status anesthesia. removal implant

74
1 STATUS ANESTHESIA Identitas Pasien Nama : Tn.E Usia : 72 tahun No.CM : 11351556 Jenis Kelamin : Laki-laki BB : 60 kg Alamat : Neglasari,kel.Cipatujah Kab. Tasikmalaya Diagnosis pre operasi : Fraktur Union Tibia dextra Jenis Operasi : Removal Implant Tibia dextra Jenis Anestesi : Regional Anestesi Tanggal masuk : 10-12-2012 Tanggal Operasi : 11-12-2012 A. ANAMNESIS Keluhan utama : Paien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya untuk melakukan pelepasan pin. Riwayat Penyakit Sekarang : Paien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya untuk melakukan pelepasan pin, karena 1 tahun yang

Upload: fiqy-n

Post on 25-Oct-2015

501 views

Category:

Documents


36 download

TRANSCRIPT

Page 1: Status Anesthesia. Removal Implant

1

STATUS ANESTHESIA

Identitas Pasien

Nama : Tn.E

Usia : 72 tahun

No.CM : 11351556

Jenis Kelamin : Laki-laki

BB : 60 kg

Alamat : Neglasari,kel.Cipatujah Kab. Tasikmalaya

Diagnosis pre operasi : Fraktur Union Tibia dextra

Jenis Operasi : Removal Implant Tibia dextra

Jenis Anestesi : Regional Anestesi

Tanggal masuk : 10-12-2012

Tanggal Operasi : 11-12-2012

A. ANAMNESIS

Keluhan utama : Paien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya untuk melakukan pelepasan

pin.

Riwayat Penyakit Sekarang : Paien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya untuk melakukan

pelepasan pin, karena 1 tahun yang lalu pasien mengalami kecelakaan motor yang

mengakibatkan tungkai kanan patah sehingga dilakukan operasi.

Page 2: Status Anesthesia. Removal Implant

2

Riwayat penyakit dahulu:

- Riwayat Asma disangkal

- Riwayat Alergi obat dan makanan disangkal

- Riwayat DM disangkal

Riwayat penyakit keluarga:

- Tidak Ada

Riwayat alergi:

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap debu maupun udara dingin. Alergi

makanan dan obat-obatan juga tidak ada.

Riwayat pengobatan:

Riwayat operasi ORIF 1 tahun yang lalu.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Berat Badan : 60 kg / gizi kesan cukup

4. Tanda Vital T : 120/80 mmHg

N : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36 C

5. Status generalis

Kepala : Normocephal

Page 3: Status Anesthesia. Removal Implant

3

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) pupil isokor reflek cahaya

+/+

Telinga : dalam batas normal

Hidung : deviasi septum -/-

Mulut dan tenggorokan : mulut normal , lidah bersih, pharyng tidak hiperemis

Leher :

KGB : tidak membesar

Thoraks

Paru-paru anterior-posterior

Inspeksi : simetris ka-ki, tidak ada nafas tertinggal

Palpasi : tidak nyeri, Vokal fremitus simetris ka-ki

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Aukultasi : vesikuler seluruh lapang paru, rh -, whz –

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : Bj I dan II murni reguller

Page 4: Status Anesthesia. Removal Implant

4

Abdomen

Inspeksi : supel, datar

Auskultasi : Bu + normal

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Perkusi : tympani

Genitalia : tidak diperiksa

Ekstremitas : Oedem :

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Hb : 12,4 g/dl

Ht : 38 %

Leukosit : 10.000

Trombosit : 251.000

BT : 1

CT : 2

LED : 25/35

Ureum : 35

Kreatinin : 1,73

Glukosa Puasa : 93

Glukosa 2 jam PP : 135

Page 5: Status Anesthesia. Removal Implant

5

SGOT : 31

SGPT : 19

Kolesterol Total : 267

Kolesterol HDL : 31

Kolesterol LDL : 197

Trigliserida : 196

Rontgen Thorax dan kruris

- Tampak Cardiomegali

- Paru-paru Tidak tampak infiltrat

Page 6: Status Anesthesia. Removal Implant

6

D. DIAGNOSA

Removal Implant , Union Fraktur Tibia dextra

E. KESIMPULAN

Berdasakan pemeriksaan fisik, pasien diklasifikasikan dalam ASA (2), pasien dalam

keadaan kelainan sistemik Ringan sampai sedang.

F. PENATALAKSANAAN

Terapi Operatif : Removal Implant dengan Spinal Anestesi

1. TINDAKAN ANESTESI ( Spinal Anestesi)

a. Pre-operatif

1. Persiapan Operasi

a. Persetujuan operasi tertulis ( + )

Page 7: Status Anesthesia. Removal Implant

7

b. Puasa 6-8 jam

c. Pasang IV line

2. Jenis Anestesi : Spinal anestesi

b. Intra Operatif

- Tindakan Operasi : Removal Implant

- Tindakan Anestesi : Spinal Anestesi

- Posisi : Supine

- Premedikasi : Midazolam 2,5 mg

Ondansetron 4 mg

- Obat Anestesi : Buvipacain 15 mg

- Ventilasi : O2 3 L

Terapi Cairan

Perhitungan Kebutuhan cairan yang digunakan :

BB = 60 kg

Puasa 6 jam

Iwl maksimal = 8

Page 8: Status Anesthesia. Removal Implant

8

Maintenece = 10 x 4 = 40

10 x 2= 20

40 x 1 = 40

100 cc

Puasa = Lama puasa x M

6 x 100 = 600

IWL = 8 x 60= 480

Kebutuhan cairan 1 jam pertama = 1 x puasa + maintenence + IWL

2

= 1 x 600 + 100 + 480 = 880 ml = 2 flabot

2

Kebutuhan cairan 2 jam berikutnya = 1 x puasa + maintenence + IWL

4

= 1 x 600 + 100 + 480 = 730ml = 2 flabot

4

Langkah-langkah Anestesi

a. Jam 10.00 pasien masuk kamar operasi, saturasi dan monitor dipasang, pemberian

premedikasi dengan ondansetron IV line 4 mg dan Midazolam 2,5 mg.

b. Pemberian O2 dengan canul 3 liter

Page 9: Status Anesthesia. Removal Implant

9

c. Jam 10.10 dilakukan anestesi spinal dengan Buvipacain 15 mg

d. Jam 10.30 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 5 menit. Kemudian

diberikan infus RL 500cc.

e. Jam 11.30 Operasi selesai pasien dipindah.

Page 10: Status Anesthesia. Removal Implant

10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Tulang belakang

Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang

membentuk  punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada

manusia, 5 di antaranya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk

tulang ekor (coccyx). Tiga bagian di atasnya terdiri dari 24 tulang yang dibagi menjadi 7

tulang cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks atau dada) dan 5 tulang lumbal.

Banyaknya tulang belakang dapat saja terjadi ketidaknormalan. Bagian terjarang terjadi

ketidaknormalan adalah bagian punggung.

Medulla Spinalis

Bagian susunan saraf pusat terletak di dalam kanalis vertebralis bersama

ganglion radiks posterior yang terdapat pada setiap foramen intervertebralis terletak

berpasangan kiri dan kanan. Organ ini mengurus persarafan tubuh, anggota badan serta

bagian kepala. Dimulai dari bagian bawah medulla oblongata setinggi korpus vertebra

servikalis I, memanjang sampai ke korpus vertebra lumbalis I dan II.

B. Definisi Anestesi Spinal

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obatanestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi

Page 11: Status Anesthesia. Removal Implant

11

spinal/subaraknoid disebut juga sebagaianalgesi/blok spinal intradural atau blok

intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kitamenyuntikkan obat analgesik lokal ke

dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang

digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen,

lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan,

dan penyebaran obat. Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf

simpatis dan parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan

dalam. Yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory

sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit

tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan sebaliknya,

yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih. Di dalam cairan serebrospinal,

hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal

meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil

melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantungdari kecepatan obat

meninggalkan cairan serebrospinal.

Tabel Dosis dan Durasi Obat Anastesi Spinal

Obat Dosis (mg) Durasi (menit)

Perineum,

tungkai

bawah

Abdomen

bawah

Blok

setinggi

T4

Anastetik

murni

Ditambah

epineprhin

Prokain 75 125 200 45 60

Page 12: Status Anesthesia. Removal Implant

12

Tetrakain 6-8 8-14 14-20 90 120-150

Lidokain 25 50-75 75-100 60 60-90

Bupivacain 4-6 8-12 12-20 120-150 120-150

Bupivacain

Struktur mirip dengan lidokain kecuali yang mengandung amin dan butyl piperydin.

Merupakan anestetik local yang mempunyai masa kerja yang panjang dengan efek

blockade terhadap sensorik lebih besar dari pada motorik. Karena efek ini bupivakain

lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan pasca

pembedahan. 20 jam setelah operasi. Terkadang bupivakain dikombinasikan dengan

epinephrine untuk memperlama durasi dengan fentamil untuk analgesia epidural atau

glukosa.

Indikasi

Bupivakain digunakan untuk anestesi local termasuk infiltrasi, block saraf, epidural, dan

anestesi intratekal. Bupivakain sering diberikan melalui injeksi epidural sebelum

melakukan arthroplasty panggul total. Juga sering di injeksikan ke luka pembedahan

untuk mengurangi nyeri hingga 20 jam setelah operasi. Terkadang bupivakain

dikombinasikan dengan epinephrine untuk memperlama durasi dengan fentamil untuk

analgesia epidural atau glukosa.

Kontra indikasi

Bupivacain untuk anestesi regional intravena karena resiko dari kesalahan toniquet dan

absorpsi sistemik obat.

Efek samping dibandingkan dengan obat anestesi local lainnya bupivakain dapat

mengakibatkan kardiotoksik akan tetapi efek samping ini akan menjadi jarang bila

Page 13: Status Anesthesia. Removal Implant

13

diberikan dengan benar. kebanyakan efek samping berhubungan dengan cara pemberian

atau efek farmakologis dari anestesi.

Indikasi anastesi spinal:

1. Bedah ekstremitas bawah

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rektum perineum

4. Bedah obstetrik-ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan

dengananesthesia umum ringan

Kontra indikasi absolut:

1. Pasien menolak 

2. Infeksi pada tempat suntikan

3. Hipovolemia berat, syok

4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

5. Tekanan intrakranial meningkat

6. Fasilitas resusitasi minim

7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi

Kontra indikasi relatif:

Page 14: Status Anesthesia. Removal Implant

14

1. Infeksi sistemik

2. Infeksi sekitar tempat suntikan

3. Kelainan neurologis

4. Kelainan psikis

5. Bedah lama

6. Penyakit jantung

7. Hipovolemia ringan

8. Nyeri punggung kronik

C. Persiapan Pra Anestesi

Salah satu hal yang sangat penting dalam tindakan anestesi adalah kunjungan pra

anestesi pada pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan, baik elektif dan darurat.

Tujuan persiapan pra anestesi adalah untuk mempersiapkan mental dan fisik secara optimal,

merencanakan dan memilih tehnik serta obat – obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan

kehendak pasien, menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American

Society Of Anesthesiology)

1. Menentukan teknik anestesi

2. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American Society

Anesthesiology), yaitu

1. ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir,

tanpa kelainan faali, biokimia dan psikiatri. Angka mortalitas mencapai 2 %.

2. ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang karena penyakit

bedah maupun proses patofisiolgis. Angka mortalitas mencapai 16 %.

Page 15: Status Anesthesia. Removal Implant

15

3. ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat sehingga aktivitas

harian terbatas . Angka mortalitas mencapai 36 %.

4. ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam

kehidupannya dan tidak selalu sembuh dengan operasi. Angka mortalitas mencapai

68 %.

5. ASA 5 : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tidak

ada harapan.Tidak ada harapan hidup dalam 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.

Angka mortalitas mencapai 98 %.

D. Premedikasi Anestesi

Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi dilakukan. Obat –obat

yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :

1. Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat, Benzodiazepin, Transquilizer.

2. Analgetik narkotik : Morfin, Petidin, Fentanil.

3. Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol.

4. Anti kolinergik : Atropin, Skopolamin.

Tujuan premedikasi untuk;

1. Meredakan kecemasan dna ketakutan

Bias mengguanakn diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anestesi

2. Memperlancar induksi anestesi

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

4. Meminimalkan jumlah obat anestesi

Page 16: Status Anesthesia. Removal Implant

16

5. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah

Suntikan ondansetron 2-4 mg

6. Menciptakan amnesia

7. Mengurangi isi cairan lambung

Menggunakan oral ranitidine 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi

8. Mengurangi reflek yang membahayakan.

E. Persiapan Analgesia Spinal

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia

umum.Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,

misalnya adakelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak

teraba tonjolanprosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:

1. Informed consentKita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal

2. Pemeriksaan fisik Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran Hb, ht, pt, ptt

F. Perlengkapan

Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi

yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi.

Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal

memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai

dengan 30G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain,

atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan

Page 17: Status Anesthesia. Removal Implant

17

daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis

CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika

lebihkecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila

sama(isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu

37oC cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008.

Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan duk

steril juga harus disiapkan. Jarum spinal, dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang

ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan

jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak digunakan

karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.

Tipe Whitacre Tipe Quincke

G. Teknik Anestesi Spinal

Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:

1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah

untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasidengan kaki pada

kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus

lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi.

Page 18: Status Anesthesia. Removal Implant

18

2. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebrata

lumbalis (interlumbal).

3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.

4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan

sudut 10o - 30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan

menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum

flavum, lapisan duramater, dan lapisan subaraknoid.

5. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.

6. Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang subaraknoid.

Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti

adrenalin.

Page 19: Status Anesthesia. Removal Implant

19

H. Posisi Spinal Anestesi

Posisi Duduk 

Pasien duduk di atas meja operasi

Dagu di dada Tangan istirahat di lutut

Posisi Lateral

Bahu sejajar dengan meja operasi

Posisikan pinggul di pinggir meja operasi

Memeluk bantal/knee chest position

I. Tinggi Blok Analgesia Spinal

Faktor yang mempengaruhi:

Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia

Page 20: Status Anesthesia. Removal Implant

20

Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia

Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah

analgetik.

Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.

Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.

Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat

batas analgesia bertambah tinggi.

Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul

kekaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.

Berat jenis larutan: hiper, iso atau hipo barik 

Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia

yang lebih tinggi.

Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis

yang diperlukan. (BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)

Waktu : setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik sudah

menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien

J. Komplikasi Anestesia Spinal 

Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi

delayed. Komplikasi tindakan :

1. Hipotensi berat. Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa

dicegah dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml

sebelum tindakan.

Page 21: Status Anesthesia. Removal Implant

21

2. Bradikardia. Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat

blok sampai T-2

3. Hipoventilasi. Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali

nafas

4. Trauma pembuluh saraf 

5. Trauma saraf 

6. Mual-muntah

7. Gangguan pendengaran

8. Blok spinal tinggi atau spinal total

K. Komplikasi Pasca Tindakan

1. Nyeri tempat suntikan

2. Nyeri punggung

3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor 

4. Retensio urine

5. Meningitis

L. Komplikasi Intraoperatif 

Komplikasi kardiovaskular 

Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi terjadi karena

vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola

sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac output akan

berkurang akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang signifikan harus diobati

Page 22: Status Anesthesia. Removal Implant

22

dengan pemberian cairan intravena yang sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti

efedrin atau fenilefedrin. Cardiac arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada

saat dilakukan anestesi spinal.Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba biasanya karena terjadi

bradikardia yang berat walaupun hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada

kasus seperti ini, hipotensi atau hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest

tersebut tapi ia merupakan dari mekanisme reflek bradikardi dan asistol yang disebut

reflek Bezold-Jarisch. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan

kristaloid (NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera

setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih

terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak

19mg diulang setiap 3-4menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki.

Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis,

dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.

Blok spinal tinggi atau total 

Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan perhitungan dosis

yang diperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang bisa muncul dari hal ini adalah

hipotensi, hentinafas, penurunan kesadaran, paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa

menyebabkan henti jantung. Akibat blok simpatetik yang cepat dan dilatasi arterial dan

kapasitas pembuluh darah vena, hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi

pada anestesi spinal. Hal ini menyebabkan terjadi penurunan sirkulasi darah ke organ

vital terutama otak dan jantung, yang cenderung menimbulkan sequel lain. Penurunan

Page 23: Status Anesthesia. Removal Implant

23

sirkulasi ke serebral merupakan faktor pentingyang menyebabkan terjadi henti nafas pada

anestesi spinal total.

Walau bagaimanapun, terdapat kemungkinan pengurangan kerja otot nafas terjadi akibat

dari blok pada saraf somatic interkostal. Aktivitas saraf phrenik biasanya dipertahankan.

Berkurangnya aliran darah keserebral mendorong terjadinya penurunan kesadaran. Jika

hipotensi ini tidak di atasi, sirkulasi jantung akan berkurang seterusnya menyebabkan

terjadi iskemik miokardiak yang mencetuskan aritmia jantung dan akhirnya menyebakan

henti jantung. Pengobatan yang cepat sangat penting dalam mencegah terjadinya keadaan

yang lebih serius, termasuk pemberian cairan, vasopressor, dan pemberian oksigen

bertekanan positif. Setelah tingkat anestesi spinal berkurang, pasien akan kembali ke

kedaaan normal seperti sebelum operasi. Namun, tidak ada sequel yang permanen yang

disebabkan oleh komplikasi ini jika diatasi dengan pengobatan yang cepat dan tepat.

Komplikasi respirasi

1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-

parunormal.

2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.

3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi

beratdan iskemia medulla.

4. Kesulitan bicara, batuk kering yang persisten, sesak nafas, merupakan tanda-tanda

tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.

Page 24: Status Anesthesia. Removal Implant

24

M. Komplikasi Postoperatif 

Komplikasi gastrointestinal 

Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis berlebihan, pemakaian

obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed,

pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih

berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48 jam pasca

pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada

kehamilan meningkat.

Nyeri kepala

Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala. Nyeri kepala

ini bias terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada dural pada anestesi epidural.

Insiden terjadi komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti ukuran jarum yang

digunakan. Semakin besar  ukuran jarum semakin besar resiko untuk terjadi nyeri kepala.

Selain itu, insidensi terjadi nyeri kepala juga adalah tinggi pada wanita muda dan pasien

yang dehidrasi. Nyeri kepala postsuntikan biasanya munc ul dalam 6 ± 48 jam selepas

suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang berdenyut biasanya muncul di area oksipital

dan menjalar ke retro orbital, dan sering disertai dengan tanda meningismus, diplopia,

mual, dan muntah. Tanda yang paling signifikan nyeri kepala spinal adalah nyeri makin

bertambah bila pasien dipindahkan atau berubah posisi dari tiduran/supinasi ke posisi

duduk, dan akan berkurang atau hilang total bila pasien tiduran. Terapi konservatif dalam

waktu 24 ± 48 jam harus di coba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi (secara

cairan oral atau intravena), analgesik, dan suport yang kencang pada abdomen. Tekanan

Page 25: Status Anesthesia. Removal Implant

25

pada vena cava akan menyebabkan terjadi perbendungan dari plexus vena pelvik dan

epidural, seterusnya menghentikan kebocoran dari cairan serebrospinal dengan

meningkatkan tekanan extradural. Jika terapi konservatif tidak efektif, terapi yang aktif

seperti suntikan salin kedalam epidural untuk menghentikan kebocoran.

Nyeri punggung 

Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari tusukan jarum

yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur ligament dengan atau

tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari trauma suntikan jarum

dapat di obatisecara simptomatik dan akan menghilang dalam beberapa waktu yang

singkat saja.

N. Komplikasi Neurologik 

Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah. Komplikasi

neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptik. Sindrom ini muncul dalam

waktu 24 jam setelah anestesi spinal ditandai dengan demam, rigiditas nuchal dan

fotofobia. Meningitis aseptic hanya memerlukan pengobatan simptomatik dan biasanya

akan menghilang dalam beberapa hari.Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari

blok neuraxial. Sindrom ini mungkin dapat menjadi permanen atau bisa regresi perlahan-

lahan setelah beberapa minggu atau bulan. Ia ditandai dengan defisit sensoris pada area

perineal, inkontinensia urin dan fekal, dan derajat yang bervariasi pada defisit motorik

pada ekstremitas bawah.

Page 26: Status Anesthesia. Removal Implant

26

Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif. Reaksi

ini biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah anestesi spinal dilakukan.

Sindrom ini ditandai olehdefisit sensoris dan kelemahan motorik pada tungkai yang

progresif. Pada penyakit ini terdapat reaksi proliferatif dari meninges dan vasokonstriksi

dari vasculature korda spinal.

Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi arterial yang

lama. Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa mengurangi aliran darah ke korda

spinal. Kerusakan pada korda spinal atau saraf akibat trauma tusukan jarum pada spinal

maupun epidural, kateter epidural atau suntikan solution anestesi lokal intraneural adalah

jarang, tapi tetap berlaku.

Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional sangat jarang

berlaku karena ukuran yang kecil dari struktur vaskular mayor didalam ruang

subaraknoid. Hanya pembuluh darah radikular lateral merupakan pembuluh darah besar

di area lumbar yang menyebar ke ruang subaraknoid dari akar saraf. Sindrom spinal-arteri

anterior akibat dari anesthesia adalah jarang. Tanda utamanya adalah kelemahan motorik

pada tungkai bawah karena iskemia pada 2/3 anterior bawah korda spinal. Kehilangan

sensoris biasanya tidak merata dan adalah sekunder dari nekrosis iskemia pada akar

posterior saraf dan bukannya akibat dari kerusakan didalam korda itusendiri. Terdapat

tiga penyebab terjadinya sindrom spinal-arteri : kekurangan bekalan darah ke arteri spinal

anterior karena terjadi gangguan bekalan darah dari arteri-arteri yang diganggu oleh

operasi, kekurangan aliran darah dari arteri karena hipotensi yang berlebihan, dan

gangguan aliran darah sama ada dari kongesti vena mahu pun obstruksi aliran. Anestesi

regional merupakan penyebab yang mungkin yang menyebabkan terjadinya sindrom

Page 27: Status Anesthesia. Removal Implant

27

spinal-arteri anterior oleh beberapa faktor. Contohnya anestesi spinal menggunakan obat

anestesi lokal yang dicampurkan dengan epinefrin. Jadi kemungkinan epinefrin yang

menyebabkan vasokonstriksi pada arteri spinal anterior atau pembuluh darah yang

memberikan bekalan darah. Hipotensi yang kadang timbul setelah anestesi regional dapat

menyebabkan kekurangan aliran darah. Infeksi dari spinal adalah sangat jarang kecuali

dari penyebaran bacteria secara hematogen yang berasal dari fokal infeksi ditempat lain.

Jika anestesi spinal diberikan kepada pasien yang mengalami bakteriemia, terdapat

kemungkinan terjadi penyebaran ke bakteri ke spinal. Oleh yang demikian, penggunaan

anestesi spinal pada pasien dengan bakteremia merupakan kontra indikasi relatif. Jika

infeksi terjadi di dalam ruang subaraknoid, akan menyebabkan araknoiditis. Tanda dan

symptom yang paling prominen pada komplikasi ini adalah nyeri punggung yang berat,

nyeri lokal, demam, leukositosis, dan rigiditas nuchal. Oleh itu, adalah tidak benar jika

menggunakan anestesi regional pada pasien yang mengalami infeksi kulit loka pada area

lumbar atau yang menderita selulitis. Pengobatan bagi komplikasi ini adalah dengan

pemberian antibiotik dan drenase jika perlu.

Retentio urine / Disfungsi kandung kemih. Disfungsi kandung kemih dapat

terjadi selepas anestesi umum maupun regional. Fungsi kandung kencing merupakan

bagian yang fungsinya kembali paling akhir pada analgesia spinal, umumnya berlangsung

selama 24 jam. Kerusakan saraf permanen merupakan komplikasi yang sangat jarang

terjadi.

Pencegahan kerusakan saraf permanen :

1. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus

Page 28: Status Anesthesia. Removal Implant

28

2. Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater 

3. Hidrasi adekuat, minum/infuse 3L selama 3 hari

Pengobatan :

1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam

2. Hidrasi adekuat

3. Hindari mengejan

4. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah

pasien sendiri 5-10 ml ke dalam ruang epidural.

Page 29: Status Anesthesia. Removal Implant

29

Geriatri

Pembagian terhadap populasi berdasarkan usia lanjut meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun

2. Lanjut usia (elderly) : usia 60-74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) : usia 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) : usia > 90 tahun (WHO)

1. Perubahan Fisiologis

1. Sistem Kardiovaskular

Kemampuan cadangan kardiovaskular menurun, sejalan dengan pertambahan usia di atas

40 tahun. Penurunan kemampuan cadangan ini sering baru diketahui pada saat terjadi stres

anestesia dan pembedahan. Akibat proses penuaan pada sistem kardiovaskular, yang

tersering adalah hipertensi. Pada pasien manula hipertensi harus diturunkan secara

perlahanlahan sampai tekanan darah 140/90 mmHg. Pada manula, tekanan sistolik sama

pentingnya dengan tekanan diastolik. Tahanan pembuluh darah perifēr biasanya meningkat

akibat penebalan serat elastis dan peningkatan kolagen serta kalsium di arteri-arteri besar.

Kedua hal tersebut sering menurunkan isi cairan intra-vaskuler. Waktu sirkulasi

memanjang dari aktivitas baroreseptor menurun. Terjadi penurunan respon terhadap

rangsangan simpatis, dan kemampuan adaptasi serta autoregulasi menurun. Perubahan

pembuluh darah seperti di atas juga terjadi pada pembuluh koroner dengan derajat yang

bervariasi, disertai penebalan dinding ventrikel. sistem konduksi jantung juga dipengaruhi

oleh proses penuaan, sehingga sering terjadi LBBB, perlambatan konduksi intraventikular,

perubahan-perubahan segmen ST dan gelom bang T serta fibrilasi atrium. Semua hal di

atas mengakibatkan penurunan kemampuan respon sistem kardiovaskuler dalam

menghadapi stres. Pemulihan anestesi juga memanjang.

Page 30: Status Anesthesia. Removal Implant

30

2. Sistem Pernafasan

Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang, kontraktilitas

dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara ventilasi dan perfusi,

sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas vital

dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas menyempit dan

terjadilah hipoksemia. Menurunnya respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat

terjadi gagal nafas. Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary

berkurang, refleks laring dan faring juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi dan

kemungkinan aspirasi isi lambung lebih besar.

3. Sistem Ginjal

Pada ginjal jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus (LFG)

menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Respons terhadap kekurangan

Na menurun, sehingga berisiko terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluarkan garam

dan air berkurang, dapat terjadi overload cairan dan juga menyebabkan kadar

hiponatremia. Ambang rangsang glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak

dapat dipercaya. Produksi kreatinin menurun karena berkurangnya massa otot,

sehingga meskipun kreatinin serum normal, tetapi LFG telah menurun. Perubahan-

perubahan di atas menurunkan kemampuan cadangan ginjal, sehingga manula tidak dapat

mentoleransi. kekurangan cairan dan kelebihan beban zat terlarut. Pasien-pasien ini lebih

mudah mengalami peningkatan kadar kalium dalam darahnya, apalagi bila diberikan

larutan garam kalium secara intra vena. Kemampuan untuk mengekskresi obat menurun

dan pasien manula ini lebih mudah jatuh ke dalam asidosis metabolik. Kemungkinan

trerjadi gagal ginjal juga meningkat.

4. Sistem Hati dan Lambung Usus

Pasien manula mungkin sekali lebih mudah mengalami cedera hati akibat obat-obat,

hipoksia dan transfusi darah. Terjadi pemanjangan waktu paruh obat-obat yang diekskresi

melalui hati. Akibat menurunnya fungsi persarafan sistem gastrointestinal, sfingter gastro–

Page 31: Status Anesthesia. Removal Implant

31

esofageal tidak begitu baik lagi, disamping waktu pengosongan lambung yang memanjang

sehingga mudah terjadi regurgitasi.

5. Sistem Saraf Pusat

Pada sistem saraf pusat, terjadi perubahan-perubahan fungsi kognitif, sensoris, motoris,

dan otonom. Kecepatan konduksi saraf sensoris berangsur menurun. Perfusi otak dan

konsumsi oksigen otak menurun. Berat otak menurun karena berkurangnya jumlah sel

neuron, terutama di korteks otak maupun otak kecil. Berat otak pada orang dewasa muda

rata-rata 1400 g, akan menurun menjadi 1150 g pada usia 80 tahun. Dikatakan, terdapat

korelasi positif antara berat otak dan harapan hidup. Terdapat juga penurunan fungsi

neurotransmiter. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan manula lebih mudah

dipengaruhi oleh efek samping obat terhadap sistem saraf. Dengan demikian konsentrasi

alveolar minimum dari anestetika menurun dengan bertambahnya usia.

6. Pada kulit

Terjadi reepitelisasi yang melambat dan juga vaskularisasi berkurang sehingga

penyembuhan luka lebih lama.

7. Muskuloskeletal

Kurangnya impuls dari upper motor neuron dan degenerasi neuromuscular junction

pengecilan & melemahnya otot. Pengapuran persendian tulang belakang

8. Thermoregulasi

Penurunan jumlah lemak di bawah kulit, Penurunan fungsi kelenjar keringat,

Penurunan kapiler sehingga pengaturan vasokontriksi dan vasodilatasi terganggu

Page 32: Status Anesthesia. Removal Implant

32

2. Evaluasi Preoperatif

Secara umum, tujuan operasi pada lanjut usia antara lain: mengadakan pemulihan

lengkap atas status kesehatan yang terganggu, upaya untuk mengurangi dan menghilangkan

disabilitas, serta menunda kematian yang mengancam.

Morbiditas dan mortalitas operasi pada lansia secara umum disebabkan oleh:

a) Berbagai penyakit lain yang diderita bersama-sama dengan penyakit primernya.

b) Penyakit primer (penyakit yang memerlukan tindakan operatif) seringkali sudah dalam

keadaan lanjut.

c) Penyakit yang didapat bersama tersebut sering ikut meningkatkan risiko operasi:

1. Yang selalu terdapat pada lansia dalam berbagai derajat (misalnya: gangguan ginjal,

gangguan hati, dll.)

2. Yang tidak selalu terdapat, tetapi insidens meningkat pada lansia (misalnya: penyakit

jantung iskemik, PPOM, dll.)

3. Yang tidak berhubungan dengan usia tetapi konsekuensi pada lansia meningkat

(misalnya: anemia, dll.)

d) Status nutrisi

Status nutrisi dapat mempengaruuhi keberhasilan lansia dalam menahan stress akibat

operasi. Banyak lansia dengan penyakit kronis / akan operasi dalam keadaan malnutrisi.

Keadaan ini perlu diperbaiki dulu.

e) Masalah kesehatan mental

Dementia, biasanya tidak berespon baik terhadap instruksi dari petugas kesehatan,

sehingga penyembuhan akibat konfusio pasca operasi lebih sukar.

Depresi, menyebabkan keinginan hidup dan respon terhadap penyembuhan buruk.

1. Pemeriksaan Persiapan Operasi

Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah:

a. Anamnesis

b. Pemeriksaan fisis

Page 33: Status Anesthesia. Removal Implant

33

c. Pemeriksaan penunjang

d. Laboratorium: gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati, darah perifer lengkap, hemostasis

dan urin.

e. Foto dada

f. Elektrokardiogram

g. Bila perlu ekokardiogram untuk melihat fungsi jantung

h. Spirometri untuk menilai fungsi paru

i. EEG bila perlu.

Pemeriksaan tambahan pada pasien geriatri adalah:

j. Activity Daily Living (ADL) scoring. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan derajat

kemandirian seorang usila.

Nilai ketergantungan pada bantuan:

0: tidak perlu/ mandiri

1: sedikit membutuhkan bantuan

2: banyak membutuhkan bantuan / ketergantungan penuh

No Aktivitas Ketergantungan

0 1 2

1 Makan 0 1 2

2 Mengenakan dan melepaskan pakaian 0 1 2

3 Menyisir rambut dan bercukur 0 1 2

4 Berjalan 0 1 2

5 Turun dan naik ke tempat tidur 0 1 2

6 Mandi 0 1 2

7 Ke kamar mandi (toileting) 0 1 2

Page 34: Status Anesthesia. Removal Implant

34

8 Membutuhkan bantuan untuk belanja, mandi, pekerjaan

rumah dan / atau pergi keluar

0 1 2

9 Inkontinensia skor 0 : bila tidak pernah, skor 1 bila :

1-2x/minggu, skor 2 bila > 3 minggu

0 1 2

k. Pemeriksaan mental pasien. Disini dapat ditentukan tingkat kejernihan pikiran pasien,

apakah sudah menderita demensia ataupun pra- demensia.

l. Penilaian Pemeriksaan Organik

Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan ditambah dengan peme-riksaan penunjang tadi,

diagnosis dapat ditentukan demikian pula keadaan fungsional organ-organ dan

selanjutnya dapat ditentukan apakah layak operasi atau tidak.

Aspek Anestesi pada Pasien Usila

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perioperative care pasien usila, adalah:

a. Rehidrasi, bila terjadi dehidrasi

b. Gangguan saluran cerna diatasi

c. Mengatasi sepsis

d. Mengatasi pendarahan (blood loss) bila ada

e. Mengatasi edem pada gagal jantung kongestif

Selain itu dalam rangka manajemen anestesi ada prinsip dasar yang juga harus diperhatikan

dalam penanganan pasien usila, yaitu

a. Dosis obat,

b. fisiologi setiap pasien,

c. hemodinamik,

d. hipotermia,

Page 35: Status Anesthesia. Removal Implant

35

e. jenis anestesi,

f. monitoring,

g. gejala- tanda klinik dan outcome,

h. informed consent.

3. Anestesi

Jenis anestesi utama untuk operasi adalah general dan regional (termasuk spinal, lumbar,

caudal epidural, blok saraf regional dan infiltrasi local. Pemilihan jenis anestesi ini tergantung

pada usia penderita, ketepatan masalah bedah yang akan dilaksanakan, dan jenis pembedahan

yang akan dilakukan.

Aneatesi regional

Efek spesifik anestesi regional memberikan beberapa keuntungan.

1. anesesi regional mempengaruhi sistem koagulasi dengan cara mencegah

inhibisi fibrinolisis post operatif. Thrombosis vena dalam atau emboli paru

dapat terjadi pada 2,5% pasien setelah menjalani beberapa prosedur berisiko

tinggi. Pada revaskularisasi ekstremitas bawah, anestesi regional berhubungan

dengan penurunan insidens thrombosis graft bila dibandingkan dengan anestesi

umum.

2. efek hemodinamik anestesi regional mungkin berhubungan dengan lebih

sedikitnya jumlah darah yang hilang pada pembedahan pelvis dan ekstremitas

bawah.

3. anestesi regional tidak memerlukan instrumen alat bantu nafas dan pasien

dapat mempertahankan jalan nafas dan fungsi parunya sendiri. Data

menunjukkan bahwa pasien berusia lanjut lebih rentan terhadap episode

hipoksia selama dalam ruang pemulihan. Pasien dengan anestesi regional

mempunyai risiko hipoksemia yang lebih rendah. Komplikasi paru yang terjadi

pada anestesi regional juga lebih sedikit.

Page 36: Status Anesthesia. Removal Implant

36

Anestesi spinal lebih dapat ditoleransi pada geriatri dari pada anestesi umum karena

dapat menurunkan resiko delirium dan konfusi postoperasi.  Ruang arakhnoid dan

epidural menjadi lebih sempit dengan bertambahnya umur yang membuat penyebaran

obat analgetik lokal menjadi lebih besar atau luas, dengan hasil penyebaran obat 

analgesi  ke cephalad lebih banyak sehingga level analgesi lebih tinggi dengan dosis

sama dan tinggi badan yang sama. Dosis hendaknya dikurangi pada usia tua.

4. Perubahan Farmakologi Terkait Umur

Distribusi dan eliminasi juga dipengaruhi oleh terganggunya ikatan protein plasma.

Albumin yang cenderung berikatan dengan obat yang bersifat asam (misalnya barbiturat,

benzodiazepin, agonis opioid), menurun. α1-asam glikoprotein, yang berikatan dengan

obat yang bersifat basa (misalnya, anestetik lokal), meningkat.

Perubahan farmakodinamik utama adalah penurunan kebutuhan anestetik, ditunjukkan

oleh MAC yang rendah. Titrasi hati-hati bahan anestetik mem- bantu menghindari efek

samping dan durasi yang panjang; bahan kerja singkat seperti propofol, desflurane,

fentanil, dan suksinilkolin sangat berguna pada pasien usia lanjut.

Obat-obat preoperatif pada dasarnya diberikan untuk menurunkan kecemasan/sekresi

mucus dan fasilitas induksi dan mempertahankan anestesi. Hal-hal yang perlu

diperhatikan, antara lain:

1. Pilih obat yang menyebabkan gangguan minimal terhadap sirkulasi dan depresi

respirasi.

2. Dosis diturunkan sampai 1/2 atau1/3 dosis anak muda dengan bentuk dan ukuran

tubuh sama.

5. Pertimbangan postoperatif

Operator dan anestesiologis harus memonitor keadaan lansia lebih cermat untuk mencegah

komplikasi pasca operatif:

Page 37: Status Anesthesia. Removal Implant

37

Pemilihan obat anestesi harus hati-hati karena mungkin sudah terjadi penurunan sirkulasi

jantung dan organ vital lain yang mengakibatkan penderita lebih sensitif terhadap

hipoksemia dan hipovolemia.

Pemilihan posisi operasi yang tepat, pemasangan bantal-bantalan dll., sehingga

meminimalkan trauma operasi.

Pasien yang berisiko tinggi terhadap cairan antara lain pasien dengan status kognitif yang

terganggu (demensia atau depresi), status fungsional yang terganggu (imobilitas,

instabilitas,gangguan penglihatan), tak mampu minum obat, mengalami gangguan

kesehatan seperti diare atau panas (demam).

Monitoring seperti pada usia muda, tetapi lebih cermat, terutama temperature (lansia

lebih mudah hipotermia). Untuk mempertahankan temperature tubuh :

Semua cairan (darah / kristaloid) harus dihangatkan terlebih dahulu.

Mengupayakan temperature ruangan yang baik.

Menguayakan agar viscera tetap berada dalam rongga abdomen, atau kalau tidak,

dihangatkan dengan bantalan laparotomy.

Meminimalkan waktu operasi.

FRAKTUR

Page 38: Status Anesthesia. Removal Implant

38

A. Anatomi

Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai

daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa,

sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan

memanjang tulang akan berhenti.Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan

diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan

bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus

epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat

osifikasi primer. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung

sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal

tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan

keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan

suatu tulang yang patah.

Page 39: Status Anesthesia. Removal Implant

39

Gambar. Tulang Panjang

B. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau

tulangrawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan

tulang patah dapat berupa trauma langsung, trauma pada tulang bergantung pada jenis

trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang

kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah

tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai

luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

C. Klasifikasi

Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar

dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit

diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka

disebut fraktur terbuka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan

oleh berat ringannya luka dan berta ringannya patah tulang.

Page 40: Status Anesthesia. Removal Implant

40

Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia

dibagimenjadi lima tipe :

Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.

Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali

darimetafisis.

Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis

Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian

darisebagian cakram tersebut.

Menurut Penyebab terjadinya.

Faktur Traumatik : direct atau indirect

Fraktur Fatik atau Stress

Page 41: Status Anesthesia. Removal Implant

41

Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawan

Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan

Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya

Fraktur Simple : fraktur tertutup

Fraktur Terbuka : bone expose

Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera

Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan

menjadi :

1. Berdasarkan garis patah tulang.

a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok. 

b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.

c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.

d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang

Page 42: Status Anesthesia. Removal Implant

42

2. Berdasarkan bentuk patah tulang

a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen

tulang biasanya tergeser. 

b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.

c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang

lain.

d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.

e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian.

f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.

g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari

tempatyang patah.

h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang

normal.i. Fraktur 

i. Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat

Page 43: Status Anesthesia. Removal Implant

43

D. Etiologi

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma

tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya

fraktur 

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah

dankekuatan trauma.

Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,

kekuatan,dan densitas tulang.

Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal

dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan

penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan

kerusakan jaringan lunak yang lebih luas.

Page 44: Status Anesthesia. Removal Implant

44

Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma

dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan,

penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang

disebabkan olehkarena trauma yang berulang.Selain trauma, adanya proses patologi

pada tulang seperti. tumor atau pada penyakitPaget dengan energi yang minimal saja

akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orangnormal hal tersebut belum tentu

menimbulkan fraktur.

E. Patofisiologi

Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai

keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa

fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan

lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan

lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.Tekanan yang kuat atau

berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapatmenyebabkan fragmen

tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbukadan akan

menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah

dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang

disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkandisposisi pada

tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.

F. Manifestasi Klinis

Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :

Page 45: Status Anesthesia. Removal Implant

45

1. Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen

tulang tidak  bisa digerakkan.

2. Gangguan fungsi .Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan

cenderungmenunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara

teratur karenafungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut

saling berdekatan.

3. Deformitas/kelainan bentuk Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh

deformitas tulang yang diketahui ketikadibandingkan dengan daerah yang tidak

luka.

4. PemendekanPada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada

ekstremitas yangdisebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi

fraktur.

5. Krepitasi Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur

digerakkan.

6. Bengkak dan perubahan warnaHal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan

yang mengikuti fraktur.

G. Diagnosis

Riwayat

Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)

dankejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau

Page 46: Status Anesthesia. Removal Implant

46

fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi,

merokok,riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.

Pemeriksaan Fisik 

a. inspeksi / Look 

Deformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak 

Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo 

b. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi). Status neurologis dan

vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi padadaerah

ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah

cedera,daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi .

Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit,

pengembaliancairan kapler (Capillary refill test) sensasi

c. Gerakan / Moving. Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi

yang berdekatan dengan lokasi fraktur.

d. Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen, pelvis

Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut

protokolATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan

circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat

disingkirkan dengan pemeriksaanklinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka

dilakukan secondary survey.

Pemeriksaan Penunjang

Page 47: Status Anesthesia. Removal Implant

47

Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test,

dan urinalisa.

Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :

I 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral

II Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur 

III Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang

tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan

dansesudah tindakan.

Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :

1. Alignment : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut

2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening)

3. Aposisi : hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya

4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

H. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition berupa diagnosis

dan penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan rehabilitation

yaitumengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkinPenatalaksanaan awal

fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Statusneurologis dan

vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah  reposisi dan

imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasiawal

fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan

Page 48: Status Anesthesia. Removal Implant

48

penatalaksanaandefinitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi

dengan ORIF maupun OREF.

Pengobatan fraktur :

a) REKOGNISI

Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah

mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan

deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.

b) REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Tehnik reposisi

terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi

eksterna atau traksi kulit dan skeletal.Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang

dilakukan pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser,

mobilisasi dini,fraktur multiple, dan fraktur patologis.

c) IMOBILISASI/ FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post

reposisisampai Union.Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening),

fraktur unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.

Jenis Fiksasi :

Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation)

Gips ( plester cast)

Traksi

Page 49: Status Anesthesia. Removal Implant

49

Jenis traksi : 

Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus

Skin traksi

Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali

ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas

Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin

Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,

lutut), padatibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi

pada pemasangantraksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf

peroneus (kruris) ,sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin

Page 50: Status Anesthesia. Removal Implant

50

Indikasi OREF :

Fraktur terbuka derajatIII

Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

fraktur dengan gangguan neurovaskuler 

Fraktur Kominutif

Fraktur Pelvis

Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

Non Union

Trauma multiple

Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi

anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

Indikasi ORIF :

Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur

talusdan fraktur collum femur. 

Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.

Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur

Monteggia,fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.

Page 51: Status Anesthesia. Removal Implant

51

Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan

operasi,misalnya : fraktur femur.

d). REHABILITASI

Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara

melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien.

Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan

meningkatkan peredaran darah.

I. Proses Penyembuhan Tulang

a.   Stadium Pembentukan Hematoma

Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma

dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam.

Page 52: Status Anesthesia. Removal Implant

52

b.  Stadium Proliferasi

Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini

menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga

terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.

c.    Stadium Pembentukan Kallus

Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa

kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10

hari setelah kecelakaan terjadi.

d.   Stadium Konsolidasi

Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara

bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.

e.   Stadium Remodelling

Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang

yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan

J. Komplikasi

Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :

a. Komplikasi Dini

1) Nekrosis kulit

2) Osteomielitis

3) Kompartement sindrom

Page 53: Status Anesthesia. Removal Implant

53

4) Emboli lemak

5) Tetanus

b. Komplikasi Lanjut

1) Kelakuan sendi

2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non union.

3) Osteomielitis kronis

4) Osteoporosis pasca trauma

5) Ruptur tendon

DAFTAR PUSTAKA

Hyderally H. Complications of Spinal Anesthesia. The Mountsinai Journal of Medicine. Jan-Mar

2002.

Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia. J Bone Joint Surg Am.

2010; 62: 1219-1222.

Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiology, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia 2009; 107-112.

Page 54: Status Anesthesia. Removal Implant

54

Manjoer, Arif. Dkk. Anestesi Spinal. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi III hal.261-264.

2000. Jakarta.

Dobridnjov, I., etc. Clonidine Combined With Small-Dose Bupivacaine During Spinal

Anesthesia For Inguinal herniorhapy: A Randomized Double-Blind Study. Anesth Analg

2003;96:1496-1503.

Syarif, Amir. Et al. Kokain dan anestetik Lokal Sintetik. Dalam: Farmakologi dan Terapi edisi 5

hal. 259-272. 2007. Gaya Baru, Jakarta.

http://makalahcentre.blogspot.com/2010/11/makalah-fraktur.html

Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah Ilmu

Bedah. Jkarta: Binarupa aksara.1995

Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-@ . Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2004