sosialisasi dan penyesuaian diri di sekolah
TRANSCRIPT
• DIDI JUHDI SUTISNA
• TITIN AGUSTINA
• WULAN RAHMAWATI
• VINA AUDINA
Proses membimbing individu ke dalam dunia sosial
Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu
tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya,
agar ia menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan
dalam berbagai kelompok khusus. Sosialisasi dapat
dianggap sama dengan pendidikan.
Proses sosialisasi berlangsung dalam interaksi individu
dengan lingkungan.
Sosialisasi terjadi melalui “conditioning” olehlingkungan yang menyebabkan individu mempelajaripola kebudayaan yang fundamental seperti berbahasa,cara berjalan, duduk, makan, apa yang di makan,berkelakuan sopan, mengembangkan sikap yangdianut dalam masyarakat seperti sikap terhadapagama, seks, orang yang lebih tua, pekerjaan, rekreasidan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakatyang baik.
Sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengananggota masyarakat lainnya.
1. Kesulitan komunikasi
2. Pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan
Kesulitan lain dalam proses
sosialisasi ialah perubahan-
perubahan yang terjadi dalam
masyarakat sebagai akibat
modernisasi, industrialisasi, dan
urbanisasi
Anak mengalami perubahan dalam kelakuan sosial setelah
ia masuk ke sekolah.
Sekolah merupakan lembaga tempat anak terutama diberipendidikan inetelektual, yakni mempersiapkan anak untuksekolah yang lebih lanjut. Selain aspek intelektual, aspek lainseperti pendidikan moral melalui pendidikan agama dan moralPancasila juga diperhatikan, namun dapat kita katakan bahwapendidikan sosial masih belum mendapat tempat yangmenonjol.
Untuk mengetahui hingga manakah pendidikan sosial di
sekolah dilakukan, kita perlu mempelajari hal-hal berikut:
1) Nilai-nilai yang dianut sekolah.
2) Corak kepemimpinan, apakah otokratis atau demokratis.
3) Hubungan antar-murid, apakah misalnya terutama
dipengaruhi oleh suasana persaingan atau kerja sama.
Pada umumnya nilai-nilai yang dianut di sekolah
sejalan dengan yang berlaku dalam masyarakat
sekitarnya. Ada pula norma-norma yang dianut oleh
masyarakat tempat sekolah itu berada yang perlu
diperhatikan oleh sekolah. Norma-norma yang
diajarkan di sekolah tidak boleh bertentangan
dengan adat istiadat masyarakat sekitar. Antara
sekolah dan masyarakat harus ada hubungan dan
kesesuaian mengenai norma-norma dan nilai-nilai.
Nilai-nilai di sekolah juga ditentukan oleh guru-guru. Norma-
norma kelakuan yang diajarkan oleh guru tak dapat tiada
menurut apa yang dianggapnya baik.
Iklim sosial
• Iklim demokratis
Dalam iklim demokratis anak-anak mendapat lebih
banyak kebebasan untuk berkelakuan menurut
kepribadian masing-masing.
• Iklim Otokratis
Kelakuan anak dikontrol ketat oleh guru.
• Dalam iklim otokratis lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam yang
bersifat pribadi,sedangkan dalam iklim demokratis terdapat suasana
kerja sama, pujian terhadap sesama teman, saran-saran konstruktif dan
kesediaan menerima buah pikiran orang lain.
• Dalam iklim otokratis lebih ditonjolkan diri sendiri, soal “aku”,
sedangkan dalam suasana demokratis terasa ke- “kita”-an.
• Dalam suasana otokratis, adanya pimpinan yang kuat menghalangi
orang lain untuk memegang pimpinan, sedangkan dalam iklim
demokratis beda status sosial pimpinan dan yang dipimpin kecil
sekali, sehingga pada suatu saat setiap orang mudah memegang
kepemimpinan dalam hal ia memiliki kelebihan.
Pengaruh iklim otokratis atau demokratis
terhadap anak menurut Kurt Lewin dan Ronald
Lippitt
• Individualisme dapat berkembang dalam iklim
demokrasi, sedangkan perkembangannya teretekan
dalam suasana otokratis karena setiap murid
mempunyai status yang rendah tanpa dapat
mengembangkan individualitasnya.
• Dalam iklim otokratis tindakan kelompok bukan tertuju
kepada pemimpin melainkan terhadap salah seorang
murid sebab murid mudah dijadikan kambing hitam;
secara potensial setiap murid dapat menjadi saingan
atau lawan murid lainnya
Lanjutan pengaruh iklim >>>
Dalam banyak hal murid harus bersaing dengan murid-
murid lain. Persaingan itu paling menonjol dalam hal
angka-angka. Angka-angka sering ditentukan atau dasar
perbandingan jadi persaingan.
Dalam masyarakat sendiri persaingan senantiasa timbul
dalam usaha untuk meningkatkan mutu serta melebihi
lawan.
Kerjasama atau gotong-royong sangat dihargai dalam
masyarakat kita dan karena itu sudah selayaknya dipupuk
pula di sekolah. Dapat kita lihat bahwa kesempatan kerja
sama ini di sekolah kurang mendapat perhatian. Kerja
kelompok sebagai metode mengajar jarang dilakukan.
Dalam masyarakat tradisional orang tua menjadi teladanatau model bagi generasi muda. Sedangkan modeldalam masyaraskat kota sangat kompleks. Komunikasimassa melalui radio, TV, film, menyodorkanbermacam-macam tokoh yang menjadi idamanpemuda-pemudi
Dalam dunia yang kian kompleks ini anak harus
sanggup memainkan aneka-ragam peranan dalam
bermacam-macam segmen kehidupan. Untuk itu ia
memerlukan berbagai model kelakuan di luar orang
tua dan guru
Anak-anak diperkenalkan dengan model-model dari
berbagai segmen masyarakat di luar sekolah dan
mendapatkan interaksi sosial dengan kelompok-kelompok
lain. Mobilitas zaman modern, dari daerah pedesaan ke
perkotaan, dari daerah yang satu ke daerah lain, bahkan ke
negara-negara lain, menuntut perlunya murid-murid
memahami macam-macam kelakuan manusia. Kesempatan
berinteraksi sosial yang luas dan aneka-ragam jarang
diberikan oleh sekolah
Dapat kita katakan bahwa guru-guru menunjukanheterogenitas, dan mereka semuanya diharapkanmenjadi guru “baik” di mana pun mereka mengajardan dapat menjadi model atau teladan bagi anak-didiknya.
Adanya kecenderungan kedudukan guru makin banyakditempati oleh kaum wanita dapat timbul masalahtentang model khususnya bagi anak pria jika seluruhstaf guru terdiri atas wanita. Bila kelakuan guruberbeda sekali dengan cita-cita murid maka ia akanmencari model yang lain di luar sekolah.
Sosialisasi murid di sekolah dipengaruhi oleh:
1. Iklim sosial di sekolah
2. Adanya model bagi murid
3. Peranan murid seperti yang diharapkan.
Peranan anak yang diharapkan
Peranan yang diharapkan dari murid dapat dilihat dari tiga segi, yakni menurut harapan guru, orang tua
dan murid-murid lainnya.
Guru-guru pada umumnya mengharapkan agar murid-murid mempelajari yang diajarkan dan ditugaskan.Tiap murid harus menguasai keterampilan membaca,menulis, dan berhitung serta bidang studi lainnya.
Guru yang baik adalah guru yang dapat memeliharadisiplin dalam kelasnya. Bagi guru pelanggaran disiplinkelas dan sekolah dianggap serius. Disiplin yang ketat,melarang anak-anak bicara atau kerja sama dalampelajaran sebenarnya menghalangi sosialisasi anak danperkembangan pribadinya.
• Orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah agar menjadi
“pandai” artinya menguasai apa yang diajarkan di sekolah.
• Mengharapkan agar anaknya mematuhi perintah gurunya serta
berkelakuan baik.
• Mengharapkan pula agar anaknya mendapat raport yang baik agar
dapat melanjutkan pelajarannya ke sekolah yang lebih tinggi.
Harapan atau aspirasi orang tua tentang anaknya juga bergantung pada
tingkat sosial orang tua.
Orang tua mengutamakan prestasi akademis dan perkembangan intelektual,
karena itu mereka tidak terlampau mementingkan perkembangan pribadi dan
sosialisasi anak. Bahkan mereka melihat bahaya dan kerugian bila anaknya
terlampau banyak berteman karena menyimpangkan perhatian anak dari
pelajaran sekolah.
Di sekolah anak-anak harus menyediakan diri dengan
teman-temannya. Harapan teman-teman faktor
utama dalam proses sosialisasi di sekolah. Anak
kelas rendah SD masih mengikuti norma-norma
yang ditentukan oleh guru dan orang tua. Tetapi
murid Sekolah Menengah lebih cenderung
mengikuti harapan teman-temannya daripada
orang tua. Apa yang diharapkan oleh teman-
temannya sering berbeda dengan harapan orang
tua.