status gbs

38
REFERAT Guillain–Barré syndrome ( G BS ) Oleh : Nama : Siti Halimah Bt Mariani NIM : 102012234 Dr pembimbing : dr. Nadia Hussein Sp. S 1

Upload: zaim-syazwan

Post on 27-Nov-2015

96 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Status Gbs

REFERAT

Guillain–Barré syndrome (GBS)

Oleh :

Nama : Siti Halimah Bt Mariani

NIM : 102012234

Dr pembimbing : dr. Nadia Hussein Sp. S

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM

DEPARTEMEN ILMU SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

DISEMBER 2013 - JANUARI 2014

1

Page 2: Status Gbs

STATUS NEUROLOGIS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Umur : 54 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Sinar Kuala, Ketapang, Bandar Lampung

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Status : Menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Masuk : 16 Desember 2011

II. RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan utama : Kelemahan pada kedua lengan dan tungkai.

Keluhan tambahan : -

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke RSUAM dengan keluhan kelemahan pada kedua tungkai dan

lengan sejak beberapa hari SMRS. Kelemahan ini mulai terjadi ±6 hari smrs, yaitu

ketika pasien selesai mencuci pakaian sesudah pulang bekerja. Pada saat itu, tiba-

tiba pasien merasakan kedua tungkainya lemas dan tidak dapat digunakan untuk

berjalan. Awalnya pasien merasa kedua tungkainya seperti kram dibagian betis

kemudian kedua tungkai menjadi lemah dan tidak dapat digerakkan. Kelemahan

tersebut dirasakan mulai dari kedua ujung kaki sampai pinggul, namun kelemahan

pada tungkai tidak disertai rasa nyeri dan pegal dikedua pinggul. Kelemahan

2

Page 3: Status Gbs

tersebut dirasakan tidak berkurang dengan istirahat. Sesaat setelah

kejadian,kemudian pasien dibawa ke mantri terdekat dan diberi 4 jenis obat,

namun sampai keesokan harinya pasien tidak merasakan adanya perbaikan pada

kedua tungkainya. Kemudian keesokan harinya, pasien merasa kedua lengannya

juga lemas dan tidak dapat digerakkan. Keluhan tidak disertai penurunan

kesadaran pasien, tidak disertai kejang, muntah dan sakit kepala. Rasa baal,

kesemutan seperti memakai sarung tangan dan kaos kaki pada kedua tungkai dan

lengan disangkal pasien. Keluhan sulit menelan, bicara pelo, dan kelemahan pada

otot sekitar wajah dan mata disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Selama

keluhan terjadi, pasien masih dalam keadaan sadar, orientasi, bahasa dan daya

ingat pasien masih baik.

Dua hari kemudian pasien kemudian dibawa ke klinik di dekat rumah dan diberi 3

macam obat. Setelah obat diminum, kelemahan pada kedua tungkai dan lengan

tetap tidak berkurang. Setelah itu, pasien segera dibawa ke RSAM dan dirawat

hingga sekarang. Sesampainya di RSAM pasien tetap mengeluhkan kelemahan

pada kedua lengan dan tungkai. Keluhan rasa baal, kesemutan, kesulitan menelan,

bicara pelo ataupun sesak napas tidak ada. BAK dan BAB tetap tidak ada keluhan.

Riwayat demam, flu, batuk, dan mencret sebelumnya disangkal pasien. Riwayat

trauma dan operasi sebelumnya disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi dan riwayat kencing manis disangkal pasien. Pasien baru

pertama kali mengalami keluhan seperti ini

3

Page 4: Status Gbs

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat sosio ekonomi

Pasien bekerja sebagai kasir di sebuah swalayan. Pasien mengaku lebih sering

bekerja pada shift malam.

III.PEMERIKSAAN FISIK (30-11-2011)

Status present :

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4M6V5 = 15

Tanda vital :

TD = 130/80 mmHg

N = 84 x/menit

RR = 22 x/menit

Suhu = 36,2 C

Gizi : cukup

Status generalis :

Kepala

- rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut

- mata : konjungtiva ananemis +/+, sclera anikterik +/+

- telinga : liang lapang +/+, serumen -/-

- hidung : deviasi septum (-), sekret -/-

- mulut : bibir tidak kering, lidah tidak kotor

Leher

- pembesaran KGB : tidak membesar

- simetris/tidak : simteris

- pembesaran tiroid : tidak membesar

4

Page 5: Status Gbs

- JVP : tidak meningkat

Thoraks

Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat

P: ictus cordis tidak teraba

P: batas kanan : Sela iga V garis midclavicula dextra

batas kiri : Sela iga V garis midclavicula sinistra

batas atas : Sela iga II garis sternal sinistra

A: Bunyi jantung I – II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : I : hemithoraks kanan sama dengan kiri

P: vocal fremitus taktil kanan sama dengan kiri

P: sonor

A: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

I : datar dan simetris

P : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

P : tympani

A : BU (+) normal

Ekstremitas

Superior : akral hangat, oedem -/-, sianosis -/-

Inferior : akral hangat, oedem -/-, sianosis -/-

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Saraf kranialis (kanan/kiri)

1. N. olfactorius (N.I)

Daya penciuman hidung : normosmia/normosmia

2. N.opticus (N.II)

Tajam penglihatan : > 3/60 > 3/60 on bed side

Lapang penglihatan : sama dengan pemeriksa

Tes warna : tidak buta warna

5

Page 6: Status Gbs

Fundus oculi : tidak dilakukan

3. N. Occulomotorius, N.Throchlearis, N.Abducens (N.III-N.IV-N. VI)

Kelopak mata

Ptosis : -/-

Endophtalmus : : -/-

Exophtalmus : -/-

Pupil

Diameter : ±3mm / ±3mm

Bentuk : bulat / bulat

Isokor/anisokor : isokor

Posisi : sentral/ sentral

Reflek cahaya langsung : +/+

Reflek cahaya tak langsung : +/+

Gerakan bola mata

Medial :+/+

Lateral :+/+

Superior :+/+

Inferior :+/+

Obliqus superior :+/+

Obliqus inferior :+/+

Reflek pupil akomodasi : +/+

Reflek pupil konvergensi : +/+

4. N. trigeminus (N.V)

Sensibilitas Raba Nyeri Suhu

Ramus oftalmikus N/N N/N N/N

Ramus maksilaris N/N N/N N/N

Ramus mandibularis N/N N/N N/N

Motorik

M.masseter : baik/baik

M.temporalis : baik/baik

M.pterigoideus : baik/baik

6

Page 7: Status Gbs

Reflek

Reflek kornea : +/+

Reflek bersin : tidak dilakukan

5. N. facialis (N.VII)

Inspeksi wajah sewaktu

Diam : simetris

Tertawa : simetris

Meringis : simetris

Bersiul : simetris

Menutup mata : simetris

Pasien disuruh untuk

Mengerutkan dahi : simetris

Menutup mata kuat-kuat : simetris

Menggembungkan pipi : simetris

Sensoris

Pengecapan 2/3 depan lidah : +/+

6. N. Vestibulo-Cochlearis (N.VIII)

N. Cochlear

Ketajaman pendengaran : +/+

Tinnitus : -/-

N. Vestibularis

Test vertigo : tidak dilakukan

Nistagmus : -/-

7. N. Glossopharingeus, N. Vagus (N.IX, N.X)

Suara bindeng / nasal : (-)

Posisi uvula : ditengah

Palatum mole : istirahat : simetris

Bersuara : terangkat

Arcus palatoglossus : istirahat : simetris

7

Page 8: Status Gbs

Bersuara : terangkat

Arcus Pharingeus : istirahat : simetris

Bersuara : terangkat

Reflek batuk : +

Reflek muntah : +

Peristaltic usus : BU (+)

Bradikardi : -

Takikardi : -

8. N. accesorius (N.XI)

M. sternocleidomastoideus : normal/normal

M. trapezius : normal/normal

9. N. Hypoglossus (n.XII)

Atropi : -

Fasikulasi : -

Deviasi : -

Tanda perangsangan selaput otak

- Kaku kuduk : (-)

- Kernig test : (-)

- Lasseque test : (-)

- Brudzinsky I : (-)

- Brudzinsky II : (-)

Sistem motorik superior ka / ki inferior ka / ki

Gerak : hipoaktif / hipoaktif hipoaktif/hipoaktif

Kekuatan otot : 4/3 4/3

Tonus : menurun/menurun menurun/menurun

Klonus : -/- -/-

8

Page 9: Status Gbs

Reflek fisiologis : biceps ↓ Patellla

Triceps ↓ Achiles ↓

Reflek patologis : Hoffman-tromer -/- Babinsky -/-

Chaddock -/-

Oppenheim -/-

Schiffer -/-

Gordon -/-

Gonda -/-

Sensibilitas

Eksteroseptif / rasa permukaan (superior / inferior )

Rasa raba : +/+

Rasa nyeri : +/+

Rasa suhu panas : +/+

Rasa suhu dingin : +/+

Propioseptif / rasa dalam (superior / inferior )

Rasa sikap : +/+

Rasa getar : +/+

Rasa nyeri dalam : +/+

Fungsi sensibilitas kortikal

asteriognosis : +/+

Grafognosis : +/+

Koordinasi

Tes tunjuk hidung :+/+

Tes pronasi/supinasi ; +/+

Susunan saraf otonom

Miksi : normal

9

Page 10: Status Gbs

Defekasi : normal

Salivasi : normal

Fungsi luhur

Fungsi bahasa : baik

Fungsi orientasi : baik

Fungsi memori : baik

Fungsi emosi : baik

V. RESUME

Pasien laki-laki 54 tahun dirawat di RSAM sejak 1 minggu yang lalu dengan

kedua lengan dan tungkai lemah. Kelemahan dirasakan terkebih dahulu pada

tungkai yaitu 6 hari smrs, kemudian disusul oleh kelemahan pada kedua

lengan pada ±5 hari smrs. Keluhan tidak disertai penurunan kesadaran pasien,

tidak disertai kejang, muntah dan sakit kepala. Keluhan sulit menelan, bicara

pelo, dan kelemahan pada otot sekitar wajah dan mata juga disangkal. Keluhan

kesemutan disangkal. Riwayat demam, batuk-flu, mencret, hipertensi dan

diabetes disangkal. Kesadaran compos mentis, GCS = 15, TD = 130/80

mmHg, nadi = 84 x/menit, RR = 22 x/menit dan suhu = 36,2 C. Dari

pemeriksaan neurologis ditemukan : reflex fisiologis menurun dan kekuatan

motorik menurun.

VI. DIAGNOSIS

- Klinis : Tetraparese

- Topis :

- Etiologis : e.c Guillain Barre Sindrom

VII. DIAGNOSIS BANDING

Tetraparese ec. Parilis Periodik Hipokalemia

Tetraparese ec. Polineuropathy Def. Vitamin

VIII. PENATALAKSANAAN

10

Page 11: Status Gbs

1. Umum

Mengurangi kegiatan yang berlebihan

Istirahat cukup 6-8 jam per hari.

2. Diet

Makan makanan yang bergizi dan bervitamin, seperti sayur dan

buah-buahan.

Mengurangi makanan dan minuman yang mengandung pengawet.

3. Medikamentosa

IVFD RL

Metilkobal/8 jam

4. Rehabilitasi

Fisioterapi

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah lengkap

Hb : 14,0 gr/dl

Leukosit : 6.900/ul

Cholesterol total : 157 mg/dl

HDL : 36mg/dl

LDL : 95 mg/dl

Trigliserida : 75 mg/dl

Asam urat : 7,2 mg/dl

X. PEMERIKSAAN ANJURAN

1. ENMG

2. LCS (Liquor cerebro spinal)

XI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

11

Page 12: Status Gbs

FOLLOW UP

- Tgl. 19 Desember 2011

S : kelemahan terutama pada tungkai kanan

O: KS: CM, GCS E4M6V5

TTV : TD = 140/80 mmHg

RF : ↓/↓

Motorik 3 3

3 3

Terapi :

IVFD RL 15 gtt/mnt

Metilprednisolon 3x125 mg

Ranitidin amp/12 jam

Sohobion 2x1 tab

- Tgl. 21 Desember 2011

S: kelemahan terutama pada tungkai kanan, pegal-pegal di bahu ↓

O: TD = 130/80 mmHg

RR = 20x/mnt

HR = 80x/mnt

Motorik 4 4

3 3

IVFD RL 15 gtt/mnt

Metilprednisolon 3x125 mg

Ranitidin amp/12 jam

Sohobion 2x1 tab

Allopurinol 2x100 mg

- Tgl. 22 Desember 2010

O : TD = 130/80 mmHg

12

Page 13: Status Gbs

HR = 80x/mnt

RR = 22x/mnt

Motorik 4 4

3 3

13

Page 14: Status Gbs

SINDROMA GUILLAIN-BARRE

A. Pendahuluan

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang

cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali

mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif,

apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada

umumnya mempunyai prognosa yang baik. Beberapa nama disebut oleh

beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathicpolyneuritis, Acute Febrile

Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute

Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, GuillainBarre Strohl

Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain BarreSyndrome.

B. Definisi

Sindroma Guillain Barre adalah penyakit yang menyerang radiks saraf yang

bersifat akut dan yang menyebabkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari

ekstremitas inferior dan meluas keatas sampai tubuh dan otot-otot wajah.

Penyakit ini dapat mengancam jiwa yaitu berupa kelemahan yang dimulai dari

anggota gerak distal yang dengan cepat dapat merambat ke proximal.

Nama lain dari sindroma Guillaain Barre adalah Poli radikulo neuropati

inflamasi akut atau PIA. Insiden tahunan di Amerika Serikat adalah 1 sampai 2

per 100.000. Penyakit ini tidak dipengaruhi terhadap musim dan tidak endemik

14

Page 15: Status Gbs

dapat menyerang semua golongan umur terutama pada usia 50-70 tahun,

presentasi jumlah antara pria dan wanita sama.

Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan demielinisasi

pada akar saraf tepi. Sampai saat ini penyebab pasti penyakit ini masih dalam

perdebatan.

C. Sejarah

Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertamakali

menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending

paralysisdiperkenalkan oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya

hubungan SGB dengankejadian infeksi akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre

dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa peninggian

protein cairan serebrospinal( CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel.

Keadaan ini disebut sebagai disosiasisitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan

oleh Draganescu dan Claudian. MenurutLambert dan Murder mengatakan

bahwa untuk menegakkan diagnosa SGB selainberdasarkan gejala

klinis,pemeriksaan CSS, juga adanya kelainan pada pemeriksaan ENMG dapat

membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatanhantar saraf

pada ENMG.

D. Epidemiologi

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling

dkk mendapatkan frekuensi tersering pada akhir musism panas dan musim

gugurdimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao

Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari

setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus

terjadi antara bulan Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim

gugur. Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9

kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical

Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000

orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74

15

Page 16: Status Gbs

tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah

dilaporkan adalah3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita

sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita

adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada

kelompok ras yang tidak spesifik.

Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian

Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I,

II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita

hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa

perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun.

Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim

hujan dan kemarau.

E. Etiologi

Pada umumnya penyakit ini sering didahului penyakit infeksi traktus

respiratorius atas seperti influenza, atau dapat juga didahului oleh infeksi

bakteri, vaksinasi, tindakan bedah dan lain-lain. Dengan melihat keadaan klinis

yang mendahuluinya, banyak teori dicoba untuk dikaitkan dengan penyakit ini.

1. Infeksi

50% penderita mengalami infeksi dalam waktu 2 minggu sebelum gejala,

umumnya infeksi virus terutama influenza.

2. Tindakan Bedah

5-10% kasus terjadi setelah tindakan bedah.

3. Penyakit Keganasan.

Beberapa kasus penyakit ini dikaitkan dengan penyakit Hodgkins dan

limfoma.

4. Vaksinasi

3% penderita dengan sindroma ini 8 minggu sebelumnya mengalami

vaksinasi yang dilaporkan sebagian besar vaksinasi influenza.

16

Page 17: Status Gbs

F. Patologi

Masih belum jelas tetapi beberapa peneliti mempunyai kecenderungan

peranan dasar patogenesa yang bersifat imunologik. Bukti-bukti bahwa

imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi

pada sindroma ini adalah:

Didapatnya antibody atau daya respon kekebalan selular terhadap agen

infeksi saraf tepi.

Adanya autoantibodi atau kekebalan selular terhadap system saraf tepi.

Didapatnya penimbunan komplek antigen-antibodi pada pembuluh

saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.

G. Klasifikasi

Beberapa varian dari sindroma Guillain Barre dapat diklasifikasikan yaitu ;

1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan

yang lambat dan buruk. Seperti tie AMAN yang berhubungan dengan

infeksi saluran cerna C. Jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi

akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikit

demielinisasi.

2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C.Jejuni dan titer antibody

gangliosid meningkat (seperti GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini

memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe

demielinisasi dengan ascending dan paralisis simteris. AMAN dibedakan

dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati

motorik. Pada biopsy menunjukan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa

inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami

penderita selama lebih kurang 1 tahun.

3. Miller Fisher Syndrome

Variasi dari GBS yang umum dan merupakan 5% dari semua kasus GBS.

Sindroma ini terdiri dari ataksia, opthalmoplegia dan arefleksia. Ataksia

17

Page 18: Status Gbs

terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi

ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi

dalam hitungan minggu atau bulan.

4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)

CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala

neurologinya besifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih

dominan dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.

Gambaran Klinik

Terjadinya kelemahan yang bersifat progresif yang menyangkut lebih dari satu

anggota gerak. Kelemahan dapat hanya berupa parese ringan pada kedua lengan

dengan atau tanpa ataksia ringan sampai lumpuh total pada keempat otot

ekstremitas, atot tubuh, otot bulbar, otot wajah dan biasanya mata tidak terkena.

Adanya arefleksia bagian distal dan hiporefleksia proksimal cukup untuk

mendiagnosa dengan disertai ciri-ciri lain.

Ciri-ciri klinis lain dapat berupa :

Gejala kelumpuhan otot yang luas secara cepat tapi berhenti dalam 4

minggu, kira-kira 50% mencapai 2 minggu, 80 % sesudah 3 minggu, dan

90% sesudah 4 minggu.

Simetris, walaupun jarang akan tetapi bila sisi satu terkena maka sisi yang

lain ikut terkena.

Gangguan sensorik ringan

Syaraf otak yang ikut terkena adalah saraf otak VII sekitar 50% dan sering

bilateral. Saraf lain yang ikut terkena terutama mengenai lidah (proses

menelan), otot ekstra okuler sekitar 5 %.

Progresifitas penyakit biasanya terhenti dalam 2-4 minggu dari sejak

kelumpuhan.

Gangguan saraf otonom seperti takikardi, aritmia, hipotensi postural serta

gangguan vasomotor bila ada akan memperkuat diagnosis.

18

Page 19: Status Gbs

Sindrom ini dikenal juga dengan paralysis ascendens oleh karena kelumpuhan

yang menjalar dari bagian tubuh bawah ke bagian tubuh atas. Perluasan dan

kelemahan otot-otot batang tubuh yang meluas ke daerah thorak akan

mengganggu pernapasan, oleh karena itu perlu dikontrol pernapasan penderita.

Perkiraan kasar dapat dengan menyuruh penderita menarik napas panjang atau

sedalam-dalamnya dan kemudian dihitung. Sebagian orang dapat mencapai

hitungan 35 atau 40 dalam satu kali bernapas.

Jika diduga terjadi adanya paralysis landry yaitu kelumpuhan naik sampai ke N.

Phrenicus dan N.Vagus yang menyebabakan gangguan gerak pernapasan pada

diafragma dan costae sehingga tidak terjadi pernapasan thorakal atau abdominal

yang dapat menimbulkan gagal napas, keadaan ini harus diatasi segera dengan

trakeostomi.

Jika menganai saraf cranial selain gejala diatas dapat juga terjadi gejala kesemutan

atau baal, pada anggota tubuh distal.

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of

Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: Terjadinya kelemahan yang progresif,

Hiporefleksi

II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

a) Ciri-ciri klinis:

Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung

cepat,maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2

minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.

Relatif simetris

Gejala gangguan sensibilitas ringan

Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering

bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang

mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus

neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain

19

Page 20: Status Gbs

Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,

dapat memanjang sampai beberapa bulan.

Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,

hipertensi dangejala vasomotor.

Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

b) Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi

peningkatan pada LP serial

Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

Varian:

-Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala

-Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

c) Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.

Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Cairan Serebrospinal

Adanya “albumino- Cytologic Dissosiation” yaitu penigkatan kadar protein

pada cairan serebrospinal yang sangat tinggi lebih kurang diatas 300 mg/ul

pada hari kesepuluh sampai hari keduapuluh tanpa disertai pleositosis, akan

tetapi terdapat 9% kelainan ini tidak disertai kenaikan kadar protein.

Peningkatan protein ini diduga akibat dari reaksi inflamasi yang luas. Hal

diatas tidak sesuai dengan jumlah sel yang dalam LCS tidak mengalami

perubahan.

Pemeriksaan elektroneuromiografi

Menunjukkan adanya dimielinisasi pada hampir semua penderita Sindrom

Guillain Barre.

20

Page 21: Status Gbs

Pemeriksaaan Kecepatan Hantaran Saraf yang menurun (Nerve Conductivity

Test)

Diagnosa Banding

1. Polineuropathy Defisiensi Vitamin

Perjalanan penyakit progresif lambat (berbulan-bulan), gejala sensorik yang

menonjol, kelemahan otot bagian distal, jarang menganai otot pernapasan,

saraf cranialis atau saraf otonom. Pada punksi lumbal tidak ada peningkatan

protein liquor.

2.Miastenia Gravis

Kelemahan otot terutama yang sering digunakan seperti otot bola mata, otot-

otot untuk menelan dan untuk bicara tidak ada keluhan sensorik. Didapat

perbesaran thymus. Test prostigmin membaik.

3.Paralisis Periodik Hipokalemia

Kelemahan otot terjadi pada pagi hari sehabis bangun tidur. Tidak ada

keluhan sensorik yang diakibatkan oleh kadar kalium yang rendah. Dengan

infus KCl akan membaik keadaannya.

Penatalaksanaan

Umum

Meliputi pengawasan dan penanganan terhadap system pernapasan, sistem

kardiovaskuler, sistem saluran pencernaan, sistem urogenital.

Spesifik

1. Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid dosis rendah dan dosisi tinggi 500 mg dalam

penggunaan harus diperhatikan efek samping yaitu moon face, penurunan

daya tahan tubuh, osteoporosis, supresi korteks adrenal dan gastritis.

21

Page 22: Status Gbs

Manfaat pemberian masih kontroversi namun demikian apabila terjadi

keaadaan gawat akibat paralysis otot pernapasan maka kortikosteroid

dosis tinggi dapat diberikan.

2. Fresh Frozen Plasma Exchange

Dianjurkan pada negara yang sedang berkembang, 0,5 liter darah diambil

dari Vena ante Cubiti dan ditampung dalam kantong plastik, setelah

venaseksi infus 0,25 liter plasma beku segar. Darah kantong plastik

disentrifuge kembali ke penderita. Cara ini dilakukan dua kali sehari

selama 7 sampai 13 hari berturut-turut.

3. Plasma Pharesis atau Plasma Exchange

Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 plasma/kgBB dalam 7-

14 hari. Plasma diganti dengan beberapa cairan yang meliputi plasmonate,

albumin 4% dan pook plasma setiap 1 kali plasma paresis dikeluarkan 40

ml/kgBB yang dikerjakan dalam 2 hari.

Program Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi

Alih baring (positioning) dan peregangan otot untuk mencegah kekakuan

juga untuk mencegah terjadinya ulkus dekubitus.

ROM Exercise (latihan lingkup gerak sendi) secara pasif dan aktif untuk

alat gerak atas dan bawah.

Latihan pernafasan dalam

Latihan penguatan dengan tahanan terhadap kelompok otot-otot besar.

Ambulasi dimulai dengan berdiri dan berjalan dengan menggunakan

parallel bar.

2. Terapi Okupasi

22

Page 23: Status Gbs

Cara tidur yang benar yaitu dengan mengganjal kedua anggota gerak

bawah untuk mencegah terjadinya droop foot.

Mencegah penggunaan otot persendian berlebihan sehingga dapat

menimbulkan kelelahan.

3. Ortotik Prostetik

Alat bantu gerak sementara termasuk alat pembungkus kaki dengan elastik

bandage untuk mentokong dorsofleksi kaki, kepala lutut dipakai splint

temporer, kemudian a light spring wire brace untuk droop foot jika diperlukan.

4. Psikososial

Memberitahukan keluarga tentang prognosis penyakit dan mengajak

keluarga untuk menjalankan program terapi bersama tim medis untuk

mencapai hasil maksimal.

Meningkatkan gizi penderita dan menghindarkan infeksi.

Melakukan evaluasi psikologis secara teratur terhadap penderita.

Program Rehabilitasi Medik Yang Intensif dan Benar Pada Sindrom

Guillain Barre

Stadium Akut

Pada stadium ini penderita menunjukan kelemahan otot yang komplit atau sedang

berjalan. Sasaran rehabilitasi medis adalah :

Memelihara luas gerak sendi (mencegah kontraktur)

Pasif atau aktif assistif (tergantung kekuatan otot)

Tidak boleh sampai lelah.

Latihan dikerjakan hati-hati jangan sampai terjadi peregangan yang

berlebihan karena akan mencederai otot yang dilatih.

Restling splint dapat diprogramkan untuk tangan (untuk dapat

mempertahankan posisi pergelangan tangan pada posisi fungsional) dan

unutk kaki ( mencegah kontraktur tendo achilles)

Mencegah terjadinya ulkus dekubitus

23

Page 24: Status Gbs

Ubah posisi penderita tiap 2 jam

Hindari penekanan pada daerah yang mudah mengalami iskemik misalnya

dengan memberi bantalan yang lembut.

Memelihara Fungsi Pernafasan

Memberi Dukungan Psikologis.

Stadium Sub Akut

Pada fase ini ada perbaikan umumnya setelah 1 sampai 2 bulan.

Program rehabilitasi medik:

Pelatihan luas gerak sendi jangan sampai terjadi over stretching

Latihan penguatan otot disesuaikan dengan kemajuan motorik

Gait training

a. Latihan berdiri hanya boleh dilakukan jika kekuatan otot betis mencapai

lebih dari 3.

b. Latihan jalan hanya dapat dimulai jiak otot gluteus, hamstring dan

quadriceps kekuatannya sudah lebih dari 3.

c. Jika kekuatan otot masih 2, latihan jalan dapat dilakukan dalam air

(hidroterapi)

d. Latihan ADL (Activity of Daily Living)

Penderita hanya boleh makan sendiri jika kekuatan otot anggota gerak atas

lebih dari 3, kadang diperlukan splint untuk pergelangan tangan dan kaki.

Kegiatan yang menyebabkan kerja berlebih harus dihindari.

Stadium Kronis

Jika penderita tidak menunjukan perbaikan motorik setelah lebih dari 6 bulan

berarti terdapat kerusakan akson yang luas sampai menunggu kesembuhan

selanjutnya, program pencegahan imobilisasi lama harus dilakukan sebaik-

baiknya.

Pencegahan Komplikasi Pada Imobilisasi yang Lama

24

Page 25: Status Gbs

1. Kelemahan Otot dan Atrofi Otot

Pencegahannya:

- Pemanasan atau diatermi listrik

- Latihan penguatan

2. Ulkus Dekubitus

Pencegahannya:

- Posisi baring yang benar

- Mengubah posisi baru tiap 2 jam

- Nutrisi yang baik

- Massage dan pemberian talk

- Tempat tidur air

- Pemeliharaan tetap kering dan bersih

3. Gangguan Metabolik (Konstipasi)

Pencegahannya:

Makanan tinggi serat

Minum yang banyak

Mobilisasi

Massage daerah abdomen

Mengedan

Rektal toucher

Beri pencahar/klisma

4. Kontraktur

Pasif atau aktif ROM Exercise membantu mencegah kontraktur jaringan

lunak dan dilakukan 2 kali sehari. Jika terjadi kontraktur dapat dibantu

dengan memberi tekanan ringan dan stretching.

5. Gangguan Fungsi Kardiovaskular dan Pulmo

25

Page 26: Status Gbs

Pencegahan pada hipotensi ortostatik yaitu dengan elevasi kaki, jangan

berdiri mendadak, latihan gerak kaki dan tungkai, ubah posisi tiap 2 jam

termasuk ke posisi gerak untuk menghindari terjadinya hipostatik pneumonia.

6. Deteriorasi Psikologis (Kemunduran Fungsi-Fungsi Psikologis)

Dicegah dengan sesegera mungkin dilakukan aktivitas yang mampu

dilakukan dan dorongan keluarga serta lingkungan secara optimal.

Prognosis

80% pasien sindroma Guillain Barre membaik meskipun memakan waktu

berbulan-bulan. Faktor yang memperburuk prognosa adalah gangguan otonom,

otot pernafasan, adanya kelemahan pada EMG, usis pasien yang tua. Mortalitas

pasien Sindrom Guillain Barre adalah 3-5%.

26

Page 27: Status Gbs

DAFTAR PUSTAKA

Pranata, Hardhi. Sindroma Guillain Barre dalam Pengenalan dan

penatalaksanaan Kasus-Kasus Neurologi. Departemen. Neurologi RSPAD

Gatot Soebroto. Jakarta. Hal 48-54.

Tamtama, Eddy. 2001. Sindroma Guillain Barre dalam Pemeriksaan

Neurologis.UPF Neurologi RSUD Gunung Jati. Cirebon.Hal 48-58.

Tobing, Lumban. 2000. Neurologi Klinik Pemeriksaan Klinik dan Mental. FKUI.

Jakarta.

27