strategi fundraising harta benda wakaf oleh...
TRANSCRIPT
STRATEGI FUNDRAISING HARTA BENDA WAKAF OLEH PONDOK
PESANTREN DARUNNAJAH 2 CIPINING
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Aulia Tri Syamsul Alam
NIM: 1113046000108
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
STRATEGI FUNDRAISING HARTA BENDA WAKAF OLEH PONDOK
PESANTREN DARUNNAJAH 2 CIPINING
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Aulia Tri Syamsul Alam
1113046000108
Pembimbing:
Drs. Hamid Farihi, MA.
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Hari ini Selasa, 27 Maret 2018 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Aulia Tri Syamsul Alam
2. NIM : 1113046000108
3. Jurusan : Ekonomi Syari‟ah
4. Judul Skripsi : Strategi Fundraising Harta Benda Wakaf oleh Pondok
Pesantren Darunnajah 2 Cipining.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Maret 2018
PANITIA UJIAN:
1. Ketua : AM. Hasan Ali, M.A.
NIP. 19751201 100501 1 005 (……………………..)
2. Sekretaris : Dr. Abdurrauf, M.A.
NIP. 19731215 200501 1 002 (……………………..)
3. Pembimbing : Drs. Hamid Farihi, M.A.
NIP. 19581119 198603 1 001 (……………………..)
4. Penguji I : Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM
NIP. 19550505 198203 1 012 (……………………..)
5. Penguji II : Nurul Handayani, S,Pd, M.Pd.
NIP. 197101131 199903 2 001 (……………………..)
ثسى هللا انشح انشحى
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
satu persyaratan memperoleh gelar Strata I Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari karya ini terbukti bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Maret 2018
Aulia Tri Syamsul Alam
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS DIRI
Nama : Aulia Tri Syamsul Alam
NIM : 1113046000108
TTL : Jakarta, 30 Juni 1995
Alamat : Jl. Durian II No. 19 RT. 02/06 Ds. Lumpang Kec. Parung
Panjang, Kab. Bogor, Jawa Barat
No. Telp : 021 – 5978384 / 089655935448 (WA)
Email : [email protected]
B. PENDIDIKAN FORMAL
TK YPQ (2000 – 2001)
SDN Perumnas 2 Parung Panjang (2001 – 2007)
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining (2007 – 2013)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013 – 2018)
C. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Sekretaris Bag. Bahasa Organisasi Santri Tahfidzul Qur‟an (OSTAQ)
Pesantren Darunnajah 2 Cipining Tahun 2011-2012
2. Wakil Ketua Organisasi Santri Darunnajah Cipining (OSDC) Tahun 2012-
2013
3. Ketua Ikatan Mubaligh Darunnajah Cipining (IMDA) Tahun 2012-2013
4. Kepala Bidang Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Program Studi
(HMPS) Muamalat Tahun 2015
5. Kepala Bidang Kemahasiswaan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA)
Fakultas Syari‟ah dan Hukum Tahun 2015 – 2016
6. Wakil Sekretaris Umum Bidang Keuangan dan Perlengkapan Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Syari‟ah dan Hukum
ABSTRAK
AULIA TRI SYAMSUL ALAM, NIM 1113046000108. “Strategi Fundraising
Harta Benda Wakaf oleh Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining”, Skripsi.
Program Studi Ekonomi Syariah, Konsentrasi Manajemen ZISWAF, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438
H/2018 M. Jumlah halaman 81 + 14 lampiran halaman
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana strategi fundraising
harta benda wakaf yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining. Pesantren ini merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang
pendidikan yang berdiri melalui harta wakaf. Melihat hal tersebut penulis tertarik
untuk meneliti bagaimana strategi fundraising harta benda wakaf yang diterapkan
Pesantren yang notabene bergerak dibidang pendidikan, beserta dampaknya bagi
terkumpulnya harta benda wakaf.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif, karena
metode ini dirasa sangat relevan dengan objek penelitian. Data yang digunakan
adalah data kualitatif yang bersumber dari dua jenis sumber, yaitu data primer dan
data sekunder. Kemudian data tersebut diformulasikan dan diintreprestasikan
sehingga tersusun rapi menjadi satu. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan
teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, banyak hal yang menunjang
terlaksananya dan banyak pula hal-hal yang menghambat berjalannya strategi
fundraising harta benda wakaf yang diterapkan oleh Pondok Pesantren
Darunnajah 2 Cipining. Strategi yang diterapkan pun terbilang memiliki dampak
yang kurang baik bagi penghimpunan harta wakaf berbentuk tanah. Namun
strategi itu terbilang cukup baik dalam hal penghimpunan harta benda wakaf lain
seperti, kebutuhan pembangunan pesantren, mobil bak, kursi, meja, dan lain
sebagainya yang menunjang berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di Pondok
Pesantren Darunnajah 2 Cipining.
Kata Kunci : Strategi, Fundraising, Harta Benda Wakaf, Pondok
Pesantren Darunnajah 2 Cipining.
Pembimbing : Drs. Hamid Farihi, MA.
Daftar Pustaka : 1977 – 2017
ABSTRACT
AULIA TRI SYAMSUL ALAM, NIM 1113046000108. “Fundraising Strategy
Waqf Property by Darunnajah 2 Cipining Islamic Boarding School. Skripsi.
Sharia Economic Studies Program, ZISWAF Management Concentration, Faculty
of Economics and Business, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta,
1438 H / 2018 M. Number of pages 81 +14 appendix pages.
This study aims to explain how the fundraising strategy of waqf property
implemented by Darunnajah 2 Cipining Islamic Boarding School. This Boarding
School is an institution that is engaged in education that stands through the
wealth of waqf. Seeing this the authors are interested to examine how the
fundraising strategy of waqf property that is applied Boarding School which in
fact is engaged in education, along with its impact on the accumulation of wakaf
property.
The research is descriptive qualitative research, because this method is
very relevant to the object of research. The data used are qualitative data sourced
from two types of sources, namely primary data and secondary data. Then the
data is formulated and interpreted so neatly arranged into one. The data
collection is done by observation, interview, documentation and literature study.
The results showed, many things that support the implementation and
many things that hinder the running of fundraising strategy of waqf property
implemented by Darunnajah 2 Cipining Islamic Boarding School. The
implemented strategy also has an unfavorable impact on the accumulation of
waqf property in the form of land. However, the strategy is quite good in terms of
collecting other waqf property such as, the need for Boarding School
development, car tubs, chairs, tables, etc. that support the on-going teaching and
learning activities at Darunnajah 2 Cipining Islamic Boarding School.
Key Word : Strategy, Fundraising, Waqf Property, Darunnajah 2
Cipining Islamic Boarding School.
Advisor : Drs. Hamid Farihi, MA.
References : 1977-2017
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat, rahmat
dan hidayah, serta kasih sayang-Nya sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.
Sholawat dan salam tak lupa selalu tercurah kepada Sang Pembawa Kebenaran
yakni Nabi Muhammad SAW yang membawa umatnya dari zaman kegelapan ke
zaman yang terang benderang.
Alhamdulillah dengan didorong rasa semangat dan dukungan dari orang
sekitar,Skripsi yang berjudul “STRATEGI FUNDRAISING HARTA BENDA
WAKAF OLEH PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH 2 CIPINING” dapat
diselesaikan penulis. Penulisan karya ilmiah dalam bentuk Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi (SE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk mempersembahkan yang
terbaik kepada orang sekitar penulis, yaitu kedua orang tua, keluarga besar
penulis, pihak civitas akademika dan pihak-pihak lain yang telah ikut andil dalam
penyelesaian Skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan, penulis sampaikan ucapan
rasa terimakasih sedalam dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arif Mufraini, Lc., M.Si Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak AM. Hasan Ali, Ketua Pogram Studi Muamalat, dan Bapak
Abdurrauf, LC, MA. Sekertaris Program Studi Muamalat Fakultas
Syariah, sekaligus Tim Task Force Passing Out Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
4. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si Ketua Program Studi Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Arip Purkon, MA., Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan nasehat, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Hamid Farihi, MA. Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu, fikiran, dan tenaganya dan dengan sabar membimbing
saya, menasehati, serta memberikan motivasinya dalam penulisan Skripsi
ini.
7. Seluruh pihak Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Khusus untuk
Pimpinan Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Al-Ustadz, KH. Jamhari
Abdul Jalal, Lc., Ustadz Mustajab, Ustadz Trimo, Ustadz Khusain dan
Saudara Syamsul Wildan yang telah membantu dan mengizinkan penulis
dalam melakukan penelitian di tempat tersebut.
8. Segenap Bapak/Ibu Dosen dan Karyawan Akademik Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis selama
mengikuti perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
9. Tak lupa pula Kedua orang tua dan kedua kakak penulis beserta keluarga
yang dengan tulus selalu mendoakan, memberi semangat dan selalu
mendukung penulis baik moril maupun materil. Semoga selalu dalam
lindungan dan berkah Allah SWT.
10. Teman-teman Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Farhan, Mufid, Fajri
Arba‟, Mahathir, Ardiyansyah, Ikbal, dan teman-teman Angkatan 20
(MOZTRAVIDA) Pesantren Darunnajah 2 Cipining.
11. Teman-teman Muamalat C 2013, teman-teman ZISWAF angkatan 2013
yang selalu memberikan semangat dan hiburan kepada penulis.
12. Kakak-kakak penulis selama di UIN dan HmI, Kak Ume, kak Zaky, kak
Abeng, Kak Imung, Kak Husnul, Kak Kevin, Kak Diaz, Kak Aslam. Juga
sahabat-sahabat penulis, Matin, Wirda, Nurul, Dendi, Rendy, Risyad,
Dudu, Alim, dan lainnya. Juga Adik-Adik penulis, Fay, Amel, Bakrie,
x
Aziz, Tacki, Fikri, Satria, Sirly, dan lainnya, yang telah mendukung,
membantu, membimbing, menyemangati dan menemani penulis dalam
berjuang dan menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis memanjatkan doa semoga kebaikan berupa motivasi dan
kontribusi yang telah diberikan mereka, mendapat balasan berupa pahala yang
berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN .................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 6
C. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 7
E. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu) ................................. 8
F. Metode Penelitian ..................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ............................................................... 14
BAB II LANDASAN TEORI
A. Strategi ....................................................................................... 16
1. Pengertian Strategi .............................................................. 16
2. Management Strategi .......................................................... 18
3. Tahapan Strategi ................................................................. 18
B. Konsep Fundraising .................................................................. 20
1. Pengertian Fundraising ....................................................... 20
2. Tujuan Fundraising ............................................................ 22
3. Unsur-unsur Fundraising ..................................................... 23
4. Konsep Fundraising dalam Islam ....................................... 24
C. Konsep Wakaf .......................................................................... 25
1. Pengertian Wakaf ................................................................ 25
2. Dasar Hukum Wakaf ........................................................... 27
xii
3. Rukun dan Syarat Wakaf .................................................... 29
4. Macam Wakaf ..................................................................... 40
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH 2
CIPINING
A. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining ..................................................................................... 42
B. Susunan Personalia Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining
.................................................................................................... 45
C. Aset Wakaf Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining ............ 46
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Strategi Fundraising Harta Benda Wakaf Pondok
Pesantren DArunnajah 2 Cipining ............................................ 48
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Penerapan Strategi
Harta Benda Wakaf Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining ..................................................................................... 55
C. Dampak Penerapan Strategi terhadap Fundraising
Harta Benda Wakaf di Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining ..................................................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 60
B. Saran ......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 63
LAMPIRAN ................................................................................................ 67
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Review Studi Terdahulu .............................................................. 8
Tabel. 3.1 Susunan Personalia Pesantren Darunnajah 2 Cipining ............... 46
Tabel 3.2. Aset Wakaf Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining .............. 47
Tabel. 4.1 Rekapitulasi Harta Wakaf Tanah Pesantren Darunnajah 2
Cipining ...................................................................................... 58
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Proses Fundraisimg .................................................................... 49
Bagan 4.2 Metode Fundraising ................................................................... 50
xv
DAFTAR GAMBAR
Bagan 4.1 Gambar Kampanye Wakaf di Media Sosial ............................... 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut pandangan Islam pemilik mutlak seluruh harta benda ialah Allah
SWT. Manusia ditunjuk oleh Allah sebagai penguasa terhadap benda itu yang
harus mengelolanya sesuai dengan petunjuk-NYA. Yaitu digunakan untuk
keperluan dirinya dan manfaat bagi kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia
pada umumnya.1
Berbicara mengenai wakaf, banyak sekali term atau defenisi tentang
wakaf yang di ungkapkan oleh ulama dan Undang-Undang, baik yang terdapat
dalam kitab klasik, kontemporer, maupun buku-buku.2
Wakaf merupakan satu dari banyak kegiatan bermuamalah dalam Islam.
Dalam istilah syara secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian yang
pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisul ashli),
lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Tahbisu ashli dalam pengertiannya
ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual,
dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya.3 Esensi menahan harta wakaf
inilah yang kemudian menjadi sebuah potensi yang baik melalui wakaf dalam
mengusahakan perkembangan kepentingan sarana dan prasarana sosial
masyarakat. Misalnya seperti pembangunan rumah sakit, madrasah, jalan umum,
masjid, pasar, tempat parkir, dan sarana umum lainnya.
Pada dasarnya, wakaf telah lama dikenal di Indonesia. Namun demikian,
memang dalam perkembangan selanjutnya, wakaf kurang dikenal dan kurang
1 Juhaya S. Praja, Perwakafan Indonesia, Sejarah Pemikiran, Hukum, dan Perkembanganya
(Bandung; Yayasan Plara, 1995), h. 1. 2 Syeikh Ibrahim Al-bajuri, Hasyiah Al-Baijuri, ala ibni Qasiim Al-Guzza, (Semaran: Toha Putra),
h. 42 3 Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,
Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2007), h. 2.
2
mendapat perhatian yang serius dari sebagian besar kalangan, baik pemerintah,
masyarakat, ulama dan lembaga-lembaga non pemerintah (LSM). Dibanding
dengan perkembangan institusi zakat, institusi wakaf jelas jauh tertinggal.4
Namun meskipun demikian, Institusi wakaf berkembang begitu pesat di
Indonesia. Hal ini tentu tak lepas dari keberadaan wakaf yang sudah ada jauh
sebelum Indonesia merdeka dan masyarakatnya masih merupakan masyarakat
tradisional. Bila kita meninjau kembali bentuk wakaf pada masa klasik, wakaf
yang berkembang masih berupa wakaf tanah. Seiring dengan berjalannya waktu,
lembaga wakaf mulai bermunculan karena masyarakat berasumsi bahwa mereka
membutuhkan sebuah wadah agar harta wakaf dapat terorganisir dan
didayagunakan dengan baik oleh lembaga wakaf yang mengurus tanah-tanah
wakaf tersebut.
Posisi wakaf kemudian dikuatkan juga melalui lahirnya undang-undang
yang khusus mengatur tentang perwakafan. Undang-undang wakaf yang pertama
kali muncul sebagai penguat adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Agraria yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik. Wakaf juga dimuat dalam Kompilasi Hukum
Islam yang pemberlakuannya berdasarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991.
Beberapa peraturan perundang-undangan ini dirasakan masih belum memadai
karena masalah wakaf terus berkembang. Disamping itu, masyarakat memerlukan
sebuah pengaturan yang komprehensif mengenai wakaf. Motivasi inilah yang
kemudian menjadikan lahirnya Undang-undang No. 41 Tahun 2004 sebagai
penguatan hukum tentang wakaf di Indonesia dan bentuk unifikasi berbagai
peraturan tentang wakaf yang saat itu masih bertebaran.
Wakaf memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka membangun
peradaban Islam dan ikut andil dalam upaya membangun kesejahteraan serta
perekonomian masyarakat. Bila dulunya wakaf hanya berupa tanah dan benda-
benda tidak bergerak lain, maka seiring dengan perkembangan jaman, wakaf kini
sudah berupa uang dan wakaf-wakaf produktif lain. Seiring dengan perkembangan
4 M.A Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai, (Depok: CIBER – PKTTI UI, 2001), h. 10.
3
ini, pemerintah juga memperluas bentuk harta wakaf, salah satunya ialah wakaf
uang, seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006.5
Namun pada realitanya, pemahaman tentang perkembangan wakaf ini tidak
banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah Muslim. Hal
ini menjadi sebuah problematika tersendiri mengingat kini bentuk cash waqf
semakin populer. Pada umumnya, masyarakat memahami wakaf lebih bersifat
tradisional, baik dari segi rukun, syarat, dan maksud diadakannya wakaf itu
sendiri.
Problematika selanjutnya adalah mengenai tatakelola wakaf dan eksistensi
nadzir. Kelola wakaf yang belum maksimal dan salah urus berdampak pada
adanya harta wakaf yang terlantar, bahkan ada harta wakaf yang hilang.6
Selanjutnya mengenai nadzir, yang merupakan salah satu unsur penting dalam
perwakafan. Di Indonesia, pengelolaan wakaf masih dalam proses pengembangan
dan pada umumnya wakaf yang dikelola belum maksimal. Akibatnya, dalam
beberapa kasus ada sebagian nadzir yang kurang amanah, sehingga mereka
melakukan penyimpangan dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf,
muncul sengketa wakaf antara beberapa pihak dan kecurangan-kecurangan
lainnya.7
Adanya beberapa problematika inilah kemudian yang menjadikan sebuah
dorongan bahwasannya sebuah lembaga wakaf apapun, dibutuhkan sebuah strategi
dan manajemen tatakelola wakaf yang baik agar dana pengembangan maupun
harta-harta wakaf yang ada dapat dikelola dengan optimal.
Dari paparan mengenai keadaan wakaf sebelumnya, kemudian perlu
memahami tentang konsep fundraising yang diterapkan dalam sebuah lembaga
atau organisasi.
5 PERATURAN PEMERINTAH NO. 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF 6 Miftahul Huda, Pengelolaan Wakaf dalam Perspektif Fundraising (Studi tentang Penggalangan
Wakaf pada Yayasan Hasyim Asy’ari Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Yayasan Badan
Wakaf Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan Yayasan Dana Sosial Al-Falah Surabaya),
(Kementrian Agama RI, 2002), h. 3. 7 Miftahul Huda, Pengelolaan, h. 3.
4
Aktifitas fundraising dalam sebuah lembaga harus dikembangkan, baik
dalam konteks awal perencanaan maupun pengawasan oleh pengelola lembaga
dengan berbagai perspektif manajemen modern yang ada. Ada beberapa rumpun
manajemen yang perlu diramu untuk mengembangkan fundraising dalam sebuah
lembaga, yaitu manajemen pemasaran (marketing management) dan manajemen
produksi/operasi. Fungsi pemasaran berkenaan dengan sisi permintaan-relasi
dengan para konsumen (demand side). Selanjutnya, fungsi produksi/operasi
berurusan dengan penciptaan program-program fundraising yang menghasilkan
(supply side).8
Fundraising diartikan sebagai kerangka konsep tentang suatu kegiatan
dalam rangka penggaalangan dana dan daya lainnya dari masyarakat yang akan
digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional lembaga sehingga
mencapai tujuan. Fundraising juga dapat diartikan sebagai konsep dalam upaya
untuk mengembangkan usaha-usaha sosial (social enterprise). Jadi, fundraising
tidak hanya dipahami dalam konteks mengumpulkan dana saja sebagaimana
makna bahasanya. Aktifitas fundraising adalah serangkaian kegiatan penggalangan
dana/daya baik dari individu, organisasi, maupun badan hukum. Fundraising juga
merupakan proses mempengaruhi masyarakat atau calon donatur agar mau
melakukan amal kebajikan dalam bentuk penyerahan sebagian hartanya. Hal ini
penting sebab sumber harta/dana berasal dari donasi masyarakat. Agar target bisa
terpenuhi dan program bisa terwujud, diperlukan langkah-langkah strategis dalam
menghimpun aset, yang selanjutnya akan dikelola dan dikembangkan.9
Perkembangan wakaf yang ada di Indonesia beserta undang-undang
sebagai penjamin kepastian hukumnya ini menjadi sebuah pijakan penting bagi
salah satu lembaga pendidikan yang ada di Kabupaten Bogor, yakni Pondok
Pesantren Darunajah 2 Cipining yang saat ini pun tengah berusaha untuk
mengembangkan harta wakafnya. Pon-Pes Darunnajah 2 Cipining merupakan
cabang dari Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami. Merupakan lembaga
pendidikan yang berdiri karena kemurahan hati para santri Darunnajah Ulujami
8 Miftahul Huda, Pengelolaan, h. 26.
9 Ibid, h. 27-28.
5
pada saat itu yang berhasil mengumpulkan dana, yang pada akhirnya digunakan
untuk membeli dan membebaskan tanah di daerah sekitaran Bogor Barat yang
pada akhirnya menjadi harta wakaf berupa tanah seluas 70 ha, dimana 50 ha sudah
dibebaskan, sedang 20 ha lainya masih diupayakan pembebasannya saat itu.10
Hingga saat ini sekitar 87 ha jumlah tanah wakaf yang terkumpul di
Pondok Pesantren Darunnajah Cipining. bukan hanya tanah tentunya yang
berkembang sebagai harta wakaf di Darunnajah Cipining, ada juga wakaf
perkebunan, dan berbagai fasilitas Pesantren seperti kursi sekolah, gerbang
pesantren, satu buah mobil bak, satu buah tosa, tiga buah kitab tafsir Al-Jawahir,
sumur bor dan lain sebagainya yang tentunya sangat bermanfaat guna
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan kegiatan Pesantren lainnya.11
Hal inilah yang menurut penulis menarik untuk dibahas. Bagaimana
Lembaga Pendidikan yang berdiri di daerah terpencil di kabupaten bogor mampu
mengumpulkan harta wakaf dengan sangat baik, juga bagaimana pola
penghimpunan dana wakaf yang diterapkan sehingga mampu mengumpulkan
begitu banyak harta wakaf.
Berkaitan dengan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik menulis
skripsi dengan judul “Strategi Fundraising Harta Benda Wakaf oleh Pondok
Pesantren Darunnajah 2 Cipining”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, muncul beberapa masalah berkaitan dengan
strategi fundraising harta wakaf oleh Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining
sebagai berikut:
1. Bagaimana pola fundraising yang diterapkan oleh Pondok Pesantren
Darunnajah 2 Cipining ?
2. Bagaimanakah potensi wakaf di daerah Bogor Barat khususnya di Desa
Cipining ?
10
http://darunnajah.com/profil-2/ diakses pada 21 Maret 2017, pukul 22.11 WIB. 11
Wawancara Pribadi dengan Syamsul Wildan (Bagian Wakaf Organisasi Santri Darunnajah
Cipining Masa Bhakti 2016-2017), Bogor, 11 Maret 2017.
6
3. Bagaimana pola pengelolaan harta wakaf yang diterapkan oleh Pondok
Pesantren Darunnajah 2 Cipining ?
4. Dampak seperti apa yang terjadi setelah mempraktekan strategi
fundraising yang digunakan Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining ?
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas dan untuk
mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi
masalah yang akan dibahas mengenai strategi fundraising harta wakaf oleh
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, dan efektivitas strategi yang diterapkan
tersebut. Sehingga pembahasannya lebih jelas dan berarah sesuai dengan yang
diharapkan penulis.
Adapun pokok masalah yang dapat diidentifikasikan agar mempermudah
dalam menyusun skripsi ini adalah:
1. Bagaimana strategi fundraising harta benda wakaf yang diterapkan oleh
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining ?
2. Bagaimana dampak penerapan strategi fundraising terhadap
penghimpunan harta benda wakaf di Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setelah memperhatikan judul serta latar belakang masalah yang sudah
diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui tentang strategi fundraising harta benda wakaf oleh
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining.
2. Untuk mengetahui apakah dampak yang dihasilkan melalui strategi
fundraising harta benda wakaf yang diterapkan oleh Pondok Pesantren
Darunnajah 2 Cipining.
Adapun tujuan akhir dan manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu
memberikan kontribusi dan manfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu sebagai
berikut:
7
1. Bagi Akademis, sebagai asset pustaka yang diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh seluruh kalangan akademis, baik itu dosen maupun
mahasiswa, dalam upaya memberikan pengetahuan, informasi, dan sebagai
proses pembelajaran mengenai strategi fundraising harta benda wakaf oleh
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining.
2. Bagi Praktisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian yang
menarik dan dapat menambah wawasan serta cakrawala keilmuan,
khususnya bagi penulis, umunya bagi pembaca dan dapat dijadikan
sebagai acuan bagi penghimpunan harta benda wakaf.
3. Bagi Masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan tambahan dan
pengetahuan dan wawasan tentang strategi fundraising harta benda wakaf
oleh Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining.
E. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu)
Dalam rangka penentuan fokus penelitian, peneliti telah membandingkan
dengan penelitian terdahulu guna mendukung materi yang akan penulis bahas.
Terdapat beberapa penelitian yang telah membahas dana Wakaf di Indonesia,
yaitu:
Tabel 1.1
Review Studi Terdahulu
No.
Nama Penulis/
Judul Skripsi/
Tahun/ Instansi
Substansi
Perbedaan dengan
Penulis
1. Yayah Fauziah/
Efektifitas
Pengelolaan
Wakaf Uang di
Bidang Properti
Studi Kasus Pada
Tabung Wakaf
Penelitian ini membahas
tentang bagaimana
efektifitas pengelolaan
wakaf uang di bidang
property untuk
kesejahteraan
masyarakat.
Rencananya penulis
akan memaparkan
tentang strategi
fundraising dan
penghimpunan harta
benda wakaf oleh
Darunnajah 2
8
Indonesia/2012/U
IN Syarif
Hidayatullah
Jakarta.
Cipining
2. Marisa Rosiana/
Pengelolaan dan
Pengembangan
Harta Wakaf
Pada Pondok
Pesantren
Daarunnajah II di
Wilayah Bogor/
2013/ UIN Syarif
Hidayatullah
Jakarta.
Dalam skripsi ini
bertujuan untuk
mengetahui
pengelolaan,
pengembangan wakaf
dan dampaknya
terhadap ekonomi di
Pondok Pesantren
Darunnajah
Dalam penelitian yang
akan penulis bahas
yaitu tentang strategi
fundraising dan
penghimpunan harta
benda wakaf oleh
Darunnajah 2
Cipining. Penulis
juga mungkin akan
menggunakan
pendekatan
deskriptif kualitatif.
3. Muhammad Faisal
Sultoni/ Strategi
Pengembangan
Wakaf Produktif
dan Pengaruhnya
Terhadap
Perekonomian
Pesantren
Darunnajah 2
Cipining/ 2014/
UIN Syarif
Hidayatullah
Jakarta.
Penelitian ini membahas
tentang Strategi
Pengembangan Wakaf
Produktif dan
Pengaruhnya
Terhadap
Perekonomian
Pesantren Darunnajah
2 Cipining
Dalam penelitian yang
akan penulis bahas
yaitu tentang strategi
fundraising dan
penghimpunan harta
benda wakaf oleh
Darunnajah 2
Cipining
9
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian dapat dikatakan ialah suatu cara yang tepat untuk
melakukan suatu kegiatan mencari, menemukan, mencatat, merumuskan,
menganalisis, dan menyimpulkan data-data atau pun memecahkan masalah-
masalah, sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran sesuatu pengetahuan. Maka diperlukan metode yang tepat.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang bersumber
dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat diobservasi dari
manusia.12
Landasan penelitian kualitatif menekankan pada pola tingkah laku
manusia yang dilihat dari frame of reference si pelaku itu sendiri, jadi individu
sebagai aktor sentral perlu dipahami dan merupakan satuan analisis serta
menempatkannya sebagai bagian dari suatu keseluruhan.13
Dikategorikan
sebagai penelitian deskriptif karena dalam penelitian ini dilakukan pencarian
fakta dengan interpretasi yang tepat.14 Metode deskriptif digunakan untuk
meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.15
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu
gejala/suatu masyarakat tertentu. Dalam penelitian deskriptif bias harus
diperkecil dan tingkat keyakinan harus maksimal.16
12
Burhan Asshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 16. 13
Burhan Asshofa, Metode, h. 15. 14
Amiruddin, dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Press,
2010), h. 25. 15 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian, (Jogjakarta: Arruz Media, 2011), h. 186. 16
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, (jogjakarta: Gajah Mada University Press, 2006), h. 104.
10
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian skripsi ini merupakan penelitian sosiologis-empiris.
Sosiologis artinya gejala-gejala sosial pada manusia dan lingkungan sekitarnya
akibat adanya interaksi sosial.17
Empiris merupakan penelitian lapangan, dengan cara peneliti
melakukan pengamatan langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang
valid terkait dengan tema penelitian. Tujuannya adalah untuk mempelajari
secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi
lingkungan sesuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga, atau
masyarakat.18
3. Lokasi Penelitian
Peneltian ini akan dilakukan di Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining. Jl. Argapura RT/RW 02/03 Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia Kode Pos 16670.
4. Sumber dan Jenis Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber
data yaitu:
1) Data Primer
Data primer yang akan penulis lakukan yaitu data yang penulis
peroleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara).19
Data pokok yang tertulis atau tercatat yang digunakan sebagai bukti atau
keterangan yang sah. Data primer yang penulis gunakan dalam skripsi ini
ialah:
a. Wawancara kepada Ketua Badan Wakaf Pondok Pesantren
Darunnajah 2 Cipining, Al-Ustadz Mustajab Anwar, S.Pd.I.
b. Wawancara kepada Anggota Badan Wakaf Pondok Pesantren
Darunnajah 2 Cipining, Al-Ustadz Trimo, S, Ag.
17 Hasan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 1. 18
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 46. 19
Amiruddin, dan Zainal Asikin, Pengantar, h. 30.
11
c. Wawancara kepada Bagian Wakaf OSDC, Syamsul Wildan.
d. Wawancara kepada Wakif, Bapak Muhammad Farhan.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh penelitian
secara tidak langsung melalui media, data sekunder yang berasal dari
penelitian kepustakaan yang dapat memberikan landasan teori yang
diperoleh dari buku-buku penunjang, jurnal-jurnal ilmiah, internet, seperti:
a. Al-Qur‟an dan terjemahnya.
b. Hadits Rasul tentang Wakaf.
c. Data-data yang berasal dari Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining.
d. Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
e. Jurnal dan literatur lain yang berkaitan dengan wakaf dan
fundraising.
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data triangulasi dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Oservasi (Pengamatan)
Pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala
yang diselidiki.20
Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan
secara langsung tempat penelitian untuk lebih mengetahui strategi
fundraising harta benda wakaf secara langsung..
b. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah menggali informasi atau data sebanyak-
banyaknya dari responden atau informan dengan cara bertanya
langsung.21
Dengan wawancara, partisipan akan membagi
20
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h.
70. 21
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan
Penelitian (Malang: UMM Press, 2004), h.72
12
pengalamannya dengan peneliti. Pertanyaan dalam wawancara menjadi
sangat penting untuk menangkap persepsi, pikiran, pendapat, perasaan
orang tentang suatu gejala, peristiwa, fakta, atau realita.22
Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak
berencana (tidak berpatokan), yaitu dalam wawancara bukan berarti
bahwa peneliti tidak mempersiapkan pertanyaan yang akan diajukan,
tetapi peneliti tidak terlalu terikat pada aturan-aturan yang ketat. Alat
yang digunakan adalah pedoman wawancara yang memuat pokok-
pokok yang ditanyakan.23
Hal ini dilakukan untuk memperoleh data
yang valid, tepat sasaran, dan mampu menjawab permasalahan-
permasalahan yang menjadi kegelisahan penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pencarian dan pengumpulan data
yang ditujukan kepada subyek penelitian tentang hal-hal atau variable
yang berupa catatan, transkip, buku, agenda, rekaman kaset, rekaman
video, foto, dan sebagainya yang berhubungan dengan topik
pembahasan yang diteliti.24
Adapun dokumentasi yang telah penulis
lakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan alat
perekam, foto, dan catatan hasil wawancara penulis dengan para
informan kunci yaitu Ketua Badan Wakaf Pesantren dan angotanya
serta Bagian Wakaf Organisasi Santri Darunnajah Cipining sebagai
subyek dalam penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biken seperti dikutip oleh Imam Gunawan,
teknik analisis data merupakan proses pencarian dan pengaturan secara
sistematik hasil wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang
dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang
22
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya (Jakarta:
Grasindo, 2010), h. 116. 23
Burhan Asshofa, Metode, h. 96. 24
Sukandarrumidi, Metodologi, h. 100.
13
dikumpulkan dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan.25
Dalam menganalisis data penelitian kualitatif, terdapat tiga tahapan yang
dilakukan, yaitu:
a. Reduksi Data
Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal
pokok, memfokuskan pada hal-hal penting dan mencari tema dan polanya.
Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran lebih jelas dan
memudahkan untuk melakukan pengumpulan data.
b. Paparan Data
Setelah data direduksi adalah memaparkan data. Pemaparan data
sebagai sekumpulan informasi tersusun dan memberi kemungkinan
pemahaman kasus dan sebagai acuan mengambil tindakan berdasarkan
pemahaman dan analisis sajian data. Data penelitian ini disajikan dalam
bentuk uraian yang didukung dengan gambar, matriks, bagan, tabel, dan
lain sebagainya sehingga tujuan dari penelitian dapat terjawab.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab
fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data. Simpulan disajikan dalam
bentuk deskriptif sesuai dengan objek penelitiannya, mengenai Strategi
Fundraising Harta Benda Wakaf di Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining.
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan serta penyusunan skripsi ini, semua berpedoman
pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2017 yang diterbitkan oleh
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Press 2017.
25 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktek (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2013), h. 82.
14
G. Sistematika Penulisan
Di dalam pembuatan penelitian ini penulis akan memberikan gambar
mengenai hal apa saja yang akan dilakukan, maka secara garis besar gambaran
tersebut dapat dilihat dalam sistematika penulisan skripsi dibawah ini:
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
istilah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,studi review terdahulu,
kerangka konseptual, metodologi penelitian yaitu yang terdiri dari jenis dan
pendekatan penelitian, sumber dan jenis data, yang meliputi data primer dan data
sekunder, metode pengumpulan data, metode analisis data, pedoman penulisan
laporan, dan yang terakhir sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang pengertian wakaf, dasar hukum,
macam-macam wakaf, syarat, rukun dan unsur wakaf. Selain itu, pada bab ini juga
menerangkan tentang, pengertian fundraising.
BAB III : Gambaran Umum tentang Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining
Pada bab ini membahas mengenai sejarah dan perkembangan, visi dan misi, dasar
hukum, struktur organisasi, serta penghimpunan dan pengelolaan dari Pondok
Pesantren Darunnajah 2 Cipining.
BAB IV : Hasil dan Pembahasan
Pada bab ini membahas tentang bagaimana strategi fundraising dan
penghimpunan harta wakaf oleh Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, juga
membahas tentang efektifitas dari penerapan strategi tersebut.
BAB V : Penutup
Di dalam bab yang terakhir menjelaskan kesimpulan dari pembahasan bab-bab
sebelumnya yang berisikan tentang kesimpulan, saran-saran, dan di lengkapi
dengan daftar pustaka.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Strategi
1. Pengertian Strategi
Kata “strategi” berasal dari bahasa yunani yaitu “strategas” (status:
Militer dan Ag : memimpin) yang berarti “Generalship” atau sesuatu yang
dikerjakan oleh para jenderal perang dalam membuat rencana untuk
memenangkan perang. Konsep ini relevan pada zaman dahulu yang sering di
warnai perang dimana jendral dibutuhkan untuk memimipin sesuatu angkatan
perang.26
Henry Mintsberg mendefinisikan strategi sebagai 5P, yaitu: strategi
sebagai Perspektif, strategi sebagai Posisi, strategi sebagai Perencanaan,
strategi sebagai Pola kegiatan dan strategi sebagai Penipuan (ploy) yaitu
muslihat rahasia. Sebagai perfektif, dimana strategi dalam membentuk misi
menggambarkan perfektif kepada semua aktifitas. Sebagai posisi, dimana cari
pilihan untuk bersaingan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa strategi
adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa-bangsa untuk
melaksanakan kebijakan tertentu di dalam perang dan damai, atau rencana
yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.27
Juga
disebutkan bahwa strategi berarti rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran khusus.28
Strategi berkaitan dengan arah dan tujuan kegiatan jangka panjang
suatu organisasi, karena organisasi tanpa adanya strategi tidak akan berjalan
semaksimal mungkin. Langkah pertama dalam menentukan strategi jangka
26 Hendrawan Supratikno, Advanced Strategic Manajement: Bact To Basic Approach (Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2003), h.19. 27 Hasan Alwi, dkk., Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Ketiga, (jakarta: Balai Pustaka, 2005) h. 1092 28
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/strategi diakses pada 18 September 2017, pukul 15.25 WIB.
16
panjang adalah meletakan tujuan-tujuan yang jelas, secara teoritis hal ini dapat
dimengerti.29 Strategi juga sangat terkait dalam menentukan bagaimana suatu
organisasi menempatkan dirinya dengan mempertimbangkan keadaan
sekeliling, terutama pada pesaingnya. Akan tetapi, pesaing bukanlah suatu
halangan yang harus ditakuti atau bahkan dimusuhi. Justru sebaliknya, para
kompetitor di rangkul sebagai mitera komplementer yang saling sinergis,
diantaranya pesaing akan membuka, menciptakan, dan melebarkan pasar.
Pesaing bisa kita jadikan sebagai sumber inspirasi dalam memperbaiki kinerja
manajemen perusahaan sehingga menjadikan perusahaan selalu lebih
profesional. Pesaing dapat mendorong kita bekerja lebih kreatif dalam
menghasilkan produk ataupun jasa dalam bekerja secara efektif dan efisien.30
Strategi juga akan berfungsi untuk mengarahkan tingkah laku
organisasi dalam lingkungannya, pemilihan strategi tentu mencerminkan
bagaimana rencana memadukan kekuatan, kelemahan organisasi, kesempatan
dan hambatan yang terdapat dalam lingkungannya.
Jika disimpulkan dari pengertian-pengertian di atas bahwa strategi
adalah ilmu dan seni menggunakan kemampuan bersama sumber daya dan
lingkungan secara efektif yang terbaik, karena strategi merupakan kunci dari
terlaksananya misi yang ada dalam suatu perusahaan atau lembaga untuk
mencapai tujuan yang lebih baik.
2. Managemen Strategi
Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu untuk
memformulasi, mengimplementasi dan mengevaluasi keputusan tingkat fungsi
yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuan. Hadari Nawawi
mengatakan bahwa manajemen strategi adalah perencanaan berskala besar
(perencanaan strategis) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang
29 David Faulkner dan Gerry Johnson, Seri Strategi Manajement, Ter. Dari Strategic Manajement
The Challenge Of Strategic Management, oleh Elex Media (Jakarta, PT. Elex Media Komputindo,
1992), h. 5 30 Abdullah Amrin, Strategi Pemasaran Asuransi Syariah, ( Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2007 ), h.7-8
17
jauh (visi), yang ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak atau
keputusan yang bersifat standar dan prinsipil agar memungkinkan organisasi
berinteraksi secara efektif (misi). Dalam usaha menghasilkan sesuatu
perencanaan operasional untuk menghasilkan barang dan jasa serta pelayanan
yang berkualitas, dengan di arahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan
strategi dan berbagai saran (tujuan operasional organisasi).31
3. Tahapan Strategi
Strategi juga melalui berbagai tahap dalam prosesnya, secara garis
besar strategi melalui tiga tahapan, yaitu :32
a. Perumusan Strategi
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah merumuskan strategi
yang akan di lakukan. Sudah termasuk di dalamnya adalah pengembangan
tujuan, mengenai peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan
kelemahan secara internal, menetapkan suatu objektifitas, menghasilkan
strategi alternatif, dan memilih strategi untuk dilaksanakan. Dalam
perumusan strategi juga di tentukan suatu sikap untuk memutuskan,
memperluas, menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam proses
kegiatan.
b. Implementasi Strategi
Setelah kita merumuskan dan memilih strategi yang telah di
tetapkan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan strategi yang
telah di tetapkan tersebut. Dalam tahap pelaksanaan strategi yang telah
dipilih sangat membutuhkan komitmen dan kerjasama dari seluruh unit,
tingkat dan anggota organisasi.
c. Evaluasi Strategi
Tahap akhir dari strategi ini adalah evaluasi. Strategi ini di
perlukan karena keberhasilan yang telah dicapai dapat diukur kembali
31 Stainer, George dan John Miller, Manajemen Strategi, Jakarta :Erlangga, 2008). H. 65 32
Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep, Ter. Dari Strategic Manajement (Jakarta:
Prenhalindo, 2002), h.30
18
untuk menetapkan tujuan berikutnya. Evaluasi menjadi tolak ukur untuk
strategi yang akan dilaksanakan kembali oleh suatu organisasi dan evaluasi
sangat diperlukan untuk memastikan sasaran yang dinyatakan telah
dicapai. Ada tiga macam kegiatan mendasar untuk mengevaluasi strategi,
yakni :
1. Meninjau faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar
strategi. Adanya perubahan yang akan menjadi suatu hambatan
dalam pencapaian tujuan, begitu pula dengan faktor internal yang
diantaranya strategi tidak efektif atau hasil implementasi yang
buruk dapat berakibat buruk pula bagi hasil yang akan dicapai.
2. Mengukur prestasi (membandingkan hasil yang diharapkan dengan
kenyataan). Prosesnya dapat dilakukan dengan menyelidiki
penyimpangan dari rencana, mengevalusasi prestasi individu dan
menyimak kemajuan yang dibuat ke arah pencapai sasaran yang
dinyatakan. Kriteria untuk mengevaluasi strategi harus dapat
diukur dan mudah dibuktikan. Kriteria untuk meramalkan hasil
lebih penting dari pada kriteria yang mengungkapkan apa yang
terjadi.
3. Mengambil tindakan korektif untuk memastikan bahwa prestasi
sesuai dengan rencana. Dalam hal ini tidak harus berarti bahwa
strategi yang ada ditinggalkan atau harus merumuskan strategi
yang baru. Tindakan korektif di perlukan bila tindakan atau hasil
tidak sesuai yang dibayangkan semula atau pencapaian yang
diharapkan.
Dari tahapan strategi di atas bahwa merumuskan,
mengimplementasi dan mengevaluasi suatu strategi itu harus dilakukan
untuk kelancaran sebuah kegiatan ataupun program. Karena fungsi
merumuskan, mengimplementasi dan mengevaluasi dari sebuah strategi itu
dapat mengembangkan sebuah tujuan yang akan dicapai oleh organisasi
maupun lembaga. Dalam hal ini, suatu perusahaan atau lembaga akan
19
dapat mengukur sejauh mana kegiatan atau program yang sudah di
laksanakan dengan baik.
B. Konsep Fundraising
1. Pengertian Fundraising
Menurut bahasa fundraising berarti penghimpunan dana atau
penggalanagan dana, sedeangkan menurut istilah fundraising merupakan suatu
upaya atau proses kegiatan dalam rangka menghimpun dana zakat, infak, dan
sedekah, wakaf, serta sumber dana lainnya dari masyarakat baik individu,
kelompok, organisasi dan perusahaan yang akan disalurkan dan
didayagunakan untuk musthaik.33
Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa fundraising
adalah sebuah cara untuk mempengaruhi masyarakat agar mau mengeluarkan
sedikit penghasilannya untuk melakukan amal kebajikan dalam bentuk
pemberian dana atau sumber daya lainnya yang bernilai, untuk diberikan
kepada masyarakat yang berhak menerimanya seperti, kaum fakir, miskin dll.
Fundraising juga dapat diartikan proses mempengaruhi masyarakat
baik perseorangan sebagai individu atau perwakilan masyarakat maupun
lembaga agar menyalurkan dananya kepada sebuah organisasi.34 Kata
mempengaruhi masyarakat mengandung banyak makna: Pertama, dalam
kalimat diatas mempengaruhi bisa diartikan memberitahukan kepada
masyarakat tentang seluk beluk keberadaan Lembaga Zakat atau Wakaf
Kedua, mempengaruhi dapat juga bermakna mengingatkan dan
menyadarkan. Artinya mengingatkan kepada donator untuk sadar bahwa
dalam harta yang dimilikinya bukan seluruhnya oleh dari usahanya secara
mandiri. Karena manusia bukanlah lahir sebagai mahluk individu saja, tetapi
juga memfungsikan dirinya sebagai mahluk sosial. Kesadaran yang seperti
inilah yang diharapkan oleh lembaga perwakafan dalam mengingatkan para
33 Manajemen Pengelolaan Zakat (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat, Dierektorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2009), h. 65. 34 April Purwanto, Manajemn Fundraising bagi Organisasi Pengelola Zakat, (Yogyakarta: Sukses, 2009), h. 12.
20
donator. Sehingga penyadaran dengan mengingatkan secara terus menerus
menajdikan individu dan masyarakat terpengaruh dengan program dan
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukannya.
Ketiga, mempengaruhi dalam arti mendorong masyarakat, lembaga dan
individu untuk menyerahkan sumbangan dana baik berupa zakat, infaq,
sedekah, wakaf dan lain-lain kepada lembaga zakat dan wakaf dalam
melakukan fundraising juga mendorong kepedulian sosial dengan
memperhatikan prestasi kerja annual report kepada calon donator. Sehingga
ada kepercayaan dari para calon donator setelah mempertimbangkan segala
sesuatunya.
Keempat, mempengaruhi untuk membujuk para donator untuk
berinteraksi. Pada dasarnya keberhasilan suatu fundraising adalah keberhasilan
dalam membujuk para donator untuk memberikan sumbangan dananya kepada
organisasi pengelola zakat dan lembaga perwakafan. Maka tidak ada artinya
suatu fundraising tanpa adanya interaksi.
Kelima, dalam mengartikan fundraising sebagai proses mempengaruhi
masyarakat, mempengaruhi juga dapat diterjemahkan memberikan gambaran
tentang bagaimana proses kerja, program dan kegiatan sehingga menyentuh
dasar-dasar nurani seseorang. Gambaran-gambaran yang diberikan inilah yang
diharapkan bisa mempengaruhi masyarakat sehingga mereka bersedia
memberikan sebagian dana yang dimiliknya sebagai sumbangan dana zakat,
infaq, shadaqah, dan wakaf kepada lembaga.
Keenam, mempengaruhi dalam pengertian fundraising dimaksudkan
untuk memaksa jika diperkenankan. Bagi lembaga zakat dan wakaf, hal ini
bukanlah suatu fitnah, atau kekhawatiran akan menimbulkan keburukan.
Tentunya paksaan ini dilakukan dengan ahsan sebagai perintah Allah dalam
Al-Qur‟an yang berbunyi:
صم ب ى ث ك ز ج ى ش ط ة ج ق ذ ى ص ن ا ي أ ز ي خ
ى ه ع ع س هللا ى ن ك ك س ج ل ص إ ى ه ع
Artinya: “Ambillah shodaqah dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
21
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”35
2. Tujuan Fundraising
Adapun tujuan fundraising sebagai berikut:
1. Tujuan menghimpun dana adalah sebagai tujuan fundraising yang
paling mendasar. Dana dimaksudkan adalah dana maupun daya operasi
pengelolaan lembaga. Termasuk dalam pengertian dana adalah barang
atau jasa yang memiliki nilai material.
2. Tujuan kedua adalah menambah calon donatur atau menambah
populasi donatur. Lembaga yang melakukan fundraising harus terus
menambah donaturnya. Untuk menambah jumlah donasi, ada dua cara
yang dapat ditempuh, yaitu menambah donasi dari setiap donatur dan
menambah jumlah donatur baru.
3. Aktifitas fundraising berdampak pada citra lembaga yang
menerapkannya. Citra ini dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan dampak positif terhadap penilaian masyarakat terhadap
lembaga.
4. Tujuan berikutnya ialah memuaskan donatur. Tujuan ini merupakan
tujuan yang tertinggi dan bernilai jangka panjang, meskipun dalam
pelaksanaan kegiatan secara teknis dilakukan sehari-hari. Kepuasan
donatur akan berpengaruh terhadap donasi yang akan diberikan kepada
lembaga.36
3. Unsur-unsur Fundraising
Adapun unsur-unsur fundraising, sebagaimana dijelaskan oleh
Purwanto yaitu berupa analisis kebutuhan, segmentasi, identitas profil
35
Al-Qur‟an Al-Kariim, Surat At-Taubah Ayat: 103. 36
Miftahul Huda, Pengelolaan Wakaf dalam Perspektif Fundraising (Studi tentang Penggalangan
Wakaf pada Yayasan Hasyim Asy’ari Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Yayasan Badan
Wakaf Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan Yayasan Dana Sosial Al-Falah Surabaya),
(Kementrian Agama RI, 2002), h. 36.
22
donator, produk, harga biaya transaksi, dan promosi.37
Substansi dari
fundraising yaitu berupa program, yakni kegiatan dari implementasi visi dan
misi lembaga yang jelas sehingga masyarakat mampu tergerak untuk
melakukan perbuatan filantropinya. Dalam hal ini lembaga dapat
mengembangkan program dengan siklus manajemen fundraising. Siklus
tersebut yaitu membuat kasus program, melakukan riset segmentasi calon
donator, menentukan teknik yang tepat digunakan untunk penggalangan
sumber dana/daya tersebut, dan melakukan permintaan secara menyeluruh
baik proses, efektifitas, maupun hasilnya.38
Norton mengemukakan mengenai langkah yang perlu diperhatikan
dalam menerapkan fundraising yang baik, diantaranya sebagai berikut:39
a. Terlebih dahulu menentukan kebutuhan, yakni sejauh mana pentingnya
sebuah lembaga berada, apakah pada posisi agar semata lembaga tetap
berjalan atau meningkatkan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan yang
semakin bertambah. Faktor yang perlu diperhatikan adalah seperti
pengembangan modal, dana abadi, mengurangi hidup bergantung pada
pihak luar, dan mengembangkan sumber dana independen.
b. Mengidentifikasi sumber dana/daya dan menilai peluang. Misalnya,
dalam penyusunan strategi dukungan dari perorangan, masyarakat
diajak menjadi anggota atau memberikan sumbangan dengan berbagai
model sumbangan. Lalu kemudian digali mana yang dijadikan sebagai
sumber utama mendapatkan sumeber dana/daya.
c. Mengidentifikasi hambatan. Ada hambatan yang timbul karna sifat
organisasi dan apa yang diperjuangkannya, ada yang timbul dari diri
organisasi sendiri.
37
Miftahul Huda, Pengelolaan, h. 37. 38
Miftahul Huda, Pengelolaan, h. 36 39
Miftahul Huda, Pengelolaan, h. 40
23
4. Konsep Fundraising dalam Islam
Pada awal masa Nabi Muhammad SAW, sumber daya negara Islam
pada saat itu sangat terbatas sehingga sulit mengatur pengadaan barang-barang
untuk public. Dalam pembangunan Masjid Nabawi menggunakan pendanaan
dari sumbangan tanah dan tenaga sukarela. Dalam perang tabuk, 30.000
pasukan dan 10.000 ekor kuda sepenuhnya dibiayai oleh sumbangan sukarela.
Bahkan ada sahabat yang menawarkan untuk membeli sumur agar dapat
digunakan umat pada masa kekeringan. Masyarakat Islam melakukan hal
tersebut karena memiliki motivasi yang kuat tentang ajaran agama. Umar Bin
Abdul Aziz sebagai khalifah gemar bersedekah dan wara’. Beliau menjadi
seorang zahid yang hanya mencari kehidupan akhirat yang abadi. Secara tidak
langsung, hal ini memberikan sumbangsih terhadap faktor-faktor
mempengaruhi sistem administrasi serta psikologi pejabat dan para
rakyatnya.40
Hal mana yang diharapkan dengan hadirnya undang-undang tentang
wakaf di Indonesia membuat konstruksi perwakafan sebagai bingkai dan
acuan pengaturan dalam pelaksanaan pengelolaan wakaf di Indonesia. Siapa
yang menjadi oprasiaonal, siapa yang menjadi pengawas dan siapa yang
mengupayakan perundang-undangan wakaf sehingga sistem pengelolaan
wakaf terstruktur, operasi serta sasaran pencapaiannya menjadi terarah dan
jelas.
C. Konsep Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Secara etimologi, kata wakaf berasal dari bahasa Arab waqf, kata
kerjanya yaitu waqafa-yaqifu yang berarti “menahan” atau “berhenti”,
“berdiri” atau “diam di tempat”. Artinya menahan harta untuk diwakafkan
atau menahannya untuk tidak dipindah milikkan. Kata wakaf sama dengan
40
http://www.Hendrakholid.net/blog/2010/03/16/ diakses pada Tanggal 25 September 2017.
24
habs, yang keduanya merupakan kata benda.41 Selanjutnya kata waqf lebih
popular digunakan untuk makna mauquf, artinya yang ditahan, yang
diberhentikan atau yang diragukan, dibandingkan dengan makna suatu
transaksi.42
Adapun secara terminologi, para ahli fiqih berbeda pendapat dalam
mendefinisikan wakaf, sehingga mereka berbeda pula dalam memandang
hakikat wakaf itu sendiri. Berikut adalah beberapa pendapat mengenai
pengertian wakaf seperti yang dikutip oleh Ahmad Rodoni sebagai berikut:
a. Mazhab Hanafiyah
Wakaf adalah menahan benda orang yang berwakaf (waqif) dan
menyedekahkan manfaatnya untuk kebaikan.
b. Mazhab Malikiyah
Wakaf adalah menjadikan harta sang waqif, baik berupa sewa atau
hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak, dengan penyerahan
berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang
mewakafkan (waqif).
c. Mazhab Syafi‟iyah
Wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya,
dengan tetap utuhnya barang dan barang tersebut lepas dari milik orang
yang mewakafkan (waqif) serta dimanfaatkan untuk sesuatu yang
diperbolehkan oleh agama.
d. Mazhab Hanabilah
Wakaf adalah menahan secara mutlak kebebasan pemilik harta
dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat dengan utuhnya harta,
dan memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta tersebut, sedangkan
41 Kementrian Agama RI, Wakaf Uang dan Prospek Ekonomi di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2013), h. 10. 42 Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan dan Implementasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat: Implementasi Wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor (Jakarta: Kementrian Agama, 2010), h. 77.
25
manfaatnya diperuntukan bagi kebaikan dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT.43
e. Undang-Undang No. 41 Tentang Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari‟ah.44
Dari beberapa pengertian wakaf yang telah dikemukakan tersebut
dapat disimpulkan, bahwa pada prinsipnya wakaf merupakan perbuatan
menyedekahkan harta atau benda untuk ditahan pokoknya dan disalurkan
hasilnya untuk kebajikan dan kemaslahatan umat dengan tujuan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Dasar Hukum Wakaf
Wakaf disyariatkan setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah pada Tahun
ke dua Hijriyah. Para fuqaha bersepakat bahwa perintah wakaf secara tersirat
terdapat di beberapa firman Allah SWT. Karenanya, mayoritas ulama
berpendapat bahwa hukum wakaf adalah sunnah mustahab (sangat
dianjurkan).45
a. Dasar Hukum Wakaf dalam Al-Qur‟an
1) Surat Al-Baqarah (2) ayat 216:
ة ج م ح ر ك م هللا ج ى ف س ن ا ي أ ق ف ز ن م ا ر ي
هللا ة ج ح ة بئ ة ي ه ج م س م ف ك بث ع س ج حث س ج أ
ى ه ع ع اس هللا بء ش ن ف بع ض
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-
43
Ahmad Rodoni, Investasi Syari’ah (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 195. 44
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 4. 45
Kementrian Agama RI, Wakaf Uang dan Prospek Ekonomi di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2013), h. 14.
26
tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.”46
2) Surat Al-Baqarah (2) ayat 267:
ب ي ى ح ج س ب ك بت ي ج ط ا ي ق ف ا أ آي ز ن ب ا ب أ
د ي ج خ ن ا ا ل ج سض ال ى ي ك ب ن ج ش خ أ
ا أ ه اع ضا ف غ ج أ ل إ ز آخ ى ث ح س ن ق ف ج
ذ ح غ هللا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.”47
3) Surat Ali Imran (3) ayat 92:
ا ق ف ب ج ي ج ح ب ج ا ي ق ف ى ج ح ش ح ج ن ا ا بن ج ن
ى ه ع ث هللا إ ء ف ش ي
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian
harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”48
b. Dasar Hukum Wakaf dalam Sunnah
Dalam beberapa hadits diriwayatkan, bahwasanya praktek wakaf
telah dilaksanakan pada masa Rasulullah SAW. Ada banyak riwayat yang
menceritakan tentang perintah wakaf, diantaranya adalah sebagai berikut:
46
Al-Qur‟an Al-Kariim, Surat Al-Baqarah Ayat: 261. 47
Al-Qur‟an Al-Kariim, Surat Al-Baqarah Ayat: 267. 48
Al-Qur‟an Al-Kariim, Surat Ali Imran Ayat: 92.
27
1) Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh:
عهى ذلخ: صذقة جبسة، ه إل ي قطع ع آدو ا إرا يبت اث
نذ صبنح ذع ن ، حفع ث
Artinya: “Jika seorang manusia meninggal dunia, maka
terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga hal; sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu
mendoakannya.”[HR. Muslim]49
2) Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar:
صهى هللا عه سلو جش فؤجى انج ش أسضب ثخ أصب ة ع
جش نى ل هللا إ أصجث أسضب ثخ ب فقبل ب سس سحؤيش ف
شئث قبل إ ب جؤيش ث ف ذي ي فس ع أ أصت يبل قظ
ل جبع ش أ ق ثب ع قث ثب قبل فحصذ جصذ حجسث أصهب
ل سخ ف انقشثى أصهب ش ف انفقشاء قبل فحصذق ع
ف ل جبح عهى انض م ج انس ث م هللا ف سج قبة ف انش
ل ش يح قب غ طعى صذ عشف أ ب ثبن ؤكم ي ب أ ن ي
ش يحؤذم ف نفظ : غ ف
Artinya: “Umar mendapatkan bagian tanah di Khaibar, lalu dia
menemui Nabi SAW untuk meminta pendapat tentang tanah
itu. Dia berkata, „wahai Rasululllah, sesungguhnya aku
mendapat bagian tanah di Khaibar, dan aku tidak mendapatkan
harta yang lebih berharga dari tanah ini. Maka apa yang engkau
perintahkan kepadaku tentang tanah itu?‟ Beliau menjawab,
„jika engkau menghendaki, maka engkau dapat menahan
tanahnya dan engkau dapat menshadaqahkan hasilnya‟.
Abdullah bin Umar berkata, „Maka Umar menshadaqah kan
hasilnya, hanya saja tanahnya tidak dijual atau diwariskan‟. Dia
berkata, „Maka Umar menshadaqahkan hasilnya untuk orang-
orang fakir, kerabat, untuk memerdekakan budak wanita, di
jalan Allah, orang dalam perjalanan, orang lemah, dan tidak
ada salahnya bagi orang yang mengurusnya untuk memakan
darinya secara ma‟ruf, atau untuk memberi makan teman,
49
Muslim, Shahih Muslim (Riyadh: Darus-Salam, 1998), h. 716.
28
selagi tidak mengambil secara berlebihan. Dalam suatu lafazh
disebutkan, „Selagi bukan untuk ditumpuk‟.”50
3. Rukun dan Syarat Wakaf
a. Rukun Wakaf
Rukun berasal dari Bahasa Arab yang berarti suatu pilar yang kuat
dan agung. Sedangkan dalam pandangan ulama fiqih, rukun adalah bagian
dari suatu hakikat.51 Mengenai jumlah rukun wakaf, terdapat beberapa
perbedaan pendapat antara mazhab Hanafi dengan jumhur fuqaha.
Menurut ulama mazhab Hanafi bahwa rukun wakaf itu hanya ada satu,
yaitu akad yang berupa ijab (pernyataan dari waqif). Sedangkan qabul
(pernyataan menerima wakaf) tidak termasuk rukun bagi ulama mazdhab
Hanafi disebabkan akad tidak bersifat mengikat.
Menurut jumhur ulama dari mazhab Syafi‟i, Maliki dan Hambali
terdapat empat rukun wakaf atau unsur utama wakaf, yaitu:
1. Waqif (Orang yang berwakaf)
2. Mauquf Bih (Benda atau harta yang diwakafkan)
3. Mauquf ‘alaih (Penerima manfaat wakaf)
4. Sighat (Pernyataan atau Ikrar wakaf dari Waqif)52
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf Pasal 6 dijelaskan bahwa wakaf harus memenuhi 6 unsur atau
rukun wakaf, diantaranya:
1. Wakif
Wakif, dalam PP, orang atau orang-orang atau badan hukum
yang mewakafkan tanah miliknya. Karena mewakafkan tanah itu
merupakan suatu perbuatan hukum, maka wakif haruslah memenuhi
beberapa syarat untuk melakukan tindakan hukum. Syaratnya adalah:53
50
Muslim, Shahih, h. 717. 51 Kementrian Agama RI, Dinamika Perwakafan di Indoneia dan Berbagai Belahan Dunia (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2013),
h. 16. 52
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia (Ciputat: Ciputat Press, 2005), h. 17. 53
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2012), h. 106-107.
29
(a) Dewasa
(b) Sehat akalnya
(c) Tidak terhalang melakukan tindakan hukum
Dalam hukum Islam ada 2 hal yang menjadi syarat seorang
wakif yaitu, baligh dan rasyid. Baligh lebih menitikberatkan pada usia,
sedang rasyid adalah kematangan pertimbangan akal.54
Badan hukum Indonesia yang dapat menjadi wakif adalah
badan hukum yang memenuhi syarta yang ditentukan dalam Peraturan
Pemerintah No. 38 Tahun 1963, yaitu badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah. Badan-badan hukum dimaksud ialah
Bank Negara, Perkumpulan Koperasi Pertanian, Badan Keagamaan
yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri (dahulu oleh Menteri
Pertanian dan Agraria), dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Menteri
Dalam Negeri. Yang bertindak atas nama badan-badan hukum tersebut
adalah pengurusannya yang sah menurut hukum.55
2. Nadzir
Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakf dari
wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan
peruntukannya.56
Dalam hukum fikih tradisional, nadzir tidak
termasuk dalam rukun (unsur-unsur) wakaf. Orang dapat saja menjadi
nadzir, bila wakif menunjuknya. Para fuqaha dahulu berpendapat
bahwa nadzir tidak harus orang lain atau kelompok orang. Wakif
sendiri dapat menjadi nadzir atas harta yang diwakafkannya sendiri.57
Dalam hal wakif mewakafkan hartanya kepada Nazhir bukan
berarti Nazhir memiliki kekuasaan mutlak terhadap harta benda wakaf
yang dikelolanya. Jadi, nazhir hanyalah memiliki kekuasaan untuk
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Namun demikian,
54
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Wakaf-Ijarah-Syirkah (Bandung: Alma‟arif, 1977),
h. 10. 55
Muhammad Daud Ali, Sistem, h. 107. 56
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 4. 57
Muhammad Daud Ali, Sistem, h. 112.
30
wakif tetap memiliki hak perhasilan dari harta wakaf yang dikelolanya.
Maka dari itu sangat dianjurkan bahwa nazhir memiliki Profesionalitas
dan memahami betul tentang ajaran agama.58
Dalam Pasal 9 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf dijelaskan bahwa Nadzir itu meliputi, perseorangan, organisasi,
dan/atau badan hukum.
Syarat-syarat seorang Nadzir pun dibagi kedalam syarat
perseorangan, organisasi, dan badan hukum. Untuk syarat nadzir
perseorangan seperti dijelaskan dalam pasal 9 ayat (1) Undang-unda
No. 41 Tahun 2004 yang diantaranya:
a. Warga Negara Indonesia
b. Beragama Islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
Organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 hanya dapat
menjadi Nadzir apabila memenuhi persyaratan:
a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan
nadzir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
b. Organisasi yang bergerak dibidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Adapun badan hukum yang sebagaimana dimaksud pasal 9
hanya dapat menjadi Nadzir apabila memenuhi persyaratan:59
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi
persyaratan nadzir perseorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
58
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Tanya Jawab Wakaf, h. 11. 59
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 7-8.
31
c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak dibidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Nadzir wakaf, entah itu perorangan, organisasi maupun juga
badan hukum harus terdaftar pada Kantor Urusan Agama (KUA)
kecamatan setempat untuk mendapat pengesahan dari kepala KUA
kecamatan yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.
Pendaftaran itu dimaksudkan untuk menghindari perbuatan
perwakafan yang menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dan juga
untuk memudahkan pengawasan.60
3. Harta Benda Wakaf
Yang dapat dijadikan Harta benda wakaf menurut PP itu,
adalah tanah hak milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan,
sitaan, dan perkara. Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa wakaf adalah sesuatu yang sifatnya suci dan abadi.
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki
dan dikuasai oleh wakif secara sah.
Dalam Pasal 16 Undang-undan No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf Harta beda wakaf dapat diklasifikasikan menjadi benda tidak
bergerak dan benda bergerak.61
Benda tidak bergerak itu seperti:
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
60
Muhammad Daud Ali, Sistem, h. 113. 61
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 10.
32
Dan benda bergerak sebagaiman dimaksud, adalah harta benda
yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
a. Uang.
b. Logam mulia.
c. Surat berharga.
d. Kendaraan.
e. Hak atas kekayaan intelektual.
f. Hak sewa.
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dan juga, ketika seorang Wakif mewakafkan hartanya, maka
hartanya pun harus memenuhi persyaratan berikut:62
a. Harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu
yang lama, tidak habis sekali pakai. Pemanfaatan itu haruslah
untuk hal-hal yang berguna, halal dan sah menurut hukum.
b. Harta yang diwakafkan haruslah jelas wujudnya, dan pasti
batas-batasnya.
c. Benda tersebut harus benar-benar kepunyaan Wakif dan bebas
dari segala beban.
d. Harta yang diwakafkan itu dapat berupa buku-buku, saham,
surat-surat berharga dan sebagainya. Dan harus dipastikan
bahwa penggunaan saham atau modal tidak untuk usaha-usaha
yang bertentangan dengan ketentuan syariah.
4. Ikrar Wakaf
Ikrar Wakaf atau Sighat adalah pernyataan kehendak dari wakif
untuk mewakafkan hartanya. Dan dengan pernyataan itu, maka
tanggallah hak wakif atas benda yang diwakafkannya. Benda itu
kembali menjadi hak mutlak milik Allah yang nantinya akan
62
Ahmad Azhar Basyir, Hukum, h. 10.
33
dimanfaatkan oleh orang atau orang-orang yang disebut dalam ikrar
wakaf tersebut.63
Ikrar wakaf yang lebih bertata cara, namun masih dalam
kategori sederhana, dapat dilihat dalam suasana masyarakat pedesaan.
Dimana seseorang yang hendak mewakafkan tanahnya
memberitahukan kehendaknya itu pada seorang kiai atau orang yang
dipercayainya. Wakif bersama dengan kiai dan beberapa orang saksi
pergi ke kepala desa pada waktu yang ditentukan. Di hadapan kepala
desa, wakif menyatakan maksudnya untuk mewakafkan tanahnya. Dan
pada saat itu pula, kepala desa mencatat tanah wakaf itu dalam buku
catatan desa. Atau terkadang wakif mengundang kiai, saksi dan
beberapa orang yang bersangkutan untuk meng-ikrarkan wakafnya.64
Dalam Pasal 18 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 dijelaskan
bahwa jika wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau
tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang
dibenarkan oleh hukum. Wkif dapat menunjuk kuasanya dengan surat
kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.
Lalu ditetapkan pula persyaratan untuk saksi Ikrar wakaf ini,
diantaranya:65
a. Dewasa
b. Beragama Islam
c. Berakal sehat
d. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
5. Peruntukan Harta Benda Wakaf
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 menjelaskan bahwa dalam
rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf 1 harta benda wakaf hanya
dapat diperuntukan bagi:
63
Ahmad Azhar Basyir, Hukum, h. 5. 64
Zul Asyri, Masalah Sighat (Ikrar) Menurut Konsepsi Para Mujtahidin dan menurut PP No. 28
dan yang Berlaku dalam Masyarakat Indonesia (Jakarta: Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah, 1985), h. 8. 65
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 11.
34
a. Sarana dan kegiatan ibadah
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
c. Bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu,
beasiswa
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-
undangan.
Dalam hal penentuan peruntukan harta benda wakaf wakif
tidak memiliki hak untuk itu. Sedangkan Nadzir dapat menetapkan
peruntukan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi
wakaf.66
6. Jangka Waktu Wakaf
Wakaf menurut difinisi ulama adalah menyerahkan harta
miliknya yang dapat dimanfaatkan untuk selamanya serta
mengabadikan pokoknya. Sedangkan wakaf menurut Undang-undang
nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf bahwa wakaf adalah perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Menurut kedua definisi ini jelas bahwa wakaf menurut
paradigma para ulama fiqh adalah untuk selamanya. Akan tetapi
berdasarkan ijtihad para ulama kontemporer bahwa wakaf adalah
perbuatan baik yang esensinya adalah untuk kemalaslahan maka wakaf
harta yang dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu
diperbolehkan.
Seringkali konotasi wakaf adalah kuburan, masjid atau
madrasah yang semuanya tidak bernilai ekonomi dan jarang sekali
masyarakat memaknai wakaf sebagai instrument ekonomi, produktif
66
Kementrian Agama RI, Himpunan, h. 12.
35
dan memberi kesejahteraan. Karenanya banyak harta wakaf yang
membebani masyarakat daripada mnghasilkan pendapatan.
Pada dasarnya wakaf adalah abadi dan untuk kesejahteraan.
Pada prinsipnya, Wakaf tidak boleh diwariskan, tidak boleh dijual dan
tidak boleh dihibahkan. Menurut Imam Syafi‟i, harta wakaf selamanya
tidak boleh ditukarkan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, harta
benda wakaf dapat ditukar jika harta wakaf tersebut sudah tidak dapat
dikelola sesuai peruntukan kecuali dengan ditukar atau karena
kemaslahatan umum.
Sedangkan menurut Undang-undang nomor 41 tahun 2004
tentang wakaf, Pasal 40 bahwa harta benda wakaf tidak dapat
dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, dan ditukar.
Pasal 41 menjelaskan perubahan status wakaf atau penukaran harta
wakaf dapat dilakukan apabila harta benda wakaf yang telah
diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan
rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan
syariah.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang
pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 tentang wakaf bahwa harta
benda wakaf tidak dapat ditukarkan kecuali karena alasan rencana
umum tata ruang (RUTR), harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan
sesuai ikrar wakaf, atau pertukaran dilakukan untuk keperluan
keagamaan secara langsung dan mendesak. Harta benda wakaf yang
telah dirubah statusnya wajib ditukar dengan dengan harta benda yang
bermanfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta
benda wakaf semula. Penukaran dapat dilakukan oleh Menteri Agama
RI setelah mendapat rekomendasi dari pemerintah daerah
kabupate/kota, kantor pertanahan kabupaten/kota, Majelis Ulama
Indonesia kabupaten/kota, kontor Departemen Agama Kabupaten/kota,
dan Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan.
36
Oleh karenanya, penukaran tanah wakaf pada dasarnya tidak
boleh kecuali karena alasan kemaslahatan yang mendesak. Merubah
status harta benda wakaf harus ditukar dengan yang senilai harganya
dan harus melalui prosedur yang telah ditetapkan. Tdak boleh merubah
status tanah wakaf berupa kuburan karena selain perubahan status
tanah wakaf yang tidak boleh ditukar juga penggalian kuburan
menurut hukum Islam pada prinsipnya haram. Maka hukum merubah
tanah wakaf berupa kuburan hukumnya haram dan dilarang oleh
undang-undang kecuali karena kemaslahatan yang bersifat
mendesak.67
b. Syarat Wakaf
Di samping rukun-rukun wakaf tersebut diatas, ada pula syarat-
syarat sahnya suatu perwakafan benda atau harta seseorang. Syarat-syarat
itu adalah sebagai berikut:
1. Perwakafan benda itu tidak dibatas dalam hal jangka waktu. Wakaf
yang diberikan itu untuk selamanya. Jika suatu wakaf memiliki
jangka waktu maka wakaf tersebut dinyatakan tidak sah.
2. Tujuan dari wakaf harus disebutkan secara jelas. Tanpa tujuan
yang jelas, maka wakaf tersebut tidaklah sah. Namun jika wakaf
diserahkan kepada suatu badan hukum yang sudah memiliki tujuan
yang jelas, maka wewenang untuk menentukan tujuan wakaf itu
diserahkan kepada badan hukum tersebut.
3. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ikrar wakaf dinyatakan
oleh wakif tanpa menggantungkan pelaksanaannya pada suatu
peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
67
http://www.pkesinteraktif.com/konsultasi/wakaf/164-alih-fungsi-serta-waktu-harta-wakaf.html
diakses pada Tanggal 18 Oktober 2017.
37
4. Wakaf yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf yang
dinyatakan oleh wakif berlaku seketika dan untuk selama-
lamanya.68
4. Macam Wakaf
a. Wakaf Keluarga atau Wakaf ahli
Yang dimaksud dengan wakaf keluarga atau wakaf ahli (disebut
juga wakaf khusus) adalah wakaf yang khusus diperuntukan bagi orang-
orang tertentu, seseorang atau lebih, baik ia keluarga wakif maupun orang
lain.69
Di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
wakaf ahli ini setelah berlangsung puluhan tahun lamanya, menimbulkan
masalah, terutama wakaf berupa tanah pertanian. Semula wakaf ini sama
seperti wakaf pada umumnya, yaitu demi amal kebajikan menurut ajaran
Islam. Namun kemudian terjadilah penyalahgunaan, seperti:
1) Menjadikan wakaf keluarga tersebut sebagai alat untuk
menghindari pembagian atau pemecahan harta kekayaan pada ahli
waris yang berhak menerimanya, setelah wakif meninggal dunia.
2) Wakaf keluarga itu dijadikan alat untuk mengelakkan tuntutan
kreditor terhadap hutang-hutang yang dibuat seseorang, sebelum ia
mewakafkan hartanya itu.
Oleh karena itu, di beberapa negara, wakaf keluarga ini dibatasi
dan bahkan dihapuskan (di Mesir misalnya, pada Tahun 1952), sebab
praktek wakaf yang menyimpang seperti itu tidak sesuai dengan ajaran
Islam.70
b. Wakaf Umum
Yang dimaksud dengan wakaf khairi atau wakaf umum adalah
wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum.
68
Muhammad Daud Ali, Sistem, h. 88-89. 69
Muhammad Daud Ali, Sistem, h. 90. 70
Nazaroeddin Rachmat, Harta Wakaf (Jakarta: Bulan Bintang, 1964), h. 60.
38
Wakaf ini biasanya berbentuk lembaga sosial seperti, masjid, madrasah,
pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim-piatu, tanah pekuburan, dll.71
Wakaf khairi inilah yang dirasa sangat sesuai dengan ajaran Islam dan
yang dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya
guna memperoleh pahala yang terus mengalir kepada sang wakif,
kendatipun dia telah meninggal dunia, selama wakaf tersebut masih dapat
diambil manfaatnya. Dari bentuk-bentuk yang telah disebutkan, wakaf
khairi ini merupakan wakaf yang paling bisa dinikmati manfaatnya oleh
masyarakat sebagai sarana pen-sejahteraan masyarakat, baik itu dalam hal
keagamaan, ekonomi, sosial, budaya pun juga pendidikan.72
71
Muhammad Daud Ali, Sistem, h. 90. 72
Ahmad Azhar Basyir, Hukum, h. 15.
42
BAB III
GAMBARAN UMUM
PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH 2 CIPINING
A. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining
Memasuki tahun 1985, Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta kebanjiran
calon santri. Sementara jumlah santri yang ada di Darunnajah Ulujami sudah lebih
dari 1.200 santri. Animo masyarakat untuk memasukkan dan menyekolahkan
anaknya ke pesantren ini sangat tinggi. Semakin meningkatnya calon santri ini
menjadi berkah dan kebanggaan tersendiri bagi Darunnajah karena begitu
dipercaya oleh masyarakat luas untuk mendidik dan membina anak mereka.
Hal ini juga sekaligus menjadi permasalahan bagi Darunnajah pada waktu
itu. Kapasitas pesantren yang masih terbatas tidak memungkinkan untuk
menampung semua calon santri sehingga Darunnajah hanya menerima tidak lebih
dari 30% dari calon santri. Banyaknya calon santri yang tidak diterima inilah yang
pada akhirnya mendorong pimpinan dan guru-guru untuk mencari solusi bagi
calon santri yang tidak diterima.
Pengasuh Darunnajah, K.H. Abdul Manaf tidak setuju jika calon santri
yang mau belajar agama di Darunnajah ditolak dan bahkan ia menilai hal itu
sebagai sebuah perbuatan dosa. Melihat kejadian ini, beliau mengatakan kepada
para guru-guru Darunnajah, “Kalian dosa! Para muballigh di masyarakat
menganjurkan agar umat Islam menyekolahkan anak-anak mereka ke pesanren,
sementara mereka yang mendaftar ke pesantren itu kamu tolak. Kamu dosa, cari
solusinya supaya mereka bisa belajar di Pesantren Darunnajah ini.”
Atas dasar inilah, pada tahun 1986 K.H. abdul Manaf mulai berusaha
mencari tanah yang akan dijadikan pesantren. Sebelum akhirnya memutuskan
untuk membeli tanah di Cipining Bogor, beliau sempat mencari ke beberapa
daerah. Pertama mencari ke wilayah Bekasi, namun karena daerah akan dijadikan
sebagai kawasan industri, akhirnya beliau mengurungkan niatnya. Kemudian
berpindah ke wilayah tangerang dan Jonggol. Dan lagi-lagi daerah ini juga
diproyeksikan untuk menjadi kawasan industri. Dengan tetap berikhtiar dan
43
berdo‟a, akhirnya beliau menuju ke cipining. Wilayah ini masih merupakan
kawan hutan dan pegunungan, jalan menuju wilayah ini masih sulit dan rusak. Hal
ini karena banyaknya perkebunan karet di daerah Cipining dan sekitarnya.
Melihat akses jalan menuju Cipining Bogor yang sudah ada, akhirnya
Abdul Manaf memutuskan untuk mendirikan pesantren di wilayah ini.
Proses pembangunan Darunnajah Cipining sempat terjadi hambatan. Hal
ini karena adanya aturan dari pemerintah daerah Kabupaten Bogor tentang izin
prinsip pembelian tanah. Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa orang luar derah
tidak boleh membeli tanah melebihi batas yang ditetapkan. Pemerintah derah
mensyaratkan jika pembelian tanah melebihi batas maka harus ada pembayaran
yang total pembayaran izin prinsipnya lebih mahal dari pada harga tanahnya.
Melalui perantara wali santri Darunnajah yang menyarankan untuk
meminta SK Gubernur Jawa Barat, akhirnya K.H Saifuddin Arief menemui
pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dalam pertemuan itu, ia meminta SK pendirian
pesantren di atas tanah seluas 20 hektar. Namun, pihak pemerintah provinsi
menolak pengajuan seluas 20 hektar karena menurut mereka pembangunan di atas
tanah seluas itu tidak memerlukan SK. SK hanya dikeluarkan untuk tanah
minimal 100 hektar. Setelah terjadi diskusi dan negoisasi, akhirnya disepakati
tanah yang akan dijadikan wakaf di Cipining seluas 70 hektar. Maka kemudian
diterbitkan SK Gubernur Jawa Barat SK Nomor: 593.82/SK.259.S/AGRDA/225-
87.
Luas tanah yang akan dijadikan wakaf dalam SK tersebut menjadi pemicu
bagi Darunnajah untuk membebaskan tanah sesuai dengan yang digambarkan.
Karena dengan SK ini, tidak diperlukan lagi proses perizinan dalam pembangunan
di Pesantren Darunnajah Cipining.
Akhirnya pada tanggal 18 Juli 1988, secara resmi dilakukan peresmian dan
pembukaan Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor dengan membuka program
pendidikan unuk kelas Tarbiyatul Mu‟allimin Al-Islamiyah (TMI) atau setara
dengan Madrasah Tsanawiyah. Dalam pembukaan itu dihadiri oleh pimpinan
Pesantren Darunnajah serta guru-gurunya. Turut hadir pula Pinpinan Pondok
Modern Darussalam Gontor dan beberapa tokoh ulama Kabupaten Bogor.
44
Jumlah santri pada waktu pembukaan pesantren tersebut sebanyak 200
orang yang berasal dari Darunnajah Ulujami Jakarta. K.H. Abdul Manaf
menunjuk K.H. Jamhari Abdul Djalal, Lc. Alumni KMI/IPD Gontor dan
Universitas Ummul Quro Mekah menjadi pengasuh Darunnajah 2 Cipining
Bogor.
Pada tahun 2017, Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining telah memiliki
empat kampus dengan 2300 santri.73
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining berdiri di bawah naungan
Yayasan Darunnajah dan merupakan pengembangan dari Pondok Pesantren
Darunnajah 1 Ulujami Jakarta Selatan. Kurikulum, sistem pengajaran dan jenis
aktifitas santrinya sama.
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining berada di atas tanah wakaf di
Desa Argapura Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat.
Lokasinya strategis yakni di tepi jalan raya yang menghubungkan antara :
1. Jakarta atau Tangerang dengan Jasinga atau Bogor, melalui toll Jakarta
Merak, Bitung LPPU Curug, Legok dan Parung Panjang, atau
2. Bogor atau Bandung dengan Jakarta atau Tangerang, melalui Ciampea,
Leuwi liang, Cigudeg dan Bunar atau Kadaka.
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining adalah lembaga pendidikan dan
da‟wah Islam yang independen tidak berafiliasi kepada partai politik atau
organisasi massa tertentu. Juga tidak terlibat atau berhubungan dengan kelompok
sekte atau ajaran di luar ahlu sunnah wal jama’ah maupun yang dilarang oleh
Pemerintah Republik Indonesi. “Berdiri Di Atas Dan Untuk Semua Golongan”.
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining memliliki visi yaitu, “Mencetak
manusia yang bermuttafaqah fiddin untuk menjadi kader pemimpin
umat/Bangsa.” Dan yang menjadi misi dari pesantren adalah “IMAMA” yang
artinya:74
73
Sofwan Manaf. (2016). Khutbatul ‘Arsy Kedua Pondok Pesantren Darunnajah Pusat Dan
Cabang. Jakarta: Darunnajah Press. hlm: 55-65. 74 http://darunnajah.com/visi-dan-misi/ diakses pada Tanggal 2 Oktober 2017
45
1. Imam : Pemimpin
2. Muttaqien : Bertaqwa
3. „Alim : Berpengetahuan luas („Ulama)
4. Mubaligh : Menyampaikan/Mengaplikasikan ilmunya
5. „Amil : Terampil
B. Susunan Personalia Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining
Dewan Nazhir Yayasan Darunnajah:
1. Pimpinan Pesantren
2. Pengawas Pesantren
3. Sekretaris Pesantren
4. Ka. Biro Keuangan
5. Ka. Biro Pendidikan
6. Ka. Biro Rumah Tangga
7. Ka. Biro Usaha
8. Ka. Biro Dakwah & Humas
9. Ka. Biro Pengkaderan
10. Ka. Biro Pengasuhan
11. Ka. Biro Pramuka & Pengembangan Prestasi Santri
12. Ka. Biro Informasi Teknologi dan Komunikasi
13. Ka. Biro SDM
Tabel 3.1
Susunan Personalia
No. Jabatan/Kedudukan Penanggung Jawab
1 Pimpinan Pesantren K.H. Jamhari Abdul Jalal, Lc.
2 Pengawas Pesantren Drs. Abdur Rasyid
Faruq Abshori, S.Pd.I.
J.J. Juraemi, S.Ag.
3 Sekretaris Pesantren Amin Songgirin, S.H.I.
46
Deni Rusman
Ahmad Abdulloh Khusaeni,
S.Pd.I
4 Ka. Biro Keuangan M. Muddatsir, S.H.I.
5 Ka. Biro Pendidikan Ridha Makky, S.Pd.I.
6 Ka. Biro Rumah Tangga Mustajab Anwar, S.Pd.I.
7 Ka. Biro Usaha Trimo, S.Ag.
8 Ka. Biro Dakwah & Humas Katena Putu Ghandi, S.Ag.
9 Ka. Biro Pengkaderan Ahmad Rosichin, S.Pd.I
10 Ka. Biro Pengasuhan Muhlisin Muhtarom, S.H.I.
11 Ka. Biro Pramuka & Pengembangan
Prestasi Santri
Saefu Hadi Scada, S.Pd.I.,
M.T.
12 Ka. Biro Informasi Teknologi dan
Komunikasi
Sholeh, S.Kom.
13 Ka. Biro SDM H. Musthafa Zahir, Lc., S.Pd.I.
C. Aset Wakaf Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining
Sebagai salah satu lembaga pendidikan Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining memiliki sejumlah aset wakaf untuk dikelola secara produktif agar hasil
pemanfaatannya dapat ditujukan bagi mauquf alaih untuk kemajuan pendidikan
dan dakwah sebagaimana cita-cita Pesantren. Pada Tabel 3.2 menunjukkan aset
wakaf yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining hingga Tahun
2017.
Tabel 3.2
Aset Wakaf Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining
No. Jenis Aset Volume
1 Tanah 87 Ha
2 Sumur Bor 1 Buah
3 Kitab Tafsir Al-Jawahir 3 Buah
47
4 Mobil Bak 1 Buah
5 Motor Tosa 1 Buah
6 Kursi 203 Buah
7 Podium 1 Buah
8 Karpet Acara 17 Buah
9 Kipas Blower 5 Buah
10 Terpal 4 Buah
11 Meja 213 Buah
12 Gerbang Pesantren 1 Buah
Sumber: Wawancara pribadi dengan Bagian Wakaf Organisasi Santri Darunnajah
Cipining (OSDC), saudara Syamsul Wildan.
48
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Strategi Fundraising Harta Benda Wakaf Pondok Pesantren Darunnajah
2 Cipining
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining merupakan sebuah Yayasan
yang bergerak dibidang pendidikan. Pesantren yang pada awalnya terbentuk karna
Darunnajah Pusat yang tidak bisa menampung banyak calon santri kala itu, kini
tengah berkembang dengan pesat di daerah Cipining Kab. Bogor. Meski letaknya
ditengah perkampungan, namun Pesantren Darunnajah Cipining cukup dikenal tak
hanya dikawasan Kab. Bogor saja, tetapi se-Jawa Barat pun mengenal Pesantren
Darunnajah Cipining berkat berbagai kegiatan dan prestasinya dalam bidang
apapun.
Dijelaskan bahwa Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining berdiri
dikarenakan adanya beberapa bantuan berupa wakaf tanah seluas 20 ha di daerah
kampung Cipining. Dan mulai dari saat itulah perwakafan Darunnajah Cipining
mulai berkembang.
Dalam wawancara penulis dengan Anggota Badan Wakaf Darunnajah 2
Cipining, Al-Ustadz H. Trimo beliau menjelaskan bahwa selama kurang lebih 29
Tahun ini Darunnajah telah banyak mengumpulkan harta benda wakaf yang tak
hanya berbentuk tanah saja, tapi ada juga wakaf yang berbentuk bangunan-
bangunan seperti kelas, masjid dll.75
Hingga saat ini Darunnajah Cipining telah mengumpulkan total 87 ha
tanah wakaf dan banyak lagi harta wakaf lain seperti, mobil bak, motor tosa,
kursi, meja sekolah dan banyak lagi. Dan harta wakaf ini sangat membantu
pesantren tentunya untuk melangsungkan kegiatan pendidikan, keagamaan, dan
membantu ekonomi pesantren.
75
Wawancara Pribadi dengan Al-Ustadz H. Trimo, S.Ag., (Anggota Badan Wakaf Darunnajah
Cipining), Bogor, 23 Oktober 2017.
49
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa adanya suatu strategi yang
diterapkan oleh pesantren sehingga mampu mengumpulkan begitu banyak harta
benda wakaf. Lebih jauh, dapat dikatakan bahwa proses pengumpulan wakaf
dalam konteks masa kini sudah banyak mengikuti konsep fundraising. Sumber
utama fundraising dalam wakaf adalah wakif, mengingat proses fundraising wakaf
merupakan hal yang sangat mendasar bagi upaya pengelolaan wakaf, pihak-pihak
yang terkait dan telah diberi wewenang dalam pengelolaan wakaf, harus mampu
meyakinkan masyarakat muslim mengenai pentingnya wakaf. Karenanya lembaga
wakaf harus mencanangkan konteks fundraisingnya dengan strategi yang tepat,
yang dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini:
Bagan 4.1
Bagan di atas adalah merupakan proses awal dari fundraising, dan proses
awal ini akan lebih mudah dilakukan apabila lembaga wakaf memahami bahwa
tujuan fundraising adalah menghimpun dana wakaf, memperbanyak wakif,
meningkatkan citra lembaga, menghimpun simpatisan/relasi pendukung,
meningkatkan kepuasan wakif. Dari sekian tujuan fundraising tersebut, mencapai
kepuasan wakif merupakan tujuan pada tingkatan tertinggi, karena kepuasan wakif
bukan hanya memperdalam kepercayaan publik kepada lembaga pengelola wakaf,
tetapi juga merupakan asset yang harus dipertahankan dalam jangka panjang. Di
samping proses awal fundraising di atas, dalam mencapai tujuan pengumpulan
Proses Fundraising
Mempengaruhi
Memberitahukan
Mengingatkan
Membujuk Merayu
Mendorong
Kesadaran, motivasi,
kepedulian
50
wakaf yang maksimal, proses fundraising juga membutuhkan strategi atau metode
tertentu, yang secara sederhana dapat di baca dalam bagan di bawah ini:76
Bagan 4.2
Dari bagan di atas menunjukkan bahwa metode atau strategi fundraising di
bagi menjadi 2 yaitu: Direct Fundraising (secara langsung) dan Indirect
Fundraising (secara tidak langsung). Fundraising secara langsung adalah tehnik-
tehnik atau cara-cara yang melibatkan partisipasi wakif secara langsung, yaitu
bentuk-bentuk fundraising, di mana proses interaksi dan daya akomodasi terhadap
respon wakif bisa seketika atau langsung. Sedangkan fundraising tidak langsung
adalah tehnik-tehnik atau cara-cara yang tidak melibatkan partisipasi wakif secara
langsung, yaitu bentuk-bentuk fundraising tanpa memberikan daya akomodasi
langsung terhadap respon wakif seketika.
Dalam hasil wawancara dengan berbagai Narasumber, dijelaskan beberapa
strategi yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, yaitu:
1. Menggunakan laba dari usaha yang dilakukan Pesantren.
Pesantren Darunnajah 2 Cipining melakukan beberapa usaha yang
tentunya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi pesantren, dan sebagiannya
digunakan untuk melakukan wakaf.
Beberapa usaha pesantren pun dilakukan berdasarkan apa yang telah
dihasilkan dari harta benda wakaf milik Pesantren Darunnajah 2 Cipining
seperti: 76 Atik Abidah, Analisis Strategi Fundraising Terhadap Peningkatan Pengelolaan ZIS pada
Lembaga Amil Zakat Kabupaten Ponorogo, (Kodifikasia, Volume 10 No. 1, Tahun 2016), h. 179-
180.
Fundraising
Method
Direct Fundraising: Direct Mail,
Direct Advertising, Tele
Hundraising, Presentasi
(pertemuan langsung)
Indirect Fundraising: Advertorial,
Penyelenggaraan Event, Melalui
Perantara, Menjalin Relasi, Melalui
Referensi, Mediasi para Tokoh dsb.
51
a. Kopontren (Koperasi Pesantren)
Kopontren adalah perkumpulan yang beranggotakan orang-orang
atau badan hukum yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk
masuk dan keluar, dengan kerjasama secara kekeluargaan untuk
menjalankan usaha dan mempertinggi kesejahteraan jasmani para anggota
dan warga pesantren, serta dalam pengelolaan koperasi selalu
berlandaskan pada asas-asas Islam yang lebih mendahulukan pada
kemaslahatan bersama para anggota-anggotanya dan dikelola oleh pondok
pesantren.77
Kopontren Darunnajah sama halnya dengan koperasi yang lain,
yang membedakan hanya tempat dan nilai-nilai yang dipegang oleh
pengurusnya.
Kopontren Darunnajah berdiri dibawah naungan Biro Usaha
Pesantren Darunnajah yang dikepalai oleh Ustadz. H. Trimo, S.Ag.
Kopontren ini diketuai oleh Ustadz Hery Sucipto. Petugas yang menjaga
kopontren ini adalah dari para santri kader pesantren, yang biasa disebut
santri Ashabunnajah Darunnajah diambil dari lulusan Sekolah Menengah
Pertama. Pengurus menugaskan para santri bertujuan untuk mendidik
santri kader belajar berwirausaha sejak dini sehingga ketika sudah menjadi
alumni sudah bisa melakukan usaha mandiri berbekal pengalaman selama
menjadi santri di Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor.
Kopontren ini menyediakan semua kebutuhan seluruh santri mulai
dari perlengkepan seragam sekolah, alat tulis, buku tulis, buku paket, alat
mandi, perlengkapan tidur, dan snack.
Penghasilan Kopontren setiap harinya mencapai 1 juta sampai
dengan 2 juta untuk 1 Kopontren, dan keuangan langsung dipegang oleh
Pembimbing Kopontren kemudian langsung disetorkan ke Tata Usaha
Keuangan Pesantren setiap pagi hari.
Jumlah Kopontren yang beroperasi di Pondok Pesantren
Darunnajah 2 Cipining Bogor sebanyak 4 Kopontren yang tersebar di
77
http://www.hudacianjur.com/2016/10/13/1051/ diakses pada Tanggal 25 Oktober 2017
52
Kampus 1 terdapat 2 Kopontren, Kampus 2 terdapat 1 Kopontren, Kampus
3 terdapat 1 Kopontren.
Kopontren ini termasuk bidang usaha pesantren yang paling utama,
karena dana terbesar untuk memenuhi kebutuhan pesantren diambil dari
Kopontren ini, dan juga termasuk penambahan pembelian tanah wakaf.
b. Ternak Lebah Madu
Pesantren Darunnajah Cipining dengan luas lahan wakaf 88 ha,
hampir 80% ditanami pohon Akasia Mangium sebagai produk unggulan
usaha pesantren untuk dijadikan balok, kaso, pallet, kusen, almari, meja,
kursi, kayu bakar dan lain sebagainya.
Ternyata, di samping kayunya bisa diolah, pupus mangium dan
bunganya adalah makanan favorit lebah. Hal ini mendorong pesantren
untuk budidaya ternak lebah.
Bermula ujicoba yang dilakukan oleh H. Trimo dengan 15 stup.
Hasil penennya dijual ke guru-guru dan warga pesantren. Lama-lama
peminatnya makin meluas, tidak hanya guru saja, alumni, wali santri,
bahkan masyarakat umum, baik untuk kebutuhan sendiri maupun reseller.
Saat ini pesantren menernak 96 stup lebah, yang sebulannya baru
menghasilkan +- 60 botol yang dipasarkan satu botol ukuran 600 ml Rp.
105.000. Dengan makin banyak permintaan, Biro Usaha berusaha terus
mengembangkan secara bertahap.
2. Kampanye wakaf melalui taklim-taklim di masjid Pesantren dan juga di
masjid-masjid di sekitar Pesantren.
Sudah menjadi kegiatan rutin Pesantren Darunnajah Cipining, bahwa
setelah berlangsungnya shalat berjama‟ah akan disampaikan taklim singkat
yang disampaikan oleh santri-santri Pesantren.
Dalam taklim ini memang tak selalu membahas tentang pentingnya
wakaf, namun sering kali disampaikan tentang pentingnya wakaf. Hal ini
dilakukan tak hanya taklim di wilayah Pesantren saja, tapi ketika Asatidz
mendapatkan jadwal taklim di daerah sekitar Pesantren, maka selalu
diselipkan materi tentang kampanye wakaf ini.
53
3. Mengadakan program wakaf santri kelas 6 MA (3 SMA).
Program ini selalu dilakukan oleh santri-santri kelas 6 MA sebelum
meninggalkan Pesantren. Angkatan 18 pada tahun 2011 mewakafkan Motor
Tosa, angkatan 19 mewakafkan gerbang Pesantren, dan angkatan 20
mewakafkan Mobil Bak untuk operasional Pesantren.
4. Program gerakan 1 meter wakaf tanah.
Pesantren Darunnajah Cipining memanfaatkan kondisi harga tanah di
daerah Cipining yang relatif murah dimana harga permeternya hanya RP.
15.000.
Dengan banyaknya santri dan Asatidz Darunnajah Cipining, maka
Pesantren dapat memberikan kesempatan kepada mereka seluruhnya untuk
beramal dengan mewakafkan hartanya untuk membebaskan tanah di daerah
Cipining.
Tak hanya kepada santri dan Asatidz saja program ini dijalankan,
tetapi Pesantren membuat surat edaran untuk para wali santri dan membuat
sebuah iklan yang mempromosikan tentang program ini di website
Darunnajah Cipining. Harapannya dengan adanya iklan program ini banyak
warga masyarakat, wali santri dan lain sebagainya dapat ikut berpartisipasi
dalam program 1 meter wakaf tanah ini.
5. Kampanye wakaf via media sosial dan website.
Di era digital seperti sekarang ini, masyarakat pada umumnya
memiliki akses yang luas di dalam media sosial. Sehingga banyak masyarakat
mendapatkan sejumlah informasi dari media sosial tersebut.
Dengan memanfaatkan situasi saat ini, Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining yang memiliki akun diberbagai media sosial seperti facebook,
twitter, instagram dan lain lain, melalui media-media itulah Darunnajah
Cipining dapat melakukan kampanye wakaf, yang tujuannya agar masyarakat
banyak, berniat untuk mewakafkan hartanya untuk Pondok Pesantren
Darunnajah 2 Cipining.
54
Gambar 4.1
Gambar Kampanye Wakaf di Media Sosial
6. Kampanye wakaf kepada Alumni-alumni Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining.
Sampai saat ini, sudah 24 angkatan yang berhasil diluluskan oleh
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining. Dan alumni-alumni ini berada di
dalam naungan Biro Perkaderan Pesantren Darunnajah Cipining, yang
membentuk sebuah Organisasi IKPDC (Ikatan Keluarga Pesantren
Darunnajah Cipining).
Setiap tahunnya, IKPDC selalu mengadakan sebuah kegiatan yang
dilaksanakan di Pesantren Darunnajah Cipining, seperti, halal bi halal, long
march tanah wakaf, dan penanaman pohon di area tanah wakaf.
Dalam kesempatan inilah Pimpinan Pesantren selalu menyelipkan
materi wakaf dan melakukan kampanye wakaf. Wakaf yang diberikan dari
alumni ini sifatnya untuk pembangunan, seperti semen, batu, dan lain
sebagainya. Dari hasil inilah Pesantren sangat terbantu dalam melanjutkan
pembangunan.
Melalui berbagai strategi fundraising itulah Pesantren Darunnajah
Cipining berhasil mengumpulkan harta benda wakaf yang banyak, demi
55
kelangsungan kegiatan pendidikan keagamaan di Pesantren. Dan melalui strategi
inilah, Pesantren Darunnajah Cipining memiliki beberapa wakif tetap di berbagai
daerah.
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Penerapan Strategi Harta Benda
Wakaf Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining
Dalam pelaksanaan strategi fundraising, tentunya ada banyak aspek yang
menunjang agar strategi ini dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan, demi
tercapainya tujuan dari fundraising tersebut. Namun di lain hal dalam prosesnya,
banyak sekali hambatan-hambatan yang kemudian membuat strategi ini kurang
berjalan sesuai dengan rencana.
Berikut ialah faktor-faktor yang mendukung dan menghambat berjalannya
strategi fundraising yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining:
1. Faktor Pendukung
Kekuatan terbesar yang dimiliki Pesantren Darunnajah Cipining adalah
adanya kredibilitas Pesantren Darunnajah Cipining itu sendiri. Hal ini tidak
lepas dari keberadaan Pesantren Darunnajah Cipining sebagai lembaga
pendidikan yang berusaha mengumpulkan harta wakaf demi mendidik
generasi Bangsa dan agama.
Selain faktor di atas, Darunnajah Cipining juga memiliki sebuah
Organisasi/Badan yang solid dan ahli untuk mengurus segala keperluan wakaf,
yaitu Badan Wakaf Darunnajah Cipining yang saat ini diketuai oleh Al-Ustadz
H. Mustajab Anwar, S.Pd.I. Hal ini membuktikan bahwasanya Pesantren
sangat serius dalam urusan wakaf, dan membuktikan bahwa Pesantren tidak
mengandalkan kekuatan seorang tokoh saja, tapi lebih mengandalkan kepada
mekanisme organisasi. Organisasi ini memiliki tim yang sangat solid, handal
dan professional dalam urusan wakaf. Menurut Ustadz H. Mustajab, SDM
dalam Badan Wakaf Darunnajah Cipining tak hanya diisi oleh orang-orang
56
internal Pesantren saja, tetapi dari luar Pesantren pun Badan Wakaf memiliki
SDM tersendiri yang mengelola perwakafan Pesantren Darunnajah Cipining.78
Selain itu, karena kegiatan keagamaan yang ada di Pesantren
Darunnajah Cipining selalu menyampaikan tentang betapa pentingnya wakaf,
sehingga membuat para santri, wali santri, Asatidz, alumni dan lainnya tak
ragu untuk mempercayakan hartanya dalam bentuk wakaf kepada Pesantren.
2. Faktor Penghambat
Beberapa hal yang sekiranya menjadi titik lemah atau menjadi
penghambat berjalannya strategi fundraising ini antara lain: Pertama,
kurangnya personil atau SDM di dalam Badan Wakaf Darunnajah Cipining.
Sejauh ini terhitung hanya ada 7 orang yang ada di dalam Badan Wakaf ini
(Ketua, Sekretaris, Bendahara, Bag. Pemberdayaan Wakaf, Bag. Perawatan
Wakaf). Walaupun memang dengan 7 personil sejauh ini perwakafan di
Pesantren masih berjalan dengan sangat baik, tetapi tentunya hal ini menjadi
kendala besar jika Pesantren ingin lebih melebarkan sayapnya tak hanya di
sekitar Pesantren saja, tapi sampai ke tingkat Nasional. Ke depannya,
Pesantren Darunnajah Cipining harus mencari SDM yang tentunya ahli dalam
hal keilmuan tentang wakaf maupun teknis operasional.
Menurut Al-Ustadz H. Trimo, pengetahuan masyarakat tentang wakaf
ini masih sangat minim. Jika berbicara tentang wakaf, yang masyarakat
ketahui hanya sebatas wakaf tanah, kuburan, dan masjid saja. Padahal banyak
hal yang tentunya bisa dijadikan harta wakaf.79
Juga minimnya pengetahuan
masyarakat tentang betapa pentingnya wakaf itu sendiri.80
Ke depan,
Pesantren tentunya harus berusaha semaksimal mungkin untuk terus
memberikan pengetahuan tentang wakaf kepada masyarakat baik itu secara
langsung ataupun melalui media-media pendukung. Hal ini perlu dilakukan
agar memudahkan Pesantren dalam penerapan strategi fundraingnya.
78
Wawancara Pribadi dengan Al-Ustadz H. Mustajab Anwar, S.Pd.I., (Ketua Badan Wakaf
Darunnajah Cipining), Bogor, 23 Oktober 2017. 79
Wawancara Pribadi dengan Al-Ustadz H. Trimo, S.Ag., (Anggota Badan Wakaf Darunnajah
Cipining), Bogor, 23 Oktober 2017 80
Wawancara Pribadi dengan Al-Ustadz H. Mustajab Anwar, S.Pd.I., (Ketua Badan Wakaf
Darunnajah Cipining), Bogor, 23 Oktober 2017
57
C. Dampak Penerapan Strategi terhadap Fundraising Harta Benda Wakaf
di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining
Kata “strategi” berasal dari bahasa yunani yaitu “strategas” (status: Militer
dan Ag : memimpin) yang berarti “Generalship” atau sesuatu yang dikerjakan oleh
para jenderal perang dalam membuat rencana untuk memenangkan perang.81
Artinya tujuan dari strategi itu sendiri adalah bagaimana sebuah organisasi atau
lembaga dan sebagainya, memiliki rencana yang nantinya akan membawa
organisasi itu mencapai kepada kesuksesan. Hal itu pun yang dipraktekkan oleh
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining dalam hal fundraising harta benda
wakaf.
Namun dalam prakteknya, tak jarang strategi-strategi yang dipraktekkan
pada akhirnya tidak berhasil membawa sebuah organisasi kepada kesuksesan.
Tapi yang pasti, dampak dari penerapan strategi tersebut pasti ada, entah itu baik
ataupun sebaliknya.
Pesantren Darunnajah Cipining sejak berdirinya sudah mengumpulkan
harta wakaf berupa tanah. Dalam hasil wawancara Penulis dengan Narasumber,
dikatakan bahwa, walaupun banyak pola strategi yang diterapkan Pesantren dalam
upaya menghimpun harta benda wakaf, tapi dalam prakteknya dana usaha
Pesantren lah yang lebih dominan dalam membantu penghimpunan harta benda
wakaf, khususnya dalam hal wakaf tanah.82
Namun bukan berarti pola lain tidak
memberikan dampak terhadap penghimpunan harta benda wakaf Pesantren.
Hingga saat ini tercatat ada sekitar 87.10 ha tanah wakaf yang berhasil
dikumpulkan. Dan ada 2 periode pungumpulan harta wakaf Pesantren. Periode
pertama; Sebelum berdirinya Pesantren s.d. berdirinya, dan Periode kedua;
Setelah berdirinya Pesantren s.d. sekarang. Namun pada prosesnya, dalam periode
kedua menurut Al-Ustadz Mustajab, saat awal berdirinya Pesantren praktek wakaf
ini belum terlalu efektif sehingga baru sekitar tahun 2009 Pesantren mulai
kembali mengumpulkan harta wakaf Pesantren dari berbagai sumber yang telah
dijelaskan di atas.
81
Hendrawan Supratikno, Advanced, h.19. 82
Wawancara Pribadi dengan Al-Ustadz H. Mustajab Anwar, S.Pd.I., (Ketua Badan Wakaf
Darunnajah Cipining), Bogor, 23 Oktober 2017
58
Berbicara terkait dampak yang dihasilkan dari penerapan strategi
Pesantren, berikut data perkembangan harta wakaf berupa tanah Pesantren
Darunnajah Cipining dari periode pertama hingga kedua:
Tabel 4.1
Rekapitulasi Harta Wakaf Tanah
Pesantren Darunnajah 2 Cipining
Sumber: Sekretaris Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Al-Ustadz Ahmad
Khusaeni
Dari penjelasan dan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi yang
diterapkan oleh Pesantren belum memberikan dampak yang positif terhadap
penghimpunan harta benda wakaf Pesantren Darunnajah Cipining, khususnya
yang berupa tanah. Karena jika dilihat dari jenjang waktu periode pertama yaitu
tahun 1986-1988, Pesantren mampu mengumpulkan 40.93 Ha tanah. Sedangkan
di periode kedua yang dimulai dari tahun 1988-sekarang, Pesantren hanya mampu
mengumpulkan 46.17 Ha saja.
Menurut Bapak M. Farhan (Wakif Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining, Bogor) yang menjadi faktor tidak maksimalnya pengumpulan harta
wakaf berbentuk tanah karena menurunnya tingkat kepercayaan para Wakif untuk
mewakafkan hartanya. Karena sejauh ini komunikasi antara pihak pesantren dan
Wakif memang terbilang tidak intens, sehingga terkadang timbul pemikiran dari
para Wakif bahwa harta yang mereka wakafkan kepada pesantren tidak
dipergunakan sebagaimana mestinya.
No Periode Jumlah
1 Periode Pertama; Sebelum s.d. Berdirinya
Pesantren
40.93 Ha
2 Periode Kedua; Setelah Berdirinya s.d.
Sekarang
46.17 Ha
JUMLAH TOTAL 87.10 Ha
59
Meskipun demikian, menurut bapak Farhan, tidak maksimalnya
penghimpunan harta wakaf berbentuk tanah ini bukan berarti sebuah kemunduran
ataupun kegagalan bagi penghimpunan harta benda wakaf Pesantren. Karena
bagaimanapun juga wakaf itu punya tujuan jangka panjang, dan sampai kapanpun
selama pesantren Darunnajah Cipining ada, maka perwakafan pesantren pun
masih akan terus berkembang dan meningkat.
Bapak Farhan pun mengharapkan adanya perbaikan dalam pola
komunikasi antara pihak pesantren dengan para Wakifnya, sehingga kedepannya
juga kepercayaan para Wakif terus meningkat.
Namun jika dilihat dari harta benda wakaf lain, semisal bangku, kursi,
gerbang, mobil bak, pembangunan, dan lain-lain, jelas penerapan strategi
fundraising Pesantren Darunnajah ini memberikan dampak yang sangat positif.
Karna banyak dari strategi yang diterapkan Pesantren itu dimulai dari tahun 2010
hingga sekarang, yang memang difokuskan pada harta benda wakaf selain tanah.83
Dampak lain yang terasa dari penerapan strategi fundraising ini adalah,
semakin cepatnya proses pembangunan Pondok Pesantren. Karna memang dari
beberapa strategi yang telah dijelaskan diatas lebih memfokuskan kepada
fundraising untuk pembangunan Pesantren.
83
Wawancara Pribadi dengan Al-Ustadz H. Mustajab Anwar, S.Pd.I., (Ketua Badan Wakaf
Darunnajah Cipining), Bogor, 23 Oktober 2017.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pesantren Darunnajah 2 Cipining sebagai lembaga pendidikan yang juga
bergerak dalam bidang wakaf berhasil mengumpulkan berbagai harta
benda wakaf selama kurang lebih 29 Tahun ini. Dan dalam hal wakaf,
Pesantren membentuk sebuah tim yaitu Badan Wakaf Pesantren
Darunnajah Cipining yang diketuai oleh Al-Ustadz Mustajab, dan diisi
oleh personil yang terbilang mengerti akan wakaf dan profesional dalam
pengelolaan harta benda wakaf. Dan berbagai strategi diterapkan oleh
Pesantren demi terkumpulnya harta benda wakaf, seperti menggunakan
dana dari usaha Pesantren yang mana usaha Pesantren tersebut dari
pemanfaatan harta wakaf, kampanye wakaf di media sosial, mengajak para
santri, karyawan, Asatidz, dan alumni untuk berwakaf di Pesantren, dan
lain sebagainya. Sehingga sampai saat ini Pesantren masih bisa
melanjutkan aktifitas fundraising dan pengumpulan harta benda wakaf.
2. Dalam prosesnya, tanpa bantuan dari berbagai pihak Pondok Pesantren
tidak akan mampu mengumpulkan harta benda wakaf sampai sebanyak
saat ini. Banyak hal yang menjadi faktor pendukung bagi suksesnya
penerapan strategi fundraising ini, salah satunya karna Pesantren memiliki
kredibilitas tinggi sebagai lembaga pendidikan yang bertujuan mendidik
generasi Bangsa dan Agama ini. Selain itu faktor SDM yang ada di dalam
Badan Wakaf Pesantren yang tidak hanya faham tentang perwakafan saja,
melainkan juga professional dalam mengelola harta benda wakaf sangat
mendukung proses terkumpulnya harta benda wakaf Pesantren. Walau
demikian ada berbagai hal juga yang menjadi penghambat penerapan
61
strategi fundraising ini. Seperti, kurangnya SDM untuk mengelola, dan
kurangnya pemahaman warga sekitar tentang betapa pentingnya wakaf.
3. Adanya strategi karena sebuah organisasi menginginkan adanya
kesuksesan dalam tujuannya itu. Sama halnya Pesantren Darunnajah
Cipining yang menerapkan beberapa strategi fundraising dengan harapan
agar tercapainya kesuksesan dalam penghimpunan harta benda wakaf.
Dalam prosesnya, banyak strategi diterapkan oleh Pesantren dan
membawa sebuah dampak, entah itu baik ataupun kurang baik. Dalam hal
penghimpunan harta wakaf yang berbentuk tanah, dapat dikatakan bahwa
strategi yang diterapkan mendapatkan dampak yang kurang baik, jika
dilihat dari total tanah wakaf yang berhasil dihimpun dalam 29 Tahun ini
yang terhitung hanya 46.17 Ha yang berhasil dihimpun Pesantren, hal ini
bila dibandingkan dengan periode pertama yang berlangsung hanya 2
tahun, tapi Pesantren berhasil mengumpulkan sekitar 40.93 Ha tanah.
Namun walaupun penerapan strategi fundraising ini kurang sukses dalam
penghimpunan tanah wakaf, hal ini berbeda dengan penghimpunan harta
benda wakaf lain seperti, mobil bak, motor tosa, bangku, meja, dan segala
keperluan pembangunan Pesantren. Seperti yang dikatakan Narasumber
bahwa penghimpunan berbagai harta wakaf ini dimulai dari Tahun 2010.
Sampai saat ini sudah terhitung 7 Tahun Pesantren menghimpun berbagai
wakaf tersebut dan berhasil menghimpun banyak harta benda wakaf.
B. Saran
Untuk pengembangan kedepannya, penulis memiliki beberapa saran untuk
Pesantren Darunnajah 2 Cipining dan para akademisi lain yang sekiranya ingin
melakukan sebuah penelitian dengan tema seperti penelitian ini:
1. Untuk Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, sebaiknya mampu
menutup kekurangan dalam jumlah SDM yang mengelola perwakafan
Pesantren. Karena hal inilah yang menjadi penghambat utama dalam
pelaksanaan strategi fundraising ini. Juga harus adanya komunikasi aktif
dan laporan tentang penggunaan harta benda wakaf dari pihak Pesantren
62
dengan para Wakif sehingga dapat meningkatkan kepercayaan Wakif pada
Pesantren.
2. Baiknya pesantren lebih menggalakan kampanye wakaf di media-media
sosial. Karena mengingat saat ini sudah memasuki era digital, dimana
semua orang pasti menggunakan media untuk mendapatkan informasi
apapun. Karena saat ini Pesantren terbilang sangat jarang melakukan
kampanye wakaf via media sosial, dan lebih fokus untuk menghimpun
wakaf kepada warga sekitar, para santri, Asatidz, alumni saja.
3. Untuk siapapun yang setelah ini akan melakukan penelitian yang
membahas tentang strategi fundraising harta benda wakaf, sebaiknya
menambahkan sedikit pembahasan tentang pengelolaannya juga, dan
dampak dari pengelolaan harta benda wakaf tersebut kepada para
masyarakat sekitar lembaga.
63
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Al-Kariim
As-Sunnah
Ali, Muhammad Daud, Sistem EkonomiIslam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, 2012)
Alwi, Hasan, dkk, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)
Amiruddin, dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
Rajawali Press, 2010)
Amrin, Abdullah, Strategi Pemasaran Asuransi Syari’ah, (Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2007)
Asshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)
Asyri, Zul, Masalah Sighat (Ikrar) Menurut Konsepsi para Mujtahidin dan
Menurut PP No. 28 dan yang Berlaku dalam Masyarakat Indonesia,
(Jakarta: Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 1985)
Al-Bajuri, Syeikh Ibrahim, Hasyiah Al-Baijuri, ala ibni Qasiim Al-Guzza,
(Semaran: Toha Putra)
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Islam tentang Wakaf-Ijarah-Syirkah, (Bandung:
Alma‟arif, 1977)
Cholid Narbuko dan Ahmadi, Abu, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,
2007)
David, Fred R, Managemen Strategi Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002)
Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam, Manajemen Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Departemen Agama RI,
2009)
Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama
RI, 2007)
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Tanya Jawab Wakaf.
64
Faulkner, David, dan Johnson, Genry, Seri Strategi Management, Ter. Dari
Strategic Management the Challenge of Strategic Management, (Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo, 1992)
Halim, Abdul, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat: Ciputat Press, 2005)
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf
Huda, Miftahul, Pengelolaan Wakaf dalam Perspektif Fundraising (Studi tentang
Penggalangan Wakaf pada Yayasan Hasyim Asy’ari Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang, Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta, dan Yayasan Dana Sosial Al-Falah Surabaya), (Kementrian
Agama RI, 2002)
Kementrian Agama RI, Dinamika Perwakafan di Indonesia dan Berbagai
Belahan Dunia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2013)
Kementrian Agama RI, Wakaf Uang dan Prospek Ekonomi di Indonesia, (Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam, 2013)
Al Khatib, Muhammad, al iqna (Bairut: Darul Mar‟rifah)
Manaf, Sofwan, Khutbatul ‘Arsy Kedua Pondok Pesantren Darunnajah Pusat dan
Cabang, (Jakarta: Darunnajah Press, 2016)
Mannan, M.A, Sertifikat Wakaf Tunai, (Depok: CIBER – PKTTI UI, 2001)
Mulyana, Deddy, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdaarya, 2013)
Muzarie, Mukhlisin, Hukum Perwakafan dan Implementasinya terhadap
Kesejahteraan Masyarakat: Implementasi Wakaf di Pondok Modern
Darussalam Gontor, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2010)
Praja, Juhaya S., Perwakafan Indonesia, Sejarah Pemikiran, Hukum, dan
Perkembanganya (Bandung; Yayasan Plara, 1995)
Prastowo, Andi, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian, (Jogjakarta: Arruz Media, 2011)
Rachmat, Nazaroedin, Harta Wakaf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1964)
65
Rodoni, Ahmad, Investasi Syari’ah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,
2009)
Sedarmayanti dan Hidayat, Syarifudin, Metodologi Penelitian, (Bandung: CV.
Mandar Maju, September 2010)
Shadily, Hasan, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,
1993)
Stainer, George, dan Miller, John, Managemen Strategi, (Jakarta: Erlangga, 2008)
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula,
(jogjakarta: Gajah Mada University Press, 2006)
Supratikno, Hendrawan, Advanced Strategic Management: Back to Basic
Approach, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2003)
Wawancara Pribadi dengan Al-Ustadz H. Mustajab Anwar, S.Pd.I., (Ketua Badan
Wakaf Darunnajah Cipining) Bogor, 23 Oktober 2017.
Wawancara Pribadi dengan Al-Ustadz H. Trimo, S.Ag., (Anggota Badan Wakaf
Darunnajah Cipining) Bogor, 23 Oktober 2017.
Wawancara Pribadi dengan Syamsul Wildan (Bagian Wakaf Organisasi Santri
Darunnajah Cipining Masa Bhakti 2016-2017) Bogor, 11 Maret 2017.
Wirartha, I Made, Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: CV Andi
Offset, 2006)
JURNAL DAN INTERNET
Abdillah, Atik, Analisis Strategi Fundraising Terhadap Peningkatan Pengelolaan
ZIS pada Lembaga Amil Zakat Kabupaten Ponorogo, (Kodifikasia,
Volume 10 No. 1, 2016)
http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/kodifikasia/article/.../pdf
http://darunnajah.com/
http://www.Hendrakholid.net/blog/2010/03/16/
http://www.hudacianjur.com/2016/10/13/1051/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren
66
http://kbbi.web.id/
http://www.pkesinteraktif.com/konsultasi/wakaf/164-alih-fungsi-serta-waktu-
harta-wakaf.html
LAMPIRAN-LAMPIRAN
68
69
70
Tulis judulnya. Misalkan
Surat pernyataan narasumber 2
71
HARTA BENDA WAKAF MILIK DARUNNAJAH 2 CIPINING
No. Jenis Aset Volume
1 Tanah 87 Ha
2 Sumur Bor 1 Buah
3 Kitab Tafsir Al-Jawahir 3 Buah
4 Mobil Bak 1 Buah
5 Motor Tosa 1 Buah
6 Kursi 203 Buah
7 Podium 1 Buah
8 Karpet Acara 17 Buah
9 Kipas Blower 5 Buah
10 Terpal 4 Buah
11 Meja 213 Buah
12 Gerbang Pesantren 1 Buah
No Periode Jumlah
1 Periode Pertama; Sebelum s.d. Berdirinya
Pesantren
40.93 Ha
2 Periode Kedua; Setelah Berdirinya s.d.
Sekarang
46.17 Ha
JUMLAH TOTAL 87.10 Ha
72
PETA TANAH WAKAF
PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH 2 CIPINING
73
DAFTAR WAKIF PONDOK PESANTREN
DARUNNAJAH 2 CIPINING
1. Nama Wakif : KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc
Alamat : Pesantren Darunnajah Cipining RT/RW 002/003
Cigudeg Bogor Jawa Barat
Pekerjaan : Pimpinan Pesantren
Luas : 300.398,85 M2
No. Telepon : 081514194006
2. Nama Wakif : Ir. Ery Chajaridipura
Alamat : Jl. Pejaten Raya Kav. 6 RT/RW 006/005
Kelurahan PejatenJakarta Selatan
Pekerjaan : Arsitek
Luas : 10.000 M2
No. Telepon : 08161850132
3. Nama Wakif : Anwar Ibrahim (Alm) Hj. Rafidah Anwar
Alamat : Pancoran Timur VIII/7 RT/RW 007/008 Kel.
Pengadegan Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan
Pekerjaan : IRT
Luas : 15.000 M2
No. Telepon : 08179967105 (Ibu Rafidah Anwar)
74
4. Nama Wakif : Karim Usman (Alm) Ibu Karim Usman
Alamat : Komplek Deperdag RT/RW 005/004 Kel. Kali
Angke Kec. Cengkareng Jakarta Barat
Pekerjaan : IRT
Luas : 6.200 M2
No. Telepon : 081286171217 (Ibu Karim)
5. Nama Wakif : Ashartini Surono
Alamat : Komp. Keuangan No. 04 RT/RW 005/005 Kel.
Duren Tiga Kec. Pancoran, Jakarta Selatan
Pekerjaan : IRT
Luas : 2.000 M2
No. Telepon : -
6. Nama Wakif : M. Sholeh Usman
Alamat : Masjid Jami‟ Al-Hurriyah Jl. Mampang Prapatan
IV/B Tegal Parang Jakarta Selatan
Pekerjaan : -
Luas : 1.000 M2
No. Telepon : 021-79192051
7. Nama Wakif : KH. Saifuddin Arief, S.H., M.H.
Alamat : Jl. Hos Cokroaminoto RT/RW 001/005 Kel. Kreo
Selatan Kec. Larangan Kota Tangerang Banten
75
Pesantren Putri Darunnajah 9 Al-Hasanah
Pamulang, Tangerang Selatan, Banten
Pekerjaan : Guru
Luas : 2.500 M2
No. Telepon : 08166868111
8. Nama Wakif : KH. Azhari Baidlowi
Alamat : Jl. Jati Waringin Raya No. 05 RT/RW 008/005
Bekasi Jawa Barat
Pekerjaan : -
Luas : 1.000 M2
No. Telepon : -
9. Nama Wakif : H. Djamaludin RH
Alamat : Sorowajan Baru Gang Tampomas 20 RT/RW
18/12 Banguntapan Bantul Yogyakarta
Pekerjaan : Pensiunan
Luas : 1.000 M2
Telepon : 08125853922 (Darlina R)
10. Nama Wakif : H. Ridwan
Alamat : Grogol Jakarta Barat
Pekerjaan : -
76
Luas : 1.000 M2
Telepon : -
11. Nama Wakif : Drg. Nawang Retno
Alamat : Jl. Sespakes B1/24 Komplek Depkes RT/RW
011/004 Kel. Sunter Jaya Tanjung Priuk Jakut
Pekerjaan : Pensiunan
Luas : 1.000 M2
Telepon : -
12. Nama Wakif : Ir. Soerono Soemoharjono
Alamat : Griya Gandaria No. A-7 Jl. Gandariya Raya Kel.
Jagakarsa Kec. Jagakarsa Jakarta Selatan
Pekerjaan : Pensiunan
Luas : 1.000 M2
Telepon : -
77
HASIL TRANSKIP WAWANCARA
Narasumber : Ustadz H. Mustajab Anwar, S.Pd.I.
Jabatan : Ketua Badan Wakaf Pesantren Darunnajah Cipining
Hari, tanggal : Minggu, 23 Oktober 2017
Waktu : 17.00
Tempat : Kediaman Ustadz H. Mustajab Anwar, S.Pd.I.
1. Berawal dari manakah gagasan wakaf Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining ?
Berawal dari Pendiri Pesantren K.H. Abdul Manaf Mukhayyar yang belajar
tentang wakaf dari Yayasan al Khoirot dan Pondok Pesantren Darussalam
Gontor Ponorogo.
2. Berapa total asset wakaf yang dimiliki Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining?
Untuk harta wakaf berupa tanah, pada awalnya pada tahun 1988 (Periode
Pertama) berjumlah 40.93 Ha. Dan untuk Periode kedua itu berjumlah 46.17
Ha. Lalu untuk harta wakaf dalam bentuk lain, kami memiliki Mobil 1 unit,
motor tosa 1 unit, bangunan-bangunan, alat-alat keperluan kegiatan belajar
mengajar dll.
3. Apa saja model fundraising yang diterapkan oleh Pesantren Darunnajah
2 Cipining ?
Banyak model fundraising/penghimpunan harta benda wakaf yang kami
terapkan, seperti sosialisasi kepada para wali santri, warga sekitar pesantren,
para santri, alumni dan lain sebagainya. Namun walau strategi-strategi itu
kami terapkan, tetap saja yang paling memiliki peran dominan dalam
mensukseskan penghimpunan wakaf ini adalah melalui hasil usaha Pesantren
Darunnajah 2 Cipining, yang tentu saja usaha-usaha tersebut dilakukan dengan
memanfaatkan harta wakaf yang berupa tanah, bentuk pemanfaatannya seperti
membuat perkebunan, membuat tambak ikan, membuat koperasi usaha,
78
membuat kantin yang juga melalui pemanfaatan tanah wakaf dan lain
sebagainya.
4. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan strategi
fundraising Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining ?
Yang menjadi faktor pendukung adalah:
a. adanya kridibilitas Pesantren Darunnajah Cipining itu sendiri. Hal ini tidak
lepas dari keberadaan Pesantren Darunnajah Cipining sebagai lembaga
pendidikan yang berusaha mengumpulkan harta wakaf demi mendidik
generasi Bangsa dan agama.
b. Darunnajah Cipining juga memiliki sebuah Organisasi/Badan yang solid
dan ahli untuk mengurus segala keperluan wakaf, yaitu Badan Wakaf
Darunnajah Cipining yang saat ini diketuai oleh Al-Ustadz H. Mustajab
Anwar, S.Pd.I. Hal ini membuktikan bahwasanya Pesantren sangat serius
dalam urusan wakaf, dan membuktikan bahwa Pesantren tidak
mengandalkan kekuatan seorang tokoh saja, tapi lebih mengandalkan
kepada mekanisme organisasi. Dan Organisasi ini memiliki tim yang
sangat solid, handal dan professional dalam urusan wakaf. Dan menurut
Ustadz H. Mustajab, dikatakan bahwa SDM dalam Badan Wakaf
Darunnajah Cipining tak hanya diisi oleh orang-orang internal Pesantren
saja, tetapi dari luar Pesantren pun Badan Wakaf memili SDM tersendiri
yang mengelola perwakafan Pesantren Darunnajah Cipining.
Dan yang menjadi faktor penghambat ialah, kurangnya personil atau SDM
didalam Badan Wakaf Darunnajah Cipining. Sejauh ini terhitung hanya ada 7
orang yang ada didalam Badan Wakaf ini (Ketua, Sekretaris, Bendahara, Bag.
Pemberdayaan Wakaf, Bag. Perawatan Wakaf). Walaupun memang dengan 7
personil sejauh ini perwakafan di Pesantren masih berjalan dengan sangat
baik, tetapi tentunya hal ini menjadi kendala besar jika Pesantren ingin lebih
melebarkan sayapnya tak hanya di sekitar Pesantren saja, tapi sampai ke
tingkat Nasional. Ke depannya, Pesantren Darunnajah Cipining harus mencari
SDM yang tentunya ahli dalam hal keilmuan tentang wakaf maupun teknis
operasional.
79
5. Apakah ada peningkatan dalam penghimpunan harta benda wakaf
setelah strategi fundraising itu diterapkan ?
Tentu ada peningkatan, meskipun tidak terlalu signifikan. Dan
peningkatan yang terjadi pun ada di harta wakaf yang jenisnya selain
tanah. Dan memang yang lebih dominan dalam pengumpulan harta wakaf
yang berjenis tanah itu dari hasil usaha-usaha Pesantren.
80
HASIL TRANSKIP WAWANCARA
Narasumber : Ustadz H. Trimo, S.Ag.
Jabatan : Anggota Badan Wakaf Pesantren Darunnajah Cipining
Hari, tanggal : Minggu, 23 Oktober 2017
Waktu : 16.00
Tempat : Kediaman Ustadz H. Trimo, S.Ag.
1. Berawal dari manakah gagasan wakaf Pondok Pesantren Darunnajah 2
Cipining ?
Berawal dari Pendiri Pesantren K.H. Abdul Manaf Mukhayyar yang belajar
tentang wakaf dari Yayasan al Khoirot dan Pondok Pesantren Darussalam
Gontor Ponorogo.
2. Dibawah bagian apa Badan Wakaf Pesantren Darunnajah 2 Cipining
Bogor?
Wakaf dibawah naungan Dewan Nadzir Yayasan Darunnajah Ulujami Jakarta
dan diawasi pula oleh PWI Pusat.
3. Kapan dimulainya perwakafan di Pesantren Darunnajah 2 Cipining
Bogor ini?
Tahun 1988 itu awal dimulainya perwakafan di Darunnajah Cipining, waktu
itu baru ada tanah sejumlah 20 Ha.
4. Apa saja model fundraising yang diterapkan oleh Pesantren Darunnajah
2 Cipining ?
Banyak model fundraising/penghimpunan harta benda wakaf yang kami
terapkan, seperti sosialisasi kepada para wali santri, warga sekitar pesantren,
para santri, alumni dan lain sebagainya. Namun walau strategi-strategi itu
kami terapkan, tetap saja yang paling memiliki peran dominan dalam
mensukseskan penghimpunan wakaf ini adalah melalui hasil usaha Pesantren
Darunnajah 2 Cipining, yang tentu saja usaha-usaha tersebut dilakukan dengan
memanfaatkan harta wakaf yang berupa tanah, bentuk pemanfaatannya seperti
81
membuat perkebunan, membuat tambak ikan, membuat koperasi usaha,
membuat kantin yang juga melalui pemanfaatan tanah wakaf dan lain
sebagainya.
5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan strategi
fundraising Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining ?
Yang menjadi faktor pendukung adalah:
c. adanya kridibilitas Pesantren Darunnajah Cipining itu sendiri. Hal ini tidak
lepas dari keberadaan Pesantren Darunnajah Cipining sebagai lembaga
pendidikan yang berusaha mengumpulkan harta wakaf demi mendidik
generasi Bangsa dan agama.
d. Darunnajah Cipining juga memiliki sebuah Organisasi/Badan yang solid
dan ahli untuk mengurus segala keperluan wakaf, yaitu Badan Wakaf
Darunnajah Cipining yang saat ini diketuai oleh Al-Ustadz H. Mustajab
Anwar, S.Pd.I. Hal ini membuktikan bahwasanya Pesantren sangat serius
dalam urusan wakaf, dan membuktikan bahwa Pesantren tidak
mengandalkan kekuatan seorang tokoh saja, tapi lebih mengandalkan
kepada mekanisme organisasi. Dan Organisasi ini memiliki tim yang
sangat solid, handal dan professional dalam urusan wakaf. Dan menurut
Ustadz H. Mustajab, dikatakan bahwa SDM dalam Badan Wakaf
Darunnajah Cipining tak hanya diisi oleh orang-orang internal Pesantren
saja, tetapi dari luar Pesantren pun Badan Wakaf memili SDM tersendiri
yang mengelola perwakafan Pesantren Darunnajah Cipining.
Dan yang menjadi faktor penghambat ialah, kurangnya personil atau SDM
didalam Badan Wakaf Darunnajah Cipining. Sejauh ini terhitung hanya ada 7
orang yang ada didalam Badan Wakaf ini (Ketua, Sekretaris, Bendahara, Bag.
Pemberdayaan Wakaf, Bag. Perawatan Wakaf). Walaupun memang dengan 7
personil sejauh ini perwakafan di Pesantren masih berjalan dengan sangat
baik, tetapi tentunya hal ini menjadi kendala besar jika Pesantren ingin lebih
melebarkan sayapnya tak hanya di sekitar Pesantren saja, tapi sampai ke
tingkat Nasional. Ke depannya, Pesantren Darunnajah Cipining harus mencari
82
SDM yang tentunya ahli dalam hal keilmuan tentang wakaf maupun teknis
operasional.
6. Berapakah jumlah harta benda wakaf di Pesantren Darunnajah 2
Cipining?
Untuk jumlah tanah wakaf tahun 1988 20 HA, 1992 70 HA sudah diikrar
wakaf baru 30 dan 40 belum diatur secara fisik, 2015 30 HA, 2017 86 HA.
Dan untuk harta wakaf yang lain, itu ada banyak sekali, dan semua bangunan
yang ada di Pesantren semua berdasarkan harta wakaf.
Setelah proses wawancara bersama Ketua Badan Wakaf Pesantren Darunnajah
2 Cipining, Al-Ustadz H. Mustajab Anwar, S.Pd.I.
Setelah proses wawancara bersama Anggota Badan Wakaf Pesantren
Darunnajah 2 Cipining, Al-Ustadz H. Trimo, S.Ag.