumus kepada hal-hal yang tidak didinginkan. Misalnya,
89
anaknya hamil muda. Seperti saat ini fenomena yang banyak terjadi baik di
kota maupun didesa. Selain itu juga dari informasi yang Pak UI dan Ibu S
peroleh dari media elektronik maupun media cetak. Seperti penuturannya :
“ ... aku iso ngerti berita ki yo seko koran nek ning Semarang...
nek ning ngomah yo seko radio... ben ora ketinggalan informasi”
(Aku bisa tahu berita itu ya dari koran kalau di Semarang.. kalau
di rumah ya dari radio...biar tidak ketinggalan informasi)
Hal ini juga ditambahkan oleh Ibu S:
“ Bapakne ngono iso moco koran...aku iso ngerti berita yo seko
radio opo meneh nek bapakne ning ngomah, senengane ngrungokke
berita...”
( Bapak bisa baca koran...aku tidak bisa membaca ya dari radio
apa lagi kalau bapak dirumah, sukanya mendengarkan berita...)
Ketika peneliti menanyakan kepada anak Pak UI tentang acara
radio yang sering didengar oleh Pak UI,mereka mengakui bahwa Pak UI
sering mendengarkan berita, tembang kenangan dan wayang orang. Seperti
pengungkapan MI anak kedua Pak UI kepada peneliti :
“Bapak suka ndengerin radio tu..berita, tembang kenangan dan
kalau tiap malam mesti nyari siaran wayang kulit...”
Dengan hal ini, Pak UI dan Ibu S selalu meminta anak-anaknya
untuk meminta ijin terlebih dahulu ketika mereka ingin pergi bermain dan
harus terbuka kepada kedua orang tuanya dengan siapa mereka berteman.
90
Pendidikan agama telah ditanamkan oleh Pak UI dan Ibu S sejak
anak-anaknya masih kecil bahkan sampai sekarang. Hal tersebut menurut
Pak UI dan Ibu S untuk benteng bagi anak-anaknya selama mereka hidup di
dunia agar tidak terperdaya dengan kehidupan yang fana ini. Pendidikan
agama ditanamkan sejak kecil oleh Pak UI dan Ibu S, karena apabila
ditanamkan sejak kecil maka anak akan lebih meyakini akan kebenaran
agama yang dianutnya. Bentuk Pak UI dan Ibu S dalam memberikan
pendidikan agama yaitu misalnya selalu mengingatkan anak untuk sholat
lima waktu, jika masuk rumah dan dari pergi harus mengucap salam, berdoa
pada waktu akan dan sesudah makan, akan dan sesudah tidur, dandisuruh
untuk mengikuti kegiatan keagamaan misalnya kumpulan jamaah Yasin
remaja, diikutkan TPQ pada sore hari diantaranya.
Anak-anak Pak UI dan Ibu S tidak ada yang diberi tanggung
jawab untuk membantu orang tuanya mengerjakan pekerjaan rumah.
Menurut Ibu S, hal ini pernah diberlakukan kepada anaknya namun anak-
anaknya sering tidak mengerjakan, sehingga akhirnya pekerjaan rumah
hampir semuanya dikerjakan oleh Ibu S dan anak Ibu S yang kedua kadang-
kadang membantunya.
C. Analisis Hasil Penelitian
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan sosial yang sangat besar
tuntutannya untuk dapat dipenuhi setiap saat. Pendidikan dengan segala
bentuknya terutama pendidikan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap
arah dan wajah masa depan seseorang. Karena itulah pentingnya pendidikan
91
keluarga menjadi syarat tersendiri bagi terpenuhi atau tidaknya kebutuhan
akan pendidikan yang merupakan pendidikan dasar bagi anak.
Kesadaran itu dapat muncul dan kemudian menetap dalam diri
seseorang tentunya melalui suatu proses tersendiri, karena bagaimanapun
pandangan dan tindakan yang muncul sebagai efek sebuah kesadaran adalah
merupakan suatu proses tersendiri pula.
Pada konteks keluarga yang merupakan unit terkecil dari suatu
masyarakat, kesadaran akan pentingnya pendidikan keluarga akan
menciptakan suatu pola tertentu terutama pola yang diciptakan orang tua
yaitu sebagai pendidik . Pola pendidikan anak yang diterapkan oleh keluarga
yang satu dengan keluarga yang lain tidak sama. Salah satunya yaitu yang
diterapkan oleh sebuah keluarga yang memiliki penghasilan rendah atau
miskin.
1. Pola Pendidikan Anak yang Diterapakan Oleh Keluarga Miskin
Pada bab sebelumnya telah dipaparkan hasil temuan lapangan
yang menyangkut pola pendidikan anak yang diterapkan oleh sebuah
keluarga miskin dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga
tersebut menerapakan pola tertentu.
Dari hasil penelitian dan penemuan di lapangan penulis dapat
menganalisis bahwa keluarga Pak UI dan Ibu S menerapkan dua pola dalam
mendidik anak-anaknya. Pola yang pertama yaitu pola pendidikan secara
demokratis dan yang kedua yaitu pola permisive.
92
Sebagai orang tua, mereka mampu menyadari bahwa di tangan
mereka terletak tanggungjawab untuk mendidik anak-anak mereka untuk
menjadi orang-orang yang terbaik yaitu terlihat dari cita-cita yang dimiliki
Pak UI dan Ibu S terhadap anak-anaknya. Baik Pak UI maupun Ibu S
menyadari apa yang mereka lakukan saat ini yaitu bagaimana mereka dalam
mendidik, membimbing dan mengasuh anak-anak mereka merupakan apa
yang akan kembali lagi kepada mereka dengan bentuk yang lebih baik.
Dengan kata lain timbul kesadaran pada diri mereka bahwa pendidikan anak
adalah suatu investasi tersendiri. Hal ini seperti hasil penelitian Suparlan
(1980) dinyatakan bahwa rakyat miskin memiliki pola-pola hidup tertentu
yang salah satunya adalah kesadaran bahwa pendidikan merupakan kunci
untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik.
Sebagai sebuah keluarga, dapat dikatakan bahwa keluarga ini telah
mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik (Bab II hal 25-27)
sehingga dapat menyumbang secara significan terhadap peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang menjadi anggota dari keluarga ini, yaitu
terlihat dari kesadaran orang tua akan tanggung jawab mereka terhadap
anak-anaknya.
Terlepas dari pembedaan kasih sayang ataupun pembedaan
perlakuan terhadap masing-masing anak yang terjadi pada keluarga ini, baik
Pak UI dan Ibu S dapat dikatakan sebagai orangtua yang cukup menyadari
akan tanggung jawab yang mereka miliki terhadap anak-anak mereka
meskipun dalam memenuhi kebutuhan anak terutama pendidikan anak
93
diukur dengan kemampuan mereka. Mereka menyadari bahwa pendidikan
yang mereka berikan dalam keluarga akan mampu membuat anak-anaknya
memiliki dasar untuk hidup di lingkungan yang lebih luas.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pendidikan Anak
Setiap individu melakukan suatu kegiatan dipengaruhi oleh satu
atau bahkan beberapa faktor. Begitu juga suatu pola pendidikan anak yang
diterapkan oleh sebuah keluarga akan memiliki faktor-faktor yang
mempengaruhi orang tua sebagai pendidik menerapkan pola pendidikan
anak.
Hasil analisis penulis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
suatu keluarga menerapkan pola pendidikan anak, yaitu :
a. Faktor pengalaman pribadi orang tua sebagai pendidik
Pengalaman merupakan pendidikan yang tidak ternilai harganya.
Faktor pengalaman yang dialami dan dimiliki oleh orang tua adalah faktor
yang paling dominan dalam menentukan pola apa yang diterapkan untuk
anak-anaknya dibandingkan dengan faktor yang lain.
Faktor pengalaman ini terutama sekali ditentukan oleh faktor
pengalaman pendidikan yang mereka dapatkan. Bahwa pendidikan yang
diberikan kepada anak-anaknya didasari oleh kenyataan dan harapan mereka
agar anak-anak mereka tidak mengalami nasib yang sama atau agar anak-
anak bisa memiliki keberhasilan hidup seperti mereka. Dari faktor
pengalaman itu pada akhirnya akan terbentuk suatu pandangan tertentu
94
sehingga sebagai dasar mengapa mereka menerapkan pola tersebut kepada
anak-anaknya.
Besarnya rasa tanggung jawab pada prose pendidikan anak dalam
keluarga Pak UI merupakan contoh betapa pengalaman tidak diasuh oleh
orang tua menjadi suatu pengalaman berharga bagi dirinya untuk
memperhatikan anak-anaknya. Pengalaman pahit yang dialaminya menjadi
sebuah pengingat bagi diri Pak UI tentang tanggung jawabnya sebagai orang
tua untuk mengasuh anak-anaknya.
Kesempatan untuk menikmati bangku sekolah adalah kesempatan
yang dimiliki untuk setiap individu. Begitu juga dengan anak-anak Pak UI
dan Ibu S yang diberikan kesempatan untuk menikmati bangku sekolah
sesuai dengan kemampuan Pak UI dan Ibu S dalam membiayai meskipun
ada salah satu dari keempat anaknya yang drop out. Hal ini merupakan salah
satu contoh pengalaman yang pada akhirnya mereka memiliki suatu
pandangan bahwa anaknya baik laki-laki maupun perempuan harus sekolah.
b.Faktor curah waktu
Curah waktu bagi anak-anak merupakan faktor kedua yang
mempengaruhi pola orangtua terhadap pendidikan anak dalam keluarga.
Waktu yang dimiliki oleh orang tua bagi anak adalah hal yang perlu
diperhatikan. Dimana orangtua akan mengetahui perkembangan anak dari
tingkah laku, sikap dan permasalahan yang dihadapi anak. Banyak
sedikitnya waktu yang dimiliki oleh orang tua untuk anak-anak adalah suatu
perhatian khusus terhadap anak-anak. Anak-anak akan merasa diperhatikan.
95
Penulis menganalisis bahwa Pak UI dan Ibu S sebagai orang tua dalam
memberikan waktu untuk anak-anak cukup tetapi dari waktu yang dimiliki
membuat anak dalam suatu pola permisive terutama pada siang hari ketika
Pak UI dan Ibu S bekerja mereka tidak bisa memantau dan mengontrol
keadaan anak-anak dirumah.
c. Faktor lingkungan masyarakat
Lingkungan adalah faktor ketiga. Hal ini karena lingkungan
masyarakat merupakan lingkungan yang paling luas. Dimana anak-anak
akan memperoleh pendidikan yang dilakukan diluar sehingga anak akan
memiliki kesempatan dalam mengembangkan kreatifitasnya. Pengaruh
lingkungan masyarakat yang bersifat negatif dan positif dihadapi anak-anak
sejak mereka mulai mengenal lingkungan masyarakat pertama kali. Anak-
anak harus bisa mengenal lingkungan dan bisa mengendalikan dan memilah
pengaruh –pengaruh masyarakat yang mudah mempengaruhi mereka.
Informasi yang lain dari lingkungan masyarakat yaitu informasi
guru dari sekolah. Karena perhatian orangtua pada saat anak sekolah
terlepas dan berpindah menjadi tanggungjawab guru. Tetapi bukan berarti
orang tua sama sekali tidak bertanggungjawab dalam memperhatikan
perkembangan anak. Seperti keluarga Pak UI dan Ibu S, informasi tentang
anak terutama prestasi anak diperolehnya ketika walikelas mengundang
walimurid dan biasanya ketika pembagian rapor. Faktor ini merupakan
faktor pendukung bagi orang tua dalam menerapkan pola pendidikan anak
dalam keluarga.
96
Hasil analisis yamg lain dari penelitian yang penulis lakukan, Pak
UI dan Ibu S membatasi waktu bermain tetapi memberikan kebebasan
kepada anak-anaknya untuk bergaul dengan siapa saja dengan aturan-aturan
tertentu merupakan sebab dari luasnya lingkungan masyarakat dan sifat-sifat
yang dimiliki oleh lingkungan masyarakat itu sendiri.
d. Faktor informasi dari media
Faktor informasi dari media merupakan faktor yang tidak menjadi
faktor dominan dalam mempengaruhi orang tua dalam menerapkan pola
pendidikan anak di keluarga. Media disini adalah berupa televisi, radio dan
surat kabar bukanlah sarana sosial yang dapat diakses dengan mudah oleh
keluarga yang menjadi informan penelitian ini. Hal ini dapat diketahui
bahwa keluarga tersebut bukan merupakan pelanggan koran atau majalah
tertentu.
Bukan berarti mereka sama sekali tidak pernah melihat televisi,
mendengarkan radio maupun membaca koran, tetapi berdasarkan observasi
yang berhasil dilakukan, terlihat meskipun menonton televisi di rumah
tetangga seperti yang dilakukan Ibu S , maka beliau lebih sering menonton
program sinetron atau film atau program musik saja bahkan jarang sekali
melihat atau mendengar program yang mampu mempengaruhi mereka
sebagai orang tua untuk menerapkan pola pendidikan anak-anaknya di
dalam keluarga Pak UI dan Ibu S.
97
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
98
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna
mampu bertahan hidup dengan berbagai latar belakang kondisi apapun yang
menyertai kehidupannya. Kemiskinan sebagai suatu masalah sosial yang
kompleks, telah pula membawa manusia pada berbagai realita yang tidak
dapat dianggap sebelah mata.
Keluarga sebagai suatu masyarakat terkecil dalam masyarakat
merupakan suatu lingkungan awal bagi pendidikan anak-anaknya sebagai
anggota keluarga. Dengan pendidikan yang dilakukan secara terus menerus,
akan memperlihatkan pola pendidikan tertentu dimana pendidikan tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama bulan Februari
sampai akhir Maret di Rw 003 Rt 003 Desa Meteseh Kecamatan Boja
Kabupaten Kendal pada keluarga Pak UI yang berasal dari latar belakang
keluarga miskin diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Pola pendidikan anak yang diterapkan oleh keluarga Pak UI adalah pola
permissive dan pola demokratis. Pola permissive terlihat dalam cara
mendidik,membimbing dan merawat serta mengasuh anak-anaknya cenderung
bebas tanpa aturan-aturan keluarga yang jelas. Dan pola ini lebih pada MU
anak ketiga Pak UI. Pola demokratis lebih diterapkan kepada anak Pak UI
yang pertama dan kedua yaitu memberikan kesempatan untuk berbicara,
berpendapat dan mengemukakan pandangan serta berargumentasi yang
disesuaikan dengan aktifitas dan kebutuhan masing-masing anaknya.
99
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pak UI dan Ibu S menerapkan pola
permissive dan demokratis adalah sebagai berikut :
a. Faktor pengalaman pribadi orang tua sebagai pendidik
Pada keluarga Pak UI, pengalaman hidup Pak UI dan Ibu S merupakan
faktor dominan yang mempengaruhi mereka sebagai orang tua sekaligus
sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga. Pengalaman pendidikan masa
kecil yang diperolehnya dari orang tuanya dahulu adalah suatu pengalaman
pahit bagi mereka sehingga mereka mempunyai keinginan agar anak-
anaknya tidak merasakan kondisi yang sama.
b. Faktor curah waktu
Faktor curah waktu yang diberikan kepada anak-anaknya adalah faktor kedua.
Faktor ini mempengaruhi karena Pak UI dan Ibu S setiap hari harus bekarja
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga waktu untuk berkumpul
dengan anak-anaknya terbatas..
c. Faktor lingkungan masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan yang sangat luas. Dampak dari masyarakat
sangat mempengaruhi perkembangan anak-anak. Apabila orang tua sebagai
pendidik dalam keluarga tidak mampu memberikan pendidikan, arahan dan
bimbingan kepada anak-anaknya maka anak-anak akan cepat terpengaruh
dengan hal-hal yang bersifat negative. Oleh sebab itu Pak UI dan Ibu S
memberikan suatu kebebasan kepada anak-anaknya dalam bergaul dengan
disertai arahan dan aturan-aturan di dalam kebebasan yang diberikan tersebut.
d. Faktor informasi dari media
100
Informasi yang paling cepat adalah dari media. Koran, televise dan radio
adalah contoh diantaranya. Meskipun informasi dari media bukan faktor yang
dominan, namun faktor ini mampu mempengaruhi Pak UI dan Ibu S dalam
mendidik anak-anaknya.
B. SARAN-SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran yang dapat
berguna bagi beberapa keadaan dan kelompok sasaran tertentu, sebagai
berikut :
1. Kepada Pak UI dan Ibu S untuk meningkatkan perhatian kepada anak-
anaknya terutama dalam akhlaq. Dan seyogyanya Pak UI dan Ibu S dapat
dijadikan suri tauladan bagi anak-anaknya.
2. Pada penulisan-penulisan lebih lanjut tentang penelitian yang sama,
menggunakan subjek penelitian lebih dari satu.
101
DAFTAR PUSTAKA
Achir, A Y.1994. Peranan Keluarga Dalam Pembentukan Kepribadian Anak.
Jakarta. BKKBN.
Alvian,V.2002.Proposal Skripsi : Pandangan Orang Tua Dari Keluarga Miskin
Tentang Pendidikan Anak (Studi Kasus 3 Keluarga Miskin di
Kelurahan Kemiri Muka,Depok).FISIPOL Universitas Indonesia.
Arsyad, L.Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN.
Djojonegaro,W.1993. Pengarahan Menteri Dikbud Pada Rapat Pendidikan
Nasional. Depdikbud, Bogor Sawangan.
Gunarsa,Ny Singgih D.1985. Psikologi untuk Keluarga. Jakarta: BPK. Gunung
Mulia.
Hauck, Paul.1986. Mendidikan Anak Dengan Berhasil. Jakarta. Arcon.
Jhonson,Doyle Paul.1981. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1,Jakarta: PT
Gramedia.
Pramuwito. 1998.Penelitian Tindakan(Action Research) Pengembangan
Masyarakat Giri Rejo. Yogyakarta:Dep. Sos RI BaLitBang
Kesejahteraan Sosial.
Rohidi, T.R.2000. Ekspresi Seni Orang Miskin. Bandung : Penerbit Nuansa.
Sajogja, Sajogja & Pudjiwati.1989. Sosiologi Pedesaan. Jilid 2. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Suparlan, P.1995. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Surayin.2004.Undang-Undang Sisdiknas (Tanya Jawab).Bandung:CV.Yrama
Widya
“Dunia Pendidikan dan Krisis Moneter”, dalam Kompas,5 Maret 1998.
“Keppres : Dua Persen untuk Masyarakat Miskin”, dalam Kompas, 9 Januari
1996.
Membangun Keluarga Sejahtera secara Mandiri, Jakarta :BKKBN, 1996..
102
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Informan
Nama Lengkap :
Tempat ,Tanggal Lahir / Usia :
Agama :
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Posisi dalam Keluarga : ( Ayah / Ibu )
Data Anak
NO Nama Lengkap Tempat, Tanggal Lahir Pendidikan
103
INSTRUMEN WAWANCARA
INSTRUMEN UNTUK ORANG TUA
1. Bapak / ibu mempunyai cita-cita apa jika anak-anak ( laki-laki dan
perempuan ) sudah besar nanti ?
2. Mengapa berpendapat demikian ?
3. Sejak pukul berapakah bapak/ ibu bekerja ?
4. Diantara bapak dan ibu siapakah yang lebih banyak waktu dirumah ?
5. Kegiatan masyarakat apa sajakah yang diikuti bapak/ibu?
6. Kapan kegiatan tersebut dilaksanakan ?
7. Apakah bapak/ibu mempunyai waktu khusus untuk berkumpul dengan
keluarga ?
8. Kapankah bapak/ibu melakukan hal tersebut ?
9. Mengapa hal tersebut bapak/ibu lakukan ?
10. Dalam kegiatan tersebut apa sajakah yang biasanya dilakukan ?
11. Apakah bapak/ibu memanjakan salah satu dari anak-anak bapak/ibu ?
12. Mengapa bapak/ibu melakukan hal tersebut ?
13. Apakah cara bapak / ibu dalam mengasuh anak-anak sama dengan orang
tua Anda dulu ?
14. Apa yang mendorong bapak / ibu mengasuh anak-anak dengan cara
demikian ?
15. Menurut bapak / ibu apakah pendidikan bapak / ibu dahulu berpengaruh
terhadap keadaan ekonomi bapak/ ibu sekarang ?
16. Apakah bapak/ibu dalam mengasuh anak dibantu oleh orang lain ?
17. Jika ya, siapakah yang membantu bapak/ibu mengasuh anak?
18. Mengapa bapak/ibu meminta bantuannya ?
19. Siapakah yang sering datang ke sekolah ketika walikelas mengundang
orang tua murid ?
20. Mengapa ?
104
21. Bagaimana bapak/ ibu dapat mengetahui perkembangan anak di sekolah
?
22. Apa yang bapak / ibu lakukan ketika anak mengalami kesulitan
mengerjakan PR di rumah ?
23. Apakah bapak/ ibu membatasi waktu bermain anak ?
24. Mengapa demikian ?
25. Apakah bapak/ ibu membatasi pergaulan anak-anak ?
26. Mengapa berpendapat demikian ?
27. Apa saja yang bapak / ibu terapkan pada anak-anak ketika mereka
bergaul dengan teman sebaya?
28. Bagaimana bergaul dengan orang yang lebih tua dari mereka?
29. Bagaimana bergaul dengan orang yang lebih muda dari mereka?
30. Mengapa bapak/ibu menerapkan hal-hal tersebut pada si anak ?
31. Menurut bapak/ibu pentingkah pendidikan kepada anak tentang
perbedaan jenis kelamin ?
32. Mengapa demikian ?
33. Bagaimana bapak /ibu mengenalkan pendidikan untuk perbedaan jenis
kelamin?
34. Upaya-upaya apa sajakah yang bapak/ibu lakukan terhadap anak agar si
anak tidak melakukan kesalahan dalam bertindak ?
35. Ketika anak memperoleh suatu prestasi dalam hal belajar, apa yang
bapak/ ibu lakukan untuk anak ?
36. Sejak kapan bapak / ibu mengenalkan pendidikan agama ?
37. Mengapa bapak/ibu mengenalkan pendidikan sejak…..?
38. Bagaimana cara bapak / ibu menanamkan pendidikan agama ?
39. Dalam bentuk apakah bapak/ibu mengenalkan pendidikan agama ?
40. Apakah anak-anak diberi tanggung jawab untuk mengerjakan suatu
pekerjaan dalam membantu pekerjaan rumah ?
41. Mengapa ?
42. Apabila anak tidak melakukan pekerjaan tersebut apakah anak diberi
suatu sanksi ?
105
43. Jika ya, dalam bentuk apakah sanksi tersebut ?
44. Ketika anak berbeda pendapat dengan bapak/ ibu, bagaimana bapak/ ibu
menyelesaikannya ?
45. Bagaimana cara bapak/ibu dalam menanamkan disiplin pada anak yang
dimulai dari bangun tidur sampai tidur lagi ?
46. Apakah yang bapak/ibu terapkan ketika ada tamu dirumah ?
47. Apakah bapak/ibu dalam memberikan uang jajan antara anak yang satu
dengan yang lain sama ?
48. Mengapa demikian?
49. Ketika anak meminta sesuatu sedangkan bapak/ibu tidak memiliki uang
yang cukup bahkan tidak ada, apa yang bapak/ibu lakukan terhadap sang
anak ?
50. Bagaimana cara bapak/ibu mendidik anak agar anak mempunyai rasa
suka menabung ?
INSTRUMEN PENDUKUNG UNTUK ANAK
1. Apa cita-citamu untuk orang tuamu ?
2. Mengapa ?
3. Apakah kamu berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan kedua orang
tuamu?
4. Mengapa ?
5. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan
kesalahan ?
6. Apakah orang tuamu sering memukulmu ketika kamu melakukan
kesalahan?
7. Bagaimana sikapmu terhadap tindakan orang tuamu tersebut ?
8. Apakah orang tuamu membatasi waktu bermain kamu ?
9. Apakah orang tuamu membatasi kamu bergaul dengan seseorang ?
10. Mengapa demikian ?
11. Siapakah yang membantumu mengerjakan PR ?
106
12. Apakah buku-buku pelajaran yang kamu miliki lengkap?
13. Bagaimana sikap kedua orang tuamu ketika kamu menginginkan membeli
sesuatu dan meminta uang kepada mereka ketika mereka tidak bisa
memenuhi permintaanmu ?
14. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?
15. Ketika kamu tidak melakukan apa yang bapak / ibumu lakukan
terhadapmu ?
16. Apakah uang jajan yang kamu terima sama dengan yang diterima
saudaramu yang lain ?
17. Apakah kamu suka menabung ?
18. Mengapa ?
19. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
20. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu terlambat pulang
sekolah?
21. Kegiatan masyarakat apa saja yang kamu ikuti di masyarakat ?
22. Bagaimana pendapat orang tuamu ketika kamu mengikuti kegiatan
tersebut ?
23. Ketika kamu memperoleh prestasi tertentu apa yang bapak / ibu lakukan
terhadapmu ?
24. Ketika kamu mempunyai masalah kepada siapa kamu meminta nasehat ?
25. Kamu lebih dekat dengan bapak atau ibu ?
26. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat TV ?
27. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
28. Apakah orang tuamu sering membaca koran ?
29. Koran apa yang sering dibaca orang tuamu?
30. Pernahkah kamu mendengar orang tuamu bertengkar ?
31. Sepengetahuanmu masalah apa biasanya yang mereka pertengkarkan ?
32. Bagaimana sikapmu sebagai anak ketika mengetahui mereka bertengkar ?
107
INSTRUMEN UNTUK TETANGGA
1. Berapa lama Anda bertetangga dengan keluarga Pak UI ?
2. Apakah Anda akrab dengan keluarga Pak UI ?
3. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S sering marah kepada anaknya
ketika anaknya melakukan kesalahan ?
4. Apakah Anda sering melihat Pak UI atau Ibu S memukul anak-anaknya?
5. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengeluarkan kata-kata kotor
ketika mereka sedang marah ?
6. Menurut Anda apakah Pak UI memanjakan salah anak-anaknya ?
7. Bagaimana dengan Ibu S ?
8. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengekang anak-anaknya ?
9. Menurut Anda apakah anak-anak Pak UI bebas pergaulannya?
10. Bagaimana tanggapan Anda terhadap anak-anak Pak UI ?
108
CATATAN LAPANGAN
Nama : Pak UI
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Jakarta, 31 Desember 1950
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : Drop Out
Posisi dalam Keluarga : Ayah
Pak UI bangun kira-kira pukul 05.00 pagi. Setelah sholat Subuh,
membantu istrinya di dapur menunggui api karena memasaknya masih
memakai tungku kayu. Setelah sarapan pagi, kemudian mandi. Santai,
kadang menjemur kayu atau bersih-bersih kebun atau kadang mencari kayu
atau kalau ada cucian kering menggosok pakaian dengan gosokan arang.
Siang, sholat dhuhur kemudian makan siang dan istirahat biasanya
tidur siang.
Bangun kira-kira pukul 04.00 kemudian sholat Asyar. Kalau istrinya
sudah mulai memasak menemani istrinya di dapur. Santai. Mandi sore.
Santai menunggu Maghrib.
Setelah sholat Maghrib, makan malam. Santai dengan istri dan
anaknya yang berada di rumah. Setelah sholat Isya, tidur kurang lebih pukul
09.00 malam kadang sampai malam ngobrol dengan istri dan anaknya .
Lampiran 4 99
109
CATATAN LAPANGAN
Nama : Ibu S
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Salatiga,11 Desember 1967 / 38 tahun
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : Tidak Sekolah
Posisi dalam Keluarga : Ibu
Setiap pagi Ibu S selalu membangunkan anak-anaknya kecuali MU.
Menurutnya, beliau tidak membangunkan MU karena anak tersebut tidak
mempunyai kegiatan seperti kedua kakaknya dan adiknya. MA harus
bangun pagi karena harus bekerja ngepres, MI bangun pagi untuk membantu
Ibunya membersihkan rumah dan membantu menyiapkan sarapan pagi dan
ME harus bangun pagi karena harus kesekolah. Sedangkan ketika anak-
anak belum bangun setelah dibangunkan Ibu S, biasanya Ibu S akan teriak-
teriak kadang marah agar anaknya mau bergegas bangun. Setelah
menyiapkan sarapan pagi dan menyelesaikan pekerjaan rumah serta sarapan
pagi, Ibu S kemudian berangkat bekerja dan akan selesai bekerja kira-kira
pukul 03.00 sore. Sesampainya di rumah biasanya Ibu S beristirahat
sebentar.
Setiap hari ME anak ketiga dari Pak UI dan Ibu S diikutsertakan
kegiatan TPQ. Ibu S selalu memperhatikan kegiatan anaknya ini, yaitu Ibu S
selalu menyuruhnya untuk cepat-cepat mandi dan sholat Asar kemudian
berangkat TPQ.
110
Kira-kira pukul 16.00 Ibu S memasak untuk mempersiapkan makan
malam sambil membersihkan rumah dibantu oleh anaknya yang kedua dan
setelah selesai mandi. Kadang-kadang jika suaminya tidak dirumah Ibu S
bermain ke tetangga sampai Maghrib. Setelah sholat Maghrib, Ibu S makan
malam terkadang sendirian terkadang bersama suaminya atau anaknya.
Santai sampai dua anaknya pulang dari masjid. Setelah anaknya selesai
mengerjakan PR biasanya ngobrol dengan suami dan anaknya dirumah. Jika
si bungsu meminta ditemani menonton televisi di tetangga, Ibu S ikut
menonton TV kira-kira sampai pukul 09.00 malam. Setelah sholat Isya,
tidur.
101
111
CATATAN LAPANGAN
Nama : MA
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 08 Juni 1984
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : Tamat SLTA
Posisi dalam Keluarga : Anak ke-1
Dibangunkan oleh ibunya jam 05.00 pagi. Sholat Subuh, biasanya
duduk di depan tungku api (gegarang) sambil minum teh hangat. Memberi
makan ayam. Setelah sarapan pagi berangkat ngepres genting.
Selesai kerja pukul 02.00 siang. Mandi dan Sholat Dhuhur,
kemudian tidur siang sampai pikul 04.00 sore. Selesai sholat Asar,
kemudian memberi makan ayam dan membersihkan kandangnya.
Pukul 05.30 sore, mandi. Santai di ruang tamu, terkadang sambil
makan sore atau bercengkerama dengan anggota keluarga lainnya. Selesai
sholat Maghrib, santai. Kemudian membantu adiknya mengerjakan PR.
Setelah sholat Isya, ngobrol. Kemudian tidur kurang lebih pukul 09.00
malam.
102
112
CATATAN LAPANGAN
Nama : MI
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Semarang, 05 November 1987
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Belum Bekerja
Pendidikan : Tamat SLTP
Posisi dalam Keluarga : Anak ke-2
Dibangunkan Ibu S pukul sekitar 05.00-05.30 pagi. Sholat Subuh,
kemudian membantu ibunya didapur atau membersihkan rumah. Sarapan
pagi, kemudian mandi. Membantu ibunya bekerja (kerik genting). Pukul
11.00 pulang kerumah. Seringnya makan siang kemudian tidur siang.
Setelah bangun dan sholat Dhuhur, kemudian tidur lagi atau main ke
tetangga. Pukul 04.00 sore pulang main kemudian membereskan rumah dan
membantu ibunya mempersiapkan makan malam. Sering pekerjaan belum
selesai langsung mandi sore dan main. Setelah waktu Maghrib, berangkat ke
Mushola, pulang selepas sholat Isya. Makan malam sambil ngobrol dengan
anggota keluarga yang lain. Kadang membantu adiknya mengerjakan PR,
kalau tidak membantu mengerjakan PR adiknya, nonton TV dengan adiknya
(MI dan MU). Pulang kurang lebih pukul 09.00 malam kemudian tidur.
103
113
CATATAN LAPANGAN
Nama : MU
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 10 September 1991
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : -
Pendidikan : Drop Out
Posisi dalam Keluarga : Anak 3
Bangun tidur waktunya tidak pasti, kadang pagi kadang siang. Setelah
cuci muka, jika sarapan pagi sudah tersedia langsung sarapan pagi.
Kemudian main atau mancing di sungai. Pulang kalau hanya ada perlu
misalnya meminta uang jajan.
Anak ketiga dari Pak UI dan Ibu S, jarang dirumah. Waktunya
dihabiskan untuk bermain. Malam hari setelah makan malam kemudian
nonton TV. Pulang paling lambat jam 10.00 kemudian tidur. Sering tidur di
rumah tetangganya. Pulang kerumah kalau sudah pagi.
104
114
CATATAN LAPANGAN
Nama : ME
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 26 April 1994
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Posisi dalam Keluarga : Anak 4
Bangun pagi dibangunkan oleh Ibu S pukul 06.30, sering bermain
dahulu beberapa menit kemudian sholat Subuh. Setelah air hangat
disiapkan, mandi pagi dan bersiap-siap berangkat sekolah. Setelah sarapan
pagi kemudian berangkat ke sekolah.
Pulang ke sekolah kurang lebih pukul satu siang. Setelah ganti baju
dan makan siang, kemudian sholat Dhuhur. Main sampai pukul 03.00 sore
kemudian mandi. Setelah sholst Asar, berangkat TPQ.
Pulang TPQ pukul 05.00 sore. Bercengkerama dengan anggota
keluarga yang ada dirumah. Terdengar Adzan Maghrib, kemudian berangkat
ke mushola.
Pulang selepas Isya kemudian makan malam dan belajar apabila ada
PR sekolah. Kalau tidak ada PR, biasanya dengan Ibu S menonton TV di
tetangga. Pukul 09.00 malam pulang kemudian tidur.
105
115
HASIL WAWANCARA DENGAN ORANG TUA
Bapak / ibu mempunyai cita-cita apa jika anak-anak ( laki-laki dan perempuan )
sudah besar nanti ?
Pak UI : “Kalau saya ya…bisa hidup enak, senang, ingat dengan orang tua
terutama sama ibunya, jadi orang yang suka mbantu orang, yang penting
lagi hidupnya lebih enak dari saya”
Ibu S : “Ya sama dengan bapaknya anak-anak.ini. Kalau bisa jadi orang, akur.
Saya sebagai orang tua tidak meminta apa-apa kok..”
Mengapa berpendapat demikian ?
Pak UI : “Karena sejak kecil saya ikut Pakdhe. Dan ikut orang itu susah. Apalagi
saya sering dibeda-bedakan. Bapak saya sudah meninggal sejak saya
umur 4 bulan masih dalam kandungan. Terus saya ditinggal di desa
Segrumung dengan Pakdhe. Pokoknya anak-anak saya harus lebih baik
dan lebih enak dari saya”
Ibu S : “ Ini…saya kan sejak kecil hiduonya susah meskipun orang tua. Makan
saja dibedakan “jatahnya” . yang lain boleh sekolah, saya tidak. Uang
saku jarang dikasih, bangunnya lebih pagi, kalu telat pernah diguyur air
bekas cuci piring. Pokoknya sengsara terus sampai sekarang ini..”
Sejak pukul berapakah bapak/ ibu bekerja ?
Pak UI: “Kalau saya tidak tentu. Saya tidurnya di tempat saya kerja. Ya..kira-kira
jam 07.00 pagi sudah buka. Nanti tutup jam 10.00 malam. Tergantung
ada yang mau menambalkan atau tidak”.
Ibu S :”Saya ya…kalau dirumah sudah selesai kerjaannya. Biasanya jam setengah
enam jam enam berangkat dan pulang jam 03.00 atau jam 04.00 sore”
Diantara bapak dan ibu siapakah yang lebih banyak waktu dirumah ?
Pak UI: “Ibunya anak-anak…saya jarang pulang. Seminggu sekali saya pulang
dan hanya dua atau tiga hari paling lama di rumah. Tidak tentu ”.
Ibu S : “Iya..kadang kalau sedang malas kerja juga lama dirumah…”.
116
Kegiatan masyarakat apa sajakah yang diikuti bapak/ibu ?
Pak UI: “Yaa..kalau saya dirumah ada undangan Tahlilan atau rapat ya datang.
Tetapi seringnya anak saya yang pertama yang sering mewakili saya..”
Ibu S : “Ah…kalau suami saya ini jarang mau kumpul dengan tetangga. Kalau
saya ikut itu arisan RT. Dulu saya ikut Yasin dan Berjanjen ibu-ibu.
Waktu saya dapat giliran ditempati, meeka tidak mau datang karena
dirumah saya punya anjing. Ya sudah…saya keluar saja. Terlanjur sudah
sakit hati. Saya sudah capek-capek masak ..eeh…malah yang datang
cuma 2 orang saja. Sudah hampir satu tahun ini saya keluar..”.
Kapan kegiatan tersebut dilaksanakan ?
Ibu S : “Kalau arisan RT seminggu sekali tiap hari Jum’at Kalau Yasin dan
Berjanjen juga setiap seminggu sekali, setiap hari rabu malam”
Apakah bapak/ibu mempunyai waktu khusus untuk berkumpul dengan keluarga ?
Pak UI : “Kalau saya di rumah ya..bisa kumpul dengan anak-anak. Kalau kerja
ya..tidak bisa..”
Ibu S : “Yaa…tidak waktu khusus. Tetapi kalau ngobrol sore atau malam. Anak-
anak seringnya sudah dirumah kalu sore dan malam. Kalau tidak
keluar…nonton tv biasanya..?
Kapankah bapak/ibu melakukan hal tersebut ?
Pak UI : “Seringnya kalau saya dirumah itu sore menjelang maghrib atau malam.
Sambil makan malam biasanya..”
Mengapa hal tersebut bapak/ibu lakukan ?
Pak UI : “ Sebenarnya bukan kenapa-kenapa. Hanya seringnya waktu itu karena
santai ”.
Dalam kegiatan tersebut apa sajakah yang biasanya dilakukan ?
117
Pak UI : “Ngobrol “
Apakah bapak/ibu memanjakan salah satu dari anak-anak bapak/ibu ?
Pak UI : “Kalau saya tidak..sama semua..”
Ibu S: “ Ahh…tidak. Bapaknya ini sering menganak emaskan MI. Uang jajan saja
sering dikasih lebih tanpa sepengetahuan saya. Kalau saya sama semua.”
Mengapa bapak/ibu melakukan hal tersebut ?
Pak UI: “He..he..yaa..kan kebutuhannya kadang banyak dan butuh uang. Tetapi
memang saya cenderung sedikit memanjakan MI. Karena dia pernah saya
pukul pakai kayu karena saya dikasih tau tetangga saya kalau MI mencuri
perhiasan miliknya. Tetangga dikasih tahu semua. Saya malu waktu itu.
Memang sih..dia sejak kecil sering mengambil uang sisa belanja. Karena
saya jengkel, saya pukul sampai tidak bisa bernafas.Sejak saat itu saya
kapok memukul anak-anak saya”.
Ibu S: “Kalau anak saya dimanja, tidak akan bisa berpikir dewasa. Tidak baik buat
anak-anak saya kalau dimanja”
Apakah cara bapak / ibu dalam mengasuh anak-anak sama dengan orang tua Anda
dulu ?
Pak UI: “Tidak. Kasihan kalau mereka merasakan hal yang sama dengan saya.
Susah. Sering mau makan kalau belum kenyang mau tambah tidak boleh.
Yaaa..jalan satu-tunya saya mencuri kalau malam. Mencuri tapi dirumah
sendiri..he..he..bagaimana lagi..masih lapar..”
Ibu S: “Tidak. Saya tidak anak-anak seperti saya. Kasihan. Saya tidak betah waktu
itu dirumah. Sengsara sekali hidup saya…samapi sekarang juga masih
seperti ini”
Apa yang mendorong bapak / ibu mengasuh anak-anak dengan cara demikian ?
Pak UI : “Agar mereka tidak merasakan keadaan yang sama dengan saya ”
118
Ibu S : “Saya kasihan kalau mereka sampai merasakan seperti yang saya rasakan
dahulu”
Menurut bapak / ibu apakah pendidikan bapak / ibu dahulu berpengaruh terhadap
keadaan ekonomi bapak/ ibu sekarang ?
Pak UI : “Tidak menurut saya. Semua itu Tuhan yang mengaturnya. Dahulu,
kemarin, sekarang, besok..itu semua Tuhan yang mengaturnya..”
Ibu S : “Ya memang sudah jalannya saya hidup susah mungkin...semoga saja
anak-anak saya tidak seperti saya semuanya”
Apakah bapak/ibu dalam mengasuh anak dibantu oleh orang lain ?
Pak UI : “Tidak…”
Ibu S: “Ya..”
Jika ya, siapakah yang membantu bapak/ibu mengasuh anak?
Ibu S : “Tetangga saya ”
Pak UI : “Ehh ..benar..”
Mengapa bapak/ibu meminta bantuannya ?
Ibu S : “Waktu anak-anak masih kecil saya repot dan bapaknya anak-anak tidak
dirumah ya..saya titipkan tetangga”
Siapakah yang sering datang ke sekolah ketika walikelas mengundang orang tua
murid ?
Ibu S: “Saya… ”.
Mengapa ?
Ibu S: “Bapaknya anak-anak sering tidak mau datang ke sekolah..ambil rapor
saya, undangan rapat saya, ambil ijazah kelulusan juga saya..alasannya
hanya malas, bagaimana lagi..sampai sekarang ini lho.tidak pernah
119
mau..jadi ada apa-apa dengan anak-anak di sekolah juga saya..kalau tidak
percaya tanya saja anak-anak saya..”
Bagaimana bapak/ ibu dapat mengetahui perkembangan anak di sekolah ?
Pak UI : “Ya..dari hasil rapor. Dan ibunya ini kan sering tanya bagaimana anak-
anak di sekolah ..”
Ibu S : “Saya sering tanya bagaimana anak saya di sekolah biasanya kalau
mengambil rapor itu…”
Apa yang bapak / ibu lakukan ketika anak mengalami kesulitan mengerjakan PR
di rumah ?
Pak UI : “Karena saya tidak sekolah, dulu keluar di kelas satu, ya..saya suruh
kakak-kakaknya membantu”
Ibu S :“Saya orang bodoh., tidak pernah sekolah. Baca tulis saja tidak bisa.
Bagaimana bisa membantu..”
Apakah bapak/ ibu membatasi waktu bermain anak ?
Pak UI :“Dibatasi ya tidak, bebas juga tidak”
Mengapa demikian ?
Pak UI : “Boleh bermain dan bergaul dengan siapa saja, tidak pilih kasih. Yang
penting ada aturan, jangan sampai mengikuti arus tetapi tidak tahu
muaranya.Untuk pergaulan MA dan MI yang sering saya awasi. Mereka
sudah besar”.
Ibu S: “Apalagi sekarang jamannya seperti ini. Kalau mendengar yang begini-
begini..takutnya kalau anak-anak saya ikut-ikutan”.
Apa saja yang bapak / ibu terapkan pada anak-anak ketika mereka bergaul dengan
teman sebaya?
120
Pak UI : “Ya itu tadi..tidak pilih kasih, saling pengertian, jangan membeda-
bedakan yang kaya dengan yang miskin…yaa bagaimana wajarnya kalau
berteman saja”
Bagaimana bergaul dengan orang yang lebih tua dari mereka?
Ibu S : “ Harus sopan tentunya..”
Bagaimana bergaul dengan orang yang lebih muda dari mereka?
Pak UI : “Jangan mengganggulah..jangan mentang-mentang lebih besar,
contohnya saja dengan adik-adiknya..ya ..harus sayang..”
Mengapa bapak/ibu menerapkan hal-hal tersebut pada si anak ?
Ibu S: “Namanya orang tua itu ingin anak-anaknya bertingkah laku baik di mana
saja terutama di masyarakat”
Pak UI : “Apalagi orang miskin seperti saya ini..meskipun miskin tapi kalau
sopan, baik juga tidak ada jeleknya.. bisa membuat nama baik orang tuanya”
Menurut bapak/ibu pentingkah pendidikan kepada anak tentang perbedaan jenis
kelamin ?
Pak UI : “Ya penting..”
Mengapa demikian ?
Pak UI ;“Ehmm…jika tidak bisa-bisa anak saya kelakuannya tidak baik. Sekarang
banyak orang yang maaf..hamil di luar nikah. Saya bisa tahu berita itu ya..dari
koran kalau di Semarang..kalau di rumah ya dari radio..biar tidak ketinggalan
informasiI tu mungkin ya..kurang didikan dari orangtuanya”.
Ibu S: “Bapak bisa baca koran..aku tidak bisa membaca ya dari radio apalagi
kalau bapak dirumah, sukanya mendengarkan berita. Saya juga bisa tahu kadang
dari televise. Agar anak-anak juga tahu dirinya laki-laki atau perempuan kalau itu.
Tuh tetangga…anak perempuan tingkah lakunya seperti laki-laki..”
121
Bagaimana bapak /ibu mengenalkan pendidikan untuk perbedaan jenis kelamin?
Pak UI :“Ya saya nasehati bagaimana mereka harus bergaul ..dikoran, di radio
saya sering tahu berita ya dari itu. Tidak usah jauh-jauh daerah sini juga ada”
Ibu S: “Itu..caranya saya kasih baju perempuan kalau perempuan mainannya juga
mainan perempuan ..”
Upaya-upaya apa sajakah yang bapak/ibu lakukan terhadap anak agar si anak
tidak melakukan kesalahan dalam bertindak ?
Pak UI :“Ya saya kasih tahu mana yang benar, mana yang salah. Memang sudah
jadi kewajiban saya sebagai orang tua…tapi kalau sudah dikasih tahu tidak mau
menurut ya..silahkan, orang tua cuma mengarahkan anaknya saja”
Ibu S: “ Ya seperti kata bapaknya…dikasih tahu..”
Ketika anak memperoleh suatu prestasi dalam hal belajar, apa yang bapak/ ibu
lakukan untuk anak ?
Pak UI :“Ya bilang kalau bapak senang begitu saja...he..he..”
Sejak kapan bapak / ibu mengenalkan pendidikan agama ?
Pak UI :“Sejak kecil sampai sekarang “
Ibu S: “Tapi itu..MU sulit anaknya. Saya suruh TPQ saja sudah tidak mau
berangkat. Sampai capek ngasih tahu. Sekarang saya biarkan. Dia itu mirip saya
tidak sekolah juga tidak bisa ngaji (baca Qur’an-red)”
Mengapa bapak/ibu mengenalkan pendidikan sejak…..?
Pak UI : “Untuk benteng anak-anak saya. Kalau tidak dari kecil bagaimana….MU
contohnya, sudah sulit dikasih tau”
Ibu S: “ Iya…”
Bagaimana cara bapak / ibu menanamkan pendidikan agama ?
Pak UI : “Sholat lima waktu jangan sampai lupa..yang penting jangan sampai lupa
dengan yang membuat hidup”
122
Dalam bentuk apakah bapak/ibu mengenalkan pendidikan agama ?
Ibu S: “Ya itu… kalau sore saya suruh ikut TPQ ..ME sekarang yang masih TPQ
di Krajan Tengah, supaya tidak seperti saya”.
Apakah anak-anak diberi tanggung jawab untuk mengerjakan suatu pekerjaan
dalam membantu pekerjaan rumah ?
Ibu S: “Tidak...masalahnya mereka tidak mau, ya sudah akhirnya saya sendiri
yang mengerjakan ”.
Mengapa ?
Ibu S: “Ya itu tadi…ya sudah saya kasih marah, tapi namanya juga anak…”.
Ketika anak berbeda pendapat dengan bapak/ ibu, bagaimana bapak/ ibu
menyelesaikannya ?
Pak UI : “Saya dengarkan dulu alasannya. Kalau salah saya luruskan..”
Ibu S: “Tapi kalau bapaknya ini sama MA sama kerasnya, tidak ada yang mau
mengalah..”.
Bagaimana cara bapak/ibu dalam menanamkan disiplin pada anak yang dimulai
dari bangun tidur sampai tidur lagi ?
Pak UI : “Yang penting ingat waktu itu saja..”
Ibu S: “Bangun tidur ya diberesi, sholat jangan lupa, waktu makan jangan sampai
telat, waktunya pulang sekolah ya pulang, jangan mampir sana-sini. Orang tua itu
sukanya mikir yang tidak-tidak kalau anaknya pergi waktunya pulang belum di
rumah..”
Apakah bapak/ibu dalam memberikan uang jajan antara anak yang satu dengan
yang lain sama ?
Pak UI : “Ya tidak. Kebutuhan anak saya yang besar dengan yang kecil kan
berbeda ”
123
Ibu S: “Tapi bapaknya itu sering ngasih tambah MI tanpa sepengetahuan
saya…iya kan?”
Pak UI : “Lha bagaimana…kadang ada kebutuhan mendadak ya kasihan..”
Mengapa demikian?
Pak UI : “ Kebutuhan anak saya yang besar dengan yang kecil kan berbeda”
Ibu S: “ Kalau yang kecil paling cukup buat jajan saja, tapi kalau MA sudah tidak
minta uang, sudah bisa cari sendiri. Malah dia sering ngasih adik-adiknya buat
jajan”
Ketika anak meminta sesuatu sedangkan bapak/ibu tidak memiliki uang yang
cukup bahkan tidak ada, apa yang bapak/ibu lakukan terhadap sang anak ?
Pak UI : “Saya lihat-lihat dulu minta apa, tetapi seringnya saya bilang besok kalau
ada uang”
Ibu S: “Kalau yang minta harus sekarang itu MU..kalau tidak dikasih nangis,
kayak anak kecil..”
Bagaimana cara bapak/ibu mendidik anak agar anak mempunyai rasa suka
menabung ?
Pak UI : “Saya beri nasehat uangnya disimpan..jangan buat jajan terus..tapi
namanya anak, sulit dikasih tau. Saya dan ibunya ini sampai capek ngasih tahu
anak-anak agar menabung”
124
HASIL WAWANCARA ANAK KE I PAK UI DAN IBU S
1. Apa cita-citamu? Mengapa?
Jawab : “Cita-cita saya ingin jadi orang yang baiklah buat keluarga… bisa
menjadi suri tauladan bagi adik-adik saya karena saya anak yang
paling besar di keluarga ini. Ya itu karena berdasarkan keadaan ya..
kalau cita-cita saya melambung terlalu tinggi takutnya cuma
angan-angan thok. Nah, dengan keadaan keluarga saya yang kayak
gini ya gimanalah tindakan saya untuk berbuat baik bagi adik-adik
saya, orang tua dan selain itu saya ingin berbakti dengan orang tua
serta menjadi contoh yang baik buat adik-adik saya”.
2. Bagaimana cita-citamu tentang pekerjaan?
Jawab : “Oooh…kalau itu sih ada, cuma cita-citaku lebih condong ke hidup
yang lebih baik , lebih kecukupan dan bagaimana caranya entah
nanti bisa hidup mapan ya cari kerjaan yang cukup lumayanlah
gajinya buat hidup “
3. Kenapa kamu tidak berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan
kedua orang tuamu ?
Jawab :“Ya…kadang-kadang aku keceplosan tapi aku seringnya keceplosan
he..he… bahkan aku sering ngomong kasar kalau keadaanku lagi banyak
problem. Tapi bapak sama ibu sering mengarahkan dan bilang gini : Kowe
ora boso rapopo mbek wong tuamu, tapi kowe mbek sopo wae opo meneh
luwih dhuwur umure kowe kudu boso lan ngajeni wong liyo. Soale wibowo
wong kuwi seko tepo seliromu dewe. Bapak sama Ibu bilang gitu ..ya udah.
Tanpa bapak dan ibu bilangpun saya juga ngerti wong itu orang lain bukan
keluarga aku dan aku harus mengormati”
4. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan
kesalahan ?
125
Jawab :” Setiap kali melakukan kesalahan nggak langsung dipukul atau
langsung dinasehati tapi yang pertama diajak cerita yang santai-santai
kemudian menyinggung-nyinggung kesalahanku yang akhirnya dinasehati.
Cara mereka nasehati pelan. Dan tanggapanku sering tak pikir nasehat
mereka”
5. Apakah orang tuamu membatasi waktu bermain kamu ?
Jawab :”Waktu kecil sebelum SMA sih iya…dibatesi jam 9 malam harus
pulang dan ada dirumah. Bobok..besok sekolah, bilang gitu bapak sama Ibu”
6. Apakah orang tuamu membatasi kamu bergaul dengan seseorang ?
Jawab :”Kalau orang tuaku membatasi pergaulan, ndak…yaa..itu tadi, asal
tau aturan jangan ikut sana ikut sini tapi nggak tau arah. Bapak ibu bilang
juga bilang terserah kamu mau bergaul sama siapa saja bermain dengan siapa
saja asal kamu tau aturan dan jangan ikut-ikutan hal yang negatif”
7. Mengapa demikian ?
Jawab :” Karena orang tuaku juga berpikir kalau anak selalu bergaul bebas
juga tidak baik, kurang pergaulan juga tidak baik”
8. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?
Jawab :”Nggak ada kalau bantu Ibu…tapi aku punya kerjaan di rumah ..tuh
ngasih makan ayam-ayamku…”
9. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
Jawab :” Yang sering bangunin aku tiap pagi kan Ibu. Kalau aku nggak
bangun-bangun yaa…itu tadi kasarane..tetet toet tetet toet…he..he…”
10. Kegiatan masyarakat apa saja yang kamu ikuti di masyarakat ?
126
Jawab :”..ikut Karang Taruna namanya Tunas Bakti..setiap bulan 2 kali”
11. Bagaimana pendapat orang tuamu ketika kamu mengikuti kegiatan
tersebut ?
Jawab : “Ya tidak gimana-gimana sih..itu sudah kewajiban aku sebagai
remaja di dusun aku dan itupun berkumpul dengan teman-teman satu dusun
bisa bertukar pikiran juga bisa berkembang ini otak, ada teman untuk
diskusi..ya asiklah..”
12. Apakah kamu sering mendengar orang tuamu bertengkar ?
Jawab : “Namanya bertengkar sih menurut aku wajarlah namanya juga rumah
tangga, tidak bisa setenang air. Air saja pasti beriak. Ya..itulah sedikit
problem, bagiku sih wajar-wajar saja. Yang penting debat ya debat, sudah
selaesai ya selesai..”
13. Biasanya mereka bertengkar karena masalah apa ?
Jawab : “Ya mungkin karena bapak sering terlalu lama dirumah tidak
bekerja. Mungkin ekonomi juga mulai menurun, ibu banyak pikiran,
kebutuhan banyak uangpun nggak pegang. Seperti saat ini musim penghujan,
produksi genting juga tidak bisa banyak, bapak disana juga sama. Hasil
berkurang, kebutuhan nambah.. ”
14. Apakah orang tuamu sering memukul ?
Jawab : “Ah ndak, ibu nggak pernah. Bapak itu yang sering nasehatin adik-
adik kalau susah dinasehatin. Paling ya dipukul. Yaa..anak kecil gimana lagi.
Yang penting anak itu dibuat takut dan mau njalanin nasehat kata orang
tuanya “.
15. Ketika kamu mempunyai masalah kepada siapa kamu meminta nasehat
?
127
Jawab : “Yang pertama aku curhat sama bapak.Minta nasehat dari bapak,
minta arahan. Sudah minta nasehat dari bapak ya juga masih ngomong sama
teman gimana pemecahannya. Kalau aku ngomong sama Ibu, biasanya ibu
paling-paling cuma haalah..paling kowe sing salah, sing nyasar. Ibu
jawabannya gitu nggak ngasih solusi yang baik”
16. Bagaimana pendapat orangtuamu ketika mereka berbeda dengan
pendapatmu ?
Jawab : “Sikap mereka paling akhir-akhirnya itu..ya sudah terserah kamu,
kamu yang njalanin kok. Kalau bagimu baik ya sudah, lakukan..”
17. Kamu lebih dekat dengan bapak/ ibu ?
Jawab : “Aku lebih deket sama Ibu. Tapi tiap kali ada masalah bilang ke
bapak ”
18. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat tv ?
Jawab : “Aku kurang tahu..tapi kayaknya film dan sinetron. Aku jarang ikut
nonton tv ibukku paling aku tongkrong sama anak-anak ”
19. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
Jawab :“ee..kalau ibu jarang mendengarkan radio. Tapi kalau bapak
senengnya radio RASIKA itu..bapak seneng mendengarkan berita-berita
baru”
20. Menurutmu apakah orang tuamu dalam memberikan uang jajan sama
anak yang satu dengan yang lain?
Jawab :”Ah ndak. Ortuku bagi-bagi uang jajan itu nggak sama. Orang tuaku
tuh bagi uang sesuai kebutuhan anak masing-masing. Kalau yang lebih besar
128
kelihatannya kebutuhannya semakin besar ya dikasih lebih tapi kalau yang
kecil-kecil ya paling cukup buat jajan-jajan gitu..”
21. Bagaimana sikap orangtuamu dengan hasil kerjamu, apakah mereka
menyuruhmu untuk menabungnya ?
Jawab : “Kalau ortuku terutama ibuku tuh pasti sering banget tiap kali nrima
upah dari majikanku, untuk ditabung sebagian untuk bekal aku kedepan, tapi
pada kenyataannya nggak tau ya..entah larinya kemana, maklumlah...”
22. Apakah dengan hasil tersebut kamu membantu kedua orang tuamu ?
Jawab :”Itu ya kadang..tanpa diminta saya kasih, tapi kadang ortuku sempat
ngucap: Le..mbok mae disroboti duite ndisik, gitu..”
129
HASIL WAWANCARA ANAK KE 2PAK UI DAN IBU S
1. Apa cita-citamu untuk orang tuamu ?
Jawab : “Ingin menjadi polwan”.
2. Mengapa ?
Jawab : “Karena bisa melindungi rakyat”.
3. Apakah kamu berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan kedua orang
tuamu?
Jawab : “Tidak”.
4. Mengapa ?
Jawab : “Nggak bisa”.
5. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan
kesalahan ?
Jawab : “Ibu sering marah-marah”.
6. Bagaimana sikapmu terhadap tindakan orang tuamu tersebut ?
Jawab : “Cuek saja
7. Apakah orang tuamu sering memukulmu ketika kamu melakukan
kesalahan?
Jawab : “Sering”.
8. Bagaimana sikapmu terhadap tindakan orang tuamu tersebut ?
Jawab : “Berontak…pergi keluar kalau nggak tidur”.
9. Apakah orang tuamu membatasi waktu bermain kamu ?
Jawab : “Ya”.
10. Apakah orang tuamu membatasi kamu bergaul dengan seseorang ?
Jawab : “Ya”.
11. Mengapa demikian ?
Jawab : “Mungkin itu yang terbaik buat aku. Mungkin juga mereka itu
memberi yang terbaik , Cuma..ya…gitulah”.
12. Atuan-aturan apa saja yang orang tuamu terapkan kepadamu ketika kamu
bergaul dengan teman?
130
Jawab : “Kamu tuh…ibu bilang kalau kamu kenal sama orang tuh yangbener.
Jangan yang gimana..orangnya tuh harus yag bener-bener baik,
jangan sembarangan bergaul dengan orang, itu saja…kalau ibu sih
ngajarinnya nggak boleh mandang kaya atau miskin. Kita tuh
bergaul menurut sifatnya saja. Misalnya kaya kalau sifatnya buruk
yaa mending tidak usah. Tapi kalau miskin sifatnya baik ya mending
berrgaul dengayang seperti itu- seperti itu”.
13. Bagaimana sikap kedua orang tuamu ketika kamu menginginkan membeli
sesuatu dan meminta uang kepada mereka ketika mereka tidak bisa
memenuhi permintaanmu ?
Jawab : “Ya bilang kalau tidak ada duit. Terus saya ya…gimana, ya sudah”.
14. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?
Jawab : “Beres-beres rumah”.
15. Ketika kamu tidak melakukan apa yang bapak / ibumu lakukan
terhadapmu ?
Jawab : “ngomel-ngomel….maarah pasti..”
16. Apakah uang jajan yang kamu terima sama dengan yang diterima
saudaramu yang lain ?
Jawab : “Tidak”.
17. Apakah kamu suka menabung ?
Jawab : “Nggak”.
18. Mengapa ?
Jawab : “karena enaknya buat jajan”.
19. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
Jawab : “Ndobrak pintu ibu…pakai marah”.
20. Kegiatan masyarakat apa saja yang kamu ikuti di masyarakat ?
Jawab : “ikut bersih-bersih…juga ikut karang taruna yang kegiatannya sebulan
dua kali”.
21. Bagaimana pendapat orang tuamu ketika kamu mengikuti kegiatan
tersebut ?
131
Jawab : “Ya boleh-boleh saja’.
22. Ketika kamu mempunyai masalah kepada siapa kamu meminta nasehat ?
Jawab : “Bapak dan kakak”.
23. Kamu lebih dekat dengan bapak atau ibu ?
Jawab : “Bapak”.
24. Mengapa?
Jawab : “Bpak itu sejak aku kecil sayang ma aku. Terus dia tuh nggak pernah
pilih-pilih. Kalau ibu kan selalu pilih yang disayang ini…ini…kalau
bapak ndak ”.
25. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat TV ?
Jawab : “sinetron, drama-drama…film-film”.
26. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
Jawab : “Kalau yang sering mendengarkan radio itu bapak. Bapak suka
wayang, tembang kenangan dan yang lebih sering tuh berita”.
27. Apakah orang tuamu sering membaca Koran ?
Jawab : “Sering”.
28. Koran apa yang sering dibaca orang tuamu?
Jawab : “Suara merdeka, Jawa Pos”.
29. Pernahkah kamu mendengar orang tuamu bertengkar ?
Jawab : “Sering”.
30. Sepengetahuanmu masalah apa biasanya yang mereka pertengkarkan ?
Jawab : “Karena masalah ekonomi”.
31. Bagaimana sikapmu sebagai anak ketika mengetahui mereka bertengkar ?
Jawab : “Ikut marah, menegur…masak sudah tua pakai bertengkar melulu kan
malu didengar tetangga kan, apalagi cuma masalah ekonomi”.
132
HASIL WAWANCARA ANAK KE 3 PAK UI DAN IBU S
1. Apa cita-citamu untuk orang tuamu ?
Jawab :”Meneruskan bengkel bapak”.
2. Mengapa ?
Jawab :”Biar bisa menjadi tukang tambal ban”.
3. Apakah kamu berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan kedua orang
tuamu?
Jawab :”Tidak”.
4. Mengapa ?
Jawab : “Tidaak bisa kok”.
5. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan
kesalahan ?
Jawab : “Menasehati dan marah kadang mukul”.
6. Bagaimana sikapmu terhadap tindakan orang tuamu tersebut ?
Jawab : “Aku ya lari”.
7. Apakah orang tuamu membatasi waktu bermain kamu ?
Jawab : “Tidak”.
8. Apakah orang tuamu membatasi kamu bergaul dengan seseorang ?
Jawab : “Ya..”.
9. Mengapa demikian ?
Jawab : “Kalau dengan yang nakal-nakal tidak boleh”.
10. Bagaimana sikap kedua orang tuamu ketika kamu menginginkan membeli
sesuatu dan meminta uang kepada mereka ketika mereka tidak bisa
memenuhi permintaanmu ?
Jawab : “Nangis..”.
11. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?
Jawab : “Ngasih makan ayam punya masku”.
12. Ketika kamu tidak melakukan apa yang bapak / ibumu lakukan
terhadapmu ?
Jawab : “Tidak kenapa-kenapa”.
133
13. Apakah uang jajan yang kamu terima sama dengan yang diterima
saudaramu yang lain ?
Jawab : “Sama dengan adik tapi beda dengan kakak”.
14. Apakah kamu suka menabung ?
Jawab : “Tidak suka menabung”.
15. Mengapa ?
Jawab : “Uangnya untuk jajan”.
16. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
Jawab : “Tidaaak diapa-apain”.
17. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu terlambat pulang
sekolah?
Jawab : “Mas dan ibu”.
18. Kamu lebih dekat dengan bapak atau ibu ?
Jawab : “Dekat semua”.
19. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat TV ?
Jawab : “Setaaan-setan, Angling Dharma…film”.
20. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
Jawab : “Sandiwara, wayang, berita..”.
21. Apakah orang tuamu sering membaca Koran ?
Jawab : “Ya pernah lihat”.
22. Koran apa yang sering dibaca orang tuamu ?
Jawab : “Koran ya..seperti itu..warnanya putih..aaku tidak bisa membaca”.
23. Pernahkah kamu mendengar orang tuamu bertengkar ?
Jawab : “Sering”.
24. Sepengetahuanmu masalah apa biasanya yang mereka pertengkarkan ?
Jawab : “Bapak tidaak kerja, ibu kerja. Bapak kerja, ibu tidaak ..sampai sore”.
25. Bagaimana sikapmu sebagai anak ketika mengetahui mereka bertengkar ?
Jawab : “Maen, pulangnya sore”.
26. Setiap harinya kegiatan kamu apa saja?
Jawab : “Makan, tidur, main”.
134
HASIL WAWANCARA ANAK KE 4PAK UI DAN IBU S
1. Apa cita-citamu untuk orang tuamu ?
Jawab : “Polwan”
2. Apakah kamu berbahasa jawa kromo ketika berbicara dengan kedua
orang tuamu ?
Jawab : “Tidak”
3. Mengapa ?
Jawab : “Ya nggak kenapa-kenapa. Nggak bisa”
4. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu melakukan
kesalahan ?
Jawab : “Marah”
5. Apakah orang tuamu sering memukulmu ketika kamu melakukan
kesalahan?
Jawab : “Tidak”
6. Siapakah yang membantumu mengerjakan PR ?
Jawab :”Kakak-kakakku”
7. Apakah buku-buku pelajaran yang kamu miliki lengkap?
Jawab :”Tidak”
8. Bagaimana sikap kedua orang tuamu ketika kamu menginginkan
membeli sesuatu dan meminta uang kepada mereka ketika mereka tidak
bisa memenuhi permintaanmu ?
Jawab :”Bilang besok”
9. Bagaimana pendapatmu ?
Jawab : ”Nggak mau. Nangis.Ibu marah”
10. Pekerjaan rumah apa yang kamu lakukan ?
Jawab : “Nggak pernah mbantu”
11. Apakah uang jajan yang kamu terima sama dengan yang diterima
saudaramu yang lain ?
135
Jawab : “Tidak. Lebih sedikit”
12. Apakah kamu suka menabung ?
Jawab : “Tidak”
13. Mengapa ?
Jawab : “Tidak punya untuk ditabung”
14. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu bangun pagi
terlambat ?
Jawab : “Ibu marah”
15. Apa yang bapak / ibu lakukan terhadapmu ketika kamu terlambat
pulang sekolah?
Jawab :
16. Ketika kamu memperoleh prestasi tertentu apa yang bapak / ibu
lakukan terhadapmu ?
Jawab :”Bangga. Tapi nggak dikasih hadiah”
17. Kamu lebih dekat dengan bapak atau ibu?
Jawab :”Semuanya”
18. Orang tuamu lebih suka program apa ketika melihat TV ?
Jawab :”Film”
19. Orang tuamu lebih suka program apa ketika mendengarkan radio ?
Jawab :”Wayang kulit dan berita”
20. Apakah orang tuamu sering membaca koran ?
Jawab :”Tidak tahu”
21. Apakah waktu yang tersedia orang tuamu bagimu cukup ?
Jawab :”Kurang, bapak jarang dirumah”
22. Pernahkah kamu mendengar orang tuamu bertengkar ?
Jawab :”Ya..”
23. Sepengetahuanmu masalah apa biasanya yang mereka pertengkarkan ?
Jawab :”Tidak tahu..”
24. Bagaimana sikapmu sebagai anak ketika mengetahui mereka
bertengkar ?
Jawab :”Pergi”
136
137
CATATAN LAPANGAN
Nama : Ibu P
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 18 Januari 1983
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Pengusaha genting pres
Pendidikan : Tamat SD
INSTRUMEN UNTUK TETANGGA
1. Berapa lama Anda bertetangga dengan keluarga Pak UI ?
Jawab :”Yaa..sudah lama, kurang lebih yaa..lima tahunan. Sejak saya menikah
saya tinggal di rumah ini”
2. Apakah Anda akrab dengan keluarga Pak UI ?
Jawab :”Ya..anak-anaknya Pak UI yang sering nonton televisi di sini”
3. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S sering marah kepada anaknya
ketika anaknya melakukan kesalahan ?
Jawab :”Gimana ya..kalau marah itu sudah waja. Saya juga sering jengkel
kalau anak-anak saya nakal”
4. Apakah Anda sering melihat Pak UI atau Ibu S memukul anak-anaknya?
Jawab :”Kalau memukul tidak pernah lihat. Tetapi kalau marah iya..saya
sering lihat dan dengar “
5. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengeluarkan kata-kata kotor
ketika mereka sedang marah ?
Jawab :”Ya seperti itulah…”
6. Menurut Anda apakah Pak UI memanjakan salah anak-anaknya ?
Jawab :”Tidak tahu kalau itu”
7. Bagaimana dengan Ibu S ?
Jawab :”Tidak tahu kalau itu”
8. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengekang anak-anaknya ?
138
Jawab :”Menurut saya tidak. Anak-anaknya Pak UI banyak temannya. Tetapi
saya sering kasihan dengan MU, dia tidak sekolah. Dia sebaya dengan anak
saya yang sulung”
9. Menurut Anda apakah anak-anak Pak UI bebas pergaulannya?
Jawab :”Tidak kalau saya lihat”
10. Bagaimana tanggapan Anda terhadap anak-anak Pak UI ?
Jawab :”Ya gimana ya…baik karena meskipun orang tidak punya tapi anak-
anaknya sekolah meskipun salah satu itu si MU tidak sekolah…dan perlu
lebih di apa ya…diperhatikan…itu saja”
139
CATATAN LAPANGAN
Nama : Ibu M
Tempat, Tanggal Lahir / Usia : Kendal, 14 September 1981
Agama : Islam
Alamat : Dusun Krajan Timur Rt 003 Rw 003
Meteseh Boja Kendal 51381
Pekerjaan : Ibu rumah tangga dan pengusaha genting
pres
Pendidikan : Tamat SLTP
INSTRUMEN UNTUK TETANGGA
1. Berapa lama Anda bertetangga dengan keluarga Pak UI ?
Jawab : “Kurang lebih 4 tahun. Kalau suami saya yang asli dari sini. Saya dari
dusun Teseh”
2. Apakah Anda akrab dengan keluarga Pak UI ?
Jawab : “Akrab. Rumahnya juga belakang rumah saya”
3. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S sering marah kepada anaknya
ketika anaknya melakukan kesalahan ?
Jawab : “He..he..iya. Tapi yang sering saya dengar kalau marah itu Ibu S”
4. Apakah Anda sering melihat Pak UI atau Ibu S memukul anak-anaknya?
Jawab : “Memukul itu kayaknya tidak. Tetapi ya tidak tahu”
5. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengeluarkan kata-kata kotor
ketika mereka sedang marah ?
Jawab : “Ya…seperti itulah..”
6. Menurut Anda apakah Pak UI memanjakan salah anak-anaknya ?
Jawab : “Menurut saya tidak”
7. Bagaimana dengan Ibu S ?
Jawab : “Tidak”
8. Menurut Anda apakah Pak UI dan Ibu S mengekang anak-anaknya ?
Jawab : “Tidak kayaknya. Lha itu MU main terus kerjaannya. . Tidak sekolah
to..anak itu. SD saja tidak lulus”
9. Menurut Anda apakah anak-anak Pak UI bebas pergaulannya?
140
Jawab : “Saya rasa tidak ya..sebagai orang tua pasti juga ada nasehat
meskipun sedikit”
10. Bagaimana tanggapan Anda terhadap anak-anak Pak UI ?
Jawab : “Menurut saya..baik, tapi ya itu tadi karena MU tidak sekolah jadi
ya..kerjaannya kesana-kesini main terus dan sudah besar tapi masih kayak
anak kecil, masih sering nangis..”
141
Pedoman Observasi
1.Latar belakang informan
a. identitas informan.
b. jumlah penghasilan dan pengeluaran perbulan.
c. kebiasaan sehari-hari satu keluarga
2.Keadaan fisik rumah tangga informan
a. Ukuran rumah.
b. Kondisi rumah .
c. Perabot rumah tangga (macam dan jenis, bahan yang dibuat
untuk perabot).
d.Kondisi fasilitas rumah yang tersedia ( kamar mandi, sumur
dan kakus).
3.Pola perilaku orang tua dalam mendidik anak-anaknya
a. perhatian untuk anak.
b. waktu yang tersedia untuk anak.
c. penanaman disiplin.
4. proses sosialisasi pendidikan anak
-penanaman dalam cara bergaul dengan orang tua, saudara dan
orang lain.