status pemanfaatan sungai lempuing_2008

7
STATUS PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN SUNGAI DAN RAWA BANJIRAN DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus pada Sungai Lempuing) Oleh : Hakim Miftakhul Huda PENDAHULUAN Luas perairan pedalaman (perairan umum daratan) di Indonesia diperkirakan 54 juta hektar dan merupakan perairan pedalaman terluas yang ada diantara negara‐negara ASEAN. Dari luasan perairan pedalaman tersebut 71,63 % atau 39,4 juta hektar terdiri dari perairan rawa, sungai dan lebak 22,13%, danau alam dan buatan 3,89%. Sebagian besar perairan tersebut berada di Kalimantan (60%), di Sumatera (30%) dan sisanya di Sulawesi, Papua, NTB, Jawa dan Bali (Manggabarani, 2004). Data dan informasi potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan umum daratan merupakan hal penting yang diperlukan dalam rangka pengelolaan perikanan. Kajian tentang potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di beberapa perairan umum daratan Indonesia telah dilakukan meskipun sangat terbatas karena lokasi perairan yang tersebar luas dan masing‐masing perairan mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga setiap badan air mempunyai tingkat kesuburan yang berbeda pula. Disamping itu, sumberdaya manusia yang menekuni bidang sumberdaya perikanan di perairan umum daratan Indonesia masih sangat sedikit. Pada dekade 70 an, total potensi produksi ikan perairan umum daratan Indonesia untuk perikanan tangkap ditaksir berkisar antara 800.000‐ 900.000 ton/tahun atau rata‐rata 60‐ 65 kg/ha/th (Sarnita, 1986). Dugaan potensi produksi ikan tersebut terus digunakan sebagai data yang dijadikan patokan didalam pengelolaan perikanan di perairan umum daratan selama hampir 40 tahun. Rata‐rata potensi produksi ikan tersebut diperkirakan terlalu rendah karena banyak perairan sungai dan paparan banjirannya yang memiliki potensi sumberdaya ikan yang jauh lebih tinggi karena tingkat kesuburannya yang meningkat. Potensi produksi ikan tersebut akan berubah secara dinamis sesuai dengan perubahan tingkat kesuburan perairan. Pemanfaatan lahan sekitar suatu perairan umum daratan akan berdampak terhadap perubahan kesuburan perairan, morfologi perairan termasuk luasannya. Oleh sebab itu, dugaan potensi yang telah digunakan selama 40 tahun tersebut perlu dikaji dan dievaluasi kembali, agar keputusan yang akan diambil dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perairan umum daratan dapat dilaksanakan lebih akurat untuk mencapai tingkat pemanfaatan sumberdaya secara optimum dan lestari (Koeshendrajana et al., 2007) Luas sungai dan paparan banjiran di Sumatera Selatan tercatat sebesar 60.000 km 2 dan secara kumulatif panjangnya lebih dari 2.000 km (Danielsen and Verheught, 1989). Sumberdaya ikan terdiri dari sumberdaya ikan di sungai utama dan anak sungai, lebak (rawang) dan danau kecil (lebung). Danau dan lebak secara geografis akan terlihat secara nyata pada musim kemarau, namun kedua kawasan tersebut masih merupakan intregitas ekologis dan sistem kawasan sungai dan paparan banjirannya. Sungai dan lebung masih akan berisi air sepanjang tahun, sedangkan lebak akan mengering pada musim kemarau yang jatuh pada bulan Juli sampai September (Koeshendrajana dan Cacho, 2001). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola pemanfaatan sungai dan rawa banjiran dan status pemanfaatan sumberdaya perikanan sungai dan rawa banjiran di Sumatera Selatan.

Upload: hakim

Post on 11-Jun-2015

804 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Lempuing river status......

TRANSCRIPT

Page 1: status pemanfaatan sungai lempuing_2008

STATUS PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN SUNGAI DAN RAWA BANJIRAN DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus pada Sungai Lempuing) 

Oleh : 

Hakim Miftakhul Huda 

PENDAHULUAN 

Luas perairan pedalaman (perairan umum daratan) di Indonesia diperkirakan 54 juta hektar dan merupakan  perairan  pedalaman  terluas  yang  ada  diantara  negara‐negara  ASEAN.  Dari  luasan perairan pedalaman  tersebut  71,63 %  atau 39,4  juta  hektar  terdiri  dari  perairan  rawa,  sungai  dan lebak  22,13%,  danau  alam  dan  buatan  3,89%.  Sebagian  besar  perairan  tersebut  berada  di Kalimantan  (60%),  di  Sumatera  (30%)  dan  sisanya  di  Sulawesi,  Papua,  NTB,  Jawa  dan  Bali (Manggabarani, 2004). 

Data  dan  informasi  potensi  dan  tingkat  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  di  perairan umum daratan  merupakan  hal  penting  yang  diperlukan  dalam  rangka  pengelolaan  perikanan.  Kajian tentang  potensi  dan  tingkat  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  di  beberapa  perairan  umum  daratan Indonesia  telah dilakukan meskipun sangat  terbatas  karena  lokasi perairan  yang tersebar  luas dan masing‐masing  perairan  mempunyai  karakteristik  yang  berbeda  sehingga  setiap  badan  air mempunyai  tingkat  kesuburan  yang  berbeda  pula.  Disamping  itu,  sumberdaya  manusia  yang menekuni bidang sumberdaya perikanan di perairan umum daratan Indonesia masih sangat sedikit. 

Pada  dekade  70  an,  total  potensi  produksi  ikan  perairan  umum  daratan  Indonesia  untuk perikanan  tangkap  ditaksir  berkisar  antara  800.000‐  900.000  ton/tahun  atau  rata‐rata  60‐  65 kg/ha/th (Sarnita, 1986). Dugaan potensi produksi  ikan tersebut  terus digunakan sebagai data yang dijadikan  patokan  didalam  pengelolaan  perikanan  di  perairan  umum  daratan  selama  hampir  40 tahun. Rata‐rata potensi produksi ikan tersebut diperkirakan terlalu rendah karena banyak perairan 

sungai  dan  paparan  banjirannya  yang  memiliki  potensi  sumberdaya  ikan  yang  jauh  lebih  tinggi karena  tingkat kesuburannya yang meningkat. Potensi produksi  ikan tersebut akan berubah secara dinamis  sesuai  dengan  perubahan  tingkat  kesuburan  perairan.  Pemanfaatan  lahan  sekitar  suatu perairan  umum  daratan  akan  berdampak  terhadap  perubahan  kesuburan  perairan,  morfologi perairan termasuk luasannya. Oleh sebab itu, dugaan potensi yang telah digunakan selama 40 tahun tersebut perlu dikaji dan dievaluasi kembali, agar keputusan yang akan diambil dalam pemanfaatan dan  pengelolaan  sumberdaya  perairan  umum  daratan  dapat  dilaksanakan  lebih  akurat  untuk mencapai  tingkat  pemanfaatan  sumberdaya  secara  optimum  dan  lestari  (Koeshendrajana  et  al., 2007) 

Luas  sungai  dan  paparan  banjiran  di  Sumatera  Selatan  tercatat  sebesar  60.000  km 2  dan secara kumulatif panjangnya lebih dari 2.000 km (Danielsen and Verheught, 1989). Sumberdaya ikan terdiri  dari  sumberdaya  ikan  di  sungai  utama  dan  anak  sungai,  lebak  (rawang)  dan  danau  kecil (lebung). Danau dan lebak secara geografis akan terlihat secara nyata pada musim kemarau, namun kedua  kawasan  tersebut  masih  merupakan  intregitas  ekologis  dan  sistem  kawasan  sungai  dan 

paparan  banjirannya.  Sungai  dan  lebung masih  akan  berisi  air  sepanjang  tahun,  sedangkan  lebak akan  mengering  pada  musim  kemarau  yang  jatuh  pada  bulan  Juli  sampai  September (Koeshendrajana dan Cacho, 2001). 

Tujuan  dari  penelitian  ini  adalah mengetahui  pola  pemanfaatan  sungai  dan  rawa  banjiran dan status pemanfaatan sumberdaya perikanan sungai dan rawa banjiran di Sumatera Selatan.

Page 2: status pemanfaatan sungai lempuing_2008

METODOLOGI Metode  penulisan  didasarkan  atas  sintesa  penelusuran  literatur‐literatur  yang  tersedia 

terkait  dengan  fokus  kajian  di  atas.  Sedangkan  analisis  dilakukan  secara  deskriptif‐interpretatif berdasarkan  tabel  maupun  hasil  diskusi  dengan  responden  (Koeshendrajana,  2007).  Dalam pelaksanaanya,  studi  ini  menggunakan  metode  studi  perpustakaan  dan  studi  lapangan.  Studi perpustakaan, yaitu dengan melakukan pengumpulan informasi dan data, berupa buku, artikel dan makalah  yang menjelaskan mengenai  teori  berkaitan  dengan  karakteristik,  pola  pemanfaatan  dan pengelolaan  sungai  dan  rawa  banjiran,  produksi  sumberdaya  ikan  di  sungai  dan  rawa  banjiran. Sedangkan studi  lapangan, yaitu dengan melakukan wawancara dan diskusi dengan nelayan sungai atau rawa banjiran dan nara sumber yang ahli dalam masalah sungai dan rawa banjiran, khususnya di Sumatera Selatan. 

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pemanfaatan Sungai dan Rawa Banjiran 

Sungai  Lempuing  merupakan  salah  satu  sungai  dan  rawa  banjiran  di  Kabupaten  Ogan Komering  Ilir,  Propinsi  Sumatera  Selatan, memiliki  suatu  ciri  khas  pola  tinggi  permukaan  air  yang mempunyai perbedaan tinggi air yang menyolok antara musim kemarau dan penghujan (sekitar 3‐4 meter) (Arifin, 1978 dalam Nasution 2006). Secara morfologi Sungai Lempuing mempunyai beberapa tipe habitat yang dibedakan antara musim kemarau dan musim penghujan yaitu sungai utama, anak sungai utama, semi permanen kanal, permanen kanal, arel banjiran yang ditumbuhi  tumbuhan air, danau‐  danau  kecil  dan  besar,  “flood  plain  pools”  dan  “flooded  forest”  (Welcomme,  1979  :  1983 dalam  Nasution  2006).  Sedangkan  secara  garis  besar menurut  bahasa  nelayan  setempat,  habitat utama  pada  perairan  lebak  lebung  (river  flood  plain)  dapat  dikelompokkan  menjadi  4  tipe  yaitu bagian sungai utama, lebak kumpai, talang, dan rawang (Arifin, 1978 dalam Nasution, 2006) 

Sungai  Lempuing  ketika musim  penghujan  air  sungai meluap  hingga  menggenangi  seluruh areal  habitat  ekosistem  kecuali  talang.  Sebaliknya  pada  musim  kemarau  air  surut  hingga  daerah sekitarnya  kering kecuali  alur‐alur  anak  sungai  serta  lebung yang dalam. Berdasarkan  karakteristik yang  dimiliki  tersebut  sungai  dan  rawa  banjiran  mempengaruhi  aktifitas  masyarakat  sehari‐  hari. Sebagian  besar  masyarakat  menjadi  nelayan  dan  sebagian  yang  lain  memanfaatkan  lahan  untuk kegiatan pertanian dan peternakan. 

Pada awal musim penghujan permukaan air berangsur‐angsur naik (Oktober‐Nopember) dan mencapai  puncaknya  pada  bulan  Desember.  Antara  bulan  Desember  hingga  Maret  biasanya  air berfluktuasi  kecil.  Sekitar  bulan  April‐Mei  permukaan  air  mulai  menyurut  dan  mencapai  batas terendah sekitar bulan Agustus‐ Oktober (Ondara, 1996). 

Kegiatan  penangkapan  di  sungai  dan  rawa  banjiran  berdasar  musimnya,  oleh  Fatah  dan Gaffar (2007) dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu ketika air besar, air mulai surut, air surut dan air mulai naik.  Pada waktu air besar  yaitu bulan Desember‐ April  di  perairan  lebak beroperasi 

alat  pancing  tajur,  bengkirai  kawat,  bengkirai  rotan,  dan  bengkirai  bilah.  Jenis‐  jenis  ikan  yang tertangkap berdasarkan urutan yang paling sering tertangkap adalah gabus, lele, sepat siam dan lain‐ lain. Sedangkan di perairan sungai pada waktu itu praktis belum ada kegiatan penangkapan berarti, baru mulai  persiapan untuk melakukan penangkapan dengan  tuguk,  empang dan  langgian. Hanya alat  langgian sudah mulai beroperasi pada bulan Februari dengan hasil  tangkapan udang galah. Di perairan rawang juga belum ada kegiatan penangkapan yang berarti. 

Pada waktu air mulai  surut  (Maret‐  Juni)  di  perairan  lebak beroperasi  alat bengkirai  bilah, bengkirai  kawat  dan  bengkirai  rotan.  Jenis  ikan  yang  tertangkap  mulai  dari  yang  paling  banyak

Page 3: status pemanfaatan sungai lempuing_2008

tertangkap adalah sepat siam, gabus, selincah, betok dan lain‐ lain. Di perairan sungai pada waktu itu alat  yang  beroperasi  adalah  langgian,  tuguk  dan  empang.  Jenis  ikan  yang  tertangkap  yaitu  udang galah, lais, beringit, sampa dan lain‐ lain. Sedangkan di perairan rawang baru mulai persiapan untuk melakukan kegiatan penangkapan denagan alat empang. 

Pada waktu air surut (Juli‐ Septembar) nelayan individual praktis tidak dapat aktif melakukan kegiatan penangkapan karena di perairan lebak sebagian besar kering, hanya bagian cekungan dalam yang  berisi  air,  namun  sulit  dioperasikan  dengan  alat  tangkap  sejenis  bengkirai  (pot  traps).  Di perairan sungai dan daerah cekungan yang dalam, kegiatan penangkapan sangat intensif. Alat yang dipergunakan  yaitu  jala  (untuk  kegiatan  ngubek  lubuk),  kerakat  (untuk  kegiatan  ngesar).  Adapun jenis ikan yang tertangkap berdasarkan urutan yang paling sering tertangkap yaitu ikan lais, toman, tapa, belut, tulang, sampa, dan lain‐ lain. Sedangkan di perairan rawang kegiatan penangkapan pada waktu  itu  juga  intensif  dengan  alat  tangkap  empang  dan  jenis  ikan  yang  tertangkap  yaitu  lais, beringit, sampa dan lain‐ lain. 

Pada waktu air mulai  naik  (Oktober‐ Nopember) di  perairan  lebak beroperasi  alat  tangkap bengkirai  kawat,  bengkirai  rotan  dan  bengkirai  bilah.  Sedangkan  jenis  ikan  yang  tertangkap berurutan  dari  yang  paling  sering  tertangkap  adalah  sepat  siam,  tembakang,  gabus,  lele  dan  lain‐ lain.  Sedangkan  di  sungai  kegiatan  penangkapan  kurang  efektif.  Hanya  alat  tangkap  tuguk  yang masih beroperasi dan jenis ikan yang tertangkap yaitu lais, udang, sampa dan lain‐ lain. Di perairan rawang sudah tidak ada kegiatan penangkapan yang intensif, hanya jenis alat tangkap bengkirai yang masih beroperasi. 

Status Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Sungai dan Rawa Banjiran Sumberdaya perikanan di perairan sungai dan rawa banjiran di kabupaten Ogan Komering Ilir 

sudah  dieksploitasi  sejak  lama.  Setidaknya  kegiatan  eksploitasi  sumberdaya  perikanan  dapat diketahui dengan adanya  sistem  lelang  lebak  lebung  ketika masa pemerintahan marga pada tahun 1630 di jaman kerajaan Palembang Darussalam yang diperintah oleh Ratu Sanuhun Seding. Tekanan terhadap  sumberdaya  akibat  penangkapan  menjadi  semakin  tinggi  dengan  meningkatnya  upaya penangkapan yang dilakukan nelayan. 

Kegiatan  penangkapan  yang  intensif  dalam  jangka  panjang  mengakibatkan  turunnya  stok sumberdaya  ikan.  Bahkan,  dalam  kondisi  yang  ekstrim  akan  menyebabkan  kelangkaan  atau hilangnya  jenis  atau  spesies  tertentu dari  perairan  sungai  atau  rawa banjiran. Hal  ini  seperti  yang terjadi  di  Sungai  Lempuing  yaitu mulai  langkanya berbagai  jenis  ikan  seperti  jelawat  (Leptobarbus hoeveni),  sengarut  (Cryptopterus  sp),  udang  galah  (Macrobrachium  rosenbergii)  dan  tangkeleso (Schlrephages formosus) bahkan ada jenis ikan yang telah hilang dari perairan Sungai Lempuing yaitu ikan patin lokal (Pangasius sp) (Nasution, 2006). 

Sistem  pemanfaatan  dan  pengelolaan  sumberdaya  perairan  sungai  dan  rawa  banjiran  di kabupaten Ogan Komering Ilir menggunakan sistem lelang. Dimana pemenang lelang berhak untuk 

mengekstrasi  sumberdaya  objek  lelang  yang  dimenangkan  selama  setahun.  Berdasarkan pengamatan  di  lapangan  diketahui  bahwa  nelayan  pemenang  lelang  cenderung  mengeksploitasi secara  maksimal  sumberdaya  dalam  objek  lelang  yang  menjadi  haknya.  Adapun  jumlah  upaya penangkapan  (trip)  dan  jumlah  produksi  perikanan  tangkap  perairan  umum  di  kabupaten  Ogan Komering Ilir tahun 2006 disajikan pada Tabel 1.

Page 4: status pemanfaatan sungai lempuing_2008

Tabel 1. Produksi Perikanan Tangkap Perairan Umum Kabupaten Ogan Komering  Ilir Tahun 2006 

No.  Jenis alat  JumlahTrip (waktu/tahun) 

Jumlah Produksi (ton/tahun) 

Tangkapan Per Unit Upaya (ton/trip) 

1.  Jaring insang hanyut  316.523  507,4  0,001603 2.  Jaring insang tetap  399.926  1.108,1  0,002771 3.  Anco  8.276  108,3  0,013086 4.  Serok  6.786  66,6  0,009814 5.  Rawai  21.326  131,9  0,006185 6.  Pancing  312.978  1.377,5  0,004401 7.  Sero/ Kilung  273.319  2.963  0,010841 8.  Jermal/ Tuguk  24.572  927,2  0,037734 9.  Bubu  298.640  1.416,9  0,004745 10.  Lainnya  658.897  2.706,5  0,004108 

Jumlah  2.321.243  11.313,4  0,004874 Sumber  :  Laporan  Tahunan  Dinas  Kelautan  dan  Perikanan  Kabupaten  Ogan  Komering  Ilir, 

2007 Jumlah produksi perikanan tangkap di Kabupaten Ogan Komering Ilir sebagai salah satu basis 

kegiatan perikanan tangkap perairan umum di Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2006 sebesar 11.313,4 ton atau memberikan kontribusi sebesar 26,28% bagi total produksi perikanan tangkap di perairan  umum  Propinsi  Sumatera  Selatan.  Sedangkan  upaya  penangkapan  yang  paling  sering digunakan  adalah  menggunakan  alat  jaring  insang  tetap  yaitu  sebanyak  399.926  waktu  dalam setahun. Tetapi  dalam hal efektifitas, alat  tangkap  jermal/  tuguk menghasilkan nilai  tangkapan per unit  upaya  paling  besar  dibandingkan  dengan  alat  lainnya,  yaitu  sebesar  0,037734  ton/  upaya penangkapan. 

Jenis ikan yang tertangkap pada perairan umum di Kabupaten Ogan Komering Ilir  diurutkan mulai produksi yang paling banyak adalah  ikan  lele,  sepat siam,  lampam, gabus,  tambakan, baung, lais, patin, udang galah, toman, kodok, tapa, belida, jelawat, kura‐ kura dan lain‐ lain. Sedangkan jika ditinjau dari nilai ekonominya diurutkan mulai yang paling mahal adalah udang galah, tapa, toman, 

belida, kura‐kura, lais, jelawat, tambakan, lampam, baung, gabus, patin, lele, sepat siam dan kodok. Adapun jumlah produksi secara rinci disajikan pada Tabel 2. di bawah ini. 

Tabel  2.  Produksi  dan  Nilai  Harga  Setiap  Jenis  Ikan  Perairan  Umum  di  Kabupaten  Ogan Komering Ilir Tahun 2006 

No.  Jenis Ikan  Produksi (ton) 

Harga Rata‐rata (Rp) 

Nilai (X 1000 Rp) 

1.  Jelawat  7  14.000  98.000 2.  Lampam  920,6  12.000  11.047.200 3.  Patin/ Juaro  332,8  9.000  2.995.200 4.  Tapa  28,9  17.000  491.300 5.  Baung  453,4  11.000  4.987.400 6.  Lais  425,2  14.000  5.952.800 7.  Gabus  908,9  11.000  9.997.900 8.  Lele  1.630,7  6.500  10.599.550 9.  Toman  326,6  17.000  5.552.200 10.  Sepat Siam  1.230  6.000  7.380.000

Page 5: status pemanfaatan sungai lempuing_2008

11.  Tambakan  560,6  13.000  7.287.800 12.  Belida  12,4  15.500  192.200 13.  Ikan Lainnya  3.533,4  3.000  10.600.200 14.  Udang Galah  327,6  38.000  12.448.800 15.  Udang Lainnya  314,4  11.000  3.458.400 16.  Kodok  295,9  5.000  1.479.500 17.  Kura‐kura  5  15.000  75.000 

Jumlah  11.313,4  94.643.450 Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2007 

Sementara  itu,  produksi  perikanan  tangkap  perairan  umum  di  Propinsi  Sumatera  Selatan antara  tahun  2002  sampai  dengan  tahun  2007  mengalami  perkembangan  yang  fluktuatif.  Pada tahun  2002  diperoleh  nilai  produksi  sebesar  42.268,4  ton  dan  turun  menjadi  41.692,7  ton  pada tahun  2003  dan  39.469,7  ton  pada  tahun  2004.  Sedangkan  pada  tahun  2005  naik  lagi  menjadi 43.050,6  ton  sebelum  akhirnya  turun  lagi  di  tahun  2006  menjadi  42.534  ton.  Fenomena  naik turunnya  produksi  perikanan  tangkap  perairan  umum  ini  menarik  untuk  dicermati.  Dugaan sementara, berdasarkan wawancara dengan nelayan adalah adanya fenomena pencemaran perairan yang terjadi di perairan itu sendiri pada tempo waktu yang tidak bisa ditentukan. Sedangkan status kegiatan penangkapan pada perairan umum di Propinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 3. berikut. 

Tabel 3.  Penangkapan Aktual Tahun 2007 dan Penangkapan Optimal pada Perairan Umum dengan Pendekatan MSY, MEY dan MscY di Propinsi Sumatera Selatan 

Model  Jenis Perairan Penangkapan 

MSY  MEY  MScY  Aktual Tahun 2007 

Schaefer  Sungai  27.350 ton  24.884 ton  26.264 ton Rawa  17.960 ton  17.945 ton  17.955 ton Perairan Umum  45.310 ton  42.829 ton  44.219 ton  43.044,5 ton Persentase Kondisi Aktual Dengan Model 

95%  101%  97%  100% 

Fox  Sungai  24.900 ton  22.002 ton  23.427 ton Rawa  15.851 ton  14.137 ton  15.078 ton perairan umum  40.751 ton  36.139 ton  38.505 ton  43.044,5 ton Persentase Kondisi Aktual Dengan Model 

106%  119%  112%  100% 

Sumber  :  Koeshendrajana  and  Cacho,  2001  dan  Laporan  Tahunan  Dinas  Kelautan  dan Perikanan Propinsi Sumatera Selatan, 2008 

Tingkat  pemanfaatan  sungai  dan  rawa  banjiran  dalam  kegiatan  penangkapan  di  Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2007 sebesar 43.044,5 ton. Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan jumlah optimum yang harus diupayakan melalui pendekatan MSY, MEY dan MscY (Koeshendrajana and  Cacho,  2001)  maka  rata‐  rata  telah  melewati  batas  optimum  (over  fishing).  Sehingga dikawatirkan akan mengganggu keseimbangan ekologis sungai dan rawa banjiran.

Page 6: status pemanfaatan sungai lempuing_2008

Pengelolaan Sumberdaya Ikan Demi  melestarikan  dan  mengembangkan  sumberdaya  ikan  di  lingkungan  perairan  umum 

daratan  khususnya  di  Kabupaten Ogan  Komering  Ilir maka  ditetapkan  beberapa  lokasi  lebak  atau sungai  sebagai  daerah  reservaat  atau  suaka  perikanan.  Dalam  daerah  reservaat  atau  suaka perikanan dilarang melakukan kegiatan  yang dapat merusak  kelestarian habitatnya dan melakukan penangkapan  ikan  dengan  menggunakan  empang  dan  arad,  mengesar  serta  menggunakan  alat, bahan dan cara yang dilarang oleh peraturan perundang‐undangan. 

Suaka perikanan  tersebut ditetapkan dengan SK Gubernur Sumatera Selatan yaitu reservat Teluk  Rasau  di  Kecamatan  Pedamaran.  Sedangkan  beberapa  suaka  lainnya  ditetapkan  dengan  SK Bupati Ogan Komering Ilir. Adapun daerah suaka yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir disajikan pada Tabel 2. 

Tabel  2.  Daerah  Reservaat  atau  Suaka  Perikanan    Perairan  Umum  di  Kabupaten  Ogan Komering Ilir Tahun 2008 

Daerah Reservaat atau Suaka Perikanan  Dasar Hukum Lebak atau danau Teluk Purun Lebak atau danau Teluk Gelam Lebak Air Hitam Lebak Air Nilang 

SK Bupati KDH II Ogan Komering Ilir No: 180/SK/Bappeda/1987 

Arisan Lebung Mayan di Pematang Bongor  Peraturan Bupati Ogan Komering Ilir Nomor : 7 Tahun 2005 

Lebak Danau Bubusan  Peraturan Bupati Ogan Komering Ilir Nomor : 345 Tahun 2007 

Danau Teloko  Peraturan Bupati Ogan Komering Ilir Nomor : 346 Tahun 2007 

Palasan Lebak Keman Arisan Lesir Arisan Jemara Lebung Suak Buayo Sungai Harapan 

Peraturan Bupati Ogan Komering Ilir Nomor : 347 Tahun 2007 

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2008 

Perairan  umum  kabupaten Ogan  Komering  Ilir  yang merupakan  sungai  dan  rawa  banjiran (flood plain)  sangat rentan terhadap pencemaran perairan, terutama pada puncak musim kemarau dan  awal  musim  penghujan  (peralihan musim  kemarau  dan  musim  hujan).  Pencemaran  perairan 

setiap tahun menyebabkan kematian ikan di aliran sungai‐sungai yang terdapat di daerah kabupaten Ogan Komering Ilir seperti sungai Komering, Mesuji, Lempuing dan lain‐lain. Pencemaran ini terjadi disebabkan  oleh  beberapa  faktor.  Pertama,  pencemaran  alamiah  atau  biasa  disebut  masyarakat dengan  istilah  air  masam  (air  bangar)  yaitu  proses  dari  pembusukan  akar‐akar  atau  tumbuhan‐ tumbuhan  air  yang  biasanya  terjadi  di  daerah  rawa‐rawa.  Jika  musim  hujan  datang  pembusukan tersebut  menyebabkan  air  cenderung  bersifat  asam.  Faktor  yang  kedua  adalah  bahan  kimia  dan energi  dari  limbah  pabrik  serta  lahan  pertanian  dan  perkebunan.  Sedangkan  faktor  yang  terakhir adalah  karena  limbah domestik  atau  rumah  tangga.  Untuk mengurangi dampak pencemaran  yang merugikan nelayan maka Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ogan Komering Ilir bekerjasama dengan masyarakat melakukan pengawasan terhadap pencemaran khususnya yang ditimbulkan oleh ulah manusia.

Page 7: status pemanfaatan sungai lempuing_2008

KESIMPULAN DAN SARAN 

Habitat  lebak  lebung  (river  flood plain)  dapat dikelompokkan menjadi  sungai  utama,  lebak kumpai,  talang  dan  rawang.  Sedangkan  sistem  pemanfaatan  dan  pengelolaan  sumberdaya  ikan  di sungai  rawa banjiran di  Kabupaten Ogan  Komering  Ilir  diatur melalui mekanisme hak pengelolaan objek  sungai  atau  rawa  banjiran  oleh  nelayan  dengan  sistem  lelang.  Teknis  pemanfaatan sumberdaya  ikan di sungai dan  rawa banjiran tidak hanya digunakan untuk kegiatan penangkapan ikan tetapi  juga untuk kegiatan pertanian dan peternakan. Dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan  yang  berkelanjutan  dan  lestari,  Dinas  Kelautan  dan  Perikanan  Kabupaten Ogan  Komering  Ilir menetapkan  beberapa  lebak  lebung  sebagai  daerah  reservaat  atau  suaka  perikanan  dan melaksanakan  pengawasan  rutin  terhadap  ekosistem  perairan  umum.  Sedangkan  secara  umum kegiatan  penangkapan  pada  perairan  umum  di  Propinsi  Sumatera  Selatan  telah mengalami  lebih tangkap (over fishing). 

Berdasarkan kesimpulan di atas maka perlu dilakukan kegiatan diversifikasi usaha perikanan maupun  ekstensifikasi  usaha  di  bidang  usaha  lain  sebagai  cara  untuk  mengurangi  upaya penangkapan  yang  telah  lebih  tangkap  (over  fishing).  Sedangkan  bagi  pemerintah  daerah  perlu mengkaji  mekanisme  lelang  lebak  lebung  yang  lebih  memihak  kepada  nelayan  dan  kelestarian ekosistem perairan umum. 

DAFTAR PUSTAKA 

Arifin,  Z.  1978.  Beberapa  Aspek  Tentang  Penangkapan  Ikan  di  Perairan  Umum  Lubuk  Lampam Sumatera  Selatan.  Laporan  Penelitian  Lembaga  Penelitian  Perikanan  Darat  Cabang Palembang. Palembang. 

Danielsen,  F.  and W.J.M.  Verheught.  1989.  Integrating  conservation  and  land‐use  planning  in  the Coastal region of South Sumatra. PHPA, AWB‐Indonesia. Bogor. 

Fatah,  K.  dan  A.K.  Gaffar.  2007.  Penelitian  Alat  Tangkap  Perikanan  di  Perairan  Lubuk  Lampam. Sumatera Selatan. Tidak dipublikasikan. 

Koeshendrajana, S. and Oscar Cacho. 2001.Management Options for the Inland Fisheries Resource in South  Sumatra,  Indonesia:  I  Bioeconomic Model. Working  Paper  Series  in  Agricultural  and Resource Economics. University of New England 

Koeshendrajana,  et  al.  2007.  Laporan  Teknis  Riset  Identifikasi,  Karakterisasi  dan  Valuasi  Sosial Ekonomi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 

Manggabarani,  H.  2004.  Arah  dan  Pengembangan  Potensi  Perikanan  Rawa  Dalam  Pembangunan Nasional. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. 

Nasution, Z. 2006. Pendekatan “Human Ecology” Dalam Riset Sosial Ekonomi Perikanan (Pengantar Teori dan Aplikasi). Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 

Ondara.  1996.  Gagasan  Mengenai  Teknik  Pembenihan  Ikan  di  Lahan  Perairan  Umum.  Kumpulan Makalah Seminar Pengkomunikasian Hasil Penelitian Perikanan Perairan Umum di Sumatera Selatan.  Palembang  13  Maret  1995.  Lolitkanwar  Palembang.  Badan  Litbang  Pertanian. Departemen Pertanian. 

Welcomme, R.L. 1979. Fisheries Ecology of Floodplain Rivers. Longman Group Limited. London.