step 1-7

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu tolak ukur kesejahteraan masyarakat. Derajat kesehatan dapat menurun seiring terjadinya penyakit. Instansi kesehatan digunakan sebagai tempat masyarakat menyelesaikan persoalan kesehatannya melalui pengobatan yang dilakukan oleh ahli medis dan paramedis. Masyarakat datang dengan berbagai jenis penyakit. Tenaga medis menangani banyak permasalahan ini merupakan orang yang akan terpapar langsung oleh tubuh pasien. Dahulu tenaga medis kurang memperdulikan diri dalam melakukan perlindungan tubuhnya terhadap infeksi dari pasien. Infeksi pasien tersebut dapat menular kepada dirinya sehingga dapat mentransmisikan kembali ke orang lain. Infeksi ini disebut infeksi silang. Infeksi penyakit di rumah sakit disebarkan melalui berbagai jalan, yaitu airborne disease, waterborne disease, kontak langsung, maupun foodborne disease. Penyakit HIV disebut-sebut sebagai hal yang mendorong terlaksanya secara konsisten perlindungan diri bagi petugas kesehatan. Awalnya,

Upload: rosita-anggraeni

Post on 15-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: STEP 1-7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan suatu tolak ukur kesejahteraan masyarakat.

Derajat kesehatan dapat menurun seiring terjadinya penyakit. Instansi

kesehatan digunakan sebagai tempat masyarakat menyelesaikan persoalan

kesehatannya melalui pengobatan yang dilakukan oleh ahli medis dan

paramedis. Masyarakat datang dengan berbagai jenis penyakit. Tenaga

medis menangani banyak permasalahan ini merupakan orang yang akan

terpapar langsung oleh tubuh pasien.

Dahulu tenaga medis kurang memperdulikan diri dalam melakukan

perlindungan tubuhnya terhadap infeksi dari pasien. Infeksi pasien tersebut

dapat menular kepada dirinya sehingga dapat mentransmisikan kembali ke

orang lain. Infeksi ini disebut infeksi silang. Infeksi penyakit di rumah

sakit disebarkan melalui berbagai jalan, yaitu airborne disease, waterborne

disease, kontak langsung, maupun foodborne disease.

Penyakit HIV disebut-sebut sebagai hal yang mendorong

terlaksanya secara konsisten perlindungan diri bagi petugas kesehatan.

Awalnya, perlindungan diri dari infeksi silang adalah dengan mengisolasi

tubuh pasien. Hal ini dianggap terlalu berlebihan bagi beberapa pasien

infeksi yang kurang memiliki patogenitas yang cukup untuk penularan.

Oleh karena itu, para peneliti mengganti metode isoalsi tubuh dengan

perlindungan umum dari risiko utama penyebab penyakit yaitu cairan

sekresi tubuh dan darah pasien berupa universal precaution. Universal

precaution merupakan usaha pengendalian infeksi terhadap tenaga medis,

para-medis, maupun non-medis dengan tujuan menurunkan angka

penyakit infeksi. Prinsip dari upaya ini, yaitu penggunaan alat pelindung

diri bagi tenaga medis, serta sterilisasi alat untuk perawatan agar tidak

terjadi infeksi silang (Nursalam, 2007).

Page 2: STEP 1-7

B. Rumusan Masalah

Pembahasan yang akan dipaparkan pada laporan ini adalah mengenai

1. Apakah definisi dan tujuan universal precaution?

2. Bagaimana prinsip dan standar tindakan universal precaution?

3. Bagaimana hubungan universal precaution dengan kedokteran gigi?

4. Bagaimana pola penyebaran penyakit melalui tindakan medis di instansi

kesehatan ? apasaja yang dapat ditularkan melalui perawatan yang

dilakukan dokter gigi?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan problem based learningialah sebagai

berikut.

1. Mengetahui definisi dan tujuan universal precaution

2. Mengetahui prinsip dan standar tindakan universal precaution

3. Mengetahui hubungan universal precaution dengan kedokteran gigi

4. Mengetahui pola penyebaran penyakit melalui tindakan medis di instansi

kesehatan dan penularan melalui perawatan yang dilakukan dokter gigi

D. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari pembuatan laporan ini adalah sebagai

berukut.

1. Mahasiswa mampu menjabarkan tentang universal precaution dan

memahami tujuan serta manfaatnya.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk-bentuk tindakan universal

precaution.

3. Mahasiswa mampu memahami universal precaution dalam aplikasinya

sebagai dokter gigi.

Page 3: STEP 1-7

4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang proses transmisi dan media

penularannya dikaitkan dengan universal precaution.

Page 4: STEP 1-7

BAB II

ISI

A. SKENARIO

Patients deserve to be treated in a safe and clean environment with

consistent standards of care every time they receive treatment. It is essential

that the risk of person-to-person transmission of infections be minimised as

much as possible. USA introduced the concept of “universal precautions”

which has since been adopted by health care provider accross the world.

Universal precautions were design to limit the control precautions are applied

to all dental patients. In the dental surgery environment the dental team and

patients may be exposed to a wide variety of microorganisms that are

transmitted by blood, saliva, respiratory secretions or from the skin including:

hepatitis B, hepatitis C, herpes simplex, herpes zoster (shingles), CMV,

Mycobacterium Tuberculosis, Staphylococci and other oral and respiratory

viruses and bacteria as well as waterborne environmental species.

B. Tahap Seven Jumps

STEP 1

1. Universal Precaution

Universal precaution adalah upaya pengendalian infeksi yang diterapkan

tenaga medis untuk mengurangi penularan penyakit dari pasien.

Kewaspadaan ini diberlakukan secara universal bagi semua tenaga medis.

2. Waterborne environmental disease

Waterborne environmental disease adalah bakteri yang penularannya

melalui air, misalnya V. Cholerae.

3. Infection

Infection meruapakan suatu proses invasi dan berkembangbiaknya kuman

pada sel hospes sehingga memicu imunitas hospes dan dapat

menyebabkan orang tersebut sakit.

4. Transmitted

Page 5: STEP 1-7

Transmitted adalah mekanisme suatu perpindahan mikroorganisme dari

sel hospes satu ke sel hospes lain.

5. Infection control precaution

Infection control precation adalah kontrol pencegahan penyakit infeksi

yang dilakukan oleh dokter gigi.

6. CMV

CMV (Citomegalovirus) merupakan salah satu dari spesies β- herpes

human virus (HHV V).

7. Standard of care

Standard of care adalah suatu standar perawatan yang konsisten di seliruh

dunia secara sama.

STEP 2

1. Apa saja bentuk universal precaution?

2. Siapa sasaran yang menerapkan universal precaution?

3. Bagaimana standar menjaga kebersihan dental environment?

4. Apa konsekuensi jika terjadi pelanggaran terhadap universal precaution?

5. Bagaimana relevansi universal precaution dengan kedokteran gigi?

6. Apakah tujuan universal precaution?

7. Bagaimana penyebaran mikroorganisme masuk ke dalam tubuh?

8. Apa saja cara transmisi mikroorganisme?

Page 6: STEP 1-7

Gambar Bagan 2.1

STEP 3

1. Bentuk universal precaution

a. Memakai alat perlindungan diri (APD) saat menangani pasien

b. Sterilisasi alat dan bahan saat praktik

c. Mencuci tanga sebelum dan sesudah melakukan prosedur

kesehatan

d. Menggunakan jarum suntik sekali pakai

e. Melakukan pengolahan limbah dengan benar

f. Mebersihkan AC di lingkungan praktik dengan rutin

g. Melapisi dental unit dengan kain

h. Pembersihan pada spitoon

2. Sasaran universal precaution

a. Tenaga medis (dokter, dokter gigi, dan perawat)

b. Pelayan kesehatan yang turut melakukan prosedur penyembuhan

( termasuk mekanis dan terapis kesehatan)

c. Masyarakat

d. Tenaga kerja seperti produsen makanan

Universal Precaution

Bentuk

Sasaran

Cara menjaga lingkungan

Konsekuensi dan

pelanggaran

Relevansi dengan KG

Tujuan

Penyebaran mikroorganisme

Cara masuk ke tubuh

Page 7: STEP 1-7

e. Tenaga kerja di Instansi kesehatan

f. Keluarga pasien

3. Cara menjaga lingkungan praktik dokter

a. Sterilisasi alat dengan autoklaf

b. Pembuangan limbah dipisahkan antara basah dan kering, serta

medis dan non-medis

c. Pemakaian handskon satu pasien satu pasang (berganti)

d. Gelas kumur perorang

4. Konsekuensi atau pelanggaran terhadap tidak terlaksananya universal

precaution oleh petugas kesehatan, yaitu

a. Terjadi penularan silang sehingga memperparah kondisi pasien

b. Apabila terdapat hukum ketetapan yang mengatur maka

petugas kesehatan dapat dijerat hukum

c. Kepercayaan pasien terhadap pelayan kesehatan yang

bersangkutan berkurang

d. Resiko pribadi bagi tenaga medis

e. Meningkatkan angka kasus penyakit

5. Hubungan universal precaution denga kedokteran gigi, yaitu

a. Sangat berhubungan karena universal precaution merupakan

suatu usaha untuk memutus rantai penyebaran silang saat

perawatan gigi

b. Banyak mikroba yang dapat ditularkan melalui mulut

c. Rongga mulut banyak dihidupi mikroorganisme sehingga

universal precaution paling erat kaitannya dengan kedokteran

gigi sehingga peran dokter gigi sangat besar dalam melakukan

penularan ini apabila universal precaution tidak diterapkan

dengan baik.

6. Tujuan adanya universal precaution, yaitu

a. Mengontrol terjadinya infeksi yang berpotensi menularkan

penyakit

b. Mencegah transmisi penyakit secara horizontal, vertikal dan

pariental

Page 8: STEP 1-7

c. Panduan bagi masyarakat agar mengetahui bagaimana

penularan penyakit sehingga derajat kesehatan dunia

meningkat.

7. Bagaimana penyebaran mikroorganisme

a. Foodborne disease, misalnya feses yang dihinggapi lalat

kemudian menyentuh makanan ( Hepatitis A)

b. Airborne disease, misalnya M. tuberkulosis

c. Waterborne disease, misalnya E.colli, V. cholerae

d. Bloodborne disease, misalnya

e. Lewat benda mati

STEP 4

Terdapat beberapa hal yang perlu diklarifikasi kembali, antara lain:

1. Universal precaution merupakan standar yang sebenarnya

mencakup akan praktisi kesehatan saja ataupun segala betuk

kewaspadaan pada setiap penyebaran penyakit. Universal

precaution merupakan standar yang dikeluarkan dari USA untuk

diterapkan oleh dunia medis secara universal.

2. Adanya universal precaution bertujuan untuk mengontrol

penyebaran infeksi sehingga fokus utama dari program UP adalah

infection control precaution merupakan tujuan.

STEP 5 (Formulating learning issue)

1. Apa isi universal precaution ?

a. Apakah terdapat perbedaan antara pasien infeksi dan non-infeksi?

b. Bagaimana prinsip dan tindakan sesuai standar universal precaution?

2. Apakah sasaran universal precaution?

3. Apakah dasar hukum universal precaution ?

4. Bagaimana standard lingkungan kerja dokter gigi khususnya pengolahan

limbah dan cara mengeliminasinya ?

Page 9: STEP 1-7

5. Bagaimana penyebaran mikroorganisme yang berhubungan dengan

dental dan penularannya?

STEP 6 (SELF STUDY)

STEP 7

1. a. Pengertian Universal Precaution

Universal Precaution (UP) merupaakan suatu upaya

perlindungan untuk meminimalkan crosinfection dokter-tenaga kerja

lain. Pada dasarnya UP menganggap setiap pasien sama yakni

memiliki resiko menularkan penyakit lewat sekret cairannya termasuk

seolah-olah pengelolaan darah pasien yang terinfeksi (Nursalam,

2007).

Proteksi yang dilakukan oleh praktisi dan tenaga yang

membantu proses penyembuhan penyakit wajib maximal.

UP juga didefinisikan sebagai suatu keaktifan individu untuk

mencegah infeksi, misalnya dalam bentuk kontrol diri saat penularan

penyakit influenza dengan menutup hidung ketika bersin, membuang

sampag sekret dengan perlakuan khusus, dan memakai hand sanitizer.

Tujuan dari universal precaution adalah untuk membuat

standar adekuat mengenai kewaspadaan antara pasien dan tenaga

kesehatan, maupun sebaliknya

b. Prinsip Universal Precaution

Prinsip UP merupakan penggabungan tiga usaha untuk

memproteksi diri, yaitu menjaga hygine individu, menjaga ruangan

dan lingkungan perawatan pasien, dan melakukan sterilisasi alat.

Prinsip juga mencakup pengendalian infeksi penyakit secara

konsisten, memasyikan pasien adekuat terinfeksi, mengurangi resiko

pasien dan praktisi kesehatan tertular penyakit, mengasumsikan

pelaksanaan yang sama pada setiap pasien.

Cairan yang memiliki resiko tinggi menularkan penyakit, yaitu

semen, vagina, ketuban, cairan limpa, cerebrospinal, pleural,

Page 10: STEP 1-7

peritoneal, serta beberapa cairan ekskretoris lainnya yang tercampur

darah.

Universal precaution dibagi menjadi dua perlakuan umum, yaitu

1) Standar precaution

Standard precaution merupakan acuan umum pelaksanaan

kewaspadaan universal.

2) Transmision precaution

Transmision precaution diberlakuakan apabila pasien telah

terdeteksi terinfeksi suatu penyakit sehingga perlakuan yang

dilakukan lebih ketat dan adekuat.

Prinsip UP tersebut dikembangkan dalam lima standard tindakan

pokok yang dilakukan praktisi kesehatan, yaitu

1) Mencuci tangan sesuai prosedur WHO

Cuci tangan yang dilakukan dengan menghindari

kontak dengan wastafel, kuku harus dipotong sepemdek

mungkin, memastikan praktisi ada luka atau tidak.

2) Memakai alat perlindungan diri

Alat-alat perlindungan diri yang dilakukan adalah

berupa pemakaian handscoon, masker, goggle (kacamata), baju

pelindung,

3) Menggunakan jarum suntik sekali pakai

Penggunaan jarum suntik sekali pakai digunakan untuk

memutus rantai penularan yang amat fatal.

4) Melakukan sterilisasi alat

Perlindungan alat untuk menghindari infeksi silang

melalui 4 tahap, yaitu

a) Perendaman dengan klorin 0,5 %

b) Pembersihan alat menggunakan sabun yang mengandung

detergent

c) Pensterilan tingkat tinggi menggunakan DTT

d) Pengeringan dan penyimpanan

Page 11: STEP 1-7

Selain itu, sterilisasi alat dibedakan menjadi resiko

tingkat kontaminasi dengan cairan penyebab infeksi, yaitu

a) Tinggi, untuk benda yang rawan dan rentan terinfeksi

pembersihan alat menggunakana H2O2

b) Rendah, sterilisasi alat menggunakan klorin

c) Sedang, sterilisasi alat menggunakan alkohol

5) Pengelolahan limbah medis dan non medis

2. Sasaran universal precaution

UP merupakan standard yang ditetapkan oleh USA dan dipakai

sebagai standar perlindungan diri oleh seluruh dunia yang ditujukan

kepada petugas rumah sakit, dokter, perawat pasien, dan keluarga terdekat

pasien.Perlindungan ini juga ditujukan kepada seluruh pihak yang ada di

rumah sakit.

3. Dasar hukum universal precaution

Universal precaution belum ditetapkan pada dasar hukum yang

pasti, hanya ditetapkan sebagai suatu prosedur kewajiban bagi petugas

kesehatan dalam menangani infeksi silang yang dilakukan sehingga

mengeliminasi angka penularan penyakit. Pemerintah Indonesia

menberikan kebijakan kepada pimpinan RS dalam meberikan sanksi

kepada pelanggarnya. Meskipun tidak ada tolak ukur yang jelas terhadap

sanksinya, beberapa penilaian RS ditentukan oleh UP yang diterapkan di

rumah sakit tersebut.

UP dapat menyebabkan infeksi silang yang dapat memperparah

keadaan pasien yang hanya memiliki penyakit lebih ringan apabila

pengaplikasiannya tidak memenuhi prosedur. Pasien tersebut dapat

menuntut dokter atas UU praktik kedokteran mengenai “menimbulkan

kondisi lebih parah pada pasien atas kelalaian dokter”.

Dalam OSHA (occupational Safety Health Administration),

disebutkan pula penularan darah infeksius kepada pasien lain yang tidak

terinfeksi merupakan kelalaian pekerja yang dalam hal ini adalah dokter.

Sehingga pimpinan instansi tersebut dapat dijerat denda (penalty).

4. Standar pengolahan limbah kedokteran

Page 12: STEP 1-7

Pengolahan limbah kedokteran memliki andil besar dalam

menurunkan tingkat penyebaran penyakit. Beberapa tahap pengolahan

limbah kedokteran sehingga pembuangan akhir tidak menginfeksi orang

lain yaitu

a. Pemilahan

Pemilahan limbah dilakukan dengan pemisahan antara

limbah nonmedis, limbah medis, dan limbah berbahaya. Gunanya

agar adanya kewaspadaan terhadap barang-barang tertentu yang

dianggap berbahaya. Secara umum, limbah rumah sakit di bagi

menjadi :

1) Limbah domestik

2) Limah sitotoksik

3) Limbah farmasi

4) Limba radioaktif

Limbah-limbah ini dikelompokkan ditampung pada wadah

tertentu kurang dari 1 hari. Penampungan sampah hendaknya hanya

diisi 2/3nya dari kapasitas kantong plastik. Pemisahan dilakukan

dengan menandai warna kantong plastik yang berbeda terhadap

bahan yang berbeda. Warna merah merupakan warna untuk limbah

sitotoksik, warna hitam untuk limbah domestik, warna kuning

untuk limbah berbahaya (kimia).

b. Pengeliminasian dan penetralan

Eliminasi dan penetralan dilakukan menggunakan

insenerator. Sampah medis yang dapat menginfeksi orang sebelum

dibuang segera disterilkan maupun dieliminasi sendiri dengan cara

dibakar menggunakan alat tersebut dengan suhu yang sangat tinggi.

Selain itu, apabila penggunaan insenator belum dapat efektif

mengeliminasi, limbah dapat dikubur dengan kedalaman 2 meter

setiap 75 cm di beri kapur setelah tertutup semuanya dilakukan

penyemenan setinggi 10 cm kemudian diberi pembatas bahaya

seperti pagar kayu.

5. Penyebaran mikroorganisme yang berhubungan UP di kedokteran gigi

Page 13: STEP 1-7

Transmisi mikroorganisme terkait universal precaution terdapat 4

transmisi, antara lain:

a. Bloodborne Disease: merupakan penyakit yang ditransmisikan

melalui darah probandus yang terinfeksi masuk kedalam tubuh

orang sehatt, contohnya: hepatitis B, hepatitis C, HIV/AIDS. Cara

penyebaran penyakit ini bisa melalui 2 cara, yaitu vertikal dan

horizontal. Cara vertikal merupakan bentuk penularan dari ibu ke

anak yang dilahirkan, infeksi terjadi saat persalinan (natal), atau

sesaat setelah persalinan (neonatal). Sedangkan, horizontal

merupakan betuk penularan dari orang ke orang misalanya

melalui jarum suntik yang terinfeksi, tinidik telinga, busa dan

hubungan sex dengan penderita.

b. Airborne Disease merupakan cara penularan penyakit melalui

aerosol, misalnya pada pasien TBC. Kuman M. tuberculosis dapat

hidup bersama denga debu yang melayang dan dapat bertahan

lama diluar tubuh manusia.

c. Waterborne Disease adalah penyakit yang ditransmisikan melalui

air. Bakteri yang menginfeksi dengan cara ini ialah bakteri

Pseudomonas aeruginosa . Bakteri tersebut biasanya terdapat

dalam rongga mulut pasien, ketika pasien tersebut melakukan

perawatan gigi dan menggunakan handpiece tentunya

berhubungan dengan selangnya. Bakteri tersebut bisa menempel

pada selang dan membentuk biofilm sehingga dapat menginfeksi

pasien lainnya jika dipakai untuk aliran air perawatan. Usaha

pencegahan penyebaran bakteri tersebut, selang dianjurkan dibilas

setiap sebelum dipakai untuk perawatan, dan hal tersebut

dilakukan untuk setiap pergantian pasien (Mulyanti dan Putri,

2012).

d. Kontak langsung terjadi apabila sumber penyakit masuk langsung

melui mukosa tubuh. misalnya alat bekas pakai harus disterilisasi

sempurna karena dapat menjadi agen penularan infeksi. Kuman

Page 14: STEP 1-7

dapat masuk langsung melalui kulit mukosa yang luka mikro

maupun makro, Contohnya: penyakit chicken pox

C. Pembahasan

1. Definisi Universal Precaution (UP)

UP atau Kewaspadaan Universal merupakan suatu kewaspadaan

standar yang dirancang untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular

pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun

yang tidak diketahui. Kewaspadaan universal ini didasarkan bahwa darah

dan cairan dalam tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit baik yang

berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Sehingga penerapan

universal precaution dilakukan pada semua pasien tanpa melihat status

penyakit yang dideritanya. Pencegahan ini dilakukan dengan menghindari

kontak dengan darah dan cairan pasien (Depkes RI, 2010).

Universal precaution bertujuan untuk memutus rantai penularan

penyakit infeksi yang berada pada lingkungan instansi kesehatan.

Penerapan Kewaspadaan umum diharapkan dapat menurunkan risiko

penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang

diketahui maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan bentuk

pencegahan dan pengendalian infeksi yang rutin dilaksanakan terhadap

semua pasien dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Apabila

berkembang infeksi silang, nantinya dapat menaikkan derajat kesakitan

dan menurunkan taraf kesehatan masyarakat yang lebih banyak.

Universal precaution wajib diterapkan oleh seluruh petugas

kesehatan sesuai dengan prosedur utama dan standar usaha yang

ditetapkan oleh kebijakan pimpinan instansi kesehatan dibawah kendali

departemen kesehatan. Penurunan angka kesakitan dapat terjadi apabila

semua prosedur ini dilakukan dengan benar. Ketegasan akan kewajiban

melakukan tindakan ini memang belum sepenuhnya diatur dalam undang-

undang khusus, akan tetapi baru-baru ini di Amerika ketegasan ini diatur

dalam OSHA (Occupational Safety Health Administration). OSHA hanya

Page 15: STEP 1-7

menitikberatkan pada transmisi melalui darah sebagai faktor utama

penentu kesehatan. Pelanggaran yang terjadi diangap sebgai kesalahan

pimpinan instansi yang terkait (Gruendemann dan Fernsebner, 2006).

Rumah sakit melaksanakan universal precaution dengan

membentuk dua tingkat kewaspadaan yaitu

a. Standard precaution atau kewaspadaan standar merupankan

kewaspadaan tingkat pertama yang dilakukan pada pasien secara

umum tanpa memandang status kesehatan, dan diagnosisnya.

Kewaspadaan menekankan pada darah, sekret dan ekskreta cairan

pasien, dan kulit mukosa yang terbuka.

b. Transmition precaution atau kewaspadaan penularan merupakan

kewaspaaan tingkat dua yang menekankan pada cara penularan

infeksi, dirancang sebagai tambahan dari standar precaution dan

diterapkan pada pasien yang memiliki epidemiologi cukup bermakna

pada kuman atau patogenitasnya dalam merangka memutus infeksi

silang yang perantarai oleh beberapa jalur seperi airborne disease,

droplet, dan kontak langsung.

Universal precaution tidak terlepas dari pengaruh berbagai pihak

yang berperan besar dalam meningkatkan risiko penularan, yaitu staf

pimpinan administrasi, staf pelyanan kesehatan, staf oenunjang,

pasien, dan masyarakat yang berkunjung ke rumah sakit maupun pusat

pelayanan kesehatan lainnya.

2. Prinsip dan bentuk universal precaution

Prinsip universal precaution di pelayana kesehatan terbagi menjadi

tiga usaha utama menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi

ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian

besar yang terinfeksi virus lewat darah (Nursalam dan Kurniawati, 2007).

Ketiga prinsip tersebut di jabarkan menjadi lima kegiatan pokok,

yaitu

a. Mencuci tangan guna mencegah infeksi silang

Page 16: STEP 1-7

Tenaga medis melakukan tindakan cuci tangan dengan

mengikuti prosedur serta dilakukan sebelum dan sesudah

melakukan tindakan perawatan.

Cuci tangan dilaksanakan berdasarkan tingkat kebutuhan

dapat dibagi menjadi tiga, yaitu

1) Cuci tangan rutin: dilakukan menggunakan sabun atau

detergent dalam rangka mengurangi flora normal yanng

menepel di permukaan tangan.

2) Cuci tangan aseptik: cuci tangan dilakukan sebelu

melakukan perawatan aseptik pada pasien

menggunakan antiseptik

3) Cuci tangan bedah: cuci tangan ynag dilakukan sebelum

tindakan bedah menggunakan antiseptik dan sikat steril

b. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan

guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain.

1) Sarung tangan, untuk mencegah perpindahan

mikroorganisme dari petugas kesehatan kepada pasien

maupun melindungi petugas kesehatan dari luka

terkontaminasi, darah, cairan pasien yang terinfeksi.

Dapat dilakukan penggandaan dalam pemakaian sarung

tangan untuk penyakit yang bermakna sebab dapat

menularkan infeksinya secara cepat dan berbhaaya.

2) Pelindung wajah (masker, kacamata, helm) digunakan

untuk melindungi diri dari panjanan infeksi secara

droplet dari mulut pasien ke hidung petugas.

3) Penutup kepala digunakan terhadpa perlindungan

cipratan darah.

4) Baju pelindung merupakan alat perlindungan diri

dengan mencegah kontak risiok penyakit dengan tubuh.

Page 17: STEP 1-7

5) Sepatu pelindung digunakan untuk menanggulangi

penyebaran mikroorganime dari satu ruang ke ruang

lain (Nursalam dan Kurniawati, 2007).

c. Pengelolaan alat kesehatan

Sterilisasi alat dilakukan untuk memutus penyebaran penyakit yang

diperantarai alat. Alat terkontaminasi oleh pasien infeksius

sehingga apabila digunakan oleh pasien berbeda kemungkinan

penularannya tidak terjadi. Pengelolaan alat meliputi 4 tahap, yaitu

1) Dekontaminasi

Alat yang terkontaminasi segera direndam menggunakan

chlorin 0,5 % selama 10 menit.

2) Pembersihan dan pencucian

Setelah direndam, alat segera dicuci menggunakan sabun

detergent.

3) Sterilisasi

Sterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi dengan mematikan

kuman patogen yang berbahaya melalui reaksi pemanasan

skala tinggi maupun bahan kimia, misalnya pemanasan dengan

autoklaf dan desinfektan kimia bergantung patogenitas dan

kemampuan kuman bertahan hidup.

4) Pengeringan dan penyimpanan

Pengeringan yang dilakukan menyebabkan alat menjadi tidak

lembab sehingga tidak ditumbuhi mikroorganisme. Setelah itu,

penyimpanan dilakukan di ruangan steril yang terbebas dari

mikroorganisme

d. Pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan

Pengolahan benda tajam seperti jarum suntik, pecahan kaca berupa

alat laboratorium memberikan perlukaan yang menyebabkan

mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Penggunaan jarum

suntik sekali pakai diwajibkan, pembuangan limbah jarum suntik

ini harus mengalami perlakuan khusus (Tietjen, 2003).

e. Pengelolaan limbah

Page 18: STEP 1-7

Limbah dari instansi kesehatan secara umum dibedakan atas:

1) Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah

yang limbah yang tidak kontak dengan darah atau cairan tubuh

lainnya, misalnya sampah-sampah yang dihasilkan dari

kegiatan ruang tunggu pasien, administrasi.

2) Limbah medis merupakan limbah beresiko tinggi yang berasal

dari bagian dari sampah rumah sakit yang mengalami kontak

dengan darah atau cairan tubuh lainnya. Beberapa limbah

medis dapat berupa limbah klinis, limbah laboratorium, darah

atau cairan tubuh yang lainnya, material yang mengandung

darah..

Pemilahan dilakukan dengan memisahkan sampah yang

sesuai dengan jenis sampah medis. Wadah-wadah tersebut

biasanya menggunakan kantong plastik berwarna misalnya kuning

untuk infeksius hitam untuk non medis atau wadah yang diberi

label yang mudah dibaca.

Penampungan sementara sangat diperlukan sebelum

sampah dibuang. Wadah hanya bersifat sementara dan tidak boleh

lebih dari satu hari dan di tempatkan pada daerah yang mudah

dijangkau petugas, pasien, dan pengunjung.

Pembuangan Benda Tajam dimasukkan ke dalam kantong

dan dimasukkan dalam wadah yang kuat kemudian diinsenerasi

ataupu penguburan (Depkes RI, 2010).

3. Hubungan Universal precaution didunia kedokteran gigi

Dokter gigi merupakan tenaga medis yang berhubungan langsung

dengan pajanan infeksi pasien melalui droplet, airborne disease, dan

kontak langsung. Perawatan dokter gigi biasanya menimbulkan

pengeluaran darah pasien sehingga perlindungan diri yang dilakukan wajib

meliputi pemakaian sarung tangan dan masker yang aman. Hepatitis B

umumnya mudah sekali menular melalui darah tersebut sehingga dokter

gigi diharapkan melengkapi perlindungan diri dengan melakuakan

Page 19: STEP 1-7

imunisasi hepatitis B. Selain itu, kedokteran gigi juga erat sekali dengan

penggunaan alat perawatan yang bergantian sehingga transmisi silang

penyakit sangat mudah terjadi apabila sterilisasi alat tidak dilakukan

dengan baik, misalnya penyedot saliva, gelas kumur, dan alat suntik.

Relevannya, gelas kumur dan jarum suntik hanya digunakan sekali pakai.

Penyedot saliva juga harus dibersihkan dengan benar sebab beberapa

penelitian mengungkapkan penyedot saliva menyebabkan penularan

beberapa jenis bakteri (Sumawinata, 2004).

Hal lain yang harus diperhatikan dalam perawatan kedokteran gigi

adalah cipratan material bor dan tumpatan amalgam yang menyebabkan

infeki mikroorganisme secara droplet.

4. Transmisi infeksi virus di rumah sakit

Transmisi mikroorganisme di rumah sakit melalui berbagai cara

sehingga diperlukan pencegahan yang baik. Foodborne disease dapat

disebabkan adanya vektor yang memindahkan mikroorganisme di dalam

makanan pasien kedalam makanan petugas kesehatan. Waterborne disease

dapat disebakan dari pengelolaan air di rumah sakit yang tidak baik

sehingga masih mengandung kontaminasi bakteri patogen, misalnya V.

cholerae. Airborne disease disebabkan kualitas udara dan penurunan

sterilisasi udara dapat menyebabkan penularan, misalnya M. tuberkulosis

dapat bertahan lama diluar tubuh hospes dan menyebar dengan melekekat

pada partikel debu. Sedangkan, kontak langsung terjadi apabila praktisi

kesehatan tidak menggunakan handscoon saat melakukan perawatan akan

berpotensi menularkan kuman patogen ke dalam tubuh.

Page 20: STEP 1-7

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan yang didapat dari pembahasan mengenai universal

precaution sebagai berikut.

1. UP atau Kewaspadaan Universal merupakan suatu kewaspadaan

standar yang dirancang untuk mengurangi risiko infeksi

penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber

infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Tindakan

dilakukan dengan menghindari cairan ekskretor dan sekretor

maupun darah.

2. Prinsip universal precaution di pelayanan kesehatan terbagi

menjadi tiga usaha utama menjaga hygiene sanitasi individu,

hygiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan yang

diterapkan dalam lima pokok tindakan, yaitu cuci tangan sesuai

prosedur, sterilisasi alat-alat perawatan, pemakaian alat

perlindungan diri, pengolahan limbah pelayanan kesehatan, dan

pengelolaan benda tajam seperti jarum suntik dan pecahan

perangkat laboratorium.

3. Hubungan universal precaution dengan kedokteran gigi adalah

melalui pelaksanaan perawatan dokter gigi biasanya

menimbulkan pengeluaran darah pasien yang merupakan suatu

risiko tinggi terhadap penularan penyakit sehingga perlindungan

diri yang dilakukan wajib meliputi pemakaian sarung tangan dan

masker yang aman. Alat-alat kedokteran gigi juga berpengaruh

besar pada agen transmisi penyakit sehingga diperlukan

sterilisasi yang benar.

Page 21: STEP 1-7

4. Transmisi penyakit di rumah sakit dapat diperantarai oleh

beberapa jalur misalnya foodborne, airborne, droplet, dan

kontak langsung.

B. Saran

Saran yang diberikan pada pembahasan mengenai universal

precaution adalah seharusnya pemerintah segera menegaskan tindakan

perlindungan diri melalui dibentuknya undang-undang khusus mengenai

universal precaution karena pengaruh infeksi silang yang dapat

memperburuk derajat kesehatan orang banyak.

Page 22: STEP 1-7

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Pedoman Pelaksanaan

Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan Edisi 3, Bakti Husada,

Jakarta.

Gruendemann, B.J, Fernsebner, B., Buku Ajar Keperwatan Perioperatif Vol. 1,

EGC, Jakarta.

Muliyanti, Putri, 2012, Pengendalian Infeksi Silang di Klinik Gigi, EGC, Jakarta.

Nursalam., Kurniawati, N.D., 2007, Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi

HIV-AIDS, Edisi Pertama, Salemba Medika, Jakarta.

Nursalam, 2007, Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional, Salemba Medika, Jakarta.

Sumawinata, N., 2004, Senarai Istilah kedokteran Gigi, EGC, Jakarta.

Tietjen, L., Bossemeyer, D., Mcintosh, N., 2003, Infection Prevention Guidelines,

JHPIEGO, USA.