strategi pengembangan pondok pesantren di kabupaten … · dengan menggunakan manajemen strategik...
TRANSCRIPT
1
Bidang Ilmu Pendidikan
Tipe Penelitian Aplikatif
EXECUTIVE SUMMARY
PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KABUPATEN BANYUWANGI
Strategi Pengembangan Pondok Pesantren di Kabupaten Banyuwangi (Upaya Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Eksistensi
Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Di Era Globalisasi)
Tim Peneliti:
Siti Aimah, S.Pd.I., M.Si (Peneliti Utama)
Lely Ana Ferawati Ekaningsih, SE., MH., MM (Anggota 1)
Dr. H. Abdul Kholiq Syafa’at, MA (Anggota 2)
Drs. Mahbub, M.Ag (Anggota 3)
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPPM)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM (STAIDA)
BANYUWANGI
TAHUN 2013
2
Strategi Pengembangan Pondok Pesantren di Kabupaten Banyuwangi
(Upaya Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Eksistensi
Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Di Era Globalisasi)
Siti Aimah, Lely Ana Ferawati Ekaningsih, Abdul Kholiq Syafa’at dan Mahbub
(STAI Darussalam Blokagung Banyuwangi)
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor
eksternal yang dapat menimbulkan peluang dan ancaman, serta faktor internal yang
merupakan kekuatan dan kelemahan bagi pesantren, sehingga dapat diketahui strategi apa
yang cocok untuk diterapkan pada pesantren dalam upaya meningkatkan eksistensinya
sebagai lembaga pendidikan Islam di kondisi lingkungan yang telah berubah modern.
Fokus penelitian adalah strategi pengembangan pondok pesantren dalam upaya
mempertahankan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan di era globalisasi. Jenis
penelitian adalah penelitian kualitatif. Metode analisis data yang digunakan adalah:
Analisis kualitatif, yaitu serangkaian kegiatan menganalisis data dalam obyek penelitian
yang tidak dinyatakan dalam angka-angka tetapi menggunakan analisis SWOT. Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan
pesantren di Kabupaten Banyuwangi ada 3, diantaranya; 1) strategi pengembangan
lembaga pendidikan Islam ada 2, yaitu: konsisten dan adaptif, 2) strategi pembaruan
manajemen pesantren yakni dengan penerapan manajemen profesional, 3) strategi
peningkatan sumber daya pesantren ada 2, yaitu: peningkatan Sumber Daya Insani dan
peningkatan Sumber Daya Alam.
ABSTRACT
This study was conducted to identify and analyze the external factor sthat canlead to
opportunities and threats, as well as internal factors are the strengths and weaknesses for
boarding, so we can know what strategies are suitable tobe applied in schools in an effort
to increase its presence as an Islamic educational institutions in the environmental
conditions that have changed modern. The focus of research is the development strategy
of boarding school in an effort to maintain its existence as educational institutions in the
era of globalization. This type of research is qualitative research. Data analysis methods
used are: a qualitative analysis, which is a series of activities to analyze the data in the
study objects that are not expressed in the figures using SWOT analysis. Research results
indicate that the development of appropriate strategies tobe implemented in the pesantren
Banyuwangi regency there are 3: 1) development strategy of Islamic educational
institutions there are two, namely: consistent and adaptive, 2) strategy pesantren
management revolution is by application of professional management, 3) strategies for
improving resource there are 2 schools of power, namely: enhancement of human
resources and improvement of Natural Resources.
3
1. PENDAHULUAN
Pada era globalisasi, pondok pesantren dihadapkan pada beberapa perubahan
sosial budaya yang tidak terelakkan, pondok pesantren tidak dapat melepaskan diri dari
perubahan-perubahan. Kemajuan teknologi informasi dapat menembus benteng budaya
pondok pesantren. Dinamika sosial ekonomi telah mengharuskan pondok pesantren untuk
tampil dalam persaingan dunia pasar bebas (free market), belum lagi sejumlah
perkembangan lain yang terbungkus dalam dinamika masyarakat yang juga berujung
pada pertanyaan tentang resistensi (ketahanan), responsibilitas (tanggung jawab),
kapabilitas (kemampuan), dan kecanggihan pondok pesantren dalam tuntutan perubahan
besar. Apakah pesantren mampu menghadapi konsekuensi logis dari perubahan-
perubahan tersebut?. Usaha mencari alternatif jawaban itu relatif akan ditemukan bila
diketahui dan dipahami secara persis antropologi internal dan eksternal pondok pesantren.
Upaya ini meniscayakan penelanjangan yang jujur dan rela melepaskan diri dari segala
asumsi negatif dan sikap apriori terhadap pondok pesantren(Suwendi, 2004:118).
Pesantren, dengan teologi yang dianutnya hingga kini, ditantang untuk menyikapi
globalisasi secara kritis dan bijak. Pesantren harus mampu mencari solusi yang benar-
benar mencerahkan, sehingga pada pada suatu sisi, dapat menumbuh kembangkan kaum
santri untuk memiliki wawasan yang luas, yang tidak gamang menghadapi modernitas,
dan sekaligus tidak kehilangan identitas dan jati dirinya, dan pada sisi lain, dapat
mengantarkan masyarakatnya menjadi komunitas yang menyadari tentang persoalan yang
dihadapi dan mampu mengatasi dengan penuh kemandirian dan peradaban(Abdul A’la,
2006: 9).
Seiring dengan kebutuhan yang demikian cepat berkembang dan beragam serta
kompleksitasnya masalah yang dihadapi, maka diperlukan adanya profesionalitas dalam
rangka meningkatkan kualitas kinerja lembaga dakwah. Lembaga pesantren perlu
berbenah diri untuk dapat berhasil memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat modern
tersebut. Pesantren sebagai lembaga dakwah sekaligus sabagai lembaga pendidikan yang
mencetak generasi penerus Islam yang handal dan profesional sesuai dengan
perkembangan jaman, dituntut untuk mampu menawarkan pemahaman Islam yang
modern dan universal. Di samping modernisasi ide, modernisasi kelembagaan organisasi
juga harus dilakukan dengan penerapan proses manajemen yang benar .
Tantangan terbesar bagi keberhasilan sebuah lembaga dakwah seperti pesantren
dalam mencapai tujuan adalah berubahnya jaman yang menuntut profesionalisme dalam
pengelolaan lembaga, kualitas sumber daya pengelola, kemampuan pengelola dalam
menyikapi kemajuan teknologi, serta meluluskan alumni yang berkualitas. Untuk bisa
memenuhi hal tersebut suatu lembaga dakwah seperti pesantren dapat menerapkan dan
mengaplikasikan konsep manajemen strategi dalam usaha mencapai tujuannya.
Dengan perencanaan strategi dapat membantu lembaga dakwah seperti pesantren
untuk menangani kondisi yang berubah, membantu untuk merumuskan dan
menyelesaikan isu-isu penting yang dihadapi. Dengan perencanaan stategi dapat
membantu membangun kekuatan dan menarik manfaat dari peluang-peluang penting,
sementara di lain pihak dapat juga mengurangi apa yang merupakan kelemahannya atau
menghindari ancaman serius. Bahkan perencanaan strategi mampu membuat lebih efektif
dalam kondisi lingkungan yang penuh ancaman.
2. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat
dalam penelitian ini adalah:
a. Apa saja faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan Pondok Pesantren
yang ada di Kabupaten Banyuwangi?
b. Apa saja faktor internal yang mempengaruhi pengembangan Pondok Pesantren
yang ada di Kabupaten Banyuwangi?
4
c. Bagaimanakah strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan pondok
pesantren di Kabupaten Banyuwangi?
d. Apa saja kebijakan yang bisa direkomendasikan kepada pemerintah daerah
Kabupaten Banyuwangi terkait strategi pengembangan pesantren?
3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan Pondok
Pesantren yang ada di Kabupaten Banyuwangi
b. Untuk menganalisis faktor internal yang mempengaruhi pengembangan Pondok
Pesantren yang ada di Kabupaten Banyuwangi
c. Untuk mengetahui strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan pondok
pesantren di Kabupaten Banyuwangi
d. Untuk mengetahui kebijakan yang bisa direkomendasikan kepada pemerintah
daerah Kabupaten Banyuwangi terkait strategi pengembangan pesantren
4. MANFAAT PENELITIAN
Adapun secara rinci manfaat penelitian ini adalah:
a. Bagi pengembangan keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat lebih
mengembangkan kajian tentang strategi pengembangan khususnya untuk
organisasi non profit, karena masih sedikit penelitian yang telah dilakukan.
b. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan manfaat bagi lembaga dakwah
Islam yang lainnya selain pondok pesantren untuk dapat menerapkan strategi yang
tepat dalam mengembangkan lembaganya.
c. Bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah dan departemen agama, penelitian
ini sangat bermanfaat guna menentukan kebijakan yang berkaitan dengan
pengembangan pondok pesantren.
5. STUDI PUSTAKA
a. Kajian Teori
1) Manajemen Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani stratogos yang artinya ilmu para jenderal
untuk memenangkan suatu pertempuran dengan menggunakan sumber daya yang
terbatas(Sihombing, 2000). Pengertian atau definisi Manajemen strategi dalam
khasanah literatur ilmu manajemen memiliki cakupan yang luas, dan tidak ada suatu
pengertian yang dianggap baku. Itulah sebabnya defenisi manajemen strategi
berkembang luas tergantung pemahaman ataupun penafsiran seseorang.
Strategi menjadi suatu kerangka yang fundamental tempat suatu organisasi
mampu menyatakan kontinuitasnya yang vital, sementara pada saat yang bersamaan
ia akan memiliki kekuatan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu
berubah. Dengan menggunakan manajemen strategik sebagai suatu kerangka kerja
untuk menyelesaikan setiap masalah strategis didalam perusahaan, terutama yang
berkaitan dengan persaingan, maka para menajer diajak untuk berpikir lebih kreatif
atau berpikir secara strategik. Merancang Strategic Architecture dan Operasi dalam
Dunia Pendidikan penting dilakukan setelah analisis lingkungan, lembaga
pendidikan diharapkan mampu memperoleh gambaran yang cukup utuh mengenai
kondisi eksternal dan kondisi internalnya. Dengan demikian faktor-faktor yang
merupakan kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman sudah mampu
terdefenisi dengan jelas. Berdasarkan hal ini, suatu institusi pendidikan kemudian
dapat menentukan dan menetapkan arah yang ingin dituju dimasa depan.
2) Pondok Pesantren
a)Tinjauan tentang Pesantren
5
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan sekaligus lembaga
dakwah Islam yang ada di Indonesia, pesantren pada dasarnya dibangun atas
keinginan bersama antara dua komunitas yang saling bertemu yaitu santri
(masyarakat) yang ingin menimba ilmu sebagai bekal hidup dan kyai/guru yang
secara ikhlas ingin mengajarkan ilmu dan pengalamannya. Seperti yang dikatakan
oleh Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi dalam bukunya membuka jendela
Pendidikan (2004:55), “Kyai dan santri adalah dua komunitas yang memiliki
kesadaran yang sama untuk sacara bersama-sama membangun komunitas keagamaan
yang disebut pesantren”.
Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya
setelah abad ke 16. Karya-karya jawa klasik seperti serat cabolek dan serat centini
mengungkapkan bahwa sejak permulaan abad ke 16 di Indonesia telah banyak di
jumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam
bidang fiqih, aqidah, tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu
pesantren.
Pada dasarnya, pesantren lahir sebagai perwujudan dari dua keinginan yang
bertemu, keinginan orang yang ingin menimba ilmu sebagai beak hidup (santri) dan
keinginan orangyang secara ikhlas mengajarkan ilmu dan pengalamannya kepada
umat (kyai). Sehingga secara Fisik penggambaran pesantren adalah lembaga yang
memadukan dua keinginan tersebut. Adapun tempatnya dapat berupa langgar,
mushalla atau masjid, yang berkembang berdasarkan bertambahnya santri yang
menuntut ilmu.
Pada masa penjajahan, pesantren mengalami tekanan yang amat berat,
pesantren memang memberikan pengajaran tentang cinta tanah air dan menanamkan
sikap patriotik pada para santrinya. Karena, walaupun pada dasarnya hanya
merupakan lembaga pendidikan keagamaan, namun lembaga ini juga mengutamakan
dalam pembinaan mental dan spiritual para santrinya. Hal inilah yang menjadi
kekhawatiran penjajah. Untuk menanggulangi hal yang demikian, pemerintah Hindia
belanda kemudian menawarkan bentuk pendidikan yang modern dalam performa
sekolah. Sekolah-sekolah Hindia Belanda kemudian berkembang menyaingi
keberadaan pesantren, sekolah-sekolah ini lebih bersifat pendidikan yang berorientai
kepada kerja, dalam arti para lulusannya dapat memperoleh kerja melalui ijasah yang
diberikan oleh sekolah tersebut. Untuk mengimbangai hal yang demikian, beberapa
cendekiawan muslim Indonesia pada saat itu mencoba mendirikan sekolah-sekolah
lebih berciri khas keIslaman yaitu madrasah. Mulailah pengajaran agama
diperkenalkan melalui sistem sekolah modern. Akan tetapi sistem ini tidak serta
merta diterima begitu saja. Sehingga mulai muncul dikotomi-dikotomi antara
pesantren yang mengadopsi sistem sebagaimana pesantren didirikan pada awalnya
atau lebih dikenal dengan istilah pesantren salaf dan kholaf atau modern.
b) Tujuan Pesantren
Menurut Qomar (2007:6-7),tujuan umum pesantren adalah membina warga
negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan
menanam rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan.
c) Ciri-ciri pesantren
Ciri-ciri pesantren yang masih berpegang teguh pada nilai-nilai salafiyah
menurut Sulthon dan Khusnurridlo (2006:12-13)dapat didefinisikan sebagai berikut:
(1) Adanya hubungan yang akrab antara santri dan kyai, (2) Kepatuhan santri pada
kyai, (3) Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan
pesantren, hidup mewah hampir tidak ditemukan di sana, (4) Kemandirian amat
terasa di kehidupan pesantren, (5) Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan
(Ukhuwah Islamiyah) sangat mewarnai pergaulan di pesantren. (6) Disiplin sangat
dianjurkan, (7) Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia, (8) Pemberian ijazah.
6
d)Prinsip-prinsip pendidikan pesantren
Keinginan dan kaidah yang terlaku di dalam kehidupan pesantren merupakan
nilai pokok yang melandasi kehidupan dunia pesantren. Eksistensi pesantren menjadi
kokoh karena dijiwai oleh apa yang dikenal dengan pasca jiwa pesantren menurut
Tolkhah dan Barizi, 2004:55-56,yaitu: (1) Keikhlasan, (2) Kesederhanaan, (3)
Kemandirian, (4) Bebas, (5) Ukhuwah Islamiyyah.
b. Penelitian terkait. Penelitan-penelitian strategi lebih banyak dilakukan di lembaga bisnis (profit)
sedangkan penelitian strategi dalam lembaga non-profit masih kurang banyak dilakukan.
Berikut ini beberapa penelitian serupa yang sudah pernah dilakukan baik di lembaga
bisnis (profit) maupun lembaga non-profit.
Penelitian oleh Diyah Yuli Sugiarti (2012) dengan judul Strategi Pengembangan
Pondok Pesantren Dalam Membangun Peradaban Muslim Di Indonesia, menggunakan
jenis penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan pesantren di
Indonesia memiliki berbagai kekuatan, kelemahan sebagai faktor internal sekaligus
mempunyai faktor eksternal b erupa peluang dan ancaman yang dianalisa dengan SWOT
didapat nilai (1,25 : 0,90). Hal ini menunjukkan pesantren di Indonesia berada pada
kuadran pertama yang berarti bahwa pesantren di Indonesia memiliki kondisi yang
menguntungkan, sehingga mendukung kebijakan yang agresif (Growht Oriented
Strategy). Maka ketika ada gagasan menjadikan pesantren sebagai pusat peradaban di
Indonesiaadalah suatu keniscayaan yang untuk mewujudkannya memerlukan starategi
umum (grand strategy) meliputi; (1) memahami landasan dan konsep kebangkitan, (2)
merumuskan kembali tujuan pesantren, (3) membenahi system pendidikan pesantren, (4)
meningkatkan manajemen pesantren, (5) meningkatkan out put pesantren, (6)
refungsionalisasi pesantren, (7) memabangun mitra kerjasama ke luar pesantren, (8)
meningkatkan peran pesantren, (9) modernisasi dalam tekhnologi, informasi dan
komunikasi dan (10) program unggulan di era globaliasasi.
Penelitian Hefni Zaini (2013) berjudul strategi pengembangan pendidikan lifeskill
pondok pesantren di Madura. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pengembangan
pendidikan life skill di pondok pesantren Madura dilakukan dengan tiga strategi, yakni
melalui pengembangan kurikulum ekstra kurikuler, melalui kerjasama dengan pihak-
pihak terkait, dan melalui pengembangan Sumber Daya Manusia. (2) Jenis pendidikan life
skill unggulan yang dikembangkan di pondok pesantren Madura meliputi : peternakan,
budidaya lele, budidaya ikan hias, produksi minyak wangi dan pembuatan ramuan jamu
herbal. Penetapan pilihan jenis keterampilan diatas kecuali mengacu pada kondisi,
karakteristik serta potensi daerah setempat, juga mengacu pada. minat dan kebutuhan para
santri.(3) Pengembangan pendidikan life skill di pondok pesantren Madura umumnya
berdampak positif terhadap pengembangan SDM di pondok pesantren, antara lain dapat
dikembangkan sebagai sektor usaha. Terserapnya alumni sebagai tenaga kerja pada usaha
dan kegiatan perekonomian, Santri dan alumni dapat mentransformasikan kepada orang
lain bidang keterampilan dan kecakapan yang dikuasainya, dan Sebagai sarana
pembentukan opini dan pencitraan positif bagi pesantren yang bersangkutan. Dan (4)
Pengembangan pendidikan life skill di pondok pesantren Madura memiliki kendala dan
peluang. Kendalaya antara lain terdapat pada aspek kelembagaan dan manajemen, aspek
kurikulum dan pembelajaran, aspek pendanaan dan sarana, serta aspek budaya.
Sedangkan peluangnya adalah munculnya kesadaran baru untuk melakukan inovasi,
prinsip dan karakteristik pesantren yang sejalan dengan misi pendidikan life skill.
6. METODE PENELITIAN
a. Jenis penelitian dan penentuan fokus
Fokus penelitian adalah strategi pengembangan pondok pesantren dalam upaya
mempertahankan eksistensinya sebaga lembaga pendidikan di era globalisasi.
7
Sedangkan jenis penelitian adalah penelitian kualitatif yang didefinisikan sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif (berupa kata-kata yang tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati).
b. Lokasi/obyek penelitian
Lokasi/obyek penelitian adalah Pondok pesantren yang berada di kabupaten
Banyuwangi dan pondok pesantren yang memiliki lembaga pendidikan formal serta
telah diakui eksistensinya oleh pemerintah dan masyarakat yaitu:
1) Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Tegalsari Banyuwangi
2) Pondok Pesantren Bustanulmakmur Canga’an Genteng Banyuwangi
3) Pondok Pesantren Mamba’ulhuda Krasak Tegalsari Banyuwangi
4) Pondok Pesantren Mamba’ululum Sumberberas Muncar Banyuwangi
5) Pondok Pesantren Darussholah Gumirih Singojuruh Banyuwangi
c. Sumber dan teknik pengumpulan data
1) Sumber data
Data yang akan diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari survei lapangan yang berasal dari pengasuh pondok pesantren,
ulama, departemen agama, serta masyarakat disekitar pondok pesantren yang
berkompeten. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga
pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna. Data sekunder
diperoleh dari dokumentasi instansi atau dinas terkait.
2) Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi, ini dilakukan untuk
mengumpulkan informasi dari berbagai aktifitas yang dilakukan oleh internal
pondok pesantren. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
lebih mendalam tentang pemikiran informan berkenaan dengan perkembangan
pondok pesantren. Dokumentasi sebagai data pendukung tentang informasi yang
telah didapatkan oleh peneliti melalui observasi dan wawancara.
d. Penentuan Informan
Informan penelitian diambil dengan tujuan penelitian. Adapun informan yang
dimaksud adalah 10 orang pengasuh pondok pesantren, 14 orang staf pengelola
pondok pesantren, 15 orang tokoh agama dan 15 orang tokoh masyarakat, 10 orang
alumni pesantren dan 6 orang dari dinas terkait. Jadi total informan untuk penggalian
data pada 5 (lima) pesantren yang memiliki lembaga pendidikan formal di kabupaten
Banyuwangi adalah sejumlah 70 orang.
e. Teknik analisis data
Metode analisis data yang digunakan adalah: Analisis kualitatif, yaitu serangkaian
kegiatan menganalisis data dalam obyek penelitian yang tidak dinyatakan dalam
angka-angka yaitu menggunakan analisis Strength, Weaknes, Opportunity and
Threat (SWOT) adalah suatu analisis yang membandingkan antara kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki oleh organisasi serta peluang dan ancaman yang terjadi
dalam organisasi untuk memilih dan memilah alternatif strategi yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan organisasi.
7. HASIL PENELITIAN
Sebagaimana pesantren pada umumnya pesantren yang ada di Kabupaten
Banyuwangi bersifat mandiri dalam pendirian dan pengelolaan pesantren, termasuk
pengelolaan lembaga pendidikannya. Hal ini disebabkan pesantren adalah lembaga sosial
kemasyarakatan yang adanya karena dukungan masyarakat selain kyai sebagai tokoh
sentralnya. Kemudian pesantren yang mayoritas berada di daerah pedesaan merupakan
lembaga keagamaan, sehingga menjadi rujukan masyarakat untuk menjawab berbagai
persoalan keagamaan, akan tetapi pesantren dalam perkembangannya membentuk dirinya
sebagai lembaga pendidikan kultural yang tidak bisa diseragamkan antara satu pesantren
dengan pesantren lainnya, atau antara pesantren sebagai lembaga pendidikan dengan
8
lembaga pendidikan yang non pesantren. Ketidakseragaman tersebut dipicu oleh budaya
masyarakat pesantren (kyai, ustadz dan santri) dan masyarakat sekitar pesantren. Oleh
karena itu pesantren disebut sebagai lembaga yang unik, membentuk kekhasan tersendiri
terkait khususnya pada metode pembelajaran, kitab rujukan dan tempat tinggal santri
(Nur Syam, 2005: 247).
a. Faktor eksternal untuk pengembangan pesantren di kabupaten Banyuwangi
dalam hal ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Peluang atau kesempatan yang harus dicari dan dimasuki karena dapat
memberikan keuntungan pada perkembangan pondok pesantren di Kabupaten
Banyuwangi diantaranya;
a) Adanya kepercayaan masyarakat kepada pesantren sebagai lembaga
pendidikan yang tidak hanya mementingkan pembinaan kecerdasan
intelektual tetapi juga kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam
satu paket pendidikan dengan waktu sehari semalam, melalui pengajaran di
kelas, lalu pendampingan kegiatan harian di asrama dan masjid oleh kyai
dan ustadz yang tidak hanya memberikan pendidikan, tetapi juga
memberikan keteladanan. Kondisi tersebut yang dewasa ini banyak ditiru
oleh lembaga pendidikan non pesantren dengan sistem full day school.
Seperti data yang diperoleh dari 5 (lima) pesantren yang menjadi objek
dalam penelitian ini, semuanya memanfaatkan kepercayaan masyarakat
untuk mengembangkan lembaga pendidikannya dengan paket pelayanan unit
pendidikan agama (yakni madrasah diniyah) dan pendidikan umum yang
berafiliasi dengan kementerian agama maupun kementerian pendidikan
nasional serta pendampingan kegiatan keagamaan melalui kegiatan
pesantren yang disempurnakan dengan penyediaan kegiatan ekstra kurikuler
(berbasis pengembangan keterampilan).
b) Adanya perhatian dari pemerintah dan swasta pada upaya pengembangan
dan peningkatan melalui bantuan rehab sarana pendidikan, alat-alat
ketrampilan dan sebagainya.
2) Ancaman adalah segala macam bahaya yang sedang dihadapi maupun yang akan
dihadapi oleh pondok pesantren di Kabupaten Banyuwangi diantaranya;
a) Adanya anggapan masyarakat bahwa pesantren dengan lembaga pendidikan
yang diselenggarakannya merupakan the second choice. Hal ini didasari
selama ini sebagian pesantren dalam mengembangkan lembaga
pendidikannya masih menggunakan manajemen tradisional, artinya belum
mau membuka diri untuk mengikuti perkembangan jaman, diantaranya
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, termasuk di
dalamnya penerapan variasi metode pembelajaran dan penggunaan media
pembelajaran berbasis IT, baik visual maupun audio visual. Sehingga
pesantren terkesan tidak mampu bertahan untuk mendapatkan simpati
masyarakat dalam pesaingan dunia pendidikan.
Kondisi tersebut yang kemudian membuat masyarakat yang putra-putrinya
tidak diterima di sekolah negeri baru kemudian mendaftarkan putra-putrinya
ke pesantren. Seperti fenomena yang selama ini terjadi puncak pendaftaran
santri/peserta didik baru di lembaga pendidikan yang dikelola pesantren
adalah setelah adanya pengumuman seleksi peserta didik baru di lembaga
pendidikan negeri, baik tingkat SLTA maupun tingkat SLTP bahkan tingkat
Perguruan Tinggi.
b) Adanya anggapan masyarakat bahwa pesantren merupakan kawasan kumuh,
sehingga dengan anggapan ini menyebabkan masyarakat mengurungkan
niatnya yang hendak mendaftarkan putra/putrinya ke pesantren. Sebagai
orang tua tentu saja mereka menghendaki tempat belajar yang bersih dan
9
sehat bagi putra/putrinya, apalagi pesantren lebih dari sekedar tempat
belajar, karena selain menjadi tempat belajar, pesantren juga menjadi tempat
mukim, yakni tempat tinggal sementara santri/peserta didik yang menempuh
belajar di pesantren.
Sementara itu, di pesantren sendiri sampai saat ini masih ada mitos yang
beredar di kalangan santri, entah sengaja atau tidak disebarkan bahwa jika
santri belum mengidap penyakit “gudiken” yaitu penyakit gatal-gatal di kulit
yang disebabkan kurang terjaminnya kebersihan diri dan lingkungan santri,
maka belum akan mendapatkan keberkahan dan kurang afdlol (utama)
menjadi santri. Dengan mitos ini pula semakin mengukuhkan anggapan
masyarakat bahwa pesantren memang sangat identik dengan areal
pemukiman kumuh.
Sedangkan kesederhanaan dan kebersahajaan kehidupan di pesantren seakan
mendukung anggapan tersebut, yakni keterbatasan fasilitas, mulai dari kamar
seukuran 4X3 dihuni oleh 20-30 santri yang multi fungsi sebagai tempat
tidur, tempat istirahat, tempat makan, tempat belajar dan sebagainya.
Kemudian juga kamar mandi/toilet yang idealnya dipakai oleh 5-10 santri
namun pada kenyataannya di pesantren sebuah fasilitas MCK (Mandi, Cuci,
Kakus) ironisnya bisa dipakai oleh 35-40 santri. Hal inilah yang menjadi
penyabab budaya antri di pesantren tidak kunjung berkesudahan. Hal ini pula
yang juga menyebabkan pesantren seperti mengamini anggapan masyarakat
di atas. Pihak pengelola pesantren sendiri sebenarnya telah mengupayakan
penambahan fasilitas untuk mencukupi kebutuhan santri tersebut, namun
pesantren sebagai lembaga pendidikan swasta yang mandiri tersebut, tidak
pernah membatasi jumlah santri/peserta didik yang masuk. Sehingga terjadi
lonjakan santri melebihi kapasitas fasilitas yang tersedia di pesantren.
b. Faktor internal untuk pengembangan pesantren di kabupaten Banyuwangi
dalam hal ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Kekuatan adalah segala keunggulan yang dimiliki oleh pesantren di Kabupaten
Banyuwangi antara lain;
a) Pesantren telah mengakar di masyarakat, seperti halnya pesantren di Indonesia
secara umum, pesantren di Kabupaten Banyuwangi adalah lembaga
pendidikan Islam yang keberadaannya jauh lebih dulu dibanding lembaga
pendidikan non pesantren yang didirikan oleh pemerintah maupun swasta.
Pada proses pendirian pesantren andil masyarakat juga sangat besar, meskipun
kyai (sebagai pengasuh pesantren) berperan menjadi tokoh sentralnya.
Pada perkembangannya, pesantren juga selalu melibatkan masyarakat,
khususnya masyarakat yang berada di sekitar pesantren. Hal ini ditengarai
karena pesantren memerankan dirinya sebagai lembaga sosial
kemasyarakatan, meskipun peranannya lebih ke arah pembinaan bidang
keagamaan. Hal ini tampak pada kegiatan keagamaan pesantren yang
dilakukan di lingkungan masyarakat, seperti: pembinaan tata cara bersuci, tata
cara beribadah sholat, zakat, puasa dan sebagainya. Di lingkungan pesantren
Darussalam Blokagung Banyuwangi kegiatan ini diwujudkan dengan bentuk
pembinaan kelompok pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu sekitar pesantren
secara terpisah bersifat rutin dan berkala.
b) “The High Moral” adalah istilah yang diberikan masyarakat dan melekat kuat
pada pesantren. Selama ini, meskipun secara kualitas pendidikan pesantren
masih disangsikan oleh sebagian masyarakat dalam persaingan dunia
pendidikan, akan tetapi dalam hal pendidikan moral, pesantren masih
dianggap sebagai juaranya. Sehingga seringkali alasan masyarakat
mendaftarkan putra/putrinya ke pesantren, baik sebagai santri/peserta didik
10
baru maupun mutasi dari lembaga pendidikan lain yang non pesantren adalah
untuk pembinaan akhlak.
Hal ini didukung oleh fenomena di masyarakat dewasa ini akibat pergaulan
bebas, kesibukan orangtua kerja di luar rumah yang menyebabkan terbatasnya
pendampingan kepada putra/putrinya, pengaruh media cetak maupun media
elektronik tanpa ada penyaringan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran
atau pendidikan dan pada akhirnya menjadi faktor dekadensi moral yang
kemudian menguntungkan pesantren, karena masih dipercaya sebagai tempat
pembinaan moral atau dikenal juga dengan “bengkel moral”.
c) Kyai sebagai figur teladan, konsep ini juga berlaku di pesantren-pesantren
Kabupaten Banyuwangi. Keadaan ini pula yang memberikan pengaruh sangat
besar pada pembangunan stabilitas dan peningkatan eksistensi pesantren
sebagai lembaga pendidikan. Ukuran perkembangan moral santri bermula dari
teladan yang diberikan oleh kyai dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu,
perintah kyai dalam kehidupan pesantren adalah hal yang diagungkan sebagai
bentuk kepatuhan santri dengan harapan mendapatkan keberkahan dari kyai
notabene-nya “Sang Maha Guru pesantren”. Sehingga sangat lumrah jika
kemudian aturan-aturan kehidupan di pesantren secara tertulis maupun tidak
tertulis bersumber dari perkataan dan perbuatan kyai yang dijadikan dasar
hukum moralitas santri. Sebagai figur teladan, peran kyai pada kehidupan
pesantren maupun dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat
sekitar pesantren juga sangat besar, apalagi kemudian teladan tersebut menjadi
poin plus kharismatik yang dimiliki kyai, sehingga kyai kian tersohor tidak
hanya pada lingkup santri tetapi juga di kalangan masyarakat. Hal ini terbukti
pada kecenderungan masyarakat memilih suatu pesantren sebagai tempat
pendidikan putra/putrinya adalah karena kyainya kharismatik atau karena
kelebihan-kelebihan lain kyai tersebut masyhur di masyarakat sampai menjadi
daya tarik kuat masyarakat memilih pesantren yang dipimpin kyai tersebut.
2) Kelemahan adalah segala keterbatasan yang dimiliki oleh pesantren di Kabupaten
Banyuwangi antara lain;
a) Kelemahan manajemen, dari 5 pesantren yang diteliti dalam penelitian ini
manajemen yang diterapkan adalah masih berupa manajemen tradisional,
dimana segala kebijakan pesantren masih bermuara pada perkataan dan
persetujuan kyai sepuh yang menjadi pengasuh utama pesantren. Hal inilah
yang kemudian menghambat profesionalisme kinerja ustadz/ustadzah dan
pegawai yang membantu kyai dalam meningkatkan kualitas layanan
pendidikan pesantren.
b) Kepemilikan Sumber Daya Insani yang rendah, pada perkembangannya
dampak yang diperoleh tidak hanya kualitas pelayanan pendidikan yang
rendah akan tetapi juga kurang maksimalnya pemanfaatan Sumber Daya Alam
pesantren sebagai aset yang seharusnya mampu dioptimalkan pengelolaannya
secara profesional, sehingga bernilai profit dan mampu mensejahterakan
pesantren bahkan mampu meningkatkan eksistensi pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam.
c) Inklusif, pemahaman berlebihan pada istilah pesantren salaf, menyebabkan
pengelola pesantren kurang membuka diri dengan dunia luar pesantren.
Akibatnya pesantren tidak mampu menjalin koordinasi bahkan kerjasama
dengan pihak-pihak terkait baik pemerintah maupun swasta yang sebenarnya
memberikan pengaruh positif dalam mendukung upaya pesantren untuk
meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang dikelolanya.
11
8. KESIMPULAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Faktor eksternal dalam hal ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Peluang atau kesempatan diantaranya; adanya kepercayaan masyarakat kepada
pesantren dan adanya perhatian dari pihak pemerintah dan swasta
2) Ancaman diantaranya; adanya anggapan masyarakat bahwa pesantren dengan
lembaga pendidikan yang diselenggarakannya merupakan the second choice dan
pesantren merupakan kawasan kumuh.
b. Faktor internal dalam hal ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Kekuatan antara lain; pesantren telah mengakar di masyarakat dan predikat “The
High Moral” yang dimiliki oleh pesantren, serta kyai sebagai figur teladan.
2) Kelemahan antara lain; penerapan manajemen yang kurang profesional, Sumber
Daya Insani yang rendah dan pengelolaan Sumber Daya Alam pesantren yang
kurang optimal, serta sikap inklusif pengelola pesantren.
c. Strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan pesantren di Kabupaten
Banyuwangi
1) Strategi pengembangan lembaga pendidikan Islam ada 2, yaitu:
a) Konsisten, dengan peluang dan kekuatan yang dimiliki oleh pesantren berupa
kepercayaan dari masyarakat sebagai lembaga pendidikan berbasis pendidikan
moral, sekaligus adanya kyai sebagai tokoh sentral pesantren dengan kharisma
serta kelebihan lain yang dimiliki mampu menjadi daya tarik masyarakat
untuk mendaftarkan putra-putrinya belajar di pesantren, maka sudah
seharusnya pesantren berupaya sedemikian rupa mewujudkan asumsi
masyarakat, bahwa pesantren layak menyandang predikat The High Moral.
Adapun caranya dengan mempertahankan sistem pendidikan yang telah
diselenggarakannya selama ini yakni pendidikan berbasis keagamaan melalui
madrasah diniyah yang disebut sebagai ruhnya pesantren. Hal inilah yang
selaras dengan konsep almuhafadhotu ‘alaa al-qodiimi as-shoolih
(mempertahankan sitem lama yang baik).
b) Adaptif, untuk bersaing dengan lembaga pendidikan non pesantren baik yang
dibina oleh pemerintah maupun swasta, maka pesantren melalui lembaga
pendidikan Islam yang dikelolanya harus mau membuka diri dengan cara
transformasi pendidikan, misalnya dengan sistem pendidikan yang berbasis IT
yang memungkinkan lembaga pendidikan Islam tersebut mampu menerapkan
variasi metode pembelajaran dengan media visual maupun audio visual dan
pada akhirnya bisa menciptakan suasanan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,
efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Kondisi inilah yang sebenarnya
selaras dengan konsep wa al-akhdu bi al-jadiid al-ashlah (mengambil sistem
baru yang lebih baik).
2) Strategi pembaruan manajemen pesantren
Selama ini pesantren sangat kental dengan manajemen tradisionalnya. Hal
ini tampak pada struktur kepemimpinan pesantren serta personalia pengelolanya
yang cenderung atas restu dari kyai sepuh yang menjadi pengasuh utama pesantren.
Keadaan ini membawa dampak diantaranya: pengambilan keputusan/kebijakan,
penentuan ustadz/ustadzahnya, termasuk kinerjanya hanya berorientasi pada
pengabdian, sehingga berakibat pada peningkatan kinerja yang rendah. Oleh karena
itu untuk memperbarui manajemen pesantren harus ada wacana baru yang berupa
penerapan manajemen profesional, diantaranya rekuitment pegawai harus melalui
tes kemampuan, kepemilikin latar belakang pendidikan yang mendukung dengan
ketrampilannya selain tingkat kepatuhan kepada kyai (mengikuti aturan pesantren).
12
Dengan demikian akan terbangun kualitas pelayanan pendidikan yang baik
sehingga bisa meningkatkan mutu lembaga pendidikan Islam di pesantren.
3) Strategi peningkatan sumber daya pesantren ada 2, yaitu:
a) Peningkatan Sumber Daya Insani, diantaranya dengan memberikan pembinaan
mendatangkan tim ahli sesuai dengan bidang yang dibutuhkan, mengadakan
pelatihan yang mendukung pada peningkatan kreatifitas sumber daya insani
bahkan bisa dengan memberikan rekomendasi beasiswa untuk melanjutkan
pendidikan melalui kerjasama dengan pihak pemerintah maupun swasta.
b) Peningkatan Sumber Daya Alam, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
mandiri sudah seharusnya mampu mengoptimalkan aset yang dimilikinya agar
bisa dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatan eksistensinya. Diantara cara
yang bisa ditempuh adalah mengembangkan Koperasi Pesantren melalui berbagai
unit usahanya (berupa jasa pelayanan, baik untuk santri maupun masyarakat)
dalam rangka memenuhi operasional penyelenggaran pendidikan pesantren.
Adapun pengelolaan Koperasi Pesantren tersebut harus dengan manajemen
profesional dan berbadan hukum secara resmi agar perkembangannya tidak
mendapat hambatan, baik hambatan yang datang dari pemerintah maupun swasta.
d. Kebijakan yang direkomendasikan kepada pemerintah daerah Kabupaten
Banyuwangi terkait strategi pengembangan pesantren
1) Dinas Pendidikan dan Kemenag Banyuwangi: memberikan perhatian yang sama
antara lembaga pendidikan binaan pemerintah dengan lembaga pendidikan Islam
yang berada di bawah naungan pesantren (baik yang ada di dalam maupun di luar
lokasi pesantren), karena kontribusi yang diberikan kepada pemerintah dan
masyarakat pada umumnya berupa out put atau lulusan itu sama dalam hal
peningkatan IQ. Bahkan lembaga pendidikan Islam pesantren memberikan
kontribusi tambahan berupa peningkatan EQ dan SQ sekaligus. Perhatian
pemerintah tersebut bisa dengan pemberian alokasi dana pengembangan
pendidikan dan rehab gedung pendidikan yang selama ini banyak diterimakan
pada lembaga pendidikan negeri yang jadi binaan pemerintah.
2) Dinas Pendidikan dan Kemenag Banyuwangi:mengirim guru bantu ke lembaga
pendidikan Islam pesantren sebagai upaya nyata bantuan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas sumber daya pendidik di pesantren, sehingga akan mampu
mewujudkan tujuan dari lembaga pendidikan Islam pesantren bersaing dengan
pendidikan non pesantren.
3) Dinas Pendidikan dan Kemenag Banyuwangi:memudahkan pengurusan ijin
operasional penyelenggaraan pendidikan umum di pesantren, termasuk
pengurusan ijin membuka jurusan dan program studi baru yang banyak diminati
dan dibutuhkan masyarakat, karena hal inilah yang kemudian menjadi daya tarik
pesantren bagi masyarakat untuk mempercayakan pendidikan putra-putrinya di
lembaga pendidikan pesantren.
4) Dinas Pendidikan dan Kemenag Banyuwangi: memberikan bantuan operasional
pendidikan dan bantuan fasilitas pendidikan, sehingga seluruh pendidikan yang
dikelola pesantren mampu menciptakan kualitas pendidikan yang baik, khususnya
bagi peserta didik dan umumnya kepada masyarakat luas, termasuk berkontribusi
pada pemerintah dalam upaya pengentasan masyarakat dari kebodohan.
5) Pemerintah mengadakan kerjasama dengan pesantren, melalui lintas kedinasan
dalam bentuk kegiatan profesional, pelatihan keterampilan dan penyaluran
bantuan, diantaranya adalah:
a) Dinas Pendidikan: mengadakan pembinaan tenaga pendidik maupun tenaga
kependidikan yang profesional sehingga mampu meningkatkan kualitas
pendidikan di pesantren
13
b) Kemenag Banyuwangi: memberikan pembimbingan tenaga pendidik
keagamaan yang bisa menseimbangkan penerapan kurikulum pendidikan
agama dan umum, termasuk muatan lokal yang berbasis pesantren, sehingga
mampu memberikan lulusan yang menguasai pendidikan agama dan umum
sekaligus serta dapat memahami dan mengaktualisasikan ajaran-ajaran
pesantren dengan sangat baik pada kehidupan bermasyarakat
c) Dinas Kesehatan: melakukan penyuluhan kesehatan dalam bentuk kegiatan
pelatihan maupun sosialisasi dan kunjungan ke pesantren secara berkala yang
berorientasi pada penyelenggaraan kehidupan dan lingkungan yang bersih
dan sehat, selain itu juga bisa memberikan bantuan tenaga kesehatan sebagai
petugas yang menjadi pelayan kesehatan santri di Pusat Kesehatan Pesantren
(Puskestren) di masing-masing pesantren
d) Dinas Pengairan: memberikan bantuan penyaluran air bersih dan sosialisasi
hemat air melalui penggunaan pancuran/shower di kamar mandi/toilet,
sehingga air yang tersedia bisa digunakan secara efektif dan efisien. Karena
selama ini pesantren masih banyak yang menggunakan penampungan air
dalam bak mandi permanen yang mengakibatkan santri leluasa
menggunakannya dan sangat sulit untuk berhemat air, selain hal ini juga
menjadi pemicu penularan bibit-bibit penyakit, sebab air digunakan secara
bersama-sama
e) Dinas Pemuda dan Olah Raga: megikutsertakan santri pada pembinaan
kegiatan pemuda dan olahraga, misalnya: melalui kegiatan perlombaan, baik
tingkat lokal maupun nasional
f) Disperindagtam: mengadakan pembinaan usaha pesantren dalam bidang
peningkatan ekonomi (bisa juga dengan memberikan bantuan tunai maupun
pinjaman), melalui koperasi pesantren dengan ragam usaha pelayanan, baik
kepada santri maupun masyarakat yang diharapkan labanya bisa untuk
mecukupi kebutuhan operasional pesantren, khususnya kegiatan pendidikan
yang dikelola
g) Dinas Pertanian: melakukan pembinaan pemanfaatan lahan, bisa denga
memberikan bantuan dana maupun mengirim tenaga penyuluh pertanian, hal
ini karena mayoritas pesantren lokasinya berada di daerah pedesaan,
diantaranya dengan pengolahan lahan untuk bertani dan berkebun yang
hasilnya untuk menopang kebutuhan pesantren
9. DAFTAR PUSTAKA
A’la, Abdul. 2006. Pembaharuan Pesantren. Yogyakarta : Pustaka Pesantren (‘eLKIS)
Masyhud,Sulthon &Ridlo. 2005. Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka.
Qomar, Mujamil. 2007. Manajemen Pendidikan Islam- strategi Baru Pengelolaan
Lembaga Pendidikan. Penerbit : Erlangga
Sihombing, Umberto. 2000. Manajemen Strategi, Jakarta: Mahkota.
Syam, Nur,2005. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Bebasis Pesantren, Yogyakarta :
Pustaka Pesantren.
Suwendi, RA. 2004. Sejarah&Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta:Gravindo Persada
Tholkhah, Imam dan Barizi, Ahmad. 2004. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Yuli, Diyah Sugiarti. 2012. Strategi Pengembangan Pondok Pesantren Dalam
Membangun Peradaban Muslim Di Indonesia. Skripsi
Zaini, Hefni. 2013. Strategi Pengembangan Pendidikan lifeskill Pondok Pesantren di
Madura. Skripsi