stop buang air besar sembarangan community led total sanitation pembelajaran dari para penggiat clts
DESCRIPTION
Stop Buang Air Besar Sembarangan Community Led Total Sanitation Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS, Waspola, 2009TRANSCRIPT
Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS
COMMUNITY-LED TOTAL SANITATION
STOP
BUANG AIR BESAR
SEMBARANGAN
i
ii
WASPOLA Facility adalah proyek implementasi Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (AMPL-‐BM) dan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Lembaga (AMPL-‐BL) di Indonesia. Proyek ini didanai dari bantuan hibah pemerintah Australia melalui AusAID yang dilaksanakan oleh 2 instusi, Bappenas dan WSP-‐EAP. Proyek ini merupakan kelanjutan dari proyek WASPOLA (1998-‐2004) dan WASPOLA 2 ( 2004-‐2009)
iii
STOP BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN
ISBN 978-‐979-‐17944-‐6-‐6xiii 81 hal
Tim Pengarah:
Nugroho Tri UtomoOswar MungkasaZaenal NampiraGary D Swisher
Editor: Oswar MungkasaSofyan IskandarDormaringan H. Saragih
Penulis :Nur Apriatman
Layout dan desain:Dormaringan H. SaragihAgus Santoso
Kontributor:
Owin Jamasy, Nugroho Tomo, Agus Priatna, Wano Iswantoro, Puntodewo,
peserta Lokakarya Konsolidasi Pembelajaran CLTS Februari 2009.
Foto sampul : Pokja AMPL dan WASPOLA
iv
v
Kata Pengantar
Penyakit berbasis lingkungan khususnya yang berkaitan dengan air (related-‐ water borne diseases) Demam Berdarah Dengue (DBD), diare, kecacingan dan polio, masih mendominasi prevalensi penyakit di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah belum diterapkannya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); masyarakat masih berperilaku
(BABS antara lain di kebun, sungai, dan lokasi sejenisnya. Data Susenas, 2007 menunjukkan bahwa rumah
dan atau fasilitas jamban umum. Hasil pembangunan sanitasi
perilaku buang air besar bukanlah merupakan pekerjaan mudah.
melalui fasilitasi proyek (WASPOLA), Kelompok Kerja Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) mendapat kesempatan melakukan kunjungan kerja ke Bangladesh untuk mempelajari sebuah pendekatan baru yang dikenal sebagai pendekatan (CLTS). CLTS merupakan suatu upaya menghilangkan perilaku buang air besar sembarangan (BABS) melalui perubahan kesadaran masyarakat atau sisi permintaan (demand). Hal ini berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang menekankan pada sisi penawaran (supply), yaitu menyediakan subsidi baik berupa dana maupun jamban/toilet. Asumsi utama dari CLTS bahwa perilaku BABS disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat dan bukan karena faktor akses kepada fasilitas.
vi
Pasca kunjungan Bangladesh, CLTS diujicobakan di enam lokasi di Indonesia. Kemudian, dalam waktu singkat ternyata hasilnya menggembirakan. Beberapa desa bahkan
Stop BABS. Berjalannya waktu, ekspansi Stop BABS yang
perilaku masyarakat dan peningkatan layanan sanitasi,
keberlanjutan pendekatan ini, kualitas pelaksanaannya yang
sekedar mengejar target pencapaian kondisi Stop BABS atau ).
Nasional dengan difasilitasi WASPOLA untuk mengadakan Lokakarya Nasional Konsolidasi Pembelajaran Pelaksanaan Pembangunan Sanitasi dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat di Indonesia di Lido kabupaten Bogor Jawa Barat pada tanggal 17–19 Februari 2009. Lokakarya tersebut telah menjadi ajang saling berbagi pengalaman diantara penggiat Stop BABS sehingga didapatkan beragam pembelajaran dan praktek unggulan ( ). Melalui lokakarya ini, diharapkan dapat dihasilkan suatu kesepakatan tentang upaya-‐upaya menjamin keberlanjutan program CLTS ke depan.
kemudian mendorong Pokja AMPL Nasional, dengan dukungan WASPOLA dan Sekretariat STBM untuk mendokumentasikannya agar pembelajaran yang diperoleh
hasil studi dokumentasi, kunjungan ke lokasi kegiatan, diskusi dengan Pokja AMPL dan Sekretariat STBM turut melengkapinya.
vii
Kami berhutang budi pada banyak pihak yang telah membantu sehingga buku ini dapat terwujud. Untuk itu, kami
terima kasih kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pemikiran, ikut terlibat dalam diskusi, dan membantu mematangkan buku ini. Semoga buku yang diterbitkan ini dapat bermanfaat terutama bagi para pembaca yang berminat mempelajari dan mengembangkan pendekatan Stop BABS. Amin.
Jakarta, Februari 2011
Nugroho Tri UtomoDirektur Permukiman dan Perumahan, Bappenas
viii
Kata pengantar v
1 1.1 Umum ……………………………………….............……………....……… 1 1.2 Perkembangan CLTS .......................................................... 3
1.2.1 Pencapaian ……………………………........…….......……… 31.2.2 Beragam Pendekatan CLTS ……………....................... 41.2.3 Penggiat CLTS …………………………………….................. 5
1.3 Dari CLTS Menuju STBM......................................... 6 1.4. Agenda................................................................................ 8
Bab 2 Pembelajaran........................................................................... 92.1 Kelembagaan...................................................................... 9
2.1.1 Contoh nyata sebagai bahan diseminasi yang
pihak ....................................................................... 92.1.2 Pelaksanaan ‘Road Show’ sebagai pembuka jalan
proses internalisasi program Stop BABS kedalamprogram pemerintah daerah ................................. 10
2.1.3 Internalisasi program Stop BABS kedalamprogram pemerintah daerah menjadi jaminankeberlanjutan ......................................................... 11
2.1.4 Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagaipihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan Stop BABS mempercepatpencapaian ODF ..................................................... 14
2.1.5 Pemicuan Stop BABS perlu dilakukan secara Terencana .................................................. 15
2.1.6 Pendampingan intensif memberikan lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk Berinteraksi .................................................. 16
2.1.7 Dukungan aparat desa perlu digalang ................... 172.1.8 Menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut
jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung tombak mempercepat penerimaan masyarakat .. 20
ix
2.1.9 Adopsi program Stop BABS dalam proyek AMPL mempercepat upaya pengutamaan program Stop BABS ................................................ 21
2.1.10 Mahasiswa berpotensi menjadi ujung tombak pemicuan Stop BABS melalui program KuliahKerja Mahasiswa .......................................... 22
2.1.11 Format dan bentuk pemantauan yang sederhana
pemantauan dan evaluasi program Stop BABS secara keseluruhan ................................................ 23
2.1.12 Deklarasi Stop BABS (ODF) memicu daerah lainnya ....................................................... 25
2.1.13 Peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi dasar paska pemicuan Stop BABS ................................... 26
2.2 Pendanaan ........................................................................ 27
mengadopsi program Stop BABS kedalam program yang telah berjalan ................................. 27
menyelesaikan keterbatasan Pendanaan .............. 282.2.3 Perubahan skema dana bergulir menjadi
non subsidi lebih menjanjikan ............................... 30
2.3 Sosial dan Budaya............................................................... 312.3.1 Kampiun sebagai penggerak utama program
Stop BABS............................................................... 312.3.2 Kaum perempuan sebagai kampiun program
Stop BABS dan pendorong utama perubahan perilaku masyarakat ............................................... 33
2.3.3 Pemilihan waktu pemicuan menentukan keberhasilan............................................................ 35
teknik pemicuan .................................................... 362.3.5 Anak dapat berperan dalam pemantauan
praktek BABS........................................................... 382.3.6 Menciptakan persaingan antar komunitas
mendorong percepatan pencapaian Stop BABS .... 39
2.4 Teknologi ............................................................................ 402.4.1 Teknologi sederhana menunjang pencapaian
Stop BABS .............................................................. 40
x
2.4.2 Pemanfaatan pengetahuan masyarakat dalam mengatasi kendala ................................................. 41
2.4.3 Keberadaan bengkel sanitasi membantu menghasilkan jamban yang terjangkau ................. 42
2.4.4 Penerapan konsep jenjang sanitasi dapat
Bab 3 Rangkuman Pembelajaran ...................................................... 473.1 Kelembagaan ..................................................................... 473.2 Pendanaan ......................................................................... 483.3 Sosial dan Budaya .............................................................. 483.4 Teknologi ............................................................................ 49
...................................................... 50
Lampiran 1 Kabupaten Sumedang menuju Kabupaten Stop BABS Tahun 2012 .................................................................... 54Lampiran 2 Paduan Promosi dan Internalisasi Program Mendorong Percepatan Program Stop BABS di Kabupaten Trenggalek ............................................... 59Lampiran 3 Dipicu, Terpicu, dan Memicu. Pengalaman PCI Indonesia Mengimplementasikan Program Stop BABS ...................................................................... 61Lampiran 4 Keterlibatan Semua Lapisan Masyarakat: Kunci Kesuksesan Program Sanitasi “CLTS” Desa Panimbo ..... 66Lampiran 5 Desa Sawe Kabupaten Dompu: Desa Pertama yang Menjawab Tantangan Menteri Kesehatan di NTB.......... 72L Pembelajaran CLTS di Indonesia ................................... 77
xi
Air Minum dan Penyehatan LingkunganAnggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAnggaran Pendapatan dan Belanja NegaraBuang Air BesarBuang Air Besar SembaranganBadan Perencanaan Pembangunan Nasional
Cuci Tangan Pakai SabunCommunity Water Services and Health ProjectDemam Berdarah DengueDepartemen KesehatanDewan Perwakilan Rakyat DaerahDirektorat JenderalExternal Support AgencyEnvironmental Services ProgramHarapan Dhu’afaIndeks Pembangunan Manusia
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Kepala KeluargaKuliah Kerja MahasiswaKejadian Luar Biasa
Lokakarya Nasional Lembaga Swadaya MasyarakatMandi Cuci KakusMillennium Development GoalsMonitoring dan evaluasi Museum Rekor IndonesiaMusyawarah Perencanaan Pembangunan DesaNanggro Aceh DarussalaamNorma Standard Pedoman ManualNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
Pengelolaan Air Minum Rumah TanggaProgram Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis MasyarakatProject Concern InternasionalPemerintah DaerahPerilaku Hidup Bersih dan SehatPengelolaan Limbah Rumah TanggaPos Pelayanan TerpaduKelompok KerjaProgram Pengentasan Kemiskinan Perkotaan
AMPLAPBDAPBNBABBABSBAPPENASCLTSCTPSCWSHPDBDDEPKESDPRDDitjen ESAESPHarfaIPMISSDPISPAKKKKMKLBLPPMLoknasLSMMCKMDGsMonevMURIMusrenbangNADNSPMNTBNTTODFPAM RTPAMSIMAS
PCIPEMDAPHBSPLRTPOSYANDUPokjaP2KP
xii
PPKPPK-‐IPM
PP & PLPSRTPTPUPuskesmasRISKESDASRPJMDRTRTLSANIMASSBABSSDSDASHBCSKSTBMSTIKESSToPSSUSENASTKDTOTTPTTPWTSCTSSMUGMUNICEFUNTIRTAUSAIDVERCWahana SehatWASPOLA
WASPOLA FacilityWESWHOWSLIC-‐2WSP-‐EAP
Program Pemberdayaan KecamatanProgram Pengembangan Kompetensi–Indeks Pembangunan ManusiaPengendalian Penyakit dan Penyehatan LingkunganPengelolaan Sampah Rumah TanggaPerguruan TinggiPekerjaan UmumPusat Kesehatan MasyarakatRiset Kesehatan DasarRencana Pembangunan Jangka Menengah DaerahRukun TetanggaRencana Tindak LanjutSanitasi oleh MasyarakatStop Buang Air Besar SembaranganSekolah DasarSumber Daya Air
Surat KeputusanSanitasi Total Berbasis MasyarakatSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MasyarakatSanitasi Total dan Pemasaran SanitasiSurvei Sosial Ekonomi NasionalTim Kesehatan DesaTraining of TrainersTim Pemberantas TahiTim Pemberantas Waduk
Universitas Gajah Mada
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Serang, Banten)
Planning
xiii
1
BAB 1SEKILAS COMMUNITY-‐LED TOTAL
1.1 UmumBerbagai macam pendekatan pembangunan
sanitasi telah dilaksanakan di Indonesia baik pendekatan dari atas (top-‐down) maupun pendekatan dari bawah ( ). Pendekatan dari atas dicirikan oleh
pembangunan sarana. Pendekatan ini memandang
masyarakat hanya layak sebagai obyek penerima saja. Sedangkan rancangan dan pelaksanaan pembangunan sarana dilakukan oleh pihak yang berada di luar masyarakat atau kontraktor, sedangkan masyarakat sendiri hanya sebagai ”penonton” saja. Oleh karenanya, masyarakat sebagai penerima manfaat sarana yang dibangun merasa bahwa pembangunan bukanlah
berhasil mempertahankan keberlanjutan fasilitas yang
kemudian hanya layak dilihat sebagai monumen belaka.
Pendekatan dari bawah yang dilakukan dalam rangka pembangunan sarana sanitasi juga telah
arisan jamban, dan lain sebagainya. Pendekatan ini lebih berhasil dibandingkan dengan pendekatan yang sebelumnya. Kapasitas dan kemampuan masyarakat sudah memperoleh tempat dalam proses pembangunan
2
sarana, walaupun belum secara total danterpadu.
besar.
Sementara hasil Riset Kesehatan Dasar
dan di kota. Masih sekitar 70 juta penduduk Indonesia yang BABS, dengan jumlah terbesar berada di perdesaan.
Kondisi tersebut di atas, membawa kita semua pada kesadaran bahwa upaya untuk mengurangi perilaku BABS sampai pada awal tahun 2000 masih belum sepenuhnya berhasil. Penanganan perilaku BABS lebih difokuskan pada pembangunan fasilitas dan pemberian subsidi pembangunan jamban yang ternyata
bahkan hanya menambah jumlah “monumen” jamban/
pada kesimpulan bahwa pendekatan selama ini kurang tepat. Kesadaran ini mendorong kita mulai menggunakan
Community-‐
(CLTS). Sejak itu, pendidikan PHBS mulai memasuki era baru. Fokus perubahan perilaku dikedepankan sehingga pemberian subsidi untuk
pilihan.
Pemerintah kemudian melirik CLTS sebagai suatu pendekatan baru penanganan BABS. CLTS menekankan pada prakarsa dan kemampuan masyarakat sendiri
serta potensi lokal yang digunakan untuk memecahkan masalah sanitasi yang dihadapinya. Upaya pemecahan masalah ini dalam bentuk kegiatan bersama yang
3
yang dikendalikan oleh masyarakat sendiri untuk mengatasi permasalahan sanitasi yang dihadapi secara menyeluruh. Prinsip yang dianut dalam CLTS adalah
keberhasilan pendekatan CLTS adalah tercapainya
ditandai dengan (i) keseluruhan masyarakat telah BAB
sekitar, (iii) upaya peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban aman, kuat, sehat, dan nyaman, (iv) penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian BAB di sembarang tempat, (v) pemantauan mandiri oleh komunitas.
1.2 Perkembangan CLTS
1.2.1 PencapaianMenurut data per September 2008, pelaksanaan
CLTS di Indonesia telah mencakup 2.312 desa, 213 kabupaten/kota, dan 30 provinsi di Indonesia. Diantaranya yang telah mendeklarasikan sebagai desa
mempraktekkan BABS, mencapai 123 desa. Tercatat berbagai lembaga, terdiri dari 1 LSM lokal dan 4 LSM/
1 Data yang diperoleh dari bahan yang dipresentasikan pada Pertemuan Stakeholder STBM di Hotel Grand Jaya Raya, Cipayung, Bogor, tanggal 9 – 10 Januari 2009.2 Lembaga yang dimaksud adalah LSM Lokal: Harfa, Pandeglang; LSM/Organisasi Internasional: PLAN, PCI, ESP (USAID), ISSDP dan TSSM (WSP-‐World Bank); Pemda Kabupaten : Sumedang, Majalengka, Bandung, Magelang, Agam, Konawe, Kota Bandar Lampung dan Kota Tarakan ; proyek-‐proyek yaitu WSLIC-‐2, CWSH,
4
organisasi internasional, 8 dinas/instansi pemerintah
menggunakan pendekatan CLTS ini.
1.2.2 Beragam Pendekatan CLTSPendekatan CLTS dilaksanakan oleh beragam
dan beragam sumber dana. Keberagaman ini kemudian tercermin pula dalam pendekatan CLTS, sehingga paling
Contoh penerapan-‐nya di kabupaten Sumedang.
menggunakan dana Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, pemantauan perubahan perilaku dilakukan kader desa dengan bimbingan sanitarian memanfaatkan kartu.
kedalam skema proyek di tengah perjalanan proyek. Sedikit berbeda adalah Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) atau WES Unicef di Indonesia Timur, yakni CLTS diadopsi sejak awal, pada saat perencanaan proyek.
Contoh model ini adalah Yayasan Pancur Kasih di
dalam rangka pemberdayaan ummat sebagai amil
5
Tabel 1.1 Penggiat CLTS di Indonesia per Februari 2009
Lembaga Kategori Mulai Kegiatan
Jumlah kabupaten
Jumlah Desa
Implementasi Stop BABS
1. PLAN Indonesia LSM 2005 8 48 4
2 PCI LSM 2005 2 2 3
3. Yayasan HARFA LSM 2006 1 10 0
4. Perguruan Tinggi 2007 1 -‐ 0
5. LPPM UGM Perguruan Tinggi 2008 1 1 0
6. WSLIC 2 Proyek 2005 37 396 37
7. ProAir Proyek 5 26 0
8. PAMSIMAS Proyek 2008 111 1017 5
9. UNICEF ESA 2008 29 70 1
10. TSSM-‐WSP EAP ESA 2005 29 315 62
11. ESP Proyek 1 1 0
12. CWSHP Proyek 27 137 8
13. ISSDP Proyek 1 2 0
14. Pemerintah Daerah Pemerintah 10 75 6
15. Pemerintah Pusat Pemerintah 2005 tad tad Tad
16. Yayasan Sehat Papua LSM 2008 1 3 0
Pelaku tambahan, belum ada data :
17. Balifokus LSM tad tad tad
18. Dian Desa LSM tad tad tad
19. Mercy Corp LSM tad tad tad
20 LSM tad tad tad
Total 264 2.103 126
1.2.3 Penggiat CLTSSejak pertama kali diperkenalkan di Indonesia,
Contoh penerapannya adalah Unicef dengan PCI di Aceh, WSP Bank Dunia di Jawa Timur melalui TSSM.
Contoh Universitas Tirtayasa di Banten, Universitas Gajah Mada di Yogyakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat (STIKES) Falatehan Serang, yang hasilnya diteruskan oleh pemerintah daerah
Serang pasca Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) oleh Universitas Tirtayasa di Banten.
6
CLTS, diilhami oleh keberhasilan Bangladesh dalam menerapkan pendekatan CLTS ini yang dimulai pada tahun 1999. Pada bulan Mei 2005, pendekatan CTLS mulai diujicobakan di enam kabupaten yaitu Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Lumajang (Jawa Timur), Sambas (Kalimantan Barat), Muaro Bungo (Jambi), Muara Enim (Sumatera Selatan) dan Bogor (Jawa Barat). Pada pertengahan tahun 2006, dilakukan evaluasi terhadap hasil uji coba dan ternyata di kabupaten Muara Enim, Bogor, Sambas dan Muara Bungo hanya dalam waktu
berhasil bebas dari kebiasaan BAB di tempat terbuka. Mereka telah BAB di tempat yang selayaknya, yaitu di jamban yang mereka bangun sendiri, dan semua perubahan tersebut terjadi tanpa pemberian subsidi.
Melihat keberhasilan tersebut, WSP-‐EAP pada tahun 2006 kemudian mengembangkan lebih lanjut CLTS menjadi
atau yang kemudian kita kenal dengan suatu
upaya program yang memfokuskan pada peningkatan akses terhadap sarana sanitasi sebagai kebutuhan masyarakat melalui pemberdayaan dan pemasaran produk sanitasi dengan meningkatkan variasi jenis dan harga yang ada di pasar sehingga terjangkau oleh semua lapisan masyarakat serta mencukupi kebutuhan permintaan pasar. Program ini sedang berlangsung di Jawa Timur pada 29 kabupaten. Pada TSSM mulai ada pembagian peran diantara masyarakat, aparat desa, kecamatan maupun kabupaten; termasuk meningkatkan
lingkungan.
1.3 Dari CLTS Menuju STBM
7
Selain itu juga, berbagai pihak kemudian juga mulai mencoba mengadopsi pendekatan CLTS ke dalam kegiatan mereka, diantaranya proyek Second Water
Community Water Supply and Health (CWSH), ProAIR,
Belajar dari berbagai pengalaman pelaksanaan
CLTS dan program lainnya, pelaksanaan CLTS di Indonesia kemudian mengalami berbagai penyesuaian diantaranya dengan menggabungkan CLTS ke dalam suatu wadah program yang disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yang terdiri dari lima pilar, yaitu Stop BABS (dahulu dikenal sebagai CLTS), Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAM-‐RT), Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT) dan Pengelolaan Limbah Rumah Tangga (PLRT). Departemen Kesehatan memperkenalkan STBM sebagai suatu program nasional pada tahun 2009.
8
nama menjadi Stop Buang Air Besar Sembarangan
didominasi pemerintah pusat, bahkan telah melibatkan
AMPL lainnya.
1.4 AgendaBerangkat dari implementasi CLTS, TSSM
maupun STBM dengan cakupan yang telah tercapai hingga saat ini, kemudian pertanyaan yang muncul, dan perlu mendapat jawaban diantaranya:
Bagaimana pola penerapan dan perkembangan Stop BABS/CLTS yang telah dilaksanakan oleh masing-‐masing pelaku? Sejauh manakah para pelaku mengacu kepada model baku? Adakah inovasi-‐inovasi yang terjadi dalam praktek? Bagaimanakah keberlanjutan pelayanan di
Bagaimanakah mekanisme bantuan teknis dan pemantauan serta evaluasi ? Bagaimanakah peran pemerintah daerah dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pasca pemicuan?
dari masing-‐masing pelaku berkaitan dengan pelaksanaan di lapangan?
Untuk itu, menjadi suatu keniscayaan mendapatkan jawaban dari pertanyaan di atas. Tulisan berikut yang merupakan ekstraksi dari hasil konsolidasi pembelajaran penggiat Stop BABS diharapkan dapat menjawab sebagian pertanyaan tersebut, sehingga kedepan implementasi Stop
9
BAB 2PEMBELAJARAN
dalam lima aspek keberlanjutan, yaitu kelembagaan, pendanaan, sosial, teknologi dan lingkungan.
2.1.1 Contoh nyata sebagai bahan diseminasi yang
semua pihak
Tahun 2004, WSP-‐EAP dan WASPOLA sebagai pihak yang membawa CLTS ke Indonesia, memfasilitasi kunjungan Pokja AMPL Nasional ke Bangladesh dan India untuk mempelajari pendekatan CLTS, yang dilanjutkan
proyek WSLIC-‐2 bertempat di kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada bulan Mei 2005. Beberapa bulan kemudian,
beberapa lokasi daerah percontohan, kemudian Pokja AMPL Nasional menjadikannya sebagai bahan promosi. Pokja AMPL Nasional bersama WASPOLA melakukan diseminasi ke berbagai penggiat pembangunan AMPL, termasuk proyek AMPL, maupun organisasi
yang mempunyai kepedulian terhadap sanitasi. Hanya dalam
terlalu lama kemudian beberapa daerah, LSM dan proyek AMPL tertarik mengadopsi pendekatan ini.
Masyarakat Desa Mawar di Alor sedang membuat jamban sederhana (Foto : Pokja
AMPL-‐WES Unicef)
10
Menyebar ke seluruh IndonesiaHasil uji coba di 6 lokasi ini kemudian mendorong banyak pihak untuk mulai
yang mencakup Jawa Barat di 3 kabupaten: Bogor, Cirebon dan Ciamis; Sumatera Selatan di 4 Kabupaten: Lahat, Muara Enim, Musi Banyuasin dan Banyuasin; Kepulauan Bangka Belitung di kabupaten Belitung; Sumatera Barat di 4 kabupaten: Pesisir Selatan, Solok, Sawahlunto Sijunjung dan Pasaman; Jawa Timur di 14 Kabupaten: Ponorogo, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Mojokerto, Bojonegoro, Lamongan dan Sampang; Nusa Tenggara Barat di 6 kabupaten: Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu dan Bima; Sulawesi Selatan di 3 kabupaten: Bone, Enrekang dan Jeneponto; Sulawesi Barat di 2 kabupaten: Polewali Mandar dan Mamasa; (ii) PCI di kabupaten Pandeglang, Banten dan Nabire, Papua; (iii) PAMSIMAS di 13 propinsi, (iv) TSSM di propinsi Jawa Timur; (v) UNICEF di 7 propinsi (NAD, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua dan Papua Barat); (vi) Plan Internasional Indonesia di beberapa kabupaten propinsi Jawa Tengah,
NTT dan NTB; dan (vii) CWSHP di 20 kabupaten pada 4 propinsi (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi dan Bengkulu)
2.1.2 Pelaksanaan ‘Road Show’ sebagai pembuka jalan proses internalisasi program Stop BABS
Disadari sepenuhnya bahwa program Stop BABS diinisiasi oleh pemerintah pusat, walaupun pada kenyataannya penyelenggaraan sanitasi telah menjadi kewajiban pemerintah daerah. Untuk itu, upaya advokasi
menjadikan Stop BABS bagian dari program pemerintah daerah. Dengan demikian pelaksanaan program Stop BABS dimulai dengan upaya penyamaan persepsi diantara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Diharapkan dengan demikian pelaksanaan program Stop BABS menjadi satu kesatuan dengan program pembangunan sanitasi di daerah. Upaya advokasi ini yang kemudian dikenal sebagai ‘road show’.
Pada dasarnya road show berbentuk lokakarya, yang diawali dengan penjelasan program Stop BABS yang dihadiri oleh seluruh pihak terkait termasuk
11
Walikota dengan harapan akan menghadirkan seluruh pihak terkait. Setelah sesi pembukaan dan penjelasan program, dilanjutkan dengan sesi penyusunan
belum terbentuk Pokja AMPL, lokakarya tersebut juga sekaligus merupakan lokakarya pembentukan Pokja AMPL. Diharapkan Pokja AMPL akan berperan sebagai focal point pelaksanaan pembangunan AMPL termasuk Stop BABS di daerah tersebut. Selanjutnya dilakukan pendampingan agar program Stop BABS dapat tertuang dalam strategi pembangunan daerah baik berupa rencana strategi AMPL, maupun RPJMD.
Contoh pelaksanaan program Stop BABS yang dimulai dengan road show adalah di daerah binaan
Grobogan, Jawa Tengah; Kabupaten Dompu, NTB; dan daerah kerja proyek TSSM/SToPS di propinsi Jawa Timur. Hal yang sama di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, salah satu daerah Pamsimas yang dianggap sukses. Ciri khas dari keberhasilan upaya road show ini ditandai
menjadikan program Stop BABS sebagai program daerahnya. Tidak hanya itu, sebagai contoh Kabupaten
anggaran sanitasi dalam APBDnya.
2.1.3 Internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah menjadi jaminan keberlanjutan
Sebagaimana diketahui bahwa tanggap terhadap kebutuhan (demand responsive) merupakan persyaratan
12
bahwa program Stop BABS hanya dilaksanakan pada lokasi atau daerah yang menunjukkan adanya kebutuhan yang ditandai dengan adanya minat dan komitmen terhadap program ini.
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan upaya
melalui diseminasi dan advokasi yang merupakan
melalui upaya internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah. Keberadaan Pokja AMPL dapat menjadi pintu masuk. Namun jika belum terbentuk, pembentukan Pokja AMPL merupakan salah satu prioritas. Pokja AMPL dapat menjadi kelompok penggerak perubahan paradigma pengambil keputusan di daerah dan sekaligus pengawal proses internalisasi program Stop BABS.
Pokja AMPL belum terbentuk, namun pemerintah daerah terpicu untuk melaksanakan program Stop BABS, yaitu di Kabupaten Trenggalek melalui proyek TSSM. Proses internalisasi program Stop BABS terlihat dari
15 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan STBM, tersedianya
Dukungan Pemerintah Daerah sebagai Faktor Utama Keberhasilan Kabupaten Trenggalek Dukungan pemerintah daerah ditunjukkan melalui (i) penerbitan Surat
Total Berbasis Masyarakat; (ii) penyediaan anggaran dana pendukung program dari APBD Tahun 2009 sebanyak Rp. 400 juta; (iii) promosi yang dilakukan baik (a) melalui siaran radio di RKPD, ADS, Kamajaya, Dimas Suara
untuk masyarakat melalui koran Jawa Pos, (d) deklarasi desa Stop BABS (e)
dan alat memicu ulang masyarakat.
13
alokasi dana APBD, berkembangnya kegiatan promosi
Hingga 2008, di Kabupaten Trenggalek telah dilakukan pemicuan di 157 desa/kelurahan, dengan hasil sebanyak 29 desa dan 67 dusun telah mencapai Stop BABS, serta terus dilakukan pemantauan perkembangan program di lapangan dengan target selain terus menambah desa Stop BABS juga akan mengembangkan pilar STBM lainnya. Hal ini terjadi
TSSM sebagai prioritas program.
Hal yang sama terjadi di Kabupaten Muaro Jambi, melalui dukungan dana APBD dan proyek CWSHP, desa Muaro Pijoan dan Mendaro Laut berhasil mencapai stop BABS. Bahkan 5 desa lainnya juga sudah stop BABS, yang salah satu diantaranya adalah Desa Marasebo tempat
tahun 2008.
Langkah pemerintah Kabupaten Sumedang bahkan lebih jauh. Misalnya, Stop BABS dimasukkan sebagai salah satu kegiatan dari PPK–IPM (Program Pengembangan Kompetensi–Indeks Prestasi Manusia). Demikian juga dengan Program Desa Siaga yang salah satu indikatornya adalah Stop BABs dan pengelolaan sampah.
Jumlah desa di kabupaten Sumedang sebanyak 279 desa, kegiatan pemicuan Stop BABS telah dilakukan di 45 desa, sebanyak 55 dusun dan 9 desa telah mencapai Stop BABS dan telah mendapatkan piagam dekalarasi Stop BABS
pertengahan tahun 2009. Foto: Ekki R, Sumedang
14
Program Stop BABS juga masuk dalam musrenbang
kegiatan di Klinik Sanitasi diarahkan untuk melakukan
2.1.4 Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagai pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program mempercepat
Untuk keberhasilan dan kesinambungan program Stop BABS di suatu daerah seyogyanya dilakukan penyusunan rencana secara bersama antara
pemilik program, dan pihak luar berperan sebagai pendukung pemerintah dalam melaksanakan tugas pelayanan dasar bagi masyarakat. Walaupun pada tataran praktek, porsi besar pekerjaan pihak luar/
tanggung jawab pemerintah dalam pelayanan dasar.
Sebagai contoh, pelaksanaan Stop BABS di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Hal ini berawal
melaksanakan CLTS di Kabupaten Grobogan, yang
Kabupaten Grobogan. Terlebih di Kabupaten Grobogan telah terbentuk Pokja AMPL dan beberapa personilnya
oleh Pemerintah Pusat. Jajaran Pemerintah Kabupaten
Kepala Dinas Kesehatan dan jajarannya, pemerintah kecamatan, sekolah dan pemerintah desa. Salah satu bentuk dukungannya adalah dengan membentuk Tim
15
/TOT)
2.1.5 Pemicuan Stop BABS perlu dilakukan secara terencana
Terdapat kesalahkaprahan bahwa pemicuan dapat dilakukan dimana saja dengan tanpa persiapan.
panacea atau obat untuk segala penyakit. Perlu disadari juga bahwa program
mungkin dilaksanakan pada kondisi ekstrim. Prinsip
pembangunan jamban terjangkau oleh masyarakat.
Selain itu, lokasi desa yang telah dimasuki proyek yang memberikan subsidi jamban akan sulit dimasuki program Stop BABS. Kondisi ini perlu diketahui sebelum dilakukan pemicuan, sehingga fasilitator telah menyiapkan strategi terkait kendala yang akan dihadapi.
Penetapan prioritas desa yang akan digarap juga
Biasanya prioritas utama diberikan pada desa yang
desa mencapai Stop BABS adalah dimulai dari desa
kemampuan fasilitator yang mungkin masih perlu banyak pengalaman.
16
2.1.6 Pendampingan intensif memberikan lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk berinteraksi
Pelaksanaan pemicuan yang disertai pendampingan secara intensif merupakan salah satu kunci keberhasilan perubahan perilaku masyarakat.
masyarakat memungkinkan masyarakat mempunyai banyak waktu dan kesempatan untuk bertanya langsung. Kondisi ini biasanya hanya dapat dipenuhi oleh LSM baik internasional maupun lokal. Mereka dapat mengerahkan tenaga fasilitator untuk mendampingi masyarakat sepanjang waktu karena mempunyai sumber daya yang memadaibaik dalam jumlah maupun jenis keahlian.
LSM internasional dan LSM lokal tersebut mengerahkan tenaga pendamping masyarakat, yang mendampingi masyarakat sejak pemicuan, pendampingan pembangunan sarana jamban, mela-‐kukan pemantauan dan evaluasi, sehingga tercapainya
lainnya di kecamatan tersebut.
17
Pada tahap awal pelaksanaan CLTS di Indonesia, PCI dan Plan Internasional Indonesia merupakan LSM internasional yang berkiprah menggunakan pendekatan CLTS sebagai bagian dari program layanannya di beberapa daerah di Indonesia. PCI memulai program CLTS sebagai salah satu sub program
di 5
seluruh desa pada lokasi tersebut, PCI menyerahkan pengelolaan program CLTS tersebut kepada LSM lokal, Lembaga Amil Zakat Harfa yang meneruskan program di 2 kecamatan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Pandeglang. Selanjutnya pemerintah daerah yang meneruskan di 6 kecamatan lain. Sementara Plan Internasional Indonesia melaksanakan program CLTS di kabupaten Dompu dengan cara melakukan intervensi langsung kepada aparatur pemerintahan di kecamatan dan desa serta kader di kecamatan Hu’u pada 3 desa, serta di kabupaten Grobogan dengan cara melakukan intervensi melalui roadshow kepada pimpinan daerah sehingga memungkinkan terbentuknya Tim CLTS sejak kabupaten sampai ke desa. Sedangkan Yayasan Pancur Kasih, yang merupakan LSM lokal, melaksanakan CLTS pada desa percontohan di masing-‐masing 2 desa di kabupaten Landak dan kabupaten Kubu Raya, melalui program
Pendampingan Intensif Menuju Stop BABS
2.1.7 Dukungan aparat desa perlu digalang
Aparat desa seyogyanya merupa-‐kan petugas yang berhubungan erat dengan keseharian masyarakat. Sehingga keterlibatan aparat desa dalam pelaksanaan program Stop BABS dapat mempercepat penerimaan masyarakat. Namun terlebih dahulu perlu dilakukan upaya memberi pemahaman tentang program Stop BABS, baik mengenai maksud dan tujuan program, bagaimana cara melakukannya, dan dukungan apa yang diperlukan dari aparat pemerintah.
Sebagai contoh Desa Marga Jaya di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat dan Desa Ulaweng Riaja, Kabupaten
18
Bone, Sulawesi Selatan yang merupakan lokasi proyek WSLIC-‐2. Kepala Desa berikut perangkat desa, tokoh masyarakat dan kader kesehatan desa tergabung dalam wadah Tim CLTS, ikut terlibat dalam pemicuan. Keterlibatan kepala desa berikut perangkatnya merupakan bantuan yang sangat berharga dalam mempercepat pencapaian stop BABS. Walaupun disadari juga bahwa faktor lain turut mempengaruhi
tempat, ketersediaan air, dan ketersediaan material lokal atau material pendukung dari toko.
Sementara di Desa Babat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, keterlibatan pemerintah desa dalam Tim Gerakan Pemberantasan Tai yang dibentuk bersama masyarakat, sehingga dalam jangka 4 minggu desa tersebut mampu mencapai Stop BABS.
Bentuk lain keterlibatan aparat pemerintahan
kepada pelaksana program Stop BABS di desa, yang dapat
Saefudin Juhri sebagai Kepala Desa/Kuwu Marga Jaya turun langsung melakukan pemicuan. Foto: Owin Jamasy.
19
Di desa Sindanglaya, kecamatan Pagelaran
kepada Tim Kesehatan Desa melalui SK Kepala Desa, yang kemudian membentuk Tim Pemberantas Tai/
terjadi di desa tersebut berdampak pada perkampungan
2005, bau kotoran manusia sangat terasa karena kotoran ada dimana-‐mana (pinggir jalan, kebun, sawah, kali dan lapangan bola). BABS menjadi hal memalukan
Namun mendapatkan dukungan kepala desa
pemicuan dilakukan di desa Kertasana, kecamatan
mampu berubah, serta mampu membangun sendiri jamban sesuai dengan kemampuannya. Alasannya adalah masyarakat akan bergerak setelah mendapatkan subsidi, misalnya untuk membangun jamban diberi
berkeliling melakukan pengamatan lapangan, dengan
mana, serta melihat sendiri masyarakatnya mau berubah, barulah kemudian Kepala Desa mendukung pelaksanaan Stop BABS. Kemudian desa ini menjadi salah satu desa yang berkontribusi terhadap jumlah jamban yang terbangun tanpa subsidi sehingga Kabupaten Pandeglang, Banten mendapatkan Penghargaan MURI pada tahun 2007 sebagai
Encep Mahpud Kepala Desa SindanglayaKabupaten PandeglangFoto : WASPOLA
20
kabupaten dengan jumlah jamban terbangun tanpa subsidi terbanyak dalam setahun.
2.1.8 Menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung tombak mempercepat penerimaan masyarakat
Jajaran dinas kesehatan, mulai dari kabupaten, kecamatan, sampai di desa merupakan para penggiat Stop BABS yang potensial, disamping merubah perilaku hidup bersih merupakan tugas pokok dan fungsi
memenuhi syarat. Petugas sanitarian, bidan desa, termasuk kader posyandu yang berasal dari masyarakat merupakan ujung tombak pelaksanaan Stob BABS yang dapat diandalkan.
Keterlibatan sanitarian sudah jelas, karena memang bidang tugasnya, sehingga peran supervisi melekat pada dirinya. Sedangkan peran bidan, dilakukan seiring dengan tugasnya melayani kesehatan ibu dan anak, termasuk dalam proses persalinan, sehingga
contoh sukses atas peran jajaran dinas kesehatan adalah di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
bidan desa. Sementara di Kabupaten Sumedang, Jawa
jajarannya dalam upaya menjadikan program Stop BABS sebagai program prioritas pemerintah daerah.
Salah satu faktor pendorong percepatan pencapaian desa Stop BABS di Kabupaten Sumedang
dilakukan 2 angkatan dalam 1 tahun anggaran, sedangkan
21
dilakukan oleh kader Posyandu dengan dikoordinasikan oleh sanitarian Puskesmas.
2.1.9 Adopsi program Stop BABS dalam proyek AMPL mempercepat upaya pengarusutamaan program Stop BABS
Kemampuan pemerintah daerah dalam
itu, pemerintah pusat melalui sumber dana hibah dan pinjaman banyak melakukan intervensi pembangunan AMPL di daerah. Pembangunan AMPL diserahkan pelaksanaannya melalui proyek AMPL yang tersebar di seluruh Indonesia.
Seluruh proyek AMPL telah mengadopsi program Stop BABS. Keberadaannya di hampir seluruh Indonesia membantu pemerintah pusat dalam memperkenalkan program Stop BABS kepada pemerintah daerah maupun pelaku pembangunan AMPL lainnya. Keterlibatan proyek AMPL dalam pelaksanaan program Stop BABS akan membantu mempercepat pengarusutamaan program di daerah.
Sebagai contoh, proyek WSLIC-‐2 telah berhasil membebaskan 37 desa dari praktek BABS, proyek CWSH menghasilkan 8 desa Stop BABS, Pamsimas menghasilkan 5 desa Stop BABS, TSSM menghasilkan 62 desa Stop BABS, WES Unicef menghasilkan 1 desa Stop BABS. Sementara jumlah desa yang dalam pendampingan proyek AMPL mencapai sekitar 2.000 desa. Kesemuanya berpotensi menjadi desa Stop BABS dalam waktu dekat.
22
2.1.10 Mahasiswa berpotensi menjadi ujung tombak pemicuan Stop BABS melalui program Kuliah Kerja Mahasiswa
Program kuliah kerja mahasiswa yang mengerahkan mahasiswa dalam jumlah banyak ke desa-‐desa, merupakan ajang yang potensial dalam melibatkan mahasiswa dalam pelaksanaan Stop BABS. Dengan pembekalan yang memadai, mahasiswa dapat berperan
masyarakat. Melalui kerja sama antara pemerintah
sinergi untuk membantu masyarakat desa dalam memperbaiki kualitas hidupnya.
oleh Universitas Tirtayasa pada tahun 2007, melalui
5 sanitarian dari 5 Puskesmas lokasi KKM serta 7 orang peserta tambahan dari P2KP Banten, yang dilanjutkan dengan pemicuan CLTS di 14 desa. Program kemudian berjalan dengan lebih baik pada tahun 2008, masih di 5 Kecamatan, Carenang, Curug, Pontang, Tirtayasa, Tunjung Teja di kabupaten Serang. Pada tahap awal
mahasiswa, sisanya berasal dari PKK, Sanitarian, Bidan,
Foto : POKJA AMPL
23
2.1.11 Format dan bentuk pemantauan yang sederhana
pemantauan dan evaluasi program Stop BABS secara keseluruhan
Salah satu kendala dalam pelaks-‐anaan program AMPL selama ini adalah kesulitan memperoleh data yang dapat diandalkan. Sebagian besar disebabkan bentuk format pelaporan yang rumit dan sulit dipahami. Melalui pelaksanaan program Stop BABS kemudian ditemui beberapa upaya pencatatan kemajuan pelaksanaan kegiatan yang sederhana dan dilaksanakan langsung oleh kader di lapangan.
Dari format yang tersusun dari daerah inilah kemudian diharapkan data yang didapatkan dapat
serta tokoh masyarakat; dilanjutkan dengan 5 dosen
Dasar Fasilitasi. Melalui koordinasi dengan Pokja AMPL Banten serta Pokja AMPL Kabupaten Serang, hasilnya lebih baik, sehingga sudah ada beberapa kampung yang mencapai Stop BABS.
Sedangkan di Universitas Gajah Mada telah
Waterplan Community terkait Teknis Pemicuan
bekerjasama dengan LPPM UGM, dilanjutkan pemicuan CLTS di Desa Hargomulyo, Gedangsari Kabupaten Gunung Kidul; serta dikembangkan masing masing di 2 desa di Kabupaten Gunung Kidul dan Sleman. Sementara STIKES Falatehan Serang, yang ikut serta
mahasiswa sedang mengembangkan desa model, di Desa Terumbu, Kecamatan Kilasah di kota Serang.
24
berkembang menjadi data nasional. Sementara format pemantauan dan evaluasi dapat menjadi embrio bagi upaya mendapatkan format pemantauan dan evaluasi yang mudah, dan dapat dilaksanakan.
Sebagai contoh, PCI melalui programnya di kabupaten Pandeglang, Banten mengembangkan format pemantauan dan evaluasi yang sederhana. Kader atau Tim CLTS desa melakukan pemantauan, kemudian petugas lapangan PCI melakukan rekap perkembangan
Format pemantauan dan evaluasi tersebut terus dikembangkan PCI melalui programnya di Kabupaten Nabire, Papua; Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, NAD.
Sementara di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pemantauan dilakukan melalui kunjungan rumah oleh Kader Dasa Wisma. Pencatatan atas perubahan perilaku menggunakan formulir yang disiapkan oleh Dinas
Format pemantauan skala desa. Tabel : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang
25
Program Lingkungan Sehat Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, maupun Pamsimas. Hasil pemantauan kader tersebut kemudian dicatat dalam format laporan yang disiapkan Dinas Kesehatan Sumedang, untuk kemudian direkap oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan sehingga akhirnya tersedia laporan perkembangan program Stop BABS bulanan.
Foto : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang
2.1.12lainnya
Deklarasi ODF di Desa Sawe Kecamatan Huu di
di Desa Sukawening Kecamatan Ganeas oleh
pemberian Penghargaan Museum Rekor Indonesia (Muri) kepada kabupaten Pandeglang untuk Pembuatan Jamban Terbanyak Tanpa Subsidi Selama Satu Tahun (sekitar 2.000 jamban), adalah contoh deklarasi yang kemudian memicu, desa lain di wilayah kabupatennya masing masing; bahkan memicu kabupaten lainnya.
Foto : WASPOLA
26
2.1.13 Peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi
Sesuai dengan judul programnya, Sanitasi Total
adalah bagaimana menjawab permintaan masyarakat akan sarana sanitasi dasar, yang murah, sehat dan ramah lingkungan. Adalah Sumadi yang menunjukkan, pengabdian dan totalitas dalam menggauli profesinya menuju kesuksesan, bukan hanya sebagai sanitarian, namun, juga sebagai pengusaha yang berurusan dengan sanitasi
sebagai sanitarian Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
benar bisa menjadi malapetaka. ”Kalau mereka sakit-‐sakitan, uangnya habis dipakai berobat, ya miskin terus,”
masyarakat menggunakan jamban, Sumadi melakukan
kabupaten Nganjuk. Begendeng dipilih sebagai sasaran survei karena pola sanitasi masyarakatnya yang buruk.
Desa ini terletak di muara Sungai Brantas dan Sungai Widas. ”Di dua sungai itulah masyarakat melakukan MCK (mandi, cuci, kakus) sehari-‐hari,” kata Sumadi. Hasil survei tak jauh dari dugaan. Dari 267 rumah di Begendeng, tercatat hanya empat rumah yang memiliki jamban dengan desain
KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH
27
jamban sangat mahal bagi warga yang umumnya bekerja
yang memiliki kontur tanah yang selalu bergerak.
hanya satu, yaitu di tengah, sedangkan model kotak lebih gampang roboh,” jelas Sumadi. Dengan model tersebut, Sumadi mampu menekan harga pembuatan jamban hingga Rp 440.000. Meski harganya jauh lebih murah, saat diperkenalkan banyak warga yang masih ragu. Saat itu baru 10 keluarga yang tertarik memesan jamban kepada Sumadi. ”Waktu itu saya beri jaminan, kalau dalam waktu lima tahun jambannya amblek, uang mereka kembali,” kata Sumadi. Jaminan dan harga murah yang ditawarkan Sumadi menarik minat warga
2.2 Pendanaan
2.2.1 mengadopsi program Stop BABS kedalam program yang telah berjalan
Salah satu upaya daerah dalam membiayai program Stop BABS adalah dengan cara mengadopsi kegiatan Stop BABS kedalam program yang telah berjalan. Tentunya hal ini dengan mudah dapat dilakukan karena pada dasarnya kegiatan Stop BABS adalah bagian dari kegiatan PHBS.
Salah satu contoh adalah upaya Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat mengadopsi kegiatan
28
Pengembangan Kompetensi-‐Indeks Prestasi manusia
Stop BABS dibiayai dari dana PPK-‐IPM dan Desa Siaga yang dilakukan di desa. Sedangkan kegiatan pemicuan dibiayai dari anggaran Klinik Sanitasi. Sehingga kebutuhan dana ekstra bagi pelaksanaan program Stop BABS dapat diminimalkan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang juga bekerjasama dengan Bank Jabar dalam memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) melalui program Desa Binaan. Program Stop BABS merupakan salah satu kegiatannya, yang akan dimulai tahun 2010 di 10 desa.
2.2.2menyelesaikan keterbatasan pendanaan
Pada dasarnya masyarakat yang sudah terpicu dapat membangun sarana jamban sesuai dengan kemampuannya. Tidak ada alasan bagi masyarakat
yang paling sederhana (lihat Boks Contoh Mbok Supi di Kabupaten Trenggalek). Namun demikian,
Rumah dan Jamban mbok Supi di Desa Tumpuk, Kecamatan Tugu, Trenggalek, bangga dengan jambannya seharga 4,5 juta rupiah, hasil menabung dari penghasilannya sebagai pemijat, selama setahunan.Foto : TSSM Kabupaten Trenggalek.
29
pada beberapa kasus, khususnya daerah sulit perlu
dapat didorong pembentukan unit kredit masyarakat untuk pembangunan jamban.
Sebagai contoh Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) desa Sungai Rangas Hambu Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar Baru mengembangkan jamban melalui arisan jamban. Terobosan ini dilakukan karena harga per-‐unit jamban
melakukan arisan jamban Rp 25.000,-‐/orang /bulan.
jamban meningkat. Begitu juga dengan Jorong Parang Doto, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, yang memanfaatkan keberadaan Kelompok
dua orang yang mendapat giliran memperoleh kloset.
Beberapa wanita Kelompok Arisan Jamban desa Rorurangga Pulau Ende, NTT juga memprakarsai
bersama dengan beberapa ibu rumah tangga mendirikan kelompok ini di desanya. “Dalam waktu dekat, saya akan memiliki jamban rumah tangga saya sendiri,” kata
peraturan desa di masing-‐masing 7 desa di Pulau Ende.
Sementara Bengkel Sanitasi Desa Bocor Kabupaten Kebumen, Jawa tengah mengereditkan cetakan bangunan atas dan kloset senilai Rp 60.000 sebanyak 6 kali.
30
Masyarakat Desa Salam Harjo salah satu desa CWSHP di Kabupaten Bengkulu Utara, telah mendapat kemudahan dari toko material terdekat untuk menyicil
penduduk berupa kopi dan kelapa sawit. Masyarakat Desa Salam Harjo yang awalnya hanya memiliki 16 jamban, selama berselang 2 bulan semua kepala keluarga yang mencapai 118 KK di desa itu telah memiliki jamban keluarga.
2.2.3 Perubahan skema dana bergulir menjadi non subsidi lebih menjanjikan
Jauh sebelum program Stob BABS diperkenalkan, pembangunan sanitasi khususanya di perdesaan banyak mempergunakan skema dana bergulir. Dana bergulir tersebut berupa dana stimulan yang diberikan oleh proyek kepada kelompok masyarakat. Anggota kelompok kemudian menentukan urutan penerima bantuan. Secara teoritis hal ini cukup baik, tetapi dalam praktek banyak ditemui kegagalan, terlihat dari kenyataan bahwa dana hanya bergulir satu kali pada penerima gelombang pertama. Masyarakat miskin juga hampir tidak dapat mengakses dana tersebut, karena tidak memiliki kemampuan untuk menyicilnya.
Secara umum, ditengarai faktor penyebab kegagalan adalah belum terjadinya perubahan perilaku masyarakat sehingga belum timbul adanya kebutuhan masyarakat terhadap jamban. Kemudian tidak ada hukuman bagi penerima bantuan yang tidak mengembalikan dana bergulir tersebut.
31
Sementara perubahan dana bergulir sanitasi menjadi tanpa subsidi melalui program Stop BABS,
banyak masyarakat yang terpicu membangun sarana
terlihat di berbagai lokasi proyek WSLIC-‐2, diantaranya Kabupaten Ciamis (Jawa Barat), Muara Enim (Sumatera Selatan), Trenggalek (Jawa Tengah), Bone (Sulawsi Selatan), Sawahlunto Sijunjung (Sumatera Barat). Sedangkan di lokasi proyek CWSH hasilnya terlihat di Kabupaten Sambas (Kalimantan Barat).
2.3 Sosial dan Budaya
2.3.1 Kampiun sebagai penggerak utama program Stop BABS
Keberhasilan pencapaian stop buang air sembarangan, sebagai hasil dari pemicuan, tergantung banyak hal, tetapi yang utama adalah keberadaan kampiun.
memiliki komitmen dalam pelaksanaan program.
mendapatkan dukungan dari sistem yang ada, namun demikian kampiun tetap melakukan kegiatan sesuai dengan kapasitasnya. Seorang kampiun dapat berasal dari berbagai golongan, baik pegawai pemerintah, swasta, pemuka masyarakat, tokoh agama, guru sekolah, ibu rumah tangga, bahkan pemuda.
pelaksanaan program Stop BABS terdapat seorang kampiun yang mengawal. Jika semua disebutkan satu per satu, akan banyak sekali nama yang perlu dicantumkan. Namun dari sejumlah nama tersebut, beberapa yang
32
telah berhasil membebaskan Kecamatan Lembak, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan dari perilaku buang air bebas sembarangan. Kecamatan Lembak merupakan kecamatan Stop BABS (ODF) yang pertama di Indonesia. Muhamad Sholeh dari Dinas Kesehatan dan Sudarto dari Bappeda berkiprah dalam pengawalan program
Indonesia di kabupaten Grobogan. Ekki Riswandiyah dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat berhasil memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk penyelenggaraan Stop BABS yang juga didukung
desa Stop BABS (ODF).
Selain itu, Abdul Sikin, pegawai pemerintah
pemicuan, dan pemantauan pelaksanaan Stop BABS di Kecamatan Huu. Encep Mahmud, Kepala Desa Sindanglaya, Kabupaten Pandeglang membuat SK Kepala Desa tentang Tim Pemberantas Tai. Saefudin Juhri sebagai Kepala Desa/Kuwu Marga Jaya turun langsung melakukan pemicuan. Sulastri, dari Desa Kenongo, dan Masduki dari Desa Tanggung, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, serta Cicih Sukaesih Kader Desa
Kec. Lembak, Kab. Muara Enim, Sumatera Selatan. Foto : WASPOLA
Foto : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang
33
Sukawening, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang,
perubahan kebiasaan dan rencana kerja kepada warga masyarakat di desanya masing masing, sehingga desanya mencapai Stop BABS (ODF).
Pada kondisi tertentu, bahkan kampiun sendiri masih melakukan praktek BABS. Untuk itu, kampiun tersebut yang terlebih dahulu membangun jamban, supaya menjadi contoh yang nyata bagi masyarakatnya. Misalnya, hal ini terjadi dengan Lukman – kader Desa Meunasah, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh
pembuatan jamban oleh Fasilitator Teknik Program WES Unicef yang dilaksanakan oleh PCI di Tapaktuan dan sekitarnya, Lukman membangun sendiri jambannya dan
2.3.2 Kaum perempuan sebagai kampiun program Stop BABS dan pendorong utama perubahan
Keseharian kita menunjukkan bahwa kaum
berhubungan dengan sanitasi, sehingga melibatkan
Lukman, kader dari desa Meunasah kecamatan Susoh, kabupaten Aceh Barat Daya, sedang menjelaskan proses pembuatan jamban. Foto : PCI Aceh
34
Stop BABS, baik sebagai kampiun dalam pelaksanaan program maupun sebagai pendorong utama perubahan
Ekki Riswandiyah dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat lewat program Lingkungan Sehatnya telah berhasil membawa sebanyak 55 dusun dan 16 desa mencapai ODF dalam dua tahun, bahkan mulai memperkenalkan pilar lain STBM, yaitu pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Joice
yang sedang mengembangkan program Stop BABS di 6 kecamatan bersama Pokja AMPL serta 2 kecamatan dengan LSM LAZ Harfa. Begitu juga dengan Dian Mardiani dari Bappeda Kabupaten Serang, melalui Pokja AMPL bekerja sama dengan Universitas Tirtayasa,
perubahan perilaku masyarakat agar BAB pada jamban yang dibangun sendiri.
Di tingkat kecamatan atau Puskesmas,
pada tahun 2008 berhasil membawa Kecamatan Lembak Muara Enim di wilayah Puskesmas yang
Ibu Sulastri didepan papan bertuliskan Dusun Margosari Desa Kenongo,
Kecamatan Gucialit, Lumajang, Wilayah Sadar
menggunakan jamban leher angsa.
Foto : Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang
35
saat ini sedang mengembangkan hal yang sama di tempat kerjanya yang baru di Puskesmas Batu Aji, Batam, Riau.
Sedangkan di Nagari Jorong Padang Doto, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, kelompok tani wanita berhasil membawa perubahan,
ibu-‐ibu atau perempuan lainnya di jorongnya, dari perempuan untuk perempuan dalam menciptakan lingkungan yang sehat melalui pencapaian Stop BABS. Sementara di Kabupaten Sumedang, kader Dasa Wisma
Ganeas, Kabupaten Sumedang, memulai kegiatan pemicuan pada tahun 2007, dan menjelang akhir tahun
2.3.3 Pemilihan waktu pemicuan menentukan keberhasilan
Waktu pemicuan harus disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat. Pada umumnya masyarakat akan
yang berkaitan dengan mata pencaharian mereka
daerah pertanian, pemicuan akan lebih baik apabila
sehingga dapat segera membangun sarana jambannya apabila terpicu.
Salah satu contoh keberhasilan program Stop
36
adalah di Nagari Jorong Padang Doto, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Karena berkaitan dengan kalender musim pertanian, di jorong ini yang berperan sekaligus dalam program Stop BABS adalah Kelompok Tani Wanita Jorong Padang Doto.
musim. Pada musim hujan, menggali lubang—yang
sulit dilakukan, disamping itu lubang yang dibangun bisa tergenang air hujan. Kondisi ini mempengaruhi semangat masyarakat dalam menyelesaikan sarana jamban. Hal ini dapat dilihat di Desa Sukadame, Kecamatan Pagelaran di Kabupaten Pandeglang, yang kondisi tanahnya mudah longsor dan cepat berair (kedalaman 1 meter) jika musim hujan.
2.3.4 Ka ra k te r i s t i k s o s i a l budaya dae rah
berbeda. Pada satu daerah masyarakat terpicu untuk merubah cara BAB karena rasa malu. Pada daerah lain, masyarakat terpicu karena kejadian khusus, misalnya adanya kecelakaan saat BAB, misalnya ada yang terbawa arus sungai saat BAB, ada yang digigit ular saat BAB di kebun. Di daerah lainnya lagi, masyarakat
kejadian-‐kejadian khusus, tetapi mereka terpicu dengan pendekatan pemahaman keagamaan bahwa air yang
Pengurus Kelompok Tani Jorong Padang Doto, ikut andil dalammen-‐Stop BABS-‐kan Jorongnya.Foto : Owin Jamasy
37
untuk bersuci.
Sebagai contoh, Desa Cimande, Kabupaten Bogor. Setelah pemicuan, masyarakat belum bergerak.
semen dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Hanya saja yang terjadi kemudian, hanya 12 jamban itulah yang terbangun. Menyadari kesalahan tersebut, Dinas
upaya pencapaian Stop BABS. Akhirnya, melalui perjuangan yang panjang dan lama, sampai menemukan
Cimande yang menyampaikan air yang mengandung
Selain itu disampaikan juga bahwa letak desa berada
mencapai juga tahapan Stop BABS. Kasus yang sama juga terjadi di Desa Mama, Kabupaten Sumbawa (lihat Boks)
di kampungnya, sehingga dalam waktu dekat Desa Mama mencapai ODF,
38
Pendekatan keagamaan juga berhasil di pulau Ende, NTT. Abu Bakar, Imam Masjid Baiturahman, Desa Padarape, memasukkan masalah kebersihan dan sanitasi
Akibatnya, ada sekitar 233 rumah tangga yang telah mendeklarasikan keinginan mereka untuk membangun jamban.
2.3.5 Anak dapat berperan dalam pemantauan praktek BABS
Pelibatan anak-‐anak dalam proses pemicuan Stop BABS sampai dengan pemantauan paska pemicuan memberikan kontribusi yang besar dalam pencapaian kondisi Stop BABS. Pelibatan anak dilakukan dapat melalui jalur sekolah yang berada di desa bersangkutan,
Kabupaten Grobogan, murid sekolah berperan menjadi polisi tai, yang bertugas mencari jejak BAB pada daerah yang biasa dipakai praktek BAB sembarangan. Selain
Tirtayasa berhasil mengupayakan agar anak-‐anak menjadi salah satu pendukung gerakan Stop BABS. Terlihat anak anak sedang belajar menyanyikan lagu bertema Stop BABS dalam bahasa Sunda: (Jangan BABS) yang akan dinyanyikan berkeliling kampung mengingatkan seluruh warga agar Stop BABS. Foto : WASPOLA
39
itu, mereka melakukan pengawasan di lingkungan rumahnya sendiri, melaporkan kepada guru di sekolah. Sedangkan di Nagari Jorong Padang Doto, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumatera Barat, keberhasilan pemicuan dipicu oleh lagu-‐lagu yang diteriakkan anak-‐anak sekolah dasar. Isi lagunya mengandung himbauan dan sindiran. Hal ini tentu ada kaitannya dengan budaya lokal yakni kesenangan bernyanyi dan mendengarkan nyanyian atau syair. Kondisi ini juga terjadi di Desa Taktakan, Kabupaten Serang, Banten (lihat Boks)
2.3.6 Menciptakan persaingan antarkomunitas mendorong percepatan pencapaian Stop BABS
Hal yang tersulit dilakukan adalah meyakinkan
kemudian masyarakat terpicu untuk melakukan perubahan, kendala berikutnya adalah bagaimana menularkan semangat ini ke komunitas di sekitarnya. Hal ini kemudian mendorong fasilitator untuk menciptakan suasana persaingan di antara komunitas bertetangga.
Sebagaimana yang dilakukan di Desa Panimbo,
pemicuan pertama di Dusun Plosorejo,
mudah ditangani. Hasilnya sangat menakjubkan yaitu warga dengan kesadarannya mau membangun jamban.
Pertemuan masyarakat di desa Panimbo. Foto: WASPOLA
40
Sebagaimana dipahami selama ini bahwa ‘
dilihat langsung maka masyarakat akan mempercayainya. Berbekal kondisi inilah kemudian dilakukan pemicuan di dusun sebelahnya dan seterusnya. Secara bergilir pemicuan dilakukan ke dusun yang lain sehingga genap 9 dusun selesai dipicu. Kemajuan dusun tetangga menjadi pemicu desa lainnya untuk lebih baik lagi. Kesan persaingan untuk penyelesaian pembangunan jamban terbangun antardusun. Alhasil hanya dalam 2 minggu, pembangunan jamban swadaya berhasil diselesaikan di seluruh desa.
2.4 Teknologi
2.4.1 Teknologi sederhana menunjang pencapaian Stop BABS
Terdapat kesalahkaprah-‐an selama ini bahwa biaya pembangunan jamban besar sehingga menjadi salah satu kendala pencapaian Stop BABS. Pada kenyataannya, jamban dapat dibangun dengan menggunakan teknologi yang sederhana, memanfaatkan material lokal, dilaksanakan sendiri oleh masyarakat, sehingga biayanya terjangkau oleh masyarakat. Sebagaimana pengalaman di Desa Sukadame, Kecamatan Pagelaran di kabupaten Pandeglang, dengan kondisi tanah yang mudah longsor dan cepat berair (kedalaman 1 meter) jika musim hujan. Tetapi kondisi ini juga lalu menimbulkan semangat warga masyarakat mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut, salah satu diantaranya dengan membuat anyaman bambu agar bangunan bawah Foto : PCI
41
membuatnya.
2.4.2 Pemanfaatan pengetahuan masyarakat dalam
Salah satu hal yang menjadi kendala
ditemukan cara mengatasinya. Pada beberapa lokasi, ternyata kondisi ini dapat diatasi dengan memanfaatkan pengetahuan masyarakat sendiri.
Masyarakat di daerah berbatu, walaupun sulit menggali lubang, tapi dengan memanfaatkan cuka dan urea, ternyata kekerasan batu tersebut dapat dilunakkan sehingga dapat dipahat sedikit demi sedikit.
hasilnya lebih cepat dengan cara membuat lubang di daerah berbatuan, dibiarkan semalam, setelah itu lahan
Masyarakat sedang menggali lubang di daerah berbatuan, disebelahnya jamban yang sudah terbangun. Foto : TSSM Kabupaten Pacitan
42
berbatuan menjadi lebih lunak, dan lebih mudah digali. Sedangkan jika memakai urea, memerlukan waktu lebih lama, dengan cara urea ditabur di lahan berbatuan, lalu dibiarkan selama sebulan, baru setelah lebih lunak, masyarakat melakukan penggalian. Kondisi ini dapat ditemukan di Dusun Karangsempu, Desa Cemeng, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan.
Contoh lainnya adalah daerah pantai yaitu Desa Kore, Kecamatan Sungai Ambawang, Kalimantan Barat. Masyarakat desamenggunakan gentong atau tempayan yang diletakkan terbalik, sebagai tempat menampung
Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, yang bahkan sudah lebih banyak menggunakan
jamban yang terbangun pasca pemicuan di Desa tersebut menggunakan konstruksi tersebut, karena biayanya murah, hanya sekitar Rp 75.000 sampai Rp 100.000 untuk yang berdiameter 1 meter.
2.4.3 Keberadaan bengkel sanitasi membantu menghasilkan jamban yang terjangkau
Setelah masyarakat terpicu untuk berubah,
membangun jamban dikarenakan keterbatasan dana. Oleh karena itu, penyediaan jamban dengan harga terjangkau menjadi suatu keniscayaan. Salah satu upaya menjadikan biaya pembuatan jamban terjangkau
jamban. Harga jamban menjadi terjangkau karena dibuat sendiri di desa masing-‐masing sehingga dapat mengurangi biaya angkut. Selain itu, pembuatan skala besar dan secara gotong royong juga dapat mengurangi biaya.
43
K e g i a t a n penyediaan jamban dengan skema
disebut bengkel sanitasi. Terdapat contoh di Kabupaten K e b u m e n s e b a g a i m a n a gambar diatas, ataupun contoh program Stop BABS oleh PCI, baik di Kabupaten Pandeglang ataupun Aceh. Selain itu, proyek StoPS di Jawa Timur juga menerapkan skema yang sama.
2.4.4
Setelah masyarakat terpicu, maka langkah berikutnya adalah bagaimana mendampingi masyarakat dalam membangun jamban sesuai dengan kemampuannya. Namun kualitas jamban tetap harus memenuhi persyaratan. Untuk itu, dikenal konsep jenjang sanitasi, yaitu masyarakat dapat membangun jamban dari bentuk jamban yang paling sederhana, kemudian meningkat kualitasnya disesuaikan dengan peningkatan kemampuan masyarakat.
pendampingan hanya sampai pada tahap masyarakat Stop BABS. Padahal terdapat kemungkinan bahwa masyarakat akan kembali pada perilaku BABS, atau
Bengkel Sanitasi di desa Bocor, Kabupaten Kebumenyang dikelola oleh kelompok masyarakat, menemukan model bangunan bagian atas jamban yang diproduksi dan disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Foto: WASPOLA
44
kualitas jambannya meningkat.
Sebagai contoh adalah desa binaan PCI yang kemudian dilanjutkan oleh LAZ Harfa di Kabupaten
Pagelaran. Setelah membangun jamban yang sederhana, mereka kemudian menyisihkan sebagian penghasilan dari produksi emping melinjo untuk meningkatkan kualitas jambannya. Masyarakat menyisihkan dananya untuk membeli semen, kloset, sehingga jambannya meningkat menjadi jamban yang kuat, aman, nyaman dan sehat. Dari jamban yang sederhana menjadi jamban berkloset.
Pilihan masyarakat sangat bervariasi sebagai-‐mana terlihat dari penelusuran lapangan di 9 desa di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Pandeglang serta
yang dibangun masyarakat paska pemicuan, dengan biaya mulai dari Rp. 100 ribu sampai Rp. 1,2, (lihat gambar 2.1).
Sedangkan di Sukawening Kabupaten Sumedang, yang sudah Stop BABS, masyarakat membangun jamban dengan biaya bervariasi antara Rp 750.000 sampai Rp 5.000.000
45
Gam
bar 2.1 Variasi Tipe dan Biaya Jamban Sede
rhana
Tipe
I, Rp 11
1,50
0
Tipe
V, R
p 31
5,00
0
Tipe
II, R
p 10
6,00
0
Tipe
VI, Rp
507
,000
Tipe
III, Rp
124
,500
Tipe
VII, Rp 67
7,60
0
Tipe
IV, R
p 17
6,50
0
Tipe
VIII, R
p 1,15
6,50
0
46
47
3.1 Kelembagaan
Selama ini sanitasi masih belum menjadi prioritas bagi semua pelaku pembangunan. Upaya penyadaran melalui diseminasi yang intensif yang diharapkan akan membangun komitmen semua pihak, khususnya pemerintah daerah dan masyarakat, sebagai sasaran utama dari upaya penyadaran ini. Road Show, yaitu berupa kegiatan advokasi yang merupakan ajang peningkatan pemahaman pengambil keputusan di
bagi proses internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah, Road Show juga menjadi
lainnya. Selain itu, upaya lain untuk mempercepat pengarusutamaan program Stop BABS adalah melalui adopsi program Stop BABS kedalam proyek AMPL.
Pelaksanaan program Stop BABS akan lebih
daerah dengan berbagai pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Termasuk diantaranya mahasiswa, melalui program Kuliah Kerja Mahasiswa. Pemantapan internal pemerintah daerah juga menjadi suatu keniscayaan, dengan menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung tombak mempercepat penerimaan masyarakat. Termasuk dukungan aparat desa dan kader desa untuk melakukan pemantauan dan evaluasi program Stop BABS dengan format pemantauan yang sederhana.
BAB 3RANGKUMAN PEMBELAJARAN
48
Intensitas pendampingan masyarakat akan sangat membantu percepatan pencapaian Stop BABS. Pemicuan perlu dilakukan secara terencana dengan
Peningkatan permintaan fasilitas jamban sebagai konsekuensi meningkatnya kesadaran masyarakat perlu disikapi dengan meningkatkan ketersediaan fasilitas jamban yang memenuhi syarat dan terjangkau. Ini membuka suatu peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi dasar, dan membuka potensi lapangan kerja.
Upaya menjadikan kegiatan Stop BABS melembaga dilakukan melalui Deklarasi Stop BABS,
Pendeklarasian ini juga sekaligus sebagai ajang kampanye bagi desa tetangga bahkan kabupaten tetangga tentang Stop BABS.
3.2 Pendanaan
Keterbatasan dana dapat disikapi dengan memanfaatkan keberadaan program yang ada baik program pemerintah pusat maupun daerah dengan cara mengadopsi atau menjadikan program Stop BABS sebagai bagian dari program yang sedang berjalan. Selain
biaya, masyarakat akan mengupayakan mengatasinya dengan cara mereka sendiri.
3.3 Sosial Budaya
Keberadaan kampiun menjadi persyaratan utama keberhasilan program Stop BABS, terutama karena fungsinya sebagai motor penggerak. Sebagian
49
terbesar dari kampiun tersebut ternyata adalah kaum perempuan. Keberadaan anak ternyata dapat berperan dalam pemantauan praktek BABS yang kemudian mendorong tercapainya kondisi Stop BABS.
Pemilihan bentuk dan teknik pemicuan serta
tertentu lebih memilih malam hari sebagai waktu pertemuan.
Salah satu hal yang menjadi sifat alamiah masyarakat adalah mencontoh hal baik dari lingkungannya. Untuk itu, keberhasilan satu komunitas dapat mendorong komunitas lainnya untuk melakukan hal yang sama. Pencapaian dusun Stop BABS akan menciptakan persaingan antarkomunitas yang mendorong percepatan pencapaian Stop BABS.
3.4 Teknologi
Pemanfaatan teknologi sederhana dapat menunjang upaya penyediaan sarana jamban yang terjangkau. Bahkan pengetahuan masyarakat setempat
Penyediaan sarana jamban yang terjangkau juga dipengaruhi oleh faktor ketersediaannya. Untuk itu, keberadaan bengkel sanitasi sebagai suatu pusat penyedia sarana dapat membantu menghasilkan jamban yang terjangkau dengan mengurangi biaya angkut dan biaya produksi. Sekaligus juga akan membantu masyarakat meningkatkan kualitas jamban secara
daerah.
50
Tabel 3.1 Rekapitulasi Pembelajaran Stop BABS di Indonesia
KelembagaanPembelajaran Lokasi
Diseminasi yang intensif membangun komitmen semua pelaku pembangunan AMPL untuk melaksanakan program Stop BABS Lokasi WSLIC2, CWSHP, WES Unicef, Pro Air, Pamsimas, Plan
Adopsi program Stop BABS dalam proyek AMPL mempercepat upaya pengarusutamaan program Stop BABS
Pelaksanaan ‘Road Show’ sebagai pembuka jalan proses internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah
Kabupaten Grobogan dan Dompu dengan dampingan Plan Internasional Indonesia, TSSM Jawa Timur
Internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah menjadi jaminan keberlanjutan
Kabupaten Trenggalek, Muaro Jambi, Sumedang
Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagai pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan Stop BABS mempercepat pencapaian Stop BABS
Kabupaten Grobogan dengan dampingan Plan Internasional Indonesia
Mahasiswa berpotensi menjadi ujung tombak pemicuan Stop BABS melalui program Kuliah Kerja
untuk diteruskan oleh Pokja AMPL
Universitas Tirtayasa Banten, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, STIKES Falatehan Kabupaten Serang
Pendampingan intensif memberikan lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk berinteraksi dan mempercepat pencapaian Stop BABS
Lokasi PCI dan LAZ Harfa di Kabupaten Pandeglang, Propinsi Aceh dan Kabupaten Nabire, serta Plan Internasional Indonesia di Kabupaten Grobogan, Dompu dan Kefa; Yayasan Pancur Kasih di Kabupaten Landak dan Kubu Raya
Format dan bentuk pemantauan yang sederhana
pemantauan dan evaluasi program Stop BABS yang dapat dikembangkan menjadi perangkat pemantauan dan evaluasi secara keseluruhan
Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Sumedang
Menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung tombak mempercepat penerimaan masyarakat terhadap program Stop BABS
Puskesmas Lembak Kabupaten Muara Enim, Puskesmas Kramatwatu Kabupaten Serang, Puskesmas Ganeas Kabupaten Sumedang
Pemicuan Stop BABS perlu dilakukan secara terencana dan memerlukan dukungan aparat desa
Desa Marga Jaya Kabupaten Ciamis; Desa Sindanglaya dan Kertasana, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang; Desa Ulaweng Riaja, Kabupaten Bone; Desa Babak Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim,
Deklarasi Stop BABS memicu daerah lainnya untuk melakukan hal yang sama
Desa Sawe kecamatan Huu Kabupaten Dompu; Desa Sukawening Kecamatan Ganeas Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Pandeglang
Peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi dasar paska pemicuan Stop BABS mempercepat pencapaian Stop BABS
51
Pendanaan
Pembelajaran Lokasi
daerah dengan mengadopsi program Stop BABS kedalam program yang telah berjalan
Kabupaten Sumedang
menyelesaikan keterbatasan pendanaan, melalui arisan jamban atau kredit bahan bangunan
Desa Sungai Rangas Hambu Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar Baru; Bengkel Sanitasi desa Bocor Kabupaten Kebumen; Jorong Padang Doto kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung; Kelompok Arisan Jamban Desa Rorurangga Pulau Ende; Desa Salam Harjo Kabupaten Bengkulu Utara
Perubahan skema dana bergulir menjadi non subsidi lebih menjanjikan
Lokasi WSLIC2 dan CWSHP di Indonesia
Sosial Budaya
Pembelajaran Lokasi
Kampiun terutama kaum perempuan sebagai penggerak utama program Stop BABS dan pendorong utama perubahan perilaku masyarakat
Kabupaten Muara Enim, Sumedang, Grobogan, Lumajang, Ciamis, Dompu, Serang, Pandeglang dan Sawahlunto Sijunjung
daerah akan mempermudah proses pemicuan
masyarakat
Kabupaten Sumbawa, Bogor dan Pulau Ende
Pemilihan waktu pemicuan menentukan keberhasilan pelaksanaan program Stop BABS,
waktu bekerja atau cuaca
Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan Pandeglang
Sambil bermain dan bernyanyi anak-‐anak dapat berperan dalam pemantauan praktek BABS
Kabupaten Serang, Grobogan dan Sawahlunto Sijunjung
Menciptakan persaingan antarkomunitas dalam mencapai hasil pemicuan mendorong percepatan pencapaian Stop BABS
Kabupaten Grobogan, Dompu, Trenggalek
Teknologi
Pembelajaran Lokasi
Masyarakat berhasil menemukan teknologi sederhana yang sesuai dengan kemampuannya dalam upaya untuk mencapai Stop BABS
Desa Sukadame, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang
mustahil untuk dilakukan pemicuanDesa Segarau, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas
Masyarakat memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya dalam mengatasi kendala pembangunan sarana
Desa Cemeng, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan
Keberadaan bengkel sanitasi membantu masyarakat memperoleh jamban dengan harga terjangkau
Desa Bocor Kabupaten Kebumen
Penerapan konsep jenjang sanitasi yang mendorong masyarakat meningkatkan kualitas sarana jamban mereka menuju jamban yang kuat, aman, nyaman dan sehat, dapat terwujud jika
Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Pandeglang dan Sumedang
52
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Jakarta, 2007.Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kita Suarakan MDGs
Jakarta, 2007.Bappenas, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,
Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan.
, Jakarta 2003
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Fasilitator. Jakarta, 2008.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. . Jakarta, 2008.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan.
Jakarta, 2008.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan.
Jakarta, 2008..
Kompas, 29 Desember 2009Jamasy, Owin. Kerjasama
Laboratorium Ilmu dan Pengkajian Pembangunan Indonesia
Sussex, Brighton. Jakarta 2008Kar, Kamal and Chambers, Robert. Handbook on Community-‐Led Total
the University of Sussex. Brighton, 2008.
53
Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Nasional. Majalah
Percik, Desember, 2008. Mungkasa Oswar, ed.
Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan
2008,Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi.
. 2009Priyono, Edy.
of Development Studies at the University of Sussex. Brighton, 2008
Indonesia. 2015. Jakarta 2008.
Laporan
Jakarta 2009.
Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan Nasional.
Jakarta, 2008.
54
Lampiran 1
Kabupaten Sumedang menuju Kabupaten Stop BABS Tahun 2012
kabupaten yang telah mencanangkan menjadi kabupaten Stop BABS, bahkan lebih cepat dari target RPJMN 2014, yaitu tahun
keberhasilan Kabupaten Sumedang meningkatkan akses sanitasi dasar melalui program STBM. Peningkatan populasi penduduk yang mempunyai akses terhadap jamban meningkat tajam dari 58 persen (sebelum STBM/2007) menjadi 69 persen (setelah
tahun. Sebagai perbandingan, sebelum STBM diterapkan, peningkatan akses jamban hanya sebesar 0,05 persen per tahun. Untuk itu, Kabupaten Sumedang memperoleh penghargaan
Perkembangan jumlah desa yang sudah mencapai Stop BABS/ODF per tahun 2009, telah mencapai 24 desa. Pencapaian tersebut melalui berbagai program yaitu Klinik Sanitasi, PPK-‐IPM,
D E S A KECAMATAN, PROGRAM dan TAHUN
1. Sukawangi Pamulihan (Klinik Sanitasi) 2006
2. Sukawening (Stop BABS menuju 5 pilar) Ganeas (swadaya) Kader PPK IPM
3. Neglasari Darmaraja (swadaya)
4. Pasigaran Tanjungsari (swadaya) Kader PPK IPM
5. Sirnamulya Situ (Pamsimas 2008)
6. Cacaban Conggeang (Pamsimas 2008)
7. Karangbungur (Stop BABS menuju 5 pilar) Hariang (Pamsimas 2008)
Tanjungsari (swadaya) PPK IPM
9. Gunturmekar Sukamantri (Klinik Sanitasi)
10. Citali (Stop BABS menuju 5 pilar) Pamulihan (Pamsimas 2009)
11. Tanjungwangi (Stop BABS menuju 5 pilar) Tanjungmedar (Replikasi 2008)
12. Tanjungmulya Tanjungkerta (swadaya)
13. Cilembu Haurngombong (swadaya) PPK IPM
14. Sukapura (Stop BABS menuju 5 pilar) Wado (Pamsimas 2008)
15. Margajaya Margajaya (Pamsimas 2008)
16. Cibeusi
17. Cijeruk Pamulihan (Klinik Sanitasi)
55
Selain itu, 7 (tujuh) desa di Kecamatan Tanjungmedar juga telah menjadi desa Stop BABS melalui program Klinik Sanitasi, dan Desa Siaga dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, sehingga sampai bulan Maret 2010 jumlah desa yang sudah Stop BABS/ODF adalah 24 desa.
Untuk pengelolaan sampah rumah dan limbah cair rumah tangga, pemerintah daerah telah bekerja sama dengan
pemberdayaan usaha dan pendampingan pengelolaan mulai dari pemilahan sampah sampai dengan pemasaran hasil daur ulang sampah, pemanfaatan sampah menjadi biogas, maupun kompos. Program ini telah berlangsung di 7 Desa, yaitu (i) Banjarsari, (ii) Sukawening, (iii) Pasigaran, (iv) Karang Bungur, (v) Tanjungsari, (vi) Gudang, (vii) Cipancar.
Pencapaian tersebut di atas, dilakukan dengan cara mengadopsi kegiatan Stop BABS kedalam program yang telah berjalan. Tentunya hal ini dapat dengan mudah dilakukan karena pada dasarnya kegiatan Stop BABS adalah bagian dari kegiatan PHBS. Sebagai contoh adalah upaya Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat mengadopsi kegiatan Stop BABS kedalam
Indeks Prestasi Manusia (PPK-‐IPM), Program Desa Siaga dan Klinik Sanitasi. Sehingga biaya tambahan dalam melaksanakan program Stop BABS dapat diminimalkan. Misalnya saja,
IPM dan Desa Siaga yang dilakukan di desa. Sedangkan kegiatan pemicuan dibiayai dari anggaran Klinik Sanitasi. Disamping itu,
Stop BABS bagi kader-‐kader Posyandu. Selain itu, kegiatan Stop BABS Kabupaten Sumedang juga telah dipadukan dengan kegiatan sejenis dalam program nasional PAMSIMAS. Tidak hanya itu, kegiatan Stop BABS juga telah masuk dalam proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di
Pamsimas, bahkan swadaya masyarakat. Menariknya lagi bahwa setelah mencapai Stop BABS, 13 desa mulai melaksanakan pilar lainnya dari program STBM. Selengkapnya pada tabel berikut.
56
Selain dari sumber dana pemerintah, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang mulai memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility ( CSR) dari Bank Jabar untuk program Desa Binaan. Program Stop BABS menjadi salah satu bagian dari program tersebut yang dimulai tahun 2010 di 10 desa di Kabupaten Sumedang.
pembangunan di kabupaten Sumedang, sehingga nuansa program Stop BABS sebagai sebuah proyek yang bersifat sementara menjadi
dan Kader Posyandu/Dasawisma, kemudian dilanjutkan dengan
pencatatan atas perubahan perilaku yang dilakukan oleh masyarakat paska pemicuan, pencatatan dengan formulir yang disiapkan oleh
dan desa dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Setelah pemicuan, kader Stop BABS melakukan pemicuan lanjutan di Posyandu, Arisan dan Pengajian, Pertemuan RT serta melakukan kunjungan rumah. Adanya keterlibatan tokoh agama juga sangat mendukung dalam memberi pemahaman tentang perlunya kebersihan diri dan lingkungan.
Pemicuan yang dilakukan ternyata berdampak pada
yang berkisar antara Rp. 750 ribu sampai Rp. 5 juta. Selain itu,
bahkan menjadi sebuah gerakan. Misalnya saja, masyarakat yang telah membangun jamban melakukan teguran bagi warga lainnya yang masih melakukan BAB di saluran irigasi atau di sembarang tempat. Ada juga kesediaan dari warga yang telah memiliki jamban untuk ditumpangi oleh warga yang belum memiliki jamban, oleh karena itu beberapa jamban dibangun di bagian luar rumah/
57
Untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat yang sudah mencapai desa Stop BABS, telah dilakukan deklarasi dan
Sebagai contoh desa Sukawening, kecamatan Ganeas, kabupaten Sumedang, yang memulai kegiatan pemicuan pada tahun 2007, menjelang akhir tahun 2008 mencapai ODF,
Dalam rangka pendataan atas kemajuan program Stop BABS, kabupaten Sumedang melaksanakan monitoring melalui kunjungan rumah oleh Kader Dasa Wisma. Selain itu
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, maupun PAMSIMAS. Hasil pemantauan kader tersebut kemudian dicatat dalam format laporan yang disiapkan Dinas Kesehatan Sumedang, untuk kemudian direkapitulasi sehingga akhirnya pengelola program STOP BABS mendapatkan laporan perkembangan program STOP BABS bulanan.
Beberapa kunci keberhasilan Kabupaten Sumedang diantaranya adalah (i) melakukan internalisasi program Stop BABS/STBM kedalam program pemerintah daerah. Proses
Stop BABS kedalam program pemerintah daerah tetapi juga mengusulkan program Stop BABS melalui jalur musrenbang; (ii)
58
piagam penghargaan kepada desa Stop BABS; (v) keberadaan kampiun baik pegawai pemerintah maupun masyarakat yang
Stop BABS.
59
Lampiran 2
Paduan Promosi dan Internalisasi Program Mendorong Percepatan Program Stop BABS di Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Trenggalek, dengan jumlah penduduk sebanyak 364.877 jiwa adalah salah satu kabupaten lokasi
TSSM merupakan implementasi program Stop BABS di Jawa Timur yang didanai oleh Yayasan Bill Gates.
Deklarasi desa Stop BABS pertama kali pada tanggal 14
sebanyak 289 komunitas, dengan hasil 118 komunitas yang mencapai ODF, yang terdiri dari 29 desa dan 67 dusun atau telah terjadi peningkatan akses bagi 66.563 penduduk (Lokakarya
). Sejauh ini desa Stop BABS juga sudah mulai diperkenalkan dengan pilar kedua STBM yaitu cuci tangan pakai sabun (CTPS).
Pencapaian tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada pendekatan tanggap terhadap kebutuhan (demand
responsive) yang merupakan persyaratan utama dalam pelaksanaan program stop BABS. Secara sederhana, ini dapat
lokasi atau daerah yang menunjukkan adanya kebutuhan yang ditandai dengan adanya minat dan komitmen terhadap program
kebutuhan tersebut adalah melalui diseminasi dan advokasi
melalui upaya internalisasi program Stop BABS kedalam program pemerintah daerah.
Proses internalisasi program Stop BABS di kabupaten Tranggalek terlihat dari dukungan pemerintah daerah yang
Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat; (ii) penyediaan anggaran dana pendukung program dari APBD Tahun 2009 sebanyak Rp. 400 juta;
60
Melanjutkan upaya internalisasi tersebut, pada tahun 2010 langkah-‐langkah yang akan digunakan dengan memanfaatkan dana APBD diantaranya (i) pengalokasian
bertahap, (v) memantapkan lembaga yang sudah terbentuk dan membentuk lembaga di desa sasaran baru; (vi) memanfaatkan sekolah (dan anak sekolah) dalam pemantauan, (vii) menyelipkan
Upaya internalisasi tersebut didukung oleh upaya p
romosi melalui berbagai saluran dan bentuk diantaranya (i)
dewan, bappekab, semua camat LOI, kepala desa), aparat dari wilayah lain agar mereka terpicu untuk mereplikasi hal yg sama, (v) melibatkan tokoh agama (Kyai dan Nyai), (vi) promosi lewat
memiliki dan belum meiliki jamban sehat , (viii) peta sosial sebagai alat pemantauan dan memicu ulang masyarakat.
bentuk penghargaan untuk desa Stop BABS, termasuk juga
Sebelum PemicuanKeadaan Trenggalek Sebelum pemicuan CLTS, banyak ditemukan “tai” dibawah pohon, kebun, sungai
PemicuanTahapan dalam foto pemicuan, perkenalan dan bina suasana, pemetaan, transect
Pasca PemicuanModel Jamban yang dibuat warga bermacam macam dari jumbleng berdinding sak semen, bambu serta closed/ leher angsa
61
Lampiran 3
Pengalaman PCI Indonesia dalammengimplementasikan Program Stop BABS
Bagaimana proses perkenalan PCI dengan pendekatan CLTS ?
(PCI) pada akhir tahun 2003 mulai melaksanakan proyek
(Warga
Pandeglang, provinsi Banten. Terdapat 5 kecamatan yang
(2 desa), Sukaresmi (3 desa), Pagelaran (10 desa), dan Angsana (5 desa). Pemilihan lokasi sasaran ini salah satunya berdasarkan criteria cakupan sarana air bersih dan sanitasi yang rendah.
Pada pertengahan perjalanan proyek, PCI memperoleh informasi adanya suatu metode/pendekatan baru dalam transformasi perilaku sanitasi masyarakat, yaitu Community-‐Led
Bank di Indonesia pada Oktober tahun 2005.
dengan Agus Priatna yang pada saat itu bertugas sebagai fasilitator WASPOLA untuk wilayah provinsi Banten. Setelah menerima penjelasan CLTS yang salah satu keunggulannya adalah pada perubahan perilaku dan pembangunan swadaya oleh masyarakat (tanpa subsidi), maka PCI meminta kepada
Trainer/TOT) tentang CLTS.
Pada Desember 2005, WASPOLA bersama dengan Pokja AMPL melaksanakan TOT CLTS kepada PCI. Selanjutnya pada Januari 2006, PCI langsung mulai melakukan pemicuan ke masyarakat dengan menurunkan fasilitator-‐fasilitator yang telah memperoleh TOT ke lokasi-‐lokasi sasaran kegiatan CHOICE.
62
Apa yang mendorong tertarik dengan CLTS ? Pada dasarnya terdapat 2 (dua) alasan utama mengapa PCI
berharap besar dengan pendekatan CLTS, yaitu:
sanitasi.
(pemerintah, LSM, termasuk PCI di Aceh) yang terlalu mengutamakan infrastruktur dan mengenyampingkan soal budaya dan perilaku masyarakat, sehingga sarana
dipergunakan masyarakat.
Upaya apa yang telah dilakukan ?
Sampai Mei 2006, sudah hampir 5 bulan berjalan, namun masyarakat masih tetap belum berubah perlakunya dalam BAB dan belum membuat jamban keluarga. Masyarakat tetap saja BAB di kebun, sungai, saluran irigasi dan berbagai tempat terbuka lainnya. Masyarakat masih belum sepenuhnya terpicu untuk merubah perilaku sanitasinya. “Kegagalan” ini mendorong PCI untuk melakukan studi banding pada bulan Mei 2006 ke Kabupaten Musi Banyuasin dan Lumajang yang telah
kemudian PCI juga mengajak Camat, Dokter Puskesmas dan Kepala Desa untuk juga belajar ke Kabupaten Musi Banyuasin dan Lumajang.
Kekurang tepatan strategi pemicuan menjadi pangkal “kegagalan” PCI dalam menerapkan pendekatan CLTS di Kabupaten Pandeglang. Belajar dari hasil studi banding ke Kabupaten Lumajang dan Musi Banyuasin, maka PCI melakukan perubahan strategi pemicuan dari langsung oleh fasilitator kepada masyarakat diubah dengan mengikutsertakan kader-‐kader posyandu, karang taruna, pemimpin informal, LSM lokal, organisasi keagamaan dan aparat pemerintah setempat.
masyarakat setempat.
63
Per Desember 2006, 6 bulan setelah pemicuan ulang dengan strategi baru, sebanyak 2.000 jamban keluarga telah
yang telah mengubah perlakunya dari BAB di tempat-‐tempat terbuka menjadi menggunakan sarana jamban masing-‐masing di rumahnya. Sekarang jamban bukan hanya sekedar sarana sanitasi, namun telah menjadi kebanggaan yang meningkatkan posisi sosial mereka di lingkungan.
Sampai dengan berakhirnya proyek CHOICE pada September 2007, telah dilakukan pemicuan terhadap 96 kampung dari 120 kampung di 29 desa di 10 kecamatan lokasi sasaran. Sebanyak 18 kampung telah dinyatakan Stop BAB di sembarang tempat ( -‐ ODF). Pengguna
kampung yang sudah dipicu. Sebagai penghargaan, PCI bekerjasama dengan LSM lokal LAZ HARFA memberikan sarana air bersih kepada kampung-‐kampung yang telah ODF.
Keberlanjutan dan perluasan
Pemicuan atau sekarang menjadi “kata” yang merakyat di lokasi-‐lokasi sasaran proyek dan sekitarnya. Kata itu pula yang menjadi kata kunci dan mengawali kegiatan kampanye sanitasi PCI dan juga sekarang digunakan oleh kawan-‐kawan LSM, kader posyandu, sanitarian, pemimpin informal dan aparat pemerintah lokal (desa dan kecamatan) di Kabupaten Pandeglang. Keberlanjutan menjadi kata kunci berikutnya, dan bagaimanakah PCI melakukan upaya-‐upaya agar terjamin keberlanjutan dari apa yang telah dihasilkan?
Mempersiapkan staf proyek dan mitra untuk menerapkan pendekatan CLTS :
Dinas Kesehatan, Pokja AMPL, Pemerintah Kecamatan dan Puskesmas)
64
kerja, termasuk LSM lokal dan organisasi keagamaan (Aisyiyah dan Muhammadiyah)
LSM lokal mitra PCI (LAZ HARFA) di 10 desa. Sampai April 2008, ada tambahan 3 kampung yang Stop BAB sembarangan.Proses pemicuan tetap dilanjutkan oleh Puskesmas dan LSM mitra (LAZ HARFA).Pembangunan jamban dan peningkatan kualitas jamban terus dilanjutkan oleh masyarakat.
Tidak hanya itu, PCI juga melakukan berbagai kegiatan untuk memperluas penerapan metode/pendekatan CLTS. Berbagai upaya yang telah dilakukan adalah:
” ke proyek PCI lainnya.
lainnya di Provinsi Banten
kepada lembaga lain ( LSM lokal dan internasional, perguruan
65
kabupaten lain (Kabupaten Nabire, Tangerang, Lebak dan Serang, propinsi Aceh dan DIY)
Internasional (World Relief, Islamic Relief, CCF, Care).
melalui berbagai lembaga/proyek.
menerapkan pendekatan CLTS di 7 desa di Kecamatan
Karangan Kabupaten Landak, Kalimantan Barat dan Surfaids di Pulau Nias.
Raintung, PCI Indonesia, Majalah Percik, Juni 2009 )
66
Lampiran 4
Keterlibatan Semua Lapisan Masyarakat: Kunci Kesuksesan Program Sanitasi “CLTS” Desa Panimbo
Kesehatan lingkungan, bagi sebagian masyarakat
mendesak. Salah satunya adalah urusan buang air besar. Bagi mereka BAB di sungai, ladang dan kebun merupakan hal yang lumrah dan wajar dilakukan, toh mereka juga merasa jarang mengalami sakit.
diatas adalah warga di desa Panimbo, yang berada di paling ujung barat laut Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Desa Panimbo berada di Kecamatan
lebih 40 km dari pusat kota Kabupaten Grobogan. Akses jalan yang sulit dan jarak yang cukup jauh dari kota kecamatan, sumber daya alam yang minim (sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh
kawasan hutan milik Perhutani yang sudah gundul), kesulitan mencari sumber air adalah hal yang biasa terutama pada saat musim kemarau. Kondisi ini menjadikan desa Panimbo
jumlah penduduk 563 KK dan terdiri dari 2352 jiwa Desa Panimbo pada awalnya hanya mempunyai sekitar 170 buah jamban yang semuanya berasal dari program bantuan, bukan jamban yang dibangun oleh mereka sendiri. Hal ini menjadikan indikasi bahwa ada persoalan pada kesehatan lingkungan terutama untuk
saat memfasilitasi pemicuan di desa Panimbo
Desa Panimbo berada di balik Bukit yang hutannya sudah gundul dan letaknya jauh dari pusat kota, akses jalan masuk ke desa juga susah
67
kebiasaan BAB disembarang tempat. Pada saat musim kemarau pemandangan orang BAB di sungai sudah menjadi lukisan alam pedesaan Panimbo. Beberapa program yang sudah digulirkan untuk menyelesaikan permasalahan sanitasi ini baik dari pemerintah maupun pihak swasta belum juga menyelesaikan permasalahan tersebut, kalaupun ada keberhasilan program
untuk wilayah desa.
Program CLTS adalah bagian program WES Plan Indonesia Grobogan, yang diawali TOT CLTS dengan mengikutsertakan beberapa warga serta tokoh dari Desa Panimbo. Setelah
Puskesmas membahas pemicuan di desanya yang terdiri dari 9 dusun.
Pemicuan perdana dilakukan di Dusun Plosorejo yang terdiri dari 85 KK. Pemicuan ini dilakukan dengan kerjasama
(Shoubari, Riyanto dan Agus), Relawan desa Panimbo (Santo, Bandi dan Susanto), Bidan Desa Panimbo, Petugas
Desa Panimbo (Nugie) dan Desa Sendangharjo
dan WES Facilitator Plan Grobogan.
Pada saat proses pemicuan (“pemicuan” terhadap rasa jijik, rasa malu,
Proses saat ToT CLTS berlangsung di Purwodadi Kab. Grobogan
Ibu – ibu PKK, Kader Posyandu dan Ibu Bidan Panimbo juga ikut mensukseskan program CLTS di desa.
68
rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggung jawab yang berkaitan dengan kebisaaan BAB di sembarang tempat ) ternyata menimbulkan kesadaran yang luar biasa dari masyarakat, sehingga pemicuan awal ini berjalan dengan lancar dan bagus. Warga yang terpicu ini sebagian besar adalah warga yang belum punya jamban keluarga dan biasa buang air besar (BAB) di sungai. Mereka mau secara sadar membangun jamban demi kesehatan keluarga mereka dan dusunnya tanpa ada unsur paksaan.
Saat pemicuan ini terlihat antusiasme masyarakat
yang berserakan dimana -‐ mana, terutama di sungai yang sudah menjadi kebiasaan mereka bertahun -‐ tahun. Dalam pemicuan ini terbentuk
3 orang yang akan memantau kegiatan pembuatan jamban di wilayahnya. Para tokoh desa dan
kegiatan ini. Monitoring dimulai dan dilaksanakan hari itu juga setelah pemicuan selesai karena masing-‐masing wilayah RT saling berlomba – lomba untuk
BABS.
Dalam program CLTS ini PKK dan Kader Posyandu juga
dan Kader Posyandu saling bekerjasama dengan memberikan
memantau apakah jamban yang dibuat sudah dimanfaatkan.
tetapi untuk mewujudkan sanitasi total yang sesungguhnya, perlu melakukan koreksi dan pemicuan disemua lini, salah satunya adalah dengan melakukan pemicuan untuk siswa SD. Yang diikutsertakan adalah siswa kelas 4, 5 dan 6 SD. Pemicuan
Pada saat pemicuan siswa – siswi SD Panimbo
Pada saat transek di sungai belakang SD Panimbo
69
dilakukan setelah jam sekolah
kelancaran kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Hal yang menarik dari pemicuan di SD Panimbo ini, di dapat informasi bahwa semua orang tua siswa ini ternyata sudah membuat jamban sederhana, serta sudah menggunakan jamban tersebut, dan memberikan hasil yang
pemicuan di SD – SD Panimbo ini melahirkan kelompok anak yang di desa berfungsi sebagai
memberikan sumbangsih demi tercapainya sanitasi total.
Pada saat melakukan pemantauan, salah satu hal yang menarik adalah kunjungan di Dusun Plosorejo dimana di
yang dibuat adalah jamban yang sederhana, terkadang masih ada yang masih dalam bentuk lubang saja tanpa ada dinding dan penutup atap, yang membuat lubang justru dilakukan oleh ibu – ibu itu sendiri, karena suami ada di luar daerah kerja di bangunan.
Khusus di Dusun Pablengan ada 2 jamban milik nenek yang sudah janda, pembangunannya dibantu oleh pemuda dusun yang bersangkutan dengan sistem gotong.
Pada saat makan siang di warung ada hal yang menarik dimana perbincangan dan pembicaraan yang dilakukan di warung
tua terhadap perilaku BAB di sungai serta tentang kesadaran untuk berubah dan membuat jamban sendiri.
Bapak kerja bangunan di Jakarta
membikin Jamban
Nenek beserta jambannya yang dibantu secara gotong – royong bersama warganya
70
Lain cerita dari Dusun Beran, ada orang dewasa yang BAB di sungai kemudian di ganggu anak–anak dan dibikin malu, kemudian ada kejadian dimana sekolah SMP yang ada di desa Panimbo di datangi oleh warganya dan ternyata tanpa disangka mereka membuat lubang untuk jamban secara gotong – royong, kemudian kepala sekolahnya didatangi agar segera membeli jamban.
sekolah disitu harus BAB sembarangan atau di sungai, tetapi harus BAB di jamban atau di WC Sekolah.
Itulah beberapa fenomena menarik yang menjadi bagian catatan tersendiri dari Desa Panimbo. Proses pemicuan yang belum genap 1 bulan telah mencapai hasil yang luar biasa, dimana dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan ini Panimbo
BAB di sungai atau di hutan. Ini sebuah prestasi yang luar biasa.
Keterlibatan dari berbagai pihak, masyarakat laki – laki dan perempuan, anak – anak, puskesmas dan instansi terkait
kegiatan CLTS ini. Harapannya keberhasilan awal Desa Panimbo
proram sanitasi yang lain demi tercapainya sanitasi total berbasis masyarakat.
().
Jamban dengan menggunakan tutup dan ember bekas cat tembok
71
Lampiran 5
Desa Sawe Kabupaten Dompu: Desa Pertama yang Menjawab Tantangan Menteri Kesehatan
di NTB
Pada tanggal 21 Agustus 2008 lalu, Menteri Kesehatan
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (Konas PAM-‐RT) dan meluncurkan 10.000 desa kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), di Jakarta. Lima hari berselang setelah itu, tepatnya tanggal 26 Agustus 2008, masyarakat Desa Sawe, yang berada di wilayah Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah menjawab tantangan tersebut dengan berani mendeklarasikan desanya yang telah terbebas dari kebiasaan Buang Air Besar (BAB) Sembarangan.
Deklarasi yang dilakukan oleh 34 perwakilan masyarakat
Salman, melalui penandatanganan papan deklarasi desa terbebas dari kebiasaan BAB sembarangan. Kegiatan deklarasi
desa Sawe ini bertujuan untuk menyampaikan kepada khalayak ramai bahwa masyarakat Desa Sawe telah terbebas dari kebiasaan Buang Air Besar sembarangan. Kebiasaan yang selama ini merendahkan harga diri dan mengurangi kekhusyuan masyarakat Desa Sawe, yang seluruhnya beragama islam, dalam beribadah.
WC Helikopter sebagai Gambaran Rendahnya Kesadaran Sanitasi
Berdasarkan informasi dari pemerintah kecamatan setempat yang disampaikan melalui laporan Camat Hu’u, Drs. Imran M. Hasan, sejak tahun 1990-‐an, warga Desa Sawe yang dulu masih bergabung dengan Desa Rasabou, sudah
72
banyak menerima program sanitasi dari pihak luar, baik dari
ESWS tahun 90-‐an, Dinas Sosial tahun 2001, WSLIC tahun 2005-‐2006, program MCK umum dan TSC Plan Indonesia tahun 2005-‐2007, dan sebagainya. Program tersebut menawarkan berbagai bentuk bantuan, mulai dari pembangunan WC hingga selesai, sampai hanya pemberian subsidi jamban dan semen saja.
Namun sangat disayangkan ternyata pemanfaatannya
sudah terbiasa menggunakan WC, sedangkan sisanya masih terbiasa membuang air besar (BAB) sembarangan di sawah, gunung, parit, sungai, lapangan, dan halaman rumah. Bahkan
datang dari arah depan, maka untuk menghindari pandangan mereka akan berputar ke arah yang lain, begitu seterusnya jika
helikopter.
Disejumlah pinggiran sungai yang melintasi wilayah
bagi anak-‐anak, karena banyak ditemukan kotoran manusia sehingga menimbulkan bau yang sangat mengganggu. Kondisi ini juga berkaitan dengan data PUSKESMAS kecamatan yang menunjukkan Desa Sawe sebagai salah satu daerah di kecamatan Hu’u yang berkategori rawan diare dan kolera. Serta
anak mereka sering terserang mencret-‐mencret dan memiliki perut yang buncit namun berbadan kurus, akibat terkena cacingan.
Pemicuan yang Membawa Hasil
Namun dengan adanya kegiatan Tim CLTS yang menamakan dirinya Tim Pemberantas Kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan Kecamatan Hu’u yang bekerja sama dengan Kepala Desa, BPD, Bidan Desa, Babinsa dan tokoh-‐tokoh agama, Masyarakat desa Sawe yang tersebar di 3 dusun
73
yakni Lodo, Sawe dan Samakarya dipicu kesadarannya akan akibat buruk dari kebiasaan BAB Sembarangan baik dari rasa malunya, rasa jijik, harga diri, segi agama dan juga kesehatan.
Proses pemicuan ini cukup berhasil menimbulkan kesadaran masyarakat, hal ini terlihat pada perubahan
ada yang belum mampu, maka untuk sementara menumpang dulu ke MCK umum atau jamban tetangganya. Bantuan jamban yang dulu menjadi pajangan di rumah, di manfaatkan untuk membangun jamban dengan menggunakan bahan-‐bahan yang
membeli jamban, mereka menggunakan teknik sendiri dari jerigen atau bambu yang dibuat sedemikian rupa menjadi
dimiliki masyarakat desa Sawe sebanyak 136 WC permanen, 163 jamban Semi permanen dan 6 MCK umum. Dengan
menggunakan lubang penampungan kotoran dengan model cubluk tunggal.
Bahkan upaya pemicuan kesadaran yang terus menerus dilakukan tersebut, selain membawa dampak pada perubahan perilaku, juga berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan
April 2008) . Menurut data Puskesmas Kecamatan Hu’u, dibandingkan tahun-‐tahun sebelumnya penderita diare jauh menurun, dan bahkan dalam 3 bulan terakhir (April-‐July 2008)
yang menderita penyakit diare.
Dibalik Keberhasilan
Upaya keberhasilan mendeklarasikan desa yang telah
dari kerja keras para kampiun (Champion). Mereka-‐mereka yang
74
keinginan dan rasa tanggung jawab moral untuk mendorong kondisi ideal tanpa mengharapkan bayaran.
Upaya untuk mewujudkan keinginan memiliki desa yang bebas dari najis inilah yang dilakukan tanpa pamrih oleh Asikin (staf kecamatan), Imran (guru mengaji), Haris (guru SD), Nasrun (kepala dusun), Haryono (mantri Puskesmas), dan
Unit Dompu dan dinas kesehatan Kabupaten. Dari hasil praktek
bulan Februari 2008 lalu, mereka yang tergabung dalam Tim Pemberantasan Kebiasaan BAB Sembarangan ini berhasil memicu kesadaran 12 orang di salah satu dusun untuk siap membangun WC sendiri tanpa bantuan pihak luar. Selanjutnya pemicuan dilanjutkan mereka melalui kegiatan keagamaan, kegiatan sosial masyarakat, kunjungan dari rumah ke rumah, serta mendorong para keluarga yang telah terpicu dan telah membangun WC sendiri untuk melakukan pemicuan kepada keluarga yang lain.
Teknik yang berbeda juga dilakukan para kampiun ini untuk memicu anak-‐anak, yakni dengan mengajarkan lagu-‐
CLTS, yang berhubungan dengan pesan tentang larangan BAB
Sembarangan lagi.
Tantangan Selanjutnya
Sebagai desa yang pertama di Kabupaten Dompu yang telah terbebas dari kebiasaan BAB Sembarangan, masyarakat
lain di kecamatan mereka khususnya dan Kabupaten Dompu pada umumnya. Oleh karena itu, sejumlah tukang yang ada di desa Sawe mencoba menjadi pengrajin jamban dalam rangka menyediakan jamban yang murah dan mudah didapat bagi masyarakat yang telah terpicu kesadarannya. Dengan meminjam cetakan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu,
75
mereka mencoba memproduksi jamban dengan menggunakan bahan semen dan pasir. Hasilnya cukup memuaskan, meski perlu sedikit sentuhan dengan amplas guna memuluskan permukaan atasnya, sebelum di cat khusus. Mereka berharap selain membantu masyarakat lain, upaya mereka menyediakan jamban yang dihargai Rp.40.000-‐ 50.000,-‐ ini dapat menambah pendapatan mereka.
(
Dompu ).
76
Nama : Nana Djuhana
Tempat Tanggal Lahir : Cimahi, 19-‐04-‐1957Alamat Rumah : Jalan Tani, Gang Cimahi, Singkawang, KalBarNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0562-‐637.234 -‐ 0812.5742.300Nama Organisasi : Dinkes Kab Sambas, KalbarJabatan : -‐KeslingAlamat Organisasi : Jalan Pembangunan, Sambas, KalbarNo.Telp/Fax. Kantor : 0562-‐391.691
Nama : Laisa Wahanudin
Tempat Tanggal Lahir : Sleman 12 September 1966Alamat Rumah : Griya Bukit Jaya G17, No 8-‐9, Gunung Putri, BogorNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0813.1961.7180E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : DepkesNo.Telp/Fax. Kantor : 021-‐424.7608 psw 128
Nama : Noor Dwiantoro
Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 01 Juni 1977Alamat Rumah : Kakabu, Curung Sulanjana, Gn Sari, Serang, BantenNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0813.1669.1612E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Sekretariat STBMJabatan : Staf Ahli Sekretariat STBMAlamat Organisasi : Jl Percetakan Negara, Gd D Lt3, Depkes, Jak. PusatNo.Telp/Fax. Kantor : 021-‐422.6968E-‐Mail – Website : Secretariat-‐[email protected]
Nama : Sutikno Slamet
Tempat Tanggal Lahir : Trenggalek, 26-‐12-‐1961Alamat Rumah : Jl Dr Sutomo, Gg Amarto 3, Trenggalek Jawa TimurNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0355-‐791.277 -‐ 0813.3050.9223E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Dinas Kesehatan TrenggalekJabatan : Kabd Promkes & Pemberdayaan MasyarakatAlamat Organisasi : Jl Dr Sutomo No 4, Trenggalek, JatimNo.Telp/Fax. Kantor : 0355-‐791.270 -‐ 795.025
Nama : Andika Arief Saputra
Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 18 Maret 1986Alamat Rumah : Pagung Baru, Sleman, YogyakartaNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0856-‐9103.0498E-‐Mail Pribadi : Ndk-‐[email protected] Organisasi : Water Plant Community-‐LPPM UGMAlamat Organisasi : Lab Bahan Bangunan Teknik Sipil & Lingkungan – UGME-‐Mail – Website : [email protected]
Nama : Darmanto
Tempat Tanggal Lahir : Klaten 30 April 1948Alamat Rumah : Jl Kaliurang Km7, YogyakartaNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0274-‐885.052 -‐ 0811.286.939E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : LPPM – UGMJabatan : Staf Pengajar Fak Teknik – UGMAlamat Organisasi :No.Telp/Fax. Kantor : 0274 – 545.675 -‐ 545.676
Lampiran 6
Biodata Peserta Lokakarya Konsolidasi Pembelajaran CLTS di Indonesia,Lido-‐Bogor, 17 -‐ 19 Februari 2009
77
Nama : Antimus
Tempat Tanggal Lahir : Sepiri, 11 Mei 1971Alamat Rumah : Jl Budi Utomo, Komp. Pondok Pangeran I/II Pontianak, KalbarNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0815.2258.1117 Nama Organisasi : Yayasan Pancur KasihJabatan : SekretarisAlamat Organisasi : Jl Gusti Situt Mahmud, Gg Selat Sumba III, Pontianak, KalbarNo.Telp/Fax. Kantor : 0561-‐ 883.075
Nama : Subandi
Tempat Tanggal Lahir : Grobogan, 30 Maret 1978Alamat Rumah : Panimbo, Kedungjati, GroboganNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0815.3689.646Nama Organisasi : Kader DesaJabatan : Tim Penggerak CLTSAlamat Organisasi : Panimbo, Kedungjati, Grobogan
Nama : Muhammad Sholech SKM, Mkes
Tempat Tanggal Lahir : Metro, 7 April 1971Alamat Rumah : Taruman RT 02/II, Klambu, GroboganNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0292 – 421.049 -‐ 0858.6643.0800E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Dinkes Kab GroboganJabatan : Staf Seksi PL Alamat Organisasi : Jl Gajah Mada, 19 PurwodadiNo.Telp/Fax. Kantor : 0292 – 421.049 -‐ 424.852
Nama : Donal
Tempat Tanggal Lahir : 06-‐12-‐1973Alamat Rumah : Perumahan Mutiara Garuda, Blok CII, No. 35,
Teluknaga, TanggerangE-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : CWSHP – Dit PL DepkesAlamat Organisasi : Jalan Percetakan Negara 29, JakartaE-‐Mail – Website : www.cwshp.net
Nama : Farida Tahir, SKM
Tempat Tanggal Lahir : Sidrap, Sulsel, 9-‐9-‐1973Alamat Rumah : BTN Tibojong BI/1, Bone, SulselNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0852.5531.2863Nama Organisasi : Dinkes BoneJabatan : Staf PKLAlamat Organisasi : Jalan Ahmad Yani, BoneNo.Telp/Fax. Kantor : 0481 – 23485
Nama : Agustini E Raintung, dr
Tempat Tanggal Lahir : Pontianak, 20-‐8-‐1955Alamat Rumah : Jln Purnabakti II No 35, Serang, BantenNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0254 – 20627E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : PCI IndonesiaJabatan : Senior Health AdvisorAlamat Organisasi : Jln Tirtayasa Raya No. 51, Jaksel
Nama : Drg, P Agustine Siahaan, MKes
Tempat Tanggal Lahir : Dairi, 14 Agustus 1968Alamat Rumah : Taman Duta Mas Blok A14 No12, Batam
Centre,BatamNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0812.784.3700 – [email protected] Organisasi : Puskesmas Batu Aji, Batam, KepriJabatan : Dokter Gigi
76
Nama : Meutia
Tempat Tanggal Lahir : Aceh, 28 Agustus 1972Alamat Rumah : BBS (Bukit Baja Sejahtera) III, Blok A2, No. 10A,
Cilegon, Banten.No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0254-‐914.4795 -‐ 0812.9853.985E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, BantenJabatan : Ka Lab Agribisnis Fak Pertanian UntirtaAlamat Organisasi : Jl Raya Jakarta Serang Km 4, Pakutan, Serang,BantenNo.Telp/Fax. Kantor : 0254 – 280.330 – 0254 – 281.254
Nama : Cicih Sukaesih
Tempat Tanggal Lahir : Sumedang, 9-‐9-‐1969Alamat Rumah : Desa Sukawenang, Kec Ganeas, Sumedang, JabarNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0812.7184.1600Nama Organisasi : Kader Desa SukaweningJabatan : KaderAlamat Organisasi : Desa Sukawenang, Ganeas, Sumedang
Nama : Cucu Cakrawati Kosim
Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 23 Juni 1964Alamat Rumah : Jl Cendrawasih B60, Duta Kranji, Bekasi BaratNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 021 – 88464Nama Organisasi : Direktorat PL, DepkesJabatan : Kasie Standarisasi Pengawasan Kualitas LingkunganAlamat Organisasi : Jl Percetakan Negara 29, JakPusNo.Telp/Fax. Kantor : 021 – 424.7608 ext 126/208
Nama : Wano Irwantoro
Tempat Tanggal Lahir : Lubuklinggau, 15 Maret 1962Alamat Rumah : Jl Ligarmayang Terusan IA RT 03/08, Cibeunying,
Bandung 40191No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 022-‐8252.3906 -‐ 0811.221.019E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : WSP-‐EAP World Bank, IndonesiaJabatan : CLTS SpecialistAlamat Organisasi : Gd BEI Twr 2, Lt 13, Jl Sudirman 52-‐53, Jakarta.No.Telp/Fax. Kantor : 021-‐5299.3003 -‐ 5299.3004E-‐Mail – Website : [email protected]
Nama : Syarif Potutu
Tempat Tanggal Lahir : GorontaloAlamat Rumah : Jl Sudirman 41, Muaro SijunjungNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0754 -‐ 21106Nama Organisasi : Dinkes Kab Sawahlunto SijunjungJabatan : Kabid Promkes PLAlamat Organisasi : Jl Sudirman 8 Muaro SijunjungNo.Telp/Fax. Kantor : 0754 -‐ 20056
Nama : Encep Mahpud
Tempat Tanggal Lahir : PandeglangAlamat Rumah : Pasir Mulya, Sindanglaya, Pagelaran, Pandeglang.No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0878.7100.9917Nama Organisasi : Desa Sindanglaya, Kec Pagelaran, PandeglangJabatan : Ketua Tim CLTSAlamat Organisasi : Kp Pasir Mulya, Ds Sindanglaya, Kec Pagelaran,
Pandeglang
Nama : Punto Dewo
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 27-‐02-‐1965Alamat Rumah : Jalan Pendidikan, Sambas, KalbarNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0852.5261.4974Nama Organisasi : Dinkes SambasJabatan : KasieAlamat Organisasi : Jalan Pembangunan SambasNo.Telp/Fax. Kantor : 0562-‐391.691
77
Nama : Ekki Riswandiyah, SKM
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 10 Nov 1972Alamat Rumah : Dsn Pamagersari RT 01/04, Tanjungsari, SmdgNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 022-‐791.2891 -‐ 0819.1270.6818E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Dinkes SumedangJabatan : Pj PL Sie KeslingAlamat Organisasi : Jl Kutamaya 21 SumedangNo.Telp/Fax. Kantor : 0261 – 202.377 -‐ 204.941
Nama : Andi Narwis
Tempat Tanggal Lahir : Jalang, 24 Maret 1972Alamat Rumah : Jl Langsat, Watampone Bone, SulselNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0811.410.6072E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : WSLIC2 – BoneJabatan : Konsultan Kesehatan & PemberdayaanAlamat Organisasi : Kantor Dinkes Bone, Jl Ahmad Yani 13, WatamponeNo.Telp/Fax. Kantor : 0481 -‐23485
Nama : M Afrianto Kurniawan
Tempat Tanggal Lahir : Tobelo, 4 April 1981Alamat Rumah : Jl Nusantara Lingk. Bada, Dompu, NTB – TCI E8,
Cibaduyut, BandungNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 022-‐542.4455 -‐ 0812.2111.537E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Plan International Indonesia – DompuJabatan : WES FacilitatorAlamat Organisasi : Jl Udang 6, Kel Bali I, Dompu, NTBNo.Telp/Fax. Kantor : 0373-‐321963 -‐ 22512E-‐Mail – Website : Dompu.pu@plan-‐international.org
Nama : Abdul Sikin
Tempat Tanggal Lahir : Dompu, 13 Maret 1070Alamat Rumah : Rasabou, Kec Huu, DompuNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0819.1754.5900Nama Organisasi : Kantor Camat HuuJabatan : Staf Seksi PMDAlamat Organisasi : Kantor Camat Huu
Nama : Feny Raharyanti, SKM
Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 14 Oktober 1974Alamat Rumah : Graha Serdang Metropolis C12B, Harjatani,
Kramatwatu, SerangNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0254-‐395.247 -‐ 0812.8375.131E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Stikes Falatehan SerangAlamat Organisasi : Jl Raya Cilegon Km6, Kramatwatu, SerangNo.Telp/Fax. Kantor : 0254-‐230.054
Nama : Bambang Hermawan
Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 1-‐9-‐1959Alamat Rumah : Perum Bintang Alam, Kab KarawangNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0267-‐644.972 -‐ 0812.814.1053Nama Organisasi : WSLIC2 – Dit PL, Ditjen PP-‐PL DepkesJabatan : Staf Monev WSLIC2 PusatAlamat Organisasi : Jalan Percetakan Negara 29, Jakarta PusatNo.Telp/Fax. Kantor : 021-‐4287.6816 -‐ 4287.6866
Nama : Edy Priyono
Tempat Tanggal Lahir : Jepara, 14 Februari 1967Alamat Rumah : Perum Permata Kemang C2/4, Rawalumbu, BekasiNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0816.185.2430E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : AkademikaJabatan : DirekturAlamat Organisasi : Perum Permata Kemang A2/13, Rawalumbu, BekasiNo.Telp/Fax. Kantor : 021-‐8241.3334E-‐Mail – Website : [email protected] -‐ www.akademika.or.id
78
Nama : Asep Saefulhak
Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang, 24-‐8-‐1981Alamat Rumah : Kacapi Manis RT02/06,Tegalwangi,Menes, PandeglangNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0813.1083.0031E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : LAZ Harfa PandeglangJabatan : Field Koordinator ESPAlamat Organisasi : Jl Raya Labuan, Ciekek Lor, Kel Karaton, Majasari,
Pandeglang
Nama : Christiana Dewi
Tempat Tanggal Lahir : YogyakartaAlamat Rumah : Jl Destarata Raya 8 BogorNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0251-‐833.1180 -‐ 0812-‐1069.189E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : AusAIDJabatan : Program ManagerAlamat Organisasi : Menara Kebon Sirih Lt 26, Kebon Sirih 17-‐19, JakartaNo.Telp/Fax. Kantor : 021-‐392.4322 ext 541 – 392.7274E-‐Mail – Website : [email protected]
Nama : Dyota Condrorini
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 7 Juli 1985Alamat Rumah : Prima Lingkar Asri B4 No 1 Jatibening, BekasiNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 081213970687E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Sekretariat Pokja AMPL Alamat Organisasi : Jl Cianjur No 4 Menteng, Jakarta Pusat, Tlp-‐31904113E-‐Mail – Website : www.ampl.or.id
Nama : Joice Irmawati
Tempat Tanggal Lahir : Manokwari, 28 April 1974Alamat Rumah : Kp Cisaat, Ds Tegal, Cikeudal, PandeglangNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0812.802.3936E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Bappeda Kab PandeglangJabatan : Kasubid Pengembangan Kawasan & LHAlamat Organisasi : Jalan Ahmad Yani 1 PandeglangNo.Telp/Fax. Kantor : 0253 – 210.449
Nama : Dian Mardiani
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 21-‐11-‐1966Alamat Rumah : Jl Tb Bakri 95, SerangNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0254 – 201.261 -‐ 0812.123.2111Nama Organisasi : Bappeda Kab SerangJabatan : Kasubid Renbang SosbudAlamat Organisasi : Jalan Veteran 1 SerangNo.Telp/Fax. Kantor : 0254 – 203.135
Nama : Yunisa TP
Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 25 Juni 1979Alamat Rumah : Kp Ciwalet RT 01/10, Sukaratu, PandeglangNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0253 – 520.7758E-‐Mail Pribadi : Yunisa-‐[email protected] Organisasi : Bappeda Kab PandeglangJabatan : PelaksanaAlamat Organisasi : Jl Jend Ahmad Yani 1 PandeglangNo.Telp/Fax. Kantor : 0253 – 201.449
Nama : Dedi Suhaedi
Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang, 10 Oktober 1983Alamat Rumah : Beunying Masjid RT 02/01, Kel Cilaja, Mayasari,
PandeglangNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0852.8536.5999E-‐Mail Pribadi : [email protected] Organisasi : Harfa PandeglangJabatan : Admin StafAlamat Organisasi : Jl Raya Labuan, Ciekek Lor, Majasari, Karaton,
Pandeglang
79
Nama : Petrus Noni Fallo
Tempat Tanggal Lahir : 19-‐10-‐1967Alamat Rumah : Jl Salak 4, Kel Nonohonis, Kota Soe, TTS, NTTNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 081.338.402.412Nama Organisasi : ProAirJabatan : Comdev AdvisorAlamat Organisasi : Radumata, Belakang Keuskupan Waitabula, Sumba
Barat Daya, NTTTlp/Fax kantor : 0387 – 24126Website : www.proair.or.id
Nama : Agus Waluyo
Tempat Tanggal Lahir : Magelang, 29-‐8-‐1968Alamat Rumah : Jl Dr Ak Gani 95, Muara Enim, SumselNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0734 – 432.012 -‐ 0813.6876.3640Nama Organisasi : Dinkes Muara EnimJabatan : Kabid Pengendalian Masalah KesehatanAlamat Organisasi : Jl Dr Ak Gani 70-‐90, Muara EnimTlp/Fax kantor : 0734 – 421.053 -‐ 421.192Email : [email protected]
Nama : Didik Supriyono
Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 26-‐4-‐1964Alamat Rumah : Perumahan Bumi Ciluar Indah, Blok B-‐2 No.4, BogorNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0251 – 8651.504 -‐ 0816.163.2441Nama Organisasi : Dinkes Kab BogorJabatan : Kasie Penyehatan LingkunganAlamat Organisasi : Jl Raya Kedunghalang Talang 150, BogorTlp/Fax kantor : 0251 – 866.3177 -‐ 866.3175
Nama : Catur Adi Nugroho
Tempat Tanggal Lahir : Pati, 2 MaretAlamat Rumah : Perum Sewon Indah C-‐10, Sewon, Bantul, YogyaNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0813.2508.3980Nama Organisasi : Plan International GroboganJabatan : WES FasilitatorAlamat Organisasi : Jl Yudistira I/2 PurwodadiTlp/Fax kantor : 0292-‐421.652 -‐ 425.018
Nama : Rewang Budiayana
Tempat Tanggal Lahir :Alamat Rumah : PurwakartaNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0852.8626.2752Nama Organisasi : Ditjen PMD, KemendagriJabatan : KasubditAlamat Organisasi : Jl Raya Pasar Minggu Km 19Tlp/Fax kantor : 021-‐7919.7109
Nama : Helda Nusi
Tempat Tanggal Lahir : Alamat Rumah : BekasiNo.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0811.824.373Nama Organisasi : Ditjen Bina Bangda, Kemen Dalam NegeriJabatan : Staf Subdit Alamat Organisasi : Jl. TMP.Kalibata, No.20. Jakarta SelatanTlp/Fax kantor : 021-‐ 7983785 – 794.7746
80
NAMA : GARY D. SWISHERUTUSAN : WASPOLAINSTANSI : WASPOLANO.TELP.RUMAH/HP : 021 – 3142046 ([email protected])NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713
ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350
NAMA : SOFYAN ISKANDARUTUSAN : WASPOLAINSTANSI : WASPOLANO.TELP.RUMAH/HP : 0817.228189 ([email protected])
NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713
ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350
NAMA : NUR APRIATMANUTUSAN : WASPOLAINSTANSI : WASPOLANO.TELP.RUMAH/HP : 0812.111.0867 ([email protected])NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713 ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350
NAMA : PURNOMOUTUSAN : WASPOLAINSTANSI : WASPOLANO.TELP.RUMAH/HP : 0817.305.945 ([email protected])NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713 ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350
NAMA : NUGROHO TOMOUTUSAN : WASPOLAINSTANSI : WASPOLANO.TELP.RUMAH/HP : 0812.960.5217 ([email protected])NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713 ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350
NAMA : ALMA ARIEFUTUSAN : WASPOLAINSTANSI : WASPOLANO.TELP.RUMAH/HP : 0852.3936.9131 ([email protected])NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713
ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350
WASPOLA Facility
81
Sekretariat : Jl. Sawo No. 37, Menteng Jakarta 10350 IndonesiaTelp/Fax : (0210 319 24713E-mail : [email protected] : www.waspola.org, www.ampl.or.id
PROGRAM KERJASAMA:
BAPPENAS
Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS
COMMUNITY-LED TOTAL SANITATION
STOP
BUANG AIR BESAR
SEMBARANGAN