somatisasi

6
Gangguan Somatisasi Pada Wanita 51 Tahun Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Mathyas Thanama | 102011222 | D2 [email protected] Pendahuluan Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Kerja Tonsillitis difteri merupakan salah satu penyakit dari golongan tonsilitis membranosa. Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala: 1

Upload: mathyas-thanama

Post on 07-Feb-2016

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah somatisasi

TRANSCRIPT

Page 1: somatisasi

Gangguan Somatisasi Pada Wanita 51 Tahun

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

Mathyas Thanama | 102011222 | D2

[email protected]

Pendahuluan

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Kerja

Tonsillitis difteri merupakan salah satu penyakit dari golongan tonsilitis membranosa.

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala:

a. Stadium 1 : cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu

inspirasi dan pasien masih tenang.

b. Stadium 2 : cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah

lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium, pasien sudah mulai gelisah.

Stridor terdengar pada waktu inspirasi.

1

Page 2: somatisasi

c. Stadium 3 : cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di

infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dyspnea. Stridor terdengar

pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

d. Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak

sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan

kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan

tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

Diagnosis Banding

Etiologi

Penyebab tonsilitis difteri adalah kuman Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk

gram positif dan hidup di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Namun tidak

semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada

titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat

dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.

Epidemiologi

Tonsilitis sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada

usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

Patofisiologi

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada tonsillitis difteri dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala local

dan gejala akibat eksotoksin.

a) Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya

subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadu lambat serta keluhan nyeri

menelan.

2

Page 3: somatisasi

b) Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang

semakin lama semakin meluas dan bersatu membentuk membran semu. Membrane ini

dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat

menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila

diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan

terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher

menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeester’s hals.

c) Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan

kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai

decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum

dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.

Komplikasi

Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membrane semu menjalar ke laring dan menyebabkan

gejala sumbatan. Makin muda usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini.

Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau decompensatio cordis.

Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta otot laring

sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan kelumpuhan otot-otot pernapasan.

Albuminuria sebagai akibat komplikasi ginjal.

Penatalaksanaan

Non-Medica Mentosa

Karena diagnose anak tersebut adalah tonsilofaringitis difteri dengan obstruksi laring stadium 3,

maka yang menjadi perhatian kita dan harus segera kita tangani segera adalah obstruksi

laringnya terlebih dahulu karena sangat membahayakan dan mengancam jiwa anak tersebut.

Prinsip penanggulangan sumbatan laring adalah menghilangkan penyebab sumbatan dengan

cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin ventilasi. Tindakan konservatif

dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten

dilakukan pada sumbatan laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau

3

Page 4: somatisasi

resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dilakukan dengan cara memasukkan pipa

endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea),

membuat trakeostoma atau melakukan krikotirotomi.

Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring stadium 2

dan 3, sedangkan krokotirotomi dilakukan pada sumbatan laring stadium 4.

Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasarkan analisis gas darah.

Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endotrakea merupakan pilihan utama, sedangkan jika

ruangan perwatan intensif tidak tersedia, sebaiknya dilakukan trakeostomi

Medica Mentosa

Setelah obstruksi laringnya kita atasi, barulah kita mengobati etiologinya. Anti Difteri Serum

(ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit

tergantung dari umur dan beratnya penyakit.

Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25-50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis beratnya penyakit.

Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb per hari. Antipiretik untuk simtomatis. Karena penyakit ini menular,

pasien harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.

Prognosis

Kesimpulan

4