strategi komunikasi mui dalam mensosialisasikan...

159
STRATEGI KOMUNIKASI MUI DALAM MENSOSIALISASIKAN FATWA PEDOMAN BERMUAMALAH DI MEDIA SOSIAL Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun oleh : Syarifah Zahrina Firda 111305100082 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Upload: others

Post on 02-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • STRATEGI KOMUNIKASI MUI DALAM MENSOSIALISASIKAN

    FATWA PEDOMAN BERMUAMALAH DI MEDIA SOSIAL

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

    Disusun oleh :

    Syarifah Zahrina Firda

    111305100082

    JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

    FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1439 H/2018 M

  • i

    ABSTRAK

    SYARIFAH ZAHRINA FIRDA

    Strategi Komunikasi MUI dalam mensosialisasikan fatwa pedoman

    bermuamalah di media sosial

    Kehadiran media sosial memberikan dampak positif seperti bisa menjalin

    tali silaturahmi, memudahkan jual beli secara online, maupun memberikan

    informasi secara instan. Di sisi lain, media sosial yang sudah melekat dalam

    masyarakat ini juga mempunyai dampak negatif. Kehadiran media sosial bisa

    membuat celah untuk memfitnah, ghibah, namimah bahkan memutarbalikkan

    fakta. MUI sebagai lembaga keagamaan merasa perlu merumuskan untuk

    membuat fatwa pedoman bermuamalah di media sosial agar menjadi acuan bagi

    masyarakat dalam berinterkasi di media sosial.

    Berdasarkan konteks diatas, maka muncul pertanyaan penelitian. Bagaimana

    perumusan strategi komunikasi MUI dalam melakukan sosialisasi fatwa pedoman

    bermuamalah di media sosial? Bagaimana implementasi strategi komunikasi MUI

    dalam melakukan sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di media sosial?

    Bagaimana evaluasi strategi komunikasi MUI dalam melakukan sosialisasi fatwa

    pedoman bermuamalah di media sosial?

    Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Laporan

    penelitian akan bersifat kutipan-kutipan atau untuk memberi gambaran penyajian

    laporan tersebut. Data tersebut berdasarkan dari naskah wawancara, catatan atau

    memo dan dokumen resmi lainnya

    Konsep dan teori yang diterapkan dalam penelitian ini ialah konsep strategi

    milik Fred R. David. Adapun pembahasan dari konsep tersebut berupa

    perumusan, implementasi dan evaluasi strategi. Kemudian didukung dengan

    konsep model komunikasi dan konsep difusi inovasi.

    Secara garis besar Hasil dari penelitian ini ialah strategi komunikasi MUI

    dilakukan melalui tiga tahapan yaitu : Pertama, perumusan strategi. Tahapan ini

    merupakan langkah-langkah yang harus diambil untuk melakukan

    implementasi. Tak lupa, MUI menganalisis segmentasi khalayak, menyusun

    pesan dan menetapkan metode. Kedua, pelaksanaan strategi. Implementasi

    program sosialisasi fatwa dilakukan melalui dua cara yaitu bellow the media dan

    above the Media. Didalam implementasi strategi, terdapat inovasi yang dilakukan

    MUI dan bekerjasama dengan Kominfo yaitu membangun konten-konten positif

    agar masyarakat tidak punya cukup waktu meyakini berita hoax. Inovasi dari

    strategi yang dilakukan lebih bersifat viral. Ketiga, evaluasi strategi. Tahapan ini

    mengukur keberhasilan atau kegagalan dalam menjalankan strategi.

    Kata kunci : Strategi, Komunikasi, MUI, Fatwa dan Media Sosial

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrohmanirrohim. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas

    segala rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat

    mensyukuri ketetapan dan kenikmatan yang diberikan dalam setiap episode

    kehidupan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan

    nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan orang-orang

    yang mengikuti beliau hingga hari pembalasan.

    Alhamdulillah atas izin Allah SWT, penulis bisa menyelesaikan skripsi

    yang berjudul “Strategi Komunikasi MUI dalam mensosialisasikan fatwa

    pedoman bermuamalah di media sosial”. Penulis menyadari bahwa dalam

    penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, akan tetapi doa

    dan dukungan yang selalu mengiringi langkah penulis membuat rasa syukur

    kian mengalir. Sebagai rasa syukur, penulis mengucapkan banyak terima kasih

    kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung dan membimbing

    penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima

    kasih sebesar-besarnya kepada :

    1. Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

    Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Suparto, M.Ed, Ph.D,

    Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag, Dr. Suhaimi, M.Si selaku wakil dekan.

    3. Drs. Masran, MA dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua dan

  • iii

    Sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

    4. Nunung Khairiyah, MA selaku dosen pembimbing skripsi dan

    pembimbing akademik yang selalu bersedia meluangkan waktu,

    memberikan bimbingan dan motivasi selama penulis menyelesaikan

    penulisan skripsi untuk mencapai hasil yang lebih baik.

    5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

    telah tulus memberikan ilmunya kepada penulis.

    6. Seluruh staf Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan

    Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi

    7. Dr. H.M. Asrorun Ni`am Sholeh MA selaku Sekretaris Komisi Fatwa

    MUI Pusat, Dr. H.M. Nurul Irfan, M.Ag selaku pengurus Komisi Fatwa

    MUI Pusat bidang Muamalah dan Dra. Rosarita Niken Widiastuti

    selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik

    Kementerian Komunikasi dan Informatika yang telah bersedia menjadi

    narasumber dalam penyusunan skripsi.

    8. Mas Irbab dari MUI Pusat dan Mba Dina dari Kementrian Komunikasi dan

    Informatika yang telah membantu penulis selama proses penelitian skripsi.

    9. Abah dan Ummi tercinta yang selalu berdoa dalam keadaan apapun, ikhlas

    mendidik, memberi nasihat menyentuh dan dukungan yang tak ternilai

    untuk penulis.

    10. Adik penulis satu-satunya yang selalu mendukung, berdoa, membantu dan

    berbagi pengetahuan serta cerita satu sama lain.

    11. Yayasan Karya Salemba Empat beserta para donatur yang telah

  • iv

    memberikan beasiswa semasa kuliah dan memberikan kesempatan penulis

    untuk mengikuti kegiatan kepemimpinan bersama beaswan lainnya dari

    berbagai penjuru di Indonesia.

    12. Teman –teman KPI 2013 khususnya Rachma, Heti, Iffah, Nita, Khusnul,

    Aldin, Putri, Reni, Puri, Mute yang selalu membantu, mendukung dan

    mengerti penulis semasa kuliah

    13. Orang-orang yang telah mendukung dan mendoakan secara tulus, mohon

    maaf belum bisa dicantumkan namanya.

    Penulih berharap bahwa skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi para

    pembaca, khususnya mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas

    Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Demikian pengantar yang dapat disampaikan dari penulis, mohon maaf apabila

    ada kesalahan dari penulisan skripsi ini

    Jakarta, 27 Desember 2017

    Penulis

  • v

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

    DAFTAR ISI ............................................................................................... v

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii

    DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

    B. Batasan dan Rumusan Masalah......................................................... 7

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................... 7

    D. Metodologi Penelitian........................................................................ 9

    1. Metode Penelitian..................................................................... 9

    2. Paradigma Penelitian................................................................ 9

    3. Subjek dan Objek Penelitian..................................................... 10

    4. Waktu dan Tempat Penelitian................................................... 10

    5. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 10

    6. Teknik Analisis Data................................................................ 12

    7. Tinjauan Pustaka....................................................................... 13

    E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 15

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Strategi.............................................................................................. 16

    1. Pengertian Strategi.................................................................... 16

    2. Tahapan Strategi....................................................................... 17

    B. Komunikasi....................................................................................... 19

    1. Pengertian Komunikasi............................................................ 19

    2. Komponen Dasar Komunikasi.................................................. 20

    3. Model Komunikasi ................................................................... 23

  • vi

    3. Perencanaan Komunikasi........................................................... 25

    C. Strategi Komunikasi.......................................................................... 30

    1. Pengertian Strategi Komunikasi................................................. 30

    2. Langkah-langkah Strategi Komunikasi..................................... 31

    D. Teori Difusi Inovasi........................................................................... 36

    E. Sosialisasi.......................................................................................... 38

    1. Pengertian Sosialisasi................................................................. 38

    2. Jenis Sosialisasi.......................................................................... 39

    F. Fatwa pedoman bermuamalah di media sosial.................................. 40

    1. Fatwa ......................................................................................... 40

    2. Pengertian Pedoman bermuamalah ........................................... 42

    3. Media Sosial .............................................................................. 42

    BAB III GAMBARAN UMUM MAJELIS ULAMA INDONESIA

    A. Sejarah Singkat ................................................................................ 45

    B. Visi Misi Majelis Ulama Indonesia ................................................ 48

    1. Visi ........................................................................................... 48

    2. Misi ..... .................................................................................... 48

    C. Struktur Kepengurusan Majelis Ulama Indonesia ........................... 49

    D. Dasar Penetapan dan Proses Pembuatan Fatwa ................................ 51

    BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

    A. Perumusan Strategi Komunikasi MUI ............................................ 60

    1. Merumuskan Strategi Sosialisasi Fatwa ................................... 63

    2. Menganalisis segmentasi khalayak dan Memperluas Jaringan.. 69

    3. Penyusunan Pesan ..................................................................... 71

    4. Menetapkan metode ................................................................. 72

    5. Model Komunikasi MUI ........................................................... 61

    B. Implementasi Strategi Komunikasi MUI........................................ 75

  • vii

    1. Above the line media ............................................................... 77

    2. Below the line media ............................................................... 79

    3. Difusi Inovasi Strategi Komunikasi MUI – Kominfo ............. 89

    D. Evaluasi Strategi Komunikasi ......................................................... 92

    BAB V PENUTUP

    A. Simpulan .......................................................................................... 95

    B. Saran ................................................................................................ 98

    Daftar Pustaka ............................................................................................. 100

    Lampiran ..................................................................................................... 104

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Struktur Kepengurusan MUI Pusat ................................................49

    Tabel 4.1 Tabel kegiatan sosialisasi MUI....................................................... 80

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Model Komunikasi multi step flow ........................................... 24

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Adanya teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang

    memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi. Beragam informasi bisa

    didapatkan secara langsung tanpa harus bersusah payah terlebih dahulu.

    Ruang media digital memberikan berbagai kemaslahatan. Adapun media

    digital berbasis media sosial mempunyai dampak positif seperti bisa

    menjalin tali silaturahmi, memudahkan jual beli secara online, maupun

    memberikan informasi secara instan. Di sisi lain, media sosial yang sudah

    melekat dalam masyarakat ini juga mempunyai dampak negatif.

    Pada dasarnya, kehadiran media sosial digunakan untuk

    mempublikasikan konten seperti profil, aktivitas dan memberikan ruang

    bagi interaksi dalam jejaring sosial di ruang siber.1 Lambat laun, media

    sosial juga bisa menjadi ajang pertikaian. Salah satu contohnya seperti grup

    whatsapp, ketika mendapatkan broadcast atau informasi dari seseorang,

    selalu ada satu atau dua orang bahkan lebih meneruskan informasi tersebut

    ke grup lainnya. Jika informasi yang dikirimkan itu benar atau baik tidak

    menjadi masalah, tapi ketika informasi palsu atau hoax diteruskan ke grup

    lain justru bisa menimbulkan masalah dan amarah. Pergesaran fungsi

    tersebut ternyata membuat media sosial sebagai sarang hoax.

    1 Rulli Nasrullah, Cyber Media, (Yogyakarta : Idea Press, 2013), h 43

  • 2

    Kabar bohong atau hoax yang beredar di dunia maya disebar dari satu

    akun ke akun lain, bisa juga berpindah dari facebook ke twitter atau twitter

    ke grup whatsapp. Dalam beberapa jam tanpa diketahui siapa yang pertama

    menyebarnya, pesan itu telah mengundang amarah atau rasa takut

    pengguna.2 Media sosial pada masa kini lebih sering digunakan tanpa ada

    rasa bertanggung jawab. Sebagian orang menyebarkan informasi tanpa

    memverifikasi terlebih dahulu kebenaran atau kepalsuan dari sumber berita.

    Penulisan berita hoax di media sosial bisa dijadikan sebagai pekerjaan

    yang menguntungkan berjuta-juta rupiah. Akan tetapi, sikap Islam terhadap

    penyebar hoax jelas yaitu dilarang. Hal ini disebabkan bahaya hoax

    mengantarkan pada kejahatan lainnya. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia

    berkata:3

    ََْهِه َسَس ىَ :بِن َمْسُعْود َرِضَي للُا َعْنُه قَاَل : قَاَل َرُسْوُل للاِ َعْن َعْبِد للاِ َل ىا للُا َعََْهُكْ ِِبلصِرْدِق ، فَِإن ى الصِرْدَق يَ ْهِدْي ِإََل اْلِبِر ، َسِإن ى اْلِب ى يَ هْ ُُ ُُ َع ََاُل الَّ ى َن ىِِ ، َسَما يَ ْْ ِدْي ِإََل ا

    يْ ًقا ، َسِإّي ى ىَيْصُدُق َسيَ َتَحَّ ى ُكْ َساْلَكِذَب ، فَِإن ى اْلَكِذَب يَ ْهِدْي الصِرْدَق َحَّت ى يُْكَتَب ِعْنَد للِا ِلدِرُُ ُُ َيكْ ََاُل الَّ ى ِذُب َسيَ َتَحَّ ىى اْلَكِذَب َحَّت ى ِإََل اْلُفُجْوِر ، َسِإن ى اْلُفُجْوَر يَ ْهِدْي ِإََل الن ىاِر ، َسَما يَ

    َكذ ىاِبً ُيْكَتَب ِعْنَد للاِ

    “Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:

    “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian

    selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan

    kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu

    berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh

    2 PPT Dewan Pers yang didapat di seminar “Cara mengatasi Hoax” pada 25 Januari 2017 3 Imam Nawawi, Terjemahan Riyadhus Shalihin. Penerjemah Achmad Sunarto (Jakarta :

    Pustaka Amani, 1999) h 79

  • 3

    sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena

    dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan

    seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih

    kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong)”

    (HR. Ahmad).

    Selain itu, Allah SWT menegaskan di dalam Al-Qur’an, siapa suka

    menyebarkan berita bohong, maka baginya siksa yang besar.

    ْ ُك َّاا َل ََ ُُ و ُب ْ ۚ ََل َتْ َس ُك ْن ٌِ ِم َب ْص ِك ُع ْف ْْلِ سا ِِب اُء َُ يَن ن ى ال ىِذ ِإْثِْ ۚ َسَب مِ َن اْْلِ َت ا اْك ْ َم ُه نْ ٍَِّئ ِم ُك ُِر اْم ْ ۚ ِل ُك ْْيٌ َل َو َخ َب ُْ ُه

    ه ٌ ِظ اٌب َع َذ ُه َع ْ َل ُه نْ ُُ ِم ْبَ ٰ ِك َوَل ى َسال ىِذي تَ

    “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari

    golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk

    bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari

    mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di

    antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran

    berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. An-Nur [24] 11).

    Contoh kasus yang paling berbahaya adalah hoax provokatif

    berkonten SARA. Akhir-akhir ini hoax provokatif berkonten SARA begitu

    tinggi intensitasnya, tidak berlebihan untuk membuat kesimpulan bahwa ada

    upaya berkesinambungan untuk memprovokasi dan mengadu domba antar

    kelompok masyarakat melalui penyebaran berita bohong. Konten ini pun

    sering muncul ketika adanya ajang politik untuk memilih kepala daerah

    maupun pemilihan presiden.

  • 4

    Penyebar berita hoax berkonten SARA bisa saja aktor intelektualnya

    para petualang politik dan petualang bisnis yang menggerakkan sejumlah

    orang sebagai provokator. Ada beberapa berita berujung provokatif

    mengadu domba antar kelompok masyarakat. Hal ini terjadi seperti di

    Pontianak, Kalimantan Barat, pada Sabtu 20 Mei 2017.4 Sepanjang hari itu,

    beredar video yang menggambarkan kerusuhan terjadi di Pontianak.

    Padahal, tidak ada peristiwa luar biasa di Pontianak pada akhir pekan itu.

    Memang pada hari tersebut, dua kelompok masyarakat sedang

    melakukan kegiatan di ruang publik pada waktu yang sama di lokasi

    berbeda. Sekumpulan partisipan Bela Ulama 205 melakukan kegiatan long

    march pada pukul 13.00 WIB dan warga Dayak melakukan pawai

    kendaraan hias pada pukul 14.00 WIB, diikuti seluruh perwakilan kabupaten

    di Kalimantan Barat.5 Namun, di media sosial beredar sejumlah video yang

    memuat informasi tentang terjadinya bentrokan antara dua kelompok di

    Pontianak. Kepolisian setempat pun harus langsung memastikan video-

    video itu hoax. Setelah ditelusuri, video yang viral sepanjang hari itu adalah

    video lama yang memuat informasi peristiwa tahun 2015.

    Atas fakta inilah Majelis Ulama Indonesia (MUI) merumuskan untuk

    membuat fatwa pedoman bermuamalah di media sosial. Majelis Ulama

    Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama

    dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-

    langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Ulama

    4 https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-

    provokatif-1495757282/13 diakses pada tanggal 5 Juli 2017, pukul 07.00 WIB 5 https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-

    provokatif-1495757282/13 diakses pada tanggal 5 Juli 2017, pukul 07.17 WIB

    https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-provokatif-1495757282/13https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-provokatif-1495757282/13https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-provokatif-1495757282/13https://nasional.sindonews.com/read/1208153/18/mencabik-keberagaman-dengan-hoax-provokatif-1495757282/13

  • 5

    Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris tugas- tugas

    para Nabi (Warasatul Anbiya).6 Maka, mereka terpanggil untuk berperan

    aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI.

    Dilihat dari fungsinya Majelis Ulama Indonesia memiliki lima fungsi

    utama, yaitu:

    1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)

    2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)

    3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al

    ummah)

    4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid

    5. Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar7

    Selain itu, Pada tanggal 5 Juni 2017, Majelis Ulama Indonesia

    mengadakan jumpa pers yang bertujuan untuk merilis fatwa pedoman

    bermuamalah di media sosial. Lembaga MUI berusaha memandu

    masyarakat khususnya umat muslim agar mampu bijak dalam

    menggunakan media sosial. Fatwa-fatwa tersebut juga menyampaikan

    hukum dalam Islam ketika kita menyebarkan berita hoax.

    Pada fatwa No. 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman

    Bermuamalah di Media Sosial, MUI menimbang fatwa tersebut dibuat

    dengan alasan banyak pihak yang menyalahgunakan media sosial. Konten

    media digital atau media sosial dibuat dengan unsur hoax. Isi dari tulisan,

    6 Majelis Ulama Indonesia, Profil MUI, http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-

    mui.html. diakses pada tanggal 5 Juli 2017, pukul 07.18 WIB.

    7 Majelis Ulama Indonesia, Profil MUI, http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-

    mui.html. Diakses pada 5 Juli 2017, pukul 10.36 WIB.

    http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.htmlhttp://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.htmlhttp://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.htmlhttp://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html

  • 6

    gambar maupun video di media sosial sudah banyak ke arah provokasi dan

    ujaran kebencian.

    Tak hanya lahan provokasi dan ujaran kebencian, media sosial juga

    memberikan lahan pekerjaan untuk mengambil keuntungan politik yang

    berujung pertikaian dan saling menjelekkan. Penggunaan media sosial

    yang menimbulkan kerusakan secara terus menerus akan berbahaya.

    Hadirnya fatwa MUI tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah di

    Media Sosial memang tidak bisa mencegah pemakaian media sosial, tapi

    fatwa tersebut setidaknya bisa menjadi acuan dalam berinterkasi di media

    sosial.

    Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga independen

    dalam melakukan kegiatan sosialisasi ini harus memiliki suatu strategi

    yang efektif. Strategi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi

    (communication planning) dan manajemen komunikasi (management

    communication) untuk mencapai suatu tujuan.8 Dalam mencapai tujuan,

    strategi komunikasi harus dilakukan secara tepat dan efektif.

    Pendekatan yang digunakan bisa berbeda sewaktu-waktu, tergantung

    pada situasi dan kondisi.

    Ketika menentukan sebuah langkah sangat diperlukan strategi

    komunikasi sebelumnya agar pesan dapat tersampaikan secara efektif

    hingga tercapainya tujuan secara umum. Strategi komunikasi MUI sangat

    diperlukan dalam mensosialisasikan fatwa-fatwanya agar masyarakat

    dapat lebih memahami etika dalam menggunakan sosial media.

    8 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,

    2004), h.29

  • 7

    Masyarakat juga harus memahami bentuk informasi yang baik dan benar.

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik dengan

    masalah ini yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul

    “Strategi Komunikasi MUI dalam mensosialisasikan fatwa pedoman

    bermuamalah di media sosial”

    B. Batasan dan Rumusan Masalah

    1. Pembatasan Masalah

    Agar penulisan skripsi ini tidak melebar dari tema yang dibahas,

    maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada Strategi

    Komunikasi yang dilakukan MUI dalam perumusan, implementasi dan

    evaluasi untuk melakukan sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di

    media sosial

    2. Rumusan Masalah

    Penulisan skripsi ini dirumuskan dalam pertanyaan berikut :

    a. Bagaimana perumusan strategi komunikasi MUI dalam melakukan

    sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di media sosial?

    b. Bagaimana implementasi strategi komunikasi MUI dalam

    melakukan sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di media

    sosial?

    c. Bagaimana evaluasi strategi komunikasi MUI dalam melakukan

    sosialisasi fatwa pedoman bermuamalah di media sosial?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Penulisan skripsi ini selain sebagai tugas akhir kuliah, juga bertujuan untuk:

  • 8

    1. Mengetahui strategi komunikasi MUI dalam mensosialisasikan fatwa

    pedoman bermuamalah di media sosial.

    2. Mengetahui dan memahami langkah-langkah strategi komunikasi

    beserta model komunikasi dan inovasi yang dilakukan oleh MUI

    3. Menganalisis strategi komunikasi MUI dalam melakukan sosialisasi

    fatwa

    Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

    1. Manfaat akademis

    a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

    pengembangan wacana keilmuan Komunikasi

    b. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan kajian ilmiah

    untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya khususnya bidang

    strategi komunikasi

    2. Manfaat praktis

    Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi dan masukan

    bagi Majelis Ulama Indonesia dalam memperbaiki strategi

    komunikasinya dalam mensosialisasikan fatwa-fatwa yang baru kepada

    masyarakat Indonesia. Maraknya berita hoax di media sosial bisa

    membuat rasa persaudaraan dan persatuan pecah. Jika sosialisasi dari

    MUI berjalan dengan baik, maka berita hoax perlahan bisa teratasi dan

    masyarakat bisa lebih bijak dalam mengunakan media sosial.

  • 9

    D. Metodologi Penelitian

    1. Metode Penelitian

    Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

    dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian yang

    digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian deskriptif

    kualitatif. Metode penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa

    kata-kata atau gambar dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

    Laporan penelitian akan bersifat kutipan-kutipan atau untuk memberi

    gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berdasarkan dari

    naskah wawancara, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.9

    Maka dalam penelitian ini, peneliti ingin mendapatkan data yang

    sangat akurat dan lengkap dengan terjun langsung ke lapangan dan

    wawancara yaitu kepada pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat

    dalam memberikan fatwa berupa panduan dalam menggunakan media

    sosial. Kemudian setelah data itu diperoleh, data tersebut dianalisis dan

    disusun dalam bentuk deskriptif yang menggambarkan sebagaimana

    kondisi sebenarnya.

    2. Paradigma Penelitian

    Paradigma penelitian yang digunakan pada penelitian ini mengacu

    pada paradigma konstruktivis. Littlejohn mengatakan bahwa “teori-

    teori aliran konstruktivis ini berlandaskan pada ide bahwa realitas

    bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses

    9 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

    2000), h 3

  • 10

    interaksi dalam kelompok, masyarakat dan budaya.”10

    Jadi, peneliti memilih paradigma konstruktivis untuk mengetahui

    bagaimana Majelis Ulama Indonesia membentuk realitas di masyarakat,

    agar tujuan dari strategi komunikasinya dalam mensosialisasikan fatwa

    pedoman bermuamalah di media sosial dapat tercapai.

    3. Subjek dan Objek Penelitian

    Subjek dalam penelitian ini adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI)

    Pusat, sedangkan objek penelitian ini adalah strategi komunikasi dalam

    mensosialisasikan fatwa pedoman bermuamalah di media sosial.

    4. Waktu dan Tempat Penelitian

    Waktu : Agustus – Desember 2017

    Tempat : Gedung Majelis Ulama Indonesia, Jln. Proklamasi No. 51

    Menteng, Jakarta Pusat

    5. Teknik Pengumpulan Data

    a. Wawancara sistematik

    Wawancara sistematik adalah wawancara yang dilakukan

    dengan terlebih dahulu pewawancara mempersiapkan pedoman

    (guide) tertulis tentang apa yang hendak ditanyakan kepada

    responden. Pedoman wawancara tersebut digunakan sebagai alur

    yang harus diikuti, mulai dari awal sampai akhir wawancara. Pada

    10 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Wacana Media, 2013),

    h.165

  • 11

    kondisi tertentu, pedoman wawancara terasa amat penting bagi

    pewawancara. Hal ini disebabkan beberapa fungsi sebagai berikut :

    1) Pedoman wawancara berfungsi membimbing alur wawancara

    terutama mengarahkan tentang hal-hal yang harus ditanyakan

    2) Dengan pedoman wawancara dapat dihindari kemungkinan

    melupakan beberapa persoalan yang relavan dengan

    permasalahan penelitian

    3) Dapat meningkatkan kredibilitas penelitian karena secara

    ilmiah jenis wawancara ini dapat meyakinkan orang lain

    bahwa apa yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan

    secara tertulis.11

    b. Observasi atau pengamatan

    Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian

    manusia dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat

    bantu utama selain panca indera lainnya seperti telinga, mata,

    penciuman, mulut dan kulit. Oleh karena itu, observasi adalah

    kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya

    melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca

    indera lainnya.12 Peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan

    strategi komunikasi MUI

    c. Metode dokumenter

    11 Burhan bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Jakarta : Kencana Prenada

    Media Group,2013) h 134 12 Burhan bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Jakarta : Kencana Prenada

    Media Group, 2013) h 144

  • 12

    Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan

    data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada

    intinya, metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk

    menelusuri data historis.13

    Dokumentasi bisa berupa dokumen publik ataupun privat.

    Dokumen publik contohnya adalah media cetak ataupun media

    online. Adapun dokumen privat adalah dokumen yang merupakan

    arsip instansi ataupun perorangan14

    6. Teknik Analisis Data

    Analisis data menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang

    dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

    memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan

    menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari

    dan memutuskannya apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.15

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis isi kualitatif.

    Adapun pengertiaan analisis kualitatif adalah analisis isi yang

    lebih mendalam dan detail untuk memahami produksi isi media dan

    mampu menghubungkannya dengan konteks sosial/realitas yang terjadi

    13 Burhan bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Jakarta : Kencana Prenada

    Media Group, 2013) h 152 14 Kriyantono, Rachmat, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta :Kencana Prenada

    Media Group, 2006), h.388

    15 Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

    2010), h 248

  • 13

    sewaktu pesan dibuat. Hal ini dikarenakan semua pesan teks, simbol,

    gambar dan sebagaiannya adalah produk sosial budaya masyarakat. 16

    Analisis isi kualitatif ini bersifat sistematis, analitis tapi tidak boleh

    kaku seperti dalam analisis data kuantitatif. Kategorisasi dipakai hanya

    sebagai guide, diperbolehkan konsep-konsep atau kategorisasi yang lain

    muncul selama proses riset ini.

    7. Tinjauan Pustaka

    Tinjauan pustaka pada penelitian “Strategi Komunikasi MUI dalam

    Mensosialisasikan Fatwa Pedoman Bermuamalah di Media Sosial”

    adalah sebagai berikut :

    a. Penelitian skripsi Hilmansyah (2013) Mahasiswa UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Peranan Majelis Ulama

    Indonesia dalam penanggulan dampak/ pariwisata terhadap

    kehidupan keagamaan di Pulau Tidung Kepulauan Seribu”. Hasil

    dari penelitian yang dilakukan oleh Hilmansyah adalah mengetahui

    peranan Majelis Ulama Indonesia yang berada di Kepulauan Seribu

    dalam menanggulangi masalah dampak pariwisata terhadap

    kehidupan agama. Adapun persamaan dari penelitian ini adalah

    subjek yang diteliti yaitu MUI, sedangkan perbedaannya terletak

    pada objek yang diteliti beserta teori yang digunakan.

    b. Penelitian skripsi Ridho Falah Adli (2016) Mahasiswa UIN Syarif

    Hidayattulah Jakarta yang berjudul “Strategi Komunikasi Majelis

    16 Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana,2010), h 251

  • 14

    Ulama Indonesia dalam mensosialisasikan fatwa sesat ormas

    Gafatar”. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ridho Falah

    Adli adalah mengetahui strategi MUI dalam melakukan sosialisasi

    fatwa yang sudah dibuat. Adapun persamaan dari penelitian ini

    adalah mengupas penelitian yang berfokus pada MUI. Di sisi lain,

    perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian penulis terletak

    pada konsep dan teori yang dipakai beserta jenis fatwa yang

    berbeda.

    c. Penlitian skripsi Desi Lestari (2009) Mahasiswa UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Strategi Komunikasi Linda

    Agum Gumelar dalam program pita pink di yayasan kesehatan

    payudara Jakarta”. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Desi

    Lestari adalah mengetahui model, strategi dan implementasi

    inovasi yang dilakukan Linda Agum Gumelar dalam

    mensosialisasikan program pita pink di yayasan kesehatan

    payudara Jakarta. Adapun persamaan dari penelitian ini ialah

    menggunakan implementasi dari teori difusi inovasi yang

    dilakukan oleh subjek yang diteliti. Di lain sisi, perbedaan

    penelitian ini dengan penelitian penulis berupa subjek dan objek

    yang diteliti

  • 15

    E. Sistematika Penulisan

    1. BAB I PENDAHULUAN

    Dalam bab ini terdapat latar belakang masalah, rumusan masalah,

    tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka

    dan sistematika penulisan.

    2. BAB II KERANGKA TEORI

    Dalam bab ini berisikan penjelasan mengenai model komunikasi,

    teori difusi inovasi, strategi komunikasi, konsep sosialisasi, fatwa,

    pedoman bermuamalah dan media sosial

    3. BAB III GAMBARAN UMUM

    Pada bab ini akan membahas mengenai profil dan sejarah Majelis

    Ulama Indonesia, Visi dan Misi, struktur Majelis Ulama Indonesia serta

    dasar penetapan fatwa MUI

    4. BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS

    Pada bab ini merupakan ini hasil temuan dan analisis penelitian.

    Di mana penulis menjelaskan strategi komunikasi MUI dalam

    mensosialisasikan fatwa berdasarkan penjelasan pengurus MUI dan

    lembaga pemerintah seperti Kemkominfo yang bekerjasama dengan

    MUI.

    5. BAB V PENUTUP

    Pada bab terakhir, Penulis mengakhiri skripsi ini dengan

    memberikan kesimpulan yang berfungsi menjadi jawaban umum dari bab

    I, serta diikuti pula saran penulis.

  • 16

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Strategi

    1. Pengertian Strategi

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan strategi adalah

    suatu ilmu dan seni yang menggunakan beberapa sumber daya bangsa

    dalam melaksanakan kebijakan yang dituju untuk dalam keadaan perang

    dan damai, atau susunan rencana yang cermat mengenai kegiatan dalam

    meraih tujuan khusus.17 Sedangkan dalam manajemen suatu organisasi,

    strategi diartikan sebagai taktik, cara ataupun kiat yang disusun secara

    sistematik untuk melaksanan fungsi manajemen yang lebih terarah

    didalam mencapai tujuan strategi organisasi.18

    Kemudian menurut Steiner dan Miner, strategi adalah

    “penempaan” misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dalam

    meningkatkan kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan

    dan strategi tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan

    implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama

    organisasi akan tercapai.19 Selain itu, menurut Ali Moestopo, strategi

    mempunyai ciri-ciri berikut :

    a. Memusatkan perhatian kepada kekuatan. Dalam pendekatan

    strategis, kekuatan bagaikan fokus pokok.

    17 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

    Keempat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1340. 18 Hadari Nawawi, Manajemen Strategi Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan

    (Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 2000), h. 147 19 George Steiner dan John Miner, Kebijakan Dan Strategi Manajemen Edisi Kedua,

    Penerjemah Ticoalu dan Agus Dharma (Jakarta:Penerbit Erlangga, 1997), h. 18.

  • 17

    b. Memusatkan perhatian kepada analisa dinamik, analisa gerak dan

    analisa aksi

    c. Strategi memusatkan perhatian kepada tujuan yang ingin dicapai

    serta gerak untuk mencapai tujuan tersebut.

    d. Strategi memperhitungkan faktor-faktor waktu (masa lalu, masa kini

    dan terutama masa depan) serta faktor lingkungan.

    e. Strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang terjadi dari

    peristiwa yang ditafsirkan berdasarkan konteks kekuatan. Kemudian

    mengadakan analisis mengenai kemungkinan-kemungkinan serta

    memperhitungkan pilihan-pilihan dan langkah-langkah yang dapat

    diambil dalam menuju tujuan yang ingin dicapai”.20

    Strategi juga diartikan oleh para manajer sebagai suatu rencana

    berskala besar dan berpusat kepada masa depan guna berinteraksi

    dengan lingkungan persaingan agar mencapai sasaran-sasaran

    perusahaan.21 Dengan begitu, strategi bisa dikatakan sebuah cara untuk

    meraih hal-hal yang ingin dicapai supaya tujuan yang sudah ditentukan

    bisa terlaksana.

    2. Tahapan Strategi

    Menurut Fred R David, proses strategi tidak terkotak pada

    perumusan konsep hingga implementasi, namun perlu adanya evaluasi

    agar mampu terukur hasil dari strategi yang dilakukan. Jika ditarik inti

    dari konsep strategi milik Fred R. David, suatu strategi harus melalui

    tiga tahapan,22yaitu:

    20 Ali Murtopo, Strategi Kebudayaan, (Jakarta : Centre for strategic and international

    studies- CSIS, 1978), h.8 21 Pearce and Robinson, Manajemen Strategik, (Jakarta : Binarupa Aksara, 1997), h. 20 22 Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep, edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah

    Alexander Sindoro (Jakarta: Prenhalindo, 2002), h. 3.

  • 18

    a. Perumusan Strategi

    Dalam perumusan strategi, penyusun konsep atau gagasan

    patut dipikirkan secara matang akan peluang dan ancaman eksternal,

    mempertahankan kekuataan dan kelemahan secara internal,

    menetapkan suatu objektifitas, menghasilkan beberapa kemungkinan

    strategi alternatif dan memilih strategi untuk dilaksanakan.

    Perumusan strategi berusaha menemukan persoalan yang terjadi dari

    peristiwa yang ditafsirkan berdasarkan konteks kekuatan, kemudian

    mengadakan analisis mengenai kemungkinan-kemungkinan serta

    memperhitungkan pilihan-pilihan dan langkah-langkah yang dapat

    diambil dalam rangka menuju tujuan yang ingin diraih.

    b. Implementasi Strategi

    Langkah berikutnya adalah melaksanakan strategi yang

    ditetapkan. Ketika sudah memiliki perumusan strategi, suatu

    organisasi harus melahirkan sikap komitmen dan kerjasama didalam

    implementasi strategi. Jika tidak ada dua sikap tersebut, proses

    formulasi dan analisis strategi yang telah dirumuskan hanya sebatas

    wacana belaka. Implementasi strategi bertumpu pada alokasi dan

    pengorganisasian sumber daya yang ditampakkan melalui penetapan

    struktur organisasi dan mekanisme kepemimpinan yang dijalankan

    bersama budaya perusahaan dan organisasi.

    c. Evaluasi Strategi

    Tahap terakhir dari strategi adalah evaluasi implementasi strategi.

    Evaluasi strategi menjadi tahap yang harus dilakukan. Suatu

  • 19

    keberhasilan dan kegagalan bisa diukur untuk memeriksa tahapan

    perumusan dan implemetasi sudah benar dilaksanakan atau tidak.

    Jika tahapan-tahapan strategi berjalan dengan lancar, strategi untuk

    menentukan tujuan bisa ditetapkan kembali. Evaluasi menjadi tolak

    ukur untuk strategi yang akan dilaksanakan kembali oleh suatu

    organisasi dan evaluasi sangat diperlukan untuk memastikan sasaran

    yang dinyatakan telah tercapai. Setidaknya ada tiga macam langkah

    dasar untuk mengevaluasi strategi yaitu :

    1) Menunjukan faktor-faktor eksternal dan internal

    2) Mengukur prestasi dengan membandingkan hal yang

    diharapkan dengan kenyataan

    3) Mengembalikan tindakan korektif untuk memastikan bahwa

    prestasi sesuai dengan rencana.

    B. Komunikasi

    1. Pengertian Komunikasi

    Secara etimologis, komunikasi dipelajari menurut asal-usul

    katanya, yaitu berasal dari bahasa Latin, communication, kata ini

    bersumber pada kata communis, yang artinya sama makna, sama

    makna disini maksudnya sama makna atau sama arti.23 Berarti

    komunikasi akan terjadi apabila ada kesamaan makna mengenai suatu

    pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan pesan yang

    didapat oleh komunikan.

    23 Yusuf Zainal Abidin, Manajemen Komunikasi: Filosofi, Konsep dan Aplikasi, (Bandung

    : Pustaka Setia, 2015), h. 34.

  • 20

    Sedangkan secara terminologis, komunikasi adalah proses

    penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

    Dari pengertian itu jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah

    orang, di mana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain.24

    Dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian

    pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau

    mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan

    maupun tidak langsung melalui media.

    Everett M. Rogers & Lawrence Kincaid, menyatakan bahwa

    komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih

    membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama

    lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.25

    Komunikasi merupakan proses sosial dimana komunikasi melibatkan

    manusia untuk selalu berinteraksi satu sama lain, sehingga mencapai

    suatu pemahaman yang sama.

    2. Komponen Dasar Komunikasi

    Pada hakikatnya, didalam komunikasi terdapat unsur atau

    komponen dasar yang membuat adanya proses komunikasi. Terdapat

    empat komponen dalam komunikasi, sekaligus satu komponen

    tambahan karena komunikasi terjadi secara dua arah atau timbal

    balik. Adapun komponen dasar komunikasi yaitu :26

    24 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung : PR Remaja Rosdakarya,

    2008), h. 4

    25 Onong Uchjana Effendy, Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja

    Rosdakarya, 2008) h. 32 26 Yusuf Zainal Abidin, Manajemen Komunikasi: Filosofi, Konsep dan Aplikasi (Bandung :

    Pustaka Setia, 2015), h. 35.

  • 21

    a. Pengirim Pesan (Komunikator)

    Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirimkan

    pesan. Sumber pesan berasal dari otak pengirim pesan. Komunikator

    akan membuat terlebih dahulu pesan yang ingin disampaikan.

    Membuat pesan adalah menentukan arti yang akan dikirimkan

    kemudian menyandikan (encode) arti tersebut dalam suatu pesan.

    Setelah itu, dikirimkan melalui saluran.

    b. Pesan

    Pesan adalah informasi yang akan dikirimkan kepada penerima.

    Ketika komunikator dan komunikan melakukan proses komunikasi,

    pesan menjadi panduan dari pikiran dan perasaan seseorang. Pesan

    dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal didalam

    pemakaiannya menggunakan bahasa yang terbagi menjadi dua yaitu

    secara tertulis dan secara lisan.

    Adapun secara tertulis berupa surat dan buku, sedangkan pesan

    secara lisan, seperti percakapan tatap muka, percakapan melalui

    telepon dan sebagainya. Selain verbal, ada juga pesan bersifat

    nonverbal berupa isyarat gerakan badan, ekspresi muka, dan nada

    suara. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan umpan balik (feed back)

    dari komunikan.

    c. Saluran Komunikasi

    Saluran ialah penghubung komunikator dalam menyampakaian

    pesan kepada komunikan. Ada dua jalan agar pesan tersampaikan,

  • 22

    yaitu saluran komunikasi tatap muka dan saluran komunikasi yang

    menggunakan media. Pertama, saluran komunikasi tatap muka. Pada

    saluran ini, komunikator dan komunikan berkomunikasi langsung

    bertatap muka tanpa media.

    Adapun jenis komunikasi tatap muka seperti rapat, pertemuan

    kelompok, percakapan langsung, percakapan dari mulut ke mulut

    dll. Sedangkan komunikasi yang menggunakan media, komunikator

    dan komunikan melakukan proses komunikasi melalui teknologi

    media komunikasi. Salah satu cirinya ialah penyampaian pesan bisa

    melewati ruang dan waktu.

    d. Penerima Pesan (Komunikan)

    Penerima pesan adalah orang yang menerima dan mencerna isi

    pesan dari komunikator. Selama adanya proses komunikasi,

    komunikan sebagai penerima pesan memainkan peran yang penting.

    Pesan yang sudah tersampaikan akan lebih baik, jika komunikan

    memberikan umpan balik untuk menentukan berlanjutnya

    komunikasi atau berhentinya komunikasi yang diutarakan.

    e. Output

    Output adalah respons penerima terhadap pesan yang

    diterimanya. Adanya reaksi ini membantu pengirim untuk

    mengetahui sesuai tidaknya interpretasi pesan yang dikirimkan

    dengan hal-hal yang dimaksudkan oleh pengirim. Apabila arti pesan

  • 23

    yang dimaksudkan oleh pengirim diinterpretasikan sama oleh

    penerima, berarti komunikasi tersebut efektif.

    3. Model Komunikasi Paul Lazarsfeld

    Model ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sosiologis Paul

    Lazarsfeld pada tahun 1944 dan kemudian diperjelas oleh Elihu Katz

    pada tahun 1955. Menurut Paul Lazarsfeld, model ini menyatakan bahwa

    pesan media massa sampai kepada khalayak melalui suatu interaksi yang

    sangat kompleks.27 Adapun model komunikasi ini disebut model

    komunikasi multi step flow model.

    Dalam multi step flow model atau model alir banyak tahap terdapat

    gabungan dari model alir satu tahap dan model alir dua tahap. Media

    mencapai khalayak dapat secara langsung dan dapat pula melalui macam-

    macam penerusan (relaying) secara beranting, baik melalui pemuka

    pendapat (opinion leaders) maupun melalui situasi saling berhubungan

    antara sesama anggota khalayak. Beberapa anggota dari khalayak luas itu

    memperoleh pesan-pesan secara langsung dari media massa, sementara

    yang lain memperolehnya dari sumber atau saluran lain, atau dari tangan

    kedua, ketiga, atau yang seterusnya lagi.

    Dua tahap penyampaian pesan dalam model ini adalah biasanya ide

    datang dari media massa dan diterima oleh pemuka pendapat, selanjutnya

    disampaikan kepada khalayak yang kurang giat.28 Model ini

    27 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia cetakan ke 5 (Jakarta : PT Rajagrafindo, 2010), h

    134 28 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia cetakan ke 5 (Jakarta : PT Rajagrafindo, 2010), h

    134zzz

  • 24

    menggambarkan bahwa terjadi hubungan timbal balik dari media ke

    khalayak (yang juga berinteraksi satu sama lain), kembali ke media,

    kemudian kembali lagi ke khalayak dan seterusnya.

    Pada dasarnya model komunikasi multi step flow model

    mengasumsikan masyarakat tidak hidup terisolasi, melainkan aktif

    berinterksi menjadi bagian dari kelompok sosial. Ada pemuka pendapat

    yang aktif dalam menggunakan media, bahkan berperan sebagai sumber

    rujukan informasi yang berpengaruh. Terdapat komunikan yang menjadi

    komunikator sebagai penerus dalam arus komunikasi dari sumber media

    kepada khalayak yang luas.29

    Gambar 2.1

    Model Komunikasi multi step flow

    s

    Sumber : Buku Sistem Komunikasi Indonesia, 2010

    Berdasarkan gambar diatas, pesan-pesan yang disampaikan di

    media massa bisa langsung dipahami dan diterima oleh khalayak.

    Artinya, khalayak atau masyarakat sudah bisa mencerna sendiri maksud

    29 Ardianto dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

    2004) h 23

  • 25

    dari pesan yang ditunjukan. Adapun X sebagai opinion leader juga

    mendapatkan informasi atau pesan langsung dari media massa. Para

    opinion leader ini ialah orang-orang yang lebih sering bersentuhan

    dengan media. Peran dari opinion leader berfungsi sebagai perantara

    pemberi informasi dengan maksud mengubah sikap dan perilaku

    khalayak.

    4. Perencanaan Komunikasi

    Perencanaan adalah rangkaian proses pemikiran dan penentuan

    hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka

    meraih tujuan yang telah ditentukan secara matang.30 Menurut G. R.

    Terry, perencanaan ialah proses pemilihan dan menghubung-hubungkan

    fakta, serta menggunakannya untuk menyusun asumsi-asumsi yang

    diduga akan terjadi untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan

    agar mencapai tujuan yang diharapkan.31

    Perencanaan menurut Bintoro Tjokroaminoto adalah proses

    mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan

    untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu, Prajudi Atmosudirjo juga

    berpendapat bahwa perencanaan adalah perhitungan dan penentuan

    tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan

    tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, di mana, dan bagaimana cara

    melakukannya.32

    30 Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, Jakarta : PT Rajagrafindo

    Persada, 2013), h. 22 31 https://www.scribd.com/doc/129465275/TAHAPAN-PERENCANAAN-KOMUNIKASI

    diakses pada tanggal 15 Agustus 2017 32 Husaini Usman. Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 60

    https://www.scribd.com/doc/129465275/TAHAPAN-PERENCANAAN-KOMUNIKASI

  • 26

    Konsep perencanaan akan lebih didekati dari aspek manajemen,

    sedangkan aspek komunikasi akan dilihat sebagai suatu proses

    penyebaran atau pertukaran informasi. Meskipun kedua konsep ini

    berbeda dalam pendekatannya, namun kedua konsep ini dapat

    diintegrasikan menjadi satu kajian khusus.33 Kehidupan yang dinamis

    membuat konsep perencanaan komunikasi diaplikasikan dalam segala

    bidang, mulai dari bidang penyebarluasan informasi, penyadaran

    masyarakat dan pemasaran.

    Ada 10 tahapan yang harus dilalui dalam melakukan perencanaan

    komunikasi yaitu 34:

    a. Pengumpulan database dan need assement

    Pengumpulan data base line menjadi hal yang sangat penting

    dalam perencanaan komunikasi. Adapun setiap aspek perencanaan

    akan mengacu pada data base line atau penelitian. Kegiatan

    penelitian tersebut akan dihasilkan data primer dan data sekunder.

    Data Primer adalah data dari masyarakat yang langsung berhadapan

    dengan masalah yang akan dihadapi. Data primer didapat dari

    interview, polling ataupun focus group discussion (FGD).

    Adapun data sekunder adalah data pendukung yang nanti

    menjadi rujukan saat pelaksanaan program. Data pendukung ini

    bisa berupa informasi dari media cetak ataupun elektronik serta

    kebijakan-kebijakan yang berlaku atau berhubungan dengan

    33 Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, Jakarta : PT Rajagrafindo

    Persada, 2013), h. 21 34 Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, Jakarta : PT Rajagrafindo

    Persada, 2013), h. 80

  • 27

    program. Isu-isu strategis juga harus menjadi perhatian dalam

    pengumpulan data ini. Sedangkan need assessment adalah mendata

    apa saja yang dibutuhkan selama proses akan berlangsung.

    Mendata sumber daya apa saja yang bisa digunakan dalam

    program.

    b. Perumusan tujuan komunikasi

    Penentuan tujuan bisa dilakukan dengan memperhatikan

    masalah yang dihadapi dan akhirnya merumuskan bagaimana

    keadaan masalah tersebut setelah program dilaksanakan. Penentuan

    tujuan harus spesifik supaya dengan jelas dan komprehensif bisa

    dilaksanakan. Kemudian tujuan dari sebuah program haruslah

    terukur apalagi saat dilakukan evaluasi.

    c. Analisis perencanaan dan pengembangan strategi

    Strategi menjadi cara yang disusun seefektif dan seefisien

    mungkin untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Strategi ini

    merupakan dasar dari taktik yang akan dibuat dalam setiap keadaan

    di lapangan.

    d. Analisis dan segmentasi khalayak

    Analisis dan segmentasi khalayak juga harus dilaksanakan

    dengan menentukan siapa target sasaran program yang sedang

    dijalankan. Analisis ini sangat penting karena bentuk perencanaan

    akan sangat bergantung pada tipe publik yang dihadapi.

    Pemrograman komunikasi setidaknya harus memilah publik

    menjadi tiga kelompok. Pertama, Latent Public yaitu kelompok

  • 28

    yang menghadapi masalah, tetapi tidak mempunyai perhatian lebih.

    Kedua, adalah aware public, yaitu kelompok yang bertanggung

    jawab terhadap masalah. Sedangkan yang terakhir adalah active

    public yaitu kelompok yang melakukan tindakan terhadap masalah.

    e. Pemilihan media

    Pemilihan media sangat penting dilakukan dengan

    memperhatikan tiap tahap berikut ini.Pertama mendaftar media

    yang sudah ada. Semua media yang mungkin mendukung program

    komunikasi didata dan bila perlu dikelompokkan menurut

    keperluan program. Setelah pendataan dilakukan evaluasi, media

    mana saja yang sesuai dari segi waktu, jangkauan segmen, biaya,

    dan efektifitas.

    f. Desain dan pengembangan pesan

    Pendesainan dan pengemasan pesan harus dilakukan sesuai

    dengan penelitian yang dilakukan, segmen dan berpanduan pada

    teori-teori dan keilmuan yang ada.

    g. Perencanaan manajemen

    Perencanaan manajemen bisa dibuat dari struktur manajerial

    beserta job deskripsi masing-masing. Mekanisme-mekanisme perlu

    disiapkan dalam hal ini misal, bagaimana alur dana berjalan. Selain

    itu bagaimana koordinasi dilakukan di lapangan, dan sebagainya.

  • 29

    h. Pelaksanaan pelatihan

    Pelatihan diperlukan dalam membangun kesiapan dalam

    pelaksanaan program. Perlu diadakan replikasi sebelum eksekusi

    program dilaksanakan. Selain itu juga pelatihan penguatan konsep

    program. Fasilitator sebuah pelatihan harus dari orang terlatih atau

    di dalam bidangnya. Kemudian, penyiapan konsultanpun

    diperlukan agar bisa mengawasi berjalannya program. Lokakarya

    dan diseminasi juga perlu diadakan untuk menyiapkan semuanya

    sebelum pelaksanaan

    i. Implementasi

    Implementasi bisa dilakukakan sesuai dengan program yang

    telah ditentukan. Adapun beberapa cara yang biasa dilakukan

    seperti lobi-lobi, silaturahmi, dan sosialisasi. Pembentukan sistem

    pengontrol di lapangan juga biasanya diterapkan dengan

    menggunakan sumber daya masyarakat sendiri. Tentunya hal ini

    bergantung pada lobi-lobi yang telah dilakukan tersebut.

    j. Evaluasi program

    Evaluasi Program menjadi bagian penting dalam sebuah

    proses. Hal ini bertujuan untuk melihat tindakan yang tepat dan

    mana yang tidak sehingga ke depannya bisa dilakukan program

    yang lebih baik. Evaluasi bisa dibagi menjadi dua yaitu evaluasi

    ongoing dan end review. Evaluasi ongoing dilaksanakan selama

    proses berlangsung dan akan menjaga fleksibilitas sebuah program.

    Sedangkan end review diterapkan untuk merangkum evaluasi

  • 30

    ongoing, dalam artian terangkum evaluasi dari awal sampai akhir

    yang bisa memperbaiki kesalahan, sehingga bisa dijadikan pijakan

    untuk pelaksanaan program berikutnya.

    C. Strategi Komunikasi

    1. Pengertian Strategi Komunikasi

    Alo Liliweri mengatakan bahwa strategi komunikasi adalah strategi

    yang mengartikulasikan, menjelaskan, dan mempromosikan suatu visi

    komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam suatu rumusan yang

    baik.35 Hafied Cangara memberi batasan pengertian strategi komunikasi

    sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah laku

    manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru.36

    Strategi komunikasi bisa menjadi paduan dari perencanaan

    komunikasi dengan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang

    telah ditetapkan. Dengan kata lain dalam tahapan strategi komunikasi

    akan berhubungan dengan tahapan perencanaan komunikasi dan

    manajemen strategi.

    Menurut R. Wayne Peace, Brend D. Petterson dan M. Dallas

    Burnet dalam bukunya Techniques for effective communication,

    seperti yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy, tujuan sentral

    strategi komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama yaitu:

    a. To secure understanding : memastikan komunikan paham terhadap

    pesan yang didapat.

    35 Alo Liliweri, Komunikasi : Serba Ada Serba Makna, (Jakarta:Kencana Prenada Media

    Group, 2011) h. 240 36 H. Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, (Jakarta : PT Rajagrafindo

    Persada,2013) h. 61

  • 31

    b. To establish accepttance : jika komunikan sudah dimengerti,

    pemahaman terhadap pesan harus dibina

    c. To motivate action : setelah penerimaan itu dibina, maka kegiatan ini

    harus dimotivasikan.37

    Tiga tujuan ini sangat berkaitan erat, karena yang pertama To

    secure understanding: memastikan bahwa komunikan mengerti pesan

    yang diterimanya. Andaikan sudah dapat mengerti dan menerima

    maka penerimaannya itu harus dibina (To establish acceptance), yang

    pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (To motivation action).

    2. Langkah-langkah Strategi Komunikasi

    Dalam realitanya, untuk mencapai suatu tujuan membutuhkan

    langkah-langkah strategi komunikasi. Adanya strategi komunikasi

    membuat proses komunikasi bisa berjalan lancar. Penyusunan

    langkah-langkah tersebut dibutuhkan suatu landasan pemikiran

    dengan memperhitungkan konten-konten dalam komponen

    komunikasi serta faktor pendukung dan penghambat komunikasi.

    Berikut langkah-langkah dalam strategi komunikasi yang perlu

    diperhatikan yaitu :

    a. Mengenal khalayak

    Memahami masyarakat, terutama yang akan menjadi target

    sasaran program komunikasi merupakan hal yang sangat penting,

    sebab semua aktivitas komunikasi diarahkan kepada mereka.

    37 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung : PT Remaja

    Rosdakarya) 2008. h. 32

  • 32

    Masyarakat atau khalayak menentukan berhasil tidaknya suatu

    program.38 Sebesar apapun biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan

    untuk memengaruhi khalayak, jika masyarakat tidak tertarik proses

    komunikasi akan sia-sia. Oleh karena itu, menganalisis khalayak dan

    kebutuhan khalayak menjadi faktor penting.

    Dalam proses komunikasi, baik komunikator maupun khalayak

    harus mempunyai kepentingan yang sama. Tanpa persamaan

    kepentingan, komunikasi tidak akan tercipta secara efektif. Upaya

    menciptakan persamaan kepentingan tersebut, maka komunikator

    seharusnya memahami kerangka pengalaman dan kerangka referensi

    khalayak yang meliputi :39

    1) Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak seperti

    pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan, kemampuan

    khalayak untuk menerima pesan lewat media yang digunakan dan

    pengetahuan khalayak terhadap perbendaharaan kata-kata yang

    digunakan.

    2) Pengaruh kelompok dari masyarakat atas nilai-nilai dan norma

    kelompok serta masyarakat yang ada

    3) Situasi dimana khalayak itu berada.

    b. Menyusun pesan

    Setelah mengenal khalayak, maka menyusun pesan ialah tahap

    selanjutnya dalam perumusan strategi komunikasi. Dalam

    mempengaruhi khalayak, pesan yang disampaikan harus mampu

    38 Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi edisi revisi. (Jakarta : PT.

    Rajagrafindo Persada, 2014) h 136 39 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktik ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009),

    h 184

  • 33

    membangkitkan perhatian. Wilbur Schramm mengajukan syarat-syarat

    untuk berhasilnya pesan tersebut sebagai berikut40 :

    1) Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa

    sehingga pesan itu dapat menarik perhatian sasaran yang dituju

    2) Pesan haruslah menggunakan tanda-tanda yang didasarkan pada

    pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga

    kedua pengertian itu bertemu

    3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi daripada sasaran

    dan menyarankan cara-cara untuk mencapai kebutuhan itu

    4) Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh

    kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok di mana kesadaran

    pada saat digerakkan untuk memberikan jawaban yang

    dikehendaki.

    c. Menetapkan metode

    Demi mencapai proses komunikasi yang efektif setelah

    kemantapan isi pesan, perlu menyelaraskan kondisi khalayak dsb.

    Oleh karena itu, penyampaian pesan akan dipengaruhi metode -

    metode penyampaiannya kepada sasaran. Metode penyampaian

    atau mempengaruhi itu bisa dilihat dari dua aspek yaitu dari segi

    cara pelaksanaannya dan segi bentuk isinya.

    Sedangkan dari cara pelaksanaannya, semata-mata melihat

    komunikasi itu dari segi pelaksanaannya dengan melepaskan

    perhatian dari isi pesannya. Kedua, dari segi bentuk isinya melihat

    40 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktik ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009),

    h 193

  • 34

    komunikasi itu dari bentuk pernyataan atau bentuk pesan dan

    maksud yang dikandung. Dari cara pelaksanaanya, terdapat dua

    bentuk yang bisa diaplikasikan yaitu41 :

    1) Redundancy (Repetition)

    Metode redundancy atau repetition, adalah cara

    mempengaruhi khalayak dengan jalan mengulang-ulang pesan

    kepada khalayak.Pesan yang sering muncul bisa memberi

    minat perhatian lebih di hati khalayak. Ketika pesan sering

    diulang, khalayak tidak mudah melupakan hal-hal penting

    yang disampaikan. Selanjutnya dengan metode repetition ini,

    komunikator dapat memperoleh kesempatan untuk

    memperbaiki kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja dalam

    penyampaian-penyampaian sebelumnya.

    2) Canalizing

    Dalam mempengaruhi khalayak, komunikator harus

    terlebih dahulu mengetahui dan memahami kerangka referensi

    dan lapangan pengalaman dari khalayak tersebut. Setelah itu,

    komunikator bisa menyusun pesan dan metode yang sesuai.

    Komunikator seharusnya juga terlebih dahulu mengenal

    khalayaknya dan memulai melontarkan idenya sesuai dengan

    kepribadian, sikap dan motif khalayak. Proses strategi

    komunikasi yang dilakukan pada tahap menetapkan metode,

    bisa dimulai komunikasinya sesuai khalayak itu berada (start

    41 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktik ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009),

    h 197

  • 35

    where the audience), kemudian diubah sedikit demi sedikit ke

    arah tujuan komunikator.

    Cara ini disebut dengan metode canalizing. Artinya,

    komunikator menyediakan saluran-saluran tertentu untuk menguasai

    motif-motif yang ada pada dari khalayak. Juga termasuk proses

    canalizing ini ialah memahami dan meneliti pengaruh kelompok

    terhadap individu atau khalayak. Adapun beberapa metode dari segi

    isi yakni diantaranya:

    1) Informatif. Bentuk pesan yang bersifat informatif, yaitu suatu

    bentuk isi pesan, yang bertujuan mempengaruhi khalayak

    dengan jalan (metode) memberikan /penerangan. Penerangan

    disini adalah berupa pesan yang berisikan informasi berdasarkan

    fakta dan pendapat yang bisa dipertanggung jawabkan

    kebenarannya.

    2) Persuasif berarti mempengaruhi dengan jalan membujuk.

    Dalam hal ini khalayak digugah baik pikirannya, maupun dan

    terutama perasaannya. Metode persuasif, dengan demikian

    merupakan suatu cara untuk mempengaruhi komunikan, dengan

    tidak terlalu banyak berpikir kritis.

    3) Edukatif. Metode edukatif sebagai salah satu usaha

    mempengaruhi khalayak dari suatu pernyataan umum yang

    dilontarkan, dapat diwujudkan dalam bentuk pesan yang berisi:

    pendapat-pendapat, fakta-fakta dan pengalaman-pengalaman.

    Oleh karena itu suatu pernyataan kepada umum dengan

  • 36

    memakai metode edukatif ini, akan memberikan pengaruh yang

    mendalam kepada khalayak kendatipun hal ini akan memakan

    waktu yang sedikit lebih lama dibanding dengan memakai

    metode persuasif.

    4) Penggunaan Media. Sebagaimana dalam menyusun pesan dari

    suatu komunikasi yang ingin dilancarkan, kita harus selektif

    dalam arti menyesuaikan keadaan dan kondisi khalayak.

    Pemilihan media komunikasi pun harus demikian adanya, karena

    untuk mencapai sasaran komunikasi harus dapat memilih secara

    tepat media komunikasi yang digunakan, tergantung pada tujuan

    yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan, dan teknik

    yang akan digunakan.

    D. Teori Difusi Inovasi

    Pada tahun 1962, Everett Rogers menggabungkan temuan penelitian

    arus informasi. Ia mengembangkan teori difusi, perpanjangan dari ide Paul

    Lazarsfeld mengenai arus dua langkah.42 Upaya Rogers menggabungkan

    penelitian arus informasi dengan teori difusi disebut teori difusi inovasi.

    Penelitian difusi adalah satu jenis penelitian komunikasi yang khas,

    tetapi penelitian ini dimulai di luar bidang komunikasi yang berasal dari

    sosiologi. Rogers, tokoh difusi yang kemudian menjadi peneliti komunikasi,

    42 Stanley J. Baran, Dennis K. Davis, Teori Komunikasi Massa : Dasar, Pergolakan dan

    Masa Depan, (Jakarta : Penerbit Salemba Humanika, 2010) h 338

  • 37

    membuat desertasi dalam pedesaan. 43 Berbagai macam difusi

    didefinisikan, tetapi ada satu asumsi yang mengikat semua difusi.

    Difusi adalah suatu proses komunikasi yang menetapkan titik-

    titik tertentu dalam penyebaran informasi melalui ruang dan waktu dari satu

    agen ke agen yang lain. Salah satu saluran informasi yang penting adalah

    media massa, karena itu model difusi mengasumsikan bahwa media massa

    mempunyai efek yang berbeda-beda pada titik-titik waktu yang berlainan,

    mulai dari menimbulkan tahu sampai mempengaruhi adopsi atau rejeksi

    (penerimaan atau penolakan).44

    Difusi adalah pengomunikasikan sebuah inovasi lewat saluran

    tertentu seiring waktu diantara anggota-anggota sebuah sistem sosial.45

    Awal perkembangannya teori ini menduduki peran pimpinan opini dalam

    mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Tetapi difusi inovasi juga

    bisa langsung mengenai khalayaknya. Menurut teori ini sesuatu yang baru

    akan menimbulkan keingintahuan masyarakat untuk ingin mengetahuinya

    pula. Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru, inovasi atau proses

    baru keseluruh masyarakat.46

    Teori difusi inovasi adalah proses sosial yang mengkomunikasikan

    informasi tentang ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi

    43 Rahmat Jalaluddin, M.SC Metode Penelitian Komunikasi Cet ketiga belas (Bandung :

    P.T Remaja Rosdakarya 2007), h.70 44 Rahmat Jalaluddin, M.SC Metode Penelitian Komunikasi Cet ketiga belas (Bandung :

    P.T Remaja Rosdakarya 2007), h.71 45 Charles dkk, Handbook Ilmu Komunikasi (Bandung : Nusa Media, 2014) h 350 46 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta : Rineka

    Cipta, 2016) h. 170.

  • 38

    perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial.

    Adapun tahapan dari proses keputusan inovasi adalah sebagai berikut47 :

    1. Pengetahuan – penerimaan kepada inovasi dan suatu pemahaman

    tentang bagaimana inovasi itu berfungsi

    2. Persuasi – pembentukan sikap terhadap inovasi

    3. Keputusan – aktivitas yang menghasilkan pilihan untuk mengadopsi

    atau menolak inovasi

    4. Implementasi – penggunaan inovasi

    5. Konfirmasi – penguatan atau pembalikan keputusan inovasi yang

    dibuat

    E. Sosialisasi

    1. Pengertian Sosialisasi

    Menurut James W Vander Zanden sosialisasi adalah suatu

    proses interaksi sosial dimana orang memperoleh pengetahuan, nilai,

    sikap serta perilaku esensial untuk berpartisipasi secara efektif dalam

    masyarakat.48 Sosialisasi adalah proses di mana individu menerima

    kemudian menginternalisasikan atau menghayati banyak nilai sosial,

    kepercayaan, pola-pola perilaku dari kebudayaan mereka.

    Sosialisasi sangat erat hubungannya dengan proses komunikasi.

    Dalam menginternalisasi sebuah informasi, nilai dan pemahaman

    kepada diri sendiri diperlukan transfer informasi dari sumber

    informasi kepada target sasarannya. Dalam penyampaian aktivitas

    47 Werner J. Severin, Teori Komunikasi ( Jakarta, Penerbit Salemba Humanika, 2012) h 250 48 Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan . (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

    2011) h. 60

  • 39

    tersebut biasanya menggunakan media. Adapun media yang

    digunakan bisa berupa keluarga, kelompok bermain, sekolah,

    lingkungan kerja dan media massa.49 Sosialisasi umumnya bersifat

    persuasif, yaitu mengajak target sasarannya untuk melakukan suatu

    perbuatan atau hanya dengan memberikan suatu pengetahuan.

    Sosialisasi merupakan suatu hal yang mendasar bagi

    perkembangan manusia. Dengan berinteraksi dengan orang lain,

    seorang individu belajar bagaimana berpikir, mempertimbangkan

    dengan nalar, dan berperasaan. Hasil akhirnya ialah membentuk

    perilaku kita, termasuk pikiran dan emosi kita sesuai dengan

    budaya yang berlaku.50

    2. Jenis Sosialisasi

    Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua:

    a. Sosialisasi primer ini terjadi pada masa pertumbuhan, yakni dengan

    cara mengucapkan kalimat, cara mengucapkan kata, cara bersikap dan

    lain sebagainya. Pada masa ini agen sosialisasi utamnya adalah

    keluarga. Menurut Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan

    sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu

    menjadi anggota masyarakat (keluarga).

    Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang

    lain di sekitarnya. Selain itu, disebut primer juga karena kelompok ini

    bisa menjadi instrumen penting untuk kontrol sosial. Sebagai agensi

    49 Dwi Narwoko-Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar, (Jakarta: Prenada Media,

    2005) h. 56

    50 James M. Henselin, Sosiologi: Dengan Pendekatan Membumi, (Jakarta: Erlangga, 2007)

    h.74

  • 40

    sosialisasi, kelompok primer berusaha menjaga agar norma dan sosial

    yang dianut bersama bisa membentuk sikap dan prilaku anggota

    kelompoknya seperti masyarakat.

    b. Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah

    sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok

    tertentu dalam masyarakat. Menurut Goffman, kedua proses tersebut

    berlangsung dalam institusi sosial, yaitu tempat tinggal dan tempat

    bekerja. Dalam kedua insitusi tersebut, terdapt sejumlah individu

    dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu

    kurun tertentu, bersama-sama menjalini hidup terkukung, dan diatur secara

    formal.51

    F. Fatwa pedoman bermuamalah di media sosial

    1. Fatwa

    Fatwa berasal dari bahasa Arab,فتوى yang artinya nasihat, petuah,

    jawaban atau pendapat. Adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan

    atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan

    yang diakui otoritasnya,52 disampaikan oleh seorang mufti atau ulama,

    sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh

    peminta fatwa (mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan.

    Kitab Mafaahim Islaamiyyah diterangkan bahwa kata “al-

    fatwa” bermakna “jawaban atas persoalan-persoalan syariat atau

    perundang-undangan yang sulit.” Jika dinyatakan aftaay fi al-mas’alah:

    menerangkan hukum dalam permasalahan tersebut. Sedangkan al-iftaa’

    51 M. Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

    2006), cet. ke-1 h. 80.

    52 Racmat Taufik Hidayat dkk.,Almanak Alam Islami, (Pustaka Jaya: Jakarta. 2000). hal.20

    http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muftihttp://id.wikipedia.org/wiki/Ulama

  • 41

    adalah penjelasan hukum-hukum dalam persoalan syariat, undang-

    undang, dan semua hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan

    orang yang bertanya.53

    Fatwa secara syariat bermakna penjelasan hukum syariat atas

    suatu permasalahan dari permasalahan-permasalahan yang ada didukung

    oleh dalil yang berasal dari Al-Qur’an, sunnah Nabawiyyah, dan ijtihad.

    Menurut Prof. Amir Syarifuddin, fatwa atau ifta’ berasal dari kata afta,

    yang berarti memberikan penjelasan. Secara definitif fatwa yaitu

    usaha memberikan penjelasan tentang hukum syara’ oleh ahlinya kepada

    orang yang belum mengetahuinya.54

    Oleh karena itu, fatwa menyangkut masalah agama maka tidak

    sembarang orang bisa menduduki sebagai mufti. Syarat-syarat yang harus

    dimiliki oleh seorang mufti antara lain adalah:55

    a. Fatwanya harus didasarkan kepada kitab-kitab induk yang mutabar

    agar fatwa yang diberikan itu dapat diterima oleh penerima fatwa.

    b. Apabila ia berfatwa berdasrkan qoul seseorang alim, maka ia dapat

    menunjukan dasar sumber pengambilan fatwanya itu, dengan

    demikian ia terhindar dari berbuat salah dan bohong.

    c. Seorang mufti harus mengerti atau mengetahui berbagai macam

    pendapat ulama agar tidak terjadi kesalahpahaman antara ia dan

    penerima fatwanya.

    d. Seorang mufti harus seorang alim yang memiliki kejujuran.

    53 Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013) h. 373-374

    54 Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013) h. 373-374 55 Zen Amirudin, Ushul Fiqih, (Yogyakarta : Teras, 2009). Hal. 213

  • 42

    2. Pengertian Pedoman bermuamalah

    Istilah pedoman bermuamalah terdiri dari dua kata yaitu pedoman

    dan muamalah. Pedoman ialah kumpulan ketentuan dasar yang memberi

    arah bagaimana sesuatu harus dilakukan, atau hal (pokok) yang menjadi

    dasar (pegangan, petunjuk, dan sebagainya) untuk menentukan atau

    melaksanakan sesuatu.56 Adapun bermuamlah berasal dari kata

    muamalah yang artinya pergaulan atau hubungan antar manusia. Dalam

    pengertian muamalah secara umum, muamalah bisa berarti perbuatan

    atau pergaulan manusia di luar ibadah. Muamalah merupakan perbuatan

    manusia dalam menjalin hubungan atau pergaulan antar sesama manusia

    (hablumminannas), sedangkan ibadah kepada Allah ialah

    hablumminnallah.57

    Bisa dikatakan, muamalah itu ialah segala aturan agama yang

    mengatur antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam

    sekitarnya, tanpa memandang agama atau asal usul kehidupannya. Jika

    disimpulkan, pedoman bermuamlah adalah petunjuk ataupun pegangan

    yang dapat mengatur hubungan antara sesama manusia dan antara

    manusia dengan alam sekitarnya.

    3. Media Sosial

    a. Pengertian Media Sosial

    Menurut Van Dijk, media sosial adalah platform media

    yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi

    56 http://kbbi.co.id/arti-kata/pedoman diakses pada tanggal 19 Agustus 2017 57 Ghufron A Mas`adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

    2002), hal.2

    http://kbbi.co.id/arti-kata/pedoman

  • 43

    mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi.58 Oleh karena itu,

    media sosial dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang

    menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai sebuah

    ikatan sosial. Meike dan Young mengartikan media sosial sebagai

    konvergensi antara komunikasi personal dalam arti saling berbagi

    antar individu (to be shared one-to-one) dan media publik untuk

    berbagi kepada siapa saja tanpa ada kekhususan individu.

    Sementara itu, Boyd menjelaskan media sosial sebagai kumpulan

    perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun komunitas

    untuk berkumpul, berbagi, berkomunikasi, dan dalam kasus tertentu

    saling berkolaborasi atau bermain. Media sosial memiliki kekuatan

    pada user-generated content (UGC) di mana konten dihasilkan oleh

    pengguna, bukan oleh editor sebagaimana di institusi media massa.59

    b. Karakteristik Media Sosial

    Untuk memahami media sosial adalah dengan cara

    memperhatikan karakteristik dari media sosial sebagai berikut60:

    1) Jaringan (network)

    Karakter media sosial adalah membentuk jaringan diantara

    penggunanya. Tidak peduli apakah di dunia nyata (offline)

    antarpengguna itu saling kenal atau tidak, namun kehadiran

    58 Rulli Nasrullah, Media Sosial; Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi

    (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h. 11. 59 Rulli Nasrullah, Media Sosial; Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi

    (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h. 11. 60 Rulli Nasrullah, Media Sosial; Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi,

    (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), h.16.

  • 44

    media sosial memberikan medium bagi pengguna untuk

    terhubung secara mekanisme teknologi.

    2) Informasi (information)

    Pengguna media sosial mengkreasikan representasi identitasnya,

    memproduksi konten, dan melakukan interaksi berdasarkan

    informasi.

    3) Arsip (archive)

    Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi sebuah karakter yang

    menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bisa diakses

    kapan pun dan melalui perangkat apapun.

    4) Interaksi (interactivity)

    Berbeda dengan media lama, pada media sosial pengguna bisa

    berinteraksi, baik diantara pengguna itu sendiri maupun dengan

    produser konten media.

  • 45

    BAB III

    GAMBARAN UMUM MAJELIS ULAMA INDONESIA

    A. Sejarah Singkat

    Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia

    tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka,

    di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik

    kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.

    Tepatnya pada masa pemerintahan Soeharto, desakan untuk

    membentuk semacam majlis ulama Nasional tampak mudah dan jelas

    ketika pada tanggal 1 Juli 1975,61 pemerintah diwakili Departemen

    Agama mengumumkan penunjukan sebuah panitia persiapan

    pembentukan Majlis Ulama tingkat nasional. Empat nama disebut duduk

    dalam panitia itu: H. Sudirman (Pensiunan Jenderal Angkatan Darat)

    selaku ketua, dan tiga orang ulama terkenal sebagai penasihat : Dr.

    Hamka, K.H. Abdullah Syafi’i dan K.H. Syukri Ghozali.

    Tiga minggu kemudian, suatu muktamar nasional ulama

    dilangsungkan dari tanggal 21-26 Juli 1975.62 Majelis Ulama Indonesia

    pun berdiri pada, tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26

    Juli 1975 di Jakarta. Pada pertemuan atau musyawarah tersebut, para

    ulama, cendekiawan dan zu'ama datang dari berbagai penjuru tanah air.

    61 Majelis Ulama Indonesia, Sejarah MUI, http://mui.or.id/tentang-mui/profilmui/profilmui.

    html. Diakses 29 Juli 2017, Pukul 12.59 WIB.

    62 Majelis Ulama Indonesia, Sejarah MUI, http://mui.or.id/tentang-mui/profilmui/profilmui.

    html. Diakses 29 Juli 2017, Pukul 13.00 WIB.

    http://mui.or.id/tentang-mui/profilmui/profilmui.%20htmlhttp://mui.or.id/tentang-mui/profilmui/profilmui.%20html

  • 46

    Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26

    Provinsi di Indonesia. 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-

    ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam,

    Perti. Al Washliyah, Math'laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al

    Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan

    POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh

    perorangan.

    Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk

    membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zuama dan

    cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah "PIAGAM

    BERDIRINYA MUI", yang ditandatangani oleh seluruh peserta

    musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I

    Selain itu, kemajuan sains dan teknologi dapat menggoyahkan batas

    etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta

    pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat

    melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran

    agama dalam kehidupan umat manusia63

    Kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia pun dalam alam

    pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan

    aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat

    menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya,

    63 Karni, Asrori S, Helmy, Mustafa, Thaha, Amadie. 35 Tahun MUI Berkiprah Menjaga

    Integritas Bangsa, (Jakarta: Komisi InfoKom MUI, Juli 2010), h. 9-10.

  • 47

    umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah)

    yang berlebihan.

    Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya

    sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat

    kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya

    persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.

    Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga swadaya masyarakat yang

    menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia

    untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia

    dalam mewujudkan cita-cita bersama. Dalam khitah pengabdian Majelis

    Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI

    yaitu:64

    1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)

    2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)

    3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al

    ummah)

    4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid

    5. Sebagai penegak amar ma'ruf dan nahi munkar.

    Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia meng