strategi komunikasi mui dalam mensosialisasikan...
TRANSCRIPT
-
STRATEGI KOMUNIKASI MUI DALAM MENSOSIALISASIKAN
FATWA PEDOMAN BERMUAMALAH DI MEDIA SOSIAL
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh :
Syarifah Zahrina Firda
111305100082
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
-
i
ABSTRAK
SYARIFAH ZAHRINA FIRDA
Strategi Komunikasi MUI dalam mensosialisasikan fatwa pedoman
bermuamalah di media sosial
Kehadiran media sosial memberikan dampak positif seperti bisa menjalin
tali silaturahmi, memudahkan jual beli secara online, maupun memberikan
informasi secara instan. Di sisi lain, media sosial yang sudah melekat dalam
masyarakat ini juga mempunyai dampak negatif. Kehadiran media sosial bisa
membuat celah untuk memfitnah, ghibah, namimah bahkan memutarbalikkan
fakta. MUI sebagai lembaga keagamaan merasa perlu merumuskan untuk
membuat fatwa pedoman bermuamalah di media sosial agar menjadi acuan bagi
masyarakat dalam berinterkasi di media sosial.
Berdasarkan konteks diatas, maka muncul pertanyaan penelitian. Bagaimana
perumusan strategi komunikasi MUI dalam melakukan sosialisasi fatwa pedoman
bermuamalah di media sosial? Bagaimana implementasi strategi komunikasi MUI
dalam melakukan sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di media sosial?
Bagaimana evaluasi strategi komunikasi MUI dalam melakukan sosialisasi fatwa
pedoman bermuamalah di media sosial?
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Laporan
penelitian akan bersifat kutipan-kutipan atau untuk memberi gambaran penyajian
laporan tersebut. Data tersebut berdasarkan dari naskah wawancara, catatan atau
memo dan dokumen resmi lainnya
Konsep dan teori yang diterapkan dalam penelitian ini ialah konsep strategi
milik Fred R. David. Adapun pembahasan dari konsep tersebut berupa
perumusan, implementasi dan evaluasi strategi. Kemudian didukung dengan
konsep model komunikasi dan konsep difusi inovasi.
Secara garis besar Hasil dari penelitian ini ialah strategi komunikasi MUI
dilakukan melalui tiga tahapan yaitu : Pertama, perumusan strategi. Tahapan ini
merupakan langkah-langkah yang harus diambil untuk melakukan
implementasi. Tak lupa, MUI menganalisis segmentasi khalayak, menyusun
pesan dan menetapkan metode. Kedua, pelaksanaan strategi. Implementasi
program sosialisasi fatwa dilakukan melalui dua cara yaitu bellow the media dan
above the Media. Didalam implementasi strategi, terdapat inovasi yang dilakukan
MUI dan bekerjasama dengan Kominfo yaitu membangun konten-konten positif
agar masyarakat tidak punya cukup waktu meyakini berita hoax. Inovasi dari
strategi yang dilakukan lebih bersifat viral. Ketiga, evaluasi strategi. Tahapan ini
mengukur keberhasilan atau kegagalan dalam menjalankan strategi.
Kata kunci : Strategi, Komunikasi, MUI, Fatwa dan Media Sosial
-
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat
mensyukuri ketetapan dan kenikmatan yang diberikan dalam setiap episode
kehidupan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan
nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan orang-orang
yang mengikuti beliau hingga hari pembalasan.
Alhamdulillah atas izin Allah SWT, penulis bisa menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Strategi Komunikasi MUI dalam mensosialisasikan fatwa
pedoman bermuamalah di media sosial”. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, akan tetapi doa
dan dukungan yang selalu mengiringi langkah penulis membuat rasa syukur
kian mengalir. Sebagai rasa syukur, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung dan membimbing
penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Suparto, M.Ed, Ph.D,
Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag, Dr. Suhaimi, M.Si selaku wakil dekan.
3. Drs. Masran, MA dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua dan
-
iii
Sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Nunung Khairiyah, MA selaku dosen pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik yang selalu bersedia meluangkan waktu,
memberikan bimbingan dan motivasi selama penulis menyelesaikan
penulisan skripsi untuk mencapai hasil yang lebih baik.
5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
telah tulus memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Seluruh staf Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi
7. Dr. H.M. Asrorun Ni`am Sholeh MA selaku Sekretaris Komisi Fatwa
MUI Pusat, Dr. H.M. Nurul Irfan, M.Ag selaku pengurus Komisi Fatwa
MUI Pusat bidang Muamalah dan Dra. Rosarita Niken Widiastuti
selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik
Kementerian Komunikasi dan Informatika yang telah bersedia menjadi
narasumber dalam penyusunan skripsi.
8. Mas Irbab dari MUI Pusat dan Mba Dina dari Kementrian Komunikasi dan
Informatika yang telah membantu penulis selama proses penelitian skripsi.
9. Abah dan Ummi tercinta yang selalu berdoa dalam keadaan apapun, ikhlas
mendidik, memberi nasihat menyentuh dan dukungan yang tak ternilai
untuk penulis.
10. Adik penulis satu-satunya yang selalu mendukung, berdoa, membantu dan
berbagi pengetahuan serta cerita satu sama lain.
11. Yayasan Karya Salemba Empat beserta para donatur yang telah
-
iv
memberikan beasiswa semasa kuliah dan memberikan kesempatan penulis
untuk mengikuti kegiatan kepemimpinan bersama beaswan lainnya dari
berbagai penjuru di Indonesia.
12. Teman –teman KPI 2013 khususnya Rachma, Heti, Iffah, Nita, Khusnul,
Aldin, Putri, Reni, Puri, Mute yang selalu membantu, mendukung dan
mengerti penulis semasa kuliah
13. Orang-orang yang telah mendukung dan mendoakan secara tulus, mohon
maaf belum bisa dicantumkan namanya.
Penulih berharap bahwa skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi para
pembaca, khususnya mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pengantar yang dapat disampaikan dari penulis, mohon maaf apabila
ada kesalahan dari penulisan skripsi ini
Jakarta, 27 Desember 2017
Penulis
-
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah......................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................... 7
D. Metodologi Penelitian........................................................................ 9
1. Metode Penelitian..................................................................... 9
2. Paradigma Penelitian................................................................ 9
3. Subjek dan Objek Penelitian..................................................... 10
4. Waktu dan Tempat Penelitian................................................... 10
5. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 10
6. Teknik Analisis Data................................................................ 12
7. Tinjauan Pustaka....................................................................... 13
E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Strategi.............................................................................................. 16
1. Pengertian Strategi.................................................................... 16
2. Tahapan Strategi....................................................................... 17
B. Komunikasi....................................................................................... 19
1. Pengertian Komunikasi............................................................ 19
2. Komponen Dasar Komunikasi.................................................. 20
3. Model Komunikasi ................................................................... 23
-
vi
3. Perencanaan Komunikasi........................................................... 25
C. Strategi Komunikasi.......................................................................... 30
1. Pengertian Strategi Komunikasi................................................. 30
2. Langkah-langkah Strategi Komunikasi..................................... 31
D. Teori Difusi Inovasi........................................................................... 36
E. Sosialisasi.......................................................................................... 38
1. Pengertian Sosialisasi................................................................. 38
2. Jenis Sosialisasi.......................................................................... 39
F. Fatwa pedoman bermuamalah di media sosial.................................. 40
1. Fatwa ......................................................................................... 40
2. Pengertian Pedoman bermuamalah ........................................... 42
3. Media Sosial .............................................................................. 42
BAB III GAMBARAN UMUM MAJELIS ULAMA INDONESIA
A. Sejarah Singkat ................................................................................ 45
B. Visi Misi Majelis Ulama Indonesia ................................................ 48
1. Visi ........................................................................................... 48
2. Misi ..... .................................................................................... 48
C. Struktur Kepengurusan Majelis Ulama Indonesia ........................... 49
D. Dasar Penetapan dan Proses Pembuatan Fatwa ................................ 51
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Perumusan Strategi Komunikasi MUI ............................................ 60
1. Merumuskan Strategi Sosialisasi Fatwa ................................... 63
2. Menganalisis segmentasi khalayak dan Memperluas Jaringan.. 69
3. Penyusunan Pesan ..................................................................... 71
4. Menetapkan metode ................................................................. 72
5. Model Komunikasi MUI ........................................................... 61
B. Implementasi Strategi Komunikasi MUI........................................ 75
-
vii
1. Above the line media ............................................................... 77
2. Below the line media ............................................................... 79
3. Difusi Inovasi Strategi Komunikasi MUI – Kominfo ............. 89
D. Evaluasi Strategi Komunikasi ......................................................... 92
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................... 95
B. Saran ................................................................................................ 98
Daftar Pustaka ............................................................................................. 100
Lampiran ..................................................................................................... 104
-
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Struktur Kepengurusan MUI Pusat ................................................49
Tabel 4.1 Tabel kegiatan sosialisasi MUI....................................................... 80
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Komunikasi multi step flow ........................................... 24
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adanya teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang
memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi. Beragam informasi bisa
didapatkan secara langsung tanpa harus bersusah payah terlebih dahulu.
Ruang media digital memberikan berbagai kemaslahatan. Adapun media
digital berbasis media sosial mempunyai dampak positif seperti bisa
menjalin tali silaturahmi, memudahkan jual beli secara online, maupun
memberikan informasi secara instan. Di sisi lain, media sosial yang sudah
melekat dalam masyarakat ini juga mempunyai dampak negatif.
Pada dasarnya, kehadiran media sosial digunakan untuk
mempublikasikan konten seperti profil, aktivitas dan memberikan ruang
bagi interaksi dalam jejaring sosial di ruang siber.1 Lambat laun, media
sosial juga bisa menjadi ajang pertikaian. Salah satu contohnya seperti grup
whatsapp, ketika mendapatkan broadcast atau informasi dari seseorang,
selalu ada satu atau dua orang bahkan lebih meneruskan informasi tersebut
ke grup lainnya. Jika informasi yang dikirimkan itu benar atau baik tidak
menjadi masalah, tapi ketika informasi palsu atau hoax diteruskan ke grup
lain justru bisa menimbulkan masalah dan amarah. Pergesaran fungsi
tersebut ternyata membuat media sosial sebagai sarang hoax.
1 Rulli Nasrullah, Cyber Media, (Yogyakarta : Idea Press, 2013), h 43
-
2
Kabar bohong atau hoax yang beredar di dunia maya disebar dari satu
akun ke akun lain, bisa juga berpindah dari facebook ke twitter atau twitter
ke grup whatsapp. Dalam beberapa jam tanpa diketahui siapa yang pertama
menyebarnya, pesan itu telah mengundang amarah atau rasa takut
pengguna.2 Media sosial pada masa kini lebih sering digunakan tanpa ada
rasa bertanggung jawab. Sebagian orang menyebarkan informasi tanpa
memverifikasi terlebih dahulu kebenaran atau kepalsuan dari sumber berita.
Penulisan berita hoax di media sosial bisa dijadikan sebagai pekerjaan
yang menguntungkan berjuta-juta rupiah. Akan tetapi, sikap Islam terhadap
penyebar hoax jelas yaitu dilarang. Hal ini disebabkan bahaya hoax
mengantarkan pada kejahatan lainnya. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia
berkata:3
ََْهِه َسَس ىَ :بِن َمْسُعْود َرِضَي للُا َعْنُه قَاَل : قَاَل َرُسْوُل للاِ َعْن َعْبِد للاِ َل ىا للُا َعََْهُكْ ِِبلصِرْدِق ، فَِإن ى الصِرْدَق يَ ْهِدْي ِإََل اْلِبِر ، َسِإن ى اْلِب ى يَ هْ ُُ ُُ َع ََاُل الَّ ى َن ىِِ ، َسَما يَ ْْ ِدْي ِإََل ا
يْ ًقا ، َسِإّي ى ىَيْصُدُق َسيَ َتَحَّ ى ُكْ َساْلَكِذَب ، فَِإن ى اْلَكِذَب يَ ْهِدْي الصِرْدَق َحَّت ى يُْكَتَب ِعْنَد للِا ِلدِرُُ ُُ َيكْ ََاُل الَّ ى ِذُب َسيَ َتَحَّ ىى اْلَكِذَب َحَّت ى ِإََل اْلُفُجْوِر ، َسِإن ى اْلُفُجْوَر يَ ْهِدْي ِإََل الن ىاِر ، َسَما يَ
َكذ ىاِبً ُيْكَتَب ِعْنَد للاِ
“Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian
selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan
kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu
berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh
2 PPT Dewan Pers yang didapat di seminar “Cara mengatasi Hoax” pada 25 Januari 2017 3 Imam Nawawi, Terjemahan Riyadhus Shalihin. Penerjemah Achmad Sunarto (Jakarta :
Pustaka Amani, 1999) h 79
-
3
sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena
dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan
seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih
kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong)”
(HR. Ahmad).
Selain itu, Allah SWT menegaskan di dalam Al-Qur’an, siapa suka
menyebarkan berita bohong, maka baginya siksa yang besar.
ْ ُك َّاا َل ََ ُُ و ُب ْ ۚ ََل َتْ َس ُك ْن ٌِ ِم َب ْص ِك ُع ْف ْْلِ سا ِِب اُء َُ يَن ن ى ال ىِذ ِإْثِْ ۚ َسَب مِ َن اْْلِ َت ا اْك ْ َم ُه نْ ٍَِّئ ِم ُك ُِر اْم ْ ۚ ِل ُك ْْيٌ َل َو َخ َب ُْ ُه
ه ٌ ِظ اٌب َع َذ ُه َع ْ َل ُه نْ ُُ ِم ْبَ ٰ ِك َوَل ى َسال ىِذي تَ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk
bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari
mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di
antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran
berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. An-Nur [24] 11).
Contoh kasus yang paling berbahaya adalah hoax provokatif
berkonten SARA. Akhir-akhir ini hoax provokatif berkonten SARA begitu
tinggi intensitasnya, tidak berlebihan untuk membuat kesimpulan bahwa ada
upaya berkesinambungan untuk memprovokasi dan mengadu domba antar
kelompok masyarakat melalui penyebaran berita bohong. Konten ini pun
sering muncul ketika adanya ajang politik untuk memilih kepala daerah
maupun pemilihan presiden.
-
4
Penyebar berita hoax berkonten SARA bisa saja aktor intelektualnya
para petualang politik dan petualang bisnis yang menggerakkan sejumlah
orang sebagai provokator. Ada beberapa berita berujung provokatif
mengadu domba antar kelompok masyarakat. Hal ini terjadi seperti di
Pontianak, Kalimantan Barat, pada Sabtu 20 Mei 2017.4 Sepanjang hari itu,
beredar video yang menggambarkan kerusuhan terjadi di Pontianak.
Padahal, tidak ada peristiwa luar biasa di Pontianak pada akhir pekan itu.
Memang pada hari tersebut, dua kelompok masyarakat sedang
melakukan kegiatan di ruang publik pada waktu yang sama di lokasi
berbeda. Sekumpulan partisipan Bela Ulama 205 melakukan kegiatan long
march pada pukul 13.00 WIB dan warga Dayak melakukan pawai
kendaraan hias pada pukul 14.00 WIB, diikuti seluruh perwakilan kabupaten
di Kalimantan Barat.5 Namun, di media sosial beredar sejumlah video yang
memuat informasi tentang terjadinya bentrokan antara dua kelompok di
Pontianak. Kepolisian setempat pun harus langsung memastikan video-
video itu hoax. Setelah ditelusuri, video yang viral sepanjang hari itu adalah
video lama yang memuat informasi peristiwa tahun 2015.
Atas fakta inilah Majelis Ulama Indonesia (MUI) merumuskan untuk
membuat fatwa pedoman bermuamalah di media sosial. Majelis Ulama
Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama
dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-
langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Ulama
4 https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-
provokatif-1495757282/13 diakses pada tanggal 5 Juli 2017, pukul 07.00 WIB 5 https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-
provokatif-1495757282/13 diakses pada tanggal 5 Juli 2017, pukul 07.17 WIB
https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-provokatif-1495757282/13https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-provokatif-1495757282/13https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-provokatif-1495757282/13https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-provokatif-1495757282/13
-
5
Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris tugas- tugas
para Nabi (Warasatul Anbiya).6 Maka, mereka terpanggil untuk berperan
aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI.
Dilihat dari fungsinya Majelis Ulama Indonesia memiliki lima fungsi
utama, yaitu:
1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)
2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al
ummah)
4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid
5. Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar7
Selain itu, Pada tanggal 5 Juni 2017, Majelis Ulama Indonesia
mengadakan jumpa pers yang bertujuan untuk merilis fatwa pedoman
bermuamalah di media sosial. Lembaga MUI berusaha memandu
masyarakat khususnya umat muslim agar mampu bijak dalam
menggunakan media sosial. Fatwa-fatwa tersebut juga menyampaikan
hukum dalam Islam ketika kita menyebarkan berita hoax.
Pada fatwa No. 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman
Bermuamalah di Media Sosial, MUI menimbang fatwa tersebut dibuat
dengan alasan banyak pihak yang menyalahgunakan media sosial. Konten
media digital atau media sosial dibuat dengan unsur hoax. Isi dari tulisan,
6 Majelis Ulama Indonesia, Profil MUI, http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-
mui.html. diakses pada tanggal 5 Juli 2017, pukul 07.18 WIB.
7 Majelis Ulama Indonesia, Profil MUI, http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-
mui.html. Diakses pada 5 Juli 2017, pukul 10.36 WIB.
http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.htmlhttp://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.htmlhttp://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.htmlhttp://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html
-
6
gambar maupun video di media sosial sudah banyak ke arah provokasi dan
ujaran kebencian.
Tak hanya lahan provokasi dan ujaran kebencian, media sosial juga
memberikan lahan pekerjaan untuk mengambil keuntungan politik yang
berujung pertikaian dan saling menjelekkan. Penggunaan media sosial
yang menimbulkan kerusakan secara terus menerus akan berbahaya.
Hadirnya fatwa MUI tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah di
Media Sosial memang tidak bisa mencegah pemakaian media sosial, tapi
fatwa tersebut setidaknya bisa menjadi acuan dalam berinterkasi di media
sosial.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga independen
dalam melakukan kegiatan sosialisasi ini harus memiliki suatu strategi
yang efektif. Strategi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi
(communication planning) dan manajemen komunikasi (management
communication) untuk mencapai suatu tujuan.8 Dalam mencapai tujuan,
strategi komunikasi harus dilakukan secara tepat dan efektif.
Pendekatan yang digunakan bisa berbeda sewaktu-waktu, tergantung
pada situasi dan kondisi.
Ketika menentukan sebuah langkah sangat diperlukan strategi
komunikasi sebelumnya agar pesan dapat tersampaikan secara efektif
hingga tercapainya tujuan secara umum. Strategi komunikasi MUI sangat
diperlukan dalam mensosialisasikan fatwa-fatwanya agar masyarakat
dapat lebih memahami etika dalam menggunakan sosial media.
8 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2004), h.29
-
7
Masyarakat juga harus memahami bentuk informasi yang baik dan benar.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik dengan
masalah ini yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul
“Strategi Komunikasi MUI dalam mensosialisasikan fatwa pedoman
bermuamalah di media sosial”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penulisan skripsi ini tidak melebar dari tema yang dibahas,
maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada Strategi
Komunikasi yang dilakukan MUI dalam perumusan, implementasi dan
evaluasi untuk melakukan sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di
media sosial
2. Rumusan Masalah
Penulisan skripsi ini dirumuskan dalam pertanyaan berikut :
a. Bagaimana perumusan strategi komunikasi MUI dalam melakukan
sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di media sosial?
b. Bagaimana implementasi strategi komunikasi MUI dalam
melakukan sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di media
sosial?
c. Bagaimana evaluasi strategi komunikasi MUI dalam melakukan
sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di media sosial?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini selain sebagai tugas akhir kuliah, juga bertujuan untuk:
-
8
1. Mengetahui strategi komunikasi MUI dalam mensosialisasikan fatwa
pedoman bermuamalah di media sosial.
2. Mengetahui dan memahami langkah-langkah strategi komunikasi
beserta model komunikasi dan inovasi yang dilakukan oleh MUI
3. Menganalisis strategi komunikasi MUI dalam melakukan sosialisasi
fatwa
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat akademis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pengembangan wacana keilmuan Komunikasi
b. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan kajian ilmiah
untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya khususnya bidang
strategi komunikasi
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi dan masukan
bagi Majelis Ulama Indonesia dalam memperbaiki strategi
komunikasinya dalam mensosialisasikan fatwa-fatwa yang baru kepada
masyarakat Indonesia. Maraknya berita hoax di media sosial bisa
membuat rasa persaudaraan dan persatuan pecah. Jika sosialisasi dari
MUI berjalan dengan baik, maka berita hoax perlahan bisa teratasi dan
masyarakat bisa lebih bijak dalam mengunakan media sosial.
-
9
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian yang
digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian deskriptif
kualitatif. Metode penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata atau gambar dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Laporan penelitian akan bersifat kutipan-kutipan atau untuk memberi
gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berdasarkan dari
naskah wawancara, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.9
Maka dalam penelitian ini, peneliti ingin mendapatkan data yang
sangat akurat dan lengkap dengan terjun langsung ke lapangan dan
wawancara yaitu kepada pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
dalam memberikan fatwa berupa panduan dalam menggunakan media
sosial. Kemudian setelah data itu diperoleh, data tersebut dianalisis dan
disusun dalam bentuk deskriptif yang menggambarkan sebagaimana
kondisi sebenarnya.
2. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian yang digunakan pada penelitian ini mengacu
pada paradigma konstruktivis. Littlejohn mengatakan bahwa “teori-
teori aliran konstruktivis ini berlandaskan pada ide bahwa realitas
bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses
9 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2000), h 3
-
10
interaksi dalam kelompok, masyarakat dan budaya.”10
Jadi, peneliti memilih paradigma konstruktivis untuk mengetahui
bagaimana Majelis Ulama Indonesia membentuk realitas di masyarakat,
agar tujuan dari strategi komunikasinya dalam mensosialisasikan fatwa
pedoman bermuamalah di media sosial dapat tercapai.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pusat, sedangkan objek penelitian ini adalah strategi komunikasi dalam
mensosialisasikan fatwa pedoman bermuamalah di media sosial.
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu : Agustus – Desember 2017
Tempat : Gedung Majelis Ulama Indonesia, Jln. Proklamasi No. 51
Menteng, Jakarta Pusat
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara sistematik
Wawancara sistematik adalah wawancara yang dilakukan
dengan terlebih dahulu pewawancara mempersiapkan pedoman
(guide) tertulis tentang apa yang hendak ditanyakan kepada
responden. Pedoman wawancara tersebut digunakan sebagai alur
yang harus diikuti, mulai dari awal sampai akhir wawancara. Pada
10 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Wacana Media, 2013),
h.165
-
11
kondisi tertentu, pedoman wawancara terasa amat penting bagi
pewawancara. Hal ini disebabkan beberapa fungsi sebagai berikut :
1) Pedoman wawancara berfungsi membimbing alur wawancara
terutama mengarahkan tentang hal-hal yang harus ditanyakan
2) Dengan pedoman wawancara dapat dihindari kemungkinan
melupakan beberapa persoalan yang relavan dengan
permasalahan penelitian
3) Dapat meningkatkan kredibilitas penelitian karena secara
ilmiah jenis wawancara ini dapat meyakinkan orang lain
bahwa apa yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan
secara tertulis.11
b. Observasi atau pengamatan
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat
bantu utama selain panca indera lainnya seperti telinga, mata,
penciuman, mulut dan kulit. Oleh karena itu, observasi adalah
kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya
melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca
indera lainnya.12 Peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan
strategi komunikasi MUI
c. Metode dokumenter
11 Burhan bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group,2013) h 134 12 Burhan bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2013) h 144
-
12
Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan
data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada
intinya, metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk
menelusuri data historis.13
Dokumentasi bisa berupa dokumen publik ataupun privat.
Dokumen publik contohnya adalah media cetak ataupun media
online. Adapun dokumen privat adalah dokumen yang merupakan
arsip instansi ataupun perorangan14
6. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari
dan memutuskannya apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.15
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis isi kualitatif.
Adapun pengertiaan analisis kualitatif adalah analisis isi yang
lebih mendalam dan detail untuk memahami produksi isi media dan
mampu menghubungkannya dengan konteks sosial/realitas yang terjadi
13 Burhan bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2013) h 152 14 Kriyantono, Rachmat, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta :Kencana Prenada
Media Group, 2006), h.388
15 Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2010), h 248
-
13
sewaktu pesan dibuat. Hal ini dikarenakan semua pesan teks, simbol,
gambar dan sebagaiannya adalah produk sosial budaya masyarakat. 16
Analisis isi kualitatif ini bersifat sistematis, analitis tapi tidak boleh
kaku seperti dalam analisis data kuantitatif. Kategorisasi dipakai hanya
sebagai guide, diperbolehkan konsep-konsep atau kategorisasi yang lain
muncul selama proses riset ini.
7. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka pada penelitian “Strategi Komunikasi MUI dalam
Mensosialisasikan Fatwa Pedoman Bermuamalah di Media Sosial”
adalah sebagai berikut :
a. Penelitian skripsi Hilmansyah (2013) Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Peranan Majelis Ulama
Indonesia dalam penanggulan dampak/ pariwisata terhadap
kehidupan keagamaan di Pulau Tidung Kepulauan Seribu”. Hasil
dari penelitian yang dilakukan oleh Hilmansyah adalah mengetahui
peranan Majelis Ulama Indonesia yang berada di Kepulauan Seribu
dalam menanggulangi masalah dampak pariwisata terhadap
kehidupan agama. Adapun persamaan dari penelitian ini adalah
subjek yang diteliti yaitu MUI, sedangkan perbedaannya terletak
pada objek yang diteliti beserta teori yang digunakan.
b. Penelitian skripsi Ridho Falah Adli (2016) Mahasiswa UIN Syarif
Hidayattulah Jakarta yang berjudul “Strategi Komunikasi Majelis
16 Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana,2010), h 251
-
14
Ulama Indonesia dalam mensosialisasikan fatwa sesat ormas
Gafatar”. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ridho Falah
Adli adalah mengetahui strategi MUI dalam melakukan sosialisasi
fatwa yang sudah dibuat. Adapun persamaan dari penelitian ini
adalah mengupas penelitian yang berfokus pada MUI. Di sisi lain,
perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian penulis terletak
pada konsep dan teori yang dipakai beserta jenis fatwa yang
berbeda.
c. Penlitian skripsi Desi Lestari (2009) Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Strategi Komunikasi Linda
Agum Gumelar dalam program pita pink di yayasan kesehatan
payudara Jakarta”. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Desi
Lestari adalah mengetahui model, strategi dan implementasi
inovasi yang dilakukan Linda Agum Gumelar dalam
mensosialisasikan program pita pink di yayasan kesehatan
payudara Jakarta. Adapun persamaan dari penelitian ini ialah
menggunakan implementasi dari teori difusi inovasi yang
dilakukan oleh subjek yang diteliti. Di lain sisi, perbedaan
penelitian ini dengan penelitian penulis berupa subjek dan objek
yang diteliti
-
15
E. Sistematika Penulisan
1. BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdapat latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka
dan sistematika penulisan.
2. BAB II KERANGKA TEORI
Dalam bab ini berisikan penjelasan mengenai model komunikasi,
teori difusi inovasi, strategi komunikasi, konsep sosialisasi, fatwa,
pedoman bermuamalah dan media sosial
3. BAB III GAMBARAN UMUM
Pada bab ini akan membahas mengenai profil dan sejarah Majelis
Ulama Indonesia, Visi dan Misi, struktur Majelis Ulama Indonesia serta
dasar penetapan fatwa MUI
4. BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
Pada bab ini merupakan ini hasil temuan dan analisis penelitian.
Di mana penulis menjelaskan strategi komunikasi MUI dalam
mensosialisasikan fatwa berdasarkan penjelasan pengurus MUI dan
lembaga pemerintah seperti Kemkominfo yang bekerjasama dengan
MUI.
5. BAB V PENUTUP
Pada bab terakhir, Penulis mengakhiri skripsi ini dengan
memberikan kesimpulan yang berfungsi menjadi jawaban umum dari bab
I, serta diikuti pula saran penulis.
-
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Strategi
1. Pengertian Strategi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan strategi adalah
suatu ilmu dan seni yang menggunakan beberapa sumber daya bangsa
dalam melaksanakan kebijakan yang dituju untuk dalam keadaan perang
dan damai, atau susunan rencana yang cermat mengenai kegiatan dalam
meraih tujuan khusus.17 Sedangkan dalam manajemen suatu organisasi,
strategi diartikan sebagai taktik, cara ataupun kiat yang disusun secara
sistematik untuk melaksanan fungsi manajemen yang lebih terarah
didalam mencapai tujuan strategi organisasi.18
Kemudian menurut Steiner dan Miner, strategi adalah
“penempaan” misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dalam
meningkatkan kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan
dan strategi tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan
implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama
organisasi akan tercapai.19 Selain itu, menurut Ali Moestopo, strategi
mempunyai ciri-ciri berikut :
a. Memusatkan perhatian kepada kekuatan. Dalam pendekatan
strategis, kekuatan bagaikan fokus pokok.
17 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1340. 18 Hadari Nawawi, Manajemen Strategi Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan
(Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 2000), h. 147 19 George Steiner dan John Miner, Kebijakan Dan Strategi Manajemen Edisi Kedua,
Penerjemah Ticoalu dan Agus Dharma (Jakarta:Penerbit Erlangga, 1997), h. 18.
-
17
b. Memusatkan perhatian kepada analisa dinamik, analisa gerak dan
analisa aksi
c. Strategi memusatkan perhatian kepada tujuan yang ingin dicapai
serta gerak untuk mencapai tujuan tersebut.
d. Strategi memperhitungkan faktor-faktor waktu (masa lalu, masa kini
dan terutama masa depan) serta faktor lingkungan.
e. Strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang terjadi dari
peristiwa yang ditafsirkan berdasarkan konteks kekuatan. Kemudian
mengadakan analisis mengenai kemungkinan-kemungkinan serta
memperhitungkan pilihan-pilihan dan langkah-langkah yang dapat
diambil dalam menuju tujuan yang ingin dicapai”.20
Strategi juga diartikan oleh para manajer sebagai suatu rencana
berskala besar dan berpusat kepada masa depan guna berinteraksi
dengan lingkungan persaingan agar mencapai sasaran-sasaran
perusahaan.21 Dengan begitu, strategi bisa dikatakan sebuah cara untuk
meraih hal-hal yang ingin dicapai supaya tujuan yang sudah ditentukan
bisa terlaksana.
2. Tahapan Strategi
Menurut Fred R David, proses strategi tidak terkotak pada
perumusan konsep hingga implementasi, namun perlu adanya evaluasi
agar mampu terukur hasil dari strategi yang dilakukan. Jika ditarik inti
dari konsep strategi milik Fred R. David, suatu strategi harus melalui
tiga tahapan,22yaitu:
20 Ali Murtopo, Strategi Kebudayaan, (Jakarta : Centre for strategic and international
studies- CSIS, 1978), h.8 21 Pearce and Robinson, Manajemen Strategik, (Jakarta : Binarupa Aksara, 1997), h. 20 22 Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep, edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah
Alexander Sindoro (Jakarta: Prenhalindo, 2002), h. 3.
-
18
a. Perumusan Strategi
Dalam perumusan strategi, penyusun konsep atau gagasan
patut dipikirkan secara matang akan peluang dan ancaman eksternal,
mempertahankan kekuataan dan kelemahan secara internal,
menetapkan suatu objektifitas, menghasilkan beberapa kemungkinan
strategi alternatif dan memilih strategi untuk dilaksanakan.
Perumusan strategi berusaha menemukan persoalan yang terjadi dari
peristiwa yang ditafsirkan berdasarkan konteks kekuatan, kemudian
mengadakan analisis mengenai kemungkinan-kemungkinan serta
memperhitungkan pilihan-pilihan dan langkah-langkah yang dapat
diambil dalam rangka menuju tujuan yang ingin diraih.
b. Implementasi Strategi
Langkah berikutnya adalah melaksanakan strategi yang
ditetapkan. Ketika sudah memiliki perumusan strategi, suatu
organisasi harus melahirkan sikap komitmen dan kerjasama didalam
implementasi strategi. Jika tidak ada dua sikap tersebut, proses
formulasi dan analisis strategi yang telah dirumuskan hanya sebatas
wacana belaka. Implementasi strategi bertumpu pada alokasi dan
pengorganisasian sumber daya yang ditampakkan melalui penetapan
struktur organisasi dan mekanisme kepemimpinan yang dijalankan
bersama budaya perusahaan dan organisasi.
c. Evaluasi Strategi
Tahap terakhir dari strategi adalah evaluasi implementasi strategi.
Evaluasi strategi menjadi tahap yang harus dilakukan. Suatu
-
19
keberhasilan dan kegagalan bisa diukur untuk memeriksa tahapan
perumusan dan implemetasi sudah benar dilaksanakan atau tidak.
Jika tahapan-tahapan strategi berjalan dengan lancar, strategi untuk
menentukan tujuan bisa ditetapkan kembali. Evaluasi menjadi tolak
ukur untuk strategi yang akan dilaksanakan kembali oleh suatu
organisasi dan evaluasi sangat diperlukan untuk memastikan sasaran
yang dinyatakan telah tercapai. Setidaknya ada tiga macam langkah
dasar untuk mengevaluasi strategi yaitu :
1) Menunjukan faktor-faktor eksternal dan internal
2) Mengukur prestasi dengan membandingkan hal yang
diharapkan dengan kenyataan
3) Mengembalikan tindakan korektif untuk memastikan bahwa
prestasi sesuai dengan rencana.
B. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Secara etimologis, komunikasi dipelajari menurut asal-usul
katanya, yaitu berasal dari bahasa Latin, communication, kata ini
bersumber pada kata communis, yang artinya sama makna, sama
makna disini maksudnya sama makna atau sama arti.23 Berarti
komunikasi akan terjadi apabila ada kesamaan makna mengenai suatu
pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan pesan yang
didapat oleh komunikan.
23 Yusuf Zainal Abidin, Manajemen Komunikasi: Filosofi, Konsep dan Aplikasi, (Bandung
: Pustaka Setia, 2015), h. 34.
-
20
Sedangkan secara terminologis, komunikasi adalah proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.
Dari pengertian itu jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah
orang, di mana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain.24
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan
maupun tidak langsung melalui media.
Everett M. Rogers & Lawrence Kincaid, menyatakan bahwa
komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama
lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.25
Komunikasi merupakan proses sosial dimana komunikasi melibatkan
manusia untuk selalu berinteraksi satu sama lain, sehingga mencapai
suatu pemahaman yang sama.
2. Komponen Dasar Komunikasi
Pada hakikatnya, didalam komunikasi terdapat unsur atau
komponen dasar yang membuat adanya proses komunikasi. Terdapat
empat komponen dalam komunikasi, sekaligus satu komponen
tambahan karena komunikasi terjadi secara dua arah atau timbal
balik. Adapun komponen dasar komunikasi yaitu :26
24 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung : PR Remaja Rosdakarya,
2008), h. 4
25 Onong Uchjana Effendy, Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2008) h. 32 26 Yusuf Zainal Abidin, Manajemen Komunikasi: Filosofi, Konsep dan Aplikasi (Bandung :
Pustaka Setia, 2015), h. 35.
-
21
a. Pengirim Pesan (Komunikator)
Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirimkan
pesan. Sumber pesan berasal dari otak pengirim pesan. Komunikator
akan membuat terlebih dahulu pesan yang ingin disampaikan.
Membuat pesan adalah menentukan arti yang akan dikirimkan
kemudian menyandikan (encode) arti tersebut dalam suatu pesan.
Setelah itu, dikirimkan melalui saluran.
b. Pesan
Pesan adalah informasi yang akan dikirimkan kepada penerima.
Ketika komunikator dan komunikan melakukan proses komunikasi,
pesan menjadi panduan dari pikiran dan perasaan seseorang. Pesan
dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal didalam
pemakaiannya menggunakan bahasa yang terbagi menjadi dua yaitu
secara tertulis dan secara lisan.
Adapun secara tertulis berupa surat dan buku, sedangkan pesan
secara lisan, seperti percakapan tatap muka, percakapan melalui
telepon dan sebagainya. Selain verbal, ada juga pesan bersifat
nonverbal berupa isyarat gerakan badan, ekspresi muka, dan nada
suara. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan umpan balik (feed back)
dari komunikan.
c. Saluran Komunikasi
Saluran ialah penghubung komunikator dalam menyampakaian
pesan kepada komunikan. Ada dua jalan agar pesan tersampaikan,
-
22
yaitu saluran komunikasi tatap muka dan saluran komunikasi yang
menggunakan media. Pertama, saluran komunikasi tatap muka. Pada
saluran ini, komunikator dan komunikan berkomunikasi langsung
bertatap muka tanpa media.
Adapun jenis komunikasi tatap muka seperti rapat, pertemuan
kelompok, percakapan langsung, percakapan dari mulut ke mulut
dll. Sedangkan komunikasi yang menggunakan media, komunikator
dan komunikan melakukan proses komunikasi melalui teknologi
media komunikasi. Salah satu cirinya ialah penyampaian pesan bisa
melewati ruang dan waktu.
d. Penerima Pesan (Komunikan)
Penerima pesan adalah orang yang menerima dan mencerna isi
pesan dari komunikator. Selama adanya proses komunikasi,
komunikan sebagai penerima pesan memainkan peran yang penting.
Pesan yang sudah tersampaikan akan lebih baik, jika komunikan
memberikan umpan balik untuk menentukan berlanjutnya
komunikasi atau berhentinya komunikasi yang diutarakan.
e. Output
Output adalah respons penerima terhadap pesan yang
diterimanya. Adanya reaksi ini membantu pengirim untuk
mengetahui sesuai tidaknya interpretasi pesan yang dikirimkan
dengan hal-hal yang dimaksudkan oleh pengirim. Apabila arti pesan
-
23
yang dimaksudkan oleh pengirim diinterpretasikan sama oleh
penerima, berarti komunikasi tersebut efektif.
3. Model Komunikasi Paul Lazarsfeld
Model ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sosiologis Paul
Lazarsfeld pada tahun 1944 dan kemudian diperjelas oleh Elihu Katz
pada tahun 1955. Menurut Paul Lazarsfeld, model ini menyatakan bahwa
pesan media massa sampai kepada khalayak melalui suatu interaksi yang
sangat kompleks.27 Adapun model komunikasi ini disebut model
komunikasi multi step flow model.
Dalam multi step flow model atau model alir banyak tahap terdapat
gabungan dari model alir satu tahap dan model alir dua tahap. Media
mencapai khalayak dapat secara langsung dan dapat pula melalui macam-
macam penerusan (relaying) secara beranting, baik melalui pemuka
pendapat (opinion leaders) maupun melalui situasi saling berhubungan
antara sesama anggota khalayak. Beberapa anggota dari khalayak luas itu
memperoleh pesan-pesan secara langsung dari media massa, sementara
yang lain memperolehnya dari sumber atau saluran lain, atau dari tangan
kedua, ketiga, atau yang seterusnya lagi.
Dua tahap penyampaian pesan dalam model ini adalah biasanya ide
datang dari media massa dan diterima oleh pemuka pendapat, selanjutnya
disampaikan kepada khalayak yang kurang giat.28 Model ini
27 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia cetakan ke 5 (Jakarta : PT Rajagrafindo, 2010), h
134 28 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia cetakan ke 5 (Jakarta : PT Rajagrafindo, 2010), h
134zzz
-
24
menggambarkan bahwa terjadi hubungan timbal balik dari media ke
khalayak (yang juga berinteraksi satu sama lain), kembali ke media,
kemudian kembali lagi ke khalayak dan seterusnya.
Pada dasarnya model komunikasi multi step flow model
mengasumsikan masyarakat tidak hidup terisolasi, melainkan aktif
berinterksi menjadi bagian dari kelompok sosial. Ada pemuka pendapat
yang aktif dalam menggunakan media, bahkan berperan sebagai sumber
rujukan informasi yang berpengaruh. Terdapat komunikan yang menjadi
komunikator sebagai penerus dalam arus komunikasi dari sumber media
kepada khalayak yang luas.29
Gambar 2.1
Model Komunikasi multi step flow
s
Sumber : Buku Sistem Komunikasi Indonesia, 2010
Berdasarkan gambar diatas, pesan-pesan yang disampaikan di
media massa bisa langsung dipahami dan diterima oleh khalayak.
Artinya, khalayak atau masyarakat sudah bisa mencerna sendiri maksud
29 Ardianto dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2004) h 23
-
25
dari pesan yang ditunjukan. Adapun X sebagai opinion leader juga
mendapatkan informasi atau pesan langsung dari media massa. Para
opinion leader ini ialah orang-orang yang lebih sering bersentuhan
dengan media. Peran dari opinion leader berfungsi sebagai perantara
pemberi informasi dengan maksud mengubah sikap dan perilaku
khalayak.
4. Perencanaan Komunikasi
Perencanaan adalah rangkaian proses pemikiran dan penentuan
hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka
meraih tujuan yang telah ditentukan secara matang.30 Menurut G. R.
Terry, perencanaan ialah proses pemilihan dan menghubung-hubungkan
fakta, serta menggunakannya untuk menyusun asumsi-asumsi yang
diduga akan terjadi untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan
agar mencapai tujuan yang diharapkan.31
Perencanaan menurut Bintoro Tjokroaminoto adalah proses
mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu, Prajudi Atmosudirjo juga
berpendapat bahwa perencanaan adalah perhitungan dan penentuan
tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan
tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, di mana, dan bagaimana cara
melakukannya.32
30 Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada, 2013), h. 22 31 https://www.scribd.com/doc/129465275/TAHAPAN-PERENCANAAN-KOMUNIKASI
diakses pada tanggal 15 Agustus 2017 32 Husaini Usman. Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 60
https://www.scribd.com/doc/129465275/TAHAPAN-PERENCANAAN-KOMUNIKASI
-
26
Konsep perencanaan akan lebih didekati dari aspek manajemen,
sedangkan aspek komunikasi akan dilihat sebagai suatu proses
penyebaran atau pertukaran informasi. Meskipun kedua konsep ini
berbeda dalam pendekatannya, namun kedua konsep ini dapat
diintegrasikan menjadi satu kajian khusus.33 Kehidupan yang dinamis
membuat konsep perencanaan komunikasi diaplikasikan dalam segala
bidang, mulai dari bidang penyebarluasan informasi, penyadaran
masyarakat dan pemasaran.
Ada 10 tahapan yang harus dilalui dalam melakukan perencanaan
komunikasi yaitu 34:
a. Pengumpulan database dan need assement
Pengumpulan data base line menjadi hal yang sangat penting
dalam perencanaan komunikasi. Adapun setiap aspek perencanaan
akan mengacu pada data base line atau penelitian. Kegiatan
penelitian tersebut akan dihasilkan data primer dan data sekunder.
Data Primer adalah data dari masyarakat yang langsung berhadapan
dengan masalah yang akan dihadapi. Data primer didapat dari
interview, polling ataupun focus group discussion (FGD).
Adapun data sekunder adalah data pendukung yang nanti
menjadi rujukan saat pelaksanaan program. Data pendukung ini
bisa berupa informasi dari media cetak ataupun elektronik serta
kebijakan-kebijakan yang berlaku atau berhubungan dengan
33 Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada, 2013), h. 21 34 Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada, 2013), h. 80
-
27
program. Isu-isu strategis juga harus menjadi perhatian dalam
pengumpulan data ini. Sedangkan need assessment adalah mendata
apa saja yang dibutuhkan selama proses akan berlangsung.
Mendata sumber daya apa saja yang bisa digunakan dalam
program.
b. Perumusan tujuan komunikasi
Penentuan tujuan bisa dilakukan dengan memperhatikan
masalah yang dihadapi dan akhirnya merumuskan bagaimana
keadaan masalah tersebut setelah program dilaksanakan. Penentuan
tujuan harus spesifik supaya dengan jelas dan komprehensif bisa
dilaksanakan. Kemudian tujuan dari sebuah program haruslah
terukur apalagi saat dilakukan evaluasi.
c. Analisis perencanaan dan pengembangan strategi
Strategi menjadi cara yang disusun seefektif dan seefisien
mungkin untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Strategi ini
merupakan dasar dari taktik yang akan dibuat dalam setiap keadaan
di lapangan.
d. Analisis dan segmentasi khalayak
Analisis dan segmentasi khalayak juga harus dilaksanakan
dengan menentukan siapa target sasaran program yang sedang
dijalankan. Analisis ini sangat penting karena bentuk perencanaan
akan sangat bergantung pada tipe publik yang dihadapi.
Pemrograman komunikasi setidaknya harus memilah publik
menjadi tiga kelompok. Pertama, Latent Public yaitu kelompok
-
28
yang menghadapi masalah, tetapi tidak mempunyai perhatian lebih.
Kedua, adalah aware public, yaitu kelompok yang bertanggung
jawab terhadap masalah. Sedangkan yang terakhir adalah active
public yaitu kelompok yang melakukan tindakan terhadap masalah.
e. Pemilihan media
Pemilihan media sangat penting dilakukan dengan
memperhatikan tiap tahap berikut ini.Pertama mendaftar media
yang sudah ada. Semua media yang mungkin mendukung program
komunikasi didata dan bila perlu dikelompokkan menurut
keperluan program. Setelah pendataan dilakukan evaluasi, media
mana saja yang sesuai dari segi waktu, jangkauan segmen, biaya,
dan efektifitas.
f. Desain dan pengembangan pesan
Pendesainan dan pengemasan pesan harus dilakukan sesuai
dengan penelitian yang dilakukan, segmen dan berpanduan pada
teori-teori dan keilmuan yang ada.
g. Perencanaan manajemen
Perencanaan manajemen bisa dibuat dari struktur manajerial
beserta job deskripsi masing-masing. Mekanisme-mekanisme perlu
disiapkan dalam hal ini misal, bagaimana alur dana berjalan. Selain
itu bagaimana koordinasi dilakukan di lapangan, dan sebagainya.
-
29
h. Pelaksanaan pelatihan
Pelatihan diperlukan dalam membangun kesiapan dalam
pelaksanaan program. Perlu diadakan replikasi sebelum eksekusi
program dilaksanakan. Selain itu juga pelatihan penguatan konsep
program. Fasilitator sebuah pelatihan harus dari orang terlatih atau
di dalam bidangnya. Kemudian, penyiapan konsultanpun
diperlukan agar bisa mengawasi berjalannya program. Lokakarya
dan diseminasi juga perlu diadakan untuk menyiapkan semuanya
sebelum pelaksanaan
i. Implementasi
Implementasi bisa dilakukakan sesuai dengan program yang
telah ditentukan. Adapun beberapa cara yang biasa dilakukan
seperti lobi-lobi, silaturahmi, dan sosialisasi. Pembentukan sistem
pengontrol di lapangan juga biasanya diterapkan dengan
menggunakan sumber daya masyarakat sendiri. Tentunya hal ini
bergantung pada lobi-lobi yang telah dilakukan tersebut.
j. Evaluasi program
Evaluasi Program menjadi bagian penting dalam sebuah
proses. Hal ini bertujuan untuk melihat tindakan yang tepat dan
mana yang tidak sehingga ke depannya bisa dilakukan program
yang lebih baik. Evaluasi bisa dibagi menjadi dua yaitu evaluasi
ongoing dan end review. Evaluasi ongoing dilaksanakan selama
proses berlangsung dan akan menjaga fleksibilitas sebuah program.
Sedangkan end review diterapkan untuk merangkum evaluasi
-
30
ongoing, dalam artian terangkum evaluasi dari awal sampai akhir
yang bisa memperbaiki kesalahan, sehingga bisa dijadikan pijakan
untuk pelaksanaan program berikutnya.
C. Strategi Komunikasi
1. Pengertian Strategi Komunikasi
Alo Liliweri mengatakan bahwa strategi komunikasi adalah strategi
yang mengartikulasikan, menjelaskan, dan mempromosikan suatu visi
komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam suatu rumusan yang
baik.35 Hafied Cangara memberi batasan pengertian strategi komunikasi
sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah laku
manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru.36
Strategi komunikasi bisa menjadi paduan dari perencanaan
komunikasi dengan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan kata lain dalam tahapan strategi komunikasi
akan berhubungan dengan tahapan perencanaan komunikasi dan
manajemen strategi.
Menurut R. Wayne Peace, Brend D. Petterson dan M. Dallas
Burnet dalam bukunya Techniques for effective communication,
seperti yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy, tujuan sentral
strategi komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama yaitu:
a. To secure understanding : memastikan komunikan paham terhadap
pesan yang didapat.
35 Alo Liliweri, Komunikasi : Serba Ada Serba Makna, (Jakarta:Kencana Prenada Media
Group, 2011) h. 240 36 H. Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, (Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada,2013) h. 61
-
31
b. To establish accepttance : jika komunikan sudah dimengerti,
pemahaman terhadap pesan harus dibina
c. To motivate action : setelah penerimaan itu dibina, maka kegiatan ini
harus dimotivasikan.37
Tiga tujuan ini sangat berkaitan erat, karena yang pertama To
secure understanding: memastikan bahwa komunikan mengerti pesan
yang diterimanya. Andaikan sudah dapat mengerti dan menerima
maka penerimaannya itu harus dibina (To establish acceptance), yang
pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (To motivation action).
2. Langkah-langkah Strategi Komunikasi
Dalam realitanya, untuk mencapai suatu tujuan membutuhkan
langkah-langkah strategi komunikasi. Adanya strategi komunikasi
membuat proses komunikasi bisa berjalan lancar. Penyusunan
langkah-langkah tersebut dibutuhkan suatu landasan pemikiran
dengan memperhitungkan konten-konten dalam komponen
komunikasi serta faktor pendukung dan penghambat komunikasi.
Berikut langkah-langkah dalam strategi komunikasi yang perlu
diperhatikan yaitu :
a. Mengenal khalayak
Memahami masyarakat, terutama yang akan menjadi target
sasaran program komunikasi merupakan hal yang sangat penting,
sebab semua aktivitas komunikasi diarahkan kepada mereka.
37 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya) 2008. h. 32
-
32
Masyarakat atau khalayak menentukan berhasil tidaknya suatu
program.38 Sebesar apapun biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan
untuk memengaruhi khalayak, jika masyarakat tidak tertarik proses
komunikasi akan sia-sia. Oleh karena itu, menganalisis khalayak dan
kebutuhan khalayak menjadi faktor penting.
Dalam proses komunikasi, baik komunikator maupun khalayak
harus mempunyai kepentingan yang sama. Tanpa persamaan
kepentingan, komunikasi tidak akan tercipta secara efektif. Upaya
menciptakan persamaan kepentingan tersebut, maka komunikator
seharusnya memahami kerangka pengalaman dan kerangka referensi
khalayak yang meliputi :39
1) Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak seperti
pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan, kemampuan
khalayak untuk menerima pesan lewat media yang digunakan dan
pengetahuan khalayak terhadap perbendaharaan kata-kata yang
digunakan.
2) Pengaruh kelompok dari masyarakat atas nilai-nilai dan norma
kelompok serta masyarakat yang ada
3) Situasi dimana khalayak itu berada.
b. Menyusun pesan
Setelah mengenal khalayak, maka menyusun pesan ialah tahap
selanjutnya dalam perumusan strategi komunikasi. Dalam
mempengaruhi khalayak, pesan yang disampaikan harus mampu
38 Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi edisi revisi. (Jakarta : PT.
Rajagrafindo Persada, 2014) h 136 39 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktik ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009),
h 184
-
33
membangkitkan perhatian. Wilbur Schramm mengajukan syarat-syarat
untuk berhasilnya pesan tersebut sebagai berikut40 :
1) Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa
sehingga pesan itu dapat menarik perhatian sasaran yang dituju
2) Pesan haruslah menggunakan tanda-tanda yang didasarkan pada
pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga
kedua pengertian itu bertemu
3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi daripada sasaran
dan menyarankan cara-cara untuk mencapai kebutuhan itu
4) Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh
kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok di mana kesadaran
pada saat digerakkan untuk memberikan jawaban yang
dikehendaki.
c. Menetapkan metode
Demi mencapai proses komunikasi yang efektif setelah
kemantapan isi pesan, perlu menyelaraskan kondisi khalayak dsb.
Oleh karena itu, penyampaian pesan akan dipengaruhi metode -
metode penyampaiannya kepada sasaran. Metode penyampaian
atau mempengaruhi itu bisa dilihat dari dua aspek yaitu dari segi
cara pelaksanaannya dan segi bentuk isinya.
Sedangkan dari cara pelaksanaannya, semata-mata melihat
komunikasi itu dari segi pelaksanaannya dengan melepaskan
perhatian dari isi pesannya. Kedua, dari segi bentuk isinya melihat
40 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktik ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009),
h 193
-
34
komunikasi itu dari bentuk pernyataan atau bentuk pesan dan
maksud yang dikandung. Dari cara pelaksanaanya, terdapat dua
bentuk yang bisa diaplikasikan yaitu41 :
1) Redundancy (Repetition)
Metode redundancy atau repetition, adalah cara
mempengaruhi khalayak dengan jalan mengulang-ulang pesan
kepada khalayak.Pesan yang sering muncul bisa memberi
minat perhatian lebih di hati khalayak. Ketika pesan sering
diulang, khalayak tidak mudah melupakan hal-hal penting
yang disampaikan. Selanjutnya dengan metode repetition ini,
komunikator dapat memperoleh kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja dalam
penyampaian-penyampaian sebelumnya.
2) Canalizing
Dalam mempengaruhi khalayak, komunikator harus
terlebih dahulu mengetahui dan memahami kerangka referensi
dan lapangan pengalaman dari khalayak tersebut. Setelah itu,
komunikator bisa menyusun pesan dan metode yang sesuai.
Komunikator seharusnya juga terlebih dahulu mengenal
khalayaknya dan memulai melontarkan idenya sesuai dengan
kepribadian, sikap dan motif khalayak. Proses strategi
komunikasi yang dilakukan pada tahap menetapkan metode,
bisa dimulai komunikasinya sesuai khalayak itu berada (start
41 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktik ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009),
h 197
-
35
where the audience), kemudian diubah sedikit demi sedikit ke
arah tujuan komunikator.
Cara ini disebut dengan metode canalizing. Artinya,
komunikator menyediakan saluran-saluran tertentu untuk menguasai
motif-motif yang ada pada dari khalayak. Juga termasuk proses
canalizing ini ialah memahami dan meneliti pengaruh kelompok
terhadap individu atau khalayak. Adapun beberapa metode dari segi
isi yakni diantaranya:
1) Informatif. Bentuk pesan yang bersifat informatif, yaitu suatu
bentuk isi pesan, yang bertujuan mempengaruhi khalayak
dengan jalan (metode) memberikan /penerangan. Penerangan
disini adalah berupa pesan yang berisikan informasi berdasarkan
fakta dan pendapat yang bisa dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
2) Persuasif berarti mempengaruhi dengan jalan membujuk.
Dalam hal ini khalayak digugah baik pikirannya, maupun dan
terutama perasaannya. Metode persuasif, dengan demikian
merupakan suatu cara untuk mempengaruhi komunikan, dengan
tidak terlalu banyak berpikir kritis.
3) Edukatif. Metode edukatif sebagai salah satu usaha
mempengaruhi khalayak dari suatu pernyataan umum yang
dilontarkan, dapat diwujudkan dalam bentuk pesan yang berisi:
pendapat-pendapat, fakta-fakta dan pengalaman-pengalaman.
Oleh karena itu suatu pernyataan kepada umum dengan
-
36
memakai metode edukatif ini, akan memberikan pengaruh yang
mendalam kepada khalayak kendatipun hal ini akan memakan
waktu yang sedikit lebih lama dibanding dengan memakai
metode persuasif.
4) Penggunaan Media. Sebagaimana dalam menyusun pesan dari
suatu komunikasi yang ingin dilancarkan, kita harus selektif
dalam arti menyesuaikan keadaan dan kondisi khalayak.
Pemilihan media komunikasi pun harus demikian adanya, karena
untuk mencapai sasaran komunikasi harus dapat memilih secara
tepat media komunikasi yang digunakan, tergantung pada tujuan
yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan, dan teknik
yang akan digunakan.
D. Teori Difusi Inovasi
Pada tahun 1962, Everett Rogers menggabungkan temuan penelitian
arus informasi. Ia mengembangkan teori difusi, perpanjangan dari ide Paul
Lazarsfeld mengenai arus dua langkah.42 Upaya Rogers menggabungkan
penelitian arus informasi dengan teori difusi disebut teori difusi inovasi.
Penelitian difusi adalah satu jenis penelitian komunikasi yang khas,
tetapi penelitian ini dimulai di luar bidang komunikasi yang berasal dari
sosiologi. Rogers, tokoh difusi yang kemudian menjadi peneliti komunikasi,
42 Stanley J. Baran, Dennis K. Davis, Teori Komunikasi Massa : Dasar, Pergolakan dan
Masa Depan, (Jakarta : Penerbit Salemba Humanika, 2010) h 338
-
37
membuat desertasi dalam pedesaan. 43 Berbagai macam difusi
didefinisikan, tetapi ada satu asumsi yang mengikat semua difusi.
Difusi adalah suatu proses komunikasi yang menetapkan titik-
titik tertentu dalam penyebaran informasi melalui ruang dan waktu dari satu
agen ke agen yang lain. Salah satu saluran informasi yang penting adalah
media massa, karena itu model difusi mengasumsikan bahwa media massa
mempunyai efek yang berbeda-beda pada titik-titik waktu yang berlainan,
mulai dari menimbulkan tahu sampai mempengaruhi adopsi atau rejeksi
(penerimaan atau penolakan).44
Difusi adalah pengomunikasikan sebuah inovasi lewat saluran
tertentu seiring waktu diantara anggota-anggota sebuah sistem sosial.45
Awal perkembangannya teori ini menduduki peran pimpinan opini dalam
mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Tetapi difusi inovasi juga
bisa langsung mengenai khalayaknya. Menurut teori ini sesuatu yang baru
akan menimbulkan keingintahuan masyarakat untuk ingin mengetahuinya
pula. Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru, inovasi atau proses
baru keseluruh masyarakat.46
Teori difusi inovasi adalah proses sosial yang mengkomunikasikan
informasi tentang ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi
43 Rahmat Jalaluddin, M.SC Metode Penelitian Komunikasi Cet ketiga belas (Bandung :
P.T Remaja Rosdakarya 2007), h.70 44 Rahmat Jalaluddin, M.SC Metode Penelitian Komunikasi Cet ketiga belas (Bandung :
P.T Remaja Rosdakarya 2007), h.71 45 Charles dkk, Handbook Ilmu Komunikasi (Bandung : Nusa Media, 2014) h 350 46 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2016) h. 170.
-
38
perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial.
Adapun tahapan dari proses keputusan inovasi adalah sebagai berikut47 :
1. Pengetahuan – penerimaan kepada inovasi dan suatu pemahaman
tentang bagaimana inovasi itu berfungsi
2. Persuasi – pembentukan sikap terhadap inovasi
3. Keputusan – aktivitas yang menghasilkan pilihan untuk mengadopsi
atau menolak inovasi
4. Implementasi – penggunaan inovasi
5. Konfirmasi – penguatan atau pembalikan keputusan inovasi yang
dibuat
E. Sosialisasi
1. Pengertian Sosialisasi
Menurut James W Vander Zanden sosialisasi adalah suatu
proses interaksi sosial dimana orang memperoleh pengetahuan, nilai,
sikap serta perilaku esensial untuk berpartisipasi secara efektif dalam
masyarakat.48 Sosialisasi adalah proses di mana individu menerima
kemudian menginternalisasikan atau menghayati banyak nilai sosial,
kepercayaan, pola-pola perilaku dari kebudayaan mereka.
Sosialisasi sangat erat hubungannya dengan proses komunikasi.
Dalam menginternalisasi sebuah informasi, nilai dan pemahaman
kepada diri sendiri diperlukan transfer informasi dari sumber
informasi kepada target sasarannya. Dalam penyampaian aktivitas
47 Werner J. Severin, Teori Komunikasi ( Jakarta, Penerbit Salemba Humanika, 2012) h 250 48 Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan . (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011) h. 60
-
39
tersebut biasanya menggunakan media. Adapun media yang
digunakan bisa berupa keluarga, kelompok bermain, sekolah,
lingkungan kerja dan media massa.49 Sosialisasi umumnya bersifat
persuasif, yaitu mengajak target sasarannya untuk melakukan suatu
perbuatan atau hanya dengan memberikan suatu pengetahuan.
Sosialisasi merupakan suatu hal yang mendasar bagi
perkembangan manusia. Dengan berinteraksi dengan orang lain,
seorang individu belajar bagaimana berpikir, mempertimbangkan
dengan nalar, dan berperasaan. Hasil akhirnya ialah membentuk
perilaku kita, termasuk pikiran dan emosi kita sesuai dengan
budaya yang berlaku.50
2. Jenis Sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua:
a. Sosialisasi primer ini terjadi pada masa pertumbuhan, yakni dengan
cara mengucapkan kalimat, cara mengucapkan kata, cara bersikap dan
lain sebagainya. Pada masa ini agen sosialisasi utamnya adalah
keluarga. Menurut Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan
sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu
menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang
lain di sekitarnya. Selain itu, disebut primer juga karena kelompok ini
bisa menjadi instrumen penting untuk kontrol sosial. Sebagai agensi
49 Dwi Narwoko-Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar, (Jakarta: Prenada Media,
2005) h. 56
50 James M. Henselin, Sosiologi: Dengan Pendekatan Membumi, (Jakarta: Erlangga, 2007)
h.74
-
40
sosialisasi, kelompok primer berusaha menjaga agar norma dan sosial
yang dianut bersama bisa membentuk sikap dan prilaku anggota
kelompoknya seperti masyarakat.
b. Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah
sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok
tertentu dalam masyarakat. Menurut Goffman, kedua proses tersebut
berlangsung dalam institusi sosial, yaitu tempat tinggal dan tempat
bekerja. Dalam kedua insitusi tersebut, terdapt sejumlah individu
dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu
kurun tertentu, bersama-sama menjalini hidup terkukung, dan diatur secara
formal.51
F. Fatwa pedoman bermuamalah di media sosial
1. Fatwa
Fatwa berasal dari bahasa Arab,فتوى yang artinya nasihat, petuah,
jawaban atau pendapat. Adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan
atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan
yang diakui otoritasnya,52 disampaikan oleh seorang mufti atau ulama,
sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
peminta fatwa (mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan.
Kitab Mafaahim Islaamiyyah diterangkan bahwa kata “al-
fatwa” bermakna “jawaban atas persoalan-persoalan syariat atau
perundang-undangan yang sulit.” Jika dinyatakan aftaay fi al-mas’alah:
menerangkan hukum dalam permasalahan tersebut. Sedangkan al-iftaa’
51 M. Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2006), cet. ke-1 h. 80.
52 Racmat Taufik Hidayat dkk.,Almanak Alam Islami, (Pustaka Jaya: Jakarta. 2000). hal.20
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muftihttp://id.wikipedia.org/wiki/Ulama
-
41
adalah penjelasan hukum-hukum dalam persoalan syariat, undang-
undang, dan semua hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan
orang yang bertanya.53
Fatwa secara syariat bermakna penjelasan hukum syariat atas
suatu permasalahan dari permasalahan-permasalahan yang ada didukung
oleh dalil yang berasal dari Al-Qur’an, sunnah Nabawiyyah, dan ijtihad.
Menurut Prof. Amir Syarifuddin, fatwa atau ifta’ berasal dari kata afta,
yang berarti memberikan penjelasan. Secara definitif fatwa yaitu
usaha memberikan penjelasan tentang hukum syara’ oleh ahlinya kepada
orang yang belum mengetahuinya.54
Oleh karena itu, fatwa menyangkut masalah agama maka tidak
sembarang orang bisa menduduki sebagai mufti. Syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh seorang mufti antara lain adalah:55
a. Fatwanya harus didasarkan kepada kitab-kitab induk yang mutabar
agar fatwa yang diberikan itu dapat diterima oleh penerima fatwa.
b. Apabila ia berfatwa berdasrkan qoul seseorang alim, maka ia dapat
menunjukan dasar sumber pengambilan fatwanya itu, dengan
demikian ia terhindar dari berbuat salah dan bohong.
c. Seorang mufti harus mengerti atau mengetahui berbagai macam
pendapat ulama agar tidak terjadi kesalahpahaman antara ia dan
penerima fatwanya.
d. Seorang mufti harus seorang alim yang memiliki kejujuran.
53 Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013) h. 373-374
54 Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013) h. 373-374 55 Zen Amirudin, Ushul Fiqih, (Yogyakarta : Teras, 2009). Hal. 213
-
42
2. Pengertian Pedoman bermuamalah
Istilah pedoman bermuamalah terdiri dari dua kata yaitu pedoman
dan muamalah. Pedoman ialah kumpulan ketentuan dasar yang memberi
arah bagaimana sesuatu harus dilakukan, atau hal (pokok) yang menjadi
dasar (pegangan, petunjuk, dan sebagainya) untuk menentukan atau
melaksanakan sesuatu.56 Adapun bermuamlah berasal dari kata
muamalah yang artinya pergaulan atau hubungan antar manusia. Dalam
pengertian muamalah secara umum, muamalah bisa berarti perbuatan
atau pergaulan manusia di luar ibadah. Muamalah merupakan perbuatan
manusia dalam menjalin hubungan atau pergaulan antar sesama manusia
(hablumminannas), sedangkan ibadah kepada Allah ialah
hablumminnallah.57
Bisa dikatakan, muamalah itu ialah segala aturan agama yang
mengatur antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam
sekitarnya, tanpa memandang agama atau asal usul kehidupannya. Jika
disimpulkan, pedoman bermuamlah adalah petunjuk ataupun pegangan
yang dapat mengatur hubungan antara sesama manusia dan antara
manusia dengan alam sekitarnya.
3. Media Sosial
a. Pengertian Media Sosial
Menurut Van Dijk, media sosial adalah platform media
yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi
56 http://kbbi.co.id/arti-kata/pedoman diakses pada tanggal 19 Agustus 2017 57 Ghufron A Mas`adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2002), hal.2
http://kbbi.co.id/arti-kata/pedoman
-
43
mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi.58 Oleh karena itu,
media sosial dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang
menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai sebuah
ikatan sosial. Meike dan Young mengartikan media sosial sebagai
konvergensi antara komunikasi personal dalam arti saling berbagi
antar individu (to be shared one-to-one) dan media publik untuk
berbagi kepada siapa saja tanpa ada kekhususan individu.
Sementara itu, Boyd menjelaskan media sosial sebagai kumpulan
perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun komunitas
untuk berkumpul, berbagi, berkomunikasi, dan dalam kasus tertentu
saling berkolaborasi atau bermain. Media sosial memiliki kekuatan
pada user-generated content (UGC) di mana konten dihasilkan oleh
pengguna, bukan oleh editor sebagaimana di institusi media massa.59
b. Karakteristik Media Sosial
Untuk memahami media sosial adalah dengan cara
memperhatikan karakteristik dari media sosial sebagai berikut60:
1) Jaringan (network)
Karakter media sosial adalah membentuk jaringan diantara
penggunanya. Tidak peduli apakah di dunia nyata (offline)
antarpengguna itu saling kenal atau tidak, namun kehadiran
58 Rulli Nasrullah, Media Sosial; Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h. 11. 59 Rulli Nasrullah, Media Sosial; Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h. 11. 60 Rulli Nasrullah, Media Sosial; Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h.16.
-
44
media sosial memberikan medium bagi pengguna untuk
terhubung secara mekanisme teknologi.
2) Informasi (information)
Pengguna media sosial mengkreasikan representasi identitasnya,
memproduksi konten, dan melakukan interaksi berdasarkan
informasi.
3) Arsip (archive)
Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi sebuah karakter yang
menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bisa diakses
kapan pun dan melalui perangkat apapun.
4) Interaksi (interactivity)
Berbeda dengan media lama, pada media sosial pengguna bisa
berinteraksi, baik diantara pengguna itu sendiri maupun dengan
produser konten media.
-
45
BAB III
GAMBARAN UMUM MAJELIS ULAMA INDONESIA
A. Sejarah Singkat
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia
tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka,
di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik
kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.
Tepatnya pada masa pemerintahan Soeharto, desakan untuk
membentuk semacam majlis ulama Nasional tampak mudah dan jelas
ketika pada tanggal 1 Juli 1975,61 pemerintah diwakili Departemen
Agama mengumumkan penunjukan sebuah panitia persiapan
pembentukan Majlis Ulama tingkat nasional. Empat nama disebut duduk
dalam panitia itu: H. Sudirman (Pensiunan Jenderal Angkatan Darat)
selaku ketua, dan tiga orang ulama terkenal sebagai penasihat : Dr.
Hamka, K.H. Abdullah Syafi’i dan K.H. Syukri Ghozali.
Tiga minggu kemudian, suatu muktamar nasional ulama
dilangsungkan dari tanggal 21-26 Juli 1975.62 Majelis Ulama Indonesia
pun berdiri pada, tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26
Juli 1975 di Jakarta. Pada pertemuan atau musyawarah tersebut, para
ulama, cendekiawan dan zu'ama datang dari berbagai penjuru tanah air.
61 Majelis Ulama Indonesia, Sejarah MUI, http://mui.or.id/tentang-mui/profilmui/profilmui.
html. Diakses 29 Juli 2017, Pukul 12.59 WIB.
62 Majelis Ulama Indonesia, Sejarah MUI, http://mui.or.id/tentang-mui/profilmui/profilmui.
html. Diakses 29 Juli 2017, Pukul 13.00 WIB.
http://mui.or.id/tentang-mui/profilmui/profilmui.%20htmlhttp://mui.or.id/tentang-mui/profilmui/profilmui.%20html
-
46
Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26
Provinsi di Indonesia. 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-
ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam,
Perti. Al Washliyah, Math'laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al
Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan
POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh
perorangan.
Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk
membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zuama dan
cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah "PIAGAM
BERDIRINYA MUI", yang ditandatangani oleh seluruh peserta
musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I
Selain itu, kemajuan sains dan teknologi dapat menggoyahkan batas
etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta
pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat
melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran
agama dalam kehidupan umat manusia63
Kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia pun dalam alam
pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan
aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat
menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya,
63 Karni, Asrori S, Helmy, Mustafa, Thaha, Amadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga
Integritas Bangsa, (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h. 9-10.
-
47
umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah)
yang berlebihan.
Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya
sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat
kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya
persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.
Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga swadaya masyarakat yang
menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia
untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia
dalam mewujudkan cita-cita bersama. Dalam khitah pengabdian Majelis
Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI
yaitu:64
1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)
2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al
ummah)
4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid
5. Sebagai penegak amar ma'ruf dan nahi munkar.
Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia meng