sop fotogram
DESCRIPTION
berkembangnya waktu, khususnya pada era modernisasi dimana IPTEK berkembang secara pesat di muka bumi ini, perkembangan teknologi penginderaan jauh maupun sistem informasi geografi juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satu aplikasi dari penginderaan jauh adalah pada bidang ilmu fotogrametri. Fotogrametri sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan, dan teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu objek serta keadaan disekitarnya melalui suatu proses pencatatan, pengukuran, dan interpretasi bayangan fotografis (hasil pemotretan).TRANSCRIPT
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kenampakan alam yang ada dibumi ini sangatlah bervariasi bentuk dan
manfaatnya. Berbagai karakteristik kenampakan alam ini merupakan hal yang penting
bagi akar ilmu tanah, pakar geologi, insinyur teknik sipil, perencana kota dan daerah,
arsitek bentanglahan, pembangunan perumahan, pakar kehutanan dan lain sebagainya
yang sangat bergantung pada karakteristik bentang lahan yang ada. Dalam melakukan
aktifitasnya, tidak semua para ahli atau pakar-pakar dapat melihat karakteristik lahan
yang ada di lapangan untuk melihat bagaimana kenampakan yang ada. Hal ini disebabkan
adanya keterbatasan yang ada seperti medan yang sulit, keterjangkauan pandangan yang
terbatas, biaya yang sangat mahal dan lain sebagainya.
Namun dengan berkembangnya waktu, khususnya pada era modernisasi dimana
IPTEK berkembang secara pesat di muka bumi ini, perkembangan teknologi
penginderaan jauh maupun sistem informasi geografi juga mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Salah satu aplikasi dari penginderaan jauh adalah pada bidang ilmu
fotogrametri. Fotogrametri sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan,
dan teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu objek serta keadaan
disekitarnya melalui suatu proses pencatatan, pengukuran, dan interpretasi bayangan
fotografis (hasil pemotretan).
Aplikasi fotogrametri yang paling utama ialah survey dan kompilasi peta topografik
berdasarkan pengukuran dan informasi yang diperoleh dari foto udara atau citra satelit.
Meskipun fotogrametri merupakan sebagian dari kegiatan pemetaan, namun fotogrametri
merupakan jantung dari kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan fotogrametri merupakan
cara deiniasi yang aktual pada detil peta. Oleh karena itu pemahaman mengenai
fotogrametri sangat diperlukan sebagai landasan untuk pemetaan dan analisis wilayah
yang terkait erat dengan penataan ruang.
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 1
1.2 Tujuan dan Manfaat
Melihat dari segi latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, adapun
tujuan dan manfaat dalam mempelajari fotogrametri ini diantaranya ialah :
a. Mahasiswa mampu menginterpretasikan foto udara berdasarkan teori yang
sebelumnya telah dijelaskan dalam perkuliahan Penginderaan Jauh sesuai dengan
standar operasional prosedur.
b. Mahasiswa mampu menganalisis dan mengidentifikasi suatu objek atau wilayah
dengan menggunakan stereoskop cermin.
c. Mahasiswa dapat menghitung beda tinggi dan jumlah kontur di sekitar wilayah
bendungan pada foto udara.
d. Sebagai tugas akhir mata kuliah fotogrametri.
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 2
II
LANDASAN TEORI
2.1 Fotogrametri
Fotogrametri berasal dari kata photos yang berarti sinar, gramma yang berarti
tergambar atau ditulis, dan metron yang berarti mengukur yang berasal dari bahasa
Yunani. Oleh karena itu menurut asal bahasanya fotogrametri berarti pengukuran secara
grafik dengan menggunakan sinar. (Thompson, 1980 dalam Sutanto, 1983)
Sedangkan menurut Kiefer (1993) Fotogrametri merupakan ilmu, seni dan
teknologi untuk memperoleh ukuran terpercaya dari foto udara. American Society of
Photogrammetry (1979) dalam Wolf (1993), mendefinisikan fotogrametri tersebut
sebagai seni, ilmu dan teknologi untuk memperoleh informasi terpercaya tentang obyek
fisik dan lingkungan melalui proses perekaman, pengukuran dan interpretasi gambaran
fotografik dan pola radiasi tenaga elektromagnetik yang terekam.
Sejarah fotogrametri sebagai sains diawali jauh sebelum diketemukannya
fotografi. Diantaranya ialah Aristhoteles pada tahun 350 SM menemukan sistem
pemroyeksian citra secara optis. Dr. Brook Taylor dan J.H. Lambert memperkenalkan
prinsip perspektif untuk pembuatan peta. Dalam perkembangan kamera dan fotografi ada
sejumlah nama lainnya yang tidak tidak disebutkan satu persatu. Fotogrametri dengan
penggunaan foto udaranya secara praktis oleh Louis Daguerre asal Paris tahun 1839
dengan proses fotografik secara langsung. Seorang Perancis lainnya yakni Colonel Aime
Laussedat pada tahun 1849 menggunakan foto udara untuk pemetaan topografi yang
kemudian dikenal sebagai bapak fotogrametri. Waktu itu, pemotretan dilakukan dengan
wahana balon udara dan layang-layang besar. Penemuan pesawat udara oleh Wright
bersaudara pada tahun 1902 membawa fotogrametri udara menjadi modern saat itu.
Untuk aplikasi pembuatan peta topografi pemotretan dengan pesawat udara dilakukan
untuk pertama kalinya adalah pada tahun 1913.
Prosedur analisis fotogrametri dapat berkisar dari mengukur jarak dan elevasi
kurang teliti dengan menggunakan alat yang relatif kurang canggih dan memanfaatkan
konsep geometrik yang sederhana hingga menghasilkan peta, hingga perolehan ukuran
dan peta yang sangat tepat dengan menggunakan alat yang canggih dan dengan teknik
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 3
perhitungan yang rumit. Walaupun sebagian besar terapan fotogrametri berhubungan
dengan foto udara, tetapi foto terestrial (dipotret dengan kamera dari muka bumi) juga
dapat digunakan. Penggunaan teknik fotogrametri terestrial berkisar dari perekam secara
tepat pemandangan kecelakaan mobil hingga pemetaan tubuh manusia dalam bidang
kedokteran.
2.2 Interpretasi Citra
Interpretasi foto merupakan salah satu dari macam pekerjaan fotogrametri yang
ada sekarang ini. Interpretasi foto termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan pengenalan
dan identifikasi suatu objek. Dengan kata lain interpretasi foto merupakan kegiatan yang
mempelajari bayangan foto secara sistematis untuk tujuan identifikasi atau penafsiran
objek.
Menurut Este dan Simonett, (1975) Interpretasi citra merupakan perbuatan
mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai
arti pentingnya objek tersebut. Jadi di dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan
berupaya mengenali objek melalui tahapan kegiatan, yaitu:
1. Deteksi
2. Identifikasi
3. Analisis
Di dalam menginterpretasikan suatu foto udara diperlukan pertimbangan pada
karakteristik dasar citra foto udara. Interpretasikan citra ini dapat dilakukan dengan dua
cara yakni cara visual atau manual dan pendekatan digital. Keduanya mempunyai prinsip
yang hampir sama. Pada cara digital hal yang diupayakan antara lain agar interpretasi
lebih pasti dengan memperlakukan data secara kuantitatif. Pendekatan secara digital
mendasarkan pada nilai spektral perpixel dimana tingkat abstraksinya lebih rendah
dibandingkan dengan cara manual.
2.2.1 Unsur Interpretasi Citra
Dengan karakteristik dasar citra foto dapat membantu serta membedakan
penafsiran objek – objek yang tampak pada foto udara. Berikut tujuh karakteristik dasar
citra foto yaitu :
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 4
1. Rona dan Warna
Rona atau tone adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek yang terdapat
pada foto udara atau pada citra lainnya. Rona sendiri ini berkaitan dengan pantulan
sinar oleh objek.
2. Bentuk
Bentuk-bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara merupakan konfigurasi
atau kerangka suatu objek.Bentuk merupakan ciri yang jelas, sehingga banyak objek
yang dapat dikenali hanya berdasarkan bentuknya saja.
3. Ukuran
Ukuran merupakan ciri objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi lereng dan
volume. Ukuran objek pada citra berupa skala, karena itu dalam memanfaatkan
ukuran sebagai interpretasi citra, harus selalu diingat skalanya.Contoh: Lapangan
olah raga sepakbola dicirikan oleh bentuk (segi empat) dan ukuran yang tetap, yakni
sekitar (80 m - 100 m).
4. Tekstur
Tekstur adalah frekwensi perubahan rona pada citra.Ada juga yang mengatakan
bahwa tekstur adalah pengulangan pada rona kelompok objek yang terlalu kecil
untuk dibedakan secara individual. Tekstur dinyatakan dengan: kasar, halus, dan
sedang Misalnya: Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang dan semak
bertekstur halus.
5. Pola
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek
bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah. Contoh: Pola aliran sungai
menandai struktur geologis.
6. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah
gelap. Meskipun demikian, bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang
penting bagi beberapa objek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih
jelas. Contoh: Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan, begitu juga
cerobong asap dan menara, tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 5
7. Situs
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Misalnya
permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam
atau sepanjang tepi jalan. Juga persawahan, banyak terdapat di daerah dataran
rendah, dan sebagainya.
8. Asosiasi
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya.
Contoh: Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih
dari satu (bercabang).
2.3 Stereoskop
Stereoskop adalah alat yang biasanya digunakan untuk melihat bentuk tiga
dimensi pasangan foto udara. Adapula yang menyatakan bahwa stereoskop ialah suatu
alat yang digunakan untuk dapat melihat sepasang gambar atau foto secara stereoskopis.
Menurut paine (1993) stereoskopi adalah ilmu pengetahuan tentang stereoskop
yang menguraikan penggunaan penglihatan binocular untuk mendapatkan efek 3 dimensi
(3D). Pandangan mata normal manusia sebenarnya secara alamiah dapat merekam obyek
secara stereoskopik. Hanya saja sering kali kita tidak memperhatikan kemampuan
tersebut. Juga tidak semua manusia dapat melakukannya, terutama bagi mereka yang
kemampuan matanya tidak seimbang.
Alat ini merupakan alat yang sangat penting dalam interpretasi citra, terutama
bagi foto udara atau citra tertentu yang daripadanya dapat ditimbulkan perwujudan tiga
dimensional. Stereoskop akan menghasilkan perwujudan yang berbeda atau bahkan tidak
akan memberikan perwujudan jika mata sang pengamat memiliki kelainan. Stereoskop
pada dasarnya terbagi menjadi 2, yaitu stereoskop lensa dan stereoskop cermin.
Serangkaian foto udara akan nampak menjadi tampilan tiga dimensi dalam proses
pengamatan stereoskopis jika:
Foto udara tersebut memiliki tampalan
Gambar dari foto udara tersebut memiliki sudut pengambilan yang berbeda dalam
satu jalur terbang yang sama.
Foto yang diamati hendaklah memiliki skala yang sama.
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 6
Selain dari syarat dari foto udara tersebut diatas, kemampuan dari setiap orang
dalam menghasilkan efek tiga dimensional juga sangat bervariasi. Tidak setiap pengamat
memiliki kemampuan yang sama dalam menghasilkan sebuah gambaran tiga dimensional
pada serangkaian foto udara yang sama. Berberapa faktor seperti jarak pupil mata, jauh
dekat kemampuan fokus pandang, dan lain-lain adalah sangat berpengaruh terhadap
kemampuan seseorang menghasilkan gambaran tiga dimensional. Pertambahan usia
seorang pengamat juga memungkinkan perubahan kemampuan pengamat tersebut dalam
menghasilkan pandangan tiga dimensional.
2.3.1 Jenis - Jenis Steroskop
Dari beraneka stereoskop yang digunakan hingga sekarang, stereoskop lensa atau
stereoskop saku adalah yang paling sering digunakan karena harganya murah, mudah
dibawa, cara kerja dan pemeliharaannya sederhana. Sebagian besar stereoskop lensa
mempunyai spesifikasi yang sama yaitu : (1) sistem lensa yang fokusnya tertentu yaitu
dengan pasangan stereo pada suatu fokus, (2) jarak lensa dapat disesuaikan terhadap jarak
pupil mata, dan, (3) dapat dilipat serta dimasukkan ke dalam saku sehingga ia sering
disebut stereoskop saku. Ukuran foto yang dapat dilihat bentuk tiga dimensinya terbatas
sekitar 6 cm x 10 cm. Stereoskop saku ini mempunyai lensa positif yang biasanya
mempunyai perbesaran 2,5 kali. Stereoskop ini memiliki kelemahan yang sama seperti
pemakaian mata telanjang, yaitu jarak antar titik yang berpasangan tak boleh melebihi
panjang basis mata (64 mm).
Selain stereoskop saku, terdapat pula stereoskop cermin yang mempunyai ukuran
yang lebih besar daripada streoskop saku. Stereoskop cermin dirancang untuk
pengamatan stereokopik bagi pasangan foto stereo berukuran baku yang daerah
pertampalannya luas yaitu 60 % atau lebih. Kekurangan dari streoskop cermin ini karena
ukurannya yang besar sehingga agak sukar untuk membawa nya ke lapangan. Jarak
stereonya, jarak antara satu objek yang teragambar pada pasangan foto stereo bila foto
stereo itu dipasang di bawah pengamatan stereoskopik, dibuat jauh lebih besar dari jarak
pupil mata, yaitu pada umumnya sejauh 25 cm sehingga dapat dihindarkan kendala
tumpang tindih yang sering dialami pada pengamatan citra dengan menggunakan
stereoskop lensa. Kekurangan stereoskop ini ialah ukurannya yang terlalu besar sehingga
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 7
tidak mudah untuk dibawa ke lapangan dan harga nya yang sangat mahal dibanding
stereoskop lensa biasa.
2.4 Paralaks
Paralaks merupakan metode yang digunakan dengan melihat pada pergeseran dua
titi tetap relative satu terhadap yang lain dilihat dari sudut pandang pengamat. Sedangkan
menurut Paine (1993) paralaks mutlak dalah selisih aljabar, diukur sejajar garis terbang
(sumbu x) dan sumbu-sumbu y yang berkaitan untuk dua gambar dari suatu titik pada
sepasang foto udara yang stereoskopis.
Untuk mengetahui besarnya paralaks mutlak dapat dilakukan dengan meletakkan
jalur terbang pada foto. Sumbu x dari suatu titik adalah sejajar dengan arah jalur terbang.
Setiap jalur terbang menjadi titik tengah dari foto-foto yang dihasilkan. Karena tampalan
depan foto udara minimal 50%, maka setiap titik tengah foto udara akan terganbar pada
foto berikutnya sebagai titi pindahan. Dengan menarik suatu garis dari titik tengah foto ke
titik tengah pindahan berarti jalur terbang telah ditetapkan.
Sedangkan Alat untuk mengukur paralaks disebut paralaks bar. Alat ini terdiri
dari dari sebuah batang yang pada kedua ujungnya terpasang masing-masing lensa. Pada
kedua lensa tersebut terdapat tanda berupa titik, silang atau lingkaran kecil yang disebut
tanda apung (Floting mark) tanda di lensa sebelah kiri disebut fixed mark, karena pada
batang terdapat titik merah atau hita, dimana orange yang akan menggunakanya harus
menentukan konstanta batang paralaks dengan memilih salah satu titik tersebut. Bila telah
ditetapkan titik merah, maka selanjutnya lensa kiri ini tidak diubah-ubah lagi (fixed).
Lensa sebelah kanan memiliki tanda juga yang disebut half mark. Titik ini dapat
digerakkan sesuai dengan posisinya pada objek yang dikehendaki dengan cara memutar-
mutar skip micrometer.
Paralaks bar ini berfungsi untuk mengukur beda paralaks pada suatu obyek di foto
udara. Pengukuran beda paralaks tersebut kemudian bisa menentukan ukuran-ukuran dari
obyek itu sendiri, meliputi panjang, lebar, luas, dan ketinggian. Paralaks bar ini
mempunyai ketelitian yang lebih teliti daripada menggunakan mistar atau penggaris
biasa.
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 8
2.5 Kontur
Garis kontur (contour-line) adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan
titik-titik dengan ketinggian yang sama. Garis kontur disajikan di atas peta untuk
memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah, juga untuk memberikan
informasi slope kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang permukaan tanah
terhadap jalur proyek (bangunan) dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill)
permukaan tanah asli terhadap ketinggian vertical garis proyek atau bangunan.
Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis
perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena
peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka untuk garis kontur ini juga akan
mengalai pengecilan sesuai dengan skala peta.
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 9
III
METODE DAN PRAKTEK KERJA
3.1 Metode
Adapun metode yang digunakan dalam praktikum ini ialah sebegai berikut :
a. Metode penelitian
Metode penelitian merupakan metode dengan melakukan penelitian pada obyek
atau dalam hal ini ialah foto udara dengan menggunakan alat berupa stereoskop
cermin dan paralaks bar.
b. Metode kepustakaan
Metode kepustakaan yaitu metode yang penulisannya bersumber dari berbagai
sumber pustaka, diantaranya berupa buku, peta maupun literature lainnya.
3.2 Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada :
Waktu : Setiap hari senin dari bulan Februari hingga bulan juni 2014
Tempat : Ruang 407 A dan ruang micro teaching Gedung K FIS
3.3 Alat dan Bahan
Dalam mengolah foto udara untuk mendapatkan informasi yang akurat diperlukan
beberapa alat dan bahan, yaitu:
Bahan:Bahan dalam pengerjaan tugas penginderaan jauh ini berupa hasil citra udara yang
telah difotokopi dengan fotokopi Xerox yang telah dilapisi plastic transparent dan dilapisi
karton sebagai alasnya.
Alat:Alat penunjang adalah alat bantu dalam menginterpretasikan hasil citra dan
digunakan untuk menganalisis bentukan lahan yang terekam. Alat-alat penunjangnya
seperti berikut :
1. Steroskop cermin
2. Paralaks bar
3. pulpen OHP permanent
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 10
4. buku catatan
5. penggaris 60 cm
6. tisu dan alcohol atau minyak kayu putih
3.4 Standar Operasional Prosedur (SOP)
1. Siapkan dua lembar foto udara (Gambar A dan Gambar B)
2. Buatlah gambar silang dengan menggunakan penggaris pada tiap gambarnya untuk
mencari titik perpotongan atau titik tengah
3. Siapkan kertas karton yang dimana ukurannya sedikit lebih besar dari foto udara
sebagai alas.
4. Tempelkan pada karton gambar A sebelah kiri dengan menggunakan solatip disebelah
sisi kiri karton. Kemudian letakan Gambar B disebelah kanan dan mencari tiga
dimensi dan kesamaan gambar antara kedua nya dengan cara digerak-gerakan. Pada
kegiatan kali ini, dilakukan dengan memakai stereoskop cermin. Tempel gambar 2
apabila kedua nya telah menyatu obyek pengamatnya. Jarak antara gambar A dengan
gambar B antara 4 sampai 7 cm
5. Titik tengah atau perpotongan di gambar A diberi tanda titik disebut P1 dengan warna
pulpen OHP yang beda dengan garis perpotongannya. Begitu pula dengan gambar B
disebut P2.
6. Dengan menggunakan stereoskop cermin, cari titik P1 pada gambar B yang
selanjutnya disebut P1’. Begitu pula dengan titik P2 pada gambar A disebut P2’.
7. Garislah secara horizontal dengan menghubungkan keempat titik tersebut dengan
menggunakan penggaris. Garis tersebut yang disebut garis terbang.
8. Setelah itu buatlah garis secara tegak lurus atau vertical tepat pada titik perpotongan
pada kedua gambar.
9. Dengan tetap menggunakan stereoskop cermin, tentukan 6 titik pada gambar A yang
dapat berupa titik puncak ataupun lembah. Begitu pula dengan gambar B. symbol
keenam titik ini untuk gambar A ialah (A, B, C, D, E, dan F). Namun pada gambar B
symbol yang ada ialah (A’, B’, C’, D’, E’ dan F’).
10. Kemudian hitung jarak antara titik terhadap garis tegak lurus atau vertical dengan
menggunakan penggaris. Lakukan pada tiap titik baik dari gambar A ataupun gambar
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 11
B. Pada sisi kiri foto terhadap garis tegak lurus menunjukan angka negatif sedangkan
sisi kanan terhadap garis tegak lurus menunjukan angka positif.
11. Melakukan perhitungan beda tinggi (P) dari masing-masing titik dengan cara :
Contoh PA = XA – XA’.
Begitu pula dengan keenam titik yang ada yakni PB, PC, PD, PE dan PF.
12. Setelah itu, kita lakukan perhitungan beda tinggi antara titik PA dengan titik PB yaitu
dengan rumus :
PAA’ = ……….. mm
PBB’ = ………... mm
PAB = PAA’ – PBB’ = ……….. mm
Begitu pula dengan PCD dan PEF.
13. Setelah perhitungan manual selesai, maka cara selanjutnya ialah perhitungan dengan
menggunakan paralaks bar. Perhitungannya yaitu dengan cara memposisikan titik
pada lensa paralaks bar dengan titik puncak atau titik yang ada di foto udara pada
gambar A dan gambar B. Bila lensa belum mencapai salah satu titik, maka kita data
memutar skip micrometer nya hingga titik lensa dapat tepat berada di salah satu titik.
14. Langkah selanjutnya ialah perhitungan untuk menentukan jumlah kontur yakni dengan
cara :
PA dan PB dilihat memakai paralaks di tengah bendungan dan bayangan jatuhnya.
Rumus : PA x skala (2500) =
PB x skala (2500) = -
……………. mm
15. Langkah selanjutnya ialah perhitungan jarak per kontur dengan perhitungan :
(PA x 25) – (PB x 25) = 25
( n x 25) – (1 x 25) = 25
N – 25 = 25
N = 25
PB = N
25
PB = N
Begitu pula untuk perhitungan PC, PD PE dan PF.
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 12
16. Langkah selanjutnya yakni membuat titik-titik vertical dari pertengahan bendungan
sebanyak jumlah kontur seperti langkah nomor 14.
17. Selanjutnya yaitu membuat kontur PA dengan memakai paralaks menyusuri sungai
sesuai dengan panjang paralaks yang ada. Untuk kontur PB disesuaikan dengan
panjangnya dengan perhitungan nomor 14 juga. Normalnya hanya 4 – 5 kontur saja.
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 13
IV
HASIL PERHITUNGAN
4.1 Pengukuran Beda Tinggi Terhadap Obyek Dengan Cara Manual
Titik Jarak Terhadap
Garis Vertikal
Titik Jarak Terhadap
Garis Vertikal
Beda Tinggi (P)
PX = PX – PX‘
A 23.00 mm A’ - 41.00 mm 23.00 – (- 41.00) = 64.00 mm
B 33.00 mm B’ - 33.00 mm 33.00 – (-33.00) = 66.00 mm
C 25.00 mm C’ - 38.00 mm 25.00 – (-38.00) = 63.00 mm
D 21.00 mm D’ - 42.00 mm 21.00 – (-42.00) = 63.00 mm
E 58.00 mm E’ - 13.00 mm 58.00 – (-13.00) = 71.00 mm
F 24.00 mm F’ - 42.00 mm 25.00 – (- 42.00) = 67.00 mm
*Keterangan : semua tanda negative (-) bersifat mutlak
Perbandingan beda tinggi antara kedua titik atau bisa juga antara puncak dan lembahnya.
PAB = PA – PB = 64.00 mm – 66.00 mm = -2.00 mm
PCD = PC – PD = 63.00 mm – 63.00 mm = 0 mm
PEF = PE – PF = 71.00 mm – 67.00 mm = 4.00 mm
4.2 Pengukuran Beda Tinggi Terhadap Obyek Dengan Menggunakan Paralaks
PA = 28.50
PB = 30.45
PC = 26.15
PD = 26.15
PE = 35.00
PF = 31.00
PAB = PA-PB = 28.50 – 30.45
PCD = PC-PD = 26.15 – 26.15
PEF = PE-PF = 35.45 – 31.55
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 14
= -1.95 mm = 0 mm = 3.9 mm
4.3 Perbandingan Hasil Perhitungan Manual dengan Paralaks/ Bar
PAB
Manual : 2.00 mm
Paralaks : 1.95 mm
Selisih : 0.05 mm
PCD
Manual : 0 mm
Paralaks : 0 mm
Selisih : 0 mm
PEF
Manual : 4 mm
Paralaks : 3.9 mm
Selisih : 0.1 mm
4.4 Perhitungan jumlah kontur
Rumus : PA x Skala = 24.50 x 2500 = 612.5 = 61.25
PB x Skala = 22.85 x 2500 = 57125 = 57.12 -
= 4.13 atau digenapkan menjadi 4 kontur.
4.5 Perhitungan jarak antar kontur
a. (PA x 25) – (PB x 25) = 25
(61.25 x 25) – (1 x 25) = 25
1531.25 – 25 = 25
1506.25 = 25
PB = 1506.25
25
PB = 60.25
b. (PB x 25) – (PC x 25) = 25
(60.25 x 25) – (1 x 25) = 25
1506.25 – 25 = 25
1481.25 = 25
PC = 1481.25
25
PC = 59.25
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 15
c. (PC x 25) – (PD x 25) = 25
(59.25 x 25) – (1 x 25) = 25
1481.25 – 25 = 25
1456.25 = 25
PD = 1456.25
25
PD = 58.25
d. (PD x 25) – (PE x 25) = 25
(58.25 x 25) – (1 x 25) = 25
1456.25 – 25 = 25
1431.25 = 25
PE = 1431.25
25
PE = 57.25
e. (PE x 25) – (PF x 25) = 25
(57.25 x 25) – (1 x 25) = 25
1431.25 – 25 = 25
1406.25 = 25
PF = 1406.25
25
PF = 56.25
V
PENUTUP
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 16
5.1 Kesimpulan
Fotogrametri dapat terdefinisikan sebagai seni, ilmu dan teknologi untuk
memperoleh informasi terpercaya tentang obyek fisik dan lingkungan melalui proses
perekaman, pengukuran dan interpretasi gambaran fotografik dan pola radiasi tenaga
elektromagnetik yang terekam.
Dalam menginterpretasikan pasangan foto udara ini, hasil tangkapan bentang
lahan dilihat dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan stereoskop. Stereoskop
sendiri adalah alat yang biasanya digunakan untuk melihat bentuk tiga dimensi pasangan
foto udara.
Berkaitan dengan fungsi stereoskop ini, pengamat dapat menentukan bentukan
lahan yang ada dan melakukan pengukuran seperti beda tinggi, kontur atau bahkan volume
dari bentang yang ada. Jika keseluruhan pengolahan foto udara sudah diketahui maka akan
lebih mudah dalam melakukan analisis pada sebuah foto. Misalnya menentukan potensi
bahaya longsor pada sebuah bukit. Melalui foto udara dan pengolahan secara fotogrametri
maka akan diketahui bagaimana potensi longsor di bukit tersebut. Terlihat dari
kenampakan bukit tersebut melalui stereoskop dimana saja bukit yang tertutup oleh
vegetasi dan dimana saja bukit yang gersang atau gundul yang mungkin berpotensi longsor
saat musim hujan tiba.
Dengan analisis foto udara inilah didapatkan informasi yang berguna yang dapat
dimanfaatkan masyarakat untuk menongkatkan kesejahteraannya. Tentunya dalam
peningkatan kesejahteraan ini masyarakat harus tetap memerhatikan dampak yang
ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar agar kelestarian lingkungan tetap terjaga sebagai
tempat untuk anak cucu kita hidup nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 17
Ligteriak, G.H. 1987, ” Dasar-dasar Fotogrametri – Interpretasi Foto Udara ”, Jakarta : UI
– Press,
http://salmanisaleh.files.wordpress.com/2013/03/6_garis-kontur.pdf diakses pada tanggal
7 juni 2014 pada pukul 20.00 wib
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/196410181991011-
ISKANDAR_MUDA_P/BAB_XIII_GARIS_KONTUR.pdf diakses pada tanggal 7 juni
pada pukul 21.00 wib
http://belajargeomatika.wordpress.com/2011/04/30/interpretasi-foto-udara-
dengan-stereoskop/ diakses pada tanggal 7 juni pada pukul 21.10 wib
Fotogram : Hasil Pengukuran Beda Tinggi dan Kontur pada Foto Udara 18