stevens johnson syndrome

Upload: melati-setia-ningsih

Post on 10-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

journal

TRANSCRIPT

Analisis Retrospektif Terapi Kortikosteroid pada Sindrom Steven Johnson dan/atau Nekrolisis Epidermal Toksik dalam 10 Tahun Periode di Rumah Sakit Vajira, Universitas Navamindradhiraj, Bangkok

Latar Belakang. Sindrom Steven Johnson (SSJ) dan/atau Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) adalah penyakit yang tidak biasa dan merupakan suatu reaksi terhadap obat yang mengancam kehidupan dengan tingginya kesakitan dan kematian. Objektif. Peneliti mempelajari SSJ dan/atau NET dengan melakukan analisis retrospektif terhadap 87 pasien yang diobati selama 10 tahun periode. Metode. Peneliti melakukan pengulasan retrospektif terhadap catatan semua pasien yang didiagnosis dengan SSJ dan/atau NET berdasarkan pada manifestasi klinis dan tidak terdapat konfirmasi histologi terhadap SSJ dan/atau NET pada Bagian Kedokteran, Rumah Sakit Vajira, Bangkok, Thailand. Data diperoleh dari dua kelompok, yaitu dari 2003 sampai 2007 dan 2008 sampai 2012. Hasil. Terdapat total 87 kasus SSJ dan/atau NET yang telah ditemukan, terdiri 44 pria dan 43 wanita yang usianya rata-rata 46,5 tahun. Rata-rata lama rawatan ialah 17 hari. Antibiotik, antikonvulsan, dan allopurin adalah obat tersangka pada kedua kelompok. SKORTEN pada penerimaan adalah 2,1 pada kelompok pertama sedangkan 1,7 pada kelompok kedua. Dari 2008 sampai 2012, sebanyak tiga puluh sembilan pasien (76.5%) diterapi dengan kortikosteroid sementara hanya delapan pasien (22,2%) yang diterapi dengan kortikosteroid antara tahun 2003 dan 2007. Angka kematian menurun dari 25% dari kelompok pertama sampai 13,7% pada kelompok kedua. Komplikasi antara kelompok pertama dan kelompok kedua tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Kesimpulan. Kortikosteroid jangka pendek mungkin berperan dalam penurunan angka kematian pada SSJ dan/atau NET tanpa peningkatan infeksi sekunder. Penelitian lebih lanjut wajib membandingkan akibat yang terjadi pada terapi kortikosteroid untuk SSJ dan/atau NET.

1. PendahuluanSindroma Steven Johnson (SSJ) dan/atau Nekrolisis Epidermal Toksis (NET) merupakan penyakit yang tidak biasa dengan insiden sebesar 1,9 kasus/1.000.000 per tahun. SSJ dan/atau NET merupakan penyakit yang berpotensi menyebabkan kematian, ditandai dengan luasnya eksantema dan peluruhan epitel, terjadi dengan keterlibatan mukosa (Gambar 1 dan 2). SSJ dan/atau NET merupakan bagian dari spektrum, dibagi kedalam 3 kelompok: SSJ apabila total pengelupasan kurang dari 10% dari luas permukaan tubuh; NET apabila pengelupasan lebih dari 30%; SSJ-NET tumpang tindih ketika pengelupasan terjadi diantara 10% dan 30%. Diagnosis banding dari SSJ dan/atau NET adalah penyakit linear IgA bulosa, pemfigus paraneoplastik, bulosa generalisata e.c. fixed drug eruption, dan Staphylococcal scaled skin syndrome. Meskipun banyak faktor yang sudah diajukan sebagai penyebab dari penyakit-penyakit ini, hipersensitivitas terhadap obat dilaporkan sebagai kasus paling banyak. Antibiotik -laktam, sulfonamide, antikonvulsif, dan allopurinol sering memicu terjadinya SSJ dan/atau NET. SKORTEN merupakan indikasi suatu beratnya kesakitan, yang mana sangat berhubungan kuat dengan risiko kematian. Disamping dari dukungan pengobatan intensif, biasanya regimen yang diterima untuk terapi spesifik SSJ dan/atau NET kurang. Pilihan terapi termasuk kortikosteroid sistemik, terapi intravena immunoglobulin (IVIG), thalidomide, dan TNF- antagonis. Secara tradisi kortikosteroid sistemik adalah terapi yang dianjurkan sampai awal tahun 1990-an, walaupun tidak terdapat keuntungan yang telah ditunjukkan di penelitian case-controlled. Sebuah pusat penelitian retrospektif menunjukkan bahwa terapi jangka pendek dexametason yang diberikan pada stadium awal penyakit mungkin berkontribusi dalam menurunkan angka kematian. Selain itu, penelitian dari Rumah Sakit Umum di Singapur melaporkan bahwa penggunaan dexametason sebagai terapi mungkin akan menguntungkan. Perdebatan terhadap penggunaan kortikosteroid sistemik masih akan terus belanjut. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk menyajikan penyebab, pengobatan, dan luaran klinis dari SSJ dan/atau NET di RS Vajira, Universitas Navamindradhiraj, di Bangkok, Thailand.

2. Metode Ulasan retrospektif telah dilakukan pada pasien yang masuk ke RS Vajira, Universitas Navamindradhiraj, dengan didiagnosis sebagai SSJ dan/atau NET berdasarkan manifestasi klinis dan tidak terdapat konfirmasi histologi pada SSJ dan/atau NET. Data telah dikumpulkan menjadi dua kelompok dari 2003 sampai 2007 dan 2008 sampai 2012 (penelitian 10 tahun). Sebuah papan ulasan etika di Fakultas Kedokteran Rumah Sakit Vajira, Universitas Navamindradhiraj, menerima penelitian ini.Database elektronik kedokteran dan papan rawat inap telah diulas. Mengikuti data yang telah dikumpulkan: informasi demografi, obat tersangka, luasnya keterlibatan mukokutan, penyakit pokok, data laboratorium, pengobatan, komplikasi, dan kematian. Obat yang diambil dalam 6 minggu sebelum serangan gejala dianggap sebagai obat tersangka. Jika pasien telah mengonsumsi lebih dari satu obat, semua obat tersebut dianggap sebagai obat tersangka.

3. Analisis StatistikVariable dilaporkan sebagai rata-rata SD dan data untuk variable dilaporkaan sebagai nomor dan persentase. Perbandingan kesalahan kategori variable kelompok telah ditampilkan menggunakan test X2 atau test fisher. Perbandingan kesalahan sambungan variable telah ditunjukkan menggunakan penelitian tidak bersama t-test atau Mann-Whitney U test. Statistic yang signifikan telah diatur pada P < 0,05. Analisis statistik telah ditampilkan dengan SPSS versi 18,0.

6. KesimpulanObat yang paling banyak berhubungan dengan SSJ dan/atau NET di Rumah Sakit Vajira adalah allopurinol dan kelompok obat paling banyak adalah antibiotik. Kortikosteroid jangka pendek mungkin berkontribusi dalam menurunkan angka kematian SSJ dan/atau NET tanpa meningkatkan infeksi kedua. Penelitian lebih lanjut wajib membandingkan tatalaksana kortikosteroid untuk SSJ dan/atau NET.