stratifikasi determinan dan konsekuensi
DESCRIPTION
Created: 22 Oktober 2009TRANSCRIPT
Page | 0
PAPER SOSIOLOGI
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Sosiologi mengenai
Stratifikasi : Determinan dan Konsekuensi.
Disusun oleh :
Anggi Mustika (209000008)
Anita Rahmadhani (209000226)
Ardilla Anggraini Simabur (209000108)
Cut Mellyza Rizka (209000282)
Psikologi A
UNIVERSITAS PARAMADINA
Jalan Gatot Subroto, Kav. 97 Mampang, Jakarta 12790
T. +62-21-7918-1188 F. +62-21-799-3375
www.paramadina.ac.id
Page | 1
DAFTAR ISI
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................. 2
1.2. Metode .............................................................. 3
1.3. Tujuan .............................................................. 4
1.4. Manfaat .............................................................. 4
BAB II ISI
2.1. Pengertian Stratifikasi
Sosial
.............................................................. 5
2.2. Macam-Macam
Stratifikasi Sosial
.............................................................. 5
2.3. Determinan Stratifikasi
Sosial
.............................................................. 6
2.4. Unsur-Unsur Stratifikasi
Sosial
.............................................................. 9
2.5. Mobilitas Sosial (Social
Mobility)
.............................................................. 11
2.6. Akumulasi Dimensi .............................................................. 15
2.7. Kemiskinan Struktural .............................................................. 16
2.8. Konsekuensi Stratifikasi
Sosial
.............................................................. 16
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .............................................................. 20
Daftar Pustaka
Page | 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.
Manusia sebagai makhluk sosial dengan segala perbedaan yang dimilikinya,
disadari atau tidak disadari telah terjadi kelas-kelas atau pembagian tingkat
kedudukan sosial. Hal tersebut terjadi baik pada kelompok-kelompok kecil maupun
kelompok-kelompok besar sekalipun. Contoh kecilnya yaitu pada suatu keluarga batih
yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah memiliki kedudukan yang lebih tinggi
dalam keluarga dibandingkan dengan ibu ataupun anak-anaknya. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan seorang ayah secara universal sudah diakui perannya sebagai kepala
keluarga yang bersifat memimpin, mengarahkan bahkan menghidupi keluarganya.
Adapun peran seorang ibu merupakan sebagai orang yang membantu serta
mendampingi ayah dalam melakukan tugasnya dalam keluarga. Ada berbagai macam
faktor penyebab terjadinya perbedaan status tersebut.
Begitu pula yang terjadi pada kehidupan bermasyarakat. Masyarakat memiliki
aneka ragam ciri pembeda baik itu warna kulit, tinggi badan, jenis kelamin, umur,
kepercayaan agama, politik, pendapatan ataupun pendidikan. Beberapa pendapat
sosiologis mengatakan dalam semua masyarakat dijumpai ketidaksamaan di
berbagai bidang misalnya saja dalam dimensi ekonomi: sebagian anggota
masyarakat mempunyai kekayaan yang berlimpah dan kesejahteraan hidupnya
terjamin, sedangkan sisanya miskin dan hidup dalam kondisi yang jauh dari
sejahtera. Dalam dimensi yang lain misalnya kekuasaan: sebagian orang mempunyai
kekuasaan, sedangkan yang lain dikuasai. Suka atau tidak suka inilah realitas
masyarakat, setidaknya realitas yang hanya bisa ditangkap oleh panca indera dan
kemampuan berpikir manusia.
Adapun salah satu contoh pembagian lapisan sosial yang terjadi di Indonesia
yaitu sistem kasta pada masyarakat Bali. Dalam kitab-kitab suci orang Bali,
masyarakat terbagi menjadi empat strata yaitu Brahmana, Satria, Waisya dan Sudra.
Ketiga lapisan pertama biasa disebut triwangsa, sedangkan lapisan terakhir disebut
jaba yang merupakan lapisan dengan jumlah terbanyak. Keempat lapisan tersebut
terbagi lagi dalam lapisan-lapisan khusus. Biasanya orang-orang mengetahui dari
Page | 3
gelar seseorang, ke dalam kasta mana ia tergolong. Gelar-gelar tersebut diwariskan
menurut garis keturunan laki-laki yang sepihak patrilineal. Seperti penggunaan gelar
Ida yang merupakan gelar bagi golongan Brahmana; gelar Bagus, Tjokorda dan
Dewa merupakan gelar bagi golongan Satria; gelar Ngahan, Gusti, I Gusti
merupakan gelar bagi golongan Waisya; sedangkan golongan Sudra biasa
menggunakan gelar Pande, Kebon dan Pasek.1
Walaupun gelar tersebut tidak memisahkan golongan-golongan tersebut
secara ketat, tetapi sangat penting bagi sopan santun pergaulan. Di samping itu,
hukum adat juga menetapkan hak-hak bagi si pemakai gelar, baik dalam memakai
tanda-tanda, pakaian ataupun perhiasan. Kehidupan sistem kasta di Bali umunya
terlihat jelas ketika hubungan pernikahan. Seorang gadis Bali umumnya dilarang
menikah dengan laki-laki yang menduduki kasta di bawahnya.
Sistem kasta yang terjadi pada masyarakat Bali hanyalah satu dari beribu
contoh lapisan sosial (stratifikasi sosial) yang terjadi di masyarakat baik itu secara
regional ataupun global. Masih banyak ragam stratifikasi yang terjadi baik itu
diketahui secara umum ataupun tidak.
Pada kehidupan bermasyarakat adanya stratifikasi sosial memang tidak dapat
dihindari bahkan dihilangkan. Karena hal ini terbentuk secara alamiah seiring dengan
adanya proses sosial. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara agar
pelapisan sosial itu tidak menimbulkan gesekan-gesekan yang berdampak fatal pada
kehidupan kemasyarakatan.
Adapun paper Stratifikasi Sosial : Determinan dan Konsekuensi yang kami susun
ini membahas tentang stratifikasi sosial yang terjadi di masyarakat secara umum dan
telah diklasifikasikan sebelumnya oleh para pakar sosiologi agar mudah untuk
dipelajari.
1.2.Metode.
Paper Stratifikasi Sosial : Determinan dan Konsekuensi ini disusun dengan
melakukan pengumpulan dan peringkasan dari berbagai referensi seperti buku dan
halaman website.
1 Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 203
Page | 4
1.3.Tujuan.
Paper ini disusun dengan tujuan :
a. Memenuhi tugas paper kelompok mengenai Stratifikasi Sosial : Determinan dan
Konsekuensi .
b. Sebagai bahan atau materi penjelasan presentasi kelompok II yang akan
dilaksanakan pada pertemuan minggu ke-10.
c. Mendapatkan wawasan dan pengetahuan tentang stratifikasi sosial yang terjadi di
kehidupan kemasyarakatan serta mencari penyelesaian dari permasalahan tersebut.
1.4.Manfaat.
a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi pembaca.
b. Dapat mengetahui tentang permasalahan stratifikasi yang terjadi pada kehidupan
kemasyarakatan beserta penyelesaiannya.
Page | 5
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Stratifikasi Sosial.
Stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat. Pembedaan tersebut diwujudkan dengan adanya lapisan-lapisan
sosial (lapisan tinggi ataupun lapisan bawah) berupa penggolongan manusia yang
ditandai dengan cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan
menurut gengsi kemasyarakatan.2
2.2. Macam-Macam Stratifikasi Sosial.
Menurut sifat-sifatnya, stratifikasi sosial terbagi menjadi 3 (tiga), diantaranya
:3
a. Stratifikasi tertutup.
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit
mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas
pada mobilitas horisontal saja. Contoh:
1. Sistem Kasta :
Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
2. Rasialis : Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa
pindah kedudukan di posisi kulit putih.
3. Feodal : Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.
b. Stratifikasi Terbuka.
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap
anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun
horisontal. Contoh :
1. Seorang miskin bisa menjadi kaya karena usahanya.
2. Seorang yang tidak/kurang pendidikan dapat memperoleh pendidikan asal
adat niat dan usaha.
c. Stratifikasi campuran.
2 Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 198
3 Stratifikasi Sosial. Dalam e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=51&fname=sos203_16.htm
Page | 6
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi
tertutup dan terbuka. Contoh :
Seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di
Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh
kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok
masyarakat di Jakarta.
2.3. Determinan Stratifikasi Sosial.
Pembentukan pelapisan sosial yang terjadi pada masyarakat biasanya
berdasarkan pada :4
a. Ukuran kekayaan.
Kekayaan atau materi biasanya dijadikan sebagai tolak ukur masyarakat dalam
pelapisan sosial. Semakin banyak jumlah kekayaan seseorang maka semakin atas pula
kedudukannya dalam strata sosial. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil jumlah
kekayaan seseorang maka semakin rendah pula kedudukannya. Kekayaan atau materi
tersebut biasanya dilihat pada bentuk/ukuran tempat tinggal, cara berpakaian ataupun
barang tersier lainnya yang dimilikinya.
b. Ukuran kekuasaan dan wewenang.
Wewenang dapat dijadikan tolak ukur dalam strata sosial. Kekuasaan atau
wewenang dapat mendatangkan kekayaan. Oleh sebab itu, semakin tinggi kekuasaan
(jabatan) seseorang dalam suatu masyarakat maka semakin dihormati pula
kedudukannya. Semakin rendah jabatannya dalam suatu lingkungan sosial masyarakat
maka akan semakin diacuhkan pula kedudukannya di dalam kehidupan
bermasyarakat.
c. Ukuran kehormatan.
Dalam strata sosial masyarakat, orang yang paling berjasa dalam lingkungan
kemasyarakatannya biasanya akan dihormati bahkan disegani. Ukuran kehormatan ini
masih terlihat kental di lingkungan masyarakat tradisional.
d. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan, biasa dipakai oleh orang-orang yang menghargaiu
pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin dihargai pula
4 Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 208
Page | 7
keberadaannya di dalam masyarakat. Ukuran ilmu pengetahuan ini biasa dilihat
berdasarkan gelar kesarjanaan ataupun profesi yang dilakoninya.
` Menurut Jeffris dan Ransford (1980)5, di dalam masyarakat pada dasarnya
bisa dibedakan 3 (tiga) macam stratifikasi sosial, yaitu :
1. Hierarki Kelas.
Hierarki kelas merupakan pelapisan sosial pada masyarakat penguasaan atau
pemilikan jasa dan alat-alat produksi.
Dalam masyarakat di masa lalu, kekayaan dalam beberapa bentuk, seperti
tanah, umumnya lebih berharga ketimbang kekayaan dalam bentuk lain, seperti uang.
Dan warisan kekayaan lenih bernilai daripada kekayaan yang diperoleh dari kegiatan
perdagangan atau bisnis. Dalam masyarakat yang kapitalitik, dasar bagi terbentuknya
kelas ekonomi agak berbeda.
Karl Marx membagi pelapisan masyarakat pada masyarakat industri atas dasar
pemilikan alat-alat produksi yaitu kaum borjuis dan kaum proletar. Kaum borjuis
merupakan kaum orang-orang yang memiliki alat-alat produksi. Sedangkan kaum
proletar merupakan kaum orang-orang yang tidak memiliki alat-alat produksi (kaum
yang dieksploitasi oleh borjuis).6
Di dalam masyarakat industri yang makin modern dan kompleks, pemilihan
kelas versi Marx yang hanya membagi masyarakat dalam dua kelompok ekstrem telah
banyak dipersoalkan dan dinilai tidak lagi relevan. Stratifikasi ekonomi atas dasar
pemilikan alat produksi dinilai sifatnya terlalu khusus dan cenderung hanya bisa
dipergunakan untuk menjelaskan hubungan dalam suatu industri. Di dalam komunitas
yang makin kompleks, pemilahan kelas ekonomi yang sifatnya lebih umum adalah
brdasarkan pemilikan kekayaan dan penghasilan, termasuk pemilikan aset produksi.
2. Hierarki Kekuasaan.
Hierarki kekuasaan merupakan hierarki yang didasarkan pada kekuasaan.
Kekuasaan ialah kemampuan untuk mempengaruhi individu lain dan mempengaruhi
pembuatan kekuasan kolektif. Adapun pengertian kekuasaan menurut :7
2.1. Robert D Putnam (1976).
5 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 171
6 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 171
7 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 174
Page | 8
Kekuasaan adalah probabilitas untuk mempengaruhi alokasi nilai-nilai
otoritatif.
2.2. Weber (1920).
Kekuasaan adalah peluang bagi seseorang atau sejumlah orang untuk
mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui suatu tindakan komunal meskipun
mengalami tantangan dari oraang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal itu.
Menurut Gaetano Mosca (1939)8, dalam setiap masyarakat selalu terdapat dua
kelas penduduk : satu kelas yang menguasai (jumlahnya selalu lebih kecil,
menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan
yang diberikan oleh kekuasaan itu) dan kelas yang dikuasai (jumlahnya jauh lebih
besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama itu).
Menurut Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca dan Robert Michels9 beberapa asas
umum yang menjadi dasar bagi terbentuknya stratifikasi sosial, khususnya yang
berkaitan dengan kekuasaan politik adalah
1. Kekuasaan politik, seperti halnya barang-barang sosial didistribusikan
dengan tidak merata.
2. Pada hakikatnya, orang hanya dikelompokan dalam dua kelompok yaitu
mereka yang meiliki politik “penting” dan mereka yang “tidak
memilikinya”.
3. Secara internal elit itu bersifat homogen, bersatu dan memiliki kesadaran
kelompok.
4. Elit itu mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan keanggotaannya
berasal dari lapisan masyarakat yang sangat terbatas.
5. Kelompok elit pada hakikatnya bersifat otonom, kebal akan gugatan dari
siapapun mengenai keputusan-keputusan yang dibuat.
Dalam pemerintahan yang diktator, mungkin benar kekuaasaan mutlak berada
di tangan pihak yang berkuasa. Tetapi di negara demokratis, siapapun yang berkuasa
biasanya akan selalu dikontrol oleh kelompok-kelompok yang ada di luar sistem dan
jumlahnya lebih dari satu.
3. Hierarki Status.
8 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 174
9 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 174
Page | 9
Hierarki status merupakan hierarki yang didasarkan atas pembagian
kehormatan dan status sosial. Dalam bentuk sederhana,stratifikasi atas dasar status ini
membagi masyarakat ke dalam 2 (dua) kelompok10, yaitu kelompok masyarakat yang
disegani atau terhormat dan kelompok masyarakat biasa. Kelompok masyarakat yang
terhormat, mereka biasanya selalu menekankan arti penting akar sejarah yang
dijadikan dasar untuk membenarkan mengapa mereka pantas memiliki kedudukan
istimewa di masyarakat. Misalnya di wilayah Jawa kita mengenal pembagian antara
kaum priyayi dan wong cilik.
Kelompok masyarakat yang menduduki posisi terhormat, biasanya memiliki
gaya hidup yang ekslusif. Di bidang pergaulan hidup sehari-hari, hal itu mungkin
diwujudkan dalam bentuk pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang
statusnya lebih rendah. Para anggota suatu kelompok status cenderung menjalankan
endogami dan menghindari pernikahan denga kelompok yang statusnya lebih rendah.
Di Inggris misalnya, sempat terjadi polemik ketika Pangeran Charles yang
akan mewarisi tahta Kerajaan Inggris memilih menikah dengan Putri Diana yang
berasal dari kalangan rakyat biasa.
Kelompok masyarakat yang dihormati ini tidak selalu mutlak harus dari kaum
bangsawan atau keluarga raja. Di lingkungan masyarakat yang masih tradisional,
kelompok yang disegani bisa berupa tokoh-tokoh agama atau orang-orang tertentu
yang dianggap sesepuh desa.
2.4. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial.
Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan
masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role).11 Kedudukan dan peranan
merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan dan mempunyai arti yang penting
bagi sistem sosial. Sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal
balik antar-individu dalam masyarakat, antara individu dalan masyarakat dan tingkah
laku individu-individu tersebut.
a. Kedudukan (status).
10
Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 175
11 Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 209
Page | 10
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu
kelompok sosial. Sedangkan, kedudukan sosial artinya tempat seseorang
secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan,12
yaitu :
a. Ascribed Status.
Yaitu kedudukan dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Misalnya, anak seorang
bangsawan adalah bangsawan pula.
Pada umumnya, ascribed status dijumpai pada masyarakat-
masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup. Misalnya, masyarakat
feodal atau masyarakat dimana sistem lapisan tergantung pada perbedaan
rasial.
Namun demikian, ascribed status juga dijumpai pada masyarakat
dengan sistem lapisan terbuka. Misalnya, pada laki-laki dalm suatu
keluarga, kedudukannya berbeda dengan kedudukan istri dan anak-
anaknya. Walaupun tidak diperoleh atas dasar kelahiran, pada umunya
sang ayah atau suami adalah kepala keluarga batih.
b. Achieved Status.
Yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha
yang disengaja (tidak diperoleh atas dasar kelahiran). Achieved status
bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-
masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap
orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu.
Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu
assigned-status yang merupakan kedudukan yang diberikan. Artinya suatu
kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebuh tinggi kepada
seorang yang berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Misalnya, seorang
pegawai negeri seharusnya naik pangkat secara reguler, setelah menduduki
kepangkatannya yang lama, selama jangka waktu tertentu.
b. Peranan (role).
12
Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 210
Page | 11
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia
menjalankan suatu peranan.
Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan
ilmu pengetahuan. Keduannya saling bergantung satu sama lain. Pentingnya
peranan adalah karena mengatur perilaku seseorang. Peranan diatur oleh
norma-norma yang berlaku misalnya norma kesopanan menghendaki agar
seorang laki-laki bila berjalan bersama wanita harus di sebelah luar.
Posisi seseorang dalam (social position) merupakan unsur sratis yang
menunjukkan pada fungsi, penyesuaian diri dan suatu proses. Peranan
mencakup tiga hal, yaitu:
a. Peranan meliputi norma-norma yang membimbing posisi seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan suatu
organisasi masyarakat.
c. Peranan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur kehidupan
masyarakat.
2.5. Mobilitas Sosial (Social Mobility).
Mobilitas sosial berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial. “Social
mobility refers to the movement of individuals or groups-up or down-within a social
hierarchy” (Ransford, 1980:491).13
Mengacu pada definisi Ransford, mobilitas sosial dapat terjadi pada individu
maupun kelompok. Contoh yang diberikan Ransford pada mobilitas individu ialah
perubahan status seseorang dari seorang tukang menjadi seorang dokter. Mobilitas
sosial suatu kelompok terjadi ketika suatu minoritas etnik atau kaum perempuan
mengalami mobilitas, misalnya mengalami peningkatan dalam penghasilan rata-rata
bila dibandingkan dengan kelompok mayoritas. Ransford juga mengutip contoh
yang diberikan Sorokin mengenai mobiltas kelompok, yaitu turunnya status dinasti
penguasa. Mobilitas juga dapat terjadi pada kekuasaan priviles maupun prestise.
Tipe-tipe mobilitas sosial prinsipil ada dua macam14, yaitu :
13
Sunarto, Kamanto. 2002. Pengantar Sosiologi.Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Page | 12
a. Mobilitas Sosial yang Horizontal.
Mobilitas sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek-
objek sosial dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang
sederajat, contohnya adalah seseorang yang beralih kewarganegaraan beralih
pekerjaan yang sederajat atau mungin juga peralihan, atau gerak objek-objek
sosial seperti misalnya radio, mode pakaian dan ideologi.
b. Mobilitas Sosial yang Vertikal.
Mobilitas sosial vertikal yaitu perpindahan individu atau objek sosial
dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat. Sesuai
dengan arahnya maka terdapat dua jenis gerak vertikal yaitu naik (social
climbing) dan turun (social sinking).
Mobilitas sosial vertikal yang naik mempunyai dua bentuk utama,15
yaitu:
a. Masuknya individu-individu yang mempunyai keduduka n rendah ke
dalam kedudukan yang lebih tinggi.
b. Pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada
derajat yang lebih tinggi dari kedudukan-kedudukan individu
pembentuk kelompok tersebut.
Mobilitas sosial vertikal yang menurun juga mempunyai dua bentuk
utama,16 yaitu:
a. Turunnya kedudukan individu ke kedudukan individu yang lebih
rendah derajatnya.
b. Turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi
kelompok sebagai suatu kesatuan.
Pada mobilitas/gerak sosial vertikal terdapat prinsip-prinsip umum yang
sangat penting,17 diantaranya:
a. Hampir tak ada masyarakat yang sifat sistem lapisannya mutlak
tertutup, dimana sama sekali tidak ada mobilitas sosial yang vertikal.
Suatu contoh adalah suatu masyarakat berkasta di India. Walaupun
14
Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 220.
15 Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 220.
16 Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 220.
17Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 222.
Page | 13
gerak mobilitas vertikal hampir tidak dapat, proses tadi pasti ada.
Seorang warga kasta Brahmana yang berbuat kesalahan besar dapat
turun kastanya atau sseorang dari kasta rendahan dapat naik ke kasta
yang lebih tinggi, misalnya melalui perkawinan.
b. Betapapun terbukanya sistem lapisan dalam suatu masyarakat, tidak
mungkin mobilitas sosial yang vertikal dilakukan dengan sebebas-
bebasnya. Paling tidak banyak akan ada hambatan-hambatan. Apabila
proses mobbilitas sosial termaksud dapat dilakukan dengan sebebas-
bebasnya, tak mungkin ada stratifikasi sosial yang menjadi ciri tetap
dan umum dari setiap masyarakat.keadaan tersebut dapat diibaratkan
sebagai gedung bertingkat yang sama sekali tidak mempunyai batas-
batas yang memisahkan lantai yang rendah dengan lantai berikutnya
yang lebih tinggi.
c. Mobilitas sosial vertikal yang umum berlaku bagi semua masyarakat
tidak ada. Setiap masyarakat mempunyai ciri-ciri sendiri bagi mobilitas
sosial yang vertikal.
d. Laju mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor-faktor
ekonomi, politik serta pekerjaan berbeda.
e. Berdasarkan bahan-bahan sejarah, khususnya dalam gerak sosial
vertikal yang disebabkan faktor-faktor ekonomis, politik dan pekerjaan,
tak ada kecenderungan yang kontinu perihal bertambah atau
berkurangnnya laju mobilitas sosial. Hal ini berlaku bagi suatu negara,
lembaga sosial yang besar, dan juga bagi sejarah manusia.
Pitirim A Sorokin18 mengatakan bahwa mobilitas sosial vertikal memiliki
saluran-saluran dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial melalui saluran ini disebut
social circulation. Saluran yang terpenting adalah angkatan bersenjata, lembaga
keagamaan, sekolah, organisasi politik, ekonomi dan keahlian.
Angkatan bersenjata memiliki peranan penting dalam masyarakat dengan
sistem kemiliteran. Ketika suatu negara sedang menghadapi perang, peran angkatan
bersenjata disitu sangat dibutuhkan. Setiap negara menghendaki dan berusaha agar
menjadi pemenang. Dalam hal ini, kedudukan (status) asal/asli prajurit bukan menjadi
fokus perhatian, ia akan dihargai tinggi oleh masyarakat . Seorang prajurit yang
18
Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 210.
Page | 14
berasal dari kedududkan yang rendah, karena jasa-jasanya, kedudukannya akan
terangkat jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
Saluran kedua adalah keagamaan. Keagamaan dapat meningkatkan status
kedudukan seseorang. Hal ini dapat dilihat, ketika masyarakat lebih menghormati
orang-orang yang memiliki pengetahuan keagamaan yang lebih daripada yang
lainnya.
Saluran ketiga adalah pendidikan. Pendidikan merupakan social elevator bagi
setiap individu yang ingin menaikan status sosialnya. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan semakin tinggi pula status sosialnya. Selain ia memiliki
kedudukan tinggi karena tingkat pendidikannya atau gelar yang ia dapat, status
sosialnya pun meningkat akibat keahlian yang dimilikinya.
Organisasi politik pun dapat dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan status
sosial seseorang. Organisasi politik dapat memberikan peluang yang besar bagi
seseorang untuk mendapatkan suatu kedudukan ataupun kekuasaan. Atas
kedudukan/kekuasaan/posisi yang ia dapat tersebut, seseorang dapat dihormati bahkan
disegani.
Selain itu, saluran yang paling jelas terlihat dalam kehidupan masyarakat yaitu
status sosial berdasarkan pada ekonomi. Seseorang yang memiliki kemampuan
ekonomi yang lebih tinggi terlihat dapat lebih disegani oleh masyarakat lingkungan
sekitar. Sebaliknya, seseorang yang memiliki financial yang rendah, status sosial
dalam masyarakatnya pun tidak akan terlalu dihiraukan. Kecuali jika ia memiliki
saluran lain yang dapat digunakan untuk mengangkat status sosialnya itu seperti
dalam hal keagamaan, pendidikan ataupun keahlian.
Dengan demikian, mau tidak mau ada sistem lapisan masyarakat karena gejala
tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat, yaitu
penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan
mendorongnya agar melaksanakan kewajibannya yang sesuai dengan kedudukan dan
peranannya.
Tak banyak individu yang dapat memenuhi persyaratan demikian, bahkan
mungkin hanya segolongan kecil dalam masyarakat. Oleh sebab itu, pada umumnya
warga lapisan atas (upper-class) tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan
lapisan menengah (middle-class) dan lapisan bawah (lower-class).19
19
Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 226.
Page | 15
Upper-class
Middle-class
Lower-class
2.6. Akumulasi Dimensi
Selain ketiga dimensi stratifikasi sosial diatas sudah tentu masih terdapat
sejumlah dimensi yang lain. Artinya, seseorang yang memiliki aset produksi
melimpah, kaya dan memiliki banyak perusahaan, biasanya ia sebelumnya lahir dari
keluarga yang berkecukupann dan hormat, memiliki pendidikan yang tinggi dan
bahkan didukung dengan kepemilikan jaringan atau koneksi yang luas.
Seseorang yang berpendidikan, misalnya tidak selalu menjamin, tetapi lebih
berpeluang melakukan mobilitas vertikal.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi20 dalam realita sering
terjadi seseorang yang memiliki kekuasaan politik akan cenderung lebih besar
peluangnya untuk meraih fasilitas dan kebutuhan material. Dan sebaliknya, orang
yang miskin selain tidak memiliki kekuasaan mereka biasanya juga tidak berdaya dan
mudah dijadikan bahan eksploitasi.
Ada lima basis kekuasaan sosial menurut Friedman21 :
1. Modal produksi atas aset, misalnya tanah kemayoran, poralatan dan kesehatan.
2. Sumber keuangan, seperti income dan kredit yang memadai.
3. Organisasi sosial dan polotik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan
bersama, seperti koperasi.
4. Network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang,
pengetahuan dan keterampilan yang memadai.
5. Informasi-informasi yang berguna untuk kehidupan.
20
Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 177
21 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 177
Page | 16
2.7. Kemiskinan Struktural
Menurut Selo Soemardjan(1980)22, yang dimaksud dengan kemiskinan
struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena
struktur sosial itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber yang sebenarnya
tersedia bagi mereka. Secara teoristis kemiskinan struktural dapat diartikan sebagai
suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya
bersumber, dan oleh karena itu dapat dicari pada strukyur sosial yang berlaku
sedemikian rupa.
Kemiskinan stuktural biasanya terjadi didalam suatu masyarakat dimana terdapat
perbedaan yang tajam antara mereka yang tidak melarat dengan mereka yang hidup
dalam kemewahan.
Golongan yang menderita kemiskinan struktural itu misalnya, para petani yang
tidak memiliki tanah sendiri, atau kaum migran dikota yang bekerja disektor informal
dengan hasil tidak menentu sehingga tidak mencukupi kebutuhannya. Yang dimaksud
golongan miskin lain adalah kaum buruh, pedagang kaki lima dan penghuni permukiman
kumuh.
Menurut Robert Chambers23, inti dari masalah kemiskinan biasa disebut
deprivation. Yang terdiri dari lima unsur, yaitu :
a. Kemiskinan itu sendiri.
b. Kelemahan fisik.
c. Keterasingan atau kadar isolasi.
d. Kerentanan.
e. Ketidakberdayaan.
2.8.Konsekuensi Stratifikasi sosial.
a. Gaya hidup.
Gaya hidup atau life style yang ditampilkan antara kelas sosial yang satu dengan
kelas sosial yang lainnya dalam banyak hal tidak sama, bahkan cenderung masing-masing
kelas mencoba mengembangkan gaya hidup yang eksklusif agar membedakan mereka
dengan kelas yang lain. Berbeda dengan kelas sosial rendah yang umunya bersifat
22
Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 178
23 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 180.
Page | 17
konservatif dibidang agama, moralitas, selera berpakaian, selera makanana, cara mendidik
anak dan lain-lain. Sedangkan biaya hidup kelas sosial menengah umumnya lebih atraktif
dan eksklusif (Dickson, 1968).24
Keluarga yang berasal dari kelas atas biasanya cenderung memilih berlibur keluar
negeri sedangkan untuk keluarga yang berasal dari kelas menengah mereka biasanya
berlibur cukup dalam negri saja. Untuk keluarga yang benar-benar miskin atau dari
keluarga kelas rendah mereka hanya menghabiskan waktu luang didalam rumah atau
sesekali pergi ke sekitar tempat tinggal mereka.
Gaya hidup lain yang tidak sama antara kelas sosial satu dengan yang lain adalah
dalam hal berpakaian. Atribut yang bersifat masal biasanya dianggap berselera rendahan,
contohnya pakaian kodian. Bagi mereka yang mengenakan atribut tersebut akan
mencerminkan status sosial yang lebih rendah.
Dalam memanfaatkan waktu luang, film yang banyak ditonton oleh orang-orang
kelas menengah ke atas adalah film-film barat yang dibintangi oleh bintang holywood,
sedangkan musik yang didengar adalah musik jazz atau musik barat yang sering
ditayangkan di televisi swasta seperti Mtv.
Sebagian orang kelas sosial bawah, terkadang mencoba meniru atribut yang
dikenakan gaya hidup kelas sosial diatas. Misalnya dalam pemilihan pakaian atau sepatu
mereka banyak meniru membeli barang-barang tiruan yang biasa dikenakan oleh kelas
menengah keatas. Salah satu ciri dari kelas sosial kebawah adalah mereka seringkali
mengapresiasikan dan sejauh mungkin untuk tampil seperti kelas sosial diatas. Bagi orang-
orang yang belum berpengalaman dan dipandang sepintas kilas merek yang dipakai
mungkin terlihat sama namun bila dilihat dekat maka tampak sangat berbeda dengan
barang yang asli.
b. Peluang Hidup dan Kesehatan.
Dalam kajian ini terdapat kaitan antara stratifikasi sosial dengan peluang hidup dan
derajat kesehatan keluarga, misalnya keluarga yang miskin, tidak berpendidikan, dan
rentan mereka umunya lemah jasmani dan mudah terserang penyakit. Sementara itu studi
yang dilakukan oleh Brooks (1975) menemukan kecenderungan kematian bayi
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kelas sosial orang tua.25 Menurut studi yang dilakukan
24
Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 183.
25 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 185.
Page | 18
oleh Antonovsky (1972) dan Harkey dkk. setidaknya terdapat dua faktor yang berinteraksi
menghasilkan hubungan anatara kelas sosial dan kesehatan,26 yaitu:
1. Para anggota kelas sosial yang lebih tinggi biasanya menikmati sanitas, tindakan-
tindakan perawatan medis yang baik.
2. Orang yang mengidap penyakit kronis, status sosialnya lebih cenderung kebawah
dan sulit menagalami mobilitas vertikal karena penyakit menghalangi mereka
memperoloh dan mempertahankan berbagai pekerjaan (Zanten, 1979).
c. Respon Terhadap Perubahan.
Setiap terjadi proses perubahan tentu membutuhkan proses adaptasi bahkan respon
yang tepat dari warga masyarakat yang tengah berubah. Berbeda dengan orang yang
berpendidikan dan berasal dari kelas atas, banayak kajian yang membuktikan bahwa
kelas sosial rendah seringkali menjadi kelompok yang paling terlambat menerangkan
kecenderungan baru, khususnya dalam pengambilan keputusan. Orang kelas sosial
rendah umunya ragu-ragu untuk menerima pemikiran serta curiga terhadap para pencipta
hal-hal baru.
Terbatasnya pendidikan mengakibatkan kebanyakan orang-orang kelas rendah
tidak mengetahui latar belakang pemikiran yang mendasari program perubahan yang
ditawarkan. Mereka cenderung curiga terhadap para ahli dari kelas sosial menengah
keatas yang menunjang perubahan (Horton dan Hunt, 1987).27
Kelas sosial atas dimana sebagian besar berpendidikan relatif memadai cenderung
lebih responsif terhadap ide baru sehingga mereka lebih sering memetik manfaat atas
program baru atau inovasi yang diketahuinya.
d. Peluang Bekerja dan Berusaha.
Terdapat perbedaan peluang bekerja anatara kelas sosial rendah dengan kela sosial
diatasnya. Tingkat pendidikan yang tinggi dan uang yang dimiliki kelas sosial atas relatif
lebih mudah membuka usah. Baru atau mencari pekerjaan yang sesuai dengan minatnya.
Sementara itu kelas sosial rendah terperangkap dalam pendidikan yang rendah
umumnya rentan dan kecil kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan yang memadai.
Keluarga yang dibelit perangkap kemiskinan biasanya tidaak bisa ikut meramaikan hasil
26
Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 185.
27 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 186.
Page | 19
pertumbuhan ekonomi, rapuh, sulit meningkatkan kualitas kehidupan bahkan mengalami
penurunan kualitas hidup. Kendati orang-orang miskin telah mendapat bantuan kredit
permodalan, seperti KUD, KUT, BRI unit desa dan lain-lain.
Ketidakberdayaaan golongan masyarakat miskin untuk memiliki akses terhadap
kekuasaan menyebabkan posisi mereka tetap rentan dan sulit untuk berkembang, berbeda
dengan kelompok kelas menengah mereka relatif lebih banyak dan mudah mendapat
fasilitas.
e. Kebahagiaan dan Sosialisasi Dalam Keluarga.
Studi yang dilakukan oleh Easterlin (1973) dan Cameron (1974)28 menemukan
bahwa kebahagiaan tidak dipengaruhi oleh ada atau tidaknya cacat tubuh, tidak pula oleh
faktor usia. Dari faktor yang diteliti kelas sosial lah yang memiliki kaitan paling erat,
contohnya orang kaya lebih mampu memenuhi kebutuhan mereka sehingga mereka
merasa bahagia. Perselisihan dan terjadinya tindak kekerasan dikalangan keluarga berada
dalam hal yang relatif kecil.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Gelles (1979)29 membuktikan bahwa orang
tua yang suka menyiksa anak banyak menunjukan sifat yang sama, sebagian besar biasa
disiksa sewaktu kecil dan condong bereaksi kasar bila anak mengecewakan mereka.
f. Perilaku Politik.
Terdapat kaiatan anatara kelas sosial dan perilaku polotik orang. Studi yang
dilakukan Erbe (1964), Hansen (1975) menyimpulkan bahwa semakin tinggi kelas sosial
semakin cenderung individu mendaftarkan diri sebagai pemilih, memberikan suara,
tertarik pada politik, membahas soal politik, menjadi anggota organisasi dan berusaha
mempengaruhi pandangan politik orang lain.30
Kelas menengah yang berafiliasi dan merasa karir politiknya tengah menanjak
cenderung bersikap seperti kelas atas yaitu konservatif dan sama sekali jauh dari radikal
yang biasanya menjadi karakteristik kelas bawah.
28
Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 189.
29 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 190.
30 Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, hlm. 190.
Page | 20
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan.
Stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat. Menurut sifat-sifatnya, stratifikasi sosial terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu stratifikasi
tertutup, stratifikasi terbuka dan stratifikasi campuran.
Determinan stratifikasi sosial diantaranya ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan dan
wewenang, ukuran kehormatan dan ukuran ilmu pengetahuan. Menurut Jeffris dan Ransford
(1980), di dalam masyarakat pada dasarnya bisa dibedakan 3 (tiga) macam stratifikasi sosial,
yaitu :
a. Hierarki kelas.
b. Hierarki kekuasaan.
c. Hierarki status.
Hal yang mewujudkan stratifikasi sosial juga tidak lepas dari unsur-unsurnya yang
meliputi :
a. Kedudukan (status). Pada umunya mengembangkan dua macam kedudukan yaitu
ascribed status dan achieved status.
b. Peranan (role).
Mobilitas sosial merupakan perpindahan status dalam stratifikasi sosial. Mobilitas
sosial terdiri dari dua tipe yaitu mobilitas sosial yang horizontal dan mobilitas sosial yang
vertikal. Mobilitas sosial yang vertikal pun terbagi menjadi mobilitas vertikal yang naik dan
mobilitas sosial yang turun.
Menurut Pitirim Sorokin, mobilitas sosial memiliki saluran-saluran dalam masyarakat.
Adapun saluran yang terpenting diantaranya angkatan bersenjata, lembaga keagamaan,
sekolah, organisasi politik ekonomi dan keahlian. Saluran-saluran tersebut dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya kedudukan (status) seseorang.
Menurut Friedman, ada lima basis kekuasaan sosial yaitu ::
1. Modal produksi atas aset, misalnya tanah kemayoran, poralatan dan kesehatan.
2. Sumber keuangan, seperti income dan kredit yang memadai.
3. Organisasi sosial dan polotik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan
bersama, seperti koperasi.
Page | 21
4. Network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan
dan keterampilan yang memadai.
5. Informasi-informasi yang berguna untuk kehidupan.
Menurut Selo Soemardjan, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita
oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial itu tidak dapat ikut menggunakan
sumber-sumber yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan stuktural biasanya terjadi
didalam suatu masyarakat dimana terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang tidak
melarat dengan mereka yang hidup dalam kemewahan.
Menurut Robert Chambers, inti dari masalah kemiskinan (deprivation) terdiri dari
lima unsur, yaitu :
a. Kemiskinan itu sendiri.
b. Kelemahan fisik.
c. Keterasingan atau kadar isolasi.
d. Kerentanan.
e. Ketidakberdayaan.
Stratifikasi sosial dapat menimbulkan sejumlah perbedaan dalam berbagai aspek
kehidupan manusia diantaranya dapat terjadi pada :
a. Gaya hidup
b. Peluang hidup dan kesehatan.
c. Respons terhadap prubahan.
d. Peluang bekerja dan berusaha.
e. Kebahagiaan dan sosialisasi dalam keluarga.
f. Perilaku politik.
Agar stratifikasi sosial berjalan tanpa gesekan-gesekan yang terlalu berdampak
negatif terhadap kehidupan kemasyarakatan, dalam tatanan kehidupannya dituntut kesadaran
akan adanya kontrol pada setiap pemegang kedudukan atau peranan sosial. Kesadaran bahwa
dirinya adalah makhluk sosial dapt cukup membantu dalam keseimbangan akan adanya
perbedaan.
Page | 22
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, Kamanto. 2002. Pengantar Sosiologi.Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Suyanto, Bagong, dkk. 2007. Teks Pengantar Sosiologi. Sosiologi. Edisi Kedua. Jakarta:
Kencana
Soekanto, Soejono. 2007. Suatu Pengantar. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Stratifikasi Sosial. Dalam e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=51&fname=sos203_16.htm
Page | 23